HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK USIA 1-3 TAHUN DI KELURAHAN BANDARJO KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2015 Titi Sari Siswoyo Putri*) Ns.Priyanto, M.Kep.,Ns.Sp,Kep.MB**), Ima Syamrotul Muflihah.,M.Keb***) *)
Mahasiswa Progam Studi D IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen Progam Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ***) Dosen Progam Studi D IV Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita yang merupakan periode keemasan (golden age) dimana mengalami kemajuan yang menakjubkan, pada masa ini merupakan pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada kelompok usia ini merupakan kelompok rawan terhadap masalah gizi. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan status gizi dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia 1-3 tahun di kelurahan Bandarjo kabupaten Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan studi korelasi dengan pendekatan waktu cross sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 77 responden yang diambil secara qouta sampling dengan metode analisa chi square. Hasil penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara hubungan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia 1-3 tahun di kelurahan Bandarjo kabupaten Semarang tahun 2015 dengan nilai ρ-value sebesar ρ = 0,000 < α (0,05). Untuk itu ibu perlu memperhatikan asupan gizi pada anak khususnya pada usia Balita karena pada masa ini merupakan kelompok rawan terhadap masalah gizi yang akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Kata kunci : Status Gizi, Perkembangan Motorik Kasar Daftar Pustaka : 34 Pustaka (2003-2014) ABSTRACT Critical period in the development of a child is the frst five years as the golden age where the amazing progess, at this time is basic growth that will affect and determine the further development of a child. This was age group is prone to nutrional problems. The aim of the research was to determine the relationship between nutritional status with gross motor development in children aged 1-3 years old in Bandarjo village Semarang regency. This research was a quantitative research using correlation study with cross sectional approach. The samples in this study were 77 respondents taken by qouta sampling with chi square analysis method. 1 Tuuutihkjhmjkjnjknklkjklklknlkjkjlknlkjjlhhlhhnjhjlhnljjljhljljljlkjklnlknlijiljljlkjlkljlkjljljljlililjkjlkjlkjljljlkjlkjlikpl
Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang-Titi Sari SP-DIV Kebidanan-2015
The results of this study there was a significant relationship between nutritional status with gross motor development in children aged 1-3 years old in Bandarjo village Semarang regency in 2015 with ρ-value = 0.000 <α (0.05). Mothers need to pay attention to nutrition in children, especially in the first five years of a child because at this time the group is prone to nutritional problems that will affect the development of a child. Keywords: Nutritional status, gross motor development Bibliographies: 34 (2003-2014) PENDAHULUAN Seribu hari pertama kehidupan adalah periode seribu hari mulai sejak terjadinya konsepsi hingga anak berusia 2 tahun. Seribu hari terdiri dari, 270 hari selama kehamilan dan 730 hari kehidupan pertama sejak bayi dilahirkan. Periode ini disebut periode emas (golden periode) atau disebut juga sebagai waktu yang kritis, yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik akan terjadi kerusakan yang bersifat permanen (window of opportunity) (Bappenas,2012) Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu secara keseluruhan. Ketrampilan fisik yang dibutuhkan anak untuk kegiatan serta olahraga bisa dipelajari dan dilatih di masa-masa awal perkembangan (Lismadiana, 2013). Melalui perkembangan motorik, anak dapat menghibur dirinya sendiri dengan memperoleh perasaan senang. Seperti senang memiliki ketrampilan memainkan boneka, melempar dan menangkap bola atau memainkan permainan, anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya pada bulan-bulan pertama kehidupannya, ke kondisi yang independent, anak dapat bergerak dari suatu tempat ke tempat lainnya dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini dapat menunjang rasa percaya diri anak sehingga anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan (Hurlock, 2003).
Perkembangan kemampuan motorik bayi akan sangat membantu untuk melakukan eksplorasi dan mempraktikan kemampuan yang baru. Hal ini dimungkinkan karena pencapaian ketrampilan motorik pada tahun pertama menyebabkan meningkatnya kemandirian, memungkinkan bayi untuk menjelajahi lingkungannya dengan lebih leluasa, dan untuk memulai berinteraksi dengan orang lain. Pada tahun kedua anak menjadi lebih terampil secara motorik dan lebih aktif, mereka tidak lagi diam di satu tempat tetapi ingin bergerak ke seluruh ruangan. Aktivitas motorik selama tahun kedua ini berperan penting bagi perkembangan kompetensi anak (Soetjiningsih, 2012). Perkembangan motorik pada dasarnya berkembang sejalan dengan kematangan saraf dan otot saraf, sehingga setiap gerakan sesederhana apapun merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak (Lismadiana, 2013). Pada tahun pertama bayi membutuhkan kalori 2 kali dibanding pria dewasa dengan aktivitas sedang dimana saat kelaparan protein dipakai sehingga massa sel tubuh berkurang, kekurangan protein akan mengakibatkan pertumbuhan dan kematangan skeletal yang menurun dan dapat menghambat perkembangan motorik anak (Proverawati, 2009).
2 Tuuutihkjhmjkjnjknklkjklklknlkjkjlknlkjjlhhlhhnjhjlhnljjljhljljljlkjklnlknlijiljljlkjlkljlkjljljljlililjkjlkjlkjljljlkjlkjlikpl
Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang-Titi Sari SP-DIV Kebidanan-2015
Pertumbuhan dan perkembangan pada seribu hari pertama kehidupan memerlukan asupan gizi. Bila pasokan gizi kurang maka bayi akan melakukan penyesuaian. Penyesuaian tersebut bisa melalui pengurangan jumlah sel dan pengecilan ukuran organ dan tubuh yang lebih kecil, agar sesuai dengan terbatasnya asupan gizi. Bila perbaikan gizi dilakukan setelah melewati kurun seribu pertama kehidupan, maka efek perbaikannya kecil, sebaliknya bila dilakukan pada masa 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan). Perubahan permanen inilah yang menimbulkan masalah jangka panjang yang memiliki tiga resiko yaitu 1) resiko terjadinya penyakit tidak menular/ kronis, 2) bila otak terkena maka akan mengalami hambatan pertumbuhan kognitif, sehingga kurang cerdas dan kompetitif, dan 3) gangguan pertumbuhan tinggi badan sehingga beresiko stunting/pendek. Keadaan ini tidak hanya bersifat antar generasi (dari ibu ke anak) tetapi bersifat trans-generasi (dari nenek ke cucunya). Sehingga diperkirakan dampaknya mempunyai kurun waktu 100 tahun, artinya resiko tersebut berasal dari masalah yang terjadi sekitar 100 tahun yang lalu, dan dampaknya akan berkelanjutan pada 100 tahun berikutnya ( Achadi, 2012). Berbagai penelitian yang dilakukan di luar negeri maupun indonesia menunjukan bahwa keadaan gizi kurang dapat menghambat aktivitas kerja yang akan menurunkan produktivitas kerja. Hal ini disebabkan karena kemampuan kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh jumlah energi yang tersedia, dimana energi tersebut diperoleh dari makanan sehari-hari dan bilamana jumlah makanan sehari-hari tidak memenuhi kebutuhan tubuh, maka energi didapat dari cadangan tubuh. Apabila makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang diperlukan, dan keadaan ini
berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, berakibat terjadi ketidakmampuan berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang kecil pula dimana akan mempengaruhi perkembangan motorik anak (Hasdianah, 2014). Berdasarkan RIKESDAS 2013 persentase BBLR di Indonesia sebesar 8,8%, anak balita pendek (stunting) sebesar 35,6%, anak balita kurus (wasting) sebesar 13,3%, anak balita gizi kurang (underweight) sebesar 17,9% dan anak balita gizi lebih (overweight) sebesar 12,2%. Dengan demikian Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, disatu pihak mengalami kekurangan gizi di pihak lain mengalami gizi lebih (Bappenas,2012). Prevalensi stunting yang merupakan masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama dan mengindikasikan malnutrisi, di sepuluh negara ASEAN dan 11 negara SEAR. Tiga angka prevalensi stunting tertinggi di ASEAN adalah Laos (48%), Kamboja (40%), dan Indonesia (36%), dimana Indonesia menempati urutan ketiga (Profil Kesehatan Indonesia, 2012). Sedangkan prevalensi obesitas meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Riskesdas, pada tahun 2007 prevalensi overweight dan obesitas pada anak 12,2% dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 14,0% (Rikesdas,2013). Dari studi pendahuluan yang dilakukan dari 10 anak usia 1-3 tahun di Posyandu Lestari VI Kelurahan Bandarjo sebanyak 3 anak yang mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar, 1 ibu mengatakan anaknya dapat berjalan pada usia 16 bulan, sedangkan 2 ibu mengatakan anaknya dapat berjalan pada
3 Tuuutihkjhmjkjnjknklkjklklknlkjkjlknlkjjlhhlhhnjhjlhnljjljhljljljlkjklnlknlijiljljlkjlkljlkjljljljlililjkjlkjlkjljljlkjlkjlikpl
Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang-Titi Sari SP-DIV Kebidanan-2015
usia 19 bulan. Dimana dalam Denver II usia anak mulai berjalan baik pada usia 15 bulan untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang status gizi dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia 1-3 tahun. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskripsi korelasi dengan menggunakan pendekatan waktu cross sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data pada suatu saat. Tiap subyek penelitian hanya diobservasi sekali saja, dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau subyek pada pemerikasaan. Tetapi hal ini tidak berati bahwa semua subyek penelitian diamati pada waktu yang sama (Notoatmojo, 2010). Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mngetahui hubungan status gizi dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Responden a) Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan No Pendidikan F % 1 SD 7 9,1% 2 SMP 23 29,9% 3 SMA 47 61,0% Jumlah 77 100,0% Sumber : Sumber Data (Fix) Tabel 1 menunjukan bahwa responden terbanyak adalah pendidikan SMA, yaitu 47 responden (61,0%) dan paling sedikit responden berpendidikan SD yaitu 7 responden (9,1%).
b) Karakteristik Responden Berdasarkan Status Bekerja Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Bekerja No Pendapatan F % 1
Bekerja
37
48,1%
Tidak 40 51,9% Bekerja Jumlah 77 100,0% Sumber : Sumber Data (Fix) 2
Tabel 2 diatas menunjukan status bekerja responden sebagian besar adalah tidak bekerja sebanyak 40 responden (51,9%) dan 37 (48,1%) responden bekerja. c) Karakteristik Jenis Kelamin Anak Tabel 5 Karakteristik Respoden Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin F % 1 Laki-laki 36 46,8% 2 Perempuan 41 53,2% Jumlah 77 100,0% Sumber : Sumber Data (Fix) Tabel 5 diatas sebagian besar respoden berjenis kelamin laki-laki sebesar 36 responden (46,8%) dan jenis kelamin perempuan sebesar 41 responden ( 53,2%). 2. Hasil Penelitian a) Status Gizi Balita Tabel 6 Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Usia 1-3 Tahun di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang Tahun 2015 No Status F % Gizi 1 Kurang 15 19,5% 2 Baik 47 61,0% 3 Lebih 15 19,5%
4 Tuuutihkjhmjkjnjknklkjklklknlkjkjlknlkjjlhhlhhnjhjlhnljjljhljljljlkjklnlknlijiljljlkjlkljlkjljljljlililjkjlkjlkjljljlkjlkjlikpl
Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang-Titi Sari SP-DIV Kebidanan-2015
Jumlah 77 100,0% Sumber : Sumber Data (Fix) Status gizi merupakan kesehatan gizi masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi dan diperlukan oleh tubuh dalam susunan makanan dan perbandingan satu dengan yang lain (Hasdianah, 2014). Dalam penelitian peneliti melakukan pengukuran antropometri. Antropometri sering dipakai sebagai salah satu faktor untuk menentukan status gizi, yaitu berhubungan dengan pengukuran dimensi dan komposisi tubuh pada berbagai tingkat umur (Alamtsier,2012). Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak dibawah kulit, salah satu pengukuran status gizi adalah BB/U karena menghitung massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahanperubahan yang mendadak. Berat badan adalah parameter yang sangat stabil (Waryana, 2010). Dimana usia anak 1-3 tahun tumbuh dan berkembang dengan pesat dan golongan ini sangat rawan terhadap berbagai macam penyakit seperti rawan gizi hal ini sejalan dengan pendapat Almatsier (2012). Dengan kriteria status gizi berdasarkan indeks BB/U dimana gizi buruk < -3 SD, gizi kurang – 3SD sampai dengan 2 SD, gizi baik -2 SD sampai dengan 2 SD, dan gizi lebih > 2 SD ( Kementrian Kesehatan RI, 211). Dalam penelitian keberagaman statu gizi yang ditemukan karena pendidikan ibu pengasuh yang beragam yaitu 7 orang (9,1%) berpendidikan SD, 23 orang (29,9%) berpendidikan SMP dan 47 orang (61,0%) berpendidikan SMA.
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia. Meningkatnya tingkat pendidikan akan berpengaruh pada tingkat pengetahuan dan ketrampilan yang selanjutnya berdampak pada peningkatan produktivitas (Hasdianah,2014), hal ini diperkuat dengan pernyataan Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, maka peran pendidikan sangat penting. Hal tersebut dikarenakan pendidikan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, sehingga diharapkan masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan status kesehatannya. Oleh karena itu pengetahuan ibu merupakan salah satu faktor penting di dalam status gizi anak. Ibu yang memiliki pengetahuan baik akan lebih mengetahui tentang status gizi yang baik bagi anaknya serta tingkat kesehatan yang baik bagi anaknya. Dan untuk mencapai status gizi yang baik maka diperlukan zat makanan yang adekuat makanan yang kurang baik juga mempengaruhi di dalam status gizi anak (Anwar, 2009). b) Perkembangan Motorik Kasar Usia 1-3 Tahun Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 1-3 Tahun di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang 2015 Motorik No F % Kasar 1 Normal 51 66,2% 2 Suspect 26 33,8%
5 Tuuutihkjhmjkjnjknklkjklklknlkjkjlknlkjjlhhlhhnjhjlhnljjljhljljljlkjklnlknlijiljljlkjlkljlkjljljljlililjkjlkjlkjljljlkjlkjlikpl
Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang-Titi Sari SP-DIV Kebidanan-2015
Jumlah 77 100,0% Sumber : Sumber Data (Fix) Perkembangan motorik kasar pada anak yang memiliki kategori normal pada anak usia 12-18 bulan dapat melakukan tes yaitu berdiri 2 detik, berdiri sendiri, membungkuk kemudian berdiri, berjalan dengan baik dan berjalan mundur. Sedangkan pada anak yang perkembangan motorik kasar dalam kategori suspek ada 15 anak yaitu 3 anak belum dapat membungkuk kemudian berdiri pada usia 14 bulan, 6 anak belum dapat berjalan dengan baik 5 anak pada usia 15 bulan dan 1 anak pada usia 16 bulan, dan 6 anak anak belum dapat berjalan mundur yaitu 1 anak pada usia 16 bulan, 2 anak pada usia 17 bulan dan 3 pada usia 18 bulan. Adapun perkembangan motorik kasar pada anak yang mempunyai kategori normal pada anak usia 19-24 bulan dapat melakukan tes yaitu lari, berjalan naik tangga dan menendang bola ke depan. Sedangkan pada anak dengan kategori suspek pada 7 anak yaitu 2 anak belum bisa lari pada usia 19 bulan, 2 anak belum bisa naik tangga pada usia 20 bulan, 1 anak usia 21 bulan, 1 anak usia 22 bulan, dan 1 anak pada usia 23 bulan. Sedangkan perkembangan motorik kasar pada anak yang mempunyai kategori normal pada usia 25-35 bulan dapat melakukan tes yaitu melompat, melempar bola lengan keatas, loncat jatuh dan berdiri satu kaki selama 1 detik. Sedangkan pada anak dengan kategori supek ada 4 anak yaitu tidak dapat melompat 2 anak pada usia 33 bulan, 1 anak pada usia 34 dan 35 bulan.
Perkembangan motorik adalah perkembangan yang berhubungan dengan aspek pergerakan dan sikap tubuh (Andriani, 2012). Perkembangan motorik merupakan perkembangan kontrol pergerakan badan melalui koordinasi aktivitas saraf pusat, saraf tepi dan otot. Kontrol pergerakan ini muncul dari perkembangan refleks-refleks yang dimulai sejak lahir (Soetjiningsih, 2013). Dimana dalam perkembangan motorik kasar memiliki lima prinsip yaitu perkembangan motorik tergantung pada maturasi saraf dan otot, perkembangan motorik tidak bisa terjadi sampai anak siap secara matang, perkembangan motorik mengikuti arah perkembangan yang dapat diprediksi, pola perkembangan dapat ditentukan dan kecepatan perkembangan individu berbeda untuk setiap individu. Perkembangan motorik kasar sejalan dengan area perkembangan sistem saraf pusat yang berada di otak. Serebelum atau otak kecil yang berfungsi mengontrol keseimbangan, berkembang cepat pada satu tahun pertama. Otak besar atau serebri, khususnya lobus frontal, berfungsi untuk mengontrol gerak ketrampilan dan apabila sistem saraf dan sistem ini belum matang maka anak akan mengalami kesulitan untuk aktivitas motorik kasar (Soetjiningsih, 2013). c) Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Anaj Usia 1-3 tahun di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang Untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar balita usia 1-3 tahun di Kelurahan
6 Tuuutihkjhmjkjnjknklkjklklknlkjkjlknlkjjlhhlhhnjhjlhnljjljhljljljlkjklnlknlijiljljlkjlkljlkjljljljlililjkjlkjlkjljljlkjlkjlikpl
Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang-Titi Sari SP-DIV Kebidanan-2015
Bandarjo Kabupaten Semarang terlebih dahulu dihitung tabulasi silang antara kategori tingkat pola makan dengan kategori status gizi balita yang disajikan dalam tabel dibawah ini. Tabel 4.8 Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang Tahun 2015 Status gizi f Buruk Kurang Baik Lebih Jumlah
Perkembangan Motorik Kasar normal % 0,0 1,0 46,0 4,0 51,0
suspek f 0,0 1,3 59,7 5,2 66,2
% 0,0 14,0 1,0 11,0 26,0
f 0,0 18,2 1,3 14,3 33,8
% 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
ρ-value
Total
abnormal f 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
% 0,0 15,0 47,0 15,0 77,0
0,0 19,5 61,0 19,5 100
0,00
Sumber : Sumber Data (Fix) Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa anak 15 anak (19,5%) dengan status gizi kurang terdiri dari 14 anak (18,2%) memiliki perkembangan motorik kasar yang suspek (meragukan) dan 1 anak ( 1,3%) dengan perkembangan motorik kasar normal sedangkan 47 anak dengan status gizi baik didapatkan 1 anak (1,3%) mengalami perkembangan suspek dan 46 anak (59,7%) mengalami perkembangan motorik kasar normal, adapun 15 anak (19,5%) dengan status gizi lebih, didapatkan hasil 4 anak (%) mengalami perkembangan motorik kasar normal dan 11 anak (%) mengalami perkembangan motorik kasar suspek. Berdasarkan uji Chi Square didapat nilai korelasi sebesar 0,00 oleh karena ρvalue < α = 0,00 < 0,05, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang. Status gizi baik sebanyak 47 anak (61,0%) terdiri dari 1 anak (1,3%)
mengalami perkembangan motorik kasar suspek dan 46 anak (59,7%) mengalami perkembangan motorik kasar normal. Status gizi baik artinya anak mendapatkan makanan bergizi seimbang, artinya anak mengkonsumsi antara karbohidrat, protein, lemak dan zat-zat lain secara proporsional sesuai dengan kondisi anak (Soetjiningsih, 2012). Dalam tumbuh kembang anak energi diperlukan untuk bergerak atau melakukan pekerjaan fisik dan juga menggerakkan proses-proses dalam tubuh seperti sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, percernaan, dan prosesproses fisiologis lainnya dimana sebagian energi yang lebih banyak lagi digunakan untuk melakukan proses oksidasi dalam jaringan untuk mempertahankan tonus otot (Adriani, 2012). Sedangkan karbohidrat merupakan sumber energi yang utama karena 60-80 % dari kebutuhan energi dipenuhi oleh karbohidrat, lemak dalam tubuh merupakan cadangan energi yang sewaktu-waktu digunakan kembali bila tubuh memerlukan. Protein mempunyai fungsi utama yaitu sebagai zat pembangun/pembentuk sel-sel jaringan tubuh. Protein baru digunakan sebagai sumber energi apabila kebutuhan energi tubuh tidak dapat di penuhi oleh hidrat arang dan lemak (Almatsier, 2012). Jika makanan yang dikunsumsi hanya cukup untuk memenuhi keperluan bahan bakar, maka seluruh karbohidrat, lemak dan asam amino yang diserap akan dibakar untuk menghasilkan energi. Tetapi jika jumlah kalori yang dihasilkan dari makanan melebihi yang diperlukan, maka kelebihan akan disimpan di dalam tubuh dalam bentuk lemak di jaringan lemak ( dalam bentuk glikogen hati dan
7 Tuuutihkjhmjkjnjknklkjklklknlkjkjlknlkjjlhhlhhnjhjlhnljjljhljljljlkjklnlknlijiljljlkjlkljlkjljljljlililjkjlkjlkjljljlkjlkjlikpl
Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang-Titi Sari SP-DIV Kebidanan-2015
glikogen otot) yang sewaktu-waktu siap untuk digunakan (Andriani, 2012). Sedangkan anak dengan perkembangan suspek didapatkan bahwa ibu responden bekerja dimana ibu yang sibuk bekerja atau berkarir dapat mengakibatkan perhatian terhadap keluarga termasuk anak menjadi berkurang, bahkan tidak sedikit yang akhirnya tidak memperhatikan kondisi anak (Gunarsa, 2008). Adapun hasil penelitian yang memiliki anak dengan status gizi kurang sebanyak 15 anak (19,5%) terdiri dari 1 anak (1,3%) mengalami perkembangan motorik kasar normal dan 14 anak (18,2%) mengalami perkembangan motorik kasar suspek. Dimana pada anak usia 14 bulan belum dapat membungkuk kemudian kembali berdiri, pada usia 20 bulan anak belum mampu naik tangga serta usia 21-23 bulan anak belum mampu menendang sedangkan pada anak usia 15 bulan belum dapat berjalan dengan baik, usia 16-18 belum dapat berjalan mundur, serta anak usia 19 bulan belum dapat lari hal ini terkait dengan perkembangan otak anak dan jumlah energi didalam tubuh anak untuk melakukan aktivitas. Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otak mengatur setiap gerakan yang dilakukan anak. Semakin matangnya sistem syaraf otak yang mengatur otot memungkinkan perkembangan kompetensi atau kemampuan motorik anak (Endah, 2008). Sereblum / ganglia basalis berperan penting dalam perkembangan motorik kasar pengelihatan kemudian diterjemahkan dengan memainkan apa yang anak lihat. Kekurangan gizi secara umum baik kuantitas ataupun kualitas menyebabkan gangguan pada proses-
proses dalam struktur dan fungsi otak. Otak mencapai bentuk maksimal salah satunya dipengaruhi oleh konsumsi makan. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara pemanen (Almatsier,2012). Selain itu kurang gizi menyebabkan seseorang kekurangan energi untuk bergerak dan melakukan aktivitas, orang menjadi malas dan lemah karena kekurangan energi (Almatsier, 2012). Levitsky dan Strup (2009) dalam Soetjiningsih (2012) pada penelitiannya di Canada mengungkapkan bahwa kurang gizi menyebabkan isolasi diri (Fungsional isolation) yaitu mempertahankan untuk tidak mengeluarkan energi yang banyak (conserve energy) dengan mengurangi kegiatan interaksi sosial, aktivitas, perilaku, perhatian, dan motovasi serta anak menjadi tidak aktif. Asupan zat gizi merupakan kebutuhan dasar dalam proses tumbuh kembang anak, terutama tumbuh kembang otaknya ditrisemester ketiga kehamilan sampai usia tiga tahun. Asupan zat gizi yang penting untuk fungsi motorik meliputi emergi, protein dan seng. Energi diperlukan tubuh untuk mendukung semua mekanisme biologis dan kimiawi dalam tubuh seperti berperan dalam proses proliferasi dan diferensiasi sel, synaptogenesis sel serta energi dibutuhkan untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik (dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjang). Selama aktivitas fisik, otot memerlukan energi diluar metabolisme untuk bergerak. Jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen yang dibutuhkan tergantung pada
8 Tuuutihkjhmjkjnjknklkjklklknlkjkjlknlkjjlhhlhhnjhjlhnljjljhljljljlkjklnlknlijiljljlkjlkljlkjljljljlililjkjlkjlkjljljlkjlkjlikpl
Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang-Titi Sari SP-DIV Kebidanan-2015
banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan dilakukan (Almatsier, 2012). Energi dimana tirosin merupakan penyusun dari neurotransmitter dopamine yang berperan dalam menghantarkan impuls dari satu syaraf ke saraf lain (Proverawati, 2009). Protein juga merupakan zat gizi yang berperan dalam membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan. Kekurangan protein akan menyebabkan pertumbuhan terhambat, otot-otot berkurang, dan melemah serta terjadi gangguan psikomotorik. Besi dan seng merupakan zat gizi ensensial yang salah satunya berperan dalam fungsi motorik. Besi berperan dalam sisntesis monoamine, metabolisme energi di neuron dan sel glia, sistem nuerotransmitter. Seng berperan dalam pelepasan DNA dan nuerotransmitter (Almatsier, 2012). Pada penelitian ini anak dengan status gizi kurang memiliki perkembangan motorik kasar normal dikarenakan ibu mereka yang tidak bekerja. Peran ibu dalam pertumbuhan dan perkembangan anak sangat penting karena anak pada usia 1-3 tahun masih sangat bergantung pada ibunya. Kurangnya peran ibu dalam pemenuhan dasar anak tentunya memiliki dampak yang kurang baik bagi perkembangan anak salah satunya pencapaian kualitas waktu yang diluangkan ibu untuk mengasuh dan membimbing anaknya (Hurlock, 2003). Selain status gizi kurang dan status gizi baik dalam penelitian ini ditemukan 15 anak (19,5%) terdiri dari gizi lebih 4 anak (5,2%) dengan perkembangan normal dan 11 anak (14,3%) dengan perkembangan suspek.
Status gizi lebih dimana jumlah karbohidrat yang dimakan melebihi keperluan badan akan kalori, sebagian daripadanya akan ditimbun dalam hati dan otot sebagai glikogen. Kapasitas pembentukan glikogen ini terbatas sekali, dan jika penimbunan dalam bentuk glikogen ini telah mencapai batasnya, kelebihan karbohidrat diubah menjadi lemak dan ditimbun didalam jaringanjaringan lemak. Dimana simpanan lemak yang berlebihan sebagai akibat terlalu banyak makan, dapat pula memberikan akibat-akibat yang merugikan. Orang yang terlampau gemuk, mudah merasa terganggu oleh panas sewaktu bekerja, karena panas yang terjadi sewaktu melakukan kerja itu tak mudah dibuang keluar tubuh, tetahan oleh lapisan lemak bawah kulit. Kelebihan berat yang disebabkan oleh timbunan lemak itupun memaksa badan melakukan kerja tambahan, yang berakibat pula pembentukan panas yang bertambah. Selain itu, kerja yang bertambah inipun menambah beban jantung. Untuk mengurangi pengaruh kelebihan berat itu, anak akan menjadi lebih segan untuk menggerakan badannya dan beraktivitas (Almatsier, 2012). Menurut Manuaba (2004) dampak gizi lebih pada kesehatan umumnya mungkin masih terbatas pada gangguan psikososial, yaitu keterbatasan dalam pergaulan, aktivitas fisik, lebih suka menyendiri dan memuaskan dirinya dengan bersantai dan makan serta cenderung mengalami gangguan ortopedik yang disebabkan kelebihan berat badan, gangguan ortopedik terjadi karena epifisis kaput femoris yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan tebatasnya gerakan panggul
9 Tuuutihkjhmjkjnjknklkjklklknlkjkjlknlkjjlhhlhhnjhjlhnljjljhljljljlkjklnlknlijiljljlkjlkljlkjljljljlililjkjlkjlkjljljlkjlkjlikpl
Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang-Titi Sari SP-DIV Kebidanan-2015
yang akan berdampak pada aktivitas motorik kasar anak. Status gizi lebih juga berdampak negatif terhadap tumbuh kembang, anak menjadi beresiko tinggi untuk terserang penyakit. Anak dengan gizi lebih akan mudah berkeringat, lecet dan terinfensi jamur pada lipatan-lipatan dan sendinya terganggu. Dari aspek psikologis, anak gizi lebih akan merasa kurang percaya diri dalam bersosialisasi karena merasa tubuhnya lebih besar dari teman sebayanya, kambat bergerak (Antari, 2006). Gizi lebih juga menyebabkan kemampuan motorik pada anak menjadi terganggu, dalam melakukan aktivitas, anak menjadi cepat capek dan anak tidak kuat melakukan aktivitas dalam jangka waktu yang lama dan lebih lambat dalam melakukan sesuatu (Kurniasih, 2006). Sedangkan pada anak yang memiliki gizi lebih dan mengalami perkembangan motorik kasar normal didapatkan pendidikan orang tua yang baik yaitu SMA sehingga orang tua akan menciptakan interaksi antara ibu dan anak sehingga dapat membangun keakraban dalam keluarga dimana akan menimbulkan kedekatan hubungan sehingga orang tua dapat memberikan stimulasi yang maksimal agar perkembangan anak lebih baik dan optimal (Soetjiningsih, 2012). Kondisi fisik pada ada anak usia 13 tahun merupakan kelompok yang sangat perlu diperhatikan akan kebutuhan gizinya, karena mereka dalam masa pertumbuhan, salah satu faktor yaitu gizi menjadi bagian yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan. Gizi menjadi bagian yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan. Gizi didalamnya memiliki keterkaitan yang erat hubungannya dengan kesehatan
dan kecerdasan. Status gizi yang baik pada balita perlu mendapatkan perhatian lebih karena status gizi balita buruk dapat menghambat pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berfikir dan tentu saja akan menurunkan produktivitas kerja (Hasdianah, 2014). Penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Solihin tahun 2013 dengan judul “Kaitan status gizi, perkembangan kognitif, perkembangan motorik pada anak usia prasekolah” yang menyatakan ada hubungan signifikan antara tingkat perkembangan motorik kasar dengan status gizi balita usia prasekolah di Desa Cibanteng. Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor gizi merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mengoptimalkan perkembangan kasar pada anak. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut : a. Status gizi anak usia 1-3 tahun di kelurahan Bandarjo kabupaten Semarang tahun 2015 sebagian besar memiliki status gizi baik sebanyak 47 anak (61,0%), gizi kurang 15 anak (19,5%) dan gizi lebih 15 anak (19,5%). b. Perkembangan motorik kasar anak usia 1-3 tahun di kelurahan Bandarjo kabupaten Semarang tahun 2015 sebagian besar memiliki perkembangan motorik kasar normal sebanyak 51 anak (66,2%) dan perkembangan motorik kasar suspek 26 anak (33,8%). c. Ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar pada
10 Tuuutihkjhmjkjnjknklkjklklknlkjkjlknlkjjlhhlhhnjhjlhnljjljhljljljlkjklnlknlijiljljlkjlkljlkjljljljlililjkjlkjlkjljljlkjlkjlikpl
Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang-Titi Sari SP-DIV Kebidanan-2015
anak usia 1-3 tahun di kelurahan Bandarjo kabupaten Semarang dengan nilai p-value = 0,00 < α (0,05). 2. Saran 1. Bagi Ibu Untuk menjadikan masukan bagi ibu khususnya mengenai kebutuhan gizi pada anak balita usia 1-3 tahun agar dapat meningkatkan pengetahuannya tentang status gizi dan pertumbuhan balita serta berperan aktif dalam pemantauan perkembangan anak secara mandiri sehingga apabila ada suatu masalah perkembangan anak ibu diharapkan segera memeriksakan anak ke tenaga kesehatan. 2. Bagi Peneliti Bagi peneliti lain agar dapat mengembangkan penelitian dengan menambah variabel penelitian yaitu tentang faktor-faktor lain yang mempengaruhi perkembangan anak seperti posisi anak dalam dalam keluarga, peran ibu dalam pemantauan tumbuh kembang dan stimulasi yang diberikan oleh orang tua serta melakukan skrinning lebih dari 1 kali untuk meminimalkan bias pada penelitian. 3. Bagi Tenaga Kesehatan Diharapkan tenaga kesehatan khususnya bidan dapat selalu memantau status gizi anak dan menerapkan deteksi dini secara periodik pada anak sehingga dapat melakukan antisipasi jika ditemukan perkembangan anak yang menyimpang. 4. Bagi Institusi Diharapkan dapat menyediakan referensi yang terbaru mengenai
tumbuh kembang anak dan diharapkan pula berpartisipasi dan berperan aktif dalam kegiatan sosialisasi khususnya tentang pentingnya gizi terhadap perkembangan anak mengingat jumlah balita yang semkain tinggi dan kesehatan anak tidak terlepas dari dunia kesehatan. DAFTAR PUSTAKA Achadi. (2012). Seribu Hari Yang Menentukan Masa Depan Bangsa. www.pdrc.co.id diunduh pada 26 Januari 2015 Almatsier, S. (2012). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Andriani, Merryana. (2012). Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan : Edisi Pertama. Jakarta : Prenada Media Group Antari, Ayu Windi. (2006). Anak Balita Gemuk, Apakah Sehat?. www.balipost.co.id. diunduh 21 Februari 2015 Anwar, Suwanto. (2009). Sikap Manusia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta BAPPENAS. (2012). Pedoman Perencanaan Progam : Gerakan Sadar Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000HPK). Jakarta : Republik RI Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang Tahun. (2014). Profil Kesehatan Kabupaten Semarang Tahun 2013 Dwi Imaniah, Mifta. (2013). Perbedaan Pencapaian Tugas Perkembangan Anak Usia Prasekolah Pada Ibu Yang Bekerja dan Ibu Yang Tidak Bekerja Di Desa Serut Kecamatan Panti
11 Tuuutihkjhmjkjnjknklkjklklknlkjkjlknlkjjlhhlhhnjhjlhnljjljhljljljlkjklnlknlijiljljlkjlkljlkjljljljlililjkjlkjlkjljljlkjlkjlikpl
Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang-Titi Sari SP-DIV Kebidanan-2015
Kabupaten Jember. Progam Studi Keperawatan Universitas Jember Endah. (2008). Parenting Islami, PAUD, Pemanfaatan Gizi, Diet dan Kesehatan Anak, Pendidikan dan Perkembangan Anak. http://parentingislami.wordpress.com diakses tanggal 19 Februari 2015 Hasidanah, dkk. (2014). Gizi, Pemanfaatan Gizi, Diet dan Obesitas. Kediri : Medical Book Hidayat, A. Azizi Alimul. (2005). Pengatntar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta : Salemeba Medika Hidayat, A. Aziz Alimul. (2010). Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika Hurlock, Elizabeth. (2003). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga Heru, Santoso Wahito Nugroho. (2008). Petunjuk Praktis Denver Development Test. Jakarta : EGC Kementrian Kesehatan RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Keputusan Menteri Kesehatan RI. (2011). Nomor: 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak Kurniasuh, Dedeh. (2006). Motorik Kasar Anak Akan Terganggu. www.tabloidnakita.com/aritikel. diunduh 22 Februari 2015 Lindawati. (2013). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Perkembangan Motorik Pada Anak Usia Prasekolah. Jurnal Health Quality Lismadiana. (2013). Peran Perkembangan Motorik Pada Anak Usia Dini. Yogyakarta : Jurnal Ilmiah Keolahragaan
Manuaba. (2004). Obesitas Jangan Dianggap Remeh. www.smallcrab.com diakases tanggal 20 Februari 2015 Marmi dan Kukuh Rahardjo. (2012). Asuhan Neonataus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Notoadmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoadmodjo S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Proverawati, Atikah dan Siti Asfuah. (2009). Buku Ajar Gizi Untuk Kebidanan. Yogyakarta : Medical Book Rikesdas 2013. Riset Kesehatan Dasar RIKESDAS 2013. Kementrian Kesehatan RI Riyanto, Agus. (2011). Aplikasi Metode Penelitian Kesehtan. Yogyakarta : Medical Book Supariasa, dkk. (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC Soegiyono. (2013). Metodologi Penelitian Pendidikan pendekatan Kauntitaif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta Soetjiningsih dan IG.N Gede Ranuh. (2013). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC Soejiningsih, Christina Hari. (2012). Perkembangan Anak Sejak Pembuahan Sampai Dengan KanakKanak Akhir. Jakarta : Prenada Media Group Solihin, R.M.D. (2013). Kaitan Antara Status Gizi, Perkembangan Kognitive dan Perkembangan Motorik Pada
12 Tuuutihkjhmjkjnjknklkjklklknlkjkjlknlkjjlhhlhhnjhjlhnljjljhljljljlkjklnlknlijiljljlkjlkljlkjljljljlililjkjlkjlkjljljlkjlkjlikpl
Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang-Titi Sari SP-DIV Kebidanan-2015
Anak Usia Prasekolah. Penelitian Gizi dan Makanan Wiyani, Novan Ardy. (2014). Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini Panduan Bagi Orang Tua dan Pendidik PAUD dalam Memahami
serta Mendidik Anak Usia Dini. Yogyakarta : Gava Media
13 Tuuutihkjhmjkjnjknklkjklklknlkjkjlknlkjjlhhlhhnjhjlhnljjljhljljljlkjklnlknlijiljljlkjlkljlkjljljljlililjkjlkjlkjljljlkjlkjlikpl
Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Kelurahan Bandarjo Kabupaten Semarang-Titi Sari SP-DIV Kebidanan-2015