Jurnal Keperawatan dan Kebidanan – Stikes Dian Husada Mojokerto
HUBUNGAN STATUS GIZI BAWAH NORMAL DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA BALITA USIA 6-60 BULAN
SRI SUHARTININGSIH, MEGA ARIANTI PUTRI Program Studi S1 Keperawatan, Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun Email:
[email protected]
ABSTRAK
Status gizi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan. Pada tahun 2010 prevalensi gizi kurang mencapai 17,9% . berdasarkan studi pendahuluan di Puskesmas Kasreman tahun 2013 terdapat 45 anak mengalami gizi kurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Status Gizi Berat Badan Bawah Normal Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Balita Usia 6-60 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kasreman Kecamatan Kasreman Kabupaten Ngawi. Jenis penelitian adalah analitik dengan desain penelitian Cross Sectional. Variabel independen dalam penelitian ini adalah status gizi bawah normal, sedangkan variabel dependen adalah perkembangan motorik kasar balita usia 6-60 bulan. Populasi dalam penelitian ini 65 balita dengan status gizi kurang dan gizi buruk. Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling, sehingga didapatkan jumlah sampel 56 balita gizi kurang dan gizi buruk. Pengumpulan data dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) dan lembar Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP). Uji statistik yang digunakan yaitu uji Chi Square dengan α = 0,05. Dari tabulasi silang didapatkan balita gizi kurang yang perkembangannya sesuai 14 balita, menyimpang 15 balita, dan yang meragukan 10 balita. Balita gizi buruk yang mengalami perkembangan sesuai 6 balita, menyimpang 4 balita, dan yang meragukan 7 balita. Hasil uji analisa Chi Square dikatakan bahwa hipotesis penelitian diterima, artinya ada hubungan antara status gizi bawah normal dengan perkembangan motorik kasar pada balita usia 6-60 bulan. Karena diperoleh hasil x2 hitung = 15,499 dengan taraf signifikansi 5% atau 0,05 yaitu x2 tabel = 5,955. Artinya x2 hitung ≥ x2 tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Kesimpulan ada hubungan status gizi bawah normal dengan perkembangan motorik kasar pada balita usia 6-60 bulan, sesuai hasil penelitian disarankan sebagai masukan bagi petugas kesehatan dalam program gizi dan KIA, sehingga dapat meningkatkan cakupan dalam mendeteksi perkembangan anak.
Kata Kunci : Status Gizi, Perkembangan Motorik Kasar, Balita 6-60 bulan.
Halaman | 100
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan – Stikes Dian Husada Mojokerto
PENDAHULUAN Status gizi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan, dimana kondisi gizi seseorang sangat erat kaitannya dengan permasalahan kesehatan. Karena disamping merupakan faktor predisposisi yang dapat memperparah penyakit infeksi, kondisi gizi juga secara langsung dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada individu. Untuk itu dilakukan pemantauan terhadap status gizi bayi dan balita karena masa tersebut merupakan masa emas perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan fisiknya (dinkes.jatimprov. 2008). Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan,pada masa ini ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Disertai dengan perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kwalitas tinggi. Akan tetapi, balita termasuk kelompok rawan gizi, mereka mudah menderita kelainan gizi karena kekurangan makanan yang dibutuhkan (Waryana, 2010). Perkembangan diartikan sebagai perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati. Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Untuk perkembangan fisik anak sangat diperlukan gizi yang cukup, baik protein, vitamin dan mineral, dan karbohidrat. Kekurangan gizi dapat mengakibatkan kecacatan tubuh, dan kelemahan mental. Perkembangan fisik anak ditandai dengan berkembangannya kemampuan atau keterampilan motorik, baik motorik kasar maupun halus. Kemampuan motorik kasar dapat dideskripsikan sebagai berikut : anak usia 3-4 tahun dapat naik dan turun tangga, meloncat dengan dua kaki, dan melempar bola. Pada anak usia 4-6 tahun dapat meloncat, mengendarai sepeda anak, menangkap bola, dan bermain olahraga (Yusuf, 2011). Masalah gizi di Indonesia yang belum selesai adalah masalah gizi kurang dan pendek (stunting). Pada tahun 2010 prevalensi anak stunting 35,6 %, artinya 1 diantara tiga anak kemungkinan besar pendek. Sementara prevalensi gizi kurang mencapai 17,9%.
Tabel 1. Jumlah Kasus Kurang Gizi per tahun Kab Ngawi Tahun Status Gizi 2010 2011 2012 Gizi Buruk 696 578 581 Gizi kurang 2248 2191 1781 Marasmus 1 0 1 Kwarshiorkhor 0 0 1 Marasmus – 1 1 0 kwarshiorkhor Total 2946 2770 2364 Sumber: Dinkes Kab Ngawi tahun 2010,2011,2012 Data dari Puskesmas Kasreman jumlah balita ada 1407 anak, sedangkan yang mengalami gizi kurang ada 45 anak sampai bulan Agustus 2013, yang seharusnya tidak ada anak yang menderita gizi kurang sesuai dengan target pencapaian dari Dinkes Kabupaten Ngawi. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi (iodium) (Almatsier, 2009). Selain itu, beberapa hal yang merupakan penyebab terjadinya gangguan gizi baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai penyebab langsung gangguan gizi pada bayi dan anak usia dibawah lima tahun (balita) adalah tidak sesuainya jumlah gizi yang mereka peroleh dari makanan dengan kebutuhan tubuh mereka. Sedangkan penyebab tidak langsung yang mendorong terjadinya kurang gizi adalah ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan, prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu, adanya kebiasaan atau pantangan yang merugikan, kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu, serta jarak kelahiran yang terlalu rapat (Marimbi, 2010). Akibat kekurangan gizi ini akan menyebabkan beberapa efek serius seperti kegagalan pertumbuhan fisik serta tidak optimalnya perkembangan dan kecerdasan. Akibat lain adalah terjadinya penurunan produktifitas, menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit yang akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian (Waryana, Halaman | 101
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan – Stikes Dian Husada Mojokerto
2010). Karakteristik perilaku anak yang gizinya kurang menyebabkan penurunan interaksi dengan lingkungannya, dan keadaan ini akan menimbulkan outcome perkembangan yang buruk. Anak yang berat badannya kurang, bertumbuh pendek (stunted), mengalami defisiensi besi, bertubuh kecil menurut usia gestationalnya (SGA, small for gestational age) dapat menyebabkan perubahan perilaku. Anak-anak ini memperlihatkan aktivitas yang menurun, lebih rewel dan tidak merasa bahagia, serta tidak begitu menunjukkan rasa ingin tahu jika dibandingkan dengan anak yang gizinya baik. Gizi kurang mengakibatkan perubahan struktural dan fungsional pada otak. Anakanak dengan malnutrisi berat mempunyai kepala yang lebih kecil dan hasil pemeriksaan auditory-evoked potentials yang abnormal. Hal ini dapat memprediksi nilai IQ pada perkembangan usia kanak-kanak selanjutnya (Helen dkk, 2009). Upaya untuk menekan gizi buruk yang ada di Kabupaten Ngawi adalah peningkatan keluarga sadar gizi (KADARZI) di masyarakat yaitu : menimbang berat badan secara teratur, makan beraneka ragam, menggunakan garam beryodium, mengkonsumsi suplemen gizi seperti vitamin A dosis tinggi (birohumas.jatimprov. 2011). Selain itu, untuk memperbaiki status gizi balita kurang gizi ini dibutuhkan pemberian makanan pada balita atau anak usia dibawah 5 tahun yang sesuai. Dengan memberikan penyuluhan kepada ibuibu balita bahwa anak harus mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, serta memperoleh makanan pendamping ASI yang berkualitas dan ASI lanjutan mulai usia 6 bulan hingga 2 tahun. Dengan penyusunan menu dan cara mengatur makanan yang tepat diharapkan asupan makanan balita maksimal, yang akan menghasilkan status gizi yang baik. Dengan demikian pertumbuhan dan perkembangan akan maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Status Gizi Berat Badan Bawah Normal Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Balita Usia 6-60 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kasreman Kecamatan Kasreman Kabupaten Ngawi. DESAIN PENELITIAN Jenis penelitian adalah analitik dengan desain penelitian Cross Sectional. Variabel independen dalam penelitian ini adalah status gizi bawah normal, sedangkan variabel
dependen adalah perkembangan motorik kasar balita usia 6-60 bulan. Populasi dalam penelitian ini 65 balita dengan status gizi kurang dan gizi buruk. Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling, sehingga didapatkan jumlah sampel 56 balita gizi kurang dan gizi buruk. Pengumpulan data dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) dan lembar Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP). Uji statistik yang digunakan yaitu uji Chi Square dengan α = 0,05. HASIL PENELITIAN 1. Status gizi Bawah Garis Normal Pada Balita Usia 0-60 Bulan Tabel 2. Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita usia 6-60 Bulan. Di Wilayah Kerja Puskesmas Kasreman Kec. Kasreman Kab. Ngawi Tahun 2014 Status Gizi Frekuensi (%) Gizi Buruk 17 30,35 Gizi Kurang 39 69,65 Jumlah 56 100 Berdasarkan hasil penelitian status Bawah Normal pada balita usia 6-60 Bulan di dapatkan hasil sebagai berikut yang termasuk kategori status gizi Bawah Normal dengan gizi buruk ada 17 anak (30,35%) dan yang status gizi Bawah Garis Normal dengan gizi kurang ada 39 anak (69,65%). 2. Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Balita Usia 6-60 Bulan Tabel 3 Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Kasar Balita Usia 6-60 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kasreman Kec.Kasreman Klab. Ngawi Tahun 2014 Status Frekuensi (%) Perkembangan Sesuai 20 35,72 Menyimpang 19 33,93 Meragukan 17 30,35 Jumlah 56 100 Berdasarkan dari hasil penelitian status perkembangan motorik kasar balita usia 6-60 bulan di dapatkan hasil dari balita dengan jumlah 56 balita, yang perkembangannya sesuai / normal sebanyak 20 balita (35,72%), yang menyimpang sebanyak 19 balita (33,93%), sedangkan yang meragukan sebanyak 17 balita (30,35%).
Halaman | 102
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan – Stikes Dian Husada Mojokerto
3. Hubungan antara status gizi bawah garis normal dengan perkembangan motorik kasar pada balita usia 6-60 bula Tabel 4. Hubungan antara status gizi bawah garis normal dengan perkembangan motorik kasar pada balita usia 0-60 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kasreman Kec.Kasreman Kab. Ngawi tahun 2014 Statu s Gizi Gizi Kura ng Gizi Buru k Juml ah
Perkembangan Motorik Kasar Menyimpa Sesuai ng F % F % 1 35,8 15 38,4 1 25,6 4 9 6 0 5
Jumlah Sesuai F 3 9
% 10 0
6
35,3 0
4
13,5 3
7
41,1 7
2 5
10 0
2 0
35,7 2
19
33,9 3
1 7
30,3 5
5 6
10 0
Dari tabulasi silang yang telah dilakukan menunjukkan bahwa balita yang status gizinya, gizi kurang sebanyak 39 balita. Dengan balita yang mengalami perkembangan motorik kasar menyimpang sebanyak 15 balita (38,46%), dan yang perkembangannya meragukan sebanyak 10 balita (25,65%). Sedangkan balita yang status gizinya, gizi buruk sebanyak 17 balita. Dengan balita yang mengalami perkembangan motorik kasar menyimpang sebanyak 4 balita (23,53%), dan yang perkembangannya meragukan sebanyak 7 balita (41,17%). Hasil uji Chi Square menunjukkan hitung = 15,499 dengan taraf signifikan 5 % yaitu tabel = 5,955. Artinya hitung ≥ tabel, maka HO ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara status gizi bawah normal dengan perkembangan motorik kasar pada balita usia 6-60 bulan. Sedangkan untuk menentukan keeratan hubungan dengan menggunakan rumus koefisien contingency. Karena diperoleh hasil korelasi sebesar 0,9 maka nilai terletak pada tingkat hubungan sangat kuat. PEMBAHASAN 1. Status Gizi Bawah Normal Di Wilayah Puskesmas Kasreman Kecamatan Kasreman Kabupaten Ngawi Tahun 2014 Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah balita usia 6-60 bulan yang menderita status gizi bawah normal dengan gizi kurang ada 39 balita (69,64%) sedangkan gizi buruk 17 balita (30,35%). Menurut teori, anak yang dilahirkan ibu
yang kurang gizi dan hidup di lingkungan miskin akan mengalami hambatan pertumbuhan otak, kurang gizi dan mudah terkena infeksi, serta akan menghasilkan wanita dewasa yang berat dan tinggi badan yang kurang (Soetjiningsih,2007). Menurut persagi (1999) dalam Supariasa dkk (2012), faktor penyebab gizi kurang karena adanya krisis ekonomi langsung berdampak pada terjadinya kemiskinan, kurangnya pendidikan, kurangnya keterampilan. Hal ini akan berpengaruh terhadap persediaan makanan di rumah, perawatan anak dan ibu hamil dan pelayanan kesehatan yang merupakan penyebab tidak langsung. Persediaan makanan di rumah mempengaruhi asupan asupan makanan dan pelayanan kesehatan berdampak terhadap terjadinya penyakit infeksi yang merupakan penyebab langsung. Asupan makanan dan penyakit infeksi inilah yang menyebabkan terjadinya gizi kurang. Banyaknya balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk ini bisa karena faktor masyarakat/orang tua yang pendidikannya rendah, sehingga untuk menerima informasi dari luar tentang mengasuh anak kurang. Faktor pekerjaan orang tua juga mempengaruhi status gizi dan tumbuh kembang balita. Rendahnya pendapatan dalam keluarga maka dalam menyediakan semua kebutuhan anak juga kurang. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga. Apabila pendapatannya rendah atau terbatas kemungkinan besar untuk memenuhi kebutuhan zat gizi juga kurang. Terjadinya balita kurang gizi dan gizi buruk bisa juga disebabkan karena petugas kesehatan setempat kurang memberikan pelayanan yang memadai. Hal ini terjadi karena kurangnya tenaga kesehatan setempat. Sehingga untuk pemantauan program gizi balita dan mengadakan kunjungan ke posyandu – posyandu jarang dilakukan. Kurangnya penyuluhan tentang gizi di posyandu yang diberikan pada ibu – ibu balita, sehingga mengakibatkan orang tua tidak mengerti pentingnya pemenuhan status gizi balita.
Halaman | 103
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan – Stikes Dian Husada Mojokerto
2. Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Balita Usia 6-60 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kasreman Kabupaten Ngawi Tahun 2014 Dari hasil penilaian perkembangan motorik kasar menunjukkan bahwa dari 56 balita usia 6-60 bulan yang mengalami perkembangan motorik kasar sesuai/normal sebanyak 35,72%, yang mengalami penyimpangan sebanyak 33,93%, sedangkan yang perkembangan motorik kasarnya meragukan sebanyak 30,35%. Perkembangan bayi dan anak di kemudian hari seiring dengan tambahnya umur maka kemampuan motorik anak akan meningkat (Husaini M.A dkk,2002). Apabila keadaan kurang gizi diperbaiki dengan pemberian suplemen makanan, maka perkembangan motorik akan bertambah baik. Anak yang mendapat stimulasi yang tearah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi (Marimbi, 2010). Dalam perkembangan, otak anak akan lebih terbuka untuk belajar dan diperkaya serta lebih peka terhadap lingkungan. Maka anak harus mendapat perhatian yang serius pada awal kehidupannya. Jika hal ini diabaikan maka akan berdampak pada keterlambatan perkembangan anak yang akhirnya akan berpengaruh tingkat kecerdasan anak. Kurangnya pemahaman orang tua mengenai stimulasi perkembangan pada anak yang menyebabkan perkembangan motorik kasar anak terhambat. Perkembangan memerlukan rangsangan atau stimulasi, khususnya dalam keluarga misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain yang melakukan pemantauan terhadap perkembangan anak. Demikian juga penelitian Siegel et al, (2005) menunjukkan bahwa status gizi yang baik, tanpa adanya anemia dan diet yang baik, merupakan prediktor independent terhadap capaian status perkembangan motorik kasar. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian yang telah dilakukan Rindu yang melakukan penelitian dengan judul Kaitan Antara Status Gizi, Perkembangan Kognitif, Dan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia Prasekolah yang mengatakan bahwa
setiap penambahan satu bulan usia balita, akan menambah tingkat perkembangan motorik kasar balita sebesar 0,46 %. Selain itu, setiap penambahan 1 % tingkat perkembangan kognitif balita akan menambah tingkat perkembangan motorik kasar balita sebesar 0,26 %. Sementara setiap penambahan 1 % tingkat perkembangan motorik halus balita, akan menambah tingkat perkembangan motorik kasar balita sebesar 0,46 %. 3. Hubungan status gizi bawah normal dengan perkembangan pada balita usia 660 bulan. Hasil uji hipotesis dengan Chi Square menunjukkan x2 hitung = 15,499 dengan taraf signifikan 5% atau 0,05 yaitu x2 tabel = 5,955. Artinya x2 hitung ≥ x2 tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara Status Gizi Bawah Normal Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Balita Usia 6-60 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kasreman Kecamatan Kasreman Kabupaten Ngawi. Terbuktinya hubungan antara status gizi bawah normal dengan perkembangan motorik kasar pada balita tersebut berarti sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa gizi merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan anak. (Marimbi, 2010). Masa anak dibawah lima tahun merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak karena pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak memerlukan zat gizi agar proses pertumbuhan dan perkembangan berjalan dengan baik. Zat-zat gizi yang dikonsumsi balita akan berpengaruh pada status gizi balita. Perbedaan status gizi balita memiliki pengaruh yang berbeda pada setiap perkembangan anak, apabila gizi seimbang yang dikonsumsi tidak terpenuhi, pencapaian perkembangan anak terutama perkembangan motorik yang baik akan terhambat. Hasil penelitian menunjukkan balita dengan status gizi kurang 69,65% dan gizi buruk 30,35%, hal ini didominasi oleh latar belakang pendidikan ibu dengan pendidikan rendah, yang mempengaruhi status gizi balitanya. Sedangkan hasil gangguan perkembangan pada penelitian Halaman | 104
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan – Stikes Dian Husada Mojokerto
ini yang menyimpang sebanyak 33,93%. Hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Desmika yaitu sebanyak 23,31% balita mengalami status gizi tidak normal dan perkembangan menyimpang. Pendidikan orang tua berpengaruh terhadap perkembangan anak terutama pendidikan ibu. Pendidikan ibu yang rendah mempunyai resiko untuk terjadinya keterlambatan perkembangan anak. Disebabkan ibu belum tahu cara memberikan stimulasi perkembangan anaknya. Ibu dengan pendidikan lebih tinggi lebih terbuka untuk mendapat informasi dari luar tentang cara pengasuhan anak yang baik dan menjaga kesehatan. Dalam penelitian ini sebanyak 58,93% pendidikan ibu adalah SD yang merupakan salah satu faktor penyebab adanya hubungan status gizi bawah normal dengan perkembangan motorik kasar pada balita usia 6-60 bulan. Status ekonomi atau pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anaknya. Karena keterbatasan keluarga dalam menyediakan berbagai fasilitas bermain sehingga anak kurang mendapat stimulasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status ekonomi keluarga kurang yaitu pekerjaan ibu terbanyak adalah sebagai buruh tani sebanyak 46,42%, yang mendukung adanya hubungan status gizi bawah normal dengan perkembangan motorik kasar pada balita usia 6-60 bulan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian, dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain : 1. Status gizi bawah normal pada balita usia 6-60 bulan di Puskesmas Kasreman Kecamatan Kasreman Kabupaten Ngawi, sebagian besar didominasi oleh 39 balita (69,65%) dengan status gizi kurang 2. Status perkembangan motorik kasar pada balita usia 6-60 bulan di Puskesmas Kasreman Kecamatan Kasreman Kabupaten Ngawi terdapat 19 balita (33,93%) yang perkembangannya menyimpang. 3. Ada hubungan antara status gizi bawah normal dengan perkembangan motorik kasar pada balita usia 6-60 bulan.
SARAN 1. Bagi peneliti Hendaknya ada penelitian lebih lanjut meneliti aspek perkembangan yang lebih luas. 2. Bagi institusi kesehatan Hendaknya bidan dan instansi yang terkait perlu meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat khususnya orang tua tentang peningkatan status gizi dan perkembangan balita. 3. Bagi orang tua/masyarakat Sebaiknya orang tua dapat memperhatikan asupan makanan yang dapat mempengaruhi status gizi pada balita.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Andriyanto, D. 2010. Tumbuh Kembang Anak. Dalam Simposium Sehari Birohumas jatimprov. go. id. 2011. (pdf). Diakses tanggal 24 september 2013 Depkes RI, 2005, Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang anak ditingkat Pelayanan Dasar. Jakarta Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Desmika Wantika Sari,dkk. 2012. Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Anak Usia 1-5 Tahun di Posyandu Buah Hati Ketelan Banjarsari Surakarta. Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. http://publikasiilmiah.ums.ac.id.pdf. Diakses tanggal 19 Juni 2014 Dinkes jatimprov. 2008. Waspada Gizi Buruk. (pdf). Diakses tanggal 07 November 2013 Hartini. 2013. Hubungan Kepatuhan Kunjungan Ibu ke Posyandu Melati dengan Pertumbuhan Balita di Desa Milangsari Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan. Progaram Studi D III Kebidanan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
Halaman | 105
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan – Stikes Dian Husada Mojokerto
Helen Baker-Henningham dan Sally Grantham-Mc Gregor. (2009). Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC Hidayat, Aziz Alimul. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika ___________. (2009). Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara Marimbi, Hanum. (2010). Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada Balita. Yogyakarta : Nuha Medika Murti. B. (2010). Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kualitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Nia Azmita Dewi. 2011. Faktor Dominan Karakteristik Ibu Yang Berhubungan Dengan Pertumbuhan Dan Perkembangan Balita Usia 2-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. http://repository.unand.ac.id/17980.pdf. Diakses pada tanggal 19 juni 2014
Siti Zulaikhah. 2010. Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Anak Usia 2 Sampai 3 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Gambirsari Kota Surakarta. Program Studi D IV Kebidanan Fakultas Kadokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. http://eprints.uns.ac.id/6213/1/149041608 201001281.pdf. Diakses pada tanggal 29 november 2013. Sugiyono. (2012). Statistika untuk penelitian, Bandung : Alfabeta Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri, Ibnu Fajar. (2012). Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Soetjiningsih . (1997). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC Soetjiningsih . (2007). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC Waryana.(2010). Gizi Reproduksi.Yogyakarta : Pustaka Rihama Yusuf, Syamsu. (2011). Perkembangan Anak dan Bandung : PT Remaja Putra
Psikologi Remaja.
Rindu Dwi Malateki,dkk. 2013. Kaitan Antara Status Gizi, Perkembangan Kognitif, Dan Perkembangan Motorik Pada Anak Usia Prasekolah. Program Magister Ilmu Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Dramaga Bogor. http://ejournal.litbang.depkes.go.id Diakses tanggal 19 juni 2014 Sediaoetama. (2010). Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi. Jakarta : Dian Rakjat
Halaman | 106