Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
HUBUNGAN PEMBERIAN STIMULASI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA BAYI USIA 6 – 12 BULAN Yufi Aris Lestari1, Nur Chasanah2 Program Studi Ners, STIKES Dian Husada Mojokerto Email :
[email protected]
ABSTRAK
Motorik kasar (gross moor) merupakan aspek yang berpengaruh dengan pergerakan dan sikap tubuh oleh otot – otot besar sehingga memerlukan cukup tenaga.. Semakin berkembangnya jaman, perkembangan motorik kasar pada bayi (6-12) bulan semakin terjadi keterlambatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara pemberian stimulasi dengan perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6 – 12 bulan di desa Banjaragung kecamatan Puri kabupaten Mojokerto. Desain pada penelitian ini adalah crossectional. Populasinya adalah ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan. Besar sampel 54 responden yang diambil dengan menggunakan simple random sampling. Variabel independen adalah pemberian stimulasi dan variabel dependennya adalah perkembangan motorik kasar. Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuesioner dan lembar observasi dan di analisa dengan menggunakan uji korelasi spearman’s rho dengan tingkat kesalahan p = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan pemberian stimulasi yang banyak diberikan oleh ibu bayi usia 6 – 12 bulan adalah pada kategori baik yaitu sebanyak 38 responden (70,4%), dan kategori cukup sebanyak 5 responden (9,3%). Perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6 -12 bulan yang mengalami perkembangan normal yaitu 33 responden (61,1%), dan perkembangan lambat yaitu 2 responden (3,7%). Sedangkan dari hasil uji statistik spearman’s rho didapatkan p value = 0,000 (p < 0,05) H1 diterima dan H0 ditolak, yang artinya terdapat hubungan antara pemberian stimulasi dengan perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6-12 bulan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan antara pemberian stimulasi dengan perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6-12 bulan. Melihat hasil penelitian ini maka pemberian stimulasi pada bayi usia 6-12 bulan sangat diperlukan, karena dapat meningkatkan perkembangan motorik kasarnya.
Kata kunci: stimulasi,motorik kasar,DDST
Halaman | 46
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
PENDAHULUAN Motorik kasar (gross moor) yaitu aspek yang berpengaruh dengan pergerakan dan sikap tubuh oleh otot – otot besar sehingga memerlukan cukup tenaga, misalnya berjalan (Irwan, 2009). Semakin berkembangnya jaman, perkembangan motorik kasar pada bayi (6-12) bulan semakin terjadi keterlambatan. Keterlambatan perkembangan motorik kasar memiliki dampak sangat besar dalam proses perkembangannya, karena bayi (6-12) bulan tidak mampu menjangkau tahap perkembangan yang seharusnya dapat dicapai pada bayi seusianya. Masalah ini merambah ke desa-desa, salah satunya adalah Desa Banjaragung Kecamatan Mojokerto, ditemukan sebagian besar bayi (612) bulan mengalami keterlambatan motorik kasarnya. Secara umum masalah perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6-12 bulan di Indonesia masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya. Berdasarkan hasil penelitian di 254 desa diseluruh Indonesia, Tarwotjo dkk (2010) menemukan bahwa 30% dari 9 juta bayi menderita keterlambatan perkembangan motorik kasar yang diindikasikan disebabkan karena kurangnya pemberian stimulasi (Rapani, 2010). Di Jawa Timur terdapat 23 % bayi usia 6-12 bulan yang mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar (Sungkono, 2010). Hasil studi pendahuluan pada tanggal 30 Agustus 2016 didapatkan data dari posyandu melalui bidan desa Banjargaung kecamatan Puri kabupaten Mojokerto dari 15 bayi usia 6 – 12 bulan yang di amati peneliti di dapatkan 6 dari mereka mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar, sedangkan 9 dari mereka tidak mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar. misalnya keterlambatan dalam hal duduk tanpa pegangan,bangkit kepala tegak, berdiri dengan pegangan, bangkit untuk berdiri, bangkit terus duduk berdiri 2 detik,berdiri sendiri, berjalan dengan baik dan berjalan mundur. Anak umur 6-12 bulan memerlukan pengasuhan dan bimbingan yang baik agar muatan kreativitasnya dapat diberdayakan secara optimal. Pada skala umur ini, anak mudah menyerap informasi yang ada disekitarnya. Bayi memerlukan stimulasi untuk mencapai tumbuh kembang yang baik. Faktor yang mempengarui perkembangan motorik kasar pada bayi antara lain kurangnya
pengetahuan ibu, pendidikan yang rendah, terlalu sibuk dengan pekerjaanya dan kurangnya stimulasi motorik kasar (Indah, 2010). Pada masa tersebut peran orang tua sangat besar dalam mengawasi proses tumbuh kembang anak. Peran aktif orang tua terhadap perkembangan anak-anaknya sangat diperlukan terutama pada saat mereka masih berada di bawah umur lima tahun (balita). Anak harus lebih diperlukan sebagai pribadi anak yang aktif yang perlu dirangsang (stimulasi). Tujuan tindakan memberikan stimulasi pada anak adalah untuk membantu anak mencapai tingkat perkembangan yang optimal atau sesuai dengan yang diharapkan, stimulasi disesuaikan dengan umur dan prinsip stimulasi. Dengan pemberian stimulasi secara terarah maka akan lebih dapat mengingkatkan perkembangan motorik kasar pada anak. Jika pemberian stimulasi tidak diberikan dan tidak sesuai dengan usia maka dimungkinkan perkembangan motorik kasar bayinya juga tidak optimal (Ayu, 2010). Untuk mengatasi masalah tersebut perawat sebagai tenaga kesehatan perlu mengadakan konseling dan praktek pemberian stimulasi pada ibu dan anak, hal ini sangat diperlukan. Menurut Soetjiningsih (1995), anak yang lebih banyak mendapat stimulus cenderung lebih cepat berkembang. Memberikan stimulus yang berulang dan terus menerus pada setiap aspek perkembangan bayi (6-12) bulan dapat memberikan kesempatan pada bayi tersebut untuk tumbuh kembang secara optimal sesuai dengan tahap perkembangannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara pemberian stimulasi dengan perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6 – 12 bulan di Posyandu Desa Banjaragung Kecamatan Puri kabupaten Mojokerto. Konsep Stimulasi Anak yang memperoleh stimulus yang terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang kurang memperoleh stimulus. (Nursalam; 2005) 1. Pengertian Stimulasi Stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungan di luar individu anak (Soetjiningsih, 1995). Anak yang lebih banyak mendapat stimulasi cenderung lebih cepat berkembang. Stimulasi juga berfungsi sebagai penguat (reinforcement). Memberikan stimulasi yang berulang dan Halaman | 47
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
terus menerus pada setiap aspek perkembangan anak berarti telah memberikan kesempatan pada anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Menurut Moersintowarti yang dikutip Nursalam 2005, stimulasi adalah perangsangan dan latihan-latihan terhadap kepandaian anak yang datangnya dari lingkungan di luar anak. Stimulasi ini dapat dilakukan oleh orang tua, anggota keluarga, atau orang dewasa lain di sekitar anak. Orang tua hendaknya menyadari pentingnya memberikan stimulusi bagi perkembangan anak. 2. Tujuan Stimulasi Tujuan tindakan memberikan stimulasi pada anak adalah untuk membantu anak mencapai tingkat perkembangan yang optimal atau sesuai dengan yang diharapkan. Tindakan stimulasi meliputi berbagai aktifitas untuk merangsang perkembangan anak, seperti latihan gerak, berbicara, berfikir, kemandirian, dan sosialisasi. (Suherman, 2000) 3. Prinsip Stimulasi Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan, yaitu: a. Sebagai ungkapan rasa cinta dan sayang, bermain bersama anak sambil menikmati kebahagiaan bersama anak b. Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak c. Bertahap dan berkelanjutan, serta mencakup 4 bidang kemampuan perkembangan (motorik kasar, motorik halus, bahasa, dan personal sosial) dimulai dari tahapan perkembangan yang telah dicapai anak d. Dilakukan dengan wajar, tanpa paksaan, hukuman atau marah e. Anak selalu diberi pujian setiap kali anak bila anak berhasil f. Menggunakan alat bantu stimulasi (jika perlu) dicari yang sederhana, tidak berbahaya, aman, dan mudah didapat g. Suasana dibuat menyenangkan dan bervariasi. 4. Ragam Stimulasi Setiap anak harus menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya pada tiap tahapan usianya. Bukan hanya perkembangan fisik-motorik dan kognitif, tapi juga emosi dan sosialnya. Untuk itu diperlukan rangsangan atau stimulus.
Berikut sejumlah stimulasi yang penting: (Nakita, 2003) a. Stimulasi fisik Diberikan dalam bentuk makanan begizi, terutama pada tahun-tahun pertama besar sekali pengaruhnya terhadap perkembangan otak. Jika gizinya kurang, perkembangan otaknya pun tak baik. b. Stimulasi kognisi Diberikan dalam bentuk aktivitas yang memungkinkan anak bisa menampilkan perilaku yang cerdas. Misalnya, orang tua mengajar anak bernyanyi, berbicara, mengenalkan bermacam benda disekitarnya. c. Stimulasi motorik Anak dirangsang untuk mau melakukan berbagai aktivitas yang melibatkan motorik kasar dan halusnya, seperti memanjat, berlari, mewarnai, meronce, dan sebagainya, sesuai dengan tugas-tugas perkembangan motorik di tiap tahapan usia. d. Stimulasi sosial Anak diberi kesempatan untuk bisa menjalin hubungan sosial dengan orang lain, agar anak semakin terampil bergaul. Misalnya, dengan memberinya kesempatan bermain di luar rumah. Jika tidak, anak akan kuper atau ketika melihat anak “nakal” sedikit, dia langsung ketakutan. Dengan kata lain, anak tidak bisa memberi reaksi yang tepat ketika berada di antara orang lain atau teman sebayanya. e. Stimulasi emosi Bayi baru bisa menunjukkan reaksi emosi yang sangat terbatas. Kalau bayi lapar atau sakit, biasanya cuma menangis. Sebaliknya bila kenyang anak akan tenang. Jadi, hanya dua emosi itu yang ditampilkan. Namun dengan adanya interaksi dengan orang tua, kakak, dan lainnya, lama-lama reaksi emosinya pun berkembang. Anak bisa marah. Misalnya ketika melihat kakaknya marah dengan melempar barang, anak juga bisa melakukannya. Interaksi dengan lingkungan atau orang lain membuat reaksi emosi berkembang. 5. Cara Memberikan Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-12 Bulan Masa bayi berlangsung lebih-kurang satu setengah lamanya. Masa ini penuh Halaman | 48
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
dengan latihan-latihan, dan banyak kemajuan yang dapat dicapainya. Dalam penjelasan tentang kemajuan-kemajuan yang dicapai, berikut ini menjelaskan dalam bulan-bulan berapa kegiatan itu dicapainya. Hasil penelitian A. Gesell dalam bukunya Child Development, 1949, mengemukakan tentang kemajuankemajuan yang dicapai dalam belajar berjalan. Pendapat Gesell itu tidak jauh berbeda dengan pendapat Mary M. Shirley dalam bukunya The First Two Years, 1933, tentang bayi yang belajar duduk, merangkak, dan berjalan. Kedua pendapat tokoh di atas kami sesuaikan dengan keadaan iklim tropis di Indonesia dalam sebuah “daftar Kemajuan” sebagai berikut : a. Umur 6 bulan. Sudah ada keinginannya untuk merangkak (Zulkifli, 2005). Stimulasi : Jika ia sedang menelungkup, kita letakkan sepotong mainan di depannya, ia menggerak-gerakkan kaki dan tangannya seolah-olah ia berenang, tetapi hasilnya belum tercapai karena otot-ototnya belum cukup cukup kuat. Dengan bantuan diangkat sedikit badannya, ia dapat bargerak maju sedikit (Zulkifli, 2005). b. Umur 7 bulan. Ia dapat duduk sendiri dan berbaring berbalik-balik (Zulkifli, 2005). Stimulasi : Lakukan berbagai aktivitas sambil duduk. Misalnya aktivitas bermain, berikan berbagai permainan yang menarik dan dapat dilakukan sambil duduk. Demikian pula saat melakukan aktivitas makan. Sambil menstimulasi, kenalkan konsep melakukan kegiatan pada tempatnya. Seperti makan di meja makan dan duduk, tidak sambil bermain atau menonton atau jalan-jalan. Dengan demikian anak dilatih untuk disiplin dan menghargai sesuatu sesuai tempatnya sejak dini. Ketika memberikan stimulasi, perhatikan jangka waktu duduk yang nyaman bagi anak (Hardjadinata, 2009). c. Umur 8 bulan. Ia belajar berdiri (Zulkifli, 2005). Stimulasi : Untuk menstimulasi, ajaklah bayi bermain di lokasi yang memiliki tempat untuk merambat atau berpegangan pada bidang yang sejajar dengan tinggi tubuhnya atau sedikit lebih rendah (Hardjadinata, 2009).
d. Umur 9 bulan. Ia dapat berdiri sendiri sambil berpegangan pada sisi-sisi meja dan kursi (Zulkifli, 2005). Stimulasi : sama dengan usia 8 bulan e. Umur 10 bulan. Jika otot-ototnya, sudah cukup kuat serta sarafnya cukup matang, ia mulai berlatih merangkak (Zulkifli, 2005). Stimulasi : Untuk melatih kemampuan ini, mintalah anak untuk mengambil sendiri benda yang diinginkannya atau disukai. Biarkan anak berusaha sendiri sesuai kemampuannya, kemudian tingkatkan kemampuan itu (Hardjadinata, 2009). f. Umur 11 bulan. Ia belajar ”merambat” dengan berpegangan pada perabot rumah tangga (Zulkifli, 2005). Stimulasi : Ayah membuatkan ‘alat berjalan’ dan sepotong kayu pegangan yang ditusukkan mendatar ke dalam sepotong bambu. Bambu dapat berputar tegak pada sepotong kayu yang dipancangkan lurus ke dalam tanah. Dengan bantuan alat berjalan itu ia dapat berlatih (Zulkifli, 2005). g. Umur 12 bulan. Ia mencoba berdiri sendiri. Selanjutnya ia berjalan sendiri. (Zulkifli, 2005). Stimulasi : Untuk menstimulasi, rangsang anak untuk meraih benda benda yang menarik perhatiannya. Caranya, letakkan sebuah benda di atas suatu tempat yang kokoh yang dapat dijadikan tempat untuk bertumpu atau berpegangan. Kemudian, biarkan bayi meraih dengan berpegangan pada tempat tersebut. Berikan kepercayaan dengan memberi dukungan saat ia mulai berusaha sendiri dengan sempurna (Hardjadinata, 2009). Dalam prakteknya, usaha-usaha dan latihan yang terlalu bebas diberikan bisa meninggalkan kesan berupa bibit cacat pada tulang-tulang kakinya, yang baru di kemudian hari muncul. Sehubungan dengan hal itu baiklah kita perhatikan, bahwa terlalu melepaskan atau terlalu mencamBanjaragung kurang baik dan tidak pada tempatnya. Perkembangan Motorik Kasar Pada Bayi Usia 6-12 Bulan 1. Definisi Perkembangan Motorik Kasar Motorik kasar (gross moor) yaitu aspek yang berhubungan dengan Halaman | 49
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
pergerakan dan sikap tubuh yang sebagian besar dilakukan oleh otot – otot yang lebih besar sehingga memerlukan cukup tenaga, misalnya berjalan. Modal dasar untuk perkembangan ini ada 3 (yang berkaitan dengan sensori utama), yaitu keseimbangan, rasa sendi (propioceptif) dan raba (taktil). (Irwan, 2009). 2. Tahap Kecerdasan Sensorimotor (Hardjadinata, 2009) Menurut Jean Piaget, pakar psikologi asal Prancis, kecerdasan anak diperlihatkan melalui aktivitas motoriknya untuk menemukan hubungan antara tubuh dan lingkungannya. Pada masa bayi, kemampuan sensoriknya telah berkembang, maka bayi belajar mengenal lingkungannya melalui melihat, menyentuh, mendengar dan mengisap. jadi, manifestasi kecerdasan awal ini diketahui dari persepsi sensorik dan aktivitas motoriknya. Oleh karena itu, Piaget menyebutkan bahwa pada rentang usia 0 — 2 tahun tergolong pada tahap kecerdasan sensorimotor. Berikut subtahap dalam tahapan kecerdasan sensorimotor. 3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Motorik Kasar (Dini, 2009) a. Sifat dasar genetik Termasuk bentuk tubuh dan kecerdasan mempunyai pengaruh yang menonjol terhadap laju perkembangan motorik. b. Kondisi lingkungan Seandainya dalam awal kehidupan pasca lahir tidak ada hambatan kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, semakin aktif janin semakin cepat perkembangan motorik anak. c. Kondisi pralahir Kondisi pralahir yang menyenangkan, khususnya gizi makanan ibu, lebih mendorong perkembangan motorik yang lebih cepat pada masa pascalahir, daripada kondisi pralahir yang tidak menyenangkan. d. IQ Anak yang IQ-nya tinggi menunjukkan perkembangan yang ebih cepat ketimbang anak yang IQ-nya normal atau di baiah normal. e. Stimulasi Adanya rangsangan, dorongan, dan kesempatan untuk menggerakkan semua bagian tubuh akan mempercepat perkembangan motorik.
f. MP ASI Makanan tambahan digunakan untuk mendampingi ASI dalam upaya menyempurnakan asupan nutrisi pada bayi sehingga perkembangan motorik kasar pada bayi bisa optimal. g. Kelahiran prematur Kelahiran sebelum waktunya biasanya memperlambat perkembangan motorik karena tingkat perkembangan motorik pada waktu lahir berada di bawah tingkat perkembangan bayi yang lahir tepat waktunya. h. Cacat fisik Cacat fisik, seperti kebutaan akan memperlambat perkembangan motorik. 4. Dampak motorik kasar Menurut (Zulkifli, 2005) Motorik yang tak baik dapat menimbulkan perasaan kurang harga diri. Misalnya tangan yang selalu gemetar, kondisi seperti itu membuat ia tidak pandai menulis bagus. Agar perkembangan motorik itu dapat terlaksana dengan baik, ada beberapa anjuran yang bersifat praktis, misalnya memberi kesempatan untuk bermain, bergerak, dan membuat sesuatu dengan alat-alat permainannya. Konsep DDST 1. Pengertian DDST Denver Developmental Sreening Test (DDST) adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan secara luas untuk menilai kemajuan perkembangan anak usia 0-6 tahun. DDST bermanfaat bagi petugas kesehatan yang memberi perawatan langsung pada anak. Denver terdiri dari 125 item tugas perkembangan yang sesuai dengan usia anak, mulai dari usia 0-6 tahun. Item-item tersebut tersusun dalam formulir khusus dan terbagi menjadi 4 sektor, yaitu: a. Sektor Personal-Sosial, yaitu penyesuaian diri di masyarakat dan kebutuhan pribadi. b. Sektor Motorik Halus-Adaptif, yaitu koordinasi mata-tangan, kemampuan memainkan dan menggunakan bendabenda kecil, serta pemecahan masalah. c. Sektor Bahasa, yaitu mendengar, mengerti, dan menggunakan bahasa. d. Sektor Motorik Kasar, yaitu duduk, berjalan, dan melakukan gerakan umum otot besar lainnya.
Halaman | 50
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
2. Tujuan DDST a. Menilai tingkat perkembangan anak sesuai dengan usianya b. Menilai tingkat perkembangan anak tampak sehat c. Menilai tingkat perkembangan anak yang tidak menunjukkan gejala, kemungkinan adanya perkembangan. d. Memastikan anak yang di duga mengalami perkembangan e. Memantau anak yang beresiko mengalami kelaianan perkembangan 3. Penatalaksanaan test Dalam melaksanakan test perkembangan anak dengan menggunakan Denver II, kita perlu melakukan langkah-langkah persiapan, diantaranya persiapan alat test, formulir Denver II, pedoman pelaksanaan pengujian, baru dilanjutkan dengan perhitungan usia anak, dan terakhir penatalaksanaan test sesuai dengan umur anak. a. Alat yang digunakan 1) Alat peraga: benang wol merah, kismis atau manik-manik, kubus warna merah-kuning-hijau-biru, permainan anak, botol kecil, kertas dan pensil 2) Lembar formulir DDST 3) Buku petunjuk sebagai refernsi yang menjelaskan cara-cara melakukan test dan cara penilaiannya. b. Prosedur DDST terdiri dari 2 tahap, yaitu : 1) Tahap pertama: secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia 3-5 bulan, 6-12 bulan, 18-24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun 2) Tahap kedua: dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada tahap pertama. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap. 4. Penilaian Pada setiap item, kita perlu mencantumkan skor di area kotak yang berwarna putih (dekat tanda 50%), dengan ketentuan sebagai berikut: a. L = Lulus/Lewat (P = Pass). Anak dapat melakukan item dengan baik atau orang tua/pengasuh melaporkan secara terpercaya bahwa anak dapat menyeleaikan item tersebut b. G = Gagal (F = Fail). Anak tidak dapat melakukan item dengan baik atau orang
tua/pengasuh melaporkan secara terpercaya bahwa anak tidak dapat melakukan hal tersebut c. M = Menolak (R = Refusal). Anak menolak untuk melakukan tes. Penolakan dapat dikurangi dengan mengatakan apa yang harus dilakukannya. d. Tak = Tak da kesempatan (No = No Opportunity). Anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan item karena ada hambatan. 5. Interpretasi hasil a. Penilaian item “lebih” (advance). Anak dinilai memiliki kelebihan karena dapat melakukan tugas yang seharusnya dikuasai oleh anak yang lebih tua. b. Penilaian item normal. Dapat diberikan pada anak dalam kondisi berikut : 1) Anak “Gagal” (G) atau “Menolak” (M) melakukan tugas untuk item disebelah kanan garis usia. Kondisi ini wajar, karena item di sebelah kanan garis usia pada dasarnya merupakan tugas untuk anak yang lebih tua 2) Anak “Lulus/lewat” (L), “Gagal” (G) atau “Menolak” (M) melakukan tugas untuk item di daerah putih kotak. Penilaian item P = “Peringatan” (C = Caution). Nilai “Peringatan” diberikan jika anak “Gagal” (G) atau anak “Menolak” (M) melakukan tugas untuk item yang telah dilalui oleh garis usia pada daerah gelap kotak Penilaian item T = “Terlambat” (D = Delayed). Nilai “Terlambat” diberikan jika anak “Gagal” (G) atau “Menolak” (M) melakukan tugas untuk item di sebelah kiri garis usia sebab tugas tersebut memang ditujukan untuk anak yang lebih muda Penilaian item ”Tak ada kesempatan” (No Opportunity). Nilai “Tak” ini tidak perlu di perhatikan dalam penilaian test secara keseluruhan.
HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara pemberian stimulasi dengan perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6-12 bulan di Posyandu desa Banjaragung kecamatan Puri kabupaten Mojokerto.
Halaman | 51
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang mengkaji hubungan antar variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu pengaruh, memperkirakan, dan menguji berdasarkan teori yang ada. Jenis penelitian ini adalah cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran / observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada suatu saat. Penelitian ini menggunakan desain tersebut karena peneliti ingin mengetahui tentang hubungan antara pemberian stimulasi dengan perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6 – 12 Bulan di Posyandu Desa Banjaragung Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Desa Banjaragung Kecamatan Puri kabupaten Mojokerto sebanyak 62 responden. Pengambilan Sampel dalam penelitian ini adalah ibu bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Desa Banjaragung Kecamatan Puri kabupaten Mojokerto sebanyak 54 responden yang memenuhi kriteria penelitian. Teknik sampling yang dipakai dalam penelitian ini
menggunakan simple random sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara menyeleksai secara acak setelah semuanya terkumpul. Peneliti mencantumkan tiap nama populasi kemudian diambil sampelnya dengan cara lottere technique (teknik undian). Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah stimulasi motorik kasar. Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6-12 bulan. Instrumen pengumpulan data untuk variabel independen adalah kuesioner yang terdiri dari data umum dan data khusus. kuesioner digunakan untuk mengetahui stimulasi yang dilakukan oleh ibu bayi 6-12 bulan. Sedangkan analisa variabel dependen dengan menggunakan lembar DDST. Untuk menganalis hubungan antara pemberian stimulasi dengan perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6 – 12 bulan di Posyandu Mawar Desa Banjaragung Kecamatan Puri kabupaten Mojokerto maka peneliti menggunakan uji statistik korelasi Spearman. Untuk lebih mudahnya eneliti menggunakan bantuan software SPSS 16 for windows.
HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Daerah Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Banjaragung Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto. Di desa Banjaragung terdapat 5711 jiwa, laki – laki 2820 jiwa dan perempuan 2886 jiwa. 2. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ibu Tabel 4.1 karakteristik responden berdasarkan pendidikan ibu di Posyandu desa Banjaragung kecamatan Puri kabupaten Mojokerto, Oktober 2016 NO PENDIDIKAN IBU FREKUENSI PERSENTASE 1 sd/sederajat 5 9,3% 2 smp/sederajat 14 25,9% 3 sma/sederajat 30 55,6% 4 akademi/perguruan tinggi 5 9,3% Dari tabel 1 data diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 30 responden (56%) dan sebagian kecil berpendidikan akademi / PT dan SD yaitu sebanyak 5 responden (9%). 3. Karakteristik responden berdasarkan usia ibu Tabel 2 karakteristik responden berdasarkan usia ibu di Posyandu desa Banjaragung kecamatan Puri kabupaten Mojokerto, Oktober 2016 NO USIA IBU FREKUENSI PERSENTASE 1 Kurang dari 20 tahun 12 22,2% 2 20 – 35 tahun 36 66,7% 3 Lebih dari 35 tahun 6 11,1% Dari tabel 2 data diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 2035 tahun yaitu sebanyak 36 responden (67%) sedangkan sebagian kecil yaitu sebanyak 6 responden (11%) berumur > 35 tahun.
Halaman | 52
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
4. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ibu Tabel 3 Diagram batang karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ibu di Posyandu desa Banjaragung kecamatan Puri kabupaten Mojokerto, Oktober 2016 NO PEKERJAAN IBU FREKUENSI PERSENTASE 1 Tidak bekerja 32 59,3% 2 bekerja 22 40% Dari gambar 3 data diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak bekerja yaitu sebanyak 32 responden (59%) sedangkan selebihnya bekerja yaitu sebanyak 22 responden (41%). 5. Karakteristik responden berdasarkan usia bayi Tabel 4 Diagram batang karakteristik responden berdasarkan usia bayi di Posyandu desa Banjaragung kecamatan Puri kabupaten Mojokerto, Oktober 2016 NO USIA BAYI FREKUENSI PERSENTASE 1 6 bulan 11 20,4 2 7 bulan 3 5,6% 3 8 bulan 17 31,5% 4 9 bulan 3 5,6% 5 10 bulan 5 9,3% 6 11 bulan 9 16,7% 7 12 bulan 6 11,1% Dari tabel 4 data di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 8 bulan yaitu sebanyak 17 responden (31%) sedangkan sebagian kecil yaitu 3 responden (7%) berusia 7 bulan. 6. Karakteristik responden berdasarkan pemberian stimulasi pada bayi usia 6 - 12 bulan Tabel 5 karakteristik responden berdasarkan pemberian stimulasi di Posyandu desa Banjaragung kecamatan Puri kabupaten Mojokerto, Oktober 2016 NO Pemberian stimulasi FREKUENSI PERSENTASE 1 Kurang 11 20,4% 2 Cukup 5 9,3% 3 Baik 38 70,4% Dari tabel 5 data di atas di ketahui bahwa yang memberikan stimulasi baik yaitu 38 responden (70%) dan yang memberikan stimulasi cukup 5 responden (9%). 7. Karakteristik responden berdasarkan perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6 – 12 bulan Tabel 6 karakteristik responden berdasarkan perkembangan motorik kasar di Posyandu desa Banjaragung kecamatan Puri kabupaten Mojokerto, Oktober 2016 NO Perkembangan motorik kasar FREKUENSI PERSENTASE 1 Lambat 2 3,7% 2 Peringatan 14 25,9% 3 Normal 33 61,1% 4 lebih 5 9,5% Dari tabel 6 data di atas didapatkan data sebagian besar responden mengalami perkembangan motorik kasar normal yaitu sebanyak 33 responden (61%) dan sebagian kecil mempunyai perkembangan motorik kasar terlambat yaitu sebanyak 2 responden (4%). 8. Hubungan antara pemberian stimulasi dengan perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6 – 12 bulandi desa Banjaragung kecamatan Mojokerto kabupaten Mojokerto Tabel 7 Tabulasi Silang Hubungan Antara Pemberian Stimulasi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Bayi Usia 6 – 12 Bulan Di Posyandu Desa Banjaragung Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto, Oktober 2016 Pemberian Perkembangan motorik kasar bayi usia 6-12 bulan Total stimulasi lambat peringatan normal lebih Kurang 2 9 0 0 11 18,2% 81,8 0% 0% 100% Cukup 0 3 2 0 5 0% 60% 40% 0% 100% Halaman | 53
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
Baik
0 2 31 5 38 0% 5,3% 81,6 13,1 100% Total 2 14 33 5 54 3,7% 25,9% 61,1% 9,3% 100% Berdasarkan hasil tabel 7 data di atas,dari 38 responden yang pemberian stimulasi baik, dan 5 responden pemberian stimulasi cukup.sedangkan perkembangan motorik kasar 33 responden normal, dan 2 responden lambat. Tabel 8 uji statistik Spearmen’s Rho Hubungan Antara Pemberian Stimulasi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Bayi Usia 6 – 12 Bulan Di Posyandu Desa Banjaragung Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto, Oktober 2016 Correlations Pemberian Perkembangan Motorik Stimulasi Bayi Usia Kasar Bayi Usia 6-12 6-12 Bulan Bulan Spearman's Pemberian Stimulasi Bayi Correlation rho Usia 6-12 Bulan Coefficient
1.000
**
.793
Sig. (2-tailed) .
.000
N
54
54
Perkembangan Motorik Correlation ** .793 Kasar Bayi Usia 6-12 Coefficient Bulan Sig. (2-tailed) .000 N
54
1.000 . 54
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari hasil uji Spearman's rho diatas diperoleh nilai Sig. (2-tailed) atau p value 0,000 (karena p value < 0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya “ada hubungan antara pemberian stimulasi dengan perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6-12 bulan di Desa Banjaragung Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto”. Nilai koefisien korelasi spearman sebesar 0,793 yang artinya menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi kuat. PEMBAHASAN 1. Identifikasi Stimulasi yang diberikan ibu pada bayi usia 6 -12 bulan di Posyandu desa Banjaragung kecamatan Puri kabupaten Mojokerto Di dapatkan sebagian besar 38 responden (70%) yang memberikan stimulasi baik dan sebagian kecil yang peemberian stimulasi cukup 5 responden (9%). Menurut Moersintowati yang dikutip Nursalam 2005, pemberian stimulasi adalah perangsangan dan latihan-latihan terhadap kepandaian anak yang datangnya dari lingkungan di luar anak. Stimulasi ini dapat dilakukan oleh orang tua, anggota keluarga, atau orang dewasa lain di sekitar anak. Orang tua hendaknya menyadari pentingnya memberikan stimulusi bagi perkembangan anak. Stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungan di luar individu anak (Soetjiningsih, 1995). Anak yang lebih banyak mendapat stimulasi cenderung
lebih cepat berkembang. Stimulasi juga berfungsi sebagai penguat (reinforcement). Memberikan stimulasi yang berulang dan terus menerus pada setiap aspek perkembangan anak berarti telah memberikan kesempatan pada anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peran aktif orang tua sangat besar dalam pemberian stimulasi yang baik. Semakin banyak informasi yang didapat responden maka keinginan untuk selalu memberikan stimulasi motorik kasar secara rutin akan semakin kuat. Kondisi ini menyebabkan responden lebih mudah untuk patuh dalam menjalankan stimulasi motorik kasar. 2. Identifikasi kemampuan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-12 Bulan di Posyandu desa Banjaragung kecamatan Puri kabupaten Mojokerto. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami perkembangan Halaman | 54
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
motorik kasar normal yaitu sebanyak 33 responden (61%) dan sebagian kecil mempunyai perkembangan motorik kasar terlambat yaitu sebanyak 2 responden (4%). Motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh yang sebagian besar dilakukan oleh otot – otot yang lebih besar sehingga memerlukan cukup tenaga. (Irwan, 2009). Menurut Antok (2010), menyebutkan bahwa pekembangan motorik berarti perkembangan pengendalian gerakan jasmani melalui kegiatan pusat saraf, urat saraf dan otot yang terkoordinasi. Pengendalian ini dimulai dengan perkembangan refleksi, yang kemudian meningkat menjadi pengendalian yang terkendali. Perkembangan motorik sendiri sangat bergantung pada kematangan otot dan saraf anak. Dengan demikian dapat di katakan bahwa data sebagian besar responden mengalami perkembangan motorik kasar normal berarti rata – rata anak mengalami perkembangan motorik kasar normal. sehingga rata – rata perkembangan motorik kasar bayi usia 6 – 12 bulan normal berarti sedikit yang mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar. jadi bayi usia 6 – 12 bulan berkembang sesuai dengan usianya,tanpa mengalami kererlambatan dan tidak menemukan kesulitan dalam melakukan gerakan motorik kasarnya. 3. Hubungan Antara Pemberian Stimulasi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Bayi Usia 6 – 12 Bulan di Posyandu Desa Banjaragung Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat hubungan pemberian stimulasi dengan perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6 – 12 bulan menunjukkan dari 54 responden,38 responden memiliki pemberian stimulasi baik (70.4%). 5 responden memiliki pemberian stimulasi cukup(9.3%). Dan 11 responden memiliki pemberian stimulasi kurang (20.4%).di dapatkan bahwa dari 54 responden,2 responden mengalami terlambat,14 responden mengalami peringatan,33 responden mengalami normal dan 5 responden mengalami lebih Menurut Supartini (2010) penyebab terjadinya keterlambatan perkembangan
motorik kasar pada bayi usia 6 – 12 bulan adalah kurangnya pemberian stimulasi motorik. Tidak diberikannya stimulasi ketika anak sudah cukup waktunya untuk berlatih melakukan gerakan motorik kasar, seperti berdiri, berbaring, merangkak,merambat dan lain – lain menyebabkan perkembangan motorik kasarnya menjadi terganggu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian stimulasi sebagian besar baik.berdasarkan hasil uji Spearman's rho diatas diperoleh nilai Sig. (2-tailed) atau p value 0,000 (karena p value < 0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya “ada hubungan antara pemberian stimulasi dengan perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6-12 bulan di Desa Banjaragung Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto”.
KESIMPULAN 1
Sebagian besar responden terhadap pemberian stimulasi di Posyandu desa Banjaragung kecamatan Puri kabupaten Mojokerto adalah baik 70%. 2 Sebagian besar responden perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6 – 12 di Posyandu desa Banjaragung kecamatan Puri kabupaten Mojokerto adalah normal 61%. 3 Ada hubungan antara pemberian stimulasi dengan perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6-12 bulan dengan nilai sig. P value = 0,000 dan nilai koefisien korelasi spearman’s Rho sebesar 0,793.
SARAN 1. Bagi Penentu Kebijakan Supaya hasil penelitian ini bisa memberikan inspirasi bagi institusi terkait dalam penyediaan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga dapat membantu dalam pemberian stimulasi motorik kasar guna mencapai perkembangan anak yang optimal terutama perkembangan motorik kasar pada bayi usia 6-12 bulan. 2. Bagi Responden Supaya hasil penelitian ini digunakan untuk menambah wawasan dan bahan masukan khususnya bagi ibu yang mempunyai anak, supaya bisa memberikan stimulasi motorik kasar kepada anak dengan benar, sehingga bayi usia 6-12 Halaman | 55
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
bulan mengalami perkembangan motorik kasar sesuai dengan usianya 3. Bagi Ilmu Keperawatan Supaya hasil penelitian ini bisa meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat terutama bagi anak-anak guna meningkatkan sumber daya manusia di masa yang akan datang. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Supaya hasil penelitian ini bisa dijadikan tambahan pengetahuan dan dikembangkan dengan cakupan wilayah yang lebih luas dan jumlah responden yang lebih banyak. DAFTAR PUSTAKA Antok. 2010. Aspek Perkembangan Motorik Dan Hubungannya Dengan Aspek Fisik Dan Intelektual Anak. www.wordpress. com. Diakses 20 Desember 2010 Dini. 2009. Tumbuh Kembang Anak. www.infokita. com. Diakses Tanggal 24 Desember 2010 Hardjadinata. 2009. Keajaiban Kemampuan Sensoris Bayi & Cara Stimulasi, Jakarta, Dian Rakyat. Hayati. 2009. Gizi Bayi. Jakarta : EGC. Hidayat. 2009. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data, Jakarta, Salemba Medika. Indah. 2010. Mengetahui Status Gizi Balita Anda. Http://Keluargabesar.Net. Diakses Tanggal 24 Desember 2010 Irwan. 2009. Makanan Tambahan Untuk Bayi Usia 6-12 Bulan. www.infokita.com. Diakses Tanggal 24 Desember 2010
Morningcamp, 2010. Konsep Pengetahuan. www. Morningcamp.com. Diakses 20 Desember 2010 Nakita, 2003. Konsep Keseimbangan Gizi Anak. www.Medicastore.com. 2010. diakses. Diakses 20 Desember 2010 Notoatmodjo S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam. dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika. Salam, 2010. Konsep Motorik Kasar. www.infokita.com. Diakses Tanggal 24 Desember 2010 Santoso, 2010. Perlunya Form DDST Untuk Mengetahui Perkembangan Anak. www.Glitterfly.com. Diakses 20 Desember 2010 Sedarmayanti. dkk. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung : Mandar Maju. Soetjiningsih. 2001. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. Suherman, 2000. Makanan bayi umur 6-12 bulan. www.wordpress.com. Diakses Tanggal 24 Desember 2010 Sungkono. 2010. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta : www. medicastore.com. Diakses Tanggal 24 Desember 2010
Halaman | 56