HUBUNGAN KUANTITAS TIDUR TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI PAUD MEKARSARI SURABAYA Reny Dwi Purwaningtyas¹: Dwi Ernawati, S.Kep.,Ns., M.Kep²
Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya Email:
[email protected]
ABSTRACT Sleeping is the senseless condition where the person could be awaken by the stimulus or sensory and there were response less to the prickle which came out fro the outside. The huge muscles and whole parts of the body were used by children to move their body. This study aims to know the correlation between sleeping quantity and motor progression to pre-school children in PAUD Mekarsari Surabaya. The design of this study was Cross Sectional by using Simple Random Sampling method that consists of 44 respondents. The independent variable was sleeping quantity for pre-school children and the dependent variable was motor progression for pre-school children. The data and instrument of the study used observation sheet. Spearman rho (p < 0,05) was used to analyze the data. The result of this study could be concluded that there is significant difference between sleeping quantity and motor progression to pre-school children in PAUD Mekarsari Surabaya. It could be seen in Spearman rho (ρ = 0.013). The children who have good sleeping quantity indicate normal motor progression. However, children who have low sleeping quantity indicate short motor progression. The implication of the study suggests that there were correlation between sleeping quantity and motor progression to pre-school children. Thus, the normal sleeping quantity needs to be maintained in children’s motor progression. Keyword : sleeping quantiy, pre-school children (age: 3-6), motor progression
ABSTRAK Tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu dapat dibangunkan oleh stimulu atau sensoris dan terjadi penurunan respons terhadap rangsangan dari luar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kuantitas tidur terhadap perkembangan motorik kasar pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di PAUD Mekarsari Surabaya. Desain penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dengan metode simple random sampling sebanyak 44 responden. Variabel independen kuantitas tidur pada anak usia prasekolah (3-6 tahun). Variabel dependen perkembangan motorik kasar pada anak usia prasekolah. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi. Data analisis dengan uji Spearman rho (p < 0,05). Melalui uji Spearman rho didapatkan ρ = 0.013. dari hasil dapat disimpulkan ada hubungan antara kuantitas tidur terhadap perkembangan motorik kasar pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di PAUD Mekarsari Surabaya. Anak dengan kuantitas tidur terpenuhi untuk perkembangan motorik kasarnya normal. Untuk anak dengan kuantitas tidur tidak terpenuhi perkembangan motorik kasarnya terhambat. Implikasi hasil penelitian bahwa adanya hubungan kuantitas tidur terhadap perkembangan motorik kasar pada usia prasekolah (3-6 tahun). Sehingga, kuantitas tidur yang terpenuhi perlu dipertahankan untuk perkembangan motorik kasar pada anak.
Kata kunci : kuantitas tidur, usia anak prasekolah (3-6 tahun), perkembangan motorik kasar
PENDAHULUAN
Masa anak merupakan perkembangan yang cepat dan terjadinya perubahan dalam banyak aspek perkembangan (Yusuf S, 2009). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan (Bahiyatun, 2011). Masa pertumbuhan dan perkembangan bersifat kontinu dan kompleks (Potter & Perry : 2009). Perkembangan gerakan motorik kasar yaitu aspek yang berhubungan dengan pergerakan sikap tubuh dan biasanya memerlukan tenaga, karena dilakukan oleh otot-otot tubuh yang lebih besar (Soetjiningsih, 1995). Berbagai masalah perkembangan anak, seperti keterlambatan motorik, berbahasa, perilaku, autisme, gangguan tidur, dan hiperaktif. Salah satu masalah perkembangan pada anak usia prasekolah diantaranya adalah gangguan tidur (Potter & Perry : 2009). Pada anak usia prasekolah tidur sekitar 12 jam pada malam hari dan jarang melakukan tidur siang. Pada masa ini sering terjadi gangguan tidur. Gangguan ini dapat berupa sulit tidur, mimpi buruk, dan melakukan ritual tidur yang panjang sebelum tidur. Umumnya anak memiliki kegiatan dan stimulasi yang berlebihan. Membiasakan mereka untuk lebih tenang sebelum tidur yang lebih baik (Potter & Perry, 2009). Saat ini anak prasekolah banyak yang tidak mampu memenuhi kebutuhan tidur sesuai dengan kebutuhan tidur pada umumnya dan mengalami keterlambatan perkembangan motorik. Sebuah Lembaga penilitian kesehatan di Amerika Serikat melaporkan sekitar 84% anak usia 1 sampai 4 tahun
menderita gangguan tidur, sementara di Indonesia berdasarkan survei yang digelar sekitar 51,3% dari anak usia balita prasekolah terbukti mengalami gangguan tidur (IDAI, 2008). Hasil Penelitian Sekartini (Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia) juga mengatakan penelitian sejumlah negara di China dikatakan 23,5% pada anak usia prasekolah 3-6 tahun mempunyai gangguan tidur, di Swiss ada 20% anak usia 3 tahun terbangun setiap malam hari. Pada tahun 2004-2005 di lima kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Medan, Palembang, dan Batam) di dapatkan sebanyak 72,2% orang tua menganggap masalah tidur pada anak bukan masalah atau hanya merupakan masalah kecil (IDAI, 2008). Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di PAUD Mekarsari RT 04 RW 01 Gunungsari Surabaya dari wawancara dengan ibu didapatkan hasil kuantitas tidur 10 (10%) anak dengan kriteria : anak dengan kebutuhan tidur > 11 jam (3%) dan anak dengan kebutuhan tidur < 11 jam (7%). Isitirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup (Asmadi, 2008). Banyaknya aktivitas yang dilakukan anak prasekolah (3-6 tahun) membutuhkan tidur kurang lebih 11 jam sehari. Namun tidak semua anak usia prasekolah (3-6 tahun) mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur tersebut. Jika kebutuhan tidur anak prasekolah tidak terpenuhi maka, gangguan yang dialami anak selama tidur dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Pada saat tidur
banyak hormon yang dihasilkan seperti hormon pertumbuhan (Growth Hormon). Hormon pertumbuhan berfungsi untuk merangsang pertumbuhan tulang dan jaringan, mengatur metabolisme tubuh dan perkembangan otak. Pada 5 tahun pertama dikenal sebagai fase “Golden Age” (periode emas), dimana fase ini merupakan masa yang penting dalam tumbuh kembang anak. Hormon pertumbuhan sangat berperan penting dalam peridoe ini dimana anak dapat terlihat perkembangan dan pertumbuhannya. Anak yang perkembangannya baik dapat dilihat dari perkembangan motoriknya, seperti melompat, berdiri dengan 1 kaki, melompat dengan kaki bergantian dan keaktifannya dalam aktivitas sehari-hari. Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang penting dalam seluruh perkembangan individu. Pertmbuhan fisik anak-anak berlangsung lambat bila dibandingkan pada masa bayi. Pada masa pertumbuhan relatif seimbang antara berat badan dan tinggi badan. Otototot badan cenderung lebih baik pada masa ini. Pola perubahan yang cenderung berbeda setiap anak menyebabkan pertumbuhan fisik anak-anak tampak berbeda satu dengan yang lain. Pertumbuhan fisik yang dialami anak akan mempengaruhi motoriknya. Perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian jasmaniah melalui kegiatan syaraf, urat syaraf, dan otot-otot yang terkoordinasi. Sebagian besar waktu anak dihabiskan dengan bergerak dan kegiatan bergerak ini akan sangat menggunakan otot yang ada pada tubuhnya (Wahyudin dan Agustin, 20011). Gangguan tidur pada anak dapat mempengaruhi perilaku dan emosi anak, menyebabkan mengantuk pada siang hari, mengurangi perhatian anak pada sekolah, mudah lelah, mengurangi aktivitas fisik, anak menjadi iritabel, implusif, sering mengganggu, dapat mengurangi daya ingat anak. Gangguan tidur pada anak prasekolah dapat mempengaruhi aktivitas motoriknya dimana anak akan menjadi
apatis, mudah rewel, bingung dan curiga, malas bicara, merasa tidak enak badan, dan merasakan kantuk yang berlebihan. Masalah gangguan tidur perlu mendapat penanganan secara tepat, dan strategi yang paling efektif adalah membacakan dongeng membantu anak untuk tenang, membantu anak memiliki pola tidur yang sehat dan membantu perkembangan bicara & bahasa anak. Membuat jadwal aktivitas sehari-hari dapat membantu orang tua dalam memenuhi kebutuhan aktivitas anak dan tidur anak sehari-hari. Mendengarkan lagu sebelum tidur dapat memberikan efek relaksasi dan menghilangkan stres/ketegangan pada anak sehingga anak akan mudah untuk memulai tidur. Kualitas dan kuantitas tidur yang baik akan membuat seorang anak lebih produktif dan lebih menikmati kegiatannya keesokan harinya. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian yaitu desain observasi analitik. Desain rancangan yang dipergunakan yaitu cross sectional. Tempat penelitian di PAUD Mekarsari Surabaya. Populasi dari penelitian ini adalah anak prasekolah usia 3-6 tahun yang hadir di PAUD Mekarsari pada tanggal 9 Mei 2015 yang berjumlah 45 responden. Sampel dari penelitian ini adalah semua anak prasekolah usia 3-6 tahun yang hadir pada tanggal 9 Mei 2015 yang memenuhi kriteria berjumlah 40 anak, dengan kriteria inklusi yaitu: anak usia prasekolah (3-6 tahun), anak usia prasekolah yang sehat, tidak mengalami gangguan nutrisi, tidak dalam pengaruh obat, dan bersedia menjadi responden. Penentuan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Variabel yang diteliti adalah kuantitas tidur dan perkembangan motorik kasar anak usia prasekolah (3-6 tahun). Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuisioner dengan bentuk pertanyaan tertutup, lembar observasi DDST II, dan lembar observasi kuantitas tidur. Kuisioner diberikan pada
ibu sebagai responden yang harus dijawab sesuai apa yang dialami. Lembar observasi DDST II digunakan peneliti untuk mengukur perkembangan motorik kasar anak, dan lembar observasi kuantitas tidur untuk mengetahui awal tidur dan berapa lama anak tidur dalam 24 jam. HASIL PENELITIAN 1.
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin anak
Tabel 5.1 Karakteristik siswa berdasarkan jenis kelamin di PAUD Mekarsari pada tanggal 9 Mei 2015 Jenis Frekuensi Presentase Kelamin (f) (%) Perempuan 23 57,5 Laki-laki 17 42,5 Total 40 100 Pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 40 responden jenis kelamin perempuan memiliki jumlah sebanyak 23 responden (57,5%), sedangkan jenis kelamin laki-laki memiliki jumlah sebanyak 17 responden (42,5%). 2.
Karakteristik responden berdasarkan usia anak prasekolah.
Tabel 5.2 Karakteristik siswa berdasarkan usia di PAUD Mekarsari pada tanggal 9 Mei 2015 Usia Frekuensi Presentase Anak (f) (%) 3 tahun 16 40 4 tahun 18 45 5 tahun 6 15 Total 40 100 Pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 40 responden, usia 3 tahun memiliki jumlah sebanyak 16 responden (40%), usia tahun memiliki jumlah sebanyak 18 responden (45%), dan usia 5 tahun dengan jumlah 6 responden (15%).
3.
Karakteristik responden berdasarkan posisi anak dalam keluarga.
Tabel 5.3 Karakteristik siswa berdasarkan posisi anak dalam keluarga di PAUD Mekarsari pada tanggal 9 Mei 2015 Posisi Frekuensi Presentase Anak (f) (%) Pertama 25 62,5 Kedua 10 25 Terakir 5 12,5 Total 40 100 Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 40 responden sebagian besar merupakan anak pertama sebanyak 25 responden (62,5%), yang merupakan anak kedua sebanyak 10 anak (25%), dan yang merupakan anak terakhir sebanyak 5 responden (12,5%). 4.
Karakteristik responden berdasarkan agama.
Tabel 5.4 Karakteristik siswa berdasarkan agama di PAUD Mekarsari pada tanggal 9 Mei 2015 Agama
Frekuen si (f) 39 1
Presenta se (%) 97,5 2,5
Islam Kristen (Protestan/Katol ik) Hindu 0 0 Budha 0 0 Total 40 100 Pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 40 responden sebagian besar beragama islam sebanyak 39 responden (97,5%) dan yang beragama kristen (protestan/katolik) sebanyak 1 responden (2,5%).
5. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan orangtua. Tabel 5.5 Karakteristik siswa berdasarkan pekerjaan orangtua di PAUD Mekarsari pada tanggal 9 Mei 2015 Pekerjaan Frekue Present Orang Tua nsi (f) ase (%) Anggota TNI 0 0 PNS 0 0 Swasta/Wiras 39 97,5 wasta Tenaga Medis 1 2,5 Total 40 100 Pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 40 responden sebagian besar pekerjaan orangtua sebagai swasta/wiraswasta sebanyak 39 responden (97,5%) dan sebagai tenaga medis sebanyak 1 responden (2,5%). 6. Karakteristik responden berdasarkan penghasilan orangtua. Tabel 5.6 Karakteristik siswa berdasarkan penghasilan orangtua di PAUD Mekarsari pada tanggal 9 Mei 2015 Pengahsilan Frekuensi Presentase Orangtua (f) (%) < Rp 500.000 1 2,5 Rp 500.000-Rp 6 15 1.000.000 Rp 1.000.000- 13 32,5 Rp 2.000.000 7 17,5 Rp 2.000.000- 13 32,5 Rp 3.000.000 > Rp 3.000.000 Total 40 100 Pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 40 responden didapatkan hasil dari penghasilan orangtua siswa di PAUD Mekarsari dengan jumlah penghasilan < Rp 500.000 sebanyak 1 responden, orangtua dengan penghasilan Rp 500.000Rp 1.000.000 sebanyak 6 responden (15%), orangtua dengan pengahasilan Rp
1.000.000-Rp 2.000.000 sebanyak 13 responden (32,5%), orangtua dengan penghasilan Rp 2.000.000-Rp 3.000.000 sebanyak 7 responden (17,5%), dan orangtua dengan penghasilan > Rp 3.000.000 sebanyak 13 responden (32,5%). 7.
Karakteristik responden berdasarkan berat badan.
Tabel 5.7 Karakteristik siswa berdasarkan berat badan anak di PAUD Mekarsari pada tanggal 9 Mei 2015 Berat Badan Frekuensi Presentase (f) (%) Berat badan 13 32,5 kurang 18 45 Berat badan cukup Berat badan 9 22,5 lebih Total 40 100 Dari tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 40 responden didapatkan hasil anak dengan berat badan kurang sebanyak 13 responden (32,5%), berat badan cukup sebanyak 18 responden (45%), dan berat badan lebih sebanyak 9 responden (22,5%). 8.
Karakteristik responden berdasarkan kuantitas tidur.
Tabel 5.8 Karakteristik siswa berdasarkan kuantitas tidur di PAUD Mekarsari pada tanggal 9 Mei 2015 Karakteristik Frekuensi Presentase Responden (f) (%) Terpenuhi 12 30 Tidak Terpenuhi 28 70 Total 40 100 Pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 40 responden dengan perincian kuantitas tidur anak usia prasekolah terpenuhi sebanyak 12 responden (30%) dan kuantitas tidur anak usia prasekolah tidak terpenuhi sebanyak 28 responden (70%).
PEMBAHASAN 9.
Karakteristik responden berdasarkan perkembangan motorik kasar
Tabel 5.9 Karakteristik siswa berdasarkan DDST (Denver Development Screening Test) perkembangan motorik kasar pada anak di PAUD Mekarsari pada tanggal 9 Mei 2015 Karakteristik Frekuensi Presentase Responden (f) (%) Normal 11 27,5 Suspect 29 72,5 Tidak dapat diuji 0 0 Total 40 100 Pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari 40 responden dengan rincian DDST normal sebanyak 11 responden (27,5%), DDST suspect sebanyak 29 responden (72,5%), dan DDST tidak dapat diuji sebanyak 0 responden (0%). 10. Karakteristik responden berdasarkan kuantitas tidur terhadap perkembangan motorik kasar Berdasarkan hasil tabulasi kuantitas tidur dengan perkembangan motorik kasar menunjukkan responden yang berjumlah 40 orang, dimana responden yang memiliki kuantitas tidur terpenuhi sebanyak 29 responden dan anak dengan kuantitaas tidur tidak terpenuhi sebanyak 29 responden. Untuk hasil DDST, anak yang hasil DDST normal sebanyak 12 responden, anak dengan hasil DDST suspect sebanyak 28 responden, dan anak dengan hasil DDST tidak dapat diuji 0 responden. Hasil uji Spearman rho didapatkan nilai p = 0,003 < α = 0,05, artinya secara statistik terdapat hubungan antara kuantitas tidur terhadap perkembangan motorik kasar pada anak usia prasekolah (3-6 tahun).
5.2.1 Kuantitas Tidur Berdasarkan hasil yang didapatkan anak dnegan kuantitas tidur terpenuhi sebanyak 12 responden (30%) dan anak dnegan kuantitas tidur tidak terpenuhi sebanyak 28 responden (70%). Berdasarkan hasil penelitian pada anak dengan kuantitas tidur tidak terpenuhi sebanyak 28 responden ternyata sebanyak (70%) dari responden tersebut bertempat tinggal dipinggir jalan raya dan (30%) dari responden bertempat tinggal di perkampungan yang bising. Menurut (Hidayat, 2006) faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas tidur sebagai berikut : usi, jenis kelamin, aktifitas dan kelelahan, penyakit, lingkungan, obat, nutrisi, dan motivasi. Faktor lingkungan merupakan tempat yang nyaman dan nyaman bagi seseorang untuk memulai proses tidur. Menurut (Saputra, 2013), ada atau tidaknya stimulus tertentu dari lingkungan dapat menghambat upaya tidur, contohnya suhu yang tidak nyaman, ventilasi yang buruk, atau suara-suara tertentu. Stimulus tersebut dapat memperlambat proses tidur. Peneliti berasumsi bahwa keluarga yang tinggal dipinggir jalan raya dan perkampungan yang bising dapat mengurangi kuantitas tidur anak sesuai kebutuhan tidur sesuai dengan umur. Berdasarkan hasil penelitian pada anak kuantitas tidur tidak terpenuhi sebanyak 28 responden didapatkan hasil pada anak dengan berat badan kurang sebanyak 5 responden (17,9%), anak dengan berat badan cukup 15 responden (57,1%), dan anak dengan berat badan lebih atau obesitas sebanyak 7 responden (25%). Menurut Hidayat (2006), terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, bahkan
terkadang sulit untuk tidur. Peneliti berasumsi bahwa orangtua harus memperhatikan asupan gizi yang dikonsumsi anak setiap hari demi membantu anak untuk memenuhi kebutuhan tidurnya. Berdasarkan hasil penelitian pada anak dengan kuantitas tidur tidak terpenuhi sebanyak 28 responden didapatkan hasil pendapatan keluarga < Rp 500.000 sebanyak 1 responden (3,6%), pendapatan keluarga Rp 500.000-Rp 1.000.000 sebanyak 3 responden (10,7%), pendapatan keluarga Rp 1.000.000-Rp 2.000.000 sebanyak 11 responden (39,3%), pendapatan keluarga Rp 2.000.000-Rp 3.000.000 sebanyak 5 responden (17,9%), dan pendapatan keluarga > Rp 3.000.000 sebanyak 8 responden (28,6%). Menurut Santrock (2007) status sosial ekonomi merupakan pengelompokan manusia dengan karakteristik pekerjaan, pendidikan, dan ekonomi yang sama. Menurut (Saputra, 2013), ada atau tidaknya stimulus tertentu dari lingkungan dapat menghambat upaya tidur, contohnya suhu yang tidak nyaman, ventilasi yang buruk, atau suara-suara tertentu. Stimulus tersebut dapat memperlambat proses tidur. Fakta sesuai dengan penelitian menunjukkan bahwa pendapatan keluarga < Rp 500.000 memiliki fasilitas dan sarana tidur yang kurang nyaman dimana hanya terdapat tempat tidur tipis yang digelar dilantai dan semua keluarga tidur berkumpul menjadi satu. Peneliti berasumsi bahwa sarana yang dimiliki oleh keluarga sangat mempengaruhi anak untuk memenuhi kebutuhan tidurnya. 5.2.2 Perkembangan Motorik Kasar Berdasarkan hasil yang didapatkan anak dengan hasil DDST normal sebanyak 11 responden (27,5%) dan hasil DDST suspect sebanyak 29 responden (72,5%). Menurut Gustian (2014), aspek perkembangan anak sebagai berikut
Perkembangan Motorik Kasar merupakan kemampuan anak untuk duduk, berlari, dan melompat termasuk contoh perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh. Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak, karena proses kematangan setiap anak berbeda dengan anak lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar anak seperti : usia, jenis kelamin, lingkungan, kematangan organ fisiologis, dan stimulus. Berdasarkan hasil penelitian pada anak dengan motorik kasar suspect sebanyak 29 responden ternyata didapatkan hasil anak dengan berat badan kurang sebanyak 7 responden (24,1%), anak dengan berat badan cukup sebanyak 15 responden (51,7%), dan anak dengan berat badan berlebih sebanyak 7 responden (24,1%). Menurut Rusda Koti dan Sri Maryati (1994, dalam Wahyudin dan Agustin, 2011) kegemukan selalu dianggap bahaya pada tingkat usia mana pun. Kegemukan akan membahayakan kesehatan. Kegemukan sering kali kita temukan pada anak usia dini dan orangtua kadangkala membiarkan atau bahkan senang dengan kegemukan anak karena anak tampak lucu dan menggemaskan. Kegemukan yang dialami anak sejak dini perlu diwaspadai karena berbahaya bagi perkembangan selanjutnya. Kegemukan dapat membahayakan kesehatan yang berakibat penyakit jantung, diabetes (kencing manis), tekanan darah tinggi dan sebagainya. Peneliti berasumsi bahwa berat badan sangat mendukung proses perkembangan motorik kasar pada anak, jika anak mengalami obesitas maka anak akan cenderung terlambat motoriknya. Berdasarkan hasil penelitian pada anak dengan motorik kasar suspect sebanyak 29 responden di dapatkan hasil anak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 15 responden (51,7%) dan berjenis
kelamin perempuan sebanyak 14 responden (48,3%). Dalam Narendra (2002), menyebutkan pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang normal, dan ini merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Salah satunya jenis kelamin wanita lebih cepat dewasa daripada laki-laki. Pada masa pubertas wanita umumnya tumbuh lebih daripada laki-laki dan kemudian setelah melewati masa pubertas laki-laki akan lebih cepat. Peneliti berasumsi bahwa anak perempuan lebih cepat pertumbuhannya sebelum masa pubertas sehingga mempengaruhi perkembangannya. Berdasarkan hasil penelitian pada anak dengan perkembangan motorik kasar suspect sebanyak 29 responden di dapatkan hasil anak dengan pendapatan keluarga Rp 500.000-Rp 1.000.000 sebanyak 3 responden (10,3%), anak dengan pendapatan keluarga Rp 1.000.000-2.000.000 sebanyak 12 responden (41,4%), anak dengan pendapatan keluarga Rp 2.000.0003.000.000 sebanyak 5 responden (17,2%), dan anak dengan pendapatan keluarga > Rp 3.000.000 sebanyak 9 responden (31%). Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, akan menghambat pertumbuhan anak (Narendra, 2002). Peneliti berasumsi bahwa orangtua yang berpenghasilan tinggi lebih cenderung, anak mereka lebih cepat berkembang motorik kasarnya dibandingkan dengan orangtua yang berpenghasilan rendah, mereka lebih cenderung untuk lebih berfokus dalam mencari pendapatan untuk keseharian mereka sehingga kurang berfokus dalam masa perkembangan anak. Berdasarkan hasil penelitian pada anak dengan perkembangan motorik kasara suspect sebanyak 29 responden didapatkan hasil anak dengan orang tua yang bekerja sebagai swasta/wiraswasta
sebanyak 29 responden dimana 7% dari keseluruhan bekerja sebagai pedagang di pasar saat pagi hari dan malam hari. Fakta yang sesuai dengan penelitian menunjukkan bahwa orangtua hanya memiliki waktu untuk berinteraksi dengan anak hanya 2-4 jam di sore hari. Menurut Santrock (2007) banyak orang tua mempelajari tradisi pengasuhan dari orang tua mereka. Pengasuhan anak membutuhkan waktu, artinya harus berkomitmen dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, dan tahun ke tahun untuk memberikan anak lingkungan yang hangat, mendukung, aman, dan merangsang yang akan membuat anak merasa aman dan memungkinkan mereka untuk meraih potensi sepenuhnya. Tetapi keluarga masa kini menghadapi tekanan yang menambah kesulitan mereka meluangkan waktu dan usaha untuk mengasuh anak. Dengan adanya anak yang dibesarkan oleh dua orang tua yang bekerja, waktu yang dihabiskan orang tua dengan anak mereka menjadi terbatas dan kualitas pengasuhan anak menjadi banyak kepedulian banyak orang tua. Peneliti berasumsi bahwa orangtua yang sibuk bekerja hampir tidak dapat memantau dan membantu memberikan stimulus terhadap perkembangan motorik kasarnya. 5.2.3 Hubungan Kuantitas Tidur Terhadap Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 tahun) Pada penelitian ini dilakukan hasil uji statistik spearman rho dengan taraf signifikansi p<0,05 (dengan menggunakan SPSS 16.0) pada kuantitas tidur didapatkan koefisien signifikan sebesar 0,003 dengan p = 0,05 yang artinya H0 ditolak dan H1 diterima. Ini menyatakan ada hubungan yang bermakna antara Kuantitas Tidur terhadap Perkembangan Motorik Kasar pada Anak Usia Prasekolah (3-6 tahun) di PAUD Mekarsari Surabaya. Artinya apabila kuantitas tidur sesuai kebutuhan umur anak terpenuhi maka
diharapkan perkembangan motorik kasar anak normal dan sesuai dengan tahap perkembangannya. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa kuantitas tidur terpenuhi dengan perkembangan motorik kasar normal sebanyak 7 responden (58,3%) didukung dengan motivasi dari lingkungan keluarga. Menurut Andriana (2011), interaksi timbal balik antara anak dan orangtua akan menimbulkan keakraban dalam keluarga. Menurut Hidayat (2006) keadaan lingkungan sekitar yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat membantu mempercepat terjadinya proses tidur. Hubungan anak dengan orang sekitar merupakan faktor psikologis yang harus diperhatikan apabila anak selalu merasa tertekan maka anak akan mengalami hambatan dalam perkembangan motorik kasarnya, jika anak merasa aman dan nyaman maka perkembangan motorik kasar anak dapat berkembang dengan cepat dan normal. Aktifitas sehari-hari dan keletihan yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga energi yang telah dikeluarkan. Nutrisi merupakan salah satu kebutuhan yang harus terpenuhi, apabila kebutuhan nutrisi cukup maka dapat mempercepat proses tidur. Pemenuhan gizi yang ade kuat dapat membantu perkembangan motorik kasar anak berkembang cepat dan normal. Peneliti berasumsi dukungan dan motivasi yang diberikan kepada anak dalam memenuhi kebutuhan tidur setiap harinya sangat berpengaruh pada perkembangan motorik kasarnya, dikarenakan orangtua selalu tanggap terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai pada umurnya. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kuantitas tidur tidak terpenuhi dengan perkembangan motorik normal sebanyak 4 responden (14,3%). Menurut Hidayat (2006), stress psikologis yang dapat terjadi pada anak yang mengalami kegelisahan mengakibatkan sulit tidur. Menurut Soetjiningsih (2003) bahwa pendapatan keluarga yang memadahi akan menunjang
tumbuh kembang anak, karena orangtua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder. Peneliti berasumsi bahwa stres dan status ekonomi keluarga dapat mempengaruhin kebutuhan tidur dan perkembangan motorik kasar anak, dikarenakan kebanyakan orangtua berfokus pada kesibukan untuk mencukupi keluarga tanpa memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PAUD Mekarsari Surabaya pada tanggal 9 Mei 2015 banyak ditemukan anak yang mengalami perkembangan motorik kasar suspect, ini dikarenakan masih ditemukan faktor yang menghambat perkembangan pada anak seperti status ekonomi, tingkat pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan lingkungan. Santoso (2003) mengatakan bahwa tumbuh kembang anak harus terus dikembangkan secara optimal agar dapat mencapai kondisi yang sebaik-baiknya di masa yang akan datang. Perkembangan merupakan bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai proses dari pematangan (Soetjiningsih, 2003). Perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tingkat kematangan fan belajar (Wong: 2009). Perkembangan motorik kasar merupakan kemampuan anak untuk duduk, berlari, dan melompat. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan anak untuk melakukan gerakan tubuh. Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak, karena proses kematangan setiap anak berbeda dengan anak lainnya. Peneliti berasumsi bahwa kuantitas tidur dan perkembangan motorik kasar anak dapat berasal dari cara orangtua mengasuh dan mendidik. Misalnya dengan orangtua memperhatikan jadwal kebutuhan tidur anak sesuai umur dan memberikan stimulasi untuk merangsang perkembangan motorik kasar. Dengan
begitu anak dapat berkembang dengan cepat dan normal. 5. 3
Keterbatasan
1.
Lingkungan yang kurang kondusif dikarenakan siswa PAUD cenderung sulit diatur. Kurangnya peran serta orangtua dalam kegiatan untuk mengetahui pentingnya pemenuhan kebutuhan tidur setiap hari dan perkembangan motorik kasar pada anak. Hasil akhir penilaian perkembangan motorik kasar DDST II suspect dan untestable tidak dilakukan uji ulang 2 minggu kemudian, dikarenakan keterbatasan waktu penelitian.
2.
3.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
2.
3.
Kuantitas tidur pada anak usia prasekolah di PAUD Mekarsari Surabaya tergolong cukup Perkembangan motorik kasar pada anak usia praskeolah di PAUD Mekarsari Surabaya tergolong suspect Ada hubungan antara kuantitas tidur terhadap perkembangan motorik kasar pada anak usia prasekolah
SARAN 1.
2.
Bagi Ibu (Responden) Diharapkan setiap ibu memperhatikan jadwal tidur anak selama 24jam dan meningkatkan pengetahuan tentang perkembangan motorik kasar anak agar tidak terhambat. Bagi Profesi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi profesi
3.
keperawatan dalam rangka memotivasi tenaga kesehatan dalam emmbantu orangtua untuk memperhatikan kuantitas tidur dan perkembangan motorik kasar pada anak usia prasekolah Bagi Tempat penelitian Semoga dengan adanya penelitian ini kepala yayasan aktif untuk meningkatkan kegiatan dan aktifitas yang dapat menstimulasi perkembangan motorik kasar anak.
DAFTAR PUSTAKA Adriana, Dian. (2011). Tumbuh Kembang & Terapi Bermain pada Anak. Jakarta : Salemba Medika Andrianty, Dian. (2012). Hubungan Status Gizi dengan Motorik Kasar Pada Anak Usia 1-5 tahun di Posyandu Kelurahan Wonokromo. Skripsi tidak dipublikasikan Atoilah, Elang Muhammad & Engkus Kusnadi. (2013). Askep Pada Gangguan dengan Klien KDM. Jakarta : inMedia Ernawati, Dwi. (2013). Pengaruh Pijat bayi Terhadap Kadar Kortisol dan Kuantitas Tidur bayi Mengalami Hospitalisasi dengan Teori Comfort Kolcaba di ruang Marwah lantai II RSU Haji Surabaya. Tesis tidak dipublikasikan Hidayat, A.Aziz Alimul. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Cetakan ke-II. Jakarta : Salemba Medika Hidayat,
A.Aziz Alimul. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Hidayat,
A.Aziz Pengantar
Alimul. (2014). Kebutuhan Dasar
Manusia. Cetakan ke-I, Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika Hurlock,
Elizabeth B. (2012). Perkembangan Anak, Cetakan keI. Jakarta : Erlangga
Janiwarty, Bethsaida & Herri Zan Pieter. (2013). Psikologi Untuk Bidan – Suatu Teori dan Terapannya. Yogyakarta : Rapha Publishing Perry,
Potter. (2005). Fundamental Keperawatan, edisi 4. Jakarta : EGC
Perry,
Potter. (2009). Fundamental Keperawatan, Cetakan ke-I, edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
Niluh, Dewi Citrawati. (2013). Hubungan Pola Komunikasi Orang tua dengan Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah 3-6 tahun di TK Hang Tuah 11 Surabaya. Skripsi tidak dipublikasikan Nursalam. (2011). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Santrock, John W. (2007). Perkembangan Anak, Cetakan ke-I, edisi 11. Jakarta : Erlangga
Setiadi. (2007). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu Upton,
Penny. (2012). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga
Yeni, Eva Anggara. (2012). Perbandingan Perkembangan Motorik Kasar pada anak usia toddler (1-3
tahun) antara yang ikut dengan yang tidak ikut Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di RW 03 Karangrejo Surabaya. Skripsi tidak dipublikasikan Yolanda, Arinta. (2013). Hubungan Psikososial Keluarga dengan Perkembangan Anak Usia Prasekolah (4-5 tahun) di TK Cempaka Putih Surabaya. Skripsi tidak dipublikasikan