Hubungan Sikap dengan Prevalensi Masalah Kesehatan Respirasi pada Masyarakat Perumahan di Kelurahan Bintaro
Randi Ridha Mulyadi, Elisna Syahruddin Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
Randi Ridha Mulyadi Pendidikan Dokter Hubungan Sikap dengan Prevalensi Masalah Kesehatan Respirasi pada Masyarakat Perumahan di Kelurahan Bintaro Di Indonesia, masalah kesehatan respirasi merupakan masalah yang masih tinggi tingkat kejadiannya seperti tuberkulosis, pneumonia, asma, maupun bronkitis. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan sikap yang dimiliki oleh masyarakat perumahan terhadap kesehatan respirasi dengan prevalensi masalah kesehatan respirasi yang ada pada lokasi tersebut. Desain penelitian menggunakan metode cross-sectional dan dilakukan di daerah perumahan di Kelurahan Bintaro, Jakarta Selatan pada tahun 2012. Subjek penelitian adalah keluarga yang diwakilkan oleh kepala keluarga atau ibu rumah tangga yang bertempat tinggal disana. Pemilihan subjek didasarkan dengan cara consecutive sampling dan berjumlah akhir 97 subjek. Sumber data adalah data primer berupa isian/kuesioner yang didapatkan dengan cara wawancara langsung kepada setiap subjek. Variabel terikat adalah masalah kesehatan respirasi, variabel bebas adalah sikap preventif dan sikap healthcare seeking terhadap kesehatan respirasi. Hasil penelitian mendapatkan prevalensi masalah kesehatan respirasi pada populasi sebanyak 29,9% dari seluruh subjek. Uji analisis dengan chisquare memperlihatkan ada hubungan antara sikap preventif dengan prevalensi masalah kesehatan respirasi (CI 95%, p = 0.032), namun tidak ada hubungan antara sikap healthcare seeking dengan prevalensi masalah kesehatan respirasi (CI 95%, p = 0.376). Berdasarkan hasil ini, maka perlu dilakukan peningkatan sikap preventif pada
i Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
kehidupan sehari-hari masyarakat perumahan agar prevalensi masalah kesehatan respirasi bisa diturunkan. Kata kunci: prevalensi masalah kesehatan respirasi, sikap preventif, sikap healthcare seeking, sikap.
ABSTRACT Name Major/Degree Title
Randi Ridha Mulyadi General Practitioner Relationship of Attitude with Prevalence of Respiratory Health Problems among Urban Society of Kelurahan Bintaro Respiratory problems such as tuberculosis, pneumonia, asthma, bronchitis are still a huge health concern in Indonesia. This study seek to find the relationship between attitude and respiratory problems prevalence among urban-class society. The design used was cross-sectional and the study was done in Kelurahan Bintaro, Jakarta Selatan on 2012. Subject is a family consisting at least of husband and wife, of which one of them is to become the respondent for interview. Sampling is done using consecutive sampling method and the total number of subjects until the end is 97. Data received is from questionnaire with direct interview with subject. The dependent variable in this study is respiratory problems, and the independent variables are preventive attitude and healthcare seeking attitude. Result reveal that the prevalence of respiratory problems is 29,9%. Chi-square analysis show there is a relation between preventive attitude with respiratory problem prevalence (CI 95%, p = 0.032), but not with healthcare seeking attitude (CI 95%, p = 0.376). In light of this, preventive attitude toward promoting respiratory health quality must be endeavoured among urban society in Jakarta Selatan to decrease respiratory problem prevalence. Keywords: respiratory health problem prevalence, preventive attitude, healthcare seeking attitude, attitude.
ii Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
Latar Belakang Beberapa penyakit respirasi seperti tuberculosis (TBC) dan pneumonia dalam beberapa dekade terakhir menunjukkan angka mortalitas yang cukup signifikan, lebih diperparah lagi angka ini juga menunjukkan tingkat yang tinggi di antara anak-anak dan bayi di bawah 5 tahun. Berdasarkan statisik yang dilakukan WHO pada tahun 2010, sebanyak 22% dari 11 penyakit yang menjadi penyebab kematian bayi di bawah 5 tahun disebabkan oleh pneumonia, menjadi yang paling tinggi pertama diikuti dengan prematuritas dan penyakit lainnya (19%). Angka prevalensi penyakit juga lebih besar terjadi di negara berkembang seperti Indonesia ketimbang pada negara-negara yang memiliki kualitas pelayanan kesehatan lebih memadai.1 Selain itu, masalah kesehatan respirasi juga merupakan salah satu indikator IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat) yang mencerminkan kualitas kesehatan suatu masyarakat di tempat tertentu. Beberapa poin yang termasuk kedalamnya adalah prevalensi asma, pneumonia, ISPA, dan proporsi merokok setiap hari. Tak hanya bakteri pemicunya saja, faktor sikap dan perilaku seseorang memegang peranan yang cukup berarti terhadap prevalensi masalah-masalah tersebut. Berdasar atas pemaparan masalah yang telah disebutkan di atas dan kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan terutama kesehatan respirasi, penelitian ini ingin melihat seberapa besar peran sikap responden terhadap prevalensi permasalahan respirasi di daerah Jakarta. Tujuan umum penelitian ini untuk mencari hubungan sikap responden dengan prevalensi permasalahan kesehatan respirasi di Kelurahan Bintaro, Jakarta Selatan. Sedangkan tujuan khususnya yaitu mencari hubungan antara sikap preventif dalam kehidupan sehari-hari dengan prevalensi permasalahan kesehatan respirasi dan mencari hubungan antara sikap healthcare seeking dengan prevalensi permasalahan kesehatan respirasi.
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
Tinjauan Pustaka Penyakit Respirasi Asma adalah penyakit yang disebabkan terganggunya saluran pernapasan akibat kelainan respon inflamatorik. Penderita asma memiliki tanda dan gejala yang khas berupa episode wheezing, kesulitan bernapas, serta batuk yang rekuren terutama pada malam hari atau ketika pagi buta. Gejala tersebut disebabkan oleh karena bronkokonstriksi dan pengurangan kapasitas aliran udara yang dapat melewati saluran pernapasan oleh karena peningkatan sekresi mucus, inflamasi pada dinding bronkus, serta peningkatan responsivitas saluran pernapasan terhadap berbagai stimulus eksternal tertentu (allergen).2 Emfisema merupakan penyakit paru obstruktif yang ditandai dengan pembesaran ireversibel ruang udara (airspace) di bagian distal dari bronkiolus terminal dimana terlihat juga kerusakan dinding-dinding salurannya namun tanpa disertai fibrosis. Pada penderita emfisema, manifestasi klinis umumnya belum terlihat sebelum luas lesi dari lobulus paru yang terkena mencapai sepertiga dari luas parenkim paru fungsional. Ketika telah mencapai keadaan ini, manifestasi klinis yang jelas adalah dispnea progresif. Pada beberapa penderita, terkadang juga disertai batuk dan mengi, sehingga dapat membuat diagnosis yang salah kepada asma. Selain itu penurunan berat badan juga sering terjadi.2 Bronkitis kronik secara klinis didefinisikan sebagai keadaan batuk persisten disertai dengan produksi sputum selama setidaknya 3 bulan dalam kurun waktu 2 tahun berturut-turut. Penyakit paru ini sangat sering ditemukan pada individu yang memiliki kebiasaan merokok, dan tidak terlepas juga individu yang telah lama menjadi perokok pasif, serta pada lingkungan yang dekat dengan asap pabrik. Bronkitis kronik dapat menimbulkan dampak yang serius jika berlangsung dalam waktu lama, karena dapat berujung kepada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), cor pulmonale dan gagal jantung, serta meningkatkan kemungkinan terbentuknya metaplasia dan dysplasia yang dapat berkembang menjadi kanker.2
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
Bronkiektasis adalah penyakit dengan ciri dilatasi permanen dari bronkus dan bronkiolus yang diperantarai oleh kerusakan sel otot dan jaringan elastik akibat infeksi kronik. Untuk dapat dikategorikan bronkiektasis, dilatasi yang terjadi harus bersifat permanen. Penyakit ini prevalensinya semakin menurun karena peningkatan kualitas pengobatan di bidang kesehatan paru-paru dan sekarang merupakan penyakit yang jarang. Penyakit ini menyebabkan penderita mengalami batuk-batuk parah dan persisten. Terkadang disertai ekspektorasi sputum yang berbau tidak enak atau berdarah. Selain itu dispnea dan ortopnea juga ditemukan pada kasus yang parah.2 Infeksi pada saluran pernapasan diketahui memiliki proporsi paling besar di antara infeksi pada organ lain. Kebanyakan dari infeksi pada saluran pernapasan adalah infeksi saluran napas atas (ISPA) yang disebabkan oleh virus seperti flu dan faringitis, tetapi selain itu infeksi oleh mikroorganisme lain seperti bakteri, jamur, mikoplasma pada organ paru (pneumonia) juga merupakan masalah yang prevalensi cukup besar hingga kini. Pneumonia dapat menjangkit seseorang kapanpun ketika sistem imun individu tersebut sedang menurun.2 Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme dari genus Mycobacterium, terutama dari spesies Mycobacterium tuberculosis. Bakteri yang bersifat tahan-asam ini memiliki reservoir utama pada manusia. Tuberkulosis menyerang sistem organ tubuh manusia secara luas jika telah menyebar melalui saluran limfatik, tetapi secara primer menyerang saluran pernapasan dan organ paru ketika manusia pertama kali terjangkit oleh bakteri yang ditularkan umumnya melalui udara ini. Manifestasi klinis yang dapat timbul dari penderita tuberkulosis adalah penurunan berat badan, demam, anoreksia, keringat dingin pada malam hari, dan terkadang terjadi batuk darah.2 Pengertian Sikap Berdasarkan Purwanto3, sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan yang diyakini oleh orang tersebut. Kemudian definisi lain juga disebutkan oleh Notoatmodjo3 yang menyebutkan bahwa
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Jadi, sikap dapat diartikan sebagai pandangan/persepsi seseorang terhadap suatu stimulus atau objek yang nantinya akan menghasilkan tindakan yang sesuai dengan yang sebelumnya telah diyakini oleh individu tersebut. Sikap juga dapat diartikan sebagai kesediaan atau kesiapan seseorang untuk bertindak. Pengertian Healthcare Seeking Healthcare seeking merupakan segala sesuatu yang dilakukan oleh individual yang merasa dirinya memiliki masalah kesehatan. Tujuan dari healthcare seeking ini adalah agar individu tersebut dapat mendapatkan terapi yang direkomendasikan, namun terapi tersebut tidak selalu terapi yang tepat dan benar secara medis. Proses mendapatkan pilihan rekomendasi terapi ini berlangsung melalui tahap pengambilan keputusan yang digambarkan memiliki hubungan dengan kultur spesifik setempat yang mempengaruhi sikap dan perilaku kesehatan masyarakat tersebut, gejala dan tanda dari suatu penyakit spesifik yang dirasa seseorang, penyebab dari suatu penyakit spesifik, prognosis yang berkaitan dengan penyakit tersebut, sikap dan perilaku masing-masing individu. Selain itu kesadaran dan kognisi, sosio-kultural, serta factor ekonomi juga mempengaruhi keseluruhan kerangka besar healthcare seeking. Sehingga, pada akhirnya, hubungan antar faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi pengambilan keputusan final seseorang.4 Pengertian Health Belief Model Health Belief Model (HBM) adalah model yang ditelaah secara psikologis dan bertujuan menjelaskan serta memprediksi sikap dan perilaku kesehatan seseorang. Hal ini dicapai dengan memberikan fokus kajian lebih kepada ranah sikap dan kepercayaan dari seseorang. Model ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1950an oleh tim psikolog yang terdiri atas Hochbaum, Rosenstock, dan Kegels yang bekerja di departemen pelayanan kesehatan masyarakat Amerika Serikat.
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
Latarbelakang pembuatan model ini adalah dikarenakan kegagalan program pengobatan gratis anti-tuberkulosis pada saat itu.5 Prinsip HBM didasari oleh konsep bahwa seseorang akan berbuat hal yang menyangkut kesehatan dirinya jika orang tersebut: (1) merasa bahwa suatu permasalahan kesehatan dapat dihindari/dicegah, (2) memiliki harapan positif jika ia melakukan suatu aksi yang direkomendasikan maka ia dapat menghindari/mencegah terkena permasalahan kesehatan tersebut, dan (3) memercayai bahwa dirinya dapat melakukan aksi kesehatan yang direkomendasikan dengan baik, benar, dan nyaman. Kerangka konsep HBM dirancang dengan memperhitungkan empat faktor yang merepresentasikan threat (penghalang) dan benefit (keuntungan) yaitu: perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefits, dan perceived barriers. Lalu faktor kelima dan keenam yakni cues to action dan self-efficacy, baru dilengkapkan belakangan. Faktor kelima memperhitungkan motivasi eksternal yang menyangkut suatu permasalahan kesehatan, sedangkan faktor keenam ditambahkan untuk memperhitungkan perubahan kebiasaan masyarakat seperti gaya hidup sedenter, merokok, atau overeating.
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
Metode Penelitian Penelitian memakai desain potong-lintang (cross-sectional) mengenai prevalensi masalah kesehatan respirasi di masyarakat daerah perumahan dan hubungannya dengan faktor sikap masyarakat di daerah tersebut. Waktu dilangsungkannya penelitian adalah pada tahun 2012 yakni tanggal 7 Mei sampai 12 Mei, bertempat di wilayah Kelurahan Bintaro, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Data penelitian bersumber pada data primer berupa kuesioner. Proses pengisian data dilakukan dengan cara wawancara berdasarkan pertanyaan pada kuesioner dengan responden secara langsung. Pertanyaan kuesioner bertujuan untuk mengetahui tingkat sikap tiap-tiap responden terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan respirasi. Dari wawancara juga akan diketahui apakah responden memiliki masalah kesehatan respirasi. Populasi target dalam penelitian ini adalah masyarakat perumahan di Bintaro. Populasi terjangkau adalah RT dan RW perumahan di Bintaro. Sampel penelitian adalah keluarga dalam masyarakat pada populasi terjangkau yang dipilih melalui simple random sampling dengan metode consecutive. Kepala keluarga atau yang berperan sebagai ibu rumah tangga dapat mewakilkan dari keluarga yang terpilih kedalam sampel sebagai responden wawancara untuk pengisian data kuesioner. Besar sampel yang diambil adalah 104 sampel. Variabel terikat pada penelitian ini adalah masalah kesehatan respirasi, dengan variabel bebasnya adalah sikap mengenai healthcare seeking dan sikap dalam kehidupan
sehari-hari
mengenai
pencegahan
terhadap
hal-hal
yang
dapat
menimbulkan masalah kesehatan respirasi. Penilaian terhadap sikap dilakukan dengan mengkategorikan sikap menjadi sikap baik dan sikap kurang melalui skoring terhadap kuesioner Analisis deskriptif yang dilakukan berupa sebaran sampel dalam komponen demografis, sosioekonomi, maupun pendidikan. Selain itu sebaran permasalahan kesehatan respirasi berdasarkan temuan pada saat penelitian juga disajikan. Analisis
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
statistik (menggunakan program SPSS versi 18) menggunakan uji chi-square karena semua variabel memenuhi syarat. Interpretasi hasil disajikan dalam bentuk pengkajian dengan membandingkan hasil dari berbagai literatur, tinjauan pustaka, dan penelitian lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Hasil Hasil penelitian berupa: (1) data demografi sampel yang mencakup komponen usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, tingkat penghasilan, dan status kesehatan respirasi; (2) prevalensi masalah kesehatan respirasi; (3) sebaran responden menurut nilai penilaian sikap preventif dan sikap healthcare seeking; dan (4) hasil uji analisis statistik kedua variabel independen dengan variabel dependen.
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
Tabel 1. Karakteristik Responden di Kelurahan Bintaro Komponen
n
Usia (mean ± SD) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Tingkat Pendidikan Tidak lulus SD Lulus SD/sederajat Lulus SMP/sederajat Lulus SMA/sederajat Lulus perguruan tinggi Status Bekerja Tidak bekerja Bekerja Tingkat Penghasilan Miskin Tidak miskin Sejahtera Status Kesehatan Respirasi Bermasalah Tidak Bermasalah
Responden (n = 97) % 40.82 ± 10.21
19 78
19.6 80.4
4 17 28 40 8
4.1 17.5 28.9 41.2 8.2
58 39
59.8 40.2
3 34 60
3.1 35.1 61.9
29 68
29.9 70.1
Tabel 2. Prevalensi Penyakit dari Responden yang Memiliki Masalah Respirasi Masalah Kesehatan Respirasi Asma Emfisema Bronkitis Kronik TBC Infeksi Saluran Pernapasan Atas
Responden (n = 29) n 9 3 3 9 5
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
% 31.0 10.3 10.3 31.0 17.2
Tabel 3. Sebaran Responden Menurut Nilai Skoring (0-100) Sikap Responden (n = 97)
Variabel
N
%
Sikap healthcareseeking
Median, min-max Baik Kurang
70, 35-100 60 37
Sikap preventif dalam kehidupan sehari-hari
Median, min-max Baik Kurang
78.56, 46.42-96.41 74 76.3 23 23.7
61.9 38.1
Tabel 4. Analisis Hubungan Variabel Sikap Healthcare seeking dengan Prevalensi Masalah Respirasi
Sikap healthcare seeking
Baik
Prevalensi Masalah Respirasi Tidak Bermasalah Bermasalah n % N % 44 45.4 16 16.5
Kurang
24
24.7
13
13.4
68
70.1
29
29.9
Total Uji Chi-square
P
0.376
Tabel 5. Analisis Hubungan Variabel Sikap Preventif dalam Kehidupan Sehari-hari dengan Prevalensi Masalah Respirasi
Sikap preventif Baik dalam kehidupan Kurang sehari-hari Total Uji Chi-square
Prevalensi Masalah Respirasi Tidak Bermasalah Bermasalah n % N % 56 57.7 18 18.5
p
0.032 12
12.4
11
11.3
68
70.1
29
29.9
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
Pembahasan
Berdasarkan tabel 1 terdapat prevalensi yang cukup tinggi penyakit respirasi yakni sebanyak 29 dari 97 responden (29.9%). Penyakit respirasi yang tercatat pada penelitian ini bervariasi dari jenis penyakit paru obstruktif hingga infeksi seperti asma, emfisema, bronkitis kronik, TB paru, dan infeksi saluran pernapasan atas. Prevalensi yang didapat pada penelitian ini berdasarkan pengakuan responden bahwa responden dan/atau anggota keluarga yang juga tinggal di rumahnya pernah didiagnosis menderita suatu penyakit respirasi oleh dokter. Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan adanya masalah kesehatan respirasi yang tidak terdata karena pada responden tanda dan gejala bersifat atipik atau asimptomatik sehingga tidak berobat ke dokter. Berdasarkan tabel 3 skoring terhadap jawaban pernyataan mengenai sikap, responden memperlihatkan keberagaman sikap terhadap kesehatan respirasi. Dalam hal yang menyangkut sikap responden pada kebiasaan sehari-hari, didapatkan sebagian besar responden memiliki sikap yang baik (74%) dalam aktivitas yang berperan preventif terhadap timbulnya permasalahan respirasi. Selain itu, dari uji analisis ditemukan perbedaan bermakna (CI = 95%, p = 0.032) antara sikap preventif terhadap penyakit respirasi pada aktivitas sehari-hari dengan prevalensi penyakit respirasi dalam keluarga responden. Dalam hal ini ada penelitian lain yang telah dilakukan mengenai hubungan pengetahuan, sikap, perilaku, dan lingkungan terhadap kejadian tuberkulosis paru di daerah perumahan di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.6 Berdasarkan penelitian tersebut, ditemukan perbedaan bermakna antara pengetahuan (CI = 95%, p = 0.007), sikap preventif (p = 0.002), perilaku (p = 0.004), dan lingkungan (p = 0.001) masyarakat di daerah tersebut dengan prevalensi tuberkulosis paru. Mengaitkan tuberkulosis paru sebagai salah satu masalah kesehatan respirasi yang utama, maka hasil analisis penelitian tersebut mendukung analisis di atas bahwa sikap preventif mempunyai hubungan terhadap prevalensi masalah kesehatan respirasi.
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
Selain itu berdasarkan rujukan teori mengenai health belief model,5,7 sikap responden terhadap pencegahan masalah respirasi dapat dijelaskan pada poin perceived susceptibility, perceived severity, dan perceived benefits. Pandangan responden
sendiri
terhadap
kerentanan
dirinya
kepada
penyakit
respirasi
mempengaruhi sikap responden agar melakukan hal-hal yang dapat menjauhkannya dari terjangkit penyakit tersebut (perceived susceptibility) yakni dengan memiliki sikap preventif. Begitu juga dengan pengetahuan responden kepada dampak yang mungkin dapat terjadi jika responden sakit, serta efek positif yang dapat timbul jika responden melakukan hal-hal yang mempromosikan kesehatan dan pencegahan penyakit (perceived severity). Kesemua faktor health belief model diatas erat hubungannya dengan latarbelakang atau karakteristik dari responden itu sendiri. Beberapa latarbelakang utama yang mempengaruhi adalah kultur setempat, tingkat pendidikan, pengalaman lalu, dan motivasi. Melihat bahwa mayoritas responden (41.2%) pada penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi, maka hal ini dapat menjelaskan baiknya pandangan-pandangan responden terhadap pencegahan penyakit respirasi, sehingga menghasilkan sikap yang baik pula. Ditambah lagi, sebagian besar responden berstatus tidak bekerja, atau dengan kata lain, menghabiskan sebagian besar waktunya di lingkungan tempat tinggal sehingga perilaku yang didasari sikap preventif pada rutinitas atau aktivitas sehari-hari akan lebih banyak dilakukan. Menilik kembali health belief model, ada faktor lain yang tidak kalah penting dalam mempengaruhi pandangan seseorang yakni cues to action. Peran ibu-ibu kader dari puskesmas dalam mempromosikan berbagai informasi kesehatan dan keterlibatan pelayanan puskesmas dalam menyuluh masyarakat Kelurahan Bintaro dapat berpengaruh kepada paparan masyarakat kepada hal-hal penting mengenai kesehatan. Tingkat sosioekonomi yang dimiliki kebanyakan (61.9%) masyarakat perumahan Kelurahan Bintaro juga berada pada taraf sejahtera, sehingga informasi kesehatan baik dari media cetak maupun elektronik akan lebih besar kemungkinannya untuk dapat diterima oleh masyarakat.
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
Namun, berdasarkan uji hipotesis menggunakan chi-square didapatkan sikap healthcare seeking yang dimiliki responden tidak mempunyai perbedaan bermakna dengan prevalensi penyakit respirasi (CI = 95%, p = 0.376). Peneliti juga kurang menemukan studi terdahulu yang mencari hubungan healthcare seeking dengan prevalensi suatu penyakit, tetapi peneliti menemukan banyak studi yang membuktikan bahwa sikap dan perilaku healthcare seeking, atau pencarian pengobatan, justru lebih berhubungan kepada penurunan tingkat morbiditas serta mortalitas suatu penyakit, namun bukan prevalensinya. Hal ini dapat dilihat dari sumber data WHO yang menyebutkan permasalahan penanganan penyakit TBC hingga kini salah satunya adalah delay in healthcare seeking karena gejala awal penyakit yang dipersepsikan oleh penderita sebagai gejala ‘ringan’, dan tanpa pemberian pengobatan yang layak tingkat mortalitas penderita TBC paru ditemukan hampir dua kali lebih besar dibandingkan dengan yang mendapatkan pengobatan layak.8 Hal yang serupa juga diungkapkan pada penelitian yang dilakukan van der Werf di daerah perkotaan Kiev, Ukraina, dimana ditemukan ada hubungan tingkat mortalitas penderita TBC paru, bukan prevalensi, yang tinggi dengan keterlambatan mencari pengobatan (healthcare seeking).9 Studi lain10 juga memperlihatkan adanya kecenderungan di masyarakat untuk mencoba mengatasi masalah kesehatan yang muncul secara mandiri terlebih dahulu sebelum akhirnya penyakit tersebut semakin parah dan barulah dibawa ke tenaga kesehatan, sehingga terjadi delay in healthcare seeking. Sebagaimana penelitian yang dilakukan Salah dkk. mengenai sikap dan perilaku care seeking kaum ibu pada anakanak dengan gejala demam di daerah perkotaan di timur Sudan. Pada penelitian tersebut ditemukan sebanyak 91.1% responden baru membawakan anaknya ke tenaga kesehatan (bentuk sikap healthcare seeking) setelah mereka merasa anak mereka tidak kunjung sembuh penyakitnya. Penelitian lain yang serupa di Sudan yang meneliti tingkat healthcare seeking kaum ibu terhadap penyakit malaria juga mengemukakan bahwa mayoritas kaum ibu baru akan membawa anaknya ke tenaga kesehatan tiga hari setelah demam (penyakit) muncul.11 Dari penelitian di atas dapat
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
disimpulkan dengan jelas sekali bahwa sikap healthcare seeking baru akan mempengaruhi kejadian suatu penyakit, yang dalam hal ini adalah progresivitas dari penyakit (morbiditas dan/atau mortalitas), setelah seseorang terjangkit oleh penyakit tersebut. Dengan kata lain, sikap healthcare seeking lebih bersifat kuratif dan/atau paliatif dimana ketika suatu penyakit telah diderita oleh seseorang, dibandingkan bersifat pencegahan seperti pada sikap preventif dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menjelaskan mengapa sikap healthcare seeking tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan prevalensi penyakit respirasi. Selain itu melihat dari sisi faktor-faktor yang mempengaruhinya, penelitian yang dilakukan di Nigeria terhadap sikap dan perilaku healthcare seeking kaum ibu bagi anaknya yang sakit memperlihatkan banyaknya faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku healthcare seeking seseorang.12 Penelitian tersebut juga mengungkapkan faktor-faktor seperti persepsi mengenai kegawatan/keparahan suatu penyakit sehingga perlu untuk dibawa ke tenaga kesehatan berbeda-beda untuk tiap individu, ada atau tidaknya tanda dan gejala yang muncul pada anak, serta pendidikan dan penghasilan dari suatu keluarga. Faktor perbedaan persepsi mengenai keparahan suatu penyakit juga disimpulkan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan sikap dan perilaku healthcare seeking seseorang di beberapa penelitian lain, dimana kebanyakan dari responden tidak membawa seseorang yang sedang sakit ke tenaga kesehatan sebelum menurut mereka ‘sangat parah’.13 Penelitian lain oleh Goldman juga menyebutkan adanya peran kultur yang terdapat pada suatu daerah kepada pemilihan tenaga kesehatan yang paling dahulu didatangi oleh responden dalam mencari pertolongan medis. Goldman menyebutkan dalam hasil penelitiannya bahwa memiliki sikap healthcare seeking yang baik saja tidak cukup, terutama jika healthcare seeking tersebut bersifat inappropriate atau tidak cocok (seperti merawat sendiri orang yang sakit di rumah dengan pengobatan seadanya atau datang ke tenaga kesehatan nonformal seperti dukun) bagi penyakit yang diderita pasien.13 Faktor lain selain faktor di atas juga diungkapkan oleh Mukiira, yakni jarak tempat tinggal responden dengan fasilitas kesehatan terdekat, kepuasaan terhadap
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
fasilitas kesehatan, dan usia orang yang sakit juga mempengaruhi.13 Selain itu studi oleh Negussie juga mengungkapkan faktor usia kepala keluarga turut mengambil peran dalam sikap dan perilaku suatu keluarga terhadap healthcare seeking, dimana berdasarkan studi tersebut orangtua yang lebih tua cenderung untuk lebih memiliki sikap healthcare seeking yang lebih baik dibandingkan dengan orangtua berusia muda.13 Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di dalam negeri didapatkan kesamaan hasil dengan faktor-faktor di atas berdasarkan penelitian Media, di kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Penelitian tersebut mengungkapkan banyak sekali faktor yang mempengaruhi sikap pencarian pengobatan penderita TBC terutama dari segi persepsi seseorang, seperti stigma masyarakat setempat yang menganggap bahwa jika terkena TBC maka akan dikucilkan karena dianggap hina/aib, menganggap penyakit yang diderita adalah karena guna-guna/ilmu hitam, persepsi yang menganggap enteng gejala sehingga responden merasa cukup hanya dengan membeli obat-obatan di warung, kemalasan untuk pergi berobat, dan lain sebagainya.14 Dengan kata lain, sikap healthcare seeking merupakan variabel multifaktorial dengan tingkat kompleksitas yang tinggi, dimana banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Terlebih lagi, hubungan satu faktor dengan faktor yang lain terhadap sikap healthcare seeking menjadikan sikap tersebut memiliki kompleksitas yang semakin tinggi lagi. Faktor-faktor di atas dan hubungannya dengan sikap healthcare seeking seseorang dapat dijelaskan sekali lagi dengan health belief model. Kali ini, perceived barrier dan modifying factors yang dimiliki responden lebih dominan berperan dibandingkan dengan perceived benefit. Modifying factors mencakupi, namun tidak terbatas kepada faktor-faktor yang telah dijabarkan di atas; persepsi seseorang mengenai keparahan suatu penyakit, latarbelakang sosioekonomi dan pendidikan, kultur, tanda dan gejala penyakit yang muncul, kepuasan terhadap fasilitas kesehatan, usia orang yang sakit, usia kepala keluarga, dan faktor-faktor lainnya. Sedangkan
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
perceived barrier yang disinggung pada penelitian ini meliputi keterbatasan biaya, keterbatasan waktu, dan keterbatasan akses/transportasi yang dirasakan responden dalam menyikapi tentang healthcare seeking. Berat-ringannya suatu faktor dalam mempengaruhi persepsi seseorang juga berbeda-beda bagi tiap individu sehingga perlu ditelaah lebih lanjut. Walaupun demikian, penelitian ini juga menunjukkan cukup banyaknya responden yang kurang memberikan perhatian kepada pengobatan kesehatan respirasi. Hal ini ditunjukkan dari lebih rendahnya skoring pada pernyataan mengenai sikap healthcare seeking, dengan 38.1% responden yang memiliki skor kurang, dibandingkan sikap preventif pada kehidupan sehari-hari, dengan 23% responden yang tergolong skor kurang. Hal ini dapat dilihat lebih lanjut dari salah satu pernyataan mengenai rutinitas untuk mengecek kesehatan respirasi secara berkala ke tenaga kesehatan, dimana sebanyak 39 responden (40.2%) menjawab “tidak setuju” dan 15 responden (15.5%) menjawab “sangat tidak setuju”. Hal yang hampir serupa juga ditemukan pada pernyataan lain yang menyangkut sikap responden mengenai kesediaan untuk pergi berobat ke tenaga kesehatan, mengaitkan kepada perceived barrier sebagaimana dijelaskan di atas, yakni terutama dalam hal ketersediaan waktu, ketersediaan biaya, dan ketersediaan transportasi/akses yang dimiliki responden. Hal ini dapat menjadi bahan rujukan bagi penelitian-penelitian yang terkait selanjutnya dan juga bagi kebijakan kesehatan puskesmas setempat.
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
Kesimpulan Ditemukan ada hubungan antara sikap preventif dalam kehidupan sehari-hari dengan prevalensi masalah kesehatan respirasi (CI 95%, p = 0.032), namun tidak ada hubungan antara sikap healthcare seeking dengan prevalensi masalah kesehatan respirasi (CI 95%, p = 0.376). Ditemukan juga prevalensi masalah kesehatan respirasi di wilayah perumahan Kelurahan Bintaro, Jakarta Selatan adalah sebesar 29,9% pada bulan Mei 2012. Sebaran sikap responden pada umumnya bagus, baik pada penilaian sikap preventif dalam kehidupan sehari-hari (77%) maupun pada penilaian sikap healthcare seeking (61,9%). Walaupun diantara keduanya, penilaian terhadap sikap preventif menunjukkan hasil yang lebih bagus. Hal ini mungkin dapat dijelaskan oleh tingkat pendidikan responden yang rata-rata mencapai tingkat SMA/sederajat sehingga kebanyakan responden memiliki penyikapan yang bagus terhadap kesehatan respirasi, ditambah dengan adanya program kader dan penyuluhan kesehatan rutin dari Puskesmas Kelurahan Bintaro, sebagaimana mekanisme yang dijelaskan menurut Health Belief Model. Berdasarkan hasil analisis statistik yang didapat, perlu digiatkan lebih baik lagi mengenai peningkatan sikap preventif masyarakat perumahan dalam aktivitas sehari-hari yang bersifat mencegah masalah kesehatan respirasi agar prevalensi masalah kesehatan respirasi turun.
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
Kepustakaan 1. World Health Organization [Internet]. [Place unknown]: World Health Organization; 2010 [cited 15 Februari 2013]. Available from: www.who.int/whosis/whostat/EN_WHS10_Full.pdf 2. Mitchell R, Kumar V, Abbas A, Fausto N, Aster J. Robbins and Cotran: Pathologic Basis of Disease. 10th ed. Philadelphia: Saunders-Elsevier; 2011 3. Repository USU [Internet]. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara; [Publish date unknown] [cited 15 Februari 2013]. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33029/3/Chapter%20II.pdf 4. Olenja, J. Health Seeking Behaviour in Context. East African Medical Journal [Internet]. Februari 2003 [cited 15 Februari 2013]: 61-62. Available from: http://tinyurl.com/d5vyosp 5. University of Twente [Internet]. Belanda: University of Twente; [Publish date unknown] [cited 15 Februari 2013]. Available from: http://tinyurl.com/cky79sz 6. Manullang, Sabar. Repository USU [Internet]. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara; Agustus 16, 2011 [cited 15 Februari 2013]. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29778/7/Cover.pdf 7. Jones and Bartlett Publishers [Internet]. [Place unknown]: Jones and Bartlett Publishers; [Publish date unknown] [cited 15 Februari 2013]. Available from: http://www.jblearning.com/samples/0763743836/chapter%204.pdf 8. World Health Organization [Internet]. [Place unknown]: World Health Organization; 2013 [reviewed Februari 2013, cited Februari 16, 2013]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/ 9. van der Werf M, Chechulin Y, Yegorova O, Marcinuk T, Stopolyanskiy A, Voloschuk V, et al. Healthcare Seeking Behaviour for Tuberculosis Symptoms in Kiev, Ukraine. Int J Tuberc Lung Dis [Internet]. April 1, 2006 [cited 15 Februari 2013]: 10(4). Available from: http://tinyurl.com/d35xnkv 10. Salah M, Adam I, Malik E. Care-seeking Behaviour for fever in children under five years in an Urban Area in Eastern Sudan. University of Dammam, Journal of Family & Community Medicine [Internet]. 28 Juni 2012 [cited 15 Februari 2013]: 14(1). Available from: http://tinyurl.com/d6ytntq 11. Malik EM, Hanafi K, Ali SH, Ahmed ES, Mohamed KA. Treatment-seeking behaviour for malaria in children under five years of age: implication for home management in rural areas with high seasonal transmission in Sudan. NCBI [Internet]. 22 Juli 2006 [cited 15 Februari 2013]: 5(60). Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1569850/
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014
12. Abdulraheem IS, Parakoyi DB. Factors Affecting Mothers' HealthcareSeeking Behaviour for Childhood Illnesses in a Rural Nigerian Setting [Internet]. [Place unknown]: US Department of Education, Education Resources Information Center; Juli 2009 [cited 15 Februari 2013]. Available from: http://tinyurl.com/bvvp62l 13. Mukiira C, Ibisomi L. Health care-seeking practices of caregivers of underfive children with diarrheal diseases in two informal settlements in Nairobi, Kenya. 2010 [Internet]. [Place unknown]: African Population and Health Research Center (APHRC); Publication date unknown [cited 15 Februari 2013]. Available from: http://paa2013.princeton.edu/papers/131311 14. Media, Yulfira. Pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat yang berkaitan dengan penyakit tuberkulosis (TB) paru di puskesmas koto katiak kota padang panjang (sumatera barat).Jurnal Pembangunan Manusia [Internet]. 23 Desember 2011 [cited 15 Februari 2013]: 5(3). Available from: http://balitbangnovda.sumselprov.go.id/data/download/20130104230012.pdf
Hubungan sikap…, Randi Ridha Mulyadi, FK UI, 2014