Perilaku dan Hubungannya dengan Masalah Kesehatan Respirasi pada Masyarakat Lingkungan Kumuh Kelurahan Petamburan Muthia Syarifa Yani, Elisna Syahruddin Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta, 10430, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Masalah kesehatan respirasi selain banyak terjadi di dunia dan Indonesia, angka mortalitasnya pun cukup tinggi. Perilaku dan keadaan sosiokenomi merupakan faktor penting yang berperan dalam kejadian masalah kesehatan respirasi. Tujuan penelitian ini ialah mengetahui hubungan antara berbagai perilaku masyarakat di lingkungan kumuh dengan masalah kesehatan respirasi. Penelitian dilaksanakan sejak Mei 2011 – Januari 2013 di lingkungan kumuh Kelurahan Petamburan, Jakarta Pusat. Penelitian menggunakan desain studi cross sectional, dengan metode sampling consecutive sampling yang melibatkan 107 responden di wilayah RW 03. Pengambilan data pada bulan Januari 2011 ialah dengan metode wawancara berdasarkan kuesioner yang telah divalidasi. Data diolah dengan menggunakan SPSS ver. 11.5 for Windows, dengan menggunakan uji hipotesis x2. Hasil penelitian menunjukkan beberapa perilaku yang diuji dengan x2 menunjukkan hubungan dengan masalah kesehatan respirasi (nilai p<0,05), yaitu perilaku mengelap debu pada perabotan secara teratur dan berolahraga secara teratur. Sementara, perilaku lainnya tidak terdapat hubungan (p≥0,05). Kata Kunci : Perilaku; kesehatan respirasi; lingkungan kumuh.
Behavior and Its Relationship with Respiratory Health Problem of Inhabitants of Slum Area in Petamburan Abstract Respiratory health problem is commonly found worldwide, including Indonesia. Besides, the mortality rate is also high. Behavior and socioeconomic condition play important role in the occurence of respiratory health problem. The goal of this research is to observe the relationship between some behaviors of people in slum dwelling and the occurence of respiratory health problem. This research was held from May 2011- January 2013 in slum area of Petamburan, Central Jakarta. This research used the cross-sectional study design. The sampling method used is consecutive sampling, involving 107 respondents in RW 03. Data is taken on January 2011, by direct interview based on questionnaire that has been validated previously. The data is processed with SPSS ver.11.5 for Windows, using x2 test. The result shows that some behaviors that are tested with x2 hypothetic state are indeed related with respiratory health problem (p<0,05), which are cleaning the dust on furniture and mopping regularly. The other behaviors are not related (p≥0,05). Keywords: Behavior; respiratory health problem; slum area.
Perilaku dan hubungannya..., Muthia Syarifa Yani, FK-UI, 2013
1. Pendahuluan Masalah kesehatan respirasi merupakan masalah yang cukup gawat, karena selain banyak ditemukan, angka mortalitasnya pun cukup tinggi. Berdasarkan data WHO 2008, kematian akibat masalah kesehatan respirasi berada di peringkat keempat.1 Sementara di Indonesia sendiri, masalah kesehatan respirasi menduduki peringkat ketiga. Masalah kesehatan respirasi yang paling banyak ditemui ialah Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA), asma, tuberkulosis paru, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Di DKI Jakarta, ISPA bahkan menyerang 1.664.430 orang, sehingga membuatnya menjadi penyakit terbanyak pertama.2 Sementara penyakit yang lainnya, prevalensinya pun cukup tinggi. Berdasarkan hasil Riskesdas 2010, tuberkulosis paru di DKI Jakarta memiliki period prevalence tertinggi kelima se-Indonesia, yaitu 1.032/100.000 penduduk.3 Asma pun memiliki prevalensi 7,5% pada tahun 2007 di DKI Jakarta.4 Terjadinya masalah kesehatan respirasi ini tidak lepas dari peran berbagai faktor yang mempengaruhinya. Menurut teori Blum, kesehatan seseorang dipengaruhi oleh genetik, lingkungan, layanan kesehatan, dan perilaku.5 Bahkan menurut Susenas 2004, perilaku memegang 30% peranan dalam mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.6 Beberapa perilaku sudah dikenal berhubungan erat dengan masalah kesehatan respirasi, misalnya merokok.7 Pada masyarakat di lingkungan kumuh, perilakunya tentu berbeda dengan masyarakat di daerah yang bersih. Karena itulah, penulis mencoba mencari hubungan antara perilaku pada masyarakat lingkungan kumuh dengan kejadian masalah kesehatan respirasi pada penelitian ini. Perilaku yang sehat diharapkan dapat meningkatkan kesehatan respirasi. 2. Tinjauan Teoritis Masalah kesehatan respirasi ada banyak, namun yang cukup sering ditemukan di antaranya ialah tuberkulosis paru, ISPA, asma, dan PPOK. Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.7 Gejalanya ialah batuk kronik berdahak, demam, berat badan menurun, dan keringat malam. Tuberkulosis paru ini banyak ditemukan pada orang yang hidup di lingkungan padat penduduk, seperti di
Perilaku dan hubungannya..., Muthia Syarifa Yani, FK-UI, 2013
lingkungan kumuh DKI Jakarta. Asma merupakan reaksi inflamasi kronik yang terjadi pada saluran napas, dengan manifestasi berupa obstruksi jalan napas oleh spasme otot polos saluran napas dan produksi mukus yang berlebihan. Karena itulah, asma khas sekali gejalanya, berupa sesak napas dan bunyi mengi saat bernapas.7 Sementara itu, PPOK adalah istilah yang digunakan untuk menyebut dua masalah respirasi yang berbeda, yaitu emfisema dan bronkitis kronik. Emfisema merupakan kelainan anatomi alveoli, di mana alveoli kehilangan elastisitasnya sehingga banyak udara yang terjebak saat ekspirasi. Bronkitis kronik adalah batuk kronik disertai hipersekresi mukus yang berlangsung selama minimal tiga bulan berturut-turut. Keduanya bisa saja terjadi sendiri-sendiri, namun pada kenyataannya seringkali ditemukan bersamaan. Hal ini karena kedua penyakit tersebut memiliki faktor resiko utama yang sama yaitu merokok.7 Kesemua penyakit di atas terjadinya dipengaruhi oleh banyak hal, di antaranya perilaku. Misalnya, merokok sangat berhubungan dengan kejadian PPOK, kebiasaan mengelap debu bisa berhubungan dengan kejadian penyakit asma, tidur bersama dalam satu kamar yang padat berhubungan dengan kejadian penyakit tuberkulosis paru. 3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Populasi target penelitian adalah masyarakat lingkungan kumuh di DKI Jakarta, dengan populasi terjangkaunya ialah masyarakat yang tinggal di lingkungan kumuh Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Pengambilan data sendiri dilakukan pada tanggal 21 Januari 2012 - 26 Januari 2012, dengan sampel 107 keluarga yang terpilih dengan teknik consecutive sampling. Terdapat 10 RW di kelurahan Petamburan. Dari kesepuluh RW tersebut, RW 3 dipilih sebagai fokus sampel penelitian karena kondisi lingkungannya yang memeuhi syarat lingkungan kumuh. RT yang terjangkau untuk penelitian ini adalah RT 01, 03, 04, 06, 07, 08, dan 09. Dari masing-masing RT dipilihlah 10-15 kepala keluarga sebagai sampel penelitian. Sampel yang terpilih harus memenuhi kriteria inklusi yaitu merupakan penduduk tetap, berusia 18 tahun ke atas, bisa membaca dan menulis, dan bersedia mengikuti penelitian sebagai responden dengan menandatangani lembar informed consent. Sementara itu, sampel
Perilaku dan hubungannya..., Muthia Syarifa Yani, FK-UI, 2013
bisa saja tidak memenuhi syarat apabila terdapat kriteria eksklusi yaitu data yang diberikannya tidak lengkap. Pengambilan data sendiri dilakukan dengan metode wawancara berdasarkan kuesioner. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini sudah divalidasi melalui populasi dengan karakteristik yang mirip populasi sampel. Hal-hal yang ditanyakan dalam kuesioner ada 15 pertanyaan yang terbagi dalam tiga kategori: perilaku terkait keadaan udara (pemakaian pengharum ruangan, kipas angin/AC, obat nyamuk, ventilasi, dan membuka jendela), perilaku terkait kebersihan rumah (mengelap debu, membersihkan kipas angin/AC, membersihkan ventilasi, mengepel lantai), dan kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan respirasi (merokok, merokok dalam rumah, tidur dengan kipas angin menyala, tidur tanpa alas, menutup mulut saat bersin, dan berolahraga). Responden cukup menjawab “ya” atau “tidak” untuk masing-masing pertanyaan. Ditanyakan juga adanya riwayat masalah kesehatan respirasi yang terjadi pada responden maupun keluarganya selama setahun terakhir. Hasil yang didapatkan kemudian dianalisis dengan menggunakan program SPSS ver 11.5. Uji hipotesis yang digunakan adalah chi square, apabila data yang didapatkan memenuhi syarat uji chi square. Apabila ternyata tidak memenuhi, digunakan uji Fischer’s Exact. 4. Hasil Responden penelitian ini sejumlah 107 orang, dengan karakteristik seperti yang tersaji dalam Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Responden Variabel Jenis kelamin Usia Pekerjaan
Kategori Laki-laki Perempuan 18 – 25 tahun 25 – 65 tahun > 65 tahun Pelajar Pegawai swasta Wiraswasta Buruh/petani/pekerja rumah tangga Ibu rumah tangga Lain-lain
n 10 97 8 93 6 1 5 19 5
% 9,3 90,7 7,5 86,9 5,6 0,9 4,7 17,8 4,7
75 2
70,1 1,8
Perilaku dan hubungannya..., Muthia Syarifa Yani, FK-UI, 2013
Dari Tabel 1, terlihat bahwa responden sebagian besarnya adalah perempuan, dan kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Dari seluruh 107 responden, 26 responden (24,3%) mengaku pernah mengalami riwayat masalah kesehatan respirasi baik pada dirinya sendiri maupun keluarga. Penyakit respirasi yang dialami adalah asma, tuberkulosis paru, PPOK, dan lainnya, dengan sebaran seperti tersaji dalam Diagram 1.
4% 15%
42%
TB Asma 39%
PPOK Lainnya
Gambar 1. Masalah Kesehatan Respirasi pada Masyarakat Lingkungan Kumuh Kelurahan Petamburan
Dari Diagram 1 di atas, tampak bahwa masalah kesehatan yang paling banyak terjadi ialah
tuberkulosis paru. Perilaku atau kebiasaan responden yang berkaitan dengan keadaan udara yang di sekitar mereka menunjukkan 68,2% responden menggunakan pengharum ruangan, dan 31,8% tidak. Sebagian besar (83,2%) responden menggunakan kipas angin untuk mengusir pengap, sisanya (16,8%) tidak. Lebih banyak responden yang memilih tidak menggunakan obat nyamuk yang mempengaruhi udara, baik bakar/semprot/elektrik (85,0%) daripada yang tidak (15,0%). Dan sebagian besar responden (86,9%) sudah menyediakan ventilasi udara di rumah mereka, hanya 13,1% yang tidak. Sebagian besar (83,2%) responden juga membuka jendela setiap hari, sementara sisanya (16,8%) tidak.
Perilaku dan hubungannya..., Muthia Syarifa Yani, FK-UI, 2013
Sebagian besar responden pun cukup perhatian dengan kebersihan rumah mereka. 83,2% mengelap debu pada perabotan dan 98,1% mengepel lantai rumah secara rutin. Meskipun begitu, lebih sedikit responden (54,2%) yang membersihkan kipas angin/AC di rumah mereka, dan jumlahnya hampir sama dengan yang tidak membersihkan. Kebersihan ventilasi pun tidak begitu diperhatikan, sehingga hanya sekitar setengah (51,9%) yang membersihkan ventilasi udara, dan setengahnya lagi (48,6%) tidak. Sementara itu, ada pula bagian yang menanyakan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan respirasi. Jumlah responden yang merokok hampir sama dengan yang tidak, yakni 52 orang perokok (48,6%) dan 55 lainnya (51,4%) tidak merokok. 19 orang (17,8%) responden merokok dalam rumah, sementara 88 sisanya (82,2%) tidak. Sebagian besar responden (83,2%) tidur dengan kipas angin menyala. Ada lebih banyak responden yang tidur dengan alas (89,7%) daripada yang tidak. Banyak responden yang tidak menutup mulut saat bersin (86,9%). Lebih banyak responden yang jarang berolahraga (81,3%) daripada yang rutin berolahraga (18,7%). Kemudian, masing-masing perilaku ini dianalisis dengan menghubungkannya dengan riwayat masalah kesehatan respirasi pada responden maupun keluarganya.
Tabel 2. Hubungan antara Perilaku yang berkaitan dengan keadaan udara dengan kejadian penyakit respirasi Penyakit Respirasi Variabel
Kategori
Menggunakan pengharum ruangan Menggunakan kipas angin/AC Menggunakan obat nyamuk bakar/ semprot/elektrik Menyediakan ventilasi Membuka jendela setiap hari
Tidak sakit n % 25 73,5
n 9
% 26,5
Tidak
60
82,1
13
17,9
Ya
72
80,8
17
19,2
Tidak
13
72,2
5
27,8
Ya
12
75
4
25
Tidak
73
80,2
18
19,8
Ya Tidak Ya Tidak
72 13 68 17
77,4 92,8 76,4 94,4
21 1 21 1
22,6 7,2 23,6 5,6
Ya
Sakit
Perilaku dan hubungannya..., Muthia Syarifa Yani, FK-UI, 2013
p
Uji hipotesis
0,302
Chi-square
0,522
Fischer’s Exact
0,738
Fischer’s Exact
0,292
Fischer’s Exact
0,113
Fischer’s Exact
Tabel 3. Hubungan antara perilaku yang berkaitan dengan kebersihan rumah dengan kejadian penyakit respirasi Penyakit Respirasi Variabel
Kategori
Mengelap debu pada perabotan
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya
Membersihkan kipas angin/AC Membersihkan ventilasi Mengepel lantai
Tidak
p
Uji hipotesis
% 24,8
0,010
Fischer’s Exact
0 12
0 20,7
0,971
Chi-Square
79,5 76,3
10 13
89,5 23,7
0,418
Chi-square
82,6 79 100
9 22 0
17,4 21 0
1,000
Fischer’s Exact
Tidak sakit n % 67 75,2
Sakit n 22
18 46
100 79,3
39 42 43 83 2
Tabel 4. Hubungan antara Perilaku yang berkaitan dengan kesehatan respirasi dengan kejadian penyakit respirasi Variabel
Ya Tidak Ya
Penyakit Respirasi Tidak sakit Sakit n % n % 39 75 13 25 46 85,1 9 14,9 14 73,6 5 26,4
Tidak Ya
71 71
80,6 79,7
17 18
19,4 20,3
1,000
Fischer’s Exact
Tidak Ya
14 10
77,7 90,9
4 1
22,3 9,1
0,454
Fischer’s Exact
Tidak
75
78,1
21
21,9
Menutup mulut jika bersin
Ya
72
77,4
21
22,6
0,292
Fischer’s Exact
Tidak
13
92,8
1
7,2
Berolahraga
Ya Tidak
12 73
60 83,9
8 14
40 16,1
0,029
Fischer’s Exact
Merokok Merokok dalam rumah Tidur dengan kipas angin/AC menyala Tidur tanpa alas
Kategori
p
Uji hipotesis
0,269
Chi-square
0,535
Fischer’s Exact
Hasil yang didapatkan, hanya perilaku mengelap debu pada perabotan (p=0,021) dan berolahraga (p=0,029) yang berhubungan dengan terjadinya masalah kesehatan respirasi. 5. Pembahasan Dari lima jenis perilaku yang berkaitan dengan keadaan udara, tidak ada yang terbukti memiliki hubungan bermakna dengan terjadinya masalah kesehatan respirasi. Pada perilaku penggunaan pengharum ruangan, misalnya. Menurut beberapa penelitian terdahulu,
Perilaku dan hubungannya..., Muthia Syarifa Yani, FK-UI, 2013
pengharum ruangan mengandung zat kimia volatile organic compound (VOC) yang bisa meningkatkan kejadian asma,8,9 menginduksi proses inflamasi,10 dan menyebabkan obstruksi jalan napas.11 Namun pada masyarakat lingkungan kumuh, hal ini kurang sesuai karena kebanyakan masyarakatnya lebih banyak menghabiskan waktu di luar ruangan sehingga waktu pajanan terhadap pengharum ruangan (apabila ada) pun menjadi kurang signifikan untuk bisa menimbulkan masalah kesehatan respirasi. WHO menganjurkan penggunaan exhaust fan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA.12 Namun ternyata tidak didapatkan hubungan bermakna pada penelitian ini antara penggunaan kipas angin dengan terjadinya masalah kesehatan respirasi. Hal ini disebabkan karena masyarakat menggunakan kipas angin ruangan biasa, bukan exhaust fan seperti yang dianjurkan WHO. Berdasarkan penelitian Rakhmanda (2012)13 dan Handajani (1996)14, penggunaan obat nyamuk bakar diketahui bisa menimbulkan asma13 dan ISPA pada balita14. Pada penelitian ini, tidak didapatkan hubungan bermakna antara kejadian masalah kesehatan respirasi dengan penggunaan obat nyamuk bakar/semprot/elektrik. Kemungkinan hal ini karena pada balita, respon imunnya memang belum sepenuhnya berkembang sehingga lebih rentan terhadap penyakit respirasi daripada orang dewasa yang sebagian besar merupakan responden penelitian ini. Menurut Permenkes 2011 tentang Program Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah, sebaiknya rumah dilengkapi ventilasi seluas 10% dari luas lantai (minimal) untuk mengurangi kadar zat toksik dalam udara yang bisa berpengaruh terhadap kesehatan respirasi.15 Namun pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan bermakna antara perilaku pengadaan ventilasi dengan terjadinya masalah kesehatan respirasi. Hal ini bisa disebabkan karena banyaknya faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan respirasi yang tidak diteliti lebih lanjut. Menurut WHO, faktor tersebut bisa berupa merokok, polutan di dalam dan luar rumah, serta alergen.16 Perilaku membuka jendela menurut Notoatmodjo (2003) ditujukan untuk mencari kesegaran dan memenuhi syarat rumah sehat.15,17,18 Namun tidak ada hubungan bermakna antara membuka jendela dengan terjadinya masalah kesehatan respirasi pada penlitian ini, yang
Perilaku dan hubungannya..., Muthia Syarifa Yani, FK-UI, 2013
sejalan dengan penelitian Safitri dan Keman (2007) yang juga tidak menemukan hubungan bermakna antara perilaku membuka jendela dengan kejadian ISPA pada balita.18 Hal ini disebabkan kemungkinan karena banyak faktor lain penyebab ISPA dan masalah kesehatan lainnya yang tidak diteliti lebih lanjut. Sementara itu, dari empat perilaku yang berkaitan dengan kebersihan rumah, hanya perilaku mengelap debu pada perabotan yang ditemukan memiliki hubungan bermakna dengan terjadinya masalah kesehatan respirasi. Menurut Vojta (2001), debu yang terakumulasi pada karpet dan perabotan rumah tangga bisa memicu terjadinya asma pada anak.19 Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian tersebut. Kipas angin/AC bertujuan mengalirkan udara sejuk ke dalam ruangan dengan cara menyerap udara dan menggantinya dengan udara dari bagian ruangan yang lain.20 Ventilasi berguna sebagai jalan keluar masuk udara.15 Karena itulah, setelah beberapa saat, kipas angin/AC dan ventilasi akan kotor karena terus menyedot udara. Kipas angin/AC yang kotor apabila digunakan malah bisa menyebarkan debu dan mikroorganisme ke penjuru ruangan,19 begitu juga ventilasi yang tidak dibersihkan. Hal ini bisa berpengaruh terhadap masalah kesehatan repsirasi. Namun pada penelitian ini, tidak didapatkan hubungan bermakna antara perilaku membersihkan kipas angin/AC dengan terjadinya masalah kesehatan respirasi. Hal ini mungkin dikarenakan cara pembersihan yang masih belum benar. Debu yang terakumulasi di lantai juga bisa tersebar ke penjuru ruangan dan menyebabkan masalah kesehatan respirasi.15 Anak terutama rentan terhadap debu di lantai ini, karena sering bermain di lantai. Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan bermakna antara perilaku mengepel lantai dengan terjadinya masalah kesehatan respirasi. Hal ini karena penelitian ini tidak spesifik untuk anak, yang tentu saja berbeda dengan orang dewasa, sementara responden penelitian ini kebanyakan adalah orang dewasa. Sementara itu, pada kelompok perilaku yang berkaitan dengan kesehatan respirasi, hanya perilaku olahraga yang ditemukan berhubungan bermakna dengan terjadinya masalah kesehatan respirasi. Giam (1996) berpendapat bahwa berolahraga sangat berpengaruh terhadap sistem pernapasan. Latihan fisik yang teratur bisa meningkatkan aliran udara ke paru dan meningkatkan fungsi kerja paru.21
Perilaku dan hubungannya..., Muthia Syarifa Yani, FK-UI, 2013
Perilaku merokok, termasuk juga merokok dalam rumah, sebenarnya diketahui secara umum sangat berkaitan dengan masalah kesehatan respirasi.22 Namun pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan bermakna. Hal ini kemungkinan dikarenakan responden yang kebanyakan perempuan, sementara kebanyakan perokok di rumah tangga lingkungan kumuh adalah laki-laki. Korea Consumer Protection Board (KPCB) pernah menerbitkan publikasi yang melarang menyalakan kipas angin sepanjang malam ketika sedang tidur, karena bisa menyebabkan asfiksia dan hipotermia.23 Di Indonesia pun terdapat kepercayaan seperti ini. Namun hal ini belum terbukti. Pada penelitian ini pun tidak didapatkan hubungan bermakna antara perilaku menyalakan kipas angin saat tidur dengan masalah kesehatan respirasi. Tidur tanpa alas juga bisa menyebabkan masalah kesehatan respirasi, apabila lantai tempat tidur kotor dan banyak debu yang bisa terhirup.15 Namun pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan bermaknanya, kemungkinan karena perilaku membersihkan lantai alas tidur sebelum tidur yang bisa mengurangi kadar debu. Hal ini tidak diteliti secara mendalam pada penelitian ini. Beberapa kuman penyebab penyakit respirasi, misalnya bakteri Mycobacterium tuberculosis atau virus influenza bisa menyebar melalui udara yang dibatukkan dari penderita.7 Karena itulah mengapa WHO menghimbau kepada orang yang memiliki masalah kesehatan respirasi agar menutup mulut jika bersin, untuk mengurangi penyebaran penyakitnya.24 Namun pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan bermakna antara perilaku menutup mulut saat bersin dengan terjadinya masalah kesehatan respirasi. Hal ini mungkin karena cara menutup mulut yang belum benar, misalnya masih menggunakan tangan, bukannya bagian dalam lengan. Tangan yang dipakai menutupi bersin tadi bisa saja malah menyebarkan kumannya melalui benda-benda yang dipegangnya. 6. Kesimpulan Didapatkan bahwa prevalensi masalah kesehatan respirasi pada masyarakat lingkungan kumuh Petamburan yaitu 5,2%. Sedangkan, masalah kesehatan respirasi yang paling banyak ditemukan adalah tuberkulosis paru (42% dari semua masalah kesehatan respirasi).
Perilaku dan hubungannya..., Muthia Syarifa Yani, FK-UI, 2013
Pada umumnya, masyarakat lingkungan kumuh Petamburan sudah menunjukkan perilaku yang bisa meningkatkan kualitas udara rumah dan kebersihan rumah. Namun masih banyak (48,6%) responden dan keluarganya yang merokok, dan 36,5% responden merokok dalam rumah. Perilaku mengelap debu pada perabotan dan berolahraga ditemukan memiliki hubungan bermakna dengan terjadinya masalah kesehatan respirasi pada masyarakat lingkungan kumuh Petamburan. 7. Saran Masih tingginya angka kejadian masalah kesehatan respirasi, terutama tuberkulosis paru, perlu menjadi perhatian bersama antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat itu sendiri. Pemerintah, dalam hal ini, Dinas Kesehatan DKI Jakarta melalui Puskesmas setempat bisa berupaya meningkatkan pengetahuan masyarakat akan masalah kesehatan respirasi, khususnya tuberkulosis paru, yang kejadiannya banyak dan sangat mudah menular. Upaya pencerdasan yang dilakukan bisa berupa kampanye kesehatan melalui poster, kegiatan sosial, dan semacamnya. Diharapkan dengan upaya ini bisa meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai tuberkulosis paru, bagaimana pencegahannya dan pengobatannya. Diharapkan juga hal ini akan merubah sikap masyarakat sehingga tidak lagi meremehkan masalah kesehatan respirasi. Tenaga kesehatan sendiri bisa berperan dengan mendiagnosis tuberkulosis paru dan masalah kesehatan respirasi lainnya sedini mungkin. Pasien tuberkulosis terutama harus rajin difollow up dan diedukasi oleh petugas kesehatan agar pengobatannya tuntas dan tuberkulosis paru bisa teredukasi. Perlu lebih banyak penelitian epidemiologi yang membahas mengenai hubungan perilaku dengan masalah kesehatan respirasi secara lebih spesifik, sehingga berbagai faktor resikonya bisa terdeteksi. 8. Kepustakaan 1. World Health Organization. Causes of death 2008 summary tables. Diunduh dari: http://www.who.int/gho/mortality_burden_disease/global_burden_disease_DTH6_2008.x ls. Diakses pada: 2 November 2008
Perilaku dan hubungannya..., Muthia Syarifa Yani, FK-UI, 2013
2. Sistem Pelayanan dan Pencatatan Terpadu Puskesmas (SP2PT) DKI Jakarta. Dinas Kesehatan
Pemerintah
Provinsi
DKI
Jakarta.
Tersedia
dari:
URL:
http://111.67.77.202/dinkesdki/index.php?limitstart=10. Diakses pada: 5 November 2008 3. Departemen Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia Tahun 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010 4. Oemiati R, Sihombing M, Qomariah. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit asma di Indonesia. Media Litbang Kesehatan. 2010; XX(1): 41-49 5. Nursalam, Effendi F. Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2008 6. Aditama TY, Surya A, Bantoro W, Basri C, Rahayu D, Diantika, et al. Pedoman Penanggulangan TB di Tempat Kerja. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2008 7. Robbins, Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran’s Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders; 2007 8. Rumchev K, Spitchett J, Mulsara B, Phillips M, Stick S. Association of domestic exposure to volatile organic compounds with asthma in young children. Thorax. 2004; 59; 746-751 9. Ware J. Respiratory and irritant health effects of ambient volatile organic compounds. Am J Epidemiol. 1993;137:1287–301 10. Koren H, Graham D, Devlin R. Exposure of humans to volatile organic mixture. III. Inflammatory response. Arch Environ Health. 1992;47:39–44 11. Harving H, Dahl R, Molhave L. Lung function and bronchial reactivity during exposure to volatile organic compounds. Am Rev Respir Dis. 1991;143:751–4 12. World Health Organization. Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi di fasilitas pelayanan kesehatan. Jenewa: World Health Organization; 2007
Perilaku dan hubungannya..., Muthia Syarifa Yani, FK-UI, 2013
13. Rakhmanda FW. Hubungan penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian ispa pada balita di perumahan lawu indah ngawi. Surakarta; Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret: 2012 14. Handajani YS. Hubungan kualitas udara dalam rumah dengan gangguan saluran pernapasan pada anak balita di pemukiman kumuh kelurahan kalianyar jakarta barat. Jakarta; Universitas Indonesia: 1996 15. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 1077/menkes/per/V/2011 tentang pedoman penyehatan udara dalam ruang rumah. Jakarta; 2011 16. World Health Organization. Risk factors for chronic respiratory diseases. 17. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010 18. Safitri AD, Keman S. Hubungan tingkat kesehtaatan rumah dengan kejadian ispa pada anak balita di desa labuhan kecamatan labuhan badas kabupaten sumbawa. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2007; 3(2): 139-150 19. Kurniawati AD. Analisis hubungan kondisi lingkungan rumah dan perilu keluarga dengan kejadian serangan asma anak di kota semarang 2005. Semarang; Universitas Diponegoro: 2006 20. Purnomo H, Rizal. Pengaruh kelembaban, temperatur udara, dan beban kerja terhadap kondisi faal tubuh manusia. Logika. 2000; 4(5): 35-47 21. Barokah L. Hubungan antara karakteristik individu, riwayat pekerjaan, perilaku merokok dan olahraga terhadap gangguan fungsi paru pada karyawan bagian printing dan laminasi PT ICBP sukses makmur tbk Cikupa-tangerang bulan februari 2012. Jakarta; Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta: 2012 22. Amu FA. Hubungan merokok dan penyakit tuberkulosis paru. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. 2008; 5: 1-8
Perilaku dan hubungannya..., Muthia Syarifa Yani, FK-UI, 2013
23. Korea Consumer Protection Board. Beware of summer hazards! 2005. Tersedia dari: URL:
http://english.cpb.or.kr/user/bbs/code02_detail.php?av_jbno=2006071800002.
Diakses pada: 28 November 2012 24. World Health Organization. Penerapan kewaspadaan standar di fasilitas pelayanan kesehatan. Jenewa; WHO: 2008
Perilaku dan hubungannya..., Muthia Syarifa Yani, FK-UI, 2013