Trikonomika
Volume 9, No. 1, Juni 2010, Hal. 21–28 ISSN 1411-514X
Hubungan Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Heri Hermawan Fakultas Ekonomi, Universitas Pasundan, Bandung Jl. Tamansari No. 6 – 8 Bandung 40116 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT One of the successful economic development indicators indicated by its economic growth which was than followed by the change in its economic structure. Structural change of the economy where the role of agriculture will be shifted to industry will be indicated by the shift of the national income as well as the shift in the labors employed. However, for such a case in Indonesia, most of the labors employed are still in agriculture. For those reasons, economic development in this country should be more emphasized upon agriculture, supported by the growth of its processing industries. Based on those condition, this research questions that would be explored were: what was the effect of the growth in agricultural processing industries, number of labor, education, investment, as well as its export and import upon the growth of agricultural sectors. The simultaneous model was used to analyze research question identified. The results of this study indicated that the growth of agricultural sector were significantly affected by the growth of investment in this sector, the growth of average education level of the labors, opportunities of export market for agricultural products, and the growth of agricultural processing industries through the growth of its labors employed and their level of education as well. Keywords: the growth of agricultural sectors, structural change. Salah satu model teoritis tentang pembangunan yang memusatkan perhatiannya pada transformasi struktural, dengan memperhatikan kelebihan pena waran tenaga kerja di negara-negara berkembang selama akhir dekade 1960-an dan dekade 1970-an dirumuskan oleh W. Arthur Lewis. W. Arthur Lewis, merumuskan awal teorinya dengan pernyataan bahwa teori Klasik mengenai penawaran buruh yang benar-benar elastis dengan upah subsisten benar-benar terjadi di sejumlah negara terbelakang. Ekonomi seperti itu terjadi pada negara yang berpenduduk padat dibandingkan dengan sumber alam dan sumber modal sehingga produktivitas marginal buruhnya tidak berarti, atau bahkan negatif.
PENDAHULUAN
Dalam proses pembangunan, salah satu indikator keberhasilan pembangunan negara sedang berkembang akan ditunjukkan oleh terjadinya pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan terjadinya perubahan struktur ekonomi. Dalam perkembangannya pembangunan ekonomi pada tahap awal sering diukur berdasarkan tingkat kemajuan struktur produksi dan penyerapan sumber daya yang diupayakan secara terencana. Dalam proses tersebut peranan sektor pertanian akan menurun untuk memberi kesempatan bagi tampilnya sektor-sektor manufaktur dan jasajasa yang dikembangkan (Todaro, 2000).
21
Dalam konteks pembangunan, transformasi terjadi jika peran atau kontribusi sektor pertanian terus menurun, yang diimbangi oleh kenaikan pangsa relatif sektor industri dan jasa karena proses transfer tenaga kerja dari sektor yang memiliki produktivitas rendah (pertanian) ke sektor yang produktivitasnya tinggi (industri) (Todaro, 2000). Sehubungan dengan perubahan struktur tersebut, dinamika pembangunan di Indonesia yang ditandai oleh meningkatnya pendapatan dan pertumbuhan ekonomi, tidak terlepas dari kerangka konsep transformasi struktur ekonomi (Djojohadikusumo, 1994). Namun, dinamika penurunan peran sektor pertanian di Indonesia cenderung kurang diimbangi oleh berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian sebagai akibat daya serap tenaga kerja di luar sektor pertanian yang rendah. Kondisi tersebut menunjukkan adanya transformasi semu karena perubahan tersebut tidak diikuti oleh mobilitas penduduk antar sektor yang seimbang (Anderson dan Pangestu, 1995). Transformasi semu berdampak kurang mengun tungkan, baik bagi ekonomi maupun non ekonomi, terutama karena lambannya kenaikan produktivitas rata-rata pekerja sektor pertanian dan berbagai persoalan lain seperti kesenjangan pendapatan, kesempatan kerja, kemiskinan, kesenjangan produk tivitas antara sektor pertanian dengan industri dan jasa, serta ketimpangan wilayah pedesaan dan perkotaan (Johnson dan Mellor, 1995). Penurunan kontribusi sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi tidak bisa diabaikan, terutama perannya terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja (Anderson, 1987; Anderson dan Pangestu 1995; Johnston 1991; Mellor 1989). Fakta empiris menunjukkan semakin pentingnya peran sektor pertanian karena sifatnya yang dinamis dan memiliki keterkaitan yang luas (Lewis 1959; Hirschman 1958; Fei dan Ranis 1969; Johnston dan Mellor 1995). Peran pertanian menjadi dasar bagi proses terjadinya transformasi struktural. Pertanian juga mempunyai efek penting terhadap pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi (Lewis, 2000; Ruttan dan Hayami, 1970), sebagai komoditas ekspor dan sumber devisa, sumber kesempatan kerja, dan keamanan pangan (Hayami, 1987; Alexanratos, 2005). Penyimpangan pola transformasi struktural tidak terlepas dari kerangka pemahaman teoritis. Dalam pandangan struktural, pembangunan adalah proses peralihan (transisi) dari tingkat ekonomi tradisional
22
Trikonomika
Vol. 9, No. 1, Juni 2010
menuju ekonomi maju. Dalam transisi ekonomi tersebut, terciptanya perubahan (transformasi) dari kegiatan ekonomi primer (pertanian, pertambangan) menuju sektor sekunder (industri) dan sektor tersier (jasa) (Lewis, 1959; Kuznets, 1996; Chenery dan Syrquin, 1975; Djojohadikusumo, 1999). Pendekatan ini telah mengilhami sebagian besar negara berkembang, termasuk Indonesia untuk melakukan proses transformasi melalui strategi industrialisasi, tanpa melihat kondisi dan kemampuan dasar khususnya sektor pertanian. Akibatnya, sebagian besar mengalami kegagalan karena transformasi yang semu dimana dalam proses pembangunan yang terjadi menyebabkan sektor pertanian semakin terpinggirkan. Selama rentang waktu 20 tahun, terjadi penurunan peran sektor pertanian sebesar 16,29%, menurun dari 33,58% pada Tahun 1980 menjadi 17,29% pada Tahun 2000. Walaupun pangsanya menurun, namun secara absolut jumlah penyerapan tenaga kerja sektor pertanian masih tetap tinggi yaitu sebesar 43,21%. Akibatnya indeks produktivitas menurun. Simatupang dan Sytafa’at (2000) mengatakan fenomena tersebut sebagai sindroma pertumbuhan tanpa transformasi struktural (growth without structural transformation). Pertumbuhan ekonomi yang demikian pesat telah mengubah komposisi PDB secara drastis yaitu dari dominan pertanian menjadi dominan industri, sedangkan komposisi tenaga kerja tetap didominasi sektor pertanian. Titik balik transformasi struktural (structural transformation turning point) tidak pernah terjadi. Indikasi keberhasilan perubahan struktur tersebut akan sangat ditentukan oleh adanya keterkaitan pertumbuhan antara sektor pertanian dan sektor industri serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan pada hal tersebut identifikasi masalah yang dirumuskan meliputi (a) apakah pengaruh pertumbuhan industri pengolahan, tenaga kerja, investasi, pendidikan, ekspor dan impor berpengaruh terhadap pertumbuhan sektor pertanian, dan (b) apakah pertumbuhan sektor pertanian, tenaga kerja, investasi, pendidikan, ekspor dan impor berpengaruh terhadap pertumbuhan industri pengolahan.
METODE Metode ini bertujuan untuk menguji hipotesis tentang adanya hubungan sebab akibat antara
Heri Hermawan
berbagai variabel yang diteliti berdasarkan data- gYp = β1·0 + β1·1 · gYi + β1·2 · gTKp + β1·3 · gIp + data yang diperoleh guna mendapatkan makna dan β1·4 · gPDKp + β1·5 · gXi + gMi + μ1 .......... (1) implikasi permasalahan yang ingin dipecahkan secara sistematis, aktual dan akurat. Pengujian hipotesis Model 2 dilakukan untuk memperkuat penerimaan terhadap gyi = f(gyp, gTKi, gIi, gPDKi, gXi, gMBB, gMBM) teori yang digunakan dan menjadi landasan berpikir dgyi = df(gyp, gTKi, gIi, gPDKi, gXi, gMBB, gMBM) dalam pemecahan masalah penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dgYi dgTK i dgP ¶f dgYp ¶f ¶f dgI i ¶f = × + × + × + × data sekunder yang berasal dari Bank Indonesia gYi ¶gYp gYi ¶gTK p gYi ¶gI i gYi ¶ggPDK i g (BI), Bank Pembangunan Asia (Asean Development dgYp (world dgYi Bank dgTKBadan dgPDK i Bank; ADB), ¶f Dunia ¶f bank), ¶f dgI i ¶f ¶f dgX i ¶f dgMBB i = × + × + × + × + × + × + Pusat Statistik dan sumber-sumber gYi (BPS), ¶gYBappenas gYi ¶ gTK gYi ¶gI i gYi ¶ggPDK i gYi ¶gX i gYi ¶gMBB gYi ¶g p p lainnya. Adapun data yang digunakan adalah data dgYp dgTK i dgPDK i ¶f ¶f dgI i ¶f ¶f dgX i ¶f dgMBB ¶f dgMBM + dari ×tahun 1983-2005. + × + × + × + × + × untuk menguji ke gYi ¶gTK p Model gYi yang ¶gI i digunakan gYi ¶ggPDK gYi ¶gX i gYi ¶gMBB gYi ¶gMBM gYi i terkaitan antara sektor pertanian dan sektor industri pengolahan adalah model regresi persamaan simultan gYi = β2·0 + β2·1 · gYp + β2·2 · gTKi + β2·3 · gIi + (simultaneous equation model). Model ini merupakan β2·4 · gPDKi + β2·5 · gXi + β2·6 · gMBB + pengembangan dari model regresi. Dalam model β2·7 · gMBM = μ2 ...................................... (2) persamaan simultan antara variabel bebas dan variabel tak bebas saling pengaruh mempengaruhi Keterangan: (Intriligator, et al., 1996 : 318). Untuk menghindari P : sektor pertanian kekeliruan dan ketidakkonsistenan hasil regresi i : industri pengolahan maka dilakukan tahap-tahap pengujian sesuai dengan Y : PDB persyaratan penggunaan persamaan simultan. Ada I : investasi beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam TK : tenaga kerja persamaan simultan yaitu; (i) membuat persamaan DPK : Tingkat pendidikan tenaga kerja struktural yang merupakan persamaan perilaku yang X : Ekspor ingin dianalisis dan dibangun berdasarkan suatu teori M : Impor tertentu, (ii) melakukan uji identifikasi yakni uji BB : Bahan baku dan Penolong order condition dan rank condition, (iii) menyusun BM : Barang Modal persamaan reduced-form, suatu persamaan dimana variabel endogenous merupakan fungsi dari variabel Kondisi Order (Order Condition) exogenous yang ada pada sistem persamaan. Identifikasi Model 1 Model yang dikembangkan dalam persamaan K = 11 (yaitu : gTKp, gIp, gPDKp,gXp, gMp, gTKi, dalam penelitian ini meliputi dua model persamaan gIi, gPDKi, gXi, gMBB, gMBM) struktural (Model 1 dan 2), k = 6 (yaitu : gTKp, gIp, gPDKp, gXp, gMp) m = 2 (yaitu : gYp, gYi) Model 1 gYp = f(gYi, gTKp, gIp, gPDKp, gXp, gMp) Ternyata, dgYp = df(gYi, gTKp, gIp, gPDKp, gXp, gMp) 11 − 5 > 2 – 1 dgYp dgTK dgI dgM p ¶f dgYi ¶f ¶f ¶f6 > 1dgPDK p ¶f dgX p ¶f p p = × + × + × + × + × + × K–k>m identified, gYp ¶gYi gYp ¶gTK p gYp ¶gI p gYp ¶ggPDK gY–p 1, the¶equation gX p gYisp over¶gM gYuse p p p TSLS (two stage least square). dgTK p dgPDK p dgM p ¶f ¶f dgI p ¶f ¶f dgX p ¶f + × + × + × + × + × ¶gTK p gYp ¶gI p gYp ¶ggPDK p gYp ¶gX p gYp Dengan ¶gM p demikian, gYp karena Model 1 overidentified, maka untuk mencari parameter dalam Model 1 dapat dgPDK dgX dgM ¶f ¶f ¶f p p p × + × + × dilakukan dengan metode Two Stage Least Square gPDK p gYp ¶gX p gYp ¶gM p gYp (TSLS).
Hubungan Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
23
Identifikasi Model 2 K = 11 (yaitu : gTKp, gIp, gPDKp,gXp, gMp, gTKi, gIi, gPDKi, gXi, gMBB, gMBM) k = 6 (yaitu : gTKi, gIi, gPDKi, gXi, gMBB, gMBM) m = 2 (yaitu : gYp, gYi)
(1 - β1δ1)gYp = β0 + β1δ0 + β1δ2 gTKi + β1δ3 gIi +
Ternyata, 11 - 6 > 2 – 1 5 >1 K – k > m – 1, the equation is over identified, use TSLS (Two Stage Least Square).
p1.0. =
b0 ........................................... (11) (1 - b1d1 ) gYp
p1.1. =
b1`d2 gTK i ................................... (12) (1 - b1d1 ) gYp
p1.2. =
b1d3 gI i ....................................... (13) (1 - b1d1 ) gYp
p1.3. =
b1d4 gPDK i ................................ (14) (1 - b1d1 ) gYp
p1.4. =
b1d5 gX i ...................................... (15) (1 - b1d1 ) gYp
p1.5. =
b1d6 gMBB ................................. (16) (1 - b1d1 ) gYp
p1.6. =
b1d7 gMBM ................................ (17) (1 - b1d1 ) gYp
p1.7. =
b2 gTK p ................................... (18) (1 - b1d1 ) gYp
p1.8. =
b3 gI p ...................................... (19) (1 - b1d1 ) gYp
p1.9. =
b4 gPDK p ................................ (20) (1 - b1d1 ) gYp
Dengan demikian, karena Model 2 overidentified, maka untuk mencari parameter dalam Model 2 dapat dilakukan dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Dengan terdapatnya masalah simultan dari kedua model tersebut dan identifikasi order & rank condition yang over identified maka recuded form yang akan dicari parameternya dengan pendekatan TSLS (Two Stage Least Square), meliputi;
β1δ4PDKi + β1δ5 gXi + β1δ6 gMBB + β1δ7 gMBM - β1 μi + β2gTKp + β3gIp + β4gPDKp + β5 gXp + β6 gMp + μp .(10)
gyp = f(gYi, gTKp, gIp, gPDKp, gXp, gMp) ............... (3) gYp = β0 + β1gYi + β2gTKp + β3gIp + β4 gPDKp + β5gXp + gMp + μp .......................................... (4) gyi = f(gyp, gTKi, gIi, gPDKi, gXi, gMBB, gMBM)..(5) gYi = δ0 + δ1gYp + δ2gTKp + δ3gIi + δ4gPDKi + δ5gXi + δ6gMBB + δ7gMBM + μi ................ (6) gYp = β0 + β1(δ0 + δ1gYp + δ2gTKi + δ3gIi + δ4gPDKi + δ5gXi + δ6gMBB + δ7gMBM =+ μi) + β2gTKp + β3gIp + β4gPDKp + β5 gXp + β6 gMp + μp ...... (7) gYp = β0 + β1δ0 + β1δ1gYp + β1δ2gTKi + β1δ3gIi +
p1.10. =
b5 gX p .................................... (21) (1 - b1d1 ) gYp
p1.11. =
b6 gM p ................................... (22) (1 - b1d1 ) gYp
p2.0. =
b1d0 ............................................ (23) (1 - b1d1 ) gYp
β1δ4 gPDKi + β1δ5gXi + β1δ6gMBB + β1δ7gMBM + β1μi + β2gTKp + β3gIp + β4gPDKp + β5gxp + β6gMp + μp ...........,..... (8) gYp - β1δ1 gYp = β0 + β1δ0 + β1δ2 gTKi + β1δ3 gIi +
v1 =
β1δ4PDKi + β1δ5 gXi + β1δ6 gMBB + β1δ7 gMBM - β1 μi + β2gTKp + β3gIp + β4gPDKp + β5 gXp + β6 gMp + μp .. (9)
24
Trikonomika
Vol. 9, No. 1, Juni 2010
v2 =
mp (1 - b1d1 ) gYp
............................................... (24)
b1mi ............................................... (25) (1 - b1d1 ) gYp
Heri Hermawan
Tabel 1. Pengujian Hausman Model 1 gYp = p1.0 + p1.1 gTK i + p1.2 gI i + p1.3 gPDK i + p1.4 gX i + p1.5 gMBB + p1.6 gMBM + p1.7 gTK p + p1.8 gI p + p1.9 gPDK p + p1.10 gX R-squared
0.995852
F-statistic
686.0196
gI i + p1.3 gPDK i + p1.4 gX i + p1.5 gMBB + p1.6 gMBM + p1.7 gTK p + p1.8 gI + v1 Adjusted p + p1.9 gPDK p + p1Prob(F-statistic) .10 gX p + p1.11 gM p0.000000 0.994401 R-squared
BB + p1.6 gMBM + p1.7 gTK p + p1.8 gI p + p1.9 gPDK p + p1.10 gX p + p1.11 gM p + v1 Dengan kriteria ; Prob (u) ≥ α → H0 tidak ditolak dan Prob (u) < α → H0 ditolak, maka hasil pengujian PDK p + p1.10 gX p + p1.11 gM p + v1 .......................................... (26) menunjukkan 0,04 < 0,05 → H0 ditolak, sehingga pada signifikansi 5%,+dipastikan terdapat gYi = p2.0 + p2.1 gTK i + p2.2 gI i + p2.3 gPDK i + p2.4 gX i + tingkat p2.5 gMBB + p2.6 gMBM p2.7 gTK p + p2.8 gI p masalah + p2.9 gPDK p + p2.10 gX simultan pada Model 1. terdapatnya masalah simultan pada gI i + p2.3 gPDK i + p2.4 gX i + p2.5 gMBB + p2.6 gMBM + p2.7 gTK p + p2.8 gI pDengan + p2.9 gPDK p + p2.10 gX p + p2.11 gM p + v2 model 1, langkah selanjutnya dilakukan uji Hausman BB + p2.6 gMBM + p2.7 gTK p + p2.8 gI p + p2.9 gPDK p + p2.10 gX p + p2.11Specification gM p + v2 Test untuk model 2 (persamaan 2). Dengan asumsi bahwa gYp = f (gYi, gTKp, gIp,gPDKp, DK p + p2.10 gX p + p2.11 gM p + v2 .......................................... (27) gX , gM ) maka dilakukan uji Hausman Specification p p Test untuk Model 2, denga model pengujian gYi = 0 + .gYpFIT + u1. Hasil pengujian dengan menggunakan 1 HASIL metode Ordinary Least Square (OLS) diperoleh hasil regresi terhadap model persamaan tersebut sebagai Untuk memperkuat bahwa kedua model yang berikut (Tabel 2.). dibentuk menunjukkan adanya keterkaitan atau masalah Tabel 2. Pengujian Hausman Model 2 simultan, dengan kata lain bahwa keterkaitan antara 0.997483 F-statistic 693.4284 R-squared sektor pertanian dan industri pengolahan terjadi, maka Adjusted 0.996044 Prob(F-statistic) 0.000000 dilakukan uji Hausman. R-squared Dari model simultan pertama (persamaan 1), Dengan kriteria ; Prob (u) ≥ α → H0 tidak ditolak Dengan asumsi bahwa gYi = f (gYp, gTKi, gPDKi,gXi, gMi) maka uji Hausman (Specification Test) untuk dan Prob (u) < α → H0 ditolak, maka hasil pengujian Model 1 dengan model pengujian gYp = 0 + 1.gYiFIT menunjukkan 0,0004 < 0,05 → H0 ditolak, sehingga + u1. Diperoleh hasil pengujian dengan menggunakan pada tingkat signifikansi 5%, dipastikan terdapat metode Ordinary Least Square (OLS) terhadap model masalah simultan pada Model 2. persamaan tersebut sebagai berikut (Tabel 1.). Tabel 3. Uji Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Sektor Pertanian Menggunakan Metode TSLS Dengan Instrument List : gTKp, gIp, gPDKp,gXp, gMp, gTKi, gIi, gPDKi, gXi, gMBB, gMBM Variable C gYi
Coefficient
t-Statistic
Prob.
8,920472
Std. Error 0,847347
10,52753
0,0000
0,134295
0,051296
2,618039
0,0186
-0,062160
0,084781
0,084781
0,4741
gIP
0,019427
0,009383
2,070373
0,0550
gPDKP
0,446087
0,149740
2,979081
0,0089
gXP
0,059969
0,024897
2,408715
0,0284
gMP
-0,012793
0,028538
-0,448293
0,6600
gTKP
R-squared
0,994362
Mean dependent var
10,96637
Adjusted R-squared
0,992247
S.D. dependent var
0,168804
S.E. of regression
0,014863
Sum squared resid
0,003535
F-statistic
469,9501
Durbin-Watson stat
1,790436
Prob(F-statistic)
0,000000
Hubungan Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
25
Tabel 4. Uji Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri Pengolahan Menggunakan Metode TSLS Dengan Instrument List : gTKp, gIp, gPDKp,gXp, gMp, gTKi, gIi, gPDKi, gXi, gMBB, gMBM Variable
t-Statistic
Prob.
-7,738161
5,011884
-1,543963
0,1434
gYp
1,084925
0,608895
1,781792
0,0950
gTKi
0,651636
0,177635
3,668393
0,0023
-0,002439
0,028927
-0,084300
0,9339
gPDKi
0,650731
0,329748
1,973420
0,0672
gXi
0,077451
0,063445
1,220755
0,2410
gMBB
-0,056740
0,059521
-0,953282
0,3556
gMBM
-0,027687
0,053392
-0,518550
0,6116
C
gIi
Coefficient
Std. Error
R-squared
0,993465
Mean dependent var
11,16882
Adjusted R-squared
0,990416
S.D. dependent var
0,466753
S.E. of regression
0,045694
Sum squared resid
0,031320
F-statistic
325,2418
Durbin-Watson stat
1,012370
Prob(F-statistic)
0,000000
Hasil pengujian terhadap model kedua menunjuk kan bahwa pertumbuhan industri pengolahan di pengaruhi oleh pertumbuhan sektor pertanian, tenaga kerja, dan pendidikan.
PEMBAHASAN Dengan adanya masalah simultan dari kedua model yang digunakan menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan pertanian sangat terkait dengan ke berhasilan di sektor industri pengolahan, begitupun sebaliknya. Untuk itu maka keberhasilan dari perubahan struktur yang terjadi dapat didekati dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor pertanian dan industri pengolahan. Hasil pengujian terhadap model pertama me nunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pertanian di pengaruhi oleh pertumbuhan industri pengolahan, investasi, pendidikan, dan ekspor. Dilihat dari hubungan nya, pertumbuhan industri pengolahan, investasi, pendidikan, dan ekspor berpengaruh positif terhadap peningkatan pertumbuhan sektor pertanian. Untuk variabel tenaga kerja, hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dari jumlah tenaga kerja yang bekerja disektor pertanian tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan sektor pertanian. Hal tersebut terjadi sebagai akibat bahwa jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian relatif sudah berlebihan. gYp = 8,92 + 0,13 gYi − 0,06 . gTKp + 0,02 gIp + 0,45 gPDKp+ 0,06 gXp − 0,01 . gMp................. ...(28)
26
Trikonomika
Vol. 9, No. 1, Juni 2010
Relatif tingginya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian tidak dapat dilepaskan dari adanya fase gejolak eksternal yang terjadi pada periode 19831986. Dimana setelah mengenyam pertumbuhan yang meyakinkan pada tahun-tahun sebelumnya, Indonesia dihadapkan pada pertumbuhan ekonomi yang merosot drastis menjadi hanya 4,88% per tahun. Kondisi tersebut berdampak pada rendahnya daya serap tenaga kerja di sektor industri, sehingga pada akhirnya tenaga kerja relatif tertahan di sektor pertanian. Penurunan tingkat pertumbuhan tersebut berkaitan dengan perkembangan harga minyak. Setelah mencapai angka US$ 35 tahun 1982, harga minyak Indonesia mulai menciut menjadi US$ 29,53 (1983 dan 1984), lalu US$ 28,53 (1985), dan secara berturut-turut anjlok hingga US$ 21,00 (Januari 1986), US$ 14,45 (Maret 1986), dan akhirnya mencapai angka terendah sebesar US$ 9,83 per barel pada bulan Agustus 1986. Kemerosotan ini tak pelak lagi menyebabkan pendapatan pemerintah menciut. Hal yang sama diperlihatkan pula oleh investasi dan impor. PMA yang disetujui menyusut dari US$ 2.471 juta (1983) menjadi US$ 848 juta (1986), sehingga mengalami pertumbuhan negatif 19,06% per tahun. Sedangkan PMDN pada mulanya anjlok dari Rp6.476 miliar (1983) menjadi Rp2.109 miliar (1984), untuk kemudian kembali merangkak naik menjadi Rp4.412 miliar (1986). Pada saat yang sama, impor menurun dari US$ 17.726 juta menjadi US$ 11.938 juta, atau tumbuh negatif sebesar 9,36% per tahun. Meskipun pemerintah masih sanggup mendapatkan utang luar negeri sebesar
Heri Hermawan
US$ 16.592 juta dan didukung pula oleh utang luar negeri swasta sekitar US$ 3.393 juta (masing-masing merupakan jumlah kumulatif utang yang bisa dicairkan selama 1983-1986), suntikan dana ini tak mampu menyelamatkan kemerosotan pertumbuhan ekonomi. Begitupun untuk impor komoditi sektor pertanian relatif tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan sektor pertanian. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari komoditi-komoditi yang diimpor bukan merupakan komoditi-komoditi ekspor potensial yang diproduksi di dalam negeri. Begitupun untuk impor komoditi sektor pertanian relatif tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan sektor pertanian. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari komoditi-komoditi yang diimpor bukan merupakan komoditi-komoditi ekspor potensial yang diproduksi di dalam negeri. Selanjutnya untuk hasil pengujian terhadap model kedua menunjukkan bahwa pertumbuhan industri pengolahan dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor pertanian, tenaga kerja, dan pendidikan. Dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi pasca krisis yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang relatif lambat, nilai investasi khususnya yang berasal dari PMA relatif mengalami lonjakan kenaikan yang relatif tinggi, dilihat dari nilai rupiah. Hal tersebut terjadi sebagai akibat adanya lonjakan penurunan nilai mata uang dalam rupiah, sehingga jika di bandingkan dengan pertumbuhan ekonomi untuk periode 1983– 2005 relatif tidak selaras lajunya. gYi = −7,74 + 1,08 gYp − 0,65 gTKi + 0,002 gIi + 0,65 gPDKi+ 0,08 gXi − 0,06 gMBBp− 0,03 gMBM .......................................................... (29) Untuk kondisi tersebut, ketidakselarasan laju investasi dan pertumbuhan industri pengolahan tidak sepenuhnya diakibatkan oleh terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 tetapi diakibatkan rapuhnya perekonomian nasional, salah satunya tercermin dalam ketidaktanguhan sektor industri. Beberapa hal yang menyebabkan investasi kurang optimal dalam mendorong perkembangan sektor industri adalah adanya biaya tinggi dalam proses produksi, kurangnya tenaga kerja yang berpendidikan atau mempunyai keterampilan tinggi, dan ketergantungan terhadap bahan baku impor. Dalam meningkatkan akselerasi pembangunan, impor dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan produktivitas yang diikuti oleh adanya peningkatan produksi. Impor menurut kelompok barang diantaranya
meliputi bahan-bahan baku dan penolong, serta barangbarang modal. Hasil pengujian menunjukkan bahwa impor kedua kelompok barang tersebut berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan industri pengolahan. Dilihat dari komposisinya, impor bahan-bahan baku dan penolong relatif jauh lebih besar dibandingkan dengan impor barang-barang modal. Dalam perkembangannya impor bahan-bahan baku untuk periode 1983–2005 mengalami kenaikan dari tahun ketahunnya dengan komposisi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan impor barang-barang modal. Dikaitkan dengan hasil pengujian dalam penelitian ini, ketidak seimbangan antara dua kelompok impor barang tersebut bisa menjadi salah satu penyebab bahwa impor yang dilakukan kurang optimal dalam memacu pertumbuhan industri pengolahan. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa keterkaitan antara sektor pertanian sebagai penyedia bahan baku dengan industri pengolahan, dan industri penghasil bahan-bahan baku dan penolong dengan industri pengolahan yang akan melakukan proses produksi untuk menghasilkan produk akhir perlu diupayakan untuk ditingkatkan. Dengan adanya peningkatan keterkaitan tersebut diharapkan ketergantungan terhadap impor bahan-bahan baku dan penolong bisa dialihkan terhadap peningkatan impor barang-barang modal. Walaupun impor bahan-bahan baku dan penolong relatif tinggi, peranan sektor pertanian sebagai penyedia bahan-bahan baku industri menunjukkan adanya keterkaitan, sehingga dengan peningkatan pertumbuhan dari sektor pertanian akan berpengaruhi terhadap pertumbuhan sektor industri. Hal tersebut terlihat dari hasil pengujian dalam penelitian ini yang menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pertanian berpengaruh positif terhadap pertumbuhan industri pengolahan, dimana pertumbuhan industri pengolahan relatif jauh lebih tinggi.
KESIMPULAN Keberhasilan pertumbuhan sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan investasi di sektor pertanian, tingkat pendidikan tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian, ekspor komoditi pertanian, dan pertumbuhan sub sektor industri pengolahan. Pertumbuhan sub sektor industri pengolahan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan tenaga kerja di sektor industri pengolahan, tingkat pendidikan tenaga kerja yang bekerja di sektor industri pengolahan, dan pertumbuhan sektor pertanian.
Hubungan Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
27
DAFTAR PUSTAKA Afxentiou, Panos and Apostolos, Serletis. 2000. Output Growth and Variability of Export and Import Growth: International Evidence from Granger Causality Test. Developing Economics, 38(June). Alexandratos, N. 2005. Countries with Rapid Population Growth and Resource Constraints: Issue of Food, Agriculture, and Development. Population and Development Review, June. Balestra, P. and M. Nerlove. 1966. Polling Cross Section and Time Series Data in Estimation of Dinamic Model: The Demand for Natural Gas. Econometrica, 34. Bank Indonesia. 1995. Akselerasi Pencapaian AFTA. Tinjauan Perdagangan Indonesia, (11): 106. Branson, William H. 1987. Macroeconomics Theory and Policy (2nd edition). Singapore: Harper International Edition. DeRosa, Dean A. 1998. Regional Integration Arrangements: Static Economic Theory, Quantitative Finding, and Policy Guidelines. Policy Research Working Paper. Didik, Susetyo. 2003. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas dalam Rangka Otonomi Daerah (Studi Empirik Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia). Disertasi Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung: tidak dipublikasikan. Bandung. Djiwandono, J. Soedrajad. 1983. Perekonomian dan Era Blok Perdagangan. Prisma, (4). Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics, Fourth Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Havrylyshyn, Oli and Engin Civan. ��������������������� 1983. ��������������� Intra-Industry Trade and Stages of Development: A Regression Analysis of Industrial and Developing Countries. In P. K. M. Tarakan, ed., Intra-Industry Trade Empirical and Methodological Aspects. Amsterdam, North Holland. Havrylyshyn, Oli and Engin, Civan. 1985. Intra-Industry Trade among Developing Countries. Journal of International Economics, 18(Feb/March). Hayami, Y. and V. W. Ruttan. 1970. Agricultural Productivity Differences Among Countries. American Economic Review, 60: 895-911.
28
Trikonomika
Vol. 9, No. 1, Juni 2010
Hsiao, Ceng. 1999. Analysis of Panel Data. Econometrical Society Monographs. Intrilligator, Michael et al. 1996. Econometric Models, Techniques, and Applications (2nd edition). New York: Prentice-Hall. Jose, Rizal Joesoef dan Purwiyanta. 1998. Keunggulan Komparatif versus Keunggulan Kompetitif. Buletin Ekonomi, 2(5). Lewis, W. Arthur. 1980. The Slowing Down of the Engine of Growth. American Economic Review, 80(September). Lincolin, Arsyad. 1991. Struktur dan Kinerja Negaranegara ASEAN. Bussiness News, 18 Mei. Makmun dan Akhmad Yasin. 2003. Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDB Sektor Pertanian. Kajian Ekonomi dan Keuangan, 7(3). Malian, A. Husni. 2003. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Produk Pertanian dan Produk Industri Pertanian Indonesia: Pendekatan Macroeconometric Models dengan Path Analysis. Jurnal Agro Ekonomi, 21(2): 97 – 121. Meier, G. M. 1995. Leading Issues in Economic Development (6th edition). Oxford: University Press. Nafziger, E. Wayne. 1997. The Economics of Developing Countries (3rd edition). New Jersey: Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ 07458. Nurimansjah, Hasibuan. 1981. Upah Tenaga Kerja dan Konsentrasi pada Sektor Industri. Prisma, (5). Reza, Sadrel. 1994. Policy Reform for Promoting Trade in Developing Countries. Asian Development Review, 12(2). Romer, David. 1996. Advanced Macroeconomics (1st edition). Singapore: McGraw-Hill Higher Education. Todaro, Michael P. 2000. Economic Development (7th edition). New York: Addison-Wasley Logman, Inc. Vernon, R. 1966. International Investment and International Trade in the Product Cycle. Quarterly Journal of Economics, 80(2). Wong, Steven C. M. 1988. ASEAN Co-operation: Problem and Prospects. The Indonesian Quarterly, 17(1). World Bank, 1998. A Symposium on Regionalism and Development. World Bank Economic Review, 12(Mei).
Heri Hermawan