ISSN 2302-5298
Lingkup Artikel Yang Dimuat Dalam Jurnal Ini Adalah Kajian Empiris dan Konseptual Kontemporer Pada Bidang Ekonomi, Bisnis & Akuntansi
Pergeseran Struktur Ekonomi dan Sektor Basis Serta Variabel Ekonomi Makro Yang Mempengaruhinya di Kabupaten Manokwari Martha Agusthina Corry Kareth
Abstract
Key Words : Economic Structure, Shift Share, Location Quotient
This research aim to analysis movement of economic structure and indentify base sector In Manokwari region to used as seed sector which have a highly competitive at both district of Manokwari and level of West Papua Province. Data used in this research is time series from 2004-2011 that in this research divided into two periods, period 2004-2007 and period 20082011. Analysis tool that used is the shift share analysis and location quotient (LQ) also use a classical regressions multivariate model. Result shows that economic structure movement has occured in Manokwari region where from that two period which compared clearly can see that economic structure movement occured has a negative influence. It means a decline when compared with first period. While for the sector that can be used as the basic sector because it is has a comparative is agriculture sector, electricity, gas and water supply sector; building construction sector; trade, hotels an restaurant sector; transportation an communication sector; financial, leasing and bussines service sector; services sector. While mining and quarrying sector, manufacturing industry is not the leading sector in the Regency of Manokwari. In regression model that used in this research shows that only government expenditure and labor that affecting gross domestic regional product, while population not significant influence the GDRP.
Penulis adalah dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Papua, Manokwari e-mail :
[email protected]
benchmark ▪ Volume 1 ▪ No 3 ▪ Juli 2013
19
PENDAHULUAN Pembangunan daerah merupakan penjabaran dari pembangunan nasional dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan sesuai dengan potensi, aspirasi, serta permasalahan pembangunan di daerah. Pembanguan daerah ini mencakup seluruh kegiatan pembangunan daerah dan sektoral yang berlangsung di daerah yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat (Nugroho dan Rokhmin Dahuri, 2004). Pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu aspek dari pembangunan daerah pada hakikatnya merupakan serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas kesempatan kerja, pemerataan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional, dan mengusahakan pergeseran aktivitas ekonomi dari sektor primer yang berbasis pertanian menuju sektor tersier yang berbasis jasa. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui perekonomian suatu daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik secara nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota (BPS Provinsi Papua Barat, 2012). Pertumbuhan ekonomi dicerminkan dari adanya perubahan PDRB dari satu periode ke periode berikutnya, yang merupakan salah satu petunjuk nyata pembangunan suatu daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan keberhasilan implementasi kebijakan suatu daerah. Upaya untuk 20
mencapai pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, pemerintah menerapkan kebijakan ekonomi makro yang bertujuan untuk menciptakan kondisi yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kegiatan-kegiatan produktif untuk pelaku ekonomi. Tujuan utama pembangunan ekonomi selain merupakan upaya untuk menciptakan pertumbuhan yang setinggi – tingginya, pembangunan harus pula berupaya untuk menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran atau upaya menciptakan kesempatan kerja bagi penduduk karena dengan kesempatan kerja, masyarakat akan memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Manokwari dapat dilihat dari pertumbuhan PDRB pada grafik berikut ini.
Pergeseran Struktur Ekonomi dan Sektor Basis Serta Variabel Ekonomi Makro Yang Mempengaruhinya di Kabupaten Manokwari
Sumber: BPS, Kabupaten Manokwari, 2013
Grafik 1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Manokwari, 2013 Menurut Kuznets, Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan adanya kemajuan atau penyelesaian berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 2003). Dewasa ini banyak daerah mulai memberikan perhatian tidak lagi sekedar ditujukan pada percepatan pertumbuhan pembangunan ekonomi namun pada kualitas pembangunan itu sendiri. Struktur perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari kontribusi dari sektor – sektor terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto. Dengan melihat struktur perekonomian suatu daerah, dapat diketahui sektor mana yang dapat memberikan kontribusi yang paling besar bagi pertumbuhan ekonomi daerah.
benchmark ▪ Volume 1 ▪ No 3 ▪ Juli 2013
Kabupaten Manokwari merupakan salah satu daerah di Provinsi Papua Barat yang sedang giat mengambangkan dan memanfaatkan potensi-potensi sumber daya yang dimiliki. Pada grafik 1 terlihat bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang berkontribusi sangat besar terhadap PDRB yakni sebesar 40,74 persen pada tahun 2003, pada tahun 2011 kontribusi sektor pertanian sebesar 29,24 persen, rata-rata pertumbuhan sektor pertanian selama periode analisis adalah sebesar 12,54 persen. Apabila dibandingkan dengan sektor-sektor lain pertumbuhan sektor pertanian justru sangat lambat hal ini terlihat dari laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto dimana sektor pertanian berada pada urutan terakhir, sementara sektor yang rata-rata laju pertumbuhannya tertinggi adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yakni sebesar 36,74 persen sementara sektor yang berada pada urutan kedua adalah sektor 21
pertambangan dan penggalian yakni ratarata laju pertumbuhan sebesar 33,85 persen. Sedangkan sektor yang lain ratarata berkisar antara 20-25 persen. Peningkatan pendayagunaan potensi daerah secara maksimal melalui identifikasi dan analisis pertumbuhan ekonomi daerah terhadap semua sektor strategis diharapkan dapat menjadi acuan prioritas di masa mendatang dengan tetap memperhatikan keterkaitan antar sektor (sectoral linkages). Dengan diketahui sektor unggulan maka pertumbuhan ekonomi daerah dipacu dengan harapan dapat mempengaruhi sektor – sektor lain sehingga pertumbuhan ekonomi semakin meningkat seiring dengan pemerataan hasil–hasil bagi kesejahteraan masyarakat (Arsyad, 2004). Berdasarkan kondisi di atas maka salah satu upaya untuk meningkatkan perekonomi daerah adalah dengan memacu sektor-sektor yang mempunyai pertumbuhan yang tinggi dan mengupayakan pergeseran sektor ke sektor yang bernilai ekonomis tinggi. Strategi perencanaan pembangunan yang berorentasi pada pertumbuhan ekonomi dan yang diikuti dengan pergeseran struktur dapat memberi peningkatan pada sektor-sektor yang dianggap penting untuk dikembangkan, dalam arti dapat menjadi pendorong pengembangan sektor lainnya. Diharapkan melalui penerapan strategi ini tercipta peningkatan produksi suatu daerah yang memungkinkan diperolehnya peningkatan pendapatan masyarakat.
22
Dengan pemaparan kondisi riil yang terjadi di Kabupaten Manokwari maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah Apakah terjadi pergeseran struktur perekonomian di Kabupaten Manokwari?; Sektor mana yang merupakan sektor basis di Kabupaten Manokwari?; dan Variabel-variabel ekonomi makro manakah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi? KERANGKA TEORITIS Teori Spread-Backwash Effects Pertumbuhan Ekonomi Dikemukakan oleh Gunnar Myrdal (1957). Menurut Myrdal memusatnya ekspansi ekonomi di suatu daerah yang disebabkan oleh berbagai hal, misalnya kondisi dan situasi alamiah yang ada, letak geografis, dan sebagainya akan mempunyai pengaruh yang merugikan bagi daerah-daerah lain dan cenderung menguntungkan daerah-daerah yang sedang mengalami ekspansi ekonomi tersebut, karena tenaga kerja yang ada, modal, perdagangan akan pindah ke daerah yang melakukan ekspansi tersebut. Semua perubahan untuk daerah-daerah yang dirugikan yang timbul karena adanya ekspansi ekonomi dari suatu daerah disebut backwash effects. Disamping adanya pengaruh yang kurang menguntungkan bagi daerah lain, ada juga keuntungan bagi daerah-daerah di sekitar dimana ekspansi ekonomi terjadi, misalnya terjualnya hasil produksi daerah, adanya kesempatan kerja baru, dan sebagainya. Pengaruh yang menguntungkan karena adanya ekspansi
Pergeseran Struktur Ekonomi dan Sektor Basis Serta Variabel Ekonomi Makro Yang Mempengaruhinya di Kabupaten Manokwari
ekonomi suatu daerah ke daerah sekitarnya dinamakan spread effects. Trickling Down dan Polarization Effects Suatu Pertumbuhan Ekonomi Ditemukan oleh Hirschman (1958). Ia berpendapat bahwa karena potensi sumberdaya yang tidak seragam dan tidak merata antara region satu dengan region lainnya maka region-region dalam sebuah negara akan tumbuh tidak sama dan tidak seragam. Untuk dapat tumbuh dengan cepat, suatu negara perlu memilih satu atau lebih pusat-pusat pertumbuhan regional yang mempunyai potensi paling kuat. Apabila region-region kuat ini telah tumbuh maka akan terjadi perembetan pertumbuhan bagi regionregion yang lemah. Perembetan pertumbuhan ini bisa berdampak positif (trickling down effects), yaitu adanya pertumbuhan region yang kuat dan menyerap potensi tenaga kerja di region yang lemah yang masih menganggur atau mungkin region yang lemah menghasilkan produk yang sifatnya komplementer dengan produk region yang lebih kuat. Sedangkan dampak negatif (polarization effect) terjadi kalau kegiatan produksi di region yang kuat bersifat kompetitif dengan produk region yang lemah, yang sebenarnya membutuhkan pembinaan. Teori Basis Ekonomi Ekonomi basis merupakan salah satu teori yang digunakan untuk menjelaskan pertumbuhan regional (Hoover, 1984). Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan suatu wilayah sangat tergantung kepada kemampuan wilayah itu untuk mengekspor barang atau jasa. Menurut North (1975) dalam benchmark ▪ Volume 1 ▪ No 3 ▪ Juli 2013
Temenggung, (1999), pertumbuhan wilayah dalam jangka panjang tergantung industri ekspornya. Kekuatan utama pertumbuhan wilayah adalah permintaan dari luar akan barang dan jasa yang dihasilkan dan di ekspor. Permintaan dari luar wilayah mempengaruhi penggunaan modal, tenaga kerja, dan teknologi untuk menghasilkan ekspor sehingga terbentuk keterkaitan ekonomi baik kebelakang maupun kedepan. Menurut Hoover (1984), pertumbuhan beberapa sektor basis akan menentukan pembangunan daerah secara keseluruhan, sementara sektor non basis hanya merupakan konsekuensikonsekuensi dari pembangunan daerah. Barang dan jasa dari sektor basis yang diekspor akan menghasilkan pendapatan bagi daerah serta meningkatkan konsumsi dan investasi. Peningkatan pendapatan tidak hanya menyebabkan kenaikan permintaan terhadap sektor basis, tetapi juga akan menaikan permintaan terhadap sektor non basis berarti juga mendorong kenaikan investasi sektor non basis. Kelemahan teori ini salah satunya adalah bagaimana pengembangan wilayah dapat terjadi walaupun adanya penurunan ekspor, sedangkan di lain pihak sektor non ekspor lainnya dapat tumbuh untuk mengimbangi penurunan tersebut. Dibalik kelemahan yang dimiliki teori ini tetapi para ilmuan tetap memanfaatkan dalam kegiatan-kegiatan penelitian empirik. Penggunaan teori ini dalam suatu studi dimaksudkan untuk mengidentifikasi sektor-sektor pembangunan yang termasuk sektor
23
basis maupun non basis pada suatu daerah. Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industriindustri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja. Teori basis ekonomi menguraikan tentang potensi yang dimiliki suatu daerah dalam upaya untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Teori basis ini mengelompokkan struktur perekonomian menjadi dua sektor, yaitu: 1. Sektor unggulan yaitu sektor atau kegiatan ekonomi yang melayani pasar domestik maupun luar. Ini menunjukkan adanya kegiatan mengekspor barang dan jasa. 2. Sektor non unggulan yaitu sektor yang diproyeksikan untuk melayani pasar domestik. Pergeseran Struktur Ekonomi Pada dasarnya teori-teori tentang pergeseran struktur ekonomi menjelaskan fenomena terjadi perubahan struktur di Negara sedang berkembang yang didominasi kegiatan perekonomian pedesaan bergerak nenuju kepada kegiatan perekonomian yang berorentasi ke perekonomian perkotaan dalam bentuk industri maupun jasa. Secara umum pergeseran struktur ekonomi ditandai oleh peralihan dan pergeseran kegiatan perekonomian dari sektor 24
produksi primer (pertanian) menuju sektor produksi sekunder (industri, manufaktur, kontruksi) dan sektor tersier (jasa-jasa). Menurut Emerson dan Lamhear (1975) bahwa pertumbuhan atau pergeseran struktur ekonomi tergantung pada bagaimana kecepatan pergeseran sumberdaya dari kegiatan pertanian (primer) kegiatan industri (sekunder) dan jasa (tersier). Dengan kata lain bahwa pergeseran kegiatan ekonomi tersebut terjadi adannya pengaruh kekuatan penawaran dan permintaan, sehingga terdapat tingkat produktivitas dalam berbagai sektor ekonomi. Kuznets (Dalam Sukirno 1985) mengemukakan bahwa, terjadinya pergeseran struktur ekonomi dalam proses pembangunan bukan hanya karena adanya perubahan persentasi penduduk yang bekerja di berbagai sektor dan sub sektor dalam pembangunan ekonomi, tetapi karena adanya perubahan kontribusi berbagai sektor ekonomi kepada produk nasional dalam proses tersebut. Kuznets menyimpulkan bahwa terjadi perubahan sumbangan sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa-jasa terhadap produksi nasional. Corak perubahan tersebut di antaranya : (1) kontribusi sektor pertanian terhadap produk nasional menurun, (2) kontribusi sektor industri terhadap produk nasional meningkat, (3) kontribusi sektor jasa-jasa terhadap produk nasional tidak mengalami perubahan berarti dan perubahan itu tidak konsisten sifatnya.
Pergeseran Struktur Ekonomi dan Sektor Basis Serta Variabel Ekonomi Makro Yang Mempengaruhinya di Kabupaten Manokwari
Djojohadikusumo (1994) mengatakan struktur perekonomian dapat dibedakan atas dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan sektor basis (basic activities) adalah kegiatan sektor ekonomi yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat lain di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, dalam arti bahwa sektor ini dalam aktivitasnya mampu memenuhi kebutuhan daerah sendiri maupun daerah lain. Dengan kata lain sektor ini dikatakan sebagai sektor unggulan, sedangkan sektor non basis (non basic activities) yaitu kegiatan sektor ekonomi yang hanya menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sektor ini dikenal dengan sektor non unggulan. Pengertian tentang pergeseran struktur ekonomi tentunya harus dipahami secara jernih dengan menggunakan konsep-konsep primer, sekunder dan tersier. Pergeseran struktur ekonomi dapat dipahami dari proses perubahan kegiatan ekonomi tradisional kerah ekonomi moderen, dari ekonomi subsisten ke ekonomi pasar, dan dari ketergantungan kepada kemandirian. Penelitian Terdahulu Penelitian Estaban (2003) tentang peranan produktivitas sektoral dan industry mix terhadap ketimpangan regional dalam produktivitas per tenaga kerja di Eropa pada 1986 dan 1989, menunjukkan bahwa spesialisasi regional
benchmark ▪ Volume 1 ▪ No 3 ▪ Juli 2013
memiliki peranan yang kecil dan perbedaan interregional ditujukan secara jelas oleh komponen perbedaan produktivitas disetiap wilayah. Penelitian ini menggunakan alat analisis Shift-Share yang menguraikan perubahan pendapatan regional menjadi komponen bauran industri, produktivitas, dan alokasi. Penelitian Hanham dan Banasick (2004) tentang dampak struktur industri dan spasial, serta output dan produktivitas daerah terhadap perubahan kesempatan kerja di Jepang selama 1985-1999 dengan menggunakan alat analisis Shift-Share, menunjukkan bahwa struktur industri dan spasial berperan penting dalam membentuk kinerja ekonomi ruang (space-economic). Lebih lanjut dikatakan bahwa struktur spasial, pertumbuhan daerah dan produktivitas tenaga kerja berperan penting dalam membentuk kesempatan kerja industri manufaktur. Penelitian Reese dan Rosenfeld (2004) tentang kebijakan pembangunan ekonomi lokal di Amerika dan Kanada berdasarkan pendekatan kebijakan kelembagaan selama 1994-2001 dengan menggunakan data survei terhadap 10.000 orang di kedua negara tersebut, diperoleh bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi lokal ditentukan oleh kebijakan pimpinan birokrasi di daerah. Peranan kebijakan pimpinan birokrasi dalam menentukan beberapa subsektor ekonomi sebagai subsektor basis bagi suatu daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi daerah.
25
METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data time series dengan periode tahun 2004-2011, yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bappeda Manokwari. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui pergeseran struktur ekonomi di suatu wilayah digunakan alat analisis Shift-Share (SS) dan untuk melihat sektor manakah yang digolongkan sektor basis dan manakah yang bukan sektor non basis digunakan alat analisis Location Quotient (LQ). Dalam penelitian ini juga akan dilihat variabel ekonomi regional yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan model ekonometika Ordinary Least Square (OLS). a.) Analisis Shift-Share (SS) Teknik analisis shift-share yang digunakan adalah yang dikembangkan oleh Daniel Creamer. Teknik ini membandingkan laju pertumbuhan dan mengamati penyimpanganpenyimpangan yang terjadi dari perbandingan-perbandingan tersebut. Bertujuan untuk mengetahui kinerja atau produktifitas kerja perekonomian daerah (kabupaten) dibandingkan dengan cakupan wilayah perekonomian yang lebih luas (provinsi). Efek-efek yang timbul yaitu efek pertumbuhan nasional (Nij), efek bauran industri (Mij) dan efek persaingan (Cij) rumus shift-share adalah sebagai berikut (Widodo, 2006): Dij = Nij + Mij + Cij ................... (1) Dimana: Dij = Perubahan pertumbuhan PDRB sektor i di wilayah j 26
Nij = Eij (rn) adalah pertumbuhan regional sektor i di wilayah j Mij = Eij (rin – rn ) adalah pengaruh bauran industri sektor i di wilayah j Cij = Eij (rij – rn) adalah persaingan sektor i di wilayah j rij = (E’ij – Eij)/Eij adalah pertumbuhan sektor i di wilayah j rin = (E’in – Ein)/Ein adalah pertumbuhan sektor i di wilayah n rn = (E’n – En)/En adalah pertumbuhan PDRB total di wilayah n Eij = PDRB sektor i wilayah j awal tahun Ein = PDRB sektor i wilayah n awal tahun Ej = Total PDRB wilayah j awal tahun En = Total PDRB wilayah n awal tahun Efek Pertumbuhan Nasional digunakan untuk melihat struktur atau posisi relatif suatu daerah (kabupaten) dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh di daerah yang lebih luas (provinsi). Efek Bauran Industri digunakan untuk mengukur sejauh mana pertumbuhan output pada suatu sektor di kabupaten berbeda dengan pertumbuhan output pada sektor yang sama di tingkat provinsi, sehingga dapat diketahui besarnya konsentrasi regional pada sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan tinggi atau rendah di tingkat provinsi. Efek Persaingan digunakan untuk mengukur seberapa jauh output pada suatu sektor di suatu daerah/kabupaten memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi daripada
Pergeseran Struktur Ekonomi dan Sektor Basis Serta Variabel Ekonomi Makro Yang Mempengaruhinya di Kabupaten Manokwari
laju pertumbuhan sektor yang sama di kabupaten lain. b.) Analisis Location Quotient (LQ) Untuk menentukan sektor basis dan non basis digunakan analisis Location Quotient (LQ) dengan tujuan untuk melihat keungguan komparatif suatu daerah dalam menentukan sektor andalannya, rumus LQ adalah sebagai berikut (Widodo, 2006). LQ
Vij V j Vin Vn
Vij Vin V j Vn
Dimana : LQ = Koefisien Location Quotient Vij = PDRB sektor i di wilayah j (kabupaten) Vj = Total PDRB di wilayah j (kabupaten) Vin = PDRB sektor i di wilayah n (provinsi) Vn = Total PDRB di wilayah n (provinsi) Kriteria Pengujian : a. Nilai LQ > 1 berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor tersebut pada tingkat kabupaten lebih besar dari sektor yang sama pada tingkat provinsi. b. Nilai LQ < 1 berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor tersebut pada tingkat kabupaten lebih kecil dari sektor yang sama pada tingkat provinsi. c. Nilai LQ = 1 Berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor tersebut pada tingkat kabupaten sama dengan sektor yang sama pada tingkat provinsi.
benchmark ▪ Volume 1 ▪ No 3 ▪ Juli 2013
c.) Analisis Regresi Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series periode tahun 2003-2011, yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Ekonomi (Y). Data pertumbuhan yang dipergunakan adalah data laju pertumbuhan ekonomi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) berbagai edisi dengan satuan persen (%). Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari: a. Pengeluaran Pemerintah (X1) Pengeluaran pemerintah merupakan data operasional yang digunakan untuk membiayai semua pengeluaran pemerintah dalam proses pembangunan. Data yang digunakan diperoleh dari bagian keuangan pemerintah daerah Kabupaten Manokwari berdasarkan perhitungan dan dinyatakan dalam bentuk satuan juta rupiah. b. Jumlah Tenaga Kerja (X2) Merupakan jumlah tenaga kerja yang bekerja pada semua sektor yang ada, dikeluarkan oleh BPS dalam bentuk tahunan . c. Jumlah Penduduk (X3) Mencerminkan keseluruhan penduduk yang ada pada Kabupaten Manokwari, data diperoleh dari BPS dalam berbagai edisi. Model persamaan yang digunakan ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural, ditulis sebagai berikut:
27
lnY = β0+β1lnX1+β2lnX2+β3lnX3+ e
..................(2)
Keterangan : lnY = Pertumbuhan Ekonomi (%) lnX1 = Pengeluaran Pemerintah (juta rupiah) lnX2 = Jumlah Tenaga Kerja (orang) lnX3 = Jumlah Penduduk (orang) β1,β2,β3 = koefisien penjelas masing-masing input nilai parameter. Uji Statistik. Uji t, hal ini dilakukan dengan cara pengujian variabel-variabel independent secara parsial (individu), digunakan untuk mengetahui signifikasi dan pengaruh variabel independent secara individu terhadap variasi terhadap variabel independent lainnya. Uji F, dilakukan dengan cara pengujian terhadap variabel–variabel independent secara bersama-sama untuk melihat pengaruh variabel independent terhadap variabel dependen. R-square (R2), Nilai R2 menunjukkan besarnya variabel-variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen. Uji Asumsi Klasik. Heteroskedastisitas, adanya kesalahan atau residual dari model yang diamati tidak memiliki varian yang konstan dari satu observasi ke observasi lainnya, dideteksi dengan melakukan uji white. Otokorelasi, keadaan di mana variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan pada periode lain, atau variabel gangguan tidak random. Uji untuk mendeteksi otokorelasi dengan uji Bruesch-Godfrey atau dikenal dengan uji Lagrange Multiplier
28
(LM Test). Multikolinearitas, adalah tidak adanya hubungan hubungan linear antar variabel independen dalam suatu model regresi. Jika koefisien korelasi cukup tinggi katakanlah diatas 0,85 maka diduga ada multikoliniearitas dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi relatif rendah (< 0,85) maka diduga model tidak mengandung unsur multikoliniearitas (Gujarati, 2003). ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Pergeseran atau perubahan struktur ekonomi di suatu wilayah tertentu dapat di analisis dengan menggunakan model analisis shift share, yakni analisis yang dilakukan dengan membandingkan satu lokasi referensi dengan cakupan wilayah yang lebih luas (wilayah yang setingkat lebih tinggi di atas lokasi referensi). Pemahaman struktur ekonomi yang diperoleh dari hasil analisis shift share dapat menjelaskan kemampuan berkompetisi aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau cakupan yang lebih luas. Analisis ini bertujuan untuk menentukan kinerja perekonomian daerah dengan membandingkannya terhadap daerah yang lebih besar. Dalam penelitian ini berarti Kabupaten Manokwari dibandingkan dengan Provinsi Papua Barat, dari hasil analisis ini juga dapat diketahui sektor-sektor mana yang masih mungkin untuk dikembangkan. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua Barat untuk perhitungan shift share periode tahun 2004-20007dapat dilihat pada tabel 1, hasil perhitungan shift share
Pergeseran Struktur Ekonomi dan Sektor Basis Serta Variabel Ekonomi Makro Yang Mempengaruhinya di Kabupaten Manokwari
menunjukkan bahwa pertumbuhan Manokwari pertumbuhan rata-rata per ekonomi aktual di Provinsi Papua Barat sektor adalah 21,89 persen dimana adalah sebesar sebesar 19,16 persen pertumbuhan terbesar adalah sektor dimana untuk pertumbuhan sektor di pertambangan dan penggalian yakni Papua Barat yang tertinggi adalah sektor sebesar 31,46 persen. Seperti pada tabel bangunan dan konstruksi yakni sebesar berikut. 26,74 persen. Dan untuk Kabupaten Tabel 1. Hasil Perhitungan Shift Share Kabupaten Manokwari tahun 2004-2007 Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa lainya Total
Komponen (Jt. Rph)
Pertumbuhan (R) En
0,1916
Ein 0,1256 0,1125 0,1901 0,2366 0,2674
Eij 0,1103 0,3146 0,1820 0,2471 0,2588
Nij 249751,15 6971,87 20260,36 4415,38 91111,58
Mij -60515,36 -2433,66 3295,03 2216,16 67505,53
Cij -83536,13 7820,24 2449,33 2570,29 61432,86
Dij 105699,67 12358,45 26004,72 9201,82 220049,97
0,1936
0,2219
85458,49
17140,70
34208,52
136807,71
0,2314
0,2182
47256,47
22056,99
17616,57
86930,03
0,2058 0,1605 0,1916
0,2655 0,1522 0,2189
17936,82 116920,10 640082,20
3939,96 -2815,30 50390,05
11250,02 -8875,99 44935,71
33126,79 105228,80 735407,95
Sumber: data diolah
Pada tabel di atas dapat dilihat efek pertumbuhan Provinsi Papua Barat terhadap pertumbuhan Kabupaten Manokwari. Besarnya pertumbuhan provinsi terhadap kabupaten periode 2004-2007 adalah sebesar Rp 640.082,20 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Manokwari lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua Barat. Efek Bauran Industri, analisis ini dapat menunjukkan apakah perekonomian di Kabupaten Manokwari terkonsentrasi pada sektor-sektor yang tumbuh lebih cepat dibanding perekonomian Provinsi Papua Barat, dengan melihat sejauh mana laju pertumbuhan pada suatu sektor di
benchmark ▪ Volume 1 ▪ No 3 ▪ Juli 2013
Kabupaten Manokwari berbeda dengan pertumbuhan sektor yang sama di tingkat provinsi. Efek bauran indsutri Kabupaten Manokwari terhadap Provinsi Papua Barat bernilai negatif, yaitu sebesar Rp 50.390,05 yang berarti bahwa distribusi industri atau sektoral di tingkat Provinsi menyebabkan meningkatnya nilai PDRB di tingkat Kabupaten. Pada efek bauran industri nilai negatif sektor pertanian cukup besar sehingga mempengaruhi sektor-sektor lainnya, tanda negatif menunjukkan bahwa laju pertumbuhan sektor tersebut lebih kecil dibandingkan dengan laju sektor yang sama tingkat provinsi. Ada enam sektor yang bernilai positif yakni sektor industri pengolahan; listrik, gas 29
dan air bersih: bangunan dan konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi;serta keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; yang berarti bahwa laju pertumbuhan sektor tersebut lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor yang sama di tingkat provinsi dan angka yang terbesar ada pada sektor bangunan dan konstruksi. Efek Persaingan, untuk mengetahui seberapa jauh daya saing suatu sektor di suatu daerah (kabupaten) dibandingkan dengan sektor yang sama di perekonomian yang lebih besar (provinsi). Secara umum nilai efek persaingan Kabupaten Manokwari dibanding perekonomian Provinsi Papua Barat bernilai positif yakni sebesar Rp 44.935,71 yang berarti bahwa perekonomian Kabupaten Manokwari memiliki daya saing yang lebih tinggi daripada perekonomian Provinsi Papua Barat. Pada efek persaingan sektor pertanian memiliki kontribusi negatif yakni sebesar Rp 83.536,13) sektor lain yang juga memiliki efek persaingan negatif adalah sektor jasa-jasa lainnya. Sedangkan sektor-sektor yang memiliki nilai positif adalah sektor pertambangan dan penggalian; pertambangan dan penggalian; sektor listrik, gas dan air bersih; bangunan dan konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sehingga hal ini dapat menjadi perhatian pemerintah daerah untuk lebih mengembangkan sektor yang
30
memiliki daya saing yang tinggi dan potensial untuk dikembangkan. Pergeseran pertumbuhan yang ditunjukkan pada kolom Dij, periode tahun 2004-2007 adalah sebesar Rp 735.407,95 yang mengindikasikan bahwa perubahan pertumbuhan yang terjadi di Kabupaten Manokwari selama 20042007 memperlihatkan angka yang cukup baik yang berarti bahwa perubahan pertumbuhan ke arah yang positif turut memacu pembangunan di Kabupaten Manokwari. Sementara tabel 2 menunjukkan hasil perhitungan shift share periode tahun 2008-2011 dimana pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua Barat adalah sebesar 33,76 persen yang bila dibandingkan dengan perhitungan periode sebelumnya terlihat ada peningkatan dimana untuk pertumbuhan sektor di Papua Barat yang tertinggi adalah sektor industri pengolahan yakni sebesar 44,34 persen. Dan untuk Kabupaten Manokwari sendiri pertumbuhan rata-rata per sektor adalah 25,55 persen. Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan shift share pada tahun 2008 – 2011 dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Pergeseran Struktur Ekonomi dan Sektor Basis Serta Variabel Ekonomi Makro Yang Mempengaruhinya di Kabupaten Manokwari
Tabel 2. Hasil Perhitungan Shift Share Kabupaten Manokwari tahun 2008-2011 Sektor Ekonomi
Komponen (Jt. Rph)
Pertumbuhan (R)
En Pertanian Pertambangan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa lainya Total 0,3376
Ein 0,3276 0,3423 0,4434 0,1699 0,3264 0,2819 0,3936
Eij 0,1501 0,4317 0,2691 0,2894 0,1551 0,2267 0,2642
Nij 417818,50 23153,60 43749,96 11412,28 253817,34 208660,98 116521,40
Mij -95386,01 -8790,57 26521,45 -13368,37 -30236,69 -108709,16 33581,72
Cij -544299,64 17333,03 -23445,81 -4651,94 -327801,24 -184730,78 -66866,74
Dij -221867,18 31696,06 46825,61 -6608,02 -104220,58 -84778,96 83236,38
0,3447 0,4083 0,3376
0,3784 0,1358 0,2555
55105,17 230711,80 1360951,01
-2723,52 79467,44 -119643,71
15752,01 -318461,11 -1437172,21
68133,66 -8281,87 -195864,91
Sumber: data diolah
Efek Pertumbuhan Provinsi, pada tabel di atas dapat dilihat efek pertumbuhan Provinsi Papua Barat terhadap pertumbuhan Kabupaten Manokwari. Besarnya pertumbuhan regional provinsi terhadap kabupaten periode 2008 – 2011 adalah sebesar Rp 1.360.951,01 menunjukkan bahwa pertumbuhan regional Kabupaten Manokwari lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua Barat, dan apabila dibandingkan dengan pertumbuhan periode 2004 – 2007 nilai ini mengalami peningkatan yang cukup tajam. Efek bauran Industri, di Kabupaten Manokwari terhadap Provinsi Papua Barat bernilai negatif, yaitu sebesar (Rp 119.643,71) bila dibandingkan dengan periode lalu mengalami penurunan hal ini karena terjadi penurunan efek bauran industri di enam sektor yang bernilai negatif (sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; listrik, gas dan air bersih; bangunan dan konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; serta keuangan, persewaan dan jasa perusahaan) yang benchmark ▪ Volume 1 ▪ No 3 ▪ Juli 2013
berarti bahwa distribusi industri atau sektoral di tingkat Provinsi menyebabkan menurunnya nilai PDRB di tingkat Kabupaten. Namun ada dua sektor yang bernilai positif yakni sektor industri pengolahan, pengangkutan dan komunikasi serta jasa-jasa lainnya yang berarti bahwa laju pertumbuhan sektor tersebut lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor yang sama di tingkat nasional. Efek Persaingan, secara umum nilai efek persaingan Kabupaten Manokwari dibanding perekonomian Provinsi Papua Barat bernilai negatif yakni sebesar (Rp 1.437.172,21) yang berarti bahwa perekonomian Kabupaten Manokwari memiliki daya saing yang lebih rendah daripada perekonomian Provinsi Papua Barat. Pada efek persaingan ada tujuh sektor yang memberikan kontribusi negatif terhadap total, yakni; sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor listrik gas dan air bersih, sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta 31
sektor jasa-jasa lainnya. Sehingga hal ini dibandingkan dengan periode tahun perlu mendapat perhatian pemerintah 2004-2007 yang mengindikasikan bahwa daerah untuk lebih meningkatkan sektor- telah terjadi pergeseran struktur sektor dengan potensi yang dimiliki pertumbuhan ekonomi dalam hal ini untuk dapat menaikan nilai efek PDRB di Kabupaten Manokwari ke arah persaingan. negatif. Perubahan pertumbuhan yang Untuk melengkapi analisis shift share, ditunjukkan pada kolom Dij, periode digunakan teknik analisa location quotient tahun 2008-2011 adalah sebesar (Rp (LQ). Dengan tujuan untuk melihat 195.864,91) berarti bahwa perubahan keunggulan komparatif Kabupaten pertumbuhan yang terjadi di Kabupaten Manokwari dalam menentukan sektor Manokwari selama periode kedua (2008- andalannya terhadap Provinsi Papua 2011) memperlihatkan angka yang Barat. Hasil analisis indeks LQ dapat negatif yang mengindikasikan terjadi dilihat pada tabel 3 berikut ini. penurunan sangat besar bila Tabel 3. Indeks Location Quotient (LQ) di Kabupaten Manokwari Location Quotient (LQ) Sektor
Pertanian Pertambangan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa lainya
2004
2005
2006
2007
2008
1.36
1.44
1.41
1.42
1.48
1.76
1.99
1.86
1.17
1.19
1.10
1.11
1.24
1.28
1.52
1.36
1.47 2.28
1.60 2.24
1.57 2.14
1.64 2.17
1.67 2.08
1.62 1.99
2.35 2.16
2.61 1.65
1.32 0.06 0.17 1.48 2.13
1.37 0.06 0.16 1.54 2.13
1.30 0.08 0.17 1.50 2.05
1.24 0.09 0.16 1.48 2.03
1.24 0.11 0.14 1.58 1.99
2009
1.21 0.14 0.13 1.44 1.95
2010
1.41 0.20 0.09 1.85 1.95
2011
1.19 0.22 0.15 2.98 1.86
Sumber: data diolah
Keunggulan Kabupaten Manokwari dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya yang ada di Provinsi Papua Barat dilihat dari perhitungan nilai LQ tahun 2004-2011. Ada tujuh sektor yang tetap unggul di Kabupaten Manokwari dibandingkan dengan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua Barat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai LQ lebih besar 32
dari 1, yaitu: sektor pertanian; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa lainnya. Indikasinya dari tahun 2004-2011 sektorsektor ini dapat memenuhi semua
Pergeseran Struktur Ekonomi dan Sektor Basis Serta Variabel Ekonomi Makro Yang Mempengaruhinya di Kabupaten Manokwari
permintaan dalam wilayah Kabupaten perusahaan sedangkan sektor lain tetap Manokwari selain itu dapat pula di memiliki keunggulan namun angka LQ ekspor untuk memenuhi kebutuhan cenderung mengalami penurunan. Pada daerah lain. tahun 2004-2008 sektor sektor yang Sektor sektor listrik, gas dan air memiliki indeks LQ < 1 adalah sektor bersih mengalami peningkatan nilai LQ pertambangan dan penggalian serta dari 1,48 tahun 2004 menjadi 2,98 pada industri pengolahan, indikasinya adalah tahun 2011 hal ini mengindikasikan bahwa kedua sektor ini belum dapat bahwa terjadi peningkatan dalam memenuhi seluruh kebutuhan dalam keunggulan pada sektor ini, yang berarti wilayah sehingga ada kemungkinan bahwa sektor ini memiliki tingkat untuk mengimpor dari luar wilayah. pertumbuhan yang baik, sektor yang Berdasarkan pada estimasi model memiliki pertumbuhan yang sama persamaan yang digunakan maka hasil dengan sektor ini adalah sektor regresi berganda dapat dilihat pada tabel keuangan, persewaan dan jasa 4 sebagai berikut. Tabel 4. Hasil Estimasi Model Regresi Berganda Dependent Variable:LN Y Method: Least Squares Included observations: 8 Variable Coefficient LNX1 9.94E-07 LNX2 -47.39682 LNX3 151.3817 C -4832625. R-squared 0.970981 Adjusted R-squared 0.956717 Durbin-Watson stat 2.009735
Std. Error t-Statistic 1.24E-06 2.799451 30.75537 -1.541091 38.21934 3.960866 2288082. -2.112085 F-statistic Prob(F-statistic)
Prob. 0.0488 0.0981 0.0167 0.0497 68.77190 0.000674
Sumber: data diolah
Pada tabel 4 di atas menunjukkan bahwa terdapat dua variabel yang digunakan dalam model penelitian saja yang berpengaruh signifikan dan positif terhadap variabel dependen produk domestik bruto terlihat dari nilai probabilitasnya yang lebih kecil dari alpha = 5 persen.
digunakan uji White dengan hipotesis yang dikembangkan sebagai berikut: H0 = tidak ada gejala heteroskedastisitas; Ha = ada gejala heteroskedastisitas.
Uji Asumsi Klasik Uji Heteroskedastisitas, untuk mendeteksi adanya keteroskedastisitas
benchmark ▪ Volume 1 ▪ No 3 ▪ Juli 2013
33
Tabel 5. Uji White Heteroskedasticity Test: White F-statistic 24.354688 Obs*R-squared 16.197642 Scaled explained SS 38.685510
Prob. F Prob. Chi-Square Prob. Chi-Square
0.4689 0.3810 0.2627
Sumber : data diolah
Dari hasil uji White terlihat bahwa nilai probabilitas Chi-Square sebesar 26 persen lebih besar dari alpha = 5 persen
sehingga dapat disimpulakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji Otokorelasi, mendeteksi adanya otokorelasi menggunakan LM test. Tabel 6. Uji Lagrange Multiplier
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.876526 Prob. F Obs*R-squared 6.995342 Prob. Chi-Square
0.4601 0.3593
Sumber: data diolah
Nilai probabilitas chi-squares sebesar Uji Multikolinearitas, dengan 0,35 atau 35 persen lebih besar dari α = menggunakan auxiliary regression yakni 5 persen, dengan demikian dapat dengan membandingkan nilai r-square disimpulkan bahwa model terbebas dari model utama dengan r-square model otokorelasi. parsial. Tabel 7. Auxiliary Regression MODEL REGRESI MODEL UTAMA LN_Y=f(LN_X1,LN_X2,LN_X3) MODEL PARSIAL LN_X1=f(LN_X2,LN_X3) LN_X2=f(LN_X1,LN_X3) LN_X3=f(LN_X1,LN_X2)
R2 0,9709 0,6722 0,4388 0, 6095
Sumber: data diolah
Dari hasil analisis regresi ausxiliary terlihat bahwa model yang digunakan terbebas dari masalah multikolinieritas. Uji Statistik Uji t, Tingkat signifikansi yang digunakan untuk uji ini adalah 5 persen, nilai kritis tabel (t-tabel) yang diperoleh adalah 2,069. Nilai t-hitung untuk variabel pengeluaran pemerintah adalah 34
2,799 > 2,069 artinya secara terpisah variabel pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap produk domestik regional bruto. Nilai t-hitung untuk variabel jumlah penduduk adalah -1,541 < 2,069 artinya secara terpisah variabel jumlah penduduk berpengaruh negatif terhadap produk domestik regional bruto dan
Pergeseran Struktur Ekonomi dan Sektor Basis Serta Variabel Ekonomi Makro Yang Mempengaruhinya di Kabupaten Manokwari
tidak signifikan. Nilai t-hitung untuk variabel jumlah tenaga kerja adalah 3,960 > 2,069 artinya bahwa secara terpisah variabel jumlah tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produk domestik regional bruto. Uji F, untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh dari variabelvariabel independen terhadap variabel dependennya secara bersama-sama. Berdasarkan hasil f-hitung sebesar 68,771 dengan probabilitas 0,000 artinya bahwa secara keseluruhan variabel independen yang digunakan mampu mempengaruhi variabel dependen pada tingkat signifikansi 5 persen. Analisis Ekonomi Pengeluaran pemerintah dalam penelitian ini berpengaruh positif terhadap produk domestik regional bruto terlihat dari koefisien hasil analisis. Namun variabel jumlah penduduk berdampak negatif terhadap terhadap perekonomian, hal ini karena dengan adanya tambahan jumlah penduduk maka ada tambahan dana dalam perekonomian untuk mengatasi jumlah penduduk yang terus bertambah. Perilaku variabel jumlah tenaga kerja juga berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel jumlah tenaga kerja merupakan variabel yang sangat signifikan dalam model yang dibangun sehingga dapat disimpulkan bahwa pemerintah daerah Manokwari sebaiknya mendorong peningkatan tenaga kerja agar masyarakat asli daerah yang dipakai dalam membangun daerah karena apabila pemerintah daerah mendatangkan tenaga
benchmark ▪ Volume 1 ▪ No 3 ▪ Juli 2013
kerja dari luar daerah Manokwari maka akan timbal banyak permasalahan dalam pembangunan perekonomian di Kabupaten Manokwari, misalnya tingkat kemiskinan yang akan meningkat yang mungkin akan diikuti oleh kenaikan tingkat kejahatan. Sehingga perlu perhatian pemerintah dalam mengatasi masalah tenaga kerja. SIMPULAN DAN IMPLIKASI Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua Barat untuk perhitungan periode tahun 2004-2007 adalah sebesar 19 persen, untuk Kabupaten Manokwari pertumbuhan rata-rata adalah 21,8 persen. Efek bauran industri Kabupaten Manokwari terhadap Provinsi Papua Barat bernilai positif, yaitu sebesar Rp 50.390,05 yang berarti bahwa distribusi industri atau sektoral di tingkat Provinsi menyebabkan meningkatnya nilai PDRB di tingkat Kabupaten. Nilai efek persaingan Kabupaten Manokwari dibanding perekonomian Provinsi Papua Barat bernilai positif yakni sebesar Rp 44.935,71 yang berarti bahwa Perekonomian Kabupaten Manokwari memiliki daya saing yang lebih tinggi daripada perekonomian Provinsi Papua Barat. Besarnya pertumbuhan provinsi terhadap kabupaten periode 2008-2011 adalah sebesar Rp 1.360.951,01 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Manokwari mengalami peningkatan akantetapi dalam kondisi riil persentase pertumbuhannya lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan Provinsi Papua Barat, Nilai efek persaingan Kabupaten 35
Manokwari dibanding perekonomian Provinsi Papua Barat bernilai negatif yakni sebesar (Rp 119.643,71) yang berarti bahwa Perekonomian Kabupaten Manokwari memiliki daya saing yang lebih rendah pada periode tahun kedua (2008-2011) daripada perekonomian Provinsi Papua Barat, berarti bahwa perubahan pertumbuhan yang terjadi di Kabupaten Manokwari selama periode penelitian memperlihatkan angka yang positif namun mengalami penurunan bila dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya (2004-2007) yang mengindikasikan bahwa telah terjadi pergeseran struktur pertumbuhan ekonomi dalam hal ini PDRB di Kabupaten Manokwari ke arah negatif. Ada tujuh sektor yang tetap unggul di Kabupaten Manokwari dibandingkan dengan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua Barat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai LQ yang lebih besar dari 1, yaitu: sektor pertanian; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa lainnya. Sementara sektor pertambangan penggalian dan sektor industri pengolahan di Kabupaten Manokwari selama tahun 2004-2011 menunjukkan nilai indeks LQ lebih kecil dari 1 yang berarti bahwa sektor ini bukan merupakan sektor unggulan di Kabupaten Manokwari. Hasil analisis dengan menggunakan regresi ordinary least square (OLS), dengan
36
menggunakan variabel ekonomi makro regional terlihat bahwa untuk variabel pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk dan jumlah tenaga kerja yang diperlakukan sebagai variabel independen dan variabel dependen adalah produk domestik regional bruto. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah dan jumlah tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB sedangkan jumlah penduduk berpengaruh negatif terhadap PDRB. Pemerintah daerah Kabupaten Manokwari hendaknya lebih memacu sektor-sektor yang memiliki daya saing yang tinggi dengan tetap melihat perkembangan sektor-sektor yang kurang memberikan kontribusi tetapi memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Karena hal ini dapat memacu tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih baik lagi. Misalnya dengan mendatangkan teknologi yang lebih efektif dalam meningkatkan pemanfaatan potensipotensi yang ada. Peningkatan kualitas tenaga kerja sebaiknya dilakukan dengan cepat, tepat, berkesinambungan dan berkelanjutan karena tenaga kerja yang didatangkan dari luar daerah untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah akan berdampak terhadap kualitas dan kuantitas tenaga kerja yang merupakan masyarakat asli Kabupaten Manokwari, sehingga perlu kesigapan pemerintah daerah untuk mengatasi permasalahan ini.
Pergeseran Struktur Ekonomi dan Sektor Basis Serta Variabel Ekonomi Makro Yang Mempengaruhinya di Kabupaten Manokwari
DAFTAR RUJUKAN Anugerah Kartika Monika, (2007), Analisis Perubahan Struktural terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Barat. Tesis S-2, UNPAD, tidak dipublikasi. Arsyad Lincolin, (2004), Ekonomi Pembangunan, Edisi ke-4, cetakan ke-2, STIE-YKPN, Yogyakarta. Astuti, Sri. 2008. Analisis Potensi Relatif perekonomian Wilayah. Jurnal Ekonomi pembangunan Volume 4 Nomor 3, Semarang. Badan Pusat Statistik, Statistik Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Fakfak, Beberapa Edisi. Glasson, John. (1990). Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan Paul Sihotang. Jakarta: LPFEUI. Hayashi, Mitsuhiro, (2004), Structural Changes in Indonesia Industry And Trade: An Input-Output Analysis, The Developing Economies, XLIII-1 (March 2005):39-71 Kuncoro Mudrajad, (1997), Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan, YKPN, Yogyakarta. Mankiw, N. Gregory, (2003). Macroeconomics (fifth edition). New York : Worth Publishers. Nugroho, Iwan dan Rokhmin Dahuri. (2004). Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Cetakan Pertama. Jakarta: LP3ES. Soepono P., (1993), Analisis Shift Share Pertumbuhan dan Penerapan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia No. 1 tahun III:43-54. Jakarta. Syafrizal, (2008), Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi, Penerbit BADUOSE Media, Cetakan Pertama, Sumatera Barat. Todaro P. Michael dan Smith C. Stephen, (2003), Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi benchmark ▪ Volume 1 ▪ No 3 ▪ Juli 2013
kedelapan, Penerbit Erlangga, Jakarta Van Den Berg, Hendrik. (2005). Economic Growth and Development. Singapore : Mc Graw Hill. Williamson D. Stephen, (2005), nd Macroeconomics 2 Edition, Pearson Addison Wesley, University of Iowa
37
38
Pergeseran Struktur Ekonomi dan Sektor Basis Serta Variabel Ekonomi Makro Yang Mempengaruhinya di Kabupaten Manokwari