HUBUNGAN REHABILITASI LAHAN DENGAN HASIL AIR (Studi Kasus di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)
AHMAD SAHAB
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
HUBUNGAN REHABILITASI LAHAN DENGAN HASIL AIR (Studi Kasus di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
AHMAD SAHAB
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN AHMAD SAHAB. Hubungan Rehabilitasi Lahan dengan Hasil Air (Studi Kasus di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh HENDRAYANTO Mata air di Blok S Cipendawa mengering sejak tahun 1998 dan mengalir kembali pada tahun 2003 setelah lahan tersebut direhabilitasi dengan ditanami jati, mengkudu, mahoni, kayu afrika dan bambu, serta tumbuhnya tumbuhan bawah secara alami sebagai upaya rehabilitasi lahan bervegetasi semak-rumput. Mengalirnya mata air tersebut diduga berkaitan dengan kegiatan rehabilitasi lahan tersebut. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai penyebab dan proses muncul kembali mata air diperlukan penelitian mengenai hubungan kegiatan rehabilitasi lahan dengan hasil air (mata air) di lokasi tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari – Mei 2008. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : GPS Garmin 60 CS; ombrometer; infiltrometer; tabung silinder tanah; aplikasi ArcView 3.3 GIS ekstensi AVSWAT 2000; peta digital kontur; tally sheet; stopwatch; ember; oven; aplikasi Tank Model-GA Optimizer; dan data curah hujan tahun 1998-2007. Sedangkan objek penelitian ini adalah daerah tangkapan air (DTA) mata air Blok S Cipendawa beserta penutupan lahan, debit mata air dan tanahnya. Hasil analisis regresi linier sederhana menunjukkan hubungan yang kuat antara debit mata air dan curah hujan dengan koefisien korelasi sebesar 0,67. Analisis keseimbangan air Tank Model juga menunjukkan 76,11% debit mata air berasal dari intermediate flow. Berdasarkan data-data tersebut mata air Blok S Cipendawa merupakan mata air yang berasal dari akifer yang kecil (dangkal). Mengalirnya kembali mata air disebabkan karena adanya peningkatan laju infiltrasi pada lahan yang mengalami perubahan jenis vegetasi, yaitu dari lahan vegetasi berupa semak dan rumput sebesar 17,65 mm/jam menjadi 70,96 mm/jam pada lahan vegetasi campuran dan 139,16 mm/jam pada lahan jati & mengkudu. Peningkatan laju infiltrasi tersebut disebabkan karena adanya perbaikan sifat-sifat tanah dari bahan organik tanah 3,03%; porositas 48,4%; kapasitas lapang 49,44%, berturut-turut menjadi 4,79%; 56,19% dan 56,41% pada lahan vegetasi campuran, dan 3,59%; 50,19% dan 52,12% pada lahan jati & mengkudu. Peningkatan sifatsifat tanah tersebut merupakan pengaruh dari adanya vegetasi yang menghasilkan lebih banyak serasah yang meningkatkan kandungan bahan organik, porositas tanah, dan kapasitas lapang tanah. Selain itu pembuatan terras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Penggunaan pupuk organik juga menambah kandungan bahan organik tanah. Rehabilitasi lahan bervegetasi semak rumput yang dilakukan di Blok S Cipendawa Megamendung meningkatkan laju infiltrasi tanah sehingga volume air tanah akan meningkat yang apabila muncul di permukaan tanah akan mengalir sebagai mata air yang mengalir sepanjang tahun. Kata kunci : rehabilitasi lahan, laju infiltrasi, sifat-sifat tanah, air tanah, mata air.
SUMMARY AHMAD SAHAB. Land Rehabilitation and Water Yield Relationship (Case Study at Blok S Cipendawa, Megamendung Village, Megamendung District, Regency of Bogor, West Java). Under Supervision of HENDRAYANTO. Spring at Blok S Cipendawa was dry since 1998, and it appearing back in 2003 after land was planted by teak, mengkudu, mahagoni, african wood, bamboo, and also cover crops which grow up naturally, as an effort of scrub grass land rehabilitation. To learn more about the causes and process of appearing back of the spring necessaries the research on land rehabilitation and water yield relationship (springs) in the location. This research had been carried out at Blok S Cipendawa, Megamendung village, Megamendung district, regency of Bogor, west Java. The data was collected in January – May 2008. The tools used were GPS Garmin 60 CS; ombrometer; infiltrometer; soil rings, ArcView 3.3 GIS extension AVSWAT 2000; contour digital map; tally sheet; stopwatch; pail, oven; Tank Model – GA Optimizer; and local annual rainfall data year 1998 – 2007. The research objects were water catchment area with land cover, spring‟s discharge and soil. Simple linier regression analysis shows strong correlation between spring discharge and rainfall with coefficient of correlation is 0.67. Analysis of Tank Model resulted 76.11% of spring‟s discharge derive from intermediate flow. According to those data, the spring at Blok S Cipendawa is a spring derives from small (shallow) aquifer. Re-appearing of spring at Blok S is caused by increasing of soil‟s infiltration rate over the land which is converted from scrub grass with infiltration rate of 17.65 mm/hour into mixed vegetation with infiltration rate of 70.96 mm/hour, as well as into teak & mengkudu vegetated land with infiltration rate of 139.16 mm/hour. The increasing of infiltration rate is caused by soil properties improvement; organic matter content from 3.03%; porosity 48.4%; field capacity 49.44%, to be (respectively at mixed vegetation and teak & mengkudu) 4.79% and 3.59%; 56.19% and 50.19%; 49.44% and 52.12%. The improvement of those soil properties is the effect of vegetation which produced much more litter, so that has increased soil‟s organic matter content, porosity and field capacity. On the other hand, land terracing reduced slope length and hold water then reducing run-off velocity and enable to absorb water into soil. Using manure has also enriched soil‟s organic matter content. Rehabilitation of scrub-grass land by planting trees, bamboo, and followed also by cover crops which grew up naturally, land terracing and using manure into soil has increased infiltration rate. As infiltration rate increased, groundwater discharge will increase as well, where reaching soil surface will appear as spring which flows along year. Key words: land rehabilitation, infiltration rate, soil properties, groundwater, spring.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Rehabilitasi Lahan dengan Hasil Air (Studi Kasus di Blok S Cipendawa Megamendung, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2009
Ahmad Sahab NRP E14203067
Judul Skripsi
: Hubungan Rehabilitasi Lahan dengan Hasil Air (Studi Kasus di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)
Nama Mahasiswa
: Ahmad Sahab
NIM
: E14203067
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT Penulis panjatkan atas segala curahan rahmat dan ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan pengikutnya. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Hubungan Rehabilitasi Lahan dengan Hasil Air (Studi Kasus di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Penulis berharap skripsi ini bermanfaat sebagai salah satu referensi ilmiah mengenai hubungan rehabilitasi lahan dengan hasil air dan sebagai bahan evaluasi dan acuan dalam kegiatan rehabilitasi baik bagi Kelompok Tani Megamendung maupun pelaksana rehabilitasi lahan lainnya. Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. selaku dosen pembimbing. Selain itu penghargaan penulis sampaikan pula kepada Kelompok Tani Megamendung selaku pelaksana rehabilitasi lahan tempat penulis melakukan penelitian, Bapak Prof. Budi Indra dan Bapak Rudiyanto atas bantuan software dan penjelasan Tank Model GAOptimizer. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2009 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Juni 1986 dari pasangan H. Muhidin dan Siti Barkah. Setelah lulus dari SMU Negeri 76 Jakarta tahun 2003 Penulis melanjutkan studi di Program Studi Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan
IPB
melaui
jalur
Seleksi
Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun yang sama. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis juga aktif di sejumlah organisasi dan kegiatan kemahasiswaan yakni sebagai staf Departemen Keuangan dan Kebijakan Fiskal BEM Kehutanan IPB tahun 2004-2005, Anggota DKM „Ibaadurrahman Fahutan IPB tahun 2004-2005, Ketua Departemen HRD International Forestry Students‟ Association Local Committee IPB (IFSA LC IPB) tahun 2005-2006, Direktur IFSA LC IPB tahun 2006-2007, humas Asrama Sylvasari, sebagai pengamat (observer) dalam United Nations Climate Change Conference (UNCCC) 2007, delegasi Indonesia dalam the Southeast Asia Youth Environment Network (SEAYEN) Meeting di Bali tahun 2007 dan Bangkok tahun 2008. Penulis juga pernah terlibat dalam proyek inventarisasi mata air BPDAS Citarum – Ciliwung di wilayah Bandung Selatan, serta melakukan praktek kerja lapang di HTI lahan gambut PT. SBA Wood Industries Sumatera Selatan. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan Rehabilitasi Lahan dengan Hasil Air (Studi Kasus di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) dibimbing oleh Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr.
UCAPAN TERIMA KASIH
Rampungnya penyusunan skripsi ini tak terlepas dari doa, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. “Mata air” kehidupanku; kedua orangtua tercinta (H. Muhidin dan Siti Barkah), kakak dan adik-adikku, serta keluarga besar H. Raian bin Kembu atas doa, nasehat dan kasih sayangnya. 2. Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr selaku dosen pembimbing atas bimbingan skripsi dan ilmu yang diberikan. 3. Bapak Bambang Istiawan, Ibu Rosita, Mas Ade ZM, dr. Untung dan rekan-rekan lainnya di Kelompok Tani Megamendung atas bantuan fasilitas, wawasan dan kebersamaannya. 4. Bapak Ir. Nana M. Arifjaya, MS atas arahan dan nasehatnya, Mr. AODA Tadao dari Niigata University Japan atas bantuan buku dan arahannya, Bapak Prof. Budi Indra dan Bapak Rudiyanto atas bantuan software dan penjelasan Tank Model GA-Optimizer. 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr. dan Bapak Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS selaku dosen penguji atas saran, nasehat, ilmu dan wawasan yang diberikan. 6. Keluarga besar Laboratorium Pengaruh Hutan; Bapak Dr. Ir. Omo Rusdiana, MS; Bapak Dr. Ir. Basuki Wasis, MS; Bapak Dadan Mulyana, S.Hut; Ibu Atikah dan rekan-rekan mahasiswa Laboratorium atas bantuan fasilitas, ilmu dan kebersamaannya. 7. Keluarga besar Asrama Sylvasari, khususnya angkatan Jejaka Sylvasari dan Neo Sylvasari atas kebersamaan, keceriaan dan bantuan yang diberikan. 8. Murobi, teman-teman satu lingkaran dan para Pejuang Waktu atas bimbingan ruhiyah, nuansa islami dan ukhuwah-nya. 9. Sahabatku yang berperan penting, Kri Rissa atas tausiyah, keceriaan dan doanya.
10. Teman-teman Budidaya Hutan 40, keluarga besar IFSA LC IPB, DKM „Ibaadurrahmaan, BEM-E 2005 dan SEAYEN atas kebersamaannya dalam forum akademisi dan pengabdian masyarakat. 11. Sahabatku Surahman, Yasin, Lukman, Tarmizi, Ismail, Zibril dan lain-lain atas dukungan dan doanya. 12. Seluruh pihak lainnya yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Jazaakumullah khairan katsiiraan…
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...................................................................................... i DAFTAR TABEL ........................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... v BAB I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................ 2 1.3 Manfaat Penelitian ...................................................................... 2 1.4 Hipotesis ..................................................................................... 3 1.5 Landasan Teori ........................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus hidrologi ......................................................................... 5 2.2 Air Tanah .................................................................................. 6 2.3 Sumber-sumber Air Tanah ........................................................ 7 2.4 Pergerakan Air jenuh dalam Tanah ............................................ 8 2.5 Infiltrasi .................................................................................... 8 2.6 Evapotranspirasi ........................................................................ 9 2.7 Mata Air .................................................................................. 12 2.8 Pengaruh Hutan terhadap Hidrologi ......................................... 13 2.9 Sifat-sifat Tanah ...................................................................... 16 2.10 Rehabilitasi Lahan ................................................................... 17 2.11 Tank Model ............................................................................. 19 BAB III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 22 3.2 Alat dan Objek ......................................................................... 22 3.3 Metode Pengumpulan Data ...................................................... 23 3.3.1 Penelusuran Perkembangan Mata Air dan Penggunaan Lahan ....................................................... 23 3.3.2 Pembuatan Peta Jaringan Sungai ......................................... 24 3.3.3 Pembatasan Daerah Tangkapan Air .................................... 24
ii
3.3.4 Pengukuran Debit Mata Air dan Curah Hujan ..................... 25 3.3.5 Pendugaan Evapotranspirasi ............................................... 25 3.3.6 Pengukuran Laju Infiltrasi .................................................. 26 3.3.7 Pengambilan Contoh Tanah dan Penentuan Sifat Tanah ...... 27 3.4 Metode Analisis Data ................................................................ 30 3.4.1 Korelasi antara Debit Mata Air dan Curah Hujan ................ 30 3.4.2 Keseimbangan Air .............................................................. 31 3.5 Pengujian Hipotesis ................................................................... 32 BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas .......................................................................... 33 4.2 Kondisi Sosial Masyarakat ........................................................ 33 4.3 Kondisi Pra-rehabilitasi Lahan .................................................. 34 4.4 Kondisi Pasca-rehabilitasi Lahan ............................................... 34 4.5 Tahapan Kegiatan Rehabilitasi Lahan ....................................... 34 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perkembangan Kondisi Mata Air dan Penutupan Lahan ............ 36 5.2 Jaringan Sungai ......................................................................... 38 5.3 Rehabilitasi lahan ...................................................................... 39 5.4 Curah Hujan sebagai Masukan Debit Mata Air .......................... 42 5.5 Korelasi antara Debit Mata Air dengan Curah Hujan ................. 43 5.6 Keseimbangan Air Tank Model ................................................. 45 5.7 Laju Infiltrasi, Sifat-sifat Tanah dan Peran Vegetasi .................. 47 BAB V. KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan ............................................................................... 52 6.2 Saran ......................................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 53 LAMPIRAN .................................................................................................. 56
iii
DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Klasifikasi Laju Infiltrasi Tanah (Kohnke 1968) ......................................... 9 2. Evapotranspirasi jenis pohon dengan lisimeter (mm/tahun) ....................... 11 3. Klasifikasi mata air berdasarkan debit ...................................................... 13 4. Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah .............................................. 17 5. Peralatan yang digunakan dalam penelitian .............................................. 23 6. Tingkat hubungan antar variable (Sugiyono 2005) .................................... 31 7. Tahapan kegiatan rehabilitasi lahan kelompok Tani Megamendung ...........35 8. Penutupan lahan dan kondisi mata air Blok S Cipendawa pra-rehabilitasi pra-rehabilitasi ......................................................................................... 36 9. Penutupan lahan dan kondisi mata air Blok S Cipendawa pasca-rehabilitasi pasca-rehabilitasi ...................................................................................... 38 10. Perubahan penutupan lahan DTA Blok S Cipendawa ............................... 41 11. Indikator keandalan Tank Model .............................................................. 47 12. Sifat-sifat tanah pada berbagai penutupan lahan di Blok S Cipendawa ...... 48 13. Perbandingan laju infiltrasi dan sifat-sifat tanah pra-rehabilitasi dan pasca-rehabilitasi ............................................................................... 49
iv
DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Bagan skematis terjadinya air tanah (Linsley & Franzini 1979) ................... 3 2. Siklus hidrologi (Wikipedia 2008) ............................................................... 5 3. Corak air tanah (Mori 2003) ........................................................................ 7 4. Distribusi vertikal air tanah ......................................................................... 8 5. Contoh-contoh terjadinya mata air ............................................................. 12 6. Perbandingan hidrograf keluaran model Powesim-Pinus antara DTA berhutan dan DTA non-hutan (Mulyana 2000) ......................................................... 15 7. Skema Standard Tank Model (Setiawan 2003) .......................................... 19 8. Peta lokasi penelitian ................................................................................. 22 9. Tanaman teh bekas HGU PT. Buana Estate ............................................... 37 10. Peta jaringan sungai Blok S Cipendawa ................................................... 39 11.Penutupan lahan awal pelaksanaan rehabilitasi lahan (2002) ..................... 40 12. Lokasi mata air pra-rehabilitasi (2002) ..................................................... 40 13. Penutupan lahan rehabilitasi tahun 2008 ................................................... 42 14. Mata air pasca-rehabilitasi (2008) ............................................................. 42 15. Grafik curah hujan tahunan Blok S Cipendawa ........................................ 43 16. Grafik hubungan debit mata air dan curah hujan ...................................... 44 17. Grafik debit mata air dan curah hujan Blok S Cipendawa ........................ 45 18. Keseimbangan air Blok S Cipendawa ...................................................... 45 19. Persentase aliran air sumber mata air ....................................................... 46
v
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman 1. Panduan pemerian kelas tekstur tanah kategori detil dengan metode uji rasa rabaan (Purwowidodo 2005) .................................................................... 57 2. Penampilan struktur tanah (Purwowidodo 2005) ...................................... 58 3. Foto penutupan lahan daerah tangkapan air Blok S Cipendawa ................ 59 4. Peta penutupan lahan DTA Blok S Cipendawa Megamendung ................. 60 5. Data curah hujan tahunan Blok S Cipendawa Megamendung ................... 61 6. Data curah hujan, debit mata air, radiasi surya dan evapotranspirasi ......... 62 7. Data harian curah hujan (mm), evapotranspirasi (mm) dan debit (mm) mata air dalam Tank Model ...................................................................... 64 8. Initial condition Keseimbangan Air Tank Model Blok S Cipendawa Megamendung ......................................................................................... 65 9. Optimization condition Tank Model Blok S Cipendawa Megamendung ... 67 10. Hasil verifikasi Tank Model-GA Optimizer Blok S Cipendawa Megamendung ......................................................................................... 69 11. Rekapitulasi hasil optimasi/kalibrasi Tank Model Blok S Cipendawa Megamendung ......................................................................................... 71 12. Rekapitulasi hasil verifikasi Tank Model Blok S Cipendawa .................... 72 13. Hasil perhitungan laju infiltrasi DTA Blok S Cipendawa Megamendung .. 73 14. Hasil perhitungan sifat-sifat tanah ............................................................ 76
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya air di suatu wilayah sangat penting untuk mendukung aktivitas kehidupan di sekitarnya. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyar km3 air yang terbagi ke dalam 0,01% air di atmosfer, 1,81% glacial ice, kelembaban tanah 0,005%, danau dan sungai 0,016%, air tanah 0,63%, dan lautan 97,5%. Reservoir tunggal yang jauh paling besar dalam siklus hidrologi adalah lautan, yaitu berisi lebih dari 97% dari total air di hidrosfer; danau dan sungai hanya berisi 0.016% (Montgomery 2003). Dari pembagian air tersebut, air sungai, air danau dan air tanah merupakan air yang paling banyak dimanfaatkan baik untuk keperluan domestik, pertanian maupun industri, akan tetapi ketersediaannya yang terbatas membuatnya rentan terhadap gangguan. Dibandingkan dengan air sungai dan air danau air tanah tersedia dalam jumlah yang jauh lebih besar, selain itu air tanah juga merupakan salah satu pemasok air bagi sungai dan danau. Menurut Mori (2003) berdasarkan letaknya air tanah terbagi ke dalam beberapa macam yaitu : (1) Air tanah bebas (free ground water), merupakan air tanah yang berada dalam akuifer yang tidak tertutup dengan lapisan impermeabel. (2) Air tanah terkekang (confined ground water), merupakan air tanah yang berada dalam akuifer yang tertutup dengan lapisan impermeabel. (3) Air tanah tumpang (perched ground water), merupakan air tanah yang berada di atas lapisan impermeabel yang terbentuk di zona aerasi. Air tanah bebas (water table) memiliki karakter berfluktuasi terhadap iklim sekitar, mudah tercemar dan cenderung memiliki kesamaan karakter kimia dengan air hujan. Kemudahannya untuk didapatkan membuat kecenderungan disebut sebagai air tanah dangkal (Lubis 2006). Keberadaan air tanah sangat dipengaruhi oleh laju infiltrasi tanah. Lahan yang bervegetasi pada umumnya lebih menyerap air karena serasah permukaan mengurangi pengaruh-pengaruh pukulan tetesan hujan, dan bahan organik, mikroorganisme serta akar-akar tanaman cenderung meningkatkan porositas tanah dan
2
memantapkan struktur tanah sehingga menyebabkan laju infiltrasi yang lebih tinggi. Kapasitas infiltrasi rata-rata berkorelasi dengan sifat-sifat fisik tanah; korelasi adalah positif terhadap porositas tanah dan kandungan bahan organik, dan negatif terhadap kandungan liat dan berat isi tanah (Lee 1980). Oleh karena pentingnya peran tumbuhan dalam menjaga sifat-sifat tanah maka keberadaannya harus dipertahankan untuk meningkatkan jumlah air tanah. Kerusakan sifat-sifat tanah dapat mengurangi jumlah air yang masuk ke dalam tanah sehingga mengurangi ketersediaan air tanah. Untuk memperbaiki sifat-sifat tanah tersebut diperlukan upaya rehabilitasi lahan dengan revegetasi lahan. Kegiatan rehabilitasi lahan bervegetasi semak rumput dan tanah terbuka dengan penanaman beberapa jenis pohon, bambu, dan diikuti dengan tumbuhnya tumbuhan
bawah secara
alami
yang
dilakukan oleh Kelompok
Tani
Megamendung di Blok S Cipendawa, Megamendung, Bogor mengindikasikan adanya peningkatan ketersediaan air tanah yaitu dengan mengalirnya kembali mata air yang kering. Mengalirnya mata air tersebut diduga merupakan pengaruh dari kegiatan rehabilitasi lahan yang menyebabkan perbaikan sifat-sifat tanah. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian ilmiah mengenai hubungan rehabilitasi lahan dengan hasil air (mata air).
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji proses munculnya mata air di lahan yang direhabilitasi dengan penanaman pohon-pohonan.
1.3 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1. Sebagai penjelasan ilmiah tentang hubungan rehabilitasi lahan dengan hasil air. 2. Sebagai bahan evaluasi kegiatan rehabilitasi lahan oleh Kelompok Tani Megamendung. 3. Sebagai acuan dalam manajemen sumber daya air khususnya oleh Kelompok Tani Megamendung.
3
1.4 Hipotesis Hipotesis yang dikaji dalam penelitian ini adalah ”rehabilitasi lahan meningkatkan infiltrasi tanah dan hasil air“.
1.5 Landasan Teori Penelitian ini dilandaskan pada teori terjadinya air tanah (Linsley & Franzini 1979) seperti tersaji pada gambar 1.
Transpirasi Lapisan kapiler
sungai yang tidak lancar
Lengas tanah bergerak ke bawah setelah hujan Penguapan sungai yang lancar
Zona aerasi
Permukaan air tanah
Zona jenuh (air tanah)
lapisan pembatas
Gambar 1 Bagan skematis terjadinya air tanah (Linsley & Franzini 1979).
Zone di bawah permukaan tanah merupakan zona aerasi, pori-pori tanah berisi air dan udara dalam jumlah yang berbeda-beda. Setelah hujan, air bergerak ke bawah melalui zona aerasi ini. Sejumlah air beredar dalam tanah dan ditahan oleh gaya-gaya kapiler pada pori-pori yang kecil atau tarikan molekuler di sekeliling partikel-partikel tanah. Air pada lapisan atas zona aerasi dikenal sebagai lengas tanah (soil moisture). Bila kapasitas retensi dari tanah pada zona aerasi telah dihabiskan, air akan bergerak di bawah lagi ke dalam daerah dimana poripori tanah atau batuan terisi air. Air di dalam zona jenuh (zone of saturation) ini disebut air tanah. Di atas zona jenuh terdapat lapisan kapiler, dimana por-pori air yang kecil berisi air yang diangkat oleh kegiatan kapiler dari zona jenuh. Dalam model hidrologi Tank Model besarnya limpasan dan infiltrasi diasumsikan sebagai fungsi dari jumlah air yang tersimpan di dalam tanah atau tampungan air di bawah permukaan yang terdiri 4 (empat) tank yang tersusun seri secara vertikal (Sugawara 1986, diacu dalam Setiawan 2003).
4
Aliran yang besar dari suatu akuifer yang terpusat dalam daerah yang kecil disebut mata air. Mata air yang besar biasanya berkaitan dengan adanya celah atau gua di dalam batuan. Mata air yang berasal dari akuifer yang besar yang agak atau sangat kedap air biasanya mengalir dengan kecepatan konstan. Mata air yang airnya berasal dari akuifer yang kecil atau sangat lulus air memiliki debit yang sangat berfluktuasi dan kadang-kadang kering pada musim kemarau (Linsley & Franzini 1979). Mata air di Blok S Cipendawa memiliki debit yang fluktuatif yang dipengaruhi oleh curah hujan. Berdasarkan teori di atas mata air Blok S Cipendawa diduga merupakan mata air yang bersumber dari akuifer yang kecil (dangkal) atau dalam Tank Model berasal dari aliran air tanah Tank ke-dua dari atas (intermediate storage).
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklus Hidrologi Lapisan hidrosfer (hydrosphere) terdiri dari air yang terdapat pada dan dekat permukaan bumi. Semua air di lapisan hidrosfer ini mengalir dalam siklus hidrologi. Persentase jumlah air dalam siklus hidrologi yaitu 0,01% di atmosfer, 1,81% glacial ice, kelembaban tanah 0,005%, danau dan sungai 0,016%, air tanah 0,63%, dan lautan 97,5%. Reservoir tunggal yang jauh paling besar dalam siklus hidrologi adalah lautan, yaitu berisi lebih dari 97% dari total air di hidrosfer; danau dan sungai hanya berisi 0.016% (Montgomery 2003). Proses utama siklus hidrologi yaitu evaporasi dan presipitasi. Presipitasi yang jatuh ke lahan dapat dievaporasi kembali (secara langsung dari permukaan tanah
atau
secara
tidak
langsung
melalui
tanaman
dengan
proses
evapotranspirasi), infiltrasi ke dalam tanah, atau menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan dapat terjadi pada sungai atau saluran air yang terbentuk alami. Air yang masuk ke dalam tanah (perkolasi) bisa juga mengalir dan biasanya kembali pada waktunya ke lautan. Lautan merupakan sumber utama proses evaporasi karena merupakan sumber air terbesar. Gambar siklus hidrologi dapat dilihat pada gambar 2 dibawah.
Gambar 2 Siklus hidrologi (Wikipedia 2008).
6
2.2 Air Tanah Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah yang membentuk itu dan di dalam retak-retak dari batuan (Mori 2003). Berdasarkan keadaan letaknya air tanah dibagi ke dalam bebepara macam yaitu : (1) Lapisan permeabel dan lapisan impermeabel Lapisan yang dapat dilalui dengan mudah oleh air tanah seperti lapisan pasir atau lapisan kerikil disebut lapisan permeabel. Lapisan yang sulit dilaui air tanah seperti lapisan lempung atau lapisan silt disebut lapisan kedap air (aquiclude) dan lapisan yang menahan air seperti lapisan batuan (rock) disebut lapisan kedap air (aquifuge). Kedua jenis lapisan ini disebut lapisan impermeabel. Lapisan permeabel yang jenuh dengan air disebut juga akuifer (lapisan pengandung air). (2) Air bebas dan air terkekang (Free water and confined water) Air tanah dalam akuifer yang tertutup dengan lapisan impermeabel mendapat tekanan dan disebut air terkekang. Air tanah yang tidak tertutup dengan lapisan impermeabel disebut air tanah bebas atau air tanah tak terkekang. Permukaan air tanah di sumur dari air tanah bebas adalah permukaan air tanah bebas dan permukaan air tanah dari akuifer adalah permukaan air tanah terkekang. Jadi permukaan air bebas adalah batas antara zone yang jenuh dengan air tanah dan zone aerasi (tak jenuh) di atas zone yang jenuh. Air bebas mempunyai suatu keadaan yang pelik di dalam tanah yang disebabkan oleh kapilaritas. Sebaliknya permukaan air tanah terkekang itu ditentukan oleh gradient antara pemasukan dan titik pengeluaran oleh karakteristik dari akuifer. (3) Air tanah tumpang (Perched ground water) Jika di dalam zone aerasi terbentuk sebuah lapisan impermeabel, kama air tanah yang terbentuk di atas lapisan ini disebut air tanah tumpang. Air tumpang ini tidak dapat dijadikan sebagai suatu usaha pengembangan air tanah, karena mempunyai variasi permukaan air dan volume yang besar. Corak air tanah dapat dilihat pada gambar 3.
7
Sumur
Permukaan tanah
sumur
Air tumpang
Lapisan permeable Permukaan air tanah Akifer bebas Lapisan impermeable
Akifer terkekang Batuan dasar
Gambar 3 Corak air tanah (Mori 2003).
2.3 Sumber-sumber Air Tanah Sumber utama air tanah adalah presipitasi yang dapat menembus tanah secara langsung ke air tanah atau mungkin memasuki sungai di permukaan tanah dan merembes ke bawah melalui ke alur-alur ini ke air tanah. Haruslah ditekankan bahwa air tanah mempunyai prioritas terendah pada air dari presipitasi. Prioritas yang rendah ini merupakan faktor yang penting dalam pembatasan kecepatan dan kemungkinan pemanfaatannya. Sedapan, simpanan pada cekungan, dan lengas tanah haruslah terpakai sepenuhnya dahulu sebelum jumlah air yang besar dapat berperkolasi ke air tanah. Kecuali bila terdapat tanah berpasir, maka hanya hujan besar yang berkepanjangan saja yang dapat memberikan imbuhan air tanah dalam jumlah besar. Imbuhan air tanah (groundwater recharge) adalah suatu proses yang terputus-putus dan tidak teratur (Linsley & Franzini 1979). Memperhatikan konsep dasar siklus-hidrologi, mudah dipahami bahwa sumber air utama air tanah adalah air hujan yang terinfiltrasi, dikurangi penguapan dari permukaan tanah dan transpirasi. Distribusi vertikal air tanah secara sistematik dapat ditunjukan dalam gambar 4 berikut ini (Harto 1986).
8
Ground surface Soil water Zone
Soil moisture
Intermediate belt
suspended water (aeration zone)
Capillary zone Zone of saturation
Gambar 4 Distribusi vertikal air tanah.
2.4 Pergerakan Air Jenuh dalam Tanah Air hujan atau air irigasi yang memasuki tanah, mula-mula menggantikan udara yang terdapat dalam pori makro dan kemudian pori mikro. Air tambahan berikutnya akan bergerak ke bawah melalui proses pergerakan air jenuh. Gerakan ini berlangsung terus selama cukup air ditambahkan dan tidak ada penghalang. Pergerakan air jenuh ditentukan oleh dua faktor, yaitu (1) daya air yang bergerak (driving force), dan (2) kemampuan pori melalukan air (hidraulic conductivity = hantaran hidrolik) (Hakim et al. 1986). Jumlah air yang bergerak melalui profil tanah ditentukan oleh faktor-faktor (1) jumlah air yang ditambahkan, (2) kemampuan infiltrasi permukaan tanah, (3) hantaran hidrolik horizon-horizon, dan (4) jumlah air yang ditahan oleh profil tanah pada keadaan kapasitas lapang. Tekstur dan struktur berbagai horizon menentukan pengaruh keempat faktor tersebut. Tanah berpasir mempunyai kemampuan infiltrasi dan hantaran hidrolik tinggi serta daya menahan air yang rendah, sehingga pergerakan air jenuh lebih mudah dan cepat. Sebaliknya, tanah bertekstur halus umumnya mempunyai perkolasi air rendah karena penyumbatan pori oleh pembengkakan koloid tanah, serta adanya udara yang terjepit.
2.5 Infiltrasi Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, umumnya (tetapi tidak mesti) melalui permukaan tanah dan secara vertikal. Perkolasi adalah peristiwa bergeraknya air ke bawah dalam profil tanah. Laju infiltrasi adalah
9
banyaknya air per satuan waktu yan masuk melalui permukaan tanah. Laju maksimum air dapat masuk ke dalam tanah pada suatu saat di sebut kapasitas infiltrasi (Arsyad 2000). Selama intensitas hujan (laju penyediaan air) lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan intensitasi hujan. Jika intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi maka terjadilah genangan air di atas permukaan tanah atau aliran permukaan. Kapasitas infiltrasi rata-rata berkorelasi dengan sifat-sifat fisik tanah; korelasi adalah positif terhadap porositas tanah dan kandungan bahan organik, dan negatif terhadap kandungan liat dan berat isi tanah. Harga-harga untuk tanahtanah bervegetasi secara karakteristik adalah lebih tinggi tergantung pada tipe vegetasi dan faktor-faktor lainnya. Pemadatan oleh hujan, hewan, ataupun peralatan yang berat secara drastis dapat mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap ar dengan menghilangkan ruang pori non-kapiler (Lee 1980). Kohnke (1968) mengklasifikasikan laju air tanah menjadi tujuh kategori seperti tertera pada tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi Laju Infiltrasi Tanah (Kohnke 1968) Kategori
Laju Infiltrasi (mm/jam)
Sangat lambat
1
Lambat
1-5
Sedang-lambat
5-20
Sedang
20-65
Sedang-cepat
65-125
Cepat
125-250
Sangat cepat
>250
2.6 Evapotranspirasi Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi. Sesuai dengan namanya evapotraspirasi
10
juga merupakan gabungan antara proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah proses penguapan, yaitu perubahan dari zat cair menjadi uap air atau gas dari semua bentuk permukaan kecuali vegetasi. Sedangkan transpirasi adalah perjalanan air dalam jaringan vegetasi (proses fisiologis) dari akar tanaman ke permukaan daun da akhirnnya menguap ke atmosfer (Asdak 1995). Data evapotranspirasi dapat dihitung berdasarkan parameter iklim, berbagai variasi model evapotraspirasi telah dikembangkan (model Penman, Hargreaves, Jensen-Haise, Penman-Monteith, Radiasi, Turc, dan model Makkink). Model Penman dan Penman-Monteith relatif rumit, karena memerlukan data parameter iklim yang banyak dan konversi yang kompleks. Model Penman memerlukan lima parameter iklim yaitu : temperature, kelembaban relative, kecepatan angin, tekanan uap, dan radiasi bersih (Doorenbos & Pruitt 1997). Sedangkan model Hargreaves, Jensen-Haise, Radiasi, Turc dan model Makkink merupakan model evapotranspirasi yang simpel, yang hanya memerlukan data dua parameter iklim yaitu temperature dan radiasi matahari (Capece et al. 2002). Doeen et al. (1998) menyatakan bahwa evapotrasnpirasi areal bervegetasi dipengaruhi oleh iklim setempat seperti temperature, kecepatan angin, radiasi matahari dan kelembaban udara. Proses transpirasi selain ditentukan oleh faktor iklim, juga dipengaruhi oleh tipe tanaman penutup tanah. Evaporasi dari permukaan lahan ditentukan oleh tipe, sifat-sifat dan tingkat kelembaban tanah (Suprayogi et al. 2003). Pudjiharta (1998) menyatakan bahwa evapotranspirasi aktual yang diperoleh dengan lisimeter dapat digunakan untuk mengetahui faktor tanaman dalam menghitung evapotrasnpirasi potensial, dan dapat membantu pemilihan jenis tanaman berdasarkan respon suatu jenis tanaman/pohon terhadap tata air, khususnya kebutuhan air (consumptive use). Dengan mengetahui respon suatu jenis tanaman/pohon terhadap kebutuhan air (consumptive use) maka akan membantu dalam memilih jenis pohon/tanaman untuk tujuan-tujuan tertentu (lihat tabel 2).
11
Tabel 2 Evapotranspirasi jenis pohon dengan lisimeter (mm/tahun) Jenis Pohon/Tumbuhan
Lisimeter Bogor
Ciwidey
Janlapa
Waspada
Parkia speciosa
1215 (30)
Hujan (mm) 4017
Periode (th) 6
Swietenia
2339 (58)
4017
6
Pinus merkusii
2418 (60)
4017
6
Acacia mangium
2384 (65)
3465
3
Dalbergia latifolia
1444 (42)
3465
3
Shorea pinanga
1153 (33)
3465
3
macrophylla
Pinus merkusii
1819 (58)
3116
17
Eucalyptus urophylla
1122 (36)
3116
17
Schima walichii
799 (26)
3116
17
Eucalyptus trianta
1673 (53)
3136
3
Eucalyptus alba
1642 (52)
3136
3
Eucalyptus deglupta
1407 (45)
3136
3
Calliandra
1485 (44)
3402
4
Altingia excels
1434 (42)
3402
4
Acacia decurrens
1565 (46)
3402
4
calothyrsus
Sesbania grandiflora
1600 (51)
3106
2
Eupatorium
1721 (55)
3106
2
D. dilatatum
1712 (55)
3106
2
Panicum muticum
1788 (57)
3106
2
Lantana camara
1597 (58)
2755
1
Saccharum
1665 (60)
2755
1
Annona muricata
1729 (62)
2755
1
Thimeda gigantean
1833 (66)
2755
1
pallescens
spontaneum
Pueraria javanica
1524 (49)
3092
1
Calopogonium
1723 (55)
3092
1
1660 (53)
3092
1
mucunoides Flemingia congesta
Sumber : Ag. Pudjiharta (1986, 1988, 1991, 1992, 1994) (..) : % terhadap hujan
12
2.7 Mata Air Mata air merupakan suatu titik dimana air tanah mengalir ke permukaan tanah dan permukaan akuifer bertemu permukaan tanah. Berdasarkan kondisi sumber airnya (curah hujan, pencairan salju yang meresap ke dalam tanah) mata air bisa muncul sementara atau berkesinambungan (Wikipedia 2008). Air keluar dari mata air artesian menuju tempat yang lebih tinggi dari puncak akuifer terkekang dari asalnya. Air yang muncul ke permukaan tanah akan masuk ke dalam kolam atau mengalir ke tempat yang lebih rendah dan mengalir di sungai. Kadang-kadang mata air disebut juga air resapan. Bila permukaan air tanah atau statu akuifer artesis memotong permukaan tanah, maka air akan dilepaskan sebagai aliran permukaan. Bila kecepatan pelepasannya rendah, maka aliran akan tersebar pada daerah yang luas, dan yang akan terjadi adalah rembesan tersebar sehingga air hanya akan sedikit membasahi tanah dan kemudian menguap. Walaupun demikian, rembesan tersebar di sepanjang tebing sungai atau danau yang dapat berkumpul dalam volume yang besar dan seringkali menjadi sumber air utama bagi aliran sungai pada musim kering. Aliran yang besar dari statu akuifer yang terpusat dalam daerah yang kecil disebut mata air. Gambar 5 melukiskan beberapa contoh dari berbagai kemungkinan terjadinya mata air. Mata air yang besar biasanya berkaitan dengan adanya celah atau gua di dalam batuan. Mata air yang berasal dari akuifer yang besar yang agak atau sangat kedap air biasanya mengalir dengan kecepatan konstan. Mata air yang airnya berasal dari akuifer yang kecil atau sangat lulus air memiliki debit yang sangat berfluktuasi dan kadang-kadang kering pada musim kemarau (Linsley & Franzini 1979).
Penutup yang lulus air
Mata air
Permukaan air tanah Mata air
Lapisan kedap air
Gambar 5 Contoh-contoh terjadinya mata air.
13
Debit mata air tergantung pada faktor-faktor seperti tingkat pengisian, yang berfluktuasi pada hampir semua mata air; dengan demikian tingkat debit pun bersifat fluktuatif. O.E. Meinzer mengelompokkan mata air berdasarkan debit rata-rata yang ditunjukkan pada tabel 3 berikut (Bowen 1986).
Tabel 3 Klasifikasi mata air berdasarkan debit Kelas
Debit rata-rata
1
10 m3/det.
2 3
1 – 10 m3/det. 0,1 – 1 m3/det.
4
10 – 100 liter/det.
5
1 – 10 liter/det.
6
0,1 – 1 liter/det.
7
10 – 100 ml/det.
8
10 ml/det.
Sumber : Bowen (1986)
2.8 Pengaruh Hutan terhadap Hidrologi Keberadaan hutan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas air. Pertama, intersepsi tajuk hutan dapat mengurangi jumlah presipitasi yang mencapai tanah mineral. Kemudian, air yang berada di dalam tanah (soil moisture) dilepaskan ke udara melalui sistem perakaran-batang-daun dalam proses transpirasi. Pada akhirnya, sistem perakaran, bahan organik, dan serasah meningkatkan laju infiltrasi dan kapasistas menyimpan air tanah (ground water). Kombinasi dari ketiga proses ini dapat mengurangi limpasan permukaan, memperlambat waktu limpasan permukaan, dan memperlambat waktu kenaikan debit sungai pada DAS yang berhutan daripada DAS yang tidak berhutan (Chang 2003). Peranan hidrologi penutupan tajuk hutan diperbesar oleh bahan-bahan organik pada lantai hutan dan zone perakaran. Suatu tegakan hutan biasanya menghasilkan 1 hingga 10 metrik ton/ha/tahun serasah organik, dan akumilasi bersih serasah yang terdekomposisi ada suatu tegakan dewasa secara khas adalah sebesar 1-3 gram (bahan kering)/cm2 permukaan; bahan ini melindungi tanah dari
14
dampak tetesan hujan, memperbaiki strukturnya, menghambat pembekuan, meningkatkan kapasitas infiltrasi, menyerap fraksi hujan dan salju yang melebur, serta benar-benar mengeliminir aliran permukaan (overland flow) dan erosi permukaan dalam hujan yang paling lebat (Lee 1988) Suryatmojo (2006) menyebutkan bahwa peran hutan dalam pengendalian daur air dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Sebagai pengurang atau pembuang cadangan air di bumi melalui proses : a. Evapotranspirasi b. Pemakaian air konsumtif untuk pembentukan jaringan tubuh vegetasi. 2. Menambah titik-titik air di atmosfer. 3. Sebagai penghalang untuk sampainya air di bumi melalui proses intersepsi. 4. Sebagai pengurang atau peredam energi kinetik aliran air lewat : a. Tahanan permukaan dari bagian batang di permukaan. b. Tahanan aliran air permukaan karena adanya seresah di permukaan. 5. Sebagai pendorong ke arah perbaikan kemampuan watak fisik tanah untuk memasukkan air lewat sistem perakaran, penambahan bahan organik ataupun adanya kenaikan kegiatan biologik di dalam tanah. Pohon memberikan kemungkinan terbaik bagi perbaikan sifat tanah. Hal ini berkaitan dengan dihasilkannya serasah yang cukup tinggi oleh pohon. Akibatnya, kandungan bahan organik lantai hutan meningkat.
Selain itu,
kapasitas infiltrasi hutan pun menjadi lebih tinggi dibandingkan penutupan lahan bukan hutan. Tebalnya lapisan serasah juga meningkatkan aktivitas biologi tanah. Pergantian perakaran pohon (tree root turnover) yang amat dinamis dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan ditemukannya pori-pori berukuran besar (macroporosity) pada tanah hutan. Akibatnya, tanah hutan memiliki laju perkolasi yang jauh lebih tinggi (Singer & Purwanto 2006). Megahan (1982) diacu dalam Hamilton (1992) menyatakan bahwa secara umum dampak awal dan langsung penebangan hutan adalah sebagai berikut : 1. Mengurangi perlindungan-termasuk tajuk pohon, tajuk tingkat bawah, dan serasah. Hal ini mengakibatkan energi dampak tetesan air hujan yang lebih besar (biasanya), dan menyebabkan permukaan tanah menjadi gundul.
15
2. Mengubah sifat-sifat tanah-meliputi pemadatan, lepasnya butir-butir tanah, kehilangan bahan organik, penolakan air, dan sebagainya. Hal ini mengakibatkan berkurangnya peresapan air, dan semakin mudahnya pengikisan tanah. 3. Mengurangi transpirasi, meningkatkan gerakan udara, dan mengubah suhu. Hal ini mengubah evapotranspirasi, yang biasanya menjadi berkurang. 4. Mengurangi massa perakaran. Ini menurunkan daya rekat tanah. Hal ini tidak begitu serius bagi jenis-jenis pohon yang tumbuh berdekatan membentuk rumpun. 5. Kehilangan fungsi menangkap air dalam keadaan “hutan kabut”. Hal ini mengurangi presipitasi efektif di tempat. Hasil penelitian Mulyana (2000) yang dilakukan di Tasikmalaya Jawa Barat menunjukkan bahwa daerah tangkapan air (DTA) yang berhutan pinus memiliki kebutuhan evapotranspirasi aktual yang lebih besar daripada DTA nonhutan. Akan tetapi tingginya laju evapotranspirasi tersebut diikuti dengan kemampuan meresapkan air yang besar, sehingga pada DTA berhutan pada musim kering selalu mempunyai kandungan air tanah yang lebih banyak dibandingkan dengan DTA non-hutan. Perbandingan hidrograf keluaran model simulasi antara DTA non-hutan dan DTA berhutan secara lengkap disajikan pada gambar 6.
Gambar 6 Perbandingan hidrograf keluaran model Powesim-Pinus antara DTA berhutan dan DTA non-hutan (Mulyana 2000)
16
Dari gambar tersebut terlihat bahwa dengan input curah hujan yang sama debit puncak pada DTA non-hutan mencapai 256,88 l/det pada jam ke-6 sedangkan pada DTA berhutan debit puncak terjadi pada 238,11 l/det pada jam ke-15 sehingga dengan demikian terlihat dengan jelas bahwa DTA berhutan mampu mengendalikan debit puncak aliran dengan baik (Mulyana 2000).
2.9 Sifat-sifat Tanah Tanah adalah suatu tubuh alam yang tersusun oleh bahan-bahan padat (hancuran batu, mineral/pelikan dan bahan organik, cairan dan gas), terdapat di permukaan lahan, menempati ruang tertentu, dan dicirikan oleh horison dan/atau lapisan, yang dapat dipisahkan dari bahan asalnya karena telah mengalami penambahan, pelenyapan, pemindahan dan malih wujud energi dan bahan penyusunnya. Tubuh tanah ini terbentuk oleh adanya saling tindak antara bahan induk tanah di suatu loka dengan lingkungannya yang melibatkan aneka proses pembentukan tanah (Buol et al. 1980; Soil Survey Staff 1998, diacu dalam Purwowidodo 2005). Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand) (berdiameter 2,00-0,20 mm atau 2000-200 µm), debu (silt) (berdiamter 0,20-0,002 mm atau 200-2 µm) dan liat (clay) (<2 µm). Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah dapat dilihat pada tabel 4. Struktur merupakan kenampakan bentuk atau susunan partikel-partikel primer tanah (pasir, debu dan liat individual) hingga partikel-partikel sekunder (gabungan partikel-partikel primer yang disebut ped (gumpalan)
yang membentuk agregat (bongkah). Porositas adalah
proporsiruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah (Hanafiah 2005).
17
Tabel 4 Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah Kelas tekstur tanah
Proporsi (%) fraksi tanah Pasir >85
Debu <15
Liat <10
Pasir berlempung
70-90
<30
<15
Lempung berpasir
40-87,5
<50
<20
22,5-52,5
30-50
10-30
Lempung liat berpasir
45-80
<30
20-37,5
Lempung liat berdebu
<20
40-70
27,5-40
Lempung berliat
20-45
15-52,5
27,5-40
Lempung berdebu
<47,5
50-87,5
<27,5
<20
>80
<12,5
Liat berpasir
45-62,5
<20
37,5-57,5
Liat berdebu
<20
40-60
40-60
Liat
<45
<40
>40
Pasir
Lempung
Debu
Sumber : Hanafiah 2005
Kapasitas lapang adalah kondisi di mana tebal lapisan air dalam pori-pori tanah mulai menipis, sehingga tegangan antarair-udara meningkat hingga lebih besar dari gaya gravitasi, air gravitasi (pori-pori makro) habis dan air tersedia (pada pori-pori meso dan mikro) bagi tanaman dalam keadaan optimum. Kondisi ini terjadi pada tegangan permukaan lapisan sekitar 1/3 atm atau pF 2,54. Bahan organik tanah adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi (disebut biontik), termasuk mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat (biotik).
2.10
Rehabilitasi Lahan Lahan (Land) : Merupakan bagian dari bentang alam (lanscape) yang fisik
yang meliputi pengertian lingkungan fisik seperti tanah, iklim, topografi/relief, hidrologi dan vegetasi alami (natural vegetation) dimana secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan termasuk di dalamnya adalah akibat
18
kegiatan-kegiatan manusia baik masa lalu maupun sekarang; penebangangan hutan dan erosi (Eirlangga 2007) Menurut PP No. 76 tahun 2008, hutan dan lahan kritis adalah hutan dan lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai media pengatur tata air dan unsur produktivitas lahan sehingga menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem DAS. Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Sasaran penyelenrgaraan Gerakan Rehabilitasi Lahan dan Hutan (Gerhan) adalah pada lokasi lahan kritis pada DAS prioritas di semua hutan dan lahan, terutama pada (PerPres. 89/2007) : a. Bagian hulu DAS yang rawan bencana banjir, kekeringan, dan tanah longsor; b. Daerah tangkapan air (catchment area) dari waduk, bendungan dan danau; c. Daerah resapan air (recharge area) di hulu DAS; d. Daerah sempadan sungai, mata air, danau, waduk; dan e. Bagian hilir DAS yang rawan bencana tsunami, intrusi air laut, dan abrasi pantai. Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran sungai. Rehabilitasi mengambil posisi untuk mengisi kesenjangan ketika sistem perlindungan tidak dapat mengimbangi hasil sistem budidaya hutan dan lahan, sehingga
terjadi
deforestasi
dan
degradasi
hutan
dan
lahan.
Tujuan
penyelenggaraan RHL adalah terpulihnya sumberdaya hutan dan lahan yang rusak sehingga berfungsi optimal yang dapat memberikan manfaat kepada seluruh stakeholder, menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air DAS, dan mendukung kelangsungan industri kehutanan (Departemen Kehutanan 2008). Sistem RHL merupakan sistem yang terbuka, yang melibatkan para pihak yang berkepentingan dengan penggunaan hutan dan lahan. Dengan demikian pada prinsipnya RHL, diselenggarakan atas inisiatif bersama para pihak. Ini berbeda dengan penyelenggaraan RHL, selalu melalui inisiatif pemerintah dan menjadi
19
beban tanggungan pemerintah. Dengan kata lain, ke depannya RHL dilaksanakan oleh masyarakat dengan kekuatan utama dari masyarakat sendiri.
2.11
Tank Model Sugawara (1961) diacu dalam Rudiyanto (2003) menyatakan bahwa Tank
Model mengasumsikan besarnya limpasan dan infiltrasi merupakan fungsi dari jumlah air yang tersimpan di dalam tanah atau tampungan air di bawah permukaan. Tank Model terdiri dari beberapa tank sederhana yang tersusun secara vertikal. Sugawara (1986) memperkenalkan struktur tank model terdiri 4 tank yang tersusun seri secara vertikal. Yang kemudian disebut Standard Tank Model yang terdiri 4 tank yang tersusun seri secara vertikal. Gambar 7 memperlihatkan Standard Tank Model. Tank teratas manggambarkan surface storage (A), tank kedua menggambarkan intermediate storage (B), tank ketiga menggambarkan sub-base storage (C) dan tank terbawah menggambarkan base storage (D).
Gambar 7 Skema Standard Tank Model (Setiawan 2003).
Setiawan (2003) menyebutkan secara global persamaan keseimbangan air Tank Model adalah sebagai berikut: dH dt
Pt
ET t
Yt
20
dimana , H adalah tinggi air (mm), P hujan (mm), ET evapotranspirasi (mm), Y aliran total (mm/hari) dan t waktu (hari). Pada Standard tank model terdapat 4 tank, sehingga persamaan di atas dapat dituliskan kedalam bentuk lain berupa perubahan tinggi air tiap-tiap tank adalah sebagai berikut:
dH dt
dHa dt
dHb dt
dHc dt
dHd dt
Aliran total merupakan penjumlahan aliran horizontal setiap tank yang dapat ditulis sebagai berikut: Yt
Ya t
Yb t
Yc t
Yd t
Lebih rinci keseimbangan air dalam setiap tank dapat dituliskan sebagai berikut: dHa dt
Pt
dHb dt
Ya0 t
Yb t
dHc dt
Yb0 t
Yc t
dHd dt
Yc0 t
Yd t
ET t
Ya t
dimana, Ya, Yb, Yc dan Yd komponen aliran horizontal setiap tank (A, B, C dan D) dan Ya0, Yb0 dan Yc0 aliran vertikal (infiltrasi) setiap tank (A, B dan C) Untuk melihat keandalan Tank Model digunakan indikator-indikator kebenaran dan kesalahan (Setiawan 2003) dan (Tingsanchali, 2001) yaitu: R 2 (Coefficient of Determination), R (Coefficient of Correlation), RMSE (Root Square Mean Error), MAE (Mean Average Error), LOG (Log Root Square Mean Error), Standard x, Squared Standar x, RE (Relative Error), RR (Root Square Relative Error), NRMSE (Normalized Root Mean Square Error), NME (Normalized Mean Error), EI (Model Efficiency) dan APD (Average Percentage Deviation). Korelasi menggambarkan keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih dalam hal ini adalah aliran hasil perhitungan dengan aliran hasil pengukuran (observasi). Besaran ini tidak menggambarkan sebab akibat antara dua peubah tersebut. Nilai R yang mendekati 1 atau -1 menunjukan semakin erat hubungan linier antara kedua peubah tersebut. RMSE berguna untuk berguna untuk melihat
21
kepatan model dalam menentukan surface flow. MAE dan APD memberikan informasi ketepatan model memperkirakan aliran secara keseluruhan sedangkan LOG memberikan informasi dalam memperkirakan base flow.
22
BAB III METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal rehabilitasi lahan Kelompok Tani Megamendung (KTM), Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari – Mei 2008. Peta lokasi penelitian dapat di lihat pada gambar 8.
710880
710900
710920
710940
710960
710980
Sub-DAS Ciliwung Hulu 711000
711020
711040
711060
9266120
Semak rumput
S
9266080
Singkong
9266080
Vegetasi campuran
9266060
9266060
9266100
9266100
E
Jati & mengkudu
9266040
Jati & rumput
9266040
708000
711000
714000
717000
720000
702000
705000
708000
711000
714000
717000
720000
Lokasi Penelitian : Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Sub-DAS Ciliwung Hulu 6.38.10 LS 106.54.28 BT
9266020
9266020
9266000
9266000
710860
0.06
9266120
W
705000
92670009264000926100092580009255000
N
702000
92550009258000926100092640009267000
710860
9266140
9266140
Peta Lokasi Penelitian
710880
710900
710920
0
710940
710960
710980
0.06
711000
711020
711040
Legenda DTA Blok S Cipendawa Kontur DAS Ciliwung
711060
0.12 Kilometers
Sumber : Bappeda Kab. Bogor. 2005. Peta Kontur DAS Ciliwung. Ahmad Sahab. 2008. Peta DTA Blok S Cipendawa
Gambar 8 Peta lokasi penelitian.
3.2 Alat dan Objek Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian disajikan Alat yang digunakan pada tabel 5.
23
Tabel 5 Peralatan yang digunakan dalam penelitian No.
Nama Alat
Kegunaan
1.
GPS Garmin 60 CS
Membuat batas dan mengukur luas daerah resapan mata air, mengetahui koordinat geografis dan ketinggian tempat.
2.
Ombrometer
Mengukur curah hujan secara manual.
3.
Infiltrometer
Mengukur laju infiltrasi.
4.
Tabung silinder tanah
Mengambil sampel tanah.
5.
Aplikasi ArcView 3.3
Membuat peta lokasi penelitian dan daerah
GIS ekstensi AVSWAT
resapan mata air.
2000 6.
Peta digital kontur
Dasar membuat peta batas daerah resapan mata air.
7.
Tally sheet
Pengumpulan data historis mata air dan penggunaan lahan.
8.
Stopwatch
Mengukur debit mata air secara volumetrik.
9.
Ember
Mengukur debit mata air secara volumetrik.
10.
Oven
Mengukur kadar air tanah
11.
Aplikasi Tank Model-
Analisis keseimbangan air.
GA Optimizer 12.
Data curah hujan tahun
Informasi curah hujan.
1998-2007
Sedangkan objek penelitian ini adalah daerah resapan mata air beserta penutupan lahan, debit mata air dan tanahnya.
3.3 Metode Pengumpulan Data 3.2.1. Penelusuran Perkembangan Mata Air dan Penggunaan Lahan Karena tidak tersedianya data kuantitatif debit mata air dan penggunaan lahan (detail) maka data keberadaan dan perkembangan kondisi mata air dan penggunaan lahan diperoleh secara kualitatif dengan menggali informasi dari
24
masyarakat sekitar yang mengetahui kondisi Blok S Cipendawa-sebelum dilaksanakannya rehabilitasi.
3.2.2. Pembuatan Peta Jaringan Sungai Keberadaan mata air juga dapat dilihat dari bentuk peta jaringan sungai yang diperoleh dari peta kontur diolah menggunakan ArcView extention AVSWAT 2000. Mata air terdapat di pangkal sungai ordo 1 (satu). Tahapan pembuatan jaringan sungai menggunakan ArcView extention AVSWAT 2000 secara umum adalah sebagai berikut : 3.2.2.1. Mengaktifkan extension Spatial Analyst pada program ArcView. 3.2.2.2. Menampilkan data spasial kontur yang akan dianalisis. 3.2.2.3. Membuat TIN (Triangulated Irregular Network) dari peta kontur. Pembuatan TIN dilakukan dengan menggunakan extention Spatial Analyst. 3.2.2.4. Selanjutnya TIN tersebut dilakukan gridding (convert to grid), sehingga diperoleh model elevasi digital (DEM/Digital Elevation Model). 3.2.2.5. Mengaktifkan extension AVSWAT 2000 dan menampilkan data DEM yang telah dibuat. 3.2.2.6. Modifikasi DEM Properties dengan custom projection sebagai berikut : Category
: UTM 1983
Type
: Zone 48
3.2.2.7. Mendefinisikan
jaringan
sungai
yang
diinginkan
dengan
memasukkan angka pada Treshold Area yang ada pada tampilan window. Secara otomatis jaringan sungai terbentuk berikut outlet-nya.
3.2.3. Pembatasan Daerah Tangkapan Air Pembuatan daerah tangkapan air (DTA) mata air dilakukan dengan menggunakan software ArcView versi 3.2. Tahapan pembuatan DTA secara umum adalah sebagai berikut : 3.2.3.1. Mengaktifkan extension Spatial Analyst pada program ArcView.
25
3.2.3.2. Menampilkan data spasial kontur yang akan dianalisis. 3.2.3.3. Membuat TIN (Triangulated Irregular Network) dari peta kontur. Pembuatan TIN dilakukan dengan menggunakan extention Spatial Analyst. 3.2.3.4. Selanjutnya TIN tersebut dilakukan gridding (convert to grid), sehingga diperoleh model elevasi digital (DEM/Digital Elevation Model). 3.2.3.5. Mengaktifkan extension AVSWAT 2000 dan menampilkan data DEM yang telah dibuat. 3.2.3.6. Modifikasi DEM Properties dengan custom projection sebagai berikut : Category
: UTM 1983
Type
: Zone 48
3.2.3.7. Mendefinisikan
jaringan
sungai
yang
diinginkan
dengan
memasukkan angka pada Treshold Area yang ada pada tampilan window. Secara otomatis jaringan sungai terbentuk berikut outlet-nya. 3.2.3.8. Mendefinisikan DTA yang akan dibatasi dengan memilih outlet yang paling mendekati titik mata air. Secara otomatis batas DTA akan terbentuk berikut data luasannya.
3.2.4. Pengukuran Debit Mata Air dan Curah Hujan Debit mata air diukur secara volumetrik yaitu dengan menampung air yang mengalir dari mata air sampai volume tertentu (V) dan menghitung waktu tempuhnya (t). Rumus perhitungan debit secara volumetrik sebagai berikut : Q = V/t
........................................................................... (3-1)
Curah hujan selama penelitian diukur secara manual menggunakan alat ombrometer. Ombrometer diletakkan di tempat terbuka, hujan yang tertampung diukur keesokan harinya pukul 07.00 WIB satu kali sehari.
3.2.5. Pendugaan Evapotranspirasi Evapotranspirasi diduga menggunakan persamaan Hargreaves (Wu 1997) diacu dalam Suprayogi et al. (2003) :
26
ET = 0,0135 ( T + 17,78) Rs .................................................. (3-2) Dimana : ET
= Evapotranspirasi potensial (mm/hari)
T
= Suhu rata-rata harian (°C)
Rs
= Radiasi surya (mm/hari), ekuivalen dengan evaporasi
Dengan besarnya radiasi surya yang diperoleh dari perhitungan (Handoko 1995) : Rs = ε σ Ts4
............................................................................
(3-3)
Dimana : Rs
= Pancaran radiasi (W/m2)
ε
= Emisivitas permukaan, bernilai satu untuk benda hitam (black body radiation), sedangkan untuk benda-benda alam berkisar 0,9-1,0
σ
= Tetapan Stefan-Boltzman (5,67 10-8 W/m2)
Ts
= Suhu permukaan (°K)
Rs dikonversi ke dalam satuan mm/hari (Rs (W/m2 ) x 0,0864/2,45).
3.2.6. Pengukuran Laju Infiltrasi Pengukuran lau infiltrasi dilakukan dengan menggunakan alat infiltrometer ganda (double ring infiltrometer) Turf-Tec International, yaitu satu infiltrometer silinder ditempatkan di dalam infiltrometer silinder lain yang lebih besar. Infiltrometer yang lebih kecil memiliki ukuran diameter 15 cm dan infiltrometer mempunyai ukuran diameter 30 cm dengan tinggi kedua ring adalah 10 cm. Pengukuran hanya dilakukan terhadap silinder yang kecil. Silinder yang lebih besar berfungsi sebagai penyangga yang bersifat menurunkan efek batas yang timbul oleh adanya silinder (Asdak 1995). Pengukuran dilakukan sampai laju infiltrasi mencapai nilai konstan dengan dua kali ulangan pengukuran. Laju infiltrasi merupakan penurunan kedalaman air per satuan waktu tertentu. Tahapan pengukuran infiltrasi adalah sebagai berikut : 3.2.6.1. Kedua infiltrometer dibenamkan ke dalam tanah hingga kedalaman 5 cm.
27
3.2.6.2. Air dimasukkan ke dalam kedua silinder tersebut sampai kedalaman 4-5 cm dan dibiarkan turun sampai kedalaman tertentu. Kemudian dicatat laju penurunan kedalaman air tersebut. 3.2.6.3. Air di dalam silinder luar dipertahankan untuk mencegah aliran lateral dari silinder dalam. 3.2.6.4. Ulangi langkah (2) dan (3) sampai laju penurunan air mencapai nilai konstan. Persamaan infiltrasi yang digunakan yaitu persamaan Kostiakov (1932) dan Lewis (1937) diacu dalam Marshall dan Holmes (1988) : F = kTn dimana F = akumulasi infiltrasi (liter), T = waktu (jam), k dan n merupakan konstanta. Laju infiltrasi pada t tertentu didapat dengan mendeferensialkan persamaan akumulasi infiltrasi terhadap t : I = dF/dt = k n t n-1 di mana I (mm/menit), t (menit), F (mm). Nilai laju infiltrasi yang digunakan untuk perbandingan antara lahan pra-rehabilitasi dan lahan rehabilitasi adalah nilai infiltrasi minimum setelah mencapai nilai konstan dalam satuan mm/jam.
3.2.7. Pengambilan Contoh Tanah dan Penentuan Sifat Tanah Sifat-sifat tanah yang diamati adalah sifat-sifat tanah yang berkaitan dengan hasil air seperti : tekstur, struktur, porositas, C-organik, dan kapasitas lapang. Porositas dianalisis dari contoh tanah utuh, sedangkan tekstur, struktur, Corganik dan kapasitas lapang menggunakan contoh tanah terusik. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara purpossive yang mewakili suatu tempat. Contoh tanah terusik diambil sebanyak 200 gram dan merupakan komposit dari lima titik di lokasi pengamatan, sedangkan contoh tanah utuh diambil menggunakan silinder tanah sebanyak tiga sampel. Menurut Purwowidodo (2003) tata cara pengambilan contoh tanah dengan menggunakan tabung silinder adalah sebagai berikut :
28
1. Membersihkan permukaan bagian tubuh tanah yang akan diambil dari penutupan tumbuhan, ceraza dan batu, kemudian meratakannya. 2. Meletakkan tabung silinder arah acak terhadap permukaan tubuh tanah yang akan diambil, dengan bagian tajamnya merapat ke tanah. 3. Menekan tabung silinder secara perlahan-lahan dengan tekanan merata, sampai terbenam tiga per empat bagian (jika tanahnya padat, penekanan dilakukan dengan pukulan palu). 4. Meletakkan tabung silinder kedua di atas tabung silinder pertama, kemudian menekannya sampai tabung pertama mencapai jeluk tan yang diinginkan. 5. Menggali tanah di sekeliling tabung silinder sehingga tabung-tabung itu dapat diambil serempak dalam keadaan tetap bertautan. 6. Mengerat tanah lebihan di sisi depan tabung silinder pertama dan di antara tabung silinder itu dengan menggunakan pisau tipis dan tajam atau gergaji kecil, kemudian menutup kedua mulut tabung silinder pertama dengan tutup yang tersedia. 7. Menempatkan tabung silinder ke dalam kotak tabung sesuai nomor urutannya. Tekstur tanah ditentukan dengan metode uji rasa rabaan, dengan langkah-langkah sebagai berikut (Purwowidodo 2005) : 1. Mengambil setengah genggam contoh tanah dan membuang benda asing seperti akar, biji, binatang tanah, mineral dan batu sehingga menyisakan pisahan tanah halus. 2. Menambahkan sedikit air (jika tanahnya kering), membiarkannya terserap tanah, dikepal-kepal dan diuli dengan jari relunjuk dan ibu jari sampai kebasahannya merata dan hancur menjadi individu-individu jarah tanah (contoh tanah yang lempungan dan awalnya kering membutuhkan pengulian lebih intensif). 3. Menambahkan massa tanah atau air jika keadaan contoh tanah terlalu basah atau kering, dilakukan pengulian sampai contoh tanah tersebut berada pada titik letaknya yaitu suatu keadaan tanah jika ditingkatkan kebasahannya akan menempel pada jari-jari tangan.
29
4. Menetapkan kelas tekstur tanah sebagai kategori detail dengan menggunakan panduan penentuan tekstur tanah (lampiran 1). 5. Membuang contoh tanah yang diuji dan membersihkan sisa-sisanya yang menempel di tangan sebelum melakukan pemerian pada contoh tanah lainnya. Penentuan struktur tanah di lapangan adalah sebagai berikut (Purwowidodo 2005) : 1. Menyiapkan
tanah
di
loka
kajian
dan
jika
memungkinkan
memungkinkan membuat penampang tanah. 2. Mengambil contoh tanah terusik dari penampang dan pada jeluk yang dikehendaki menggunakan golok atau cangkul sebanyak + 20 cm3 kemudian ditempatkan pada nampan plastik berukuran 30 x 20 x 15 cm3. 3. Mengeringkan contoh tanah jka basah hingga mencapa kapasitas lapangnya (1-2 hari). 4. Melontar-lontarkan tanah dalam nampan tersebut setinggi 10-20 cm sebanyak 10 kali lontaran dalam waktu 1 menit. 5. Mengamati gumpalan-gumpalan tanah pada nampan plastik untuk memerikan ada atau tidak ada bidang belah alami, khususnya pada gumpalan berukuran besar. 6. Mengambil gumpalan besar yang tidak/belum memperlihatkan bidang belah alami, menggenggamnya dengan dua tangan dan merepihnya dengan dua ibu jari sampai diperoleh bidang belah alaminya. 7. Menetapkan tipe-tipe struktur tanah yang ditemukan dengan panduan gambar (lampiran 2). Cara penentuan porositas tanah adalah sebagai berikut : 3.2.7.1. Mengeringkan contoh tanah dalam tabung silindris untuk mengetahui berat kering oven beserta tabungnya (a gr). 3.2.7.2. Mengukur tinggi tabung (t) dan diameter tabung sisi dalam (d) untuk menetapkan volume tabung sisi dalam (Vd) dengan persamaan Vd = 1/4πd2t. Jika tanah mengalami penyusutan setelah dikeringkan
30
maka volume yang diukur adalah volume tanah kering – Vt (Islami & Utomo 1995). 3.2.7.3. Menimbang berat tabung (b gr). 3.2.7.4. Menetapkan bobot isi kering lapangan – BD (gr/cc) dengan persamaan BD = (a-b)/Vt 3.2.7.5. Menetapkan porositas tanah (%) dengan persamaan = [1(BD/2,65)] x 100 Penentuan kapasitas lapang tanah di lapangan dilakukan dengan menyiraminya kemudian dibiarkan mengatus selama 1-2 hari. Setelah masa pengatusan berakhir, contoh tanah diambil untuk ditetapkan kandungan airnya berdasarkan metode gravimetri dengan mengovenkannya pada suhu 105 oC selama 24 jam. Kadar air contoh tanah (KA) tersebut dihitung menggunakan persamaan berikut : Berat contoh tanah basah – Berat vontoh tanah kering KA (%) =
x 100 Berat contoh tanah kering
Penentuan C-organik dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian IPB.
3.4 Metode Analisis Data 4.1. Korelasi antara Debit Mata Air dan Curah Hujan Korelasi antara debit mata air dan curah hujan dianalisis menggunakan Microsoft Office Excel 2007 dengan analisis regresi linear sederhana Y = aX + b, dimana Y adalah debit mata air, X adalah curah hujan, a dan b adalah konstanta. Nilai koefisien korelasi diperoleh dengan perhitungan rumus sebagai berikut :
...................................... (3-4)
Penafsiran korelasi (R) berpedoman pada Tingkat Hubungan yang disajikan dalam tabel 6 sebagai berikut.
31
Tabel 6 Tingkat hubungan antar variable (Sugiyono 2005) Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199
sangat rendah
0,20 - 0,399
rendah
0,40 - 0,599
sedang
0,60 - 0,799
kuat
0,80 - 1,000
sangat kuat
Sumber : www.analistat.com (2009)
4.2. Keseimbangan Air Keseimbangan air dianalisis menggunakan model hidrologi Tank Model. Perhitungan keseimbangan air Tank Model sudah tersaji dalam bentuk software Tank Model GA-Optimizer, pengguna hanya perlu memasukkan data curah hujan, debit harian, dan evapotranspirasi harian dalam satuan mm/hari. Prosedur analisis Tank Model sebagai berikut (Rudiyanto & Setiawan 2003) : Proses kalibrasi : 4.2.1.1. Membuat data masukan yang terdiri dari data curah hujan, evapotranspirasi dan debit-pengamatan. File disimpan dalam format *.txt. 4.2.1.2. Membuka aplikasi TankModel-Genetic algorithm, tentukan nilainilai minimum dan maksimum parameter berdasarkan rekomendasi Sugawara. 4.2.1.3. Menentukan initial month dan initial water level atau storage dan initial month. 4.2.1.4. Mengklik ”initial”, kemudian ”optimize” pada aplikasi tersebut. Proses iteration akan berjalan. 4.2.1.5. Mengklik ”initial reset” untuk memunculkan hidrograf hasil optimasi.
32
4.2.1.6. Menyimpan hasil parameter, hidrograf, keseimbangan air, indeks statistik (penampilan Tank Model) dan lain-lain. 4.2.1.7. Mengklik ”optimize reset”
Proses verifikasi : 6. Mengklik file>open parameter>ok (parameter yang diperoleh dari proses kalibrasi). 7. Mengklik file>open data>ok (file input). 8. Mengganti (change) initial water level dan menjaga (keep) – water level hasil optimasi menjadi nilai awal dalam proses verifikasi. 9. Menglik verifikasi, hidrograf akan muncul. 10. Menyimpan hydrograph, water balance, statically index (Tank model performance) dan lain-lain. Hasil analisis keseimbangan air Tank Model berupa curah hujan dikalikan faktor koreksi 1,1, evapotranspirasi dikalikan faktor koreksi 0,8, dan debit hasil kalkulasi model. Keandalan model dilihat dari nilai R (Coefficient of Correlation), RMSE (Root Square Mean Error), MAE (Mean Average Error) dan LOG (Log Root Square Mean).
4.3. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan secara deskriptif berdasarkan perbedaan data curah hujan dan laju infiltrasi pada kondisi pra-rehabilitasi dan pascarehabilitasi. Rehabilitasi lahan dikatakan berpengaruh terhadap hasil air jika curah hujan pra-rehabilitasi relatif sama dengan pasca-rehabilitasi dan terdapat perbedaan sifat-sifat tanah pada dua kondisi tersebut.
33
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas Kawasan mata air Blok S Cipendawa terletak di Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Sub-DAS Ciliwung Hulu, Jawa Barat. Berada di koordinat geografis 6o38‟10‟‟ Lintang Selatan dan 106o54‟28” Bujur Timur, ketinggian tempat berkisar antara 709,5 – 772,85 mdpl, kemiringan lereng bervariasi dari 0 - 30o. Jenis tanah latosol, jenis batuan gunung api muda, termasuk dalam geohidrologi akuifer setempat produktif, dan merupakan daerah resapan tak berarti (Bappeda Kabupaten Bogor 2005), curah hujan berkisar antara 3000-4000 mm per tahun. Luas total daerah resapan air 5.945.9 m2. Pemukiman terdekat adalah Kampung Bengkok yang berjarak + 500 m ke arah selatan dan Desa Gunung Geulis + 1 km ke arah utara (termasuk wilayah DAS Cikarang) dari lokasi penelitian. Perjalanan menuju lokasi dapat ditempuh dengan berjalan kaki dan menggunakan mobil atau motor, berjarak + 2 km dari jalan raya Megamendung Puncak. Lokasi penelitian merupakan lahan bekas HGU Perkebunan Teh PT. Buana Estate yang habis masa berlakunya pada tahun 2000 dan saat ini termasuk dalam wilayah program rehabilitasi lahan Kelompok Tani Megamendung. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 7 Bab III.
4.2 Kondisi Sosial Masyarakat Pemukiman masyarakat terdekat adalah Kampung Bengkok Desa Cipayung Girang Kecamatan Megamendung yang berjarak + 500 m arah selatan dan Desa Gunung Geulis Kecamatan Kedunghalang (DAS Cikarang) yang berjarak + 1 km arah utara dari lokasi penelitian. Mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah sebagai buruh tani, penjaga villa dan tukang ojek, dengan tingkat pendidikan sebagaian besar adalah tamatan SD dan SMP. Lebih dari 50% tanah dimiliki oleh warga luar desa yang dibangun villa, dibiarkan dan/atau ditanami singkong. Kesadaran masyarakat akan pentingnya rehabilitasi lahan dirasa masih rendah, hal tersebut dilihat dari kurangnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan
34
rehabilitasi lahan baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun oleh Kelompok Tani Megamendung. Selain itu tekanan ekonomi juga mendorong masyarakat untuk menjual tanah yang dimiliki yang sering kali berujung pada dibangunnya villa atau menjadi tanah terlantar.
4.3 Kondisi Pra-rehabilitasi Lahan Mata air di Blok S Cipendawa mulai tidak produktif sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2002. Penutupan lahan berupa kebun singkong, semak, rumput, dan tanah terbuka serta terdapat beberapa tanaman kayu keras. Kisaran suhu udara maksimum 31-33 °C, minimum 17,7 - 22,2 °C. Terdapat satu titik bekas mata air, terdapat kirang dari 100 batang pohon lokal, kondisi tanah sangat masam, pH tanah mencapai 2,5 - 4,5 dan tidak ditemukan cacing tanah (Istiawan et al. 2007). Lebih dari 50% vegetasi yang ada di sekitar lokasi penelitian berupa kebun singkong, selebihnya berupa alang-alang, rumput, semak dan tanah terbuka. Foto kondisi pra-rehabilitasi lahan dapat dilihat pada gambar 11 dan 12 Bab V.
4.4 Kondisi Pasca-rehabilitasi Lahan Mata air mulai mengalir kembali sepanjang tahun mulai bulan November 2003 (Istiawan et al. 2009). Suhu udara harian rata-rata 22,21 °C, maksimum 25 °C dan minimum 19,88 °C. Sampai dengan tahun 2008 vegetasi di daerah resapan mata air berupa vegetasi campuran (beberapa jenis pohon dengan tinggi 3-7 m, diameter 10-20 cm, bambu, pakis purba, tumbuhan bawah, dll.), jati & mengkudu, semak rumput, kebun singkong, dan jati & rumput. Vegetasi di sekitar daerah resapan air berupa sungkai, mengkudu, kayu afrika, pertanian sayuran organik, rumput, alang-alang (termasuk dalam areal rehabilitasi Kelompok Tani Megamendung), kebun singkong, alang-alang dan lain-lain. Foto penutupan lahan daerah resapan mata air dapat dilihat pada gambar 13 dan 14 Bab V.
4.5 Tahapan Kegiatan Rehabilitasi Lahan Kegiatan
rehabilitasi
lahan
dilaksanakan
oleh
Kelompok
Tani
Megamendung yang dimulai sejak tahun 2002. Sampai dengan tahun 2008 total luas areal rehabilitasi lahan adalah 12 ha yang diperluas secara bertahap, yaitu
35
tahun 2001 seluas 2 ha, tahun 2002 menjadi 4 ha, tahun 2003 menjadi 7 ha, tahun 2005 menjadi 9 ha, tahun 2006 – 2008 menjadi 12 ha. Tahapan kegiatan rehabilitasi lahan disajikan pada tabel 7 (Istiawan et al. 2008).
Tabel 7 Tahapan kegiatan rehabilitasi lahan Kelompok Tani Megamendung Tahun Kegiatan 2002
Penanaman 2000 jati emas, pupuk dasar menggunakan pupuk kandang kecuali pada 300 pohon pernah menggunakan urea dua kali hanya dalam tahun 2002. Pada tahun ini juga ditanam 200 pohon mengkudu. Total luas lahan 4 hektar.
2003
Penanaman 4000 jati emas, dan + 1000 pohon jenis campuran terdiri dari pohon sukun, kiputri, kayu manis, duren, mahkota dewa, mahoni, damar dan lain-lain; pembibitan sungkai, mahkota dewa, damar, pinus, belimbing, dan lain-lain; penanaman terutama di daerah jati mas dengan multicrops sayuran, pupuk dasar organik (bokasi). Total luas lahan 7 hektar.
2004
Penanaman + 5000 pohon jenis campuran, terdiri dari damar, pinus, sungkai, mahkota dewa, mengkudu, pulai, tanjung, dan lain-lain; pembibitan mengkudu, pinus, dammar; melanjutkan konsep multicrops dengan pupuk organik.
2005
Penanaman + 4000 pohon campuran, terdiri dari damar, sungkai, pinus, matoa, buah merah, cempaka, mahkota dewa, mengkudu, khaya, dan lain-lain; pembibitan matoa, afrika, sungkai, dan lain-lain dengan pupuk dasar pupuk organik. Total luas lahan 9 hektar.
2006
Penanaman + 5000 pohon jenis campuran, terdiri dari damar, matoa, sungkai, afrika, mahoni, dll, basis pupuk organik. Total luas lahan 12 hektar.
2007
Penanaman 2000 pohon jenis campuran terdiri dari kayu afrika, mindi, suren, mahoni, eboni dan lain-lain untuk penambahan dan penyulaman.
36
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Perkembangan Kondisi Mata Air dan Penutupan Lahan Berdasarkan hasil penelusuran kondisi mata air dan penutupan lahan Blok S Cipendawa pra-rehabilitasi diperoleh data sebagai berikut (Tabel 8).
Tabel 8 Penutupan lahan dan kondisi mata air Blok S Cipendawa pra-rehabilitasi Tahun
Penutupan lahan
1975-1985 Kebun cengkeh
Kondisi mata air
Sumber informasi
Mengalir sepanjang
Abing, Asep, Ade, Apud,
tahun
Hambali, Saripudin, Pandi
1985-1998 Kebun teh
Mengalir sepanjang
Wahyu, Ade, Apud, Ajid,
tahun
Kosim, Bukhori, Galing, Saripudin, Pandi
1998-2002 Kebun singkong,
Rembesan di musim
Rosita, Ade, Wahyu,
semak- rumput,
hujan, kering di
Untung, Galing, Muhdi,
tanah terbuka.
musim kemarau
Sutisna, Saripudin
Sumber : Hasil wawancara
Berdasarkan data pada tabel 7, daerah tangkapan air (DTA) mata air di Blok S Cipendawa mengalami beberapa kali pergantian penutupan lahan. Penutupan lahan yang paling lama adalah berupa perkebunan teh selama 13 tahun dan perkebunan cengkeh 10 tahun. Lamanya penutupan lahan tersebut dikarenakan adanya manajemen lahan melaui hak guna usaha (HGU) PT. Buana Estate. Salah satu bukti lapangan pernah adanya perkebunan teh di lokasi tersebut adalah ditemukannya beberapa batang pohon teh (gambar 9).
37
Foto : Doc. KTM
Gambar 9 Tanaman teh bekas HGU PT. Buana Estate.
Penutupan lahan berganti menjadi kebun singkong, semak-rumput dan lahan terbuka ketika masa berlaku HGU PT. Buana Estate telah habis. Sebagian lahan bekas HGU dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk menanam singkong, sedangkan sebagian lainnya tidak dikelola dibiarkan tumbuh rumput dan semak. Mata air mengalir pada saat penutupan lahan berupa perkebunan cengkeh dan perkebunan teh. Sedangkan ketika penutupan lahan berubah menjadi kebun singkong, semak, rumput dan lahan terbuka mata air hanya berupa rembesan pada musim hujan dan kering pada musim kemarau. Lahan di DTA mata air Blok S Cipendawa kembali mengalami pergantian penutupan lahan pada akhir tahun 2002 dengan dimulainya kegiatan rehabilitasi lahan oleh Kelompok Tani Megamendung. Data penutupan lahan pascarehabilitasi lahan disajikan dalam tabel 9.
38
Tabel 9 Penutupan lahan dan kondisi mata air Blok S Cipendawa pascarehabilitasi. Tahun
Penutupan lahan
Kondisi mata air
2002
Semak, rumput, tanah terbuka, bibit
Rembesan di musim hujan,
jati mas
kering di musim kemarau
Semak, rumput, tanah terbuka, bibit
Akhir 2003 mata air mulai
jati mas, mengkudu
mengalir
Semak, rumput, tanah terbuka, bibit
Mengalir sepanjang tahun
2003
2004
jati mas, mengkudu, singkong 2005-2008 Campuran, jati & mengkudu, semak
Mengalir sepanjang tahun
rumput, singkong, jati & rumput Sumber : Kelompok Tani Megamendung 2007
Kegiatan rehabilitasi lahan mulai menunjukkan adanya perbaikan lahan pada akhir tahun 2003 yang ditandai dengan mengalirnya kembali mata air yang kering pada masa pra-rehabilitasi.
5.2 Peta Jaringan Sungai Keberadaan mata air di suatu wilayah dapat diduga menggunakan program GIS ArcView extension AVSWAT 2000 dengan berdasarkan pada peta digital kontur untuk menghasilkan peta jaringan sungai dimana mata air berada di pangkal aliran sungai ordo 1 (satu). Hasil pembuatan peta jaringan sungai disajikan pada gambar 10. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa di Blok S Cipendawa Megamendung terdapat sungai ordo 1 (satu) dimana aliran sungai bersumber langsung dari mata air. Berdasarkan data sejarah penutupan lahan dan mata air Blok S Cipendawa pra-rehabilitasi (tabel 5) dan peta jaringan sungai (gambar 10) dapat dikatakan bahwa di Blok S Cipendawa Megamendung memang pernah terdapat mata air.
39
710800
710850
710900
710950
711000
711050
711100
711150 9266150
9266150
710750
9266100
9266100
N
Lokasi Mata Air
9266050
9266050
9266000
9266000
9265950
9265950
9265900
9265900
710800
710850
0
710900
710950
711000
711050
0.08
711100
711150
9265800
9265800
9265850
9265850
710750
0.08
0.16 Miles
Peta Jaringan Sungai Blok S Cipendawa Lokasi : Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. 6.38.10 LS 106.54.8.BT
Legenda Sungai Kecil Kontur Cipendawa
Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor 2005 - Peta Kontur Ahmad Sahab 2008 - Peta Jaringan Sungai Blok S Cipendawa
Gambar 10 Peta jaringan sungai Blok S Cipendawa.
5.3 Rehabilitasi Lahan Kegiatan rehabilitasi lahan di Blok S Cipendawa dilaksanakan oleh Kelompok Tani Megamendung sejak akhir tahun 2002. Kondisi awal penutupan lahan berupa semak, rumput, kebun singkong, dan tanah terbuka. pH berkisar antara 2,5 – 4, pohon asli kurang dari 100 pohon dan terdapat satu titik bekas mata air yg tidak berfungsi, serta tidak ditemukannya cacing tanah (Istiawan et al. 2007). Foto kondisi awal kegiatan rehabilitasi lahan dapat dilihat pada gambar 11 dan gambar 12.
40
Lokasi mata air
Foto : Doc. KTM
Gambar 11 Penutupan lahan awal pelaksanaan rehabilitasi lahan (2002).
Foto : Doc. KTM
Gambar 12 Lokasi mata air pra-rehabilitasi (2002).
Kegiatan rehabilitasi diawali dengan penanaman bibit jati mas sebanyak + 1000 bibit, kemudian pada tahun 2003 dilanjutkan dengan penanaman jenis pohon lainnya seperti sungkai, kayu afrika, mahoni, damar, pinus, buah-buahan, mengkudu, mahkota dewa, buah merah, dan lain-lain. Perbandingan penutupan lahan antara masa pra-rehabilitasi dan masa rehabilitasi sampai dengan tahun
41
2008 disajikan pada tabel 10. Foto penutupan lahan dan mata air dapat dilihat pada gambar 13 dan 14.
Tabel 10 Perbandingan penutupan lahan DTA Blok S Cipendawa masa prarehabilitasi dan masa rehabilitasi Pra-rehabilitasi Semak rumput
Rehabilitasi
Semak rumput
Jati & mengkudu
Semak rumput
Semak rumput
Tinggi 10-100 cm. Luas : 622,2453 m2.
Singkong
Singkong
Kebun singkong tidak terawat, tinggi 50-100 cm. Luas : 622,2453 m2.
Rumput
Jati dan rumput
Pertumbuhan jati tidak bagus, tinggi 0,5 – 7 m, diameter <3,18 – 6,69 cm, lebar tajuk 0,3 – 3 m, jumlah tanaman + 250 batang, tinggi rumput 50-150 cm. Luas : 1.313,629 m2.
Campuran
Keterangan Campuran terdiri dari beberapa jenis pohon (tinggi 2-7 m, diameter <3,18 – 11,46 cm), bambu, tumbuhan bawah, pakis purba. Luas : 2.350,705 m2. Jati & mengkudu : tinggi 2-8 m, diameter <3,18 – 11,46 cm, lebar tajuk 0,3 – 4,5 m, jumlah tanaman + 300 batang. Luas : 1.037,076 m2.
Sampai dengan tahun 2008 kegiatan rehabilitasi lahan yang dilakukan oleh Kelompok Tani Megamendung menunjukkan adanya perubahan penutupan lahan yang signifikan yaitu dari semak rumput menjadi vegetasi campuran dan jati & mengkudu dengan total luas 3.387,781 m2 (57%). Di samping itu masih terdapat lahan yang kondisi vegetasinya tidak berbeda jauh dengan masa pra-rehabilitasi yaitu semak rumput, singkong dan jati & rumput, dengan total luas 2.558,12 m2 (43%). Foto-foto vegetasi DTA Blok S Cipendawa dapat dilihat pada lampiran 3.
42
Lokasi mata air
Gambar 13 Penutupan lahan rehabilitasi tahun 2008.
Gambar 14 Mata air pasca-rehabilitasi (2008).
5.4 Curah Hujan sebagai Masukan Debit Mata Air Air hujan merupakan sumber pengisi air tanah yang paling besar. Oleh karena itu debit mata air dapat dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh curah hujan. Perbedaan curah hujan yang tinggi dalam waktu yang lama dapat menjadi faktor penyebab perbedaan debit mata air. Boleh jadi mata air yang kering disebabkan oleh rendahnya curah hujan di suatu tempat. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan curah hujan antara masa pra-rehabilitasi (1998-2002) dan masa pasca-rehabilitasi (2003-2007) digunakan data curah hujan dari Stasiun Klimatologi Citeko yang merupakan stasiun
43
pengamat curah hujan terdekat dengan lokasi penelitian. Perbandingan curah hujan antara masa pra-rehabilitasi dengan masa pra-rehabilitasi disajikan dalam grafik pada gambar 15.
Gambar 15 Grafik curah hujan tahunan Blok S Cipendawa.
Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa curah hujan rata-rata tahunan pada masa pra-rehabilitasi (1998-2002) adalah 3.114,6 mm/tahun, pada masa rehabilitasi (2003-2007) 3.038,7 mm/tahun. Curah hujan tertinggi pada masa prarehabilitasi adalah 3.686,6 mm/tahun, sedangkan masa rehabilitasi adalah 3.479,5. Curah hujan terendah pada masa pra-rehabilitasi sebesar 2847.4 mm/tahun, sedangkan pada masa rehabilitasi sebesar 2.720,9 mm/tahun. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa curah hujan antara masa pra-rehabilitasi relatif sama dengan masa rehabilitasi, hanya terdapat selisih 75,9 mm/tahun dimana curah hujan masa pra-rehabilitasi lebih tinggi. Dengan demikian berarti keringnya mata air pada tahun 1998-2002 atau mengalirnya kembali mata air pada tahun 2003-2007 bukan disebabkan karena perbedaan curah hujan.
5.5 Korelasi antara Debit Mata Air dengan Curah Hujan Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antar dua variabel (atau lebih). Arah dinyatakan dalam bentuk hubungan positif (+) atau negatif (-), sedangkan kuatnya hubungan dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi. Grafik hubungan debit mata air dan curah hujan Blok S Cipendawa disajikan pada gambar 16.
44
Gambar 16 Grafik hubungan debit mata air dan curah hujan.
Grafik hubungan debit mata air dan curah hujan memiliki nilai koefisien korelasi (R) 0,62 dengan persamaan korelasi Q = 0,494 x CH + 22.18. Berdasarkan tabel tingkat hubungan variabel (tabel 6) dengan nilai korelasi antara 0,60 - 0,799 debit mata air Blok S Cipendawa memiliki hubungan yang kuat dengan curah hujan, artinya fluktuasi debit mata air dipengaruhi oleh besarnya curah hujan. Grafik debit mata air dan curah hujan Blok S Cipendawa (gambar 17) memiliki fluktuasi yang relatif sama dimana fluktuasi debit mata air mengikuti fluktuasi curah hujan dengan debit rata-rata 35,53
m3/hari, tertinggi 86,42
m3/hari, terendah 12,35 m3/hari, curah hujan rata-rata 26,77 mm, tertinggi 88 mm, terendah 0,00 mm. Berdasarkan klasifikasi mata air Meinzer (tabel 2) debit mata air Blok S Cipendawa termasuk ke dalam mata air kelas 6. Menurut Linsley & Franzini (1979) mata air yang memiliki debit yang sangat berfluktuasi dan kadang-kadang kering pada musim kemarau merupakan mata air yang airnya berasal dari akuifer yang kecil atau sangat lulus air.
45
Gambar 17 Grafik debit mata air dan curah hujan Blok S Cipendawa.
5.6 Keseimbangan Air Tank Model Berdasarkan hasil perhitungan keseimbangan air Tank Model dengan persamaan diperoleh data keseimbangan air yang tersaji pada gambar 18. Perhitungan keseimbangan air menggunakan nlai-nilai parameter yang diperoleh dari hasil kalibrasi Tank Model (lampiran).
Gambar 18 Keseimbangan air Blok S Cipendawa.
Keseimbangan air terdiri dari curah hujan 1413,5 mm, debit 0,307 mm, evapotranspirasi 291,834 mm dan simpanan air tanah 1121,358 mm. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa 79,33% air hujan tersimpan di dalam tanah, 20,65% menjadi evapotranspirasi, dan sisanya menjadi debit. Debit mata air berasal dari aliran yang terdiri dari lapisan aliran yaitu surface flow (aliran permukaan),
46
intermediate flow (aliran tengah), sub-base flow (aliran sub-dasar) dan base flow (aliran dasar). Persentase masing-masing aliran disajikan pada gambar 19.
Gambar 19 Persentase aliran air sumber mata air.
Debit mata air Blok S Cipendawa berasal dari 11,36% aliran permukaan, 76,11% aliran tengah, 0,00% dari sub-dasar dan 12,53% berasal dari aliran dasar. Lebih dari 50% debit mata air berasal dari aliran tengah menandakan keberadaan akuifer yang cukup dangkal. Hal tersebut sesuai dengan fluktuasi debit mat air yang dipengaruhi oleh curah hujan yang menunjukkan bahwa mata air tersebut berasal dari akuifer yang kecil (dangkal). Pada akuifer yang dangkal air hujan yang masuk ke dalam tanah cepat mencapai muka air tanah dan mengalir menjadi debit mata air sehingga keberadaanya sangat bergantung pada sifat-sifat tanah untuk meloloskan air ke dalam tanah seperti tekstur, struktur, porositas, Corganik, dan kapasitas lapang. Keandalan model keseimbangan air Tank Model dilihat dari nilai-nilai indikator keandalan model yaitu R (Coefficient of Correlation), RMSE (Root Square Mean Error), MAE (Mean Average Error), APD (Average Percentage Deviation) dan LOG (Log Root Square Mean). Nilai-nilai indikator keandalan model disajikan pada tabel 11.
47
Tabel 11 Indikator keandalan Tank Model Indikator
Nilai
R(Corelation)
0.866
RMSE
0.002
APD
0.063
MAE
0.001
LOG
0.154
Nilai R model berada di dalam selang koefisien korelasi 0,8 – 1 menunjukkan hubungan yang sangat kuat (Sugiyono 2005) antara aliran hasil perhitungan Tank Model dengan aliran hasil pengukuran di lapangan. Secara umum persentase kesalahan (APD) Tank Model dalam menggambarkan aliran air mempunyai nilai dibawah 10 %. Sedangkan rata-rata RMSE dan MAE berturutturut dibawah 1%. Nilai-nilai tersebut menunjukkan keandalan Tank Model yang digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis keadaan keseimbangan air mata air Blok S Cipendawa.
5.7 Laju Infiltrasi, Sifat-Sifat Tanah dan Peran Vegetasi Pengukuran laju infiltrasi dilakukan untuk mengetahui seberapa cepat air dapat masuk ke dalam tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi dianalisis untuk mengetahui pengaruh perbedaan sifat-sifat tanah terhadap laju infiltrasi. Pada penelitian ini pengaruh rehabilitasi lahan terhadap hasil air dilihat pada laju infiltrasi dan sifat-sifat tanah pada lahan yang mengalami perubahan vegetasi yaitu lahan vegetasi campuran dan lahan jati & mengkudu, sedangkan penutupan lahan lainnya sebagai pendukung. Hasil analisis sifat-sifat tanah dan pengukuran laju infiltrasi dapat dilihat pada tabel 12.
48
Tabel 12 Hasil analisis sifat-sifat tanah dan pengukuran laju infiltrasi DTA Blok S Cipendawa Sifat tanah
Campuran Jati &
Semak
Singkong
Jati &
Mengkudu
rumput
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Pasir
liat
liat
liat
berpasir
berlempung
berpasir
berpasir
berpasir
Struktur
Granular
Granular
Granular
Granular
Granular
C-organik (%)
2.78
2.08
1.76
1.76
2.16
Bahan organik
4,79
3,59
3,03
3,03
3,72
Porositas (%)
56.19
50.19
48.4
59.92
58.02
KA Kapasitas
56.41
52.12
49.44
56.82
55.65
115
180
105
77.5
62.5
164.56
240.93
127.49
108.23
86.96
70,96
139,16
17,65
401,79
395,83
Tekstur
rumput
(%)
lapang (%) Tebal solum (cm) Kapasitas lapang (mm) Laju infiltrasi (mm/jam)
Laju infiltrasi tertinggi adalah pada lahan vegetasi singkong 401,79 mm/jam (sangat cepat), diikuti oleh jati & rumput 395,83 mm/jam (sangat cepat), jati & mengkudu 139,16 mm/jam (cepat), campuran 70,96 mm/jam (sedangcepat), dan yang paling rendah adalah lahan vegetasi semak rumput 17,65 mm/jam (sedang-lambat). Tingginya laju infiltrasi lahan singkong dan jati & rumput lebih disebabkan karena adanya pengolahan tanah dan tekstur tanah yang banyak mengandung pasir. Hanafiah (2005) menyatakan bahwa tanah bertekstur pasir berlempung memiliki kandungan pasir 70-90%, debu <30%, dan liat <15%, sedangkan tanah bertekstur lempung berpasir memiliki kandungan pasir antara 4087,5%, debu <50%, liat <20%. Tanah yang banyak mengandung pasir memiliki
49
sifat yang mudah dilalui air karena memilki lebih banyak pori makro daripada pori mikro, akan tetapi memiliki kemampuan menahan air yang rendah (Engle et al. 2008). Selain tekstur laju infiltrasi juga dipengaruhi oleh struktur. Tanah dengan struktur granular dapat dilalui air dengan mudah (Engle et al. 1993). Sehingga walaupun air mudah meresap ke dalam tanah akan mudah hilang juga, oleh karena itu pada tanah bertekstur kasar dan berstruktur granular seringkali ditemukan rembesan air pada musim hujan tetapi kering pada musim kemarau. Perbandingan laju infiltrasi dan sifat-sifat tanah pada lahan pra-rehabilitasi dan pasca-rehabilitasi dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13 Perbandingan laju infiltrasi dan sifat-sifat tanah pra-rehabilitasi dan pasca-rehabilitasi Sifat tanah Pra-rehabilitasi Pasca-rehabilitasi Semak Semak Campuran Jati & rumput rumput Mengkudu Laju infiltrasi (mm/jam) Tekstur
17,65
17,65
70,96
139,16
Lempung liat
Lempung
Lempung
Lempung
berpasir
liat
liat berpasir
liat
berpasir Struktur
berpasir
Granular
Granular
Granular
Granular
C-organik (%)
1,76
1,76
2,78
2,08
Bahan organik (%)
3,03
3,03
4,79
3,59
Porositas (%)
48,4
48,4
56,19
50,19
KA Kapasitas lapang (%)
49,44
49,44
56,41
52,12
180 218,55
115 164,56
180 240,93
Tebal solum (cm) Kapasitas lapang (mm)
115 139,63
Rehabilitasi lahan menunjukkan adanya peningkatan laju infiltrasi tanah. Sebelum rehabilitasi laju infiltrasi adalah 17,65 mm/jam, sedangkan setelah rehabilitasi laju infiltrasi meningkat menjadi 70,96 mm/jam pada vegetasi campuran dan 139,16 mm/jam pada vegetasi jati & mengkudu. Peningkatan laju infiltrasi tersebut disebabkan karena adanya perbaikan sifat-sifat tanah yaitu : Corganik dari 1,76% menjadi 2,78% pada vegetasi campuran dan 2,08% pada
50
vegetasi jati & mengkudu; bahan organik dari 3,03% menjadi 4,79% pada vegetasi campuran dan 3,59% pada vegetasi jati & mengkudu; porositas dari 48,4% menjadi 56,19% pada vegetasi campuran dan 50,19% pada vegetasi jati & mengkudu; kapasitas lapang dari 139,63 mm menjadi 164,56 mm pada vegetasi campuran dan dari 218,55 mm menjadi 240,93 mm pada vegetasi jati & mengkudu. Rehabilitasi lahan dengan penanaman pepohonan dan penggunaan pupuk organik menghasilkan lebih banyak serasah sehingga meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Trautmann et al. (1985) menyebutkan bahwa bahan organik akan menjadi humus yang sangat penting untuk menahan air di zona perakaran. Pada tanah berpasir humus sangat penting untuk menahan air di zona perakaran, sedangkan untuk tanah liat sangat baik untuk memperbesar ukuran pori tanah sehingga permeabilitasnya meningkat. Menurut Engle et al. (1993) bahan organik juga penting dalam pembentukan struktur dengan membantu mengikat partikel tanah ke dalam agregat. Struktur penting karena meningkatkan jumlah pori besar pada tanah. Lee (1980) menyatakan bahwa kapasitas infiltrasi rata-rata berkorelasi dengan sifat-sifat fisik tanah; korelasi adalah positif terhadap porositas tanah dan kandungan bahan organik, dan negatif terhadap kandungan liat dan berat isi tanah. Lahan yang bervegetasi pada umumnya lebih menyerap air karena serasah permukaan mengurangi pengaruh-pengaruh pukulan tetesan hujan, dan bahan organik, mikro-organisme serta akar-akar tanaman cenderung meningkatkan porositas tanah dan memantapkan struktur tanah. Vegetasi juga menghabiskan kandungan air tanah hingga jeluk-jeluk yang lebih besar, meningkatkan peluang penyimpanan air dan menyebabkan laju infiltrasi yang lebih tinggi (Lee 1980). Menurut Trisaptono (1992) vegetasi dapat mengubah kondisi sifat fisik tanah, yang membuatnya lebih cocok dengan bagi kehidupan jasad mikroba dan fauna tanah sehingga bersama-sama bahan organik memungkinnya terjaminnya kehidupan mikro fauna dalam tanah. Aktivitas tersebut dapat menambah pori-pori dalam tanah, sehingga peresapan air ke dalam tanah meningkat dan akibatnya aliran permukaan juga berkurang dan erosi menurun. Vegetasi akan memelihara bahan organik dalam tanah dan bersama-sama dengan akar-akarnya akan
51
memperbaiki porositas tanah, sehingga ketika turun hujan kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah dapat dipertahanan pada tingkat yang tinggi. Pembuatan terasering menyebabkan air hujan tertahan lebih lama di permukaan tanah yang datar sehingga jumlah air yang terserap ke dalam tanah lebih banyak. Arsyad (2000) menyebutkan bahwa pembuatan terras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah.
52
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Kegiatan rehabilitasi lahan bervegetasi semak dan rumput menjadi vegetasi campuran dan jati & mengkudu memberikan dampak adanya perbaikan sifat-sifat tanah yang berkaitan dengan laju infiltrasi seperti porositas, kandungan bahan organik, C-organik dan kapasitas lapang sehingga meningkatkan laju infiltrasi tanah. Pembuatan terasering membuat air lebih lama tertahan di permukaan tanah sehingga jumlah air yang terserap ke dalam tanah lebih banyak. Penggunaan pupuk organik juga meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Meningkatnya laju infiltrasi menyebabkan meningkatnya jumlah air tanah yang diindikasikan oleh mengalirnya mata air sepanjang tahun yang sempat mengering ketika lahan bervegetasi semak-rumput. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan rehabilitasi lahan di Blok S Cipendawa Megamendung berpengaruh terhadap peningkatan air tanah (debit mata air).
6.2 Saran Berdasarkan pertimbangan data-data dan hasil analisis yang diperoleh dalam penelitian ini, penulis menyarankan beberapa hal berikut : 4.3.1.1.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam dengan
model keseimbangan air dalam jangka waktu yang lebih lama, serta pembuatan simulasi model hidrologi baik pada lahan ketika mata air mengalir maupun pada saat kering. 4.3.1.2.
Fluktuasi debit mata air dipengaruhi kuat oleh curah hujan, oleh
karena itu untuk meningkatkan debit mata air hujan yang turun harus dimaksimalkan terserap dan tersimpan ke dalam tanah dengan cara mempertahankan keberadaan vegetasi penutup tanah. 4.3.1.3.
Peningkatan laju infiltrasi lebih disebabkan karena meningkatnya
bahan organik tanah, oleh karena itu kegiatan rehabilitasi lahan sebaiknya dilakukan dengan penanaman pohon menggunakan pupuk kompos untuk mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan bahan organik tanah.
53
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2007. Mata Air. http://id.wikipedia.org/wiki/Mata_air [12 Maret 2008]. Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Bowen R. 1986. Groundwater. 2nd edition. New York: Elsevier Applied Science Publishers Chang M. 2003. Forest Hydrology: an Introduction to Water and Forests. London: CRC Press. Engle CF, Cogger CG, Stevens RG. 1993. Role of Soil in Groundwater Protection. WSU Cooperative Extension Bulletin EB1633. http://cru.cahe.wsu.edu/CEPublications/eb1633/eb1633.html [12 Juli 2008]. Hakim et al. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung Press. Hamilton LS, King PN. 1992. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika, Tanggapan Hidrologi dan Tanah terhadap Penggunaan atau Konversi. Suryanata K, penerjemah; Tjitrosoepomo G, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Tropical Forested Watersheds, Hydrologic and Soils Response to Major Uses of Conversions. Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Jakarta: Pustaka Jaya. Islami T, Utomo WH. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Semarang: IKIP Semarang Press. Kohnke H. 1968. Soil Physics. New York: Mc. Graw Hill. Lee R. 1998. Hidrologi Hutan. Subagio S, penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Forest Hydrology. Linsley RK, Franzini JB. 1979. Teknik Sumber Daya Air, Edisi 3. Sasongko D,
54
penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari:
Water
Resources Engineering, 3rd Edition. Lubis RF. 2006. Airtanah: Apa dan Bagaimana Mencarinya. http://geoblogi.wordpress.com [20 Desember 2008]. Marshall TJ, Holmes JW. 1988. Soil Physics, 2nd edition. Cambridge: Cambridge University Press. Montgomery CW. 2003. Environmental Geology. 6th edition. New York: Mc. Graw Hill. Mori K. 2003. Hidrologi untuk Pengairan. Taulu L, penerjemah; Sosrodarsono S, Takeda K, editor. Jakarta : PT. Pradnya Paramita. Terjemahan dari: Manual on Hydrology. Pudjiharta Ag. Cara Perhitungan dan Manfaat Data Evapotranspirasi. Info Hutan 101/1998. Purwowidodo. 2003. Mengenal Tanah. Bogor: IPB Press. ___________ . 2005. Mengenal Tanah. Bogor: IPB Press. Rudiyanto, Setiawan BI. 2003. Optimasi Parameter Tank Model Menggunakan Genetic Algorithm. Buletin Keteknikan Pertanian 17(1):8-16. __________________ . 2003. Tank Model Optimizer User’s Manual (Optimize Tank Model Using Genetic Algorithm). Singer HA, Purwanto E. 2006. Misteri Kekayaan Hayati Hutan Lambusango. Buton: PKHL – Operation Wallacea Trust. Suhardi. 2003. Efektifitas Vegetatif dalam Konservasi Tanah dan Air pada suatu DAS. Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor. Suprayogi S, Budi IS, Lilik BP. 2003. Penerapan Beberapa Model Evapotranspirasi di Derah Tropika. Buletin Keteknikan Pertanian 17(2): 713. Suryatmojo H. 2006. Peran Hutan sebagai Penyedia Jasa Lingkungan. http://mayong.staff.ugm.ac.id/site/?p=89 [5 Januari 2009].
Trisaptono O. 1992. Pengaruh Reboisasi dengan Tumpangsari terhadap Konservasi Tanah dan Air serta Pendapatan Petani di Sub-DAS Manting, Malang, Jawa Timur [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
55
Trautmann NM, Porter KS, Wagenet RJ. 1985. Water and the Soil. Natural Resources Cornell Cooperative Extension. http://pmep.cce.cornell.edu/ facts-slides-self/facts/wat-so-grw85.html [12 Juli 2008].
56
LAMPIRAN
57
Lampiran 1 Panduan pemerian kelas tekstur tanah katagori detil dengan metode uji rasa rabaan (Puwowidodo 2005) Kepalan contoh tanah Ǿ 2,5 cm
Tidak
Dibentuk bola padu
Pasir
Ya Ya
Tidak Digulung membentuk silinder tebal dan pendek
Pasir geluhan Tidak
Bola mudah hancur
Terasa sangat pasiran Tidak
Ya Digulung membentuk pita
Geluh pasiran
Ya
Terasa sabun/sutera merajai
Tidak
Ya
Terasa sangat seperti sabun/sutera
Tidak Geluh debuan
Ya Debu
Ya Tidak
Tidak
Pita dibentuk U
Geluh Tidak
Ya Rasa sutera/sabun nyata
Ya Pita U retak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak Pita dibentuk lingkaran/cincin
Geluh lempung pasiran
Rasa pasiran nyata
Geluh lempung debuan
Tidak Ya
Tidak Cincin retak
Ya
Rasa sutera/sabun nyata
Tidak Geluh
Tidak Rasa pasiran nyata
Ya
Lempung pasiran
Tidak Ya
Lempung pasiran
Rasa sutera/sabun nyata Tidak
Lempung pasiran
58
Lampiran 2 Penampilan struktur tanah (Purwowidodo 2005)
59
Lampiran 3 Foto penutupan lahan daerah tangkapan air Blok S Cipendawa Megamendung
Vegetasi campuran
Vegetasi semak-rumput
Vegetasi jati & rumput
Vegetasi jati & mengkudu
Vegetasi singkong
60
Lampiran 4 Peta penutupan lahan DTA Blok S Cipendawa Megamendung
711200
704000 706000 708000 710000 712000 714000 716000 718000 720000 704000 706000 708000 710000 712000 714000 716000 718000 720000
9266100
Lokasi mata air
711200
9254000925600092580009260000926200092640009266000
711100
9266100
9266100
711000 711100
9254000925600092580009260000926200092640009266000
710900 711000
Cip ayu ng
Cipayunggirang Cipayung Cip ayu ng gira ng
Megamendung Mega me ndu ng
Gadog Ga do g
Bendungan Bend un ga n Sukakarya Suka karya Sukamaju Suka maj u Sukamanah Suka man ah Sukagalih Suka ga lih Sukaresm i Suka resm i Kuta Kuta
Daerah tangkapan mata air
9266000926400092620009260000925800092560009254000
9266200
710800 710900
9266100
710700
9266000926400092620009260000925800092560009254000
710800
9266200
710700
9266200
9266200
Peta Lokasi Penelitian Peta Lokasi Penelitian
9266000 9265900
9265900
30
0 3 3 6 6Kilometers Kilometers
Peta Lokasi Penelitian Peta Lokasi Penelitian: : Blok SBlok Cipendawa, Desa S Cipendawa, DesaMegamendung, Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Jawa Barat Kabupaten Bogor Jawa Barat
9265900
9265900
9266000
9266000
9266000
704000 708000 706000 708000 710000 712000 714000716000 716000 718000 720000 704000 706000 710000 712000 714000 718000 720000
3
NN
9265800
710800 Keterangan : 710700
0Lokasi :0.07 Blok 0.07
710900 710800
711000 710900
711100 711000
711100
711200
9265800
710700
0.07
EE SS
9265800
9265800
W W
711200
Areal Rehabilitasi KTM Areal Rehabilitasi Lahan Lahan KTM DTADTA Blok S SCipendawa Blok Cipendawa DASDAS Ciliwung Ciliwung Batas Desa Batas Desa
0.14 KilometersDesa Megamendung, Kecamatan S 0Cipendawa, 0.07 0.14 Kilometers Sumber : : Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. 6.38.10 LSSumber 106.54.8 BTBogor. Bappeda Kabupaten Bogor. 2005. Batas Desa DAS Ciliwung Bappeda2008. Kabupaten 2005. Batas Desa KTM DAS Ciliwung 2 Ahmad Sahab. Areal Rehabilitasi Lahan Luas total DTA : 5.945,9 m Ahmad Sahab. 2008. Areal Rehabilitasi Lahan KTM Luas lahan bervegetasi campuran : 2.350,705 m2 (39,53%) Luas lahan bervegetasi jati & mengkudu : 1.037,076 m 2 (17,44%) Luas lahan bervegetasi semak-rumput : 622,245 m2 (10,47%) Luas lahan bervegetasi singkong : 622,245 m2 (10,47%) Luas lahan bervegetasi jati & rumput : 1.313,629 m2 (22,09%)
61
Lampiran 5 Data curah hujan tahunan Blok S Cipendawa Megamendung
Curah Hujan (mm) Bulan
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jan
302.8
466.1
448.8
553.4
636
490.7
289.6
288.6
692.7
399.5
Feb
384.8
523.7
337.8
698.5
658.5
455.7
511.1
706.18
445.1
927.9
Mar
684
210.8
293.7
498.9
337
341.7
269.4
318.4
157.3
395.2
Apr
342.6
132.4
376.1
366.9
340
265.7
354.9
125.6
308.8
384.7
May
249.1
281.9
246.4
281.9
31
185.5
242.3
163.6
134.5
113.6
Jun
263
110.8
116
134.1
151.2
103.2
39.8
237.6
134.5
130.1
Jul
150
79.3
220
70.3
185.9
97.0
72
140.24
13.7
8.2
Aug
103.3
77
19.2
50.7
81.4
91.4
7.6
206.1
6.6
73.6
Sep
107.5
97.7
97.7
117
22.6
148.7
154.8
202.4
20.5
62.7
Okt
215.3
307.5
219
374.2
46.2
211.5
238.6
192.3
98.4
166.0
Nov
186.3
277
337.7
439.2
216.9
303.7
187.6
263.3
158.1
234.5
Des
193.2
315.7
118.5
75.9
275.3
337.7
466.4
282.2
550.7
583.5
3181.9
2879.9
2830.7
3661
2982
3032.5
2834.1
3126.5
2720.9
3479.5
Total
62
Lampiran 6 Data curah hujan, debit mata air, radiasi surya dan evapotranspirasi CH (mm)
Q(m3/hr)
Rs (mm/hr)
Et (mm/hr)
10-Mar-08
14
28.8046
0.00484
23.5
296.1
423.00264
14.9173
8.0052
11-Mar-08
25
28.8050
0.00484
25.0
297.6
431.6383
15.2219
8.4655
12-Mar-08
3
28.8056
0.00484
23.8
296.4
424.43284
14.9678
8.0809
13-Mar-08
55
43.2059
0.00727
22.6
295.3
418.0254
14.7418
7.7433
14-Mar-08
74
43.2053
0.00727
23.1
295.8
420.86413
14.8419
7.8924
15-Mar-08
88
86.4031
0.01453
21.8
294.4
413.09221
14.5678
7.4863
16-Mar-08
85
86.4071
0.01453
21.9
294.5
413.79427
14.5926
7.5227
17-Mar-08
46
86.4069
0.01453
22.6
295.3
418.0254
14.7418
7.7433
18-Mar-08
73
86.4065
0.01453
20.8
293.4
407.50789
14.3709
7.1982
19-Mar-08
48
43.2063
0.00727
23.8
296.4
424.43284
14.9678
8.0809
20-Mar-08
20
43.2061
0.00727
22.1
294.8
415.20106
14.6422
7.5959
21-Mar-08
5
28.5166
0.00480
21.9
294.5
413.79427
14.5926
7.5227
22-Mar-08
5
28.5160
0.00480
24.0
296.6
425.86666
15.0183
8.1570
23-Mar-08
0
28.5159
0.00480
22.4
295.0
416.61143
14.6919
7.6694
24-Mar-08
12
28.5154
0.00480
20.8
293.4
407.50789
14.3709
7.1982
25-Mar-08
0
21.6039
0.00363
22.9
295.5
419.44296
14.7918
7.8177
26-Mar-08
0
18.5020
0.00311
22.0
294.6
414.49721
14.6174
7.5592
27-Mar-08
6
17.2848
0.00291
20.3
292.9
404.73706
14.2732
7.0565
28-Mar-08
0
17.2840
0.00291
20.9
293.5
408.20282
14.3954
7.2339
29-Mar-08
15
14.4073
0.00242
21.9
294.5
413.79427
14.5926
7.5227
30-Mar-08
3
14.4073
0.00242
21.5
294.1
411.69078
14.5184
7.4137
31-Mar-08 1-Apr-08
32 5
12.3529 12.3660
0.00208 0.00208
20.1 20.8
292.8 293.4
404.04656 407.50789
14.2488 14.3709
7.0213 7.1982
2-Apr-08
0
12.3660
0.00208
21.8
294.4
413.09221
14.5678
7.4863
3-Apr-08
0
14.4206
0.00243
20.8
293.4
407.50789
14.3709
7.1982
4-Apr-08
62
14.4223
0.00243
20.5
293.1
406.1207
14.3220
7.1272
5-Apr-08
22
21.6071
0.00363
21.1
293.8
409.59533
14.4445
7.3055
6-Apr-08
29
28.8022
0.00484
21.0
293.6
408.89863
14.4199
7.2697
7-Apr-08
36
28.5168
0.00480
20.6
293.3
406.81385
14.3464
7.1627
8-Apr-08
37
28.5169
0.00480
20.5
293.1
406.1207
14.3220
7.1272
9-Apr-08
82
43.2062
0.00727
21.6
294.3
412.39105
14.5431
7.4499
10-Apr-08
17
43.2105
0.00727
20.9
293.5
408.20282
14.3954
7.2339
11-Apr-08
85
86.4144
0.01453
21.1
293.8
409.59533
14.4445
7.3055
12-Apr-08
87
86.4194
0.01453
19.9
292.5
402.66822
14.2002
6.9512
13-Apr-08
3
86.4177
0.01453
22.3
294.9
415.9058
14.6670
7.6326
14-Apr-08 15-Apr-08
7
43.2079
0.00727
23.9
296.5
425.1493
14.9930
8.1189
20
43.2194
0.00727
21.5
294.1
411.69078
14.5184
7.4137
Tanggal
Q (mm/hr)
T (oC)
Ts (oK)
Rs (W/m2)
63
Lampiran 6 Data curah hujan, debit mata air, radiasi surya dan evapotranspirasi Lampiran 5 (lanjutan) CH (mm)
Q(m3/hr)
Q (mm/hr)
16-Apr-08
0
28.5151
0.00480
23.6
296.3
423.71729
14.9425
8.0430
17-Apr-08
12
28.5120
0.00480
24.0
296.6
425.86666
15.0183
8.1570
18-Apr-08
6
21.6000
0.00363
24.1
296.8
426.58493
15.0436
8.1953
19-Apr-08
26
17.2800
0.00291
21.6
294.3
412.39105
14.5431
7.4499
20-Apr-08
76
17.2800
0.00291
21.8
294.4
413.09221
14.5678
7.4863
21-Apr-08
5
43.2000
0.00727
24.3
296.9
427.30411
15.0690
8.2336
22-Apr-08
25
28.5120
0.00480
24.6
297.3
429.46711
15.1453
8.3491
23-Apr-08
16
28.5120
0.00480
24.4
297.0
428.0242
15.0944
8.2720
24-Apr-08
32
28.5120
0.00480
21.3
293.9
410.29293
14.4691
7.3415
25-Apr-08
10
28.5120
0.00480
22.4
295.0
416.61143
14.6919
7.6694
26-Apr-08
15
21.6000
0.00363
22.4
295.0
416.61143
14.6919
7.6694
27-Apr-08
0
21.6000
0.00363
24.3
296.9
427.30411
15.0690
8.2336
28-Apr-08
0
21.6000
0.00363
24.1
296.8
426.58493
15.0436
8.1953
total
1324
1763.117
0.29653
rata-rata
26.48
35.26
0.01
22.21
294.85
415.71
14.66
14.95
max
88.00
86.42
0.01
25.00
297.64
431.64
15.22
381.26
min
0.00
12.35
0.00
19.88
292.52
402.67
14.20
6.95
Tanggal
T (oC)
Ts (oK)
Rs (W/m2)
Rs (mm/hr)
Et (mm/hr)
381.2631
64
Lampiran 7 Data harian curah hujan (mm), evapotranspirasi (mm) dan debit (mm) mata air Blok S Cipendawa dalam Tank Model
Time 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
R 3 55 74 88 85 46 73 48 20 5 5 0 12 0 0 6 0 15 3 32 5 0 0 62
ET 8.0809 7.7433 7.8924 7.4863 7.5227 7.7433 7.1982 8.0809 7.5959 7.5227 8.157 7.6694 7.1982 7.8177 7.5592 7.0565 7.2339 7.5227 7.4137 7.0213 7.1982 7.4863 7.1982 7.1272
Q 0.00484 0.00727 0.00727 0.01453 0.01453 0.01453 0.01453 0.00727 0.00727 0.0048 0.0048 0.0048 0.0048 0.00363 0.00311 0.00291 0.00291 0.00242 0.00242 0.00208 0.00208 0.00208 0.00243 0.00243
Time 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
R 22 29 36 37 82 17 85 87 3 7 20 0 12 6 26 76 5 25 16 32 10 15 0 0
ET 7.3055 7.2697 7.1627 7.1272 7.4499 7.2339 7.3055 6.9512 7.6326 8.1189 7.4137 8.043 8.157 8.1953 7.4499 7.4863 8.2336 8.3491 8.272 7.3415 7.6694 7.6694 8.2336 8.1953
Q 0.00363 0.00484 0.0048 0.0048 0.00727 0.00727 0.01453 0.01453 0.01453 0.00727 0.00727 0.0048 0.0048 0.00363 0.00291 0.00291 0.00727 0.0048 0.0048 0.0048 0.0048 0.00363 0.00363 0.00363
65
Lampiran 8 Initial condition Keseimbangan Air Tank Model Blok S Cipendawa Megamendung Initial Condition ------------------------------------------------No Qcalculated Qobserved rainfall ET Surfaceflow intermediateflow' subbaseflow baseflow Level_tankA Level_TankB Level_tankC Level_TankD ------------------------------------------------1 0.002 0.005 3.000 8.08 0.000000 0.000000 0.000000 0.001990 -2.125281 -0.088398 -0.945509 4.832479 2 4.408 0.007 55.000 7.74 4.406190 0.000000 0.000000 0.002024 30.635563 1.449994 14.569190 4.915689 3 12.689 0.007 74.000 7.89 11.681143 0.311454 0.694625 0.002137 59.316679 2.764913 46.694775 5.190792 4 20.224 0.015 88.000 7.49 17.714802 0.808811 1.698352 0.002362 83.104051 3.619744 92.092863 5.737132 5 24.367 0.015 85.000 7.52 20.494566 1.045738 2.823689 0.002712 94.063117 4.026963 142.991371 6.587475 6 20.581 0.015 46.000 7.74 16.130616 0.728503 3.718730 0.003162 76.858481 3.481714 183.473646 7.679436 7 23.398 0.015 73.000 7.20 17.887675 0.844305 4.662159 0.003716 83.785587 3.680748 226.144532 9.025997 8 21.079 0.007 48.000 8.08 14.996385 0.631910 5.446210 0.004357 72.386839 3.315695 261.606782 10.583968 9 15.443 0.007 20.000 7.60 9.315354 0.190929 5.931448 0.005053 49.989681 2.557759 283.553862 12.272477 10 10.183 0.005 5.000 7.52 4.039967 0.000000 6.137514 0.005770 29.182844 1.599377 292.874147 14.016001 11 7.498 0.005 5.000 8.16 1.310572 0.000000 6.181345 0.006493 17.598545 0.922515 294.856642 15.770656 12 6.110 0.005 0.000 7.67 0.000000 0.000000 6.102773 0.007206 7.698043 0.398643 291.302825 17.503348 13 6.048 0.005 12.000 7.20 0.000000 0.000000 6.039798 0.007912 10.166984 0.456783 288.454519 19.218302 14 5.916 0.004 0.000 7.82 0.000000 0.000000 5.907134 0.008603 2.627674 0.148141 282.454191 20.896686 15 5.734 0.003 0.000 7.56 0.000000 0.000000 5.724635 0.009274 -2.296505 -0.082921 274.199808 22.525041 16 5.566 0.003 6.000 7.06 0.000000 0.000000 5.556004 0.009925 -0.901028 -0.044529 266.572713 24.107138 17 5.369 0.003 0.000 7.23 0.000000 0.000000 5.358183 0.010554 -4.491454 -0.190602 257.625389 25.635105 18 5.256 0.002 15.000 7.52 0.000000 0.000000 5.244831 0.011170 4.022869 0.151116 252.498493 27.131798 19 5.123 0.002 3.000 7.41 0.000000 0.000000 5.111580 0.011771 0.934743 0.051731 246.471639 28.591852 20 6.793 0.002 32.000 7.02 1.612840 0.000000 5.168245 0.012379 18.881453 0.856830 249.034554 30.066624 21 5.265 0.002 5.000 7.20 0.089653 0.000000 5.162331 0.012985 12.416630 0.593049 248.767063 31.539191 22 5.086 0.002 0.000 7.49 0.000000 0.000000 5.072574 0.013581 4.316475 0.229973 244.707405 32.986886 23 4.941 0.002 0.000 7.20 0.000000 0.000000 4.927266 0.014160 -0.968438 -0.020723 238.135211 34.394703 24 10.879 0.002 62.000 7.13 5.676583 0.000000 5.187962 0.014769 35.644019 1.716908 249.926337 35.872417
66
Lampiran 8 Initial condition Keseimbangan Air Tank Model Blok S Cipendawa Megamendung (lanjutan) 25 10.096 0.004 22.000 0.015404 31.610255 1.654349 26 10.854 0.005 29.000 0.016066 33.589524 1.752234 27 12.495 0.005 36.000 0.016764 38.820361 2.033314 28 13.713 0.005 37.000 0.017500 42.226875 2.232916 29 22.100 0.007 82.000 0.018313 70.429514 3.173333 30 16.235 0.007 17.000 0.019170 47.328573 2.462383 31 24.476 0.015 85.000 0.020106 74.992008 3.336071 32 29.819 0.015 87.000 0.021144 91.141066 3.915387 33 19.013 0.015 3.000 0.022225 50.003002 2.590439 34 13.881 0.007 7.000 0.023319 30.114777 1.650657 35 13.294 0.007 20.000 0.024421 27.395979 1.430401 36 9.963 0.005 0.000 0.025510 13.687704 0.707153 37 9.770 0.005 12.000 0.026586 13.361890 0.628900 38 9.298 0.004 6.000 0.027644 9.002621 0.427935 39 11.014 0.003 26.000 0.028696 19.492889 0.920248 40 20.366 0.003 76.000 0.029792 54.700302 2.584255 41 14.384 0.007 5.000 0.030902 31.403376 1.717323 42 14.300 0.005 25.000 0.032023 30.659143 1.604789 43 12.955 0.005 16.000 0.033147 24.927255 1.299623 44 14.711 0.005 32.000 0.034282 31.746550 1.625968 45 12.411 0.005 10.000 0.035415 22.193173 1.160910 46 11.852 0.004 15.000 0.036544 19.990165 1.008140 47 9.812 0.004 0.000 0.037654 9.001033 0.460121 48 9.569 0.004 0.000 0.038736 1.641811 0.107419 ------------------------------------
7.31 4.653420 0.000000 260.740633 37.414162 7.27 5.155461 0.000000 272.283813 39.024267 7.16 6.482261 0.000000 286.453029 40.718402 7.13 7.346322 0.001930 302.344092 42.506822 7.45 14.499911 0.549081 333.367889 44.479939 7.23 8.640365 0.135438 351.775564 46.562270 7.31 15.657186 0.643765 384.142640 48.837207 6.95 19.753390 0.980822 425.214959 51.356702 7.63 9.318733 0.209943 443.232972 53.982856 8.12 4.274093 0.000000 448.727194 56.640770 7.41 3.618960 0.000000 451.766391 59.315755 8.04 0.389133 0.000000 447.153999 61.962071 8.16 0.312367 0.000000 441.848737 64.575587 8.20 0.000000 0.000000 434.585390 67.144613 7.45 1.756901 0.000000 432.672382 69.701149 7.49 10.510202 0.206345 450.384262 72.362498 8.23 4.600945 0.000000 456.380744 75.058594 8.35 4.412171 0.000000 461.035754 77.781404 8.27 3.037301 0.000000 462.370121 80.511069 7.34 4.687991 0.000000 467.083118 83.267781 7.67 2.393120 0.000000 466.800677 86.021670 7.67 1.874065 0.000000 464.927255 88.763228 8.23 0.000000 0.000000 457.370182 91.458489 8.20 0.000000 0.000000 446.328668 94.086643
5.427060 5.682273 5.995546 6.346889 7.032808 7.439791 8.155409 9.063495 9.461864 9.583338 9.650533 9.548555 9.431259 9.270670 9.228374 9.619974 9.752553 9.855473 9.884975 9.989177 9.982932 9.941512 9.774429 9.530308
67
Lampiran 9 Optimization condition Tank Model Blok S Cipendawa Megamendung Optimization Condition ------------------------------------------------No Qcalculated Qobserved rainfall ET Surfaceflow intermediateflow' subbaseflow baseflow Level_tankA Level_TankB Level_tankC Level_TankD ------------------------------------------------1 0.002 0.005 3.000 8.08 -0.000000 -0.000000 0.000000 0.002418 -0.018561 -3.140008 -0.006089 4.837521 2 0.002 0.007 55.000 7.74 0.000000 0.000000 0.000000 0.002417 0.318398 50.729020 0.092350 4.836036 3 0.002 0.007 74.000 7.89 0.000000 0.000000 0.000000 0.002417 0.442254 125.445516 0.334703 4.836996 4 0.002 0.015 88.000 7.49 0.000000 0.000000 0.000000 0.002420 0.535211 215.740911 0.749744 4.842142 5 0.002 0.015 85.000 7.52 0.000000 0.000000 0.000000 0.002425 0.516229 302.648887 1.329180 4.853129 6 0.002 0.015 46.000 7.74 0.000000 0.000000 0.000000 0.002434 0.263471 346.628010 1.988115 4.870757 7 0.002 0.015 73.000 7.20 0.000000 0.000000 0.000000 0.002447 0.438741 420.171124 2.783088 4.896394 8 0.002 0.007 48.000 8.08 0.000000 0.000000 0.000000 0.002464 0.274335 465.758454 3.658527 4.930849 9 0.002 0.007 20.000 7.60 -0.000000 0.000000 0.000000 0.002486 0.095001 480.919013 4.554621 4.974323 10 0.003 0.005 5.000 7.52 -0.000000 0.000000 0.000000 0.002512 -0.002482 479.558945 5.439126 5.026698 11 0.003 0.005 5.000 8.16 -0.000000 0.000000 0.000000 0.002543 -0.006030 477.601337 6.310997 5.087840 12 0.003 0.005 0.000 7.67 -0.000000 0.000000 0.000000 0.002578 -0.036021 470.574018 7.160530 5.157519 13 0.003 0.005 12.000 7.20 -0.000000 0.000000 0.000000 0.002617 0.043433 477.001622 8.014042 5.235773 14 0.003 0.004 0.000 7.82 -0.000000 0.000000 0.000000 0.002660 -0.036427 469.906839 8.845267 5.322371 15 0.003 0.003 0.000 7.56 -0.000000 0.000000 0.000000 0.002707 -0.035682 462.951875 9.654701 5.417089 16 0.003 0.003 6.000 7.06 -0.000000 0.000000 0.000000 0.002759 0.005391 462.958729 10.456062 5.519843 17 0.003 0.003 0.000 7.23 -0.000000 0.000000 0.000000 0.002814 -0.033910 456.317047 11.236536 5.630418 18 0.003 0.002 15.000 7.52 -0.000000 0.000000 0.000000 0.002873 0.061278 465.791277 12.027587 5.748915 19 0.003 0.002 3.000 7.41 -0.000000 0.000000 0.000000 0.002936 -0.015071 462.331023 12.804025 5.875185 20 0.003 0.002 32.000 7.02 0.000000 0.000000 0.000000 0.003003 0.173419 490.764153 13.627846 6.009701 21 0.003 0.002 5.000 7.20 -0.000000 0.000000 0.000000 0.003075 -0.000499 489.720216 14.441412 6.152355 22 0.003 0.002 0.000 7.49 -0.000000 0.000000 0.000000 0.003150 -0.035129 482.820027 15.233470 6.302926 23 0.003 0.002 0.000 7.20 -0.000000 0.000000 0.000000 0.003229 -0.033980 476.127649 16.004635 6.461201 24 0.003 0.002 62.000 7.13 0.000000 0.000000 0.000000 0.003313 0.366361 537.173300 16.886483 6.628290
68
Lampiran 9 Optimization condition Tank Model Blok S Cipendawa Megamendung (lanjutan) 25 0.003 0.004 22.000 7.31 0.000000 0.003401 0.109807 554.698874 17.793507 26 0.003 0.005 29.000 7.27 0.000000 0.003493 0.153630 579.603926 18.739769 27 0.004 0.005 36.000 7.16 0.000000 0.003591 0.199551 612.228571 19.739846 28 0.004 0.005 37.000 7.13 0.000000 0.003694 0.206437 645.954590 20.795336 29 0.004 0.007 82.000 7.45 0.000000 0.003803 0.495286 728.478832 22.000321 30 0.004 0.007 17.000 7.23 -0.000000 0.003918 0.078640 740.358097 23.216305 31 0.004 0.015 85.000 7.31 0.000000 0.004040 0.514568 825.959827 24.586148 32 0.004 0.015 87.000 6.95 0.000000 0.004170 0.531696 914.290766 26.113606 33 0.004 0.015 3.000 7.63 -0.000000 0.004307 -0.013339 910.246672 27.617962 34 0.004 0.007 7.000 8.12 -0.000000 0.004452 0.006989 909.649345 29.106130 35 0.005 0.007 20.000 7.41 -0.000000 0.004604 0.094288 923.821446 30.606915 36 0.005 0.005 0.000 8.04 -0.000000 0.004763 -0.037185 915.724739 32.077005 37 0.005 0.005 12.000 8.16 -0.000000 0.004930 0.038928 920.519852 33.541707 38 0.005 0.004 6.000 8.20 -0.000000 0.005104 0.000485 918.802247 34.988446 39 0.005 0.003 26.000 7.45 0.000000 0.005285 0.132790 939.469728 36.460812 40 0.005 0.003 76.000 7.49 0.000000 0.005474 0.455971 1014.769713 38.064497 41 0.006 0.007 5.000 8.23 -0.000000 0.005671 -0.003700 1012.159821 39.647100 42 0.006 0.005 25.000 8.35 0.000000 0.005876 0.122093 1030.835482 41.250110 43 0.006 0.005 16.000 8.27 -0.000000 0.006089 0.065129 1039.837945 42.854564 44 0.006 0.005 32.000 7.34 0.000000 0.006311 0.172387 1066.967443 44.495601 45 0.007 0.005 10.000 7.67 -0.000000 0.006540 0.029542 1069.879021 46.125891 46 0.007 0.004 15.000 7.67 -0.000000 0.006777 0.060962 1078.100229 47.755836 47 0.007 0.004 0.000 8.23 -0.000000 0.007023 -0.038275 1069.517546 49.352854 48 0.007 0.004 0.000 8.20 -0.000000 0.007276 -0.038677 1060.883582 50.917174 ------------------------------------
0.000000 6.804445 0.000000 6.990055 0.000000 7.185659 0.000000 7.391812 0.000000 7.610014 0.000000 7.840373 0.000000 8.084432 0.000000 8.343776 0.000000 8.618162 0.000000 8.907422 0.000000 9.211674 0.000000 9.530601 0.000000 9.864142 0.000000 10.212108 0.000000 10.574750 0.000000 10.953387 0.000000 11.347796 0.000000 11.758176 0.000000 12.184533 0.000000 12.627230 0.000000 13.086148 0.000000 13.561276 0.000000 14.052275 0.000000 14.558806
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
69
Lampiran 10 Hasil verifikasi Tank Model-GA Optimizer Blok S Cipendawa Megamendung Verification result ------------------------------------------------No Qcalculated Qobserved rainfall ET Surfaceflow intermediateflow' subbaseflow baseflow Level_tankA Level_TankB Level_tankC Level_TankD ------------------------------------------------1 0.002 0.005 3.000 8.08 0.000000 0.001570 0.000000 0.000434 1.774300 26.796974 1.512567 910.275436 2 0.005 0.007 55.000 7.74 0.000942 0.003171 0.000000 0.000441 13.608456 54.112101 1.149581 925.789942 3 0.009 0.007 74.000 7.89 0.002564 0.005552 0.000000 0.000454 21.521809 94.746648 1.909446 951.559691 4 0.013 0.015 88.000 7.49 0.003826 0.008231 0.000000 0.000472 27.257065 140.475626 2.845172 989.958160 5 0.015 0.015 85.000 7.52 0.003955 0.010408 0.000000 0.000495 27.840855 177.622994 3.627265 1038.911892 6 0.013 0.015 46.000 7.74 0.001686 0.010635 0.000000 0.000520 17.531011 181.503091 3.756168 1089.605258 7 0.021 0.015 73.000 7.20 0.002745 0.011500 0.005940 0.000546 22.341376 196.263937 4.044242 1144.266685 8 0.013 0.007 48.000 8.08 0.001495 0.011365 0.000000 0.000572 16.664939 193.953702 4.025431 1198.594017 9 0.011 0.007 20.000 7.60 0.000404 0.010008 0.000000 0.000595 7.908097 170.798125 3.576854 1246.867287 10 0.009 0.005 5.000 7.52 0.000000 0.008075 0.000000 0.000613 1.793388 137.800890 2.908530 1286.120706 11 0.007 0.005 5.000 8.16 0.000000 0.006334 0.000000 0.000628 0.186327 108.105369 2.288823 1317.010434 12 0.005 0.005 0.000 7.67 0.000000 0.004742 0.000000 0.000639 -1.443749 80.933065 1.721209 1340.239526 13 0.005 0.005 12.000 7.20 0.000000 0.003913 0.000000 0.000648 1.455518 66.773920 1.408551 1359.248941 14 0.004 0.004 0.000 7.82 0.000000 0.002890 0.000000 0.000655 -1.164533 49.325312 1.049944 1373.418503 15 0.003 0.003 0.000 7.56 0.000000 0.002008 0.000000 0.000660 -1.750181 34.266585 0.734328 1383.328466 16 0.002 0.003 6.000 7.06 0.000000 0.001541 0.000000 0.000663 -0.193023 26.298756 0.558648 1390.867414 17 0.002 0.003 0.000 7.23 0.000000 0.000996 0.000000 0.000666 -1.451260 17.006794 0.367044 1395.820435 18 0.002 0.002 15.000 7.52 0.000000 0.001091 0.000000 0.000668 2.191539 18.628552 0.385152 1401.017850 19 0.002 0.002 3.000 7.41 0.000000 0.000837 0.000000 0.000670 -0.106639 14.292798 0.302651 1405.101816 20 0.003 0.002 32.000 7.02 0.000333 0.001676 0.000000 0.000674 7.152974 28.604557 0.573408 1412.839965 21 0.002 0.002 5.000 7.20 0.000000 0.001548 0.000000 0.000677 1.673135 26.425006 0.549986 1420.261992 22 0.002 0.002 0.000 7.49 0.000000 0.001060 0.000000 0.000680 -1.047383 18.090026 0.387370 1425.489327 23 0.001 0.002 0.000 7.20 0.000000 0.000592 0.000000 0.000681 -1.651665 10.105506 0.221922 1428.483743 24 0.004 0.002 62.000 7.13 0.001077 0.002572 0.000000 0.000687 14.765154 43.892824 0.863151 1440.132283
70
Lampiran 10 Hasil verifikasi Tank Model-GA Optimizer Blok S Cipendawa
Megamendung (lanjutan) 25 0.004 0.004 22.000 0.000694 8.037321 53.884463 26 0.005 0.005 29.000 0.000702 8.280174 62.282110 27 0.006 0.005 36.000 0.000712 10.228334 73.592245 28 0.006 0.005 37.000 0.000723 10.974882 84.247980 29 0.011 0.007 82.000 0.000739 23.103836 122.146672 30 0.008 0.007 17.000 0.000754 8.740046 116.730298 31 0.012 0.015 85.000 0.000774 23.390300 148.220636 32 0.015 0.015 87.000 0.000798 27.547382 182.957844 33 0.010 0.015 3.000 0.000819 6.003988 157.565648 34 0.008 0.007 7.000 0.000837 1.749447 127.356452 35 0.007 0.007 20.000 0.000851 4.324120 110.033701 36 0.006 0.005 0.000 0.000863 -0.512122 84.710689 37 0.005 0.005 12.000 0.000872 1.495460 69.822402 38 0.004 0.004 6.000 0.000880 0.373538 55.456443 39 0.004 0.003 26.000 0.000888 5.584754 56.938423 40 0.009 0.003 76.000 0.000900 20.187647 93.701358 41 0.006 0.007 5.000 0.000911 4.635275 84.500709 42 0.006 0.005 25.000 0.000922 6.177414 81.073000 43 0.005 0.005 16.000 0.000932 4.164290 73.487021 44 0.006 0.005 32.000 0.000942 8.127185 77.222779 45 0.005 0.005 10.000 0.000951 3.152814 68.013220 46 0.005 0.004 15.000 0.000960 3.280373 61.129618 47 0.004 0.004 0.000 0.000966 -0.802422 45.798722 48 0.003 0.004 0.000 0.000970 -1.785798 31.424753 ------------------------------------
7.31 0.000416 0.003157 1.100385 1454.982577 7.27 0.000439 0.003649 1.278960 1472.242951 7.16 0.000623 0.004312 1.509748 1492.618061 7.13 0.000693 0.004936 1.731496 1515.985918 7.45 0.002912 0.007157 2.478852 1549.440189 7.23 0.000482 0.006840 2.425782 1582.178227 7.31 0.002975 0.008685 3.030396 1623.076188 6.95 0.003890 0.010721 3.743093 1673.592831 7.63 0.000224 0.009233 3.301778 1718.153378 8.12 0.000000 0.007463 2.687806 1754.427669 7.41 0.000066 0.006447 2.310845 1785.614383 8.04 0.000000 0.004964 1.795697 1809.848558 8.16 0.000000 0.004091 1.472575 1829.721822 8.20 0.000000 0.003249 1.172790 1845.549119 7.45 0.000185 0.003336 1.180736 1861.483648 7.49 0.002270 0.005490 1.891402 1887.009455 8.23 0.000095 0.004951 1.762706 1910.798335 8.35 0.000241 0.004750 1.687617 1933.573801 8.27 0.000051 0.004306 1.535907 1954.301726 7.34 0.000425 0.004525 1.597602 1975.862286 7.67 0.000000 0.003985 1.423965 1995.079397 7.67 0.000000 0.003582 1.279021 2012.340322 8.23 0.000000 0.002683 0.972888 2025.469617 8.20 0.000000 0.001841 0.674119 2034.566680
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
71
Lampiran 11 Rekapitulasi hasil optimasi/kalibrasi Tank Model Blok S Cipendawa Megamendung -----------------------------Optimization/calibration result -----------------------------12 Parameters result of tank model --------------------------a0 0.75732 a1 0.00002 Ha1 14.95075 a2 0.00003 Ha2 59.99333 b0 0.21875 b1 0.00005 Hb1 0.00668 co 0.93102 c1 0.02406 Hc1 58.46524 d1 0.00000 H initial each compartment --------------------------Ha0 -1.786 Hb0 31.424 Hc0 0.674 Hd0 1095.917 H Update each compartment ---------------------------Ha -1.786 Hb 31.425 Hc 0.674 Hd 2.21727393489090E+0003
Water balance ---------------------------In flow total 1413.500 Observation of out flow total 0.285 Calculation of out flow total 0.307 Calculation of Out Evapotranspiration total 291.834 Stored 1121.358 Discrepancy 9.99998718684719E+0001 Surface flow 0.035 11.362 % Intermediate flow 0.234 76.111 % Sub-base flow 0.000 0.000 % Base flow 0.038 12.526 %
Regression ---------------------------Slope 0.870 Intercept 0.000
Tank Model Performance ---------------------------R (Correlation) 0.866 R2 (Determination) 0.750 RMSE 0.002 APD 0.063 MAE 0.001 LOG 0.154 Xi 0.020 Xi2 0.001 RE 0.288 RR 0.438 NRMSE 0.337 NME 0.076 EI 0.730 ARE 0.237 CD 0.706 ARI 1.077
72
Lampiran 12 Rekapitulasi hasil verifikasi Tank Model Blok S Cipendawa Megamendung -----------------------------Verification result -----------------------------12 Parameters result of tank model --------------------------a0 0.757 a1 0.000 Ha1 14.951 a2 0.000 Ha2 59.993 b0 0.219 b1 0.000 Hb1 0.007 co 0.931 c1 0.024 Hc1 58.465 d1 0.000 H initial each compartment --------------------------Ha0 -1.786 Hb0 31.424 Hc0 0.674 Hd0 1095.917 H Update each compartment ---------------------------Ha -1.786 Hb 31.425 Hc 0.674 Hd 2217.274
Water balance ---------------------------In flow total 1413.500 Observation of Out flow total 0.285 Calculation of Out flow total 0.307 Calculation of Out Evapotranspiration total 291.834 Stored 1121.358 Discrepancy 9.99998718684719E+0001 Surface flow 0.035 11.362 % Intermediate flow 0.234 76.111 % Sub-base flow 0.000 0.000 % Base flow 0.038 12.526 % Regression ---------------------------Slope 0.870 Intercept 0.000 Performance Error ---------------------------R (Correlation) 0.866 R2 (Determination) 0.750 RMSE 0.002 APD 0.063 MAE 0.001 LOG 0.154 Xi 0.020 Xi2 0.001 RE 0.288 RR 0.438 NRMSE 0.337 NME 0.076 EI 0.730 ARE 0.237 CD 0.706 ARI 1.077
73
Lampiran 13 Hasil perhitungan laju infiltrasi DTA Blok S Cipendawa Megamendung
Jati rumput (1) Jam ke 0 0.05 0.08 0.16 0.24 0.32 0.46 0.59 0.74 0.86 0.98 1.1
t (jam) 0 0.05 0.03 0.08 0.08 0.08 0.14 0.13 0.15 0.12 0.12 0.12
Jati rumput (2) dh (cm) 0 2 1 2.5 2.4 2.5 3 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
f (cm/jam) 40.00 33.33 31.25 30.00 31.25 21.43 26.92 23.33 29.17 29.17 29.17
Jam ke
t (jam)
dh (cm)
f (cm/jam)
0 0.02 0.05 0.08 0.13 0.18 0.23 0.29 0.35 0.41 0.47 0.53
0 0.02 0.03 0.03 0.05 0.05 0.05 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06
0 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
175.00 116.67 116.67 70.00 70.00 70.00 58.33 58.33 58.33 58.33 58.33
0.59 0.66 0.73 0.8 0.87 0.94 1.01 1.08
0.06 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07
3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
58.33 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00
Laju infiltrasi lahan bervegetasi Jati & rumput : 39,58 cm/jam (395,83 mm/jam)
74
Lampiran 13 Hasil perhitungan laju infiltrasi DTA Blok S Cipendawa Megamendung (lanjutan) Jati & mengkudu (1)
Jati & mengkudu (2)
Jam ke 0 0.03
t (jam) 0 0.03
dh (cm) 0 1.5
f (cm/jam)
0.08 0.16 0.24 0.32 0.44 0.59 0.74 0.9 1.08 1.27
0.05 0.08 0.08 0.08 0.12 0.15 0.15 0.16 0.18 0.19
2.9 2.4 2.1 2.1 3 3.5 3.5 3.5 4.5 3.5
58.00 30.00 26.25 26.25 25.00 23.33 23.33 21.88 25.00 18.42
1.46
0.19
3.5
18.42
50.00
Jam ke
t (jam)
dh (cm)
f (cm/jam)
0 0.03
0 0.03
0 0.9
30
0.08 0.16 0.24 0.32 0.49 0.66 0.83 1 1.17
0.05 0.08 0.08 0.08 0.17 0.17 0.17 0.17 0.17
0.9 1 0.9 1 2.1 0.8 1.7 1.6 1.6
18 12.5 11.25 12.5 12.35294 4.705882 10 9.411765 9.411765
Laju infiltrasi lahan bervegetasi jati & mengkudu : 13,916 cm/jam (139,16 mm/jam)
Campuran (1)
Campuran (2)
Jam ke 0 0.03 0.08 0.16
t (jam) 0 0.03 0.05 0.08
dh (cm) 0 1.3 1.3 1.8
0.24 0.32 0.4 0.48 0.56 0.64 0.72 0.8 0.88
0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08
1.5 1 1.3 1.4 1.4 1.1 0.9 0.9 0.9
f (cm/jam)
Jam ke
t (jam)
dh (cm)
f (cm/jam)
43.33333 26 22.5
0 0.03 0.08
0 0.03 0.05
0 0.4 0.6
13.33333 12
18.75 12.5 16.25 17.5 17.5 13.75 11.25 11.25 11.25
0.16 0.33 0.5 0.75 1 1.17 1.34
0.08 0.17 0.17 0.25 0.25 0.17 0.17
0.6 1 0.8 1 1 0.5 0.5
7.5 5.882353 4.705882 4 4 2.941176 2.941176
Laju infiltrasi lahan bervegetasi campuran : 7,095 cm/jam (70,96 mm/jam)
75
Lampiran 13 Hasil perhitungan laju infiltrasi DTA Blok S Cipendawa Megamendung (lanjutan) Semak & rumput (1) Jam ke t (jam) dh (cm) 0 0 0 0.03 0.03 0.1 0.08 0.05 0.2 0.16 0.08 0.4 0.24 0.08 0.4 0.44 0.2 0.6 0.49 0.05 0.1 0.66 0.17 0.5 0.83 0.17 0.4 1 0.17 0.4
f (cm/jam) 3.333333 4 5 5 3 2 2.941176 2.352941 2.352941
Semak & rumput (2) Jam ke t (jam) dh (cm) 0 0 0 0.03 0.03 0.1 0.08 0.05 0.1 0.16 0.08 0.2 0.24 0.08 0.4 0.32 0.08 0.2 0.49 0.17 0.4 0.66 0.17 0.2 0.83 0.17 0.2 1 0.17 0.2
f (cm/jam) 3.333333 2 2.5 5 2.5 2.352941 1.176471 1.176471 1.176471
Laju infiltrasi lahan bervegetasi semak & rumput : 1,765 cm/jam (17,65 mm/jam)
Singkong (1)
Singkong (2) t (jam) 0 0.02
dh (cm)
f (cm/jam)
333.3333
Jam ke 0 0.02
3
150
2.5 2.5
125 125
0.07 0.12
0.05 0.05
3 3
60 60
0.02 0.03
2.5 2.5
125 83.33333
0.19 0.26
0.07 0.07
3 3
42.85714 42.85714
0.03 0.03 0.03 0.04 0.04 0.04 0.04 0.05 0.06 0.06 0.06 0.06 0.07 0.07 0.09 0.09
2.5 2.5 2.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3 3 3 3 3 3.5
83.33333 83.33333 83.33333 87.5 87.5 87.5 87.5 70 58.33333 58.33333 50 50 42.85714 42.85714 33.33333 38.88889
0.33 0.4 0.48 0.56 0.64 0.72 0.8 0.88 0.96 1.04
0.07 0.07 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
42.85714 42.85714 37.5 37.5 37.5 37.5 37.5 37.5 37.5 37.5
Jam ke 0 0.009
t (jam) 0 0.009
dh (cm) 0 3
0.029 0.049
0.02 0.02
0.069 0.099 0.129 0.159 0.189 0.229 0.269 0.309 0.349 0.399 0.459 0.519 0.579 0.639 0.709 0.779 0.869 0.959
f (cm/jam)
Laju infiltrasi lahan bervegetasi Singkong : 40,178 cm/jam (401,79 mm/jam)
76
Lampiran 14 Hasil perhitungan sifat-sifat tanah
Vegetasi
Campuran Jati & mengkudu Semak rumput Singkong Jati & rumput
COrg.
Bobot Isi
Bahan Org.
1
2
2.78
4.79
1.09
1.23
2.08
3.59
1.11
1.76
3.03
1.52 1.47 7
1.76
3.03
2.16
3.72
rata2
1
2
1.16
58,88
53,49
1.34
1.32
42,63
58,14
49,48
50,08
1.31
1.32
1.37
44,28
50,52
50,39
48,4
1.15
0.89
1.14
1.06
56,65
66,29
56,83
59,92
1.12
1.10
1.12
1.11
57,94
58,48
57,63
58,02
Vegetasi KA Kapasitas Lapang (%) Campuran Jati & mengkudu Semak rumput Singkong Jati & rumput
1
2
3
rata2
54,98
61,5
52,76
56,41
58,29
46,81
51,25
49,1
44,46
51,75 53,79
3
Porositas (%)
Tebal Solum (cm)
3
rata2 56,19
Kapasitas Lapang (mm) 1
2
3
rata2
115
159.051
179.051
155.586
164.562
52,12
180
272.531
210.638
239.61
240.927
54,76
49,44
105
128.878
116.702
136.89
127.49
66,73
52
56,82
77,5
100.259
126.134
98.2875
108.227
58,9
54,27
55,65
62,5
84.0444
92.036
84.7956
86.9587