Hubungan Regulasi Diri Untuk Belajar dengan Pengambilan Keputusan Karir Pada Mahasiswa Semester Akhir Program Sarjana Universitas Indonesia Penyusun: Ryan Pradipta Surjadi Pembimbing: Lucia Retno Mursitolaksmi Royanto Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara regulasi diri untuk belajar dengan pengambilan keputusan karir pada mahasiswa semester akhir. Pengukuran regulasi diri untuk belajar menggunakan alat ukur Self-regulated Learning Interview Schedule Questionnaire (SRLIS-Q) yang disusun oleh Zimmerman dan Pons (1988) serta diperbaharui oleh Purdie dan Hattie (1996) dan pengukuran pengambilan keputusan karir menggunakan alat ukur Career Decision-Making Difficulties (CDDQ; Gati, Krausz & Osipow, 1996). Partisipan berjumlah 122 mahasiswa Universitas Indonesia yang memiliki karakteristik sebagai mahasiswa semester akhir. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara regulasi diri untuk belajar dengan pengambilan keputusan karir pada mahasiswa (r = 0.345; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi regulasi diri untuk belajar yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi kemampuan pengambilan keputusan karir. Berdasarkan hasil tersebut, mahasiswa perlu diberikan intervensi sedini mungkin mengenai regulasi diri untuk belajar, sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan pengambilan keputusan karir. Kata Kunci: mahasiswa tingkat akhir ; pengampilan keputusan karir; regulasi diri untuk belajar. Abstract: This research was conducted to find the correlation between self-regulated learning with career decision-making among college students. Self-regulated learning was measured using an instrument named Self-regulated Learning Interview Schedule Questionnaire (SRLIS-Q) made by Zimmerman and Pons (1988) which later was modified by Purdie and Hattie (1996) other hand career decision-making was measured using a modification instrument named Career Decision-Making Difficulties (CDDQ) which was developed by Gati, Krausz & Osipow (1996). Participants of this research were 122 senior year undergraduate student of Universitas Indonesia. The main result of this research shows that self-regulated learning positively correlated significantly with career decision-making (r = 0.345; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). Thus this research conclusion is the higher self-regulated learning prossess, means higher capability of their career decision-making. Based on research results, individual needs to intervene student early in the self-regulated learning early in effort of constructing their career decision-making. Keywords: Self-regulated learning, career decision-making, senior year undergraduate student.
Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013
1. Pendahuluan Setiap manusia harus melalui tahapan perkembangannya dan pada akhirnya diharapkan bisa menjadi manusia yang berguna dan produktif di bidang pekerjaan tertentu. Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2009) ada delapan tahapan tugas perkembangan sepanjang rentang kehidupan manusia. Salah satu tahapan yang paling penting bagi kehidupan adalah tahapan dewasa muda, hal itu dikarenakan produktivitas manusia berawal pada tahap ini. Pada tahap ini salah satu tugas perkembangan manusia adalah membuat keputusan karir dan keputusan pendidikan (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009). Berkenaan dengan tugas perkembangan, setiap tugas perkembangan yang dilalui manusia haruslah dipenuhi. Karena tugas
perkembangan
yang
tidak
dipenuhi
akan
menghambat
penyelesaian
tugas
perkembangan yang ada pada tahapan berikutnya, dimana tugas perkembangan berikutnya adalah memperoleh kesuksesan karir. Apabila pada tahapan dewasa muda seseorang tidak dapat memenuhi tugas perkembangan dalam mulai mencari pekerjaan, maka hal itu akan mengganggu dalam memperoleh kesuksesan karir. Orang-orang yang kesulitan memperoleh kesuksesan karir dapat mempengaruhui aspek lainnya, seperti aspek sosial dalam hal malu bila dibandingkan dengan teman-teman sebayanya, hingga akhirnya hal itu dapat menurunkan kualitas hidup orang tersebut. Melihat dari tugas perkembangan tersebut setiap orang harus mempersiapkan karirnya sejak berada pada institusi pendidikan. Ketika seseorang berada di perguruan tinggi, maka seseorang harus sudah mengetahui bidang pekerjaan dan karir yang akan digelutinya. Pendidikan
di
bangku
kuliah
secara
spesifik
membekali
seseorang
guna
mempersiapkan diri ke dunia pekerjaan. Walaupun seseorang berkuliah di perguruan tinggi yang baik serta memperoleh nilai yang baik, hal itu tidak menjamin ia akan mendapatkan pekerjaan yang baik pula. Berdasarkan data di Badan Pusat Statistik (http://www.bps.go.id) pengangguran terbuka yang disumbangkan oleh tamatan perguruan tinggi pada Agustus 2006 berjumlah 395.554 orang, sedangkan pada Agustus 2008 berjumlah 598.318 yang artinya terdapat peningkatan sejumlah 202.764 orang atau sekitar 51,26% bila dibandingkan dengan 2006, dan pada Agustus 2010 berjumlah 710.128 dengan peningkatan sejumlah 111.810 atau sekitar 18,68%. Faktor yang menyebabkan semakin tingginya pengangguran, menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar pada tahun 2012 hal itu dikarenakan adanya kesenjangan antara kualifikasi tenaga kerja dengan permintaan pasar (http://kadinjateng.com). Dengan keterbatasan lapangan pekerjaan maka orang-orang yang
Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013
telah lulus perguruan tinggi mengalami kebingungan untuk menghadapi pekerjaan yang akan digelutinya nanti dan bagaimana cara mencapainya. Kebingungan para lulusan siap kerja mengenai pekerjaan yang akan digelutinya tentu dapat dihindari apabila ia memiliki perencanaan karir yang baik. Menurut Dillard (1985) perencanaan karir bertujuan untuk memperoleh kesadaran dan pemahaman diri, mencapai kepuasan pribadi, mempersiapkan diri untuk memperoleh penempatan dan penghasilan yang sesuai, dan efisiensi usaha dan penggunaan waktu. Seluruh tujuan perencanaan karir tersebut tidak akan lengkap bila tidak ada pengambilan keputusan dalam karir yang akan digeluti, oleh karena itu juga diperlukan sebuah pengambilan keputusan mengenai karir atau disebut sebagai career decision-making. Pengambilan keputusan karir menurut Brown (2002) adalah sebuah proses ketika seseorang mengintegrasikan pengetahuan mengenai dirinya dan mengenai pekerjaan untuk mendapatkan keputusan pemilihan pekerjaan, selain itu Brown (2002) juga mengatakan bahwa pengambilan keputusan karir merupakan sebuah proses yang tidak hanya meliputi pemilihan karir tetapi melibatkan pembuatan komitmen untuk melakukan tindakan penting untuk melaksanakan pilihan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan karir merupakan hal yang penting dalam perencanaan karir, karena untuk merencanakan karir perlu dilakukan pengambilan keputusan karir terlebih dahulu untuk mengetahui apa yang menjadi tujuannya. Menurut Gati, Krausz dan Osipow (1996) mahasiswa bisa dikatakan telah melakukan pengambilan keputusan karir apabila ia telah mengambil keputusan, menentukan sejumlah alternatif yang dipersiapkan atas karirnya, dan mempertimbangkan beberapa aspek dalam alternative yang ditentukan karirnya. Dengan melakukan pengambilan keputusan karir mahasiswa dapat lebih termotivasi dalam melakukan kegiatan perkuliahannya karena sudah mengambil keputusan mengenai karirnya. Sang mahasiswa pun dapat memiliki pandangan yang jauh ke depan mengenai tujuan dan apa saja yang harus dilakukannya untuk mencapai target karirnya karena sudah memutuskan karir yang akan digelutinya nanti. Ketika melakukan pengambilan keputusan karir, setiap orang dituntut untuk dapat berpikir kritis dan melakukan evaluasi diri (Brown, 2002). Penekanan tersebut akan lebih terasa terutama pada mahasiswa, karena para mahasiswa merupakan orang-orang yang terbiasa untuk berpikir analitis serta mampu berpikir secara lebih mendalam, hal itu juga sesuai dengan masa perkembangan kognitifnya dimana pada usia remaja kemampuan berpikir abstrak dan berpikir menggunakan alasan yang logis sedang berkembang (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009). Seorang mahasiswa harus bisa mengenal apa yang menjadi kelebihan dirinya dan kekurangan dirinya, serta apa saja minat yang ia miliki. Apabila mahasiswa tersebut telah
Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013
dapat mengenali dirinya tentu mahasiswa tersebut harus mengetahui lebih jauh mengenai karir apa yang diminatinya. Setelah mahasiswa dapat menentukan karir apa yang akan dijalaninya nanti, seorang mahasiswa juga perlu melakukan pemikiran mendalam mengenai perencanaan bagaimana cara mencapai targetnya tersebut. Menurut Brown (2002) setidaknya ada empat hal yang mempengaruhi pengambilan keputusan karir seseorang yaitu: (1) kesediaan untuk jujur menggali pengetahuan tentang diri seperti nilai-nilai, kepentingan, dan keterampilan yang mengarahkan kepada mengetahui indentitas diri; (2) motivasi untuk belajar tentang dunia kerja; (3) kesediaan untuk belajar dan terlibat dalam pemecahan masalah karir dan pengambilan keputusan, termasuk kapasistas untuk berpikir jernih mengenai masalah karir, percaya diri pada kemapuan diri untuk mengambil keputusan, komitmen untuk mengikuti rencana yang sudah dijalankan, dan berani bertanggung jawab untuk mengambil sebuah keputusan; (4) kesadaran tentang bagaimana pikiran dan perasaan negatif dapat membatasi kemampuan untuk memecahkan suatu masalah, pengambilan keputusan, kesediaan berbagi tanggung jawab bila diperlukan, dan kemampuan untuk mengamati serta mengatur pemecahan masalah tingkat rendah dan proses pengambilan keputusan. Keempat hal tersebut menunjukan bahwa untuk melakukan pengambilan keputusan karir seseorang harus bisa melakukan regulasi diri untuk mengarahkan dirinya untuk mencapai keinginan serta target yang ia miliki. Proses regulasi diri pada seseorang hanya dapat terjadi apabila seseorang melakukan proses metakognisi (Zimmerman, 1990) yaitu setiap proses ketika seseorang melakukan planning, setting-goals, organizing, self-monitoring, dan self-evaluating. Pelaksanaan planning merupakan tahap perencanaan mengenai apa yang akan dilakukan. Tahap perencanaan ini merupakan tahapan awal dalam melakukan regulasi diri agar dapat menentukan tujuan dari apa yang akan dicapai. Mahasiswa yang melakukan planning akan mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya. Tahapan berikutnya adalah setting-goals, yaitu mahasiswa harus menentukan apa yang menjadi targetnya dalam melakukan suatu hal. Setelah tahap setting-goals mahasiswa diminta untuk melakukan organizing atau pengaturan terhadap pelaksanaan dari perencanaan yang sudah dibuatnya di awal. Setelah itu tahapan berikutnya self-monitoring ketika mahasiswa melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap dirinya sendiri mengenai rencana yang sudah dibuat pada tahapan planning. Mahasiswa yang melakukan monitoring akan terus berusaha untuk mengarahkan dirinya kepada rencana yang sudah dibuatnya di awal. Tahapan yang terakhir adalah self-evaluating, yaitu mahasiswa melakukan refleksi mengenai apa yang sudah dilakukannya, sehingga mahasiswa tersebut dapat mengetahui apa yang sudah baik dan
Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013
apa yang masih harus diperbaiki. Mahasiswa yang melakukan self-evaluating dapat mengenal dirinya dan akan terus memperbaiki diri. Kelima proses metakognisi tersebut dapat digunakan sebagai landasan utama untuk menemukan cara terbaik dalam mencapai tujuannya, oleh karena itu metakognisi diperlukan oleh seorang mahasiswa demi dapat melakukan perencanaan karir yang matang. Bagi beberapa mahasiswa yang sudah terbiasa melakukan pengambilan keputusan mungkin tidak akan merasa kesulitan dalam melakukan pengambilan keputusan karir, namun hal itu akan berbeda pada mahasiswa yang tidak terbiasa melakukan pengambilan keputusan secara kompleks dan rumit. Mahasiswa yang tidak terbiasa mengambil keputusan besar tersebut harus melakukan upaya belajar untuk mengambil keputusan serta mencapai targetnya menggunakan proses metakognisi. Proses metakognisi untuk belajar mengatur dirinya sendiri demi tercapainya target terdapat di dalam regulasi diri untuk belajar. Hal itu juga didukung dengan pernyataan Zimmerman (1989) bahwa seseorang yang melakukan regulasi diri untuk belajar adalah orang yang melakukan berbagai strategi dan tindakan khusus guna meningkatkan pencapaiannya dalam belajar, yang melibatkan proses metakognisi, motivasi, dan tindakan secara aktif (Zimmerman, 1990), dari pernyataan tersebut diketahui bahwa proses metakognisi merupakan sebuah hal yang utama dalam pelaksanaan regulasi diri untuk belajar. Penelitian mengenai pengambilan keputusan karir terhadap mahasiswa, terutama mahasiswa semester akhir program sarjana menjadi sangat penting karena mahasiswa merupakan manusia yang sudah dipersiapkan untuk terjun di dunia pekerjaan. Mahasiswa tingkat akhir yang dimaksud dalam hal ini adalah mereka yang berada pada semester 8 keatas. Sebagian besar mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi akan bekerja, sedangkan hanya sebagian kecil yang akan melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengajukan rumusan masalah: apakah terdapat hubungan antara regulasi diri untuk belajar dengan pengambilan keputusan karir pada mahasiswa semester akhir program sarjana? Adapun penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara regulasi diri untuk belajar dengan pengambilan keputusan karir pada mahasiswa semester akhir program sarjana. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif.
Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013
2. Tinjauan Teoritis 2.1 Regulasi Diri Untuk Belajar In general, student can be described as self-regulated to the degree that they are metacognitively, motivationally and behaviorally active participants in their own learning process. Zimmerman (1986 dalam Zimmerman, 1989, hal. 329) Menurut pernyataan Zimmerman tersebut dapat diketahui bahwa pelajar yang dapat melakukan regulasi diri untuk belajar adalah pelajar yang mampu menggunakan metakognisinya, motivasinya, dan tingkahlakunya secara aktif dalam belajarnya. Oleh karena itu regulasi diri untuk belajar mempengaruhi banyak aspek demi tercapainya sebuah proses belajar yang terencana. Banyaknya aspek yang dipengaruhi oleh regulasi diri untuk belajar tersebut tentu akan menghasilkan strategi khusus dalam belajar, hal itu juga diucapkan oleh Zimmerman (1989), yaitu persyaratan sebagai pelajar yang memiliki regulasi diri untuk belajar adalah individu harus melibatkan strategi-strategi khusus dalam belajarnya untuk mencapai target akademik. Tentu saja berbagai strategi yang dilakukan harus berdasarkan pada usaha sendiri seperti pernyataan Zimmerman (1990) bahwa pelajar yang berbasis regulasi diri untuk belajar selalu berinisiatif untuk berusaha mengarahkan diri sendiri untuk memperoleh pengetahuan dan mereka tidak pernah mengandalkan diri pada orang lain.Selain itu Zimmerman (1986 dalam Zimmerman, 1990) juga mengemukakan regulasi diri untuk belajar adalah sebuah proses seorang pelajar dengan cara mengaktifkan dan menopang kognitif (cognitions), perilaku (behaviors), dan perasaanya (affects) yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian suatu target. Menurut Bandura (1986, dalam Zimmerman, 1989) ada 3 faktor yang saling mempengaruhi dalam regulasi diri untuk belajar yaitu: personal / self- (diri sendiri), environmental (lingkungan), dan behavioral (perilaku). Zimmerman (1989) mengatakan bahwa regulasi diri untuk belajar dapat terjadi bila pelajar mampu memproses dirinya sendiri (personal / self-) secara tepat dan strategis untuk mengatur perilaku (behavior) dan lingkungan (environment) belajar yang sedang berlangsung.
Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013
2.2 Pengambilan Keputusan Karir career decision-making: a procces that not only encompasses career choice but involves making a commitment to carrying out the action necessary to implement the choice (Brown, 2002, hal. 316) Melalui definisi tersebut Brown (2002) ingin mengatakan bahwa pengambilan keputusan karir merupakan sebuah proses yang tidak hanya meliputi pada pemilihan karir, tetapi juga berperan dalam membuat komitmen untuk melaksanakan tindakan yang penting untuk melaksanakan pilihannya. Melalui definisi tersebut diketahui bahwa pengambilan keputusan karir tidak hanya dalam kaitan pengambilan keputusannya saja, tetapi termasuk dalam rangkaian proses untuk memikirkan bagaimana pencapaian keputusan tersebut. Selanjutnya Brown (2002) mengatakan bahwa terdapat 5 proses dalam pengambilan keputusan karir yang akan terus berputar: (1) communication, (2) analysis, (3) synthesis, (4) valuing, dan (5) execution. Proses yang diungkapkan tersebut merupakan sebuah proses yang harus dilaksanakan secara berurutan, pada tahap pertama individu harus melakukan communication yang ditujukan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknnya melalui indra yang dimiliki, sehingga seseorang bisa merasakan mana karir yang membuat nyaman dan mana yang tidak. Tahap berikutnya adalah tahap analysis dari berbagai informasi yang sudah diterima, pada tahap ini individu melakukan indentifikasi dan pengkaitan terhadap berbagia informasi dan masalah yang mungkin ada pada dirinya, pada tahap ini merupakan tahap yang paling efektif untuk melakukan pemecahan masalah (problem solving). Tahap selanjutnya adalah synthesis yaitu pada tahap ini individu sudah harus memikirkan peluang apa saja yang ada dan harus dilakukan, pada tahapan ini individu harus menyimpulkan suatu tindakan melalui proses elaborasi (elaboration) dan kristalisasi (crystalization). Pada proses elaborasi, individu harus menggunakan kreativitasnya untuk berpikir lebih luas mengenai berbagai opsi solusi yang ada. Pada proses crystalization individu sudah mulai berpikir mengenai opsi yang paling potensial dan bagaimana cara mengusahakan dan mengatur opsi tersebut hingga menjadi sebuah hal yang relevan untuk dilakukan. Tahap ke-empat yaitu tahap valuing yaitu ketika individu harus memikirkan keputusan yang diambilnya, sebagai suatu keputusan yang akan diterima oleh lingkungan atau sistem yang berlaku atau tidak. Pada tahap ini individu akan dihadapkan mengenai visi kedepan dan seberapa besar komitmen yang akan dipegang
Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013
terhadap keputusan yang akan ia ambil. Tahap terakhir adalah tahap execution, yang membuat individu akan melaksanakan berbagai perencanaan dan strategi yang sudah ditentukan di tahap-tahap sebelumnya. Setiap perencanaan harus dilakukan menjadi sebuah tindakan nyata dan dalam tahapan-tahapan yang sudah dibuat. Seseorang ketika memilih karir akan mengikuti tahapan-tahapan sebagaimana disebutkan di atas. Akan tetapi tidak jarang orang mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan karir yang sebut sebagai career indecision atau keraguan mengambil keputusan karir. Menurut Osipow (1999) hal tersebut berhubungan dengan masalahan pembuatan keputusan
karir,
pengimplementasian
perencanaan
karir,
serta
adaptasi
dalam
pengorganisasian karir. Beberapa ahli mencoba untuk mendefinisikan keraguan mengambil keputusan karir, menurut Gati, Krausz, & Osipow (1996) keraguan mengambil keputusan karir merupakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi individu ketika mengampil keputusan karir. Selanjutnya menurut Osipow (1999) keraguan mengambil keputusan karir merupakan keadan yang akan datang dan pergi setiap keputusan dibuat, dilaksanakan, bertumbuh, dan akhirnya mengarah kepada kebutuhan untuk membuat keputusan yang baru yakni menghasilkan keraguan yang baru. Dalam pengambilan keputusan karir ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi individu untuk sukses dalam pemilihan karir tersebut menurut, Brown (2002) setidaknya ada empat hal yaitu: kesediaan untuk jujur menggali pengetahuan tentang diri seperti nilai-nilai, kepentingan, dan keterampilan yang mengarahkan kepada mengetahui indentitas diri; motivasi untuk belajar tentang dunia kerja; kesediaan untuk belajar dan terlibat dalam pemecahan masalah karir dan pengambilan keputusan, termasuk kapasistas untuk berpikir jernih mengenai masalah karir, percaya diri pada kemapuan diri untuk mengambil keputusan, komitmen untuk mengikuti rencana yang sudah dijalankan, dan berani beranggung jawab untuk mengambil sebuah keputusan; kesadaran tentang bagaimana pikiran dan perasaan negatif dapat membatasi kemampuan untuk memecahkan suatu masalah, pengambilan keputusan, kesediaan berbagi tanggung jawab bila diperlukan, dan kemampuan untuk mengamati serta mengatur pemecahan masalah tingkat rendah berserta proses pengambilan keputusannya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keraguan mengambil keputusan karir yang dikemukakan oleh para ahli, seperti Chartrand, Robbins, Morrill, & Boggs (1990, dalam Gati, Krausz & Osipow, 1996), terdapat dua faktor yang mempengaruhi keraguan keputusan karir yaitu: kurangnya pengetahuan tentang diri sendiri dan kurangnya informasi mengenai pekerjaan.
Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013
3. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan, asosiasi, atau interdependensi antara dua atau lebih aspek dari suatu situasi oleh karena itu penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian korelasional. Selain itu penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian kuantitatif hal itu dikarenakan dalam penelitian ini dilakukan proses kuantifikasi variasi yang ditemukan dalam fenomena (Kumar, 2005). Sampel penelitian pada penelitian ini adalah mahasiswa atau mahasiswi semester delapan program sarjana Universitas Indonesia dari berbagai fakultas. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental sampling dan snowball sampling. Pelaksanaan penelitian dilakukan dari tanggal 4 Juni 2013 hingga 9 Juni 2013. Partisipan penelitian diberikan sebuah booklet kuesioner untuk yang mengerjakan secara offline, sedangkan bagi yang mengisi secara online pada partisipan dapat mengerjakan pada lembar soft copy kuesioner yang diberikan oleh peneliti. Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian kali ini adalah Self-regulated Learning Interview Schedule Questionnaire (SRLIS-Q) yang dikembangkan oleh Zimmerman dan Pons (1988) serta diperbaharui oleh Purdie dan Hattie (1996), dan Career Decisionmaking Difficulties Questionnaire (CDDQ) yang dikembangkan oleh Gati, Krausz dan Osipow, (1996). Keduanya di ujicobakan pada 30 mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Selanjutnya kedua alat ukur tersebut disatukan benjadi sebuah booklet kuesioner dan diprint untuk digunakan untuk pengambilan data secara offline, juga disiapkan dalam bentuk soft copy untuk disebarkan melalui email. Data yang telah didapatkan dan sesuai dengan karakteristik sampel penelitian diolah menggunakan teknik statistik deskriptif dengan tujuan untuk melihat gambaran umum dari partisipan melalui mean, nilai maksimum, nilai minimum dan standar deviasi. Teknik statistik lain yang digunakan adalah pearson correlation yang digunakan untuk mengetahui besar serta arah hubungan linier dari dua variabel (Gravetter dan Wallnau, 2007). Selain itu juga digunakan teknik statistik One-Way Analysis of Variance yang digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan mean antara dua kelompok atau lebih. 4. Hasil Penelitian 4.1 Gambaran Partisipan
Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013
Dalam penelitian ini data yang diperoleh sebanyak 136 partisipan namun karena ada yang tidak sesuai kriteria penelitian seperti belum mencapai semester delapan maka data yang dapat diolah berjumlah 122. Hasil dari data demografis yang diperoleh adalah mayorita yang mengikuti penelitian ini adalah wanita, usia mayoritasnya 21 tahun, angkatan terbanyak terdiri dari angkatan 2009 dimana sedang menuduki semester ke-8, dan partisipan terbanyak berasal dari Fakultas Psikologi. 4.2 Hasil Analisis Utama Penelitian Dari pengolahan data menggunakan Pearson Corelation, dapat disimpulkan koefisien korelasi sebesar r = 0,345 dengan P < 0,001 (2-tailed). Dengan nilai tersebut berarti hipotesis nol ditolak yang berarti terdapat hubungan antara regulasi diri untuk belajar dengan pengambilan keputusan karir. Hasil dari r2= 0,123 yang berarti 12,3% variasi skor pengambilan keputusan karir dapat dijelaskan oleh skor regulasi diri untuk belajar. 4.3 Hasil Analisis Tambahan Hasil pengolahan data analisis tambahan didapati dimensi yang paling sering digunakan oleh partisipan adalah non strategic behavior pada alat ukur regulasi diri untuk belajar. Sedangkan untuk alat ukur pengambilan keputusan karir diketahui bahwa dimensi yang paling tinggi diisi oleh partisipan adalah ketersediaan informasi. Selanjutnya pengolahan data menggunakan one-way ANOVA antara skor regulasi diri untuk belajar dengan fakultas yang sudah dikategorikan kedalam tiga bidang pendidikan yaitu sains, sosial dan kesehatan tidak ditemukan perbedaan mean yang signifikan. 5. Diskusi Melalui pembahasan di atas telah diketahui bahwa regulasi diri untuk belajar sangat dekat kaitannya dengan pengambilan keputusan karir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa regulasi diri untuk belajar yang dimiliki oleh mahasiswa tidak hanya berguna pada nilai akademis saja, melainkan berpengaruh terhadap aspek kehidupan yang lain, terutama dalam pengambilan keputusan karir yang sangat berkaitan dengan masa depan mahasiswa tersebut. Dalam melakukan pengambilan keputusan karir diperlukan sebuah pemikiran yang mendalam dan matang untuk menentukan pilihan secara tepat, proses berpikir yang mendalam dan matang tersebut memerlukan bantuan metakognisi dan juga regulasi diri yang baik. Dalam melakukan proses penelitian ini, peneliti menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan yang dilakukan oleh peneliti. Keterbatasan tersebut dapat menjadi error yang kemudian dapat mempengaruhi hasil penelitian. Salah satu kekurangan yang ada yaitu peneliti kurang memperhitungkan sejak awal bahwa subjek mahasiswa semester akhir
Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013
program sarjana akan sulit ditemui secara tatap muka karena mahasiswa semester akhir program sarjana lebih sering mengerjakan tugas akhir di rumahnya masing-masing. Kesulitan untuk
bertatap
muka
dengan
subjek
menimbulkan
kurangnya
standardisasi
pengadministrasian alat tes, karena kuesioner sebagian besar melalui e-mail sehingga subjek tidak bisa bertanya secara langsung pada peneliti bila ada hal-hal yang kurang dipahami. Pada item alat ukur yang digunakan juga dianggap kurang umum bagi mahasiswa seluruh fakultas, beberapa item seperti item yang menanyakan mengenai soal-soal latihan dirasa kurang relevan untuk beberapa fakultas terutama fakultas dengan basis ilmu sosial, karena sangat jarang diberikan soal latihan. Selain itu jumlah item dirasa terlalu banyak sehingga beberapa partisipan merasa kesulitan berkenaan dengan waktu dan rasa lelah dalam mengisi alat ukur. Beberapa partisipan juga merasa memerlukan konsentrasi tinggi untuk mengisi kuesioner tersebut sedangkan peneliti tidak mempersiapkan tempat khusus untuk pengisian kuesioner, sehingga keadaan lingkungan diperkirakan dapat menimbulkan eror pada hasil kuesioner. Peneliti juga kurang memperhitungkan bahwa adanya fakultas yang memiliki kurikulum untuk lulus dalam waktu tiga setengah tahun seperti Fakultas Kedokteran Gigi, sehingga pada saat peneliti melakukan pengambilan data, peneliti tidak berhasil mendapati subjek mahasiswa semester akhir program sarjana pada fakultas tersebut. Kurang meratanya pengambilan sampel dalam hal demografis juga menjadi keterbatasan peneliti, hal itu dapat dilihat dari persebaran subjek berdasarkan fakultasnya, ada fakultas yang hanya diwakili oleh satu subjek bahkan ada yang tidak terwakili, namun untuk fakultas lain ada yang diwakili hingga 32 orang. Masalah kurang meratanya persebaran juga ada pada usia, angkatan, dan jenis kelamin. Peneliti juga menyadari bahwa batasan partisipan berupa semester delapan merupakana batasan yang kurang tepat untuk menyatakan bahwa partisipan akan segera memasuki ke dunia kerja dalam waktu dekat. Karena banyak mahasiswa yang sudah mendudukin semester delapan namun belum akan mengahiri kegiatan perkuliahannya dalam waktu dekat. Sehingga hal itu tentu dapat mempengaruhi jawaban pada kuesioner pengambilan keputusan karir. 6. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan, dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara regulasi diri untuk belajar dengan pengambilan keputusan karir pada mahasiswa. Artinya, semakin tinggi regulasi diri untuk belajar yang
Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013
dimiliki oleh mahasiswa, semakin tinggi pula pengambilan keputusan karir yang dimiliki mahasiswa tersebut. 7. Saran 7.1 Saran Metodologis Untuk penelitian berikutnya disarankan untuk memperhatikan item-item yang akan digunakan agar dapat digeneralisisr pada seluruh fakultas agar tidak menimbulkan error pada saat mengisi. Jumlah item yang terlalu banyak menimbulkan efek lelah pada partisipan, sehingga perlu untuk membatasi jumlah item. Pemilihan waktu dalam pengambilan sampel sebaiknya dilakukan pada semester ganjil dengan tujuan memperluas cakupan sampel pada fakultas yang memiliki program lulus pada semester ganjil. Pengambilan sampel sebaiknya lebih banyak serta memiliki kuota yang jelas tiap fakultas, hal itu ditujukan untuk mendapatkan data yang lebih menyeluruh. Penentuan karakteristik sampel seharusnya lebih spesifik dengan batasan sudah mengambil minimal 130 sks atau sedang menngerjakan skripsi agar mahasiswa yang menjadi partisipan benar-benar sudah dekat dengan dunia pekerjaan. 7.2 Saran Praktis Peneliti menyarankan agar dilakukannya pengenalan serta pelatihan mengenai regulasi diri untuk belajar yang diberikan sedini mungkin, agar penentuan masa depan dapat dilakukan lebih baik dan terencana sejak awal. Peneliti juga menyarankan bahwa dalam kurikulum yang diberikan pada mahasiswa perlu disisipkan kegiatan yang menstimulus regulasi diri untuk belajar, karena melalui penelitian ini telah dibuktikan regulasi diri untuk belajar tidak hanya berguna untuk pembelajaran berkenaan dengan akademis selama mahasiswa saja, melainkan juga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan karir dan masa depan mahasiswa. 8. Kepustakaan Admin Kadin Jateng. (2012). Banyak lulusan tidak sesuai kualifikasi kerja. Diakses Maret 22, 2013.
Dari
http://kadinjateng.com/id/component/content/article/40-artikel/654-
banyak-lulusan-tidak-sesuai-kualifikasi-kerja.html Badan Pusat Statistik. (2013). Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
2004-2013.
Diakses
Maret
24,
2013,
dari
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=06&no tab=4
Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013
Brown, Duane. (2002). Career choice and development (4th ed). San Francisco: John Wiley & Sons, Inc. Dillard, J. M., (1985). Lifelong career planning. Noida: Tata Mcgraw-Hill Education. Gati, I., Krausz, M., & Osipow, S. H. (1996). A Taxonomy of Difficulties in Career Decision Making. Journal of Counseling Psychology, 43(4), 510-526. Gravetter, F. J., & Wallnau, L. B. (2007). Statistic for the Behavioral Sciences (7th Ed). Canada: Thomson Wadsworth. Kumar, R. (2005). Research methodology: A step by step guide for beginners. London: SAGE Publications. Osipow, S. H. (1999). Assessing Career Indecision. Journal of Vocational Behavior, 55 147154. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development (11th ed.). New York: McGraw-Hill. Purdie, N., & Hattie, J. (1996). Cultural Differences in the Use of Strategies for SelfRegulated Learning. American Educational Research Journal, 33(4), 845-871. Zimmerman, B. J. (1990). Self-Regulate Learning and Academic Achievement : An Overview. Educational Psychologist, 25(1), 3-17. Zimmerman, B. J. (1989). A Social Cognitive View of Self-Regulated Academic Learning. Journal of Educational Psychology, 81(3), 329-339. Zimmerman, B. J., & Pons, M. M. (1990). Construct Validation of a Strategy Model of Student Self-Regulated Learning. Journal of Educational Psychology, 80(3), 284-290.
Hubungan antara..., Ryan Pradipta Surjadi, FPsi UI, 2013