UNIVERSITAS INDONESIA
DUKUNGAN SOSIAL DAN REGULASI DIRI DALAM BELAJAR UNTUK MEMBANGUN ADAPTABILITAS KARIR PADA MAHASISWA BARU UNIVERSITAS INDONESIA
SOCIAL SUPPORT AND SELF REGULATED LEARNING IN BUILDING CAREER ADAPTABILITY AMONG STUDENTS AT UNIVERSITAS INDONESIA
DISERTASI
Oleh : WAHYU INDIANTI NIM : 0806402250
FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM STUDI DOKTOR DEPOK MARET 2015
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
UNIVERSITAS INDONESIA
DUKUNGAN SOSIAL DAN REGULASI DIRI DALAM BELAJAR UNTUK MEMBANGUN ADAPTABILITAS KARIR PADA MAHASISWA BARU UNIVERSITAS INDONESIA
DISERTASI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memeperoleh gelar Doktor di bidang Psikologi yang dipertahankan dalam Sidang Terbuka Senat Akademik Universitas Indonesia di bawah pimpinan Rektor Universitas Indonesia Prof. Dr. Ir.Muhammad Anis, M.Met. Pada hari Kamis, 26 Maret 2015 pukul 10.00 WIB.
Oleh : WAHYU INDIANTI NIM : 0806402250
FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM STUDI DOKTOR DEPOK MARET 2015 ii
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
iii
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
iv
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Besar atas karuniaNya yang besar sehingga disertasi ini dapat terwujud dan dianggap layak untuk menghadapi ujian. Ini adalah berkat Tuhan Bapa yang tak ternilai harganya karena semuanya adalah kasih karunia Tuhan Yesus semata. Untuk itulah tak putus-putusnya Pujian dan Hormat hanya kepadaMu Tuhanku. Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada segala pihak yang membantu dalam penyelesaian disertasi ini. Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih kepada promotor dan ko-promotor saya Prof. Dr. Frieda M. Mangunsong, M.Ed. dan Prof. Dr. Guritnaningsih A. Santoso, yang telah bersusah payah meluangkan waktunya, disela-sela kesibukan mereka yang tinggi, untuk memberikan masukan, bimbingan dan semangat sehingga pada akhirnya penulisan disertasi ini dapat selesai. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa yang membalas segala kebaikan ibu berdua dan diberikan kesuksesan senantiasa. Kepada Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Dr. Tjut Riefameutia M.A.Psikolog, beserta seluruh jajarannya, serta ketua program pasca sarjana Fakultas Psikologi UI Prof. Dr. Guritnaningsih A. Santoso dan sekertaris Farida A.Kurniawati, Ph.D., yang tak jemu-jemunya memberikan kesempatan dan bantuan sehingga disertasi ini dapat selesai pada waktunya. Juga tak lupa terima kasih saya untuk Prof.Dr.Hamdi Muluk, M.Si selaku Ketua Program Pascasarjana Fakultas Psikologi UI periode 2009-2014 yang telah membantu penulis untuk memberikan wawasan dan arahan sehingga disertasi ini dapat terwujud. Kiranya Tuhan yang akan memberikan balasan dan tetap diberikan kebijaksanaan senantiasa dalam tugasnya. Kepada tim penguji yang berkenan meluangkan waktu untuk menguji hasil penelitian saya ini yaitu kepada Prof. Dr. Conny Semiawan, Sri Triatri, Ph.D.Psi., Dr. Ilsiana Jatiputra, Dr. Rosemini A.Prianto, Dr. Tjut Riefameutia, M.A., penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya saya ucapkan sehingga melengkapi proses belajar yang harus saya lalui dalam pendidikan saya ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Kementrian Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bea siswa studi S3 dan kesempatan menjalani Sandwichlike Programme selama tiga bulan di University of Queensland (UQ), Brisbane, Australia kepada saya. Secara khusus saya pun mengucapkan terima kasih kepada Prof.Peter Newcomb, PhD., selaku koordinator mahasiswa program doktor psikologi di UQ, dan juga kepada Mary MacMahon, PhD. Staf pengajar di
v
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
School of Education, UQ yang telah memberikan sumbang saran dan wawasan pencerahan sehingga terwujudnya disertasi ini. Tak mungkin saya lupakan pula bantuan dari rekan-rekan staf pengajar di bagian Psikolgi Pendidikan, Kepala Bidang Studi Pendidikan Drs. Gagan Hartana T.M.Psi.T., serta rekan-rekan yang saya cintai di Bid Stu.Pendidikan, Prof.Dr. Soetarlinah Soekadji, Dra. Miranda D. Zarfiel, M.Psi., Dra.Evita.E.Singgih,M.Psi., Dra.Dienaryati Tjokrosuprihartono,M.Psi., Prof.Dr. Lidya Freyani Akbar-Hawadi, Dr.Rosemini A.Prianto,M.Psi., Wuri Prasetysawati,M.Psi., Patricia Adam,M.Psi., Airin Y.Saleh,M.Psi., Stephanie Y. M.Psi., dan Pratiwi Widyasari, M.Psi., yang tidak henti-hentinya memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama melakukan studi S3 ini. Secara khusus terima kasih dan apresiasi untuk sahabat saya Dr.Lucia R.M.Royanto, M.Si., MSp.Ed., yang sudah berlelah menjadi reader untuk membantu penyempurnaan penulisan naskah ini. Tak lupa pula atas bantuan dari Ibu Helmi dan Pak Sarija yang selalu siap membantu, terima kasih saya kepada anda berdua. Khusus kepada rekan-rekan saya seperjuangan di di SD (sekolah doktor..?), Dra. Puji Lestari, M.Psi., Dra. Eva S. Barlianto, M.Psi., Dr.Linda Primana, M.Si., yang selalu memberikan dukungan, semangat dan diskusi-diskusi yang memberikan penguatan, inspirasi dan pencerahan bahkan di detik-detik terakhir masih memberikan masukan yang berarti. Terima kasih atas perhatian dan dukungan rekan-rekan semua yang tak terlupakan. Kiranya Tuhan yang membalas semuanya. Tak lupa pula penghargaan dan terima kasih kepada Drs. Umar Ruswandi, M.Si. yang selalu bersemangat dan terbuka untuk membantu penulis dalam penyelesaian pengolahan data disertasi ini. Terima kasih dan penghargaan penulis juga sampaikan kepada Dr.Rita Markus, yang di detik-detik terakhir memberikan masukan dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini. Kepada Fatmawati I. Purnamasari, SPsi. yang selalu siap membantu dari sejak pengambilan data penelitian sampai pada perapian penulisan disertasi ini penulis merasa amat terbantu dan terima kasih. Terima kasih dan penghargaan juga saya ucapkan kepada rekan saya Dian Oriza,M.Psi dan Yunita, M.Psi yang telah bersedia mendampingi penulis sebagai paranim pada saat sidang terbuka. Kiranya kedua rekan saya segera menyusul untuk menjalani sidang promosi dan diberikan kesuksesan dalam studinya. Terima kasih pula kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pengambilan data penelitian, terutama Bapak/Ibu pengajar mata kuliah MPKT A dan B yang ada di Universitas Indonesia yang dengan ringan hati membantu memudahkan saya untuk memperoleh data penelitian. Mahasiswa di Universitas vi
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
Indonesia angkatan 2012 yang membantu menjadi partisipan dalam uji coba alat ukur penelitian saya. Tak kerkecuali seluruh mahasiswa semester dua di Universitas Indonesia yang bersedia menjadi partisipan penelitian saya. Semoga sukses dalam tugas dan pendidikan. Di akhir ucapan terima kasih ini saya secara khusus mendedikasikan disertasi ini kepada orang tua saya, terutama ibu saya alm. yang tidak sempat melihat penulis menyelesaikan disertasi ini. Doa dan dukungan ibu menjadi kekuatan penulis untuk menyelesaikan studi ini. Tak dapat terlupakan penghargaan dan syukur kepada Tuhan karena penulis diberikan keluarga yang senantiasa mendukung dalam menyelesaikan studi S3 ini. Kepada suami penulis Richard Sitorus dan anak-anak Tamara A. Artani, Natashia D.Hasiani, Tracy M. P. Nauli, yang selalu menyemangati dan memberikan semua pertolongannya ketika istri dan mamanya berada dalam kesulitan dan kelelahan. Mudah-mudahan kekecewaan karena waktu dan perhatian yang tersita karena studi ini bisa terobati dengan selesainya disertasi. Terima kasih atas dukungan dan kasih kalian yang membuat mama bisa bertahan dan sangat bersyukur mempunyai kalian. Terpujilah Tuhan Yesus Kristus atas kekuatan yang diberikan pada penulis untuk menyelesaikan studi ini.
Depok, Maret 2015 Wahyu Indianti
[email protected]
vii
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
viii
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: Wahyu Indianti : Doktor Psikologi : Dukungan Sosial dan Strategi Regulasi Diri dalam Belajar untuk Membangun Adaptabilitas Karir pada Mahasiswa Baru Universitas Indonesia
Latar belakang penelitian ini berawal dari masalah yang sering muncul dalam perkembangan karir pada remaja terutama dalam hal memilih, meningkatkan, dan mempertahankan konsistensi dalam memilih karir seperti pilihan pendidikan. Kemampuan itu disebut adaptabilitas karir. Penelitian ini mempertanyakan faktor apa yang mempengaruhi peningkatan adaptabilitas karir. Asumsi yang ditegakkan adalah ketika individu berhasil menerapkan regulasi diri dalam belajar, yang pembentukannya dipengaruhi oleh dukungan sosial, maka perencanaan, pemilihan dan pengembangan karir akan lebih mudah dilakukan. Untuk membuktikan asumsi tersebut, penelitian ini melihat keterakaitan antara dukungan sosial sebagai sumber yang membantu pembentukan keterampilan regulasi diri dalam belajar dengan pembangunan adaptabilitas karir sebagai sikap dan kesiapan dalam menghadapi tantangan perkembangan karir. Penelitian ini menguji kesesuaian model yang melihat peranan dukungan sosial dalam internalisasi regulasi diri dalam belajar sehingga dapat meningkatkan pembangunan adaptabilitas karir yang tinggi. Penelitian ini mengukur tiga variabel yaitu dukungan sosial sebagai variabel independen, regulasi diri dalam belajar sebagai variabel mediator dan adaptabilitas karir sebagai variabel dependen. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 1012 mahasiswa baru dari semua fakultas yang ada di UI dengan pengolahan data menggunakan structural equation model dari Lisrel 8.80, teknik regresi berganda untuk menguji hipotesis yang ditegakkan dan menggunakan anovar untuk memperkaya hasil penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan model yang diajukan sesuai dengan data di lapangan dan membuktikan bahwa variabel regulasi diri dalam belajar adalah mediator penuh antara variabel dukungan sosial dengan variabel adaptabilitas karir. Artinya dukungan sosial hanya akan bermakna dalam pembangunan adaptabilitas karir apabila dimediasi oleh regulasi diri dalam belajar. Perlunya peningkatan peranan dukungan sosial untuk membantu remaja dalam internalisasi regulasi diri dalam belajar agar mereka dapat membangun adaptabilitas karir yang kuat. Kata kunci: dukungan sosial, strategi regulasi diri belajar, adaptabilitas karir
viii
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
ABSTRACT Name Study Program Title
: Wahyu Indianti : Doctor in Psychology : Social support and Self regulated learning in Building Career Adaptability among students in Universitas Indonesia Keywords: Social support, Self Regulated Learning, Career Adaptability
The background of this study come from problems that often arise in career developmental skill, especially in terms of choosing a career, improve, and maintain consistency in choosing a career (e.g. education). That ability is called career adaptability. This study questioned what factors influence the increase career adaptability. The assumption made is when an individual successfully implementing self-regulation in learning, that its formation is influenced by social support, the planning, selection and career development will be easier to do. To prove these assumptions, this study will look at a relationship between social support as an agent of the formation of self-regulation skills in the development of career adaptability as attitude and readiness to face the challenges of career development task and the situational changes. This study examined the suitability of the model that saw the role of social support in the internalization of selfregulated learning to improve the development of strong and high career adaptability. This study measured three variables: social support as an independent variable, self-regulated learning as mediator variables and career adaptability as the dependent variable. Participants in this study amounted to 1012 new students of all faculties at the UI. For processing the data, this study using structural equation model of Lisrel 8.80, and using multiple regression techniques to test the hypothesis. Anovar was used to rich the rusult. The results of this study indicate that the model proposed in accordance with the data in the field and prove that the variables of self-regulated learning is a full mediator between social support and career adaptability. The implication from this study is, social support such as parents, teachers and peers, had a strategic influence in building regulated learning skill in order to strengthen career adaptability in young people. Keywords: social support, self-regulation of learning strategies, career adaptability
ix
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................iii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................iv KATA PENGANTAR ........................................................................................v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................... vii ABSTRAK ..........................................................................................................viii ABSTRACT ..........................................................................................................ix DAFTAR ISI .......................................................................................................x DAFTAR TABEL ...............................................................................................xiii DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xvi BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................................15 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................18 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. .18 1.5 Sistematika Penulisan .............................................................................18 BAB 2 KAJIAN LITERATUR ...........................................................................20 2.1 Karir ........................................................................................................20 2.1.1 Pengertian Karir .............................................................................20 2.1.2 Perkembangan Karir pada Remaja .................................................21 2.2 Adaptabilitas Karir ..................................................................................27 2.2.1 Pengertian dan Definisi ..................................................................27 2.2.2 Dimensi Adaptabilitas Karir ..........................................................30 2.2.2.1 Kepedulian karir(career concern) ......................................33 2.2.2.2 Pengendalian diri karir ( career control) ...........................34 2.2.2.3 Keingintahuan karir (Career curiosity) ..............................36 2.2.2.4 Keyakinan diri Karir ( Career confidence) ........................37 2.2.3Alat Ukur adaptabilitas karir ...........................................................39 2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adaptabilitas Karir ................40 2.2.4.1 Faktor Kepribadian.............................................................40 2.2.4.2 Faktor Dukungan Sosial .....................................................41 2.3 Regulasi Diri dalam Belajar ....................................................................44 2.3.1 Pengertian strategi regulasi diri belajar ..........................................44 2.3.2 Alat Ukur Strategi regulasi diri belajar .........................................50 2.3.3 Faktor-faktor yang memengaruhi regulasi diri dalam belajar ........53 2.3.3.1 Faktor Internal....................................................................53 2.3.3.2 Faktor Eksternal .................................................................55 2.3.3.2.1 Faktor kesempatan untuk meregulasi diri .................56 2.3.3.2.2 Faktor Rumpun ilmu .................................................57 2.3.3.2.3 Faktor Dukungan Sosial ............................................58 2.4 Dukungan Sosial (Social Support) terhadap terbentuknya strategi regulasi diri belajar ................................................................................61 2.4.1 Pemberi Dukungan Sosial ..............................................................61 x
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
2.4.1.1 Dukungan Sosial Orang Tua ..............................................61 2.4.1.2 Dukungan Sosial Dosen .....................................................64 2.4.1.3 Dukungan Sosial Teman Sebaya ........................................68 2.4.2 Alat Ukur Dukungan Sosial ...........................................................70 2.5 Mahasiswa UI..........................................................................................71 2.6 Model Penelitian .....................................................................................73 BAB 3 METODE PENELITIAN........................................................................77 3.1 Variabel Penelitian ..................................................................................77 3.1.1 Variabel Dependen .........................................................................77 3.1.1.1 Variabel Adaptabilitas Karir ..............................................77 3.1.1.1.1 Definisi Konseptual.............................................77 3.1.1.1.2 Definisi Operasional............................................77 3.1.1.2. Variabel Strategi Regulasi Diri Belajar...............................78 3.1.1.2.1 Definisi Konseptual.............................................78 3.1.1.2.2 Definisi Operasional............................................78 3.1.2 Variabel Independen ......................................................................79 3.1.2.1 Definisi Konseptual ............................................................79 3.1.2.2 Definisi Operasional..........................................................79 3.2 Pendekatan dan Tipe Penelitian ..............................................................79 3.3 Partisipan penelitian ................................................................................79 3.3.1 Populasi dan partisipan ..................................................................79 3.3.2 Karakteristik dan jumlah partisipan ...............................................79 3.3.3 Teknik pengambilan sampel ..........................................................80 3.4 Alat ukur .................................................................................................80 3.4.1 Alat ukur skala adaptabilitas karir..................................................81 3.4.2 Alat ukur skala regulasi diri belajar ...............................................84 3.4.3 Alat ukur dukungan sosial..............................................................87 3.5 Prosedur penelitian ..................................................................................90 3.5.1 Tahap persiapan ...................................................................................90 3.5.2 Tahap uji coba alat ukur .......................................................................90 3.5.2.1 Alat Ukur Adaptabilitas Karir ....................................................91 3.5.2.2 Alat Ukur Regulasi Diri dalam Belajar .......................................91 3.5.2.3 Alat Ukur Dukungan Sosial .......................................................93 3.6 Tahap Pelaksaaan Pengumpulan Data ....................................................93 3.7 Tahap Pengolahan Data ..........................................................................95 3.8 Teknik Analisis .......................................................................................95 BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN ........................................................ 98 4.1 Gambaran data demografis partisipan .................................................... 98 4.2 Analisis deskriptif dan korelasi variabel penelitian ............................... 100 4.3 Uji Psikometrik Alat Ukur ..................................................................... 101 4.3.1 Uji reliabilitas dan validitas internal alat ukur .............................. 100 4.3.2 Uji Alat Ukur Penelitian ............................................................... 102 4.3.2.1 Confirmatory Factor Analysis (CFA) Skala Adaptabilitas Karir ..................................................................................... 102 4.3.2.1.1 First order Confirmatory Factor Analysis dimensi Kepedulian karir ...................................................... 103 4.3.2.1.2 First order Confirmatory Factor Analysis dimensi Pengendalian diri karir............................................. 104 xi
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
4.3.2.1.3 First order Confirmatory Factor Analysis dimensi Keingintahuan karir ................................................. 105 4.3.2.1.4 First order Confirmatory Factor Analysis dimensi Keyakinan diri karir ................................................. 107 4.3.2.1.5 Second Order Confirmatory Factor Analysis untuk Variabel Adaptabilitas karir .......................... 108 4.3.2.2 First order Confirmatory Factor Analyses (CFA) Skala Regulasi diri Belajar (N = 1012 ........................................... 109 4.3.2.2.1 First order Confirmatory Factor Analysis untuk komponen motivasi.................................................. 109 4.3.2.2.2 First order Confirmatory Factor Analysis untuk komponen regulasi kognitif ..................................... 110 4.3.2.2.3 Second Order Confirmatory Factor Analysis untuk variabel Regulasi diri dalam Belajar ............. 112 4.3.2.3 Confirmatory Factor Analyses (CFA) skala Dukungan sosial (N = 1012 ................................................................... 112 4.3.2.3.1. First Order Confirmatory Factor Analysis untuk Dukungan Sosial Orang tua ..................................... 112 4.3.2.3.2 First Order Confirmatory Factor Analysis untuk Dukungan Sosial Dosen........................................... 114 4.3.2.3.3 First Order Confirmatory Factor Analysis untuk Dukungan Sosial Teman Sebaya ............................. 115 4.3.2.3.4 Second Order Confirmatory Factor Analysis untuk Variabel Dukungan Sosial ............................. 116 4.4 Uji Model Persamaan Struktural pengaruh Dukungan sosial terhadap Pembangunan Adaptabilitas karir melalui Regulasi diri dalam belajar pada Mahasiswa baru UI ............................................................................. 117 4.5 Hasil Uji Hipotesis 2, 3, 4, 5 ......................................................................... 118 4.5.1 Pengujian hipotesis 2 ........................................................................... 118 4.5.2 Pengujian hipotesis 3 ........................................................................... 119 4.5.3 Pengujian hipotesis 4 ........................................................................... 120 4.5.4 Pengujian hipotesis 5 ........................................................................... 121 4.6 Hasil Pengolahan Data Demografis .............................................................. 124 4.6.1 Hasil Analisis Adaptabilitas Karir berdasarkan Data Akademik ... 124 4.6.2 Hasil Analisis Regulasi Diri dalam Belajar berdasarkan Data Akademik ....................................................................................... 126 BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ........................................... 128 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 128 5.2 Diskusi .................................................................................................... 129 5.3 Saran ........................................................................................................ 144 5.3.1 Saran penelitian lanjutan ................................................................ 144 5.3.2 Saran untuk pembuat kebijakan ..................................................... 145 5.3.3 Saran bagi sekolah dan orang tua ................................................... 146 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 148 LAMPIRAN ........................................................................................................ 162
xii
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Dimensi Adaptabilitas Karir ......................................................... Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Adaptabilitas karir ......................................... Tabel 3.2 Kisi-kisi Alat Ukur Regulasi Diri Belajar–Komponen Motivasional................................................................................... Tabel 3.3 Kisi-kisi Alat Ukur Regulasi Diri Belajar – Komponen Regulasi Diri ................................................................................. Tabel 3.4 Kisi-kisi Alat Ukur Dukungan Sosial ........................................... Tabel 3.5 Nomor Item Alat Ukur Adaptabilitas Karir Sebelum dan Setelah Uji Coba ............................................................................ Tabel 3.6 Alat Ukur Skala Regulasi Diri Belajar .......................................... Tabel 3.7 Alat Ukur Dukungan Sosial .......................................................... Tabel 3.8 Jadwal waktu penyebaran kuesioner ............................................. Tabel 3.9 Data penyebaran kuesioner ........................................................... Tabel 4.1 Data Demografis Responden ........................................................ Tabel 4.2 Korelasi antar variabel penelitian (N=1012) ................................. Tabel 4.3 Reliabilitas dan Validitas Internal Alat Ukur Adaptabilitas Karir ............................................................................................... Tabel 4.4 Reliabilitas dan Validitas Internal Alat Ukur Regulasi diri dalam belajar .................................................................................. Tabel 4.5 Reliabilitas dan Validitas Internal Alat Ukur Dukungan sosial............................................................................................... Tabel 4.3 Second Order Confirmatory Analysis Variabel Adaptabilitas Karir ............................................................................................... Tabel 4.4 Second Order Confirmatory Analysis Variabel Strategi Regulasi Diri Belajar ...................................................................... Tabel 4.5. Second Order Confirmatory Factor Analysis variabel Dukungan Sosial ............................................................................ Tabel 4.6 Standard Multiple Regression Dukungan Sosial terhadap Adaptabilitas Karir ( N=1012) ....................................................... Tabel 4.7. Standard Multiple Regression Dukungan Sosial terhadap regulasi diri dalam belajar .............................................................. Tabel 4.8. Standard Multiple Regression Regulasi Diri terhadap Adaptabilitas Karir ......................................................................... Tabel 4.9. tandard Multiple Regression Komponen Regulasi Diri terhadap Adaptabilitas Karir berdasarkan Rumpun Ilmu............... Tabel 4.10. Standard Multiple regression Komponen Regulasi Diri terhadap Adaptabilitas Karir berdasarkan pengelompokan nilai IPK ......................................................................................... Tabel 4.11 Standard Multiple Regression sub-komponen regulasi diri terhadap adaptabilitas karir ............................................................ Tabel 4.12 Analisa Perbedaaan Adaptabilitas Karir berdasarkan Variabel Demografis ...................................................................... Tabel 4.13 Uji Post Hoc Variabel Adaptabilitas Karir berdasarkan pengelompokan nilai IPK dengan Tukey HSD .............................. Tabel 4.13 Analisa Perbedaaan regulasi diri dalam belajar berdasarkan Variabel Demografis ...................................................................... xiii
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
31 81 84 85 87 90 91 92 93 94 97 99 100 101 102 108 112 116 120 120 121 122
122 123 124 125 125
Tabel 4.14 Uji Post Hoc Variabel Regulasi Diri dalam Belajar berdasarkan Rumpun Ilmu dengan Tukey HSD ............................ 126 Tabel 4.15 Uji Post Hoc Variabel Regulasi Diri Belajar berdasarkan IPK dengan Tukey HSD................................................................. 127
xiv
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model Penelitian ....................................................................... 74 Gambar 4.1. Gambar Awal CFA Dimensi Kepedulian Karir ....................... 103 Gambar 4.2 Gambar Akhir CFA Dimensi Kepedulian Karir ....................... 104 Gambar 4.3 Gambar Awal CFA Dimensi Pengendalian Diri Karir.............. 104 Gambar 4.4 Gambar Akhir CFA Dimensi Pengendalian Diri Karir ............. 105 Gambar 4.5 Gambar Awal CFA Dimensi Keingintahuan Karir ................... 106 Gambar 4.6 Gambar Akhir CFA Dimensi Keingintahuan Karir .................. 106 Gambar 4.7. Gambar Awal CFA Dimensi Keyakinan Diri karir .................. 107 Gambar 4.8 Gambar Akhir CFA Dimensi Keyakinan Diri Karir ................. 108 Gambar 4.9 Gambar awal komponen motivasi ............................................. 109 Gambar 4.10 Gambar akhir komponen motivasional ................................... 110 Gambar 4.11 Gambar awal komponen regulasi kognitif .............................. 111 Gambar 4.12 Gambar akhir komponen regulasi kognitif ............................. 111 Gambar 4.13 Gambar Awal CFA Dukungan Sosial Orang Tua ................... 113 Gambar 4.14 Gambar Akhir CFA Dukungan Sosial Orang Tua .................. 114 Gambar 4.15 Gambar Awal CFA Dukungan Sosial Dosen .......................... 114 Gambar 4.16 Gambar Akhir CFA Dukungan Sosial Dosen ......................... 115 Gambar 4.17 Gambar Awal CFA Dukungan Sosial Teman Sebaya ............ 115 Gambar 4.18 Gambar Akhir CFA Dukungan Sosial Teman Sebaya ............ 116 Gambar 4.19 Gambar Analisis Jalur Model Penelitian (N=1012) ................ 117 Gambar 4.20 Analisis jalur dukungan sosial terhadap adaptabilitas karir .... 117 Gambar 4.20 Diagram Jalur Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Adaptabilitas Karir Melalui Mediasi Strategi Regulasi Diri Belajar ...................................................................................... 119
xv
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kode Etik Penelitian ................................................................. 161 Lampiran 2. Alat Ukur Penelitian ................................................................. 166 Lampiran 3. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Uji Coba N = 115 ........... 175 Lampiran 4. Reliabilitas dan Validitas Ambil Data N = 1012 ...................... 183 Lampiran 5. Hasil Uji Model Pengukuran .................................................... 190 Lampiran 6. Hasil Uji Model Struktural ....................................................... 200
xvi
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tahun-tahun di Sekolah Menengah Atas (SMA) maupun Perguruan Tinggi adalah periode penting dalam
perkembangan karir remaja terkait kesiapan
menghadapi transisi dari sekolah ke perguruan tinggi dan/atau pekerjaan (Rowland, 2004; Mau, Hitchcock, & Lalvert, 1998). Pada masa ini remaja harus melakukan berbagai persiapan karir seperti mengeksplorasi dan merencanakan kelanjutan perkembangan karirnya setamat SMA (Tang, Pan & Newmeyer, 2008). Persiapan
tersebut
meliputi
aktivitas
nmengoptimalkan
prestasi
dan
memantapkan kemampuan-kemampuan belajar sesuai potensinya melalui penguasaan materi pelajaran, menentukan pilihan jalur pendidikan yang akan ditekuninya di masa depan, maupun menentukan alternatif pekerjaan untuk mempersiapkan karirnya kelak. Persiapan dalam membuat pilihan akan menentukan aspek yang harus dikembangkan, alternatif
yang dianggap
memungkinkan untuk dijalani, serta gaya hidup yang akan diikuti (Bandura, 1997). Walaupun keputusan karir yang final tidak dibuat pada masa remaja, namun perencanaan dan pengembangan diri membawa konsekuensi keputusan awal yang harus dibuat pada masa remaja (Super, 1980, dalam WallaceBroscious, Serafica, & Osipow, 1994). Dalam proses persiapan dan pemantapan pilihan pendidikan di usia remaja, individu perlu melakukan beberapa tindakan seperti mengenali kelebihan dan kelemahan yang erkaitan dengan kemampuan, kepribadian, dan minat di bidang tertentu. Selain itu remaja juga harus menentukan jalur pendidikan yang akan diambil di kelas awal dan mengembangkan prestasi yang sesuai dengan pilihan tersebut. Berdasarkan pengalaman belajar yang telah dilalui di akhir masa SMA individu harus menetapkan pendidikan lanjutan dan atau memilih kursus atau pelatihan yang tepat untuk dapat memulai karir. Remaja dituntut mampu mengkristalisasikan dan menspesifikasikan semua proses belajar sebelumnya
1
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
Universitas Indonesia
2
untuk menetapkan jalur yang tepat bagi persiapan karirnya (Super, dalam Tang, Pen, & Newmeyer, 2008). Remaja berada pada situasi yang mengharuskannya untuk dapat mengintegrasikan apa yang disukai dan tidak disukai, apa yang ia mampu dan tidak mampu, kemudian membandingkan kedua variabel tersebut dengan nilai-nilai pribadi dan masyarakat (Osipow & Fitzgerald, dalam Patton & McMahon, 2006). Situasi yang dihadapi remaja di atas menunjukkan betapa pentingnya keputusan yang harus dibuat terkait dengan perkembangan karir. Pada dasarnya proses pengambilan keputusan adalah proses yang tidak mudah, terutama dalam hal (a) eksplorasi diri terhadap kelebihan maupun kelemahan, (b) mengaitkan kelebihan dan kelemahaan dengan alternatif pilihan karir di masa depan, (c) mempertimbangkan identitas yang ingin dikembangkan dalam diri, termasuk konsistensi minatnya (Bandura, 1997). Hal ini menyebabkan tidak semua remaja dapat dengan mudah mengambil keputusan karir. Banyak remaja yang mengalami keraguan, ketakutan bahkan kekecewaan dalam menetapkan pilihan pada satu jalur karir yang jelas dan mantap (Creed, Patton, & Prideaux, 2006) maupun ketika harus membuat kompromi-kompromi yang disesuaikan dengan hasil pengenalan dirinya (Gottfredson, dalam Zunker, 2012). Pada dasarnya remaja yang berhasil mengatasi keraguan dan memperbaiki kesalahannya akan mengalami peningkatan dan kemajuan serta menunjukkan ketangguhannya
dalam
menghadapi
tantangan
perkembangan
karirnya.
Sebaliknya remaja yang gagal menghadapi tantangan tersebut akan mengalami kesulitan di tahap-tahap perkembangan selanjutnya. Dalam menghadapi kesulitan, banyak remaja yang melakukan berbagai tindakan seperti menyerahkan pengambilan keputusan pada orang lain, dan menunda atau menghindari tugas pengambilan keputusan (Gati, Krauz dan Osipow, 1996; Leon & Chervinko, 1996). Akibatnya individu akan merasakan tekanan di setiap aspek kehidupan yang berdampak pada caranya mengambil keputusan dalam membangun karirnya (Gati & Nsaka, 2001a). Akibat jangka pendek yang terjadi, adalah proses belajar yang tidak optimal karena remaja berhadapan dengan situasi belajar yang tidak sesuai minat atau kemampuan sebenarnya, maupun lulus tidak tepat waktu. Akibat jangka panjang yang mungkin terjadi adalah pilihan pendidikan maupun
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
3
pekerjaan yang tidak sesuai dengan kondisi individu, sulit mendapat pekerjaan yang tepat, serta seringnya individu berganti pekerjaan. Akhirnya keadaan tersebut berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan, kebahagiaan maupun kepuasan hidup yang kemudian dapat membawa masalah tidak saja bagi dirinya tetapi juga bagi orang lain. Dapat dikatakan aktivitas mempersiapkan karir, seperti melakukan pemilihan karir pada masa remaja, merupakan tugas
perkembangan yang
tergolong paling sulit karena kompleksitas situasi yang dihadapi. Kondisi yang ada di Indonesia tampaknya tidak jauh berbeda dengan penjelasan di atas. Penelitian
Moesono (2001) terhadap mahasiswa baru Fakultas Psikologi UI
menunjukkan bahwa dalam memilih jurusan di perguruan tinggi, 85% mahasiswa partisipan melakukan pemilihan bidang studi di Fakultas Psikologi tanpa melewati tahap eksplorasi tentang bidang pilihannya agar dapat meramalkan keberhasilan belajar di masa mendatang. Mereka langsung memilih alternatifalternatif yang ada. Hanya sedikit saja mahasiswa yang memanfaatkan informasi penting terkait dengan pemilihan jurusan bidang studi. Selain itu, merekapun tidak melakukan proses evaluasi kembali terhadap keputusan yg dibuat. Hasil penelitian Moesono ini menunjukkan kondisi sebagian besar mahasiswa baru di Fakultas Psikologi UI tidak mendasarkan pilihannya pada pengenalan diri terhadap minat, bakat, kemampuan
maupun informasi penting yang terkait
dengan pilihannya. Dengan kata lain mahasiswa tidak terampil membuat keputusan karir. Kendala lain yang juga terjadi pada masa remaja adalah kurangnya keterampilan remaja dalam membuat perencanaan karir yang tepat. Penelitian Nurmi (1989) di Finlandia menunjukkan 16% remaja, yang diwawancara tentang perencanaan dan tujuan masa depannya, tidak dapat menyebutkan sedikitpun topik-topik tentang masa depan pendidikan atau profesi yang seharusnya menjadi tujuan belajar mereka setelah lulus dari sekolah menengah. Laporan hasil penelitian Moesono (2001) dan Nurmi (1989) mengindikasikan adanya kesulitan pada sebagian remaja dalam melakukan eksplorasi dan perencanaan karir, baik di negara barat maupun timur. Penelitian Brusoli,1993; Hartman, 1983; Rogers & Westbrook, 1983 (dalam Gati & Saka, 2001a) menemukan kesimpulan, terdapat
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
4
hubungan yang positif antara kesiapan membuat keputusan karir dengan pengambilan keputusan karir pada mahasiswa. Selain itu penelitian Gati dan Saka (2001a) pada siswa SMA di Israel, menemukan bahwa career indecision (ketidakpastian
keputusan
karir)
merupakan
prediktor
tunggal
terhadap
ketidaksiapan remaja dalam menentukan keputusan karirnya. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa individu yang mempersiapkan karirnya dengan baik akan lebih mudah membuat keputusan karir. Patton dan Mc.Mahon (2006), menganggap pentingnya individu untuk belajar menghadapi lingkungan yang terus berubah, memahami dirinya sebagai sistem yang terorganisasi dan aktif dalam membangun karirnya.
Dalam
membangun karir seseorang tidak hanya mengarahkan dirinya untuk memperoleh pekerjaan saja, akan tetapi ia juga harus mengembangkan sikap kerja, sehingga menjadi pekerja yang lebih terampil. Kesulitan yang sering dihadapi adalah individu tidak mampu mempertahankan pilihan pendidikan/pekerjaannya ketika menghadapi permasalahan dalam proses mempertahankan pilihan tersebut. Pada kenyataannya individu selalu berhadapan dengan situasi yang senantiasa berubah yang membuat individu harus siap menghadapinya. Kondisi itu menjadi pengalaman belajar dan membentuk interpretasi subyektif
yang dapat
meningkatkan pembangunan karirnya secara adaptif (Patton & McMahon, 2006). Artinya, individu secara bertahap harus semakin memfokuskan diri pada keterampilan menjadi pekerja agar dapat membantu mereka untuk mampu menerima tanggung jawab dalam karirnya. Dengan demikian perlu dipahami bahwa perkembangan karir merupakan sebuah proses yang kompleks, karena tidak hanya melibatkan aspek kemampuan yang bersifat vokasional, akan tetapi juga mencakup sikap kerja dan ketahanan diri. Belajar menghadapi lingkungan yang terus berubah merupakan proses adaptasi. Menurut Savickas (dalam Brown & Lent, 2013) adaptasi merupakan karakteristik
pribadi untuk menjelaskan kesiapan dalam membangun karir.
Dengan beradaptasi berarti seseorang dapat menyelaraskan dan menyesuaikan diri terhadap perubahan, yang juga sesuai dengan perspektif perkembangan karir. Sejalan dengan bertambahnya usia dan pengalaman hidup dalam berinteraksi dengan lingkungannya, individu mengembangkan kemampuan beradaptasi dalam
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
5
menghadapi setiap tantangan maupun kesulitan yang terdapat pada setiap tahap perkembangan karirnya (Lent & Brown, 2013). Dalam hal ini tugas perkembangan karir yang harus diselesaikan oleh seorang remaja, selain mampu mengambil keputusan dengan tepat, ia juga harus mampu mempertahankan pilihannya secara adaptif dalam menghadapi tantangan perkembangan maupun rintangan dari situasi dan lingkungan yang berubah (Duffy, 2010). Savickas
(2011)
selanjutnya
menyatakan bahwa individu
dalam
perkembangannya selalu didorong untuk beradaptasi terhadap lingkungan sosial melalui integrasi antara tujuan dan lingkungan (dalam Savickas & Porfeli, 2012). Adaptasi diartikan sebagai keinginan dan kemampuan melakukan sesuatu yang melibatkan tingkah laku fungsional seperti orientasi, eksplorasi, pemeliharaan, pengelolaan dan pemutusan. Dalam konteks ini membangun karir berarti membangun adaptabilitas. Selanjutnya, dikatakan oleh savickas (2011) bahwa adaptabilitas karir dibentuk melalui empat sumber yaitu kepedulian (concern), kontrol (control), keingintahuan (curiousity) dan keyakinan diri (confidence). Membangun karir artinya membangun kesesuaian atau harmoni sebagaimana yang diindikasikan oleh tugas perkembangan karir, seperti kepuasan, kesuksesan dan stabilitas (Savickas & Poferli, 2012). Keberhasilan atau kegagalan dalam mengembangkan ke empat sumber adaptabilitas karir dapat dijelaskan melalui tiga sudut pandang utama yaitu perbedaan individual, perkembangan manusia dan konteks sosial (Savickas, 1997).
Dari sudut pandang perbedaan individu penekanannya terletak pada
kemampuan adaptasi dan gaya seseorang dalam menghadapi satu situasi. Individu memiliki kemampuan adaptif yang berbeda-beda yang dipengaruhi
oleh
perkembangan
kognitif,
afektif
pada umumnya akan maupun
keterampilan
motoriknya. Misalnya ada individu yang lebih cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan karena pemahaman yang berbeda terhadap perubahan tersebut dengan individu lain. Kondisi tersebut membuat tindakan ataupun pengambilan keputusan individu menjadi berbeda pada setiap situasi maupun keadaan.
Contoh lain,
individu yang selalu ragu-ragu akan menunjukkan tindakan yang berbeda dengan individu yang berkeyakinan lebih tinggi ketika harus mengambil keputusan terkait pendidikannya. Dalam hal ini tampak jelas keberhasilan dan kegagalan dalam
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
6
membangun adaptabilitas karir juga ditentukan oleh perbedaan karakteristik individu. Dari sudut pandang perkembangan manusia, keberhasilan dan kegagalan dalam membangun adaptabilitas karir lebih terpusat pada fungsi dan proses adaptasi sepanjang hidup seseorang. Pencapaian prestasi maupun pengambilan keputusan yang tepat pada masa remaja terkait erat dengan perkembangan psikososial yang diidentifikasi oleh Erikson sebagai identity vs identity confusion (dalam Seligman, 1994). Pada masa remaja ini tugas perkembangan utama individu adalah menemukan identitas dan peran dalam hidup melalui karirnya (Hurlock, 1990). Persoalan identitas dan peran hidup pada masa remaja ini ditandai dengan penguasaan dan perolehan prestasi baik di bidang pendidikan maupun non-pendidikan. Selanjutnya oleh Erikson (dalam Seligman, 1994) dijelaskan, keberhasilan dalam mencapai prestasi belajar (dalam arti luas) membuat remaja memiliki status identitas yang berhasil dan produktif. Sebaliknya ketidak berhasilan dalam berprestasi akan membawa remaja pada status inferiority yang membuat mereka merasa tidak berarti, memiliki konsep diri yang negatif dan bisa saja terjadi ketidak jelasan identitas (identity confusion). Keberhasilan belajar yang diindikasikan sebagai peningkatan kelas, perolehan nilai serta penguasaan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan, menjadi tolak ukur dalam menentukan identitas remaja. Ketika remaja berhasil membentuk identitas dirinya, maka identitas tersebut memudahkan mereka untuk menetapkan tujuan karir selanjutnya (Erikson, dalam Seligman, 1994). Dipandang dari sudut konteks sosial, individu menghadapi berbagai situasi akibat interaksinya dengan unsur-unsur yang ada di lingkungannya, sehingga adaptabilitas karir menjadi semakin penting dan relevan dengan situasi dan kondisi masa kini. Dunia kerja di abad ke 21 mengalami transformasi yang radikal. Seusai perang dunia II, orang yang bekerja di bidang manufaktur memperoleh penghasilan tinggi walaupun tidak disertai pendidikan formal yang tinggi (Wilson, 1996). Akan tetapi pada masa selanjutnya hingga sekarang, struktur kesempatan ekonomi mengalami perubahan (Astin, 1984). Gaji yang tinggi hanya dapat diperoleh individu yang berpendidikan tinggi serta menguasai ilmu dan teknologi. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
7
teknologi maka
pekerjaan juga menuntut persyaratan prestasi akademik dan
pendidikan tinggi, agar seseorang mencapai status dan penghasilan yang baik (Lapan, 2004). Hal ini secara tidak langsung menyebabkan persaingan yang lebih tinggi dan tantangan yang lebih besar. Di sisi lain kesempatan untuk menciptakan berbagai lapangan pekerjaan baru dan keberagaman profesi pekerjaan memungkinkan individu memilih bidang-bidang yang sesuai dengan bakat, minat maupun kepribadiannya. Kondisi yang cenderung berubah cepat menyebabkan kompleksitas dan ketidak pastian situasi, serta menuntut individu untuk selalu meningkatkan pengetahuan, wawasan dan keterampilannya demi memperoleh pendidikan dan pekerjaan yang sesuai. Dari ketiga sudut pandang di atas dapat disimpulkan bahwa individu dituntut untuk mengembangkan kemampuan adaptif dalam menghadapi setiap situasi. Misalnya, sebagai mahasiswa baru di UI remaja harus mengenali gaya berpikir dan modalitas belajarnya, kebiasaan belajarnya, pendekatan dalam proses belajar mengajar, serta cara mengajar dosen yang berbeda dimana semuanya menuntut upaya-upaya penyesuaian. Mahasiswa yang adaptif akan mampu mengikuti perkuliahan dengan baik, tetap fokus pada tujuan belajarnya dan pada akhirnya dapat mencapai prestasi yang tinggi. Selain mampu berprestasi mereka juga mampu mengembangkan nilai-nilai kerja, mengambil manfaat dari pelajaran di kampus, dan memahami diri lebih baik sehingga dapat mengembangkan adaptabilitas karirnya (Savickas, 1997). Pada saat remaja berhasil membangun adaptabilitas karirnya, ia akan mampu membangun kesadaran tentang apa yang dibutuhkan dalam membuat keputusan karirnya, serta selalu mengevaluasi sejauh apa pilihannya tersebut sesuai, realistik dan konsisten sepanjang waktu (Levinson, Ohler, Caswel, & Kiewra, dalam Patton & Creed, 2002). Dapat disimpulkan adaptabilitas
karir
menjadi
sebuah
keterampilan
penting
yang
harus
dikembangkan dan dipertahankan terutama di masa remaja, walaupun pembangunannya seharusnya sudah dimulai sejak masih kanak-kanak. Penelitian ini akan meneliti faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI. Kesulitan dalam membangun dan mempertahankan adaptabilitas karir seringkali ditengarai dengan fakta rendahnya keyakinan diri dalam membuat
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
8
keputusan karir. Sedangkan tinggi rendahnya keyakinan diri dalam membuat keputusan karir dipengaruhi oleh keyakinan individu akan keberhasilannya dalam hal akademik maupun bidang profesi tertentu sebagai status identitasnya (Hurlock, 1990). Penelitian Sawitri (2008) menemukan, status identitas secara tidak langsung memengaruhi keraguan mengambil keputusan karir melalui efikasi diri keputusan karir. Artinya remaja yang gagal berprestasi secara akademik atau bidang profesi tertentu akan memiliki keraguan yang lebih tinggi dalam mengambil keputusan karir. Salah satu penyebab rendahnya prestasi belajar remaja adalah kegagalan mereka dalam membentuk keterampilan belajar seperti membangun regulasi diri dalam belajar. Peneliti melakukan penelusuran kualitatif terhadap kasus-kasus kesulitan belajar pada sebuah SMA di Jakarta yang dilakukan oleh mahasiswa program
profesi
Pendidikan,
Fakultas
Psikologi,
tahun
2012
(tidak
dipublikasikan). Hasil analisis menunjukkan bahwa 11 dari 15 siswa berprestasi rendah yang ditangani, penyebabnya adalah, tidak terbentuknya sikap kerja dan kebiasaan belajar yang baik. Hampir semua kasus tersebut, memiliki sejarah kebiasaan belajar yang buruk, seperti gagal menerapkan regulasi diri dalam belajar. Kondisi tersebut biasanya diperparah oleh faktor lain seperti, motivasi belajar yang rendah, hambatan penyesuaian emosi dan tingkah laku, serta masalah keluarga maupun kondisi sekolah yang tidak kondusif. Regulasi diri dalam belajar adalah pengetahuan tentang proses berpikir (knowledge), proses tindakan (voliton), dan dorongan internal (motivation) yang mendasari tindakan tersebut (Woolfolk, 2010). Sebagai pengetahuan, pemahaman akan proses berpikir membuat individu dapat menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam situasi yang berbeda. Penerapan tersebut adalah proses metakognitif yang memungkinkan individu melakukan perencanaan dan penetapan tujuan (Woolfolk, 2010). Sebagai proses tindakan, proses metakognitif membuat individu terlibat terus pada aktivitas kognitifnya yang membawanya pada keberhasilan. Proses ini selanjutnya mampu meningkatkan perasaan puas, senang, ingin terlibat terus menerus, dan mengarahkan individu untuk berupaya lebih baik ( Decy, Ryan & William, 1996). Motivasi internal karena meningkatnya kepuasan akan keberhasilan, menimbulkan perasaan yakin akan
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
9
kemampuan individu, serta mengurangi kecemasan dalam menghadapi tantangan dan kesulitan proses belajarnya. Menurut Pintrich (2000b) regulasi diri dalam belajar (Self regulated Learning) pada dasarnya merupakan tingkahlaku aktif dan mandiri pada individu yang menjembatani keberhasilan belajar. Keberhasilan belajar dapat dicapai melalui empat tahap kegiatan yaitu proses perencanaan, pengawasan diri, kontrol dan evaluasi terhadap proses belajar. Keempat tahap ini melibatkan area kognitif, motivasional/afektif, tingkah laku dan kontekstual. Komponen motivasional meliputi tiga sub-komponen, keyakinan diri, nilai intrinsik dan respon emosi, sedangkan komponen kognitif terdiri dari sub-komponen strategi berpikir dan strategi tingkah laku (Pintrich & Groot, 1990). Kedua komponen, motivasional dan kognitif menjadikan penerapan regulasi diri menjadi sebuah proses yang lengkap dan utuh. Penelitian Pintrich dan Groot (1990) menunjukkan adanya interkorelasi antara komponen motivasional melalui ketiga sub-komponennya. Sub-komponen keyakinan diri merupakan pendorong bagi tingkah laku kognitif yang lebih intensif dan terencana. Sub-komponen nilai intrinsik membuat individu memberikan nilai pada tugas yang akan mendorong keterlibatannya dalam belajar dan rasa ingin tahu yang lebih besar. Misalnya perasaan yakin pada kemampuan diri akan meningkatkan intensitas tingkah laku kognitif dalam belajar, perasaan puas serta senang terhadap proses belajarnya dan prestasi yang meningkat. Sedangkan respon emosi kecemasan yang semakin kecil akan membuat strategi tingkah laku semakin efektif. Penelitian ini menemukan bahwa nilai intrinsik dan respon emosi mempunyai korelasi paling besar dengan strategi kognitif sehingga mampu meningkatkan tingkah laku belajar yang lebih intensif dan efkektif pada individu. Pola yang berulang dan dilakukan terus menerus akan membentuk tingkah laku regulatif yang menetap. Penerapan regulasi diri dalam belajar dilihat sebagai mekanisme untuk menjelaskan perbedaan prestasi diantara pemelajar dan merupakan alat pembuktian prestasi (Schunk, 2005, p.85). Studi yang dilakukan Brak, Lan dan Paton (2010) menunjukkan paling tidak ada lima profil individu yang menerapkan regulasi diri dalam belajar yaitu: (a) individu yang menerapkan regulasi diri
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
10
dalam belajar secara intensif dan terus menerus, (b) individu yang menerapkannya untuk tujuan menjadi kompeten, (c) individu yang menerapkan regulasi diri dalam belajar dimana pada pelaksanaannya tergantung pada ada tidaknya dukungan lingkungan (forethought-endorsing), (d) penerapan regulasi diri dalam belajar karena mencari pengakuan dan status (performance/reflection), dan (e) individu yang menerapkan regulasi diri dalam belajar secara minimal atau bahkan tidak menggunakan regulasi diri. Hasil penelitian Brak, dan kawan-kawan ini menunjukkan bahwa perbedaan signifikan dalam perolehan prestasi akademik individu tergantung pada profil regulasi diri dalam belajar yang diterapkannya. Partisipan yang profilnya minimal atau disorganized dalam menerapkan regulasi dirinya, memeroleh prestasi akademik yang lebih rendah. Merujuk pada penelitian Brak dan kawan-kawan (2010), pada penelitian ini prestasi akademik mahasiswa baru UI (IPK), akan dilihat keterkaitannya dengan regulasi diri dalam belajar maupun adaptabilitas karir untuk menguatkan hasil penelitian. Penelitian Zimmerman (dalam Lapan, 2004) pada sekolah-sekolah di AS menunjukkan bahwa upaya memperkenalkan keterampilan regulasi diri dalam belajar telah mengubah secara radikal kurikulum dan praktik di sekolah. Pemelajar yang menggunakan regulasi diri dalam belajar tidak hanya menampilkan tingkah laku regulatif ketika di bangku pendidikan tetapi juga ketika mereka sudah bekerja. Pada dasarnya penerapanan regulasi diri dalam belajar menjadi keterampilan yang menetap dapat mempersiapkan individu menjadi pemelajar seumur hidup yang selalu beradaptasi dalam segala kondisi (Lapan, 2004). Dapat dikatakan penerapan regulasi diri dalam belajar secara terus menerus memungkinkan mahasiswa untuk mempertahankan prestasi akademik, meningkatkan keyakinan diri, membuat minat lebih jelas, serta memudahkan individu dalam membuat perencanaan dan pencapaian tujuan karir.
Dapat
dipahami pentingnya keterampilan meregulasi diri dalam proses belajar bagi pengembangan adaptabilitas karir yang kuat pada mahasiswa. Tanpa adanya regulasi diri dalam proses belajar tampaknya akan sulit terjadi pembentukan adaptabilitas karir yang kuat. Bagaimana
terbentuknya
kemampuan
adaptabilitas
karir
maupun
keterampilan regulasi diri dalam belajar dipengaruhi oleh faktor lingkungan
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
11
dimana individu berada. Dalam membangun adaptabilitas karir faktor-faktor internal seperti, usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, kepribadian, motivasional dan kemampuan cukup banyak diteliti. Hirschi (2009; 2010) melakukan penelitian yang melihat pengaruh faktor-faktor internal di atas terhadap adaptabilitas karir. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor internal seperti disposisi emosi yang positif, pilihan sekolah, dan tujuan yang terkait dengan keputusan karir, berkorelasi secara signifikan terhadap adaptabiltas karir. Selanjutnya, usia dan jenis kelamin tidak berkorelasi secara signifikan dengan adaptabilitas karir (Hirschi, 2009). Di sisi lain penelitian Vilhjálmsdóttir dan Dofradóttir (2012) pada remaja di Iceland menemukan bahwa perbedaan jenis kelamin berkorelasi signifikan terhadap adaptabilitas karir. Sebagai contoh, pada budaya yang masih mementingkan perbedaan jender dalam pemilihan pekerjaan dapat terjadi faktor gender ini menjadi berbeda dalam pembentukan adaptabilitas karir pada situasi yang spesifik seperti pada penelitian Eccles (1994) tentang adanya expectancy socializer yang secara negatif mempengaruhi perkembangan kompetensi pada anak laki-laki dan perempuan. Bandura ( 1997) mengatakan bahwa efikasi harapan anak tergantung pada sistim keyakinan yang dimiliki orang tua maupun guru baik kelihatan (overt) maupun tidak (covert). Akan tetapi pada budaya-budaya yang sudah tidak menganut sistem keyakinan tersebut korelasinya akan menjadi lebih kecil. Pada mahasiswa UI tampaknya stereotipi ini tidak terlalu terlihat, terbukti dari besarnya jumlah mahasiswi yang kuliah di UI bahkan pada fakultas-fakultas yang merupakan area laki-laki seperti fakultas teknik dan sains maupun kesehatan. Faktor lingkungan yang memengaruhi adaptabilitas karir seperti orang tua, guru/dosen dan teman sebaya, sekolah, kebijakan pemerintah, merupakan faktor yang banyak diteliti dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap perkembangan adaptabilitas karir. Pada orang tua dalam hal ini bisa merupakan tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, pola asuh, gaya komunikasi, kedekatan dan sebagainya. Sedangkan faktor guru juga merupakan faktor eksternal yang banyak diteliti dalam hal interaksinya dengan siswa dalam hal, manajemen kelas, bimbingan karir dan sebagainya.
Faktor teman sebaya merupakan faktor
eksternal yang penting dalam kehidupan remaja karena pertemanan merupakan
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
12
hal yang penting dalam kehidupan mereka. Penelitian ini memasukkan faktor orang tua, dosen dan teman sebaya sebagai variabel dukungan sosial dalam memengaruhi pembangunan adaptabilitas karir dan regulasi diri dalam belajar. Penelitian-penelitian di kawasan Asia tentang keterkaitan peran orang tua terhadap pengambilan keputusan karir, menunjukkan bahwa pelajar dari etnis Asia dan Hispanic lebih sulit mengambil keputusan karir dibandingkan dengan pelajar dari etnis asli Amerika (Mau, 2004; Sumari, 2006). Penelitian Maryam Wu (2009) tentang keterkaitan gaya pengasuhan orang tua (parenting style) dengan efikasi diri pengambilan keputusan karir dan kesiapan karir menunjukkan bahwa gaya pengasuhan orang tua tidak berkorelasi signifikan dengan kesiapan mengambil keputusan karir.
Contoh-contoh penelitian di atas menunjukkan
bahwa pengaruh orang tua terhadap keputusan karir hasilnya tidak konsisten sehingga membutuhkan pengujian lebih lanjut bentuk pengaruh seperti apa yang relevan bagi pembangunan adaptabilitas karir. Penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara sikap orang tua dengan perilaku pengambilan keputusan karir pada siswa SMK (Purwanta, 2012). Selain itu berdasarkan data dari Badan Konsultasi Mahasiswa UI tahun 2013 diketahui bahwa masalah yang dihadapi mahasiswa terkait dengan orang tua merupakan jumlah ke dua terbesar setelah masalah motivasi yang memengaruhi proses belajar. Dari dua penemuan di atas (Purwanta, 2012; data BKM, 2013), terlihat bahwa pengaruh orang tua pada remaja di Indonesia masih terlihat cukup besar. Hal ini terlihat dari banyaknya masalah yang dihadapi remaja dengan orang tuanya, termasuk masalah-masalah dalam hal pengambilan keputusan karir. Misalnya beberapa kasus menunjukkan masalah dalam pemilihan jurusan /fakultas yang tidak sesuai keinginan mahasiswa tetapi mengikuti keinginan orang tua sehingga mahasiswa mengalami masalah dalam proses belajarnya.
Hal ini menunjukkan bahwa remaja di
Indonesia masih memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap orang tua termasuk dalam keputusan yang terkait dengan karir. Faktor dukungan sosial orang tua akan menjadi
salah satu faktor eksternal yang diuji pengaruhnya
terhadap adaptabilitas karir.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
13
Faktor guru juga berpengaruh terhadap pembentukan adaptabilitas karir pada remaja walaupun belum banyak penelitian yang melaporkan pengaruh faktor tersebut terhadap adaptabilitas karir. Beberapa penelitian yang ada menunjukkan bahwa intervensi yang dilakukan di sekolah terkait dengan perencanaan karir dan harapan karir akan meningkatkan keterlibatan belajar siswa di sekolah dan hubungan itu konsisten sepanjang perjalanan pendidikan dengan perkembangan karir (Lapan, dalam Kenny, Bluestein, Hassw, Jackson, Oerry, 2006). Penelitian Tang, Pan, dan Meyer (2008) yang melihat pegaruh interaktif antara pengalaman belajar, ekspektasi karir, minat karir, dan pemilihan karir menunjukkan bahwa efikasi diri memediasi semua aspek dalam proses pengambilan keputusan karir pada siswa SMA. Artinya guru memiliki peranan besar untuk membuat siswa menguasai materi pelajaran sehingga dapat meningkatkan efikasi diri pada siswa yang pada akhirnya menguatkan proses pengambilan keputusan karir pada siswa. Implikasinya adalah intervensi efektif
perlu dilakukan pihak institusi
pendidikan terutama guru/dosen untuk membantu meningkatkan kemampuan siswa/mahasiswa dalam memilih karir secara tepat. Pada kenyataannya kadangkala guru/dosen berpotensi menjadi kendala terhadap proses belajar siswa/mahasiswa. Beberapa mahasiswa Fakultas Psikologi UI menceritakan kepada peneliti pengalaman mereka sewaktu di SMA tentang cara guru mereka mengajar. Dikatakan beberapa guru tidak menarik dalam mengajar, tidak berhasil membuat siswa memahami apa yang diajarkan dan menyurutkan minat mereka untuk mempelajari serta menguasai bidang tersebut. Akibatnya mungkin saja bakat pada bidang tertentu yang ada pada mereka tidak berkembang dan teraktualisasi bahkan mungkin hilang. Di sisi lain tidak sedikit testimoni tentang guru yang mendorong individu membuat keputusan tentang karirnya. Misalnya tokoh Mohamad Hatta yang memutuskan untuk menjadi ahli ekonomi karena terinspirasi oleh gurunya (Nugroho, I., detik.com. Selasa, 15/11/2011). Faktor dosen menjadi variabel dukungan sosial dalam penelitian ini karena peran pentingnya dalam pembangunan adaptabilitas karir terutama pada mahasiswa. Faktor eksternal lain yang juga memengaruhi adaptabilitas karir adalah faktor teman sebaya. Hasil wawancara harian Kompas (Kompas.com, Kamis, 19/3/2010) terhadap para pelajar di ibukota menunjukkan bahwa faktor penentu
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
14
dalam memilih program pendidikan setelah lulus SMA ada tiga hal. Pertama orang tua. Kedua, bidang-bidang yang menjadi trend untuk dipilih oleh masyarakat. Misalnya ilmu hukum menjadi pilihan banyak siswa karena melihat banyak pengacara yang berhasil dalam profesinya, atau ilmu komunikasi karena sedang booming-nya bidang penyiaran. Sedangkan faktor ke tiga adalah faktor teman. Jadi pemilihan jurusan studi dilakukan karena mengikuti pilihan temantemannya. Pemilihan ini lebih didasari pada keinginan untuk bisa tetap dekat dan bergaul besama teman-teman kelompoknya. Studi Vitaro, Brendgen, Dishion, dan Trembley (2010), melaporkan bahwa penerimaan dan penolakan teman bermain memengaruhi turun naiknya prestasi akademik di sekolah dasar dan menengah, namun belum ditemukan penelitian yang melihat pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap pembangunan adaptabilitas karir pada masa remaja. Penelitian ini akan melihat bagaimana faktor teman sebaya mempunyai pengaruh terhadap adaptabilitas karir. Faktor eksternal yang
memengaruhi terbentuknya regulasi diri dalam
belajar, seperti halnya adaptabilitas karir, antara lain dukungan sosial orang tua, guru maupun teman sebaya. Pengaruh dukungan sosial dalam hal ini merupakan pemberian kesempatan untuk melakukan regulasi diri dalam belajar. Artinya kesempatan melakukan regulasi diri dalam belajar berkaitan dengan pengaruh lingkungan seperti, apakah ada peraturan yang mengharuskan individu melakukan strategi regulasi dalam belajar. Penerapan regulasi dalam belajar yang konsisten akan membentuk kebiasaan, yang mana prosesnya memerlukan kontrol eksternal baik dari orang tua maupun pihak sekolah. Misalnya Sejak kecil orang tua menanamkan kebiasaan belajar setiap hari, ada atau tidak pekerjaan rumah; maka ketika anak beranjak remaja kebiasaan belajar tersebut akan menjadi bagian dari dirinya. Institusi pendidikan memengaruhi pembentukan regulasi diri secara permanen dengan memberikan kesempatan melalui sistem pengajaran dan cara mengajar guru, misalnya melalui pengajaran matematika secara tematik (Billstein & Williamson, 1998). Studi yang dilakukan, Baker dan Taylor (1998); Evans dan Burk (1992), menunjukkan dampak positif dari program terintegrasi
mata
pelajaran terhadap prestasi akademik pada siswa kelas 12. Program terintegrasi
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
15
membuat siswa lebih memahami makna pelajaran yang membuat siswa senang belajar sehingga memperoleh prestasi yang tinggi. UI sebagai institusi pendidikan memberikan kesempatan menerapkan regulasi diri dalam belajar. Kesempatan tersebut tampak pada program pengenalan cara belajar di perguruan tinggi dan penerapan sistem student centerd learning di fakultas-fakultas yang ada di UI pada jenis rumpun ilmu yang berbeda. Perbedaan rumpun ilmu menunjukkan adanya pola dan pendekatan sistem belajar yang berbeda pula. Faktor rumpun ilmu akan dianalisis sebagai data demografis untuk menguatkan hasil penelitian. Faktor teman memengaruhi penerapan regulasi diri dalam belajar melalui kegiatan-kegiatan di kelas. Penelitian menunjukkan, pertemanan di dalam kelas memengaruhi
siswa
dalam
meningkatkan
keterlibatan
belajar
seperti
memengaruhi tingkat ketaatan terhadap peraturan, norma kelas, guru dan tugastugas akademik dalam kelompok (Berndt, 1999). Dalam hal ini pengaruh teman yang positif maupun negatif tergantung pada keterampilan interpersonal individu. Penelitian membuktikan bahwa siswa yang terampil secara interpersonal mampu meningkatkan prestasi akademiknya dibandingkan siswa yang kurang memiliki keterampilan tersebut (Connel & Wellborn, 1991; Wentzel & Watkins, 2002). Di UI banyaknya tugas kelompok yang harus dikerjakan membuat pertemanan menjadi aktivitas yang cukup penting dalam memengaruhi terbentuknya regulasi diri dalam belajar. Teman sebaya akan menjadi salah satu sumber dukungan sosial yang menjadi variabel penelitian.
I.2. Perumusan masalah Berdasarkan uraian di atas tampak adanya keterkaitan antara dukungan sosial, regulasi diri dalam belajar dan adaptabilitas karir. Dari penjelasan sebelumnya ternyata pembangunan adaptabilitas karir sebagai sebuah kemampuan penting bukanlah proses yang sederhana. Pengaruh faktor internal dan eksternal tidak serta merta dapat meningkatkan kemampuan adaptabilitas karir. Penelitian mengenai faktor eksternal seperti dukungan sosial yang memengaruhi pembangunan adaptabilitas karir hasilnya tidak konsisten sehingga memerlukan penjelasan dan pembuktian lebih jauh (Dahling & Thompson, 2010; Hirschi, 2009; Mau, 2004; Patton & Lokan, 2001; Vilhjálmsdóttir dan Dofradóttir, 2012;
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
16
Wu, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian dan ulasan sebelumnya peneliti
menyimpulkan bahwa individu dapat membangun adaptabilitas karir apabila menerapkan regulasi diri dalam belajar yang efektif menjadi sebuah kebiasaan. Dalam ulasan terdahulu faktor dukungan sosial orang tua, guru dan teman sebaya dapat dipastikan menentukan pembentukan regulasi diri dalam belajar (Demaray & Malecki, 2006; Wentzel, 1997, 1998, 2002; Zimmerman & Martinez-Ponz, 1990 ). Berdasarkan analisis di atas peneliti mengasumsikan faktor dukungan sosial akan mempunyai pengaruh langsung yang bermakna terhadap adaptabilitas karir hanya bila dukungan sosial tersebut mampu membentuk regulasi diri dalam belajar yang menetap. Peneliti menganggap penelitian ini penting dilakukan mengingat generasi muda Indonesia saat ini menghadapi tantangan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar dapat bersaing dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi.
Kesuksesan remaja dalam persaingan kerja dapat menunjukkan
ketangguhan mereka dalam membangun karir. Kondisi demikian dapat dicapai apabila individu memiliki ketangguhan, dan kekuatan dalam menghadapi tugas perkembangan karir maupun situasi lingkungan yang berubah cepat melalui internalisasi penerapan regulasi diri dalam belajar. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan kesesuaian model teoritik antara pengaruh dukungan sosial (orang tua, guru dan teman) terhadap regulasi diri dalam belajar untuk membangun adaptabilitas karir. Adaptabilitas karir ditetapkan sebagai variabel terikat dan regulasi diri dalam belajar ditetapkan sebagai variabel mediator. Dukungan sosial orang tua, guru dan teman sebaya menjadi variabel bebas. Penelitian ini melakukan analisis terhadap variabel sekunder seperti rumpun ilmu (di UI terbagi tiga yaitu rumpun ilmu Kesehatan, rumpun ilmu Sains dan Teknologi serta rumpun ilmu Humaniora) yang memberikan kesempatan dalam menerapkan regulasi diri dalam belajar yang berbeda sesuai dengan karakteristik perkuliahannya. dan IPK sebagai indikator penerapan regulasi diri dalam belajar maupun adaptabilitas karir. Partisipan penelitian ini diambil dari populasi mahasiswa baru Universitas Indonesia (UI) angkatan 2013, dimana mereka berada di semester dua. Pemilihan partisipan mahasiswa ini didasari pemahaman bahwa mereka masih berada pada
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
17
masa transisi dari sekolah menengah atas ke perguruan tinggi. Adaptabilitas karir akan tampak terlihat lebih kuat atau lemah ketika individu menghadapi situasi kritikal seperti transisi dari SMA ke Perguruan tinggi atau dari perguruan tinggi ke dunia kerja (Savickas, 1984). Selain itu ada beberapa alasan lain seperti, pertama mahasiswa semester dua seharusnya sudah memiliki adaptabilitas karir yang cukup kuat karena mereka berhasil lolos sebagai mahasiswa di UI melalui seleksi yang ketat, dan sudah bertahan selama dua semester. Kedua, mahasiswa semester dua diharapkan telah menerapkan regulasi diri dalam belajar selama kuliah dua semester di UI. Ketiga, mahasiswa UI datang dari berbagai latar belakang etnis yang berbeda sehingga akan menambah keberagaman dalam hal penerapan regulasi diri dalam belajarnya. Penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan kuantitatif dengan cara pengambilan data secara ex-post facto. Tiga alat ukur yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian dalam penelitian ini, yaitu alat ukur adaptabilitas karir dari Savickas & Porfeli (2012), alat ukur strategi regulasi diri belajar dari Pintrich & Groot (1990) dan alat ukur dukungan sosial yang digunakan oleh Rubel (2008). Dengan demikian permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah dukungan sosial dari orang tua, dosen dan teman sebaya memengaruhi strategi regulasi diri dalam belajar terhadap pembangunan adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI?
Untuk menjawab permasalahan,
pertanyaan penelitian ini adalah : 1.
Apakah model teoritik yang menjelaskan pengaruh dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya terhadap adaptabilitas karir melalui regulasi diri dalam belajar pada mahasiswa baru UI sesuai ( fit) dengan data?
2.
Apakah terdapat pengaruh regulasi diri dalam belajar yang lebih besar dibandingkan
pengaruh
dukungan
sosial
dalam
menjelaskan
adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI? 3.
Apakah terdapat sumbangan yang berbeda dari dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya terhadap adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI?
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
18
4.
Apakah terdapat sumbangan yang berbeda dari dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya terhadap regulasi diri dalam belajar pada mahasiswa baru UI?
5.
Apakah terdapat sumbangan yang berbeda dari komponen regulasi diri motivasional dan regulasi diri kognitif dalam belajar terhadap adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI?
I.3. Tujuan Tujuan utama penelitian ini adalah membuktikan adanya pengaruh dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya terhadap regulasi diri dalam belajar untuk membangun adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI.
I.4. Manfaat penelitian ini : 1.
Mengembangkan ilmu psikologi terutama psikologi pendidikan karir, adaptabilitas karir dan regulasi diri dalam belajar secara khusus serta mengembangkan ilmu psikologi pendidikan secara umum.
2.
Memberikan masukan kepada institusi pendidikan maupun konselor karir tentang pentingnya mengembangkan regulasi diri dalam belajar agar dapat membangun adaptabilitas karir yang sehat.
3.
Memberikan masukan pada pembuat kebijakan untuk melakukan pemberdayaan pada siswa/mahasiswa untuk membangun adaptabilitas karir dalam arti mempersiapkan mereka
untuk terampil membuat
keputusan karir secara tepat melalui keberhasilan akademik yang konsisten.
I.5. Sistematika penulisan Penelitian ini diawali dengan pendahuluan yang membahas latar belakang dilakukannya penelitian ini, perumusan masalah dan pertanyaan penelitian. Bab 2 membahas kajian teoritik yang mendasari penelitian tentang adaptabilitas karir, regulasi diri dalam belajar dan dukungan sosial dari orang tua, guru dan teman, serta dinamika hubungan ke tiga variabel yang diakhiri dengan penegakan hipotesis.
Bab 3 membahas metode penelitian, termasuk di dalamnya
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
19
operasionalisasi variabel, teknik sampling, alat ukur penelitian dengan uji coba, perencanaan pelaksanaan penelitian dan teknik pengolahan data yang digunakan. Bab 4 membahas pengolahan hasil penelitian. Sedangkan bab 5 membahas tentang kesimpulan hasil penelitian, diskusi dan saran-saran penelitian. Daftar kepustakaan akan ditulis di akhir penulisan laporan penelitian ini serta lampiranlampiran yang diperlukan.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
BAB 2
KAJIAN LITERATUR
Dalam kajian literatur ini akan diulas variabel-variabel yang terkait dengan penelitian. Pertama akan diuraikan tentang adaptabilitas karir sebagai variabel terikat dalam penelitian ini, kemudian akan dibahas mengenai variabel regulasi diri dalam belajar sebagai variabel mediator yang bersifat laten. Setelah itu akan dijabarkan mengenai variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pengaruh dukungan sosial orang tua, guru dan teman sebaya. Kajian literatur ini akan diakhiri dengan faktor-faktor yang memiliki keterkaitan dengan variabel penelitian dan dinamika hubungan antar berbagai variabel yang berperan dalam model penelitian yang mengarahkan pada hipotesis penelitian.
2. 1. Karir 2.1.1 Pengertian Karir Karir adalah serangkaian peran pekerjaan yang dilakukan individu sepanjang hidupnya (Super, 1976), termasuk di dalamnya, aktivitas sehari-hari seperti menjadi pelajar, orang tua, atau pekerja sukarela (Patton & McMahon, 2006); juga pekerjaan-pekerjaan yang merupakan rangkaian jabatan, pekerjaan dan kedudukan yang mengarah pada dunia kerja (Super, dalam Zunker, 2012). Karir mendapat arti lebih luas dari sekedar anggapan bahwa karir sama dengan okupasi atau pekerjaan (Mc.Mahon & Tatham, 2008). Artinya pekerjaan dengan imbalan uang hanya merupakan salah satu elemen karir. Karir biasanya dibicarakan dalam kerangka waktu kehidupan dan berkaitan dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan sebelum, selama, pasca bekerja, dan dilakukan dalam berbagai konteks peran kehidupan (Richardson, 1993, p.428). dengan demikian karir merupakan alur kehidupan individu yang melibatkan waktu dan pekerjaan itu sendiri. Pada dasarnya setiap aktivitas kerja merupakan pencapaian dan ekspresi keberhasilan untuk memperoleh kesuksesan dan kepuasan batin dalam hidup. Termasuk ketika individu memenuhi ambisi maupun tujuan-tujuan sosial yang lebih baik daripada sekedar memperoleh penghasilan.
20
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
Universitas Indonesia
21
Dapat dikatakan karir melibatkan seluruh perjalanan pekerjaan individu yang menyatu dengan berbagai aspek kehidupan (Miller-Tiedeman and Tiedeman, 1990). Artinya proses perkembangan karir digambarkan sebagai proses seumur hidup dan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal dalam kehidupan individu (Patton & McMahon, 1999, p.170). Dalam perkembangan karirnya, individu selalu dihadapkan pada proses ‘memilih‘. Misalnya ketika lulus SD, individu harus memutuskan akan masuk SMPK atau SMP, di masa akhir pendidikan SMP individu harus memilih akan melanjutkan ke SMK atau SMA, pada masa kelas 1 SMA ia harus memilih akan masuk jurusan IPA, IPS, atau Bahasa, dan setelah lulus dari sekolah menengah harus memilih bidang studi di perguruan tinggi, akademi, kursus atau bekerja. Oleh sebab itu pilihan karir individu bisa berubah sesuai faktor-faktor yang memengaruhinya. Dapat dikatakan individu memiliki peran aktif untuk membangun karirnya (Mc.Mahon & Tatham, 2008). Dalam proses tersebut individu mempunyai berbagai alternatif seperti, menentukan pilihan, melanjutkan pilihan, atau mengubah pilihan yang dibuat melalui berbagai aktivitas baik dalam pendidikan maupun pekerjaan yang dilakukan di masyarakat (Brown & Brooks, 1990b, p.xvii). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karir adalah pekerjaan yang dilakukan individu sepanjang sejarah kehidupannya, baik secara formal maupun informal, profesional ataupun tidak. Dalam hal ini perjalanan karir meliputi seluruh aspek kehidupan seperti pendidikan, minat, pengalaman, pekerjaan dan dipengaruhi oleh faktor-faktor baik internal maupun eksternal.
2.1.2 Perkembangan Karir pada masa Remaja Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan perkembangan karir pada dasarnya adalah perkembangan individu itu sendiri. Savickas (dalam Brown, 2004) menyatakan bahwa ketika seseorang membangun karirnya maka ia membangun peran sosialnya, dan elemen-elemen sosial yang melingkupi kehidupan seseorang akan membentuk peran-peran hidup baik peran utama ataupun perifer. Peran utama adalah peran yang dijalani individu dengan intensitas dan frekuensi yang tinggi yang menunjukkan identitas utama. Peran perifer adalah
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
22
peran yang dijalani individu dengan intensitas yang tidak setinggi dan sesering peran utama, tetapi masih dapat mengindikasikan identitas individu tersebut. Misalnya seorang mahasiswa kedokteran mempunyai peran utama, sebagai mahasiswa, anak dan sesaudara kandung, maupun peran perifer seperti menjadi teman, anggota keluarga besar, anggota organisasi tertentu. Semua peran tersebut memberikan kontribusi terhadap identitas maupun penghayatan nilai-nilai dan makna hidup melalui fungsi perannya. Kapan berfungsinya peran-peran tersebut disesuaikan dengan kebutuhan individu berdasarkan tingkat prioritas dan kepentingannya. Pembentukan peran-peran ini melibatkan interaksi individu dengan masyarakat, termasuk dalam pemilihan karir. Hal ini dapat menjelaskan mengapa ketika memilih pekerjaan ataupun berkomitmen terhadap organisasi tertentu, individu akan menampilkan peran-peran sosial yang disandangnya karena peran-peran sosial itulah yang dapat memberi makna dan membuat individu fokus pada hidupnya. Dapat dikatakan bahwa pemilihan karir adalah proses yang kompleks karena melibatkan aspek-aspek kehidupan baik sebagai individu (kognitif, emosi/kepribadian, minat, sikap, dan nilai), maupun sebagai bagian dari komunitas ( pola asuh orang tua, pembinaan sekolah, pengaruh teman, masyarakat dan bahkan kecenderungan perkembangan dalam masyarakat, serta kebijakan pemerintah). Semua aspek tersebut pada intinya membawa pengaruh terhadap proses pengambilan keputusan karir sebagai pemenuhan tugas perkembangan hidupnya (Brown, 2004). Dengan kata lain perkembangan karir pasti akan melibatkan faktor-faktor di atas misalnya dengan melibatkan aspek pola asuh orang tua, proses pendidikan, minat, sikap maupun aspek-aspek penting lainnya. Perkembangan karir merupakan proses penting dalam hidup seperti diungkapkan oleh Sears (1982) bahwa perkembangan karir merupakan konstelasi total dari faktor-faktor psikologis, sosial, sosiologis, pendidikan, fisik, ekonomi dan kesempatan-kesempatan untuk membentuk karir sepanjang hidupnya. Disini terlihat
bahwa
perkembangan
karir
merupakan
proses
belajar
yang
mengintegrasikan berbagai keterampilan dalam aktivitas hidup sehari-hari khususnya bagi kaum muda (Heidegger, dalam Lapan, 2004). Oleh sebab itu perkembangan karir adalah kehidupan yang dibangun oleh individu sendiri
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
23
berdasarkan persepsi terhadap pengalaman berinteraksi dengan lingkungannya. Individu selalu membangun karir mereka dalam lingkungan sosial khusus dimana ia berada sepanjang hidupannya (Brown, 2004). Lingkungan sosial ini sifatnya berjenjang, dari koneksi yang paling dekat dan kecil seperti keluarga sampai pada lingkungan yang terjauh seperti pemerintah. Termasuk di dalamnya lingkungan fisik, budaya, kelompok ras dan etnik, keluarga, lingkungan sekolah, tetangga maupun teman bermain. Sejarah kehidupan individu menunjukkan bagaimana berfungsinya konteks lingkungan tersebut terhadap pembentukan karirnya (Brown,2004). Untuk menjelaskan konteks tersebut Super (1990, dalam Savickas, 1997) mengemukakan teorinya yang disebut teori Life-space dan life-span. Teori life-space berbicara tentang luas hubungan sosial dan peran yang dilakukan oleh setiap individu dalam lingkungannya. Menurut Super ada sembilan (9) peran kehidupan individu yang mengisi dimensi life-space yaitu peran sebagai anak, pelajar, penikmat rekreasi, anggota masyarakat, pekerja, pasangan hidup, pengurus rumah tangga, orang tua dan pensiunan (Super, 1980, dalam Savickas, 1997). Di dalam life-space ada dimensi kontekstual pada peran kerja dalam kaitannya dengan peran sosial lain yang komplementer (menunjang) atau kompetitif (menghambat) terhadap peran kerja sepanjang rentang kehidupan (dalam Lapan, 2004). Dimensi
teori life-span menggambarkan perspektif
longitudinal dari
tahap-tahap perkembangan karir yaitu: masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dewasa akhir dan masa tua. Pada intinya teori Super berbicara tentang tahapan karir yang secara esensial terjadi pada perkembangan hidup individu. Tahap perkembangan karir dibagi menjadi 5 (lima) fase yaitu : (1) Tahap pengembangan atau growth (0 – 14 tahun). Pada fase ini anak mengembangkan bakat, minat, kebutuhan dan potensinya
melalui interaksi
dengan lingkungannya seperti
rumah, tetangga, teman bermain, dan lingkungan sekolah (2) Tahap eksplorasi atau exploratory (14-25 tahun) dimulai ketika individu memasuki masa remaja. Periode ini melibatkan individu pada berbagai aktivitas, peran dan situasi yang mungkin direncanakan atau tidak, tetapi secara spesifik berhubungan dengan upaya memperoleh pemahaman akan kemampuan dalam bidang studi, bidang kerja ataupun kesempatan karir. Hasil eksplorasi ini akan memantapkan atau
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
24
mengkontraskan proses terjadinya identifikasi terhadap model peran dan konsep diri individu. Selain itu hasil eksplorasi akan mengklarifikasi serta memungkinkan individu melakukan adaptasi terhadap pilihan pekerjaan bagi mereka yang langsung bekerja setelah lulus SMA maupun setelah lulus perguruan tinggi. (3) Tahap pemantapan atau establishment. Biasanya dimulai pada masa dewasa tengah (25 – 45 tahun). Pada masa ini mereka mulai memantapkan diri dalam pekerjaan bahkan melakukan kompromi-kompromi terhadap apa yang dipilihnya. (4) Tahap pemeliharaan atau maintenance (45 – 55 tahun). Masa ini merupakan masa yang relatif stabil dan biasanya individu sudah memilih pekerjaan yang lebih menetap. (5) Tahap penurunan atau decline (55tahun – tua). Masa ini ditandai dengan masa penurunan di semua aspek baik fisik, maupun psikologis yang menuntut individu mengubah tipe pekerjaan yang dilakukannya sesuai kondisinya. Pada masa ini biasanya individu memasuki masa pensiun dan perlu mempersiapkan dirinya dengan baik (Sharf, 2010; Zunker, 2012). Membangun karir melalui perencanaan dan pengambilan keputusan karir dipandang sebagai sebuah proses yang harus dimulai sejak usia dini sampai dewasa bahkan sampai tua. Hal ini dikemukakan oleh Ginzberg, Ginzburg, Axelard dan Herma (dalam Leong & Barak, 2001), bahwa perkembangan karir harus dimulai sejak masa kanak-kanak dan berkembang melalui tiga tahap besar yaitu tahap fantasi (pada masa kanak-kanak), tentatif (pada masa remaja) dan realistik (pada masa dewasa), yang tersimpulkan pada pengambilan keputusan di setiap tahap. Selama masa–masa itu keputusan karir yang dibuat merupakan kesepakatan dan penyesuaian terhadap tugas perkembangan terutama pada masa pra-remaja dan remaja (Patton & McMahon, 2006). Pemenuhan tugas perkembangan karir dan kemampuan mengatasi masalah yang disebabkan oleh pemenuhan tugas perkembangan tersebut menjadi bagian penting bagi proses perkembangan karir yang sehat. Tugas perkembangan yang dilewati dengan lancar
akan membantu individu mengenali dirinya (kemampuan, bakat, dan
karakteristik kepribadian), memahami lingkungan dan pengaruh-pengaruhnya sehingga individu dapat mengembangkan konsep diri yang jelas dan berhasil menjalani kehidupan karir yang bermakna (Super 1990).
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
25
Remaja yang umumnya duduk dibangku SMA maupun perguruan tinggi berada pada tahap eksplorasi dari perkembangan karirnya. Masa ini dianggap sebagai
periode yang krusial dan penting dalam kehidupan individu terkait
dengan kesiapan menghadapi transisi dari sekolah ke Perguruan Tinggi dan/atau pekerjaan (Rowland, 2004; Mau, Hitchcock, & Lalvert, 1998). Pada masa ini individu harus melakukan berbagai persiapan dengan melakukan eksplorasi (Leon & Barak, 2001). Eksplorasi karir merupakan proses yang kompleks dan bersifat pribadi untuk mencapai pemahaman diri dan lingkungan pekerjaan (Atkinson & Murell, 1998; Bluestein, 1992; Taviera & Moreno, 2003, dalam Nasta, 2007). Menurut Levi & Ziegler (dalam Nasta, 2007) proses ini meliputi serangkaian aktivitas seperti mengumpulkan informasi dan memahami perencanaan pekerjaan, pencarian pekerjaan, kesempatan kerja, maupun mengeksplorasi berbagai kemungkinan alternatif pilihan karir.
Pada akhir aktivitas eksplorasi, remaja
melakukan proses kristalisasi dan spesifikasi terhadap pilihan pendidikan maupun pekerjaan walaupun masih pada tingkat awal dari pilihan karirnya (Super, dalam Tang, Pen, & Newmeyer, 2008). Dapat dikatakan bahwa keputusan, terutama ketepatan memilih jalur dan bidang pendidikan semasa SMA maupun perguruan tinggi, menjadi bagian krusial untuk memulai langkah selanjutnya kearah pengembangan karir yang sesuai. Secara detil proses eksplorasi dapat dijelaskan ke dalam proses-proses yang lebih spesifik yaitu proses kristalisasi, spesifikasi, dan implementasi. Pertama, proses kristalisasi seharusnya sudah dimulai sejak tahap growth (0 – 15 tahun). Proses ini dimulai ketika anak mengembangkan berbagai potensi, pandangan khas,
sikap, minat, dan kebutuhan-kebutuhan yang dipadukan ke
dalam struktur konsep diri (Self concept structure). Di akhir tahap growth diharapkan tercapai proses untuk mempersiapkan kristalisasi. Proses kristalisasi meliputi aktivitas berdiskusi dengan orang lain tentang peluang karir, mempelajari kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan, dan menentukan pendidikan yang tepat untuk pengembangan karir
(Betz & Voyten, 1997). Pada usia 15 – 17
tahun remaja yang berhasil menyelesaikan tahap perkembangan sebelumnya akan mengembangkan dan merencanakan tujuan karir tentatifnya berdasarkan informasi yang didapat dari lingkungan. Secara khusus di usia 15/16 tahun remaja
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
26
mulai memiliki nilai hidup yang dihayati secara pribadi dan tujuan karir sementara. Nilai-nilai hidup pribadi tersebut menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan karir. Kemudian ketika memasuki usia 17/18 tahun, remaja memasuki periode transisi menuju kristalisasi. Remaja mulai memiliki pemahaman dan penghayatan lebih dalam terhadap dirinya termasuk minat, kemampuan, nilai hidup dan rencana masa depan mereka, serta berupaya mewujudkannya misalnya dalam memilih jurusan di Perguruan Tinggi (Super, Thompson, & Lindeman, 1998 dalam Sharf, 2010). Proses kedua adalah spesifikasi. Dalam proses ini individu terdorong untuk menggali lebih dalam tentang karirnya dan beralih dari karir tentatif menjadi karir yang lebih spesifik. Proses ini juga membutuhkan perubahan dari konsep diri vokasional pribadi menjadi peran karir umum yang melibatkan proses psikososial dalam pembentukan identitas (Savickas, 2002, dalam Cossette & Allison, 2007).
Proses ini biasanya berlangsung dari umur 18 tahun sampai
sekitar 21 tahun (Super, Thompson & Lindemanm 1998 dalam Sharf, 2010). Pada masa spesifikasi, remaja dihadapkan pada situasi realistik. Individu mencapai titik untuk mengeintegrasikan apa yang disukai dan tidak disukai dengan kapabilitias dan kemampuannya serta membandingkan kedua aspek tersebut dengan nilai pribadi maupun nilai yang ada di masyarakat (Osipow & Fitzgerald, dalam Patton & McMahon, 2006). Proses ketiga adalah implementasi atau aktualisasi. Proses ini merupakan waktu untuk membuat pilihan dengan melakukan tindakan berdasarkan ide-ide yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri dan pengetahuan tentang dunia karir. Dalam proses ini remaja menghubungkan dan menganalisa semua sumber informasi yang dimilikinya dan mengaktualisasikan pilihannya dengan merasakan sendiri pekerjaan-pekerjaan dalam sebuah karir, bisa berupa kegiatan magang, kerja
paruh
waktu
atau
langsung
bekerja.
Disini
individu
mulai
mengimplementasikan pilihan tentatifnya dan mengevaluasi umpan balik yang diperoleh terhadap perilaku vokasionalnya.
Biasanya tahap ini berlangsung
setelah individu menyelesaikan studi mereka dan memutuskan untuk memilih pekerjaan tertentu antara usia 22 sampai 24 tahun (Super, Thompson & Lindeman,
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
27
1998, dalam Sharf, 2010). Proses spesifkasi muncul ketika individu membuat komitmen secara definitif terhadap apa yang dipilihnya (Ginzberg, 1972, p. 169). Remaja yang dapat menyelesaikan tugas perkembangannya serta mengkristalisasi pilihan karirnya dan membuat keputusan karirnya dikatakan telah memiliki kematangan karir (Super, 1980). Dalam perkembangannya Savickas (1997) mengusulkan untuk mengubah konstruk kematangan karir menjadi adaptabilitas karir. Teori tentang adaptabilitas karir dianggap mampu menjelaskan adanya kualitas adaptif yang perlu dikembangkan dan dipertahankan di setiap tahap perkembangan karir. Kualitas adaptif tersebut diperlukan agar individu dapat menyelesaikan tugas perkembangan dan tantangan di setiap tahap perkembangan karirnya. Individu yang berhasil melewati situasi dan kondisi tersebut dikatakan memiliki adaptabilitas karir yang tinggi. Berikut ini penjelasan lebih rinci mengenai teori adaptabilitas karir.
2.2 Adaptabilitas karir (Career Adaptability) 2.2.1 Pengertian dan definisi Dasar teori adaptabilitas karir adalah teori konstruksi karir dari Mark L. Savickas. Savickas (dalam Brown & Lent, 2013) mengusulkan sebuah cara pandang untuk memahami perilaku karir, pilihan karir dan perkembangan karir. Teori ini sesuai untuk diterapkan dalam komunitas multi kultural dan ekonomi global. Teori adaptabilitas karir menyediakan sebuah eksplanasi yang selalu berubah terhadap karir dan dapat dijadikan sebagai model yang sesuai dalam konseling karir. Teori ini menekankan proses pembangunan karir yang dikembangkan sendiri oleh individu berdasarkan pengalaman pribadi maupun sosial. Jadi membangun karir pada dasarnya adalah membangun kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan bukan sekedar proses pembentukan karir yang terjadi secara internal dan otomatis dari anak-anak sampai dewasa. Konstruk adaptabilitas karir pertama kali dicetuskan oleh Super pada tahun 1979 yang diartikan sebagai kesiapan untuk menghadapi perubahan situasi dan kerja (dalam Cossette & Allisson, 2007). Pada tahin 1990 Super mengemukakan konsep
kematangan
karir
terutama
setelah
penelitian-penelitian
yang
dilakukannya sejak tahun 1975 lebih terfokus pada remaja. Menurut Super,
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
28
individu yang dapat menyelesaikan tugas perkembangan karirnya dengan baik pada setiap tahap akan mencapai kematangan karir (career maturity). Semakin individu mampu mengatasi tugas perkembangan karirnya, seperti merencanakan masa depan, melakukan eksplorasi karir, memperoleh informasi dunia pekerjaan dan memiliki keterampilan membuat keputusan, maka individu tersebut akan semakin memperoleh kepuasan dalam karirnya baik dalam masa pendidikan maupun pekerjaannya (dalam Hotaling, 2001). Artinya, bila dikaitkan dengan kehidupan mahasiswa maka ia akan melakukan berbagai tindakan dengan merencanakan akan bekerja sebagai apa, mencari informasi tentang pekerjaan tersebut, membuat keputusan dan melakukan tindakan sebagai persiapan ke arah tujuan yang dibuat. Proses yang berjalan dengan lancar akan menimbulkan kepuasan dan prestasi yang baik. Pada perkembangannya teori kematangan karir ini ternyata tidak cukup dapat menjelaskan perkembangan karir pada tahap perkembangan selain remaja seperti pada masa dewasa atau anak-anak (Savickas, 1997). Kemudian beliau mengajukan sebuah pemikiran agar adaptabilitas karir digunakan untuk menggantikan konsep kematangan karir sebagai konstruk utama dalam perkembangan karir dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Konsep adaptabilitas karir mencoba menyederhanakan teori life-span life-space dari Super dengan menggunakan satu konstruk saja untuk menjelaskan secara sederhana namun menyeluruh mengenai perkembangan karir pada anak, remaja dan orang dewasa. Perubahan ini juga memperkuat integrasi antara life-span life-space dengan bagian konsep diri, yaitu dengan menekankan setiap bagian adaptasi yang dilakukan individu terhadap lingkungan dan proses motivasi dalam diri individu untuk membentuk konsep dirinya. Adaptabilitas karir juga menjadi suatu istilah yang penting karena menghubungkan tiga perspektif teori life-span life-space, yaitu perspektif perbedaan individu, perkembangan, dan kontekstual untuk menjelaskan adaptabilitas karir (Savickas, 1997, dalam Brown & Lent, 2013; Havenga, 2011; Hartung, Porfeli & Vondracek, 2008). Adaptabilitas karir adalah kesiapan dalam mengatasi tugas yang sudah diprediksi ketika mempersiapkan dan berpartisipasi dalam peran kerja. Selain itu adaptabilitas karir juga merupakan penyesuaian terhadap situasi dan kondisi yang
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
29
tidak terprediksi karena perubahan dan kondisi kerja (Savickas, 1997, hal. 254). Adaptabilitas berarti kualitas untuk mampu berubah tanpa kesulitan berarti serta menyesuaikan diri dengan kondisi yang berubah atau kondisi baru. Dapat dikatakan adaptable berarti membuat sesuatu lebih sesuai (kongruen) dengan sebuah perubahan, sesuai dengan pandangan teori perkembangan karir (Savickas, 1997; 2005, dalam Brown & Lent, 2013). Pengertian lain diberikan oleh Rottinghaus, Day dan Borgen (dalam Duffy,
2010)
yang
mendefinisikan
kecenderungan
cara
pandang
adaptabilitas
individu
yang
karir
sebagai
memengaruhi
sebuah
kemampuan
merencanakan dan menyesuaikan perencanaan karirnya yang berubah, terutama dalam kaitannya dengan peristiwa yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Creed, Fallon & Hood (2008) menempatkan konsep adaptabilitas karir pada sebuah proses regulasi diri (self-regulation) yang menekankan pentingnya interaksi antara individu dengan lingkungannya serta menitikberatkan pada bagaimana individu dapat mengatasi masalah ketidak matangannya. Dapat dikatakan bahwa adaptabilitas karir menghasilkan sikap-sikap, kepercayaan dan kompetensi sehingga setiap tingkah laku adaptif akan memperkuat dan mengembangkan kemampuan individu untuk tetap menyesuaikan dirinya pada situasi apapun (Hartung, Porfeli & Vondracek, 2008). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang adaptif adalah mereka yang dapat bereaksi secara efektif terhadap perubahan yang terjadi, baik tantangan tugas perkembangan yang dapat diramalkan, maupun perubahan situasi yang tidak dapat diramalkan, sehingga dapat meningkatkan sikap, kepercayaan dan kompetensi untuk mengembangkan dirinya dan bertahan di setiap situasi yang dihadapi secara teratur dan terencana. Sejumlah studi longitudinal menunjukkan bahwa remaja yang lebih tinggi adaptabilitas karirnya dalam hal pengambilan keputusan, perencanaan, eksplorasi atau keyakinan diri akan lebih berhasil dalam menghadapi transisi vokasional (Creed,
Mueller,
&
Patton,
Neuenschwander & Garrett, 2008;
2003;
Germijs
&
Verschueren,
2007;
Patton, Creed, & Mueller, 2002).
Hasil
penelitian-penelitian menunjukkan bahwa mempersiapkan masa depan dalam hal karir dianggap sebagai tugas perkembangan utama pada remaja (Erikson, 1969;
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
30
Super, 1990) dan banyak negara di dunia telah melihat pentingnya membantu para remaja dalam mempersiapkan karirnya (European Communities/ OECD. 2004). Pada masa kini, banyak ditemukan peminatan-peminatan yang mengaitkan perkembangan karir remaja dengan perkembangan kaum muda yang positif. Studi-studi
interdisiplin
menunjukkan
bukti-bukti
dan
dampak-dampak
perkembangan karir terhadap kesejahteraan dan perkembangan remaja. Penelitianpenelitian di Amerika juga mengindikasikan bahwa adapatabilitas karir merupakan tanda pencapaian kesuksesan pada remaja yang secara langsung berhubungan dengan perkembangan remaja yang positif (Gore, Kadish & Aseltine, 2003; Skorikof, 2007b; Skorikof & Vondracek, 2007). Perkembangan tersebut berkaitan antara lain dengan orientasi karir yang positif dan persiapan karir yang lebih baik. Telah dibuktikan bahwa hal tersebut mampu mencegah terjadinya masalah perilaku dan meningkatkan kesejahteraan serta mengurangi masalah di kemudian hari (Skorikof, 2007a, dalam Gunawan, 2012). Di Indonesia tampaknya gerakan untuk mengembangkan adaptabilitas karir ini belum menjadi prioritas pembuat kebijakan untuk menetapkan langkahlangkah yang strategis secara menyeluruh terutama dalam mengaitkan kebijakankebijakan ke dalam program-program yang terintegrasi melalui sekolah-sekolah dan institusi pendidikan, dunia kerja dan usaha antar departemen terkait, sehingga yang terjadi semua program yang ada terkesan berjalan sendiri-sendiri dan tidak saling berkaitan. Apabila program-program yang ada terlaksana secara integratif akan meningkatkan ketangguhan dan kekuatan bagi kaum muda untuk dapat menghadapi tantangan dan kesulitan dalam membangun karirnya.
2.2.2 Dimensi Adaptabilitas Karir Teori konstruksi karir mengkonseptualisasikan perkembangan karir sebagai proses adaptasi terhadap lingkungan daripada sekedar kematangan struktur-struktur internal (Savickas, dalam Brown & Lent, 2005). Savickas menunjukkan perbedaan adaptabilitas karir yang dikemukakan oleh Super (1955) dalam konsep kematangan karir, yang mengacu pada tingkat perkembangan vokasional individu dibandingkan dengan teman sebayanya. Bagi Super, perkembangan diasumsikan sebagai perubahan yang teratur dan normatif terhadap
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
31
kondisi kematangan yang diharapkan, dan prosesnya akan selesai ketika mereka dapat mengelaborasi dan mengatasi potensi-potensi latennya. Disini artinya kematangan vokasional individu dilihat sebagai pemenuhan tugas-tugas perkembangan vokasional seperti yang diharapkan masyarakat. Bila lingkungan individu stabil dan tidak berubah, maka ini akan menjadi berguna karena pemenuhan tugas perkembangan menjadi sesuatu yang berlaku umum dan seragam. Pada saat ini dunia dihadapkan pada situasi masyarakat yang terus berubah cepat dan tidak dapat diprediksi dengan sistematis. Individu dituntut untuk merespon pengaruh eksternal yang cakupannya sangat luas dan dapat mengembangkan berbagai tujuan yang sangat beragam (Collin, 1997 dalam Brown & Lent, 2005). Disini adaptabilitas membentuk perluasan diri (Selfextension) ke dalam lingkungan sosial (Savickas, dalam Brown & Lent, 2005). Artinya ketika individu berinteraksi dengan masyarakat mereka dituntut untuk mampu menata tingkah laku vokasionalnya secara relatif sesuai dengan tugas perkembangan yang dituntut oleh masyarakat maupun perubahan-perubahan yang terjadi dalam peran pekerjaan. Adaptabilitas juga berfungsi sebagai strategi regulasi
diri,
dimana
adaptabilitas
karir
memungkinkan
individu
mengimplementasikan secara efektif konsep diri mereka ke dalam peran-peran pekerjaan, sehingga mereka dapat membangun karirnya sendiri. Selanjutnya Savickas (dalam Brown & Lent, 2013) menjelaskan adaptabilitas karir secara fungsional dapat dibagi ke dalam empat dimensi umum yaitu: kepedulian (concern), pengendalian (control), keingintahuan (curiousity) dan keyakinan (confidence). Ke empat dimensi tersebut menggambarkan sumbersumber adaptif yang umum dan strategi yang digunakan individu untuk mengelola tugas-tugas kritis, transisi (perubahan), dan hambatan ketika mengkonstruk karirnya. Menurut Savickas ada tiga tingkat konstruk dalam adaptabilitas karir, yaitu tataran dimensional dari adaptabilitas karir, tataran afeksi yang merupakan sikap dan nilai dari adaptabilitas karir, serta tataran coping perilaku adaptabilitas karir, seperti tabel 2.1. Keempat dimensi merupakan bentuk yang paling abstrak dari konstruk adaptabilitas karir. Pada tingkat menengah di bawahnya yang lebih kongkret terdapat satu set variabel yang berfungsi homogen terhadap ke empat dimensi tersebut. Masing-masing set variabel tersebut dinamakan ABC dari teori
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
32
konstruksi karir, terdiri atas attitudes (sikap-sikap), beliefs (nilai-nilai) dan competencies (kompetensi). Ketiga set variabel tersebut membentuk perilaku adaptasi kongkret yang digunakan untuk menguasai tugas-tugas perkembangan, melakukan transisi pekerjaan dan menyelesaikan trauma dalam pekerjaan yang disebut dengan perilaku coping. Perilaku ini muncul dalam tingkat ke tiga sebagai tingkat paling kongkret dalam model struktural adaptabilitas karir. Perilaku coping inilah yang dilakukan seseorang dalam menyelesaikan permasalahan karir yang dimiliki individu sesuai dimensi yang menjadi permasalahannya.
Tabel 2.1 Dimensi Adaptabilitas Karir Dimensi Adaptabilitas karir Kepedulian (concern)
Sikap-sikap dan nilai-nilai
Kompetensi
Penuh perencanaan
Membuat rencana
Pengendalian (control)
Menentukan keyakinan
Mengambil keputusan
Keingin tahuan (curiousity)
Menunjukkan rasa ingin tahu
Eksplorasi
Keyakinan (confidence)
Merasa mampu Merasa efektif
Memecahkan masalah
Perilaku Koping
Masalah karir
Kesadaran Keterlibatan Penuh persiapan Asertif Disiplin Penuh motivasi Berani mencoba Mengambil resiko Mempertanyakan Persistensi Penuh daya juang Produktif
Ketidak pedulian karir Kebingungan karir Sikap tidak realistis terhadap karir Hambatan karir
Savickas (1997, dalam Brown & Lent, 2013).
Individu yang memiliki adaptabilitas karir adalah mereka yang (a) memiliki kepedulian terhadap masa depan sebagai pekerja, (b) meningkatkan pengendalian terhadap masa depan karir, (c) menunjukkan keingintahuan dalam melakukan eksplorasi diri dan lingkungan karir di masa depan, dan (d) mampu memperkuat keyakinan diri untuk mewujudkan aspirasinya (Savickas, dalam Brown & Lent, 2013),berikut penjelasannya.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
33
2.2.2.1 Kepedulian karir (career corncern). Kepedulian karir merupakan dimensi pertama dan terpenting dari adaptabilitas karir. Kepedulian karir secara esensial berarti orientasi ke masa depan, perasaan bahwa mempersiapkan karir merupakan hal yang penting. Sikapsikap seperti kesadaran akan tugas-tugas perkembangan, dan optimisme dalam membuat perencanaan akan membuat individu peduli terhadap transisi okupasional yang dihadapi dan pilihan-pilihan yang dibuat pada situasi tidak menentu di masa depan. Memikirkan tentang pekerjaan sepanjang hidup merupakan esensi dari kepedulian karir, karena karir pribadi bukan sebuah tingkah laku melainkan sebuah idea. Menurut Hartung, Porfeli & Vondracek (2008) individu yang peduli terhadap karirnya akan selalu mengaitkan dirinya pada halhal yang berorientasi masa depan dan optimis terhadap masa depannya. Pengalaman,
kesempatan
dan
aktivitas
memungkinkan
individu
untuk
mengembangkan perasaan yang penuh harapan dan sikap perencanaan tentang masa depan. Savickas (1997, dalam Lent & Brown, 2013) melihat, konstruksi karir dibentuk oleh kesadaran awal bahwa situasi pengalaman vokasional saat ini dan berawal dari pengalaman sebelumnya serta mengaitkan semua pengalaman tersebut melalui situasi saat ini untuk mempersiapkan masa depan. Keyakinan akan kontinuitas pengalaman individu memungkinkan individu untuk mengaitkan pengalaman yang ada saat ini ke dalam aspirasi dan visi yang sesuai dengan self mereka. Sikap perencanaan dan keyakinan akan kontinuitas memudahkan individu untuk ambil bagian dalam aktivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalaman yang mempromosikan kompetensi-kompetensi dalam perencanaan dan persiapan di masa depan. Sebaliknya rendahnya kepedulian karir disebut sebagai indifference, yang merefleksikan sikap apatis, pesimis dan kurang perencanaan. Di dalam perkembangannya kepedulian karir ini dapat ditingkatkan dengan
membantu
pembentukan optimisme
terhadap masa depan dan
meningkatkan kesadaran akan pentingnya persiapan karir dengan cara melihat masa depan mereka lebih detil, menguatkan sikap-sikap positif terhadap perencanaan, dan melihat keterkaitan antara rencana-rencana dengan tindakan di
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
34
masa depan. Mempraktikkan keterampilan merencanakan akan membantu ketika individu mengatasi dan menjalankan masa depannya (Sharf, 2010). Keterampilan merencanakan ini pada masa sekolah merupakan bentuk keterampilan
dari aktivitas menetapkan target pencapaian prestasi akademik,
merencanakan cara pencapaian target tersebut dan mengaitkannya dengan tujuantujuan jangka panjang yang dibuat. Misalnya ketika siswa SMA ingin masuk ke Fakultas Psikologi maka ia harus mewujudkan target tujuan tersebut ke dalam tahap-tahap. Tahapan itu antara lain, memperoleh nilai yang tinggi pada mata pelajaran tertentu yang menjadi tuntutan kemampuan di Fakultas Psikologi seperti matematika, bahasa Indonesia, bahasa Ingris, dan pengetahuan umum. Selain itu juga mencari informasi tentang universitas yang mempunyai program studi psikologi, mencari tahu tentang bidang kerja apa saja yang dapat dilakukan sebagai sarjana Psikologi, dan sebagainya.
2.2.2.2. Pengendalian diri karir ( career control) Kontrol terhadap masa depan vokasional individu adalah dimensi adaptabilitas karir ke dua terpenting. Fungsi fundamental dari pengendalian dalam membangun karir direfleksikan oleh sejumlah riset dengan topik seperti independensi, internal locus of control, determinasi diri, usaha atributif dan agenagen lain (Bluestein & Flum, 1999, dalam Brown & Lent, 2013). Maree & Haneke (2011) menjelaskan pengendalian diri sebagai sebuah perasaaan optimis mengenai masa depan karir yang akan menentukan masa depan karir individu. Pengendalian karir memungkinkan individu meyakini bahwa mereka bertanggung jawab membangun karirnya sendiri, lebih yakin dalam membuat pilihan-pilihan karir dan tidak merasa terpuruk ketika perencanaan yang mereka buat mengalami kegagalan. Sebaliknya jika individu memiliki pengendalian karir yang rendah, maka ketika mengalami kegagalan dalam perencanaan karir, misalnya kondisi karir yang kurang memuaskan, ia akan mudah tertekan dan mengalami stres. Penelitian yang dilakukan Luzzo tentang individu yang memiliki pengalaman kerja terkait minat karirnya, menunjukkan bahwa partisipan merasa pengambilan keputusan dalam karirnya sebagai proses berkelanjutan dimana mereka memiliki kendali personal akan hal itu (dalam Patton & Lokan, 2001).
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
35
Pada umumnya pengalaman kerja akan memberikan pemahaman dan informasi terkait dengan karir yang dipilihnya sehingga semakin banyak pengalaman yang diperoleh semakin memungkinkan untuk melakukan eksplorasi karir yang lebih mendalam. Hal ini berarti juga individu tersebut semakin yakin dalam merencanakan karirnya. Pengalaman kerja akan masuk sebagai variabel demografis untuk melihat apakah ada dampak pengalaman belajar terkait dengan kerja seperti pengalaman kerja paruh waktu terhadap pembangunan adaptabilitas karir pada partisipan. Hal ini menjadi pertimbangan karena mahasiswa sebagai individu yang mulai beranjak dewasa sudah mulai mencari pengalaman dalam pekerjaan selain sebagai pengalaman belajar juga bertujuan menambah uang saku bagi mereka. Teori pembangunan karir mengasumsikan bahwa pengendalian merupakan aspek dari proses intrapersonal yang membangun regulasi diri bukan proses interpersonal sebagai dampak dari regulasi diri (Fitzsimons & Finkel, 2010, dalam Brown & Lent, 2013).
Kontrol melibatkan disiplin diri intrapersonal dan
merupakan proses untuk menjadi lebih berhati-hati, penuh kesungguhan, teratur, dan mampu membuat keputusan dalam mencapai tugas perkembangan vokasional serta melewati transisi pekerjaan. Seseorang yang tidak memiliki pengendalian karir yang baik disebut mengalami kebingungan karir (career indecision) yang tampil
dalam
tingkah
laku
kebingungan,
cenderung
menunda
tugas
(procrastination) dan impulsif ( Savickas, 1997; Savickas dalam Brown & Lent, 2013). Gambaran di atas akan menjadi indikator dalam alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam penerapannya pada masa SMA pengendalian ini terlihat pada bagaimana siswa menerapkan kendali untuk membentuk regulasi dalam belajar seperti mengatur jadwal belajarnya dengan efektif, menggunakan teknik-teknik belajar yang relevan dan tepat, bersungguh-sungguh dalam membangun prestasi akademik yang memuaskan dan tinggi melalui pemahaman yang benar terhadap mata pelajaran-mata pelajaran yang terkait dengan tujuan dan target yang telah dibuat. Hasil prestasi yang tinggi akan meningkatkan keyakinan diri akan kemampuannya dan membuat perencanaan karirnya menjadi lebih jelas, mantap dan meningkatkan efikasi diri siswa.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
36
2.2.2.3 Keingintahuan karir (Career curiosity) Sikap-sikap yang menunjukkan rasa ingin tahu membuat individu melihat lingkungan dan situasi yang terjadi serta mempelajari lebih jauh tentang dirinya. Keyakinan akan nilai keterbukaan terhadap pengalaman baru, dan kemauan melakukan uji coba secara pribadi akan memungkinkan diperolehnya peran yang bervariasi, serta menuntun individu untuk mencari pengalaman baru. Sikap-sikap dan disposisi yang mendorong eksplorasi dan keterbukaan meningkatkan pengalaman dan kompetensi baik terhadap pemahaman diri maupun informasi okupasional. Individu yang mengeksplorasi dunianya melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, akan memiliki pengetahuan tentang kemampuan, minat dan nilai-nilai, sebaik pemahaman mereka tentang tuntutan pekerjaan, aktivitas sehari-hari dan akibat-akibat yang diterimanya dari berbagai macam pekerjaan. Keluasan wawasan ini akan membawa individu pada kenyataan dan kejelasan tentang pilihan karir yang disesuaikan antara situasi dan dirinya. Rasa ingin tahu biasanya membuat individu melakukan eksplorasi. Proses eksplorasi merupakan proses kompleks dan bersifat pribadi dalam memeroleh pemahaman diri dan lingkungan pekerjaan terutama untuk mencapai tujuan karir yang diinginkan (Atkinson & Murell, 1988; Bluestein, 1992, Taviera & Moreno, 2003, dalam Nasta, 2007). Eksplorasi meliputi serangkaian aktivitas, termasuk mengumpulkan informasi dan memahami perencanaan pekerjaan, pencarian pekerjaan, kesempatan kerja, maupun mencari alternatif pilihan karir (Levy & Ziegler, 1993 dalam Nasta, 2007). Eksplorasi karir juga meliputi perilaku yang berhubungan dengan karir seperti berdiskusi dengan orang lain mengenai peluang karir, mempelajari kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan dan menentukan pendidikan yang tepat untuk pengembangan karir (Betz & Voyten, 1997). Dalam proses eksplorasi karir, terbentuknya tujuan hidup spesifik (misalnya sikap ingin melakukan yang terbaik) yang secara intrinsik bermakna bagi individu, merupakan bagian yang akan membuat individu mengembangkan komitmen yang lebih matang terhadap tujuan vokasionalnya. Dengan demikian individu dapat meningkatkan dorongan lebih kuat untuk mencapai tujuan yang sejahtera sepanjang rentang kehidupan (Cantor & Sanderson, 1999; Robins & Kliewer, 2000, dalam Lapan, 2004).
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
37
Keingintahuan karir merujuk pada kerajinan dan rasa haus untuk mempelajari lebih jauh mengenai tipe dan macam pekerjaan yang menarik bagi individu dan kesempatan yang ada di sekitar pendidikan maupun pekerjaan. Selain itu keingintahuan itu meliputi juga pencarian informasi tentang kecocokan diri dengan dunia pendidikan lanjutan dan dunia kerja. Ketika mereka memperoleh informasi yang diperlukan maka individu akan membuat pilihan yang sesuai dengan dirinya dan situasi yang dihadapinya (Savickas, dalam Brown & Lent, 2013). Keingintahuan karir berkaitan dengan pencarian karir secara produktif dan pendekatan yang realistik terhadap masa depan (Hartung, Porfeli & Vondracek, 2008), antusiasme yang ditunjukkan saat mencari tahu tentang pendidikan ataupun pekerjaan tertentu dengan senang hati dan bersemangat (Maree & Hanecke, 2011). Sebaliknya, individu yang memiliki rasa ingin tahu yang rendah akan cenderung bersikap masa bodoh dan tidak peduli dengan pendidikan maupun pekerjaan bahkan mungkin tidak memikirkannya sama sekali. Individu dengan keingintahuan karir yang rendah dikatakan memiliki sikap tidak realistis (unrealism) terhadap dunia pekerjaan dan memiliki citra diri yang tidak tepat ( Savickas, dalam Brown & Lent, 2013).
2.2.2.4 Keyakinan diri Karir ( Career confidence) Individu membutuhkan keyakinan untuk mewujudkan minat-minatnya. Keyakinan diri menunjukkan antisipasi tentang keberhasilan dalam menghadapi berbagai tantangan dan mengatasi hambatan ( Rosenberg, dalam Brown & Lent, 2013). Dalam teori konstruksi karir, keyakinan diri merupakan perasaan yakin akan kemampuan terkait keberhasilan dalam mengambil tindakan atau keputusan dan mengimplementasikan pilihan-pilihan pendidikan atau pekerjaan yang sesuai. Pemilihan karir membutuhkan pemecahan masalah yang kompleks. Peran keyakinan dalam membangun karir digambarkan sebagai pengembangan penghargaan diri, keyakinan kemampuan diri dan pengembangan terhadap perkembangan vokasional. Pada dasarnya keyakinan diri karir berawal dari aktivitas sehari-hari seperti membereskan rumah, menyelesaikan pekerjaan sekolah, mengerjakan hobi dan sebagainya. Perasaan bahwa individu dapat mengerjakan tugas-tugas yang
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
38
bermanfaat dan produktif dapat meningkatkan penerimaan diri. Pengembangan akan pengalaman-pengalaman eksploratif dapat menguatkan keyakinan untuk mencoba berbagai macam aktivitas dan kemampuan. Individu yang tidak dapat menyelesaikan beberapa jenis pengalaman, seperti keberhasilan dalam hal pelajaran (misalnya matematika atau sains), akan mengalami kesulitan membangun
keyakinan
konsekuensinya
akan
diri
dalam
beraktivitas
kurang berminat
dibidang
tersebut
dalam pekerjaan-pekerjaan
dan yang
membutuhkan keterampilan dan kemampuan dalam aktivitas terkait. Keyakinan yang salah akan jender, ras dan peran-peran sosial sering menghasilkan hambatanhambatan internal dan eksternal yang menghambat perkembangan keyakinan diri (Brown & Lent, 2013). Hambatan keyakinan akan karir ini akan membentuk kendala karir yang menghalangi aktualisasi peran dan pencapaian tujuan-tujuan. Dengan demikian keyakinan diri karir perlu dipupuk melalui pengalamanpengalaman yang terkait dengan aktivitas karir seperti eksplorasi, perencanaan dan pengendalian karir. Aktivitas-aktivitas itu akan menjadi dimensi-dimensi dalam penelitian ini. Dari beberapa definisi dan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa adaptabilitas karir adalah sebuah kualitas pribadi meliputi cara pandang dan cara pikir, kecenderungan berperilaku serta tindakan-tindakan individu untuk selalu siap menghadapi perubahan dan perkembangan baik yang diprediksi maupun yang tidak diprediksi sebelumnya dalam mempersiapkan diri dan berpartisipasi dalam peran kerja. Dengan kualitas tersebut individu dapat melakukan perencanaan dan perubahan yang dibutuhkan untuk membangun, mempertahankan, atau mengubah pilihan karirnya. Disini interaksi antara individu dan lingkungannya menjadi konteks yang selalu mewarnai pembangunan karir seseorang sesuai dengan perkembangan dan situasi nyata yang dihadapinya. Interaksi ini akan membentuk adaptabilitas yang menghasilkan sikap-sikap, keyakinan dan kompetensi yang memungkinkan individu untuk menampilkan perkembangan yang sesuai di setiap tahap perkembangan karirnya.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
39
2.2.3 Alat Ukur Adaptabilitas Karir Ada beberapa jenis alat ukur Adaptabilitas Karir satu diantaranya disusun oleh Creed, Fallon & Hood (2008), yang digunakan dalam penelitian mereka untuk melihat kaitan adaptabilitas karir, situasi dan konsentrasi karir. Creed menggabungkan berbagai alat ukur berdasarkan dimensi-dimensi adaptabilitas karir yang mereka operasionalisasikan ke dalam karakteristik perkembangan kritikal dari dimensi adaptabilitas karir (eksplorasi, pengambilan keputusan, perencanaan dan regulasi diri). Masing-masing dimensi diwakili oleh alat ukur yang berbeda untuk dijadikan Career Issues Survey (CIS). CIS tidak digunakan dalam penelitian ini karena tidak sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori dari Savickas (2012). Penelitian ini menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Savickas & Porfeli (2012) untuk mengukur adaptabilitas karir, disebut Career AdaptAbilities Scale - International Form (CAAS), terdiri dari item-item ke empat dimensi adaptabilitas karir, yang kemudian dikombinasikan untuk menghasilkan suatu skor total yang mengindikasikan adaptabilitas karir (Savickas & Porfeli, 2012; Porfeli & Savickas, 2012; Rossier, et. al., 2012). Skala yang dikembangkan oleh Savickas ini merupakan pengukuran multidimensional dimana sifat hubungan antar dimensi secara terpisah sangat jelas (Savickas, dalam Hirschi, 2009). Semakin tinggi skor dari dimensi-dimensi yang membentuknya maka semakin tinggi pula skor total dari adaptabilitas karirnya. Hal itu dapat terlihat dari skor reliablitas skor total dari CAAS yang lebih tinggi dari skor reliabilitas masing-masing sub-skalanya. Reliabilitas skor total dari CAAS-International (0,92), lebih tinggi dari angka reliabilitas masing-masing sub skala kepedulian (0,83), kontrol (0,74), keingintahuan (0,79) dan keyakinan (0,85) (Savickas dan Porfeli, 2012). Pada skala aslinya, adaptabilitas karir ini memiliki 24 item dengan empat sub skala untuk mengukur sumber adaptabilitas, antara lain kepedulian, pengendalian, keingintahuan, dan keyakinan. Masing-masing sub skala memiliki enam item yang masing-masing itemnya direspon dengan memilih skala dari 1 (lemah) sampai 5 (kuat sekali). Di Indonesia skala CAAS ini telah digunakan dalam penelitian tesis Gunawan (2013) pada sampel mahasiswa Ukrida dengan
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
40
menerjemahkan skala aslinya. Namun pada penelitian ini skala adaptabilitas karir akan disusun ulang dan dilakukan penyesuaian terhadap situasi kehidupan kampus dan karakteristik mahasiswa UI pada item-item maupun rentang kriteria skoringnya.
2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Adaptabilitas Karir Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor internal maupun eksternal berhubungan dengan adaptabilitas karir. Satu dari penelitian tersebut adalah penelitian Patton dan Creed ( 2001) yang mengukur adaptabilitas karir pada siswa SMA dan mahasiswa dalam hubungannya dengan jenis kelamin, usia dan pengalaman kerja. Kemudian penelitian Hirschi memperlihatkan beberapa faktor seperti faktor personal dan kontekstual yang mempengaruhi perkembangan adaptabilitas karir (Hirschi, 2009). Faktor personal antara lain meliputi emosi, keyakinan akan kapabilitas pribadi, dan keyakinan akan dukungan lingkungan dan kesempatan. Penelitian Bartley dan Robitschek (dalam Duffy, 2010) menunjukkan faktor-faktor yang menjadi prediktor adaptabilitas karir mahasiswa adalah eksplorasi karir dan efikasi diri karir. Berikut ini akan diuraikan beberapa faktor yang mempengaruhi adaptabilitas karir yaitu kepribadian, dukungan sosial dan jenis kelamin.
2.2.4.1 Faktor Kepribadian Menurut penelitian Yowel, Andrews, dan Buzzetta (2011), tipe kepribadian tertentu seperti openess, conscientiousness dan agreeableness berkorelasi positif dengan adaptabilitas karir sedangkan tipe kepribadian neuroticism berkorelasi negatif. Penelitian lain dari Duffy ( 2011) menunjukkan bahwa Locus of Control berkorelasi positif terhadap adaptabilitas karir. Ditambahkan bagaimana individu menampilkan relasi yang penuh dukungan, self esteem, dan sikap positif terhadap karirnya di masa depan sangat dipengaruhi oleh persepsi mereka akan kontrol dirinya. Siswa-siswa yang memiliki kontrol diri yang lebih baik menunjukkan adaptabilitas yang lebih besar terhadap dunia kerja. Efikasi pengambilan keputusan karir merupakan suatu keyakinan pribadi bahwa dia mampu menyelesaikan serangkaian tugas spesisfik yang berkaitan
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
41
dengan membuat suatu pengambilan keputusan karir (Flores, Ojedam, Huang, Gee dan Lee, 2006). Individu yang memiliki tingkat efikasi diri pengambilam keputusan karir yang tinggi berkorelasi dengan perilaku karir dan keputusan karir yang positif. Intervensi terhadap upaya peningkatan efikasi diri pengambilan keputusan karir remaja juga menunjukkan adanya keberhasilan dan peningkatan yang signifikan (Flores, et al, 2006). Dari hasil penelitian-penelitian yang ada hampir semua aspek kepribadian mempunyai hasil yang signifikan dan positif terhadap adaptabilitas karir sehingga dalam penelitian ini tidak digunakan sebagai variabel yang diteliti. Penelitian ini akan menggunakan variabel regulasi diri dalam belajar yang menjadi salah satu karakteristik kepribadian yang diteliti. Keterkaitan antara variabel regulasi diri dalam belajar dengan adaptabilitas karir belum ditemukan dalam penelitian-penelitian yang ada.
2.2.4.2 Faktor dukungan sosial Dalam memengaruhi terbentuknya adaptabilitas karir, dukungan sosial merupakan persepsi individu akan dukungan tingkah laku yang memengaruhi kesejahteraan mental dan fisik untuk dapat menolongnya dalam situasi menekan (Demaray & Malecki, 2003b). Dalam kaitannya dengan pembangunan adaptabilias karir maka dukungan sosial adalah segala tindakan dan perlakukan yang dirasakan individu yang membantunya dalam membangun adaptabilitas karir. Bentuk dukungan tersebut bisa berupa bantuan, nasihat, persetujuan, bimbingan dan sebagainya. Sumber dukungan sosial dalam penelitian ini adalah orang tua, dosen dan teman sebaya karena ketiga sumber tersebut merupakan pihak-pihak yang paling sering berinteraksi dengan mahasiswa selama mereka mengikuti proses pendidikannya. Teman sebaya mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan individu secara umum termasuk dalam perkembangan karirnya, walaupun kurang didukung oleh hasil penelitian yang cukup banyak (Felsman & Blustein, 1999; Guay et al., 2003; Wolfe &Betz, 2004, dalam Ribadeneira, 2006). Beberapa hasil penelitian menunjukkan peranan peer pada remaja dalam beberapa aspek seperti perkembangan akademik dan sosial menunjukkan hasil yang signifikan (Berndt, 1996; Steinberg, Darling, & Fletcher, 1995, dalam Ribadeneira, 2006). Perkembangan akademik dan sosial tampaknya dapat memperluas kesadaran
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
42
terhadap perkembangan karir remaja (Felsman & Blustein, 1999; Guay et al., 2003; Guay et al.,2006; Whiston & Keller, 2004; Wolfe & Betz, 2004, dalam Rebedeneira, 2006). Sebuah penelitian yang dilaporkan oleh Dahling dan Thompson (2010) menunjukkan bahwa dukungan teman sebaya bersama-sama dengan orang tua, status keuangan dan pasaran kerja berkontribusi terhadap pemilihan karir dan terhadap efikasi diri pemilihan karir pada remaja. Lebih jauh ditemukan bahwa dukungan orang tua dan teman lebih lemah pada partisipan non Eropa-Amerika dibandingkan dengan partisipan Eropa-Amerika dalam hal keputusan karir. Hasil ini menunjukkan bahwa pada suku bangsa tertentu di luar USA dan Eropa teman sebaya mempunyai peranan dalam memengaruhi pengambilan keputusan karir maupun efikasi pemilihan karir, yang implikasinya juga terhadap adaptabilitas karir. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengaruh teman sebaya secara mikro mempunyai hubungan yang signifikan dengan perkembangan karir seperti career decision-making autonomy (Guay et al., 2003; Guay et al.,2006), career indecision (Guay et al., 2006; Wolfe & Betz, 2004), career exploration, career commitment (Felsman & Blustein, 1999), dan career decision self-efficacy (Guay et al., 2003; Wolfe & Betz, 2004). Selain hubungan dengan teman sebaya hubungan antara orang tua dan anak merupakan aspek penting dalam keluarga. Pola hubungan dalam keluarga dapat menunjukkan seberapa besar harapan orang tua terhadap anaknya terutama dalam mengarahkan pendidikannya. Orang tua menjadi tempat untuk mendapatkan arahan dan informasi bagi anak untuk lebih yakin akan pemilihan minat dan bakat mereka terhadap karir tertentu. Orang tua dapat pula mendorong anak menuju satu karir yang diminati anaknya.
Melalui nasihat, diskusi, petunjuk maupun
modeling maka orang tua bisa menjadi sumber informasi yang cukup signifikan bagi anak. Seperti diketahui dalam beberapa penelitian terlihat bahwa orang tua memegang peranan penting dalam memengaruhi pemilihan karir khususnya dalam menentukan pilihan pendidikan di perguruan tinggi, terutama di kalangan negaranegara Asia (Mau 2004; Sumari 2006; Wu 2009). Meskipun demikian menurut Penick (1990), remaja yang memiliki hubungan keluarga yang erat dapat pula mengalami kesulitan dalam menguasai tugas-tugas perkembangan karir. Hal ini dikarenakan mereka sering kali tidak mampu membedakan antara tujuan dengan
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
43
harapan orang tuanya. Mereka gagal mengetahui kualitas unik masing-masing karena gaya dan pola pikir yang ditanamkan orang tua mereka harus sesuai dengan nilai-nilai dalam keluarga. Bergen (2006) berpendapat bahwa keluarga memengaruhi proses perkembangan karir individu secara langsung. Dukungan sosial orang tua dalam hal meningkatkan adaptabilitas karir tampaknya lebih ditekankan pada pemberian kesempatan pada anak untuk membuat pilihan sendiri berdasarkan pemahaman diri maupun pemahaman lingkungan yang positif. Membantu remaja untuk lebih mandiri dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya life skill sehingga dapat mengembangkan perasan mampu dan bisa pada remaja. Hal ini akan membuat remaja mempunyai keyakinan bahwa ia memiliki kapabilitas untuk melakukan sesuatu yang bermakna dan berarti dalam hidupnya. Kualitas seperti pantang menyerah, mau berusaha dan ingin selalu mencari hal-hal baru yang bermanfaat akan membuat ketangguhan nya dalam menghadapi perubahan akan semakin besar. Dukungan sosial guru juga mempunyai peranan yang tidak sedikit dalam memengaruhi adaptabilitas karir. Tidak banyak ditemui hasil penelitian yang membahas tentang peranan guru terhadap adaptabilitas karir dan berbicara tentang peran guru tidak terlepas dari peran institusi pendidikan. Sekarang banyak institusi pendidikan tinggi yang mulai menyelenggarakan pendidikan di luar pelajaran utama yang berkaitan dengan penjurusan di dunia perkuliahan dan alternatif karir terkait jurusan tersebut. Secara umum hal ini dapat membekali mahasiswa dengan pengetahuan-pengetahuan tentang hal-hal yang diminatinya dan segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai karir yang diinginkan. Memang diakui bahwa perbedaan institusi pendidikan yang diikuti individu memiliki peranan yang penting dalam membangun adaptabilitas karir (Patton & Lokan, 2001). Sejauh ini beberapa kasus dalam praktik di kelas terkait peranan guru menunjukkan bahwa guru dapat menentukan sejauh mana siswa berminat terhadap mata pelajaran tertentu. Sebab pada kasus tertentu ditemui siswa yang tidak menyukai satu pelajaran seperti kimia, bukan karena tidak mampu menguasai pelajaran tersebut tetapi karena tidak menyukai cara mengajar gurunya. Akibatnya siswa tersebut tidak mau mengeksplorasi bidang tersebut lebih jauh. Bahkan bisa saja siswa tersebut memperoleh nilai yang rendah pada
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
44
mata pelajaran tersebut karena enggan untuk mempelajarinya, padahal ketika ditanya setelah lulus dari sekolah tentang pendidikan lanjutan yang diminatinya sebenarnya ia menyukai bidang biokimia yang relevan dengan kimia. Kasuskasus seperti ini menunjukkan bagaimana peran guru dalam memberikan arahan dan mengembangkan minat siswa pada bidang tertentu yang akibatnya bisa merugikan bagi siswanya. Contoh kasus tersebut juga mungkin terjadi pada konteks perguruan tinggi sehingga penelitian ini akan memperhitungkan faktor IPK untuk melihat relevansinya dalam pembangunan adaptabilitas karir. Kasuskasus yang terjadi di sekolah-sekolah di Indonesia ini belum ditemukan penelitian yang membuktikannya.
2.3 Regulasi Diri dalam Belajar (Self Regulated Learning) Penelitian ekstensif di bidang psikologi pendidikan menunjukkan aspek regulasi diri dalam belajar dapat meningkatkan prestasi akademik untuk semua siswa (Zimmerman & Schunk, 2001 dalam Lapan, 2004). Regulasi diri dalam belajar menekankan pada strategi proaktif, self-directed, pada pemelajar untuk lebih konsisten dan lebih sukses dalam meningkatkan kemampuan belajarnya. Hoyt (1994) menyatakan pelayanan perkembangan karir belum menjadi kebutuhan primer di sekolah karena tidak terintegrasi ke dalam upaya pembangunan pendidikan nasional. Namun upaya-upaya memperkenalkan regulasi diri dalam belajar mengubah secara radikal kurikulum dan praktek pendidikan di sekolah terutama di USA (Zimmerman, 2002
dalam Lapan, 2004). Memberdayakan
siswa/mahasiswa menjadi pemelajar yang self regulated dapat memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan karir yang lebih baik. Penelitian Reitz (2008) pada mahasiswa dengan mayor pendidikan sekolah dasar menunjukkan bahwa mahasiswa di tingkat lebih tinggi yang memiliki orientasi karir tinggi ternyata mencapai prestasi akademik lebih tinggi dibandingkan mahasiswa dengan tingkat yang sama tetapi memiliki orientasi karir yang lebih rendah.
2.3.1 Pengertian regulasi diri dalam belajar Regulasi diri dalam belajar merupakan konsep terorganisir dalam menggambarkan proses-proses dan strategi yang digunakan oleh pemelajar secara sengaja untuk
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
45
mengarahkan pikiran, perasaan dan tindakannya agar menjadi lebih efektif (Zimmerman & Schunk, 2001). Strategi regulasi diri dalam belajar adalah sebuah proses konstruktif dimana pemelajar menetapkan tujuan belajarnya, kemudian melakukan monitoring, regulasi (pengaturan) dan kontrol
secara kognitif,
memotivasi tingkah laku, yang dituntun dan diarahkan oleh tujuan dan lingkungan dimana individu berada. Aktivitas regulasi diri ini dapat memediasi keterkaitan antara individu dan lingkungan dengan prestasinya secara menyeluruh (Pintrich, 2000, p 453). Regulasi diri dalam belajar berupaya memahami bagaimana individu meningkatkan kinerja dengan beradaptasi terhadap tantangan dan dinamika konteks belajar. Para peneliti di area ini menemukan bahwa perubahan teknologi dan kondisi masyarakat menyebabkan individu terdorong untuk beradaptasi sehingga dapat menjadi pemelajar sepanjang hidupnya (Lapan, 2004). Menurut Zimmerman (2000) penggunaan lingkaran regulasi diri dapat secara luas menjelaskan besarnya persistensi dan perasaan puas pada individu yang berprestasi sama besarnya dengan penghindaran dan keragu-raguan pada individu yang kurang berprestasi (p.24). Artinya perasaan puas dan persistensi kelompok berprestasi tinggi sejalan dengan penghindaran dan keragu-raguan kelompok yang kurang berprestasi. Oleh sebab itu strategi regulasi diri dalam belajar menjadi keterampilan yang harus dikembangkan dan diterapkan dalam setiap aktivitas belajar agar pemelajar memperoleh kepuasan dan prestasi yang tinggi dalam aktivitas belajarnya. Penerapan regulasi diri dalam belajar ini perlu diterapkan secara terus menerus (internalized) dan bersifat otomatis agar dapat meningkatkan kinerja yang konsisten. Untuk menjadi terinternalisasi regulasi diri dalam belajar terdiri dari tiga tahap yaitu tahap pelaksanaan, tahap internalisasi dan tahap pelibatan diri dalam proses belajar. Tahap1: Pelaksanan regulasi diri terbagi ke dalam 3 proses yaitu: forethought, volitional control, dan self reflection. Proses pertama, forethought, merupakan strategi membuat perencanaan. Individu berprestasi melakukan kontrol terhadap tugas dengan merencanakan terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan. Tindakan-tindakan tersebut oleh Lapan (2004) diidentifikasi muncul dalam beberapa tingkah laku antara lain: melakukan analisis tugas (Zimmerman, 2000); meningkatkan motivasi dan keyakinan diri yang dibutuhkan untuk
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
46
menyelesaikan tugas yang sulit dengan kualitas yang baik (Pressley & Wolosyn, 1995), menyusun tujuan dan standar yang bermakna bagi dirinya secara pribadi (Zimmerman, 2000) dan memusatkan perhatian penuh pada penguasaan tugas dan kemajuan dari keterampilan yang diperoleh (mastery learning), bukan sebagai kompetisi dan membandingkannya dengan orang lain (Pintrich & Schunk, 1996). Proses kedua, volitional control adalah tahap selama pelaksanaan tugas tersebut, dimana individu melakukan berbagai strategi pencapaian tugas dengan kesungguhan dan kemauan yang tinggi dengan memantau dan melakukan upayaupaya untuk meningkatkan prestasi. Misalnya, menggunakan pendekatan berpikir yang
berbeda,
menggunakan teknik
imajinasi
untuk
menguasai
tugas,
menggunakan teknik mengingat tertentu yang efektif, serta tetap fokus dan memperkecil hal-hal yang dapat mengganggu proses belajarnya, membagi-bagi tugas menjadi bagian lebih kecil supaya dapat dimonitor dengan efektif (R.Gardner, 1990; Pressley & Wolloshyn, 1995). Proses ketiga, self reflection yaitu melakukan refleksi diri. Menurut Zimmerman (2000), pemelajar efektif selalu melakukan refleksi diri setelah menyelesaikan tugasnya. Misalnya mengevaluasi sukses atau gagalnya tugas yang telah dibuat. Pemelajar efektif biasanya tidak mengaitkan kegagalannya dengan rendahnya kemampuan, tetapi karena strategi yang kurang tepat atau usaha yang kurang maksimal. Dengan demikian mereka akan berusaha kembali untuk mengupayakan keberhasilan dengan cara dan strategi baru yang berbeda (Weiner,1972; Zimmerman & Kitsantas,1997). Menurut Bandura (1997) pemelajar yang efektif mengevaluasi prestasi mereka dengan cara meningkatkan penguasaan materi, keterampilan pribadi, bekerja dalam tim secara kolaboratif dan pencapaian tujuan. Dengan menggunakan lingkaran regulasi diri ini pemelajar efektif memperoleh pengalaman dan kepuasan diri dalam pekerjaannya dan semakin termotivasi untuk lebih baik di masa mendatang, serta dapat mengantisipasi tugas-tugas lain yang lebih menantang (Lapan, 2004). Tahap 2: Internalisasi, yaitu proses menjadikan penerapan regulasi diri dalam belajar menjadi tindakan yang otomatis dilakukan. Hal ini terjadi ketika individu dapat menerapkan proses regulasi dalam belajar efektif di atas ke dalam situasi yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan secara konsisten. Lapan
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
47
(2004) menyatakan bahwa individu dapat menerapkan aktivitas regulasi diri ini ke dalam situasi yang tidak disukainya. Hal ini dikarenakan kesuksesan akademik di sekolah menuntut siswa untuk mencapai pengetahuan dan kompetensi dalam rentang yang luas, padahal kenyataannya ada mata pelajaran yang disukai maupun tidak disukai. Idealnya, penerapan regulasi diri ini harus dilakukan berulang-ulang agar siswa menemukan kesukaan akan pengalaman belajar, mampu mempelajari materi ajar, terinspirasi akan hasil belajarnya sehingga ia senang mempelajari materi tersebut dan mengalami kepuasan. Keberhasilan mempelajari materi ajar akan mendatangkan rasa ingin tahu yang lebih besar dan pelibatan diri yang lebih tinggi untuk menguasai materi ajar. Sebaliknya, kegagalan akademik akan membuat siswa merasa bosan, tidak mendapatkan sesuatu dari proses belajarnya, demotivasi, bahkan menghindari situasi belajar. Ketika siswa dapat menerapkan strategi belajar efektif dalam segala situasi yang dihadapinya maka paling tidak hasil dari penerapan strategi belajar efektif tidak membuatnya gagal dalam menguasai materi ajar bahkan pada mata pelajaran yang tidak disukainya sekalipun. Keberhasilan akan dapat dirasakan secara relatif dalam diri individu. Hal ini akan mendatangkan pemahaman baru akan kapasitas kemampuan yang dimilikinya melalui perolehan nilai yang dicapai. Situasi yang sering terjadi adalah banyaknya siswa yang mengalami proses belajar sebagai situasi yang tidak menyenangkan seperti cara pengajaran yang tidak menarik, membosankan, sampai pada situasi tidak mampu memahami pelajaran yang diberikan. Dampaknya adalah pelibatan diri dalam belajar yang rendah dan motivasi belajar yang juga minimal untuk mengikuti proses belajar secara aktif. Ryan dan Deci (2000, dalam Lapan, 2004) menggambarkan bahwa pelajaran yang tidak menarik tidak mendorong individu untuk belajar. Apabila pelajaran yang tidak menarik itu dihadapi dengan regulasi diri dalam belajar yang efektif melalui penetapan tujuan, kontrol, evaluasi dan srtategi kognitif yang beragam, maka pelajaran yang tidak menarik itu dapat berubah menjadi lebih menarik dan meningkatkan motivasi. Motivasi yang tadinya eksternal bisa menjadi internal melalui proses integrasi terhadap materi pelajaran yang diikuti. Misalnya dengan mengetahui tujuan sebuah materi kuliah maka mahasiswa dapat
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
48
memberikan nilai (bobot) terhadap aktivitas yang dilakukan sesuai tujuan, dan membuat materi yang dipelajari sebagai proyek pribadi. Pemelajar yang berinisiatif untuk melakukan kontrol terhadap perencanaan, pelaksanaan dan hasil dari aktivitas belajarnya akan merasakan sendiri kebutuhan untuk mempelajari topik tersebut lebih dalam dan tertarik untuk terlibat lebih jauh dalam aktivitas tersebut. Keberhasilan dalam memahami materi, menyelesaikan tugas, mendalami materi menjadi pendorong yang membuat pemelajar semakin aktif terlibat dalam proses belajarnya. Tahap 3: Pelibatan diri. Pelibatan diri yang semakin kuat ketika individu dapat melihat hasil dan memaknai apa yang telah dicapai sebagai bernilai dan meningkatkan motivasi intrinsik untuk dapat lebih berprestasi lagi karena telah melewati tahap 1 dan 2 (dalam Lapan, 2004). Ketidakmampuan orang tua dan dosen untuk membuat pemelajar lebih terlibat dalam pengalaman dan tingkah laku belajarnya menjadi kendala paling utama bagi pencapaian prestasi yang memuaskan (Marks, 2000). Peningkatan tingkat keterlibatan pemelajar dalam aktivitas belajar di kelas terbukti berkorelasi secara kuat dengan prestasi akademik, sebaik perkembangan kognitif maupun sosial (Steinberg, 1996). Pada dasarnya pemelajar yang menerapkan strategi belajar aktif dapat meningkatkan motivasinya untuk menjadi pemelajar aktif dan terlibat penuh dalam aktivitas belajarnya. Strategi belajar aktif meliputi lingkaran proses: merencanakan, meningkatkan dan mengevaluasi hasil belajar (Zimmerman, 2000), serta melakukan internalisasi terhadap tingkah laku regulatifnya (Ryan & Deci, 2000). Ketika pemelajar merasa puas dan bermakna dengan sendirinya prestasi belajar mereka akan meningkat dan menumbuhkan perasaan mampu, kompeten serta arah yang lebih jelas terhadap pengalaman belajarnya (Baard, Deci, & Ryan, 1998; Sheldon &Kasser, 1998, dalam Lapan, 2004). Zimmerman dan Martinez-Pons (1988) menemukan sejumlah kategori yang digunakan dalam regulasi diri seperti penetapan tujuan, perencanaan, mencari informasi, mencatat, memonitor perkembangan struktur lingkungan, melakukan konsekuensi diri, melakukan pengulangan, mengingat dan mencari bantuan teman dosen serta orang dewasa lainnya. Melalui seleksi, monitoring dan regulasi diri dari strategi kognitif dan metakognitif ini pemelajar secara aktif
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
49
memperoleh kontribusi dari proses belajar mereka (Wolter, 2003). Penelitian Pintrich, Roeser dan De Groot (1994) menunjukkan bahwa pemelajar yang menggunakan strategi kognitif seperti melakukan elaborasi dan organisasi terhadap materi pelajaran melalui tingkat berpikir yang lebih tinggi dan mendalam, dapat mengulangi kembali serta lebih menguasai informasi yang dipahaminya dibandingkan dengan teman sebayanya yang tidak menggunakan strategi kognitif.
Penelitian Wolter (2004) dan Zimmerman (1989), juga
menunjukkan bahwa strategi metakognitif seperti perencanaan, monitoring dan regulasi membantu pemelajar menjadi lebih efektif dalam menggunakan strategi kognitif. Bagaimanapun, strategi kognitif dan tingkah laku ini diperlukan, tetapi belum cukup menjelaskan proses regulasi diri tanpa adanya komponen motivasional yang memengaruhi individu dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan
regulasi
diri
dalam
belajar
tersebut
(Wolters,2003;
Zimmerman,1989). Secara umum dapat dijelaskan bahwa upaya regulatif terhadap usaha mental yang dilakukan terus menerus secara spontan memberikan umpan balik berupa perasaan berhasil karena mampu memahami dan menguasai pelajaran. Perasaan ini akan mendorong seseorang untuk berusaha lebih baik lagi dan mengulangi kembali proses kognitifnya serta meningkatkan keyakinan diri akan kemampuannya. Kondisi ini merupakan proses timbal balik terhadap strategi kognitif, keyakinan diri maupun prestasi belajar yang tidak saja membuat pemelajar mampu meningkatkan prestasi yang sifatnya segera tetapi juga keyakinan akan kemampuan diri dan motivasi untuk meraih tujuan akademik yang lebih tinggi (Zimmerman, 1995, p. 253). Dalam hal ini penetapan tujuan dan kemajuan akan pencapaian tujuan berfungsi sebagai penghubung yang aktif antara faktor kognitif dan motivasi (Schutz, dalam Jacobson & Harris, 2008). Artinya untuk menjadi pemelajar yang menginternalisasi penerapan regulasi diri dalam belajar berarti individu harus melibatkan baik komponen kognitif maupun motivasional. Bisa
saja
individu
melakukan
strategi
regulasi
kognitif
seperti
menggunakan teknik belajar melalui mengingat, memahami, menganalisis, mengelaborasi, serta memecahkan masalah. Akan tetapi tanpa dibarengi dengan
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
50
strategi tingkah laku seperti merencanakan melalui penetapan tujuan yang jelas, memonitor maupun mengevaluasi hasilnya maka individu tidak akan memeroleh umpan balik dan kepuasan atau perasaan terlibat yang membuatnya senang dan puas. Kondisi demikian akan membuat motivasi individu tidak konsisten dan tidak stabil. Apalagi kalau motivasi individu adalah eksternal seperti belajar untuk memperoleh pujian, hadiah atau hal eksternal lainnya. Ketika ada informasi yang berbeda dengan pengalamannya seperti
tantangan maupun kendala dalam
melaksanakan proses belajarnya maka keteguhan hatinya atau daya juangnya akan menurun dan mudah menyerah.
Misalnya banyak mahasiswa yang tidak
menyukai pelajaran tertentu karena tidak menyukai cara mengajar dosennya. Kegagalan seorang dosen untuk membuat mahasiswa memahami pelajarannya, tidak membuat pemelajar yang kurang menerapkan aspek motivasional dan strategi metakognitif
berusaha lebih keras,
melainkan membuat mahasiswa
tersebut tidak mau melibatkan diri atau bahkan menghindari pelajaran tersebut. Pada akhirnya individu gagal meningkatkan prestasi atau menguasai materi tersebut padahal mungkin saja individu tersebut berbakat di bidang yang tidak disukainya. Kenyataannya beberapa studi melaporkan tingginya persentase pemelajar yang secara kronis tidak dapat mengikuti dan terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar di kelas dengan rentang 40% - 60% di luar data ‘dropout’ (Goodlad, 1984; Steinberg, 1996). Bahkan pada pemelajar dari kelompok minoritas angka ketidakterlibatan dalam kelas dilaporkan lebih tinggi lagi (Steele, 1992, dalam Lapan, 2004). Dapat disimpulkan bahwa regulasi diri dalam belajar merupakan keterampilan belajar (learning skill) yang perlu dimiliki oleh setiap pemelajar yang ingin berhasil dalam proses pendidikannya. Terbentuknya penerapan regulasi diri dalam belajar secara menetap akan membentuk sikap kerja yang tidak saja bermanfaat ketika masih duduk dibangku pendidikan tetapi merupakan sikap kerja yang menjadi modal bagi individu ketika kelak menjadi pekerja yang efektif. Regulasi diri dalam belajar akan menjadi salah satu variabel dalam penelitian ini yang dapat mengembangkan kemampuan adaptabiltas karir.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
51
2.3.2 Alat ukur regulasi diri dalam belajar Sejalan dengan pandangan Zimmerman (2000) bahwa regulasi diri dalam belajar meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor maka penelitian ini akan mengadopsi
alat ukur yang dirancang oleh Pintrich & Groot (1990) dalam
penelitiannya The Motivated Strategies of Learning Questioner Scale (MSLQ). Alat ukur regulasi diri dalam belajar merupakan alat yang paling banyak digunakan sejak alat ini dipublikasikan pada tahun 1990 selain alat ukur lainnya lebih berbentuk panduan wawancara yang sifatnya lebih kualitatif. Dengan alasan tersebut peneliti akan menggunakan dimensi-dimensi dari alat tersebut dengan melakukan modifikasi terhadap item-itemnya dalam melakukan pengukuran terhadap variabel strategi regulasi diri dalam belajar. Dalam penyusunan alat ukurnya regulasi diri dalam belajar memiliki dua komponen yaitu komponen motivasional dan komponen kognitif. Komponen motivasional terdiri dari tiga sub-komponen yaitu keyakinan diri akademik, nilai intrinsik dan reaksi emosi; sedangkan komponen kognitif terdiri dari dua subkomponen yaitu strategi kognitif dan strategi tingkah laku. Sub-komponen keyakinan diri akademik diindikasikan sebagai keyakinan individu kemampuannya
tentang
menyelesaikan tugas, bertanggung jawab terhadap tugas dan
kayakinan akan kemampuan yang dimilikinya (Eccles, 1983; Pintrich, 1988,1989, dalam Pintrich, 1990). Sub-komponen nilai intrinsik melibatkan bobot penilaian terhadap tujuan-tujuan yang dibuat
untuk menyelesaikan tugas, keyakinan
individu akan pentingnya dan seberapa menarik tugas tersebut bagi individu. Biasanya komponen ini dilihat dalam berbagai cara yaitu learning vs performance, intrinsic vs extrinsic values, task value and intrinsic interest. Pada intinya komponen ini berbicara tentang alasan-alasan mengapa mengerjakan tugas tersebut, yang menyebabkan individu menggunakan regulasi diri dalam belajar yItu strategi-strategi kognitif, metakognitif dalam mencapai tujuan-tujuan (Ames & Archer; Dweck & Elliot; Eccles; Meece, Blumenfeld, & Hoyle; Nolen; Paris & Oka, dalam Pintrich, 1990). Sub-komponen reaksi emosi, adalah reaksi emosional terhadap tugas-tugas yang diterima. Reaksi emosional ini meliputi perasaan yang dialami individu ketika mendapat tugas. Individu dapat menunjukkan reaksi marah, bangga atau
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
52
merasa bersalah, namun dalam konteks sekolah biasanya emosi yang sering muncul adalah cemas (Wigfield & Wccles, dalam Pintrich, 1990). Reaksi emosi kecemasan berkaitan dengan persepsi individu akan kompetensinya (Nicholls, 1976, dalam Pintrich, 1990) tetapi secara teoritik bisa berbeda antara pengertian dan kenyataannya. Misalnya dalam banyak penelitian,
kecemasan berkaitan
dengan metakognitif, penerapan strategi belajar dan usaha untuk menyelesaikan tugas (Benyamin, McKeachie, Lin, & Holinger; Culler & Holahan; Tobias, dalam Pintrich, 1990). Kalau dua sub-komponen motivasional lain sifatnya sederhana, positif dan linear maka pada sub-komponen reaksi emosi hasilnya tidak sesederhana itu. Penelitian ini tetap menggunakan subkomponen respon emosi dengan pertimbangan dapat dilihat bagaimana reaksi emosi terhadap pelaksanaan tugas menunjukkan efektif atau tidaknya strategi regulasi belajar digunakan. Pada komponen kognitif, penggunaan sub-komponen strategi kognitif meliputi tingkah laku mengonseptualisasi, mengingat, memahami, merangkum, dan
mencatat sebagai
bentuk strategi kognitif (Corno & Mandinach, 1983;
Zimmerman & Pons, 1986, 1988, dalam Pintrich, 1990). Termasuk di dalamnya juga strategi lain yang mendukung keterlibatan kognitif secara aktif
untuk
mendapatkan prestasi di tingkat berpikir yang lebih tinggi seperti melakukan pengulangan, elaborasi, dan organisasi terhadap pemikiran mereka (Weinstrin & mayer, 1986, dalam Pintrich, 1990).
Sub-komponen strategi tingkah laku
ditunjukan antara lain dengan melakukan perencanaan, monitoring, dan modifikasi terhadap kognisi mereka dalam proses belajar (Brown, Bransford, Campione, & Ferrara, 1983; Corno, 1986; Zimmerman & Pons, 1986, 1988, dalam Pintrich, 1990).
Selain itu juga dilakukan pengendalian untuk
meminimalisasi hambatan proses belajar (Corno, 1986; Corno & Rohrkemper, 1985, dalam Pintrich, 1990). Pada penelitian ini alat ukur regulasi diri belajar akan digunakan untuk melihat penerapan strategi regulasi ini pada mahasiswa dengan menggunakan ke lima sub-komponennya. Pada pelaksanaannya pada alat ukur ini akan dilakukan penyusunan ulang item-item yang digunakan. Hal ini dilakukan agar skala yang tersusun lebih sesuai untuk digunakan pada partisipan mahasiswa. Peneliti
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
53
menggunakan ke lima sub-komponen yang ada yaitu keyakinan diri, nilai intrinsik, reaksi emosi, strategi kognitif dan strategi tingkah laku.
2.3.3. Faktor-faktor yang memengaruhi regulasi diri dalam belajar. Keterampilan regulasi diri dalam belajar, pembentukannya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor internal maupun eksternal. Pembahasan berikut ini akan mengulas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap regulasi diri dalam belajar.
2.3.3.1. Faktor internal Menurut Woolfolk (2010) regulasi diri dalam belajar secara internal dipengaruhi oleh
pengetahuan, volition dan motivasi. Individu yang melakukan strategi
regulasi diri harus memiliki pengetahuan tentang proses berpikirnya. Melalui proses strategi regulasi diri pengetahuan-pengetahuan yang tersimpan secara deklaratif maupun prosedural dapat diingat dan diaplikasikan pada situasi yang berbeda. Pengetahuan tentang proses berpikir ini memungkinkan individu melakukan evaluasi tentang perencanaan, regulasi dan belajar. Proses ini disebut sebagai proses metakognitif, yaitu kemampuan untuk berpikir tentang proses berpikirnya sendiri (McKeache, dalam Jacobson & Harris, 2008). Pada aspek tindakan (voliton) maka individu yang sudah menerapkan regulasi diri belajar ini akan mengalami perasaan terlibat, melakukan sepenuh hati dan tanpa konflik (a sense of volitional) dalam proses belajarnya (Deci, Ryan & William,1996).
Kondisi tersebut akan menimbulkan dorongan motivasional
sebagai aspek ketiga untuk membuat keputusan dalam meregulasi proses belajarnya (Schutz,1994,p.136).
Kerangka teoritik komponen motivasional
berasal dari model Expectancy – Value of motivation theory (Eccles, 1983; Pintrich, 1988, 1989). Teori ini mengajukan ada tiga sub-komponen berbeda dalam motivasi yaitu sub-komponen harapan, sub-komponen nilai dan subkomponen reaksi emosi. Sub-komponen harapan menunjukkan seberapa besar keyakinan individu akan kemampuannya menyelesaikan tugas atau tujuan. Semakin individu yakin akan kemampuannya menyelesaikan tugas, semakin pula individu menggunakan strategi metakognitif untuk menyelesaikan tugasnya,
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
54
bertahan untuk menggunakan strategi kognitif, dibandingkan dengan mahasiswa yang kurang yakin akan kemampuannya (Fincham & Cain,1986; Paris & Oka, 1986; Schunk, 1985, dalam Pintirch & Groot, 1990). Sub-komponen ini menjawab pertanyaan ―Apakah saya mampu menyelesaikan tugas ini‖? Subkomponen nilai menunjukkan seberapa penting sebuah tugas bagi dirinya dengan membuat tujuan tugas dan menunjukkan ketertarikan terhadap tugas dengan memberikan bobot kepentingan tugas tersebut bagi dirinya (Pintrich & Groot, 1990). Sub-komponen ini merupakan jawaban dari pertanyaan ―mengapa saya mengerjakan tugas ini‖?
Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan
motivasi seperti ini memiliki orientasi tujuan menguasai tugas. Biasanya semakin menguasai tugas semakin mereka menggunakan kemampuan metakognitif maupun strategi kognitifnya untuk melaksanakan tugasnya dengan tuntas (Ames & Archer, 1988; Dweck & Elliott, 1983; Eccles, 1983; Meece, Blumenfeld, & Hoyle, 1988; Nolen,1988; Paris & Oka, 1986, dalam Pintrich & Groot, 1990). Adapun sub-komponen reaksi emosi menjawab pertanyaan ―bagaimanakah perasaan saya terhadap tugas ini‖? Dalam konteks perkuliahan reaksi emosi yang paling sering muncul adalah kecemasan, terutama ketika menghadapi tes atau ujian (Wiegfield & Eccles, 1989, dalam Pintrich & Groot, 1990). Sub-kmponen kecemasan ini berhubungan dengan persepsi individu akan kompetensinya dimana kecemasan berhubungan dengan strategi kognitif, metakognitif dan pengelolaan diri (Benjamin, McKeachie, Lin, & Holinger, 1981; Culler & Holahan, 1980; Tobias, 1985, dalam Pintrich & Groot, 1990). Menurut Pintrich dan Groot (1990), tidak terlalu mudah membedakan antara individu yang pencemas dan tidak dalam hal prestasi belajar karena sering terjadi hasil prestasi mereka sama. Meskipun demikian penelitian Benyamin dan kawan-kawan (1981), menunjukkan bahwa individu dengan kecemasan tinggi dan individu dengan kecemasan rendah dapat dibedakan pada efektivitas proses meta kognitif yang digunakan. Individu dengan kecemasan tinggi sering menggunakan metakognitif yang tidak efektif seperti misalnya menunda tugas. Penelitian lain menunjukkan individu dengan kecemasan tinggi menunjukkan hasil prestasi yang kurang konsisten dan cenderung menghindari tugas yang sulit (Hill & Wigfield, 1984, dalam Pintrich & Groot, 1990).
Dengan proses timbal balik dari
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
55
penggunaan strategi kognitif, motivasi, dan strategi tingkah laku, dapat dikatakan bahwa untuk melihat internalisasi dari regulasi diri dalam belajar maka komponen motivasional ini harus dikaitkan dengan keinginan dan kesediaan individu untuk menerima tantangan tugas yang lebih sulit serta mau menghadapi tugas yang tidak disukai. Penjelasan ini menunjukkan bagaimana komponen motivasional berperan penting dalam pembentukan keterampilan regulasi diri dalam belajar.
2.3.3.2 Faktor eksternal Faktor eksternal yang akan diuraikan dalam bahasan ini antara lain faktor kesempatan untuk melakukan regulasi diri seperti terlihat pada jenis rumpun ilmu dimana mahasiswa berada, dan dukungan sosial.
2.3.3.2.1. Faktor kesempatan untuk meregulasi diri Regulasi diri dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang berupa kesempatan untuk meregulasi diri dan ketersediaan sumber belajar (Boekaerts & Niemivierta, 2000; Pintrich, 2000). Bentuk ketersediaan sumber belajar terlihat dari mudah tidaknya siswa/mahasiswa mengakses informasi seperti fasilitas perpustakaan baik yang biasa maupun online. Selain itu sumber –sumber bacaan dan bahan materi ajar yang memudahkan mahasiswa untuk mempelajari materi juga akan memengaruhi pula tingkah laku siswa/mahasiswa dalam menerapkan regulasi diri dalam belajar seperti dalam mengerjakan tugas, pekerjaan rumah atau ujian. Bentuk pemberian kesempatan menerapkan regulasi diri dalam belajar dapat terlihat dari pendekatan institusi terhadap jalannya proses belajar mengajar. Di UI sebagai institusi dimana penelitian ini menunjukkan hal tersebut. Di lingkungan kampus UI prinsip student centered learning merupakan pendekatan yang dilakukan dalam proses belajar. Artinya proses belajar difokuskan pada keaktifan mahasiswa dalam mengakses ilmu pengetahuan. Dalam student centered learning mahasiswa harus aktif melibatkan diri dalam proses belajar, seperti mencari informasi, membaca literatur, bersikap kritis tidak menerima begitu saja ajaran yang diterima dari dosen. Proses pendekatan ini akan memengaruhi tingkah laku belajar mahasiswa yang berbeda dari pendekatan yang sifatnya teacher cendered learning, yaitu proses belajar yang berpusat pada guru atau dosen.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
56
Di UI sendiri walaupun kebijakan pendekatan student centered learning berlaku untuk semua fakultas akan tetapi penerapannya akan menjadi berbeda berdasarkan jenis rumpun ilmu yang ada di UI, dimana perbedaan rumpun ilmu yang ada membuat tingkah laku belajar pada mahasiswanya juga menjadi berbeda. Berikut ini akan dibahas secara lebih detil mengenai rumpun ilmu yang memengaruhi mahasiswa dalam melakukan regulasi diri dalam belajar.
2.3.3.2.2. Faktor Rumpun ilmu Rumpun ilmu adalah kategorisasi keilmuan berdasarkan aktivitas akdemik di program studi pada fakultas-fakultas di lingkungan universitas. Di Universitas Indonesia kategorisasi ini muncul karena adanya anggapan di lingkungan pengelola akademik bahwa dalam setiap disiplin ilmu atau program studi terdapat keunikan tersendiri yang membedakan disiplin ilmu satu dengan lainnya. Di UI terdapat tiga pengelompokan ilmu yang disebut rumpun ilmu yaitu rumpun ilmu kesehatan (Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, Kesehatan Masyarakat, Keperawatan, Farmasi), rumpun ilmu keteknikan (Fakultas Sains dan Teknologi, Ilmu Komputer, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam), dan rumpun ilmu sosial dan humaniora (Fakultas Hukum, Ekonomi, Psikologi, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Ilmu Pengetahuan Budaya). Rumpun ilmu kesehatan berakar dari ilmu kedokteran. Merupakan bidang ilmu yang mempelajari manusia dari sudut pandang dinamika sehat dan sakit yang berguna untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia (Harjodisastro, 2009). Dalam hal ini karakter ilmu yang diperlukan -adalah pengetahuan tentang aspek fisik dan biologis manusia, patologi penyakit serta perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan dalam menyembuhkan orang sakit serta mengembalikannya pada keadaan sehat. Kemampuan berpikir yang dibutuhkan adalah pengetahuan, pemahaman, penerapan analisis, sintesis, dan evaluasi, serta kemampuan melakukan penilaian dan pengambilan keputusan terkait manusia yang dihadapinya. Dibutuhkan ketepatan dalam melakukan penilaian dan diagnosis sehingga dituntut kemampuan berpikir yang akurat dan analisis yang mendalam karena resiko yang dihadapi cukup besar menyangkut hidup mati pasien yang dihadapi (Harjodisastro, 2009). Domain belajar yang digunakan adalah kognitif, afektif dan psikomotorik. Sementara rumpun ilmu teknik adalah bidang ilmu yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan apa yang diamati manusia di alam (Mayer, dalam
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
57
Ormord, 2009). Secara umum aktivitas yang dilakukan mahasiswa dari rumpun ilmu ini antara lain melakukan penyelidikan fenomena alam secara obyektif dan sitematik, membangun teori dan model, merevisi teori dan model bila terdapat bukti baru untuk membuat penjelasan lebih baik, mengaplikasikan prinsip-prinsip ilmiah pada masalah yang ditemui di dunia nyata, dan melakukan metakoginisi (Ormrod, 2009). Dalam hal ini kemampuan berpikir yang dibutuhkan adalah pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi dan pengambilan kesimpulan. Disini pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dengan domain seperti kognitif, sedikit afektif dan psikomotorik. Dalam hal ini resiko kesalahan yang dibuat tidak langsung dirasakan oleh manusia, tetapi dampak dari tindakan yang dilakukan akan dirasakan pada lingkungan fisik dan alam yang pada akhirnya berdampak pula pada manusia yang ada. Rumpun ilmu sosial dan humaniora, adalah bidang ilmu yang memiliki tujuan membantu manusia agar dapat mengambil keputusan mengenai masalah-masalah tentang kebijakan umum, kesejahteraan sosial, dan pertumbuhan pribadi, serta mendukung adanya toleransi terhadap berbagai perspektif dan budaya yang berbeda (Ormrod, 2009). Dengan tujuan tersebut, mahasiswa rumpun ilmu sosial dan humaniora membutuhkan kemampuan berpikir yang bermakna, seperti pengetahuan, pemahaman teori, analisis pemecahan masalah, sintesis dan pengambilan kesimpulan dari serangkaian teori, hingga identifikasi hubungan sebab-akibat dari berbagai peristiwa (Ormrod, 2009). Disini domain yang dibutuhkan seperti kognitif, afektif dan pada S1 diperlukan sedikit kemampuan psikomotorik.
2.3.3.2.3. Faktor dukungan sosial
Pada dasarnya regulasi diri dalam belajar bisa dikembangkan dan ditingkatkan agar terjadi internalisasi dalam penerapannya dengan bantuan dan bimbingan orang disekitar individu seperti orang tua (keluarga), dosen, teman sebaya, sekolah, profesional dan masyarakat. Profesional di bidang perkembangan karir pun dapat menjadi pengaruh yang signifikan untuk mempromosikan prestasi akademik. Faktor sosial turut memengaruhi dalam hal tujuan, usaha dan pengawasan (Finkel & Fitzsimons, 2011). Menurut Wentzel (1997, 1998, 2002); Zimmerman &
Martinez-Ponz (1990), dukungan sosial yang diterima siswa dari orang tua, guru dan teman sekelas berdampak pada penerapan keterampilan regulasi diri dalam
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
58
belajar dan dengan sendirinya juga memengaruhi keberhasilan akademik mereka (dalam Rubel, D.P., 2008). Penjelasan lebih lanjut tentang pengaruh faktor dukungan sosial terhadap regulasi diri belajar akan diuraikan tersendiri pada pembahasan selanjutnya karena dukungan sosial menjadi variabel yang akan diteliti.
2.4 Dukungan sosial (social support) terhadap terbentuknya strategi regulasi diri belajar. Dukungan sosial adalah seperangkat persepsi umum dan spesifik tentang dukungan tingkahlaku yang dapat memengaruhi kesejahteraan mental dan fisik seseorang dan dapat menolongnya
pada situasi yang menekan (Demaray &
Malecki, 2003b, p.471). Diakui bahwa penelitian-penelitian yang dilakukan selama 20 tahun terakhir menunjukkan,
dukungan sosial memegang peranan
penting dalam pembentukan keterampilan regulasi diri belajar, namun bagaimana bentuk hubungan dari sumber-sumber dukungan dan penggunaan dari strategi regulasi diri belajar tetap belum jelas (Demaray & Malecki, 2002; Wenz-Gross & Siperstein, 1998). Winemiller, Mitchell, Sutcliff, dan Cline (1993) menemukan bahwa dari berbagai literatur tentang dukungan sosial sejak tahun 1980an tidak ditemukan definisi operasional yang cukup jelas bagi bentuk dukungan sosial tersebut, serta penggunaannya dalam pengukuran yang terstandar bagi konstruk tersebut. Dapat dikatakan terdapat banyak sumber-sumber dukungan sosial yang perlu digali lebih lanjut bentuk kongkretnya, baik dukungan dari orang tua, guru maupun teman sekelas atau sebaya. Berdasarkan pada deskripsi dukungan sosial di atas, Demaray dan Malecki (2002) menyusun konstruk dukungan sosial berdasarkan pada persepsi individu dari berbagai sumber yang disebut The Child and Adolescent Social Support Scale (CASSS). Skala ini bertujuan mengukur persepsi individu akan dukungan sosial yang diterima dengan melihat luas jaringan dukungan yang diperoleh individu, dalam arti agen-agen mana saja yang memberikan dukungan sosial. Kemudian frekuensi dari dukungan yang diterima seperti sesering apa dukungan itu dirasakan oleh individu dan seberapa penting dukungan tersebut bagi individu. Pada dasarnya skala CASSS disusun Malecki dan kawan-kawan (2002) dengan
menggunakan
model
penelitian
Tardy
(1985)
yang
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
59
mengkonseptualisasikan dukungan sosial berdasarkan lima hal yaitu : arah (direction), kedudukan (disposition), gambaran/evaluasi (description/evaluation), isi (content), dan jejaring kerja (networking). Arah menunjukkan ide tentang dukungan sosial yang diterima dan diberikan. Disposisi mengacu pada apakah dukungan sosial bermanfaat dan digunakan. Deskripsi menunjukkan tipe dukungan sosial yang diterima dan dari siapa dukungan itu; komponen evaluasi menggambarkan kepuasan individu akan dukungan yang diterimanya; sedangkan isi menunjukkan empat komponen isu tergantung pada situasi dimana dukungan sosial tersebut diberikan, yaitu komponen emosi, intrumental, informasional dan dukungan penilaian seperti pemberian umpan balik. Aspek terakhir yaitu aspek jejaring kerja menunjukkan pihak-pihak yang dapat memberikan dukungan sosial tersebut pada individu. Malecki dan kawan-kawan (2002), meneliti dukungan sosial yang dialami oleh siswa dari kelas 3 sampai kelas 12. Mereka menemukan hubungan yang positif antara dukungan sosial yang diterima dengan variabel-variabel lain seperti keterampilan sosial, konsep diri, dan keterampilan beradaptasi. Siswa yang menerima dukungan sosial yang tinggi menunjukkan kemungkinan yang lebih kecil untuk gagal dalam prestasi akademiknya dibandingkan dengan siswa yang tingkat dukungan sosialnya lebih rendah (Demaray & Malecki, 2006). Pada intinya secara umum siswa yang lebih muda dilaporkan menerima dukungan sosial lebih besar, terutama dari orang tua dan gurunya dibandingkan dengan siswa yang lebih tua usianya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Demaray dan Malecki (2002) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan negatif antara dukungan sosial dengan kenakalan dan kecemasan. Artinya semakin kecil dukungan sosial semakin tinggi angka kenakalan dan tingkat kecemasannya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin positif dukungan sosial yang dipersepsi mahasiswa semakin kecil kemungkinannya mahasiswa mengalami kecemasan dan menampilkan tingkah laku menyimpang. Menurut Rubel (2008) dukungan sosial yang diterima siswa pada waktu sekolah dasar dengan ketika sekolah menengah maupun di perguruan tinggi tentu berbeda bentuk dan intensitasnya. Selain itu bagaimana persepsi dan keterkaitan dukungan sosial secara spesifik selama individu belajar dari sejak kanak-kanak
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
60
hingga remaja tidak terdokumentasi secara baik. Oleh karena itu Rubel (2008) mengembangkan skala dukungan sosial yang telah dikonstruk oleh Malecki dkk.(2003a), dengan mengemukakan komponen isi (content) yaitu mengacu pada sumber-sumber dukungan seperti orang tua, guru dan teman, serta frekuensi (frequency) untuk menentukan dukungan tingkah laku spesifik mana yang paling penting bagi individu. Penelitian Demaray dan Malecki (2003a) dilakukan untuk menguji perbedaan perkembangan dalam menilai derajat kepentingan dukungan sosial. Hasilnya menunjukkan bahwa siswa yang lebih muda cenderung menilai dukungan sosial dari berbagai sumber seperti orang tua, guru dan teman sebaya sebagai sesuatu yang penting dibandingkan dengan siswa yang lebih besar atau lebih dewasa. Namun walaupun siswa yang lebih dewasa menganggap dukungan sosial tidak terlalu penting dan munculnya pun lebih kecil frekuensinya, tetapi siswa yang tidak memiliki cukup dukungan sosial dan interaksi sosial yang positif dengan teman sebaya dan orang dewasa lainnya akan mengalami resiko masalah akademik yang lebih besar dibandingkan mereka yang mempunyai pengalaman dukungan sosial yang cukup besar (Midgley, Feldlaufer, & Eccles, 1989; Wentzel, 1998). Jadi sebenarnya dukungan yang diterima oleh siswa/mahasiswa dari orang tua, guru dan teman sebayanya akan terintegrasi ke dalam kesuksesan akademiknya sepanjang proses belajarnya (Wentzel, 1998). Berdasarkan meta analisis yang dilakukan oleh Ryan dan Deci (2000) disimpulkan bahwa individu yang memiliki determinasi diri dan regulasi diri biasanya berada di lingkungan dimana mereka mempunyai: (a) model yang memiliki perilaku tersebut (b) kesempatan untuk mengalami keberhasilan dalam melakukan tingkah laku regulasi diri tersebut, dan (c) didukung oleh lingkungan untuk mampu melakukan tingkah laku regulasi diri secara bebas dan membuat pilihan-pilihan sendiri. Situasi tersebut akan efektif ketika terdapat aspek-aspek seperti perhatian dan dukungan, harapan yang tinggi dan pemberian kesempatan untuk berpartisipasi aktif serta meminimalisasi faktor yang dapat menimbulkan kerentanan dan resiko negatif (Henderson & Milstein, 1996). Idealnya individu perlu hidup dalam lingkungan yang aman, teratur, bebas alkohol dan narkotika, baik di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat sekitar (Lapan, 2004).
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
61
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa dukungan sosial membawa dampak yang bermaka terhadap perkembangan kualitas keterampilan belajar seperti halnya regulasi diri dalam belajar. Keterampilan belajar akan membuat individu pun terampil pula dalam hal membuat keputusan, mempunyai inisiatif untuk berkembang, melakukan apa yang terbaik yang dimiliki serta ketangguhan dalam menyesuaikan diri terhadap tuntutan perkembangan maupun perubahan yang terjadi di lingkungannya dalam hal pendidikan maupun karirnya kelak. Untuk mendalami lebih jauh mengenai dukungan sosial berikut ini akan dibahas sumber-sumber dukungan sosial yang dapat mengembangkan kualitas pribadi baik penerapan strategi regulasi diri belajar maupun adaptabilitas karir.
2.4.1 Pemberi Dukungan Sosial Dukungan sosial biasanya diberikan oleh orang-orang terdekat di lingkungan individu berada. Dalam penelitian ini dukungan sosial diberikan oleh orang-orang yang dianggap dekat dengan individu yaitu orang tua, dosen dan teman sebaya. Mereka dianggap sumber dukungan terdekat karena interaksi yang intensif dalam lingkungan kampus, rumah maupun lingkungan bermain.
2.4.1.1 Dukungan Sosial Orang tua Orang tua merupakan faktor penting dalam sistem dukungan sosial pada masa awal remaja. Selain adanya perubahan yang terjadi dalam dinamika interaksi orang tua-anak, keterlibatan orang tua dalam pendidikan remaja menjadi hal yang kritikal dalam meramalkan prestasi akademik siswa remaja (Wigfield et al., 1996). Wentzel (1998) meneliti bagaimana interaksi positif remaja dengan orang tua, guru dan teman sebaya memengaruhi motivasi maupun tujuan-tujuan sosial dan akademiknya. Ia menyatakan bahwa bentuk dukungan orang tua dapat berupa tindakan ekspresif yang menunjukkan keinginan mereka untuk membantu anaknya. Penelitian Wentzel (1998) menunjukkan bahwa dukungan orang tua berkorelasi dengan orientasi tujuan menguasai ilmu (mastery learning) yang ditampilkan dengan keinginan untuk berprestasi serta didasari oleh perasaan puas dan kompeten melalui perkembangan intelektual secara nyata. Sebaliknya kurangnya dukungan positif atau dukungan yang negatif meramalkan orientasi
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
62
tujuan yang bersifat tujuan prestatif (performance goal), yang tujuannya adalah memperoleh hadiah atau hasil sebagai penilaian atau evaluasi positif dari orang lain atau bertujuan menghindari penilaian negatif dari dirinya sendiri maupun orang lain. Grolnick, Kurowski, dan Gurland (1999) melakukan penelitian tentang peran orang tua dalam pembentukan strategi regulasi diri belajar dan menemukan bahwa orang tua yang mengajarkan anaknya keterampilan kognitif sejak masa kanak-kanak awal terbukti dapat mendukung keberhasilan belajar. Ketika anak semakin besar, orang tua menyediakan anak-anaknya kesempatan pendidikan dan sumber-sumber belajar. Dalam situasi demikian orang tua menunjukkan dukungannya terhadap perkembangan kognitif dan prestasi akademik melalui keterlibatan mereka dalam aktivitas pendidikan anak-anaknya. Dalam aktivitasaktivitas tersebut orang tua dapat mengajarkan aturan-aturan dalam melakukan interaksi sosial dengan orang dewasa dan teman sebaya yang relevan dengan konteks kelas kepada anak-anaknya (Grolnick, et al., 1999). Selanjutnya dikatakan pula bahwa pola asuh dan
cara-cara orang tua
melibatkan diri berkorelasi positif dengan penyesuaian diri anak terhadap sekolah dan keberhasilan akademiknya. Mereka menemukan bahwa orang tua yang memahami kebutuhan anaknya akan kemandirian di masa remaja awal membuat anak remajanya lebih mudah menyesuaikan diri ketika masuk sekolah menengah dibandingkan dengan orang tua yang tidak dapat memahami kebutuhan tersebut. Mereka juga menemukan bahwa siswa menunjukkan keterampilan regulasi diri belajar yang lebih besar, kompetensi dan perasaan menghargai diri ketika orang tua mereka memberikan dukungan dan terlibat dalam kemandirian anaknya. Interaksi orang tua-anak yang efektif memengaruhi perubahan yang terjadi pada masa remaja awal dan tengah ( Eccles et al. 1993). Pada masa remaja biasanya terjadi ketidak sesuaian antara kebutuhan remaja dengan orang tua, dalam hal otonomi, karena remaja mulai lebih banyak terlibat dengan teman sebayanya. Orang tua biasanya lebih membatasi kesempatan bagi remaja untuk mengambil keputusan sendiri untuk tujuan keamanan. Penelitian Gutman dan Eccles ( 2007) menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh kesempatan lebih banyak untuk membuat keputusan menunjukkan self esteem yang lebih tinggi
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
63
dibandingkan siswa yang mendapat sedikit kesempatan untuk membuat keputusan sendiri. Selain itu, kedekatan emosional dan waktu bersama dengan orang tua menjadi lebih sedikit, tetapi sebaliknya bobot nilai kedekatan remaja dengan orang tua menjadi lebih besar. Interaksi yang negatif dengan keluarga berkaitan dengan perasaan depresi yang lebih besar, dibandingkan dengan interaksi positif yang berkaitan dengan menurunnya depresi. Secara umum, perkembangan hubungan keluarga yang sesuai berkorelasi dengan hasil perkembangan positif; hubungan keluarga yang negatif berkaitan dengan hasil-hasil perkembangan yang negatif (Gutman & Eccles, 2007). Dapat dikatakan membangun kemandirian remaja menjadi sebuah keterampilan, merupakan aspek penting yang perlu diajarkan oleh orang tua selain juga keterampilan lain seperti tingkat kontrol yang adekuat, dan sikap responsif (Grolnick, 1999; Wentzel & Feldmen,1993).
Ketika orang tua
mengajarkan keterampilan-keterampilan tersebut anak-anak lebih merasakan kesejahteraan emosional, menampilkan perilaku sosial yang sesuai dan efektif serta memiliki sikap positif terhadap pekerjaan sekolah (Wentzel & Feldman, 1993). Sebaliknya orang tua yang melakukan kontrol dengan amat ketat dan cenderung mencurigai anaknya atau inkonsisten dalam menerapkan disiplin, akan memunculkan perasaan tertekan dan membentuk hambatan interpersonal, yang menjadi keterampilan penting
untuk membangun keberhasilan sekolah
(Feldmann & Wentzel, 1990; Steinberg et al., 1991). Ternyata untuk menjadi seorang yang memiliki regulasi diri dalam belajar yang menetap,
siswa perlu membangun keterampilan tingkah laku prososial.
Misalnya dengan belajar
mengendalikan dorongan-dorongan impulsifnya,
bertanggung jawab, bekerja sama dengan orang lain, bertenggang rasa pada orang lain, mendahulukan orang lain kalau perlu, dan tidak bersikap agresif (Wentzel & Feldman, 1993). Keterampilan-keterampilan sosial ini tampaknya dapat dipelajari apabila pola asuh yang diterima bersifat otoritatif dan diberlakukannya komunikasi yang efektif selain tentunya pemberian kesempatan untuk belajar berbagai keterampilan tersebut (Lapan, 2004). Dari berbagai penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan orang tua terhadap keterampilan penerapan strategi regulasi diri dalam belajar pada usia
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
64
remaja meliputi, dukungan kemandirian, interaksi efektif melalui pola komunikasi yang otoritatif, terlibat aktif dalam proses belajar siswa/mahasiswa, paling tidak menyediakan
sumber-sumber
belajar
yang
relevan
dengan
kebutuhan
siswa/mahasiswa, memberikan solusi dalam membantu menemukan strategi belajar yang lebih efektif,
menunjukkan keinginan untuk membantu dan
mencarikan jalan keluar yang konstruktif serta menjadi agen dalam meningkatkan harapan positif terhadap keyakinan diri akademik bagi remaja. Tindakan-tindakan inilah yang akan dimasukkan ke dalam skala dukungan sosial orang tua untuk melihat persepsi mahasiswa terhadapp tindakan-tindakan tersebut.
2.4.1.2 Dukungan Sosial Dosen Dalam konteks sekolah, terdapat delapan komponen yang berkontribusi secara integratif untuk memberdayakan siswa agar menjadi pemelajar yang teregulasi. Ke delapan komponen tersebut adalah: kurikulum yang berkualitas, hubungan sekolah dengan siswa (seperti dengan guru, manajemen sekolah, staf administrasi, teman, dll.), keberagaman latar belakang (diversity), transisi, orientasi motivasi, iklim sekolah/kelas, hubungan sekolah dan rumah (keluarga), serta kerjasama antara komunitas dan lembaga (Lapan, 2004). Semua komponen ini berpengaruh terhadap pemberdayaan siswa dalam membangun strategi regulasi diri belajar yang menetap. Peran sekolah dalam meningkatkan prestasi akademik sangat besar. Tujuan kompetensi belajar yang jelas, kurikulum yang lengkap dan aplikatif, keterampilan guru dalam bidang ilmu maupun manajemen kelas, manajemen sekolah, sarana belajar memadai, serta iklim akademik yang sehat dan kondusif menjadi kriteria terjaminnya prestasi akademik sebagai keluaran dari sebuah institusi belajar. Di negara-negara maju seperti di Amerika Serikat sendiri, kurikulum yang sudah tertata baik tidak menjamin terbentuknya prestasi akademik yang memiliki keterkaitan dengan perkembangan karir yang baik pula. Disebutkan bahwa kurikulum yang ada perlu diintegrasikan ke dalam sisi kehidupan nyata dan kerja sehingga siswa diharapkan dapat memahami keterkaitan antara pelajaran yang diterima dengan manfaat yang akan diperolehnya apabila menguasai materi tersebut. Hal ini menjadi bagian penting
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
65
dari perkembangan karir yang relevan dengan prestasi akademiknya (Billstein & Williamson, 1995, dalam Lapan, 2004). Ahli pengembangan karir atau guru di sekolah dapat mengembangkan perasaan motivasi untuk berprestasi dengan mengembangkan pemahaman dan kecintaan siswa terhadap satu bidang tertentu dan mendorong siswa untuk mengembangkan apa yang menjadi kekuatan siswa dalam bidang-bidang pelajaran yang ada di sekolah dengan tujuan ketika siswa berada pada satu titik untuk menentukan pengembangan profesional atau pendidikan lanjutan untuk dirinya, mereka tidak ragu-ragu dan yakin akan kemampuan dan bakatnya. Berbagai studi yang meneliti orientasi motivasi akademik pada siswa baik yang berorientasi mastery goal atau orientasi performance goal, dari setiap tingkatan pendidikan (dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi) menunjukkan hasil bahwa orientasi mastery goal memberikan kontribusi antara 10% - 30% dari variance terhadap prestasi kognitif dan akademik (Pintrich, 2000).
Hal ini
menunjukkan bahwa mengadopsi motivasi mastery goal berarti menggunakan strategi belajar yang efektif,
menginterpretasi prestasinya dengan cara yang
efektif serta menerapkan tingkah laku belajar yang regulatif (Lapan, 2004). Bagaimana orientasi goal mastering ini bisa terbentuk dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: (a) praktik instruksional yang digunakan guru, (b) reaksi pihak sekolah seperti guru, kepala sekolah, dan staf administrasi terhadap keberhasilan dan kegagalan siswa, (c) pengaruh daya sosial dan tanggung jawab yang didistribusikan dalam proses belajar di kelas, dan (d) perbedaaan sistem penghargaan yang digunakan (Ames, 1992; Anderman & Midgley, 1997; Nichols, 1996, dalam Lapan, 2004). Kegiatan-kegiatan tersebut akan memengaruhi iklim belajar di sekolah secara umum dan di kelas secara khusus serta membantu memaksimalkan tujuan-tujuan prestatif yang memungkinkan mahasiswa untuk menjalankan strategi belajar efektif seperti regulasi diri dalam belajar. Dengan sendirinya ketika pihak sekolah membuat aturan-aturan yang intinya mendorong kebebasan untuk memilih, menantang, dan berkolaborasi diantara para mahasiswa maka strategi belajar efektif ini akan dapat dikembangkan di kelas. Semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan dosen di kelas terkait dengan kualitas interaksi antara dosen-mahasiswa. Beberapa penelitian
menunjukkan
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
66
bahwa dukungan yang dirasakan siswa dari guru sangat berkaitan dengan kompetensi akademik, keterampilan sosial yang dimiliki siswa (Malecki & Demaray, 2003), dan kualitas interaksi serta kedekatan guru– siswa (Ryan & Patrick, 2001). Dukungan guru/dosen yang dipersepsikan secara positif oleh siswa/mahasiswa berkaitan dengan motivasi positif, termasuk di dalamnya dalam menetapkan tujuan, aspirasi pendidikan dan mengembangkan konsep diri (Wentzel, 1998). Selanjutnya Wentzel menemukan bahwa dukungan guru juga berkaitan secara signifikan dengan motivasi akademik dan minat positif terhadap sekolah yang tinggi. Dapat dikatakan siswa yang mendapat dukungan lebih besar dari guru menunjukkan minat yang lebih besar terhadap kelasnya, serta menuruti aturan dan norma kelas. Kondisi demikian menunjukkan pentingnya interaksi yang positif antara guru - siswa (Wentzel, 1998). Penelitian secara longitudinal oleh Wentzel (1997) pada siswa dari sejak kelas 6 sampai kelas 8 yang memfokuskan pada persepsi siswa tentang dukungan yang diberikan oleh guru dan interaksi dari dukungan positif terhadap hasil prestasi akademik dan sosial di sekolah, menunjukkan korelasi yang signifikan antara perhatian dari guru yang diterima siswa dan usaha siswa untuk meraih hasil prestasi akademik dan sosial yang positif. Siswa menggambarkan guru yang memberikan perhatian adalah mereka yang menunjukkan interaksi gaya demokratis, memberikan umpan balik membangun, membangun ekspektansi yang sesuai untuk siswa, dan menjadi model dalam memberikan perhatian kepada siswa. Hasil studi ini memberikan bukti kuat bahwa siswa akan lebih terlibat dalam aktivitas kelas ketika mereka merasakan dukungan dan penghargaan dari gurunya (Wentzel, 1997). Sebuah penelitian lain oleh Eccles dan Midgley (1989) tentang dukungan guru menunjukkan setelah siswa remaja awal masuk sekolah menengah mereka mengalami penurunan kualitas pengasuhan/bimbingan dalam interaksi guru-siswa. Hal ini dapat dipahami karena di sekolah menengah hubungan interpersonal yang hangat dan penuh bimbingan menjadi lebih kecil intensitasnya dibandingkan dengan penerapan kontrol dan disiplin dalam situasi belajar di pendidikan tinggi (Wigfield et al, 1996). Di sekolah menengah siswa biasanya mempunyai banyak guru dalam sehari sehingga kecil kemungkinannya untuk membangun interaksi
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
67
yang hangat dan dekat dengan gurunya serta melakukan pengambilan keputusan dan pilihan.
Penelitian Pintrich, Roeser, dan De Groot (1994) menunjukkan
bahwa remaja lebih mengarahkan perhatiannya pada proses belajar dan memiliki minat yang lebih tinggi ketika mereka diberikan kesempatan untuk memilih tugastugas kelas. Mereka memiliki keyakinan diri yang lebih tinggi dan tingkat kecemasan lebih rendah ketika guru memberikan materi yang menarik dan dapat dipahami, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja secara kooperatif dalam situasi kelas serta meregulasi pikiran dan usaha di kelas (Pintrich et al., 1994).
Penelitian lain oleh Wigfield dan kawan-kawan (1996),
menunjukkan bahwa hubungan interpersonal guru-siswa yang buruk berkorelasi dengan penurunan motivasi dan prestasi akademik;
sebaliknya hubungan
interpersonal yang kuat antara guru-siswa selama sekolah menengah berdampak penting pada penggunaan strategi regulasi diri belajar yang mana penggunaan strategi tersebut memungkinkan keberhasilan akademik yang lebih tinggi (Pintrich & De Groot, 1990, dalam Rubel, 2008). Sehubungan pentingnya hubungan interpersonal guru-siswa terhadap penerapan strategi regulasi diri dalam belajar maka adanya keberagaman latar belakang mahasiswa menyebabkan mereka harus meningkatkan pengetahuan, pemahaman, toleransi dan kerjasama dengan mahasiswa lain yang berbeda budaya, adat dan kebiasaannya. Strategi sekolah dalam hal ini termasuk guru adalah: (a) Membantu mengeliminasi bias institusional dan ketidak pekaan kultural, (b) Membantu meningkatkan kepekaan terhadap faktor sistemik yang dapat membatasi perkembangan belajar siswa, (c) meningkatkan profesionalitas bagi guru maupun staf sekolah, (d) menjembatani jurang perbedaan kebudayaan dan sekolah dengan kehidupan di rumah dan masyarakat (Lee, dalam Lapan, 2004). Dalam hal ini interaksi interpersonal menjadi bagian kritikal yang penting antara siswa dengan siswa serta siswa dengan guru atau staf sekolah (Lapan, Gysbers, & Petrosky, 2001; Lapan, Gysbers, & Sun, 1997, dalam Lapan, 2004). Di Indonesia hal ini menjadi penting terutama di kota-kota besar yang di dalamnya terdapat berbagai kelompok sebuah komunitas terdapat berbagai-bagai kelompok etnik yang berbeda. Ketidak mampuan
untuk bekerja sama akan
menyulitkan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan prestatif seperti yang
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
68
diinginkan. Dalam hal ini iklim belajar yang kondusif menjadi kunci utama keberhasilan menjalankan strategi belajar efektif. Situasi dan iklim belajar yang berorientasi pada strategi belajar efektif serta pengembangan interaksi interpersonal yang positif akan membantu mahasiswa mencapai prestasi akademik yang diinginkan serta membantu mereka untuk mempersiapkan diri dan melewati masa transisi dari sekolah menuju jenjang berikutnya baik pendidikan maupun pekerjaan. Dapat disimpulkan bahwa dukungan dosen dalam internalisasi strategi regulasi diri dalam belajar dapat dilakukan melalui beberapa hal seperti, membangun kualitas interaksi dosen - mahasiswa yang positif, meningkatkan motivasi belajar mahasiswa melalui dukungan motivasional yang efektif termasuk menetapkan tujuan dan aspirasi pendidikan yang tinggi. Memberikan kesempatan belajar melalui kebebasan memilih dan mengungkapkan pendapatnya, memberikan penghargaan dan menerapkan aturan, norma dan kesepakatan bersama secara adil dan disiplin. Dukungan guru dalam meningkatkan regulasi diri dalam belajar secara permanen akan meningkatkan terbangunnya adaptabilitas karir yang kuat.
2.4.1.3 Dukungan Sosial Teman Sebaya Hubungan pertemanan remaja dengan teman sekelasnya juga mengalami perubahan dibandingkan ketika berada di sekolah dasar. Pertemanan di masa remaja memiliki tingkat keintiman berbeda dengan masa sebelumnya karena remaja semakin selektif dalam berteman dengan mencari karakteristik psikologis, nilai dan minat
yang sama. Pertemanan di masa ini juga ditandai dengan
mulainya mereka masuk dalam organisasi yang membentuk klik dan kelompok, yang lebih jauh meningkatkan ketergantungan mereka terhadap teman sebayanya (Wigfield, 1996). Penelitian Urdan (1997) mengindikasikan bahwa teman sebaya saling mempengaruhi dalam hal sikap terhadap situasi akademik dan prestasi belajar, misalnya siswa yang mempunyai motif berprestasi yang tinggi akan cenderung berteman dengan temannya yang juga menganut nilai dan usaha terhadap peningkatan akademik dan prestasi belajarnya. Sebaliknya siswa yang rendah motivasi belajarnya akan cenderung memilih teman yang juga mempunyai
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
69
nilai dan prestasi yang rendah. Penelitian ini mengindikasikan bahwa siswa akan cenderung memilih teman berdasarkan kesamaan sikap terhadap sekolah. Kemudian yang terjadi adalah sikap diantara teman-teman menjadi semakin sama, dan memengaruhi pemilihan teman-teman baru mereka (Wiegfield et al., 1996). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial dari teman sebaya seperti juga dari guru dan orang tua merupakan strategi penting bagi penerapan regulasi diri dalam belajar (Zimmerman & Martinez-Pons, 1996). Dukungan sosial tersebut dapat memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas belajar di kelas serta berperilaku sosial yang sesuai. Hal ini dikarenakan interaksi yang positif dengan teman sebaya akan meningkatkan kesejahteraan dan hubungan sosial, yang dapat mendukung keterlibatan mereka di sekolah. Jadi siswa yang diterima di lingkungan teman-temannya akan lebih termotivasi untuk terlibat dalam proses belajar dalam konteks sosial dan kognitif. Seperti adanya saling mengisi dalam meningkatkan kemampuan belajar melalui belajar kolaboratif. Penelitian membuktikan siswa yang lebih terampil secara interpersonal mampu meningkatkan prestasi akademiknya dibandingkan siswa yang kurang memiliki keterampilan tersebut ( Wentzel & Watkins, 2002; Connel &Wellborn, 1991). Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian lain yang menemukan bahwa siswa yang berusaha untuk bersosialisasi dan meleburkan diri dalam aturan kelas mampu mencapai nilai yang tinggi dibandingkan teman mereka yang secara sosial kurang bertanggung jawab (Wentzel, 1997; Patrick, 1997; Wentzel, 1998). Pada umumnya dukungan sosial yang diterima siswa baik itu sosial maupun emosional akan diasosiasikan dengan tujuan-tujuan akademik dan prososial yang berdampak pada konsep diri mereka (Wentzel, 1993, 1998, 1999). Teman sebaya di kelas dapat mempengaruhi siswa dalam hal meningkatkan motivasi dalam aktivitas belajar, keterlibatan belajar, seperti dalam memengaruhi tingkat ketaatan terhadap aturan dan norma kelas, guru, serta tugas-tugas akademik (Berndt, 1999). Selanjutanya, Berndt juga menjelaskan bahwa teman sekelas dapat menularkan tingkah laku positif dalam belajar misalnya ketika ada teman yang rajin membuat tugas di rumah maka itu juga akan membuat temannya mengikuti tingkah laku tersebut. Sebaliknya teman juga dapat mempengaruhi tingkah laku negatif kepada teman lainnya. Dapat dikatakan bahwa, mekanisme
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
70
penghargaan sosial yang diterima sebagai penguat dalam bertingkah laku akan dirasakan melalui tingkah laku interaktif tersebut. Penghargaan tersebut dapat membentuk tingkah laku baik yang positif maupun negatif, melalui diskusi, belajar kolaboratif dan percakapan di kelas (Berndt, Laychak & Park, 1990). Dari peneletian-penelitian di atas dapat dikatakan bahwa pertemanan sebaya dapat secara strategis memengaruhi proses internalisasi regulasi diri dalam belajar pada remaja baik melalui proses modeling, maupun penguatan sosial. Dalam hal ini lingkungan
orang dewasa, seperti guru/dosen
maupun pihak
sekolah, perlu menciptakan iklim yang kondusif agar terjadi suasana belajar yang kondusif. Artinya dukungan dapat diperoleh melalui interaksi siswa/mahasiswa dengan siswa/mahasiswa dan siswa/mahasiswa dengan guru/dosen yang cukup positif sehingga dapat menularkan kebiasaan-kebiasaan positif yang menunjang penerapan regulasi diri dalam belajar yang pada ujungnya meningkatkan prestasi akademik serta meningkatkan pula adaptabilitas karir pada masa remaja.
2.4.2 Alat ukur Dukungan Sosial Penelitian ini menggunakan indikator-indikator yang terdapat pada skala dukungan sosial yang disusun oleh Rubel (2008), yang mengadaptasi alat ukur CASS dari Malecky dan Demaray (2006), dalam penelitiannya tentang dukungan sosial orang tua, guru dan teman dalam membangun egulasi diri dalam belajar pada siswa sekolah menengah pertama. Namun peneliti hanya menggunakan indikator yang digunakan sedangkan item-itemnya disusun kembali oleh peneliti berdasarkan indikator-indikator tersebut. Indikator-indikator tersebut adalah dukungan dan perhatian, harapan yang tinggi, pemberian kesempatan dan meminimalisasi kerentanan dan faktor negatif (Rubel, 2008). Ke empat indikator ini sama untuk setiap pemberi dukungan sosial. Penelitian Rubel (2008) yang melihat keterkaitan antara dukungan sosial siswa yang diterima dari orang tua, guru dan teman sebaya dengan efikasi diri dan penggunaan regulasi diri dalam belajar. Hasil penelitian Rubel terhadap siswa remaja awal menunjukkan bahwa ternyata siswa kelas 8 secara signifikan kurang mendapatkan dukungan sosial dari orang tua dan guru dibandingkan dengan siswa di kelas yang lebih rendah. Hasil yang sebaliknya juga menunjukkan bahwa siswa
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
71
kelas 8 secara signifikan kurang menggunakan strategi kognitif serta metakognitif dibandingkan dengan siswa di kelas enam dan tujuh. Selain itu terlihat bahwa dukungan sosial berkorelasi positif dengan penggunaan
regulasi diri dalam
belajar. Hasil penelitian ini pun menunjukkan adanya kebutuhan siswa kelas delapan untuk memperoleh dukungan yang dapat memaksimumkan keberhasilan akademik. Dukungan tersebut dapat berupa bimbingan cara belajar yang efektif, manajemen waktu yang efektif serta strategi-strategi belajar lain yang pada intinya dapat memaksimumkan kapasitas belajar mereka. Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pengembangan dan adaptasi alat ukur dukungan sosial yang disusun oleh Rubel (2008). Penyesuaian dilakukan lebih pada penyusunan item-item yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi partisipan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mahasiswa semester dua di Universitas Indonesia untuk menggali pengalaman belajar mereka dengan mengungkapkan persepsi dukungan sosial yang diterima dari orang tua, dosen dan teman sebaya. Bentuk dukungan yang diberikan meliputi penilaian umum tentang tingkah laku positif atau negatif yang diterima seperti yang tampak pada indikator-indikator dari dukungan sosial.
2.5 Mahasiswa UI Mahasiswa UI adalah mahasiswa dari ke 14 fakultas yang ada di UI, yang terbagi ke dalam tiga kelompok rumpun ilmu yaitu rumpun ilmu kesehatan, rumpun ilmu teknologi dan sains, serta rumpun ilmu humaniora. Mahasiswa UI berasal dari berbagai SMA yang tersebar di seluruh Indonesia yang menjadi mahasiswa di UI setelah mengikuti dan lulus seleksi masuk universitas yang diselenggarakan baik oleh UI sendiri maupun oleh konsorsium universitas negri di Indonesia. Pada dasarnya ada tiga jenis tes seleksi masuk di UI yaitu tes masuk berdasarkan undangan dimana seleksi dilakukan melalui penelusuran riwayat prestasi belajar di SMA. Mahasiswa yang berhasil masuk seleksi jenis ini adalah mereka yang memiliki prestasi terbaik dari sekolahnya masing-masing tanpa melalui tes saringan masuk universitas. Jenis kedua adalah mahasiswa yang berhasil masuk melalui saringan Simak, yaitu saringan masuk yang diselenggarakan oleh UI sendiri. Mahasiswa yang masuk melalui saringan ini terdiri dari dua jenis yaitu
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
72
reguler dan paralel. Mahasiswa reguler adalah mahasiswa yang lolos saringan berdasarkan perolehan skor tertinggi untuk memenuhi kuota bangku yang tersedia dan mereka kuliah di pagi hari. Sedangkan mahasiswa paralel adalah mereka yang lolos saringan masuk tetapi dengan membayar uang kuliah lebih besar dan waktu kuliahnya siang hari. Mahasiswa jenis ketiga adalah mahasiswa yang berhasil masuk melalui saringan SMNPTN, yaitu saringan masuk melalui tes bersama yang diselenggarakan oleh konsorsium perguruan tinggi negeri yang terdiri dari beberapa perguruan tinggi di pulau Jawa. Dapat dipahami bahwa mahasiswa yang berhasil masuk UI adalah mahasiswa yang berhasil mengalahkan saingan mereka dari seluruh Indonesia. Dapat dikatakan mahasiswa UI adalah mahasiswa yang memiliki kelebihan paling tidak dari sisi kognitif karena mereka sudah berhasil lulus seleksi masuk dengan memperoleh skor tes prestasi belajar tertinggi diantara saingan mereka yang tidak berhasil masuk. Animo masyarakat untuk masuk sebagai mahasiswa UI cukup besar terlihat dari bertambahnya jumlah mahasiswa baru yang diterima menjadi mahasiswa setiap tahunnya. Selain faktor seleksi masuk, mahasiswa UI memiliki pengalaman belajar yang agak berbeda dengan mahasiswa dari universitas lainnya dalam hal pengenalan orientasi belajar di UI. Mahasiswa baru di UI diwajibkan untuk mengikuti sebuah program orientasi belajar dimana sebelum mengikuti perkuliahan harus mereka harus mengikuti pelatihan keterampilan belajar di perguruan tinggi. Tujuannya adalah mengenali sistem belajar di UI sehingga memiliki keterampilan belajar yang berbeda dengan cara belajar di SMA. Kemudian mereka juga diperkenalkan dengan program belajar melalui teknologi internet baik dalam perkuliahan maupun sistem perpustakaan. Pekan orientasi itu dilakukan semalam satu minggu sehingga mereka tidak kaget dan bingung dengan sistem belajar yang baru. Kemudian selama dua semester mahasiswa baru harus mengikuti matakuliah terpadu yang pada intinya mempersiapkan mahasiswa untuk memiliki pola pikir dan cara belajar yang disesuaikan dengan pendekatan student centered learning. Pada dua semester tersebut mahasiswa diperkenalkan dengan mata kuliah terpadu dengan pendekatan sistem colaborative learning, problem based
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
73
learning dan computerized learning, selain memperoleh materi kuliah seni, olah raga dan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dengan demikian mahasiswa akan menjadi terbiasa dengan pola belajar aktif dan menuntut kerja sama yang tinggi diantara mahasiswanya. Terkait dengan pola belajar student centered learning ini mahasiswa diharapkan memperoleh pengetahuan dan keterampilan belajar serta diperkenalkan pula dengan pola belajar regulatif melalui perencanaan dan penetapan tujuan yang membantu mahasiswa mengelola proses belajarnya.
2.6 Model Penelitian Penelitian ini menggunakan konstruk strategi regulasi diri belajar sebagai variabel mediator yang memediasi pengaruh dukungan sosial terhadap adaptabilitas karir. Hal ini menjadi kesimpulan yang kuat berdasarkan kajian teoritik yang menyatakan bahwa strategi regulasi diri dalam belajar itu harus terinternalisasi dalam diri individu agar mampu membangun adaptabilitas karir yang kuat. Tanpa terbentuknya strategi regulasi diri dalam belajar secara permanen tidak akan terjadi proses pembangunan adaptabilitas karir yang kuat, yang pada akhirnya berdampak pada perkembangan karir yang kurang optimal. Padahal pada pembentukannya adaptabilitas karir maupun keterampilan melakukan strategi belajar regulatif ini dipengaruhi oleh dukungan sosial baik orang tua, dosen maupun teman sebaya. Berdasarkan kajian teoritik yang telah dilakukan adaptabilitas karir dipengaruhi oleh dukungan sosial namun hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial tidak selalu berkorelasi signifikan dengan adaptabilitas karir, terutama pada orang tua (Wu, 2009; Penick, 1990). Hal ini menjadi pertanyaan apa yang menyebabkan perbedaan-perbedaan hasil penelitian itu. Dari kajian teori yang telah dilakukan, faktor pembentukan strategi regulasi diri dalam belajar dapat menjadi jawaban karena penelitian-penelitian sudah ada membuktikan bahwa dukungan sosial baik dari orang tua, dosen maupun teman sebaya, mempunyai pengaruh yang kuat terhadap terbentuknya keterampilan belajar tersebut (Pintrich, 2000; Ryan & Deci, 2000; Pintrich & Schunk, 1996; Baker & Taylor, 1998; Evans & Burk, 1992; Wentzel & Fieldman, 1993; Eccles, 1994). Pertanyaan selanjutnya adalah apakah strategi regulasi diri dalam belajar
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
74
memengaruhi secara kuat pembangunan adaptabilitas karir akan dibuktikan dalam penelitian ini, sehingga dapat dibandingkan dari variabel regulasi diri dalam belajar dan dukungan sosial, variabel mana yang lebih mempengaruhi pembangunan adaptabilitas karir. Berdasarkan
pemikiran
tersebut
maka
penelitian
ini
menetapkan
adaptabilitas karir sebagai variabel terikat, sedangkan dukungan sosial dari orang tua, dosen dan teman sebaya menjadi variabel bebas yang mempengaruhi pembangunan penerapan regulasi diri dalam belajar sebagai variabel laten yang memediasi terbentuknya adaptabilitas karir. Variabel adaptabilitas karir dibangun melalui item-item yang diindikasikan sebagai dimensi-dimensi kepedulian karir, pengendalian diri karir, keingintahuan karir dan keyakinan diri karir. Variabel regulasi diri dalam belajar dibangun melalui item-item yang diindikasikan ke dalam dua komponen yaitu komponen motivasional dan komponen kognitif. Komponen motivasional memiliki tiga sub-komponen yaitu efikasi diri, nilai tugas dan reaksi emosi. Sedangkan komponen kognitif memiliki dua subkomponen yaitu strategi kognitif dan strategi tingkah laku. Untuk variabel dukungan sosial ada tiga pihak pemberi dukungan yaitu orang tua, dosen dan teman sebaya dengan bentuk dukungan yang mengindikasikan dukungan dan perhatian, harapan yang tinggi, pemberian kesempatan serta minimalisasi kerentanan dan faktor negatif. Model ini disusun berdasarkan asumsi bahwa pengaruh yang kuat antara variabel strategi regulasi diri belajar terhadap adaptabilitas karir menunjukkan semakin tinggi penerapan strategi regulasi belajar diikuti dengan semakin tinggi pula adaptabilitas karir pada mahasiswa. Sedangkan penerapan strategi regulasi diri belajar dipengaruhi oleh dukungan sosial dari orang tua, guru dan teman sebaya.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
75
Gambar 2.1 Model Penelitian
Berdasarkan model teoritik yang diajukan maka akan dibangun hipotesis untuk dapat dibuktikan dalam penelitian ini. Adapun hipotesis penelitian akan diajukan berdasarkan pada pertanyaan penelitian yang sudah diajukan sebelumnya dalam bab 1 yaitu: 1. Apakah model teoritik yang menjelaskan pengaruh dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya terhadap adaptabilitas karir melalui regulasi diri dalam belajar pada mahasiswa UI cocok (fit) dengan data? 2. Apakah terdapat pengaruh regulasi diri dalam belajar yang lebih besar dibandingkan pengaruh dukungan sosial dalam menjelaskan adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI? 3. Apakah terdapat sumbangan yang berbeda dari dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya terhadap adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI? 4. Apakah terdapat sumbangan yang berbeda dari dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya terhadap regulasi diri dalam belajar pada mahasiswa baru UI? 5. Apakah terdapat sumbangan yang berbeda dari komponen regulasi diri motivasional dan komponen regulasi diri kognitif dalam belajar terhadap adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI?
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
76
Untuk menjawab pertanyaan ini peneliti mengajukan hipotesis kerja sebagai berikut: Ha 1 : Model teoritik yang menjelaskan pengaruh dukungan sosial terhadap adaptabilitas karir melalui regulasi diri dalam belajar pada mahasiswa baru UI cocok (fit) dengan data Ha 2 : Terdapat pengaruh
regulasi diri dalam belajar yang lebih besar
dibandingkan dukungan sosial dalam menjelaskan adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI. Ha 3 :
Terdapat sumbangan yang berbeda dari dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya terhadap adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI.
Ha 4 : Terdapat sumbangan yang berbeda dari dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya terhadap regulasi diri dalam belajar pada mahasiswa baru UI. Ha 5 : Terdapat sumbangan yang berbeda dari komponen regulasi diri motivasional dan komponen regulasi diri kognitif dalam belajar terhadap adaptabilitas
karir
pada
mahasiswa
baru
UI.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
BAB 3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan menguji model teoritik dari dukungan sosial dan strategi regulasi diri belajar dalam membangun adaptabilitas karir. Pada bab ini dibahas variabel penelitian, sampel penelitian, teknik pengambilan sampel serta gambaran umum sampel yang menjadi partisipan dalam penelitian ini. Selain itu dibahas pula tentang alat ukur beserta kisi-kisi dan cara skoring yang dipakai. Kemudian pembahasan akan diakhiri dengan rencana pengambilan data dan pelaksanaan pengambilan data
3.1. Variabel penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah variabel adaptabilitas karir, regulasi diri dalam belajar dan dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya.
3.1.1. Variabel dependen Variabel dependen pada penelitian ini ada dua yaitu variabel adaptabilitas karir (AK) dan variabel strategi regulasi diri belajar (RD). 3.1.1.1. Variabel Adaptabilitas karir 3.1.1.1.1. Definisi konseptual Adaptabilitas karir adalah kemampuan untuk beradaptasi terhadap tugas-tugas perkembangan yang dapat diprediksi maupun situasi yang tidak dapat diprediksi dalam mempersiapkan dan berpartisipasi dalam pekerjaan serta kondisi pekerjaan yang berubah termasuk di masa sekolah atau kuliah. Variabel adaptabilitas karir merupakan variabel terikat (dependen) yang dipengaruhi oleh variabel dukungan sosial dan strategi regulasi diri belajar
3.1.1.1.2. Definisi operasional Adaptabilitas
karir
adalah
skor
total
dari
dimensi
kepedulian,
pengendalian, keingintahuan dan keyakinan yang diperoleh melalui alat ukur skala adaptabilitas karir yang diadaptasi dari Career Adapt-Abilities Scale (CAAS) rancangan Savickas dan Porfeli (2012) 77
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
Universitas Indonesia
78
3.1.1.2. Variabel Strategi regulasi diri belajar 3.1.1.2.1. Definisi konseptual Regulasi diri dalam belajar adalah keterampilan
dalam menetapkan tujuan
belajar, melakukan monitoring, melakukan regulasi (pengaturan) dan kontrol secara motivasional, kognitif, maupun tingkah laku, yang dituntun dan diarahkan oleh tujuan dan lingkungan dimana individu berada. Variabel regulasi diri dalam belajar akan menjadi variabel mediator dari variabel dukungan sosial terhadap vatiabel adaptabilitas karir.
3.1.1.2.2. Definisi operasional. Regulasi diri dalam belajar komponen
kognitif
adalah skor total komponen motivasional dan
dari skala alat ukur strategi regulasi diri belajar, yang
merupakan adaptasi dari The Motivated Strategies of Learning Questioner Scale (MSLQ) oleh Pintrich & Grooth (1990). Komponen motivasional terdiri dari tiga sub-komponen yaitu efikasi diri, nilai intrinsik dan reaksi emosi. Komponen kognitif terdiri dari dua sub-komponen yaitu strategi kognitif dan strategi tingkah laku.
3.1.2. Variabel independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah dukungan sosial dari orang tua, dosen dan teman sebaya.
3.1.2.1. Definisi konseptual Dukungan sosial merupakan persepsi umum dan spesifik tentang dukungan tingkahlaku yang diperoleh dari orang lain dan dapat mempengaruhi kesejahteraan mental dan fisik seseorang serta dapat menolongnya pada situasi menekan. Dukungan sosial terdiri dari empat komponen yaitu (a) perhatian dan dukungan, (b) harapan yang tinggi, (c) pemberian kesempatan untuk berpartisipasi aktif, dan (d) meminimalisasi faktor yang dapat menimbulkan kerentanan dan resiko negatif. Variabel dukungan sosial menjadi variabel independen (variabel bebas) terhadap strategi regulasi diri belajar dan adaptabilitas karir 3.1.2.2. Definisi operasional
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
79
Dukungan sosial adalah skor total yang diperoleh dari alat ukur dukungan sosial yang diadaptasi dari The Child and Adolescent Social Support Scale (CASSS) rancangan Rubel (2008). Sesuai dengan CASSS skala dukungan sosial ini mempunyai tiga sumber dukungan yaitu dari orang tua, dosen dan teman sebaya. Skala dukungan sosial tersebut mengukur
seberapa sering individu
menerima dukungan dari ke tiga sumber tersebut.
3.2. Pendekatan dan Tipe penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan strategi penelitian non eksperimental.
3.3.
Partisipan penelitian
3.3.1. Populasi dan partisipan Penelitian ini mengambil populasi
mahasiswa, yang masih tergolong
remaja, dengan rentang usia antara 15-21 tahun (Papalia, 2012).
Super
menyatakan, remaja pada rentang usia ini berada pada tahap eksplorasi (dalam Sharf, 2010). Pada tahap eksplorasi seharusnya individu sudah mulai mampu memilih jalur karir dengan jelas. Dalam hal ini karir bisa diartikan sebagai pemilihan jalur pendidikan yang sesuai sebagai persiapan membangun karir. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa baru UI angkatan 2013 yang tersebar di 13 fakultas yang ada di UI yaitu Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keperawatan, Fakultas Farmasi, Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Psikologi, Fakultas Hukum, Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Sains dan Teknologi, Fakultas Ilmu Komputer, dan Fakultas MIPA.
3.3.2. Karakteristik partisipan Partisipan dalam penelitian ini memiliki karakteristik sebagai berikut : a.
Mahasiswa pria dan wanita yang berusia antara 15-21 tahun
b.
Berada di semester dua pada saat pengambilan data.
c.
Aktif mengikuti perkuliahan di perguruan tinggi UI sebagai mahasiswa.
3.3.3.
Teknik pengambilan sampel
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
80
Partisipan dipilih dengan menggunakan teknik non-probability sampling yaitu teknik convenience sampling (Groves et al., 2010; Cozby & Bates, 2012). Dari setiap fakultas yang ada di UI direncanakan peneliti mengambil minimal 3 kelas masing-masing 25-30 mahasiswa sehingga diperkirakan akan memperoleh 1200 responden untuk 13 fakultas di UI.
3.4. Alat ukur Penelitian ini menggunakan tiga alat ukur sesuai dengan jumlah variabel yang telah ditetapkan. Alat ukur tersebut adalah skala adaptabilitas karir, skala regulasi diri belajar, dan skala dukungan sosial (orang tua, dosen, dan teman sebaya). Ketiga alat ukur tersebut merupakan skala yang diperoleh dari konstruk teori yang digunakan dalam penelitian di luar Indonesia dan bentuk aslinya dalam bahasa Inggris. Untuk digunakan dalam penelitian ini pada ke tiga alat ukur tersebut dilakukan adaptasi dan modifikasi disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Proses adaptasi alat ukur dilakukan dengan cara melakukan penerjemahan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Penerjemahan tersebut dilakukan dengan melakukan modifikasi dan penyesuaian terhadap item-itemnya. Proses adaptasi alat ukur tidak hanya melakukan penerjemahan tetapi menyusun kembali itemitem pada ke tiga skala alat ukur dengan perubahan pada format kalimat, jumlah item serta rentang skala penilaian jawaban partisipan. Walaupun demikian, inti dan maksud dari item-item tersebut tetap mengikuti dan sesuai dengan kisi-kisi indikator dari teori yang mendasarinya. Dengan pertimbangan tersebut maka tidak dilakukan penerjemahan kembali (back translation) ke dalam bahasa Inggris tetapi dilakukan expert judgement oleh pembimbing dan tiga rekan pengajar di Fakultas Psikologi UI. Alat ukur yang telah tersusun ke dalam bahasa Indonesia di uji coba untuk menguji validitas internal dan reliabilitasnya. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Cronbach‘s Alpha untuk mengukur konsistensi internal setiap alat ukur.
Menurut Nunnaly &
Bernstein (1994) kriteria koefisien reliabilitas yang baik adalah 0.7 ke atas, sedangkan menurut Aiken & Marnat (2006) koefisien reliabilitas alat ukur yang baik minimum 0.6. Selain mengukur reliabilitas, juga dilakukan pengukuran
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
81
validitas item. Menurut Nunnally & Bernstein (1994), pemilihan item dilakukan dengan mempertimbangkan nilai koefisien validitas konstruk. Sebuah item dinilai baik jika memiliki nilai koefisien yang berkisar antara 0.2 – 0.7.
3.4.1 Alat Ukur Adaptabilitas Karir (Career Adaptability) Untuk mengukur Adaptabilitas karir digunakan Career Adapt-abilities ScaleInternational Form (CAAS-IF). Bentuk asli alat ini terdiri dari 24 item yang disusun untuk menghasilkan suatu total skor yang mengidentifikasi Adaptabilitas karir (Savickas & Poferli, 2012; Poferli & Savickas, 2012; Rossier et al., 2012). Pada setiap pernyataan dari alat ukur adaptabilitas karir terdapat lima pilihan jawaban yaitu : sangat lemah (1) - sangat kuat (5). Ke dua puluh empat item yang ada mewakili masing-masing empat dimensi dari Adaptabilitas karir yaitu : (a) kepedulian karir; (b) pengendalian karir; (c) keingintahuan karir; dan (d) keyakinan diri karir. Alat ukur adaptabilitas karir merupakan hasil penyusunan bersama sejumlah ahli dari berbagai negara. Savickas & porfeli (2012) menyatakan, suatu tim internasional yang terdiri dari psikolog karir dari 18 negara terlibat bersama dalam penyusunan alat ukur ini, antara lain: Australia; Belgia, Brasil; China; Inggris; Hongkong; Perancis, Jerman, Islandia, Italia, Jepang; Korea; Belanda; Portugal; Afrika Selatan; Switzerland; Taiwan; USA. Secara bersama-sama mereka membuat suatu kerangka kerja dan menyusun suatu kontrak umum tentang Adaptabilitas karir untuk menghasilkan cetak biru (Blue print) tentang Adaptabilitas karir. Alat ukur Adaptabilitas karir memiliki kekuatan validitas konkuren karena telah dikorelasikan dengan berbagai alat ukur yang mengukur konsep kematangan karir dan berbagai aspek kematangan karir. Salah satu alat ukur yang mengukur aspek kematangan karir adalah Vocational Identity Status Assesment (VISA) dari Poferli, et al., dan ditemukan hasil korelasi dengan tes kematangan karir yang valid dan signifikan pada α = 0.01 (Savickas & Poferli, 2012). Reliabilitas alat ukur adaptablitas karir juga memiliki nilai yang sangat tinggi, baik dalam versi bahasa Inggris maupun dalam 13 versinya di seluruh dunia. Dari versi internasional, skor reliabilitas yang dihasilkan dari total skor
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
82
CAAS-International sebesar (0.92), lebih tinggi dari angka reliabilitas masingmasing sub skala : kepedulian karir (0.83), pengendalian diri karir (0.74), keingintahuan karir(0.79), dan keyakinan diri karir (0.85) (Savickas & Poferli, 2012). Untuk keperluan penelitian ini, peneliti menyusun ulang CAASInternational dengan melakukan modifikasi yang disesuaikan dengan karakteristik mahasiswa. Adapun kisi-kisi alat ukur Adaptabilitas karir adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Adaptabilitas karir Dimensi
Kepedulian Karir
Pengendalian Diri Karir
Indikator Operasionalisasi Tingkah Laku Berorientasi pada a. peduli akan tugas masa depan perkembangan karirnya, b. Peduli akan transisi okupasional yang dihadapi c. Membuat perencanaan untuk pilihan yang dibuat d. Perasaan optimis
Contoh Item
Melibatkan diri a. Berusaha meraih nilai dalam perencanaan akademik yang tinggi karir b. Menyusun rencana tindakan c. Bersungguh-sungguh dalam melakukan satu pekerjaan/tugas
Bagi saya berhasil mencapai nilai yang memuaskan adalah buah dari jerih payah belajar
Mencari pengalaman vokasional dalam mempersiapkan karir
a. b. c. d.
Bertanggung jawab terhadap
a. Korektif, b. Cermat,
Saya merasa optimis dengan masa depan saya
Mengikuti organisasi Magang Kursus Aktivitas yang mendukung persiapan vokasional (pengembangan minat, hobby)
Saya yakin dengan mengikuti aktivitas magang saya akan lebih siap memasuki dunia kerja
Saya tidak merasa perlu membuat Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
83
tindakan diambil
Keingin tahuan Karir
Keyakinan Diri Karir
yang
c. Hati-hati, d. Tekun
perencanaan sebelum memulai suatu tugas
Kemandirian dalam membuat keputusan
a. Mempunyai tujuan yang jelas b. yakin akan tindakan c. disiplin menjalankan keputusan
Sampai sekarang saya masih sulit mengambil keputusan
Pengendalian diri secara internal
a. Bersemangat, b. mau belajar dari kesalahan, c. motivasi internal
saya merasa dosen saya selalu menyalahkan saya
Sikap terbuka, mau belajar dan menerima masukan baru
a. Penuh rasa ingin tahu b. Mau belajar dari hal baru c. Mengaitkan apa yang diperoleh dengan apa yang telah diketahui
Saya selalu mengaitkan apa yang baru saya dapat dengan pengetahuan yang saya miliki
Mencari informasi, mempelajari lebih jauh kemungkinan yang ada
a. Menggali lebih jauh apa yang dipelajari b. Mempelajari segala sesuatu yang diterima sebelum memutuskan c. Mencari masukan untuk membuat keputusan yang tepat d. Mempertimbangkan berbagai alternatif
Saya tidak pernah pergi ke perpustakaan untuk mencari informasi yang belum lengkap
Berani mencoba dan mengambil resiko berdasarkan realitas yang ada
a. Tidak takut berbuat kesalahan b. Belajar dari kesalahan c. Bersikap realistik
Saya sadar apabila ingin berhasil harus berusaha dengan lebih keras
Merasa mampu dan berusaha
a. Yakin akan kemampu annya
Terkadang saya tidak yakin akan
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
84
Penerimaan diri karena merasa efektif dan menjadi produktif
b. Bersikap konsisten dan tekun c. Berusaha keras
kemampuan diri saya
a. Menghargai usaha pribadi b. Rajin melakukan apa yang menjadi tugasnya c. Menikmati proses belajarnya
Saya selalu memeriksa kembali tugas saya agar hasilnya baik
Perubahan yang dilakukan adalah perubahan jumlah item dari aslinya dari 24 item menjadi 74 item terdiri dari pernyataan yang favorable maupun unfavorable untuk diuji cobakan. Adapun rentang penilaian jawaban menjadi 4 (empat), yaitu 1 = tidak menggambarkan diri saya dan 4 = menggambarkan diri saya. Perubahan kriteria penilaian dari lima menjadi empat bertujuan untuk menghindari jawaban tengah atau netral.
3.4.2 Alat Ukur Regulasi Diri Dalam Belajar Alat ukur regulasi diri belajar yang disusun oleh Pintrich dan De Groot(1990) ditujukan untuk melihat korelasi antara orientasi motivasional, regulasi diri dalam belajar dan prestasi akademik di kelas. Menurut Pintrich & De Groot, regulasi diri kognitif dan tingkah laku adalah aspek penting dalam proses belajar siswa dan prestasi
akademik
di
kelas
(Corno&
Rohrkemper,1985, dalam Pintrich, 1990).
Mandinach,1983;
Selanjutnya
Corno
&
Pintrich menjelaskan
bahwa pencapaian prestasi akademik tidak hanya ditentukan oleh strategi kognitif dan metakognitif saja tetapi juga aspek motivasional yang
menyangkut sisi
afeksinya. Dalam penelitiannya Pintrich dan Groot (1990) menggunakan analisis faktor untuk melihat loading factor dari dua komponen yaitu komponen motivasional dan komponen kognitif. Komponen motivasional terdiri dari tiga sub-komponen yaitu, pertama, keyakinan diri karir, terdiri dari sembilan item dengan koefisien α= 0.89, kedua, nilai intrinsik, terdiri dari sembilan item dengan koefisien α= 0.87, dan ketiga, respon emosi dengan jumlah item empat dengan koefisien α= 0.75. Sedangkan pada komponen strategi Regulasi kognitif, terdiri
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
85
dari dua sub-komponen yaitu, pertama, strategi kognitif, terdiri dari tiga belas item dengan koefisien α= 0.83, dan kedua, strategi tingkah laku, dengan jumlah sembilan item, koefisien α= 0.74. Pada skala aslinya alat ukur ini terdiri dari lima puluh enam item yang dibangun dari ke lima subkomponen tersebut, dan menggunakan skala Likert dengan rentang penilaian dari 1 (satu) = sama sekali tidak menggambarkan saya, hingga 7 (tujuh)
= sangat menggambarkan saya.
Kalimat-kalimat yang
digunakan pada skala MSLQ terdiri dari kalimat pendek-pendek bahkan terdapat item yang hanya terdiri dari satu kata. Pada item-item yang terdiri dari satu kata tampaknya akan menimbulkan banyak pertanyaan dan multi interpretasi apabila diberikan pada partisipan mahasiswa sehingga dilakukan penyesuaian kalimat pada item yang ada. Setelah dilakukan diskusi dengan pembimbing dan rekan sesama pengajar di FPsi UI, terpilih jumlah item sebanyak lima puluh dua item untuk diujicobakan. Pernyataan tersebar dari yang favorable maupun unfavorable dengan rentang jawaban antara satu (tidak sesuai dengan diri saya) dan empat (sesuai dengan diri saya). Dasar penggunaan rentang jawaban 1-4 adalah untuk menghindari jawaban tengah atau netral. Kisi-kisi skala yang ada pada skala ini adalah seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.2 Kisi-kisi Alat Ukur Regulasi Diri Belajar–Komponen motivasional Sub Komponen Efikasi diri (Keyakinan Diri)
Indikator Tingkah Laku Keyakinan akan kemampuannya menyelesaikan tugas
Menyelesaikan tugas secara tuntas
Operasionalisasi
Contoh Item
a. memahami materi b. mengetahui caracara menyelesai kan tugas
Saya yakin dapat menangkap sebagian besar materi yang diajarkan
a. Menyelesaikan tugas tepat waktu b. Bekerja bersama untuk memahami materi c. Mengikuti petunjuk dan arahan dosen
Saya kurang memahami caracara penyelesaian tugas yang diberikan oleh dosen
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
86
Nilai intrinsik (intrinsic value)
Learning performance
vs
a. Lebih menyukai pemahaman daripada mengejar nilai b. Berusaha keras memahami materi
Ketika saya memahami materi yang dipelajari maka nilai ujian saya akan baik
intrinsic ekstrinsic
vs
a. Keinginan sendiri untuk mempelajari lebih jauh b. Keinginan sendiri untuk memperbaiki kesalahan c. Mengetahui tujuan belajarnya
Ketika saya membuat kesalahan saya berusaha belajar dari kesalahan tersebut
a. Menyukai kegiatan belajar b. Menyukai belajar hal-hal baru c. Nilai tugas didasari oleh rasa ingin tahu bukan karena faktor eksternal a. Rasa cemas, b. Gugup, c. Gelisah, d. Khawatir
Saya kurang bersemangat untuk mempelajari halhal baru
task value vs intrinsic interest
Reaksi persepsi akan kecemasan kompetensi terhadap (enxiety test) strategi belajar, metakognitif dan Regulasi belajar
Saya merasa gelisah ketika menghadapi ujian
Tabel 3.3. Kisi-kisi Alat Ukur Regulasi Diri Belajar – Komponen Regulasi Diri Sub Komponen Penggunaan strategi kognitif
Strategi regulasi diri tingkah laku
Indikator Tingkah Laku a. memahami, b. mengingat, c. merangkum, d. mengkonseptualisasi a. Merencanakan b. monitoring c. modifikasi terhadap kognisi d. meminimalisasi hambatan belajar
Contoh Item Saya berusaha mengaitkan semua informasi yang saya dapat dari kuliah dan buku untuk menghadapi ujian Saya kurang mengerti materi kuliah yang diajarkan walaupun telah membacanya berulangulang
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
87
3.4.3 Alat Ukur Dukungan Sosial Variabel dukungan sosial diukur dengan menggunakan alat ukur The Child and Adolescent Social Support Scale (CASSS) yang digunakan oleh Rubel (2008). Alat ukur dukungan sosial, mengukur besarnya dukungan sosial sebagaimana yang dipersepsi oleh anak dan remaja dari kelas 3 sampai dengan kelas 12. Dukungan sosial terdiri dari dukungan orang tua, guru dan teman sebaya. Masingmasing skala terdiri dari dua belas item sehingga total jumlah item
skala
dukungan sosial adalah tiga puluh enam item. Siswa diminta untuk menilai setiap pernyatan tentang seberapa sering mereka menerima dukungan itu dan seberapa penting dukungan itu bagi mereka. Penilaian tingkat keseringan berdasarkan pada rentang skala satu (1) = tidak pernah hingga enam (6) = selalu. Sedangkan penilaian tingkat kepentingan dari dukungan sosial berdasarkan rentang penilaian 1 = tidak penting hingga 3 = sangat penting Menurut analisis Malecki & Demaray (2003) dan Demaray & Malecki (2002) alat ukur ini valid dan reliabel untuk mengukur persepsi dukungan sosial pada anak remaja. Hasil pengukuran reliabilitas menunjukkan koofisien alpha dengan rentang 0.96-0.97 untuk nilai total skala frekuensi dan skala kepentingan. Sedangkan koefisien alpha untuk sub-skala frekuensi berkisar antara 0.92-0.96 dari semua sumber dukungan sosial dan untuk sub-skala kepentingan berkisar antara 0.88-0.95. Tes-rites untuk reliabilitasnya setelah 8-10 minggu adalah 0.750.78 untuk skala frekuensi, dan 0.58-0.74 untuk subskala kepentingan. Untuk penelitian ini dilakukan penyusunan ulang skala dukungan sosial tersebut dengan beberapa perubahan item dan jumlah item. Pada saat uji coba jumlah item dari tiga puluh enam menjadi lima puluh satu
untuk
diujicobakan. Bentuk kalimat pada item-itemnya pun dilakukan
perubahan berupa kalimat yang lebih panjang tidak hanya satu kata saja untuk menghindari kebingungan maksud dari item-item tersebut. Penyesuaian kalimat pada item-item juga disesuaikan untuk partisipan penelitian ini yaitu mahasiswa, sebab skala aslinya ditujukan bagi partisipan anak sekolah menengah. Sedangkan rentang penilaian untuk tingkat keseringannya menjadi satu = tidak pernah dan
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
88
empat = sering. Untuk skala kepentingan rentang penilaian tetap tiga yaitu dari satu = tidak penting dan tiga = penting. Setelah
uji
coba
dilakukan,
peneliti
memutuskan
untuk
tidak
menggunakan skala kepentingan, karena pada penelitian sebelumnya oleh Ruben (2008), skala kepentingan digunakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut melalui wawancara. Penelitian ini tidak melakukan wawancara dengan pertimbangan tujuan penelitian ini adalah untuk melihat profil hubungan antar variabel penelitian secara keseluruhan sehingga pada pengambilan data penelitian skala kepentingan dihapus.
Adapun kisi-kisi skala dukungan sosial adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.4. Kisi-kisi Alat Ukur Dukungan Sosial Komponen Dukungan Sosial Orang Tua
Dosen
Indikator Tingkah Laku
Contoh Item
Dukungan dan perhatian
Orang tua saya menunjukkan rasa bangganya dengan memuji saya
Harapan yang tinggi
Orang tua saya meyakinkan bahwa saya pasti bisa meningkatkan Indeks Prestasi di semester ini
Pemberian kesempatan
Orang tua saya meyakinkan kalau saya mampu memperbaiki kesalahan yang sudah saya buat
Meminimalisasi kerentanan dan faktor negatif
Orang tua saya memberi bimbingan dan arahan cara membagi waktu secara efektif
Dukungan dan perhatian
Dosen saya menunjukkan cara-cara mempelajari materi kuliah sesuai dengan kemampuan saya
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
89
Teman Sebaya
Harapan yang tinggi
Dosen saya menyatakan bahwa ia percaya saya bisa menampilkan kinerja yang lebih membanggakan
Pemberian kesempatan
Dosen saya meyakinkan saya bahwa apa yang saya pelajari itu banyak manfaatnya
Meminimalisasi kerentanan dan faktor negatif
Dosen saya mau mendiskusikan topik sulit ketika saya membutuhkan pertimbangan
Dukungan dan perhatian
Teman-teman saya menganggap saya teman yang menyenangkan
Harapan yang tinggi
Teman-teman saya mengandalkan saya dalam melakukan tugas kelompok
Pemberian kesempatan
Teman-teman saya mengajak saya belajar bersama-sama
Meminimalisasi kerentanan dan faktor negatif
Teman-teman melakukan berbagai kegiatan belajar bersama saya di kelas
Pada pengembangan alat ukur, perubahan dan modifikasi terhadap pernyataan dilakukan dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia. Untuk itu skala dukungan sosial disusun dengan 53 (lima puluh tiga) item yang tersebar dalam pernyatan positif maupun negatif.
3.5 Prosedur penelitian 3.5.1 Tahap persiapan
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
90
Persiapan pelaksanaan pengambilan data diawali dengan penyusunan alat ukur adaptabilitas karir, strategi regulasi diri belajar dan dukungan sosial. Setelah alat ukur siap kemudian dilakukan uji coba terhadap semua alat ukur yang akan digunakan untuk memilih item-item yang dapat digunakan dalam pengambilan data penelitian. 3.5.2 Tahap ujicoba alat ukur Setelah penyusunan seluruh alat ukur dan revisi item-item berdasarkan konstruk dari variabel penelitian yang digunakan kemudian dilakuan uji coba seluruh alat ukur untuk mengetahui reliabilitas dan validitas dari alat ukur tersebut. Uji coba dilaksanakan pada tanggal 29-30 Maret dan 1 April 2014. Selama pengambilan data uji coba, peneliti bertanya kepada beberapa partisipan untuk mengetahui sistematika penulisan dan tingkat keterbacaan alat ukur. Adapun partisipan dalam uji coba ini adalah mahasiswa dari semua fakultas yang ada di UI angkatan 2012 berjumlah 120 partisipan. Pertimbangan pemilihan responden untuk uji coba ini berdasarkan pada asumsi bahwa angkatan 2012 tidak jauh berbeda dengan angkatan 2013 yang akan dijadikan sebagai responden penelitian karena usia mereka berada pada rentang usia yang sama yaitu remaja dengan rentang usia 1521 tahun (Papalia, 2012). Penyebaran kuesioner dilakukan dengan pendekatan pribadi yang dilakukan oleh tim peneliti yaitu dua orang sarjana psikologi yang bersedia menjadi asisten peneliti dan beberapa mahasiswa psikologi semester 8. Dari 120 buah kuesioner yang disebar sebanyak 5 (lima) kuesioner tidak dapat diolah karena pengisian yang tidak lengkap, sehingga jumlah responden untuk uji coba ini berjumlah 115 mahasiswa. Hasil olah data uji coba alat ukur dan perubahan item setelah uji coba akan dibahas berikut ini.
3.5.2.1. Alat Ukur Adaptabilitas Karir. Pada skala adaptabilitas karir jumlah item semula berjumlah tujuh puluh empat. Setelah dilakukan uji analisa statistik menggunakan teknik reliabilitas Cronbach Alpha terpilih item-item yang akan digunakan dalam pengambilan data penelitian seperti yang terlihat pada tabel 3.5. berikut:
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
91
Tabel 3.5. Nomor Item Alat Ukur Adaptabilitas Karir sebelum dan uji coba Nomor Item Nomor Item Total Total Dimensi Sebelum Uji Setelah Uji α Item Item Coba Coba Kepedulian 22 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 11 2, 3, 4, 5, 9, 0.732 Karir 8, 9, 10, 11, 12, 11, 12, 15, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 22 17, 18, 19, 20, 21, 22 Pengendalian 20 23, 24, 25, 26, 10 24, 25, 26, 0.769 Diri Karir 27, 28, 29, 30, 27, 32, 34, 31, 32, 33, 34, 36, 38, 39, 35, 36, 37, 38, 40 39, 40, 41, 42
setelah
rit 0.278– 0.518
0.312– 0.623
Keingintahuan 20 Karir
43, 44, 45,46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62
9
45,46, 47, 49, 50, 51, 53, 60, 61
0.738
0.146– 0.580
Keyakinan Diri Karir
12
63, 64, 65,66, 67, 68, 69,70, 71, 72, 73, 74
10
63,64, 65, 66, 67, 68, 70, 71, 72, 74
0.789
0.302– 0.620
Total
74
40
Setelah dilakukan penghitungan, pada dimensi keingintahuan karir ditemukan satu item dengan nilai r = 0.146. akan tetapi item tersebut tetap dipertahankan karena ketika item tersebut dihapus nilai korelasi keseluruhan menjadi menurun. Berdasarkan hasil ini maka untuk pengambilan data penelitian skala adaptabilitas karir digunakan empat puluh item.
3.5.2.2 Alat Ukur Regulasi Diri Dalam Belajar Uji coba skala regulasi diri dalam belajar dilakukan dengan menggunakan lima puluh dua item dan setelah dilakukan analisis menggunakan teknik Cronbach Alpha diperoleh item yang dapat digunakan seperti yang terlihat pada tabel 3.6. berikut:
Tabel 3.6 Alat Ukur Regulasi diri Dalam Belajar
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
92
Total Item
Nomor Item Sebelum Uji Coba
Total Item
Nomor Item Setelah Uji Coba
α
Motivasional Keyakinan diri akademik
13
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,
8
1, 2, 3, 5, 9, 11, 12, 13
0.763
0.308– 0.654
Nilai Intrinsik
16
14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29
8
15, 17, 19, 21, 22, 23, 25, 27
0.669
0.238– 0.499
5
30, 31, 32, 33, 34
5
30, 31, 32, 33, 34
0.798
0.403– 0.687
11
35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44,45
9
35, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44
0.705
0.227– 0.511
7
46, 47, 48, 49, 50, 51, 52
4
48, 49, 50, 52
0.662
0.395– 0.482
Komponen
Reaksi Kecemasan
Kognitif Strategi Kognitif
Strategi Tingkah laku Total
52
rit
34
Berdasarkan perhitungan koefisien reliabilitas di atas terdapat dua subkomponen yang memperoleh nilai koefisien α = 0.6 yaitu sub-komponen nilai intrinsik (α = 0.669) dan sub-komponen strategi tingkah laku (α = 0.662). Kedua koefisien tersebut tetap dipertahankan dengan beberapa pertimbangan yaitu : 1. unsur keterwakilan item berdasarkan indikator dari dimensi tersebut terpenuhi. 2. ketika item-item yang dianggap kurang baik dikeluarkan, hasilnya justru menurunkan nilai koefisien reliabilitas secara keseluruhan. 3. koefisien validitas internal dari kedua sub-komponen tersebut
baik. Untuk sub-komponen nilai
intrinsik antara 0.238 – 0.499 dan sub-komponen strategi tingkah laku antara 0.395 – 0.482. Dengan demikian pengambilan data lapangan ini menggunakan item-item terpilih dengan jumlah item 34 seperti tabel di atas.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
93
3.5.2.3. Alat Ukur Dukungan Sosial. Uji coba skala dukungan sosial menggunakan lima puluh satu item untuk diujicobakan. Setelah dilakukan analisa statistik menggunakan teknik Cronach Alpha diperoleh hasil seperti yang terdapat pada tabel 3.7. berikut:
Tabel 3.7 Alat Ukur Dukungan Sosial Sumber Dukungan Sosial Orang Tua
Dosen
Teman Sebaya
Total
Total Nomor Item Sebelum Uji Coba 17 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17 17 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34 17 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51 51
Nomor Total setelah uji Item coba 1, 3, 5, 8, 12, 8 13, 15, 18
α
rit
0.823
0.489– 0.614
19, 23, 24, 28, 30, 32, 33, 34, 36
9
0.777
0.338– 0.579
38, 40, 41, 42, 46, 47, 50, 51
8
0.822
0.404– 0.579
25
Dari analisis uji statistik di atas terlihat item-item yang akan digunakan dalam pengambilan data lapangan sebanyak 25 item yang tersebar ke dalam item-item yang favorable dan unfavorable.
3.6. Tahap pelaksanaan pengumpulan data Pengumpulan data dilaksanakan pada pertengahan Mei, selama tiga belas hari yaitu tanggal 20 Mei – 4 Juni 2014. Teknis pelaksanaan pengambilan data dilakukan secara klasikal di dalam kelas dengan pemberian instruksi oleh tim peneliti serta melalui penyebaran secara pribadi. Pengambilan data dilakukan secara paralel pada mata kuliah MPKT A dan MPKT B sesuai jadwal kuliah mahasiswa yang ada di masing-masing fakultas. Pelaksanaan pengambilan data secara klasikal dilakukan selama 7 hari dengan rata-rata kurang lebih 4-6 kelas
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
94
dalam sehari. Dalam pengambilan data peneliti dibantu oleh tiga orang asisten yang terdiri dari dua orang sarjana psikologi dan satu mahasiswa semester 8. Pada hari dimana kelas lebih dari empat, peneliti dibantu rekan-rekan dosen yang sedang tidak bertugas pada saat itu untuk menjadi instruktur. Tidak ada persyaratan khusus untuk instruktur tetapi minimal instruktur sudah semester delapan sehingga sudah mampu memberikan instruksi di depan kelas. Dalam pelaksanaannya instruksi pengisian kuesioner disampaikan oleh seorang instruktur yang telah diberi petunjuk sebelumnya. Jumlah mahasiswa di setiap kelas rata-rata terdiri dari 25 – 30 mahasiswa di setiap fakultas. Adapun jadwal waktu pengambilan data seperti yang terdapat pada tabel berikut:
Tabel 3.8. jadwal waktu Penyebaran Kuesioner Tanggal
Waktu
Fakultas
20-5- 2014
11.00 – 13.00 13.00 – 15.00
Ekonomi Kesehatan masyarakat
21-5-2014
13.00 – 15.00 13.00 – 15.00
Psikologi Teknik
22-5-2014
08.00 – 10.30 13.00 – 15.00 13.00 – 15.00
Ilmu keperawatan Ilmu Budaya (setelah selesai kelas) Fasilkom (sebelum mulai kelas)
26-5-2014
09.00 – 12.00 13.00 – 15.00
Kedokteran Farmasi
30-5-2014
08.00 – 10.00
FISIP
Dua hari sebelum batas akhir waktu pengambilan data yang ditetapkan, pengambilan data tidak dilakukan di kelas melainkan disebarkan oleh asisten peneliti kepada teman-teman dan adik-adik kelasnya di asrama Makara dan di lingkungan UI. Asisten peneliti membagikan kuesioner untuk diisi dan diambil kembali pada beberapa jam berikut atau pada keesokan harinya. Bagi mahasiswa yang sudah mengisi kuesioner tidak boleh mengisi lagi. Penyebaran data diluar
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
95
kelas itu dilakukan selama tiga hari hingga penyebaran kuesioner mencapai 1200 kuesioner dengan cara
3.7. Tahap Pengolahan data Setelah waktu pengambilan data selesai diperoleh hasil perolehan kuesioner yang dapat digunakan dalam pengolahan data seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.9. Data Penyebaran Kuesioner
Fakultas
Tersebar
Data Masuk
Data Rusak
Data terpakai
%
Farmasi Fasilkom FE FH FIB FIK FISIP FK FKM FMIPA FPSI FT Anonim Total
40 170 120 10 90 60 150 90 60 10 200 200 1200
34 151 115 3 60 50 135 72 58 7 183 160 1 1029
1 1 1 2 1 2 3 1 4 1 17
33 150 114 3 58 49 133 69 57 7 179 160 1012
3.3 14.8 11.3 0.3 5.7 4.8 13.1 6.8 5.6 0.7 17.7 15.8 100
3.8. Teknik analisis Data yang terkumpul kemudian dilakukan uji reliabilitas dan validitas konstruk kembali untuk memilih item-item yang akan digunakan dalam model penelitian. Penghitungan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha. Kemudian setelah didapatkan item-item yang baik pengolahan dilakukan dengan menggunakan beberapa program pengolahan yaitu program LISREL 8.80 untuk menguji model pengukuran dan model persamaan struktural penelitian melalui metode Structural Equation Model (SEM) dan program SPSS untuk menghitung korelasi berganda dan analisis perbedaan.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
96
Teknik yang digunakan untuk menentukan item-item yang akan digunakan untuk menguji model dilakukan terlebih dahulu Confirmatory Factor Analysis (CFA) melalui First Order Confirmatory analysis dan Second Order Confirmatory Analysis. Penentuan item yang dipakai dalam penelitian ini berdasarkan pada : (1) Tidak terdapatnya offending estimate, seperti negative error variance dan standardized loading factor yang lebih besar dari satu. (2) Semua loading factor untuk item-item yang terpilih tersebut memiliki tvalue>1.96. (3) Uji kecocokan model pengukuran (nilai standar kecocokan baik) menggunakan Goodness of Fit Index (GOFI) (Wijanto, 2008. p.174-175; Ghozali; Fuad, 2012). Kemudian untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang peran dari variabel-variabel dukungan sosial dan strategi regulasi diri belajar terhadap proses pembangunan adaptabilitas karir (hipotesis 1) digunakan program LISREL 8.80 dengan teknik analisa jalur (path analyses). Untuk menganalisis dan menguji model penelitian, pada prinsipnya terdapat dua tahap yang perlu dilakukan yakni: (a) Analisis Model Pengukuran (Measurement Model) dilakukan untuk memastikan dua hal pertama, indikator atau variabel teramati yang sudah ditentukan secara teoritis merupakan indikator yang valid pada kelompok masingmasing variabel laten dalam model penelitian. Kedua, model pengukuran dari setiap variabel laten di dalam model penelitian mempunyai reliabilitas yang baik. Analisis model pengukuran dari model penelitian dilakukan pada setiap model pengukuran, dalam bentuk uji kecocokan keseluruhan model (Overall model fit), uji validitas dan uji reliabilitas. (b) Analisis Model Struktural (Structural Model) untuk menganalisis hubungan antara semua variabel laten penelitian utama yang membentuk hipotesis-hipotesis penelitian yang telah ditetapkan. Setelah dilakukan uji kecocokan model Goodness of Fit Index (GOFI) untuk seluruh alat ukur yang digunakan melalui first order confirmatory analysis dan second Order Confirmatory analysis untuk masing-msing variabel maka pada tahap berikutnya adalah menguji model struktural penelitian. Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan hipotesis tentang kecocokan model yang diajukan dalam penelitian, diterima atau ditolak.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
97
Untuk membuktikan bahwa penerapan strategi regulasi diri adalah mediator antara dukungan sosial dengan adaptabilitas karir (hipotesis 2) dilakukan pengujian dengan teknik Sobel Test dari Preacher & Hayes (2008). Caranya dengan melihat hubungan antara dukungan sosial terhadap adaptabilitas karir secara langsung. Kemudian membandingkan hubungan tersebut bersama-sama dengan regulasi diri dalam belajar. Untuk menguji hipotesis tiga, empat, dan lima digunakan teknik korelasi regresi berganda. Teknik tersebut digunakan untuk menguji sumbangan dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya terhadap adaptabilitas karir maupun regulasi diri dalam belajar. Sebelumnya partisipan dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan perolehan skor dukungan sosial dari orang tua, dosen dan teman sebaya. Dari ketiga kelompok tersebut kemudian dilihat sumbangannya terhadap adaptabilitas karir maupun terhadap regulasi diri belajar. Teknik regresi berganda juga digunakan untuk menguji sumbangan regulasi diri motivasional dan regulasi diri kognitif terhadap adaptabilitas karir. Untuk melihat perbedaan pada data demografis digunakan teknik analisis perbedaan Anovar dan uji t-test Post Hoc dengan Tukey HSD
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
BAB 4
ANALISA HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan dilaporkan hasil pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan terhadap data partisipan. Pertama-tama akan disajikan gambaran partisipan beserta data demografis terkait apa yang ingin dilihat melalui penelitian ini. Kemudian akan disajikan hasil pengolahan untuk menjawab hipotesa yang sudah ditegakkan.
4.1 Gambaran data demografis partisipan Berikut ini adalah gambaran faktor demografis dari 1012 partisipan.
Tabel 4.1 Data Demografis Responden Data demografis Rumpun ilmu
Frekuensi 208 317 487 39
Persentase 20.6 31.3 48.1 4.07
tinggi
507
50.1
Sangat tinggi
410
40.5
Kosong
56
5.86
pPerempuan
637
62.9
Laki-laki
374
37
Kosong
1
0.1
Jabodetabek
667
66.6
Luar Jabodetabek
334
33.4
Kosong
11
1.1
Pengalaman kerja
Pernah
868
85.8
paruh waktu
Belum pernah
144
14.2
IPK
Jenis kelamin
Kota Asal
Kategori Kesehatan Sains & Teknologi Humaniora cukup
Untuk data demografis menurut kelompok rumpun ilmu diketahui bahwa penelitian ini diikuti oleh partisipan dari rumpun humaniora (48.1%), terdiri dari
98
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
Universitas Indonesia
99
Fakultas Ekonomi, Psikologi, ISIP, dan Fakultas Ilmu Budaya. Jumlah terbanyak kedua adalah kelompok rumpun ilmu Sains dan Teknologi (31.3%), yaitu terdiri dari Fakultas Teknik, Fakultas Ilmu Komputer, dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jumlah partisipan terkecil dari kelompok
rumpun Ilmu
Kesehatan (20.6%), yang terdiri dari Fakultas Kedokteran, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keperawatan, dan Fakultas Farmasi. Untuk data IPK terlihat partisipan yang terbanyak (50.1%) adalah partisipan yang memperoleh IPK tinggi (dengan rentang IPK antara 3.00-3.50), diikuti dengan jumlah partisipan yang memperoleh IPK sangat tinggi (40.5%), dengan rentang IPK 3.50-4. Hanya sebagian kecil (4.07 %) mahasiswa yang memperoleh IPK cukup dengan rentang 2.75-3.00. Dapat dikatakan mahasiswa UI yang menjadi partisipan penelitian ini memiliki IPK yang terlihat sangat baik. Hal ini dapat dijelaskan karena partisipan masih berada di semester dua dimana mata kuliah yang diambil adalah mata kuliah terpadu universitas yang sifatnya masih mudah diikuti dan lebih memberikan bekal cara belajar di perguruan tinggi yang bersifat umum. Untuk gambaran jenis kelamin terlihat perbedaan yang cukup besar dimana partisipan perempuan (62,9%) jumlahnya hampir dua kali lipat jumlah partisipan laki-laki (37%). Berdasarkan kota asal partisipan terlihat lebih dari separoh mahasiswa (66,6%) berasal dari kota-kota Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas partisipan dalam penelitian ini merupakan mahasiswa yang berasal dari kota-kota yang masih dekat dengan ibukota Jakarta. Lebih lanjut terlihat dari data demografis ini bahwa hampir 90% partisipan sudah memiliki pengalaman bekerja, walaupun kerja paruh waktu atau jangka pendek seperti sebagai penjaga stand pameran, bekerja pada event organizer, menjadi guru paruh waktu di sekolah atau yayasan-yayasan yang memberikan pendidikan kepada anak-anak,
menjadi artis, berwiraswasta menjual produk
tertentu, ikut dalam penelitian, serta menjadi panitia pada konferensi-konferensi atau event-event yang sifatnya kerja secara profesional.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
100
4.2. Analisis deskriptif dan korelasi antar variabel penelitian Hasil analisis deskriptif dan korelasi antar variabel penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 4.2. Korelasi antar variabel penelitian (N = 1012) Variabel Adaptabilitas Karir Dukungan Sosial Orang Tua Dukungan Sosial Dosen Dukungan Sosial Teman Strategi Regulasi Diri dalam Belajar Mean Standar Deviasi *p < 0.05
Adapta Dukungan Dukungan bilitas Sosial Sosial Karir Orang Tua Dosen
Dukungan Sosial Teman
Regulasi diri bela jar
─ .219**
─
.188**
.281**
─
.312**
.305**
.341**
─
.764**
.173**
.212**
.317**
─
2.92 0.31
2.84 0.62
2.36 0.55
3.03 0.53
2.81 0.35
** p< 0.01 Hasil analisis deskriptif dan korelasi antar variabel menunjukkan bahwa mean jawaban partisipan untuk skala adaptabilitas karir tergolong cukup tinggi Mean = 2.92 (M > Mdn = 2.5), sedangkan untuk skor rata-rata regulasi diri dalam belajar Mean = 2.81 (M > Mdn = 2.5). Dapat dikatakan skor rata-rata regulasi diri dalam belajar tergolong cukup tinggi. Pada variabel dukungan sosial terlihat bahwa ratarata dukungan sosial teman menempati urutan tertinggi Mean= 3.03 dan kemudian dukungan orang tua rata-rata skor juga tergolong cukup tinggi (M = 2.84 > Mdn) Rata-rata dukungan sosial dosen, Mean = 2.36 < Mdn sebagai skor terkecil. Dari tabel di atas terlihat juga bahwa terdapat korelasi yang paling menonjol antara regulasi diri dalam belajar dengan adaptabilitas karir (r = 0.764). Hal ini menunjukkan keterkaitan yang kuat antara kedua variabel. Sedangkan korelasi terkecil adalah antara regulasi diri dalam belajar dengan dukungan sosial orang tua (r = 0.173). Lebih jauh juga terlihat bahwa dukungan sosial teman berkorelasi paling tinggi dengan adaptabilitas karir (r = 0.312) maupun regulasi diri dalam belajar (r = 0.317). Akan tetapi dukungan sosial orang tua berkorelasi lebih besar dibandingkan dukungan sosial dosen pada perolehan adaptabilitas karir (r = 0.219 Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
101
> r = 0.188). Dukungan sosial dosen berkorelasi lebih besar dibandingkan dukungan sosial orang tua dalam regulasi diri dalam belajar (r = 0.212 > r = 0.173). Secara keseluruhan terlihat bahwa semua variabel dalam penelitian ini berkorelasi secara signifikan baik variabel adaptabilitas karir, regulasi diri dalam belajar, maupun dukungan sosial.
4.3 Uji Psikometrik Alat Ukur 4.3.1. Uji reliabilitas dan validitas internal alat ukur Untuk memperoleh item yang lebih konsisten maka sebelum dilakukan uji konfirmatori terlebih dahulu dilakukan uji reliabilitas dan validitas Cronbach Alpha dengan hasil sebagai berikut. Tabel 4.3 Reliabilitas dan Validitas Internal Alat Ukur Adaptabilitas Karir Nomor Item Saat Pengambilan Data
Nomor Item Terpakai
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11
N = 11
N = 11
Pengendalian Diri Karir
12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,20,21
12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,20,21
Keingintahuan Karir
N = 11 N = 10 22, 23, 24, 25, 26, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 30 27, 28, 29, 30
Dimensi
Kepedulian Karir
N=9 Keyakinan Diri 31, 32, 33, 34, Karir 35, 36, 37, 38, 39, 40 N = 10
α
rit
0.647
0.214– 0.419
0.710
0.261– 0.473
0.649
0.145– 0.373
0.701
0.245– 0.458
α
rit
total item terpakai
total item terpakai
0.852
N=9 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40 N = 10
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
0.174 – 0.452
102
Tabel 4.4 Reliabilitas dan Validitas Internal Alat Ukur Regulasi diri dalam belajar Komponen
α
Nomor Item Saat Pengambilan Data
Nomor Item Terpakai
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
α
rit
rit
total item total item terpakai terpakai
Motivasional Efikasi Diri
N=8 Nilai Tugas
9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16 N=8
Reaksi Emosi
17, 18, 19, 20, 21 N=5
0.753
0.259– 0.602
0.661
0.267– 0.441
0.759
0.380– 0.641
0.690
0.188– 0.503
0.630
0.379– 0.506
0.860
0.144 – 0.558
N=8 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16 N=8 17, 18, 19, 20, 21 N=5
Total Kognitif Strategi kognitif 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30
22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 30 N=8
N=9 Strategi Tingkah 31, 32, 33, 34 laku N=4
31, 32, 33, 34 N=4
Pada sub-komponen strategi kognitif item 25 dihilangkan karena memiliki muatan faktor yang kurang baik dan tumpang tindih dengan item lain. Sehingga jumlah item pada sub-komponen ini menjadi 8 item.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
103
Tabel 4.5 Reliabilitas dan Validitas Internal Alat Ukur Dukungan sosial α
Sumber Dukungan Sosial
Nomor Item Saat Pengambilan Data
Nomor Item Terpakai
Orang Tua
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
rit
α
rit
total total item item terpakai terpakai 0.811
0.397–
0.849
0.2920.453
0.586 N=8 Dosen
9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17 N=9
Teman Sebaya
18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25
N=8 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17
0.802
0.481– 0.560
N=9 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25
0.782
0.292– 0.586
N=8 N=8
4.3.2 Uji Alat Ukur Penelitian Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa sebelum menguji model persamaan struktural terlebih dahulu dilakukan analisis faktor terhadap item-item alat ukur yang mewakili konstruk yang diukur.
4.3.2.1 Confirmatory Factor Analysis (CFA) Skala adaptabilitas karir (N = 1012). Confirmatory Factor Analysis bertujuan untuk memilih item dari setiap alat ukur yang mewakili konstruk yang diukur. Tahap pertama adalah melakukan first order confirmatory factor analysis dari 39 item skala adaptabilitas karir yang dianalisis sebagai variabel teramati dan dimensi-dimensi adaptabilitas karir sebagai variabel laten. Untuk second order Confirmatory Factor Analysis, empat dimensi adaptabilitas karir dianalisis sebagai variabel teramati dan variabel adaptabilitas karir sebagai variabel laten. Hasil analisis data statistik menunjukkan model pengukuran cocok (good fit) dengan data (N = 1012). Berikut hasil pengolahan datanya:
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
104
4.3.2.1.1 First order confirmatory factor analysis Dimensi kepedulian karir Pada awalnya model pengukuran dimensi kepedulian karir diukur oleh sebelas variabel teramati yaitu nomor item AK1 – AK11. Item AK1-AK4 mewakili indikator ‘berorientasi pada masa depan‘, AK5-AK7 mewakili indikator ‘melibatkan diri pada perencanaan karir‘ dan AK8-AK11 mewakili indikator ‘mencari pengalaman vokasional dalam mempersiapkan karir‘. Gambar 4.1. Gambar Awal CFA Dimensi Kepedulian Karir
Pada diagram jalur terlihat bahwa semua item memenuhi standar kecocokan (GOFI = Goodness Of Fit Indices) (p-value = 0,08712 dan RMSEA = 0.019), sehingga dapat dipakai dalam pengolahan data selanjutnya. Akan tetapi terlihat beberapa item menunjukkan error residu yang cukup banyak. AK2 terlihat tumpang tindih dengan AK5, AK3 dan AK7. AK5 pun tampak tumpang tindih dengan AK2, AK7 dan AK3. Kemudian AK9 juga memiliki keterakaitan dengan AK7, AK1 dan AK10. Demikian pula AK11 terkait dengan AK10. Setelah dilakukan penghapusan pada item AK2, AK5, AK9 dan AK 11, hasilnya terlihat menjadi lebih baik dari semakin sedikitnya error residu, selain semua indikator tetap terwakili oleh item yang tersisa. Diperoleh 7 (tujuh) item yang dapat dipakai seperti terlihat pada gambar di bawah ini:
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
105
Gambar 4.2 Gambar Akhir CFA Dimensi Kepedulian Karir
4.3.2.1.2 First order confirmatory factor analyses Dimensi Pengendalian diri karir: Dimensi Pengendalian diri karir awalnya terdiri dari sepuluh item yaitu AK12 – AK21. Item AK12-AK15 mewakili ‗indikator bertanggung jawab terhadap tindakan yang diambil‘; AK16-AK18 mewakili indikator ‗kemandirian dalam membuat keputusan‘; dan AK19-AK21 mewakili indikator ‗pengendalian diri secara internal‘. Pada diagram jalur awal terlihat error residu lebih dari dua pada beberapa item, p-value < 0.05 dan nilai RMSEA > 0.05 sehingga memerlukan pengolahan lebih lanjut. Gambar 4.3 Gambar Awal CFA Dimensi Pengendalian Diri Karir
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
106
Hasil pengolahan terlihat paling
fit
ketika item AK12, AK15 dan AK21
dihilangkan. Penghilangan item-item tersebut disebabkan karena terjadinya saling tumpang tindih antara AK12 dengan AK14 dan AK15 dengan beberapa item seperti AK20, AK18 dan AK17. Diperoleh 7 (tujuh) item yang dapat digunakan dengan hasil sebagai berikut: Gambar 4.4 Gambar Akhir CFA Dimensi Pengendalian Diri Karir
Dari diagram ini terlihat p-value > 0.05 dan RMSEA < 0.05 serta penyebaran item yang masih mewakili semua indikator, seperti AK13 dan AK14 mewakili indikator bertanggung jawab, AK16 dan AK17 mewakili indikator kemandirian, dan AK19 dan AK20 mewakili indikator pengendalian internal.
4.3.2.1.3 First order confirmatory factor analyses Dimensi Keingintahuan karir: Pada dimensi ini jumlah item setelah dilakukan uji reliabilitas dan validitas konstruk adalah 8 (delapan) item yaitu
AK22,23,24,25,27,28,29 dan AK30
dengan komposisi: item AK22-AK24 mewakili indikator ‗bersikap terbuka, mau belajar dan menerima masukan baru‘; AK25,27danAK28 mewakili indikator ‗mencari informasi, mempelajari lebih jauh kemungkinan yang ada‘; dan AK29AK30 mewakili indikator ‗berani mencoba dan mengambil resiko berdasarkan realitas yang ada‘.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
107
Gambar 4.5 Gambar Awal CFA Dimensi Keingintahuan Karir
Setelah dilakukan uji konfirmatori, terlihat nilai RMSEA sudah cukup baik yang menunjukkan kecocokan data yang tampak baik dan faktor muatan dari item-itemnya pun signifikan. Akan tetapi masih terlihat nilai p < 0.05 dan error residu di item AK27 dengan lebih dari dua item lain. Setelah item AK27 dihapus diperoleh penyebaran item yang lebih cocok. Terlihat p-value =-0.08469 > 0.05 dengan penyebaran item yang masih terwakili dengan jumlah item 7 (tujuh) seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.6 Gambar Akhir CFA Dimensi Keingintahuan Karir
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
108
4.3.2.1.4 First order confirmatory factor analysis Dimensi Keyakinan diri karir: Pada dimensi ini jumlah item pada saat penyebaran kuesioner sepuluh item yaitu item AK31 – AK40 yang terdiri dari item AK31-AK36 mewakili indikator ‗perasaan mampu dan berusaha‘ dan AK37-AK40 mewakili indikator ‗penerimaan diri karena perasaan produktif dan menjadi efektif‘. Pada saat penghitungan awal hasilnya sebagai berikut. Gambar 4.7. Gambar Awal CFA Dimensi Keyakinan Diri karir
Pada diagram jalur dimensi Keyakinan Diri Karir terlihat bahwa penyebaran itemnya memiliki muatan faktor yang baik dengan t-value > 1,96. Selain itu skala ini pun sudah memenuhi standar (GOFI) yang cocok (p . 0.05; RMSEA < 0.05), namun terlihat diantara item-item tersebut menunjukkan hubungan yang tumpang tindih pada dua item lain atau lebih seperti pada AK33, AK34, AK37, AK40. Setelah item AK33, AK34, AK37, AK40 dihapus terlihat muatan faktor pada item-item lain semakin baik dan indeks kecocokannya pun lebih besar terutama pada p-value. Selain itu indikator-indikator pada dimensi ini tetap terwakili oleh item-item yang tersisa seperti pada gambar 4.8.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
109
Gambar 4.8 Gambar Akhir CFA Dimensi Keyakinan Diri Karir
4.3.2.1.5 Second Order Confirmatory Factor Analysis untuk variabel adaptabilitas karir Berdasarkan hasil first order confirmatory analysis dimensi-dimensi yang ada pada variabel Adaptabilitas Karir, hasil second order confirmatory analysis sebagai berikut: Dari tabel 4.3 terlihat bahwa kontribusi dari setiap dimensi pada variabel adaptabilitas karir cukup besar dan nilai signifikansi t-value > 1.96. Terlihat pula bahwa semua variabel teramati dari variabel adaptabilitas karir menunjukkan loading factor yang cukup besar (antara 0.54 – 0.64) sehingga dapat disimpulkan bahwa ke empat dimensi yaitu kepedulian karir, pengendalian diri karir, keingintahuan karir dan keyakinan diri karir memiliki indikator tingkah laku seperti yang ingin diukur oleh variabel adaptabilitas karir.
Tabel 4.6 Second Order Confirmatory Analysis Variabel Adaptabilitas Karir No. 1. 2. 3. 4.
Dimensi Kepedulian karir Pengendalian diri karir Keingintahuan karir Keyakinan diri karir
Standardized LoadingFactor 0.58 0.69
t-value >1.96 15.42 14.15
0.53
11.96
0.78
14.64
Goodness of Fit Indices (GOFI) Chi.square=25.23 df=17, p-value = 0.8974 RMSEA= 0.022 <0.05 GFI = 0.994 > 0.90 Uji kecocokan baik
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
110
4.3.2.2 Confirmatory Factor Analysis skala Regulasi diri Dalam Belajar (N = 1012) 34 item skala Regulasi diri belajar yang terdiri dari komponen motivasional dengan tiga subkomponen dan komponen regulasi kognitif dengan dua subkomponen disebut sebagai variabel laten. Untuk menjadikan komponen motivasional dan komponen regulasi kognitif sebagai variabel laten maka ke 34 item dimasukkan sesuai dengan kelompok komponennya sehingga pada komponen motivasional terdiri dari 16 item dan komponen kognitif 12 item. Untuk pengujian second order confirmatory analysis ke dua komponen di atas menjadi variabel teramati dan variabel Regulasi diri belajar menjadi variabel laten.
4.3.2.2.1 First order Confirmatory Factor Analysis untuk komponen motivasi Pada awal uji konfirmatori terdapat 16 item dari komponen motivasi yaitu RD1, RD3, RD5, RD8, mewakili indikator efikasi diri. RD10, RD12, RD13, RD14, RD15, RD16, RD17, mewakili indikator nilai intrinsik, dan RD18, RD19,RD20, RD21, mewakili indikator reaksi emosi.
Gambar 4.9 Gambar awal komponen motivasi Standardized solution:
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
111
Setelah pengujian pada gambar awal terlihat uji kecocokan sudah menunjukkan komposisi item yang sesuai dengan data. Namun terlihat masih terdapat beberapa item yang tumpang tindih seperti pada item RD3, RD8, RD14, RD17, RD21. Setelah dilakukan pengujian kembali dengan menghilangkan ke lima item di atas, diperoleh 11 item dengan komposisi item yang lebih cocok serta mewakili konstruk komponen motivasi.
Gambar 4.10 Gambar akhir komponen motivasional Stadardized solution:
4.3.2.2.2 First order Confirmatory factor analysis untuk komponen regulasi kognitif Pada awal pengujian jumlah item yang akan diujikan adalah 12 item. dengan Nomor item RD22, RD23, 24, 26, 27, 28, 29, 30, sebagai indikator strategi kognitif, sedangkan item RD31, 32, 33, 34, sebagai indikator strategi tingkah laku. Hasil pengujian menunjukkan komposisi item yang memenuhi standar kesesuaian GOFI. Akan tetapi dari diagram jalur masih terlihat beberapa item seperti pada RD27 dan RD29, yang tumpang tindih dengan banyak item lain, bahkan residu yang bernilai negatif. Untuk itu diputuskan ke dua item tersebut dihilangkan untuk memperbaiki komposisi item yang lebih baik.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
112
Gambar 4.11 Gambar awal komponen regulasi kognitif Standardized solution
Setelah RD27 dan RD29 dihapus diperoleh komposisi item yang lebih baik dan nilai GOFI yang lebih tinggi seperti pada gambar 4.11 berikut.
Gambar 4.12 Gambar akhir komponen regulasi kognitif Standardized solution:
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
113
4.3.2.2.3 Second Order Confirmatory Factor Analysis untuk variabel Regulasi diri dalam Belajar Berdasarkan hasil first order confirmatory factor analysis dari dua komponen yang ada pada variabel regulasi diri dalam belajar, diperoleh hasil second order confirmatory factor analysis sebagai berikut: Tabel 4.7 Second Order Confirmatory Analysis Variabel Strategi Regulasi Diri Belajar No.
komponen
1 2
Motivasi Regulasi kognitif
Standardized Loading Factor 0.77 0.65
t-value > 1.96 15.07 13.60
Goodness of Fit Chi-square=25.23, df=17 p-value = 0.08974 RMSEA = 0.022<0.05 GFI = 0.994 > 0.90 Uji kecocokan baik
Dari tabel 4.4 terlihat bahwa kontribusi dari setiap komponen pada variabel regulasi diri dalam belajar signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa masingmasing mengukur konstruk regulasi diri dalam belajar seperti yang diinginkan secara teoritik.
4.3.2.3 Confirmatory Factor Analysis skala Dukungan sosial (N = 1012) Pada pengujian first order confirmatory analysis, 25 item skala dukungan sosial merupakan variabel teramati dan tiga komponen dukungan sosial menjadi variabel laten. Sedangkan pada pengujian second order confirmatory analysis tiga komponen dukungan sosial menjadi variabel teramati dan skala dukungan sosial menjadi variabel laten. Hasil pengolahan data tersebut seperti terurai berikut ini:
4.3.2.3.1. First Order Confirmatory Factor Analysis untuk Dukungan Sosial Orang tua: Pada awalnya dukungan sosial orang tua memiliki 8 item, terdiri dari item DS1 – DS8 dengan komposisi DS1-DS3 mewakili indikator ‘dukungan dan perhatian‘; DS4 mewakili indikator ‘harapan yang tinggi‘; DS5-DS6 mewakili indikator ‘pemberian kesempatan‘ dan DS7-DS8 mewakili indikator ‘meminimalisasi kerentanan dan faktor negatif‘.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
114
Hasil pengolahan data dukungan sosial orang tua menunjukkan loading factor dan t-value yang cukup tinggi tetapi masih terdapat item-item yang memiliki error variance besar dan ada pula yang negatif. Pada item DS1 terlihat memiliki keterkaitan dengan DS3, DS4 dan DS6 sehingga diputuskan untuk dihapus.
Gambar 4.13 Gambar Awal CFA Dukungan Sosial Orang Tua
Item DS1 tidak dipertahankan walaupun memiliki korelasi yang cukup tinggi disebabkan karena mengandung pengertian yang tumpang tindih dengan item DS3, DS4, dan DS 6, yang juga memiliki korelasi yang tinggi terhadap dukungan sosial orang tua, bahkan hubungannya negatif. Demikian pula dengan DS6 yang tumpang tindih dengan DS5 dan DS 7, sehingga diputuskan untuk dihilangkan. DS6 juga dihilangkan karena terkait dengan DS7. Ketika DS8 juga dihilangkan hasil penyebaran item menjadi lebih baik seperti pada gambar di bawah ini.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
115
Gambar 4.14 Gambar Akhir CFA Dukungan Sosial Orang Tua
4.3.2.3.2. First order Confirmatory factor analysis untuk Dukungan Sosial Dosen: Pada awalnya dukungan sosial dosen memiliki 9 item, terdiri dari item DS9 – DS17 dengan komposisi item DS9 mewakili indikator ‘dukungan dan perhatian‘; DS10-DS12 mewakili indikator ‗harapan yang tinggi‘ ; DS13-DS14 mewakili indikator ‗pemberian kesempatan‘; dan DS15-DS17 mewakili indikator ‗meminimalisasi kerentanan dan faktor negatif‘.
Gambar 4.15 Gambar Awal CFA Dukungan Sosial Dosen
Dari diagram jalur di atas sebenarnya komposisi item yang ada sudah memenuhi syarat kecocokan (RMSEA = 0.024 < 0.05 dan p-value = 0.05566 > 0.05). Akan tetapi masih terlihat item-item yang tumpang tindih seperti pada DS11 dan DS16. Terlihat DS11 memiliki hubungan ganda dengan DS10 dan DS12. Sedangkan DS16 memiliki hubungan ganda dengan DS17, DS14, dan Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
116
DS15 dengan relasi yang negatif. Setelah kedua item dihapus hasilnya menunjukkan komposisi item yang lebih baik sehingga diperoleh 7 item yang dapat digunakan sebagai indikator.
Gambar 4.16 Gambar Akhir CFA Dukungan Sosial Dosen
4.3.2.3.3 First order Confirmatory Factor Analysis untuk Dukungan Sosial Teman Sebaya: Pada awalnya dukungan sosial teman sebaya memiliki 8 item terdiri dari item DS18 – DS25 dengan komposisi item DS18-DS19 mewakili indikator ‗dukungan dan perhatian‘; DS20-DS21 mewakili indikator ‗harapan yang tinggi‘; DS22-DS23 mewakili indikator ‗pemberian kesempatan‘ dan DS24-DS25 mewakili indikator ‗meminimalisasi kerentanan dan faktor negatif‘. Gambar 4.17 Gambar Awal CFA Dukungan Sosial Teman Sebaya
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
117
Pada diagram jalur terlihat bahwa standar kecocokan sudah terpenuhi, namun terlihat masih terdapat beberapa item yang tumpang tindih. Item DS18 memiliki relasi yang negatif dengan DS24 sehingga diputuskan untuk dihilangkan. DS20 juga memiliki keterkaitan dengan beberapa item lainnya, tetapi ketika DS25 dihilangkan karena tumpang tindih dengan DS20 dan DS24 ternyata DS20 menjadi ‗bersih‘ sehingga DS20 tetap dipertahankan. Setelah penghapusan pada item DS 18, dan DS 25 diperoleh hasil GOFI yang lebih baik dan tidak terdapat item negatif dengan enam item yang dapat digunakan. Hasilnya seperti gambar di bawah ini: Gambar 4.18 Gambar Akhir CFA Dukungan Sosial Teman Sebaya
4.3.2.3.4 Second Order Confirmatory Factor untuk Variabel Dukungan Sosial Berdasarkan hasil first order confirmatory factor analysis dimensi-dimensi yang ada pada variabel strategi Regulasi diri belajar maka hasil second order confirmatory factor analysis adalah sebagai berikut: Tabel 4.5. Second Order Confirmatory Factor Analysis variabel Dukungan Sosial No. Dimensi Standardize t-value > Goodness of Fit LoadingFactor 1.96 1 Dukungan Sosial Orang 0.43 10.18 Chi-square=25.23, Tua df=17 Dukungan Sosial Dosen p-value = 0.08974 2 0.50 11.54 RMSEA = 0.022<0.05 Dukungan Sosial 3 0.57 12.66 GFI = 0.994 > 0.90 Teman Uji kecocokan baik
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
118
Dari tabel di atas terlihat bahwa kontribusi dari setiap dimensi pada variabel dukungan sosial signifikan karena memiliki t-value > 1.96. Ini menunjukkan bahwa ketiga dimensi dukungan sosial yaitu dari orang tua, dosen dan teman terbukti merupakan indikator yang mengukur variabel dukungan sosial seperti yang dimaksudkan secara teoritik. Lebih jauh juga terlihat bahwa faktor loading dari dukungan sosial teman sebaya terlihat lebih besar dibandingkan dengan dua dukungan sosial lainnya.
4.4. Uji Model Persamaan Struktural pengaruh Dukungan sosial terhadap Pembangunan Adaptabilitas karir melalui Regulasi diri dalam belajar pada Mahasiswa baru UI Setelah dilakukan uji kecocokan model untuk seluruh alat ukur yang digunakan melaluif first order Confirmatory Factor Analyses dan second order Confirmatory Factor Analyses, item yang terpilih dinyatakan valid dan reliabel untuk semua variabel penelitian, yaitu dukungan sosial (vaariabel bebas), adaptabilitas karir (variabel terikat) dan regulasi diri belajar (variabel mediator). Tahap berikutnya adalah menguji model struktural penelitian. Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan hipotesis satu yang diajukan dalam penelitian, diterima atau ditolak.
Gambar 4.19 Gambar Analisis Jalur Model Penelitian (N=1012)
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
119
Dari gambar analisis jalur di atas dapat dikatakan model teoritik yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya terhadap adaptabilitas karir melalui regulasi diri dalam belajar, cocok dengan data (GOFI: Chi Square = 25.23, df = 17; p-value = 0.08974; RMSEA = 0.022; GFI = 0.994). Variabel regulasi diri dalam belajar merupakan mediator antara variabel dukungan sosial dengan variabel adaptabilitas karir. Hal ini menunjukkan bahwa posisi variabel regulasi diri dalam belajar yang proses internalisasinya dipengaruhi oleh dukungan sosial baik orang tua, dosen dan teman sebaya menjadi faktor yang penting untuk membangun adaptabilitas karir.
Dengan demikian hipotesis 1
diterima.
4.5. Hasil Uji Hipotesis 2, 3, 4, 5 Selanjutnya akan diuji hipotesis dua, tiga, empat dan lima untuk menjelaskan lebih lanjut bagaimana keterkaitan komponen pada variabel regulasi diri dalam belajar dan sumber dukungan sosial terhadap variabel adaptabilitas karir.
4.5.1. Pengujian hipotesis 2. Hipotesis 2 menyatakan: Terdapat pengaruh strategi regulasi diri belajar yang lebih besar dibandingkan dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya dalam menjelaskan adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI. Untuk menguji hipotesis tersebut dilakukan pengujian seperti pada gambar model Gambar 4.20 Analisis jalur dukungan sosial terhadap adaptabilitas karir
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
120
Gambar 4.21 Diagram Jalur Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Adaptabilitas Karir Melalui Mediasi Strategi Regulasi Diri Belajar (dalam Jose, P.E. 2013):
Dukungan Sosial
c = 0.45
Adaptibilitas Karir
MODEL 1
c‘= - 0.05
Dukungan Sosial
Adaptibilitas Karir
a = 0.471
b = 1.079
Sea = 0.051
Seb = 0.099 Regulasi Diri
MODEL 2
Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh strategi regulasi diri dalam belajar yang lebih besar daripada dukungan sosial terhadap adaptabilitas karir. Pada gambar di atas jalur c‘ nilainya = - 0.05 (model 2), dari nilai c semula yaitu c = 0.45 (model 1). Nilai nilai c‘ yang negatif menunjukkan bahwa pengaruh dukungan sosial menjadi tidak bermakna terhadap adaptabilitas karir. Pada sobel test korelasi antara DS dengan AK mendekati nol ( nilai p = 0.000000026). Variabel regulasi diri dalam belajar termasuk dalam kategori mediasi penuh (full mediation) (Sobel test, Preacher,K.J.,& Hayes, A.F., 2008, dalam Jose, P.E.,1013). Artinya dukungan sosial tidak berpengaruh terhadap adaptabilitas karir kecuali melalui regulasi diri dalam belajar. Dengan demikian hipotesis 2 diterima.
4.5.2.Pengujian hipotesis 3 Untuk menguji hipotesis 3: Terdapat sumbangan dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya yang berbeda terhadap adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI. Pengitungan regresi berganda dari dukungan sosial orang tua, dosen dan
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
121
teman sebaya terhadap adaptabilitas karir menggambarkan besarnya sumbangan masing-masing kelompok dukungan sosial terhadap adaptabilitas karir, sebagai berikut: Tabel 4.6 Standard Multiple Regression Dukungan Sosial terhadap Adaptabilitas Karir ( N=1012) Prediktor R R2 F Sig β Dukungan Sosial Orang Tua 0.305 Dukungan Sosial Dosen 0.343 0.118 44.932 0.000*** 0.167 Dukungan Sosial Teman Sebaya 0.729 p<0.001 Hasil kontribusi masing-masing sumber Dukungan sosial yaitu orang tua, dosen dan teman sebaya terhadap adaptabilitas karir signifikan (p = 0.00). Terlihat bahwa kontribusi dukungan sosial teman merupakan sumbangan yang paling besar (β = 0.729) dalam membangun Adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI. Kontribusi berikutnya adalah dukungan sosial orang tua (β = 0.305) dan dukungan sosial dosen (β = 0.167) merupakan sumbangan terkecil. Hasil ini menunjukkan bahwa pada masa remaja pengaruh teman sebaya merupakan hal penting dalam pembangunan adaptabilitas karir walaupun dukungan orang tua masih menjadi hal yang diharapkan. Dengan hasil ini maka hipotesis 3 diterima.
4.5.3.Pengujian hipotesis 4 Untuk menguji hipotesis 4 yang berbunyi terdapat sumbangan dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya yang berbeda terhadap regulasi diri dalam belajar pada mahasiswa baru UI, dilakukan cara dan proses yang sama seperti dilakukan pada pengujian hipotesis 3. Hasil yang diperoleh dari pengolahan data sebagai berikut: Tabel 4.7. Standard Multiple Regression Dukungan Sosial terhadap diri dalam belajar Prediktor R R2 F Sig Dukungan Sosial Orang Tua Dukungan Sosial Dosen 0.341 0.117 44.350 0.000*** Dukungan Sosial Teman Sebaya P<0.001
regulasi β 0.154 0.254 0.747
Hasil di atas menunjukkan bahwa sumbangan dari sumber dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya signifikan (p =0.00). Ketiga sumber dukungan sosial tersebut memberikan kontribusi yang signifikan terhadap regulasi diri
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
122
dalam belajar pada mahasiswa baru UI. Lebih jauh terlihat bahwa sumbangan dukungan teman sebaya terlihat memberikan sumbangan yang terbesar (β = 0.747) dibandingkan dengan sumber dukungan sosial lain yaitu orang tua (β = 0.154) dan dosen (β = 0.254). Dalam hal ini orang tua merupakan pemberi sumbangan terkecil terhadap internalisasi Strategi regulasi diri dalam belajar pada mahasiswa baru UI. Dengan demikian maka hipotesis 4 diterima.
4.5.4 Pengujian hipotesis 5 Hipotesis 5 berbunyi: terdapat sumbangan komponen regulasi diri dan komponen regulasi kognitif yang berbeda terhadap adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI. Hipotesis tersebut dibuktikan melalui analisis regresi di bawah ini. Tabel 4.8. Standard Adaptabilitas Karir Prediktor
Multiple
Regression
Regulasi
Diri
R
R2
F
Sig
.768
.590
725.150
.000***
Motivasional Kognitif
terhadap β .471 .381
P<0.001
Hasil penghitungan dengan regresi berganda menunjukkan bahwa terdapat sumbangan komponen motivasional dan komponen kognitif yang berbeda terhadap adaptabilitas karir. Komponen motivasional memberikan sumbangan yang lebih besar dibandingkan komponen kognitif dalam meningkatkan adaptabilitas karir pada mahasiswa UI. Dengan demikian hipotesis 5 diterima. Selanjutanya dilakukan pula analisis regresi berganda untuk melihat lebih jauh bagaimana kontribusi kedua komponen terhadap adaptabilitas karir pada ketiga jenis rumpun ilmu, yaitu ilmu Kesehatan, Sains dan Teknologi dan Humaniora. Dari hasil penghitungan pada rumpun Ilmu Kesehatan terlihat bahwa komponen kognitif lebih besar sumbangannya dibandingkan komponen motivasional. Tetapi hasil sebaliknya ditemukan pada rumpun Ilmu Sains dan Teknologi dan rumpun ilmu Humaniora, terlihat komponen motivasional yang lebih besar sumbangannya dibandingkan dengan komponen kognitif. Hasil tersebut.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
123
Tabel 4.9. tandard Multiple Regression Komponen Regulasi Diri terhadap Adaptabilitas Karir berdasarkan Rumpun Ilmu Prediktor R R2 F Sig. β Rumpun Ilmu Kesehatan Komponen 0.398 Motivasional 0.747 0.558 129.485 0.000 Komponen 0.430 Kognitif Rumpun Ilmu Sains dan Teknologi Komponen 0.548 Motivasional 0.811 0.657 300.680 0.000 Komponen 0.364 Kognitif Rumpun Ilmu Sosial Humaniora Komponen 0.449 Motivasional 0.753 0.568 317.678 0.000 Komponen 0.380 Kognitif
Kemudian untuk meneliti lebih jauh sumbangan komponen motivasional dan kognitif terhadap adaptabilitas karir dilihat melalui pengelompokan nilai IPK pada mahasiswa UI. Pengolahan data terlihat hasilnya pada tabel berikut ini.
Tabel 4.10. Standard Multiple regression Komponen Regulasi Diri terhadap Adaptabilitas Karir berdasarkan pengelompokan nilai IPK Prediktor R R2 F Sig. β Cukup Komponen 0.664 Motivasional 0.736 0.542 12.442 0.000 Komponen 0.102 Kognitif Tinggi Komponen 0.444 Motivasional 0.759 0.576 342.651 0.000 Komponen 0.407 Kognitif Sangat tinggi Komponen 0.454 Motivasional 0.758 0.574 274.560 0.000 Komponen 0.384 Kognitif
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
124
Hasil penghitungan ini menunjukkan bahwa pada ketiga kelompok perolehan IPK yaitu ‘cukup‘, ‘tinggi‘ dan ‘sangat tinggi‘, komponen motivasional lebih besar sumbangannya dibandingkan dengan komponen kognitif. Lebih jauh ditemukan bahwa pada kelompok IPK ‘cukup‘ perbedaan antara komponen motivasional dan komponen kognitif cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok ini regulasi diri motivasional yang tinggi kurang diikuti oleh strategi kognitif maupun strategi tingkah laku yang seimbang dalam membangun adaptabilitas karir. Selanjutnya dilakukan pula analisis regresi berganda lebih jauh untuk melihat bagaimana sub-komponen dari komponen motivasional yaitu keyakinan diri, nilai intrinsik, reaksi emosi dan sub-komponen dari komponen kognitif yaitu strategi kognitif dan strategi tingkah laku dalam memberikan sumbangan terhadap adaptabilitas karir. Analisis ini dilakukan untuk melihat sub-komponen yang memberikan sumbangan terbesar terhadap adaptabilitas karir seperti terlihat pada tabel regresi di bawah ini:
Tabel 4.11 Standard Multiple Regression sub-komponen regulasi diri terhadap adaptabilitas karir Prediktor R R2 F Sig β Keyakinan diri Nilai intrinsic Reaksi emosi Strategi kognitif Strategi tingkah laku P<0.00
0.782
0.612
316.806
0.000***
0.181 0.224 0.030 0.145 0.095
Dari analisis regresi pada tabel 4.9 terlihat bahwa semua sub-komponen memberikan sumbangan yang signifikan pada l.o.s 0.001. Lebih jauh terlihat, dari kelima sub-komponen regulasi diri dalam belajar, sub-komponen nilai intrinsik memberikan sumbangan terbesar (β = 0.224) , kemudian diikuti dengan subkomponen strategi kognitif (β = 0.181), sub-komponen strategi tingkah laku (β = 0.095). Sedangkan sub-komponen reaksi emosi memberikan sumbangan terkecil (β = 0.030) dibandingkan dengan sub-komponen lainnya.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
125
4.6. Hasil Pengolahan data demografis. Pengolahan data demografis dilakukan untuk melihat lebih detil bagaimana berbagai faktor demografis yang melekat pada partisipan secara spesifik berbeda pada variabel-variabel yang diteliti. Tujuannya adalah untuk memperkaya hasil analisis dan diskusi yang dilakukan dalam penelitian ini. Pengolahan data demografis dilakukan
dengan melihat perbedaan ketiga variabel
yaitu
Adaptabilitas karir, Regulasi diri dalam belajar pada mahasiswa baru UI berdasarkan rumpun ilmu, dan IPK,. Dasar pertimbangan untuk memasukkan faktor demografis dalam analisis hasil ini karena faktor-faktor tersebut secara teoritis diasumsikan mempengaruhi variabel penelitian baik itu adaptabilitas karir maupun regulasi diri belajar seperti yang telah diulas dalam kajian literatur. Untuk melihat perbedaan perolehan skor adaptabilitas karir, regulasi diri dalam belajar maupun dukungan sosial pada kelompok-kelompok sesuai data demografis digunakan analisis perbedaan anovar. Jika hasil analisis anovar signifikan maka akan dilakukan uji t-test Post Hoc dengan Tukey HSD .
4.6.1 Hasil analisis Adaptabilitas karir berdasarkan data akademik: Dari tabel 4.12 adaptabilitas karir dianalisis berdasarkan perolehan data akademik dari partisipan. Tabel 4.12 Analisa Perbedaaan Adaptabilitas Karir berdasarkan Demografis Data Kategori Adaptabilitas Karir Demografis n Mean SD Koefisien Statistik IPK Cukup 24 2.68 0.36 F (2,938) Tinggi 507 2.90 0.29 =16.185 Sangat tinggi 410 2.96 0.30 Rumpun Ilmu Kesehatan 208 2.86 0.34 F (2.1009) = 0.665 Humaniora 487 2.82 0.36 Sains dan 317 2.77 0.33 Teknologi *p < 0.05; ** p< 0.01; *** p< 0.001
Variabel
Sig 0.000***
0.514
Perbedaan yang terdapat pada faktor IPK terlihat signifikan pada l.o.s. 0.001, sehingga dilanjutkan dengan dilakukan uji Post Hoc untuk mengetahui perbedaan diantara kategori yang ada seperti pada tabel 4.13
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
126
Tabel 4.13 Uji Post Hoc Variabel Adaptabilitas Karir pengelompokan nilai IPK dengan Tukey HSD Kategori peroleh IPK Perbedaan Mean Cukup dengan Tinggi -0.21 Cukup dengan Sangat Tinggi -0.27 Tinggi dengan Sangat Tinggi -0.06 ** p < 0.01 *** p < 0.001
berdasarkan p .000*** .000*** .005**
Dari hasil pengujian, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan signifikan antara mahasiswa yang mempunyai IPK ‘cukup‘ dengan mahasiswa yang mempunyai IPK ‘tinggi‘. Antara kelompok mahasiswa yang memperoleh IPK ‘cukup‘ dengan kelompok dengan IPK ‘sangat tinggi‘ juga terdapat perbedaan berarti. Lebih lanjut perbedaan antara kelompok mahasiswa yang mempunyai IPK ‘tinggi‘ dengan kelompok dengan IPK ‘sangat tinggi‘ juga terdapat perbedaan bermakna. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa semakin tinggi IPK semakin tinggi pula perolehan skor adaptabilitas karir pada mahasiswa. Apabila diperhatikan perbedaan mean ketiga kelompok terlihat kecil, namun karena rentang perbedaan IPK antara kelompok ‘sangat tinggi‘ ‘tinggi‘ dan ‘cukup‘ kecil besar nilainya kecil maka perbedaan sedikit saja menjadi signifikan. selanjutnya ditemukan bahwa faktor rumpun ilmu tidak menunjukkan hasil yang berbeda dalam perolehan skor adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI. Artinya rumpun ilmu tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembangunan adaptabilitas karir.
4.6.2 Hasil analisis regulasi diri dalam belajar berdasarkan data akademik: Pada variabel regulasi diri belajar faktor demografis yang akan dianalisis adalah faktor Rumpun ilmu dan IPK. Hasil analisis seperti terlihat pada tabel berikut.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
127
Tabel 4.13 Analisa Perbedaaan regulasi diri dalam belajar berdasarkan Variabel Demografis Regulasi diri belajar Data Kategori n Mean SD Koefisien Sig Demografis Statistik Rumpun ilmu Kesehatan 208 2.86 0.34 Sains & 317 2.77 0.33 F(2,1009) 0.017** Teknologi = 4.104 Humaniora 487 2.82 0.36 IPK Cukup 24 2.58 0.32 F(2,938) Tinggi 507 2.77 0.34 0.000*** =13,819 Sangat Tinggi 410 2.87 0,35 p < 0.05*; p< 0.01**; p< 0.001*** Terdapat perbedaan regulasi diri dalam belajar yang signifikan antara mahasiswa rumpun ilmu kesehatan, rumpun sains dan teknologi dan humaniora. Selanjutnya dilakukan uji Post Hoc untuk mengetahui perbedaan diantara kategori yang ada.
Tabel 4.14 Uji Post Hoc Variabel Regulasi Diri dalam Belajar berdasarkan Rumpun Ilmu dengan Tukey HSD Kategori Perbedaan Mean p Kesehatan dengan Sains & Teknologi 0.08 .015* Kesehatan dengan Humaniora 0.03 .412 Sains & Teknologi dengan -0.04 .119 Humaniora * p < 0.05 Secara keseluruhan ada perbedaan mean yang signifikan pada ketiga katagori rumpun ilmu, tetapi ketika dilakukan uji post-hoc perbedaan regulasi diri dalam belajar yang signifikan ditemukan hanya pada mahasiswa rumpun ilmu kesehatan dengan rumpun sains dan teknologi. Sedangkan pada mahasiswa rumpun Kesehatan dan Humaniora tidak berbeda secara signifikan, demikian pula rumpun Humaniora dengan rumpun Sains dan Teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa regulasi diri dalam belajar telah diterapkan pada ketiga kelompok rumpun ilmu, tetapi mahasiswa rumpun ilmu Kesehatan tampaknya lebih efektif dalam menerapkan regulasi diri dalam belajar dibandingkan mahasiswa rumpun ilmu Sains & Teknologi.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
128
Hasil uji signifikansi regulasi diri dalalm belajar berdasarkan kelompok perolehan nilai IPK terlihat seperti pada tabel berikut: Tabel 4.15 Uji Post Hoc Variabel Regulasi Diri Belajar berdasarkan IPK dengan Tukey HSD Kategori Perbedaan Mean p Cukup vs Tinggi -0.11 .100 Cukup vs Sangat Tinggi -0.21 .000*** Tinggi vs Sangat Tinggi -0.09 .000*** *** p < 0.001 Hasil post-hoc test menunjukkan mahasiswa yang mempunyai nilai IPK ‘sangat tinggi‘ berbeda secara signifikan dengan mahasiswa yang mempunyai nilai IPK ‘cukup‘ maupun dengan mahasiswa yang mempunyai nilai IPK ‘tinggi‘ dalam hal skor regulasi diri belajar. Akan tetapi pada mahasiswa yang nilai IPKnya ‘cukup‘ tidak berbeda secara signifikan dengan mahasiswa yang nilainya ‘tinggi‘ dalam perolehan skor regulasi diri dalam belajar. Dengan demikian perbedaan nilai IPK pada mahasiswa kelompok ‘sangat tinggi‘ dan ‘cukup‘ terlihat lebih jelas. Dapat disimpulkan bahwa semakin mahasiswa menerapkan regulasi diri belajar secara lebih efektif akan diikuti pula dengan perolehan
nilai
IPK
yang
lebih
tinggi.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Dalam bab 5 ini akan disajikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai jawaban dari pertanyaan penelitian yang telah diajukan. Kesimpulan ini juga akan menjawab hipotesis kerja yang dipaparkan dalam bab 2. Kemudian akan diulas diskusi hasil penelitian ini beserta keterbatasan yang terdapat dalam penelitian. Ulasan ini akan diakhiri dengan saran-saran yang terkait dengan pengembangan teori dan metodologi.
5.1.Kesimpulan Penelitian ini menjawab pertanyaan penelitian utama, apakah model teoritik yang menjelaskan pengaruh dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya terhadap adaptabilitas karir melalui regulasi diri dalam belajar pada mahasiswa baru UI sesuai dengan data. Berdasarkan pengujian hipotesis satu yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa model teoritik yang melihat pengaruh dari dukungan sosial terhadap adaptabilitas karir melalui mediasi regulasi diri dalam belajar, diterima dan terbukti sesuai (fit) dengan data. Hipotesis dua yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh regulasi diri dalam belajar yang lebih besar daripada dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya dalam menjelaskan adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI diterima dan terbukti sesuai dengan data yang ada. Hipotesis tiga, yang menyatakan terdapat sumbangan dari dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya yang berbeda terhadap adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI, diterima. Teman sebaya memberikan sumbangan terbesar diikuti oleh orang tua dan dosen. Hipotesis empat, yang menyatakan terdapat sumbangan dari dukungan sosial orang tua, dosen dan teman sebaya yang berbeda terhadap regulasi diri dalam belajar pada mahasiswa baru UI, diterima. Hasil menunjukkan sumbangan dukungan sosial teman sebaya merupakan sumbangan terbesar diikuti oleh dukungan sosial dosen dan orang tua.
129
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
Universitas Indonesia
130
Pada hipotesis lima, yang menyatakan terdapat sumbangan komponen regulasi diri motivasional dan komponen kognitif dalam belajar yang berbeda terhadap adaptabilitas karir pada mahasiswa baru UI, diterima. Hasil menunjukkan sumbangan regulasi diri motivasional lebih besar dibandingkan dengan sumbangan regulasi diri kognitif.
5.2. Diskusi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumbangan dimensi-dimensi kepedulian, pengendalian, keingintahuan dan keyakinan diri karir memberikan sumbangan yang berbeda terhadap adaptabilitas karir. Pada hasil penelitian pada mahasiswa UI dimensi keyakinan diri memberikan sumbangan terbesar, kemudian diikuti oleh dimensi kepedulian karir, pengendalian diri karir dan keingintahuan karir memberikan sumbangan terkecil. Keyakinan diri karir merupakan kemampuan yang terkait dengan keberhasilan mahasiswa dalam mengimplementasikan keputusan karirnya. Misalnya ketika mahasiswa memutuskan untuk memilih juruan psikologi, keberhasilan dalam mempertahankan prestasi melalui penguasaan materi kuliah dapat meningkatkan keyakinan diri mahasiswa akan kemampuannya dalam mengimplementasikan tujuan karirnya. Keyakinan diri berawal dari peningkatan kemampuan dari hal yang paling sederhana seperti halnya membereskan tempat tidur, mencuci pakaian sendiri sampai pada penguasaan materi kuliah, lulus ujian, maupun bekerja. Pengalaman keberhasilan akan menumbuhkan perasaan mampu, produktif dan bermanfaat serta meningkatkan penerimaan diri yang mendorong individu mencari pengalaman eksploratif, seperti mencoba berbagai aktivitas dan kegiatan yang dapat meningkatkan keyakinan dirinya (Savickas, 2012). Menurut Savickas (dalam Lent & Brown, 2013), adaptabilitas karir dibentuk melalui kepedulian karir, kemudian kepedulian akan membawa individu pada pengendalian diri yang menjadi upaya kontrol terhadap tindakan dan keputusannya. Semua hal yang dilakukan akan membawa individu pada keyakinan diri karir yang meningkat. Akan tetapi temuan penelitian ini berbeda dengan pendapat Savickas (2012) dimana keyakinan diri menjadi faktor terbesar bagi adaptabilitas karir mahasiswa baru UI. Umumnya mahasiswa baru UI
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
131
dipandang oleh masyarakat sebagai mahasiswa yang memiliki kemampuan tinggi karena berhasil lolos dalam seleksi masuk yang ketat. Keberhasilan menjadi mahasiswa UI tampaknya mampu meningkatkan keyakinan diri mereka bahwa mereka akan berhasil mencapai karirnya. Selain karena berhasil lolos seleksi masuk UI, partisipan mahasiswa masih berada di semester 2 dimana mata kuliah yang mereka ikuti merupakan matakuliah universitas yang masih tergolong umum dan relatif mudah diikuti, sehingga keyakinan diri sebagai mahasiswa yang baru masih tergolong cukup tinggi. Perlu dikaji lebih jauh apakah profil keyakinan diri ini masih menjadi yang terbesar ketika mahasiswa berada di semester yang lebih tinggi dimana mereka sudah masuk pada matakuliah mayornya. Hasil utama penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial yang mampu membentuk regulasi diri dalam belajar yang dapat meningkatkan adaptabilitas karir. Kesimpulan ini diperkuat dengan diterimanya hipotesis dua, yaitu regulasi diri dalam belajar memberikan pengaruh yang jauh lebih kuat dibandingkan dukungan sosial terhadap pembangunan adaptabilitas karir. Dapat dikatakan hubungan yang sangat kuat antara regulasi diri dalam belajar dengan adaptabilitas karir membuat dukungan sosial menjadi sangat kecil pengaruhnya. Disini regulasi diri dalam belajar menjadi mediator penuh antara dukungan sosial dengan adaptabilitas karir. Adaptabilitas karir tidak akan terbentuk dengan kuat apabila tidak melalui pembentukan regulasi diri dalam belajar yang menetap yang pembentukannya dipengaruhi oleh dukungan sosial. Dengan demikian temuan penelitian ini dapat menjelaskan alasan dalam penelitian-penelitian sebelumnya bahwa korelasi antara dukungan sosial dengan kesiapan membangun karir, hasilnya tidak selalu konsisten misalnya penelitian tentang pengaruh keluarga terhadap keyakinan diri pengambilan keputusan karir (Sumari, 2006), Kedekatan orang tua terhadap pengambilan keputusan karir (Mau, 2004), pola asuh orang tua terhadap kematangan karir (Wu, 2009), pengaruh orang tua terhadap adaptabilitas karir (Hirschi, 2010). Dapat dikatakan bahwa regulasi diri dalam belajar menjadi sebuah keterampilan penting yang harus dimiliki oleh mahasiswa, sebab tanpa terbentuknya regulasi diri dalam belajar ini maka tampaknya akan sulit untuk membangun adaptabiltas karir yang kuat. Ketangguhan beradaptasi akan dapat
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
132
teruji kalau mahasiswa menerapkan keterampilan regulasi diri dalam belajar secara menetap. Proses terbentuknya internalisasi diawali dengan proses melakukan regulasi kognitif seperti melakukan elaborasi dan organisasi dalam berpikir, memecahkan persoalan dan menguasai materi dalam proses belajar. Semakin menetap penerapan pola berpikir tingkat tinggi yang dilakukan maka kinerja individu akan semakin konsisten dan efektif, sehingga individu mampu melakukan perencanaan dan evaluasi untuk selalu membuat kinerjanya stabil. Keberhasilan yang dialami akan membawa pada kepuasan untuk selalu melakukan regulasi terus menerus dalam belajarnya. Kepuasan karena keberhasilan yang diperoleh, akan membentuk motivasi internal untuk selalu mengulangi kembali tingkah laku regulatifnya. Pada tahap ini penerapan regulasi diri dalam belajar, belum menjadi terinternalisasi sebab untuk dapat mempertahankan konsistensi regulasi diri dalam belajarnya individu harus membuktikan konsistensi regulasi dirinya dalam menghadapi kesulitan dan tantangan dalam proses belajarnya. Individu yang dapat melibatkan dirinya dan menerapkan regulasi dalam proses belajarnya pada situasi yang disukai ataupun tidak, akan lebih merasakan kepuasan dalam proses belajarnya, akan siap menghadapi tantangan tugas belajarnya dan akan dapat menginternalisasikan regulasi diri dalam belajarnya. Hasil penelitian ini menunjukkan komponen motivasional memberikan sumbangan lebih besar daripada komponen kognitif. Ini menunjukkan bahwa keyakinan akan kemampuan diri, pemberian bobot terhadap tugas yang lebih positif dan respon emosi yang kecil memberikan sumbangan yang penting bagi pembangunan adaptabilitas karir yang menetap. Hasil ini mendukung pendapat Zimmerman (1995, p. 253),
bahwa regulasi diri motivasional merupakan
faktor yang menentukan proses internalisasi regulasi diri dalam belajar. Agar penerapannya menetap maka faktor motivasional harus dikaitkan dengan persistensi penerapan strategi kognitif dan strategi tingkah laku (Jacobson & Harris, 2008). Selain itu faktor motivasional perlu pula dikaitkan dengan keinginan dan kesediaan individu untuk menerima tantangan dan tugas yang lebih sulit serta mau menghadapi tugas yang tidak disukai (Lapan, 2004). Apabila dilihat lebih jauh, nilai intrinsik sebagai sub-komponen motivasional merupakan sikap l individu terhadap tugasnya. Sikap tersebut
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
133
akan menentukan bagaimana individu secara internal memberikan bobot nilai terhadap kuliah dan tugas-tugas kuliahnya. Hasil analisis lanjutan menunjukkan bahwa sub-komponen nilai intrinsik memberikan kontribusi yang terbesar terhadap adaptabilitas karir. Hasil ini sejalan pula dengan penelitian Pintrich dan Groot (1990); Lapan, 2004, bahwa nilai intrinsik merupakan sumbangan terbesar terhadap prestasi akademik. Nilai intrinsik ini merupakan pemberian bobot nilai oleh individu terhadap tugas maupun materi kuliah. Individu yang memberikan bobot nilai tinggi terhadap tugas atau mata kuliah yang diambilnya akan menganggap mata kuliah tersebut penting dan harus dikuasai, harus diprioritaskan dan difokuskan. Sedangkan kepentingan dari materi kuliah tersebut
akan
menentukan
skala
prioritas
untuk
mendahulukannya
dibandingkan dengan kegiatan yang lain. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa semester dua dan hasilnya menunjukkan bahwa nilai intrinsik sudah mulai terbentuk pada mahasiswa baru UI. Dapat dikatakan bahwa sikap kemandirian, komitmen dan tanggung jawab individu menjadi nilai intrinsik yang menentukan keterlibatannya dalam mata kuliah atau tugas tersebut. Selain itu biasanya nilai terhadap tugas ini dikaitkan dengan adanya sikap lebih mementingkan penguasan materi (mastery learning) daripada perolehan nilai (performance learning), adanya dorongan internal daripada eksternal, serta minat-minat pribadi. Ketika individu merasa tugas itu sebuah tujuan penting maka ia akan menjadikan tugas tersebut sebagai prioritas, menyukai tugas tersebut, melibatkan dirinya dalam proses belajar dengan senang hati, dan berusaha keras untuk menguasai tugas tersebut secara intrinsik dan tidak terpengaruh oleh hal-hal di luar dirinya (Wolters,2003; Zimmerman,1989). Akan tetapi hasil penelitian ini masih harus dikuatkan hasilnya dengan membuktikan bahwa nilai intrinsik ini akan konsisten ketika mahasiswa menghadapi tantangan kesulitan maupun kendala yang dihadapi dalam perkuliahan. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh dari nilai intrinsik ini pada mahasiswa semester yang lebih tinggi. Disini Mastery learning yang merupakan syarat utama untuk membuat mahasiswa memiliki keyakinan diri akan kemampuannya
dapat meningkatkan
adaptabilitas karirnya.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
134
Selain nilai intrinsik, hasil temuan pelanjutan adalah sub-komponen keyakinan diri merupakan sumbangan ke dua terhadap adaptabilitas karir. Ketika nilai intrinsik sudah dirasakan manfaatnya oleh mahasiswa maka peningkatan prestasi akan menimbulkan perasaan yakin akan kemampuan mereka untuk menguasai materi kuliahnya. Kontribusi yang kuat ini menjadi pendukung bagi terbentuknya adaptabilitas karir yang kuat pada mahasiswa. Hasil ini mendukung penelitian Pintrich dan Groot (1990) bahwa keyakinan diri akan membuat individu memiliki kesiapan menghadapi tantangan dan kesulitan yang semakin besar, termasuk dalam hal karirnya. Penerapan strategi kognitif yang terus menerus dan efektif terbukti merupakan sumbangan ke 3 terbesar terhadap adaptabilitas karir. Tampaknya ini terkait dengan temuan sebelumnya dimana strategi kognitif yang efektif akan meningkatkan motivasi internal untuk mengulangi kembali tingkah laku belajarnya. Penelitian Pintrich dan Groot (1990) menemukan bahwa penerapan strategi kognitif berkorelasi secara signifikan dengan nilai intrinsik terhadap prestasi akademik dan pelaksanaan tugas. Sehingga apabila dikaitkan dengan adaptabilitas karir, kebiasaan menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi ini akan membentuk kebiasaan untuk selalu siap menghadapi tantangan sesulit apapun. Dapat dikatakan bahwa komponen-komponen yang ada pada regulasi diri dalam belajar mampu membuat mahasiswa meningkatkan adaptabilitas karir secara efektif dan bermakna. Artinya komponen motivasional yang ada pada regulasi diri
membuat mahasiswa terdorong dan berkeinginan untuk
membuat proses belajarnya lebih bersungguh-sungguh, mempunyai tujuan belajar yang jelas dan membuat perencanaan yang sistimatis, melibatkan diri dalam proses belajar secara maksimal, meminimalisasi kecemasan dan menggunakan strategi-strategi berpikir untuk dapat mencapai tujuan yang telah dibuat. Sedangkan komponen kognitif membuat mahasiswa menggunakan teknik-teknik berpikir seperti mengulang, mengelaborasi secara efektif, melakukan pemecahan masalah maupun strategi-strategi berpikir yang lebih efektif, untuk menghasilkan prestasi tinggi.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
135
Selain itu mahasiswa juga menerapkan strategi tingkah laku dengan melakukan perencanaan, melakukan manajemen waktu yang baik, dan kontrol terhadap pelaksanaan proses belajarnya sehingga memampukan mahasiswa melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan apabila mengalami kendala dan hambatan selama proses belajarnya. Apabila regulasi ini dilakukan terus menerus berarti mahasiswa menggunakan pola pikir dan perilaku regulatif sebagai kebiasaan untuk mencapai prestasi yang terus meningkat. Hal ini dibuktikan dari penghitungan data akademik dimana perolehan skor regulasi diri dalam belajar yang tinggi diikuti pula oleh perolehan nilai IPK yang semakin tinggi pula.
Hasil ini mendukung pendapat
Lapan (2004) dan
penelitian Havenga (2010) bahwa regulasi diri dalam belajar yang konsisten akan meningkatkan prestasi akademik. Analisis lebih lanjut menunjukkan hasil yang sedikit berbeda ketika dilihat berdasarkan mahasiswa kelompok rumpun ilmu yang ada di UI. Pada mahasiswa rumpun ilmu sains dan teknologi serta humaniora, regulasi motivasional terlihat lebih tinggi dibandingkan regulasi kognitif. Akan tetapi pada kelompok rumpun ilmu kesehatan, ternyata perolehan regulasi kognitif yang lebih tinggi. Pada kelompok mahasiswa dari rumpun ilmu kesehatan perolehan skor regulasi diri dalam belajar pun menunjukkan perolehan skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok mahasiswa dari rumpun sains & teknologi maupun mahasiswa rumpun humaniora. Artinya mahasiswa dari rumpun kesehatan menunjukkan intensifikasi yang lebih besar pada regulasi diri kognitif dalam belajar dibandingkan dengan mahasiswa rumpun sains & teknologi maupun humaniora. Di fakultas-fakultas rumpun ilmu kesehatan terutama di Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi, sistem pendidikan yang diterapkan adalah pendekatan problem based learning (PBL), yaitu pendekatan dalam belajar melalui proses pemecahan masalah.
Pendekatan seperti ini
menuntut keaktifan dan inisiatif yang tinggi dari mahasiswanya untuk mencari berbagai alternatif solusi terhadap permasalahan yang diberikan. Selain itu pendekatan belajar dengan jadwal dan batas waktu yang juga sangat ketat membuat mereka dituntut untuk dapat mengatur waktu belajar, jadwal belajar dan perencanaan belajar yang teratur. Jadi penerapan strategi regulasi belajar
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
136
diatur secara institusional yang membuat mahasiswa mau tidak mau harus melakukan regulasi diri kognitif lebih intensif, baik melalui setrategi kognitif maupun tingkah laku. Hal ini menjelaskan mengapa regulasi diri dalam belajar pada mahasiswa rumpun ilmu kesehatan juga lebih tinggi dibandingkan dengan ke dua rumpun ilmu lainnya. Perlu diwaspadai bahwa penerapan strategi kognitif yang jauh lebih tinggi dibandingkan motivasional akan mengurangi pula makna dari tujuan belajarnya secara keseluruhan. Ini mengacu pada hasil penelitian Pintrich dan Groot (1990) bahwa komponen kognitif yang lebih tinggi biasanya ditemukan pada siswa yang orientasi tujuannya adalah performance goal, artinya siswa belajar hanya untuk mengejar nilai. Dalam hal ini diperlukan penelitian lebih lanjut pada mahasiswa UI. Dalam memengaruhi adaptabilitas karir, ke dua komponen regulasi diri dalam belajar, motivasional maupun kognitif, keduanya tidak dapat dipisahkan dan akan menjadi ideal apabila diterapkan dengan seimbang. Hal ini dapat dibuktikan pada analisis lanjutan dari ke dua komponen ini. Berdasarkan perolehan IPK terlihat bahwa pada kelompok mahasiswa dengan IPK tinggi dan sangat tinggi perolehan rerata kedua komponen regulasi diri relatif cukup seimbang dan tidak jauh berbeda. Sedangkan pada kelompok mahasiswa dengan IPK cukup terlihat perolehan rerata regulasi motivasional jauh lebih besar dibandingkan dengan rerata regulasi kognitif. Hal ini membuktikan bahwa apabila upaya regulasi motivasional yang tinggi tidak diikuti oleh skor regulasi kognitif yang tinggi, maka kontribusinya tidak akan berbanyak memberikan arti pada peningkatan pembangunan adaptabilitas karir yang tinggi. Hal ini dikarenakan aspek motivasional tidak cukup hanya menjadi wacana tetapi harus dibuktikan melalui aspek kognitif seperti strategi kognitif maupun tingkah laku. Disini menunjukkan bahwa kedua komponen regulasi diri harus diterapkan secara seimbang atau kalaupun berbeda tidak terlalu jauh perbedaannya. Implikasi hasil penelitian ini bagi mahasiswa UI ketika mahasiswa menerapkan regulasi diri dalam belajar adalah, mahasiswa merasakan mata kuliah yang diikutinya mempunyai tujuan yang jelas, merasakan manfaatnya, dan mengalami perkembangan karena penguasaan terhadap materi tersebut.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
137
Pada saat itu kesungguhan mahasiswa untuk terlibat aktif dalam mata kuliah akan semakin meningkat. Mahasiswa yang dapat merasakan manfaat ketika mempelajari sebuah mata kuliah akan membuat motivasinya juga meningkat untuk mendalami dan berprestasi pada mata kuliah tersebut. Hal ini menjadi tantangan bagi para staf pengajar untuk berupaya membuat matakuliah yang diampunya mempunyai bobot nilai yang diprioritaskan oleh mahasiswa untuk memperdalam lebih jauh tentang mata kuliah tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bobot akan nilai intrinsik merupakan hal penting bagi mahasiswa untuk dapat meningkatkan penerapan strategi kognitif yang lebih intensif sehingga membuat regulasi diri dalam belajarnya semakin efektif. Meningkatnya prestasi akan diikuti pula dengan meningkatnya keyakinan diri (self efficacy) terhadap kemampuannya dan reaksi emosi positif yang membuat mahasiswa puas, tidak cemas, dan senang mengikuti proses belajarnya, serta meningkatkan dimensi pengendalian terhadap adaptabilitas karirnya Sumbangan
komponen kognitif juga menunjukkan hasil yang
signifikan terhadap adaptabilitas karir. Strategi tingkah laku merupakan tingkah laku merencanakan, monitoring, modifikasi terhadap kognisi dalam proses belajar, serta meminimalisasi hambatan dalam proses belajar. Dalam aktivitasaktivitas tersebut termasuk di dalamnya melakukan
perencanaan diri,
penetapan tujuan, monitoring proses pelaksanaan dan evaluasinya serta melakukan modifikasi terhadap pelaksanaan belajar.
Pada mahasiswa UI
proses ini merupakan aspek penting dari proses regulasi diri dalam belajar. Mahasiswa UI sebagian besar merupakan mahasiswa yang aktif tidak hanya pada kegiatan kuliah melainkan mereka juga mempunyai banyak kegiatan di luar kegiatan kuliah seperti organisasi mahasiswa, kegiatan di luar kampus dan sebagainya. Kondisi ini membuat mahasiswa harus melakukan penataan waktu dan perencanaan belajar yang baik. Sebab apabila tidak demikian maka akan sulit untuk dapat melaksanakan kegiatan kuliah dan aktivitas di luar kuliah dengan prestasi yang baik. Hal ini pula yang menyebabkan mengapa strategi tingkah laku seharusnya menjadi prioritas utama dibandingkan dengan strategi kognitif. Sebab strategi kognitif merupakan strategi berpikir seperti mengingat, memahami, menjelaskan kembali, pada umumnya sudah dilakukan oleh
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
138
mahasiswa sejak dari sekolah dasar. Akan tetapi melakukan strategi tingkah laku seperti membuat tujuan, perencanaan belajar, monitoring dan evaluasi terhadap proses belajarnya bukan menjadi keterampilan yang diprioritaskan dalam proses belajar pada masa sekolah. Pada kenyataannya mahasiswamahasiswa yang banyak mengalami masalah akademik yang dirujuk kepada peneliti adalah mereka yang tidak mempunyai keterampilan belajar membuat perencanaan belajar yang baik selain, karena masalah sosial emosional, bukan karena memiliki masalah dengan kemampuan kognitifnya Selain mengembangkan keterampilan belajar dalam mencapai prestasi yang tinggi, penerapan strategi regulasi diri dalam belajar pada prosesnya dapat mengembangkan keterampilan interpersonal melalui proses interaksinya baik interaksi dengan teman sebaya, dosen maupun pihak lainnya. Dalam hal ini terlihat bahwa dukungan sosial orang tua menempati urutan yang paling bawah dalam mempengaruhi regulasi diri dalam belajar. Fenomena ini menunjukkan bahwa semakin dewasa mahasiswa maka pengaruh orang-orang lain di luar orang tuanya mempunyai peranan yang lebih besar dalam membantu mereka mencapai karir yang dicita-citakannya. Sekali lagi disini pengembangan keterampilan interpersonal dan keterampilan sosial menjadi hal yang harus dikembangkan oleh mahasiswa. Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat keterampilan sosial yang seperti apa yang dibutuhkan dalam menjalin interaksi antara mahasiswa dan dosen agar meningkatkan regulasi diri dalam belajar. Hasil penelitian ini juga mendukung pendapat Lapan (2004); Wentzel dan Feldman (1993) yang menyatakan bahwa sebenarnya penerapan strategi regulasi diri belajar pada dasarnya dipengaruhi oleh keterampilan prososial dari individu untuk dapat menerapkannya dengan efektif. Dengan demikian maka keterampilan penerapan strategi regulasi diri ini seharusnya menjadi keterampilan yang perlu dimiliki oleh semua mahasiswa untuk dapat mencapai keberhasilan akademiknya. Sebab pertemanan dengan teman sebaya maupun interaksi yang positif antara siswa dan guru menyediakan kesempatan bagi siswa untuk mempelajari perilaku prososial seperti peduli terhadap situasi dan kondisi perasaan orang lain, prinsip keadilan dan menghargai orang lain, perilaku menolong dan sebagainya. (Younis, dalam Lapan, 2004).
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
139
Telah diuraikan sebelumnya bahwa kelompok mahasiswa dari rumpun ilmu kesehatan menunjukkan penerapan strategi regulasi diri belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumpun ilmu sains & teknologi. Disini dapat dijelaskan bahwa pembentukan strategi regulasi diri dalam belajar bisa dipengaruhi pula oleh kondisi lingkungan berupa ada tidaknya kesempatan untuk meregulasi diri dan ketersediaan sumber belajar (Boekaerts & Niemivierta, 2000; Pintirch, 2000).
Lingkungan
kampus memengaruhi
individu dalam hal memberikan kesempatan pada mahasiswanya untuk menerapkan strategi regulasi diri. Misalnya kebijakan dalam sistem pembelajaran seperti penerapan student centered learning atau teacher centered
learning
akan
mempengaruhi
cara
mahasiswa
mengakses
pengetahuan dan materi belajar yang diberikan. Selain itu kemudahan mahasiswa
mendapatkan
atau
mengakses
informasi
seperti
fasilitas
perpustakaan baik yang offline maupun online, juga akan memengaruhi tingkah laku mahasiswa dalam menerapkan strategi regulasi diri belajar. Tuntutan dan situasi belajar seperti pada kelompok rumpun ilmu kesehatan tidak sepenuhnya terdapat pada kelompok rumpun ilmu sains dan teknologi yang pendekatannya lebih individual dan sangat tergantung pada mahasiswanya sendiri untuk menata dan mengatur proses belajarnya. Sedangkan pada rumpun ilmu humaniora tampaknya sistem yang digunakan merupakan perpaduan dari pendekatan problem based learning dan pendekatan lain seperti collaborative learning. Tentunya kondisi seperti ini membutuhkan pendalaman kajian dan analisis lebih jauh untuk melihat lebih mendalam sistem pembelajaran dan pendekatan yang digunakan pada semua rumpun ilmu. Dengan demikian dapat dikatakan melalui pendekatan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan, penerapan regulasi diri dalam belajar dapat ditingkatkan pada semua mahasiswa di Universitas Indonesia. Hal ini dapat menjadi masukan dan bahan kajian lebih lanjut untuk menentukan kebijakan yang diambil dalam meningkatkan efektivitas kurikulum dari masing-masing fakultas yang ada di Universitas Indonesia. Dukungan sosial yang dibutuhkan individu walaupun sudah berada di bangku perkuliahan adalah bentuk dukungan sosial yang berbeda ketika ia
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
140
masih kanak-kanak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial memberikan sumbangan yang signifikan terhadap pembangunan adaptabilitas karir maupun prestasi akademik. Hasil ini mendukung penelitian Malecki dan kawan-kawan (2002) serta Rubel (2008). Ketika individu masih kanak-kanak dukungan lebih banyak pada bantuan teknis seperti mengajari cara berhitung, membaca, memecahkan persoalan, membantu anak ketika mengalami kesulitan dalam proses belajarnya dan sebagainya. Akan tetapi ketika individu mulai beranjak remaja dukungan sosial lebih bersifat afektif dan suportif seperti pemberian nasihat, alternatif pilihan, persetujuan, finansial, pemberian umpan balik tentang pengenalan diri, penerimaan kelompok, dan lain-lain. Dukungan sosial yang relevan dengan kebutuhan individu yang diperlukan akan membuat pembentukan adaptabilitas karir pada individu menjadi lebih baik terutama di masa remaja. Misalnya dukungan yang relevan untuk mahasiswa dalam hal adaptabilitas karir lebih pada bentuk pemberian kepercayaan, kesempatan berdiskusi dan memilih, memberikan pendapat, menawarkan alternatif solusi, penerimaan dan penghargaan terhadap hasil prestasi,
maupun
kemauan
mendengar apa yang dirasakan dan dipikirkan serta hal-hal lain seperti layaknya orang dewasa. Selanjutnya dalam penelitian ini ditemukan pula, dukungan sosial teman sebaya memberikan sumbangan terbesar dibandingkan dukungan sosial orang tua dan dosen dalam membangun adaptabilitas karir pada mahasiswa UI. Peranan teman tampaknya menjadi lebih besar karena bagi mahasiswa, pertemanan menjadi bagian yang sentral selama menjalani proses perkuliahan. Teori life space-life span dari Super (1997) menyatakan peran hidup sebagai mahasiswa merupakan peran utama yang menyediakan kesempatan bagi mahasiswa untuk menjalin pertemanan yang dapat mendukung proses belajarnya.
Dukungan
sosial
seperti
penerimaan,
nasihat,
pendapat,
persetujuan, solusi dan bentuk-bentuk dukungan lainnya seperti solidaritas dan perasaan ‘senasib‘ merupakan kebutuhan yang penting. Apalagi ketika mahasiswa dituntut harus lebih mandiri, belajar membuat keputusan sendiri karena jauh dari orang tua atau orang-orang terdekat, membuat pertemanan membentuk interaksi yang intensif dan mendalam pada diri mereka. Selain itu
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
141
interaksi itu akan membantu dalam membentuk nilai-nilai, sikap dan pandangan yang berbeda terhadap kehidupan, dibandingkan ketika mereka masih berada dekat atau tergantung
pada orang tuanya (Savickas, dalam
Brown, 2004; Rubel, 2008). Peran sosial sebagai mahasiswa, yang terbentuk dalam kehidupan kampus menuntut mereka untuk dapat berbagi, bekerja sama, membina hubungan baik, dan saling membantu. Semua itu akan membentuk pola hidup yang membuat mahasiswa menemukan kepuasan dan makna dalam hidupnya, terutama tentunya bagi mahasiswa perantau yang jauh dari keluarga terdekat. Kedekatan dengan teman itu akan membawa pengaruh pada mahasiswa dalam hal menentukan prioritas terhadap aktivitas, minat, dan juga pertimbangan terhadap pilihan karirnya yang semuanya dapat mengembangkan kualitas pribadinya. Demikian pula hasil perolehan nilai IPK terhadap skor adaptabilitas karir, dimana hasilnya menunjukkan kecenderungan yang sama yaitu semakin tinggi IPK semakin tinggi pula adaptabilitas karirnya. Hasil data demografis menunjukkan skor adaptabilitas karir yang lebih besar pada mahasiswa yang berasal dari luar Jabodetabek dibandingkan dengan mahasisiwa dari Jabodetabek (Lampiran). Penelitian ini juga menemukan bahwa dukungan sosial teman sebaya memberikan sumbangan terbesar terhadap regulasi diri dalam belajar. Sumbangan kedua adalah dukungan sosial dosen dan sumbangan terkecil adalah dukungan sosial orang tua. Hasil pembuktian ini memperkuat hasil sebelumnya bahwa dukungan sosial teman sebaya merupakan sumber dukungan yang membangun penerapan regulasi diri dalam belajar. Hasil ini mendukung dan sejalan dengan hasil penelitian Rubel (2008) bahwa ketika individu beranjak semakin dewasa maka pengaruh teman sebaya menjadi lebih kuat dalam proses belajar. Hasil dalam penelitian ini membuktikan bahwa dukungan sosial teman sebaya menjadi dukungan sosial yang berarti dalam meningkatkan perolehan IPK. Bagi remaja dukungan orang tua menjadi lebih sedikit pengaruhnya dibandingkan ketika masih kanak-kanak akan tetapi apabila remaja kurang memiliki cukup pengalaman akan dukungan orang tua maupun orang dewasa lainya maka resiko mengalami masalah akademik akan lebih besar dibandingkan mereka yang mempunyai cukup pengalaman dalam
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
142
dukungan sosialnya. (Demaray & Malecki, 2003a; Midgley, etal, 1989; Wintzel, 1998) Hasil analisis data lanjutan menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial dari teman sebaya semakin tinggi pula perolehan IPK dibandingkan dukungan sosial dosen maupun orang tua (lampiran). Dari hasil ini dapat dijelaskan bahwa pertemanan dan interaksi yang semakin intensif diantara teman sebaya semakin menunjukkan efektivitas belajar terutama dalam perkuliahan. Ketika partisipan mahasiswa masih duduk dibangku SMA, mungkin saja mereka belum menerapkan regulasi diri dalam belajar yang intensif. Namun dengan semakin kompleks dan sulitnya materi perkuliahan yang dihadapi membuat mereka harus mengadopsi penerapan regulasi diri dalam belajar melalui interaksi mereka secara intensif, sehingga mereka pun dapat merasakan pengaruh positif dari pertemanannya dalam menerapkan strategi regulasi diri dalam belajar. Di UI penerimaan mahasiswa baru dengan program
PDPT dan Orientasi Belajar Mengajar (OBM) memberikan
keterampilan belajar seperti penerapan regulasi diri dalam belajar kepada mahasiswa untuk dapat mengikuti perkuliahannya dengan lebih efektif. Perlu dibuktikan dalam penelitian-penelitian lanjutanya tentang pengaruh dari program PDPT dan OBM terhadap efektivitas penerapan regulasi diri dalam belajar pada mahasiswa UI. Akan lebih jelas apabila dilakukan pada mahasiswa dengan semester yang lebih tinggi. Selain itu perlu dibandingkan pula efektivitas keterampilan belajar tersebut dengan mahasiswa di universitas lain selain UI. Temuan penelitian pada dukungan sosial orang tua, dan dosen terlihat bahwa pada regulasi diri dalam belajar, dukungan dosen lebih tinggi dibandingkan dengan dukungan orang tua. Sebaliknya pada adaptabilitas karir, dukungan orang tua yang lebih besar sumbangannya dibandingkan dukungan sosial dosen. Hal ini menunjukkan orang tua mahasiswa baru UI dipersepsi lebih memengaruhi tinggi rendahnya adaptabilitas karir dibandingkan dengan regulasi diri dalam belajar. Temuan ini menujukkan bahwa ketergantungan mahasiswa baru UI pada orang tua, terutama dalam meningkatkan adaptabilitas karir masih tergolong kuat.
Tampaknya pengambilan keputusan terkait
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
143
pengendalian dan kontrol masih besar karena masih terkait dengan dukungan finansial sehingga mahasiswa masih bergantung pada orang tuanya. Tampaknya hal ini menguatkan data tentang permasalahan yang ada di BKM UI bahwa mahasiswa
banyak mengalami masalah dengan orang tuanya.
Kebutuhan akan dukungan sosial orang tua dalam pembangunan adaptabilitas karir merupakan kebutuhan yang masih dirasakan relevan pada mahasiswa partisipan walaupun mereka sudah dianggap dewasa dalam bentuk seperti pemberian kepercayaan, diskusi, pemecahan solusi dan sebagainya. Penelitian lebih lanjut dapat memperjelas bagaimana peranan orang tua dalam membangun adaptabilitas karir pada mahasiswa. Sebaliknya, pada pembangunan regulasi diri dalam belajar pada mahasiswa baru UI, dukungan sosial dosen merupakan dukungan kedua setelah teman sebaya.
Hal ini menunjukkan bahwa dukungan dosen menjadi
kebutuhan mahasiswa untuk d apat memengaruhi penerapan regulasi diri dalam belajarnya. Pengaruh dosen bisa menghambat seperti cara pengajaran, sikapsikap dalam kelas, pengelolaan waktu belajar yang kurang efektif akan memengaruhi keterlibatan mahasiswa dalam kelas. Sedangkan positif
pengaruh
akan membuat mahasiswa menyukai materi kuliah walaupun sulit
apabila cara dosen mengajar membuat mahasiswa suka belajar, pantang menyerah dan besungguh-sungguh dalam belajarnya. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun mahasiswa dituntut untuk mandiri dalam menguasai materi perkuliahan, tetapi kehadiran dosen masih mempunyai peranan yang cukup besar sebab tidak semua materi ajar dapat dipalajari secara mandiri oleh mahasiswa. Pada materi-materi tertentu dibutuhkan waktu tatap muka untuk melakukan diskusi, memberikan materi dan menyelesaikan tugas, memberikan umpan balik dan bimbingan belajar. Interaksi yang memungkinkan terjadinya penerapan stretegi regulasi diri dalam belajar akan membantu mahasiswa untuk dapat menguasai materi lebih baik.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
144
5.3. Saran 5.3.1 Saran penelitian lanjutan Penelitian ini memberikan beberapa catatan untuk melakukan penelitian serupa atau penelitian lanjutan seperti penelitian pada universitas-universitas lain di Indonesia sehingga mendapatkan gambaran lebih lengkap mengenai variabelvariabel tersebut di Indonesia. Sebab sistem belajar untuk masing-masing perguruan tinggi yang ada di Indonesia berbeda-beda sehingga akan menjadi kajian yang menarik dan bermanfaat. Untuk memperoleh gambaran yang lebih kaya akan hasil penelitian ini maka disarankan untuk dilakukan penelitian pada mahasiswa dari universitas-universitas lain baik pada universitas yang melaksanakan seleksi masuk seperti UI maupun tidak, sehingga dapat diketahui hasil yang lebih menggambarkan kondisi dan situasi di Indonesia selain juga memperkaya pengembangan teori tersebut mengingat manfaatnya baik secara teoritik maupun praktis. Selain itu untuk melihat bagaimana berfungsinya komponen motivasional dan kognitif terhadap prestasi akademik maupun adaptabilitas karir membutuhkan kajian lebih lanjut terutama pada mahasiswa dari semester yang lebih tinggi untuk melihat konsistensinya penerapan tersebut sehingga dapat lebih meyakinkan hasil bahwa regulasi diri dalam belajar yang menetap akan memperkuat adaptabilitas karir pada mahasiswa. Selanjutnya perlu pula dilakukan penelitian pada mahasiswa yang sudah lulus dan mulai bekerja untuk melihat bagaimana ketangguhan adaptabilitas karirnya ketika menghadapi situasi dan kondisi kerja yang baru dijalaninya. Pemilihan
sampel
sebaiknya
lebih
memperhatikan
keberagaman
sampelnya seperti pemilihan sampel dengan tingkat IPK yang lebih seimbang antara proporsi mahasiswa yang memperoleh IPK tinggi, cukup dan sangat tinggi sehingga
perbandingannnya
mendapatkan
lebih
seimbang.
Tujuannya
adalah
untuk
gambaran lebih jelas tentang keterkaitan antara variabel
adaptabilitas karir dengan regulasi diri dalam belajar. Selain itu untuk dapat lebih menggali bagaimana keterkaitan antara strategi regulasi diri belajar perlu ada penelitian yang sifatnya lebih kualitatif selain kuantitatif agar diperoleh pemahaman yang lebih besar mengenai ke dua variabel tersebut. Selain itu perlu
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
145
diteliti pula keterkaitan adaptabilitas karir, regulasi diri dalam belajar maupun dukungan sosial dengan mengambil sampel mahasiswa pada semester yang lebih tinggi sehingga dapat dilihat konsistensi hasil penelitian ini pada mahasiswa semester lanjut atau pada lulusan baru yang akan atau sudah bekerja. Dalam hal ini perlu diteliti lebih lanjut pula bentuk-bentuk dukungan sosial yang seperti apa yang dibutuhkan oleh mahasiswa dari masing-masing sumber dukungan sosial sehingga dapat memberikan masukan pada pembuat kebijakan untuk dapat melakukan intervensi lebih intensif untuk meningkatkan adaptabilitas karir maupun regulasi diri dalam belajar. Untuk pembuktian lebih akurat akan lebih baik apabila penelitian dilakukan secara eksperimental dengan memberikan perlakuan maupun program yang akan melihat efektivitas dari program tersebut untuk meningkatkan adaptabiltas karir maupun regulasi diri dalam belajar.
5.3.2 Saran untuk pembuat kebijakan Demikian pula dosen yang tidak berhasil menanamkan arti dan tujuan belajar, juga tidak berhasil membuat anak memahami (mastery learning) materi ajar. Akibatnya individu akan sulit membuat anak menyukai proses belajarnya dan pada ujungnya akan membuat anak sulit memperoleh prestasi yang memuaskan serta kesulitan untuk memilih bidang-bidang yang sesuai dengan minat dan bakatnya dengan tepat. Pada akhirnya sulit untuk membangun adaptabilitas karir yang kuat. Lebih jauh teman sebaya yang pada dasarnya memfasilitasi keterampilanketerampilan sosial dalam belajar seperti kerja sama, saling menolong, mengutarakan pendapat, berargumentasi, apabila keterampilan sosial tersebut tidak terbentuk, atau anak mengalami penolakan dari teman sebayanya akan sulit juga bagi anak untuk dapat mengembangkan diri maupun prestasinya dengan baik. Bahkan pengaruh teman yang buruk justru akan merusak proses belajarnya (Rubel, 2008). Hasil penelitian ini menyarankan kepada pembuat kebijakan untuk melakukan upaya-upaya kongkrit bagi pengembangan adaptabilitas karir maupun regulasi diri dalam belajar agar proses belajar dan perkembangan karir. Seperti kegiatan bimbingan pendidikan dan bimbingan karir yang dapat membantu siswa
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
146
atau mahasiswa memngembangkan keterampilan belajar agar dapat membangun adaptabilitas karir yang kuat.
5.3.3 Saran bagi sekolah dan orang tua Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa apabila orang tua kurang berhasil menanamkan kebiasaan belajar yang baik akan membuat anaknya sulit untuk menetapkan tujuan belajarnya, membuat strategi belajar yang sesuai, melakukan evaluasi dan monitoring terhadap proses belajarnya dan pada ujungnya tidak akan dapat meningkatkan prestasi belajarnya secara optimal. Biasanya individu yang berhasil menginternalisasi strategi regulasi diri belajar akan menunjukkan prestasi akademik yang tinggi dan sifatnya stabil sepanjang proses belajarnya.
Mengingat begitu pentingnya pembentukan regulasi diri
dalam belajar bagi pembangunan adaptabilitas karir yang tinggi maka perlu adanya upaya-upaya yang positif bagi pemberdayaan guru/dosen maupun orang tua agar dapat membantu putra-putrinya maupun siswanya dalam menerapkan regulasi diri dalam belajar. Tujuannya supaya orang tua maupun guru dapat memfasilitasi generasi yang lebih muda dalam membangun adaptabilitas karir yang kuat. Pentingnya dukungan sosial terhadap pembangungan ke dua variabel tersebut membuat peranan orang tua maupun guru menjadi amat strategis dan harus menjadi prioritas. Bisa saja dibutuhkan strategi-strategi pengembangan keterampilan bagi orang tua dan guru untuk dapat mengupayakan strategi-strategi yang dapat digunakan dan diterapkan untuk membantu anak atau siswa atau mahasiswa meningkatkan keterampilan hidup tersebut. Dalam hal ini institusi pendidikan maupun pemerintah mempunyai wewenang dan kesempatan untuk menjalankan program-program bagi tujuan tersebut.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
147
Daftar Kepustakaan
Admunson, N., Parker, P., & Arthur, M. (2002). Merging two worlds: Linking occupational and organizational career counseling. Australian Journal of Career Development, II (3), 26-35. Aiken, L.R., Groth-Marnat, G. (2006). Psychological Testing and assesment (12th ed.). Boston : Pearson Education Group Inc. Angelia, M. (2012). Hubungan antara adaptabilitas karir dan prestasi akademik pada mahasiswa Universitas Indonesia. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia. Astin, H.S. (1984). The meaning of work in women‘s lives: A socialpychological model of career choice and work behaviour. The counseling Psychologist, 12, 117-126. Bandura, A. (1977). Self–efficacy: Toward a unifying theory of behavioural change Psychological Riview, 84, 191-215. Bandura, A., (1997). Self Efficacy: The exercise of control. New York: Freeman. Baumeister, R. F., & Vohs, K. D. (2007). Self-regulation, ego depletion, and motivation. Social and Personality Psychology Compass, 1, 115-128. doi:10.1111/j.1751-9004.2007.00001.x Berndt, T. J. (1999). Friends' influence on students' adjustment to school. Educational Psychologist, 34, 15-28. Berk,L.E. (2005). Infants, Children, and Adolescents. International Edition, Pearson Education, Inc. Berndt, T. J., Laychak, A. E., & Park, K. (1990). Friends' influence on adolescents' academic
achievement motivation: An experimental study.
Journal of Educational Psychology, 82, 664-670. Boekaerts, M. & Niemivierta, M. 2000. Self-Regulated Learning: Finding A Balance
Between Learning Goals and Ego-Protective Goals. Dalam M.
Boekaerts, P. R.Pintrich, & M. Zeidner (Ed.). Handbook of Self-Regulation. San Diego: Academic Press. Blustein, D.L., (1989). The role of goal instability and career self-efficacy and the career exploration process. Journal of Vocational Behaviour.35, 260 – 274.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
148
Brown, Steven,D., Lent,Robert,W.(2005). Career Development and Counseling Putting Theory and Research to Work. John Willey & Sons, Inc,.Canada. Brown, Steven,D., Lent,Robert,W.(2013). Career Development and Counseling Putting Theory and Research to Work. John Willey & Sons, Inc,.Canada. Brown D, & Associates., (2002). Career Choice and Development, Fourth Edition, Jossey-Bass A Willey Company, 2002. Bloxom J.M., Bernes K.B., Magnusson K.C., Gunn T.T., Bardick A.D., Orr D.T., McKnight K.M., University of Lethbridge, Grade 12 Student Career Needs and Perceptions of the Effectiveness of Career Development Services Within High School, Canadian Journal of Counselling; Apr 2008; 42, 2; ProQuest Psychology Journals Byrne.B.M., (1998).
Structural Equation Modeling , with Lisrel, Prelis, and
Simplis. Lawrence Erlbaum Association Publishers. London, 1998. Church, A., Teresa, J.S., Rosebrook, R., & Szendre, D. (1992). Self-efficacy for careers and occupational consideration in minority high school equivalency students. Journals of Counseling Psychology, 39, 498-508. Collin, A., & Watts, A.G. (1996). The death and transfiguration of career – and of career guidance? British Journal of Guidence and Counseling, 24, 385 – 398. Connell, J. P., & Wellborn, J. G. (1991). Competence, autonomy and relatedness: A motivational analysis of self system processes. In M. R. Gunnar & L. A. Sroufe (Eds.), Self processes and development (pp. 43-77). Hillsdale, NJ: Cossette, M. & Allison, C.J. (2007). Three Theories of Career Development and Choice. Edmonds Community College: Proven Practices for Recruiting Women diunduh dari http://www.stemrecruiting.org/docs/pub/3theories.pdf pada 14 Mei 2013 pukul 20.41 Cozby, P.,C., & Bates, S.,C. Methods in Behaviour Research. 11th edition. 2012. The McGraw Hill company. Creed, P.A., & Patton, W. ( 2003 ). Predicting Two Components of Career Maturity in School Based Adolescents. Journal of Career Development 29, 4.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
149
Creed, P. A., Fallon ,T., & Hood, M. (2009). The relationship between career adaptability, person and situation variables, and career concerns in young adults,
Journal
of
Vocational
Behavior,
74,
219-229.
doi:10.1016/j.jvb.2008.12.004 D‘Archiadi, Catalina, A New Approach to Measuring Adolescents‘ Career Maturity: Evaluating A Career Exploration Intervention., Dissertation, Department of Psychology In the Graduate School, Southern Illinois University, Carbondale, july 2005. Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas RI. Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Prasekolah, Dasar dan Menengah: Ketentuan Umum. Jakarta: Depdiknas RI. Demaray, M. K., & Malecki, C. K. (2002). Critical levels of perceived social support associated with school adjustment. School Psychology Quarterly, 17, 213 - 241. Demaray, M. K., & Malecki, C. K. (2003b). Perceptions of the frequency and importance of social support by students classified as victims, bullies, and bully/victims in an urban middle school. School Psychology Review, 32, 471489. Duffy, R.D. (2010). Sense of Control and Career Adaptability Among Undergraduate Students. Journal of career Assessment, 18(4), 420-430. Eccles, J.S., (1994), Understanding womens‘s educational and occupational choices: Applying the Eccles et al. model of achievement-related choices. Psychology of Women Quarterly, 18, 585-609. Ennis, Kay E., (2006). The Relation among hope, family functioning, career barriers, career decision making self efficacy, and involvement in a school-to work program., Dissertation, New Mexico State University, Las Cruces, New Mexico. Enright, M. (1997). The impact of a short-term career development program on people with disabilities. Rehabilitation Counseling Bulletin, 40, 285-300. Erikson, E.H. (1968). Identity of the life cycle: Selected papers. Psychological Issues, 1, 18 – 164.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
150
Finkel, E. J. & Fitzsimons, G. M. 2011. The Effect of Social Relationship on SelfRegulation. dalam K. D. Vohs & R. F. Bauminster. Handbook of SelfRegulation: Research, Theory, and Applications, Second Edition. New York: The Guilford Press. Flum, H., & Blustein, D.L. (2000). Reinvigoration the study of vocational exploration: A framework for research. Journal of Vocational Behaviour, 56, 380-404. Fukunaga C.Eiko (1999). The Infuluence of Cultural Variables on Career Maturity for Asian American and White American College Student., Dissertation. University of California, Santa Barbara. Gallo, J. (2009). The Role of Attachment and Social Support in Vocational Maturity. Dissertation. State University of New York: USA Gati, I., & Saka, N. (2001a). High school students‘ Career-related decision making difficulties. Journal of Counseling and Developoment, 79(3), 331340. Gati I, Osipow S.H., Krauz M., dan Saka N. Validity Of The Career Decision Making
Difficulties
Questioner:
Couselee
versus
Career
Couselor
Perceptions; Journal Of Vocational Behavior 56, 99-113, 2000. Ghozali, I.H., Fuad, (2012). Structural Equation Modeling. Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan program Lisrel 8.80. Edisi III. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Gillepspie J.E.; The Effect of a Communities of Practice Intervention on Career Decision Making Self Efficacy, Locus of Control. And Career Maturity; Dissertation; Athens, GA; 2001; ProQuest Information and Learning Ginzberg, E. (1972). Toward a theory of occupational choice: A restatement. Vocational Guidence Quaterly, 20, 169-176. Grolnick, W. S., Kurowski, C. O., & Gurland, S. T. (1999). Family processes and the development of self regulation. Educational Psychologist, 3, 3-14. Gunawan, William, Pengaruh Sumber-sumber Efikasi Diri dan Efikasi Diri Pengambilan Keputusan Karier Terhadap Adaptabilitas Karier, Tesis, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, 2013.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
151
Harandavina A.A. (2010).
Hubungan Antara Prestasi Akademik
dengan
Kematangan Karir pada siswa SMA, Skripsi, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia,. Hirschi, A. (2009). Career Adaptability development in adolescence: Multiple predictors and effect on sense of power and life satisfaction. Journal of Vocational Behaviour. 74, 145 – 155. Heckhausen, J. 1999. Developmental Regulation in Adulthood: Age-Normative and
Sociostructural Constraints as Adaptive Challenges. New York:
Cambridge University Press. Henderson, N., & Milstein, M.,M. (1996). Resiliency in school: Making it happen for students and educators. Thousands Oaks, CA: Corwin Press. Herr, E.L. (1992). Emerging trends in career counseling. International Journal for the Advancement of Counseling, 15, 255 – 288. Hotaling, M.,S. (2001). The Relationship Between Vocational Maturity and Subjective Well-Being. Dissertation. University of Albany State University of New York. Bell & Howell Information and Learning Company. Hurlock, E.T. (1990). Developmental Psychology. 4th edition. Prentice Hall.Int. NY. Issacson, L.E., & Brown, D. (1997). Career Information, Career Counseling and Career Development (6th ed). USA: Allyn & Bacon. Jacobs, J.E. (1991). Influence of gender sterotypes on parent and child mathematics attitudes. Journal of Educational Psychology, 83, 518-527. Jacobs, J.E., & Eccles, J.S. (1992). The impact of mothers‘ gender-role stereotype beliefs on mothers‘ and children‘s ability perceptions. Journal of Personality and Social Psychology, 63, 932-944. Jackson, T., Mackenzie, J., & Hobfoll, S. E. 2000. Communal Aspects of SelfRegulation. Dalam M. Boekaerts, P. R. Pintrich & M. Zeidner (Ed.). Handbook of Self-Regulation. San Diego: Academic Press. Jenkins K., E., The Influence of Parental Attaachment, Gender, and Academic Major Choice on the Career Decision-Making Self Efficacy of First Year African American College Students,
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
152
Dissertation, The Pensylvania State University, The Graduate School, College of Education, August 2004. Johnson, Laurie, S., The Relevance of School to Career: A Study in Student Awareness. Hofstra University. Journal of Career Development, Vol 26 (4), Summer 2000. Jose, P.E., Doing Statistical Mediation and Moderation. The Guilford Press, NewYork. 2013. Kaplan, R.,M. & Saccuzzo, D.,P. 2005. Psychological Testing, Principle, Aplication & Issues. Sixth edition. Wadsroth Cangaage Learning, p. 118. Kenny, M.E., & Bledsoe, M. (2005). Contributions of the relational contenxt to career Adaptability among urban adolescents. Journal of Vocational Behaviour, 66(2), 257-272. Kerlinger, F.N., & Lee, H.B. (2000). Foundation of behavioral research. USA : Earl McPeek. Kiener M, Decision Making and Motivation and its Impact on Career Search Behavior: The Role of Self Regulation, College Student Journal, Jun 2006; 40, 2; ProQuest Psychology Journal; p.350. Kosciulek, J.F., (1998). Empowering the life choices of people with disabilities through career counseling. In N.C. Gysbers, M.J. Heppner, & J.A. Johnston (Eds.), Career Counseling: Process, issues, & techniques (pp. 109-122). Boston: Allyn & Bacon. Lawley,D.N., Maxwell,A.E., (1971). Factor Analysis As a Statistical Method. American Elsevier Publishing Company.Inc New York. 1971. Lapan, R.T., (2004). Career Development: Across the K-16 Years, Bridging the Present to Satisfying and Successful Future. American Counseling Association, Alexandria, VA 22304. Lee, Hee-Yeong. (1999). The Relationship of Psychological Separation and Parental Attachment to the Career Maturity of College Freshmen from Intact Families. Dissertation. Kansas State University, Manhattan, Kansas. UMI Microform.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
153
Lent, R.W., Brown, S.D., & Larkin, K.C. (1986). Self efficacy in the prediction of academic performance and perceived career options. Journal of Counseling Psychology, 33, 165 – 118. Lent, R.W., Brown, S.D., & Hacketts, G. (1994). Towar a unifying social cognitive theory of career and academic interest, choice, and performance. Journal of Vocational Behaviour, 45, 79-122. Lent, R.W., Brown, S.D., & Hacketts, G. (2000). Contextual supports and barriers to career choice: A social cognitive analyses. Journal of Counseling Psychology, 47, 36-49. Lent, R.W; Brown, S.D.; Sheu,H.,B., Schimdt J. & Brenner,B.R.; Wilkins, G.; Gloster, C.S.; Schmidt, L.C. Lyons H. & Treistman,D.; Social Cognitive Predictors of academic Interest and Goals in Engineering Utility for Women & Students at Historically Black Universities.,Journal of Counseling Psychology, 2005, vol 52, No.1, 84-92. Lent, R.W., Hackett, G., & Brown, S.D. (1999). A social cognitive view of school – to work transition. The Career Development Quarterly, 47, 297 – 209. Leong, T.,L Frederick, & Barak, Azy, Contemporary Models in Vocational Psychology, A volume on Honor of Samuel H. Osipow, Lawrence Erlbaum Associates, Publishers, Mahwah, New Jersey, 2001. Legum, H.L., & Hoare, C. (2004). Impact of a Career Intervention on At-Risk Middle School Students‘ Career Maturity Levels, Academic Achivement, and Self Esteem. ProQuest Psychology Journals, 8, 2. Levinson, E., Ohler, D., Caswell, S., & Kiewra, K. (1998). Six approaches to the assessment of career maturity. Journal of Counseling and Development, 76, 475-482. Luzzo, D.A., Hitchings, W.E., Retish, P., & Shoemaker, A. (1999), Evaluating differences in college students‘ career decision making on the basis of disability status. The Career Development Quarterly, 48, 142-156. Magnuson Carolyn S., Starr, Marion F., (2000). How Early Is Too Early to Begin Life Career Planning? The Importance of the Elementary School Years., Journal of Career Development, Vol 27. No.2, 2000, pg. 89.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
154
Malecki, C. K., & Demaray, M. K. (2006). Social support as a buffer in the relationship between
socioeconomic status and academic performance.
School Psychology Quarterly, 21, 375-395. Maree, Jacobus G. & Hancke, Yolene (2011). The value of life design counseling for an adolescent who stutters. Journal of Psychology in Africa 2011, 21 (2),211-228. http://repository.up.ac.za/bitstream/handle/2263/18688/Maree_Value(2011). pdf?sequence=1 Mau, Wei-Cheng J. (2004). Cultural Dimensions of Career Decision-Making Difficulties. The Career Development Quaterly. September 2004, vol 53, p 67-77 May, L.,C., Career Maturity, Career Decision- Making Self Efficacy, Interdependent Self – Construal, Locus Of Control and Gender Role Ideology of Chinese Adolescents in Hong Kong. Dissertation., Hong Kong Baptist University. ProQuest Information and Learning Company, 2007. Midgley, C, Feldlaufer, H., & Eccles, J. S. (1989). Change in teacher efficacy and student self and task related beliefs in mathematics during the transition to junior high school. Journal of Educational Psychology, 81, 247-258. Miller-Tiedeman, A.L., & Tiedeman, D.V. (1990). Career decision making: An individualistic perspective. In D. Brown & L. Brooks (Eds.), Career choice and development: Applying contemporary theories to practice (2nd ed., pp. 308 – 338). San Fransisco: Josey-Bass. Moesono, A. (2001). ―Decision Making‖ Memilih Studi Psikologi pada Mahasiswa Baru Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jurnal Psikologi Sosial, IX,VII, 79-87 Montalvo, F.,T., Torres, M.C.G. (2004). Self Regulated Learning: Current and Future Direction. Electronic Journal of Research in Educational Psychology, 2(1). ISSN: 1696-2095. Multon, K. D., Brown, S.D., & Lent, R.W. (1991). Relation of self efficacy beliefs to academic outcomes: A meta-analytic investigation. Journal of Counseling Psychology, 38, 30–38.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
155
Nasta, Kristen A. (2007). Influence of career self efficacy beliefs on career exploration
behaviors
http://dspace.sunyconnect.suny.edu/bitstream/handle/1951/42318/Kristen NastaMastersThesis.pdf?sequence=1 Nauta M.M.; Kahn,J.H.; Identity Status, Consistency and Differentiation of Interest, and Career Decision Self Efficacy., Illinois State University, Journal Of Career Assessment , Vol 15 No.1, February 2007, 55-65. Nunnaly,J.C., & Bernstein,I.H. (1994). Psychometric Theory, 3rd ed. New York: McGraw.Hil. Nurmi, J.E., (1989). Planning, Motivation, and Evaluation in Orientation of the Future: A Latent Structure Analyses. Scandinavian Journal of Psychology, 30, 67 -71. Ogbu, J.U., (1991). Minority coping responses and school experience. Journal of Psychohistory, 18, 239-246. Ormrod, J.,E., (2009). Educational Psychology (6th ed). Prentice Hall. Pajares, F., & Urdan, T., (2006). Self Efficacy Beliefs of Adolescents. A Volume in Adolescences and Education. Information Age Publishing, Greenwich, Connecticut. Parke, R. D. & Gauvain, M. 2009. Child Psychology: A Contemporary Viewpoint Seventh Edition. New York: McGraw-Hill. Patton, W., & Creed, P. A. (2001). Perspectives on Donald Super‘s construct of career maturity. International Journalof Educational and Vocational Guidence, 1, 1 – 18. Patton, W., & McMahon, M. (1997). Career development in practice: A system theory perspective. Sydney, Australia: New Hobson Press. Patton, W., & McMahon, M. (2006). Career development in practice: A system theory perspective. Sydney, Australia: New Hobson Press. Patrick, H. (1997). Social self regulation: Exploring the relations between children's
social relationships, academic self regulation, and school
performance. Educational Psychologist, 32,209-220. Peterson, C. (2004). Looking Forward Through Lifespan. Australia: Pearson Education Australia.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
156
Pintrich, P.R., De Groot, E.V. (1990). Motivational and Self-Regulated Learning Component of Classroom Academic Performance. Journal of Educational Psychology, 82, 1, 33-40. Pintrich, P. R. (2000). The Role of Goal Orientation in Self-Regulated Learning. Dalam M. Boekaerts, P. R. Pintrich, & M. Zeidner (Ed.). Handbook of Self Regulation. San Diego: Academic Press. Purwanta, E., (2012). Dukungan Orang tua dalam Karier terhadap Perilaku Eksplorasi Karier pada siswa SMP. Jurnal Teknodika, vol.10., No.2. september 2012. Rossier, J,. et al. (2012). Career adapt-abilities scale in French-speaking Swiss sample : Psychometric properties and relationship to personality and work engagement. Journal of Vocational Behaviour 80, 661-673. Retrieved from http://www.elseveir.com/locate/jvb. Ribadeneira, A.M., (2006).
A
Familial, Individual, Social-Cognitif,
dan
Contextual Predictors of Career Decision Self-Efficacy : An Ecological Perspective. Dissertation, University of Florida, 2006. Richardson, M.S. (1993). Work in people‘s lives: A location for counseling psychologists. Journal of counseling Psychology, 40, 425-433 Rivera L.M., Chen E.C., Flores L.Y., Blumberg F., Ponterotto J.G., The Effect of Perceived Barriers, Role Models and Acculturation on the Career Self Efficacy and Career Consideration of
Hispanic Women, The Career
Development Quarterly; Sep 2007, 56, 1; ProQuest Psychology Journals, pg 47. Ruben, D.P. (2008). Perceived Class-mate, Teacher, and Parent Support and SelfRegulated Learning Skills during Middle School. Dissertation. The Graduate School of Education of Fordham University, New York, 2008. Ryan,R.M., & Deci, E.L. (2000). Self Dermination theory and the facilitation of intrinsic motivation, social development, and well being. American Psychologist, 55, 67-78. Santrock, J. W. (2005). Adolescence ( 6thEd ). New York: McGraw-Hill, Inc.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
157
Savickas, M.L. (1997). Career adaptability: An integrative construct for life-sapn, life-space theory. The Career Development Quarterly; Mar 1997; 45; 3; ProQuest pg.247. Savickas, M.L. (2005). The theory and practice of career construction. In S.D. Brown & R.W. Lent (Eds.), Career development and counseling: putting theory and research to work (pp.42-70). Hoboken, NJ: John Wiley. Savickas, M.L., Porfelli, E.J. (2012). Career Adapt-ablilities scale : Construction, reliability, and measurement equivalence across 13 countries. Journal of Vocational Behaviour, 80, 661-973. Sarwono, S. W.(2006). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Agung. Sarwono, J. (2012). Path analyses dengan SPSS : Teori, aplikasi, prosedur analisis untuk riset, skripsi, tesis dan disertasi. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Sawitri, Dian,R. (2008). Status Identitas, Efikasi Diri keputusan karir, dan Keraguan mengambil keputusan karir pada siswa kelas 3 SMA. Tesis. Program Pasca Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Sawitri, Dian, R., Creed, P.A., Gembeck-Z.M.J. (2013). Parental Influences and adolescent career behaviours in a collectivist cultural setting. International Journal of Education and Vocational Guidence, DOI 10.1007/s10775-0139247-x. Springer Science+Business Media Dordrecht, 2013. Schunk, D. H. (2005). Self – Regulated Learning: The educational legacy of Paul R. Pintrich. Educational Psychologist, 40(2), 85-94. Schunk, D. H., Pintrich P. R., & Meece, J. L. (2010). Motivation In Education. Theory, Research, and Applications, 3rd edition. Pearson, Merril Prentice Hall. New Jersey. Sears, S. (1982). A definition of career guidance terms: A National Vocational Guidence Association perspective. Vocational Guidence Quaterly, 39, 137143. Seligman, L., (1994). Developmental Career Counseling (2nd edition). California: Sage.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
158
Semiawan, C. 2000. Relevansi Kurikulum Pendidikan Masa Depan. Dalam Sindhunata (ed.). Membuka Masa Depan Anak-anak Kita: Mencari Kurikulum Pendidikan Abad XXI. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Seniati, L., Yulianto, A., Setiadi, B.N. (2011). Psikologi Eksperimen, Jakarta. : PT. Indeks. Sharf, R., S., (2006). Applying Career Development Theory of Counseling. USA: Thompson Wadsworth. Sharf, R.S., (2010). Applying Career Development Theory to Counseling. 5th edition. USA : Belmont. Skorikov, V. B., & Patton, W. (2007). Career Development in Childhood and Adolescence. Rotterdam, The Netherlands: Sense Publishers. Steinberg, L., Mounts, N.S., Lamborn, S.D., & Dornbusch, S.M. (1991). Authoritative parenting and adolescent adjustment across varied ecological niches. Journal of Research on Adolescence, 1, 19-36. Sumari M.(2006), Family functioning and Career decision Making self efficacy., Dissertation, The Graduate College Western Michigan University, Kalamazoo, Michigan. Super, D.E. (1954). Career patterns as a basis for vocational counseling. Journal of Counseling Psychology, 1, 12-20. Super, Donald E., Career Education and Career Guidence for the Life Span and for Life Roles., Journal of Career Development, 1975; 2; 27, Super, D.E. (1976). Career education and the meaning of work. Monographs on Education, Washington, DC: Department of Education. Tang, M., Pan Wei, Newmeyer M.D., Factors Influencing High School Students‘ Career
Aspirations., American School Counselor Association (ASCA),
Professional School Counseling Journal, June 2008, p. 285 – 294 Tardy, C. H. (1985). Social support measurement. American Journal of Community Psychology, 13, 187-203. The California Department of Education. 2000. Classroom Management: A California Resource Guide for Teacher and Administrators of Elementary 19 and Secondary Schools. Los Angeles: Division of Student Support Service-Long Angeles County Office of Education. Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
159
Touma, S.,G., Career Maturity and High School Students: The Effect of Four Variables on the Career Maturity of High School Seniors, Dissertation, The College of Education Department of Educational Psychology, University of South Carolina, 1997. Trommsdorff, G. 2012. Development of ―Agentic‖ Regulation in Cultural Contex: The Role of Self and World Views. Child Development Perspectives. Vol. 6, No. 1, 2012, h. 19-26. Trommsdorff, G. 2009. Culture and Development of Self-Regulation. Social and Personality Psychology Compass. 3 (2009), 5, h. 687-701. Urdan, T. C. (1997). Examining the relations among early adolescent students' goals and friends' orientation toward effort and achievement in school. Contemporary Educational Psychology, 22, 165-191. Vilhjálmsdóttir, G. & Dofradottir, A. (2012). Social and developmental perspectives on career adaptability. Paper session for
IAEVG
International Conference: Career Guidance for Social Justice, Prosperity and Sustainable Employment - Challenges for the 21st Century. Wallace-Broscious, A., Serafica, F., & Osipow, S.H. (1994). Adolescent career development: relationships to self-concept and identity status. Journal of research on adolescence, 4(1), 127-149. Wentzel, K.R., & Feldman, S. (1993). Parental predictors of boys‘ self-restrain and motivation to achieve at school: A longitudinal study. Journal of Early Adolescence, 13, 183-203. Wentzel, K. R. (1997). Student motivation in middle school: The role of perceived pedagogical caring. Journal of Educational Psychology, 89, 411-419. Wentzel, K. R. (1998). Social relations and motivation in middle school: The role of parent teacher and peers. Journal of Education Psychology. 90,202-209. Wentzel,
K.R.
(1999).
Social-Motivational
processes
and
interpersonal
relationship: Implication for understanding motivation at school. Journal of Early Adolescence, 13, 183-203. Wentzel, K. R., & Watkins, D. E. (2002). Peer relationships and collaborative learning as contexts for academic enablers. School Psychology Review, 31, 366-377.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
160
Wenz-Gross, M., & Siperstein, G. N. (1998). Students with learning problems atrisk in middle school: Stress, social support and adjustment. Exceptional Children, 65, 91-100. Wigfield, A., Eccles, J. S., & Pintrich, P. R. (1996). Development between the ages of 11 and 25. In D. C. Berliner & R. C. Calfee (Eds.), Handbook of educational
psychology
(pp.
148—185).
New
York:
Simon
&
Schuster/Macmillan. Wijanto, S.,H., (2008). Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8. Konsep & Tutorial. Graha Ilmu. Yogyakarta. Winemiller, D. R., Mitchell, M. E., Sutcliff, J., & Cline, D. J. (1993). Measurement strategies in social support: A descriptive review of the literature. Journal of Clinical Psychology, 49, 638-648. Wilson, W.J. (1996). When work disappears: The world of the new urban poor. New York: Konpf. Woolfolk, A.E., Winne, P.H., & Perry, N.E., (2000). Educational Psychology. Scarborough, Ontario, Canada : Allyn and Bacon. Wu, Maryann. The Relationship Between Parenting Styles, Career Decision, Self Efficacy, and Career Maturity of Asian American College Students, Dissertation, Faculty of The Rossier School of Education, University of Southern California, May, 2009. Yowell-B., Emily, Andrews, Lindsay; Buzzetta, M.E. Explaining Career Decision-Making Self – Efficacy : Personality, Cognition, and Cultural Mistrust. The Career Development Quarterly, 59, 5, (Sep 2011) : 400-411. Zimmerman, B. J. (2000). Attaining self-regulation: A social cognitive perspective. In M. Boekaerts, P. R. Pintrich, & M. Zeidner (Eds.), Handbook of self-regulation (pp.13-39). New York: Academic Press. Zimmerman, B.J., & Schunk, D., H. (Eds). (2001). Self-Regulated Learning andacademic acievement: Theoretical perspectives (2nd ed). Mahwah, NJ: Erlbaum.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
161 Lampiran 1. Kaji Etik Penelitian
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
162
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
163
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
164
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
165
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
166 Lampiran 2. Alat Ukur Penelitian Alat Ukur Penelitian
1. Alat Ukur Adaptabilitas Karir
2. Alat Ukur Regulasi Diri dalam Belajar
3. Alat Ukur Dukungan Sosial
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
167
Selamat pagi/siang/sore/malam,
Saya adalah mahasiswa program doktor Psikologi Pendidikan Universitas Indonesia yang sedang
melakukan penelitian tentang adaptabilitas karir,
dukungan sosial, dan regulasi diri belajar dalam rangka menyelesaikan disertasi saya. Untuk itu saya meminta kesediaan anda untuk mengisi kuesioner tersebut. Kuesioner pertama adalah tentang adaptabilitas karir yang terdiri dari empat bagian, yaitu bagian kepedulian karir, keingintahuan karir, pengendalian diri karir dan keyakinan diri karir. Kuesioner kedua adalah tentang dukungan sosial yang terdiri dari dukungan orang tua, dosen dan teman. Sedangkan kuesioner ketiga adalah tentang regulasi diri belajar yang terdiri dari
dua bagian yaitu
motivasional dan strategi regulasi diri. Masing-masing kuesioner
akan ada
instruksinya sendiri-sendiri. Mohon perhatikan terlebih dahulu setiap petunjuk pengerjaan sebelum mulai mengerjakan tiap bagian pada kuesioner ini. Dalam kuesioner ini tidak ada jawaban yang benar ataupun salah. Yang diperlukan dalam penelitian ini adalah anda memberikan jawaban yang sejujur-jujurnya tentang apa yang anda rasakan sesuai dengan kondisi anda. Mohon dibaca dengan seksama petunjuk pengisian kuesioner berikut agar tidak terjadi kesalahan sewaktu anda mengisinya. Setelah selesai, harap periksa kembali semua jawaban anda agar tidak ada pernyataan yang terlewat. Semua jawaban yang anda berikan akan dijamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini. Atas bantuan dan waktu yang anda berikan dalam pengisian kuesioner ini saya mengucapkan banyak terima kasih.
Salam hormat, Dra.Wahyu Indianti. M.Si.Psi.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
168
Pernyataan Kesediaan Berpartisipasi dalam Penelitian
Saya bersedia menjadi partisipan penelitian ini. Dengan demikian, saya memahami apa yang diharapkan dan menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Jakarta, ...................................2014
(.......................................................)*
*Catatan: INISIAL
DATA PARTISIPAN NAMA/INISIAL : …………………....................................... USIA : ……… tahun JENIS KELAMIN : L/P * )* lingkari salah satu UNIVERSITAS : …………………………………………. FAKULTAS/JURUSAN : …………………………………………. SEMESTER : ………………………............................. INDEKS PRESTASI (IPK) : ……... )* data akan dirahasiakan NO. HP : ................................................................. ANAK KE : ......... dari .......... bersaudara KOTA ASAL TEMPAT TINGGAL : SUKU BANGSA / ETNIS :
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
169
BAGIAN I PETUNJUK PENGISIAN
Silahkan memberikan penilaian seberapa jauh pernyataan di bawah ini sesuai menggambarkan diri anda dengan memberikan tanda X (silang) pada satu pilihan dari alternatif jawaban yang tersedia yaitu:
TS =
Tidak Sesuai dengan Diri Saya
ATS
=
AS =
Agak Sesuai dengan Diri Saya
S
Sesuai dengan Diri Saya
=
Agak Tidak Sesuai dengan Diri Saya
Contoh: No 1
Pernyataan
TS
ATS
Saya adalah seorang pekerja keras
AS
S
X
Dengan memberikan tanda silang (X) pada AS, hal ini menunjukkan bahwa pernyataan di atas agak sesuai dengan diri Anda.
Bila Anda ingin mengubah jawaban, berikan tanda dua strip (=) pada jawaban sebelumnya, kemudian beri tanda silang kembali pada kotak yang diinginkan.
Contoh: No 1
Pernyataan
TS
ATS
Saya adalah seorang pekerja keras
AS
S
X
X
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
170
No 1
Pernyataan
TS
ATS
AS
S
Bagi saya membuat rencana perkuliahan sampai saya lulus hanyalah membuang waktu
2
Indeks Prestasi yang tinggi bukan menjadi prioritas saya
3
Saya merasa optimis dengan masa depan saya
4
Menurut saya karir di masa depan adalah urusan nanti
5
Target Indeks Prestasi yang tinggi selalu saya tetapkan di awal semester
6
Saya
tidak
merasa
perlu
membuat
perencanaan sebelum memulai suatu tugas 7
Bagi saya berhasil mencapai nilai yang memuaskan adalah buah dari jerih payah belajar
8
Saya malas mengikuti kursus-kursus
9
Saya yakin dengan mengikuti aktivitas magang saya akan lebih siap memasuki dunia kerja
10
Aktivitas magang melelahkan dan membuat liburan saya terganggu
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
171
BAGIAN II PETUNJUK PENGISIAN Pada bagian ini anda diminta untuk menilai dukungan yang anda peroleh dari orang tua, dosen dan teman selama Anda belajar. Yang dimaksud dukungan dosen dan teman Anda adalah kesimpulan umum dari pengalaman Anda selama belajar baik di perkuliahan. Bacalah dan jawablah dengan cara memberikan tanda silang (X) jawaban yang paling sesuai diri anda. Untuk setiap kalimat anda diminta untuk menjawab dua (2) jenis jawaban. Pertama anda menilai seberapa sering anda memperoleh dukungan, dan ke-dua anda menilai seberapa penting dukungan tersebut berpengaruh terhadap prestasi anda. Seberapa Sering TD = Tidak Pernah KD = Kadang-kadang AS= Agak Sering SR = Sering Sebarapa Penting TP = Tidak Penting ATP = Agak Tidak Penting AP = Agak Penting P = Penting
Kriteria Seberapa Sering No
Pernyataan TP
1
Orangtua belajar
saya
menemani
saya
KD X
AS
SR
Kriteria Seberapa Penting TP ATP AP P X
Contoh: Dengan memberikan tanda silang (X) seperti di atas, hal ini menunjukkan bahwa orangtua Anda kadang-kadang menemani Anda belajar dan Anda menganggap bahwa kehadiran orangtua dalam menemani Anda belajar merupakan hal yang agak penting untuk Anda. Bila Anda ingin mengubah jawaban, berikan tanda dua strip (=) pada jawaban sebelumnya, kemudian beri tanda silang kembali pada kotak yang diinginkan.
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
172
No
Kriteria Seberapa
Kriteria Seberapa
Sering
Penting
Pernyataan TDP
1
Orang tua saya
KD
AS
SR
TP
ATP
meluangkan
waktu untuk membantu saya membuat keputusan 2
Orang tua saya menunjukkan rasa bangganya dengan memuji saya
3
Orang tua saya memberikan informasi yang saya butuhkan ketika saya menghadapi masalah
4
Orang tua bahwa
saya
saya
meyakinkan pasti
bisa
meningkatkan Indeks Prestasi di semester ini 5
Orang tua saya memberikan kesempatan sekali lagi ketika saya
gagal
dalam
mencapai
target 6
Orang tua
saya
meyakinkan
kalau saya mampu memperbaiki kesalahan yang sudah saya buat 7
Orang
tua
saya
memberi
informasi mengenai kekurangan dan kelebihan saya dalam belajar 8
Orang
tua
saya
memberi
bimbingan dan arahan
cara
membagi waktu secara efektif
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
AP
P
173
BAGIAN III
PETUNJUK PENGISIAN
Silahkan memberikan penilaian seberapa jauh pernyataan di bawah ini sesuai menggambarkan diri anda dengan memberikan tanda X (silang) pada satu pilihan dari alternatif jawaban yang tersedia yaitu: TS = Tidak Sesuai dengan Diri Saya (TS) ATS = Agak Tidak Sesuai dengan Diri Saya (ATS) AS = Agak Sesuai dengan Diri Saya (AS) S = Sesuai dengan Diri Saya (S) Contoh: No 1
Pernyataan
TS
ATS
Saya mengumpulkan tugas tepat waktu
AS
S
X
Dengan memberikan tanda silang (X) pada AS, hal ini menunjukkan bahwa pernyataan di atas agak sesuai dengan diri Anda. Bila Anda ingin mengubah jawaban, berikan tanda dua strip (=) pada jawaban sebelumnya, kemudian beri tanda silang kembali pada kotak yang diinginkan. Contoh: No 1
Pernyataan
TS
Saya mengumpulkan tugas tepat waktu
ATS
AS
S
X
X
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
174
No 1
Pernyataan
TS
ATS
AS
Saya yakin dapat menangkap sebagian besar materi yang diajarkan
2
Di semester ini saya kurang yakin bagaimana cara mengerjakan tugas-tugas yang diberikan di kelas
3
Saya percaya bahwa cara yang saya pilih menyelesaikan tugas adalah tepat
4
Saya yakin mendapat nilai baik melalui tahaptahap penyelesaian yang sudah diberikan dosen
5
Saya
sering
tidak
tepat
waktu
dalam
mengumpulkan tugas 6
Saya kurang memahami cara-cara penyelesaian tugas yang diberikan oleh dosen
7
Saya
merasa
kurang
mampu
mengikuti
perkuliahan di semester ini dibandingkan teman-teman saya 8
Saya yakin akan mampu mempelajari semua materi yang diberikan pada semester ini
9
Ketika saya memahami materi yang dipelajari maka nilai ujian saya akan baik
10
Saya mengaitkan apa yang sudah saya pelajari semester lalu untuk memahami materi yang saya pelajari semester ini
11
Saya merasa puas ketika saya mendapat sesuatu pengetahuan baru dari usaha mempelajari lebih awal
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
S
175
Lampiran 3. Reliabilitas dan Validitas Uji Coba N = 115
1. Reliabilitas dan Validitas Adaptabilitas Karir
2. Reliabilitas dan Validitas Regulasi Diri dalam Belajar
3. Reliabilitas dan Validitas Dukungan Sosial
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
176
Bagian 1 ADAPTABILITAS KARIR 1. Kepedulian Karir Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.732
11 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted AK2 AK3 AK4 AK5 AK9 AK11 AK12 AK15 AK17 AK19 AK22
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation
30.70 30.54 30.84 31.63 30.92 31.24 30.43 31.15 30.85 30.54 30.72
20.368 21.479 20.063 21.254 20.827 20.888 22.580 21.092 20.741 22.303 22.168
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.518 .406 .477 .344 .423 .378 .278 .342 .360 .301 .325
.693 .709 .697 .717 .706 .712 .725 .718 .716 .722 .719
2. Pengendalian Diri Karir Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.769
10
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted AK24 AK25 AK26 AK27 AK32 AK34 AK36 AK38 AK39 AK40
22.83 22.84 22.77 22.22 22.47 21.96 22.52 22.03 21.55 22.95
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation 20.911 19.765 20.672 20.575 18.637 20.884 20.673 21.648 22.074 20.980
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.348 .612 .507 .385 .623 .433 .414 .323 .312 .401
.762 .727 .741 .757 .721 .750 .752 .764 .764 .754
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
177
3. Keingintahuan Karir Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.738
9
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted AK45 AK46 AK47 AK49 AK50 AK51 AK53 AK60 AK61
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation
27.00 27.29 26.87 27.21 27.43 27.66 27.10 26.78 27.04
11.526 10.154 10.272 9.903 9.213 10.472 10.105 10.733 9.902
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.146 .397 .580 .357 .544 .318 .506 .441 .543
.755 .718 .695 .729 .689 .732 .700 .713 .694
4. Keyakinan Diri Karir Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.789
10
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted AK63 AK64 AK65 AK66 AK67 AK68 AK70 AK71 AK72 AK74
24.05 23.12 23.07 23.35 24.10 23.73 22.75 23.37 23.50 24.21
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation 19.559 19.336 20.855 20.018 20.480 19.672 21.155 20.850 21.445 19.360
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.552 .620 .403 .486 .448 .541 .367 .370 .302 .500
.759 .751 .777 .767 .772 .760 .781 .781 .789 .765
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
178
Bagian 2 REGULASI DIRI DALAM BELAJAR A. Komponen Motivasional 1. Efikasi Diri Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.763
8 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted RD1 RD2 RD3 RD5 RD9 RD11 RD12 RD13
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation
20.66 20.70 20.86 21.27 21.14 20.56 20.96 20.63
12.103 12.543 12.612 11.339 12.963 11.600 10.305 11.111
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.520 .361 .349 .502 .308 .418 .593 .654
.730 .754 .755 .730 .761 .747 .710 .704
2. Nilai Intrinsik Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.669
8
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted RD15 RD17 RD19 RD21 RD22 RD23 RD25 RD27
22.79 22.52 22.37 22.23 23.24 22.77 22.48 22.62
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation 9.763 9.638 9.550 9.901 9.870 9.492 9.392 8.800
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.341 .289 .478 .409 .238 .275 .431 .499
.642 .657 .615 .631 .671 .664 .621 .601
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
179
3. Respon Emosi Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.798
5 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted RD30 RD31 RD32 RD33 RD34
11.10 11.03 10.97 10.89 10.28
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation 7.666 7.306 7.394 7.364 8.553
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.555 .621 .687 .643 .403
.767 .746 .726 .738 .811
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
180
B. Komponen Kognitif 1. Strategi Kognitif Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.705
9 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted RD35 RD37 RD38 RD39 RD40 RD41 RD42 RD43 RD44
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation
23.46 24.06 23.39 23.88 23.81 24.01 23.66 23.52 23.91
14.303 14.566 13.275 13.546 12.840 13.675 12.893 13.182 13.677
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.313 .227 .511 .365 .509 .262 .434 .464 .362
.691 .706 .657 .682 .654 .707 .668 .663 .682
2. Strategi Tingkah Laku Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.662
4 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted RD48 RD49 RD50 RD52
6.66 6.99 7.78 7.16
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation 4.524 4.324 3.926 3.712
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.417 .395 .481 .482
.612 .625 .566 .567
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
181
Bagian 3 DUKUNGAN SOSIAL
1. Dukungan Sosial Orang Tua Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.823
8
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted DSSS1 DSSS3 DSSS5 DSSS8 DSSS12 DSSS13 DSSS15 DSSS18
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation
19.34 19.15 19.30 19.25 18.78 18.91 19.50 19.89
20.945 20.741 20.635 19.787 20.786 20.501 20.656 20.978
.489 .528 .533 .580 .614 .583 .533 .505
Cronbach's Alpha if Item Deleted .811 .805 .805 .798 .795 .798 .805 .808
2. Dukungan Sosial Dosen Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.777
9
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted DSSS19 DSSS23 DSSS24 DSSS28 DSSS30 DSSS32 DSSS33 DSSS34 DSSS36
20.50 20.24 20.01 19.82 19.30 20.43 19.79 19.83 20.04
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation 18.182 17.098 16.851 16.273 18.126 17.405 17.289 16.794 18.217
.417 .492 .517 .579 .338 .424 .461 .507 .404
Cronbach's Alpha if Item Deleted .762 .751 .747 .737 .773 .761 .756 .749 .764
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
182
3. Dukungan Sosial Teman Sebaya Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.822
8
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted DSSS38 DSSS40 DSSS41 DSSS42 DSSS46 DSSS47 DSSS50 DSSS51
21.68 21.62 21.55 22.06 21.46 21.66 21.93 21.83
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation 14.922 13.308 14.215 15.128 14.566 13.665 13.942 12.899
.475 .648 .473 .401 .521 .609 .505 .708
Cronbach's Alpha if Item Deleted .810 .786 .811 .819 .804 .792 .807 .776
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
183
Lampiran 4. Reliabilitas dan Validitas Ambil Data N = 1012
Bagian 1 ADAPTABILITAS KARIR 1. Kepedulian Karir Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.647
11 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted AK1 AK2 AK3 AK4 AK5 AK6 AK7 AK8 AK9 AK10 AK11
Scale Variance if Item Deleted
31.02 31.68 30.95 31.34 31.48 31.29 30.90 31.81 30.99 31.55 31.44
Corrected ItemTotal Correlation
15.252 15.728 16.411 15.170 15.193 15.291 16.565 15.205 16.850 15.880 15.522
.419 .247 .279 .360 .337 .385 .245 .316 .214 .278 .237
Cronbach's Alpha if Item Deleted .603 .636 .629 .612 .617 .608 .634 .621 .639 .628 .640
2. Pengendalian Diri Karir Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.710
10 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted AK12 AK13 AK14 AK15 AK16 AK17 AK18 AK19 AK20 AK21
23.23 23.39 22.97 23.46 22.65 23.08 23.26 22.87 23.63 22.21
Scale Variance if Item Deleted 16.662 15.984 16.149 15.874 16.145 16.349 15.579 15.750 15.997 17.276
Corrected Item-Total Correlation .246 .447 .309 .473 .384 .334 .461 .401 .403 .261
Cronbach's Alpha if Item Deleted .711 .676 .700 .672 .686 .694 .672 .682 .682 .704
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
184
3. Keingintahuan Diri Karir Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.616
9
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted AK22 AK23 AK24 AK25 AK26 AK27 AK28 AK29 AK30
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation
26.50 26.29 26.60 26.61 27.20 26.93 26.76 26.43 26.09
8.035 8.284 7.844 7.934 7.987 7.771 7.818 8.054 8.960
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.280 .329 .373 .359 .145 .357 .349 .367 .241
.593 .582 .569 .573 .649 .572 .574 .572 .603
4. Keyakinan Karir Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.701
10
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted AK31 AK32 AK33 AK34 AK35 AK36 AK37 AK38 AK39 AK40
23.79 23.74 24.67 24.70 24.85 24.26 24.35 24.10 23.60 24.82
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation 16.464 15.704 15.470 15.213 16.641 16.320 15.325 16.436 15.685 15.617
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.351 .452 .372 .441 .245 .298 .373 .285 .458 .346
.680 .664 .676 .663 .697 .689 .676 .691 .663 .681
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
185
Bagian 2 REGULASI DIRI DALAM BELAJAR A. Komponen Motivasional 1. Efikasi Diri Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .753
8
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted RD1 RD2 RD3 RD4 RD5 RD6 RD7 RD8
Scale Variance if Item Deleted
19.34 20.04 19.54 19.43 19.21 19.91 19.76 19.33
Corrected ItemTotal Correlation
12.480 11.744 12.075 12.477 12.679 12.046 10.600 11.996
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.462 .487 .466 .401 .257 .472 .602 .475
.726 .719 .724 .735 .766 .723 .694 .722
2. Nilai Intrinsik Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.661
8 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted RD9 RD10 RD11 RD12 RD13 RD14 RD15 RD16
Scale Variance if Item Deleted
21.87 22.52 21.92 21.94 22.56 22.79 22.40 22.11
10.485 9.775 10.218 10.157 9.107 9.366 9.014 9.281
Corrected Item-Total Cronbach's Alpha if Item Correlation Deleted .267 .304 .352 .404 .343 .408 .441 .342
.649 .643 .632 .624 .636 .615 .605 .635
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
186
3. Respon Emosi Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.759
5
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted RD17 RD18 RD19 RD20 RD21
9.85 9.87 9.96 9.07 9.52
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation 7.685 7.017 7.041 7.942 7.255
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.464 .641 .622 .380 .542
.737 .675 .681 .767 .710
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
187
B. Komponen Kognitif 1. Strategi Kognitif Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.690
9
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted RD22 RD23 RD24 RD25 RD26 RD27 RD28 RD29 RD30
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation
23.89 23.65 23.48 24.02 23.41 24.05 23.87 23.47 23.49
11.921 11.918 12.070 13.228 11.899 12.307 11.979 11.814 12.854
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.307 .409 .451 .188 .467 .309 .398 .503 .284
.679 .654 .647 .697 .644 .675 .656 .637 .678
2. Strategi Tingkah Laku Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.630
4
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted RD31 RD32 RD33 RD34
7.59 6.78 6.86 6.60
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation 4.039 3.309 3.159 3.826
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.292 .506 .471 .379
.638 .488 .512 .582
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
188
Bagian 3 DUKUNGAN SOSIAL
1. Dukungan Sosial Orang Tua Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.811
8
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted DSSS1 DSSS2 DSSS3 DSSS4 DSSS5 DSSS6 DSSS7 DSSS8
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation
20.05 19.82 19.72 19.77 19.56 19.48 20.44 20.29
19.896 20.982 19.758 18.728 20.905 19.668 19.383 19.188
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.559 .397 .576 .578 .421 .586 .547 .548
.785 .807 .783 .782 .804 .781 .787 .786
2. Dukungan Sosial Dosen Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.802
9
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted DSSS9 DSSS10 DSSS11 DSSS12 DSSS13 DSSS14 DSSS15 DSSS16 DSSS17
19.34 19.04 19.14 19.03 19.32 18.28 18.77 18.68 19.01
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation 20.590 19.955 19.488 18.893 20.553 20.079 19.528 20.122 19.773
.444 .506 .516 .560 .431 .452 .536 .450 .539
Cronbach's Alpha if Item Deleted .788 .781 .779 .773 .790 .788 .776 .788 .776
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
189
3. Dukungan Sosial Teman Sebaya Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.782
8
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted DSSS18 DSSS19 DSSS20 DSSS21 DSSS22 DSSS23 DSSS24 DSSS25
21.08 21.13 21.48 21.30 21.19 20.98 21.32 21.28
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation 14.370 14.758 15.611 14.357 13.755 14.201 14.090 13.747
.481 .475 .292 .425 .570 .586 .509 .568
Cronbach's Alpha if Item Deleted .760 .761 .789 .770 .744 .744 .755 .745
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
190 Lampiran 5. Hasil Uji Model Pengukuran 1. Adaptabilitas Karir 1.1 Kepedulian Karir 1.2 Pengendalian Diri Karir 1.3 Keingintahuan Karir 1.4 Keyakinan Diri Karir 2. Regulasi Diri dalam Belajar 2.1 Komponen Motivasional 2.2 Komponen Kognitif 3. Dukungan Sosial 3.1 Dukungan Sosial Orang Tua 3.2 Dukungan Sosial Dosen 3.3 Dukungan Sosial Teman Sebaya
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
191
1.1 Kepedulian Karir Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 13 Minimum Fit Function Chi-Square = 16.77 (P = 0.21) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 16.66 (P = 0.22) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 3.66 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 18.36) Minimum Fit Function Value = 0.017 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0036 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.018) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.017 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.037) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 1.00 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.046 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.043 ; 0.061) ECVI for Saturated Model = 0.055 ECVI for Independence Model = 0.75 Chi-Square for Independence Model with 21 Degrees of Freedom = 740.56 Independence AIC = 754.56 Model AIC = 46.66 Saturated AIC = 56.00 Independence CAIC = 796.00 Model CAIC = 135.46 Saturated CAIC = 221.75 Normed Fit Index (NFI) = 0.98 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.99 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.61 Comparative Fit Index (CFI) = 0.99 Incremental Fit Index (IFI) = 0.99 Relative Fit Index (RFI) = 0.96 Critical N (CN) = 1670.71
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.013 Standardized RMR = 0.019 Goodness of Fit Index (GFI) = 1.00 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.99 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.46
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
192
1.2 Pengendalian Diri Karir Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 11 Minimum Fit Function Chi-Square = 16.48 (P = 0.12) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 16.24 (P = 0.13) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 5.24 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 20.18) Minimum Fit Function Value = 0.016 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0052 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.020) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.022 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.043) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.99 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.050 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.045 ; 0.064) ECVI for Saturated Model = 0.055 ECVI for Independence Model = 1.07 Chi-Square for Independence Model with 21 Degrees of Freedom = 1072.11 Independence AIC = 1086.11 Model AIC = 50.24 Saturated AIC = 56.00 Independence CAIC = 1127.55 Model CAIC = 150.88 Saturated CAIC = 221.75 Normed Fit Index (NFI) = 0.98 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.99 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.52 Comparative Fit Index (CFI) = 0.99 Incremental Fit Index (IFI) = 0.99 Relative Fit Index (RFI) = 0.97 Critical N (CN) = 1517.90
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.014 Standardized RMR = 0.019 Goodness of Fit Index (GFI) = 1.00 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.99 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.39
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
193
1.3 Keingintahuan Karir
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 11 Minimum Fit Function Chi-Square = 14.01 (P = 0.23) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 13.89 (P = 0.24) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 2.89 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 16.64) Minimum Fit Function Value = 0.014 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0029 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.016) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.016 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.039) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 1.00 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.047 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.045 ; 0.061) ECVI for Saturated Model = 0.055 ECVI for Independence Model = 0.63 Chi-Square for Independence Model with 21 Degrees of Freedom = 620.21 Independence AIC = 634.21 Model AIC = 47.89 Saturated AIC = 56.00 Independence CAIC = 675.65 Model CAIC = 148.52 Saturated CAIC = 221.75 Normed Fit Index (NFI) = 0.98 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.99 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.51 Comparative Fit Index (CFI) = 0.99 Incremental Fit Index (IFI) = 1.00 Relative Fit Index (RFI) = 0.96 Critical N (CN) = 1785.88 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.0094 Standardized RMR = 0.018 Goodness of Fit Index (GFI) = 1.00 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.99 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.39
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
194
1.4 Keyakinan Diri Karir Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 8 Minimum Fit Function Chi-Square = 14.29 (P = 0.075) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 14.20 (P = 0.077) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 6.20 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 20.81) Minimum Fit Function Value = 0.014 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0061 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.021) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.028 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.051) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.94 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.040 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.034 ; 0.054) ECVI for Saturated Model = 0.042 ECVI for Independence Model = 0.72 Chi-Square for Independence Model with 15 Degrees of Freedom = 714.25 Independence AIC = 726.25 Model AIC = 40.20 Saturated AIC = 42.00 Independence CAIC = 761.77 Model CAIC = 117.16 Saturated CAIC = 166.31 Normed Fit Index (NFI) = 0.98 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.98 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.52 Comparative Fit Index (CFI) = 0.99 Incremental Fit Index (IFI) = 0.99 Relative Fit Index (RFI) = 0.96 Critical N (CN) = 1422.48 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.013 Standardized RMR = 0.021 Goodness of Fit Index (GFI) = 1.00 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.99 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.38
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
195
2.1 Komponen Motivasional Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 31 Minimum Fit Function Chi-Square = 43.904 (P = 0.0622) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 43.219 (P = 0.0712) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 12.219 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 33.657) Minimum Fit Function Value = 0.0434 Population Discrepancy Function Value (F0) = 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05)
0.0121 0.0333) = 0.0197 ; 0.0328) = 1.00
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.112 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.0999 ; 0.133) ECVI for Saturated Model = 0.131 ECVI for Independence Model = 2.410 Chi-Square for Independence Model with 55 Degrees of Freedom = 2414.901 Independence AIC = 2436.901 Model AIC = 113.219 Saturated AIC = 132.000 Independence CAIC = 2502.017 Model CAIC = 320.407 Saturated CAIC = 522.699 Normed Fit Index (NFI) = 0.982 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.990 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.553 Comparative Fit Index (CFI) = 0.995 Incremental Fit Index (IFI) = 0.995 Relative Fit Index (RFI) = 0.968 Critical N (CN) = 1202.925
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
196
2.2 Komponen Kognitif Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 27 Minimum Fit Function Chi-Square = 37.276 (P = 0.0900) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 37.310 (P = 0.0894) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 10.310 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 30.492) Minimum Fit Function Value = 0.0369 Population Discrepancy Function Value (F0) = 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05)
0.0102 0.0302) = 0.0194 ; 0.0334) = 1.00
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.0923 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.0821 ; 0.112) ECVI for Saturated Model = 0.109 ECVI for Independence Model = 1.607 Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 1604.512 Independence AIC = 1624.512 Model AIC = 93.310 Saturated AIC = 110.000 Independence CAIC = 1683.709 Model CAIC = 259.061 Saturated CAIC = 435.583 Normed Fit Index (NFI) = 0.977 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.989 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.586 Comparative Fit Index (CFI) = 0.993 Incremental Fit Index (IFI) = 0.993 Relative Fit Index (RFI) = 0.961 Critical N (CN) = 1274.724
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.0181 Standardized RMR = 0.0240 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.993 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.985 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.487
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
197
3.1 Dukungan Sosial Orang Tua Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 4 Minimum Fit Function Chi-Square = 8.08 (P = 0.089) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 8.26 (P = 0.083) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 4.26 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 16.61) Minimum Fit Function Value = 0.0080 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0042 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.016) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.032 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.064) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.79 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.030 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.026 ; 0.042) ECVI for Saturated Model = 0.030 ECVI for Independence Model = 1.00 Chi-Square for Independence Model with 10 Degrees of Freedom = 1005.58 Independence AIC = 1015.58 Model AIC = 30.26 Saturated AIC = 30.00 Independence CAIC = 1045.18 Model CAIC = 95.38 Saturated CAIC = 118.80 Normed Fit Index (NFI) = 0.99 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.99 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.40 Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.00 Relative Fit Index (RFI) = 0.98 Critical N (CN) = 1661.43 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.015 Standardized RMR = 0.018 Goodness of Fit Index (GFI) = 1.00 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.99 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.27
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
198
3.2 Dukungan Sosial Dosen Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 11 Minimum Fit Function Chi-Square = 14.61 (P = 0.20) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 14.90 (P = 0.19) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 3.90 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 18.17) Minimum Fit Function Value = 0.014 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0039 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.018) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.019 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.040) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.99 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.048 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.045 ; 0.062) ECVI for Saturated Model = 0.055 ECVI for Independence Model = 1.68 Chi-Square for Independence Model with 21 Degrees of Freedom = 1686.59 Independence AIC = 1700.59 Model AIC = 48.90 Saturated AIC = 56.00 Independence CAIC = 1742.03 Model CAIC = 149.53 Saturated CAIC = 221.75 Normed Fit Index (NFI) = 0.99 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 1.00 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.52 Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.00 Relative Fit Index (RFI) = 0.98 Critical N (CN) = 1711.72 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.016 Standardized RMR = 0.017 Goodness of Fit Index (GFI) = 1.00 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.99 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.39
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
199
3.3 Dukungan Sosial Teman Sebaya Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 7 Minimum Fit Function Chi-Square = 8.76 (P = 0.27) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 8.75 (P = 0.27) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 1.75 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 13.56) Minimum Fit Function Value = 0.0087 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0017 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.013) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.016 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.044) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.98 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.036 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.035 ; 0.048) ECVI for Saturated Model = 0.042 ECVI for Independence Model = 1.44 Chi-Square for Independence Model with 15 Degrees of Freedom = 1442.75 Independence AIC = 1454.75 Model AIC = 36.75 Saturated AIC = 42.00 Independence CAIC = 1490.27 Model CAIC = 119.63 Saturated CAIC = 166.31 Normed Fit Index (NFI) = 0.99 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 1.00 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.46 Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.00 Relative Fit Index (RFI) = 0.99 Critical N (CN) = 2134.52 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.010 Standardized RMR = 0.015 Goodness of Fit Index (GFI) = 1.00 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.99 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.33
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
200 Lampiran 6. Hasil Uji Model Struktural
Sobel Data : BETA
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
201
AdaptKar RegDiri --------------AdaptKar - 1.079 (0.099) 10.886 RegDiri - - GAMMA
AdaptKar RegDiri
DukSos --------0.046 (0.061) -0.749 0.471 (0.051) 9.181
Sobel test : Full mediation model ( p-value < 0.05 )
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 17 Minimum Fit Function Chi-Square = 25.558 (P = 0.0829) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 25.227 (P = 0.0897) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 8.227 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 25.803) Minimum Fit Function Value = 0.0253 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.00815 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.0256) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.0219 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.0388) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.998 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.0805 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.0723 ; 0.0979) ECVI for Saturated Model = 0.0892 ECVI for Independence Model = 3.239 Chi-Square for Independence Model with 36 Degrees of Freedom = 3249.811 Independence AIC = 3267.811 Model AIC = 81.227 Saturated AIC = 90.000 Independence CAIC = 3321.070 Model CAIC = 246.923 Saturated CAIC = 356.297
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.
202
Normed Fit Index (NFI) = 0.992 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.994 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.469 Comparative Fit Index (CFI) = 0.997 Incremental Fit Index (IFI) = 0.997 Relative Fit Index (RFI) = 0.983 Critical N (CN) = 1320.016
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.0188 Standardized RMR = 0.0188 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.994 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.985 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.376
Universitas Indonesia
Dukungan sosial..., Wahyu Indianti, FPSI UI, 2015.