HUBUNGAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KEJADIAN BANJIR PADA DAS CILIWUNG HULU, KATULAMPA MENGGUNAKAN MODEL ANSWERS
Oleh EKO SULARTO A24101096
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ABSTRACK
EKO SULARTO. Relation Land Use and Flood In Watershed Ciliwung Hulu, Katulampa Utilize Model Answers. Under supervised Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, Msc and Dr. Ir. D.P. Tejo Baskoro, Msc.
The Ciliwung Hulu takes important roles as conservation and catchments areas. In consequences, changing in components will strongly influence all environmental conditions, especially in Jakarta and the surrounding areas. Nowadays, land use conversion extensively happens in the Ciliwung watershed, leading to changing of hydrological functions of watersheds. It, as a result, causes floods in downstream areas, increasing of erosion rate and sedimentation. This study aims to assess flood in the Ciliwung downstream areas, especially Jakarta, which are probably caused by land use conversion from forest to other uses. Answers model is used as a tool for simulating the conversion of land use. In simulation, this model uses watershed characteristics, and it results a planning of watershed management for optimalizing of natural resource use. Base on the model simulation, it shows that increasing of forestry areas to 35% from area total (actual condition 33.4%) which is gained by transforming from housing and agriculture areas cannot decrease floods, but it only decline discharge and volume of water. On the other hand increasing such area to 40% can significantly decrease discharge and volume of water. Moreover, it can also decrease about 19,3% (housing conversion) and 11,2% (agricultural area conversion). The study result also shows that a decrease of infiltration considerably consequences to an increase of debit and volume of water flowing and floods, vice versa.
i
RINGKASAN
EKO SULARTO. Hubungan Penggunaan Lahan dan Kejadian Banjir Pada DAS Ciliwung Hulu, Katulampa Menggunakan Model Answers. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, Msc. dan Dr. Ir. D. P. Tejo Baskoro, MSc. Daerah Ciliwung Hulu merupakan kawasan yang berfungsi sebagai daerah pelindung dan penyangga wilayah DAS. Sehingga jika terjadi perubahan pada komponennya, akan mempengaruhi seluruh bagian DAS. Saat ini telah terjadi banyak pengalihgunaan lahan di daerah DAS Ciliwung. Akibatnya terjadi perubahan fungsi hidrologi dari DAS yaitu, sering terjadi banjir di hilir, peningkatan laju erosi dan sedimentasi. Penelitian ini bertujuan mengkaji wacana-wacana yang ada saat ini. Wacana yang ada tersebut adalah, sering terjadinya banjir di daerah hilir Ciliwung (khususnya Wilayah Jakarta) disebabkan oleh pengalihgunaan hutan didaerah hulu ke penggunaan lain. Model ANSWERS (Areal Nonpoint Source Watershed Environment Respon Simulation) digunakan sebagai alat untuk mensimulasi perubahan penggunaan lahan. Model ANSWERS, merupakan sebuah model yang berusaha mensimulasikan sifat-sifat dari karakteristik DAS untuk tujuan perencanaan penggelolaan DAS dalam mengoptimalkan penggunaan sumberdaya alam. Berdasarkan hasil simulasi peningkatan luasan hutan 35% dari total luasan DAS (kondisi saat ini 33,4%) dengan mengkonversi luasan pemukiman maupun tegalan belum mampu menurunkan debit banjir, hanya mengurangi debit dan volume aliran. Peningkatan luasan hutan 40% dari total luasan DAS memberikan pengaruh nyata pada penurunan debit dan volume aliran serta kejadian banjir sebesar 19,3% (konversi pemukiman) dan 11,52% (konversi tegalan). Hasil pada peningkatan infiltrasi berpengaruh nyata pada penurunan debit dan volume aliran serta kejadian banjir. Penurunan infiltrasi memberikan dampak yang nyata pada peningkatan debit dan volume aliran serta kejadian banjir.
ii
HUBUNGAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KEJADIAN BANJIR PADA DAS CILIWUNG HULU, KATULAMPA MENGGUNAKAN MODEL ANSWERS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh EKO SULARTO A24101096
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul
: Hubungan Penggunaan Lahan dan Kejadian Banjir Pada DAS Ciliwung Hulu, Katulampa Menggunakan Model Answers
Nama Mahasiswa
: Eko Sularto
Nomor Pokok
: A241 01 096
Menyetujui :
Pembimbing I
Pembimbing II
(Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, Msc)
(Dr. Ir. D. P. Tejo Baskoro, Msc)
NIP : 131 667 783
NIP : 131 667 782
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian IPB
(Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr) NIP : 130 422 698
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 02 Agustus 1983 di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Werdhosuharjo
dan
Ibu
Slamet
Werdhosuharjo.
Penulis
menyelesaikan
pendidikan dasar di SD Negeri 01 Grajegan pada tahun 1995 dan melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 01 Tawangsari dan lulus pada tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat atas di SLTA Negeri 01 Tawangsari dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), pada Jurusan Ilmu Tanah. Selama mengikuti pendidikan di Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi asisten dalam mata kuliah Geomorfologi dan Analisis Lanskap (periode Tahun 2004/2005), serta DasarDasar Ilmu Tanah (periode Tahun 2005/2006). Penulis juga aktif dalam Biro lingkungan hidup pecinta alam AZIMUTH di bawah Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT).
organisasi Himpunan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyelesaian skripsi penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak, oleh karenanya pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada: • Allah yang Esa yang selalu memberikan nikmat-Nya. • Bpk Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, Msc. Selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan perhatian, bimbingan dan saran kepada penulis. • Bpk Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro. Msc. Selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran (koreksi) kepada penulis. • Bpk Ir. Yayat Hidayat Msi. Selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan telah banyak memberikan masukan pada skripsi. • Seluruh keluarga Bapak dan Ibu, Kakek dan Nenek, Uyutku serta paman dan semua sepupu, yang telah memberikan dukungan semangat dan doa bagi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi. • Teman-teman Departemen tanah A’38 atas dorongan semangat dan bantuannya. Se-konservasi tanah, serta Adam ”tatang” (makasih buat bantuannya) dan Abdul (buat kesabaranya) semangat semua,”ga ada kalian ga rame”. • Yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor,
Penulis
DAFTAR ISI
Teks
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................. i RIWAYAT HIDUP PENULIS ...................................................................... iii KATA PENGANTAR .................................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................... v DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN ............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................
3
1.3. Tujuan Penelitian ..........................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
4
2.1. Model Hidrologi Daerah Aliran Sungai ........................................
4
2.2. Tinggi Muka Air ............................................................................
5
2.3. Limpasan Permukaan ....................................................................
6
2.4. Banjir .............................................................................................
8
2.5. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai ...............................................
9
2.6. Model ANSWERS ........................................................................
11
2.6.1. Konsep Dasar .......................................................................
11
2.6.2. Struktur Model .....................................................................
11
2.6.3. Data Masukan Model ...........................................................
12
2.6.4. Keluaran Model....................................................................
13
BAB III BAHAN DAN METODE ...............................................................
16
3.1. Lokasi Penelitian ..........................................................................
16
3.2. Pengumpulan Data ........................................................................
17
3.3. Metode Analisis Data ...................................................................
21
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN .............................
27
4.1. Letak Dan Luas ............................................................................
27
4.2. Tanah Dan Topografi ...................................................................
28
4.3. Iklim .............................................................................................
29
4.4. Penggunaan Lahan .......................................................................
29
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................
30
5.1. Curah Hujan .................................................................................
30
5.2. Debit Aliran .................................................................................
31
5.3. Penggunaan Lahan ......................................................................
32
5.4. Penerapan Model ANSWERS ....................................................
33
5.4.1 Curah Hujan ........................................................................
33
5.4.2 Sifat Fisik Tanah .................................................................
35
5.4.3 Parameter Penggunaan Lahan .............................................
36
5.4.4. Karakteristik Saluran ...........................................................
37
5.4.5. Data Satuan Individu Elemen ..............................................
37
5.5.
Hasil Prediksi Model ...................................................................
38
5.6.
Kalibrasi Model...........................................................................
41
5.6.1. Debit dan Volume Aliran ....................................................
41
Simulasi Model ANSWERS .......................................................
43
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
54
6.1 Kesimpulan ....................................................................................
54
6.2 Saran .............................................................................................
54
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
56
LAMPIRAN ....................................................................................................
59
5.7.
DAFTAR TABEL
TEKS No
Halaman
1.
Nilai eksponen infiltrasi (P) untuk beberapa tekstur tanah .....................
19
2.
Format penulisan dalam program ANSWERS .......................................
25
3.
Penggunaan lahan periode tahun 1999/2000 pada DAS Ciliwung Hulu (Katulampa) ..................................................................................
4.
Sebaran penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu (Katulampa) hasil gridisasi peta topografi BAKOSURTANAL edisi tahun 2000 ..............
5.
29
33
Perhitungan besarnya debit yang terjadi pada Bendung Katulampa pada tanggal 05-06 November 2004 ......................................................
34
6.
Parameter tanah masukan model ANSWERS ........................................
36
7.
Parameter penggunaan lahan untuk masukan model ANSWERS..........
37
8.
Karakteristik saluran untuk masukan model ANSWERS ......................
37
9.
Hasil prediksi model pada hujan terpilih 05 November 2004 pada DAS Ciliwung hulu (Katulampa)............................................................
39
10.
Report keluaran model............................................................................
40
11.
Rancangan simulasi perubahan penggunaan lahan pada DAS Ciliwung Hulu (Katulampa) ...................................................................
44
12.
Hasil simulasi untuk puncak debit aliran dalam persen..........................
46
13.
Nilai hasil simulasi untuk volume total aliran dalam persen .................
46
14.
Debit hasil simulasi parameter penggunaan lahan pada kondisi debit puncak banjir tahun 2004 ..............................................................
15.
50
Debit hasil simulasi parameter infiltrasi tanah pada kondisi debit puncak banjir tahun 2004 ...............................................................
51
LAMPIRAN
No 1. Peta lokasi penelitian berdasarkan batas administrasi dan
Halaman
koordinat geografisnya .............................................................................
60
2.
Hasil perbandingan debit pada kondisi awal dan kondisi simulasi ..........
62
3.
Kemiringan lereng keluaran model ..........................................................
64
4.
Arah aliran untuk DAS Ciliwung Hulu (katulampa) ...............................
64
5.
Peta tanah hasil gridisasi .........................................................................
65
6.
Peta penggunaan lahan hasil gridisasi ......................................................
65
DAFTAR GAMBAR TEKS No
Halaman
1.
Lokasi Penelitian ....................................................................................
16
2.
Arah lereng pada setiap element (˚) .......................................................
22
3.
Diagram alir penelitian ...........................................................................
26
4.
Distribusi curah hujan untuk Stasiun Citeko .........................................
31
5.
Distribusi debit untuk Stasiun Katulampa..............................................
32
6.
Hyetograf hujan pada kejadian hujan tanggal 5 November 2004 ..........
40
7.
Produksi sediment pada kejadian hujan tanggal 5 November 2004 ......
41
8.
Persamaan regrasi garis lurus antara debit model dengan debit penggukuran ...........................................................................................
42
9.
Hidrograf keluaran model dengan nilai pengukuran..............................
42
10.
Rancangan simulasi untuk parameter tanah dengan merubah besaran nilai infiltrasi masukan model ................................................................
11. Debit puncak dan volume aliran hasil simulasi………………………
45 47
LAMPIRAN
No 1. Peta lokasi penelitian berdasarkan batas administrasi dan
Halaman
koordinat geografisnya .............................................................................
60
2.
Hasil perbandingan debit pada kondisi awal dan kondisi simulasi ..........
62
3.
Kemiringan lereng keluaran model ..........................................................
64
4.
Arah aliran untuk DAS Ciliwung Hulu (katulampa) ...............................
64
5.
Peta tanah hasil gridisasi .........................................................................
65
6.
Peta penggunaan lahan hasil gridisasi ......................................................
65
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan meningkatnya jumlah sumberdaya yang harus disediakan, baik itu lahan, air, sandang maupun pangan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-harinya. Dalam usaha memenuhi kebutuhan yang selalu meningkat tersebut, lahan (tanah) dimanfaatkan secara berlebihan tanpa mengindahkan aspek dari kemampuan wilayahnya, yang selanjutnya menjadi penyebab meluasnya lahan kritis, banjir dan kekeringan, sedimentasi yang tinggi, ekosistem terganggu, pencemaran, perubahan iklim mikro maupun kemiskinan. Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung merupakan salah satu DAS yang melewati empat wilayah administrasi, yaitu Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor, Kota Administrasi Depok dan Provinsi DKI Jakarta. Kondisi DAS Ciliwung saat ini sangat mengkhawatirkan karena selain banjir yang sering terjadi, juga karena tingkat erosi dan sedimentasi yang terjadi terlalu tinggi.(BPSDA CiliwungCisadane, 2004) Kawasan hulu DAS Ciliwung berfungsi sebagai daerah pelindung dan penyangga wilayah DAS. Jika terjadi perubahan pada komponennya maka akan mempengaruhi seluruh bagian DAS. Saat ini telah terjadi banyak pengalihgunaan lahan di daerah DAS Ciliwung yang mengakibatkan erosi cenderung meningkat. Erosi dan sedimentasi menyebabkan pendangkalan sungai sehingga daya tampungnya berkurang. Hal ini akan mengakibatkan sungai Ciliwung mudah
2
meluap dan dapat membahayakan keselamatan penduduk disekitar Daerah Aliran Sungai yaitu, Jakarta, Bogor, Bekasi dan sekitarnya. Banjir yang sering terjadi di Jakarta yang merupakan gejala rutin bukanlah sekedar ungkapan saja tetapi memang nyata, dipertegas dengan hampir setiap tahun pada musim penghujan terjadi banjir. Pendugaan debit banjir dapat diperoleh dari data hujan dan sifat-sifat DAS. Debit sungai yang dikorelasikan dengan hujan dapat membantu perkiraan banjir. Curah hujan sebagai salah satu elemen meteorologi, dapat dianggap sebagai faktor yang berubah-ubah menurut ruang dan waktu. Sedangkan sifat DAS relatif tetap. Hal yang dapat dilakukan untuk dapat mengurangi besarnya banjir di Jakarta adalah dengan menghilangkan genangan-genangan air pada musim hujan serta mengupayakan sistem drainase yang baik (dengan biaya yang relatif tinggi). Upaya lain yang perlu dilakukan adalah dengan mengurangi volume air yang masuk ke wilayah hilir dengan memperbesar kapasitas tampungan di wilayah hulu dan tengah dengan membangun waduk, danau, dan kolam-kolam. Upaya ini akan mempunyai manfaat ganda yaitu selain mengurangi ancaman banjir di hilir juga akan memperbesar cadangan air bumi yang tersedia bagi pemenuhan kebutuhan akan sumberdaya air yang terus meningkat. Penelitian ini mencoba membuat simulasi perubahan pola penggunaan lahan dan pengelolaan tanah dalam kaitannya dengan banjir karena ada konversi luasan hutan pada DAS Ciliwung Hulu dengan bantuan program ANSWERS. Simulasi ditujukan untuk melihat seberapa besar pengaruh penggunaan lahan (hutan) terhadap banjir dan debit alitan sungai.
3
1.2. Rumusan Masalah Perubahan penggunaan lahan, akan sejalan dengan pertambahan penduduk dan semakin meningkatnya kesejahteraan serta kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu dalam penelitian ini ingin dikaji hubungan penggunaan lahan dengan kejadian banjir didaerah hilir yang disebabkan karena daerah hulu dan sekitarnya telah banyak mengalami perubahan penggunaan lahan (hutan).
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada latar belakang serta rumusan masalah tersebut diatas, tujuan penelitian ini antara lain: 1. Mengetahui kontribusi parameter pengelolaan tanah (infiltrasi) terhadap aliran permukaan dihubungankan dengan banjir pada DAS Ciliwung hulu menggunakan model ANSWERS. 2. Mengetahui kontribusi perubahan tataguna lahan terhadap tingkat banjir di sub DAS Ciliwung hulu dengan model ANSWERS. 3. Mengetahui pola tata guna lahan yang dapat meminimalkan besarnya aliran permukaan di DAS Ciliwung hulu
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Model Hidrologi Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai (DAS) sebagai suatu sistem hidrologi meliputi jasad hidup, lingkungan fisik dan kimia yang berinteraksi secara dinamik dan didalamnya terjadi keseimbangan dinamik antara energi dan material yang masuk dengan energi dan material yang keluar. Dalam keadaan alami energi matahari, iklim diatas DAS dan unsur-unsur endogenik dibawah permukaan DAS merupakan masukan (input), sedangkan air dan sedimen yang keluar dari muara DAS serta air yang kembali ke udara melalui evapotranspirasi adalah keluaran (output) DAS (Sinukaban, 1995). Konsep dasar yang digunakan dalam setiap hidrologi adalah Daur Hidrologi. Konsep Daur Air (hydrologic cycle) merupakan titik awal pengetahuan mengenai hidrologi. Dalam siklus air yang tidak berpangkal dan tidak berakhir, air berpindah dari laut ke udara (atmosfer) terus kepermukaan bumi dan kembali lagi ke laut, serta dalam perjalanannya untuk sementara akan tertahan di tanah ataupun sungai dan tersedia untuk dimanfaatkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnnya serta kembali ke udara (Arsyad, 1989). Menurut Harto (dalam Rompas 1996) pada dasarnya penggunaan suatu model dalam hidrologi diantaranya sebagai berikut : (1) Peramalan (forescasting), termasuk didalamnya untuk sistem peringatan dan manajemen, pengertian peramalan di sini menunjukkan baik besaran maupun waktu kejadian yang dianalisis berdasarkan cara probabilistik (2) Perkiraan (prediction), pengertian yang terkandung didalamnya adalah besaran kejadian dan waktu hipotetik
5
(hypothetical future time) (3) Sebagai alat “deteksi” dalam masalah pengendalian, dengan sistem yang telah pasti dan keluaran yang diketahui maka masukan dapat dikontrol dan diatur (4) Sebagai alat pengenal (identification tool) dalam masalah perencanaan, misalnya untuk melihat pengaruh urbanisasi, pengelolaan tanah dengan membandingkan masukan dan keluaran dalam sistem tertentu, (5) Ekstrapolasi data atau informasi (6) Perkiraan lingkungan akibat tingkat perilaku manusia yang berubah atau meningkat dan, (7) Penelitian dasar dalam proses hidrologi.
2.2. Tinggi Muka Air dan Debit Ahli hidrologi banyak yang menaruh perhatian terhadap perolehan debit dan curah hujan. Semakin besar curah hujan yang jatuh disungai atau sekitar aliran sungai, debit sungai akan semakin besar. Debit adalah volume aliran yang terjadi disuatu sungai pada periode waktu tertentu. Bila terjadi hujan yang sangat lebat, debit akan sangat tinggi melampaui kapasitas aliran sungai atau kapasitas tampung Bendung, sehingga dapat menimbulkan banjir di sungai dan DAS. Pada suatu sungai besarnya debit aliran susah untuk di ukur, biasanya angka yang menjadi patokan sebagai pemantau adalah tinggi muka air. Nilai tinggi muka air kemudian digunakan menduga besarnya debit yang terjadi pada sungai atau DAS. Hubungan antara tinggi muka air dan debit ditentukan oleh ciri-ciri fisik dari aliran disebelah hilir alat ukur. Semakin besar debit aliran, muka air juga akan semakin tinggi. Besarnya debit air sungai selain dipengaruhi oleh limpasan
6
permukaan juga dipengaruhi aliran bawah permukaan dan air tanah (Seyhan, 1990).
2.3. Limpasan Permukaan Debit aliran sungai terdiri dari beberapa komponen, yaitu aliran langsung dan limpasan permukaan. Diantara komponen tersebut limpasan permukaan merupakan penyumbang terbesar kejadian banjir. Limpasan permukaan (Direct Run Off) merupakan besarnya air yang mengalir pada permukaan tanah yang disebabkan oleh hujan. Besarnya aliran permukaan ini yang akan menyebabkan besar kecilnya air yang mengalir atau tertampung menjadi debit aliran pada sungai atau DAS. Faktor yang mempengaruhi distribusi aliran langsung atau limpasan permukaan adalah: a. Faktor Iklim-Hujan • Intensitas curah hujan, yang merupakan faktor paling penting yang berpengaruh terhadap aliran langsung. Curah hujan besar akan melebihi kapasitas infiltrasi permukaan tanah sehingga menghasilkan aliran permukaan yang besar, sedangkan curah hujan dengan intensitas lebih kecil akan lebih banyak diserap ke dalam tanah.(dalam Utami, 2002) • Lama hujan, bila lama hujan adalah sama atau lebih besar dari waktu perjalanan rata-rata maka potensi kelebihan hujan adalah maksimum. Bila lama hujan lebih kecil dari waktu perjalanan rata-rata (waktu konsentrasi) maka potensial kelebihan hujan adalah lebih kecil dari maksimum. Maksimum karena seluruh daerah tangkapan curah hujan akan memberikan kontribusi
7
kepada aliran permukaan sebelum curah hujan berkurang. Hal ini juga dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran DAS. • Distribusi curah hujan, dengan volume curah hujan tertentu secara seragam terdistribusi diseluruh DAS akan mempunyai intensitas yang lebih rendah dan kurang menghasilkan aliran permukaan dari pada dengan volume curah hujan yang sama jatuh di daerah yang kecil pada suatu lokasi tertentu dari DAS tersebut. b. Faktor DAS Faktor DAS yang dapat meningkatkan aliran permukaan diantaranya: • Topografi dan relief, daerah aliran yang mempengaruhi limpasan dari segi intensitas banjir dan waktu perjalanan rata-rata dari mulai tempat terjadinya hujan sampai keluar dari aliran utama. • Geologi dan batuan induk dari penyusun tanahnya. Dalam suatu area dengan bahan induknya batu kapur akan lebih meresapkan air, tetapi tidak mampu mempertahankan kondisinya dibandingkan dengan area berbahan induk batuan sedimen. • Vegetasi, semakin rapat vegetasi yang ada maka aliran permukaan dapat dikurangi atau dihilangkan karena air yang jatuh terlebih dulu terserap oleh penutupan vegetasi. c. Faktor Manusia • Struktur hidrolik, dalam hal pembuatan dam dan reservoir dari aliran sungai besar.
8
• Teknologi pertanian, dalam hal aplikasi teknik pertanian. Manusia sering tidak memperhatikan bahaya yang akan terjadi dalam hal pemakaian alat-alat berat untuk pengolahan area pertaniannya. • Tindakan penyebab banjir, seperti pembukaan dan pembakaran hutan Faktor yang mempengaruhi total aliran langsung adalah: a. Faktor iklim, yaitu keseimbangan antara besarnya presipitasi dan evapotranspirasi b. Faktor DAS, luasan daerah yang mengalami hujan.
Banjir Banjir adalah luapan air sungai ke daerah alirannya akibat ketidak mampuan sungai menampung air hujan karena adanya pendangkalan sungai ataupun pendangkalan saluran drainase. Curah hujan merupakan faktor utama, disamping faktor tanah dan tanaman atau faktor manusia. Banjir akan terjadi pada wilayah tersebut jika pada daerah tersebut turun hujan dalam jumlah, intensitas, dan waktu yang cukup lama. Menurut Isnugroho, (dalam Rouw, 2004) sedikitnya ada lima faktor penting penyebab banjir antara lain: (i) Curah hujan (ii) Karakteristik daerah aliran sungai (DAS) (iii) Kemampuan alur sungai mengalirkan air banjir (iv) Perubahan tata guna lahan dan (v) Pengelolaan sungai meliputi tata wilayah, pembangunan sarana dan prasarananya hingga tata pengaturanya. Curah hujan yang melebihi kemampuan tanah dalam menyerap dan menyimpan air, akan dialirkan sebagai aliran permukaan yang dapat menimbulkan banjir. Banjir tidak akan terjadi jika permukaan tanah yang terkena hujan mampu
9
meresapkan air dengan baik, sehingga menurunkan jumlah air hujan yang langsung mengalir melalui permukaan. Terjadinya banjir atau tidak juga tergantung pada karakteristik suatu DAS. Luas, bentuk dan kemiringan lereng adalah parameter-parameter DAS yang menentukan aliran banjir disuatu wilayah sungai (aliran). Konsentrasi maupun durasi banjir dipengaruhi oleh susunan maupun letak sungai utama beserta anakanak sungainya. DAS dengan pola aliran kipas akan mempunyai puncak banjir yang tinggi dengan durasi yang pendek karena aliran terkonsentrasi pada satu titik. Sedangkan untuk DAS dengan pola aliran tipe cabang pohon, mempunyai sifat banjir yang datar dengan durasi yang lama. Pendangkalan dan penyempitan sungai akan menurunkan kemampuan sungai dalam mengalirkan air. Hal ini disebabkan oleh proses pengendapan (sedimentasi) terus-menerus dibagian hilir. Sedangkan penyempitan alur sungai terutama terjadi pada wilayah pemukiman.
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah penerimaan air hujan yang dibatasi oleh punggung bukit atau gunung. Semua curah hujan yang jatuh diatasnya akan mengalir ke sungai utama dan akhirnya akan bermuara di laut. DAS merupakan suatu wilayah menggambarkan air yang jatuh diatasnya beserta sedimen dan bahan larut melalui titik yang sama sepanjang suatu alur atau sungai. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) pada hakekatnya adalah pemanfaat sumberdaya biofisik (tanah, air, hara dan fauna) oleh manusia dalam
10
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa merusak kelestarian dari DAS itu sendiri. Pengelolan DAS yang tidak tepat dapat berakibat banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau karena tidak tersedianya air tanah, erosi dan sedimen dapat mempengaruhi daerah di bagian hilir sungai. Batasan ini bermakna bahwa dalam pengelolaan daerah aliran sungai, tidak saja berhubungan dengan masalah teknis semata-mata tetapi juga masalah sosial ekonomi yang sifatnya sangat kompleks (Arsyad, 1989). Penilaian menggenai keberhasilan pengelolaan DAS secara praktis dapat ditinjau dari segi tata airnya yaitu: (1) Stabilitas debit, air sungai pada musim kemarau dan musim penghujan seimbang (2) Fluktuasi debitnya setiap tahun semakin menurun (3) Kadar lumpurnya semakin berkurang dan (4) Kadar unsur hara terpelihara. Menurut Sinukaban (1995) cara pengelolaan DAS akan mempengaruhi produktifitas dan fungsi DAS secara keseluruhan. Oleh karena itu yang menjadi target di dalam sistem pengelolaan DAS adalah untuk menciptakan ciri-ciri sebagai berikut: (1) Mampu memberikan produktifitas lahan yang tinggi (2) Mampu menjamin kelestarian DAS, yaitu menjamin produktifitas yang tinggi, erosi dan sediment serendah mungkin dan fungsi hidrologi DAS yang baik memberikan water yield yang tinggi dan cukup merata sepanjang tahun (3) Mampu membina DAS yang lentur terhadap goncangan perubahan yang terjadi (resilient) dan (4) Tetap menjamin terlaksananya unsur-unsur pemerataan pada petani.
11
2.6. Model ANSWERS 2.6.1. Konsep Dasar Model ANSWERS (Areal Nonpoint Source Watershed Environment Respons Simulation) merupakan sebuah model hidrologi dengan parameter terdistribusi
yang
mensimulasikan
hubungan
hujan-limpasan
dan
juga
memberikan dugaan dari hasil sediment. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Beasley (1977) untuk mensimulasikan pengaruh tataguna lahan dan pengelolaan lahan terhadap kualitas air limpasan. Hipotesis yang dikembangkan dalam model ini adalah, bahwa setiap bagian dalam DAS terjadi hubungan antara laju aliran dan parameter-parameter hidrologi, serta tipe tanah, topografi, infiltrasi, penggunaan lahan, dan, sifat hujan. Laju aliran yang terjadi dapat digunakan untuk mengkaji hubungan antara komponen hidrologi yang menjadi dasar dalam permodelan fenomena transport, seperti erosi tanah dan pengangkutan serta pergerakan bahan kimia tanah. Dalam model ini suatu DAS yang akan dianalisis responnya dibagi menjadi satuan elemen yang berukuran bujur sangkar dan setiap elemen tersebut memiliki parameter hidrologi yang sama.(Beasley dan Huggins, 1991)
2.6.2. Struktur Model Model Answers adalah model deterministik yang berdasarkan pada hipotesis bahwa: pada sembarang titik pada suatu DAS, akan berlaku hubungan fungsional antara laju aliran air dan parameter-parameter hidrologi kendali seperti: intensitas hujan, infiltrasi, jenis tanah, topografi, penggunaan tanah, kemiringan saluran dan lain sebagainya.(Beasley dan Huggins, 1991)
12
Daerah aliran sungai dimodelkan secara konseptual yang merupakan kumpulan dari setiap elemen bujur sangkar, sehingga derajat dari variabilitas spasial dalam DAS dapat dikeluarkan. Model ini mengasumsikan bahwa suatu DAS merupakan gabungan dari banyak elemen. Elemen diartikan sebagai suatu areal yang mempunyai parameter hidrologi dan erosi yang sama. Setiap elemen akan memberikan kontribusi sesuai dengan karakteristik yang dimiliki, selain itu model mengikutsertakan semua pengaruh parameter kontrol secara spasial. Jadi berdasarkan konsep diatas bahwa model ini melakukan analisis pada setiap satuan elemen. Hujan yang jatuh pada suatu DAS yang bervegetasi akan menyebabkan proses intersepsi sampai mencapai nilai intersepsi potensial. Apabila laju hujan lebih kecil dari laju intersepsi maka hujan tidak akan mencapai permukaan tanah, sedangkan apabila hujan besar maka air akan mencapai permukaan tanah lalu akan menggalami proses infiltrasi. Laju infiltrasi akan menurun secara eksponensial dengan bertambahnya kelembaban tanah. Curah hujan yang melebihi kapasitas tampung permukaan depresi maka akan terjadi limpasan atau aliran permukaan.
2.6.3. Data Masukan Model Masukan data untuk model ANSWERS yaitu: 1) Data curah hujan meliputi lama dan intensitas hujan. 2) Data tanah yang mencakup: porositas total, kadar air kapasitas lapang (KAKL), kedalaman zone pengamatan infiltrasi tanah di horizon A, laju infiltrasi pada keadaan konstan, selisih laju infiltrasi maksimum dan konstan, dan nilai erodibilitas menurut model USLE.
13
3) Penggunaan lahan dan kondisi permukan meliputi: jenis penggunaan lahan dan pengelolaannya, volume intersepsi potensial dan persentase penutupan permukaan pada setiap jenis penggunaan lahan, koefisien kekasaran dan tinggi kekasaran maksimum, nilai kekasaran manning (n), dan indeks pengelolaan tanaman dan tanah (faktor CP dalam persamaan USLE). 4) Data saluran dan sungai meliputi lebar saluran dan kekasaran saluran (N “Manning”). 5) Data individu elemen: kemiringan dan arah lereng, tipe sungai atau saluran, pengelolaan lahan (tindakan konservasi) dan elevasi rata-rata.
2.6.4. Keluaran Model Keluaran model hasil prediksi yaitu: ketebalan aliran permukaan, rata-rata kehilangan tanah, laju erosi maksimum tiap elemen dan pengurangan jumlah sediment akibat tindakan konservasi tanah dan dapat pula ditampilkan dalam gambar dan daftar data. Asumsi yang digunakan untuk memprediksi erosi dengan model ini adalah (Beasley dan Huggins, 1991): a. Sedimen dari suatu elemen ke elemen lain akan meningkatkan lapisan permukaan elemen tempat pengendapan. b. Pada segmen saluran tidak terjadi erosi akibat hempasan butir hujan. c. Penghancuran tanah dalam saluran akibat curah hujan diasumsikan tidak ada. d. Curah hujan terjadi merata dalam DAS.
14
e. Pengaruh iklim dianggap homogen (suhu). Perangkat lunak ANSWERS juga menampilkan grafik yang berisi hyetograf hujan terpilih, hyetograf aliran permukaan dan sedimen. Dari setiap kejadian hujan dapat dianalisis debit puncak (m3/det) dan waktu puncak, adalah selang waktu mulai dari awal terjadinya aliran permukaan sampai terjadinya debit puncak.
Kelebihan dan kelemahan model ANSWERS (Beasley dan Huggins, 1991) Kelebihan model ANSWERS antara lain: 1. Dapat mendeteksi sumber-sumber erosi didalam DAS. 2. Dapat mengetahui tanggapan DAS terhadap mekanisme pengangkutan sedimen ke jaringan aliran yang ditimbulkan oleh kejadian hujan. 3. Sebagai suatu paket program komputer yang ditulis dalam bahasa fortran, mempunyai kemampuan untuk melakukan simulasi hujan-limpasan dari berbagai perubahan kondisi (penggunaan lahan) di dalam DAS. 4. Untuk melakukan inputing data base (topografi, tanah, penggunaan lahan, sistem saluran) kedalam model dapat diintegrasikan dengan data dari remote sensing mapun GIS. 5. Adanya variasi pemilihan parameter input dan output dari model disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. 6. Sesuai untuk diterapkan pada lahan pertanian, hutan, maupun perkotaan. 7. Satuan pengukuran dapat berupa Metrik ataupun English Unit.
15
Sedangkan kekurangan model ANSWERS antara lain: 1. Semakin kompleks, terutama pada data yang diperlukan dan waktu penghitungan, dimana besarnya tergantung dari berbagai faktor seperti: luas DAS dan jumlah grid. 2. Model distribusi relatif masih baru dibandingkan dengan model lumped parameter, sehingga masih perlu pengembangan dan penyesuaiannya. 3. Batas grid kemungkinan tidak menggambarkan batas yang sebenarnya. 4. Untuk sebuah grid dalam kenyataan dapat lebih besar dari luas sub-sub DASnya. Model yang digunakan untuk simulasi terlebih dulu harus dilakukan pengujian (kalibrasi model) dengan memperhatikan perbedaan antara hidrograf hasil perhitungan (simulasi) dengan hasil pengukuran dari lapang dengan menggunakan uji pembandingan berpasangan melalui uji-t. Nilai ttest hasil penghitungan dibandingkan dengan nilai ttabel pada tingkat kepercayaan tertentu (misal pada tingkat kepercayaan 90% dan 95%). Apabila nilai ttest lebih kecil dari nilai ttabel, berarti nilai hidrograf hasil pengukuran dengan keluaran model tidak berbeda nyata dan dianggap valid dalam mewakili kondisi aktual dilapang, sehingga model tersebut dapat digunakan dalam mensimulasikan perubahanperubahan dengan skenario yang diinginkan.
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di sub-DAS Ciliwung Hulu terletak pada 6°35'-6°50' LS dan 106°30'-107°05' BT, dengan luasan ± 16375 ha, dimulai dari Gunung Pangrango sampai Bendung Katulampa. Wilayah atau lokasi penelitian tersaji pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi Penelitian Berdasarkan Letaknya pada Propinsi Jawa Barat
17
3.2. Pengumpulan Data Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Alat yang digunakan Alat tulis (penggaris, pensil,dan rapido) kertas kalkir, plastik transparan. Seperangkat komputer dengan program Microsoft office excel serta, Program ANSWERS sebagai pengolah data simulasi.
Peta DAS Ciliwung Hulu (Katulampa) Peta tanah semi detil Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu, Pusat Penelitian Tanah Dan Agroklimat 1992. Skala 1 : 50000 Peta Topografi dan Penggunaan lahan Wilayah Salabintana (lembar 1209124), Ciawi (lembar 1209-141), dan Cisarua (lembar 1209-142) edisi Tahun 2000 BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional). Skala 1 : 25000
Data Curah Hujan dan Debit Data curah hujan harian dan bulanan, dari Balai Pengembangan Sumberdaya Air Wilayah Ciliwung–Cisadane (BPSDA) Bogor. Data Tinggi Muka Air (TMA) tiap jam, data debit harian serta bulanan Bendung Katulampa dari BPSDA Ciliwung-Cisadane, Bogor. Data intensitas hujan dari Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Cimanggu.
18
Data Karakteristik Tanah Porositas Total Penetapan nilai porositas total tanah (TP) dihitung dengan menggunakan rumus empiris : TP
= [1 – (BD/KJZ)] x 100% .......................................... .................. (1) Kerapatan jenis zarah diasumsikan 2.65 g/cm3 (angka tanah rata-rata)
untuk jenis tanah mineral. Nilai Bulk density tergantung pada jenis tanah masingmasing pada lokasi penelitian.
Laju Infiltrasi Maksimum dan Infiltrasi Konstan Nilai infiltrasi maksimum maupun infiltrasi konstan ditentukan dari nilai permeabilitas tanah, maka dapat ditentukan nilai parameter infiltrasi sesuai yang disarankan oleh model ANSWERS.(Beasley dan Huggins, 1991) Sebagai berikut : FC
= Pmin + (IP/2) ............................................................. .................. (2)
IP
= ⅓ (Pmaks – Pmin) ........................................................ .................. (3)
Fmaks = [ Pmin + Pmaks + (IP/2) ] / 2 ........................................ .................. (4) A
= Fmaks – FC ................................................................ .................. (5)
Dimana : A adalah Selisih laju infiltrasi maksimum dan konstan, FC adalah Infiltrasi konstan, Fmaks adalah Infiltrasi maksimum, Pmin adalah Permeabilitas minimum, Pmaks adalah Permeabilitas maksimum, IP adalah Interval permeabilitas.
Eksponen Infiltrasi Eksponen infiltrasi (P) menunjukan hubungan laju penurunan dari kapasitas infiltrasi terhadap meningkatnya kelembaban tanah. Penetapan eksponen
19
infiltrasi adalah berdasarkan nilai tekstur pada masing-masing jenis tanah. Nilai eksponen infiltrasi (P) untuk beberapa tekstur tanah seperti tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Eksponen Infiltrasi (P) untuk Beberapa Tekstur Tanah Tekstur tanah
Nilai P yang disarankan
Liat
0.75 – 0.80
Liat berdebu
0.65 – 0.75
Lempung berliat
0.60 – 0.70
Lempung
0.55 – 0.65
Lempung berpasir
0.50 – 0 .60
Pasir
0.35 – 0.50
Sumber : Manual ANSWERS (1991)
Erodibilitas Tanah Penetapan nilai erodibilitas tanah (K), dihitung dengan menggunakan rumusan yang dikemukan dalam Arsyad (1989) sebagai berikut : 100K = 1.292 [ 2.1M1.14(10-4)(12 - a) + 3.25 (b - 2) + 2.5 (c - 3)] .......... (6) Dimana: K adalah Erodibilitas Tanah, M adalah {% debu + % pasir sangat halus}{100 - %liat}, a adalah Persen bahan organik, b adalah Kode struktur tanah yang digunakan dalam klasifikasi tanah, c adalah Kelas permeabilitas tanah.
Data parameter tanah yang lain sebagai masukan dalam model ANSWERS di ambil dari literatur kemudian di sesuaikan dengan parameter dalam manual ANSWERS. Seluruh penetapan parameter masukan jenis tanah dilakukan dengan uji literatur (pemilihan data yang dapat digunakan dalam model, tidak semua parameter fisik tanah hasil analisis laboratorium dapat digunakan dalam model)
20
untuk jenis tanah yang sama kemudian dilakukan penghitungan secara manual yang meliputi persamaan 1 sampai dengan persamaan 6.
Kedalaman Zone Kontrol Infiltrasi (DF) Nilai kedalaman zone kontrol infiltrasi (DF) jika dilakukan pengukuran dilapang ditetapkan dengan melihat kedalaman horizon A. Penentuan batas kedalaman zone infiltrasi diukur dari batas horizon A ke lapisan terdalam. Parameter masukan model membutuhkan nilai faktor kedalaman ini dikalikan 0,25-0,75 sebelum dimasukan dalam model. Nilai DF sebagai masukan model dalam penelitian ini masing-masing tanah diasumsikan sama untuk semua jenis tanah yaitu 75 cm.
Antesedent Soil Moisture (ASM) Antesedent Soil Moisture (ASM) merupakan nilai kelembaban tanah, yang nilainya tergantung dari kondisi tanah saat melakukan pengambilan sampel tanah, bernilai besar saat kondisi basah dan bernilai kecil saat kondisi kering. Pada penelitian ini nilai antesedent soil moisturenya digunakan nilai 80% pada setiap jenis tanah.
Data Parameter Tata Guna Lahan Parameter tata guna lahan dapat diperoleh dari Peta penggunaan lahan maupun Peta topografi. Nilai semua besaran ditentukan dengan bantuan tabel pada buku manual ANSWERS, seperti: Nilai tampungan intersepsi potensial (PIT),
21
Persen penutupan tanah (PER), Kekasaran permukaan yang terdiri dari N, RC, dan HU serta nilai faktor pengelolaan tanaman (C).
Metode Analisis Perlakuan Terhadap Peta Kerja Pembuatan peta kerja, dengan mengoverlay peta topografi dan peta tanah. Peta kerja DAS dibagi menjadi grid-grid kecil, setiap grid dibuat dengan ukuran luas 500 x 500 m. Berdasarkan luasan grid tersebut maka interpretasi peta elemen data individu yang diperlukan seperti kemiringan lereng, kelas lereng, jenis tanah, arah aliran, jenis penggunaan lahan, tipe saluran dan elevasi masing-masing elemen (optional) dengan mudah dapat diukur.
Input Data Individu Elemen Pada Model ANSWERS Baris dan kolom. Pada setiap peta gridisasi, masing-masing elemen diberi nama sesuai baris dan kolom yang dimaksud. Penomoran baris pada gridisasi peta dimulai dari bawah ke atas, sedangkan penomoran kolom dimulai dari kiri ke kanan. Penomoran tersebut dimaksudkan untuk mengetahui posisi elemen pertama dan seterusnya. Kelas lereng. Kemiringan lereng diukur berdasarkan gridisasi pada peta kontur. Penggolongan kelas lereng pada peta dibedakan menjadi beberapa kelas. Jika ada kejadian dalam satu elemen dijumpai dua kelas lereng maka, kelas lereng yang digunakan adalah yang paling dominan. Selanjutnya jika kelas lereng dijumpai pada kemiringan 2 – 6% maka, nilai kelas lereng yang diambil adalah nilai tengahnya yaitu 4%. Dalam penulisan ke dalam model ANSWERS, nilai
22
kelas lereng bukan nilai kelas lereng sesuai yang dikelaskan, melainkan harus dilipatgandakan sebanyak 10 kali (misal kemiringannya 4%, maka penulisannya kedalam model adalah 40). Arah aliran. Arah aliran merupakan suatu perkiraan kemana air akan mengalir dari elemen ke elemen berikutnya. Arah aliran ini ditentukan berdasarkan topografi dari sungai. Dalam penulisan ke dalam model digunakan besaran nilai sudut. Saluran. Data elemen untuk saluran hanya diisi jika elemen tersebut terlewati sungai atau saluran. Kemudian elemen yang dilewati sungai diberi tanda atau nilai sesuai nomor sungai yang dilewati. Penulisannya pada model berupa nilai puluhan. Arah lereng. Arah lereng pada setiap elemen ditetapkan berdasarkan garis tegak lurus kontur atau menuju titik berat pada setiap elemen yang besarnya disesuaikan dengan Manual ANSWERS. Lebih rincinya terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Arah Lereng pada Setiap Elemen (˚)
23
Daerah aliran sungai dimodelkan secara konseptual yang merupakan kumpulan dari setiap elemen bujur sangkar yang memiliki luas 25 ha (dalam penelitian ini), yang berukuran 500 meter x 500 meter. Penulisan input data sesuai dengan Tabel 2.
Data Sekunder Curah hujan Data curah hujan untuk masukan model terdiri dari satu Stasiun pengamatan (Stasiun Citeko). Dari data curah hujan maka dicari nilai intensitas dari setiap kejadian hujan. Model ANSWERS dalam sekali running dapat menerima satu data intensitas hujan dari penakar hujan yang mewakili daerah aliran sungai.
Debit Aliran (sungai) Data debit diperoleh dari Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air (BPSDA) Ciliwung–Cisadane, Bogor. Hasil pengukuran dan penghitungan penjaga Bendung Katulampa. Persamaan kurva debit (Rating Curve) diperoleh dari Balai PSDA, yaitu persamaan hubungan antara ketinggian muka air dengan debit. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut : Q
= 11.403 ( H + 0.20 )1.715 ............................................ .................. (7)
Dimana:
Q adalah debit sungai (m3/det) dan H adalah tinggi muka air (cm)
24
Kalibrasi Model Uji yang digunakan adalah uji nilai tengah yaitu nilai tengah prediksi model (x) dengan nilai tengah (ηo) dari data lapang. Hasil prediksi model yang dibandingkan dengan pengukuran lapang adalah hidrograf debit aliran (m3/dtk). Akan diuji: Ho = ηo = 0 H1 = ηo ≠ 0 Wilayah Kritiknya –tα/2 < t-hitung < tα/2, dengan menggunakan taraf nyata α = 0.05 (selang kepercayaan 95%). Rumusan yang digunakan adalah
x = ∑x/ n ............................................................ .................. (8) s = n∑ x 2 − (∑ x )
2
1 ................................ .................. (9) n(n − 1)
μ = x1-x2 .................................................................. .................. (10)
t = n (x − μ )
1 , v = n – 1 ....................................... .................. (11) s
Keputusan : 1. Ho akan diterima jika nilai thitung pada selang –tα/2 < t-hitung < tα/2 berarti hasil prediksi model tidak berbeda nyata dengan hasil pengukuran lapang. 2. Ho ditolak jika nilai thitung tidak pada selang tersebut (terima H1) (Asdak, Walpole, 1995 )
25
Tabel 2. Format Penulisan dalam Program ANSWERS Kolom
Keterangan
2–4
Nomor baris
5–7
Nomor kolom
9 – 12
Kemiringan lereng
14 – 16
Arah lereng
17 – 18
Kategori saluran
19 – 20
Jenis tanah
23
Jenis penggunaan lahan
27 – 29
RI liputan pos hujan
35 – 37
Kemiringan saluran
65 – 70
Elevasi rata – rata (pilihan)
Sumber : Beasley dan Huggins, 1991
26
MULAI
PERSIAPAN
HIDROGRAF ALIRAN HASIL PENGUKURAN
PENGUMPULAN DATA FISIK
HUJAN: SALURAN: PETA SOIL : INFORMASI INDIVIDU ELEMEN
Tolak
Kalibrasi
Uji Kalibrasi () INPUT DATA ANSWERS
PERHITUNGAN DAN KELUARAN MODEL
SIMULASI
ALTERNATIF LANDUSE SECARA FISIK LAYAK
REKOMENDASI LANDUSE / PENGGELOLAAN
SELESAI
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
Terima
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Letak dan Luas Daerah aliran sungai Ciliwung Hulu memiliki beberapa outlet, dalam penelitian ini outlet yang digunakan adalah outlet Katulampa, berada di kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor. Luas DAS Ciliwung Hulu, ± 16375 ha dengan panjang total sungai mencapai kira-kira 96,25 km. Secara geografis DAS ini terletak pada 6°35'-6°50' LS dan 106°30'-107°05' BT. Aliran sungai Ciliwung pada sub-DAS Ciliwung hulu melalui tiga wilayah Kecamatan yaitu Kecamatan Cisarua, Ciawi, dan Kedung halang. Wilayah sub-DAS Ciliwung dibatasi oleh wilayah – wilayah: • Sub-DAS Cisadane hulu, sebelah Selatan dan Barat • Sub-DAS Cibeet, sebelah Utara • Sub-DAS Citarum, sebelah Timur Sungai-sungai di DAS Ciliwung hulu umumnya mengalir dari timur ke barat yang berasal dari gunung Mandalawangi, gunung Gede dan gunung Pangrango. DAS Ciliwung hulu berada pada ketinggian ± 333 – 3002 meter dari permukaan laut. Menurut daerah tangkapannya DAS Ciliwung hulu terbagi atas 4 sub-DAS yaitu: • Sub-DAS Ciesek • Sub-DAS Ciliwung Hulu • Sub-DAS Cibogo Cisarua • Sub-DAS Ciseuseupan Cisukabirus
28
Wilayah sub-DAS Ciliwung mencakup tiga Kecamatan di Kabupaten Bogor dan satu Kecamatan di Kodya Bogor, yaitu: Kecamatan Cisarua, Kecamatan Ciawi, Kecamatan Kedung halang, dan Kota Bogor Timur. Secara rinci peta lokasi penelitian tersaji pada Gambar Lampiran 1.
4.2. Tanah dan Topografi Daerah tangkapan Ciliwung hulu (katulampa) terdiri dari 31 satuan pengamatan tanah (Hasil Survey dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1992). Jenis tanah yang ada adalah: (i) Latosol dengan luas 7550 ha (45,4% dari total luassan DAS) umumnya terdapat pada lereng datar hingga agak curam (ii) Andosol dengan luasan 2350 ha (14,35% dari luasan total DAS) umumnya terdapat pada lereng dari landai hingga agak curam (iii) Podsolik dengan luasan 22150 ha (13,28% dari luasan total DAS) umumnya terdapat pada lereng landai hingga agak curam (iv) Jenis tanah sisanya merupakan tanah asosiasi antara andisol - latosol dengan luasan 4325 ha (26,4% dari luasan total DAS) dan umumnya berada pada lereng agak curam sampai sangat curam, hal ini karena tanah ini berada pada igir-igir dari pegunungan yang ada pada lokasi DAS. Keadaan topografi pada daerah DAS Ciliwung Katulampa didominasi kelas lereng landai hingga agak curam. Dimana rincian kelas lerengnya adalah: datar (1,8%), agak landai (18,63%), landai (33,89%), agak curam (31,45%), curam (13,43%), dan sangat curam (0,76%).
29
4.3. Iklim Berdasarkan pada klasifikasi iklim Schmidt–Ferguson, daerah Ciliwung termasuk dalam iklim A (daerah sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropika). Data curah hujan bulanan selama 5 tahun periode 2000 – 2004 untuk Stasiun Gunung Mas, Stasiun Citeko, dan Stasiun Katulampa hasil pengukuran dari Badan Meteorologi dan Geofisika Bogor, tersaji dalam Tabel Lampiran 4. Rata-rata bulanan minimum dari tiga Stasiun (curah hujan rata-rata terkecil yang turun pada lokasi penelitian dari tiga Stasiun Penakar Hujan) curah hujannya adalah dari 61,6 – 120 mm/bulan, sedangkan curah hujan rata-rata bulanan maksimum (curah hujan rata-rata yang turun terbesar pada lokasi penelitian dari tiga Stasiun Penakar Hujan) curah hujannya adalah dari 496 – 584,4 mm/bulan.
4.4. Penggunaan Lahan Data penggunaan lahan berdasarkan pengamatan dan analisis pada peta topografi terbitan BAKOSURTANAL edisi Tahun 2000 tersaji pada Tabel 3. Pengamatan penggunan lahan terbagi dalam tiga peta topografi yaitu peta Wilayah Cisarua, Salabintana dan Ciawi dengan skala masing-masing 1 : 25000.
Tabel 3. Penggunaan Lahan Periode Tahun 1999/2000 pada DAS Ciliwung Hulu (Katulampa) No 1 2 3 4 5 6 7
Penggunaan Lahan Hutan Kebun Pemukiman Sawah Semak / alang-alang Tegalan Teh Jumlah
Luas Ha 5475 1575 3200 1425 225 2700 1775 16375
(%) 33.4 9.6 19.5 8.7 1.4 16.5 10.8 100
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Curah Hujan Data curah hujan bulanan untuk lokasi penelitian selama periode 20002004 tertera pada Gambar 4. Curah hujan rata-rata tiap tahunnya untuk Stasiun Katulampa dari 170 – 496 mm/bulan, Stasiun Gunung Mas dari 61,6 – 584,4 mm/bulan, dan Stasiun Citeko dari 84,4 – 557,8 mm/bulan (Tabel Lampiran 4). Nilai masukan untuk model ANSWERS terdiri dari nilai intensitas hujan per kejadian hujan. Data sebagai masukan model diambil dari satu penakar hujan yang mewakili dari luasan DAS. Data penakar hujan diambil dari Stasiun Citeko pada elevasi 920 meter dari permukaan laut, dengan letak secara geografis berada pada 106˚56’ BT – 6˚42’ LS. Stasiun Citeko merupakan Stasiun yang pencatatan data hujannya diukur secara otomatis dengan durasi waktu tiap jam. Data hujan dengan pencatatan tiap jam tersebut yang akan dibandingkan dengan debit yang dapat menyebabkan limpasan banjir pada DAS Ciliwung. Berdasarkan analisis antara intensitas hujan dengan tinggi muka air maka debit banjir dapat diketahui. Debit banjir tersebut diperoleh pada bulan November 2004, untuk analisis selanjutnya digunakan data pada bulan ini saja. Curah hujan total Tahun 2004 mulai dari Stasiun Citeko, Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa adalah, 2731 mm, 2850 mm dan 4921 mm.
31
Curah Hujan (mm)
700 600 500 400 300 200 100 0 1 Jan
2 Feb
3 Maret
2000
4 April
5 Mei
2001
6 Juni
2002
7 Juli
2003
8 Agust
9 Sept
10 Okt
11 Des12 Nov
2004
Gambar 4. Distribusi Curah Hujan untuk Stasiun Citeko (Tahun 2000-2004)
5.2. Debit Aliran Data debit diperoleh dari Stasiun Katulampa berupa data debit harian dan bulanan. Pola debit rata-rata bulanan pada Stasiun Katulampa terlihat seperti Gambar 5. Data Tinggi Muka Air (TMA) diperoleh dari Stasiun yang sama menggunakan alat AWLR (Automatic Water Level Recorder). Data AWLR tersebut dianalisis untuk mencari nilai debit aliran setiap jamnya. Analisis ditekankan pada tinggi muka air yang dapat menyebabkan banjir pada daerah hilir DAS Ciliwung, yaitu ≥ 90 cm. Dengan menggunakan rumusan dari Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air wilayah Ciliwung-Cisadane yaitu Q = 11.403 ( H + 0.20 )1.715 Dimana, H adalah tinggi muka air dalam cm dan Q adalah debit aliran dalam m3/det, maka hubungan antara tinggi muka air dan debit yang menyebabkan banjir dapat dianalisis.
32
1,600
Debit (L/det)
1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0 Jan 1
Feb2
Maret 3
2000
April 4
2001
Mei 5
2002
Juni 6
Juli 7
2003
Agust 8
Sept 9
Okt 10
Nov 11
Des 12
2004
Gambar 5. Distribusi Debit Aliran Stasiun Katulampa (Tahun 2000-2004)
5.3. Penggunaan Lahan Hasil dari pangamatan dan analisis pada Peta topografi daerah Ciawi, Salabintana dan Cisarua pada skala 1 : 25000, terbitan BAKOSURTANAL edisi tahun 2000 daerah Ciliwung hulu (Katulampa) didominasi oleh hutan, tegalan dan pemukiman. Berdasarkan pengamatan peta Topografi serta keadaan lapang, daerah DAS Ciliwung hulu (Katulampa) terbagi menjadi 7 penutupan lahan yaitu: hutan, daerah pemukiman (terdiri dari perkampungan maupun villa), tegalan (tanaman semusim), sawah (irigasi maupun tadah hujan), kebun (tanaman hortikultura), tanaman perkebunan teh, maupun alang-alang atau semak. Hutan mempunyai luasan paling dominan yaitu 5475 ha (33,4 % dari total luasan DAS) dan umumnya berada pada hulu DAS, pemukiman seluas 3200 ha (19,5% dari total luasan DAS) umumnya mendominasi daerah hilir DAS dan rata-rata berada pada sekitar aliran sungai Ciliwung, tegalan seluas 2700ha (16,5% dari total luasan DAS) menyebar luas pada daerah DAS dan biasanya menempati sekitar pemukiman penduduk. Tanaman teh umumnya mendominasi pada daerah dengan elevasi 1000-2000 meter dari permukaan laut dan umumnya dijumpai pada tanah
33
Andosol dengan luasan 1775 ha (10,8% dari total luasan DAS). Penggunaan lahan yang lain berupa sawah (irigasi dan tadah hujan), kebun (tanaman hortikultur) dengan luasan masing-masing adalah 1425 ha (8,7% dari total luas DAS) dan 1575 ha (9,6% dari total luas DAS). Semak maupun alang-alang hanya menempati luasan paling kecil yaitu, 225 ha (1,4% dari luasan total DAS). Secara terinci penggunaan lahan daerah Ciliwung hulu (Katulampa) hasil gridisasi dengan luasan 25 ha tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Sebaran Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu (Katulampa) Hasil Gridisasi Peta Topografi BAKOSURTANAL edisi Tahun 2000
No
Land Use
1 2 3 4 5 6 7 Jumlah
Hutan Kebun Pemukiman Sawah Semak Tegalan Teh
Jumlah Grid 219 63 128 57 9 108 71 655
Luasan Ha 5475 1575 3200 1425 225 2700 1775 16375
% 33.4 9.6 19.5 8.7 1.4 16.5 10.8 100
5.4. Penerapan Model ANSWERS Dalam menjalankan model ANSWERS diperlukan masukan data berupa: curah hujan, parameter fisik tanah, land use, karakteristik saluran, dan data satuan individu elemen.
5.4.1. Curah Hujan Data curah hujan diperoleh dari Balai Penelitian Agroklimatologi dan Hidrologi Cimanggu, berupa data intensitas hujan bulanan (November). Data ini
34
kemudian dianalisis dengan data tinggi muka air dari Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air wilayah Ciliwung-Cisadane Bogor. Analisis data tinggi muka air ditekankan pada tinggi muka air yang dapat menyebabkan banjir pada daerah hilir DAS Ciliwung, kemudian disesuaikan dengan intensitas hujan yang ada tiap kejadian hujan. Data kejadian hujan dan debit yang ditimbulkannya pada tanggal 05 - 06 November 2004 secara rinci tertera pada Tabel 5.
Tabel 5. Perhitungan Besarnya Debit yang Terjadi pada Bendung Katulampa pada Tanggal 05 – 06 November 2004 Tanggal 5 Nov
6 Nov
Jam 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 24:00:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00
Intensitas Hujan mm/jam 0 6 10 2 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TMA cm 39 40 52 53 50 72 70 46 100 96 90 80 78 70 47 46 45 44
Debit m3/dtk 5.9132 6.3681 10.0069 10.4618 9.5521 17.2847 16.8299 8.1875 30.9306 28.6562 25.4722 20.9236 20.0139 16.8299 8.6424 8.1875 7.7326 7.2778
Aliran Permukaan m3/dtk 0.0000 0.4549 4.0937 4.5486 3.6389 11.3715 10.9167 2.2743 25.0174 22.7431 19.5590 15.0104 14.1007 10.9167 2.7292 2.2743 1.8194 1.3646
Pada tabel diatas terlihat bahwa besarnya aliran dasar (Base Flow) adalah sebesar 5,9 m3/dtk dan intensitas hujan maksimum terjadi pada jam 19:00, tetapi tinggi muka air (TMA) tertinggi terjadi pada jam 01:00. Hal itu terjadi karena adanya perjalanan air (Travel time) hujan dari Stasiun penakar hujan Citeko (± 920m dpl) ke Stasiun pengukuran AWLR di Katulampa (± 347m dpl).
35
5.4.2 Sifat Fisik Tanah Jenis tanah pada daerah aliran sungai Ciliwung Hulu terdiri dari 4 jenis yaitu Latosol, Andosol, Podsolik, dan Asosiasi Latosol-Andosol, yang terbagi dalam 31 satuan peta tanah (hasil survey Pusat Penelitian Tanah, 1992). Parameter masukan model diperoleh dari data literatur berupa sifat-sifat fisik masing-masing tanahnya. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa parameter fisik tanah relatif tetap atau membutuhkan waktu yang lama untuk berubah. Disamping itu data mengenai sifat fisik tanah banyak tersedia karena DAS Ciliwung Hulu sering digunakan sebagai lokasi penelitian (research) oleh banyak peneliti. Setelah diketahui parameter yang dibutuhkan pada masukan model, kemudian dilakukan penghitungan sesuai dengan Manual ANSWERS. Data masukan untuk model terdiri dari, nilai porositas total (%TP), laju infiltrasi konstan (FC), selisih antara laju infiltrasi maksimum dengan laju infiltrasi konstan (A), nilai eksponen infiltrasi (P), nilai erodibilitas tanah (K) dan kapasitas lapang (FP). Data-data tersebut dihitung secara manual dengan menggunakan sifat-sifat fisik tanah yang umum berada pada daerah penelitian. Data parameter lain disamakan untuk masing-masing jenis tanah yaitu parameter, kelembaban tanah (ASM = Antecedent Soil Moisture), dan kedalaman zone infiltrasi (DF). Nilai parameter kelembaban tanah (ASM) sangat tergantung dari kondisi saat pengambilan sampel tanah. Hasil penghitungan nilai parameter tanah masukan model tertera pada Tabel 6.
36
Tabel 6. Parameter Tanah Masukan Model ANSWERS
No 1 2 3 4
Jenis Tanah Podsolik Latosol Andosol Andosol-Latosol *
TP %Vol 0.62 0.64 0.72 0.66
FP %sat 0.9 0.66 0.2 0.35
FC mm/jam 2.75 0.84 14.6 10.7
A mm/jam 1.87 1.26 5.19 3.80
P 0.70 0.77 0.70 0.70
DF** mm 75 75 75 75
ASM** %sat 0.80 0.80 0.80 0.80
K 0.20 0.12 0.08 0.08
Keterangan: * = dari Barus Kuhrian ; ** = nilainya tergantung kondisi ; TP adalah Total porositas ; FP adalah Kapasitas lapang ; FC adalah Laju infiltrasi konstan ; A adalah Selisih infiltrasi maksimum dengan laju infiltrasi konstan ; P adalah Koefisien infiiltrasi ; ASM adalah Antesedent Soil Moisture, nilainya tergantung pada saat pengambilan contoh tanah (pada saat basah/hujan akan bernilai tinggi dan sebaliknya); DF adalah Kedalaman zone infiltrasi ; K adalah Nilai erodibilitas tanah dari USLE. Sifat fisik tanah latosol dari Rai, 1993 [Tesis], tanah andosol dari Banuwa, 1994 [Tesis], tanah podsolik dari Eliza, 1995 [Skripsi]
5.4.3. Parameter Penggunaan Lahan Hasil pengamatan dan analisis dari Peta Topografi skala 1 : 25000 Wilayah Ciawi, Salabintana dan Cisarua, diperoleh 7 penggunaan lahan. Penggunaan lahan pada DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh hutan dan pemukiman. Hasil pengukuran gridisasi dan nilai parameter masukan lebih terinci tertera pada Tabel 7. Parameter masukan sebagai nilai model pada ANSWERS meliputi nilai tampungan intersepsi potensial (PIT), persentase penutupan permukaan tanah (PER), kekasaran permukaan yang terdiri dari N, RC, dan HU serta faktor pengelolaan tanaman (C). Semua besaran nilai parameter tersebut ditentukan dengan bantuan tabel pada buku manual ANSWERS (Lampiran 2).
37
Tabel 7. Parameter Penggunaan Lahan untuk Masukan Model ANSWERS No 1 2 3 4 5 6 7
Land Use Pemukiman Sawah Kebun Tegalan The Hutan Semak Luas total
Luas ha 3200 1425 1575 2700 1775 5475 225 16375
PIT mm 0.5 0.8 1.5 0.6 1.8 2.5 0.6
PER % 0.85 0.82 0.60 0.30 0.70 0.80 0.50
RC 0.41 0.31 0.35 0.43 0.42 0.45 0.35
HU mm 100 70 130 60 70 110 110
n 0.15 0.30 0.42 0.16 0.40 0.50 0.20
C 0.010 0.010 0.030 0.700 0.010 0.001 0.030
Keterangan: PER adalah Persentase penutupan lahan ; PIT adalah Volume intersepsi potensial ; RC adalah Koefisien kekasaran ; HU adalah Tinggi kekasaran maksimum ; N adalah Koeffisien Manning’s ; C adalah Faktor tanaman dan penggelolaannya,
5.4.4. Karakteristik Saluran Saluran yang ada pada DAS Ciliwung hulu, Katulampa terdiri dari 4 (empat) bagian (ordo). Keseluruhan saluran tersebut akan berkumpul pada Bendung Katulampa, dimana data rinci dari saluran tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik Saluran untuk Masukan Model ANSWERS. No 1 2 3 4
Macam Saluran (ordo) Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4
Lebar (m) 30 22.5 15 7.5
n* 0.04 0.05 0.06 0.07
Keterangan Bersih, berkelok Berkelok, terdapat genangan Berkelok, Banyak gulma Gulma alami, Berkelok
Keterangan : * : nilai kekasaran Manning’s untuk saluran alami (Schwab, et.al. 1981 dalam Arsyad, 1989).
5.4.5. Data Satuan Individu Elemen Sebelum interpretasi data peta, langkah analisis pertama yang dilakukan adalah menyamakan luasan grid untuk masing-masing elemen. Pada peta topografi dan land use ukuran gridnya 2 x 2 cm, karena memiliki skala 1 : 25000. Pada peta tanah ukuran grid elemennya 1 x 1 cm, karena memiliki skala 1 : 50000.
38
Penyesuaian itu bertujuan agar ukuran elemen untuk masing-masing luasan dilapang memiliki ukuran yang sama yaitu 25 ha, dan juga karakteristik lahannya sama. Data tiap satuan individu elemen terdiri dari data: kemiringan lereng yang terdiri dari: 0 – 2 % (12 elemen atau 1,832%), 2 – 6 % (122 elemen atau 18,626%), 6 – 13 % (222 elemen atau 33,893%), 13 – 25 % (206 elemen atau 31,450%), 25 – 55 % (88 elemen atau 13,435%), dan > 55% (4 elemen atau 0,763%). Data arah lereng bervariasi tergantung dari posisi tiap elemen. Sebaran jenis tanah terdiri dari tanah-tanah Latosol 7550 elemen (46,407% dari total DAS), Podsolik 2150 elemen (13,282% dari total DAS), Andisol 2350 elemen (14,351% dari total DAS), serta Asosiasi latosol-andisol 4325 elemen (26,412% dari total DAS). Jenis penggunaan lahan terdiri dari tujuh penggunaan lahan yaitu: kawasan hutan 219 elemen (33,4% dari total DAS), pemukiman 128 elemen (19,5% dari total DAS), tegalan 108 elemen (16,5% dari total DAS), tanaman teh 71 elemen (10,8% dari luas total DAS), kebun 63 elemen (9,6% dari luas total DAS), sawah (irigasi dan tadah hujan) 57 elemen (8,7% dari luas total DAS) dan alang-alang atau semak 9 elemen (1,4% dari luas total DAS). Sedangkan data penakar hujan digunakan satu penakar hujan yang dapat mewakili dari daerah DAS Ciliwung Hulu (Katulampa) yaitu Stasiun Penakar Hujan Citeko (920m dpl). Elemen yang terlewati saluran (dari saluran 1 sampai saluran 4) pada sungai Ciliwung hulu terdiri dari 118 elemen (2950 ha).
5.5. Hasil Prediksi Model Analisis model meliputi: input data, running model, analisis data hasil pengukuran langsung dengan hasil keluaran model, dan kalibrasi model. Hasil
39
prediksi model yang mengambil sampel pada bulan November 2004, menunjukkan bahwa debit puncaknya 30,93 m3/dtk dan volume air yang melewati pada Bendung Katulampa sebesar 807058,25 m3. Besaran nilai yang diperoleh berhubungan erat dengan intensitas hujan, besarnya curah hujan serta distribusi hujannya. Data debit atau hujan yang diambil merupakan data kejadian hujan atau debit terkecil tetapi masih diatas ambang banjir, tujuannnya jika terjadi hujan atau debit lebih besar dapat dilakukan penanganan yang lebih awal. Penanganan itu berupa informasi berapa lama waktu akan datang limpasan (banjir) pada DAS Ciliwung Hulu, khususnya untuk daerah-daerah yang sering terkena banjir. Hal itu dikarenakan rata-rata intensitas hujan yang turun pada lokasi (bulan November 2004) penelitian bernilai kecil dan dalam waktu yang cukup lama. Data hasil prediksi model pada hujan terpilih secara rinci disajikan pada Tabel 9 dan 10, hidrograf hujan pada Gambar 6, serta sediment rata-rata tiap elemen pada Gambar 7. Tabel 9. Hasil Prediksi Model pada Hujan Terpilih 5 November 2004 pada DAS Ciliwung Hulu (Katulampa)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 JML
TMA cm 39 40 52 53 50 72 70 46 100 96 90 80 78 70 936
WAKTU menit 60 120 180 240 300 360 420 480 540 600 660 720 780 840 840
Debit Obs m3/dtk 5.91 6.37 10.01 10.46 9.55 17.28 16.83 8.19 30.93 28.66 25.47 20.92 20.01 16.83
Debit.Mdl m3/dtk 0.02 0.77 5.46 15.61 17.63 14.66 19.52 29.78 33.68 25.49 18.99 15.78 14.09 12.07
Vol.Air.Obs m3 21287.5 22925.0 36025.0 37662.5 34387.5 62225.0 60587.5 29475.0 111350.0 103162.5 91700.0 75325.0 72050.0 60587.5 818750.0
Vol.Air.Mdl m3 65.0 2783.7 19650.0 56199.0 63469.5 52760.2 70265.1 107223.5 121240.5 91765.5 68365.6 56821.2 50713.4 45735.4 807058.2
40
Tabel 10. Report Keluaran Model ANSWERS
CATCHMENT: CILIWUNG HULU WATERSHED CHARACTERISTICS =========================== NUMBER OF 25.00 HA OVERLAND FLOW ELEMENTS = 655 NUMBER OF CHANNEL SEGMENTS = 118 AREA OF CATCHMENT = 16375.0 HA CATCHMENT SLOPE: MIN = 1.00 AVE = 15.35 MAX = 55.00 PERCENT CHANNEL SLOPE: MIN = 2.00 AVE = 19.58 MAX = 27.00 PERCENT PERCENT OF AREA TILED = 0.0 WITH A D.C. OF30.00 MM/24H MEAN ANTECEDENT SOIL MOISTURE = 80., FIELD CAPACITY = 63. PERCENT SATURATION GROUNDWATER RELEASE FRACTION = 0.0030 OUTLET IS ELEMENT 646 AT ROW 32 COL 1 -------------------------------------------------------------------------------OUTLET HYDROGRAPHS--VER 4.880215 RUNOFF VOLUME PREDICTED FROM 36.00 MMOF RAINFALL = 10.952 MM AVERAGE SOIL LOSS = 920. KG/HA MAX EROSION RATE =138225. KG/HA MAX DEPOSITION RATE = 56173. KG/HA
Gambar 6. Hyetograf Hujan pada Kejadian Hujan Tanggal 5 November 2004
41
Gambar 7. Produksi Sediment pada Kejadian Hujan Tanggal 5 November 2004
5.6. Kalibrasi Model Kalibrasi model dilakukan untuk mendapatkan parameter-parameter masukan model yang sesuai dengan kondisi lapang. Kalibrasi model dilakukan dengan uji berpasangan dan uji korelasi, yaitu membandingkan data hasil pengukuran dengan hasil model. Pengujian dilakukan terhadap parameter debit aliran (m3/dtk) dan volume aliran air tertampung (m3).
5.6.1. Debit Aliran dan Volume Aliran Hasil pada uji nilai tengah (berpasangan) menunjukkan bahwa keluaran model untuk nilai debit aliran maupun volume aliran yang dibandingkan dengan hasil penghitungan lapang pada taraf nyata 95% (α = 0,05; n = 14), nilai t-hitung 0.11 lebih kecil dari t-tabel 2.16 menunjukkan hasil penghitungan model tidak
42
berbeda nyata dengan hasil pengukuran lapang. Secara rinci tertera pada Tabel Lampiran 11. Nilai koefisien korelasi (r) 0,63 menunjukkan debit dan volume aliran model dapat menerangkan debit dan volume aliran pengukuran lapang serta terdapat hubungan yang cukup kuat antara debit dan volume aliran model dengan pengukuran lapang. Maka hasil model cukup baik untuk menduga debit dan volume aliran rata-rata sebagaimana terlihat pada Gambar 8 dan 9.
r = 0.63 t-hitung = -0.11 s = 7.83
Observasi
DebitD (m3/dtk) 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
Model
Gambar 8. Persamaan Regresi Garis Lurus antara Debit Model (Model) dengan Debit Pengukuran (Observasi)
debit m3/dtk 40.00 30.00 m3/dtk
20.00 10.00 0.00 1 lap
2
mod
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14
Jam ke-
Gambar 9. Hidrograf Keluaran Model (mod) dengan Nilai Pengukuran (lap)
43
Berdasarkan hasil uji kalibrasi diatas maka model ANSWERS dapat dianggap cukup baik dalam memprediksi volume air (m3) maupun debit aliran (mm/jam) sehingga dapat digunakan dalam berbagai simulasi (skenario) atau untuk menentukan alternatif-alternatif penggunaan lahan dan teknik penggelolaan tanah.
5.7 Simulasi Model ANSWERS Untuk melihat seberapa besar pengaruh perubahan pola penggunan lahan pada DAS Ciliwung Hulu terutama adanya konversi dari hutan ke penggunaan lahan yang lain, maka dilakukan simulasi pada pola penutupan lahannya. Perubahan itu dihubungkan dengan nilai debit puncak kondisi awal dengan debit puncak hasil simulasi. Selanjutnya juga dilihat seberapa banyak air yang menggalir (volume air) dalam m3 pada DAS Ciliwung Hulu. Data masukan hujan yang digunakan dalam simulasi adalah tanggal 5 November 2004 dengan total hujan 24 mm dan dengan lama hujan 14 jam. Simulasi model ANSWERS pada kondisi awal digunakan sebagai kontrol untuk menggetahui efektifitas berbagai simulasi pada penggunaan lahan dan koefisien infiltrasi tanah (berhubungan dengan pengelolaan tanah). Rancangan simulasi yang akan dicobakan terdiri dari 6 pola perubahan penggunaan lahan yaitu hutan, pemukiman dan tegalan (tanaman semusim atau lahan kering). Penggunaan lahan yang lain dianggap tetap seperti sawah (irigasi dan tadah hujan), kebun (tanaman hortikultur), tanaman teh, serta semak atau alang-alang. Sedangkan pada parameter tanah yang akan disimulasikan berupa besarnya nilai parameter infiltrasi masukan model. Dimana nilainya akan dibuat
44
15%, 25%, dan 35% lebih tinggi maupun lebih rendah. Rancangan simulasi untuk penggunaan lahan dan parameter infiltrasi tanah secara lengkap tersaji pada Tabel 11 dan Gambar 10.
Tabel 11. Rancangan Simulasi Perubahan Penggunaan Lahan pada DAS Ciliwung Hulu (Katulampa) Simulasi 3
Simulasi 4
(%)
Awal Grid
(%)
Grid
(%)
Grid
(%)
Grid
(%)
Grid
Hutan
33.4
219
35
229
35
229
40
262
40
262
Kebun
9.6
63
9.6
63
9.6
63
9.6
63
9.6
19.5
128
18
98
19.5
128
13
85
Sawah
8.7
57
8.7
57
8.7
57
8.7
Semak
1.4
9
1.4
9
1.4
9
1.4
Tegalan
16.5
108
16.5
108
15
118
16.5
Teh
10.8
71
10.8
71
10.8
71
Jumlah
100
655
100
655
100
655
Land use
Pemukiman
Simulasi 1
Simulasi 2
Simulasi 5 (%)
Simulasi 6
Grid
(%)
Grid
28
183
33.4
219
63
9.6
63
9.6
63
19.5
128
25
164
25
164
57
8.7
57
8.7
57
8.7
57
9
1.4
9
1.4
9
1.4
9
108
10
65
16.5
108
11
72
10.8
71
10.8
71
10.8
71
10.8
71
100
655
100
655
100
655
100
655
Simulasi 1 dan 2, merupakan simulasi dengan meningkatkan lahan hutan menjadi 35% dari luasan DAS dengan mengkonversi dari lahan pemukiman (simulasi 1) dan mengkonversi dari lahan tegalan (simulasi 2). Simulasi 3 dan 4, dilakukan dengan meningkatkan lahan hutan dijadikan 40% dari luasan DAS dengan mengkonversi dari lahan pemukiman (simulasi 3) dan mengkonversi dari lahan tegalan (simulasi 4). Simulasi peningkatan luasan hutan tersebut dimaksudkan sebagai penguji untuk melihat kontribusi luasan hutan yang ada dalam mengurangi debit dan volume banjir. Simulasi 5 dan 6, dengan menambah luasan pemukiman menjadi 25% dari luasan total DAS dengan mengkonversi dari lahan hutan (simulasi 5) dan mengkonversi dari lahan tegalan (simulasi 6). Simulasi peningkatan luasan pemukiman dimaksudkan, untuk melihat pengaruh perluasan pemukiman terhadap debit dan banjir. Area pemukiman merupakan area
45
yang dinamis dan akan selalu bertambah searah dengan pertambahan penduduk di kawasan hulu.
Infiltrasi Tanah 0.78
25
cm/jam
0.74 15 0.72 10 0.7 5
Par.Infiltrasi
0.76
20
0.68
0
0.66 1 2 2 33 44 15 26 37 48 1910 21112 3 4 13 1 14 215 316 41718 1 2 19 3 20 4 21 1 2223 2 3 24 4 25 1 26 2 27 3 28 4 1 Aw
fc
a
7
8
p
9
10
11
12
Simulasi
Keterangan: 1) Latosol, 2) Podsolik, 3) Andosol, 4) Asosiasi, Aw adalah kondisi Awal, 7 adalah Simulasi 15%, 8 adalah Simulasi 25%, 9 adalah Simulasi 35%, 10 adalah Simulasi -15%, 11 adalah Simulasi 25%, 12 adalah Simulasi -35%, FC adalah Infiltrasi konstan, A adalah Selisih laju infiltrasi maksimum dan infiltrasi konstan, P adalah Eksponen Infiltrasi.
Gambar 10. Rancangan Simulasi untuk Parameter Tanah dengan Merubah Besaran Nilai Infiltrasi Masukan Model
46
Tabel 12. Hasil Simulasi (kontribusi) untuk Debit Puncak Aliran dalam Persen
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Debit Puncak (m3/dtk) Awal(obs) 33.6779
Simulasi 32.3543 32.7364 28.2287 30.1982 34.3966 39.0908 28.8291 25.8634 23.6255 39.2227 43.1982 47.4693
% 4.09 2.88 19.30 11.52 -2.09 -13.85 16.82 30.21 42.55 -14.14 -22.04 -29.05
Keterangan Hutan 35% dari Pemukiman Hutan 35% dari Tegalan Hutan 40% dari Pemukiman Hutan 40% dari Tegalan Pemukiman 25% dari Hutan Pemukiman 25% dari Tegalan Peningkatan Infiltrasi 15% Peningkatan Infiltrasi 25% Peningkatan Infiltrasi 35% Penurunan Infiltrasi 15% Penurunan Infiltrasi 25% Penurunan Infiltrasi 35%
Keterangan: Tanda negatif (-) menunjukan ada peningkatan debit pada kondisi simulasi dibanding debit awal
Gambar 11 dan Tabel 12, 13 menunjukkan hasil dari masing-masing simulasi. Waktu puncak untuk debit aliran maupun volume aliran air, pada kondisi awal maupun kondisi simulasi keseluruhannya tepat pada menit ke 540 menit.
Tabel 13. Hasil Simulasi (kontribusi) untuk Volume Total Aliran dalam Persen
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Volume Total (m3) Awal(obs) Simulasi 807058.2 775323.5 784149.6 691909.2 720401.7 826937.5 945558 693153.7 632025.9 589270.7 946868 1049294 1163951
% 4.09 2.92 16.64 12.03 -2.40 -14.65 16.43 27.69 36.96 -14.77 -23.09 -30.66
Keterangan Hutan 35% dari Pemukiman Hutan 35% dari Tegalan Hutan 40% dari Pemukiman Hutan 40% dari Tegalan Pemukiman 25% dari Hutan Pemukiman 25% dari Tegalan Peningkatan Infiltrasi 15% Peningkatan Infiltrasi 25% Peningkatan Infiltrasi 35% Penurunan Infiltrasi 15% Penurunan Infiltrasi 25% Penurunan Infiltrasi 35%
Keterangan : Tanda negatif (-) menunjukan ada peningkatan volume pada kondisi simulasi dibanding volume awal
47
200000
50.00 40.00
150000
30.00 100000 20.00 50000
10.00
0
0.00 1 2 11 12 Aw 1 23 34 45 56 76 8 7 89 10 9 10 11 13 12 Debit
Volume Aliran
Simulasi
Keterangan (Aw) adalah Kondisi awal ; (1 – 12) adalah Kondisi simulasi
Gambar 11. Debit Puncak (m3/dtk) dan Volume Puncak Aliran (m3) Hasil Simulasi
Simulasi Penggunaan Lahan Hasil simulasi menunjukkan bahwa, peningkatan hutan menjadi 35% dari luasan total DAS dengan mengkonversi dari lahan pemukiman (simulasi 1) menyebabkan penurunan nilai volume aliran air dan debit puncak. Volume aliran dan debit puncak yang melewati Bendung turun sebesar 4,09%. Volume aliran turun dari 807058,2 m3 menjadi 775323,5 m3, debit puncak turun dari 33,6779 menjadi 32,3540. Penurunan nilai debit maupun volume aliran sebesar 4,09% belum mampu mengurangi potensi banjir yang terjadi. Penurunan sebesar 4,09% tidak nyata menurunkan debit banjir, sehingga bila ada kejadian banjir yang jauh di atas ambang misalnya kejadian banjir tanggal 17 februari 2004 dengan besar debit puncak 130,674 m3/dtk akan turun menjadi 125,329 m3/dtk nilai itu masih jauh diatas ambang banjir. Konversi lahan tegalan menjadi 15% yang dikonversi menjadi hutan, sehingga luasan hutan menjadi 35% (simulasi 2), mampu menurunkan
48
debit puncak dan volume aliran air tetapi belum mampu menurunkan debit banjir. Debit puncak aliran turun dari 33,677% menjadi 32,736 m3/dtk volume aliran turun dari 807058,2 menjadi 7841496,6 m3. Penurunan sebesar 2,88% tidak nyata menurunkan debit banjir, sehingga bila ada kejadian banjir yang jauh di atas ambang misalnya kejadian banjir tanggal 17 februari 2004 dengan besar debit puncak 130,674 m3/dtk akan turun menjadi 126,910 m3/dtk nilai itu masih jauh diatas ambang banjir. Simulasi ini menunjukkan bahwa, hutan yang dijadikan 35% dari luasan total DAS belum mampu menurunkan debit banjir pada Bendung Katulampa. Kontribusi simulasi 1 dan 2 hanya mampu menurunkan debit dan volume aliran yang tertampung pada Bendung Katulampa. Jika diekstrapolasikan dengan kejadian banjir yang menghasilkan debit puncak yang tinggi misalnya, tanggal 17 februari masih menghasilkan debit diatas ambang banjir. Jika diterapkan simulasi 3, penambahan luasan hutan menjadi 40% dengan mengkonversi dari lahan pemukiman, akan berakibat menurunkan nilai debit puncak sebesar 19,30% sehingga debit yang terjadi menjadi 28,228 m3/dtk dari kondisi awal. Volume aliran akan turun sebesar 16,64% sehingga menjadi 691909,2 m3 dari kondisi awal. Penurunan 19,30% pada nilai debit jika diekstrapolasikan dengan kejadian banjir tanggal 10 januari 2004 yang debit puncaknya 106,698 m3/dtk turun menjadi 86,105 m3/dtk nilai tersebut dibawah ambang banjir, tetapi jika debit yang dihasilkan semakin besar akan tetap menyebabkan banjir (tanggal 18 januari). Hasil dari simulasi 4, yaitu peningkatan luasan hutan menjadi 40% yang dikonversi dari lahan tegalan mampu menurunan debit puncak maupun volume
49
aliran yang terjadi pada DAS. Jika simulasi ini diterapkan akan mengakibatkan penurunan 11,52% pada nilai debit puncak (33,6779 m3/dtk menjadi 30,1982 m3/dtk) sedangkan untuk volume total aliran akan turun sebesar 12,03% (807058,2 m3 menjadi 720401,7 m3). Penurunan 11,52% pada nilai debit jika diekstrapolasikan dengan kejadian banjir tanggal 10 januari 2004 yang debit puncaknya 106,698 m3/dtk turun menjadi 94,40 m3/dtk nilai tersebut dibawah ambang banjir, tetapi jika debit yang dihasilkan semakin besar akan tetap menyebabkan banjir (tanggal 18 januari). Jika ingin mengurangi banjir, luasan hutan yang ideal adalah lebih dari 35% dimana luasan hutan saat ini adalah 33,4%. Luasan hutan harus lebih dari 35% karena pada luasan yang sama dengan 35% masih diprediksi akan terjadi banjir. Secara rinci nilai kontribusi masing-masing simulasi terhadap banjir tersaji pada Tabel 14. Hasil simulasi lain dimana luasan pemukiman yang ditingkatkan dengan mengkonversi dari lahan hutan maupun tegalan sama-sama berpengaruh terhadap peningkatan debit puncak dan volume aliran maupun debit banjir. Penambahan luasan pemukiman menjadi 25% dengan mengkonversi dari lahan hutan pada simulasi 5 ternyata memberikan dampak meningkatkan debit puncak aliran sebesar 2,09% (33,6779 m3/dtk menjadi 34,2966 m3/dtk). Sedangkan untuk volume aliran naik menjadi 2,40% (807058,2 m3 menjadi 826937,5 m3). Penurunan 2,09% jika diekstrapolasikan dengan kejadian banjir tanggal 10 januari debit banjir yang terjadi meningkat dari 106,69 m3/dtk menjadi 128,99 m3/dtk. Nilai itu diatas nilai ambang batas besarnya debit banjir.
50
Jika terjadi perubahan penutupan lahan pemukiman menjadi 25% yang dikonversi dari lahan tegalan (Simulasi 6) maka, akan terjadi peningkatan nilai debit puncak sebesar 13,85% (33,6779 m3/dtk menjadi 39,0908 m3/dtk) maupun volume total aliran sebesar 14,65% (807058,2 m3 menjadi 945558 m3). Peningkatan sebesar 13,85% jika diekstrapolasi pada kejadian banjir tanggal 10 januari akan meningkatkan debit banjir menjadi 128,998 m3/dtk. Pada model simulasi ini perlu diwaspadai akan terjadi banjir yang besar karena nilai puncak debit simulasi maupun volume puncak simulasi lebih tinggi dibandingkan kondisi awal, begitu juga debit banjir melebihi kapasitas Bendung menahan banjir.
Tabel 14. Debit Hasil Simulasi Parameter Penggunaan Lahan pada Kondisi Debit Puncak Banjir Tahun 2004 Tanggal
TMA cm 90 130 100 120
Debit* (m3/dtk) 106.698 274.725 130.674 244.200
Kontribusi Peningkatan / Penurunan Debit Puncak Banjir Sim 1 Sim 2 Sim 3 Sim 4 Sim 5 Sim 6 -4,09% -2,88% -19,30% -11,52% 2,09% 13,85% 102.334 103.625 86.105** 94.40** 121.477 128.998 263.488 266.813 221.703 243.077 312.774 332.142 125.329 126.910 105.454 115.620 148.772 133.532 234.212 237.167 197.069 216.068 278.022 295.238
10-Jan 18-Jan 17-Peb 27-Des Keterangan: * = Hasil pengukuran dari Balai PSDA Ciliwung-Cisadane dan kapasitas Bendung menampung debit air adalah 100 m3/dtk, jika debit air lebih besar dari kapasitas Bendung akan terjadi banjir ; Sim adalah Simulasi ; Simulasi 1, 2, 3 dan 4 mengalami penurunan debit ; Simulasi 5 dan 6 mengalami peningkatan debit ;** = Tidak terjadi banjir, karena debit lebih kecil dari 100m3/dtk
Simulasi Parameter Infiltrasi Tanah Peningkatan nilai parameter infiltrasi tanah mengacu pada asumsi “semakin besar nilai infiltrasi tanah akan semakin besar jumlah air yang masuk kedalam tanah atau semakin kecil aliran permukaan”. Sedangkan untuk simulasi pada parameter infiltrasi yang dicobakan berupa peningkatan dan penurunan nilai parameter infiltrasi masukan model berupa nilai parameter, infiltrasi konstan (FC)
51
selisih antara infiltrasi konstan dan maksimum (A) serta eksponen infiltrasi (P). Simulasi akan mengkaji dampak yang diberikan terhadap nilai pada debit maupun volume aliran yang terjadi dalam DAS. Nilai-nilai parameter akan ditingkatkan sebesar 15%, 25%, 35% dan diturunkan sebesar 15%, 25% serta 35%. Hasil kontribusi
setiap
parameter
infiltrasi
yang
dapat
mengurangi
maupun
meningkatkan nilai debit puncak banjir yang terjadi pada Tahun 2004 tersaji pada Tabel 15.
Tabel 15. Debit Hasil Simulasi Parameter Infiltrasi Tanah pada Kondisi Debit Puncak Kejadian Banjir Tahun 2004
Tanggal
TMA cm 90 130 100 120
Debit* (m3/dtk) 106.698 274.725 130.674 244.200
Kontribusi Peningkatan / Penurunan Debit Puncak Banjir Sim 7 Sim 8 Sim 9 Sim 10 Sim 11 Sim 12 -16,82% -30.21% -42,55% 14,14% 22,04% 29,05% 88.751** 74.464** 61.298** 212.785 130.214 137.694 228.516 191.730 157.829 313.571 335.274 354.532 108.695 91.197** 75.072** 149.151 159.475 168.634 203.126 170.427 140.293 278.729 298.022 315.140
10-Jan 18-Jan 17-Peb 27-Des Keterangan: * = Hasil pengukuran dari Balai PSDA Ciliwung-Cisadane dan kapasitas Bendung menampung debit air adalah 100 m3/dtk, jika debit air lebih besar dari kapasitas Bendung akan terjadi banjir ; Sim adalah Simulasi ; Simulasi 7, 8 dan 9 mengalami penurunan debit ; Simulasi 10, 11 dan 12 mengalami peningkatan debit ; ** = Tidak terjadi banjir, karena debit lebih kecil dari 100 m3/dtk
Peningkatan infiltrasi pada taraf 15% (simulasi 7) memberikan kontribusi 16,82% pada penurunan debit puncak maupun volume aliran. Kontribusi tersebut mampu mengurangi besarnya debit banjir pada Bendung Katulampa. Peningkatan nilai parameter infiltrasi yang terbesar pada taraf 35% memberikan penurunan total debit dan volume aliran sebesar 42,55%. Penurunan debit tersebut jika diekstrapolasikan dengan kejadian banjir tanggal 10 januari akan menyebabkan debit banjir turun menjadi 88,751 m3/dtk pada curah hujan 24 mm. Pada curah
52
hujan yang sama pada tanggal 18 Januari penurunan 42,55% belum mampu menurunkan debit banjir. Peningkatan parameter infiltrasi pada taraf 35% (simulasi 9) mampu menurunkan puncak debit aliran yang tertampung pada Bendung Katulampa menjadi 61,298 m3/dtk pada curah hujan 24 mm (pada kejadian banjir tanggal 10 januari). Pada kondisi infiltrasi ini dapat diprediksi jika seluruh volume aliran yang terjadi pada DAS Ciliwung akan tertampung pada Bendung Katulampa. Hal itu dikarenakan daya tampung Bendung Katulampa sebesar 100 m3/dtk, jika air yang tertampung lebih besar dari itu akan terjadi banjir pada Wilayah Ciliwung bagian hilir. Debit puncak banjir dapat dikurangi sampai kondisi tidak terjadi banjir jika, infiltrasi tanahnya diperbaiki dengan taraf ≥ 15%. Asumsinya semakin besar infiltrasi tanah akan semakin kecil aliran permukaan yang dapat menyebabkan banjir. Penurunan nilai infiltrasi sebesar 15-35% memberikan pengaruh nyata meningkatkan debit dan volume aliran. Parameter infiltrasi yang diturunkan pada taraf terkecil yaitu, sebesar 15% (simulasi 10) memberikan peningkatan nilai debit total dan volume aliran sebesar 14,14% dibandingkan pada kondisi awal. Penurunan infiltrasi tanah pada taraf 35% (simulasi 12) memberikan kontribusi peningkatan 29,05% terhadap debit puncak maupun volume aliran. Penurunan infiltrasi pada taraf 15% memberikan kontribusi peningkatan debit total maupun volume aliran lebih kecil dibandingkan pada taraf 35%, jika diekstrapolasikan
dengan
kejadian
banjir
tanggal
10
januari,
mampu
meningkatkan debit banjir maupun volume air tertampung pada Bendung
53
Katulampa yaitu 106,698 m3/dtk menjadi 212,785 m3/dtk (pada debit banjir) dan 807058,2 m3 menjadi 1163951 m3 (volume aliran). Hal tersebut di atas dapat menjelaskan, sangat pentingnya pengelolaan infiltrasi tanah terhadap besarnya aliran permukaan pada daerah DAS Ciliwung khususnya bagian Hulu. Jika infiltrasi tanahnya buruk atau terjadi kesalahan pengelolaan tanah maka akan mungkin selalu banjir di Wilayah hilir DAS Ciliwung. Kesalahan pengelolaan tanah dapat berupa pemanfaatan lahan tanpa memperhatikan aspek kemampuan dan kesesuaiannya, selain itu dapat terjadi karena pemakaian alat-alat berat dalam pengolahannya. Fungsi sungai sebagai saluran dapat menampung setiap air yang turun secara maksimal jika mampu meminimalkan sedimen yang tertampung pada saluran, memperlebar saluran maupun meningkatkan infiltrasi tanah. Peningkatan itu dapat menggunakan cara mekanik maupun cara vegetatif. Cara vegetatif dapat dilakukan dengan penambahan mulsa maupun bahan organik pada lahan kosong atau bera. Cara mekanik dengan mengolah tanah, yaitu merubah sifat-sifat tanah yang padat menjadi lebih sarang tanpa mengakibatkan kerusakan tanah selanjutnya.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dari hasil dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil simulasi peningkatan luasan hutan menjadi 35% (kondisi saat ini 33,4%) yang dikonversi dari pemukiman maupun tegalan tidak nyata menurunkan debit banjir, melainkan hanya menurunkan debit dan volume aliran pada curah hujan 24 mm.
Besarnya debit dan volume aliran dapat dikurangi
serta kejadian banjir dapat diminimalkan setelah luasan hutan menjadi 40% dari luasan total DAS yang dikonversi dari luasan pemukiman maupun tegalan pada curah hujan yang sama. Pada curah hujan yang sama penambahan luasan pemukiman menjadi 25% (awal 19,5%) dari luasan DAS yang dikonversi dari luasan hutan maupun tegalan dapat meningkatkan debit banjir maupun debit aliran. 2. Peningkatan infiltrasi tanah berpengaruh nyata terhadap penurunan debit dan volume aliran serta kejadian banjir pada curah hujan 24 mm. Pada curah hujan yang sama penurunan infiltrasi tanah memberikan pengaruh yang sama (nyata) terhadap peningkatan debit dan volume aliran serta kejadian banjir.
6.2. Saran Hasil simulasi perubahan hutan menjadi 35% dari total luasan DAS tetap memperlihatkan limpasan banjir, dengan mengurangi sedimen pada aliran sungai serta memperbesar kapasitas infiltrasinya maka akan dapat memperbesar jumlah
55
air yang tertampung pada bendungan dan jumlah air yang terserap ke dalam tanah. Pertahankan luasan pemukiman dengan meningkatkan luasan hutan hingga mencapai lebih dari 35% dari total luasan DAS.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Gajah Mada University Press. Yogyakarta [Bakosurtanal], Badan Koordinasi Surve dan Pemetaan Nasional. 2000. Peta Rupa Bumi, Lembar 1209-141 Ciawi, Lembar 1290-142 Cisarua, Lembar 1209-124 Salabintana, Cibinong. Bogor Banuwa, S.I. 1994. Dinamika Aliran Permukaan dan Erosi Akibat Tindakan Konservasi Tanah pada Tanah Andosol Pengalengan Jawa Barat. [Tesis]. IPB, Bogor Barus, B., Gandasasmita, K., Wiradisatra, U.S., Raimadoya, M.A. 1995. Penuntun Praktikum Kartografi. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Beasley, D.B. dan L.F. Huggins. 1991. ANSWERS, Users Manual. Indiana Eliza, Y. 1995. Pengaruh Pemberian terra cottem, Cara Penempatan dan Ketersediaan Air Terhadap Pertumbuhan, Produksi Efisiensi Penggunaan Air pada Tanaman Kedelai Varietas Wilis pada Tanah Podsolik. [Skripsi], FAPERTA. IPB, Bogor Hamilton, L.S. dan King, P. N. 1988. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Jurusan Geofisika Dan Meteorologi. FMIPA. IPB, Pustaka Jaya, Jakarta Haridjaja, O., Murtilaksono, K., Sudarmo, dan L. M. Rahman. 1991. Hidrologi Pertanian. Jurusan Tanah. FAPERTA. IPB. Bogor Kuhriani, B. 1999. Pendugaan Kehilangan Tanah Akibat Erosi Menggunakan Model Answers Di DAS Ciliwung Hulu. [Skripsi]. Jurusan Teknologi Pertanian, FATETA, IPB, Bogor Kusumadewi, F. 2002. Aplikasi Model Answers Dalam Memprediksi Laju Aliran Permukaan Dan Erosi Pada Berbagai Tipe Penunutupan Lahan Di Sub DAS Cipeureu Gunung Walat Sukabumi. [Skripsi]. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB, Bogor Lee, R. 1988. Hidrologi Hutan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
57
Pawitan, H. 1989. Kharakteristik Daur Hidrologi Dan Daur Limpasan Permukaan DAS Ciliwung. [Laporan Akhir]. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. FMIPA. IPB. Bogor [PPT dan Agroklimat] Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1992. Peta Tanah Semi Detil Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu. Bogor Qodariah, L. 2004. Aplikasi Model Simulasi Answers Untuk Menduga Erosi Dan Sedimentasi Di Sub DAS Ciliwung Hulu. [Skripsi]. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. IPB, Bogor Rahim, S.E. 2003. Pengendalian Erosi Tanah : Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Edisi 1, Cetakan 2. Bumi Aksara. Jakarta Rai, N. 1993. Tanggapan Pertumbuhan dan Hasil Tiga Varietas Bawang Putih Terhadap Kadar Air Tanah pada Tanah Latosol. [Tesis]. IPB, Bogor Rompas, J.J. 1996. Penerapan Model Answers Dalam Memprediksi Aliran Permukaan Dan Erosi di Daerah Tangkapan Citere Sub DAS Citarik Pangalengan Jawa Barat. [Tesis]. IPB, Bogor Rouw, A. 2004. Tingkat Kerawanan Zona Agroekologi Tanaman Pangan Terhadap Kekeringan Dan Banjir : Studi Kasus Kab. Merauke, Papua. [Tesis]. IPB, Bogor Seyhan, E. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. UGM Press. Yogyakarta Sinukaban, N. 1995. Manajemen / Pengelolaan DAS [Makalah Penelitian]. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum. Bandung Soepardi, G. 1983. Sifat Dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sudaryoko, Y. 1987. Pedoman Penanggulangan Banjir. Cetakan 1. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta Suwardi, dan Rachim, D.A., 1999. Morfologi Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor Syahdu, L.M. 2002. Potensi Kehilangan Tanah Akibat Erosi Serta Tindakan Pengawetan Tanah Dan Air Di DAS Ciliwung Hulu. [Skripsi]. FATETA. IPB, Bogor Unit Pelayanan Teknis Dinas Balai PSDA Wilayah Ciliwung-Cisadane. 2004. Kalibrasi Bendungan Ciliwung-Katulampa. [Laporan Tahunan]. Bogor
58
Utami, Y. 2002. Kajian Hidrologi Sebagai Pengaruh dari Teknik Rehabilitasi Lahan Dan Konservasi Tanah Menggunakan Model Answers Di Sub DAS Padas. [Tesis]. IPB, Bogor Mattjik, A.A. dan Sumertajaya, M. 2000. Perancangan Percobaan [Jilid I]. IPB Press, Bogor Walpole, R.E. 1995. Edisi ke-3. Pengantar Statistik. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
60
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian
60
Lampiran 2 Tabel 1. Kode Struktur Tanah Kelas Struktur Tanah (ukuran diameter) Granuler sangat halus Granuler halus Granuler sedang sampai kasar Berbentuk blok, bloky, plat, massif
Kode 1 2 3 4
Tabel 2. Kelas Permeabilitas Tanah Kelas Permeabilitas Sangat lambat Lambat Lambat sampai sedang Sedang Sedang sampai cepat Cepat
Kecepatan (cm/jam) <0.5 0.5-2.0 2.0-6.3 6.3-12.7 12.7-25.4 >25.4
Kode 6 5 4 3 2 1
Tabel 3. Nilai Intersepsi Potensial Jenis Tanaman Gandum Jagung Rumput Kentang, kubis, buncis Hutan
Tabel 4. Nilai Persentase Penutupan Tajuk (PER)
PIT (mm/jam) 0.5-1.0 0.3-1.3 0.5-1.0 0.5-1.5 1.0-2.5
61
Tanaman
PER 0.80 0.65 0.60 0.50 0.82 0.40 0.30 0.00 0.87
Hutan lebat Hutan jarang Kebun campuran Semak belukar Sawah irigasi Sawah non irigasi Padang rumput Lahan terbuka Pemukiman
Tabel 5. Nilai Kekasaran Permukaan (RC), Tinggi Kekasaran (HU), Manning (n) Kondisi Permukaan Tanah diolah dalam bongkah halus Tanah diolah dalam bongkah sedang Tanah diolah dalam bongkah kasar Tanah diolah sedang bongkah halus Tanah diolah sedang bongkah sedang Tanah diolah sedang bongkah kasar Tanah tidak diolah bekas ladang
HU (mm) 100 130 130 60 70 130 110
RC 0.53 0.48 0.59 0.37 0.33 0.45 0.59
“n” 0.01-0.05 0.10-0.20 0.25-0.50 0.03-0.07 0.10-0.20 0.20-0.40 0.10-0.14
62
Tanah tidak diolah semak rapat Tanah tidak diolah alang-alang Tanah tidak diolah rumput panjang Tanah tidak diolah rumput pendek Tanah tidak diolah, vegetasi jarang Tanah tidak diolah, tanah liat terbuka Tanah tidak diolah, aspal dan semen
110 110 110 110 110 110 110
0.45 0.35 0.25 0.15 0.09 0.02 0.10
0.40-0.50 0.20-0.30 0.20-0.30 0.30-0.40 0.05-0.10 0.01-0.03 0.05-0.15
Lampiran 3
Debit Puncak 40.000
33.678
30.000
28.829
25.863
23.625
3 25%
4 35%
20.000 10.000 0.000 1 Awal
15%2
Simulasi
Debit
Debit Puncak 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 0.000
33.678
1 Debit
39.223
43.198
2
3 Simulasi
47.469
4
63
Gambar 2. Hasil Perbandingan Debit pada Kondisi Awal dan Kondisi Simulasi
Awal
-15%
-25%
-35%
64
Tabel lampiran 4. Data curah hujan Tahun 2000-2004 Tabel 6. Curah Hujan Bulanan Stasiun Gng Mas (mm) Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 Rataan CH.min CH.mak
Jan 648 815 566 146 339 502,8 0 919
Peb 357 919 543 550 553 584,4
Maret 503 570 223 337 212 369 Rataan
April 440 495 283 239 361 363,6 61,6
Mei 254 272 247 113 303 237,8 Sampai
Juni 86 163 98 90 53 98 584,4
Juli 134 124 148 0 87 98,6
Agus 46 51 79 123 9 61,6
Sept 50 193 18 146 205 122,4
Okt 210 431 57 434 90 244,4
Nov 444 475 174 153 212 291,6
Des 242 70 507 530 413 352,4
Sumber : Balai Meteorologi dan Geofisika, wilayah Darmaga
Tabel 7. Curah Hujan Bulanan Stasiun Citeko (mm) Tahun
Jan
Peb
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Ags
Sept
Okt
Nov
Des
2000 2001 2002 2003 2004 Rataan CH.min CH.mak
450 578 634 137 290 417.8 1 699
338 699 659 582 511 557.8
293 499 338 245 269 328.8 Rataan
379 368 340 263 355 341 84,4
246 282 28 166 242 192.8 Sampai
116 134 151 21 40 92.4 557,8
220 70 186 1 72 109.8
77 51 81 207 8 84.8
85 117 23 247 155 125.4
219 374 47 290 135 213
338 439 217 254 188 287.2
119 76 275 372 466 261.6
Mei
Juni
Sumber : Balai Meteorologi dan Geofisika, wilayah Darmaga
Tabel 8. Curah Hujan Bulanan Stasiun Katulampa (mm) Tahun
Jan
Peb
Maret
April
Juli
Ags
Sept
Okt
Nov
Des
65
2000 2001 2002 2003 2004 Rataan CH.min CH.mak
481 475 628 162 732 496 0 782
249 573 398 618 553 478
217 293 423 459 415 361 Rataan
234 428 277 537 467 389 170
341 312 320 275 506 351 Sampai
115 327 203 129 109 177 496
260 363 420 4 133 236
285 189 45 308 25 170
248 410 130 291 408 297
351 446 355 475 290 383
408 362 574 255 782 476
159 0 457 362 501 296
Juni 164 227 110 86 130 143 884
Juli 157 188 138 51 103 128
Agst 86 91 93 70 61 80
Sept 87 126 64 151 77 101
Okt 215 310 4 205 103 167
Nov 364 370 111 145 145 227
Des 120 177 163 213 336 202
Sumber : Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air wilayah Ciliwung-Cisadane, Bogor
Tabel 9. Debit Bendungan Katulampa (m3/dtk) Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 Rataan Q.mak Q.min
Jan 608 555 878 107 492 528 1,410 4
Peb 666 1,065 1,410 498 779 884
Maret 292 387 378 362 606 405 Rataan
April 336 411 514 278 465 401 80
Mei 338 269 292 311 521 346 Sampai
Sumber : Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air wilayah Ciliwung-Cisadane, Bogor
66
Hasil Keluaran Model ANSWERS
Gambar 3. Kemiringan Lereng Keluaran Model
67
Gambar 4. Arah Aliran untuk DAS Ciliwung Hulu (Katulampa)
68
Gambar 5. Peta Tanah Hasil Gridisasi
69
Gambar 6. Peta Penggunaan Lahan Hasil Gridisasi
70
Lampiran 5 Tabel 10. Data Masukan Model ANSWERS GENERAL PREDATA FILE FOR USE IN ANSWERS METRIC UNITS ARE USED ON INPUT/OUTPUT CILIWUNG HULU PRINT RAINFALL DATA FOR 1 RAINGAUGES FOR EVENT OF 05-11-04 GAUGE NUMBER R1 0 0 0.00 0 60 0.00 0 120 6.00 0 180 10.00 0 240 2.00 0 300 0.00 0 480 6.00 1 3000 0.00 SOIL INFILTRATION, DRAINAGE AND GROUNDWATER CONSTANTS FOLLOW NUMBER OF SOILS = 4 S 1, TP =.72, FP = .2, FC = 14.6, A = 5.19, P = .7, DF = 75, ASM = .8, K =.08 S 2, TP =.64, FP =.66, FC = .84, A = 1.26, P =.77, DF = 75, ASM = .8, K =.12 S 3, TP =.62, FP = .9, FC = 2.75, A = 1.87, P =.77, DF = 75, ASM = .8, K =.20 S 4, TP =.66, FP =.35, FC = 10.7, A = 3.80, P = .7, DF = 75, ASM = .8, K =.08 DRAINAGE COEFFICIENT FOR TILE DRAINS =30.00 MM/24HR GROUNDWATER RELEASE FRACTION = 0.003 SURFACE ROUGHNESS AND CROP CONSTANTS FOLLOW NUMBER OF CROPS AND SURFACES = 7 C 1, CROP=PMUKIMAN, PIT= .5, PER=.85, RC=.41, HU= 100, N= .15, C=.010 C 2, CROP=SAWAH , PIT= .8, PER=.82, RC=.31, HU= 70, N= .3, C=.010 C 3, CROP=KEBUN , PIT=1.5, PER= .6, RC=.35, HU= 130, N= .42, C=.030 C 4, CROP=TEGALAN , PIT= .6, PER= .3, RC=.43, HU= 60, N= .16, C=.700 C 5, CROP=TEH , PIT=1.8, PER= .7, RC=.42, HU= 70, N= .4, C=.010
71
C 6, CROP=HUTAN , PIT=2.5, PER=.65, RC=.45, HU= 110, N= .5, C=.001 C 7, CROP=SEMAK , PIT= .6, PER= .5, RC=.35, HU= 110, N= .2, C=.030 CHANNEL SPECIFICATIONS FOLLOW NUMBER OF TYPES OF CHANNELS = 4 CHANNEL 1, WIDTH= 30 M., ROUGHNESS COEFF.(N) = .04 CHANNEL 2, WIDTH=22.5 M., ROUGHNESS COEFF.(N) = .05 CHANNEL 3, WIDTH= 15 M., ROUGHNESS COEFF.(N) = .06 CHANNEL 4, WIDTH= 7.5 M., ROUGHNESS COEFF.(N) = .07 ELEMENT SPECIFICATIONS FOR CILIWUNG HULU EACH ELEMENT IS 500.0M SQUARE OUTFLOW FROM ROW 32 COLUMN 1 1 31 250 270 4 6 R1 0 3000.0 2 30 250 270 4 6 R1 0 2500.0 2 31 250 270 4 6 R1 0 2700.0 2 32 250 270 4 6 R1 0 2700.0 3 27 250 270 4 6 R1 0 2600.0 3 28 250 270 4 6 R1 0 2600.0 3 29 250 225 4 6 R1 0 2500.0 3 30 250 270 4 6 R1 0 2300.0 ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... 32 25 250 180 1 6 R1 0 1400.0 32 26 250 90 1 6 R1 0 1400.0 33 25 9190 90 1 6 R1 0 1200.0
Tabel 11. Data Keluaran Model ANSWERS DISTRIBUTED HYDROLOGIC AND WATER QUALITY SIMULATION BY ANSWERS VER 4.880215 GENERAL PREDATA FILE FOR USE IN ANSWERS RAINFALL HYETOGRAPH FOR EVENT OF 05-11-04 GAGE NUMBER R1 TIME - MIN. RAINFALL RATE - MM/H 0.0 0.00
72
60.0 120.0 180.0 240.0 300.0 480.0 3000.0
0.00 6.00 10.00 2.00 0.00 6.00 0.00
SIMULATION TIME INCREMENT = 60. SECONDS SOIL PROPERTIES SOIL POROSITY FIELD CAP. INFILTRATION CONSTANTS CONTROL ANTECEDENT EROSION (PERCENT (PERCENT FC A P ZONE MOISTURE CONST. VOL.) SAT.) MM/H MM/H MM (PERCENT SAT) 1 72.0 20.0 14.60 5.19 0.70 7.5 80.0 0.12 2 64.0 66.0 0.84 1.26 0.77 7.5 80.0 0.08 3 62.0 90.0 2.75 1.87 0.77 7.5 80.0 0.20 4 66.0 35.0 10.70 3.80 0.70 7.5 80.0 0.08 TILE DRAINAGE COEFF. =30.00 MM/24H GROUNDWATER RELEASE FRACTION = 0.300E-02 COVER/MANAGEMENT PRACTICES CROP MAX. POT. PERCENT ROUGH. ROUGH. MANNING'S EROSION INTERCEPTION COVER COEFF. HEIGHT N CONST. MM MM MM 1 PMUKIMAN 0.50 85. 0.41 1.0 0.150 0.010 2 SAWAH 0.80 82. 0.31 0.7 0.300 0.010 3 KEBUN 1.50 60. 0.35 1.3 0.420 0.030 4 TEGALAN 0.60 30. 0.43 0.6 0.160 0.700 5 TEH 1.80 70. 0.42 0.7 0.400 0.010 6 HUTAN 2.50 65. 0.45 1.1 0.500 0.001 7 SEMAK 0.60 50. 0.35 1.1 0.200 0.030
CHANNEL PROPERTIES TYPE WIDTH MANNING'S N M 1 30.0 0.040 2 22.5 0.050
73
3 4
15.0 7.5
0.060 0.070
CILIWUNG HULU WATERSHED CHARACTERISTICS NUMBER OF 25.00 HA OVERLAND FLOW ELEMENTS = 655 NUMBER OF CHANNEL SEGMENTS = 118 AREA OF CATCHMENT = 16375.0 HA CATCHMENT SLOPE: MIN = 1.00 AVE = 16.66 MAX = 55.00 PERCENT CHANNEL SLOPE: MIN = 2.00 AVE = 19.58 MAX = 27.00 PERCENT PERCENT OF AREA TILED = 0.0 WITH A D.C. OF30.00 MM/24H MEAN ANTECEDENT SOIL MOISTURE = 80., FIELD CAPACITY = 63. PERCENT SATURATION GROUNDWATER RELEASE FRACTION = 0.0030 OUTLET IS ELEMENT 646 AT ROW 32 COL 1 SURFACE COVER/MANAGEMENT CONDITIONS SOIL ASSOCIATION PROPERTIES CROP PERCENT PERCENT N C NO. PERCENT FC INITIAL CONTROL K PRESENT COVER PRESENT MM/H MM/H DEPTH MM PMUKIMAN 19.7 85. 0.150 0.010 1 13.9 0.8 1.2 7.5 0.12 SAWAH 8.5 82. 0.300 0.010 2 48.4 14.6 16.3 7.5 0.08 KEBUN 9.6 60. 0.420 0.030 3 13.4 2.8 3.3 7.5 0.20 TEGALAN 16.8 30. 0.160 0.700 4 24.3 10.7 15.2 7.5 0.07 TEH 10.7 70. 0.400 0.010 HUTAN 33.3 65. 0.500 0.001 SEMAK 1.4 50. 0.200 0.030
TIME MIN. 0.0 30.0 60.0 90.0 120.0 150.0 180.0 210.0
OUTLET HYDROGRAPHS--VER 4.880215 YIELD CONCENTRATIONS -MG/L RAINFALL RUNOFF SEDIMENT SEDIMENT PHOSPHORUS NITROGEN MM/H MM/H KG (N/A) (N/A) 0.00 0.0000 0. 0. 0.00 0.0000 0. 0. 0.00 0.0004 0. 0. 6.00 0.0041 2. 31. 6.00 0.0170 122. 273. 10.00 0.0505 1910. 1020. 10.00 0.1200 13168. 2124. 2.00 0.2371 55941. 3762.
74
240.0 270.0 300.0 330.0 360.0 390.0 420.0 450.0 480.0 510.0 540.0 570.0 600.0 630.0 660.0 690.0 720.0 750.0 780.0 810.0 840.0 870.0
2.00 0.00 0.00 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.3432 0.4315 0.3876 0.3359 0.3222 0.3435 0.4291 0.5482 0.6548 0.7365 0.7404 0.6581 0.5604 0.4776 0.4175 0.3751 0.3470 0.3271 0.3097 0.2929 0.2793 0.2682
180213. 422115. 727018. 1057923. 1400058. 1729369. 2087031. 2526794. 3051598. 3693814. 4464565. 5300255. 6120941. 6855160. 7487566. 8059267. 8605735. 9139046. 9652984. 10134193. 10577969. 11000272.
6255. 8089. 9939. 12263. 12569. 11604. 11159. 10508. 10613. 11608. 13316. 15337. 16903. 17080. 17137. 17748. 18682. 19229. 19348. 18912. 18451. 18645.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------RUNOFF VOLUME PREDICTED FROM 36.00 MMOF RAINFALL = 10.952 MM AVERAGE SOIL LOSS = 920 KG/HA INDIVIDUAL ELEMENT NET SEDIMENTATION ELEMENT SEDIMENT ELEMENT SEDIMENT ELEMENT SEDIMENT ELEMENT SEDIMENT NO. KG/HA NO. KG/HA NO. KG/HA NO. KG/HA 1 0. 2 0. 3 0. 4 0. 5 0. 6 0. 7 0. 8 0. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------MAX EROSION RATE =138225. KG/HA MAX DEPOSITION RATE = 56173. KG/HA STD. DEV. = 10637. KG/HA
75
Tabel 12. Kalibrasi Debit Aliran (m3/dtk) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Jml rataan
Debit lapang 5.91 6.37 10.01 10.46 9.56 17.28 16.83 8.19 30.93 28.66 25.47 20.92 20.01 16.83 227.431 16.245
Debit model 0.018 0.773 5.458 15.611 17.630 14.656 19.518 29.784 33.678 25.490 18.990 15.784 14.087 12.704 224.183 16.013
a (Q.lpg-Q.mdl) 5.895 5.595 4.549 -5.149 -8.078 2.629 -2.688 -21.597 -2.747 3.166 6.482 5.140 5.927 4.126 3.248 0.232
x = 16.013 (rata-rata model) s = 7.8273 (ragam contoh) t-hitung : -0.11 ; t-tabel : 2.16 pada taraf nyata 95% (α = 0.05; n = 14) μ = 16.245(rata-rata lapang) sd = =
√nΣx2- (Σx)2/n(n-1) √14[(797.226) – (3.248)2]/182
a2 34.751 31.302 20.690 26.512 65.259 6.912 7.227 466.422 7.548 10.023 42.013 26.419 35.127 17.020 797.226 56.945
b (Q.lpg-Avr.lpg) -10.332 -9.877 -6.238 -5.783 -6.693 1.040 0.585 -8.058 14.686 12.411 9.227 4.679 3.769 0.585
b2 106.747 97.555 38.914 33.446 44.796 1.081 0.342 64.924 215.664 154.038 85.141 21.889 14.204 0.342 879.083 62.792
76
=
7.8273
t –hitung = = =
[√n.(x- μ)]/s, v = n – 1 {√14[(16.013) – (16.245)]}/7.8273 -0.11