PERINGATAN DINI BANJIR PADA DAS CILIWUNG DENGAN MENGGUNAKAN DATA CURAH HUJAN
Oleh LESA ILMA GRENTI A24101041
PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PERINGATAN DINI BANJIR PADA DAS CILIWUNG DENGAN MENGGUNAKAN DATA CURAH HUJAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh LESA ILMA GRENTI A24101041
PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Skripsi Nama Mahasiswa Nomor Pokok
: Peringatan Dini Banjir Pada DAS Ciliwung Dengan Menggunakan Data Curah Hujan : Lesa Ilma Grenti : A24101041
Menyetujui
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, Msc NIP. 131 667 783
Dr. Ir. D.P.Tejo Baskoro, Msc NIP. 131 667 782
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP. 130 422 698
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya tepatnya di daerah Kecamatan Karangnunggal pada tanggal 09 Januari 1983 putri terakhir dari tujuh bersaudara, dari pasangan Ibu Rehana dan Bapak Alm Drs.H. Upang Supanji Penulis mulai pendidikan di TK Mekarsari, Karangnunggal dan lulus tahun 1988. Setelah itu, tahun 1989 melanjutkan ke SD Negeri Karangnunggal III, Karangunggal dan lulus tahun 1995.
Dan melanjutkan ke SMP Negeri
Karangnunggal I, Karangnunggal dan lulus tahun 1998. Kemudian meneruskan ke SMU I Pasundan Tasikmalaya, Tasikmalaya dan lulus tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
ABSTRACT LESA ILMA GRENTI. Early Warning of Floods at DAS Ciliwung Using Rainfall Data (Under Supervision of SURIA DARMA TARIGAN and D. P. TEJO BASKORO).
The research was conducted at part of DAS Ciliwung watershed in Bogor, with total area of ± 16.375 Ha. This Research to analysis relation of rainfall to stream discharge using Multiple Regression Analysis and to determine rainfall threshold value that cause the of floods which can be used for developing early warning system. Data processing in this research was done using software Statistica 5.5 and Microsoft Excel 2003.
Method of Analysis was Multiple Correlation
Analysis, Multiple Regression Analysis and Nomogram.
Data used for this
research are daily stream discharge recorder is Station Katulampa and daily rainfall of Station Gunung Mas, Station Citeko, and Station Katulampa by year 2000-2004. The research result indicate that the Correlation Coeffisient of stream discharge and rainfall vary from year 2000-2004.
The research Multiple
Regression Analysis based on data of year 2004 was then used as indicator flood early warning system. Rainfall of Station Gunung Mas and Station Katulampa give significant influence in increasing stream discharge. Based on the regression equation obtained caused flood event, the rainfall threshold value was for Station Gunung Mas and Station Katulampa. The rainfall threshold value causing flood event for Station Gunung Mas and Station Katulampa was 53 mm and 53 mm, respectivity
RINGKASAN LESA ILMA GRENTI. Peringatan Dini Banjir Pada DAS Ciliwung Dengan Menggunakan Data Curah Hujan (Dibawah bimbingan SURIA DARMA TARIGAN dan D. P. TEJO BASKORO)
Penelitian dilakukan di DAS Ciliwung bagian Hulu, Kota Bogor dengan luas wilayah + 16.375 Ha. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan curah hujan dan debit dengan analisis persamaan regresi berganda dan menentukan ambang batas curah hujan yang menyebabkan terjadinya banjir yang dapat dijadikan sebagai peringatan dini banjir. Pengolahan data dalam penelitian ini melalui perangkat lunak (Software) Statistica 5.5 dan Microsoft Excel 2003 dengan metode yang dilakukan adalah analisis korelasi berganda, analisis regresi berganda dan nomogram. Data yang digunakan adalah Debit Harian Stasiun Katulampa dan Curah Hujan Harian Stasiun Gunung Mas, Stasiun Citeko, dan Stasiun Katulampa tahun 2000-2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil analisis korelasi berganda bervariasi dari tahun 2000-2004. Hasil analisis regresi berganda yang digunakan untuk mengembangkan indikator peringatan dini banjir adalah tahun 2004. Curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap meningkatnya debit. Berdasarkan data ambang batas debit banjir sebesar 106.698 m3/dtk dan persamaan regresi berganda, maka ambang batas curah hujan Stasiun Gunung mas dan Stasiun Katulampa untuk peringatan dini banjir adalah sebesar 53 mm dan 53 mm.
KATA PENGANTAR Alhamdulilaahirrobbil’aalamiin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya, karunia-Nya dan segala kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini, penulis mengambil judul Peringatan Dini Banjir Pada DAS Ciliwung dengan Menggunakan Data Curah Hujan. Berhasilnya penelitian ini berkat bimbingan dari semua pihak yang telah membantu
penulis
baik
dalam
bimbinganya
maupun
informasi
dalam
pengambilan data penelitian. Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, Msc selaku Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing Skripsi utama atas segala bimbingan, bantuan dan waktunya, Bapak Dr. Ir. D.P. Tejo Baskoro, Msc selaku pembimbing skripsi atas bimbinganya dan waktunya selama penulis menyelesaikan tugas akhir. Serta Bapak Ir. Yayat Hidayat, Msi selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya. Kepada Pak Andi, Pak Dedi, Pak Rahmat dan Pak Tata selaku Pegawai Dinas Pengelolaan SumberDaya Air Ciliwung-Cisadane (PSDA) Kota Bogor atas bantuannya dalam mencari data dan informasinya tentang penelitian ini. Pak Edi selaku pegawai di stasiun Gunung Mas atas bantuannya dalam memberikan data-data curah hujan. Pada kesempatan ini juga, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Mama atas segala doanya, cinta, kasih sayang, pengorbanan dan perjuanganya untuk keberhasilan putrinya dan Bapak yang ada di surga. Serta umi atas kasih sayangnya selama ini.
2.
Kakak-kakakku yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terutama kepada kakakku Teh Arin dan Aa Hanhan yang telah memberikan dorongannya untuk menyelesaikan pendidikan jenjang S1 baik secara moril maupun spiritul dan keponakan-keponakanku yang selalu menghibur.
3.
Keluarga di Bogor Mang Heri dan Bi Yuyun serta Teh Via, Lia dan Nia atas apa yang selama ini diberikannya selama penulis tinggal bersama.
4.
Temen-teman di Laboratorium Konservasi dan Fisika Tanah, Opay, Natalia, Patme, Bekti, Nita, Ike, Ana, Yayah, Ela, Dani, Rika, Yani Kus, dan rekan satu penelitianku Eko atas segala bantuannya dan dukungannya.
5.
Temanku Rina, Yani, Ayu, Asep, Heru dan Lukman makasih ya... atas bantuan, dukungan dan nasehatnya.
6.
Teman-teman Radar 47 (Pitut, Inyong, Arni, Rina, Wina, Yuli, Lia, Tari,) suka duka selama kita kost bersama mudah-mudahan akan dikenang selamanya.
7.
Temen-temen Horti (Encep, Gina, Turi, Ara dan Leli), terutama Ara dan Leli atas bantuannya survei ke lapangan.
8.
Teman-teman Soil’ 38 yang tidak bisa disebutkan seluruhnya, makasih atas kebersaamanya. Penulis berharap hasil ini dapat memberikan manfaat dan persepsi positif
bagi pembaca, sehingga dapat membuka mata hati akan nilai bencana yang terjadi disekitarnya akibat keserakahan dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Bogor, Maret 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ......................................................................................... i DAFTAR ISI........................................................................................................ iii DAFTAR TABEL................................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v 1.
PENDAHULUAN .................................................................................... 1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 Tujuan ............................................................................................................. 3
II.
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4 2.1. Banjir ...................................................................................................... 4 2.2. Curah Hujan ........................................................................................... 5 2.3. Daerah Aliran Sungai ............................................................................ 6 2.4. Debit Aliran Sungai ................................................................................ 7 2.5. Peringatan Dini Banjir.............................................................................. 8
III.
BAHAN DAN METODE .......................................................................... 9 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 9 3.2. Jenis dan Sumber Data ...........................................................................10 3.3. Metode Penelitian ....................................................................................10 3.3.1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data .....................................10 3.3.2. Tahap Analisis data .....................................................................11
IV.
KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN .......................................14 4.1. Letak dan Luas ......................................................................................14 4.2. Tanah dan Topografi ..............................................................................14
4.3. Iklim .......................................................................................................15 4.4. Tataguna Lahan dan Vegetasi ...............................................................16 V.
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................18 5.1. Permasalahan DAS Ciliwung Hulu ........................................................18 5.2. Sistem Peringatan Banjir yang ada saat ini ............................................19 5.3. Korelasi antara Debit dengan Curah
Hujan.............................................21 5.4. Persamaan Regresi Berganda antara Debit dengan Curah Hujan ..........22 5.5. Peringatan Banjir Berdasarkan Curah Hujan..........................................23 5.6. Implikasi Sistem Peringatan Banjir Berdasarkan Data Lapang..............24 VI.
KESIMPULAN .......................................................................................27 6.1. Kesimpulan ............................................................................................27 6.2. Saran .......................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................29 LAMPIRAN .........................................................................................................31
DAFTAR TABEL
No
Teks
Halaman
1.
Stasiun penakar curah hujan DAS Ciliwung bagian Hulu ........................10
2.
Jenis Tanah DAS Ciliwung Hulu...........................................……………15
3.
Topografi DAS Ciliwung Hulu .................................................................15
4.
Penggunaan Lahan DAS Ciliwung hulu (Katulampa) .............................16
5.
Korelasi antara Curah Hujan dan Debit Tahun 2000-2004 ......................21
6.
Data debit banjir dan curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa tahun 2004...............................................................................24
Lampiran No
Teks
Halaman
1.
Data Curah Hujan dan Debit Maksimum Tahun 2000-2004 ....................32
2.
Data Curah Hujan dan Debit Tahun 2004 .................................................33
3.
Data Curah Hujan dan Debit Banjir Tahun 2000-2004.............................33
5.
Debit Air dan Tinggi Muka Air Bendung katulampa Ciliwung Hulu…...33
DAFTAR GAMBAR
No
Teks
Halaman
1.
Gambar Lokasi Penelitian DAS Ciliwung Hulu…………………………...9
2.
Grafik peringatan dini banjir DAS Ciliwung Hulu tahun 2004 .................23
Lampiran No
Teks
Halaman
1.
Peta Lokasi Pengambilan Data...................................................................34
2.
Sungai Ciliwung dari arah Puncak dan menuju Jakarta ............................35
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Salah satu sungai yang bermuara di Jakarta adalah Sungai Ciliwung yang berhulu dikawasan Puncak serta melewati wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok.
Oleh karena itu, kondisi hidrologi di wilayah Jakarta dan
sekitarnya tergantung dari kondisi DAS Ciliwung, terutama DAS Ciliwung bagian Hulu. Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu mempunyai fungsi sebagai daerah konservasi air dan pemasok air bagi kebutuhan masyarakat sekitarnya. Banjir yang terjadi di DAS Ciliwung, selain disebabkan oleh menurunya daerah resapan air, disebabkan juga oleh intensitas hujan yang tinggi dan bentuk DAS Ciliwung Hulu yang seperti corong. Fungsi sungai dikawasan Puncak sebagai daerah resapan air harus tetap dipertahankan, tetapi kenyataan menunjukkan sebaliknya. Kanan-kiri jalan raya dikawasan Puncak dipenuhi dengan pemukiman, seperti: rumah makan, gedung pertemuan, tempat peristirahatan dan tempat rekreasi. Akibatnya fungsi DAS bagian Hulu sebagai daerah resapan air menjadi tidak optimal Kejadian banjir di Jakarta akhir-akhir ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa banjir di Jakarta adalah banjir kiriman dari wilayah di atasnya. Artinya banjir yang terjadi di Jakarta sangat ditentukan oleh kondisi wilayah di atasnya yaitu DAS Ciliwung Hulu. Banjir merupakan peristiwa terjadinya genangan pada daerah datar sekitar sungai sebagai akibat meluapnya air sungai yang tidak mampu ditampung alur sungai. Bencana banjir merupakan aspek interaksi antara manusia dengan alam yang timbul dari proses dimana manusia mencoba me nggunakan alam yang
bermanfaat dan menghindari alam yang merugikan manusia (Suwardi 1999). Di samping itu, banjir ditentukan oleh keadaan curah hujan yang turun pada daerah aliran sungai jika hujan dalam jumlah, intensitas dan waktu yang cukup lama. Curah hujan sangat dipengaruhi oleh faktor iklim, maka debit aliran sungai akan mengikuti keadaan iklim (musim) yang berubah-rubah menurut waktu ( Seyhan, 1990 ). Banjir yang terjadi di Jakarta selain di tentukan oleh kondisi DAS Ciliwung Hulu yang mengakibatkan terjadinya peningkatan debit juga disebabkan oleh menurunnya kapasitas aliran sungai dan peresapan tanah di wilayah Jakarta. Hal ini terutama disebabkan oleh meningkatnya areal yang terbangun, misalnya pemukiman yang penggunaannya dari tahun ke tahun meningkat dan banyaknya bangunan-bangunan yang dijadikan perkantoran dan perindustrian, serta adanya penumpukan sampah pada aliran sungai dan saluran drainase. Debit aliran sungai di Bendung Katulampa merupakan titik pembuangan dari Ciliwung Hulu dan sebagai pos pengontrol untuk memantau terjadinya banjir di daerah Jakarta. Naik turunnya debit aliran sungai di Bendung Katulampa dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain curah hujan. Intensitas dan jumlah hujan secara langsung akan mempengaruhi debit aliran sungai. Oleh karena itu sistem peringatan dini bisa dibangun berdasarkan data curah hujan yang tercatat di wilayah Stasiun debit aliran sungai Bendung Katulampa. Sistem peringatan dini berdasarkan data curah hujan diharapkan dapat memberi informasi tentang banjir, sehingga masyarakat yang bermukim di daerah endemik banjir : (1) dapat memperoleh informasi lebih awal tentang besaran (magnitude) banjir yang mungkin terjadi, (2) waktu yang tersedia untuk evakuasi
korban cukup memadai sehingga risiko yang ditimbulkan dapat diminimalkan. Besaran banjir yang mungkin terjadi meliputi: besarnya debit puncak (peak discharge) dan waktu menuju debit puncak (time to peak discharge).
1.2. Tujuan penelitian 1. Untuk menganalisis hubungan antara curah hujan dan debit dengan analisis regresi berganda 2. Menentukan ambang batas curah hujan yang menyebabkan terjadinya banjir yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk peringatan dini banjir
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Banjir Banjir merupakan peristiwa terjadinya genangan pada daerah datar sekitar sungai sebagai akibat meluapnya air sungai yang tidak mampu ditampung alur sungai. Menurut Suwardi (1999) bencana banjir merupakan aspek interaksi antara manusia dengan alam yang timbul dari proses dimana manusia mencoba menggunakan alam yang bermanfaat dan menghindari alam yang merugikan manusia. Sedangkan Richards (1955 dalam Suherlan, 2001) mengemukakan bahwa banjir memiliki dua arti yaitu: 1) meluapnya air sungai disebabkan oleh debit yang melebihi daya tampung sungai pada keadaan curah hujan yang tinggi, dan 2) merupakan genangan pada daerah rendah yang datar yang biasanya tidak tergenang. Banjir dan bencana akibat banjir dapat terjadi karena faktor alamiah maupun pengaruh perlakuan masyarakat terhadap alam dan lingkungannya. Faktor alamiah yang utama yaitu elemen meteorologi seperti intensitas, distribusi, frekuensi dan lamanya hujan berlangsung. Kondisi alam lainnya seperti topografi, hidrologi dan pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap perubahan karakteristik aliran sungai berkaitan dengan berubahnya areal konservasi yang dapat memperbesar peluang terjadinya aliran permukaan. Pengaruh perubahan penggunaan lahan erat kaitannya dengan perlakuan masyarakat. Pada umumnya banjir terjadi dikarenakan debit aliran sungai yang terjadi lebih besar daripada kapasitas pengaliran alur sungai. Hujan yang jatuh terus-menerus pada musim hujan biasanya mengakibatkan permukaan air sungai akan meningkat sedangkan
kapasitas penampungan air sungai relatif tetap, sehingga air sungai meluap (Sudaryoko, 1987).
2.2. Curah hujan Intensitas curah hujan menyatakan besaran curah hujan yang jatuh dalam satuan waktu tertentu. Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda disebabkan oleh lamanya hujan turun yang diharapkan dapat terjadi pada kurun waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam waktu ulang (return periode), sedangkan luas daerah penyebaran hujan menunjukkan geografis curah hujan yang dapat diawali oleh suatu titik penangkar hujan ( Sosrodarsono dan Takeda, 1993 ). Hujan yang jatuh kebumi akan mengalami proses intersepsi, infiltrasi dan perkolasi. Sebagian hujan yang diintersepsi oleh tajuk tanaman menguap, sebagian lagi mencapai tanah dengan melalui batang sebagai aliran batang (stemflow) dan sebagian lagi sebagai air lolos (throughfall) yaitu air yang jatuh langsung mencapai permukaan tanah melalui ruang antar daun atau menetes melalui daun, batang dan cabang (Asdak, 2001). Hujan selain merupakan sumber air utama bagi wilayah suatu DAS, hujan juga merupakan salah satu penyebab aliran permukaan bila kondisi tanah telah jenuh, maka air yang merupakan presipitasi dari hujan akan dijadikan aliran permukaan. Sedangkan karakteristik hujan yang mempengaruhi aliran permukaan dan distribusi aliran DAS adalah intensitas hujan, lama hujan dan ditribusi hujan di areal DAS tersebut (Arsyad, 2000; Sudadi et al., 1991) Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume aliran permukaan. Hujan dengan intensitas tinggi akan menyebabkan volume aliran permukan menjadi besar, sehingga laju infiltrasi menurun akibat kerusakan struktur
permukaan tanah yang ditimbulkan oleh besarnya intensitas hujan dan aliran permukaan yang dihasilkan (Asdak, 2001).
2.3. Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) ialah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh alam berupa topografi yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang diterima menuju sistem sungai terdekat yang selanjutnya bermuara di waduk, danau atau laut (Seyhan, 1995). Sedangkan menurut Manan (1985 dalam Mahmudi 2002) DAS merupakan kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan diatasnya beserta sedimen dan bahan larut lainnya kedalam sungai yang akhirnya bermuara kedanau dan laut. Daerah Aliran Sungai (DAS) pada awal perkembangannya hanya dipandang sebagai suatu sistem hidrologi dan sebagai ekosistem alami. Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai kawasan yang terletak diatas suatu titik pada suatu sungai yang dibatasi oleh batas topografi untuk mengalirkan air hujan yang jatuh diatasnya kedalam sungai yang sama dan melalui titik yang sama pada sungai tersebut (Agus, Abdurachman dan Van der Poel, 1997). Chow (1998) menyatakan bahwa DAS merupakan tempat terjadinya proses-proses yang berangkaian dan menjadi bagian dari siklus hidrologi. Proses tersebut dapat ditinjau mulai dari terjadinya hujan (presipitasi), yang merupakan produk langsung dari awan yang berbentuk air maupun salju. Daerah Aliran Sungai (DAS) bagian hulu merupakan bagian terpenting, karena mempunyai fungsi sebagai daerah konservasi air. DAS bagian hulu sering
menjadi masalah dalam pengelolaan DAS, terutama dalam penggunaan lahannya. Perubahan pengelolaan lahan pada DAS hulu akan memberi dampak nyata terhadap DAS bagian hilir.
2.4 Debit Aliran Sungai Aliran sungai adalah aliran air yang berasal dari air hujan yang masuk ke dalam sungai dalam bentuk aliran permukaan yaitu aliran air di atas permukaan tanah yang terjadi karena laju curah hujan melampaui laju infiltrasi. Sebelum air mengalir di atas permukaan tanah, curah hujan terlebih dulu memenuhi air untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi dan simpanan permukaan. Aliran air bawah permukaan yaitu air hujan yang terinfiltrasikan ke dalam tanah, kemudian mengalir dan bergabung dengan debit aliran. Aliran air yang memberikan sumbangan paling cepat terhadap pembentukan debit adalah air hujan yang jatuh langsung di atas permukaan saluran air atau intersepsi saluran.
Gabungan
intersepsi saluran, aliran permukaan, aliran air bawah permukaan disebut sebagai debit aliran. Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume aliran permukaan. Hujan dengan intensitas yang tinggi, maka kapasitas infiltrasi akan terlampaui cukup besar (Asdak, 2001). Besar kecilnya aliran permukaan yang terjadi pada suatu DAS akan mempengaruhi pula debit sungai yang berasal dari DAS tersebut. Aliran permukaan yang besar umumnya terjadi pada musim penghujan dan aliran permukaan yang kecil terjadi pada musim kemarau, begitu pula debit sungai yang tinggi (besar) terjadi pada musim penghujan dan debit sungai yang rendah terjadi pada musim kemarau (Pujiharta dan Fauji, 1981).
Faktor – faktor yang mempengaruhi aliran sungai secara umum dapat dibagi
menjadi 2 yaitu : karakterstik hujan dan karakteristik DAS (Schwab,
Frevert, Edminster dan Barnes, 1981). Karakteristik hujan yang mempengaruhi aliran sungai adalah jumlah, intensitas, lama dan distribusi hujan yang jatuh pada DAS, sedangkan karakteristik DAS ditentukan oleh ukuran, bentuk, orientasi, topografi, geologi dan penggunaan lahan. Subarkah (1980) menambahkan bahwa hal-hal yang mempengaruhi debit sungai yaitu : Meteorologis hujan (besarnya hujan, intensias hujan, luas daerah hujan dan distribusi musiman), suhu udara, kelembaban relative dan angin. Ciriciri DAS yaitu luas dan bentuk DAS, keadaan topogafi, kapadatan drainase, geologi (sifat-sifat tanah), evaluasi rata-rata dan keadaan umum DAS (banyaknya vegetasi, perkampungan, daerah pertanian dan sebagainya).
2.5. Peringatan Dini Banjir Sistem peringatan dini digunakan untuk memberikan informasi tentang sesuatu hal yang akan terjadi, agar bisa memberi peringatan sedini mungkin untuk menghindari atau meminimalkan akibat yang akan ditimbulkan. Sistem peringatan dini tentang banjir sangat penting karena : (1) intensitas dan keragaman hujan menurut ruang dan waktu sangat tinggi sehingga banjir bisa terjadi secara tiba-tiba, (2) hujan besar umumnya terjadi pada sore sampai malam hari, sehingga terjadinya debit puncak umumnya terjadi pada malam hari. Sistem penyampaian peringatan dini tentang banjir kepada masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai peralatan komunikasi seperti telepon, radio, dan televisi (Irianto, 2003).
III.
BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga Nopember 2005. Wilayah yang menjadi lokasi penelitian adalah Daerah Aliran Sungai Ciliwung
1 0 1 7 0 ° 7 0 0 '
1 0 6 ° 5 5 '
1 0 6 ° 5 0 '
Bagian Hulu, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Gambar 1.
ke Ja karta ke Kat ulam pa Bogor
1
0
1
2
Ki lo mete r Ska la 1 :3 00.0 0 0
Ciawi
#
#
Gadog
6 ° 4 0 '
#
6 ° 4 0 '
Cisarua
K eterangan ke Suk abum i
Batas Sub DAS Sungai utam a Anak sungai Jalan utam a
ke Cianjur
Laut J aw a Serang
#J aka rta
#
Lokasi P en el iti an
#
Bog or
#
#
#
#
#
6
# Ta sik ma la ya # In d o n e si a
S um be r : Su da di et a l., 1 99 1; P eta Rup a B um i le mb ar: C isa ru a 12 0 9- 142 e disi -I ta hun 1 998 , da n Ci awi 1 20 9 -1 41 e disi -I ta hun 1 999 (B ako su rta na l).
1 0 6 ° 5 0 '
1 0 7
Lau t
In se t
6 ° 4 5 '
Ma ja len gka
B andun g
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
1 0 7 ° 0 0 '
° 4 5 '
Cia njur Suka bum i Pe labu ha n Ra tu
1 0 6 ° 5 5 '
#
3.2. Alat dan Bahan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Perangkat keras (Hardware) : Komputer 2) Perangkat lunak (Software) : Statistica 5,5 dan Microsoft Excel 2003 Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : 1) Data Curah Hujan harian pada Stasiun Gunung Mas, Stasiun Citeko dan Stasiun katulampa tahun 2000 – 2004. Dengan elevasi dan lokasi seperti tersaji pada tabel 1. 2) Data Debit sungai harian pada Bendungan Katulampa tahun 2000 –2004
Table 1. Stasiun penakar curah hujan DAS Ciliwung bagian Hulu Stasiun
No. Stasiun
Elevasi (m dpl)
Gunung Mas
76 60
1000 920
56
347
Citeko Katulampa
BT
LS
106058’
6042’
106056’ 106050’
6042’ 6038’
Peta lokasi pengambilan data debit stasiun Katulampa dan penakar curah hujan stasiun Gunung Mas, stasiun Citeko dan stasiun Katulampa dapat dilihat pada gambar lampiran 1.
3.3.
Metode penelitian Penelitian ini secara umum terbagi menjadi dua tahap, yaitu: (1) tahap
persiapan dan pengumpulan data, dan (2) tahap analisis data.
3.3.1. Persiapan dan Pengumpulan Data Diawali dengan pengumpulan data Debit harian Stasiun Katulampa dan Curah Hujan harian Stasiun Gunung Mas, Stasiun Citeko dan Stasiun Katulampa
mulai tahun 2000-2004, dan mengumpulkan studi kepustakaan yang ada kaitannya dengan topik penelitian. 3.3.2. Analisis data 1. Analisis Korelasi Berganda (Multiple Correlation Analysis) Analisis korelasi berganda merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua atau lebih peubah sebagai salah satu pertimbangan dalam melihat ada atau tidaknya hubungan sebab-akibat antar peubah tersebut. Di dalam penelitian ini, peubah yang di analisis adalah debit aliran sungai yang ada di Stasiun Katulampa sebagai peubah tidak bebas (dependent variabel) dan peubah curah hujan Stasiun Gunung Mas, Stasiun Citeko dan Stasiun Katulampa sebagai peubah bebas (independent variabel). Apabila dua peubah memiliki kecenderungan yang searah maka dinyatakan sebagai berkorelasi positif, sebaliknya bila memiliki kecenderungan yang berlawanan arah maka dinyatakan sebagai berkorelasi negatif.
Dua peubah
disebut tidak berkorelasi atau tidak memiliki hubungan sama sekali jika nilai koefisien korelasi mendekati nol (Asdak, 2001). Hasil analisis berupa koefisien korelasi yang menyatakan besarnya hubungan antara dua peubah dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
? ( xi yi ) - [(? xi )( ? yi )]/ n rxy =
v {? xi2 - [(? xi )2 ]/ n }{? yi2 - [(? yi )2 ]/ n
Dimana : n : ukuran populasi xi : nilai peubah x untuk anggota populasi ke-i (Curah Hujan) yi : nilai peubah y untuk anggota populasi ke-i (Debit)
Data debit yang digunakan adalah data debit maksimum dengan ketinggian muka air di atas 90 cm, yang merupakan batas ambang ketinggian terjadinya banjir. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan yang terjadi sesuai dengan kejadian debit banjir. Hal ini dikarenakan, debit dengan ketinggian muka air di atas 90 cm pada Bendung katulampa akan menyebabkan banjir di Jakarta (PSDA, 2004). Debit pada Bendung Katulampa diprediksi (diperoleh) dari data tinggi muka air menggunakan
persamaan yang telah dibuat oleh Pendayagunaan
Sumber Daya Air (PSDA) Wilayah Sungai Ciliwung – Cisadane Bogor, yaitu :
Q = 11,403 (H + 0,20)^ 1,715 Dimana : Q = Debit Aliran Sungai (m3/dtk) H = Tinggi Muka Air (cm) Data yang dipilih untuk dilakukan analisis regresi berganda adalah peubah-peubah yang berkorelasi positif > 0,5. 2. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis) Menurut Soewarno (1995) Analisis regresi berganda merupakan suatu analisis yang membahas hubungan diantara satu variabel tak bebas (Y) dengan sejumlah variabel bebas (X).
Dalam analisis regresi berganda jika telah
ditentukan model persamaan matematik yang cocok, persoalan berikutnya adalah menentukan berapa kuat hubungan antara variabel-variabel tersebut.
Suatu
analisis yang membahas tentang derajat asosiasi dalam analisis regresi disebut dengan analisis korelasi (correlation analysis). Nilai koefisien korelasi yang tinggi tidak berarti menunjukan kesamaan kejadian penomena hidrologi
(hydrological similarity) akan tetapi lebih cenderung menunjukkkan kesamaan waktu kejadian atau keserampakan kejadian penomena hidrologi (simultaneity of hydrological events). Persamaan umum untuk menyatakan model regresi linier berganda adalah : Y = A 0 + A1X1 + A iXi Dimana : Y : Debit Aliran Sungai A0 : Titik potong Ai : Koefisien regresi berganda Xi : Curah Hujan ke-i Nilai A0 merupakan titik potong garis regresi terhadap sumbu Y, sedangkan Ai
merupakan koefisien regresi berganda (Multiple Regression
Coefficient) dari variabel tak bebas Y terhadap variabel bebas Xi . 3. Nomogram Hubungan yang menggambarkan pengaruh curah hujan terhadap meningkatnya debit untuk peringatan dini banjir dapat digambarkan dalam bentuk grafik (Nomogram). Nomogram dibuat untuk menentukan batas ambang curah hujan. Menurut informasi dari Bendung Katulampa, bahwa ambang batas debit yang menyebabkan banjir di Jakarta adalah 106.698 m3/dtk dapat dijadikan peringatan dini akan terjadinya banjir. Nomogram yang dibuat berdasarkan persamaan regresi berganda yang diperoleh dengan curah hujan di salah satu Stasiun konstan (0), maka curah hujan di Stasiun lain akan diketahui. Oleh karena itu sistem peringatan dini banjir yang dibuat berdasarkan data curah hujan dapat dimanfaatkan sebagai informasi pendukung dalam memberikan dugaan akan terjadinya banjir.
IV. KEADAAN UMUM DAS CILIWUNG HULU
4.1. Letak dan Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung bagian Hulu berada di Kabupaten Bogor. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) ini adalah ± 16.375 Ha dengan panjang total sungai mencapai kira-kira 96.25 km. Secara geografis Daerah Aliran Sungai (DAS) ini terletak pada 6°35'-6°50' LS dan 106°30'-107°05' BT. Sungai Ciliwung hulu mengalir dari timur ke barat yang berasal dari gunung Mandalawangi dengan ketinggian 1.725 mdpl.
Aliran sungai Ciliwung pada sub DAS Ciliwung hulu
melalui tiga wilayah Kecamatan di Kabupaten Bogor dan satu Kecamatan di Kodya Bogor, yaitu ; Kecamatan Cisarua, Kecamatan Ciawi, Kecamatan Kedung halang, dan kota Bogor timur.
Wilayah sub DAS Ciliwung dibatasi oleh : Sub
DAS Cisadane hulu sebelah Selatan dan Barat, Sub DAS Cibeet sebelah Utara dan Sub DAS Citarum sebelah Timur. Menurut daerah tangkapannya DAS Ciliwung hulu terbagi atas 4 sub-DAS yaitu : Sub DAS Ciesek, Sub DAS Ciliwung Hulu, Sub DAS Cibogo/Cisarua dan Sub DAS Ciseuseupan/Cisukabirus.
4.2. Tanah dan Topografi Di DAS Ciliwung dijumpai 4 jenis tanah yaitu tanah Latosol, Andosol, Podsolik dan Asosiasi Andosol Latosol. Hulu disajikan pada Tabel 2.
Sebaran jenis tanah di DAS Ciliwung
Tabel 2. Jenis Tanah DAS Ciliwung Hulu No 1 2 3 4
Jenis tanah Latosol Andosol Podsolik Asosiasi Andosol dan Latosol
Luas
Topografi
Ha % Datar - Agak Curam 7.581 46,21 Landai - Agak Curam 2.340 14,34 Landai - Agak Curam 2.168 13,25 Curam - Sangat Curam 4.286 26,2 Jumlah 16.375 100%
Jenis tanah latosol mendominasi tanah di DAS Ciliwung Hulu. Tanah ini umumnya mempunyai fisik dengan solum yang dalam, pH agak tinggi dan kepekaan terhadap erosi yang rendah. Keadaan topografi pada daerah DAS Ciliwung Katulampa didominasi kelas lereng landai hingga agak curam. Kelas lereng DAS Ciliwung disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Topografi DAS Ciliwung Hulu Kelas Lereng Deskripsi Kelerengan Datar 0-8 % Agak Landai 8-15 % Landai 15-30 % Agak Curam 30-45 % Curam 45-65 % Sangat Curam > 65 % Jumlah
No 1 2 3 4 5 6
Luas Ha 295 3.049 5.550 5.149 2.208 124 16.375
% 1,8 18,63 33,89 31,45 13,43 0,76 100
4.3. Iklim Berdasarkan klasifikansi agroklimat Oldeman (1977), DAS Ciliwung Hulu mempunyai tipe iklim A dan B1. Tipe iklim A merupakan daerah yang mempunyai periode bulan basah (bulan dengan curah hujan > 200 mm) selama 9 bulan dan bulan kering (bulan dengan curah hujan < 100 mm) kurang dari 2 bulan
secara berturut-turut. Tipe iklim B1 merupakan daerah yang mempunyai periode bulan basah selama 7-9 bulan dan bulan kering < 2 bulan berturut-turut. Suhu rata-rata berkisar antara 23-24 °C dengan kelembaban nisbi antara 73-82 %. Radiasi surya minimum terjadi pada bulan Januari (27,36 %) dan maksimum pada bulan September (81,85 %). Rata-rata penguapan minimum sebesar 2,08 mm terjadi pada bulan Januari sedangkan rata-rata penguapan maksimum sebesar 3,56 mm pada bulan Oktober (Jurusan Tanah IPB, 1990).
4.4. Tataguna Lahan dan Vegetasi Berdasarkan Peta Topografi (2000) di DAS Ciliwung bagian Hulu dijumpai 7 jenis penggunaan lahan, yaitu : Hutan, Kebun, Pemukiman, Sawah, Semak/alang-alang, Tegalan dan Teh. Sebaran penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu disajikan pada Tabel 2. Tabel 4. Penggunaan Lahan DAS Ciliwung hulu (Katulampa) No 1 2 3 4 5 6 7
Penggunaan Lahan Hutan Kebun Pemukiman Sawah Semak/alang-alang Tegalan Teh Jumlah
Luas Ha 5.475 1.575 3.200 1.425 225 2.700 1.775 16.375
(%) 33,4 9,6 19,5 8,7 1,4 16,5 10,8 100%
Hutan di wilayah DAS bagian Hulu cukup luas yaitu mencapai 33,4 %; Pemukiman yang rata-rata berada di sekitar aliran sungai Ciliwung dengan penggunaan lahan sekitar 19,5 %mendominasi daerah hilir DAS; Tegalan dengan luas 16,5 % menyebar luas di daerah DAS dan biasanya menempati sekitar
pemukiman; Tanaman Teh dengan penggunaan lahan sekitar 10,8 % pada elevasi 1000-2000 m dpl umumnya terdapat pada tanah Andosol; Sawah yang luasannya sekitar 8,7 % hampir seluruhnya menggunakan sistem pengairan dan sisanya menggunakan sistem tadah hujan; Kebun dengan luasan 9,6 % didominasi oleh perkebunan tanaman Teh dan Cengkeh. Sedangkan Semak maupun alang-alang luasan arealnya paling kecil yaitu sekitar 1,4 %.
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Permasalahan DAS Ciliwung Hulu Banjir yang terjadi di DAS Ciliwung disebabkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi dan menurunnya daerah resapan air di kawasan Ciliwung. Menurunnya daerah resapan air terutama disebabkan oleh banyaknya areal yang berubah fungsi menjadi areal pemukiman. Di samping itu pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh masyarakat di sepanjang sungai umumnya cenderung tidak memperhatikan metode konservasi tanah.
Hal ini dapat menyebabkan daerah
aliran sungai terganggu dan kapasitas aliran sungai menurun. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya banjir di Jakarta adalah dipengaruhi oleh kondisi dari alam dan kegiatan manusia. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi alam adalah : bentuk topografinya yang landai, kecilnya kapasitas pengaliran sungai yang setiap tahunnya mengalami pendangkalan dan penyempitan lebar sungai, curah hujan yang tinggi, serta tertahannya aliran sungai akibat pasang dari laut dan terjadinya penurunan permukaan tanah karena pengambilan air tanah yang berlebihan. Sedangkan faktor-faktor yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia adalah : berkembangnya daerah dataran rendah yang rawan banjir menjadi daerah pemukiman penduduk, industri dan berbagai kegiatan masyarakat lainnya yang menyebabkan penyempitan sungai, serta berkurangnya daerah resapan air maupun rusaknya sistem drainase. Upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah banjir antara lain : dilakukan pengerukan sedimen, merehabilitasi tanggul sungai untuk menambah kapasitas tampung debit aliran sungai, peningkatan kemampuan meresapnya air hujan dari setiap penggunaan lahan baik daerah hulu maupun hilir dan
menghindari daerah rawan banjir atau bantaran sungai sebagai tempat pemukiman. Pengembangan hutan kota, pengembangan situ di dalam kawasan pemukiman perkotaan dan pengembangan pohon yang berfungsi untuk menyangga air, juga merupakan upaya untuk mengatasi masalah banjir. Pengaruh
limpasan
permukaan
terhadap
bencana
banjir
dapat
ditanggulangi dengan memperbesar kapasitas genangan air di wilayah hulu dan wilayah tengah, sehingga akan mengurangi volume air yang masuk ke wilayah hilir. Usaha penanggulangan dapat dilakukan dengan membangun waduk, danau, dan kolam-kolam. Pada saat diketahuinya gejala awal banjir, maka diperlukan kesiapan untuk mulai melaksanakan tindakan penanggulangan. Usaha tersebut tidak akan berhasil tanpa adanya peran serta dari para petugas dan masyarakat setempat.
5.2. Sistem Peringatan Banjir yang ada saat ini Bendung Katulampa merupakan “check point” pertama guna mengetahui debit aliran air Sungai Ciliwung di kawasan Hulu dari Puncak, yang menuju ke DKI Jakarta setelah melalui pintu air Depok. Pos Pemantau Air Sungai Bendung Katulampa, sering dijadikan indikator tingkat bahaya aliran air dari Bogor yang menuju Jakarta, dan mampu memantau curah hujan di sekitar daerah hulu yang masuk melalui Sungai Ciliwung. Peringatan banjir yang berdasarkan pada debit di Bendung Katulampa di nilai masih kurang memadai. Hal ini karena sempitnya waktu antara peringatan banjir yang disampaikan dengan datangnya banjir, sehingga kesempatan untuk antisipasi banjir yang akan terjadi relatif kecil/sempit. Waktu yang dibutuhkan bagi air untuk mengalir dari Katulampa ke Jakarta sekitar enam jam. Oleh karena
itu, petugas Bendungan selalu mencatat debit dan melaporkannya. Kondisi ini bisa diperbaiki jika peringatan banjir tidak selalu berdasarkan pada catatan debit aliran sungai di Bendung Katulampa, tapi juga dibuat berdasarkan pada catatan curah hujan dari berbagai Stasiun yang ada di DAS Ciliwung Hulu yang bisa diperoleh lebih awal. Data curah hujan yang dibutuhkan dapat diperoleh dari beberapa Stasiun yang tercatat di kawasan Hulu yaitu di Stasiun Gunung Mas, Stasiun Citeko dan Stasiun Katulampa. Pos Duga Air Otomatis (PDAO) yang ada di Bendung Katulampa dibangun oleh Puslitbang Pengairan dan telah diperbaharui oleh Proyek Induk PWS Ciliwung Cisadane (PIPWS). Di samping Pos Duga Air Otomatis (PDAO), di Bendung Katulampa dibangun Pos Pengamatan Peringatan Dini Banjir (Flood Warning System) dengan sistem telemetring yang dipantau di Jakarta. Informasi dari Bendung Katulampa menunjukkan bahwa kondisi saat ini, ketinggian muka air di atas 90 cm di Bendung Katulampa merupakan dasar penentuan tingkatan siaga bagi satgas penanggulangan Banjir di DKI dengan kriteria sebagai berikut : §
Siaga I : Tinggi Air > 310 cm, debit 1.854 m3/dtk. Dengan pemberitaan setiap 0,5 jam sekali.
§
Siaga II : Tinggi Air > 240 cm sampai 310 cm, debit mulai 702 m3/dtk sampai debit 1.854 m3/dtk. Dengan pemberitaan setiap 1 jam sekali.
§
Siaga III : Tinggi Air > 170 cm sampai 240 cm, debit mulai 411 m3/dtk sampai debit 702 m3/dtk. Dengan pemberitaan setiap 3 jam sekali.
§
Siaga IV : Tinggi Air > 90 cm sampai 170 cm, debit mulai 106 m3/dtk sampai debit 411 m3/dtk. Dengan pemberitaan setiap 6 jam sekali.
5.3. Korelasi antara Debit dengan Curah Hujan Analisis korelasi berganda antara debit dan curah hujan dilakukan untuk mengetahui tingkatan keeratan antara debit aliran sungai Bendung Katulampa dengan curah hujan Stasiun Gunung Mas, Stasiun Citeko dan Stasiun Katulampa (Tabel lampiran 1). Hasil analisis korelasi berganda disajikan pada tabel 3.
Tabel 5. Korelasi antara Curah Hujan dan Debit Tahun 2000-2004
Curah Hujan Stasiun (mm)
Debit m3/dtk Tahun 2000
Tahun 2001
Tahun 2002
Tahun 2003
Tahun 2004
Gunung Mas
0.3
0.5
0.9
0.3
0.5
Citeko
0.7
-0.5
0
-0.3
-0.4
Katulampa
0.9
0.5
-0.8
-0.4
0.6
Hasil analisis korelasi berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi bervariasi dari tahun ke tahun. Oleh karena itu hasil korelasi berganda pada tahun-tahun awal tidak dapat digunakan.
Data yang digunakan untuk
mengembangkan sistem peringatan dini banjir adalah data tahun 2004, yang merupakan data terakhir yang diperoleh dalam penelitian ini. Curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa memberi pengaruh yang cukup signifikan (nyata) tehadap meningkatnya debit aliran sungai, karena memilki kecenderungan yang searah (berkorelasi positif) terhadap meningkatnya debit aliran sungai. Sedangkan Curah hujan Stasiun Citeko tidak memiliki kecenderungan yang searah (berkorelasi negatif) terhadap meningkatnya debit sehingga data curah hujan Stasiun Citeko tidak dapat digunakan sebagai penduga debit. Oleh karena itu, pada analisis selanjutnya hanya curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa dapat dijadikan indikator peringatan dini banjir. Sedangkan curah hujan Stasiun Citeko tidak digunakan.
5.4. Persamaan Regresi Berganda antara Debit dengan Curah Hujan tahun 2004 Analisis Regresi berganda dilakukan untuk menentukan hubungan fungsional antara dua atau lebih variabel, hubungan antara debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu dengan curah hujan dianalisis dengan mencari persamaan. Untuk mendapatkan hubungan fungsional tersebut, maka limpasan permukaan (debit) sebagai peubah tak bebas dan curah hujan digunakan sebagai peubah bebas (Tabel Lampiran 2). Hasil persamaan regresi berganda antara debit aliran sungai Bendung Katulampa dengan curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa pada DAS Ciliwung Hulu sebagai berikut : QK = 6.141+ 1.880 CH G + 1.903 CH K
R2 = 0.70
Dimana : QK
: Debit Stasiun Katulampa (m3/dtk)
CH G
: Curah Hujan Staiun Gunung Mas (mm)
CHK
: Curah Hujan Stasiun Katulampa (mm)
Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa keragaman data antara curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa dengan debit adalah 0.70 atau 70% dari keragamana data yang diterangkan dengan model persamaan regresi berganda.
Debit aliran sungai pada DAS Ciliwung Hulu
cenderung meningkat dengan meningkatnya curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa masing-masing sebesar 1.880 mm dan 1.903 mm.
5.5. Peringatan Banjir Berdasarkan Curah Hujan Ambang batas debit aliran sungai di Bendung Katulampa yang menyebabkan terjadinya banjir adalah 106.698 m3/dtk. Dari persamaan regresi berganda yang diperoleh, maka ditetapkan ambang batas curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa. Seperti yang tertera pada Gambar 2 jika curah hujan di Stasiun Katulampa konstan (0), maka curah hujan di Stasiun Gunung Mas sebesar 53 mm. Sebaliknya jika curah hujan di Stasiun Gunung Mas konstan (0), maka curah hujan di stasiun Katulampa sebesar 53 mm.
Pada
Gambar 2 terlihat bahwa batas ambang curah hujan di Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa masing-masing sebesar 53 mm. Nilai ambang batas curah hujan dikedua Stasiun tersebut sama, karena koefisien regresi dari persamaan yang diperoleh menunjukkan bahwa curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa hampir sama yaitu sebesar 1.880 mm dan 1.903 mm.
CH Sta Katulampa (mm)
100 80 Daerah Banjir
60 40 20 0 0
20
40
60
80
CH Sta Gunung Mas (mm)
Keterangan : (¦ ) data lapang CH dan Debit
Gambar 2. Grafik peringatan dini banjir DAS Ciliwung Hulu tahun 2004
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa garis (Nomogram) tersebut menunjukkan garis ambang batas curah hujan antara Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa dengan debit sebesar 106.698 m3/dtk. Jika nilai curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa lebih besar atau berada diatas ambang batas, maka akan menyebabkan terjadi banjir.
Sebaliknya, jika nilai
curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun katulampa lebih kecil atau berada dibawah ambang batas, maka tidak menyebabkan terjadi banjir.
5.6. Implikasi Sistem Peringatan Banjir Berdasarkan Data Lapang Untuk mengetahui apakah nomogram (grafik) yang dibuat cukup baik sebagai dasar peringatan banjir, maka data lapang debit aliran sungai di Bendung Katulampa dengan data curah hujan di Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa diplotkan pada nomogram tersebut.
Peringatan dini banjir
pada
nomogram tersebut hanya didasarkan pada data lapang kejadian hujan di Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa pada DAS Ciliwung Hulu.
Tabel 6. Data debit banjir dan curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa tahun 2004 Tanggal
Debit (m/dtk)
Stasiun Curah Hujan (mm) Gunung Mas Katulampa
Posisi di Ambang Batas
Banjir/ Tidak Banjir
19-Feb-04
106.698
40
36
Atas
Banjir
22-Apr-04
106.698
31
42
Bawah
Tidak Banjir
17-Feb-04
130.674
23
20
Bawah
Tidak Banjir
11-Apr-04
130.674
67
20
Atas
Banjir
27 Des 04
230.880
72
24
Atas
Banjir
18-Jan-04
274.725
45
90
Atas
Banjir
Dari 6 data Lapang tersebut, 4 data berada di atas ambang batas curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa, sisanya berada di bawah ambang batas. Empat (4) data banjir di atas ambang batas sesuai dengan kondisi sebenarnya. Artinya 67 % dari 4 data kejadian hujan mempunyai hasil prediksi banjir yang sesuai dengan kondisi sebenarnya. Sedangkan 2 data lainnya (33%) mempunyai hasil prediksi hasil yang tidak sesuai. Debit yang tercatat pada 2 kejadian hujan tersebut sudah di atas ambang batas, tetapi curah hujan pada 2 kejadian hujan tersebut ada di bawah ambang batas.
Hasil ini menunjukkan
bahwa peringatan dini banjir berdasarkan curah hujan di DAS Ciliwung Hulu cukup baik untuk digunakan, an diharapkan dapat mengurangi kejadian akan terjadinya banjir di Jakarta dan sekitarnya. Hasil pendugaan oleh sistem ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi pendukung akan terjadinya banjir. Berbagai sistem penduga telah dibangun dan dimanfaatkan dalam upaya pengelolaan banjir yang akan terjadi, salah satunya adalah sistem peringatan dini akan terjadinya banjir. Curah hujan yang dijadikan indikator sebagai peringatan dini dapat dimanfaatkan untuk informasi pendukung akan terjadinya banjir. Debit aliran sungai merupakan air yang mengalir pada suatu titik atau tempat per satuan waktu. Banyak faktor yang mempengaruhi debit aliran sungai salah satunya adalah curah hujan sebagai penyumbang terbesar. Hujan yang turun pada suatu DAS terdistribusi menjadi aliran permukaan yaitu air yang mengalir di atas permukaan tanah karena curah hujan melampaui laju infiltrasi, aliran air bawah permukaan yaitu air yang terinfiltrasi ke dalam tanah setelah mencapai lapisan kedap air, aliran bawah tanah yaitu air bawah tanah yang bergerak menuju
saluran secara lateral dan lambat melalui daerah yang jenuh air, dan aliran hujan yang jatuh ke sungai. Banjir di DAS Ciliwung Hulu dipengaruhi oleh curah hujan dengan intensitas yang tinggi. Intensitas curah hujan yang jatuh dipermukaan bumi dengan volume besar dan terjadi dalam waktu yang cukup lama dapat menyebabkan debit aliran sungai meningkat, sehingga akan menyebabkan terjadinya banjir.
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Korelasi berganda antara debit aliran sungai Bendung Katulampa dengan curah hujan Stasiun Gunung Mas, Stasiun Citeko dan Stasiun Katulampa yang memiliki keeratan yang bervariasi dari tahun 2000-2004. Nilai korelasi yang digunakan untuk mengembangkan sistem peringatan dini banjir adalah tahun 2004, yaitu curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa. Sistem peringatan banjir berdasarkan data curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa tahun 2004 memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap meningkatnya debit, sehingga dapat dijadikan sebagai indikator peringatan dini banjir di DAS Ciliwung Hulu. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa keragaman data antara curah hujan dengan debit adalah 0.70. Ambang batas untuk debit banjir yaitu 106.698 m3/dtk, sehingga dari hasil persamaan regresi berganda menunjukkan bahwa ambang batas curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa yang terjadi masing-masing sebesar 53 mm. Berdasarkan hasil validasi dengan data lapang, bahwa nomogram yang dibuat dari persamaan regresi berganda dapat memprediksi kejadian banjir dengan baik. Sekitar + 67 % dari data kejadian banjir yang digunakan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
6.2. Saran Penelitian lebih lanjut dengan data debit dan curah hujan diharapkan dapat digunakan untuk memprakirakan besarnya volume air dari suatu DAS dengan menggunakan metode SCS (Soil Conservation Service). Sehingga dapat merencanakan bangunan pengendali banjir dan mencegah terjadinya banjir yang berkaitan dengan pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya air.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F., A. Abdurachman, dan Piet Van Der Poel. 1997. Daerah Aliran Sungai sebagai Unit Pengelolaan Pelestarian Lingkungan dan Peningkatan Produksi Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Halaman 27 – 42. Anwar, S. 2005. Pengembangan Indikator Sistem Peringatan Dini Banjir dan Teknik Prakiraan debit banjir Sungai Cimanuk. Disertasi. Program studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. September 2005. Arsyad, S. 2000. konservasi tanah dan Air. Cetakan ketiga. Ipb Press. Bogor. 316 kali. Asdak, C. 2001. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Lembaga Ekologi. Universitas Padjajaran. Fakultas Pertanian. Bandumg, September 2001. Chow, V. T., T. David dan W. Larry. 1998. Applied Hydrology. Mc. Grow. Hill. USA. Direktorat Rehabilitasi Dan konservasi Tanah. 1997. Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Ciliwung Bagian Hulu. Departemen Kehutanan. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitas Lahan. Jakarta, Mei 1997. Hillel, D. 1971. Soil and Water. New York. Academic press Irianto, G. 2003. Sistem Peringatan Dini Banjir. Htpp://www.Kompas.com. Kepala Bagian Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Badan Litbang Pertanian. Bogor, 3 Maret 2003. Jurusan Tanah IPB. 1990. Pengkajian Perubahan Penggunaan Lahan Daerah Sekitar Puncak dan Akibat yang Ditimbulkan. Laporan Penelitian. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Manan S. 1985. Peranan Hidrologi Hutan dan Pengelolaan DAS. Prosiding Lokakarya Pengelolaan DAS Tepadu. Departemen Kehutanan – UGM. Yogyakarta, 3 – 5 Oktober 1985. Pujiharta, AG dan Ahmad Fauzi. 1981. Beberapa Indikator Fisik Untuk Menentukan Kebijaksanaan Pendahuluan Dalam Pengelolaan DAS. Lokakarya Pengelolaan terpadu DAS Di Indonesia. Balai Penelitian Hutan Bogor. Jakarta, 26 – 27 Mei 1981.
PSDA Ciliwung – Cisadane. 2004. Kegiatan Manajemen DPS Dan Hidrologi Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Ciliwung – Cisadane. Laporan. Kalibrasi Bendung Ciliwung – Katulampa. Bogor. Schwab G. O., R. K. Frevert, t. W. Edminster, dan K. Barnes. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. Third Ed Toronto. John Wiley and Sons. Inc. Seyhan, E. 2001. Dasar-Dasar Hidgologi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Soewarno. 1995. Hidrologi. Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisis Data. Penerbit “NOVA”. Bandung, 7 Mei 1995. Sosrodarsono, S. , dan K. Takeda. Pradaya Paramita. Jakarta.
1980.
Hidrologi untuk Pengairan.
PT.
Subarkah, I. 1980. Hidrologi dan Perencanaan Bangunan Air. Bandung. Idea Dharma. Suherlan, E. 2001. Zonasi Tingkat Kerentanan Banjir Kabupaten Bandung Menggunakan Informasi Geografi. Skripsi. Jurusan Geofisika dan meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suwardi. 1999. Identifikasi dan Pemetaan Kawasan Rawan banjir di Sebagian Kotamadya Semarang Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Utomo, W . H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia. Suatu Rekaman dan Analisis. Malang : Universitas Brawijaya. Utomo, W. Y. 2004. Pemetaan Kawasan berpotensi Banjir Di DAS Kaligarang Semarang Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wischmeier, W. H. and D. D. Smith. 1978. Predicting raifall erosion losses. A guide to conservation planning. USDA Handbook no. 537.
Tabel Lampiran 1. Data Debit Maksimum dan Curah Hujan stasiun Gunung Mas, stasiun Citeko dan stasiun katulampa Tahun 2000-2004 Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
Tanggal
CH Stasiun (mm)
Debit (m3/dtk)
Gunung Mas
Citeko
Katulampa
2-Okt-00
130.674
8
0
2
27-Jan-00
274.725
75
24
36
4-Feb-00
274.725
19
26
36
25-Mar-00
274.725
9
0
13
12-Nop-00
525.525
28
24
71
2-Nop-01
106.698
7
31
28
14-Nop-01
106.698
1
22
80
16-Nop-01
106.698
35
30
0
15-Apr-01
230.880
52
13
37
8-Feb-01
274.725
46
21
85
7-Jan-01
343.200
35
34
35
7-Jun-01
411.675
20
0
102
17-Mar-02
130.674
10
0
154
8-May-02
274.725
8
0
97
12-Feb-02
308.900
13
90
53
20-Apr-02
343.200
14
24
57
18-Jan-02
525.525
25
0
51
8-Feb-03
230.880
8
72
0
2-May-03
130.674
8
26
42
28-Ags-03
106.698
0
57
90
29-Sep-03
274.725
0
0
0
5-Okt-03
230.880
88
17
80
27-Des-03 19-Feb-04
130.674 106.698
15 40
20 46
6 36
22-Apr-04
106.698
20
79
42
17-Feb-04
130.674
23
57
20
11-Apr-04
130.674
67
0
20
27-Des-04
230.880
72
46
24
18-Jan-04
274.725
45
19
90
Tabel Lampiran 2. Data Curah Hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa dengan Debit Tahun 2004 Tanggal
Debit (m/dtk)
Stasiun Curah Hujan (mm) Gunung Mas
Katulampa
19-Feb-04
106.698
40
36
22-Apr-04
106.698
20
42
17-Feb-04
130.674
23
20
11-Apr-04
130.674
67
20
27 Des 04
230.880
72
24
18-Jan-04
274.725
45
90
Tabel Lampiran 3. Data Curah Hujan dan Debit Banjir Tahun 2000-2004 Tahun
Terjadi Banjir
Debit
Curah Hujan Stasiun (mm)
H (cm)
Tanggal
(m3/dtk)
Gunung Mas
Citeko
Katulampa
200 170 200 130 130
12 -11 - 2000 07 - 06 - 2001 18 - 01- 2002 29 - 04 - 2003 18 - 01- 2004
525.525 411.675 525.525 274.725 274.725
28 20 25 0 45
24 0 0 0 19
71 102 51 0 90
2000 2001 2002 2003 2004
Tabel Lampiran 4. Debit Air yang melintas diatas mercu Bendung katulampa Ciliwung Hulu H (cm)
Debit yang mengalir (m3/dtk)
H (cm)
Debit yang mengalir (m3/dtk)
10
1.216
120
244.200
20
4.508
130
274.725
25
9.140
140
308.900
30 35 40 45
10.128 13.801 18.720 19.320
150 160 170 180
343.200 378.675 411.675 449.625
50 60 70
29.194 44.190 64.398
190 200 210
492.525 525.525 566.775
80
83.904
220
610.500
90 100
106.698 130.674
230 240
651.750 702.075
110
214.500
250
740.025
Gambar Lampiran 1. Peta Lokasi Pengambilan Data
Gambar Lampiran 2. DAS Ciliwung Hulu dari arah Puncak
Gambar Lampiran 3. DAS Ciliwung menuju Jakarta