PENENTUAN BATAS AMBANG CURAH HUJAN PENYEBAB BANJIR (Studi Kasus DAS Ciliwung Hulu)
ARRIDHA DARA KOMEJI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ABSTRACT ARRIDHA DARA KOMEJI, Determining of rainfall generating flood (Case Study: Ciliwung Hulu Watershed). Under direction of MUH. TAUFIK. One of the flood occurrences that always causes loss to the state almost every year is the Flood of Jakarta. The loss might be minimized if the flooding discharge is able to be early predicted. The objective of this study determined rainfall generating flooding. We applied multiple regression method to develop relation between rainfall and discharge in Ciliwung Hulu Sub-Watershed. Rainfall data from three stations (Gunung Mas, Citeko, and Katulampa) and flood discharge at Bendung Katulampa were used in this study. This study consist of three categories model, the first model was relation of every station against discharge Alert IV until Alert I, the second model was relation of stations against discharge in 1996 – 2008, and the last model was relation of stations against disharge which was not use zero data of rainfall or disharge with the same period. Model for estimating rainfall threshold using Multiple Linear Regression has been incompatible to be developed for flood early warning. Because small value of determination coefficien which was only less than 50%. Based on the first model the rainfall causes of flood was undeterminable. The second model gave rainfall threshold for Gunung Mas, Citeko and Katulampa as value as 183 mm, 176 mm, and 149 mm. Variance inflation factor for Gunung Mas, Citeko and Katulampa as value as 1.5, 1.4, and 1.1, p-value was 0.000, and R2 was 33.6%. The third model gave threshold rainfall as value as 253 mm, 253 mm and 125 mm, with variance inflation factor for Gunung Mas, Citeko and Katulampa as value as 1.4, 1.4, and 1.0, p-value was 0.000, with R2 was 24.6%. Based on the historical data, flood is usually happened on January and February. To minimize the loss, in that month the official functionary in upstream should be ready in reporting the discharge for the downstream official functionary. Keyword: flood, rainfall, discharge, multiple regression method, ciliwung hulu sub-watershed
ABSTRAK ARRIDHA DARA KOMEJI, Penentuan Batas Ambang Curah Hujan Penyebab Banjir (Studi Kasus: DAS Ciliwung Hulu). Dibimbing oleh MUH. TAUFIK. Banjir Jakarta merupakan salah satu kejadian yang selalu menimbulkan kerugian negara hampir setiap tahun. Kerugian tersebut bisa diminimalisasi apabila tersedia sistem peringatan dini yang dapat menduga debit banjir lebih cepat. Salah satu metode untuk mengestimasi debit banjir adalah menggunakan metode regresi berganda. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan batas ambang curah hujan penyebab banjir. Pada penelitian ini data yang digunakan berupa curah hujan tiga stasiun yaitu Gunung Mas, Citeko, dan Katulampa dan debit banjir Bendung Katulampa (DAS Ciliwung Hulu). Penelitian ini terdiri dari tiga kategori model yaitu hubungan curah hujan terhadap debit banjir Siaga IV – Siaga I, hubungan antara tiga stasiun curah hujan terhadap debit tahun 1996-2008, dan hubungan tiga stasiun curah hujan terhadap debit tanpa memasukkan data debit atau curah hujan bernilai nol. Pemodelan untuk menduga debit banjir berdasarkan hubungan curah hujan dan debit menggunakan metode regresi berganda, belum bisa diterapkan sepenuhnya. Nilai R 2 yang cukup kecil (kurang dari 50%) mengindikasikan bahwa performa model secara umum dianggap belum layak. Model pertama belum bisa menghasilkan batas ambang curah hujan penyebab banjir. Model kedua menghasilkan batas ambang curah hujan penyebab banjir untuk stasiun Gunung Mas, Citeko, dan Katulampa berturut-turut sebesar 183 mm, 176 mm, dan 149 mm. Nilai variance inflation factor untuk Gunung Mas, Citeko, Katulampa berturut-turut sebesar 1.5, 1.4, and 1.1, dengan p-value 0.000, dan R2 sebesar 33.6%. Sedangkan model ketiga menghasilkan batas ambang sebesar 253 mm, 253 mm dan 125 mm. Nilai variance inflation factor untuk Gunung Mas, Citeko, Katulampa berturut-turut sebesar 1.4, 1.4, and 1.0, dengan p-value 0.000, dan R2 sebesar 24.6%. Berdasarkan data historis, informasi mengenai kejadian banjir umumnya terjadi pada bulan Januari dan Februari. Oleh karena itu, pada bulan-bulan tersebut sebaiknya petugas bendung di bagian hulu lebih siaga dalam melaporkan debit kepada petugas penjaga pintu di bagian hilir. Kata Kunci :banjir, curah hujan, debit, metode regresi berganda, DAS ciliwung hulu
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENENTUAN BATAS AMBANG CURAH HUJAN PENYEBAB BANJIR (Studi Kasus DAS Ciliwung Hulu)
ARRIDHA DARA KOMEJI G24080043
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Nama NIM
: Penentuan Batas Ambang Curah Hujan Penyebab Banjir (Studi Kasus DAS Ciliwung Hulu) : Arridha Dara Komeji : G24080043
Menyetujui, Pembimbing
Muh. Taufik, S.Si., M.Si. NIP. 19810303 200701 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP. 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan kasih sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penentuan Batas Ambang Curah Hujan Penyebab Banjir (Studi Kasus DAS Ciliwung Hulu). Tidak lupa sholawat serta salam penulis haturkan kepada nabi besar Muhammad SAW. Semoga ajarannya selalu menerangi kehidupan ini. Penulis menyadari keterlibatan banyak pihak dalam penyelesaian penelitian ini, baik yang memberikan masukan, kritik maupun bantuan material dan spiritual. Karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Muh. Taufik, S.Si, M.Si. atas segala bentuk bantuan, saran, nasihat dan bimbingan yang telah diberikan. 2. Bapak Prof.Dr.Ir.Hidayat Pawitan dan Bapak Drs.Bambang Dwi Dasanto,M.Si. sebagai dosen penguji dalam tugas akhir atas saran, nasihat dan bimbingan yang telah diberikan. 3. Mama dan Papa tercinta, Kak Ardy, dan Dek Ni, serta seluruh keluarga besarku yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, dukungan, perhatian, kesabaran dan pengorbanannya, semoga Allah SWT membalas dengan surga-Nya. 4. Seluruh dosen dan staff departemen Geofisika dan Meteorologi IPB. 5. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (PUSAIR) Bandung yang telah memberikan bantuan berupa informasi dan data pendukung dalam penelitian ini. 6. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air BPSDA Ciliwung-Cisadane Bogor yang telah memberikan bantuan berupa informasi dan data pendukung dalam penelitian ini. 7. Bapak Andi Sudirman, selaku Petugas Bendung Katulampa yang selalu menyediakan waktu untuk memberikan informasi dan data pendukung dalam penelitian ini. 8. Saudara seperjuangan GFM 45 atas persaudaraan, persahabatan, kerjasama dan dukungan yang luar biasa selama ini. 9. Seluruh mahasiswa departemen Geofisika dan Meteorologi atas persahabatan dan kerjasamanya. 10. Teman-teman TPB dari asrama putri Rusunawa lorong 5B atas persaudaraaan dan persahabatannya. 11. Teman-teman kost Wismaku (Aulia, Pong-pong, Diyah,Ari, Dita) dan Alcatraz (Mela, Farrah, Bibik, Kiki dan Arin) atas bantuan semangat dan doanya. 12. Teman-teman dari Ikatan Keluarga Mahasiswa Asal Bumi Sriwijaya (IKAMUSI) Bogor atas persaudaraan, kerjasama, doa dan dukungannya. 13. Teman-teman dari Youth Care About The Orphans (Hanifah, Dewa, Fida, Fella, Ketty, Sintong, Dicky, Maria, Farrah, Ratdil, Dody, Fitra, Dilla Pera, Mirna, Nae, Putri), Indonesian Climate Student Forum (Hijjaz, Edo, Wengky, Noya, Ima, Ocha, Zia, Mani, Dissa, Santi dkk), atas persahabatan, persaudaraan, dan dukungannya selama ini. 14. Adik-adik asuh dari panti asuhan Permata Hati dan anak-anak didik dari SDN 1, SDN 3, dan SDN 4 Darmaga, terima kasih atas kekeluargaan, kebahagiaan dan keceriaannya. 15. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebut satu per satu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Masukan dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Arridha Dara Komeji, lahir di Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan pada tanggal 16 Agustus 1990, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Aria Toufan dan Ibu Ainuniah. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Baturaja dan pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif disejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (Himagreto) pada Departemen Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa serta Informasi dan Komunikasi tahun 2010-2012, dan volunteer pada Indonesian Climate Student Forum (ICSF) 2010-2012. Selain itu penulis juga pernah mengikuti kegiatan magang di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung pada tahun 2011. Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Penentuan Batas Ambang Curah Hujan Penyebab Banjir (Sudi Kasus DAS Ciliwung Hulu), dibimbing oleh Bapak Muh. Taufik, S.Si, M.Si.
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI...........................................................................................................................................ix DAFTAR TABEL...................................................................................................................................xi DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................................................ xiii I PENDAHULUAN................................................................................................................................ 1 1.1
Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
1.2
Tujuan ....................................................................................................................................... 1
II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................... 1 2.1
Definisi dan Karakteristik Banjir .............................................................................................. 1
2.2
Model Hidrologi untuk Banjir ................................................................................................... 2
2.3
Komponen Hidrologi ................................................................................................................ 2
2.4
Keragaman Hujan dan Pengaruh ENSO terhadap Indonesia ................................................... 3
2.5
Penelitian sebelumnya di ciliwung hulu .................................................................................... 4
2.6
Metode Regresi ......................................................................................................................... 4 2.6.1 Definisi dan Kegunaan ................................................................................................... 4 2.6.2 Persamaan Regresi Berganda ........................................................................................... 4 2.6.3 Asumsi dalam Regresi Berganda ..................................................................................... 4 2.6.4 Data Pencilan dan Transformasi....................................................................................... 5 2.6.5 Uji Kelayakan Model ....................................................................................................... 5
2.7
Banjir Jakarta dan Sistem Peringatan Dini Banjir Saat Ini ........................................................ 5
III BAHAN DAN METODE................................................................................................................. 6 3.1
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................................... 6
3.2
Keadaan Umum DAS Ciliwung Hulu ....................................................................................... 6
3.3
Bahan dan Alat .......................................................................................................................... 6
3.4
Metode ...................................................................................................................................... 7 3.4.1 Tahap persiapan dan pengumpulan data
...................................................................... 7
3.4.2 Tahap pengolahan dan analisis data ................................................................................. 7 IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................................................... 8 4.1
Kondisi Umum Daerah Penelitian ............................................................................................. 8
4.2
Analisis Regresi Berganda ........................................................................................................ 9 4.2.1 Hubungan Curah Hujan (Dua dan Tiga Stasiun) terhadap Debit Banjir Siaga IV Hingga Siaga I ................................................................................................ 9 4.2.2 Pemeriksaan Asumsi .................................................................................................... 10
x
4.2.3 Hubungan Tiga Stasiun Curah Hujan Terhadap Data Debit Tahun 1996-2008 .................................................................................................................... 11 4.2.4 Hubungan Tiga Stasiun Curah Hujan Terhadap Data Debit Tahun 19962008 (Tanpa Memasukkan CH atau Debit Bernilai Nol) ............................................. 12 4.3
Analisis Data Kejadian Banjir ................................................................................................. 12
4.4
Pengaruh ENSO terhadap Frekuensi Banjir di Bendung Katulampa ...................................... 13
V SIMPULAN DAN SARAN............................................................................................................... 13 5.1
Simpulan ................................................................................................................................. 13
5.2
Saran ....................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................ 14 LAMPIRAN........................................................................................................................................... 16
xi
DAFTAR TABEL
1.
Halaman Kriteria intensitas curah hujan di wilayah Indonesia .................................................................... 3
2.
Korelasi antara curah hujan dan debit tahun 2000-2004 ................................................................ 4
3.
Karakteristik data penelitian .......................................................................................................... 7
4.
Tingkat siaga dan frekuensi pelaporan tinggi muka air di Bendung Katulampa ........................... 7
5.
Persamaan regresi hubungan antara debit stasiun Katulampa pada hari H dengan curah hujan pada hari H dan curah hujan beberapa hari sebelum hari H ....................................... 9
6.
Persamaan dari model yang dihasilkan .......................................................................................... 11
7.
Data kejadian banjir dengan curah hujan minimum ...................................................................... 12
8.
Tabulasi data kejadian banjir di DAS Ciliwung Hulu–Bendung Katulampa ................................. 13
xii
DAFTAR GAMBAR
1.
Halaman Tiga tipe hujan menurut rata-rata pola hujan tahunan ................................................................... 3
2.
Skema sebuah sistem peringatan dini dengan indikator tinggi muka air ....................................... 6
3.
Curah hujan rata-rata, maksimum dan minimum bulanan stasiun (a) Gunung Mas 1978 – 2010 (b) Citeko 1981 – 2008 (c) Katulampa 1981 – 2010................................................. 9
4.
Residual plot antara debit stasiun Katulampa pada hari H dengan curah hujan pada hari H di stasiun Gunung mas, Citeko dan Katulampa sebelum transformasi ............................... 10
5.
Residual plot antara debit stasiun Katulampa pada hari H dengan curah hujan pada hari H di stasiun Gunung mas, Citeko dan Katulampa setelah transformasi ................................. 10
6.
Pengaruh SOI terhadap frekuensi banjir tahunan di DAS Ciliwung Hulu – Bendung Katulampa ...................................................................................................................................... 13
xiii
DAFTAR LAMPIRAN 1.
Halaman Data curah hujan Stasiun Gunung Mas, Citeko, Katulampa (H-5 hingga H) dan debit kejadian banjir Katulampa hari H ......................................................................................... 17
2.
Data kejadian banjir yang terpilih dari tahun 1996-2008............................................................... 23
3.
Kondisi ENSO El Nino-Southern Oscillation di (Nino 3.4) .......................................................... 26
4.
Gambar mercu bendung Katulampa .............................................................................................. 27
5.
Gambar intake bendung Katulampa............................................................................................... 27
6.
Gambar ketinggian air yang melintas di mercu bendung Katulampa ............................................ 28
7.
Gambar mercu bendung dan intake bendung Katulampa ............................................................. 28
8.
Gambar stasiun curah hujan Katulampa ........................................................................................ 29
1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bencana yang menyebabkan kerugian di Indonesia hampir setiap tahun adalah banjir Jakarta. Sebagai contoh, banjir tahun 2007 yang memakan korban sebanyak 79 jiwa, menenggelamkan ratusan ribu rumah, mengganggu kegiatan ekonomi warga, serta menimbulkan berbagai penyakit pasca banjir. Perkiraan kerusakan dan kerugian akibat banjir pada tahun tersebut mencapai 5,16 triliun rupiah, dengan potensi kerugian ekonomi mencapai 3,60 triliun rupiah (BAPPENAS 2007). Kerugian akibat banjir, dapat diminimalkan apabila tersedia sistem peringatan dini banjir yang dapat memprediksi debit banjir lebih awal. Secara konseptual, metode prediksi debit banjir harus memperhitungkan semua aspek bio-fisik DAS, meliputi kondisi tutupan lahan, jenis dan lapisan tanah, kemiringan lahan, kondisi iklim dan pola saluran drainase. Akan tetapi metode tersebut sulit untuk diterapkan, karena membutuhkan kajian dari berbagai disiplin lmu yang kompleks. Hal ini akan memakan waktu dan biaya yang sangat tinggi. Salah satu metode yang cukup sederhana dalam mengestimasi debit banjir adalah menggunakan metode regresi berganda. Metode ini telah diterapkan dibeberapa negara, seperti pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Hankou, Cina oleh Liang (1988) dengan hasil yang cukup baik. Penelitian Grenti (2006) menggunakan metode regresi berganda untuk membangun sistem peringatan dini banjir menunjukkan hasil yang cukup baik. Data yang digunakan berupa curah hujan beberapa stasiun di wilayah Bendung Katulampa (DAS Ciliwung Hulu) dengan debit banjir siaga IV. Begitu juga penelitian Anwar (2006) dengan studi kasus DAS Cimanuk menunjukkan hasil yang cukup baik pula. Penelitian ini menggunakan metode yang sama dengan studi kasus DAS Ciliwung Hulu sebelumnya, tetapi dengan data yang lebih panjang. Penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi tentang banjir lebih awal. Sehingga masyarakat, khususnya yang bermukim di daerah rawan banjir dapat memperoleh informasi mengenai besaran banjir yang akan terjadi.
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui hubungan antara curah hujan dan debit menggunakan analisis regresi berganda. 2. Membuktikan metode regresi berganda dalam penentuan ambang batas curah hujan penyebab banjir, sebagai salah satu dasar untuk pengembangan sistem peringatan dini. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Karakteristik Banjir Banjir merupakan luapan atau genangan badan air yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi atau salju yang mencair, atau dapat pula karena gelombang pasang. Dalam istilah teknis, banjir dapat juga dianggap sebagai aliran sungai yang telah melampaui kapasitas tampung sungai. Genangan akibat banjir berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi, bahkan menyebabkan kehilangan jiwa. Penyebab banjir dan lama genangan tidak hanya disebabkan oleh air sungai yang meluap, tetapi juga oleh curah hujan yang tinggi dan fluktuasi muka air laut. Hal ini terutama terjadi pada dataran aluvial pantai, unit geomorfologi seperti daerah rawa, dan pertemuan sungai dengan dataran aluvial yang merupakan daerah rawan banjir (Somantri 2008). Banjir dapat terjadi baik secara alamiah, maupun dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan lingkungan. Kondisi alamiah tersebut, antara lain curah hujan, kapasitas sungai, kapasitas drainase dan pengaruh air pasang. Sedangkan banjir akibat aktivitas manusia yaitu perubahan kondisi DAS dan kawasan pemukiman di sekitar bantaran akibat kerusakan hutan (vegetasi alami), serta dapat pula disebabkan oleh perencanaan sistem pengendali banjir yang tidak tepat. Untuk mengatasi permasalahan banjir, perlu diketahui secara pasti faktorfaktor penyebab terjadi banjir. Dengan demikian, upaya pengendalian banjir pada suatu wilayah berbeda dengan wilayah yang lain (Sebastian 2008).
2
2.2 Model Hidrologi untuk Banjir Pemodelan adalah suatu cara penyederhanaan untuk menerangkan proses rumit yang terjadi di alam ke dalam gambar atau bahasa matematika, berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku agar mudah dipahami. Dengan demikian, model hidrologi merupakan sebuah sajian sederhana dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks (WMO 1994). Plate (2009) menyebutkan bahwa model hidrologi untuk keperluan manajemen banjir terdiri dari dua bagian yang berhubungan yaitu model untuk perencanaan dan model operasi. Metode pendugaan debit banjir terdiri dari metode rasional, metode empiris, metode hidrograf satuan dan metode frekuensi banjir (Rakhecha dan Vijay 2009). a) Metode rasional Metode ini menduga debit banjir berdasarkan karakteristik fisik dan hidrolik suatu DAS. Secara matematis debit banjir untuk metode rasional adalah Q = 0.278 CIA, dimana Q: debit banjir (m3/s), C: Koefisien Runoff, I: Intensitas curah hujan (mm/jam) dan A: luas DAS. b) Metode empiris Hampir semua rumus empiris dalam menentukan debit puncak banjir menggunakan luas DAS sebagai parameter yang mempengaruhi banjir. Rumus empiris ini hanya berlaku pada daerah tertentu yang memiliki karakteristik DAS yang sama dengan DAS lain. Berikut beberapa rumus empiris yang sering digunakan di India antara lain: Rumus Dicken Q=CA3/4, dimana Q adalah debit puncak dalam m3/s, C adalah konstanta Dicken, dan A adalah luas DAS dalam km3. Rumus Ryves Q=CA2/3, dimana Q adalah debit puncak dalam m3/s , C adalah konstanta Ryves dan A adalah luas DAS dalam km2. Rumus Balrel dan Mellwarth Q=0.3025A/(278+A)0.78, dengan A adalah luas DAS (Rakhecha dan Vijay 2009). c)
Metode Hidrograf Satuan Konsep hidrograf satuan merupakan suatu upaya menentukan debit puncak berdasarkan curah hujan efektif yang terjadi pada periode waktu tertentu.
d) Metode Frekuensi Banjir Metode ini menggunakan pendekatan peluang terlampaui dalam menduga debit banjir, dengan menggunakan rumus P=m/N+1, dimana P adalah peluang terlampaui, m adalah urutan kejadian banjir dan N total kejadian banjir. 2.3 Komponen Hidrologi Proses hidrologi dalam suatu DAS secara sederhana dapat digambarkan dengan hubungan antara unsur masukan yakni hujan, proses, dan keluaran yaitu berupa aliran. Besar curah hujan tertentu akan menghasilkan aliran tertentu pula. Aliran ini selain dipengaruhi oleh karakteristik DAS, juga sangat bergantung pada karakteristik hujan yang jatuh. Karakteristik hujan meliputi jeluk hujan, intensitas dan durasi hujan, sedangkan karakteristik DAS meliputi topografi, geologi, geomorfologi, tanah, penutup lahan/vegetasi, dan pengelolaan lahan serta morfometri DAS (Hadi 2006). Karakteristik hujan merupakan hal-hal yang berkaitan dengan curah hujan berdasarkan dimensi ruang dan waktu. Karakteristik curah hujan tersebut antara lain: a. Kelebatan (intensitas), berhubungan dengan besarnya curah hujan per satuan waktu (biasanya dinyatakan dalam mm/jam atau per satuan waktu lain) b. Kekerapan (frekuensi), berhubungan dengan jumlah curah hujan dalam selang waktu tertentu. Misalnya jumlah kejadian hujan dalam seminggu. c. Penyebaran (distribusi), berhubungan dengan daerah dan pola persebaran curah hujan. d. Jujuh (durasi), berhubungan dengan lama hujan dalam setiap kejadian. e. Jeluk hujan, berhubungan dengan jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal (BMKG 2010). Analisis data curah hujan terdiri dari dari analisis titik dan analisis hujan wilayah. Analisis titik merupakan metode analisis data yang dikumpulkan dari satu stasiun sebagai individu. Sedangkan analisis hujan wilayah merupakan analisis curah hujan pada suatu daerah berdasarkan data individu setiap stasiun yang berada di daerah tersebut.
3
Tabel 1
Kriteria Intensitas Curah Hujan di Wilayah Indonesia
Kategori Ringan Sedang Lebat Sangat Lebat
Curah Hujan 1-5 mm/jam atau 5-20 mm/hari 5 – 10 mm/jam atau 20 – 50 mm/hari 10 – 20 mm/jam atau 50100 mm/hari >20 mm/jam atau 100 mm/hari
(Sumber: BMKG 2010)
Terdapat tiga tipe curah hujan yang terdapat di Indonesia, yaitu tipe A, B dan C. Tipe A ditandai dengan garis tebal meliputi wilayah Indonesia bagian selatan, terdiri dari Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Sulawesi, dan beberapa daerah di Irian Jaya. Tipe B ditandai dengan garis putus-putus pendek meliputi wilayah barat laut Indonesia, mulai dari Sumatera Utara hingga Kalimantan Timur. Sedangkan tipe C ditandai dengan garis putus-putus panjang meliputi Maluku dan Sulawesi Utara. Tipe C merupakan daerah dengan pengaruh ENSO (El Nino-Southern Oscillation) yang paling kuat, kemudian diikuti oleh tipe A (Aldrian dan Susanto 2003). Menurut (Boerema 1938) dalam Boer 2003, wilayah Indonesia memiliki tiga tipe hujan yakni ekuatorial, muson, dan lokal. Pola muson dicirikan oleh bentuk curah hujan yang bersfat unimodal (satu puncak musim hujan pada Bulan Desember). Secara umum, musim kemarau berlangsung dari April hingga
September dan musim hujan berlangsung dari Oktober hingga Maret. Tipe ekuatorial dicirikan dengan pola hujan berbentuk bimodal, yakni dua puncak hujan, pada bulan Maret dan Oktober (saat matahari berada pada garis ekuator). Sementara itu tipe lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodal, dengan satu puncak yang berlawanan dengan tipe muson 2.4 Keragaman Hujan dan Pengaruh ENSO terhadap Indonesia Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Fenomena ENSO tidak hanya mempengaruhi tinggi hujan tetapi juga mempengaruhi awal musim kemarau atau akhir musim hujan tergantung pada waktu pembentukan, lama dan intensitas. Secara umum, pada saat terjadi El-Nino, awal musim hujan di wilayah bertipe iklim monsoon mengalami keterlambatan antara satu sampai dua bulan, dan pada saat berlangsung fenomena La-Nina, akhir musim hujan mengalami keterlambatan atau awal musim kemarau mundur sekitar satu bulan. Letak geografis juga menentukan respon aktivitas ENSO. Salah satu cara untuk mengevaluasi tingkat kepekaan daerah terhadap kejadian ENSO adalah dengan melihat kondisi hujan menurut fase SOI (Southern Oscillation Index). Indeks ini menggambarkan perbedaan tekanan udara di dekat permukaan laut di Tahiti dengan Darwin (Tjasyono 2003).
Gambar 1 Tiga tipe hujan menurut rata-rata pola hujan tahunan (Sumber: Aldrian dan Susanto 2003)
4
2.5 Penelitian sebelumnya di ciliwung hulu Penelitian terdahulu oleh Grenti (2006), mengenai peringatan dini banjir berdasarkan data curah hujan, studi kasus DAS Ciliwung Hulu memberikan hasil yang cukup baik. Analisis dilakukan menggunakan data kejadian banjir tahun 2000-2004. Tabel 2
Korelasi antara curah hujan dan debit tahun 2000-2004 Stasiun 2000 2001 2002 2003 2004 Gunung Mas 0.3 0.5 0.9 0.3 0.5 Citeko 0.7 -0.5 0 -0.3 -0.4 Katulampa 0.9 0.5 -0.8 -0.4 0.6
Hasil analisis korelasi menunjukkan nilai korelasi bervariasi dari tahun ke tahun. Berdasarkan tabel 2, data yang digunakan untuk mengembangkan sistem peringatan dini banjir adalah data tahun 2004. Curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa menunjukkan hubungan yang searah dan memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kenaikan debit katulampa. Sedangkan Stasiun Citeko tidak memiliki korelasi yang searah. Oleh karena itu, pada analisis selanjutnya, hanya curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa yang dijadikan indikator untuk peringatan dini banjir. Persamaan regresi berganda hubungan antara debit mercu Katulampa dengan curah hujan Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa berdasarkan kejadian banjir tahun 2004, memiliki persamaan sebagai berikut: Q = 6.41 + 1.88 CHGM + 1.093 CHKT, R2 = 0.7 Q : Debit stasiun Katulampa (m3/s) CHGM : Curah Hujan St. Gunung Mas (mm) CHKT : Curah Hujan St. Katulampa (mm) Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa 70% keragaman data dapat diterangkan dengan persamaan tersebut. Model tersebut cukup baik. Debit minimum penyebab banjir pada penelitian ini adalah sebesar 106.698 m3/s. Berdasarkan persamaan regresi tersebut, dapat ditentukan batas ambang CH penyebab banjir di Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Katulampa. Apabila curah hujan di Stasiun Katulampa konstan (0), maka curah hujan di Stasiun Gunung Mas sebesar 53 mm. Apabila curah hujan di Stasiun Gunung Mas konstan (0), maka curah hujan di Katulampa sebesar 52.8 mm atau bila dibulatkan menjadi 53 mm. Dengan demikian,
batas ambang curah hujan penyebab banjir untuk kedua stasiun curah hujan tersebut adalah sebesar 53 mm. 2.6 Metode Regresi 2.6.1 Definisi dan Kegunaan Regresi merupakan salah satu alat statistika yang secara umum digunakan untuk analisis deskripsi dan analisis prediksi. Analisis deskripsi untuk menggambarkan hubungan antara variabel penjelas (peubah tak bebas) dan variabel respon (peubah bebas). Sedangkan analisis prediksi untuk memprediksi nilai respon dari peubah bebas dalam kisaran data sampel yang ada berdasarkan model regresi (Kuiper 2008). 2.6.2 Persamaan Regresi Berganda Persamaan regresi berganda adalah persamaan regresi dengan satu peubah tak bebas (Y) dengan lebih dari satu peubah bebas (X1, X2, X3,...Xn). Hubungan antara peubahpeubah tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan berikut: Y = A0 + A1X1 + A2X2+....+ AiXi+ɛ Keterangan: Y : peubah tak bebas A0 : intersep atau titik potong Ai : Koefisien regresi berganda ke-i Xi : Peubah bebas ke-i ɛ : Sisaan Sisaan (ɛ) merupakan selisih antara nilai sesungguhnya dengan nilai yang diramalkan oleh model persamaan regresi. Sisaan dapat dianggap sebagai galat yang teramati, jika model yang dihasilkan tersebut benar (Huynh 2000). Persamaan regresi dibangun menggunakan metode kuadrat terkecil. Metode ini memilih suatu garis yang membuat jumlah kuadrat galat (jarak vertikal dari titik-titik pengamatan ke garis regresi) sekecil mungkin (Walpole 1982). 2.6.3 Asumsi dalam Regresi Berganda Sebelum menilai performa model regresi, perlu melakukan pemeriksaan asumsi terhadap galat yang dihasilkan Matson (2007), antara lain : a. Galat saling bebas satu sama lain atau tidak ada masalah kolinier. Secara eksploratif, plot sisaan yang dapat dipergunakan untuk memeriksa asumsi ini adalah plot antara sisaan dengan
5
urutan sisaan tersebut. Apabila sisaan saling bebas, maka plot tersebut tidak akan memiliki pola apapun. VIF atau the variance inflation factor adalah indikator yang dapat digunakan untuk memeriksa ada atau tidak gejala multikolinearitas antar peubah bebas. Nilai VIF yang lebih besar dari 5–10 mengindikasikan terdapat gejala multikolinearitas yang signifikan (Tasker dan Milly 2005). b.
c.
Memiliki ragam yang konstan (homogen). Asumsi kehomogenan ragam memainkan peranan yang sangat penting di dalam pendugaan dengan metode kuadrat terkecil. Asumsi ini berimplikasi bahwa setiap pengamatan pada peubah respon mengandung infomasi yang sama penting. Pengaruh dari tidak dipenuhinya asumsi ini adalah presisi/kecermatan dari penduga metode kuadrat terkecil menjadi lebih kecil. Secara eksploratif ragam dikatakan homogen jika titik-titik tersebar secara merata atau seimbang baik di atas maupun dibawah garis, dengan maksimum ragam yang kecil. Galat mengikuti sebaran normal. Asumsi bahwa sisaan menyebar normal tidak terlalu penting dalam pendugaan parameter regresi dan pemisahan total keragaman. Penduga dengan metode kuadrat terkecil tetap merupakan penduga takbias terbaik apabila asumsi lain terpenuhi. Kenormalan hanya diperlukan pada waktu pengujian hipotesis dan penyusunan selang kepercayaan bagi parameter. Secara umum, pengaruh ketidaknormalan sisaan terhadap pengujian dan penyusunan selang kepercayaan adalah bahwa taraf nyata yang berkaitan dengan dua hal tersebut tidak lagi sesuai dengan yang ditentukan. Secara eksploratif, asumsi kenormalan dapat dianalisis melalui histogram sisaan maupun plot normal.
2.6.4 Data Pencilan dan Transformasi Sisaan yang merupakan data pencilan merupakan sisaan dengan nilai yang jauh berbeda dengan rata-rata sisaan lain. Pencilan menunjukkan data tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda dengan titik-titik data yang ada. Pencilan dapat memberikan informasi yang mungkin tidak dapat dijelaskan oleh data lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis lebih lanjut. Pencilan dapat ditolak (tidak dipakai dalam membangun model), jika setelah ditelusuri bahwa data pencilan tersebut merupakan akibat dari kesalahan. Seperti kesalahan pencatatan atau alat yang digunakan (Drapper dan Smith 1981). Transformasi merupakan usaha untuk merubah data ke dalam fungsi matematika tertentu. Transformasi dilakukan untuk mengatasi masalah ketidaknormalan dan ketidakhomogenan ragam (Agarwal dan Pant 2009). 2.6.5 Uji Kelayakan Model Kelayakan model regresi dalam memprediksi variabel tidak bebas, dapat dilihat berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi merupakan suatu nilai yang menggambarkan seberapa besar kemampuan variabel bebas menjelaskan keragaman variabel tidak bebas (Eisenhauer 2003). 2.7 Banjir Jakarta dan Sistem Peringatan Dini Banjir Saat Ini Banjir di Jakarta, secara umum disebabkan oleh: i. Fungsi saluran drainase yang tidak memadai, dan semakin berkurang daerah resapan untuk Jakarta. ii. Pemeliharaan sungai yang sulit karena sebagian bantaran sungai telah digunakan sebagai pemukiman. iii. Pola pengelolaan sampah yang buruk. iv. Kerusakan daerah tangkapan air di bagian hulu akibat alih fungsi lahan yang kurang tekendali (BAPPENAS 2007). Peringatan dini banjir merupakan upaya memberikan peringatan kepada masyarakat sesegera mungkin sejak diketahui bahwa banjir akan terjadi. Hakikat pengamatan dan peringatan siaga adalah memanfaatkan waktu perjalanan. Upaya ini bertujuan untuk menyelamatkan jiwa manusia yang terkena banjir dan meminimalkan kerugian materi dan dampak lingkungan (BAPPENAS 2006). Indikator banjir yang selama ini dikembangkan untuk peringatan dini adalah
6
Gambar 2 Skema sebuah sistem peringatan dini dengan indikator tinggi muka air (Sumber: BAPPENAS 2006)
berdasarkan tinggi muka air. Indikator ini diamati secara terus-menerus dan beroperasi penuh di musim penghujan. Pada saat musim kemarau, indikator beroperasi minimal sebagai pengumpul data. Pencatatan data yang terjadwal akan memberikan sumbangan data yang berkualitas. Skema sistem pengamatan menggunakan indikator tinggi muka air ditunjukkan oleh Gambar 2. Sistem peringatan dini terdiri dari komponen sebagai berikut: i. Pusat Pengendali yang akan memberikan antisipasi menghadapi banjir apabila diperkirakan banjir akan terjadi. ii. Stasiun Pengamat Hulu dan Hilir yang ditempatkan pada lokasi-lokasi strategis. Di tiap Stasiun Pengamat dipasang papan duga yang sudah dikalibrasi sebelumnya. iii. Diagram Penelusuran Banjir (flood routing) disusun spesifik per sistem daerah/kota. Dari diagram ini dapat dibaca lama perjalanan banjir dari hulu ke hilir. III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni tahun 2012 bertempat di Laboratorium Hidrometeorologi dengan studi kasus DAS Ciliwung bagian hulu, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. 3.2 Keadaan Umum DAS Ciliwung Hulu Secara geografis DAS Ciliwung terletak pada 6o35’-6o50’LS dan 106o30’-107o05’BT. Bendung Katulampa termasuk dalam SubDAS Ciliwung Hulu yang terletak di
Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, pada ketinggian ±367 mdpl. Luas DAS di bendung Katulampa adalah 150.30 km2. Luas total DAS Ciliwung secara keseluruhan adalah sekitar 337 km2 dengan panjang sungai 96.25 km. Bendung Katulampa dibuat pada zaman Pemerintahan Belanda selesai pada tahun 1911. Bendung ini pertama kali berfungsi sebagai intake atau pengambilan air untuk keperluan irigasi. Tetapi saat ini menjadi multifungsi untuk berbagai keperluan, diantaranya: i. Bendung - Bangunan kontrol dasar sungai - Flood warning system, untuk memantau debit banjir Jakarta - Mengatur debit untuk alokasi air - Pintu penguras untuk membilas lumpur di udik bendung - Jembatan pelayanan, dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyebrang ii. Irigasi - Untuk mengairi sawah dan kolam - Air baku industri - Air domestik (keperluan masyarakat) - Air baku untuk Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor - Drainase air limpasan - Konservasi dengan resapan untuk stabilitas muka air tanah dangkal sekitar saluran dan mengairi kepada situ-situ (PSDA 2004). 3.3 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data debit dan curah
7
hujan. Data curah hujan tersebut meliputi, curah hujan harian dan bulanan. Adapun data debit yang digunakan adalah debit harian. Dalam membuat persamaan regresi, analisis dilakukan mengunakan data curah hujan harian dan debit pada tahun 1996-2008. Sedangkan untuk mengetahui distribusi curah hujan sesuai waktu, menggunakan data curah hujan bulanan sesuai periode data yang tersedia. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer disertai perangkat lunak Microsoft Excel dan Minitab 14. Adapun karakteristik data penelitian terdapat pada Tabel 3: Tabel 3 Karaktristik data penelitian Nama Stasiun
Jenis Data
Elevasi
Koordinat
Periode Data
Gunung Mas
CH
1000
106o58’ BT 6o42’ LS
1978 – 2010
Katulampa
CH
347
106o50’BT 6o38’ LS
1981 – 2010
Citeko
CH
920
106o56’ BT 6o42’ LS
1985 – 2008
347
106o50’ BT 6o38’ LS
19962011
Katulampa
Debit
Keterangan: CH = Curah Hujan 3.4 Metode Penelitian ini secara umum terbagi menjadi dua tahap, yaitu persiapan dan pengolahan data. 3.4.1 Tahap persiapan dan pengumpulan data Pada tahap ini meliputi beberapa kegiatan antara lain: a) Mengumpulkan literatur yang berkaitan dengan topik penelitian b) Mengumpulkan data debit harian Stasiun Katulampa dan curah hujan harian Stasiun Gunung Mas, Stasiun Citeko dan Stasiun Katulampa c) Memilih hari kejadian banjir berdasarkan kondisi siaga IV (Tabel 4) Kondisi siaga IV dianggap sebagai batas ambang kejadian banjir, sehingga debit yang digunakan adalah debit dengan ketinggian muka air lebih besar atau sama dengan 80 cm (90.046 m3/s). Berdasarkan hal tersebut, kemudian dipilih pula data curah hujan sesuai dengan kejadian banjir. Menurut Anwar (2006), debit banjir dipengaruhi oleh curah hujan beberapa hari sebelum terjadi banjir.
Sehingga analisis pengaruh curah hujan terhadap debit terdiri dari: i. Analisis hubungan antara curah hujan harian pada hari H dengan debit pada hari H. ii. Analisis hubungan antara curah hujan beberapa hari sebelum hari H (H-5, H-4, H-3, H-2, H-1) dengan debit pada hari H. Tabel 4 Tingkat siaga dan frekuensi pelaporan tinggi muka air di Bendung Katulampa
Tingkat Siaga
Tinggi Air di Bendung Frekuensi Debit (m3/s) Katulampa Laporan (cm)
Siaga I
>200
Siaga II
>150 – 200
Siaga III
>80 – 150
Siaga IV
>80
Setiap 0.5 jam Setiap 1 276 – 441 jam Setiap 3 90 – 276 jam Setiap 6 >90 jam
Sumber: Balai Pendayagunaan Ciliwung – Cisadane (2010)
>441
Sumber
Daya
Air
Berdasarkan analisis tersebut, akan diperoleh curah hujan pada hari keberapa yang berpengaruh terhadap kejadian banjir (debit pada hari H). Selain itu, untuk mendapatkan model yang terbaik, akan dibangun pula persamaan regresi yang terdiri dari: i. Hubungan antara tiga stasiun curah hujan terhadap debit dan hubungan antara dua stasiun hujan terhadap debit (menggunakan debit banjir lebih besar atau sama dengan 80 cm (90.046 m3/s). ii. Hubungan antara tiga stasiun curah hujan terhadap data debit tahun 1996-2008. iii. Hubungan antara tiga stasiun curah hujan terhadap data debit tahun 1996-2008 (tanpa memasukkan CH atau debit bernilai nol). 3.4.2 Tahap pengolahan dan analisis data Pada tahap ini, dilakukan pengolahan data dan pemeriksaan asumsi menggunakan metode regresi berganda. Persamaan regresi berganda Persamaan umum metode regresi berganda adalah : Y = A0 + A1X1 + A2X2+....+ AiXi + ɛ . . .(1) Nilai A0 merupakan intersep garis regresi terhadap sumbu Y, sedangkan Ai merupakan
8
koefisien regresi berganda dari variabel tak bebas Y terhadap variabel bebas Xi. Pada kasus ini, persamaan mengandung arti sebagai berikut, seperti yang telah dimodelkan Merdun (2003) di Sungai Saluda, California Utara : Y : Debit Aliran Sungai (m3/s) A0 : Titik potong atau intersep Ai : Koefisien regresi berganda ke-i Xi : Curah Hujan Stasiun ke-i (mm) ɛ : Sisaan
Uji kelayakan model dan pemeriksaan asumsi Performa model secara umum dalam metode regresi berganda dapat dilihat dari nilai p-value. Model dikatakan layak apabila nilai p-value lebih kecil dari α yang digunakan (Tasker dan Mily 2005). Setelah model dikatakan layak secara umum, dilakukan uji multikolinearitas. Dalam regresi berganda terdapat asumsi tambahan yang harus dipenuhi, dimana masing-masing variabel bebas yang diamati harus terbebas dari gejala multikolinearitas. Gejala multikolinearitas adalah gejala korelasi antar variabel, dan masing-masing variabel saling mempengaruhi. Variance inflation factor (VIF) dapat menjadi alat untuk mendeteksi gejala ini. Nilai VIF yang lebih besar dari 5 – 10 mengindikasikan terdapat gejala multikolinearitas yang signifikan. Menurut Matson (2007), tahapan lebih lanjut dalam menilai kebaikan model analisis regresi adalah pemeriksaan asumsi dari sisaan ɛ yang dihasilkan, antara lain : i. Galat saling bebas satu sama lain atau tidak ada masalah kolinier Secara eksploratif, plot sisaan yang dapat dipergunakan untuk memeriksa asumsi ini adalah plot antara sisaan dengan urutan sisaan tersebut. Apabila sisaan saling bebas, maka plot tersebut tidak akan memiliki pola apapun. ii.
Memiliki ragam yang konstan (homogen) Asumsi kehomogenan ragam memainkan peranan yang sangat penting di dalam pendugaan dengan metode kuadrat terkecil. Asumsi ini berimplikasi bahwa setiap pengamatan pada peubah respon mengandung infomasi yang sama penting. Pengaruh dari tidak dipenuhinya asumsi ini adalah presisi penduga metode kuadrat terkecil menjadi lebih kecil. Secara eksploratif ragam dikatakan
homogen jika titik-titik tersebar secara merata atau seimbang baik di atas maupun dibawah garis, dengan maksimum ragam yang kecil. iii. Galat mengikuti sebaran normal Pemeriksaan terhadap asumsi kenormalan dapat dilakukan dengan histogram sisaan maupun plot normal. Data menyebar normal apabila titik-titik sisaan berada disekitar garis atau mengikuti pola pada kurva normal.
Transformasi Transformasi merupakan suatu teknik untuk mengatasi apabila asumsi dalam regresi berganda tidak terpenuhi, khususnya masalah data yang tidak normal dan ragam yang tidak homogen. Transformasi merupakan usaha untuk mengubah peubah dependen menggunakan fungsi matematika tertentu (Agarwal dan Pant 2009). IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Kondisi Umum Daerah Penelitian Karakteristik data curah hujan di ketiga stasiun (Gunung Mas, Citeko, Katulampa), meliputi curah hujan rata-rata bulanan, curah hujan maksimum dan minimum bulanan selama lebih kurang 30 tahun. Berdasarkan analisis, rata-rata curah hujan di wilayah kajian termasuk tinggi, dimana hujan hampir terjadi sepanjang tahun. Curah hujan bulanan rata-rata maksimum terjadi terutama pada musim hujan yaitu bulan Januari dan Februari baik di Stasiun Gunung Mas, Citeko maupun Katulampa. Curah hujan rata-rata tahunan di stasiun Gunung Mas, Citeko, dan Katulampa berdasarkan perhitungan menggunakan periode 1978-2010, berturut-turut bernilai 3496 mm/tahun, 3185 mm/tahun, dan 4170 mm/tahun (Gambar 3a, 3b dan 3c). Kejadian banjir di mercu Bendung Katulampa, dari tahun 1996-2008 terdiri dari 142 kejadian banjir. Berdasarkan kejadian tersebut, sebagian besar banjir terjadi pada bulan Januari dan Februari. Dari data yang diperoleh, curah hujan ekstrim harian yang pernah terjadi di Stasiun Gunung Mas adalah pada tanggal 4 Februari 2007, sebesar 247 mm, Stasiun Citeko sebesar 245 mm pada hari yang sama, dan Stasiun Katulampa sebesar 172 mm pada tanggal 3 Februari 2007.
9
1000
Curah Hujan (mm )
Curah Hujan (mm )
1200
800 600 400 200 0 Jan
Feb Mar Apr Mei Rerata
Jun
Jul Ags Sep Max
1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Jan
Okt Nop Des Min
Feb Mar Apr Mei
Jun
Jul
Rerata
Ags Sep Okt Nop Des
Max
Min
(b)
(a)
Curah Hujan (mm )
1000 800 600 400 200 0
Jan
Feb Mar Apr Mei Jun
Jul
Rerata
Ags Sep Okt Nop Des Max
Min
(c) Gambar 3 Curah hujan rata-rata, maksimum dan minimum bulanan stasiun (a) Gunung Mas 1978 – 2010 (b) Citeko 1981 – 2008 (c) Katulampa 1981 - 2010
4.2 Analisis Regresi Berganda 4.2.1 Hubungan Curah Hujan (Dua dan Tiga Stasiun) terhadap Debit Banjir Siaga IV Hingga Siaga I Persamaan dibuat berdasarkan data curah hujan beberapa hari sebelum terjadi debit banjir, hingga sesuai dengan hari kejadian banjir yang terjadi pada tahun 1996-2008. Tabel 5 Hari Ke-
Persamaan regresi hubungan antara debit stasiun Katulampa pada hari H dengan curah hujan pada hari H dan curah hujan beberapa hari sebelum hari H pada model 1
Persamaan Regresi
R2
GM – CT – KT VS Q H
H-1
H-2
H-3
H-4
H-5
Hasil persamaan regresi menunjukkan bahwa indikator untuk peringatan dini banjir kemungkinan dapat dikembangkan berdasarkan persamaan stasiun debit dan stasiun curah hujan hari H. Hal ini terlihat dari nilai R2 yang paling besar, baik berdasarkan hubungan tiga stasiun curah hujan terhadap debit, maupun hubungan dua stasiun hujan terhadap debit.
Q = 118 + 0,417 GM + 0,436 CT + 0,858 KT 13,0%
Q = 178 + 0,690 GM - 0,330 CT - 0,214 KT 2,5%
Q = 180 + 0,028 GM + 0,281 CT - 0,046 KT 0,7%
Q = 182 - 0,463 GM + 0,704 CT + 0,114 KT 1,4%
Q = 188 + 0,319 GM + 0,089 CT - 0,584 KT 1,4%
Q = 166 + 0,670 GM - 0,161 CT + 0,544 KT 3,5%
Keterangan: α 5%, N= 142 Q : Debit tasiun Katulampa pada hari H GM : Curah hujan stasiun Gunung Mas CT : Curah hujan stasiun Citeko KT : Curah hujan stasiun Katulampa
Persamaan Regresi
R2
CT – KT VS Q
Persamaan Regresi GM – CT VS Q
R2
Persamaan Regresi
R2
GM – KT VS Q
Q = 124 + 0,708 CT + 0,941 KT 11,6% Q = 154 + 0,606 GM + 0,290 CT 6,8% Q = 124 + 0,626 GM + 0,808 KT 11,9%
Q = 183 + 0,181 CT - 0,036 KT
0,2%
Q = 173 + 0,613 GM - 0,317 CT 2,2% Q = 177 + 0,492 GM - 0,203 KT
2,1%
Q = 181 + 0,302 CT - 0,042 KT
0,7%
Q = 179 + 0,019 GM + 0,277 CT 0,7% Q = 181 + 0,211 GM - 0,030 KT
0,4%
Q = 181 + 0,335 CT - 0,059 KT
0,7%
Q = 183 - 0,406 GM + 0,687 CT 1,4% Q = 185 + 0,023 GM + 0,045 KT
0,0%
Q = 189 + 0,304 CT - 0,462 KT
1,0%
Q = 182 + 0,120 GM + 0,057 CT 0,2% Q = 189 + 0,355 GM - 0,581 KT
1,4%
Q = 171 + 0,162 CT + 0,653 KT
1,7%
Q = 174 + 0,747 GM - 0,104 CT 2,5% Q = 164 + 0,620 GM + 0,531 KT
3,4%
10
Koefisien determinasi atau R2 merupakan ukuran mengenai seberapa baik model atau persamaan regresi yang dihasilkan, dalam menjelaskan keragaman data (Tabel 5). Hasil tersebut yang akan dianalisis lebih lanjut. Berikut ini merupakan persamaan regresi hubungan antara tiga stasiun curah hujan terhadap debit. Q =118+ 0,417GM + 0,436CT + 0,858KT ....(2)
Nilai p-value dari persamaan 2 bernilai 0 atau lebih kecil dari α yang digunakan sebesar 5%. Dengan nilai p-value tersebut, model ini secara umum bisa dipakai dalam mengembangkan sistem peringatan dini banjir Jakarta. Selanjutnya, hasil dari uji multikolinearitas menggunakan nilai VIF menunjukkan stasiun Gunung Mas, Citeko dan Katulampa berturut-turut memiliki nilai VIF sebesar 1,5; 1,5; dan 1,0 (kurang dari lima). Berdasarkan hal tersebut, maka stasiun-stasiun curah hujan yang digunakan bebas dari gejala multikolinearitas. 4.2.2 Pemeriksaan Asumsi Analisis berdasarkan nilai p-value dan VIF belum cukup untuk menilai performa model secara utuh. Agar model di atas dapat digunakan dalam mengembangkan sistem peringatan dini banjir, model tersebut harus memenuhi asumsi-asumsi yang terdapat pada regresi berganda melalui nilai sisaannya (metode kuadrat terkecil).
Sisaan merupakan selisih antara data debit aktual dengan keluaran model. Asumsi terdiri dari sisaan menyebar normal, ragam sisaan homogen, sisaan saling bebas atau tidak saling berkorelasi. Hasil model menunjukkan bahwa nilai sisaan tidak menyebar normal (Gambar 4a), yang dapat diketahui dari banyaknya titik yang berada jauh dari garis regresi. Asumsi berikutnya adalah kehomogenan ragam. Kehomogenan ragam dapat dianalisis berdasarkan Gambar 4b. Pada gambar tersebut, titik-titik tersebar tidak merata dengan perbedaan lebar pita yang signifikan. Dengan demikian, asumsi ragam homogen tidak terpenuhi. Asumsi terakhir adalah sisaan saling bebas. Asumsi ini terpenuhi karena titik-titik tersebut tersebar secara acak dan tidak berpola (Gambar 4d) Secara umum, model ini tidak memenuhi asumsi dalam regresi berganda. Oleh karena itu, dilakukan transformasi untuk mengatasi sisaan yang tidak normal dan ragam yang tidak homogen. Transformasi dilakukan hingga pvalue bernilai lebih besar dari α 5% menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, yang secara otomatis dapat dianalisis melalui Minitab 14. Dengan menggunakan metode trial and error, transformasi nilai debit menggunakan fungsi Ln memenuhi persyaratan untuk mengatasi asumsi-asumsi yang tidak terpenuhi, dengan nilai p-value sebesar 0,15
Residual Plots for Q Normal Probability Plot of the Residuals
Residual Plots for ln Q
Residuals Versus the Fitted Values
Normal Probability Plot of the Residuals
600
99,9
10
400
0
1
50 10
0
300
600
150
Histogram of the Residuals
175
200 Fitted Value
225
0,1
250
Residuals Versus the Order of the Data
12
400
d
200 0
-100
0
100
200 300 Residual
400
500
0 Residual
1
2
4,5
5,0
5,5 Fitted Value
6,0
Residuals Versus the Order of the Data
48
1 1 0 20 3 0 40 5 0 60 7 0 80 9 0 00 1 0 20 3 0 40 1 1 1 1 1
Observation Order
Gambar 4 Residual plot antara debit stasiun Katulampa pada hari H dengan curah hujan pada hari H di stasiun Gunung mas, Citeko dan Katulampa sebelum transformasi
Frequency
Residual
c
24
-1
Histogram of the Residuals
600
36
0 -1
-2
1
36
Residual
-300
48 Frequency
1
90
1
Residual
0
b
200
Residual
50
Percent
a
Residual
Percent
99
90
0,1
Residuals Versus the Fitted Values
99,9
99
24
0
12 0
-1 -1,0
-0,5
0,0 0,5 Residual
1,0
1,5
1 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 60 70 80 90 00 10 20 30 40 1 1 1 1 1
Observation Order
Gambar 5 Residual plot antara debit stasiun Katulampa pada hari H dengan curah hujan pada hari H di stasiun Gunung mas, Citeko dan Katulampa setelah transformasi
11
Tabel 6 Persamaan dari model yang dihasilkan
GM
CT
KT
R2 sebelum transformasi (%)
1.5
1.5
1.0
13.5
15.4
Q = EXP [4,67 + 0,00309 GM + 0,00144 CT + 0,00509 KT]
1.0
1.0
11.6
12.9
Q = EXP[4,72 + 0,00345 CT + 0,00570 KT]
6.8
7.9
11.9
15
VIF Model
p value
1
0.000
2
0.000
3
0.008
1.4
4
0.000
1.0
1.4 1.0
R2 setelah transformasi (%)
Persamaan setelah transformasi
Q =EXP[4,88+0,00421GM +0,00057CT] Q = EXP[4,69 + 0,00377 GM + 0,00492 KT]
Keterangan: Model 1 : Gunung Mas-Citeko-Katulampa Vs Debit Katulampa Model 2 : Citeko-Katulampa Vs Debit Katulampa Model 3 : Gunung Mas-Citeko Vs Debit Katulampa Model 4 : Gunung Mas-Katulampa Vs Debit Katulampa Setelah dilakukan transformasi, gambar residual plots for Q menjadi seperti pada Gambar 5, dengan nilai koefisien determinasi lebih besar dari sebelum dilakukan transformasi, yakni sebesar 15.4%. Kemudian persamaan 2 juga ditransformasi menjadi seperti pada model 1 (Tabel 6). Berdasarkan gambar 5, semua asumsi metode regresi berganda terpenuhi. Selain itu, dilakukan pula analisis berdasarkan dua stasiun menggunakan tahapan yang sama seperti hubungan tiga stasiun curah hujan. Analisis terdiri dari : i. stasiun hujan Katulampa dan Citeko terhadap stasiun debit Katulampa ii. stasiun hujan Gunung Mas dan Citeko terhadap debit Katulampa iii. stasiun hujan Gunung Mas dan Katulampa terhadap debit Katulampa
maka batas ambang curah hujan penyebab banjir di Gunung Mas bernilai -55 mm (asumsi tidak terjadi hujan di Citeko dan Katulampa). Begitu pula dengan batas ambang curah hujan stasiun Citeko dan Katulampa berturut-turut sebesar -118 mm dan -33 mm. Persamaan yang dihasilkan secara logika tidak masuk akal, karena batas ambang curah hujan yang negatif mengandung arti bahwa apabila tidak terjadi hujan di ketiga stasiun, maka debit di Bendung Katulampa akan bernilai 106.69 m3/s. Debit tersebut sudah indikator banjir siaga IV. Model tersebut belum bisa diterapkan pada kasus ini, karena persamaan menghasilkan kondisi banjir setiap saat. Untuk memperbaiki model ini, harus dicari 85% faktor lain yang dapat mempengaruhi banjir selain curah hujan.
Hasil dari persamaan semua model menunjukkan bahwa model 1 lebih baik daripada model yang lain. Nilai R2 pada model 1 sebesar 15.4%, mengandung arti bahwa keragaman debit dapat dijelaskan oleh curah hujan di ketiga stasiun tersebut sebesar 15.4%. Nilai R2 yang cukup kecil menunjukkan bahwa performa model ini belum cukup baik untuk digunakan sebagai indikator peringatan dini banjir (Tabel 6). Berdasarkan persamaan yang dihasilkan pada model 1, batas ambang curah hujan penyebab banjir di DAS tersebut tidak dapat diperoleh. Karena dengan Intersep persamaan bernilai 106.69 m3/s (nilai eksponen 4.67 ),
4.2.3 Hubungan Tiga Stasiun Curah Hujan Terhadap Data Debit Tahun 1996-2008 Hasil model hubungan tiga stasiun curah hujan terhadap debit tahun 1996-2008, dapat dilihat pada persamaan berikut ini: Q = 0,283 + 0,432 GM + 0,403 CT + 0,618 KT...(3)
Model tersebut memiliki R2 sebesar 25.4% sebelum dilakukan transfomasi. Analisis asumsi berdasarkan residual plot menunjukkan bahwa perlu dilakukan transformasi. Setelah dilakukan transformasi menggunakan beberapa fungsi matematika, ternyata hasil model tetap tidak memenuhi
12
asumsi. Akan tetapi, transformasi menggunakan fungsi akar menghasilkan nilai R2 terbesar sebesar 33.6%, dengan persamaan berikut: Q = 1,28 + 0,0385 GM2 + 0,0403 CT2 + 0,0474 KT2...(4)
Berdasarkan persamaan tersebut, batas ambang curah penyebab banjir dapat ditentukan. Batas ambang curah hujan penyebab banjir untuk stasiun Gunung Mas, Citeko, dan Katulampa berturut-turut sebesar 183 mm, 176 mm, dan 149 mm. Artinya, sebesar 33.6% kejadian banjir di Katulampa dengan debit minimal sebesar 90.046 m3/s atau 61.34 mm (Siaga IV), disebabkan oleh curah hujan sebesar 183 mm oleh Stasiun Gunung Mas, 176 mm oleh Citeko, dan 149 mm oleh stasiun Katulampa. 4.2.4 Hubungan Tiga Stasiun Curah Hujan Terhadap Data Debit Tahun 19962008 (Tanpa Memasukkan CH atau Debit Bernilai Nol) Hasil model hubungan tiga stasiun curah hujan terhadap debit tanpa memasukkan data debit atau curah hujan bernilai nol, menghasilkan persamaan berikut ini: Q = - 10,9 + 0,509 GM + 0,371 CT + 1,06 KT...(5)
Model tersebut memiliki R2 sebesar 23.3% sebelum dilakukan transfomasi. Analisis asumsi berdasarkan residual plot menunjukkan bahwa model belum memenuhi asumsi regresi berganda, sehingga perlu dilakukan transformasi. Seperti kasus sebelumnya, setelah dilakukan transformasi menggunakan beberapa fungsi matematika, hasil model tetap tidak memenuhi asumsi. Akan tetapi, transformasi menggunakan fungsi akar menghasilkan nilai R2 terbesar sebesar 24.6%, dengan persamaan berikut: Q = 2.29 + 0,027 GM2 + 0,027 CT2 + 0,0574 KT2...(6)
Berdasarkan persamaan 6, batas ambang curah penyebab banjir dapat ditentukan. Batas ambang curah hujan penyebab banjir untuk stasiun Gunung Mas, Citeko, dan Katulampa berturut-turut sebesar 253 mm, 253 mm, dan 125 mm. Artinya, sebesar 24.6% kejadian banjir di Katulampa dengan debit minimal sebesar 90.046 m3/s atau 61.34 mm (Siaga IV),
disebabkan oleh curah hujan sebesar 253 mm oleh Stasiun Gunung Mas dan Citeko, dan 125 mm oleh stasiun Katulampa. 4.3 Analisis Data Kejadian Banjir Pada penelitian ini, model hubungan antara curah hujan terhadap debit banjir (lebih besar atau sama dengan Siaga IV) belum berhasil untuk dikembangkan sebagai sistem peringatan dini banjir Jakarta. Apabila di analisis berdasarkan data curah hujan di ketiga stasiun dan debit banjir di Katulampa, terdapat data-data kejadian banjir dengan curah hujan yang sangat rendah atau dalam kategori hujan ringan (Tabel 7). Pada kasus ini, data-data tersebut dianggap pencilan. Karena penyebab kenaikan muka air di bendung Katulampa secara umum adalah berasal dari hujan. Tabel 7
Data kejadian banjir dengan curah hujan minimum Debit GM CT Tanggal (m3/s) (mm) (mm)
KT (mm)
28-Feb-97
131
2
0
20
26-Feb-98
307
9
1
10
28-Feb-01
231
0
1
18
02-Feb-02
203
14
9
2
07-Feb-07
90
0
4
0
02-Des-08
90
2
2
7
Analisis berikutnya adalah membuat persamaan menggunakan data debit tahun 1996-2008 (tanpa memasukkan CH atau debit bernilai nol). Hasil yang diperoleh menjadi sedikit lebih baik, dibuktikan dengan meningkatnya nilai R2. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan persamaan hubungan antara curah hujan dengan data debit 19962008 menggunakan semua data yang tersedia, diperoleh nilai R2 yang lebih besar. Hal ini mengindikasikan bahwa, kejadian banjir, bukan hanya disebabkan oleh curah hujan. Kecenderungan kejadian banjir yang terjadi di DAS Ciliwung Hulu terutama pada musim hujan bulan Januari dan Februari, seperti pada gambar 4. Pada bulan-bulan tersebut petugas bendung di bagian hulu diharapkan lebih siaga dalam melaporkan debit kepada petugas penjaga pintu di bagian hilir. Sehingga informasi mengenai debit banjir dapat diterima oleh masyarakat pada
13
4.4 Pengaruh ENSO terhadap Frekuensi Banjir di Bendung Katulampa Secara umum, curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh variabilitas iklim seperti ENSO (El Nino-Southern Oscillation), terutama di wilayah yang memiliki tipe hujan muson. Di Indonesia, El-Nino biasanya berasosiasi dengan kejadian kemarau panjang atau kekeringan karena terjadinya penurunan hujan jauh dari normal khususnya musim kemarau. Sebaliknya, La-Nina seringkali berasosiasi dengan kejadian banjir karena terjadinya peningkatan tinggi hujan jauh dari normal. Berikut ini merupakan kejadiankejadian banjir yang terjadi selama tahun pengamatan 1996 – 2008. Tabel 8 Tabulasi data kejadian banjir di DAS Ciliwung Hulu – Bendung Katulampa R No Tahun ENSO Frekuensi Q max max La 1 1996 3 127 740 Nina El 2 1997 4 102 244 Nino La 3 1998 13 110 652 Nina La 4 1999 4 100 611 Nina La 5 2000 6 113 526 Nina 6
2001
Normal
10
105
412
7
2002
El Nino
15
154
442
8
2003
Normal
12
129
275
9
2004
El Nino
7
90
275
10
2005
Normal
14
157
324
11
2006
El Nino
16
127
275
12
2007
Normal
13
247
630
2008
La Nina
25
166
307
13
Pengaruh ENSO terhadap curah hujan di wilayah kajian, dapat dianalisis melalui plotting antara SOI dengan frekuensi kejadian banjir secara umum di DAS Ciliwung HuluBendung Katulampa. Seperti pada gambar berikut ini:
30 Frekuensi banjir Tahunan
waktu yang tepat. Dengan demikian, masyarakat yang berada di bagian hilir dapat mempersiapkan diri untuk mengungsi ke wilayah yang lebih aman, dan kerugian akibat banjir dapat diminimalisasi.
25 20 15
y = 0,114x + 10,91 R² = 0,013
10 5 0
-15
-10
-5
0 5 10 15 SOI Gambar 6 Pengaruh SOI terhadap frekuensi banjir tahunan di DAS Ciliwung Hulu – Bendung Katulampa
SOI negatif menunjukkan kondisi El Nino, sebaliknya SOI positif menunjukkan kondisi La Nina. Untuk wilayah dengan pengaruh ENSO yang kuat. Hubungan antara SOI terhadap curah hujan akan bernilai positif. Dimana semakin tinggi nilai SOI, maka curah hujan juga akan semakin tinggi. Hasil dari plotting di atas, menunjukkan bahwa pengaruh ENSO terhadap hujan di wilayah kajian tidak begitu kuat. Berdasarkan pembagian tipe hujan menurut Aldrian dan Susanto 2003, meskipun Bogor termasuk ke dalam wilayah yang cukup dipengaruhi oleh ENSO (tipe A) atau bertipe muson, tetapi pengaruh ENSO tidak nyata terhadap kejadian hujan. Hal ini terlihat dari tabel kejadian banjir. Meskipun terjadi El Nino, frekuensi kejadian banjir di Katulampa tetap tinggi. Bogor merupakan wilayah dengan keragaman hujan yang cukup tinggi. Pengaruh faktor lokal seperti topografi wilayah yang dikelilingi oleh pegunungan, menyebabkan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun, dan pengaruh ENSO menjadi kurang begitu kuat dalam mempengaruhi kejadian banjir. Oleh karena itu, pengaruh kejadian ENSO terhadap kejadian banjir tidak dianalisis lebih lanjut. V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Pemodelan untuk menduga debit banjir berdasarkan hubungan curah hujan dan debit menggunakan metode regresi berganda, seperti yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, terbukti belum bisa diterapkan sepenuhnya. Nilai R2 yang cukup kecil (kurang dari 50%) mengindikasikan bahwa performa model secara umum dianggap belum layak. Model hubungan curah hujan (dua dan tiga stasiun) terhadap debit banjir Siaga IV
14
hingga Siaga I belum bisa menghasilkan batas ambang curah hujan penyebab banjir. Model hubungan antara tiga stasiun curah hujan terhadap debit tahun 1996-2008 menghasilkan batas ambang curah hujan penyebab banjir untuk stasiun Gunung Mas, Citeko, dan Katulampa berturut-turut sebesar 183 mm, 176 mm, dan 149 mm, dengan R2 sebesar 33.6%. Sedangkan model hubungan tiga stasiun curah hujan terhadap debit tanpa memasukkan data debit atau curah hujan bernilai nol, menghasilkan batas ambang sebesar 253 mm, 253 mm dan 125 mm, dengan R2 sebesar 24.6%. Berdasarkan data historis, informasi mengenai kejadian banjir umumnya terjadi pada bulan Januari dan Februari. 5.2 Saran Perlu kajian mengenai intensitas hujan dan kapasitas infiltrasi, serta faktor lain yang dapat mempengaruhi banjir selain curah hujan. Dengan demikian model yang dihasilkan diharapkan menjadi lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Aldrian E, dan Susanto RD. 2003. Identification of Three Dominant Rainfall Regions Within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature. J. International of Climatology (23): 1435-1452 Agarwal GG, dan R Pant. 2009. Regression Model With Power Transformation Weighting: Aplication to Peak Expiratory Flow Rate. J. Reliability and Statistical Studies 2(1): 52 - 59 Anwar, S. 2006. Pengembangan Indikator Sistem Peringatan Dini Banjir dan Teknik Prakiraan Debit Banjir Sungai Cimanuk. Disertasi. Program Studi Pengelolaan Daerah Sungai. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor BAPPENAS. 2006. Laporan Akhir: Buku 2 Identifikasi Pengelolaan Sumber Daya Air di Pulau Jawa ______. 2007. Laporan Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Pasca Bencana Banjir Awal Februari 2007 di Wilayah Jabodetabek. BMKG. 2010. Press Release Kondisi Cuaca Ekstrim dan Iklim Tahun 2010-2011. [http://www.bmkg.go.id]. Diakses tanggal : 9 Mei 2012
Boer, R. 2003. Penyimpangan Iklim di Indonesia. Makalah. Seminar Nasional Ilmu Tanah, 24 Mei 2003. Draper NR, dan Smith H. 1981. Applied Regression Analysis (Second Edition). John Wiley & Sons. Inc. Terjemahan Bambang Sumantri. 1992. Analisis Regresi Terapan Edisi 2. Jakarta:Gramedia Eisenhauer, JG. 2003. Regression Through the Origin. J. Teaching Statistics 25(3): 76-80 Grenti, LI. 2006. Peringatan Dini Banjir Pada DAS Ciliwung Dengan Menggunakan Data Curah Hujan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Hadi, P. 2006. Pemahaman Karakteristik Hujan Sebagai Dasar Pemilihan Model Hidrologi. (Studi Kasus di DAS Bengawan Solo Hulu). Forum Geografi 20(1): 13 – 26 Huynh, C. 2000. Using Partial Residual Plots in Assessing and Improving the Construct Validity of Multiple Regression Models. J. Multiple Linear Regression Viewpoints 26(2):29-35 Kuiper, S. 2008. Introduction to Multiple Regression: How Much Is Your Car Worth? J. Statistics Education 16 (3): 3842 Liang, GC. 1988. Identification of a Multiple Input, Single Output, Linear, Time Variant Model for Hydrologic Forecasting. J, Hydrology 101:251-262 Matson, JE. 2007. Evaluating Aptness of a Regression Model. J. Statistics Education 15(2):33-37 Merdun, H. 2003. Studies on The Flood Analysis of the Congaree Swamp National Monument. J. Science and Engineering 6( 2): 130-141 Plate, EJ. 2009. Classification of Hydrological Models for Flood Management. J. Hydrology and Earth System Sciences 6:4671-4703 PSDA. 2004. Laporan Kalibrasi Bendung Ciliwung-Katulampa: Kegiatan Manajemen DPS dan Hidrologi Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Ciliwung – Cisadane. Pemerintah Provinsi Jawa Barat: Bogor
15
Rakhecha PR, dan Vijay PS. 2009. Applied Hydrometeorology. India: Springer Sebastian, L. 2008. Pendekatan Pencegahan dan Penanggulangan Banjir. Dinamika Teknik Sipil 8(2): 162 – 169 Setyowati, DL. 2008. Pemodelan Ketersediaan Air Untuk Pengendalian Banjir Kali Blorong Kabupaten Kendal. J. Teknik Sipil & Perencanaan 10(2):127138 Somantri, L. 2008. Pemanfaatan Teknik Penginderaan Jauh untuk Mengidentifikasi Kerentanan dan Resiko Banjir. J. Gea 8(2):31-36 Tasker GD, dan Milly PCD. 2005. An Analysis of Region of Influence Methods for Flood Regionalization in The Gulf Atlantic Rolling Plains. J. The American Water Resources Association 41(1):135-143
Tjasyono, B. 2003. Dampak Enso pada Faktor Hujan di Indonesia. J. Matematika dan Sains. 8(1): 15-22 Walpole, RE. 1982. Introduction to Statistic 3rd Edition. Terjemahan Bambang Sumantri. 1988. Pengantar Statistika Edisi 3. Jakarta: Gramedia WMO. 1994. Guide to Hydrological Practices: Data Acquisition and Processing, Analysis, Forecasting and Other Applications (Fifth Edition).pp 513-514
16
LAMPIRAN
17
Lampiran 1 Data Curah Hujan Stasiun Gunung Mas, Citeko, Katulampa (H-5 hingga H) dan Debit Kejadian Banjir Katulampa hari H tanggal
Q (m3/s)
Gn Mas
Citeko
Katulampa
H
H-1
H-2
H-3
H-4
H-5
H
H-1
H-2
H-3
H-4
H-5
H
H-1
H-2
H-3
H-4
H-5
06-Jan-96
740.325
127
49
80
162
72
70
104
81
99
123
17
13
44
80
39
75
12
21
11-Mar-96
106.698
42
0
0
3
1
0
36
10
12
11
0
4
23
39
13
4
5
24
14-Mar-96
202.8
36
2
9
42
0
0
9
2
19
36
10
12
35
10
3
23
39
13
28-Feb-97
130.674
2
5
17
25
12
50
0
0
11
19
17
18
20
0
0
5
10
31
01-Apr-97
230.88
0
8
0
19
0
0
0
0
3
4
21
2
40
0
0
0
56
0
12-Mei-97
244.2
0
73
36
14
0
0
67
50
0
1
0
5
0
17
40
0
0
0
13-Nop-97
106.698
35
48
28
0
19
1
37
21
10
0
46
3
102
84
7
19
0
7
26-Feb-98
306.9
9
60
66
0
0
44
1
35
1
1
3
37
10
30
0
0
2
0
04-Mar-98
274.725
97
60
0
0
34
10
39
78
12
6
20
31
40
31
40
0
0
0
08-Mar-98
214.5
24
67
67
66
97
60
28
11
5
88
39
78
37
48
4
36
40
31
10-Mar-98
274.725
33
24
24
66
67
66
3
10
28
11
5
88
35
0
37
48
4
36
15-Mar-98
244.2
57
0
3
33
52
33
0
0
1
20
25
3
65
0
0
0
3
35
16-Mar-98
130.674
28
57
0
3
33
52
25
0
0
1
20
25
2
65
0
0
0
3
20-Mar-98
274.5
3
56
0
49
28
57
2
16
20
29
25
0
59
0
67
0
2
65
25-Mar-98
214.5
33
56
99
18
64
3
5
35
60
2
70
2
35
10
16
59
15
59
11-Mei-98
651.75
37
0
34
0
0
0
1
2
19
2
0
6
110
12
0
0
21
0
02-Jun-98
343.2
62
28
0
0
9
0
56
0
0
29
28
23
15
117
0
0
0
73
15-Jun-98
130.674
28
55
3
12
0
20
14
2
5
0
0
0
25
70
12
4
17
0
12-Ags-98
106.698
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
80
0
0
0
0
0
30-Okt-98
130.674
39
0
0
0
18
19
23
4
0
9
0
10
44
6
26
0
25
0
03-Jan-99
106.698
50
6
23
56
9
0
27
10
21
3
6
1
7
34
100
47
0
0
25-Feb-99
610.5
22
60
32
20
90
15
74
27
25
19
3
19
0
0
25
8
12
31
26-Feb-99
130.674
88
22
60
32
20
90
35
74
27
25
19
3
15
0
0
25
8
12
18
30-Jun-99
106.698
52
27
0
0
0
0
1
24
2
0
0
0
100
72
15
10
0
0
27-Jan-00
259.74
75
91
52
7
3
41
42
2
0
19
67
1
36
28
73
24
5
7
28-Jan-00
106.698
113
75
91
52
7
3
0
42
2
0
19
67
0
36
28
73
24
5
03-Feb-00
106.698
85
49
30
5
16
13
44
15
25
31
16
25
55
36
42
45
7
8
04-Feb-00
259.74
19
85
49
30
5
16
7
44
15
25
31
16
36
55
36
42
45
7
05-Feb-00
202.8
65
19
18
49
30
5
37
7
44
15
25
31
0
36
55
36
42
45
12-Nop-00
525.525
28
49
17
2
0
1
27
1
0
0
0
0
71
5
39
15
5
7
07-Jan-01
324.48
35
20
80
33
22
17
16
6
48
24
32
8
35
57
15
8
62
2
08-Feb-01
259.74
105
101
33
20
0
0
30
16
6
48
24
32
34
35
57
15
8
62
11-Feb-01
106.698
92
14
109
105
101
33
44
9
105
74
57
23
20
14
14
34
35
57
12-Feb-01
106.698
70
92
14
109
105
101
63
44
9
105
74
57
0
24
14
14
35
35
28-Feb-01
230.88
0
0
0
0
6
8
1
5
0
12
7
8
18
40
89
0
0
15
06-Apr-01
106.698
21
29
2
0
20
41
35
15
1
0
15
0
94
15
26
27
0
0
14
60
7
6
19
31
14
0
10
2
15-Apr-01
230.88
52
47
62
5
36
7
20
22
18
8
38
3
37
07-Jun-01
411.675
20
0
8
0
0
8
11
4
1
0
2
0
102
02-Nop-01
106.698
7
0
1
32
0
3
9
0
22
22
0
3
28
0
0
0
59
0
29
0
0
10
85
14-Nop-01 18-Jan-02 29-Jan-02 30-Jan-02 31-Jan-02
106.698 441.98 358.02 324.48 245.7
1 25 38 147 83
0 10 36 38 147
0 6 15 36 38
1 3 9 15 36
30 3 0 9 15
12
1
3
1
0
57
0
80
0
19
22
2
10
1
0
51
12
4
0
8
14
6
41
39
32
4
1
9
85
35
40
35
2
12
0
146
41
39
32
4
1
52
85
35
40
35
2
48
146
41
39
32
4
75
52
85
35
40
35
41
39
32
9
01-Feb-02
230.88
63
83
147
38
36
15
59
48
146
18
75
52
85
35
40
02-Feb-02
202.8
14
63
83
147
38
36
9
59
48
146
41
39
2
18
75
52
85
35
03-Feb-02
106.698
14
14
63
83
147
38
2
9
59
48
146
41
25
2
18
75
52
85
7
34
32
8
34
31
53
4
20
22
4
47
7
34
32
8
34
5
53
4
20
22
4
12-Feb-02 13-Feb-02
290.16 130.674
13 119
40 13
30 40
7 30
36 7
41 36
89
19
15-Feb-02
230.88
10
9
119
13
40
30
5
8
89
7
34
32
45
4
5
53
4
20
24
1
15
5
45
16
9
7
7
45
20-Feb-02
202.8
30
25
42
3
8
10
24
24
17-Mar-02
130.674
10
4
2
5
9
79
1
6
3
5
7
42
154
0
0
0
0
8
20-Apr-02
324.48
14
3
4
8
38
0
6
9
1
6
15
0
57
32
34
0
5
6
08-Mei-02
259.74
8
27
2
4
0
0
0
11
0
1
1
0
97
60
7
0
0
0
21-Jun-02
130.674
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
34
0
0
0
0
0
13-Feb-03
106.698
58
30
27
5
35
2
22
41
0
15
2
70
92
35
41
0
20
0
14-Feb-03
202.8
8
58
30
27
5
35
87
22
41
0
15
2
67
92
35
41
0
20
202.8
47
1
15
0
21
3
1
11
4
5
12
0
46
40
15
31
25
20
274.75
71
47
1
15
0
21
59
1
11
4
5
12
129
46
40
15
31
25
106.698
23
11
71
47
1
15
10
69
59
1
11
4
40
108
129
46
40
15
130.674
8
23
11
71
47
1
31
10
69
59
1
11
42
40
108
129
46
40
106.698
16
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
49
0
0
0
0
0
28-Ags-03
106.698
30
0
0
4
0
2
0
0
6
0
2
0
40
0
0
19
0
10
05-Okt-03
230.88
88
36
7
0
0
0
18
4
0
0
0
0
80
14
0
0
0
0
06-Okt-03
202.8
67
88
36
7
0
0
81
18
4
0
0
0
60
80
14
0
0
0
106.698
58
0
2
0
0
3
0
3
0
3
3
15
0
0
10
14
0
80
202.8
16
58
0
2
0
0
39
0
3
0
3
3
0
0
0
10
14
0
106.698
10
11
0
0
0
0
26
0
0
0
0
14
62
25
20
32
0
64
274.725
45
32
0
26
10
9
19
1
27
0
13
2
90
15
0
0
0
32
130.674
23
78
34
14
58
35
57
25
3
59
22
23
20
30
16
15
21
19
70
23
78
34
14
28-Apr-03 29-Apr-03 01-Mei-03 02-Mei-03 19-Mei-03
17-Okt-03 18-Okt-03 10-Jan-04 18-Jan-04 17-Feb-04 19-Feb-04
106.698
40
46
19
57
25
3
59
36
50
20
30
16
15
11-Apr-04
130.674
67
0
51
28
3
0
0
14
31
7
13
3
20
0
34
27
30
0
22-Apr-04
106.698
31
35
29
38
0
0
79
46
33
17
0
0
42
40
0
0
25
0
23
52
51
0
0
22
21
31
42
0
27-Des-04
230.88
72
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
24
16-Jan-05
106.698
30
2
77
5
24
0
31
26
10
20
0
0
46
20
18-Jan-05
324.48
157
70
30
2
77
5
62
53
31
26
10
20
111
54
46
22
21
31
19-Jan-05
130.674
45
157
70
30
2
77
71
62
53
31
26
10
0
111
54
46
22
21
22-Jan-05
230.88
58
30
18
45
157
70
19
21
0
71
62
53
42
15
52
0
111
54
27-Jan-05
130.674
29
1
0
40
14
58
23
0
21
17
29
19
17
0
0
27
0
42
12-Feb-05
188.877
73
40
13
2
12
16
19
32
0
16
0
9
55
30
0
0
0
54
23-Feb-05
138.126
98
13
12
76
15
11
8
10
7
25
22
7
31
25
12
39
42
24
05-Mar-05
113.417
40
19
0
22
40
54
10
17
0
25
0
11
81
12
9
0
35
22
06-Mar-05
90.046
60
40
19
0
22
40
0
10
17
0
25
0
62
81
12
9
0
35
15-Mei-05
161.986
72
0
0
31
36
0
29
0
0
12
0
0
64
0
0
21
0
0
06-Jun-05
90.046
21
35
2
32
12
0
30
0
0
0
0
0
21
84
0
0
0
0
25-Jun-05
90.046
16
17
7
8
12
20
0
0
5
0
0
4
27
42
20
0
17
0
12-Okt-05
161.986
59
2
0
0
0
0
0
17
0
0
13
0
41
31
28
0
0
0
07-Nop-05
90.046
20
20
1
35
0
1
0
10
0
0
0
0
25
20
16
30
25
0
10-Jan-06
90.046
40
2
75
0
3
4
0
70
1
0
2
7
15
0
12
6
0
17
11-Jan-06
90.046
27
40
2
75
0
3
45
0
70
1
0
2
22
15
0
12
6
0
12-Jan-06
90.046
30
27
40
2
75
0
27
45
0
70
1
0
42
22
15
0
12
6
23-Jan-06
138.126
127
6
4
0
20
5
3
3
0
0
9
11
65
0
16
0
0
19
06-Feb-06
90.046
40
30
5
0
0
10
9
2
0
0
16
20
54
9
7
11
0
14
09-Feb-06
113.417
82
40
25
40
30
5
46
24
51
9
2
0
71
35
17
54
9
7
25-Feb-06
274.725
32
0
22
70
13
27
0
7
12
7
32
1
46
0
0
7
0
12
26-Feb-06
90.046
58
32
0
22
70
13
30
0
7
12
7
32
42
46
0
0
7
0
27-Feb-06
90.046
8
58
32
0
22
70
60
30
0
7
12
7
17
42
42
46
0
0
22-Apr-06
90.046
41
21
16
0
0
0
0
19
34
0
0
0
24
17
12
0
0
0
21-Mei-06
113.417
11
0
21
0
0
0
5
13
0
0
1
0
55
0
0
0
0
0
02-Des-06
113.417
7
4
3
0
17
6
16
8
2
25
8
10
12
33
20
0
39
0
07-Des-06
90.046
17
11
5
11
23
7
3
4
7
16
23
16
13
2
33
0
24
12
21
24-Des-06
188.877
15
12
35
19
19
0
16
15
13
15
1
0
60
28
23
50
22
21
25-Des-06
90.046
20
15
12
35
19
19
41
16
15
13
15
1
56
60
28
23
50
22
27-Des-06
90.046
29
25
20
15
12
35
12
54
41
16
15
13
0
0
56
60
28
23
276.246
131
74
61
2
1
56
10
36
10
25
2
46
88
25
0
0
0
0
138.126
5
19
18
131
74
61
76
18
80
37
36
10
22
42
8
88
25
0
03-Feb-07
629.968
156
58
5
19
18
131
66
8
76
18
80
37
172
0
22
42
8
88
04-Feb-07
276.246
247
156
58
5
19
18
245
66
8
76
18
80
64
172
0
22
42
8
05-Feb-07
138.126
76
247
156
58
5
19
140
245
66
8
76
18
46
64
172
0
22
42
138.126
10
76
247
156
58
5
40
140
245
66
8
76
0
46
64
172
0
22
90.046
0
10
76
247
156
58
4
40
140
245
66
8
0
0
46
64
172
0
138.126
45
17
6
19
14
15
7
9
8
6
4
12
86
0
0
0
0
19
90.046
22
16
4
2
2
6
9
8
0
1
8
27
56
48
26
21
23
21
188.876
37
22
16
4
2
2
17
9
8
0
1
8
66
56
48
26
21
23
07-Des-07
113.417
6
9
20
15
31
0
7
9
1
32
1
0
72
61
89
0
68
61
16-Des-07
138.126
0
43
23
21
19
14
38
22
51
11
15
27
0
27
9
40
13
49
19-Des-07
188.877
13
49
17
0
43
23
34
12
5
38
22
51
40
0
4
0
27
9
246.05
20
20
15
7
11
30
18
2
6
18
19
18
92
17
0
18
8
35
90.046
83
20
20
15
7
11
78
18
2
6
18
19
24
92
17
0
18
8
90.046
24
83
20
20
15
7
32
78
18
2
6
18
0
24
92
17
0
18
138.126
68
24
83
20
20
15
29
32
78
18
2
6
43
0
24
92
17
0
138.126
17
57
11
31
25
15
20
46
10
10
24
7
67
12
11
17
0
12
6
9
24
37
20
3
6
8
14
24
15
40
0
45
0
11
18
45
0
15
5
21
9
46
0
5
26
11
12
19
36
0
29-Jan-07 01-Feb-07
06-Feb-07 07-Feb-07 04-Nop-07 11-Nop-07 12-Nop-07
01-Jan-08 02-Jan-08 03-Jan-08 04-Jan-08 01-Feb-08 26-Feb-08
138.126
6
06-Mar-08
188.877
0
26
17
11-Mar-08
90.046
23
49
28
6
49
0
60
50
17
13
62
5
18
17
49
0
0
26
307.467
13
23
49
28
6
49
27
60
50
17
13
62
24
18
17
49
0
0
138.126
3
13
110
13
23
49
5
4
58
27
60
50
21
59
12
24
18
17
12-Mar-08 15-Mar-08
22
17-Mar-08 18-Mar-08 19-Mar-08 06-Apr-08 07-Apr-08
188.877
3
3
3
13
110
13
12
15
5
4
58
27
55
51
21
59
12
24
138.126
4
3
3
3
13
110
32
12
15
5
4
58
48
55
51
21
59
12
307.467
6
4
3
3
3
13
28
32
12
15
5
4
36
48
55
51
21
59
138.126
38
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
1
41
0
0
0
0
21
216.194
27
38
0
0
0
0
49
2
0
0
0
0
75
41
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
65
0
3
0
42
0
0
38
0
36
32
0
0
0
0
35
11
0
0
65
0
32
50
42
0
0
38
31-Okt-08
138.126
0
02-Nop-08
138.126
4
03-Nop-08
138.126
64
4
32
0
0
0
56
35
11
0
0
65
21
32
50
42
0
0
90.046
8
64
4
32
0
0
30
56
35
11
0
0
74
21
32
50
42
0
138.126
10
25
38
6
15
8
5
1
26
18
14
30
22
0
4
25
0
74
138.126
37
10
25
38
6
15
27
5
1
26
18
14
127
22
0
4
25
0
188.877
6
3
39
37
10
25
10
0
20
27
5
1
166
0
0
127
22
0
90.046
46
6
3
39
37
10
58
10
0
20
27
5
0
166
0
0
127
22
02-Des-08
90.046
2
11
0
0
0
0
2
18
0
0
0
12
7
67
5
0
0
0
03-Des-08
138.126
45
2
11
0
0
0
24
2
18
0
0
0
100
7
67
5
0
0
04-Nop-08 09-Nop-08 10-Nop-08 13-Nop-08 14-Nop-08
23
Lampiran 2 Data Kejadian Banjir yang Terpilih dari Tahun 1996-2008 Tanggal
Debit (m3/s)
Gunung Mas (mm)
Citeko (mm)
Katulampa (mm)
06-Jan-96
740
127
104
44
11-Mar-96
107
42
36
23
14-Mar-96
203
36
9
35
28-Feb-97
131
2
0
20
01-Apr-97
231
0
0
40
12-Mei-97
244
0
67
0
13-Nop-97
107
35
37
102
26-Feb-98
307
9
1
10
04-Mar-98
275
97
39
40
08-Mar-98
215
24
28
37
10-Mar-98
275
33
3
35
15-Mar-98
244
57
0
65
16-Mar-98
131
28
25
2
20-Mar-98
275
3
2
59
25-Mar-98
215
33
5
35
11-Mei-98
652
37
1
110
02-Jun-98
343
62
56
15
15-Jun-98
131
28
14
25
12-Ags-98
107
0
0
80
30-Okt-98
131
39
23
44
03-Jan-99
107
50
27
7
25-Feb-99
611
22
74
0
26-Feb-99
131
88
35
15
30-Jun-99
107
52
1
100
27-Jan-00
260
75
42
36
28-Jan-00
107
113
0
0
03-Feb-00
107
85
44
55
04-Feb-00
260
19
7
36
05-Feb-00
203
65
37
0
12-Nop-00
526
28
27
71
07-Jan-01
324
35
16
35
08-Feb-01
260
105
30
34
11-Feb-01
107
92
44
20
12-Feb-01
107
70
63
0
28-Feb-01
231
0
1
18
06-Apr-01
107
21
35
94
15-Apr-01
231
52
20
37
07-Jun-01
412
20
11
102
02-Nop-01
107
7
9
28
14-Nop-01
107
1
1
80
18-Jan-02
442
25
19
51
24
29-Jan-02
358
38
41
85
30-Jan-02
324
147
146
52
31-Jan-02
246
83
48
75
01-Feb-02
231
63
59
18
02-Feb-02
203
14
9
2
03-Feb-02
107
14
2
25
12-Feb-02
290
13
7
53
13-Feb-02
131
119
89
5
15-Feb-02
231
10
5
45
20-Feb-02
203
30
24
45
17-Mar-02
131
10
1
154
20-Apr-02
324
14
6
57
08-Mei-02
260
8
0
97
21-Jun-02
131
0
0
34
13-Feb-03
107
58
22
92
14-Feb-03
203
8
87
67
28-Apr-03
203
47
1
46
29-Apr-03
275
71
59
129
01-Mei-03
107
23
10
40
02-Mei-03
131
8
31
42
19-Mei-03
107
16
0
49
28-Ags-03
107
30
0
40
05-Okt-03
231
88
18
80
06-Okt-03
203
67
81
60
17-Okt-03
107
58
0
0
18-Okt-03
203
16
39
0
10-Jan-04
107
10
26
62
18-Jan-04
275
45
19
90
17-Feb-04
131
23
57
20
19-Feb-04
107
40
46
36
11-Apr-04
131
67
0
20
22-Apr-04
107
31
79
42
27-Des-04
231
72
0
24
16-Jan-05
107
30
31
46
18-Jan-05
324
157
62
111
19-Jan-05
131
45
71
0
22-Jan-05
231
58
19
42
27-Jan-05
131
29
23
17
12-Feb-05
189
73
19
55
23-Feb-05
138
98
8
31
05-Mar-05
113
40
10
81
06-Mar-05
90
60
0
62
15-Mei-05
162
72
29
64
25
06-Jun-05
90
21
30
21
25-Jun-05
90
16
0
27
12-Okt-05
162
59
0
41
07-Nop-05
90
20
0
25
10-Jan-06
90
40
0
15
11-Jan-06
90
27
45
22
12-Jan-06
90
30
27
42
23-Jan-06
138
127
3
65
06-Feb-06
90
40
9
54
09-Feb-06
113
82
46
71
25-Feb-06
275
32
0
46
26-Feb-06
90
58
30
42
27-Feb-06
90
8
60
17
22-Apr-06
90
41
0
24
21-Mei-06
113
11
5
55
02-Des-06
113
7
16
12
07-Des-06
90
17
3
13
24-Des-06
189
15
16
60
25-Des-06
90
20
41
56
27-Des-06
90
29
12
0
29-Jan-07
276
131
10
88
01-Feb-07
138
5
76
22
03-Feb-07
630
156
66
172
04-Feb-07
276
247
245
64
05-Feb-07
138
76
140
46
06-Feb-07
138
10
40
0
07-Feb-07
90
0
4
0
04-Nop-07
138
45
7
86
11-Nop-07
90
22
9
56
12-Nop-07
189
37
17
66
07-Des-07
113
6
7
72
16-Des-07
138
0
38
0
19-Des-07
189
13
34
40
01-Jan-08
246
20
18
92
02-Jan-08
90
83
78
24
03-Jan-08
90
24
32
0
04-Jan-08
138
68
29
43
01-Feb-08
138
17
20
67
26-Feb-08
138
6
3
40
06-Mar-08
189
0
5
26
11-Mar-08
90
23
60
18
12-Mar-08
307
13
27
24
15-Mar-08
138
3
5
21
26
17-Mar-08
189
3
12
55
18-Mar-08
138
4
32
48
19-Mar-08
307
6
28
36
06-Apr-08
138
38
2
41
07-Apr-08
216
27
49
75
31-Okt-08
138
0
0
42
02-Nop-08
138
4
35
32
03-Nop-08
138
64
56
21
04-Nop-08
90
8
30
74
09-Nop-08
138
10
5
22
10-Nop-08
138
37
27
127
13-Nop-08
189
6
10
166
14-Nop-08
90
46
58
0
02-Des-08
90
2
2
7
03-Des-08
138
45
24
100
Lampiran 3 Kondisi ENSO El Nino-Southern Oscillation di (Nino 3.4)
*)
Tahun
SOI (Nino 3.4)*
ENSO
1990
-2.2
Normal
1991
-8.8
El Nino
1992
-10.4
El Nino
1993
-9.5
El Nino
1994
-11.9
El Nino
1995
-2.3
Normal
1996
5.7
La Nina
1997
-11.7
El Nino
1998
-1.1
La Nina
1999
8
La Nina
2000
7.8
La Nina
2001
0.5
Normal
2002
-6.1
El Nino
2003
-3.1
Normal
2004
-4.8
El Nino
2005
-3.6
Normal
2006
-1.9
El Nino
2007
1.5
Normal
2008
10.2
La Nina
sumber : www.bom.gov.au
27
Lampiran 4 Gambar Mercu Bendung Katulampa
Lampiran 5 Gambar Intake Bendung Katulampa
28
Lampiran 6 Gambar Ketinggian Air yang Melintas di Mercu Bendung Katulampa
Lampiran 7 Gambar Mercu Bendung dan Intake Bendung Katulampa
29
Lampiran 8 Gambar Stasiun Curah Hujan Katulampa