PERANAN CURAH HUJAN DAN ALIRAN DASAR TERHADAP KEJADIAN BANJIR JAKARTA (Studi Kasus Bulan November Tahun 2008-2013)
TUGAS AKHIR
Disusun untuk Memenuhi Syarat Kurikuler Program Sarjana di Program Studi Meteorologi
oleh:
SHARAH PUJI KHOMEINI (12811033)
Pembimbing: Dra. Atika Lubis, MS. Edi Riawan S.Si, MT.
PROGRAM STUDI METEOROLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR DENGAN JUDUL
PERANAN CURAH HUJAN DAN ALIRAN DASAR TERHADAP KEJADIAN BANJIR JAKARTA (Studi Kasus Bulan November Tahun 2008-2013)
oleh:
SHARAH PUJI KHOMEINI (12811033)
Telah diperiksa dan disetujui: Bandung, September 2015
Pembimbing I
Pembimbing II
(Dra. Atika Lubis, MS)
(Edi Riawan, S.Si, MT)
NIP:195608091984012001
NIP:1982080312014041002
Orang yang hebat tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan, dan ketenangan. Mereka dibentuk melalui kesukaran, tantangan, dan air mata. Ketika kamu mengalami saat yang berat, merasa tak mampu lagi, maka angkatlah kepalamu, tataplah masa depanmu dan ketauhilah Tuhan sedang mempersiapkan mu menjadi orang yang luar biasa. (Ra,711414H)
Everything Sake For Allah Kita itu harus mementingkan kepentingan Allah,agar Allah juga mementingkan kepentingan kita. Finish what your start, and begin with new struggle.
Ku persembahkan tugas akhir ini untuk adik-adik serta seluruh keluargaku.
SHARAH PUJI K
PERANAN CURAH HUJAN DAN ALIRAN DASAR TERHADAP KEJADIAN BANJIR JAKARTA (Studi Kasus Bulan November Tahun 2008-2013)
Sharah Puji Khomeini (12811033)
ABSTRAK
Jakarta merupakan daerah yang berpotensi bencana banjir dan hampir terjadi setiap tahunnya. Data statistik kejadian banjir BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) menunjukan frekuensi tertinggi kejadian banjir Jakarta berada di bulan November, Januari dan Februari. Curah hujan merupakan salah satu faktor penting penyebab terjadinya banjir. Penelitian sebelumnya menunjukkan jumlah curah hujan bulanan dan aliran dasar tertinggi terjadi pada bulan Desember dan Januari. Untuk itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut apakah penyebab banjir pada bulan November disebabkan oleh curah hujan dan intensitas yang tinggi saja ataukah ada faktor kenaikan aliran dasar. Telah ditemukan banyak metode untuk perhitungan pemisahan aliran dasar, salah satunya dalam penelitian ini menggunakan teknik pemisahan aliran dasar dengan metode Recursive Digital Filter (RDF), kemudian menentukan nilai ekstrem menggunakan metode Cumulative Distribution Function (CDF). Hasil menunjukan bahwa nilai CDF aliran dasar dibulan November dari tahun 2008-2013 sebesar 17,61 m3/s belum menunjukan kondisi aliran dasar yang ekstrem, nilai aliran dasar pada bulan November lebih rendah dibandingkan bulan lainnya. Sedangkan untuk perhitungan direct runoff (DRO) berada pada peringkat ke-tiga setelah bulan Januari dan Februari. Jika dilihat nilai curah hujan maksimum harian, bulan November memiliki curah hujan yang tinggi terutama pada saat debit puncak tahun 2012 sebesar 59.53 mm. Maka dari itu kejadian banjir Jakarta pada bulan November tidak disebabkan oleh aliran dasar ekstrem, namun oleh direct runoff yang dipicu oleh hujan ekstrem. Disamping itu untuk kejadian tidak banjir ditahun 2010 terjadi kontribusi aliran dasar yang tinggi disebabkan nilai debit (TRO) yang rendah.
Kata Kunci : Hujan Ekstrem, Aliran Dasar, Recursive Digital Filter, Cumulative Distribution Function i
THE ROLE OF RAINFALL AND BASEFLOW FOR FLOOD EVENT AT JAKARTA (Case Study: November 2010-1013)
Sharah Puji K (12811033)
ABSTRACT Jakarta is a vulnerable region of flood where it happens almost every year in Jakarta. The Indonesian National Board for Disaster Management (BNPB) statistics result showed the flood occurs mostly in November, January, and February. Rainfall is one matter that causes the flood. Researches showed the largest amount of monthly rainfall and baseflow occurs in December and January. Therefore more researches are needed especially in the context of what caused a large amount of monthly rainfall in November, whether it is caused by the increasing of the baseflow or not. There are lots of methods found in order to separate the baseflow, includes Recursive Digital Filter (RDF) methods, and than count CDF value for extreme value with Cumulative Distribution Function (CDF). Result shows that the Cumulative Distribution of baseflow in November period 2008-2013 not showing baseflow extreme condition with value 17,61 m3/s, where the baseflow in November is lower than other months. The calculation of Direct Run-Off (DRO) in November shows a high value after in January and February. The daily maximum rainfall in November shows a high value 59,53 mm particularly in the peak of streamflow in 2012. Therefore, the extreme flood occurs in November in Jakarta was not caused by the extreme baseflow but by the high Direct Run-Off caused by extreme rainfall. Moreover, there was a contribution of high baseflow in November 2010, but it didn’t cause flood since the TRO was low.
Keywords : Extreme rainfall, Baseflow, Recursive Digital Filter, Cumulative Distribution Function (CDF).
ii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tugas akhir yang berjudul “Peranan Curah Hujan Dan Aliran Dasar Terhadap Kejadian Banjir Jakarta (Studi Kasus Bulan November)”. Keberhasilan penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini juga tidak terlepas dari bantuan pikiran, tenaga, doa, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dra. Atika Lubis, MS selaku dosen pembimbing Tugas Akhir ini yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan Tugas Akhir ini. 2. Bapak Edi Riawan, S.Si, MT selaku dosen pembimbing dua yang telah memberi arahan, masukan, dan sabar dalam membimbing sehingga penelitian tugas akhir ini dapat terselesaikan. 3. Bapak Armi Susandi selaku dosen wali yang telah memberikan motivasi selama proses perkuliahan. 4. Seluruh dosen dan staf administrasi Program Studi Meteorologi ITB serta asisten akademik yang telah membantu selama proses perkuliahan. 5. Untuk adik-adik tercinta serta keluarga besar yang telah mendoakan dan memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. 6. Teman-teman Meteorologi angkatan 2011. Khususnya teman seperjuangan Lab Meteorologi Terapan. Penulis menyadari bahwa dalam pengerjaan Tugas Akhir masih banyak kekurangan. Walaupun masih terdapat banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, diharapkan hasilnya dapat bermanfaat. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak untuk perbaikan Tugas Akhir ini.
Bandung, September 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ............................................................................................................... i Abstract ................................................................................................................... ii Kata Pengantar ....................................................................................................... iii Daftar Isi ................................................................................................................ iv Daftar Gambar........................................................................................................ vi Daftar Tabel ......................................................................................................... viii
BAB 1 Pendahuluan ............................................................................................. 1-1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1-1 1.2. Identifikasi Masalah .................................................................................... 1-2 1.3. Tujuan ......................................................................................................... 1-3 1.4. Batasan Masalah ......................................................................................... 1-3 1.5. Sistematika Pembahasan ............................................................................. 1-4
BAB 2 Kajian Pustaka ......................................................................................... 2-1 2.1. Aliran Dasar (Baseflow) .............................................................................. 2-1 2.2
Pemisahan Aliran Dasar .............................................................................. 2-5
2.3
Test Man-Kendall........................................................................................ 2-7
2.4
Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) ......................................... 2-8
2.5
Cumulative Distribution Fnction (CDF) ..................................................... 2-9
2.6
Analisa Nilai Ekstrem ............................................................................... 2-10
BAB 3 data dan metode ....................................................................................... 3-1 3.1. Data ............................................................................................................. 3-1 3.1.1.
Data Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) ............................ 3-1
3.1.2.
Data Tinggi Muka Air ............................................................................ 3-2
3.2. Metode ........................................................................................................ 3-3 3.2.1.
Perhitungan Debit ................................................................................... 3-3
3.2.2.
Perhitungan Curah Hujan Wilayah ......................................................... 3-4 iv
3.2.3.
Perhitungan Aliran Dasar ....................................................................... 3-4
3.2.4.
Analisa Ekstrem...................................................................................... 3-5
3.2.5.
Test Man-Kendall ................................................................................... 3-5
BAB 4 Hasil dan Pembahasan ............................................................................. 4-1 4.1. Perhitungan Debit Sungai dan Aliran Dasar ............................................... 4-1 4.2. Distribusi Aliran Dasar, TRO dan DRO Tahun 2008-2013........................ 4-3 4.3. Debit Puncak Pada Empat Kejadian Banjir ................................................ 4-5 4.4. Analisis Pengaruh Hujan Ekstrem Terhadap Aliran Dasar. ...................... 4-12
BAB 5 Kesimpulan dan Saran ........................................................................... 5-18 5.1. Kesimpulan ............................................................................................... 5-18 5.2. Saran ......................................................................................................... 5-18
Daftar Pustaka ................................................................................................... DP-1
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1-1 Histogram frekuensi kejadian banjir di lima Kota Provinsi DKI Jakarta untuk masing-masing bulan dalam periode 2003-2014. ............................................................................... 1-1 Gambar 1-2 Daerah Aliran Sungai Ciliwung. ............................................... 1-3 Gambar 2-1 Grafik jumlah hari kejadian siaga di Pintu Air Katulampa tahun tahun 2004-2012 (sumber: Rahmawati, 2014). ............. 2-2 Gambar 2-2 Grafik jumlah hari kejadian hujan dengan curah hujan ekstrim tahun 2004-2012 (sumber: Rahmawati, 2014). .......... 2-3 Gambar 2-3 Grafik jumlah hari kejadian aliran dasar ekstrem tahun 20042012 (sumber: Rahmawati, 2014)............................................ 2-3 Gambar 2-4 Hidrograf sungai (sumber: Geographyblockfive.com).............. 2-4 Gambar 2-5 Pola spasial sebaran persentase peningkatan curah hujan di Indonesia selama bulan Maret sampai Juni 2010 (sumber: As-syakur, 2010)...................................................................... 2-8 Gambar 2-6 Contoh grafik CDF (sumber: Wilks, 1995). ............................. 2-9 Gambar 2-7 Grafik identifikasi nilai ekstrem. (a) Metode block maxima. (b) Metode threshold. ............................................................ 2-10 Gambar 3-1 Lima titik curah hujan TRMM sekitar DAS Ciliwung. ............ 3-2 Gambar 3-2 Diagram alir penelitian. ............................................................ 3-6 Gambar 4-1 Debit dan aliran dasar DAS Ciliwung tahun 2008-2013. ......... 4-2 Gambar 4-2 Cumulative Distribution Function aliran dasar DAS Ciliwung tahun 2008-2013. ..................................................... 4-4 Gambar 4-3 Nilai aliran dasar ekstrem DAS Ciliwung tahun 2008-2013. ... 4-4 Gambar 4-4 Total Runoff dan Direct Runoff ekstrem DAS Ciliwung ......... 4-5 Gambar 4-5. Rata-rata debit harian bulan November dan kurva aliran dasar.4-7 Gambar 4-6 (a) Baseflow Index tahun 2008-2013. (b) Perbandingan Baseflow Index bulan November tahun 2010 dan 2012. ......... 4-9 Gambar 4-7 Komposit Baseflow Index bulanan tahun 2008-2013. ............ 4-10
vi
Gambar 4-8 (a) Anomali aliran dasar dibawah normal pada bulan November tahun 2012 dan 2009. (b) Diatas normal pada bulan November tahun 2010, 2011, 2013. ........................... 4-11 Gambar 4-9 Curah hujan maksimum bulan November tahun 2012. ............. 4-12 Gambar 4-10 Rata-rata aliran dasar bulan Juli 2012 sampai Juni 2013......... 4-13 Gambar 4-11 (a) Curah hujan harian, (b) Curah hujan akumulasi dua harian bulan November 2012, (c) curah hujan akumulasi lima harian bulan November tahun 2012. .............................. 4-14 Gambar 4-12 Curah hujan maksimum tahun 2010. ....................................... 4-15 Gambar 4-13 Curah hujan harian bulan November tahun 2010. ................... 4-16 Gambar 4-14 Scatter plot total runoff dan jumlah hari hujan tahun 2010. .... 4-17
vii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2-1. Perbandingan Persentase BFI dibeberapa DAS berbeda dengan nilai acuan tracer hidokimia…………………………………….......…...2-7 Tabel 3-1. Lima titik koordinat TRMM di sekitar DAS Ciliwung…………….3-1 Tabel 4-1. Hipotesis tren analisis aliran dasar……………………………........4-2 Tabel 4-2. Hipotesis tren analisis debit………………………………………...4-3 Tabel 4-3. BFI, Debit dan baseflow puncak, pos duga air MT Haryono……….4-6
viii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Jakarta merupakan daerah yang berpotensi bencana banjir dan hampir terjadi setiap tahunnya. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) banjir terbagi menjadi dua: pertama, banjir yang didefinisikan sebagai peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat. Kedua, banjir bandang yaitu banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran pada alur sungai. Adapun dari kedua definisi banjir tersebut diperoleh data statistik histogram kejadian banjir dari tahun 2003 sampai dengan 2014. Frekuensi tertinggi kejadian banjir Jakarta terjadi di bulan November, Januari dan Februari, seperti yang ditunjukkan oleh (Gambar1-1). 14 12 10 8 6 4 2 0 Jul
Ags
Sept
Okt
Pusat
Nov Barat
Des Utara
Jan
Feb Selatan
Mar
Apr
Mei
Jun
Timur
Gambar 1-1 Histogram frekuensi kejadian banjir di lima Kota Provinsi DKI Jakarta untuk masing-masing bulan dalam periode 2003-2014.
1-1
Dalam siklus hidrologi, hujan yang turun pada suatu daerah aliran sungai akan menjadi limpasan langsung (direct runoff). Besarnya limpasan langsung dipengaruhi oleh infiltrasi, evaporasi, dan kekasaran permukaan. Laju infiltrasi berbeda pada bulan basah dan bulan kering karena adanya perbedaan besarnya kelembapan tanah. Variasi hujan pada musim yang berbeda menyebabkan adanya variasi kelembapan tanah (Roxy, 2010).
Pada tahun 2004-2012 wilayah Jakarta, khususnya bulan Februari banyak terjadi status siaga di pintu air Katulampa. Penyebabnya adalah curah hujan yang tinggi pada bulan Desember dan Januari yang mengakibatkan tanah menjadi jenuh, sehingga aliran dasar (baseflow) meningkat. Sedangkan untuk kejadian banjir di bulan November membutuh intensitas dan volume curah hujan besar yang mengakibatkan banjir (Rahmawati, 2014). Dibeberapa wilayah lain seperti di Bandung, bulan November menunjukkan kemungkinan terjadinya hujan ekstrem yang lebih tinggi dibandingkan bulan Desember dan Januari, walaupun masih lebih rendah dibandingkan bulan Februari (Abiseno, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa tingginya frekuensi banjir di bulan November besar kemungkinan adanya pengaruh dari intensitas hujan yang tinggi.
1.2.
Identifikasi Masalah
Menurut data statistik BNPB kejadian banjir Jakarta tertinggi terjadi pada bulan November, Januari dan Febuari. Penelitian sebelumnya menunjukkan jumlah curah hujan bulanan dan aliran dasar tertinggi terjadi pada bulan Desember dan Januari. Untuk itu perlu diteliti lebih lanjut pada penelitian ini pengaruh banjir pada bulan November di wilayah Jakarta disebabkan oleh hujan ekstrem atau adanya pengaruh kejenuhan aliran dasar.
1-2
1.3.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji seberapa besar peranan curah hujan dan aliran dasar pada bulan November terhadap kejadian banjir di wilayah Jakarta Selatan (Sungai Ciliwung).
1.4.
Batasan Masalah
DAS Ciliwung dengan posisi geografis terletak pada 6°35'-6°50' LS dan 106°30'-107°05' BT. Daerah kajian dibatasi pada DAS Ciliwung Hulu sampai pos duga air M.T.Haryono dengan luas wilayah 319.8 km2(Gambar 1-2). Tinggi Muka Air di pos M.T. Haryono merupakan salah satu pos yang dapat digunakan sebagai indikator banjir akibat luapan Sungai Ciliwung di wilayah Kota Jakarta Selatan.
Gambar 1-2 Daerah Aliran Sungai Ciliwung.
1-3
1.5.
Kajian ini akan dilakukan hanya pada bulan November tahun 2008-2013.
Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika pembahasan tugas akhir.
Bab II Kajian Pustaka Bab ini akan menjelaskan tentang studi-studi pustaka yang telah dilakukan terkait dengan judul penelitian ini. Penjelasan pertama dimulai dengan pengertian aliran dasar serta peranannya terhadap banjir dan debit puncak, macam-macam metode pemisahan aliran dasar, metode terbaik yang digunakan, serta penggunaan perhitungan cumulative distribution function.
Bab III Data dan Metode Terdiri dari dua sub bab yaitu data dan metode. Pada bagian data akan dijelaskan tentang data apa saja yang akan dipakai dalam penelitian ini. Dalam metode akan dijelaskan tentang metode pengerjaan yang terkait dalam penelitian ini.
Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab ini akan menjelaskan hasil dari penelitian, serta analisis dari hasil penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran Berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran
1-4
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Aliran Dasar (Baseflow)
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1999) aliran dasar didefinisikan sebagai aliran air yang menginfiltrasi ke dalam tanah, mencapai permukaan air tanah dan bergerak menuju sungai dalam beberapa hari, beberapa minggu atau lebih. Dalam rangka menghindari kejadian ekstrem banjir, maka perlu dilakukan pengendalian terhadap komponen-komponen yang menjadi parameter dalam fungsi hidrologis suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Dalam pembahasan mengenai fluktuasi debit, terdapat dua komponen yang berpengaruh pada kondisi aliran sungai, yaitu limpasan langsung permukaan direct runoff (DRO) dan aliran dasar. Berdasarkan hal tersebut, salah satu parameter yang perlu diketahui adalah nilai Base Flow Index (BFI). Base Flow Index adalah rasio antara volume aliran dasar terhadap volume total debit sungai (Brown, Neal, & Nathan, 2013).
Kondisi aliran dasar dipengaruhi oleh kuantitas presipitasi yang terinfiltrasi menjadi imbuhan air tanah. Dengan mengetahui BFI suatu DAS, maka dapat diketahui tingkat kontribusi aliran dasar terhadap aliran sungai. Beberapa literatur menyebutkan bahwa rata-rata pasokan air tanah mencapai 30 sampai 40 persen dari air yang mengalir di sungai (waterencyclopedia).
Aliran dasar daerah Jakarta penting dan menarik untuk dikaji, sebab menurut penelitian Rahmawati pada tahun 2014 kejadian siaga di pintu air Katulampa tahun 2004-2012 banyak terjadi pada bulan Februari (Gambar 2-1). Hal tersebut dikarenakan banyak terjadi kejadian hujan dengan curah hujan yang tinggi pada Desember dan Januari yang mengakibatkan tanah menjadi jenuh sehingga aliran dasar meningkat.
2-1
Peningkatan aliran dasar tersebut dikarenakan hujan yang turun pada bulan-bulan sebelumnya terinfiltrasi dengan baik sebab kondisi tanah belum jenuh pada bulan September-Oktober, dan ketika pada bulan Januari menandakan kondisi tanah mulai jenuh, sehingga air hujan tidak dapat terinfiltrasi dan akan menjadi limpasan langsung atau direct runoff. Oleh karena itu kejadian siaga pintu air katulampa banyak terjadi pada bulan Februari. Berikut ini terdapat gambar penelitian sebelumnya mengenai kajian aliran dasar daerah Ciliwung Hulu. (Gambar 2-1) Kejadian siaga pintu air Katulampa. (Gambar 2-2) Jumlah hari kejadian hujan. (Gambar 2-3) Aliran dasar ekstrim tahun 2004-2012.
Gambar 2-1 Grafik jumlah hari kejadian siaga di Pintu Air Katulampa tahun tahun 2004-2012 (sumber: Rahmawati, 2014).
2-2
Gambar 2-2 Grafik jumlah hari kejadian hujan dengan curah hujan ekstrim tahun 2004-2012 (sumber: Rahmawati, 2014).
Gambar 2-3 Grafik jumlah hari kejadian aliran dasar ekstrem tahun 2004-2012 (sumber: Rahmawati, 2014).
2-3
Sebuah tren peningkatan debit aliran sungai juga telah diamati pada Sungai Mississippi sejak tahun 1940-2013. Penyebabnya adalah meningkatnya curah hujan dan aliran dasar yang terjadi di DAS tersebut. Peningkatan aliran dasar disebabkan oleh hasil dari perubahan penggunaan lahan yang terjadi selama 60 tahun terakhir pada saat perluasan budidaya kedelai (Zhang & Schilling, 2006). Curah hujan dan aliran dasar di DAS dapat mengalami peningkatan yang signifikan dalam beberapa puluh tahun. Curah hujan juga memiliki dampak positif dan negatif terhadap aliran dasar disetiap musim yang berbeda (Fan, Chen, & Li, 2013).
Berikut ini terdapat sebuah ilustrasi hidrograf yang menunjukkan bagaimana mekanisme curah hujan, debit sungai dan aliran dasar bekerja saling berkaitan (Gambar 2-4).
Gambar 2-4 Hidrograf sungai (sumber: Geographyblockfive.com).
Sebelum adanya curah hujan yang lebat, pasokan utama air ke sungai adalah melalui aliran air tanah atau aliran dasar. Aliran dasar merupakan pemasok utama utama air untuk sungai. Air menyusup kedalam tanah, sementara beberapa aliran yang diatas permukaan mengalir di darat sebagai limpasan langsung permukaan atau disebut juga dengan direct runoff (DRO). 2-4
Hal ini menyebabkan peningkatan pesat terhadap level sungai. Rising limb menunjukkan aliran sungai yang mulai naik, seberapa cepat air banjir mulai naik, sedangkan falling limb menunjukan kecepatan tingkat air menurun di sungai setelah puncak.
Peak Rainfall adalah puncak curah hujan saat curah hujan
tertinggi. Peak Discharge merupakan debit puncak (waktu ketika sungai mencapai aliran tertinggi).
Air membutuhkan waktu untuk mencapai jalannya menuju
sungai, maka dari itu terdapat lag time. Lag time adalah jeda waktu antara puncak rainfall (bukan awal atau akhir) dan aliran maksimum di sungai.
2.2
Pemisahan Aliran Dasar
Terdapat banyak teknik pemisahan aliran dasar, diantaranya: pemisahan aliran dasar yang dilakukan dengan metode Recursive Digital Filter (RDF), Smoothed Minima, Fixed interval, Sliding interval, Recession Analaisis dll (Bordie & Hostler, 2005).
Recursive Digital Filter (RDF) merupakan perhitungan pendekatan nilai aliran dasar yang dihitung dengan cara pemisahan sinyal frekuensi tinggi dan rendah. Frekuensi tinggi diibaratkan sebagai direct runoff limpasan langsung permukaan dan frekuensi rendah sebagai baseflow aliran dasar. Teknik RDF awalnya digunakan untuk analisis pengolahan sinyal dan menjadi popular dalam literatur hidrologi untuk pemisahan aliran dasar (Eckhardt, 2005).
Metode RDF dipilih karena dasar metode yang sederhana, cukup akurat dan hanya menggunakan data debit dan satu nilai filter parameter. Dari beberapa metode pemisahan aliran dasar, fixed interval, sliding interval, dan local minimum. Metode RDF merupakan pengembangan dari metode-metode tersebut, hasil perhitungan menunjukan bahwa nilai aliran dasar dengan Metode RDF lebih mendekati kebenaran jika dibandingkan dengan perhitungan menggunakan tracer hidrokimia sebagai nilai acuan (Gonzales, Nonner, & Unlenbrook, 2009).
2-5
Proses fisika pendekatan nilai isotop dan nilai tracer atau hidrokimia juga dapat digunakan untuk berbagai macam nilai perhitungan debit, aliran dasar dan limpasan langsung. Ketidakpastian sumber konsentrasi debit akan mempengarui perhitungan komponen groundwater (Jonas, 2006).
Kelemahan Metode RDF ini tidak mempetimbangkan proses fisika untuk pemisahan aliran dasar sebagai inputan, namun hanya menggunakan data debit dan filter parameter saja. Dikarenakan RDF hanya menggunakan data debit dan nilai satu filter parameter, maka sangat sulit untuk mengetahui nilai filter parameter mana yang cocok dan dapat digunakan. Beberapa penulis telah mencoba atau berupaya untuk menemukan nilai filter parameter optimal yang dapat digunakan untuk seluruh DAS, kesesuaian nilai filter parameter untuk tipe DAS yang berbeda sangat penting, khususnya untuk tipe sungai ephemeral (sungai yang terisi air pada musim hujan), perubahan nilai filter parameter akan merubah 100% hasil nilai aliran dasar (Li & Holger, 2014).
Menurut Nathan dan McMahon pada tahun 1990, Nilai parameter terbaik diperoleh ketika β = 0,90-0.95 dengan nilai optimal 0,925. Lebih cocok untuk luasan DAS 4.2-210 km2. Akan tetapi tidak menutup kamungkinan nilai filter parameter yang lebih dari 0,925 dapat cocok digunakan dibeberapa wilayah lain, contohnya perbandingan nilai BFI dengan tracer menggunakan nilai filter parameter 0.98 lebih cocok dibandingkan dengan nilai 0,925 untuk luasan DAS 83 km2 dan beberapa luasan DAS yang lain, seperti yang ditunjukan pada (Tabel 2-1) (Brown, Neal, & Nathan, 2013).
2-6
Tabel 2-1
Perbandingan Persentase BFI dibeberapa DAS dengan nilai acuan tracer hidrokimia (sumber: Brown, dkk., 2013)
2.3
Test Man-Kendall
Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi tren temporal dari suatu data time series, tetapi yang paling sering digunakan oleh meteorologis adalah test man-kendall. Pada dasarnya, tes ini memeriksa sebuah observasi dengan menghitung jeda antara satu observasi dengan observasi yang sebelumnya. Datanya harus diurutkan berdasarkan waktunya, kemudian data berikutnya dihitung secara berurut juga. Hipotesa kosong adalah total dari jeda-jeda yang telah dihitung menjadi 0 yang berarti tidak adanya perubahan pada time series. Tes ini digunakan untuk data non parametrik (statistik bebas distribusi) dengan tujuan mengidentifikasi apakah monoton naik, monoton turun atau tidak adanya tren.
2-7
2.4
Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM)
Produk
Tropical Rainfall Measuring Mission
(TRMM)
Multisatellite
Precipitation Analysis (TMPA) merupakan produk hasil gabungan antara TRMM Precipitation Radar (PR) dan TRMM Microwave Imager (TMI) beserta citra meteorologi Microwave dan Infrared lainnya (Huffman, 2007). Secara umum tujuan dibuatnya produk TMPA telah mencapai sasaran yang diinginkan yaitu penyediaan data hujan bulanan dengan sebaran
yang
meliputi darat dan lautan serta sesuai dengan keadaan sebenarnya (Feidas, 2010). Pada tahun 2010, As-syakur menemukan pola spasial anomali curah hujan menggunakan data satelit TMPA yang telah dikomparasikan dengan 42 data observasi di Indonesia. Hasil menunjukan bahwa selama bulan Maret curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia masih dalam kondisi normal atau sama dengan rata-ratanya, akan tetapi selama bulan April-Juni telah terjadi anomali curah hujan bulanan di wilayah Indonesia dengan peningkatan lebih dari 100% dari rata-ratanya. Peningkatan ini hanya terjadi dibagian selatan wilayah Indonesia seperti yang ditunjukan pada (Gambar 2-2).
Gambar 2-5 Pola spasial sebaran persentase peningkatan curah hujan di Indonesia selama bulan Maret sampai Juni 2010 (sumber: As-syakur, 2010).
2-8
Selanjutnya hasil komparasi menunjukkan adanya tingkat korelasi yang sedang sampai kuat antara data satelit TMPA dengan data observasi BMKG. Keadaan ini menggambarkan bahwa data curah hujan bulanan dari satelit TMPA dapat digunakan sebagai salah satu data alternatif untuk mengetahui sebaran spasial anomali hujan bulanan secara terkini (As-syakur & Tanaka, 2010).
2.5
Cumulative Distribution Fnction (CDF)
Untuk mengetaui peluang terjadinya aliran dasar dan hujan ekstrem, penulis menggunakan analisis cumulative distribution functions (CDF). CDF dilakukan untuk menghitung probabilitas dari kejadian. Abiseno pada tahun 2013 mengidentifikasi kejadian hujan ekstrem menggunakan metode CDF dengan data TRMM yang telah dilakukan proses bias correction sebagai koreksi terhadap data observasi, hasil menunjukan bahwa kejadian hujan di bulan November merupakan kejadian hujan ekstrem, hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas yang dihasilkan berada di atas threshold yang ditentukan.
Gambar 2-6 Contoh grafik CDF (sumber: Wilks, 1995).
2-9
2.6
Analisa Nilai Ekstrem
Analisis nilai ekstrem adalah analisis statistik yang berdasarkan teori nilai ekstrem. Analisis nilai ekstrem merupakan cabang statistik yang menjelaskan tentang perilaku observasi nilai ekstrem (Gili & Kellezi, 2003). Terdapat dua contoh metode identifikasi nilai ekstrem yaitu metode block minima dan threshold (Gambar 2-7).
(a)
(b)
Gambar 2-7 Grafik identifikasi nilai ekstrem. (a) Metode block maxima. (b) Metode threshold.
(Gambar 2-7 a) metode block maxima, memperlihatkan observasi X2, X5, X7 dan X11 merepresentasikan kejadian ekstrem pada empat periode waktu dengan tiga observasi tiap periodenya. (Gambar 2-7 b) memperlihatkan metode threshold, dimana X1, X2, X7, X8, X9 dan X11 dikategorikan sebagai nilai ekstrem dikarenakan melebihi dari batasan yang diberikan, yaitu µ (Gili & Kellezi, 2003).
2-10
BAB 3 DATA DAN METODE
3.1.
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga data, yaitu data kejadian banjir BNPB, data Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) dan data tinggi muka air MT Haryono.
3.1.1.
Data Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM)
Dalam penelitian ini menggunakan data TRMM dengan koordinat titik yang berada di seikatr DAS Ciliwung (Tabel 3-1) (Gambar 3-2). Memiliki resolusi 0.25o x 0.25o untuk tiap satu gridnya. Data TRMM yang digunakan adalah data TRMM dengan tipe 3B42_V7 curah hujan harian dengan panjang data dari 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember 2013.
Tabel 3-1. Lima titik koordinat TRMM di sekitar DAS Ciliwung.
Titik Koordinat TRMM No
Latitude
Longitude
1
-6.15 S
106.83 E
2
-6.41 S
106.76 E
3
-6.63 S
106.83 E
4
-6.83 S
106.83 E
5
-6.51 S
107.03 E
3-1
Gambar 3-1 Lima titik curah hujan TRMM sekitar DAS Ciliwung.
3.1.2.
Data Tinggi Muka Air
Debit aliran sungai dihitungmenggunakan data Timnggi Muka Air (TMA) per jam Tahun 2008-2013 yang diukur menggunakan Automatic Water Level Recorder (AWLR).
3-2
3.2.
Metode
Metodologi dalam tugas akhir ini dibagi dalam beberapa bagian, yaitu pertama membuat komposit kejadian banjir Jakarta dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dari tahun 2003-2014. Hal ini dilakukan untuk melihat frekuensi tertinggi kejadian banjir di Jakarta setiap bulannya. Hasil menunjukan bahwa frekuensi tertinggi terjadi pada bulan November, Januari, dan Februari. Kejadian banjir pada bulan November ini akan digunakan untuk pembahasan curah hujan dan aliran dasar ekstrem. Selanjutnya menghitung curah hujan wilayah menggunakan data TRRM di sekitar DAS Ciliwung dengan persamaan aritmatik. Menentukan nilai curah hujan harian, dan hujan maksimum bulanan pada tahun debit puncak. Lalu merubah data tinggi muka air menjadi data debit harian dengan persamaan rating curve. Data debit akan digunakan untuk menghitung DRO dan aliran dasar dengan metode RDF, kemudian dihitung anomali dan distribusi aliran dasar, DRO, dan total runoff (TRO) terhadap seluruh data. Terakhir analisis dan kesimpulan.
3.2.1.
Perhitungan Debit
Data tinggi muka air dikonversi menggunakan persamaan Discharge Rating Curve. Rumus ini digunakan untuk menggambarkan hidrograf aliran yang berisi fluktuasi debit aliran sepanjang tahun.
Dalam metode logaritmik digunakan persamaan sebagai berikut: Q = A (H - Ho)B Dimana : Q
= debit (m3/dt)
H
= tinggi muka air (m)
Ho
= tinggi muka air pada saat aliran sama dengan nol
A,B
= konstanta
Persamaan rating curve stasiun pos duga air MT. Haryono menurut Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cissadane ditunjukan dalam persamaan: 3-3
Q
= 3.3813(TMA - 0.531) 2.1072 ……………………………………….(1)
Q
= Debit air (m3/s)
TMA = Tinggi muka air (m)
3.2.2.
Perhitungan Curah Hujan Wilayah
Data curah hujan harian digunakan untuk menghitung curah hujan wilayah di DAS Ciliwung. Curah hujan wilayah dihitung dengan metode rata-rata aritmatik. Cara ini merupakan cara yang sederhana, yaitu dengan membagi rata curah hujan yang ada terhadap jumlah titik pengamatan. Persamaan metode rata-rata aritmatik adalah sebagai berikut:
………………………..……………….......(2) Dimana: P
= curah hujan wilayan (mm)
n
= jumlah titik curah hujan TRRM
P1+P2+…+Pn
= curah hujan pada masing-masing titik pengamatan
3.2.3.
Perhitungan Aliran Dasar
Teknik RDF dapat direpresentasikan oleh (Nathan & McMahon, 1990). Diawali dengan perhitungan Direct Runoff (DRO) dengan persamaan: …………………………(3) Qd (t) = DRO atau limpasan permukaan pada waktu t Qd (t-1)= limpasan permukaan pada waktu t t-1 β
= filter parameter
Q (t)
= total debit sungai pada waktu t
Q (t-1) = total debit sungai pada waktu t-1 Kemudian Perhitungan Aliran Dasar:
3-4
……………………………….,……………...(4) Qb (t) = Aliran dasar Nilai parameter terbaik diperoleh ketika β = 0.90-0.95 dengan nilai optimal 0.925 (Nathan & McMahon, 1990).
3.2.4.
Analisa Ekstrem
Cumulative
Distribution
Function
(CDF)
dilakukan
untuk
menghitung
probabilitas dari kejadian. Jika F adalah CDF dan x dan y adalah hasil, maka: 𝑃(𝑦 ≤ 𝑥) = 𝐹(𝑥) .................................................................................(5.1) 𝑃(𝑦 ≥ 𝑥) = 1 − 𝐹(𝑥) ..........................................................................(5.2) 𝑃(𝑥1 ≤ 𝑦 ≤ 𝑥2 ) = 𝐹(𝑥2 ) − 𝐹(𝑥1 ).......................................................(5.3) Variabel yang digunakan dalam perhitungan adalah data curah hujan harian TRMM.
3.2.5.
Test Man-Kendall
Test man-kendall digunakan untuk data non parametrik (statistik bebas distribusi) dengan tujuan mengidentifikasi apakah tren monoton naik, monoton turun atau tidak adanya tren, denganrumus sebagai berikut:
…(6)
Dimana
Xk - Xi adalah nilai data berurutan, n adalah panjang dataset. Nilai S positif menunjukkan kenaikan tren, nilai S negatif menunjukkan penurunan tren, dan untuk nilai S sama dengan nol membuktikan tidak adanya tren. 3-5
Berikut ini adalah diagram alir penelitian ditunjukan oleh (Gambar 3-2).
Mulai
Data Kejadian Banjir BNPB
Banjir Tertinggi Bulan November, Januari, Febuari
Data Curah Hujan Harian TRRM
Data TMA MT Haryono
Hitung Curah Hujan Wilayah
Persamaan Ratting Curve untuk mendapatkan Data Debit
Menghitung CH 2 Harian dan 5 Harian bulan Nov di tahun Debit Maksimum
Menghitung Curah Hujan Harian Tahun 2010 dan 2012
Menentukan Curah Hujan Maksimum Bulanan di Tahun Debit Maksimum
Hitung DRO dan Baseflow Menggunakan Metode RDF di Tahun 2008-2013
CDF>0.95 DRO, Baseflow dan TRO
Analisis dan Kesimpulan
Selesai
Gambar 3-2 Diagram alir penelitian.
3-6
Menentukan Anomali Baseflow
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Perhitungan Debit Sungai dan Aliran Dasar
Pengukuran debit sungai dilakukan dengan menggunakan stage discharge rating curve persamaan rumus kurva aliran. Dari rumus kurva aliran, maka debit sungai dapat diketahui melalui nilai tinggi muka air. Persamaan tersebut digunakan untuk menggambarkan kurva hidrograf aliran selama penelitian. Setelah diperoleh hidrograf aliran selama penelitian, pemisahan aliran dasar dilakukan dengan metode Recursive Digital Filtering (RDF) menggunakan data debit harian. Dengan metode ini perhitungan aliran dasar lebih baik menggunakan data debit harian dibandingkan dengan data per jam. Sebab proses air tanah untuk bergerak menuju sungai membutuhkan proses yang panjang, bisa mencapai beberapa hari, beberapa minggu atau bahkan lebih. Sehingga data harian lebih baik digunakan dibandingkan data per jam. Daerah kajian dibatasi pada DAS Ciliwung Hulu sampai pos duga air MT. Haryono dengan luas wilayah sekitar 319.8 km2. Dikarenakan metode RDF ini hanya bergantung pada satu nilai filter parameter, maka nilai filter parameter dipilih sesuai dengan luas DAS tersebut dengan nilai optimal 0.925 (Brown, Neal, Nathan, 2013). Grafik debit dan aliran dasar menggunakan metode RDF dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 dapat dilihat pada (Gambar 4-1).
4-1
November
Gambar 4-1 Debit dan aliran dasar DAS Ciliwung tahun 2008-2013.
Telah dilakukan uji tren analisis pada debit dan aliran dasar tersebut, menggunakan Test Man-Kendall untuk data non parametrik (statistik bebas distribusi). Tujuannya yaitu untuk mengidentifikasi apakah tren monoton naik, monoton turun atau tidak ada tren. Uji tes dilakukan dengan dua selang kepercayaan. Hasil menunjukan aliran dasar dan debit pada tahun 2008-2013 memiliki tren yang monoton naik dengan nilai Signifikansi (S) positif seperti yang telah diuji pada (Tablel 4-1) berikut.
Tabel 4-1. Hipotesis tren analisis aliran dasar.
4-2
Tabel 4-2. Hipotesis tren analisis debit.
H0 = Tidak ada tren H1 = Adanya tren P value < α. Hasil H0 ditolak, H1 diterima (Tren Monoton Naik). Nilai S positif menunjukkan kenaikan tren, nilai S negatif menunjukkan penurunan tren, dan untuk nilai S sama dengan nol membuktikan tidak adanya tren.
4.2.
Distribusi Aliran Dasar, TRO dan DRO Tahun 2008-2013
Penentuan nilai ekstrem dilakukan menggunakan analisis Cumulative Distribution Function (CDF) dengan probabilitas di atas 0,95. Dari analisis CDF, nilai di atas selang kepercayaan 95% dapat dijadikan threshold dalam menentukan nilai ekstrem. Didapat nilai CDF aliran dasar tahun 2008-2013 seperti (Gambar 4-2), aliran dasar ekstrem (Gambar 4-3), Total Runoff dan Direct Runoff (Gambar 4-4) sebagai berikut.
4-3
1 0.9 0.8
Probabilitas
0.7 Nov
0.6
Des
0.5
Jan
0.4
Feb
0.3
Mei
0.2
Mart
0.1 0 0
10
20
30
40
50
60
70
Baseflow (m3/s)
Gambar 4-2 Cumulative Distribution Function aliran dasar DAS Ciliwung tahun 2008-2013. Grafik CDF di atas dipilih beberapa sampel aliran dasar dibulan ekstrem seperti Januari, Febuari, Maret, Mei, November dan Desember untuk membandingkan nilai aliran dasar bulan November dengan bulan lainnya.
32.75
35
27.27
Aliran (m3/s)
30 25 20
16.72
15 11.99 10
9.49
11.75
18.29 17.61
20.80
19.16
12.90
11.18
Baseflow
5 0 jun jul ags sep okt nov des jan feb mart apr mei Bulan
Gambar 4-3 Nilai aliran dasar ekstrem DAS Ciliwung tahun 2008-2013.
4-4
60
52.42
50 39.9
m3/s
40 30 27.18 20 10
49.87
27.72
25.07 26.2 19.29 19.18 16.37 13.78 18.6 12.23 9.86
33.94 29.77 31.13
32.41 TRO
20.17 DRO 17.46 17.116.45 10.64 7.85
0 jul
ags sep okt nov des jan
feb mar apr mei jun
Bulan
Gambar 4-4 Total Runoff dan Direct Runoff ekstrem DAS Ciliwung tahun 2008-2013.
Berdasarkan hasil CDF di atas probabilitas 0,95, distribusi aliran dasar pada bulan November terhadap seluruh bulan dari tahun 2008-2013 berada pada tingkatan keenam. Lebih rendah jika dibandingkan bulan Desember, Januari, dan Februari. Dengan nilai aliran dasar berkisar 17,61 m3/s seperti yang ditunjukkan pada (Gambar 4-3). Sedangkan untuk distribusi nilai Total Runoff dan Direct Runoff masing-masing berada pada peringkat ke-tiga di bulan November (Gambar 4-4). Oleh sebab itu, secara umum yang berpengaruh terhadap debit puncak banjir dibulan November ialah Direct Run Off (DRO).
4.3.
Debit Puncak Pada Empat Kejadian Banjir
Terdapat empat kejadian banjir dari enam tahun data penelitian di bulan November tahun 2008-2013, (Gambar 4.5) yaitu di tahun 2008, 2011, 2012 dan 2013. Debit puncak tertinggi terjadi pada tahun 2012, sesuai dengan tanggal kejadian banjir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk wilayah Jakarta Selatan. Berikut ini merupakan tabel tanggal kejadian banjir dan debit puncak serta nilai debit puncak dan nilai baseflow index (BFI) dari tahun 20082013 (Tabel 4-3).
4-5
Tabel 4-3 BFI, Debit dan baseflow puncak, pos duga air MT Haryono. No 1 2 3 4 5 6
Tanggal Banjir BNPB 14/11/2008 15/11/2011 22/11/2012 8/11/2013
Tanggal Debit Puncak 14-Nov-08 23-Nov-09 23-Nov-10 18-Nov-11 24-Nov-12 8-Nov-13
Debit Puncak Harian (TRO) (m3/s) 47.7 18.21 36.36 48.82 55.76 29.27
(a)
(b)
4-6
Puncak aliran dasar (m3/s) 13.88 5.51 17.23 18.49 22.79 15.27
BFI 52.40% 52% 72% 66.70% 53% 66.20%
(c)
(d) November dan kurva aliran dasar. Gambar 4-5. Rata-rata debit harian bulan (a) Tahun 2008, (b) 2011, (c) 2012, (d) 2013. Base Flow Index adalah rasio antara volume aliran dasar terhadap volume total debit sungai, dapat menggambarkan seberapa besar kontribusi aliran dasar terhadap debit sungai (Brown, Neal, Nathan, 2013). Berdasarkan nilai BFI (Tabel 4-3), nilai kontribusi aliran dasar tertinggi berada pada tahun 2010 di tahun yang tidak banjir. Menurut beberapa sumber informasi berita, tahun 2010 ini banjir terjadi pada tanggal 17 Agustus, 14 September dan 25 Oktober (viva.com). Hal ini disebabkan oleh intensitas hujan harian yang tinggi di daerah hulu, pada bulan Agustus tahun 2010 mencapai 75mm/jam (Nugraha, 2014). 4-7
Menurut klasifikasi hujan harian BMKG, curah hujan dengan intensitas harian mencapai 75mm/jam dapat dikategorikan sebagai hujan lebat. Klasifikasi hujan menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG): a. Sangat ringan ( <5mm/24jam) b. Ringan
( 5-20mm/24jam)
c. Sedang
( 21-50mm/24jam)
d. Sangat Lebat ( >100mm/24jam)
Oleh karena itu, hujan lebat yang turun pada bulan-bulan peralihan (Agustus, September, dan Oktober) berkontribusi dalam pemenuhan air tanah, sehingga kontribusi baseflow bulan November 2010 lebih tinggi dibandingkan dengan bulan November yang lainnya. Selain itu nilai BFI tinggi pada bulan November tahun 2010 ini disebabkan oleh rendahnya nilai TRO (Tabel 4-3).
Dibeberapa wilayah DAS lain, khususnya DAS Citarum kontribusi aliran dasar tahun 2010 memiliki kontribusi tertinggi dari tahun 1982-2011 (Pertiwi, 2013). Kontribusi aliran dasar yang tinggi pada tahun 2010 terjadi bersamaan dengan peristiwa La-Nina yang menyebabkan musim basah mengalami kemajuan dengan durasi lebih panjang, sehingga meningkatkan curah hujan dibeberapa wilayah di Indonesia, termasuk Jawa Barat. Durasi musim basah yang lebih panjang, memberi imbuhan air tanah yang lebih besar, dan berpengaruh terhadap kontribusi aliran dasar.
Berikut ini terdapat nilai baseflow index dari tahun 2008-2013 (Gambar 4-6 a). Kemudian dipilih tahun 2012 yang memiliki debit puncak dibulan November namun BFI rendah pada saat banjir, untuk dibandingkan dengan tahun 2010 yang memiliki BFI tinggi tetapi tidak terjadi banjir di bulan November (Gambar 4-6 b).
4-8
(a)
0.8 0.7 0.6
BFI %
0.5 0.4
2010
0.3
2012
0.2 0.1 0 aug
sep
oct
nov
Bulan
(b) Gambar 4-6 (a) Baseflow Index tahun 2008-2013. (b) Perbandingan Baseflow Index bulan November tahun 2010 dan 2012.
Rata-rata nilai debit puncak harian pada bulan November 2012 senilai 55,76 m3/s, dan pada tahun 2010 senilai 36,36 m3/s (Tabel 4-3). Ditinjau dari perhitungan rasio total aliran dasar bulanan terhadap total aliran, nilai BFI pada saat debit puncak bulan
November 2012 menunjukan nilai BFI yang rendah, sedangkan dibulan
4-9
November 2010 memiliki nilai BFI tinggi. Jadi pada saat debit memuncak nilai kontribusi aliran dasar rendah. Sebab menurut beberapa literature aliran dasar cenderung lebih berkontribusi pada bulan kering dibandingkan bulan basah. Untuk melihat seberapa besar perbedaan kontribusi aliran dasar dimusim yang berbeda, dilakukan komposit bulanan baseflow index dari tahun 2008-2013 (Gambar 4-7). Komposit baseflow index di DAS Ciliwung setiap bulan selama periode 2008-2013 adalah sebagai berikut.
90 80 70
BFI %
60 50 40 30 20 10 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan
Gambar 4-7 Komposit Baseflow Index bulanan tahun 2008-2013. Jika dibandingkan baseflow index antara musim hujan dan musim kemarau, terlihat adanya perbedaan antara kontribusi aliran dasar dimusim basah dan dimusim kering. Dominasi kontribusi aliran dasar terjadi pada musim kering, yaitu pada bulan Juni tampak bahwa semakin menuju ke puncak musim kemarau. Sementara itu, rasio aliran dasar dibagi total aliran (persentase aliran dasar) pada musim penghujan menunjukkan persentase yang lebih kecil dibandingkan dengan musim kemarau.
Selanjutnya akan dilihat anomali aliran dasar setiap tahun disetiap bulannya, khususnya dibulan November, agar dapat diketahui simpangan dari rata-ratanya (Gambar 4-8).
4-10
0.2 0.15 0.1
Anomali
0.05 0 -0.05
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
-0.1
2012 2009
-0.15 -0.2 -0.25 -0.3
Bulan
(a)
0.25 0.2 0.15 0.1
Anomali
0.05 2011
0 -0.05
1
2
3
4
5
6
7
-0.1
8
9
10
11
12
2013
2010
-0.15 -0.2
-0.25 -0.3
Bulan
(b) Gambar 4-8 (a) Anomali aliran dasar dibawah normal pada bulan November tahun 2012 dan 2009. (b) Diatas normal pada bulan November tahun 2010, 2011, 2013.
Berdasarkan (Gambar 4-8) grafik diatas terdapat dua pengelompokan anomali aliran dasar, selanjutnya akan dilihat pengaruh hujan ekstrem pada tahun 2012 kejadian banjir yang memiliki puncak debit tertinggi dan anomali aliran dasar di
4-11
bawah kondisi normal. Dan akan dilihat juga pengaruh hujan ekstrem pada tahun 2010 kejadian tidak banjir yang memliliki puncak debit rendah, anomali aliran dasar diatas kondisi normal.
4.4.
Analisis Pengaruh Hujan Ekstrem Terhadap Aliran Dasar.
Perhitungan curah hujan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan data Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM). Multisatellite Precipitation Analysis (TMPA) merupakan produk hasil gabungan antara TRMM Precipitation Radar (PR) dan TRMM
Microwave Imager
meteorologi Microwave dan Infrared lainnya
(TMI)
beserta
citra satelit
(Huffman, dkk., 2007). Hasil
penelitian sebelumnya di Indonesia menunjukkan bahwa hubungan antara TMPA dengan data lapangan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) adalah kuat khususnya terhadap pola hujan bulanan walaupun masih dalam kondisi dibawah estimasi data hujan BMKG (As-syakur., 2010)
Berikut ini adalah histogram curah hujan ekstrem TRRM bulan November tahun 2012 pada saat debit puncak kejadian banjir (Gambar 4-9).
70.00
59.53
60.00
mm/hari
51.26
49.76
50.00
44.62
41.17
36.13
40.00 30.00 22.94
26.35 16.76
20.00
15.78
13.96
10.00
1.51
0.00 jan
feb mar apr mei jun
jul
ags sep okt nov des
Bulan
Gambar 4-9 Curah hujan maksimum bulan November tahun 2012.
4-12
Curah hujan maksimum harian pada bulan November 2012 sebesar 59,53 mm dapat dikategorikan sebagai hujan lebat menurut klasifikasi hujan harian BMKG. Puncak curah hujan tinggi dibulan November, mengkibatkan aliran dasar memuncak di bulan Januari 2013 seperti gambar berikut ini (Gambar 4-10).
35.00
29.81
30.00
M3/s
25.00 20.00
15.81
15.00
5.00
9.90
9.48
10.00 1.88 0.95 1.69
4.00
7.59 3.89 2.17 2.75
0.00 jul
ags
sep
okt
nov des
jan
feb mar apr
mei
jun
Bulan
Gambar 4-10 Rata-rata aliran dasar bulan Juli 2012 sampai Juni 2013. Untuk mengetahui seberapa besar curah hujan harian dibulan November dapat dilihat histogram curah hujan harian, dua harian dan lima harian berikut ini (Gambar 4-11).
70 60
mm/hr
50 40 30 20 10 0 1
3
5
7
9
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Bulan
(a) 4-13
CH (mm)
94.53 100 90 80 63.34 70 60 50 38.10 34.02 40 30.98 25.95 24.84 30 19.16 16.18 14.99 14.97 20 10.63 9.08 7.95 7.31 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Curah hujan akumulasi 2 harian
(b)
(c) Gambar 4-11 (a) Curah hujan harian, (b) Curah hujan akumulasi dua harian bulan November 2012, (c) curah hujan akumulasi lima harian bulan November tahun 2012. Berdasarkan jumlah curah hujan harian bulan November tahun 2012 terlihat bahwa curah hujan tertinggi berada pada tanggal 23 November 2012, sedangkan untuk debit puncak pos duga air MT Haryono berada pada tanggal 24 November 2012 (Tabel 4-3), artinya hujan yang turun ke permukaan sungai butuh waktu untuk terakumulasi sehingga mencapai debit puncak. 4-14
Jika dilihat dari curah hujan dua harian dan lima harian bulan November tahun 2012, akumulasi curah hujan tertinggi berada pada saat debit puncak ditanggal 24 November 2012 (data dua harian ke-12 dan data lima harian ke-5). Untuk akumulasi dua harian sebesar 94,54 mm dan untuk akumulasi lima harian sebesar 138,85 mm (Gambar 4-10 a, 4-10 b). Artinya banjir pada bulan November 2012 daerah Jakarta dipengaruhi oleh curah hujan ekstrem, bukan aliran dasar yang lebih berpengaruh pada daerah tersebut.
Perbandingan analisis curah hujan tahun 2010 dengan tahun 2012. Pada tahun 2010 kontribusi aliran dasar memiliki nilai kontribusi tertinggi dibandingkan dengan November lainnya, walaupun memiliki nilai BFI tertinggi dalam kasus ini tidak terjadi banjir, dikarenakan curah hujan yang tidak ekstrem pada bulan ini. Dapat dilihat seperti gambar berikut ini (Gambar 4-12).
70
62.99
60
54.71
mm/hari
50 40
42.46
42.03 36.75
30.7731.63
30
27.73
31.84 27.07
34.13
29.97
20 10 0 jan
feb mar apr mei jun
jul
ags sep okt nov des
Tanggal
Gambar 4-12 Curah hujan maksimum tahun 2010.
4-15
70 60
mm/hr
50 40 30 20 10 0 1
3
5
7
9
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Tanggal
Gambar 4-13 Curah hujan harian bulan November tahun 2010. Curah hujan maksimum bulan November berada pada kategori sedang dengan nilai 34,13 mm per hari dan rata-rata curah hujan harian nya rendah, sedangkan nilai TRO pada bulan ini pun rendah (Tabel 4-3). Akibatnya untuk tahun 2010 nilai baseflow index (BFI) tinggi. Sebaliknya untuk tahun 2012 nilai curah hujan harian tinggi dibulan November menyebabkan nilai TRO tinggi dan mengakibatkan nilai baseflow index yang kecil. Untuk melihat lebih jelas hubungan antara keduanya, dapat dilihat pada gambar scatter plot antara jumlah hari hujan dan TRO berikut ini (Gambar 4-14). 30
Rata-rata TRO
25 20
y = 1.835x - 36.685 R² = 0.2978
15 10 5 0 0
10
20 Jumlah hari hujan
(a) 4-16
30
40
30 25 y = 1.0205x - 9.5706 R² = 0.7644
Rata-rata TRO
20 15
10 5 0 0 -5
5
10
15
20
25
30
35
Jumlah hari hujan
(b) Gambar 4-14 Scatter plot total runoff dan jumlah hari hujan tahun 2010. Perbandingan koefisien determinasi terbaik antara julmah hari hujan dan TRO tahun 2010 dan 2012 terjadi pada tahun 2012, dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0.7644. Hal ini menandakan bahwa pada tahun 2012 disaat debit puncak hubungan total runoff erat kaitannya dengan jumlah hari hujan, maka pada tahun 2012 ini penyebab banjir Jakarta adalah curah hujan bukan aliran dasar. Sedangkan untuk tahun 2010 nilai koefisien determinasi kecil senilai 0.2978 artinya kontribusi baseflow tinggi pada tahun 2010 bukan disebabkan oleh jumlah curah hujan pada saat itu, namun intensitas hujan harian yang tinggi pada bulanbulan sebelumnya yang menyebabkan kontribusi tinggi dibulan November. Ketika pada bulan November tahun 2010 curah hujan harian rendah sehingga walaupun nilai kontribusi baseflow tinggi tetapi tidak menyebabkan banjir. Jika dilihat dari nilai BFI pada bulan November tinggi, disebabkan oleh rendahnya nilai TRO (Tabel 4-3). Dengan kata lain tidak ada kaitannya jumlah hari hujan dengan TRO yang mengakibatkan kontribusi baseflow tinggi di tahun 2010 bulan November.
4-17
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Dari enam tahun kajian penelitiaan, baseflow index (BFI) tertinggi berada pada tahun 2010 ditahun yang tidak banjir, disebabkan oleh nilai TRO yang rendah. Dan sebaliknya ditahun 2012 nilai BFI rendah dikarenakan nilai aliran dasar merupakan yang tertinggi dan nilai TRO yang tinggi.
Berdasarkan kajian data dengan periode enam tahun, secara umum banjir yang terjadi dibulan November disebabkan oleh direct runoff yang dipicu hujan ekstrem, sedangkan peranan aliran dasar rendah.
5.2.
Saran
Untuk yang akan melanjutkan penelitian ini mengenai peranan curah hujan dan aliran dasar, berikut adalah saran yang penulis berikan:
Dianjurkan jika menghitung aliran dasar menggunakan metode RDF untuk memilih filter parameter bukan hanya berdasarkan luasan DAS, namun pertimbangkan berdasarkan tipe jenis tanahnya.
Pemisahan aliran dasar membutuhkan kalibrasi lebih lanjut.
4-18
DAFTAR PUSTAKA
Abiseno, P. (2013). Identifikasi Kejadian Hujan Ekstrem Berdasarkan Data Tropical Rainfal Meassuring Mission (TRMM) Secara Temporal. Tugas Akhir: Institut Teknologi Bandung. As-syakur, & Tanaka. (2010). Comparison of TRRM Multisatellite Precipitation Analysis (TMPA) Product and Daily-Monthly Gauge Data Over Bali Island. International Journal of Remote Sensing. Bordie, R. S., & Hostler. (2005). A Review of Techniques for Analysing Aliran dasar from Stream Hydrographs. Bureau of Rural Sciences. Brown, Neal, & Nathan. (2013). A Standard Aproach to Baseflow Separation using the Lyne Hollick. Jurnal of Water Resources. Eckhardt, K. (2005). How to Construct Recursive Digital Filter for Baseflow Separation. Hydrological Processes, 507-515. Fan, Y., Chen, Y., & Li, W. (2013). Increasing Precipitation and baseflow in Aksu River since the 1950. Elsevier Science. Quitenary International, 336, 2634. Feidas. (2010). Validation of Satelite Rainfall Product Over Greece. Theoriticl and Applied Climatology. Gili, M., & Kellezi, E. (2003). An Application of Extreme Value Theory for Measuring Risk. Elsevier Science. Gonzales, Nonner, & Unlenbrook. (2009). Comparison of different baseflow separation methods in a lowland catchment. Hydrologi and Earth System Sciences. Huffman. (2007). The TRMM Multisatellite Precipitation Analysis (TMPA): Quasi-Global, Combined Sensor Precipitation Estimates at Fine Scales. Jurnal od Hydrometeorology, 38-55. Jonas, J. (2006). An Assesment of the Trecer Base Approach to Quantifying Groundwater contributions to streamflow. Water Resources Research.
DP-1
Li, & Holger. (2014). Performance Assessment and Improvement of Recursive Digital
Baseflow
Filters
for
Catchment
with
Different
Phsical
Characteristics and Hydrological Input. Environmental. Nathan, R., & McMahon, T. (1990). Evaluation of Automated Tecniques for Baseflow and Recession Analysis.Wat. Resources. Research., 26(7), 14651473. Nugraha. (2014). Analisis Debit Puncak Aliran Sungai Ciliwung Pada Outlet Katulampa. Institut Pertanian Bogor. Rahmawati, D. (2014). Estimasi Rainfall Threshold DAS Ciliwung Hulu Untuk Peringatan Banjir. Tugas Akhir Program Sarjana, Program Studi Meteorologi: Institut Teknologi Bandung. Roxy. (2010). Variability of Soil Moisture and its Relationship with Surface Albedo and Soil Thermal Diffusivity at Astronomical Observatory, Thiruvananthapuram, South Kerala. J. Earth Syst. Sci., 119, 507-517. Sosrodarsono, S., & Takeda, K. (1999). Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita,Jakarta. Wilks, D. (1995). Statistical Methods in the Atmospheric Sciences. Academic Press, 575. Zhang, & Schilling. (2006). Increasing Streamflow and Baseflow in Mississippi River since the 1940 Effect of Landuse Change. Elsevier Journal of Hydrology, 412-422.
DP-2