ANALISIS DAERAH RESAPAN AIR DAS CILIWUNG HULU MENURUT PENUTUPAN LAHAN DAN RTRW
SITI SYA’DIAH
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Daerah Resapan Air DAS Ciliwung Hulu Menurut Penutupan Lahan dan RTRW adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015
Siti Sya’diah NIM G24110014
ABSTRAK SITI SYA’DIAH. Analisis Daerah Resapan Air DAS Ciliwung Hulu Menurut Penutupan Lahan dan RTRW. Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN. Daerah resapan berkaitan dengan tempat meresapnya air hujan yang kemudian akan menjadi cadangan air tanah. DAS bagian hulu merupakan daerah resapan air yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian tata air, sebagai pelindung dari bahaya erosi, degradasi lingkungan, dan banjir di bagian hilir. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi perubahan penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2000, 2005, dan 2013 dalam kaitannya dengan daerah resapan. Kemudian menduga aliran permukaan sebagai dampak dari perubahan penutupan lahan, dan membandingkan peruntukan lahan dalam RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 dengan penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2013. Pendekatan yang digunakan dalam analisis daerah resapan adalah identifikasi penutupan lahan. Tutupan lahan merupakan indikator penting yang dapat merepresentasikan kondisi daerah resapan. Identifikasi tutupan lahan memanfaatkan aplikasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (GIS). Pendugaan aliran permukaan pada penelitian ini menggunakan metode SCS (US Soil Conservation Service) yang merupakan fungsi dari curah hujan dengan tutupan lahan dan grup hidrologi tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan penutupan lahan dalam periode tahun 2000-2013, penurunan luas hutan dan peningkatan area pemukiman masing-masing adalah sebesar 6,3% dan 11,2% dari luas DAS Ciliwung Hulu sebesar 14.837 Ha. Hal ini terlihat dari luas hutan semula adalah 4975,6 Ha menjadi 4043 Ha, sedangkan luas area pemukiman semula adalah 1135 Ha menjadi 2789,3 Ha. Perubahan penutupan lahan tersebut menyebabkan peningkatan aliran permukaan hingga 55,5% dari kondisi awalnya di tahun 2000 sebesar 385 mm. Selain itu, terjadi ketidaksesuaian penataan ruang di tahun 2013 terhadap RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025, terutama perubahan fungsi lahan di kawasan lindung dan resapan air. Total ketidaksesuaian fungsi lahan adalah sebesar 47,8% dari luas DAS Ciliwung Hulu. Penyimpangan tersebut berupa pemanfaatan kawasan lindung menjadi kawasan budidaya, seperti perkebunan, pemukiman, dan pertanian lahan kering. Keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan luas hutan dan peningkatan luas area pemukiman menyebabkan berkurangnya lahan efektif untuk meresap air sehingga air tidak meresap secara optimal ke dalam tanah dan menyebabkan peningkatan aliran permukaan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa fungsi DAS Ciliwung Hulu sebagai daerah resapan air telah menurun. Selain itu, alih fungsi lahan kawasan lindung dan daerah resapan menjadi kawasan budidaya menyebabkan fungsi DAS Ciliwung Hulu sebagai daerah resapan air tidak terpelihara. Kata kunci: aliran permukaan, daerah resapan, RTRW, tutupan lahan
ABSTRACT SITI SYA’DIAH. Recharge Area Analysis of Upper Ciliwung Watershed According to Land Cover and RTRW. Supervised by HIDAYAT PAWITAN. Recharge areas are associated with rainwater seeps that will be ground water reserves later. The upper watershed is a recharge area which serves to keep the balance and sustainability of the water system, as well as to protect the downstream from erosion, environmental degradation, and floods. The purpose of this study is to identify land cover change of the upper Ciliwung watershed in 2000, 2005, and 2013 in relation to the recharge areas, and then to estimate the surface runoff as a response to land cover change, and to compare land cover in RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 with land cover in 2013. The approach used in the recharge areas analysis is land cover identifying. Land cover is an important indicator that can represent the condition of recharge areas. The identification of land cover utilizes remote sensing applications and Geographic Information System (GIS). Estimation of surface runoff in this study is using SCS (Soil Conservation Service) which is a function of rainfall with land cover and soil hydrologic group. The result shows that there has been a land cover change in the time period of 2000 to 2013, a decreasing forest areas, and an increasing urban areas, respectively 6,3% and 11,2% of upper Ciliwung watershed areas of 14,837 Ha. It shows from the change in the original forest area of 4975,6 hectares to 4043 hectares, while the urban area changes from 1135 hectares to 2789,3 hectares. These changes in land cover causes an increasing surface runoff up to 55.5% from its original condition in 2000 of 385 mm. Besides, there was an unsuitable spatial planning in the year 2013 of RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025, especially the land use changes in protected areas and recharge areas. There is a total of 47,8% unsuitable land use areas in the upper Ciliwung watershed. These deviations is from the conversion of protected areas into cultivated areas, such as plantation areas, urban areas, and dry land agricultural areas. Overall results of the research shows that the decrease of forest areas and the increase of urban areas causes the effective land for recharge area to decrease, so that water does not seep optimally into the soil and causes the surface runoff to increase. It indicates that the function upper Ciliwung watershed as a recharge area has decreased. Besides, the conversion of protected forest land areas and recharge area into cultivated areas causes the function of upper Ciliwung watershed as a recharge area to be unmaintained. Keywords: land cover, recharge areas, RTRW, surface runoff
ANALISIS DAERAH RESAPAN AIR DAS CILIWUNG HULU MENURUT PENUTUPAN LAHAN DAN RTRW
SITI SYA’DIAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Mayor Meteorologi Terapan
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga Karya Ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari hingga Mei 2015 ini ialah daerah resapan air, dengan judul “Analisis Daerah Resapan Air DAS Ciliwung Hulu Menurut Penutupan Lahan dan RTRW”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Hidayat Pawitan, MSc. selaku pembimbing, dan kepada Bapak Drs Bambang Dwi Dasanto, Msi. serta Bapak Muh. Taufik, SSi, Msi. yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kedapa Ibu Tiwi dan Ibu Neng Wati dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung, Bapak Dito dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor, Badan Pengelolaan dan Sumber Daya Air Ciliwung-Cisadane, dan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, Bapak Imron Aliyani dan Ibu Mulwati, atas doa, dukungan materi dan moril serta kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua adik penulis (Maulana Dwi Nugraha dan Siti Azakia Aliyani) atas dukungan dan kasih sayangnya. Tak lupa juga ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman satu bimbingan (Okta, Ikrom, dan Neni), teman-teman luar biasa yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian (Reffi, Ayuvira, Fakhrul, Mbak Anis, Ridwan, Teh Nuy, Gigih, Derri) serta teman-teman luar biasa lainnya yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, juga canda tawa dan kebersamaan dengan GFM 48, abang dan kakak GFM 47, adik-adik GFM 49 dan 50. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini sehingga segala masukan, kritik, dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang berkepentingan. Bogor, Agustus 2015
Siti Sya’diah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum DAS Ciliwung hulu Penutupan/Penggunaan lahan Daerah Resapan Air Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Hidrograf Aliran Sungai Aliran Permukaan Metode SCS (Soil Conservation Service) METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Alat Prosedur Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hidrologi Daerah Kajian Kondisi Daerah Resapan Air DAS Ciliwung Hulu Menurut Penutupan Lahan Pendugaan Aliran Permukaan Ketidaksesuaian Penutupan Lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2013 terhadap Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 Pemisahan Hidrograf Aliran dan Pengujian Model SCS SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 11 11 12 17
19 21 22 22 23 23 25 30
DAFTAR TABEL 1 2
Jenis data dan sumber data yang digunakan pada penelitian 5 Klasifikasi penggunaan lahan menurut sistem Malingreau dan Christina (1981) 7 3 Deskripsi grup hidrologi tanah 8 4 Kriteria kondisi AMC 9 5 Luas tutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2000, 2005, dan 2013 15 6 Perubahan luas penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu 15 7 Peruntukan penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu menururt RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 17 8 Nilai CN pada setiap jenis tutupan lahan 18 9 Estimasi potensi aliran permukaan tahun 2000, 2005, dan 2013 18 10 Peningkatan potensi aliran permukaan periode tahun 2000 hingga 2013 19 11 Perbandingan potensi aliran permukaan tahun 2000, 2005, 2013 dan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 19 12 Matriks ketidaksesuaian lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2013 terhadap RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 21
DAFTAR GAMBAR Wilayah DAS Ciliwung Hulu 6 Peta jenis tanah sub DAS Ciliwung Hulu 8 Pola curah hujan tahun 2000, 2005, dan 2013 terhadap curah hujan bulanan rata-rata selama 24 tahun 11 4 Kondisi curah hujan dan debit pada tahun 2000, 2005, dan 2013 12 14 5 Peta tutupan lahan tahun 2000 di DAS Ciliwung Hulu 6 Peta tutupan lahan tahun 2005 di DAS Ciliwung Hulu 14 7 Peta tutupan lahan tahun 2013 di DAS Ciliwung Hulu 15 8 Peta pola ruang menurut RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 16 9 Peta ketidaksesuaian tutupan lahan DAS tahun 2013 terhadap RTRW 20 10 Hidrograf aliran tahun 2013 22 11 Korelasi antara debit observasi dengan debit SCS 22 1 2 3
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Diagram alur identifikasi perubahan penutupan lahan 25 Diagram alur perhitungan limpasan dengan model SCS dan analisis curah hujan 26 Diagram alur pemisahan baseflow dan pengujian model 27 Diagram alur analisis ketidaksesuaian 27 Tabel CN (Kondisi AMC II, Ia = 0.2 S) 28 Matriks logik ketidaksesuaian penutupan/penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu 29
1
PENDAHULUAN Latar Belakang DAS Ciliwung merupakan satu dari tiga sungai yang berkontribusi besar dalam menyumbang limpasan permukaan ke wilayah Jakarta, disusul dengan DAS Sunter, dan DAS Cipinang (BPDAS 2003). Kawasan DAS Ciliwung Hulu merupakan daerah resapan air (Ruspendi 2014). Adanya penurunan resapan air di wilayah hulu DAS akan menyebabkan aliran permukaan dan banjir di wilayah tengah dan hilir. Daerah resapan air berkaitan dengan tempat masuknya air hujan ke dalam tanah sehingga memberikan kontribusi terhadap penambahan secara temporal atau permanen pada cadangan air tanah (Balek dan Simmer 1988 dalam Wiwoho 2008). Penutupan lahan merupakan indikator penting yang dapat merepresentasikan kondisi keseluruhan DAS, hal tersebut berkaitan dengan terpeliharanya daerah resapan air (Ruspendi 2014). Dalam upaya pengelolaan DAS, keberadaan kawasan lindung dan daerah resapan sangat penting. Pelaksanaan pemanfaatan ruang maupun pengendaliannya seringkali tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah yang terkandung dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan, seperti pembangunan yang tidak sesuai, masalah transportasi, bencana banjir, degradasi lingkungan, serta ketidakteraturan pemanfaatan ruang. Penataan ruang kawasan lindung dan resapan air menurut RTRW Kabupaten Bogor disusun dengan tujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan ruang berdasarkan alokasi pertumbuhan wilayah yang terjadi. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai kondisi daerah resapan air DAS Ciliwung Hulu. Selain itu, hasil analisis diharapkan dapat berguna sebagai acuan untuk menentukan perencanaan pembangunan lahan yang tepat sehingga daerah resapan air dapat terpelihara dan mengurangi dampak terjadinya peningkatan aliran permukaan. Perumusan Masalah Fungsi DAS Ciliwung Hulu sebagai daerah resapan air harus terpelihara, untuk melindungi wilayah hilir dari bahaya banjir dan aliran permukaan. Pendekatan yang digunakan dalam analisis daerah resapan adalah identifikasi penutupan lahan di DAS Ciliwung Hulu. Tutupan lahan merupakan indikator penting yang dapat merepresentasikan kondisi daerah resapan. Selain itu, tutupan lahan juga merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan efektivitas daerah resapan (Waryono 2003). Apabila fungsi suatu lahan sebagai daerah resapan air tidak terpelihara, maka akan menimbulkan permasalahan seperti meningkatnya aliran permukaan. Pendugaan aliran permukaan pada penelitian ini menggunakan metode SCS (Soil Conservation Service) yang merupakan fungsi dari curah hujan dengan tutupan lahan dan grup hidrologi tanah (Hong 2007). Dalam upaya pengelolaan DAS, diperlukan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 sebagai bahan untuk evaluasi terhadap kondisi di lapangan pada tahun 2013. Analisis dilakukan melalui analisis deskriptif yang memaparkan data-data kondisi tutupan lahan dan potensi aliran permukaan DAS Ciliwung Hulu di tahun 2000, 2005, dan 2013.
2
Kemudian membandingkan kondisi tutupan lahan tahun 2013 dengan peruntukan penggunaan lahan menurut RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 dalam kaitannya dengan kawasan lindung dan daerah resapan. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi perubahan penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2000, 2005, dan 2013 dalam kaitannya dengan daerah resapan. 2. Menduga aliran permukaan sebagai dampak dari perubahan penutupan lahan di DAS Ciliwung Hulu. 3. Membandingkan peruntukan penggunaan lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 dengan kondisi tutupan lahan di tahun 2013. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai kondisi daerah resapan air DAS Ciliwung Hulu, kemudian dapat menjadi bahan acuan untuk menentukan pembangunan yang sesuai agar fungsi DAS Ciliwung Hulu sebagai daerah resapan air tetap terpelihara.
TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum DAS Ciliwung Hulu Letak geografis DAS Ciliwung Hulu berada pada 106o46’00’’ BT – 107 00’00’’ BT dan 6o37’50’’LS – 6o46’00’’ LS. Luas DAS Ciliwung hulu adalah 14.837 Ha dan digolongkan kedalam empat Sub DAS, yaitu Sub DAS Ciesek, Sub DAS Hulu Ciliwung, Sub DAS Cibogo Cisarua, dan Sub DAS Ciseureupan Cisukabirus. DAS Ciliwung Hulu berada pada komplek utama Gunung Salak dan Gunung Pangrango. Jenis tanah didominasi oleh latosol cokelat kemerahan dan latosol cokelat sekitar 32,89 %. Hal ini didasarkan atas Peta Tanah Tinjau untuk Kabupaten Bogor dan Kota Bogor skala 1 : 250.000 dari Pusat Penelitian Tanah Bogor (Nugraha, 2008). DAS Ciliwung Hulu memiliki curah hujan rata-rata sebesar 2929-4956 mm/tahun. Menurut klasifikasi Smith dan Ferguson (1951) yang didasarkan pada besarnya curah hujan, yaitu Bulan Basah (>200 mm) dan Bulan Kering (<100 mm), DAS Ciliwung Hulu termasuk ke dalam Type A (Nugraha, 2008). Kemiringan lereng DAS Ciliwung Hulu bervariasi yaitu datar, landai, agak curam, curam, dan sangat curam. Penyebaran vegetasi di DAS Ciliwung Hulu terkonsentrasi pada bagian ujung hulu yang didominasi oleh hutan lebat. Namun, seiring pembangunan, kondisi lahan mulai terdegradasi menjadi pemukiman warga dan beralih fungsi menjadi non-pertanian yaitu kepemilikan atas hak perseorangan. Hal ini mendorong terjadinya ketidakseimbangan sistem hidrologi di DAS Ciliwung Hulu. o
3
Penutupan/Penggunaan Lahan Penggunaan lahan adalah bentuk wujud tutupan permukaan bumi, baik secara alami atau intervensi manusia. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah jenis-jenis bahan induk yang menentukan tingkat kesuburan lahan, kemudian hal ini menentukan pola penggunaan lahan dan pemusatan penduduk. Selain itu, faktor lereng dan ketinggian tempat juga memiliki peranan penting. Bahan induk dan kelerengan memiliki kaitan yang erat dengan faktor kedalaman efektif tanah. Jumlah penduduk, penyebaran penduduk dan profesi serta tingkat penggunaan lahan juga menentukan pola penggunaan lahan dan pemusatan penduduk (Sandy 1977). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia (UURI) nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, sistem penggunaan lahan terdiri dari dua jenis, yaitu penggunaan lahan untuk fungsi lindung dan penggunaan lahan untuk fungsi budidaya. Fungsi lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencangkup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Sedangkan fungsi budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk membudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan. Daerah Resapan Air Daerah resapan air berkaitan dengan tempat masuknya air hujan ke dalam tanah sehingga memberikan kontribusi pada penambahan secara temporal atau permanen pada cadangan air tanah (Balek dan Simmer 1988 dalam Wiwoho 2008). Secara umum, peristiwa peresapan air ke dalam tanah melalui dua proses, yaitu infiltrasi dan perkolasi. Infiltrasi berperan penting dalam proses pengisian kembali lengas tanah dan air tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi adalah genangan di permukaan tanah, kadar air dalam tanah, pemadatan tanah, vegetasi, struktur tanah, kemiringan lahan, dan penutupan/penggunaan lahan. Efektivitas daerah resapan ditentukan dari empat faktor yaitu kemampuan daya serap air, potensi karakteristik curah hujan, tipe penggunaan lahan, dan aliran sungai (Waryono 2003). Kemampuan daya serap terkait dengan kemampuan infiltrasi tanah, hal ini ditentukan berdasarkan jenis tanah dan tipe penggunaan lahan. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor 2005-2025 merupakan dokumen perencanaan hasil revisi dari RTRW Kabupaten Bogor tahun 2000. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 19 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025, kebijakan penataan ruang merupakan manifestasi politik dari pemerintah untuk mengintegrasikan pemanfaatan ruang yang dilaksanakan secara makro dalam skala nasional, komprehensif, dan aplikatif di tingkat daerah. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor disusun berasaskan keterpaduan, keserasian, keberlanjutan, keterbukaan, kemitraan, perlindungan terhadap kepentingan umum, kepastian hukum, dan akuntabilitas. Tujuan penataan ruang Kabupaten Bogor adalah demi terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan
4
dengan kemampuan daya dukung lingkungan yang efisien dan efektif, meningkatkan kualitas lingkungan pada kawasan lindung sebagai kawasan konservasi air dan tanah, tercapainya pembangunan infrastruktur yang dapat mendorong perkembangan wilayah dan perekonomian masyarakat, serta sebagai arahan pengendalian dan pengawasan dari pelaksanaan pembangunan. Hidrograf Aliran Sungai Hidrograf merupakan diagram yang menggambarkan variasi debit terhadap waktu (Sosrodarsono dan Takeda 2003). Hidrograf menunjukan respon hidrologi terhadap masukan di suatu DAS. Bentuk hidrograf dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : morfometri DAS (luas, bentuk, kelerengan DAS, pola jaringan sungai, kerapatan drainase, dan landaian sungai utama), dan faktor lainnya (curah hujan, laju infiltrasi, evapotranspirasi, dan tata guna lahan) (Suryono 1986). Hidrograf memiliki beberapa komponen, yaitu quick flow dan baseflow. Quick flow adalah bentuk respon langsung dari suatu kejadian hujan seperti aliran permukaan, dan baseflow adalah debit sungai yang berasal dari sumber alami. Baseflow dapat diketahui dengan menggunakan teknik pemisahan. Nilai baseflow menyatakan kemampuan fungsi hidrologi DAS dalam menyediakan air. Aliran permukaan Aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang tidak terinfiltrasi, mengalir di permukaan tanah menuju sungai, danau, dan lautan (Asdak 1995). Aliran permukaan tersebut mengangkut bagian-bagian tanah akibat erosi yang mengalir ke sungai, danau, atau laut, berupa aliran yang mengalir diatas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Runoff merupakan istilah yang lazim digunakan untuk aliran yang mengalir di atas permukaan tanah bukan aliran di bawah permukaan tanah sehingga dikenal pula dengan istilah surface runoff. Model SCS (Soil Conservation Service) Estimasi aliran permukaan menggunakan metode SCS merupakan fungsi dari curah hujan, jenis tanah, tutupan lahan, dan kondisi kelembaban tanah yang mengacu kepada grup hidrologi tanah (Hong 2007). Metode SCS menggunakan persamaan untuk mendefinisikan bagian dari curah hujan yang menjadi aliran permukaan dan infiltrasi. Metode ini telah banyak digunakan secara luas di Amerika Serikat dan negara lainnya karena dinilai sederhana dan mudah untuk digunakan.
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hidrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2015 hingga Juni 2015.
5
Bahan Data dan sumber data yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah : Tabel 1 Jenis data dan sumber data yang digunakan pada penelitian No Jenis Data Sumber data 1 Masing-masing satu scene citra Mengunduh dari LANDSAT 5 tahun 2000 dan 2005, serta http://glovis.usgs.gov/ dua scene citra LANDSAT 7 tahun 2013 wilayah Jawa Barat (path/row : 122/65) 2 Citra GoogleEarth, literatur peta Internet, tesis dan BPDAS penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu Citarum-Ciliwung 3 Peta administrasi sub DAS Ciliwung BPDAS Citarum-Ciliwung Hulu 4 Peta jenis tanah sub DAS Ciliwung Hulu BPDAS Citarum-Ciliwung 5 Peta pola ruang Rencana Tata Ruang Bappeda Kabupaten Bogor Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 6 Peta administrasi wilayah Kabupaten Bappeda Kabupaten Bogor Bogor 7 Peta rupa bumi Indonesia Badan Informasi Geospasial (BIG) 8 Data curah hujan wilayah Katulampa, PSDA Ciliwung-Cisadane Gadog, Citeko, dan Gunung Mas tahun 1990-2013 9 Data debit sungai harian Katulampa Balai Besar Wilayah Sungai tahun 2000, 2005, dan 2013 Ciliwung-Cisadane (BBWSCC) Alat Seperangkat komputer dengan aplikasi spreadsheet dan perangkat lunak untuk pengolahan citra satelit, seperti : Arc GIS 10.1, ER MAPPER, aplikasi GAPFILL, dan Google earth. Prosedur Analisis Data Lokasi Penelitian Secara administratif, DAS Ciliwung Hulu berada di Kabupaten Bogor, sebelah barat DAS Ciliwung Hulu berbatasan dengan DAS Cisadane, sebelah utara berbatasan dengan DAS Citarum, dan sebelah timur berbatasan dengan DAS Cileungsi/Bekasi.
6
Gambar 1 Wilayah DAS Ciliwung Hulu Analisis Karakteristik Curah Hujan Data curah hujan harian yang digunakan yaitu tahun 1990 sampai tahun 2013 dari empat stasiun pengukur curah hujan, yaitu Katulampa, Gunung Mas, Gadog, dan Citeko. Perhitungan curah hujan wilayah menggunakan metode polygon thiessens didasarkan kepada sejauh mana penempatan stasiun pengukur curah hujan sehingga mampu mewakili wilayah pengamatan. Kemudian, curah hujan wilayah harian ditabulasi dan dihitung menjadi rata-rata perbulan selama 24 tahun untuk mengetahui pola curah hujan bulanan yang terbentuk. Sedangkan, tabulasi curah hujan harian tahun 2000, 2005, dan 2013 akan digunakan sebagai input metode SCS dalam menentukan kondisi AMC (Antecedent Moisture Condition) dalam kaitannya dengan potensi aliran permukaan. Adapun perhitungan CH wilayah dengan polygon thiessens sebagai berikut :
Simbol An adalah luas poligon ke-n, Rn adalah curah hujan poligon ke-n. Identifikasi Perubahan Penutupan Lahan Metode yang digunakan untuk mengetahui kondisi penutupan lahan adalah dengan cara menghimpun data atau peta-peta yang berisi informasi topografi, penggunaan lahan, dan analisis citra Landsat. Klasifikasi citra Landsat dilakukan sebagai suatu proses untuk mengelompokkan piksel kedalam kelas-kelas yang ditetapkan. Lillesand dan Kiefer (1997) membagi teknik klasifikasi citra kedalam dua kategori, yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification). Pada penelitian ini menggunakan teknik klasifikasi terbimbing (supervised classification) untuk
7
mengategorikan kelas tutupan lahan pada citra Landsat. Kelas penutupan lahan (land cover) pada penelitian ini mengacu kepada kategori kelas pada tingkat III sistem Malingreau dan Christina (1981). Pada penelitian ini tidak dilakukan peninjauan lapang, namun dilakukan perbandingan dengan citra google earth sebagai pendukung klasifikasi yang telah dibuat. Tabel 2 Klasifikasi penggunaan lahan menurut sistem Malingreau dan Christina (1981) Tingkat I Tingkat II Tingkat III Simbol Lahan pertanian Padi sawah (irigasi) Si Padi ladang (non irigasi) Sl Ladang/tegalan L Perkebunan P Kebun campur Kc Daerah bervegetasi Lahan vegetasi Hutan lahan kering Hk non pertanian Hutan lahan basah Hb Belukar B Semak S Rumput Pr Alang-alang Pa Lahan Lahan terbuka Lb non pertanian Benting pantai Bp Daerah tak bervegetasi Lahan Pemukiman Kp tak bervegetasi Industri In Tubuh perairan Danau/waduk D Tambak T Perairan Rawa/sungai R Terumbu karang Tk Perhitungan Aliran Permukaan Metode SCS memperhitungkan curah hujan yang menjadi aliran permukaan berdasarkan nilai CN (Curve Number). Nilai CN ditentukan dari prosedur yang dibuat oleh McCuen (1982), dengan mempertimbangkan jenis tanah, tutupan lahan, grup hidrologi tanah, dengan merujuk kepada kondisi kelembaban tanah.
8
Gambar 2 Peta jenis tanah sub DAS Ciliwung Hulu Jenis tanah pada DAS Ciliwung Hulu memiliki 5 jenis (Gambar 2). Jenis tanah yang mendominasi adalah latosol. Apabila dilihat dari sifat aerodibilitasnya (kepekaan suatu tanah terhadap erosi), jenis tanah latosol tergolong agak peka dan menyebar disekitar wilayah DAS Ciliwung Hulu hingga ke bagian tengah, dengan daerah yang relatif lebih landai. Sedangkan, sisanya adalah jenis tanah regosol dan sebagian kecil lainnya adalah jenis tanah andosol yang berada di sekitar Gunung Gede Pangrango. Jenis tanah ini akan dikategorikan ke dalam grup hidrologi tanah berdasarkan tekstur dan komposisinya. Tabel 3 Deskripsi grup hidrologi tanah Kelompok Tanah A
B
C
D
Laju Infiltrasi (mm/jam) Potensi aliran permukaan rendah, kemampuan 8-12 infiltrasi tinggi, dengan komposisi dominasi pasir dan sebagian kecil liat. Potensi aliran permukaan rendah, kemampuan 4-8 infiltrasi sedang, dengan komposisi lempung, liat, dan sebagian kecil pasir. Potensi aliran permukaan sedang, kemampuan 1-4 infiltrasi rendah. Komposisi mengandung cukup liat dengan tekstur sedang hingga halus. Potensi aliran permukaan tinggi, kemampuan 0-1 infiltrasi yang sangat rendah dengan komposisi yang didominasi oleh liat, bertekstur halus.
Sumber : Asdak (1995)
Keterangan
9
CN (Curve Number) adalah indeks yang menggambarkan kombinasi antara grup hidrologi tanah dan klasifikasi lahan. Untuk mengetahui nilai CN, dilakukan dengan meng-overlay peta penutupan lahan dan peta jenis tanah. Kemudian penentuan nilai CN berdasarkan tabel pada Lampiran 5 yang menggambarkan kombinasi antara jenis tutupan lahan dan grup hidrologi tanah. Selanjutnya, kondisi kelembaban tanah ditentukan berdasarkan AMC (Antecedent Moisture Condition). Input data dari metode SCS pada penelitian ini adalah curah hujan harian tahun 2000, 2005, dan 2013. Data curah hujan ini menentukan kondisi kelembaban tanah awal (AMC). Kondisi AMC akan mempengaruhi nilai CN, sehingga nilai CN perlu disesuaikan dengan kondisi AMC. Tabel 4 Kriteria kondisi AMC Kondisi AMC
Total CH 5 hari sebelum (mm)
AMC I
< 35.6
AMC II
35.6-53.3
AMC III Sumber : McCuen (1989)
> 53.3
Simbol CN adalah nilai bilangan kurva atau curve number yang ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut : ∑ ∑ Nilai CNDAS adalah komposisi terbobot dari jumlah luas masing-masing tutupan lahan. Input dari model SCS adalah curah hujan dan penentuan penggunaan CN juga harus disesuaikan dengan nilai AMC, apabila tidak disesuaikan maka hasil estimasi volume limpasan akan over atau under estimate. Oleh karena itu, nilai CN harus disesuaikan dengan persamaan sebagai berikut (Chow et al 1988) : dan Selanjutnya, perhitungan aliran permukaan (Q) ditabulasi secara harian kemudian dijumlah secara bulanan untuk mengetahui potensi aliran permukaan perbulan. Adapun perhitungan aliran permukaan menggunakan metode SCS adalah dengan rumus sebagai berikut :
Simbol P adalah nilai curah hujan harian (mm), Q adalah aliran permukaan (mm), sedangkan S adalah kapasitas simpan maksimum atau retensi potensial (mm).
10
Pemisahan Hidrograf Aliran Pemisahan hidrograf aliran dilakukan untuk memisahkan aliran dasar dari hidrograf dengan membuang quickflow dari slowflow (Smakhtin 2001). Aliran dasar (baseflow) didefinisikan sebagai aliran sungai yang berasal dari simpanan alami. Secara teknis baseflow dapat dipisahkan dengan menggunakan algoritma Lyne dan Hollick, sebagai berikut : Qf(i) = αQf(i-1) + (Q(i) – Q(i-1)) Ket. Q(i) adalah debit pada hari ke-i Qf(i) adalah nilai quickflow untuk hari ke-i Q(i-1) adalah data debit pada hari i-1 α parameter filter yang besarnya yaitu 0,925 Selanjutnya, nilai baseflow dihitung sebagai selisih antara debit dengan quickflow pada hari ke-i (Qb = Q-Qf). Pengujian Model SCS Evaluasi kinerja model SCS yang digunakan untuk estimasi aliran permukaan dapat menggunakan the Root Mean Square Error (RMSE) dengan persamaan sebagai berikut (Mishra 2005) :
√
∑
Qobv adalah aliran permukaan observasi sedangkan Qscs adalah aliran permukaan hasil estimasi dengan metode SCS. Nilai N adalah jumlah angka total dari kejadian limpasan permukaan dan i adalah interger dari 1 sampai N. Apabila semakin kecil nilai RMSE maka mengindikasikan kinerja dari metode SCS dalam penelitian ini baik. Selain dengan persamaan RMSE, untuk menguji model SCS adalah dengan mengetahui efisiensi yang menggambarkan derajat dari asosiasi antara aliran permukaan observasi dengan aliran permukaan estimasi (Nash and Sutcliffe 1970 dalam Aitken 1973). Persamaannya adalah sebagai berikut : ∑ ∑
Nilai E akan berkisar antara 0 hingga 1, semakin mendekati angka 1 maka hasil estimasi yang dihasilkan semakin sempurna. Evaluasi Tutupan Lahan 2013 terhadap RTRW Evaluasi dilakukan dengan meng-overlay peta tutupan lahan tahun 2013 dengan peta RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025, kemudian analisis data selanjutnya menggunakan data atribut dari 2 kombinasi peta, dengan menggunakan MS Office Excell pada format file dbase (.dbf). Kemudian, menganalisis luas poligon (Ha) dan jumlah poligon masing-masing kombinasi dari kedua peta tersebut.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hidrologi Daerah Kajian DAS Ciliwung Hulu yang teridentifikasi dalam penelitian ini adalah kurang lebih 14.837 Ha. Secara administratif, wilayah kajian meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Bogor, yaitu : Kecamatan Ciawi, Megamendung, Cisarua, dan Sukaraja, serta sebagian kecil Kecamatan Bogor Timur. Pola curah hujan DAS Ciliwung Hulu mengikuti pola monsoonal, yaitu memiliki satu puncak musim hujan. Bulan Juni, Juli, dan Agustus merupakan bulan kering, sedangkan bulan Desember, Januari, dan Februari merupakan bulan basah. Curah hujan tahunan selama 24 tahun rata-rata DAS Ciliwung Hulu adalah sebesar 3451 mm. Sedangkan, pada tahun analisis yaitu 2000, 2005, dan 2013, memiliki curah hujan tahunan rata-rata secara berurutan sebagai berikut 3249 mm, 3635 mm, dan 4919 mm, dengan curah hujan maksimum yang terjadi pada bulan Januari. Tahun 2005 dan 2013 memiliki curah hujan tahunan rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan curah hujan tahunan selama 24 tahun rata-rata. Debit sebagai respon hidrologi dari curah hujan memberikan pola musiman yang jelas dan memiliki kesamaan dengan pola curah hujan. Tahun 2000, 2005, dan 2013 secara berurutan memiliki debit bulanan maksimum sebesar 304 m3/s, 408 m3/s, dan 515 m3/s yang terjadi pada bulan Januari, sama halnya dengan curah hujan maksimum yang juga terjadi pada bulan Januari. Debit tahunan pada tahun 2000, 2005, dan 2013 berturut-turut adalah 2111,5 m3/s, 3428,8 m3/s, dan 3385,8 m3/s. Terlihat bahwa tren dari debit pada ketiga tahun tersebut menigkat. Gambar 4 menunjukkan bahwa curah hujan dan debit memiliki pola yang serupa, hal ini dapat mengindikasikan bahwa debit pada DAS dipengaruhi oleh curah hujan. Debit maksimum rata-rata terjadi pada bulan Januari, sehingga pada bulan tersebut patut diwaspadai akan terjadinya limpasan yang tinggi hingga akhirnya menyebabkan banjir. Tren debit pada bulan April hingga Agustus di tahun 2005 dan 2013 lebih tinggi daripada tahun 2000. Hal ini diindikasikan karena peningkatan area pemukiman akan memicu peningkatan debit dan aliran permukaan. ch rata-rata 23 tahun ch bulanan tahun 2013 ch bulanan tahun 2005 ch bulanan tahun 2000
Curah Hujan (mm)
1000 800 600 400 200 0 Jan
Feb Mar Apr Mei Jun Jul Bulan
Agu Sep Okt Nov Des
Gambar 3 Pola curah hujan tahun 2000, 2005, dan 2013 terhadap curah hujan bulanan rata-rata selama 24 tahun
800
600
debit 2000
600
400
400
200
200
0
0 Sep Nov
ch 2005
800
600
debit 2005
600
400 200 0
0 Jan Mar Mei Jul Sep Nov Bulan
Curah Hujan (mm)
Bulan 800
ch 2013
800
600
debit 2013
600
400
400 200
200
400 200
0
Debit (m3/s)
Jan Mar Mei Jul
800
0 Jan Mar Mei Jul Sep Nov Bulan
Gambar 4 Kondisi curah hujan dan debit DAS Ciliwung Hulu pada tahun 2000, 2005, dan 2013
Kondisi Daerah Resapan Air DAS Ciliwung Hulu Menurut Penutupan Lahan Penutupan lahan merupakan indikator penting dalam mengenali kondisi suatu DAS, hal tersebut berkaitan dengan terpeliharanya daerah resapan air (Ruspendi 2014). Fungsi DAS Ciliwung Hulu sebagai daerah resapan air harus terpelihara dengan baik demi menjaga ketersediaan air sepanjang tahun. Kemampuan tanah dalam meresap air hujan tergantung kepada infiltrasi yang memegang peranan penting dalam keberlanjutan sistem air tanah (Wu et al 1996 dalam Utaya 2008). Lahan bervegetasi, seperti hutan, merupakan lahan yang paling efektif dalam meresap air karena memiliki laju infiltrasi yang tinggi, sehingga memiliki kemampuan yang paling baik dalam menahan air. Keberadaan vegetasi dapat meningkatkan laju infiltrasi suatu lahan (Arsyad 2006). Perubahan sifat biofisik akibat alih fungsi lahan dari lahan bervegetasi menjadi lahan terbangun akan menurunkan kemampuan infiltrasi tanah, vegetasi memiliki fungsi dalam mengabsorbsi air hujan sehingga dapat mempertahankan laju infiltrasi (Foth 1984 dalam Utaya 2008). Pola penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu mengalami perubahan, terutama perubahan luas hutan dan pemukiman. Luas hutan di DAS Ciliwung Hulu tahun 1999 adalah sebesar 5310 Ha atau 35% dari luas DAS Ciliwung Hulu, sedangkan luas area pemukiman adalah sebesar 506 Ha atau 3,4% (Pawitan 2002 dalam BPDAS Citarum-Ciliwung 2003). Kemudian, luas hutan tahun 2010 adalah
Debit (m3/s)
ch 2000
Curah Hujan (mm)
800
Debit (m3/s)
Curah Hujan (mm)
12
13
4794 Ha atau 31% dari luas DAS Ciliwung Hulu, sedangkan luas pemukiman adalah sebesar 2702 Ha atau 18% (Ruspendi 2014). Dalam periode waktu 19992010, perubahan luas hutan dan pemukiman masing-masing mencapai hingga 3% dan 14% dari luas DAS Ciliwung Hulu. Berdasarkan interpretasi citra Landsat pada tahun 2000, 2005, dan 2013, dalam kurun waktu 13 tahun terakhir telah terjadi perubahan penutupan lahan. Hal ini akan berpengaruh terhadap nilai CN DAS dan aliran permukaan. Pada tahun 2000 hingga 2013, terjadi penurunan luas hutan sebanyak 933 Ha atau 6,3% dari luas DAS Ciliwung Hulu, sedangkan peningkatan area pemukiman adalah sebanyak 1654 Ha atau 11,2% dari luas DAS Ciliwung Hulu. Hal ini terlihat dari penurunan luas hutan dari 4975,6 Ha menjadi 4043 Ha dan peningkatan area pemukiman dari 1135 Ha menjadi 2789,3 Ha. Penurunan luas hutan pada periode waktu 2000-2013 lebih tinggi dibandingkan dengan periode waktu 1999-2010. Hutan di DAS Ciliwung Hulu dapat diklasifikasikan menurut fungsinya, yaitu hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan produksi. Hutan lindung merupakan hutan yang difungsikan sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, dan memelihara kesuburan tanah. Hutan konservasi adalah hutan yang difungsikan sebagai perlindungan terhadap ekosistem, dan dapat dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi dan pariwisata. Sedangkan hutan produksi adalah hutan yang difungsikan untuk memproduksi hasil hutan, seperti untuk menghasilkan kayu. Namun, dengan pengelolaan yang baik, seperti tingkat penebangan yang diimbangi dengan penanaman kembali. Pembukaan lahan untuk kawasan wisata berdampak kepada luas hutan. Lahan hutan tersebut dimanfaatkan menjadi perkebunan, pertanian lahan kering, maupun tempat rekreasi dan pemukiman, yang lantai permukaan tanahnya mengalami pengerasan atau tertutup semen dan beton, sehingga fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan dan perlindungan terhadap ekosistem telah menyimpang. Penurunan luas hutan dan peningkatan area pemukiman menyebabkan berkurangnya lahan efektif dalam meresap air, sehingga air hujan yang jatuh di permukaan tanah tidak terserap secara optimal ke dalam tanah. Efektifitas daerah resapan sebagai lahan meresapnya air ke dalam tanah ditentukan oleh beberapa faktor, seperti kemampuan daya serap air, potensi dan karakteristik hujan, tipe penggunaan lahan, dan aliran sungai (Waryono 2003). Kemampuan daya serap air terkait dengan kemampuan infiltrasi lahan. Lahan bervegetasi memiliki kemampuan infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan lahan yang permukaan tanahnya mengalami pengerasan atau menjadi kedap air. Sehingga dengan penurunan luas hutan, maka fungsi DAS Ciliwung Hulu sebagai daerah resapan air menurun.
14
Gambar 5 Peta tutupan lahan tahun 2000 di DAS Ciliwung Hulu
Gambar 6 Peta tutupan lahan tahun 2005 di DAS Ciliwung Hulu
15
Gambar 7 Peta tutupan lahan tahun 2013 di DAS Ciliwung Hulu Tabel 5 Luas tutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2000, 2005, dan 2013 Penutupan Lahan Hutan Perkebunan Pemukiman Pertanian lahan kering Lahan terbuka Sawah Tubuh air Total
2000 Luas (Ha) 4975,6 3842,4 1135 2357,7 13,2 2431,8 81 14837
% 33,5 25,9 7,6 15,9 0,1 16,4 0,5 100
2005 Luas (Ha) 4861,8 3139 1542,6 3358,6 13,2 1840,5 81 14837
% 32,8 21,2 10,4 22,6 0,1 12,4 0,5 100
2013 Luas (Ha) 4043 2896 2789,3 3403,2 13,2 1611 81 14837
% 27,2 19,5 18,8 22,9 0,1 10,9 0,5 100
Sumber: Interpretasi Citra Landsat 5 tahun 2000 dan 2005, dan Landsat 7 tahun 2013
Tabel 6 Perubahan luas penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu Penutupan Lahan Perubahan Luas (Ha) 2005-2000 % 2013-2005 % 2013-2000 Hutan -113,8 -0,8 -819 -5,5 -933 Perkebunan -703,4 -4,7 -243 -1,6 -946 Pemukiman 407,6 2,7 1247 8,4 1654 Pertanian lahan kering 1000,9 6,7 45 0,3 1046 Sawah -591,3 -4,0 -230 -1,5 -821 a
Tanda (-) menunjukkan penurunan luas penutupan lahan
% -6,3 -6,4 11,2 7 -5,5
16
Peruntukan penggunaan lahan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 difungsikan untuk menjadi standar ukur dalam pembangunan daerah. Hal ini terkait peraturan pemerintah mengenai kawasan lindung dan kawasan budidaya yang harus terpenuhi. Apabila dibandingkan dengan peruntukan penggunaan lahan menurut RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025, luas tutupan lahan berupa hutan tahun 2013 masih lebih rendah, yaitu sebesar 45,3% dari luas hutan yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025. Sedangkan, secara kuantitas luas area pemukiman tahun 2013 masih lebih rendah dari yang telah ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025, namun pembangunan pemukiman tidak pada lahan yang sesuai. Jenis tutupan lahan berupa sawah, lahan terbuka, dan tubuh air tidak ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025, karena dinilai jenis tutupan lahan ini kurang efektif sebagai daerah resapan air dan tidak cukup bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Pertanian lahan kering yang ditanam pada DAS Ciliwung Hulu adalah berupa tanaman semusim (palawija) yang terbagi kedalam 2 tipe, yaitu tipe yang mengalami pergiliran tanam serta yang tidak terdapat pergiliran tanam. Lahan palawija yang mengalami pergiliran tanam akan ditanami oleh jagung, ubi jalar, talas, wortel, cabai, dan jagung. Sedangkan pada lahan yang tidak terdapat pergiliran biasanya ditanam komoditas singkong (Ruspendi 2014). Perkebunan yang dibudidayakan adalah perkebunan teh. Jenis vegetasi seperti ini memiliki kemampuan infiltrasi yang relatif rendah sehingga tidak efektif sebagai daerah resapan air, sedangkan kawasan pemukiman adalah kawasan yang memiliki laju infiltrasi paling rendah sehingga akan mengancam keberadaan air tanah, serta limpasan permukaan yang semakin meningkat.
Gambar 8 Peta pola ruang menurut RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025
17
Tabel 7 Peruntukan penggunaan lahan DAS Ciliwung Kabupaten Bogor 2005-2025 RTRW Penutupan Lahan Luas (Ha) Hutan 7388,1 Perkebunan 15182 Pemukiman 3731,5 Pertanian lahan kering 2198,1 Lahan terbuka Sawah Tubuh air Total 14837
Hulu menurut RTRW
% 49,8 10,2 25,2 14,8 100
Pendugaan Aliran Permukaan Estimasi aliran permukaan menggunakan metode SCS memperhitungkan jumlah curah hujan yang menjadi aliran permukaan berdasarkan nilai CN (Curve Number) DAS, nilai CN dapat ditentukan berdasarkan prosedur yang dibuat oleh McCuen (1982). Penentuan nilai CN ini berdasarkan pada jenis tanah, tutupan lahan, grup hidrologi tanah yang merujuk kepada kondisi kelembaban tanah. Nilai CN merupakan indeks yang menggambarkan kombinasi antara klasifikasi lahan dan grup hidrologi tanah. Kondisi jenis tanah pada suatu lahan tidak akan berubah dalam waktu singkat, sehingga dalam penentuan nilai CN akan lebih dipengaruhi oleh perubahan tutupan lahan. Nilai CN DAS akan mempengaruhi aliran permukaan. Semakin tinggi nilai CN maka potensi aliran permukaan juga akan semakin tinggi. Tabel 8 menunjukkan bahwa lahan berupa hutan memiliki nilai CN yang paling rendah. Lahan perkebunan bernilai CN yang tidak jauh berbeda dengan hutan. Sedangkan, lahan berupa pemukiman, pertanian lahan kering dan sawah memiliki nilai CN cukup tinggi. Hal ini terkait dengan kemampuan infiltrasi lahan, nilai CN berbanding terbalik dengan laju infiltrasi. Nilai CN yang rendah menggambarkan laju infiltrasi yang tinggi, sedangkan nilai CN yang tinggi menggambarkan laju infiltrasi yang rendah. Laju infiltrasi yang tinggi berarti lahan tersebut akan meresap air lebih cepat sehingga potensi aliran permukaannya akan rendah. Nilai CN DAS Ciliwung Hulu pada tahun 2000, 2005, dan 2013 mengalami peningkatan. Hal ini diiringi dengan penurunan luas hutan dan peningkatan area pemukiman. Luas penutupan lahan (%) yang mendominasi akan memberikan kontibusi yang lebih besar terhadap perubahan nilai CN DAS. Pertanian lahan kering merupakan lahan dengan presentase luas terbesar kedua setelah hutan, sehingga kontibusinya dalam perubahan nilai CN DAS cukup besar. CN DAS menurut peruntukan penggunaan lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 memberikan nilai sebesar 62. Nilai CN tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2000, 2005, dan 2013, sehingga potensi aliran permukaan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2000, 2005, dan 2013.
18
Peruntukan penggunaan lahan dalam RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 merupakan dokumen perencanaan hasil revisi dari RTRW Kabupaten Bogor tahun 2000. Seiring perkembangan, pembangunan lahan seringkali tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah. Sehingga, menyebabkan peningkatan nilai CN DAS dan potensi aliran permukaan. Tabel 8 Nilai CN pada setiap jenis tutupan lahan 2000 2005 Jenis Tutupan % % Lahan Luas CNi Luas CNi Hutan 33,5 45 32,8 45 Perkebunan 25,9 62 21,2 62 Pemukiman 7,6 85 10,4 85 Pertanian lahan kering 15,9 80 22,6 80 Lahan terbuka 0,1 79 0,1 79 Sawah 16,4 81 12,4 81 Tubuh air 0,5 100 0,5 100 CN DAS 64 65
2013 % Luas CNi 27,2 45 19,5 62 18,8 85 22,9 0,09 10,9 0,5
RTRW % Luas CNi 50 45 10 62 25 85
80 79 81 100 68
15 -
80 79 81 100 62
Curah hujan di tahun 2000, 2005, dan 2013 mencapai puncak pada bulan Januari. Hal ini menyebabkan aliran permukaan juga tinggi pada bulan tersebut. Terlihat bahwa aliran permukaan setiap tahunnya meningkat. Peningkatan aliran permukaan diiringi oleh peningkatan nilai CN DAS. Hal ini disebabkan oleh penurunan luas hutan yang cukup besar. Hutan memiliki karakteristik yang efektif sebagai daerah resapan, seperti laju infiltrasi yang tinggi dan kemampuan resapan air yang baik. Lahan hutan akan menyumbang aliran permukaan lebih sedikit dibanding lahan yang kedap air, seperti pemukiman yang permukaan tanahnya mengalami pengerasan, hal ini akan mempengaruhi kemampuan infiltrasi tanah (Arsyad 2010). Peningkatan aliran permukaan dari tahun 2000 hingga 2005 adalah 9,7%, kemudian peningkatan aliran permukaan dari tahun 2005 hingga 2013 mencapai 41,7%. Sedangkan, dalam periode waktu dari tahun 2000 hingga 2013, peningkatan potensi aliran permukaan sebesar 55,5% dari kondisi awal ditahun 2000. Peningkatan ini seiring dengan penurunan luas hutan serta peningkatan luas area pemukiman dan pertanian lahan kering. Hal ini terkait dengan kemampuan resapan air tanah, karena pada jenis lahan berupa pemukiman, kemampuan resap airnya rendah sehingga air yang diserap akan lebih sedikit dibanding air yang menjadi limpasan. Tabel 9 Estimasi potensi aliran permukaan tahun 2000, 2005, dan 2013 Limpasan Permukaan Bulanan (mm) Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
Total (mm)
2000
75
66
24
35
11
20
11
19
8
22
28
66
385
2005
182
68
19
16
12
12
11
5
17
19
25
27
422
2013
237
45
41
27
29
40
17
7
2
5
68
89
598
Tahun
19
Tabel 10 Peningkatan potensi aliran permukaan periode tahun 2000 hingga 2013 Peningkatan aliran permukaan (%) 2005-2000 2013-2005 2013-2000 9,7
41,7
55,5
Perhitungan aliran permukaan yang dilakukan pada kondisi tutupan lahan menurut RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 dilakukan dengan input curah hujan harian tahun 2000, 2005, dan 2013. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perbandingan potensi aliran permukaan yang dihasilkan apabila input curah hujannya tetap namun dengan kondisi tutupan lahan yang berbeda. Input curah hujan yang sama namun dengan dua kondisi tutupan lahan yang berbeda menghasilkan potensi aliran permukaan yang berbeda pula. Potensi aliran permukaan pada peruntukan penutupan lahan menurut RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 lebih rendah dibandingkan potensi aliran permukaan pada kondisi tutupan lahan tahun 2000, 2005, dan 2013. Curah hujan pada suatu wilayah akan mempengaruhi kondisi kelembaban Pendugaan aliran permukaan menggunakan metode SCS tanah. mempertimbangkan curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah, kemudian akan mengategorikannya kedalam AMC (Antecedent Moisture Condition). AMC adalah kondisi kelembaban tanah awal, yaitu memperhitungan total curah hujan 5 hari sebelum hari perhitungan. AMC dibagi kedalam tiga kelas, yaitu AMC I, AMC II, dan AMC III. AMC I adalah kondisi tanah dalam keadaan kering, sehingga air hujan yang masuk akan langsung diserap oleh tanah, AMC II adalah kondisi tanah mulai jenuh atau lembab sehingga potensi aliran permukaan cukup tinggi, sedangkan AMC III adalah kondisi tanah jenuh, kondisi ini menyebabkan air hujan yang jatuh ke tanah akan langsung menjadi aliran permukaan sehingga sangat berpotensi menyebabkan aliran permukaan yang tinggi. Selain faktor curah hujan, jenis tanah dan keberadaan vegetasi juga menentukan potensi aliran permukaan. Tabel 11 Perbandingan potensi aliran permukaan tahun 2000, 2005, 2013, dan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 Limpasan Permukan Bulanan (mm) Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
Total (mm)
Tahun
CN DAS
2000
75
66
24
35
11
20
11
19
8
22
28
66
385
64
RTRW
68
60
20
30
10
15
6
10
3
13
20
60
315
62
2005
182
68
19
16
12
12
11
5
17
19
25
27
422
65
RTRW
164
60
15
10
8
8
5
2
6
8
15
20
321
62
2013
237
45
41
27
29
40
17
7
2
5
68
89
598
68
RTRW
188
27
30
20
15
11
9
5
0
1
36
73
414
62
20
Ketidaksesuaian Penutupan Lahan DAS Ciliwung Hulu Tahun 2013 terhadap Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW Kabupaten Bogor 20052025 Total ketidaksesuaian penutupan lahan tahun 2013 terhadap RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 adalah sebesar 7096 Ha atau 47,8% dari luas DAS Ciliwung Hulu. Tampak penyimpangan dalam penataan ruang, terutama perubahan fungsi lahan di kawasan lindung dan resapan air. Lahan yang seharusnya dalam RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 merupakan hutan, paling banyak dimanfaatkan sebagai peruntukan lahan yang lain, seperti pertanian lahan kering, perkebunan, pemukiman, lahan terbuka, dan sawah. Pemanfaatan lahan hutan yang tidak sesuai ini paling banyak dimanfaatkan menjadi perkebunan, yaitu seluas 2197 Ha atau 14,8% dari luas DAS Ciliwung Hulu. Kemudian pemanfaatan lahan hutan menjadi pertanian lahan kering sebanyak 1215 Ha atau 8% dari luas DAS Ciliwung Hulu. Kegiatan pembangunan ini tidak mendukung fungsi lindung dan fungsi DAS Ciliwung Hulu sebagai daerah resapan air. Lahan yang tidak sesuai di tahun 2013 dengan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 paling banyak adalah lahan hutan yang dimanfaatkan menjadi perkebunan, disusul dengan lahan yang dimanfaatkan menjadi pemukiman, dan pertanian lahan kering. Dapat diketahui pula bahwa kecendrungan pemanfaataan lahan di DAS Ciliwung Hulu adalah kearah kawasan budidaya.
Gambar 9 Peta ketidaksesuaian tutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2013 terhadap RTRW
21
Tabel 12
No
1
Matriks ketidaksesuaian lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2013 terhadap RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025
Penutupan Lahan RTRW DAS Ciliwung Hulu
Penggunaan/Penutupan Lahan DAS Ciliwung Hulu Tahun 2013 (Ha) Hutan
Perkebunan
Pemukiman
Lahan Terbuka
Sawah
1215
2197
519
4
67
4002
1000
756
14
349
2119
421
26
60
976
Hutan Pertania Lahan kering
-
3
Perkebunan
-
469
4
Pemukiman
-
-
-
-
-
-
1684
3198
1696
43
476
2
Total
Total
Pertanian Lahan Kering
7096
Pemisahan Hidrograf Aliran dan Pengujian Model SCS Teknik pemisahan hidrograf aliran dilakukan untuk memisahkan aliran dasar dengan aliran langsung permukaan. Aliran total (debit) yang terukur di Katulampa merupakan gabungan antara aliran permukaan dengan aliran dasar. Sehingga, untuk mengetahui debit hasil estimasi SCS dapat dihitung dengan menambahkan aliran dasar dengan aliran permukaan hasil estimasi metode SCS. Debit observasi dengan debit hasil estimasi SCS menghasilkan korelasi positif sebesar 58,4%. Model yang baik menghasilkan estimasi nilai yang mendekati data observasi. Namun, terdapat beberapa debit yang overestimate, hal ini disebabkan input dari metode SCS adalah berupa curah hujan. Curah hujan dianggap sebagai input tetap, sedangkan perubahan fungsi lahan merupakan variabelnya. Sehingga, ketika curah hujan tinggi maka debit yang dihasilkan juga tinggi. Apabila dibandingkan dengan data observasi, curah hujan yang tinggi tidak selalu menghasilkan debit yang juga tinggi. Evaluasi tampilan model SCS menggunakan the Root Mean Square Error (RMSE), yaitu error akar dari rata-rata dikuadratkan sebagai suatu indeks identifikasi dari variasi antara nilai perhitungan dan observasi aliran permukaan. Nilai RMSE yang dihasilkan dari pengujian model SCS adalah sebesar 2.9. Mishra et al. (2005) dalam Sari (2007), memperlihatkan nilai RMSE sebesar 3.4 dan masih berada pada selang baik. Uji model SCS juga dilakukan menggunakan persamaan Nash dan Sutcliffe (1970) dalam Aitken (1973), uji ini adalah untuk mengetahui kemiripan atau derajat asosiasi antara debit observasi dengan debit SCS. Hasil pengujian model menggunakan persamaan Nash dan Sutcliffe memperoleh nilai E sebesar 0,5. Apabila nilai E semakin mendekati angka 1, maka model tersebut semakin baik digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Risyanto (2007), menghasilkan bahwa model SCS paling sesuai digunakan untuk DAS Ciliwung Hulu dibandingkan dengan model lain, seperti model Clark dan Snyder. Metode SCS telah digunakan secara luas, banyak negara seperti Amerika Serikat dan negara lainnya yang merasakan keuntungan dari metode ini. Beberapa keuntungannya yaitu sederhana, dapat diprediksi, dan stabil, karena mempertimbangkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi limpasan, seperti
22
tipe tanah, tutupan lahan, dan kondisi kelembaban tanah awal. Namun, SCS-CN dikritik sebagai suatu metode sederhana untuk menyimulasi sistem hidrologi yang kompleks (Ponce and Hawkins 1996 dalam Hong et al 2007). 35.00 debit
30.00
baseflow
Debit (m3/s)
25.00 20.00 15.00 10.00 5.00
1 16 31 46 61 76 91 106 121 136 151 166 181 196 211 226 241 256 271 286 301 316 331 346 361
0.00 Hari ke-
Gambar 10 Hidrograf aliran tahun 2013
25
Debit Obv (m3/s)
20 15 10 y = 0.5115x + 3.3568 R² = 0.5842
5 0 0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
Debit SCS (m3/s)
Gambar 11 Korelasi antara debit observasi dengan debit SCS
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perubahan penutupan lahan di DAS Ciliwung Hulu telah terjadi dalam periode tahun 2000 hingga 2013, terutama perubahan luas hutan dan area pemukiman. Penurunan luas hutan dan peningkatan area pemukiman masing-
23
masing adalah sebesar 6,3% dan 11,2% dari luas DAS Ciliwung Hulu sebesar 14.837 Ha. Hal ini menyebabkan peningkatan aliran permukaan hingga 55,5% dari kondisi awalnya di tahun 2000. Penurunan luas hutan menyebabkan berkurangnya lahan efektif untuk meresap air sehingga air hujan tidak terserap secara optimal ke dalam tanah dan menyebabkan peningkatan aliran permukaan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa fungsi DAS Ciliwung Hulu sebagai daerah resapan air telah menurun. Penyimpangan penggunaan lahan di tahun 2013 terhadap RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 adalah sebesar 47,8% dari luas DAS Ciliwung Hulu. Penyimpangan penggunaan lahan tersebut berupa alih fungsi kawasan lindung dan daerah resapan menjadi kawasan budidaya, seperti perkebunan, pertanian lahan kering, dan pemukiman. Sehingga, dapat diketahui bahwa fungsi DAS Ciliwung Hulu sebagai daerah resapan air tidak terpelihara. Saran Saran untuk penelitian selanjutnya adalah dilakukan peninjauan lapang untuk mendukung klasifikasi lahan yang telah dibuat, kemudian melakukan perbandingan DAS Ciliwung Hulu dengan DAS lain yang memiliki kondisi hidrologi dan iklim yang sama.
DAFTAR PUSTAKA [BPDAS] Balai Pengelolaan DAS Ciliwung – Citarum. 2003. Laporan Akhir Rencana Pengelolaan DAS Terpadu DAS Ciliwung. Bogor (ID) : BPDAS. [PERDA] Peraturan Daerah Kabupaten Bogor. PERDA Kabupaten Bogor nomor 19 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025. Indonesia. [USDA]. 2007. Hydrologic soil groups. NEH, Chapter 7. Natural Resources Conservation Service. [UURI] Undang-Undang Republik Indonesia. UURI nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Jakarta. Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. Agustina S. 2013. Analisis Perubahan Penutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu dalam Kaitannya dengan Banjir Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Aitken AP. 1973. Assessing Systematic Errors in Rainfall-Runoff Models. Journal of Hydrology. 20:121-136. Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Edisi Pertama. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University. Chow VT, Maidment DR, Mays LW. 1988. Applied Hydrology. New York: McGraw-Hill Inc. Hernisa A. 2012. Evaluasi Kemamuan Lahan terhadap Penggunaan/Penutupan Lahan dan RTRW [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
24
Hong Y, Adler RF, Hossain F, Curtis S, Huffman GJ. 2007. A First Approach to Global Runoff Simulation Using Satellite Rainfall Estimation. Water Resources Research. Vol 43. doi:10.1029/2006WR005739. Lillesand TM dan Kiefer RW. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Cetakan Ketiga. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Lisnawati Y dan Wibowo A. 2010. Analisis Fluktuasi Debit Air Akibat Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Puncak Kabupaten Bogor. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 7(4):221-226. Malingreau, Christina, Paul J. 1981. A Land Cover/Land Use Classification for Indonesia. The Indonesian Journal of Geography, Faculty of Geography, Gadjah Mada University. 11(41):13-50. McCuen RH. 1982. A Guide to Hydrologic Analysis Using SCS Methods. New York : Prentice-Hall, Inc. McCuen RH. 1989. Hydrologic Analysis and Design. New Jersey (US): Prentice Hall. Mishra SK, Jain MK, Bhunya PK, Singh VP. 2005. Field Applicability of the SCS-CN-Based Mishra-Singh General Model and Its Varians. Water Resources Research. 19:37-62. Nash JE and Sutchffe JV. 1970. River Flow Forecasting Through Conceptual Models, 1. Journal of Hydroogy. 10: 282-290. Nugraha R. 2008. Pemanfaatan penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dalam pemetaan lahan kritis dan ciliwung hulu bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Risyanto. 2007. Aplikasi HEC-HMS untuk Perkiraan Hidrograf Aliran di DAS Ciliwung bagian Hulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ruspendi D. 2014. Kajian Perubahan Penutupan Lahan pada DAS Ciliwung Hulu dengan Pendekatan Spasial Dinamik [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sandy IM. 1977. Penggunaan Tanah (Land Use) di Indonesia. Direktorat Tata Guna Tanah, Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri. Jakarta. Sari RE. 2007. Pengaruh penggunaan lahan terhadap imbuhan Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten Sukabumi) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Smakhtin VU. 2001. Low flow hydrology : a riview. J Hydrol. 230:147-186. Sosrodarsono S dan Takeda K. 2003. Hidrologi untuk Pengairan. Edisi ke-9. Jakarta (ID): PT Pradnya Paramita. Suryono. 1986. Analisis hidrograf aliran Sungai Cimanuk di atas Leuwigoong Kabupaten Garut, Jawa Barat [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan). Utaya S. 2008. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Sifat Biofisik Tanah dan Kapasitas Infiltrasi di Kota Malang. Forum Geografi. 22(2):99112. Waryono T. 2003. Peranan Kawasan Resapan dalam Pengelolaan Sumberdaya Air. Diskusi Profesi Perairan, Persatuan Insinyur Indonesia (PII). Fakultas Teknik UI Depok, 5 Mei 2003. Wiwoho BS. 2008. Analisis Potensi Daerah Resapan Air Hujan di Sub DAS Metro Malang Jawa Timur. FMIPA Universitas Negeri Malang. 37(1):9196.
25
LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram alur identifikasi perubahan penutupan lahan Citra Landsat 5 tahun 2000 dan 2005
Koreksi radiometrik dan geometrik
Citra Landsat 7 tahun 2013
Menghilangkan efek stripping
Cropping
Klasifikasi terbimbing (supervised classification)
Peta penutupan lahan tahun 2000, 2005, dan 2013
Analisis perubahan penutupan lahan
Citra google earth
26
Lampiran 2 Diagram alur perhitungan limpasan dengan model SCS dan analisis curah hujan Peta penutupan lahan
CH harian tahun 1990-2013 dari 4 stasiun
Peta jenis tanah
Peta tipe hidrologi tanah (A-D)
Perhitungan CH wilayah dengan polygon thiessens
wilayah
∑ i i
overlay
Identifikasi nilai CN
Tabulasi curah hujan wilayah DAS Ciliwung Hulu
Konversi nilai CN
Penentuan nilai AMC
Perhitungan nilai S,
𝐶𝑁𝐷𝐴𝑆
Perhitungan limpasan,
Tabulasi limpasan harian
Limpasan SCS bulanan
CH wilayah harian tahun 2000, 2005, dan 2013
Analisis pola curah hujan wilayah
Lampiran 3 Diagram alur pemisahan baseflow dan pengujian model lahan
Lampiran 4 Diagram alur analisis ketidaksesuaian
Peta tutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2013
Limpasan SCS
Data debit tahun 2013
Teknik pemisahan aliran dasar dengan algoritma Lyne dan Hollick, sebagai berikut :
Peta RTRW Kab. Bogor 2005-2025
Evaluasi model SCS, Overlay
Qf(i) = αQf(i-1) + (Q(i) – 𝛼 Q(i-1))
𝑁
𝑅𝑀𝑆𝐸
𝐸 Quickflow
√
𝑁
∑ 𝑄𝑜𝑏𝑣
∑ 𝑄𝑜𝑏𝑣 𝑄𝑠𝑐𝑠 ∑ 𝑄𝑠𝑐𝑠 𝑄𝑜𝑏𝑣
Baseflow Perhitungan debit SCS
Analisis korelasi debit observasi dan debit SCS
𝑄𝑠𝑐𝑠
𝑖 𝐼
Kategori baik
𝑖
Analisis inkonsistensi
Peta inkonsistensi
Matriks logik inkonsistensi
Lampiran 5 Tabel CN (Kondisi AMC II, Ia = 0.2 S) (Sumber : Arsyad 1989) No 1
2
3
4
Penggunaan lahan
Kelompok hidrologi tanah
Hutan
A
B
C
D
Buruk
45
66
77
83
Sedang
36
60
73
79
Baik
25
55
70
77
Lereng
Buruk
72
81
88
91
Lereng
Baik
67
78
85
89
Kontur
Buruk
70
79
84
88
Kontur
Baik
65
75
82
86
Kontur dan teras
Buruk
66
74
80
82
Kontur dan teras
Baik
62
71
78
81
Lereng
Buruk
65
76
84
88
Lereng
Baik
63
75
83
87
Kontur
Buruk
63
74
82
85
Kontur
Baik
61
73
81
84
Kontur dan teras
Buruk
61
72
79
82
Kontur dan teras
Baik
59
70
78
81
Tanaman semusim
Tanaman padi dan sejenisnya
Leguminosa ditanam rapat atau pergiliran tanaman padang rumput Lereng
5
Buruk
66
77
85
89
Lereng
Baik
58
72
81
85
Kontur
Buruk
64
75
83
85
Kontur
Baik
55
69
78
83
Kontur dan teras
Buruk
63
73
80
83
Kontur dan teras
Baik
51
67
76
80
Padang rumput pengembalaan
6
Padang rumput potong
7
Pemukiman
Buruk
68
79
86
80
Sedang
49
69
79
84
Baik
39
61
74
80
Buruk
47
67
81
88
Sedang
24
59
75
83
baik
6
35
70
79
Baik
30
58
71
78
65
77
85
90
92
38
61
75
83
87
30
57
72
86
86
25
54
70
80
85
20
51
68
79
84
98
98
98
98
Persentase rata-rata kedap air
8
Tempat parkir aspal, atap, jalan aspal, dan lain-lain
9
Jalan umum : beraspal dan bersaluran pembuangan
98
98
98
98
kerikil
76
85
89
91
tanah
72
82
87
89
10
Daerah perkotaan (85% kedap)
89
92
94
95
11
Perumahan petani
59
74
82
86
Lampiran 6 Matriks logik ketidaksesuaian penutupan/penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu No
Klasifikasi Penutupan Lahan RTRW DAS Ciliwung Hulu
Hutan
Penggunaan/Penutupan Lahan DAS Ciliwung Hulu Pertanian Lahan Lahan Kering Perkebunan Pemukiman Terbuka
Sawah
1
Hutan Lindung
V
X
X
X
X
X
2
Hutan Konservasi
V
X
X
X
X
X
3
Hutan Produksi
V
X
X
X
X
X
4
Tanaman Tahunan
V
X
X
X
X
X
5
Petanian Lahan Kering
V
V
X
X
X
X
6
Perkebunan Pemukiman (Hunian Jarang) Pemukiman (Hunia Rendah) Pemukiman (Hunian Rendah) Pemukiman (Hunian Sedang)
V
X
V
X
X
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
7 8 9 10
Perdesaan Perdesaan Perkotaan Perkotaaan
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 6 September 1993, putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Imron Aliyani dan Ibu Mulwati. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor dan pada tahun tersebut juga penulis diterima di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN undangan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai staf di departemen fundrising (2012/2013) dan departemen internal (2013/2014) himpunan profesi HIMAGRETO. Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian acara, seperti Pesta Sains Nasional (PSN) sebagai Lead Officer, METRAIN (Meteorologi Training) sebagai koordinator, Atmosfair, Metday, dan kepanitian lainnya. Pada bulan Juli 2014 penulis melakukan magang di Landasan Udara Atang Sendjaja Kota Bogor selama satu bulan sebagai observer. Kemudian pada bulan Januari hingga Juni tahun 2015, penulis merupakan asisten praktikum analisis hidrologi.