HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI TERHADAP STATUS GIZI SANTRI PUTRI DI DUA PESANTREN MODERN DI KABUPATEN BOGOR
AOMI HAZELIA DEWI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ABSTRACT AOMI HAZELIA DEWI. Relationship Between Knowledge Of Nutrition And Nutrient Consumption, And Nutrition Status In Two Modern Pesantren (Islamic Dormitory) In Bogor District. Under the supervision of AHMAD SULAEMAN. Everybody has right to obtain good health and sufficient nutrient. Therefore, all community in the society has to put effort in increasing knowledge of health and nutrition. Research had been carried out to analyze the relationship between knowledge of nutrition and nutrient consumption, and nutrition status in Modern Sahid (Sahid) and Ummul Quro Al Islami (UQI). One hundred and fifty five young girl students (santriwati) consisted of 68 from Sahid and 87 from UQI were simple randomly sampled for the research. Data were analyzed descriptively. The relationship between nutrition knowledge and nutrient consumption and between nutrient consumption and nutrition status were analyzed with Spearman correlation test. Research resulted that almost all the responders in both pesantren had deficit sufficiency in protein, vitamin B1, vitamin C, calcium, phosphorus, and iron, although in general nutrition status of both pesantren was still in normal category. There was significant (p<0.05) correlation between nutrition knowledge and vitamin C consumption, but not for other nutrients. Significant (p<0.05) correlation was also shown on sufficient level of energy and calcium to nutrition status, but not on sufficiently level of other nutrient. Level of knowledge of nutrition at two studied modern pesantren was relatively poor. Keywords: Knowledge of nutrition, nutrient consumption, nutrition status, pesantren.
RINGKASAN AOMI HAZELIA DEWI. Hubungan Pengetahuan Gizi serta Tingkat Konsumsi terhadap Status Gizi Santri Putri di Dua Pesantern Modern di Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan AHMAD SULAEMAN. Sejak tahun 1990-an kata kunci pembangunan bangsa-bangsa dunia berkembang, termasuk Indonesia, adalah sumber daya manusia (SDM). Pondok pesantren merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan keagamaan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan berperan penting dalam pengembangan sumberdaya manusia (Depkes 2007). Hurlock (1980) mengemukakan bahwa perkembangan remaja berlangsung mulai umur tiga belas tahun sampai delapan belas tahun. Kelompok umur remaja menunjukkan fase pertumbuhan yang pesat, yang disebut “adolescence growth spurt”. Pada fase pertumbuhan ini, tubuh memerlukan zat-zat gizi yang relatif besar jumlahnya, yang dapat dipenuhi dari konsumsi pangan sehari-hari. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan gizi santri serta tingkat konsumsi terhadap status gizi santri di pesantren Kabupaten Bogor. Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1) Mengetahui pola penyelenggaraan makanan di Pesantren; 2) Mengetahui pengetahuan gizi santri; 3) Mengetahui tingkat konsumsi dan kecukupan zat gizi serta status gizi santri; 4) Menganalisis hubungan pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi santri; dan 5) Menganalisis hubungan tingkat konsumsi gizi dengan status gizi santri. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan persyaratan: (1) terdaftar di Kabupaten Bogor, (2) mengadakan penyelenggaraan makanan untuk santri, (3) tiap santri mendapatkan porsi makanan sendiri, (4) belum pernah dijadikan sebagai tempat penelitian sejenis, dan (5) bersedia dijadikan sebagai tempat penelitian. Penelitian dilakukan di Pesantren Modern Sahid (Sahid) pada bulan April 2011 dan di Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami (UQI) pada bulan September-Oktober 2011. Contoh dalam penelitian ini adalah santri putri di pondok pesantren yang terpilih. Santri putri yang akan dijadikan contoh yaitu santri putri yang tidak sedang menghadapi ujian akhir nasional atau santri baru. Pemilihan santri putri dilakukan secara simple random sampling. Berdasarkan perhitungan, jumlah calon contoh dari PP Sahid sebanyak 78 orang dan dari PP UQI sebanyak 94 orang. Tidak semua calon responden mengumpulkan data record secara lengkap, sehingga jumlah responden pada penelitian ini berjumlah 155 orang terdiri dari 68 responden PP Sahid dan 87 responden PP UQI. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excell 2007, Software Nutrisurvey 2007, dan Software Anthroplus WHO 2007 dan dianalisis lebih lanjut menggunakan SPSS versi 16,0. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif. Uji korelasi Spearman digunakan untuk mencari hubungan antara pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi dan antara tingkat konsumsi dengan status gizi. Santri putri Sahid Tahun Ajaran 2010-2011 sebanyak 346 orang. Pada Tahun Ajaran 2011-2012 santri putri UQI berjumlah 1556 orang. Sebagian besar umur santri putri contoh Pesantren Sahid berada pada kategori remaja tengah (14-16 tahun) sebanyak 39 orang (57.4%). Umur contoh Pesantren UQI sebagian
besar juga berada pada kategori remaja tengah (14-16 tahun) sebanyak 38 orang (43.7 %). Besaran uang saku tertinggi pada contoh Sahid (55.9%) berada pada kisaran nominal lebih besar sama dengan Rp 500.000 dan besaran uang saku tertinggi pada contoh UQI (57.5%) berada pada kisaran nominal Rp 200.000499.999. Sebagian besar pendidikan ayah pada contoh dari Sahid adalah tamat sarjana (51.5%), sementara pendidikan ibu adalah tamat SLTA/sederajat (39.7%). Pendidikan ayah dan ibu pada contoh UQI adalah tamat SLTA/sederajat dengan persentase masing-masing sebesar 42.5% dan 35.6%. Sebagian besar pekerjaan ayah pada kedua contoh adalah berwiraswasta dengan persentase masing-masing sebesar 47.1% dan 49.4%, sedangkan sebagian besar pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga dengan persentase masing-masing sebesar 48.5% dan 63.2%. Sebagian besar pendapatan orang tua contoh Sahid (47.1%) adalah lebih besar sama dengan Rp 6.000.000, sedangkan sebagian besar (50.6%) pendapatan orang tua contoh UQI berada pada kisaran Rp 2.000.000Rp5.999.999. Penyelenggaraan makan di Pesantren Sahid dan Ummul Quro Al-Islami memiliki penyelenggaraan makanan yang berbeda. Pesantren Sahid diserahkan kepada pihak katering, sedangkan pada Pesantren Ummul Quro Al-Islami (UQI) dikelola oleh pihak pesantren sendiri. Pesantren Sahid dan Pesantren UQI menggunakan pola on-site meal preparation-local food. Pengetahuan gizi contoh Sahid dan UQI sebagian besar (49%) dan (48%) termasuk dalam kategori sedang. Sebaran contoh di Pesantren Sahid maupun UQI berdasarkan jawaban yang benar bahwa aspek umum tentang zat gizi cukup baik diketahui oleh contoh, meskipun pengetahuan yang berfungsi mengatur proses metabolisme dalam tubuh paling tidak dimengerti oleh kedua contoh. Keseluruhan contoh (67.1%) memiliki frekuensi makan 3 kali per harinya. Kebiasaan jajan contoh di kedua pesantren sebanyak 46.5% memiliki frekuensi jajan sebanyak 2 kali per hari. Jenis jajanan yang paling sering dikonsumsi oleh kedua contoh yaitu snack (89%) seperti chiki-chikian dan gorengan. Sebagian besar contoh Sahid (55.9%) dan UQI (40.2%) memiliki tingkat kecukupan energi defisit tingkat berat. Sebagian besar contoh Sahid (57.4%) dan UQI (35.6%) memiliki tingkat kecukupan protein defisit tingkat berat. Tingkat kecukupan vitamin A sebagian besar contoh Sahid (83.8%) adalah defisit dan contoh UQI seluruhnya defisit. Lebih dari separuh contoh Sahid memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 cukup (54.4%) sedangkan pada contoh UQI sebagian besar defisit (55.2%). Tingkat kecukupan vitamin C pada contoh Sahid sebagian besar adalah defisit yaitu sebesar 88.2% dan pada contoh UQI seluruhnya defisit. Tingkat kecukupan kalsium contoh Sahid adalah defisit (63.2%), sedangkan pada contoh UQI adalah defisit (69%). Seluruh contoh Sahid memilki tingkat kecukupan fosfor dan zat besi defisit dan sebagian besar contoh UQI memilki tingkat kecukupan fosfor dan zat besi defisit sebesar 71.3% dan 93.1%. Secara umum rata-rata status gizi pada kedua kelompok contoh berada pada kategori normal atau status gizi baik. Berdasarkan Uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara tingkat konsumsi energi dan kalsium dengan status gizi (IMT/U) contoh (p<0,05). Tetapi, tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat konsumsi protein, vitamin (A, B 1, dan C), fosfor dan zat besi dengan status gizi (IMT/U) contoh. Uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi vitamin C (p<0.05), tetapi tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi zat gizi lainnya (p>0,05). Uji korelasi Spearman
menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan gizi dengan status gizi (p>0.05). Namun, apabila dilihat berdasarkan hasil penelitian yang didapat, rendahnya konsumsi terhadap angka kecukupan contoh dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan gizi yang sedang.
HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI TERHADAP STATUS GIZI SANTRI PUTRI DI DUA PESANTREN MODERN DI KABUPATEN BOGOR
AOMI HAZELIA DEWI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul
: Hubungan Pengetahuan Gizi serta Tingkat Konsumsi terhadap Status Gizi Santri Putri di Dua Pesantren Modern di Kabupaten Bogor
Nama
: Aomi Hazelia Dewi
NIM
: I14070131
Menyetujui: Dosen Pembimbing
Prof. Ir. Ahmad Sulaeman, MS, PhD NIP. 19620331 198811 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Pengetahuan Gizi serta Tingkat Konsumsi terhadap Status Gizi Santri Putri di Dua Pesantren di Kabupaten Bogor” sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Prof. Ir. Ahmad Sulaeman, MS, PhD selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing, memberikan saran, masukan, dan arahannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
2.
Bapak Drh. Rizal Damanik, MRepSc, PhD Selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi atas masukan dan saran yang diberikan.
3.
Ketua Departemen Gizi Masyarakat beserta staf pendidik dan kependidikan atas bimbingan, arahan, dan bantuannya selama penulis menjadi mahasiswi.
4.
Kedua orang tua, kakak dan keluarga yang senantiasa memberi dukungan serta semangat moral, spiritual, dan material.
5.
Teman dan rekan yang terlibat langsung dalam penelitian ini Rina Adila dan Siti Masturoh (teman satu tempat penelitian) atas kerjasamanya, sahabatsahabat serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
kesalahan dan kekurangan, maka dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan dan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi perbaikan. Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat, baik bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca. Amin.
Bogor, Maret 2012
Penulis
9
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sofjan Iskandar dan Ibu Mieke Danaatmadja. Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 29 Desember 1989. Pendidikan penulis dimulai dari SD swasta Amaliah pada tahun 1995. Setelah itu, penulis melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 2 Bogor pada tahun 2001 dan ke SMA Negeri 3 Bogor pada tahun 2004. Tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan tahun 2008 diterima sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA) sebagai staf Divisi Sosial Lingkungan Periode 2008-2009, koordinator informasi dan komunikasi Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) periode 2009-2010, staf finansial Ikatan Lembaga Mahasiwa Gizi Indonesia (ILMAGI) periode 2010-2011. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kepanitian diantaranya seminar nasional gizi tahun 2009. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum kulinari dan ilmu bahan makanan. Penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Pulau Burung, Kalimantan Selatan pada tahun 2010. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti Interenship Dietetic di Rumah Sakit Kanker Dharmais pada tahun 2011.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ......................................................................................................... i DAFTAR TABEL .................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... v PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 Tujuan ...................................................................................................... 3 Hipotesis .................................................................................................. 3 Kegunaan ................................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4 Pondok Pesantren .................................................................................... 4 Remaja ..................................................................................................... 5 Penyelenggaraan Makanan ...................................................................... 6 Kebutuhan Zat Gizi Remaja...................................................................... 7 Angka Kecukupan Gizi ............................................................................. 8 Pengetahuan Gizi ..................................................................................... 8 Kebiasaan Makan..................................................................................... 9 Konsumsi Makanan .................................................................................. 9 Status Gizi .............................................................................................. 10 KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................. 11 METODE PENELITIAN ..................................................................................... 13 Desain, Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 13 Cara Pemilihan Contoh .......................................................................... 13 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ........................................................ 14 Pengolahan dan Analisis Data ................................................................ 15 Definisi Operasional ............................................................................... 17 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 19 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 19 Karekteristik Contoh ............................................................................... 22 Karakteristik Orang Tua Contoh ............................................................. 25 Pola Penyelenggaraan Makanan ............................................................ 26 Pengetahuan Gizi ................................................................................... 29 Kebiasaan Makan................................................................................... 31
ii
Kebiasan Jajan ....................................................................................... 32 Konsumsi dan Tingkat Kecukupan ......................................................... 33 Status Gizi .............................................................................................. 40 Hubungan Antar Variabel ....................................................................... 42 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 44 Kesimpulan ............................................................................................ 44 Saran ..................................................................................................... 45 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 46 LAMPIRAN ........................................................................................................ 49
iii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Kecukupan gizi yang dianjurkan untuk remaja wanita ............................. 8 Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian ........................................ 14 Tabel 3 Nilai IMT menurut umur (IMT/U) ............................................................ 15 Tabel 4 Sebaran jumlah santri putri Sahid ........................................................ 20 Tabel 5 Sebaran jumlah santri putri UQI ............................................................ 22 Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan umur ....................................................... 23 Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan kelas ....................................................... 24 Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan besarnya uang saku ............................... 24 Tabel 9 Sebaran orang tua contoh berdasarkan pendidikan…………………… 25 Tabel 10 Sebaran orang tua contoh berdasarkan pekerjaan .............................. 26 Tabel 11 Sebaran orang tua contoh berdasarkan pendapatan ........................... 26 Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi .................................. 29 Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi ..................................................................... 30 Tabel 14 Sebaran Contoh berdasarkan Kebiasaan Makan ................................ 31 Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan jajan..................................... 32 Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan uang jajan ............................................. 33 Tabel 17 Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan protein contoh 34 Tabel 18 Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan vitamin contoh ............... 35 Tabel 19 Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan mineral contoh ............... 36 Tabel 20 Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi contoh ................................. 37 Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi .... 37 Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein ... 38 Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin....39 Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan mineral ... 40 Tabel 25 Sebaran status gizi contoh berdasarkan IMT/U, TB/U, dan BB/U ....... 42
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian ............................................... 12 Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan jenis jajanan........................................ 33
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Kategori pengukuran data penelitian .............................................. 50 Lampiran 2 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi santri putri contoh di Pesantren Sahid dan Pesantren UQI ......................................... 51 Lampiran 3 Tingkat ketersediaan makanan asrama Pesantren Sahid dan Pesantren UQI .............................................................................. 52 Lampiran 4 Menu makanan asrama Pesantren Sahid....................................... 53 Lampiran 5 Menu makanan asrma Pesantren UQI ........................................... 60 Lampiran 6 Hasil Uji Korelasi ............................................................................ 60 Lampiran 7 Foto................................................................................................ 60
PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak tahun 1990-an kata kunci pembangunan bangsa-bangsa dunia berkembang, termasuk Indonesia, adalah sumber daya manusia (SDM). Sejak itu investasi pembangunan tidak lagi terbatas pada sarana dan prasarana ekonomi untuk membangun industri, jalan, jembatan, pembangkit listrik, irigasi dan sebagainya, meskipun tetap disadari bahwa pembangunan ekonomi memang perlu. Pembangunan ekonomi akan bermanfaat bagi setiap anggota keluarga dan masyarakat suatu bangsa, apabila mereka semuanya dapat hidup sejahtera. Sesuai dengan Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948, yaitu setiap orang berhak untuk memperoleh kesehatan yang baik dan pangan yang cukup sehingga terbebas dari kelaparan dan kurang gizi. Untuk memenuhi hak asasi tersebut, pemerintah, masyarakat dan keluarga harus berusaha untuk menanam modal atau investasinya tidak hanya untuk sarana dan prasarana ekonomi dalam arti sempit, tetapi dalam arti luas dan modern yaitu mencakup investasi di bidang kesehatan dan gizi (Soekirman 2000). Pondok pesantren merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan keagamaan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan berperan penting dalam pengembangan sumberdaya manusia (Depkes 2007). Pondok pesantren pada umumnya memiliki program pendidikan yang disusun sendiri (mandiri). Program pada umumnya mengandung proses pendidikan formal, non formal maupun informal yang berlangsung sepanjang hari dalam satu pengkondisian di asrama (Depag 2003). Siswa yang belajar di pondok pesantren dinamakan santri. Pada umumnya santri yang belajar di pondok pesantren berusia 7-19 tahun, dan di beberapa pondok pesantren lainnya menampung santri berusia dewasa. Hurlock
(1980)
mengemukakan
bahwa
perkembangan
remaja
berlangsung mulai umur tiga belas tahun sampai delapan belas tahun. Kelompok umur remaja menunjukkan fase pertumbuhan yang pesat, yang disebut “adolescence growth spurt”. Pada fase pertumbuhan ini, tubuh memerlukan zatzat gizi yang relatif besar jumlahnya, yang dapat dipenuhi dari konsumsi pangan sehari-hari. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan keberadaan semua zat gizi yang diperlukan
2
tubuh di dalam susunan hidangan dengan perbandingan yang tepat antara zat gizi yang satu terhadap zat gizi yang lainnya. Kuantitas menunjukkan kadar masing-masing zat gizi yang dibandingkan terhadap kebutuhan masing-masing zat gizi oleh tubuh. Suatu susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari sudut kualitas maupun kuantitasnya, akan menyediakan untuk tubuh dengan kondisi kesehatan gizi yang terbaik (Sediaoetama 2008). Angka kecukupan energi terbesar remaja wanita terjadi pada usia 13 – 15 tahun mencapai angka kecukupan 2350 kkal. Hal ini dikarenakan terjadinya puncak growth spurt pada wanita terjadi lebih dahulu dibandingkan pria dan berkisar pada usia 12 – 13 tahun (WNPG 2004). Sedikit sekali informasi mengenai asupan pangan remaja. Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut. Oleh karena itu masa remaja dikategorikan sebagai suatu masa yang rentan. Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan. Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olahraga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi, di samping itu tidak sedikit remaja yang makan secara berlebihan dan akhirnya mengalami obesitas (Arisman 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hermina (1996) di Pesantren Modern Darussalam Kabupaten Ciamis, Jawa Barat serta Pesantren Tebu Ireng dan Walisongo Kabupaten Jombang, Jawa Timur, menunjukkan rendahnya asupan energi dari kecukupan. Dari penelitian tersebut didapat rata-rata asupan energi sebesar 87.0% (Jawa Barat) dan 70.9% (Jawa Timur) dari kecukupan yang dianjurkan. Rendahnya konsumsi zat gizi di pesantren tidak akan terjadi apabila santri memiliki: (1) wawasan yang cukup tentang gizi sehingga mempunyai kemampuan dalam memilih makanan yang lebih bergizi dan seimbang, dan (2) adanya ketersediaan makanan atau bahan makanan yang cukup (Hermina 1996). Pentingnya pengetahuan gizi terhadap konsumsi didasari atas tiga kenyataan: (1) status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan; (2) setiap orang hanya akan cukup gizi yang diperlukan jika makanan yang dimakan mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk
3
pertumbuhan tubuh yang optimal dan, pemeliharaan; (3) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suhardjo 2003). Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan kualitas manusia dan kualitas kehidupan masyarakat perlu dilakukan upaya perbaikan gizi yang terpadu. Salah satunya dengan adanya penyelenggaraan makanan yang sehat dan memadai di pesantren yang dapat memenuhi kebutuhan dan kecukupan gizi santri dan didukung dengan pengetahuan santri akan kebutuhan zat-zat gizi sehingga tercapainya status gizi yang optimal. Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tingkat konsumsi dan pengetahuan gizi santri di pesantren. Tujuan Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan gizi santri serta tingkat konsumsi terhadap status gizi santri di dua Pesantren di Kabupaten Bogor. Tujuan Khusus 1.Mengetahui pola penyelenggaraan makanan di Pesantren 2.Mengetahui pengetahuan gizi santri 3.Mengetahui tingkat konsumsi dan kecukupan zat gizi serta status gizi santri 4.Menganalisis hubungan pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi santri 5.Menganalisis hubungan tingkat konsumsi gizi dengan status gizi santri Hipotesis Ho1 : Adanya hubungan korelatif antara pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi para santri. Ho2 : Adanya hubungan korelatif antara tingkat konsumsi dengan status gizi para santri. Kegunaan Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
gambaran
tentang
pengetahuan gizi dan penyelenggaraan makan untuk para santri di pesantren serta pengaruhnya terhadap status gizi para santri. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah dan pimpinan pesantren dalam menetapkan kebijakan konsumsi pangan para santri dalam rangka peningkatan kualitas gizi para santri.
TINJAUAN PUSTAKA Pondok Pesantren Istilah pondok pesantren terdiri dari dua kata yaitu pondok dan pesantren. Ada yang menyebut pondok saja, atau pesantren saja, namun kebanyakan menyebut dengan lengkap yaitu pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan perpaduan antara konsep pendidikan Islam dengan model pendidikan yang merupakan budaya lokal yang sudah berkembang sebelumnya khususnya di Pulau Jawa pada saat datangnya agama Islam pertama kali (Gitosardjono 2006). Gitosardjono (2006) menyatakan bahwa meskipun pada zaman sekarang model pondok pesantren berbeda-beda, tetapi para peneliti sepakat bahwa sebuah lembaga pendidikan dapat dikategorikan sebagai pondok pesantren apabila memiliki lima unsur utama yaitu Kyai, Santri, Pondok, Masjid, dan Kitab Kuning. Sebagai
sub
sistem
pendidikan
nasional,
pesantren
dalam
keberadaannya diupayakan tidak saja mendalami kajian keagamaan semata, tetapi melaksanakan kegiatan yang bersifat sosial dan juga melaksanakan wajib belajar pendidikan dasar melalui pengembangan sistem pembelajaran yang pada gilirannya mengupayakan pemberdayaan santri melalui pengembangan bakat, minat,
sekaligus
jenjang
pendidikan
formal.
Oleh
sebab
itu,
dalam
perkembangannya pesantren selain memberikan pendidikan agama juga memberikan bekal keterampilan kepada santri, sehingga lulusannya memiliki keterampilan dan kemandirian lebih baik dibandingkan dengan lulusan lembaga pendidikan lainnya (Habibah 2007). Sebuah pesantren digolongkan kecil bila memiliki santri dibawah 1000 orang dan pengaruhnya hanya sebatas kabupaten. Pesantren sedang memiliki antara 1000-2000 orang yang pengaruh dan rekruitmen santrinya meliputi beberapa kabupaten. Pesantren besar memiliki santri lebih dari 2000 orang dan biasanya berasal dari beberapa kabupaten dan propinsi (Maftukha 2006). Menurut Departemen Agama (2003), terdapat beberapa model pesantren yaitu: 1. Pesantren Tradisional. Pesantren tradisional adalah pesantren yang masih mempertahankan sistem pengajaran tradisional, dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik. Diantara pesantren ini ada yang mengelola madrasah, bahkan juga sekolahsekolah umum. Murid dan mahasiswa boleh tinggal di pondok atau di luar, tetapi
5
mereka diwajibkan mengikuti pengajaran kitab-kitab dengan cara sorogan maupun bandongan, sesuai dengan tingkatan masing-masing. 2. Pesantren Modern. Pesantren modern adalah lembaga pesantren yang mengintegrasikan secara penuh sistem klasikal pondok dan sekolah ke dalam pondok pesantren. Semua santri masuk pondok dan terbagi dalam tingkatan kelas. Pengajian kitab tidak lagi menonjol, tetapi berubah menjadi mata pelajaran atau bidang studi. Demikian pula cara sorogan dan bandongan mulai berubah bentuk menjadi bimbingan individual dalam belajar dan kuliah ceramah umum, atau stadium general.
Jadi
selain
menyelenggarakan
kegiatan
kepesantrenan
juga
menyelenggarakan kegiatan pendidikan formal atau jalur sekolah. Perkembangan
pesantren
saat
ini
sangat
diperhitungkan
oleh
masyarakat, selain mempertahankan kekhasannya juga dapat mengembangkan pengetahuan lain sebagai kegiatan tambahan bagi para santrinya. Menurut catatan Depag (2008), pondok pesantren di Indonesia berjumlah 21521 yang terdiri atas 8001 (37.18%) tradisional, 3881 (18.03%) modern, dan 9639 (44.79%) kombinasi keduanya, dengan jumlah total santri sebanyak 3818469. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa pesantren sangat potensial dalam bidang pendidikan yang keberadaannya makin diminati masyarakat. Secara kuantitatif pesantren cukup besar dalam memberikan sumbangsihnya terhadap pengembangan SDM karena pesantren telah mengakar di tanah air dan bangsa Indonesia. Demikian dengan perubahan masyarakat baik akibat perkembangan ilmu pengetahuan maupun modernisasi, keberadaan pesantren harus mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman, termasuk menerapkan aspek-aspek manajerial kearah yang lebih baik (Habibah 2007). Remaja Remaja merupakan periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia. Pada periode ini banyak terjadi perubahan unik, serta banyak pula pemantapan pola-pola dewasa. Dekatnya masa remaja dengan kematangan
biologi
dan
orang
dewasa
memberikan
peluang
untuk
melaksanakan kegiatan tertentu yang dirancang untuk mencegah munculnya masalah-masalah kesehatan pada masa dewasa nanti (Riyadi 2001). Remaja dimulai dengan masa pubertas, yaitu tanda-tanda awal dari perkembangan karakteristik seksual sekunder, dan terus berlanjut sampai terjadi perubahan-perubahan morfologi dan fisiologi pada masa dewasa, yaitu
6
mendekati akhir dasawarsa kedua kehidupan. Menurut kriteria World Health Organization (WHO), yang mencakup dalam umur remaja yaitu 10-19 tahun (Riyadi 2001). Perkembangan
fisiologis,
perubahan
sosiofisiologis
muncul
dan
mempengaruhi perilaku konsumsi gizi remaja; diantaranya adalah ekspresi kebebasan, kebutuhan untuk memperoleh kekuasaan, penerimaan dan tekanan teman sejawat, perhatian terhadap image tubuh (body image) dan kesegaran fisik tubuh, dan peningkatan aktivitas tubuh khususnya partisipasi olahraga dan aktivitas atletis lainnya (Garrow et al. 2000) Spear (2004) menyatakan bahwa kebutuhan akan keseluruhan zat gizi pada masa remaja sangat bergantung pada tingkat kematangan fisik per individu dibanding dengan usia kronologis akibat dari beragamnya kebutuhan untuk pertumbuhan. Oleh karena itu, penanganan masalah gizi baik gizi lebih maupun kurang pada masa remaja bersifat spesifik dan berbeda antar individu. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan
makanan
adalah
serangkaian
kegiatan
yang
merupakan suatu sistem yang mencakup kegiatan atau sub-sistem penyusunan anggaran belanja makanan, perencanaan menu, pembuatan taksiran bahan makanan,
penyediaan
atau
pembelian
bahan
makanan,
penerimaan,
penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, persiapan dan pemasakan makanan, penilaian dan distribusi makanan, pencatatan pelaporan dan evaluasi yang dilaksanakan delam rangka penyediaan makanan bagi kelompok masyarakat di institusi (Depkes 1991). Moehyi (1992) menyebutkan bahwa ciriciri penyelengaraan makanan institusi adalah sebagai berikut: a.
Penyelenggaraan makanan dilakukan oleh institusi itu sendiri dan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan.
b.
Dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan makanan sudah ditetapkan jumlahnya sehingga penyelenggaraan makanan harus menyesuaikan pelaksanaannya dengan dana yang tersedia.
c.
Makanan yang diolah dan dimasak berada di lingkungan tempat institusi itu berada.
d.
Makanan yang disajikan diatur menggunakan menu induk (master menu) dengan siklus mingguan atau sepuluh harian.
e.
Makanan yang disajikan tidak banyak berbeda dengan hidangan yang biasa disajikan dilingkungan keluarga.
7
Adanya menimbulkan
keterbatasan berbagai
dalam
kelemahan
penyelenggaraan yang
makanan
merugikan
institusi
konsumen
dan
penyelenggaraan itu sendiri. Kelemahan itu berasal dari pengelolaan yang tidak dilakukan
secara
profesional.
Kelemahan
tersebut
antara
lain
tidak
memperhatikan citarasa makanan, variasi makanan, dan porsi makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan karena tidak ada risiko untung atau rugi. Hal ini akan menyebabkan konsumen tidak berselera memakannya, sehingga terdapat sisa makanan dalm jumlah yang cukup banyak (Moehyi 1992). Kebutuhan Zat Gizi Remaja Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada Recommended Daily Allowances (RDA). Untuk praktisnya, RDA disusun berdasarkan perkembangan kronologis, bukan kematangan. Karena itu, jika konsumsi energi remaja kurang dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya belum tercukupi. Status gizi remaja harus dinilai secara perorangan,
berdasarkan data
yang diperoleh dari pemeriksaan
klinis,
biokimiawi, antropometris, diet serta psikososial (Arisman 2009) Banyaknya energi yang dibutuhkan oleh remaja dapat diacu dalam tabel RDA. Kebutuhan remaja putri memuncak pada usia 12 tahun (2550 kkal), untuk kemudian menurun menjadi 2200 kkal pada usia 18 tahun. Perhitungan ini didasarkan pada stadium perkembangan fisiologis, bukan usia kronologis. Arisman (2004), menganjurkan penggunaan kkal per cm tinggi badan sebagai penentu kebutuhan akan energi yang lebih baik. Perkiraan energi untuk remaja putri berusia 11-18 tahun yaitu 10-19 kkal/cm (Arisman 2009). Penghitungan besarnya kebutuhan akan protein berkaitan dengan pola tumbuh, bukan usia kronologis. Untuk remaja putri hanya 0.27-0.29 g/cm. Kebutuhan akan semua jenis mineral juga meningkat. Peningkatan kebutuhan akan besi dan kalsium paling mencolok karena kedua mineral ini merupakan komponen penting pembentukan tulang dan otot. Asupan kalsium yang dianjurkan sebesar 800 mg (pra-remaja) sampai 1200 mg (remaja) (Arisman 2009). Peningkatan kebutuhan akan energi dan zat gizi sekaligus memerlukan tambahan vitamin di atas kebutuhan masa bayi dan anak. Kebutuhan akan Thiamin, Riboflavin dan Niacin didasarkan atas fungsinya terhadap metabolisme energi sehingga kebutuhan akan meningkat secara langsung apabila terjadi peningkatan konsumsi kalori (Mahan & Stump 2004). Vitamin ini diketahui
8
berperan dalam proses pelepasan energi dari karbohidrat. Percepatan sintesis jaringan mengisyaratkan pertambahan asupan vitamin B 6, B12 dan asam folat. Ketiga jenis vitamin ini berperan dalam sintesis Ribo Nucleic Acid (RNA) dan Dianosin Nucleic Acid (DNA). Untuk menjaga agar sel dan jaringan baru tidak cepat rusak, asupan vitamin A, C dan E juga perlu ditingkatkan di samping vitamin D karena perannya dalam proses pembentukan tulang. Kadar vitamin C dalam serum remaja cukup rendah, terutama mereka yang tidak menyukai sayur dan buah serta perokok (Arisman 2004). Angka Kecukupan Gizi Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan atau Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan mencakup hampir semua orang sehat untuk mencegah defisiensi zat gizi. AKG dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, tinggi badan, genetika, dan keadaan fisiologis, seperti hamil atau menyusui. Angka kecukupan gizi berbeda dengan angka kebutuhan gizi (dietary requirements). Angka kebutuhan gizi menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi baik. Berbagai faktor memengaruhi angka kebutuhan gizi seperti genetika aktivitas, dan berat badan. Oleh karena itu, ada angka kebutuhan gizi rendah dan ada pula angka kebutuhan gizi tinggi (Syafiq et al. 2009). Kebutuhan zat gizi remaja secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kecukupan gizi yang dianjurkan untuk remaja wanita Zat gizi Energi (kkal) Protein (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Fosfor (mg) Vitamin A (RE) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg)
Perempuan (tahun) 13-15 16-18 2350 2200 57 55 1000 1000 26 26 1000 1000 600 600 1.1 1.1 65 75
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004)
Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi
9
pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun informal. Selain itu juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi seperti membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio dan menyaksikan siaran televisi ataupun melalui penyuluhan kesehatan atau gizi (Suhardjo 1989). Pengukuran
pengetahuan
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda (multiple choice test). Instrumen ini merupakan bentuk tes objektif yang paling sering digunakan. Kelebihan multiple choice test ini adalah bahwa bentuk soal ini mempunyai reliabilitas yang tinggi. Adanya opsi jawaban sebanyak empat butir pilihan mengurangi kesempatan menebak. Kelemahannya adalah tes ini hanya mengukur apa yang diketahui atau dipahami oleh responden (Khomsan 2000). Kebiasaan Makan Kebiasaan makan ialah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif atau negatif. Sikap positif dan negatif terhadap makanan bersumber pada nilainilai affective yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial, ekonomi) dimana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh.Demikian juga halnya dengan kepercayaan (belief) terhadap makanan, yang meliput wilayah kejiwaannya dengan nilai-nilai cognitive yang berkaitan dengan kualitas baik atau buruk, menarik atau tidak menarik.dan pemilihan adalah proses psychomotor untuk memilih makanan sesuai dengan sikap dan kepercayaannya (Khumaidi 1989). Kebiasaan makan secara umum meliputi frekuensi makan per hari, kebiasaan sarapan, keteraturan makan, susunan hidangan makan, orang yang berperan dalam memillih dan mengolah makanan dalam keluarga, makanan pantangan dan kebiasaan makan bersama dalam keluarga (Ulfah & Latifah 2007). Konsumsi Makanan Konsumsi makanan oleh masyarakat atau oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga, dan kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini bergantung pula pada pendapatan, agama, adat kebiasaan dan pendidikan masyarakat (Almatsier 2004). Menurut Nasoetion dan Riyadi (1995), konsumsi suatu zat gizi yang rendah atau yang kurang dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan
10
konsekuensi berupa penyakit defisiensi. Sebaliknya konsumsi suatu zat gizi yang berlebihan
juga
dapat
membahayakan
kesehatan,
seperti
kegemukan,
keracunan zat gizi. Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik atau buruk (Riyadi 2001). Parameter antropometri merupakan salah satu dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks BB/U menggambarkan status gizi seseorang saat pengamatan atau pengukuran (current nutritional status). Indeks TB/U selain menggambarkan status gizi masa lalu juga lebih erat kaitannya dengan status sosial-ekonomi, sementara indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat pengamatan atau pengukuran. Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen terhadap umur (Supariasa et al. 2002). Prista et al. (2003) mengemukakan bahwa di Negara berkembang, kesehatan dan kesejahteraan juga diukur oleh kapasitas seseorang untuk melakukan pekerjaan dan melawan penyakit. Namun, pengaruh status gizi sebagai indikator kesehatan dan penyakit belum dapat diketahui.
KERANGKA PEMIKIRAN Remaja merupakan fase transisi sebelum anak menjadi dewasa. Selama remaja
perubahan-perubahan
hormon
mempercepat
pertumbuhan
tinggi
badannya. Dalam era pembangunan ini diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu remaja yang mempunyai status gizi yang baik diharapkan akan menjadi penerus bangsa yang berkualitas. Status gizi yang baik dapat diperoleh dari konsumsi makan sehari-hari, yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan gizi. Penyelenggaran makanan yang dilakukan pesantren secara langsung dapat mempengaruhi status gizi santri putri. Kualitas penyelenggaraan yang baik akan secara umum terlihat dari ketersediaan dan kandungan gizi makanan yang disediakan oleh pihak penyelenggaraan makanan, walaupun terdapat pula faktor-faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi santri tersebut antara lain pengetahuan gizi dan aktivitas fisik. Pengetahuan gizi yang baik sebagai penunjang dalam pemilihan makanan untuk dikonsumsi sangat diperlukan oleh setiap santri. Tersedianya makanan di luar penyelenggaraan makanan yang disediakan oleh pesantren menjadikan santri harus mengetahui makanan yang baik untuk dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan gizinya yang dapat dijadikan sebagai sumber tenaga dan penunjang pertumbuhan. Pengetahuan gizi yang baik akan berpengaruh terhadap status gizi yang baik pula sehingga tidak terjadi malnutrisi gizi pada santri. Status gizi dipengaruhi oleh tingkat konsumsi yang ditentukan oleh frekuensi makan, kecukupan energi, dan kebiasaan makan. Menurut Nasoetion dan Riyadi (1995) seorang remaja biasanya mempunyai pilihan sendiri terhadap makanan yang ia senangi. Umumnya pada remaja telah terbentuk kebiasaan makan sendiri. Oleh karena itu adanya kebiasaan makan ini lah diperlukan pengetahuan gizi yang baik, sehingga para remaja mengenal jenis-jenis makanan bergizi sekaligus mengenal fungsi umum gizi untuk menghasilkan status gizi yang baik. Secara sistematis pola penyelenggaraan makan, tingkat konsumsi, dan pengetahuan gizi santri putri dijabarkan dalam kerangka pemikiran yang dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai variabel bebas adalah tingkat konsumsi dan pengetahuan gizi, sedangkan variabel terikat adalah status gizi.
12
Pola Penyelenggaraan Makanan Makanan Asrama
Makanan Luar Asrama
Ketersediaan dan Kandungan Gizi Makanan Asrama
Kebiasaan Makan
Pengetahuan Gizi
Konsumsi Energi dan Zat Gizi
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi
Status Gizi Keterangan : = Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Hubungan yang diteliti Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian
Status Kesehatan
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study karena pengambilan data dilakukan pada suatu waktu. Penelitian dilaksanakan di Pesantren di Kabupaten Bogor, penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan alasan kemudahan jangkauan dan dengan pertimbangan bahwa pondok pesantren telah menyelenggarakan makan bagi para santrinya. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah survei pendahuluan (penimbangan berat badan dan tinggi badan santri putri). Tahap kedua adalah pengumpulan data. Penelitian dilakukan pada bulan April 2011 untuk Pondok Pesantren Modern Sahid (Sahid) dan pada bulan SeptemberOktober 2011 untuk pondok Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami (UQI). Cara Pemilihan Contoh Kriteria utama pemilihan kedua pondok pesantren modern tersebut di atas yaitu keduanya melaksanakan penyelenggaraan makanan untuk para santri. Kriteria inklusi dari pemilihan pondok pesantren tersebut yaitu: (1) terdaftar di Kabupaten Bogor, (2) tiap santri mendapatkan porsi makanan sendiri, (3) belum pernah dijadikan sebagai tempat penelitian sejenis, dan (4) bersedia dijadikan sebagai tempat penelitian. Responden dalam penelitian ini disebut contoh, yang merupakan santri putri tsanawiyah dan aliyah. Contoh tinggal di pondok pesantren yang terpilih, dan tidak sedang atau akan menghadapi ujian akhir nasional serta santri yang baru masuk dan mengisi data record (7x24) jam secara lengkap. Pemilihan contoh dilakukan secara simple random sampling dengan menggunakan rumus dari (Notoatmodjo 2005) sebagai berikut: n = ____N____ 1+ N (d2) keterangan : N = besar populasi n = besar sampel d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan
Berdasarkan rumus tersebut dapat ditentukan masing-masing jumlah contoh dari jumlah populasi di dua tempat penelitian, yaitu 78 orang untuk Pesantren Sahid dan 94 orang untuk Pesantren UQI. Namun contoh santri
14
Pesantren Sahid yang mengisi data dan mengembalikan record secara lengkap hanya 68 orang dan contoh santri Pesantren UQI hanya 87 orang, sehingga didapatkan total contoh berjumlah 155 orang santri. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi proses penyelenggaraan makanan, karakteristik contoh (umur, berat badan, tinggi badan, kelas, dan uang saku), karakteristik sosial ekonomi keluarga (pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu), serta pendapatan keluarga, pengetahuan gizi, kebiasaan makan, dan konsumsi pangan. Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian No 1.
Jenis Data Pola penyelenggaraan makanan 1. Pelaksanaan pola
Cara Pengumpulan Data - Wawancara - Pengamatan langsung
2.
Karakteristik responden (santri) 1. Umur 2. Berat badan 3. Tinggi badan 4. Kelas 5. Uang saku Karakteristik sosial-ekonomi keluarga 1. Pendidikan ayah dan ibu 2. Pekerjaan ayah dan ibu 3. Pendapatan keluarga Konsumsi makanan (food record 7x24 jam)
-
Pengisian kuesioner Wawancara Pengukuran langsung
-
Pengisian kuesioner Wawancara
Kuesioner
-
Pengisian kuesioner Wawancara Pengukuran langsung
6.
Pengetahuan Gizi
-
Pengisian kuesioner Wawancara
Kuesioner, timbangan makanan digital Kuesioner
7.
Kebiasaan Makan 1. Frekuensi makan
-
Pengisian kuesioner Wawancara
Kuesioner
8.
Kebiasaan Jajan 1. Frekuensi Jajan 2. Jenis jajanan
-
Pengisian Kuesioner Wawancara
Kuesioner
9.
Karakteristik Pesantren 1. Gambaran umum pesantren 2. Jumlah santri, guru, dan karyawan 3. Fasilitas secara umum
-
Pengisian kuesioner Wawancara Pengamatan langsung
Kuesioner
4.
5.
Alat Kuesioner, timbangan makanan digital Kuesioner, timbangan badan digital, microtoise
Data primer mengenai proses penyelenggaraan makanan diperoleh dengan melakukan wawancara kepada pengelola, penjamah makanan, dan
15
pihak pesantren. Data sekunder diperoleh dengan melakukan wawacara dengan pihak pesantren mengenai karakteristik pondok pesantren yang meliputi gambaran umum pesantren, jumlah santri, guru dan karyawan. Selain melakukan wawancara dengan pihak pesantren juga melakukan pengamatan langsung terhadap fasilitas yang tersedia di pondok pesantren. Pengolahan dan Analisis Data Tahapan pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan pengkodean (coding) dilakukan dengan cara menyusun codebook sebagai panduan entry dan pengolahan data. Kemudian data dimasukan ke dalam tabel yang sudah disediakan.Setelah itu dilakukan pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell 2007 dan Statistical Program for social Sciences (SPSS) versi 16.0.untuk menguji hubungan antar variabel dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Variabel yang akan diuji adalah pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi zat gizi dan tingkat konsumsi zat gizi dengan status gizi. Data status gizi diperoleh dengan melakukan penimbangan berat badan (kg) menggunakan timbangan berat badan digital. Kemudian pengukuran tinggi badan (cm) dilakukan dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Data status gizi contoh ditentukan berdasarkan data yang sudah diperoleh yaitu usia contoh, berat badan, dan tinggi badan dengan parameter Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut umur (IMT/U) dan indeks Tinggi Badan menurut umur (TB/U). Penentuan status gizi dilakukan dengan menggunakan software Anthroplus 2007 dan analisis indeks Berat Badan menurut umur (BB/U) dilakukan dengan menggunakan software Nutrisurvey 2007. Nilai IMT menurut umur (IMT/U) dalam WHO (2007), dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai IMT menurut umur (IMT/U) Klasifikasi Sangat kurus Kurus Normal Overweight Obesitas
Z-score < -3 SD -3 SD ≤ Z-score < -2 SD -2 SD ≤ Z-score ≤ +1 SD +1 SD < Z-score ≤ +2 SD > +2 SD
Data konsumsi pangan diketahui melalui metode food record (pencatatan makanan)
selama
seminggu.
Data
konsumsi
pangan
yang
diperoleh
16
dikonversikan untuk menentukan zat gizi contoh yang terdiri dari energi, protein, karbohidrat, lemak, vitamin A, vitamin B 1, vitamin C, kalsium, fosfor, dan zat besi, dengan menggunkan Daftar Konsumsi Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah dan Briawan 1994): KGij = (Bj/100) X Gij X (BDDj/100) Keterangan: Kgij
= Kandungan zat gizi –i dalam bahan makanan –j
Bj
= Berat makan –j yang dikonsumsi (g)
Gij
= Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan ke-j
BDD j = Bagian bahan makanan -j yang dapat dimakan
Tingkat konsumsi zat gizi dihitung dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi contoh (aktual) (KI) dengan angka kebutuhan yang dianjurkan (AKG). Untuk menghitung angka kebutuhan energi dan protein harus dikoreksi dengan berat badan, yaitu menggunakan berat badan aktual selama dalam kisaran kategori normal sedangkan untuk kebutuhan vitamin dan mineral tidak diperlukan koreksi terhadap berat badan. Rumus yang digunakan untuk menghitung angka kebutuhan zat gizi adalah (Hardinsyah et al 2002): AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan: AKGI
= Angka kebutuhan zat gizicontoh yang dicari
Ba
= Berat badan aktual sehat (kg)
Bs
= Berat badan yang dianjurkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG 2004) (kg)
AKG
= Angka kecukupan energi atau protein yang dianjurkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG 2004)
Selanjutnya,
tingkat
kecukupan
zat
gizi
diperoleh
dengan
cara
membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan kecukupannya yaitu dengan menggunakan rumus tingkat kecukupan zat gizi yang di bawah ini: TKGI = (KI/AKGI) x 100%
Keterangan: TKGI
= Tingkat kecukupan zat gizi
17
KI
= Konsumsi zat gizi contoh (Food record)
AKGI
= Angka kecukupan zat gizi contoh yang dicari
Data pengetahuan gizi diukur dengan 20 (dua puluh) pertanyaan, yang masing-masing pertanyaan diberi skor 1 untuk jawaban yang benar dan skor 0 untuk jawaban yang salah. Total skor dijumlahkan dan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu: 1) kategori baik apabila skor >80%, 2) kategori sedang apabila skor berkisar antara 60 dan 80%, dan 3) kategori kurang apabila skor <60% (Khomsan 2000). Data frekuensi makan dihitung dari berapa kali biasanya contoh mengonsumsi makanan utama. Data jenis jajanan makanan pada penelitian ini dikelompokkan menjadi empat jenis berdasarkan Winarno (2004), yaitu makanan sepinggan, snack, minuman, dan buah segar. Selain itu, diukur juga konsumsi jajanan dengan menghitung berapa banyak jenis dan berapa kali jajanan tersebut dikonsumsi contoh. Variabel dan kategori pengukuran variabel dapat dilihat pada Lampiran 1.
18
Definisi Operasional Status gizi santri putri adalah keadaan kesehatan santri putri yang dilihat dari konsumsi
pangan
serta
penggunaannya
oleh
tubuh
dan
diukur
berdasarkan berat badan dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Konsumsi makanan adalah jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi santri dalam satu hari yang dilihat dari total energi dan zat gizi lain. Penyelenggaraan
makanan
penyimpanan,
adalah
pemasakan
proses
dan
yang
meliputi
penghidangan
pengadaan,
makanan
untuk
mengetahui susunan menu, frekuensi makan, waktu makan, jenis makanan dan jumlah makanan. Tingkat kecukupan adalah perbandingan jumlah zat gizi yang dikonsumsi (aktual) per hari dengan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan per hari yang dinyatakan dalam persen. Frekuensi makan adalah kebiasaan berapa kali jumlah makan santri selama masa penelitian. Pengetahuan gizi adalah tanggapan atau jawaban tentang jenis-jenis bahan makanan berdasarkan penggolongannya dan fungsinya yang diberikan oleh santri putri. Umur santri putri adalah usia yang dihitung pada saat responden dilahirkan sampai saat penelitian berlangsung. Santri adalah siswa tsanawiyah dan aliyah yang tinggal di pesantren. Kecukupan gizi adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi santri agar hampir semua santri hidup sehat.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pesantren Modern Sahid Sahid merupakan pondok pesantren modern dengan sistem tiga pusat pendidikan yaitu pendidikan keluarga, sekolah, dan lingkungan di dalam satu kompleks yang Islami. Untuk merealisasi idealisme pendidikan pesantren tersebut, Pondok Pesantren Modern Sahid melaksanakan pendidikan keluarga melalui asrama, pendidikan sekolah melalui madrasah, dan pendidikan lingkungan
yang
berpusat
pada
masjid.
Dengan
demikian
pendidikan
berlangsung 24 jam setiap hari dalam suasana Islami yang dinamis dan humanis di bawah bimbingan para kyai, ustadz/ustadzah, dan murabbi/murabbiyah yang mukhlish dan profesional. Lokasi pondok pesantren modern Sahid terletak di jalan KH. Abdul Hamid KM 6, Gunung Menyan Pamijahan Bogor, Jawa Barat. Pondok pesantren ini berdiri diatas tanah seluas 70 hektar (700000 m 2). Fasilitas yang terdapat di Sahid diantaranya yaitu dua komplek bangunan yang disediakan untuk asrama putra dan putri yang terpisah, yang masing-masing terdiri dari empat unit asrama terdiri dari 80 kamar yang masing-masing kamar dilengkapi dengan kamar mandi, dihuni oleh enam orang santri. Selain itu terdapat masjid, gedung, sekolah, perkantoran, auditorium, perpustakaan, dapur, ruang makan, kantin, anjungan telepon di asrama, klinik, dan mini market. Fasilitas lainnya yaitu sarana olah raga, laboratorium ilmu pengetahuan alam (IPA), laboratorium komputer, dan lahan pertanian dan peternakan yang luas. Santri putra dan putri Sahid tahun ajaran 2010-2011 berjumlah 775 orang, terdiri dari 429 santri putra (55.4%) dan 346 santri putri (44.6%) Pesantren modern sahid diresmikan pada tanggal 27 Mei 2000, setelah mendapat ijin operasional dari Departemen Agama Propinsi Jawa Barat dengan nama Pesantren Sahid Mandiri. Nama tersebut kemudian diubah menjadi Pondok Pesantren Modern Sahid. Pada tahun pelajaran 2003/2004 Pondok Pesantren Modern Sahid membuka Madrasah Tsanawiyah (MTs) yaitu salah satu jenjang pendidikan formal tingkat menengah pertama Islam sesuai UU SISDIKNAS nomor 20 tahun 2003 pasal 17 ayat 2. Sejak didirikan pada tanggal 27 Mei 2000, Sahid telah mencanangkan visi dan misi yang jelas. Visi dari Sahid adalah menjadi pusat pendidikan Islam yang modern dan bertaraf Internasional, guna menyiapkan generasi unggul,
20
berbudaya, Islami dalam rangka mengimplementasikan ajaran Islam sebagai “rahmatan lil’Alamin”. Untuk mencapai visi tersebut di siapkan sarana prasarana secara bertahap, sumber daya manusia (SDM) dan sistem yang selalu diperbaharui sesuai dengan tuntutan zaman. Adapun misinya di rumuskan sebagi berikut : 1. Menyelenggarakan pendidikan Islam yang modern dan bertaraf Internasional mulai tingkat Raudhatul Athfal Ibtidaiyyah, Tsanawiah, sampai Aliyah. 2. Menyelenggarakan dakwah dan pengembangan potensi umat 3. Berperan aktif dalam pengembangan pendidikan Islam Pengajar Sahid sebagian berasal dari alumni beberapa pesantren modern di Jawa serta sebagian lagi adalah berasal dari perguruan tinggi seperti IKIP, IPB, UGM, UNS, UIN, dan ISID. Selain itu didatangkan Syeikh dari Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Santri
diwajibkan
membayar
uang
sumbangan
penyelenggaraan
pendidikan (SPP) pada setiap bulannya sesuai jumlah yang telah ditentukan sebelumnya oleh pihak pesantren. Santri dapat dikunjungi oleh orang tua/keluarga di luar jam belajar atau kegiatan wajib lainnya. Selain itu santri diizinkan keluar pesantren untuk keperluan pribadi/organisasi, berobat atau acara keluarga dengan cara mengikuti prosedur perizinan yang ditentukan asrama serta saat liburan pesantren yang ditentukan berdasarkan kalender pendidikan Sahid. Tabel 4 Sebaran jumlah santri putri Sahid Kelas Tsanawiyah (SLTP) Aliyah (SLTA) Total
n 224 122 346
% 64.7 35.3 100.0
Berdasarkan Tabel 4, jumlah santri putri Sahid pada tahun 2010/2011 yang tertampung keseluruhannya berjumlah 346 orang yang terbagi dalam tiga kelas Tsanawiyah dan lima kelas Aliyah. Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami Pondok Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami (UQI) adalah lembaga pendidikan dengan menggunakan sistem asrama. Dewan guru dan para santri belajar dan bermukim didalam pesantren dengan nuansa kekeluargaan. Pondok pesantren ini berdiri di atas tanah seluas 10 hektar (100000 m 2). UQI menyediakan dua komplek bangunan untuk asrama putra dan putri yang terpisah, khusus untuk asrama putri terdapat tujuh gedung dengan jumlah
21
keseluruhan kamar yaitu 40 kamar untuk tiap kamar berisi antara 35-40 orang dengan empat orang pengurus kamar. Fasilitas lain yaitu, terdapat asrama guru, tempat peristirahatan tamu, kamar mandi putra dan putri, masjid, gedung serba guna (GSG), sekolah, perkantoran, perpustakaan, dapur pusat dan dua dapur khusus, ruang makan guru, kantin, wartel, klinik, dan koperasi, serta terdapat lapangan serba guna, laboratorium IPA, laboratorium bahasa, dan laboratorium komputer. Pada tahun ajaran 2011-2012 santri putra dan putri UQI berjumlah 3332 orang, yang terdiri dari 1776 santri putra (53.3%) dan 1556 santri putri (46.7%). UQI didirikan pada tanggal, 1 Muharram 1414 H/21 Juni 1993 M. Di Kampung Banyusuci, Desa Leuwimekar, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tanggal ini dikenang sebagai tanggal peletakan batu pertama pondok. Setelah satu tahun, UQI kemudian beroperasi sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran, tepatnya pada tanggal, 10 Juli 1994 M. Masa pendidikan di Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami adalah enam tahun untuk lulusan SD/MI, dan empat tahun untuk yang tamatan SLTP/MTs dan SLTA/MA. Visi dari UQI adalah terwujudnya generasi Islam yang unggul dalam prestasi, berakhlak mulia, beramal shaleh dan tekun beribadah berdasarkan paham “akhlussunnah wal jamaah”.Adapun misinya di rumuskan sebagi berikut : 1. Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dalam pencapaian prestasi akademik dan non akademik. 2. Menyiapkan kader-kader ulama dan pemimpin umat yang mutafaqih fi addin berfaham akhlussunnah waljamaah. 3. Mempersiapkan generasi Islam yang kompeten (science, skill, social, behaviour) untuk berkiprah di dunia intrenasional. 4. Mendidik generasi Islam yang taat kepada Allah dan RasulNya serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa. Pengasuh dan guru UQI sebagian berasal dari alumni beberapa pesantren di Jawa dan alumni dari UQI serta sebagian lagi adalah berasal dari perguruan tinggi seperti IKIP,UIN, STAI, IPB, PAKUAN, UHAMKA, dan beberapa universitas di Timur Tengah. Pondok Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami mencoba menerapkan kurikulum yang utuh dalam mendidik dan mengajar para santrinya. Bentuk pengajarannya dikemas dalam nama Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yang merupakan perpaduan antara kurikulum Nasional dan kurikulum
22
yang berlaku di pondok pesantren pada umumnya. Di bawah tanggung jawab dan pengawasan bagian Pendidikan dan Pengajaran pesantren, GBPP meliputi Ulum Tanziliyah (ilmu-ilmu yang bersumber langsung dari Allah dan Rasul-Nya) serta Ulum Kauniyah dan Tathbiqiyah (ilmu-ilmu yang bersumber dari manusia, alam serta ilmu-ilmu terapan dan teknologi). Untuk kedua jenis ilmu yang disebut terakhir, digunakan kurikulum yang mengacu kepada Kurikulum Nasional yang berlaku. Selain itu, ada pula Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Khusus yang dilaksanakan di luar jam sekolah di bawah bimbingan guru-guru dan para pengurus. Sama halnya dengan pondok pesantren modern Sahid dan pondokpondok lainnya, santri diwajibkan membayar uang SPP pada setiap bulannya. Orang tua santri dapat mengunjungi santridi luar jam belajar atau kegiatan wajib lainnya. Perizinan keluar pesantren diperbolehkan hanya untuk berobat atau acara keluarga dengan ketentuan dari pihak asrama. Serta terdapat jadwal libur sekolah sesuai dengan kalender pendidikan UQI. Tahun ajaran 2011/2012, jumlah santri putri UQI secara keseluruhan berjumlah 1556 orang yang dibagi kedalam tiga kelas tsnawiyah dan enam kelas aliyah (Tabel 5). Tabel 5 Sebaran jumlah santri putri UQI Kelas Tsanawiyah (SLTP) Aliyah (SLTA) Total
n 810 746 1556
% 52.1 47.9 100.0
Kedua pesantren yang diamati merupakan pesantren yang baru dan mempunyai potensi untuk lebih maju lagi jika dibandingkan dengan umumnya pesantren-pesantren yang ada di pulau Jawa. Penyediaan sarana belajar yang memadai dengan modal operasional yang tidak sedikit, kiranya akan menjadi daya tarik pesantren untuk diminati para orang tua pada saat ini yang sangat menginginkan anak-anaknya mempunyai akhlak yang baik. Karekteristik Contoh Umur Santri putri yang menjadi contoh penelitian dari Pondok Pesantren Modern
Sahid
(Sahid)
adalah
siswa
Tsanawiyah
(SLTP)
dan
Aliyah
(SLTA) kelas 1 dan kelas 2, sementara dari Pondok Pesantren Modern Ummul Quro
Al-Islami
(UQI)
adalah
siswa
Tsanawiyyah
(SLTP)
dan
Aliyah
23
(SLTA) kelas 2 dan kelas 3. Sebagian besar umur contoh Pesantren Sahid berada pada kategori remaja tengah (14-16 tahun) sebanyak 57.4%. Contoh Sahid yang berada pada kategori remaja awal (10-13 tahun) sebanyak 30.9% dan
contoh
Sahid
yang
berada
pada
kategori
remaja
akhir
(17-19
tahun)sebanyak 11.8%. Umur contoh Pesantren UQI sebagian besar juga berada pada kategori remaja tengah (14-16 tahun) sebanyak 43.7 %. Contoh UQI yang berada pada kategori remaja awal (10-13 tahun) sebanyak 21.8% dan contoh UQI yang berada pada kategori remaja akhir (17-19 tahun) sebanyak 34.5.% (Tabel 6). Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan umur Umur Remaja awal (10-13 tahun) Remaja tengah (14-16 tahun) Remaja akhir (17-19 tahun) Total
Sahid n 21 39 8 68
UQI % 309 57.4 11.8 100.0
n 19 38 30 87
% 21.8 43.7 34.5 100.0
Pengelompokan usia tersebut disesuaikan dengan Depkes (2005) yang menyatakan bahwa masa remaja dibedakan dalam tiga tahap, yaitu masa remaja awal (10-13 tahun), masa remaja tengah (14-16 tahun), dan masa remaja akhir (17-19 tahun). Masa remaja menjadi masa yang begitu khusus dalam hidup manusia, karena pada masa tersebut terjadi proses awal kematangan organ reproduksi manusia yang disebut sebagai masa pubertas. Secara umum, kelompok umur remaja tengah contoh di kedua pesantren adalah lebih besar dibanding dua kelompok umur lainnya. Indikasi ini akan memberikan suatu informasi untuk penyelenggaraan makan, yang penyediaan jenis makanan dan kualitas gizinya diprioritaskan untuk kelompok umur remaja tengah. Namun, tentunya agak sulit bagi penyelenggara makan, karena sistem penyelenggaraan makan para santri putri dijadikan satu untuk semua kelompok umur. Risiko penyelenggaraan komunal ini, tentunya akan terjadi kelebihan gizi bagi para santri putri. Oleh karena itu suatu kurikulum khusus mengenai pengetahuan gizi yang diajarkan kepada para santri adalah suatu anjuran yang sangat baik, sehingga para santri sedikit banyak akan berusaha untuk mengukur sendiri kebutuhannya sekaligus mereka akan mengetahui berbagai risiko salah makan. Kurikulum pengetahuan tentang status gizi tentunya akan memberikan pengetahuan umum yang dapat dipraktekan selama hidupnya dalam rangka
24
mempertahankan sekaligus meningkatkan status gizi keluarga santri kelak. Pengetahuan ini sangat dianjurkan mengingat perkembangan keanekaragaman kuliner di negara Indonesia, terutama di perkotaan dan pinggiran kota sangat pesat dan cenderung tidak memperhatikan kesehatan dan keserasian gizi pangan yang disajikannya. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan kelas Sahid
Kelas Tsanawiyah
Aliyah
1 2 3 1 2 3
Total
n 17 16 18 17 68
UQI % 25 24 26 25 100
n 23 23 22 19 87
% 26 26 25 22 100
Berdasarkan Tabel 7, contoh tersebar hampir merata pada setiap kelasnya. Namun, pada contoh sahid tidak diambil contoh yang berasal dari kelas 3 karena pada saat penelitian kelas 3 sedang menghadapi Ujian Akhir Nasional (UAN). Pada contoh UQI, tidak diambil contoh yang berasal dari kelas 1 karena penelitian dilakukan pada saat semester baru, dikhawatirkan santri yang baru masuk masih beradaptasi dengan lingkungan pesantren. Uang Saku Setiap anak yang bersekolah dibekali uang saku oleh orang tuanya sebagai uang untuk pegangan anak selama di sekolah. Uang saku tersebut umumnya digunakan anak sekolah untuk membeli jajanan sekolah baik berupa makanan maupun non makanan (Muasyaroh 2006). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan besarnya uang saku Jumlah uang saku Rp/bulan < 200.000 200.000-499.999 ≥ 500.000 Total
Sahid n 1 29 38 68
UQI % 1.5 42.6 55.9 100.0
n
%
28 50 9 87
32.2 57.5 10.3 100.0
Sebaran contoh menurut besarnya uang saku dapat diketahui pada Tabel 8 bahwa persentase tertinggi pada contoh Sahid (55.9%) berada pada kisaran nominal lebih besar sama dengan Rp 500000 dan persentase tertinggi pada contoh UQI (57.5%) berada pada kisaran nominal Rp 200000-Rp 499999.
25
Keadaan ini tentunya akan mempengaruhi pola makan, sekaligus status gizi santri. Oleh karena itu sejalan dengan bahasan di atas yang berhubungan dengan kelompok umur, pengetahuan akan status gizi oleh para santri perlu ditingkatkan. Karakteristik Orang Tua Contoh Pendidikan Karakteristik orang tua santri putri contoh dikelompokkan atas pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Sebagian besar pendidikan ayah pada contoh dari Sahid adalah tamat sarjana (51.5%), sementara pendidikan ibu adalah tamat SLTA/sederajat (39.7%). Pendidikan ayah dan ibu pada contoh UQI adalah tamat SLTA/sederajat dengan persentase masing-masing sebesar 42.5% dan 35.6% (Tabel 9). Tabel 9 Sebaran orang tua contoh berdasarkan pendidikan Sahid
Pendidikan orang tua contoh
Pendidikan ayah
Pendidikan ibu
Tamat SD/sederajat Tamat SLTP/sederajat Tamat SLTA/sederajat Tamat Diploma/Akademi Tamat Sarjana Total Tamat SD/sederajat Tamat SLTP/sederajat Tamat SLTA/sederajat Tamat Diploma/Akademi Tamat Sarjana Total
n 1 2 20 10 35 68 0 1 27 14 26 68
UQI
% 1.5 2.9 29.4 14.7 51.5 100.0 0.0 1.5 39.7 20.6 38.2 100.0
n 10 9 37 8 23 87 20 11 31 7 18 87
% 11.5 10.3 42.5 9.2 26.4 100.0 23.0 12.6 35.6 8.0 20.7 100.0
Pekerjaan Sebagian
besar
pekerjaan
ayah
pada
kedua
contoh
adalah
berwiraswasta dengan persentase masing-masing sebesar 47.1% dan 49.4%, sedangkan sebagian besar pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga dengan persentase masing-masing sebesar 48.5% dan 63.2% (Tabel 10).
26
Tabel 10 Sebaran orang tua contoh berdasarkan pekerjaan Sahid
Pekerjaan orang tua contoh
Pekerjaan ayah
Pekerjaan ibu
n 11 20 3 2 32 0 0 0 68 10 5 15 33 0 0 0 5 68
PNS Pegawai Swasta Bekerja Di BUMN TNI/Polri Berwiraswasta Petani Pedagang Lainnya Total PNS Pegawai Swasta Berwiraswasta Ibu Rumah Tangga Petani Pedagang Buruh Lainnya Total
UQI
% 16.2 29.4 4.4 2.9 47.1 0.0 0.0 0.0 100.0 14.7 7.4 22.1 48.5 0.0 0.0 0.0 7.4 100.0
n 13 20 1 2 43 2 1 4 87 10 2 6 55 1 4 1 8 87
% 14.9 23.0 1.1 2.3 49.4 2.3 1.1 5.7 100.0 11.5 2.3 6.9 63.2 1.1 4.6 1.1 9.2 100.0
Pendapatan Sebagian besar pendapatan orang tua contoh Sahid (47.1%) adalah lebih besar sama dengan Rp 6000000, sedangkan sebagian besar pendapatan orang tua contoh UQI berada pada dua kisaran (
tua
pada
kedua
kelompok
contoh
menunjukkan bahwa keluarga contoh berada pada status ekonomi menengah, artinya hanya keluarga-keluarga golongan ekonomi dan sosial menengah yang mampu menyekolahkan anak-anaknya pada kedua pesantren modern ini, meskipun uang masuk dan SPP tidak terdata. Tabel 11 Sebaran orang tua contoh berdasarkan pendapatan Pendapatan orang tua contoh < Rp 2.000.000 Rp 2.000.000 – Rp 5.999.999 >Rp 6.000.000 Total
Sahid n 9 27 32 68
UQI % 13.2 39.7 47.1 100.0
n 30 44 13 87
% 34.5 50.6 14.9 100.0
Pola Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makan di Pesantren Sahid dan Ummul Quro Al-Islami memiliki penyelenggaraan makanan yang berbeda. Pesantren Sahid diserahkan kepada pihak katering, sedangkan pada Pesantren Ummul Quro Al-Islami (UQI) dikelola oleh pihak Pesantren sendiri. Menurut Del Rosso (1999) berdasarkan
27
cara persiapan dan pengolahan makanan, pola penyelenggaraan makan di sekolah terdiri dari lima pola yaitu (a) pola on-site meal preparation-donated food yaitu pola penyelenggaraan makanan di sekolah yang persiapan dan pengolahan menunya dilakukan di dapur sekolah dengan bahan baku yang berasal dari sponsor, (b) pola on-site meal preparation-local food yaitu pola penyelenggaraan makan di sekolah yang persiapan dan pengolahan menunya dilakukan di dapur sekolah dengan bahan baku pangan lokal, (c) pola off-site prepared meal/snackprivate sector participation yaitu pola penyelenggaraan makan di sekolah yang bekerjasama dengan swasta/katering dalam penyediaan makanannya, (d) pola on-site prepared meal/snack-local food vendors yaitu pola penyelenggaraan makan di sekolah yang bekerjasama dengan usaha jasa boga lokal/pedagang makanan, (e) pola take-home coupons or cash or food in bulk yaitu pola penyelenggaraan makan di sekolah yang menggunakan kupon atau diberikan uang tunai atau bahan baku. Pesantren Sahid dan Pesantren UQI menggunakan pola on-site meal preparation-local food. Menurut Del Rosso (1999) pola on-site meal preparationlocal food memerlukan jumlah dan kualifikasi sarana dan prasarana serta tenaga kerja yang tidak terlalu besar dan spesifik (jika metode penyajiannya desentralisasi). Waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan sampai dengan disajikan cukup singkat karena tidak ada proses pengiriman. Bahan baku yang digunakan berasal dari pangan lokal sehingga variasi menu sangat tergantung dengan ketersediaan bahan pangan tersebut. Kelemahan pola ini adalah pengontrolan kualitas menu yang masih lemah dan tidak adanya ahli gizi. Selain itu, pembangunan dapur sekolah memerlukan investasi yang besar, waktu cukup lama dan memerlukan lokasi yang khusus di dalam sekolah. Luasan wilayah sekolah yang tidak memadai menjadikan pembangunan dapur di sekolah bukan hal yang prioritas. Pesantren UQI, seluruh tahapan penyelenggaraan makan dilakukan di dalam lingkungan sekolah. Sekolah memiliki dapur katering yang berada di dalam wilayah sekolah. Proses perencanaan menu, persiapan dan pengolahan serta penyajian dan distribusi makanan dilakukan di sekolah. Proses distribusi dilakukan dengan metode desentralisasi dimana setiap santri putri akan mengambil makan di tempat penyajian dekat dengan dapur. Namun, tidak terdapat ruang khusus untuk makan. Setiap santri putri diharuskan membawa peralatan makan sendiri yang terdiri dari piring, sendok/garpu dan gelas.
28
Pencucian alat makan dilakukan oleh masing-masing santri putri di tempat pencucian peralataan yang berbarengan dengan tampat cuci tangan. Sedangkan pencucian alat saji dilakukan oleh petugas katering sekolah Setiap Pesantren menyediakan makan tiga kali dalam sehari, untuk makan pagi, siang dan malam. Proses makan pagi dilakukan pada pukul 05.3007.00, makan siang dilakukan pada pukul 13.00-14.00, dan makan malam dilakukan pada pukul 18.00-19.00. Tidak ada pengawasan ketika santri putri makan, karena tidak ada perlakuan khusus dari pihak penyelenggara baik untuk menu-menu tertentu atau tujuan-tujuan tertentu seperti penyedian khusus untuk santri-santri dalam perawatan. Penyelenggaraan makan di Pesantren Sahid memiliki persamaan dengan Pesantren UQI. Pada Pesantren Sahid penyelenggaraan makan pun dilakukan di lingkungan sekolah. Proses persiapan dan pengolahan dilakukan di dapur katering. Walaupun penyelenggaraan makan masih dilaksanakan di lingkungan sekolah tetapi pelaksanaan penyelenggaraan makan tersebut diserahkan tanggung jawabnya kepada katering yang berasal dari luar sekolah. Terdapat sedikit perbedaan dengan Pesantren UQI, yaitu tersedianya ruang khusus untuk makan. Pesantren Sahid, untuk makan pagi, makanan disajikan di dua ruang makan, yaitu dekat dengan dapur dan ruang makan yang jauh dari dapur, di dekat asrama santri. Untuk makan siang, makanan disajikan di tiga ruang makan, yaitu di dekat taman Darul Maqomah dan di dekat dengan dapur (untuk sebagian santri tsanawiyah), dan untuk santri aliyah di ruang makan dekat masjid dan dapur putra. Untuk makan malam, makanan disajikan di dua ruang makan, yaitu dekat dengan dapur dan di dekat asrama santri (seperti makan pagi). Di tempat makan yang dekat/sebelah dapur, makanan langsung ditata di meja saji tidak menggunakan alat maupun tempat khusus untuk distribusi. Distribusi makanan yang dilakukan untuk tempat makan yang jauh dari dapur, makanan didistribusikan pada pukul 05.30 untuk makan pagi. Untuk makan siang, makanan didistribusikan pada pukul 11.00 dan untuk makan malam, makanan didistribusikan pada pukul 17.00. Distribusi dilakukan secara desentralisasi, langsung dihidangkan ketika sampai di tempat makan. Makanan disajikan di box makanan tiap jenis makanan atau dengan baskom aluminium di meja saji pada setiap ruang makan. Lauk-pauk, sayur, buah ditata di baki atau nampan oleh pramusaji, sedangkan untuk nasi, kerupuk dan sambal santri mengambil sendiri. Selanjutnya untuk sayur maupun buah, santri boleh
29
menambah jika masih tersisa. Sendok dan garpu makan tidak disediakan karena pada awal masuk masing-masing santri sudah menerima peralatan makan. Namun, peralatan makan ini banyak yang hilang sehingga santri makan menggunakan tangan. Khusus untuk santri-santri yang akan menggunakan jarinya untuk makan, sebaiknya disediakan tempat cuci tangan yang memadai. Minuman disajikan pada teko-teko minuman yang ditata oleh pramusaji di masing-masing meja makan dan disediakan dispenser di tengah ruang makan dan besar. Proses pencucian alat dilakukan di dapur katering. Berdasarkan
hasil
pengamatan
langsung,
pelaksanaan
pola
penyelenggaraan makan di Pesantren Sahid dan Pesantren UQI masih ditemukan kekurangan. Hal tersebut antara lain tidak adanya pengawasan secara langsung terhadap sanitasi dan hygiene proses pengolahan makan. Tempat pengolahan pun masih terbatas. Pengetahuan Gizi Tabel 12 memperlihatkan bahwa pengetahuan gizi contoh yang berasal dari Pesantren Sahid dan Ummul Quro Al-Islami sebagian besar (49%) dan (48%) termasuk dalam kategori sedang. Menurut Syarief (2001), pengetahuan pangan dan gizi sangat relevan dan penting untuk diberikan kepada para siswa secara terus menerus sejak dini. Pengetahuan gizi memberikan keuntungan untuk
memperbaiki pola makan contoh. Seperti telah dikemukakan dalam
pembahasan di atas, bahwa sangat disarankan untuk memberikan satu kurikulum mengenai pengetahuan gizi yang memadai. Tingkat pengetahuan gizi yang mengelompok terbesar pada kategori sedang, besar kemungkinan disebabkan oleh adanya pengetahuan gizi yang diperoleh dari keluarga para santri, mengingat keluarga mereka berasal sebagian besar dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi menengah. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi Kategori Nilai Baik Sedang Kurang Total
Sahid n % 19 28 33 49 16 24 68 100
UQI n 19 42 26 87
% 22 48 30 100
Pengetahuan gizi juga sangat erat hubungannya dengan baik buruknya kualitas gizi dari makanan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang benar
30
mengenai gizi, maka orang tahu dan berupaya untuk mengatur pola makanannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Tabel 13
Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi
No.
Pengetahuan Gizi
1. 2
Definisi Makanan yang sehat Sebutkan zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh Fungsi makanan bagi tubuh Manakah sumber zat pembangun Manakah sumber zat tenaga Manakah sumber zat pengatur Bahan makanan yang berfungsi untuk pertumbuhan Zat gizi yang berfungsi mengatur proses-proses dalam tubuh Kelompok zat gizi berikut, yang banyak terdapat pada buahbuahan Sumber energi yang paling murah Yang tergolong pangan sumber protein nabati Yang tergolong pangan sumber protein hewani Yang tergolong pangan sumber karbohidrat Yang manakah makanan sumber lemak Dampak akibat kekurangan zat besi Dampak akibat kekurangan vitamin A Manakah yang paling banyak mengandung vitamin C Dampak akibat kekurangan vitamin C Dampak akibat kekurangan kalsium Dampak akibat kekurangan vitamin B
3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Sahid n % 59 86.8 47 69.1
n 72 52
UQI % 82.8 59.8
Total n % 131 84.5 99 63.9
35 30 43 28 40
51.5 44.1 63.2 41.2 58.8
36 35 35 35 56
41.4 40.2 40.2 40.2 64.4
71 65 78 63 96
45.8 41.9 50.3 40.6 61.9
18
26.5
31
35.6
49
31.6
64
94.1
83
95.4
147
94.8
28 44
41.2 64.7
42 52
48.3 59.8
70 96
45.2 61.9
62
91.2
85
97.7
147
94.8
41
60.3
42
48.3
83
53.5
65
95.6
87
100.0
152
98.1
33
48.5
38
43.7
71
45.8
41
60.3
56
64.4
97
62.6
62
91.2
78
89.7
140
90.3
65
95.6
77
88.5
142
91.6
63
92.6
77
88.5
140
90.3
55
80.9
65
74.7
120
77.4
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa aspek umum tentang zat gizi cukup baik diketahui oleh contoh, meskipun pengetahuan yang berfungsi mengatur proses-proses dalam tubuh paling tidak dimengerti oleh kedua contoh, hal tersebut ditunjukkan sedikitnya contoh Sahid yang menjawab dengan benar yaitu hanya sebesar 26.5% dan contoh UQI sebesar 35.6%. Aspek tentang makanan yang sumber lemak dan dampak akibat kekurangan vitamin C paling banyak yang menjawab benar pada contoh Sahid yaitu sebesar 95.6%.Aspek
31
tentang makanan yang sumber lemak, contoh UQI 100% menjawab dengan benar dan pangan yang tergolong sumber hewani sebesar 97.7%. Antisipasi tingkat pengetahuan umum tentang status gizi oleh para santri putri contoh seperti yang sudah dibahas pada bab-bab sebelumnya ternyata tidak begitu menghawatirkan, namun sebagaimana dikemukakan oleh Syarief (2001), pengetahuan status gizi harus terus menerus diberikan. Pengetahuan gizi ini dapat diberikan dalam bentuk pengajaran formal maupun non formal seperti menempelkan berbagai poster pengetahuan gizi yang menarik di ruang makan para santri, akan memberikan dampak baik yang luas dan lama. Kebiasaan Makan Setiap masyarakat mengembangkan cara yang turun-temurun untuk mencari, memilih, menangani, menyiapkan, menyajikan dan mengkonsumsi makanan yang dihidangkan. Disadari atau tidak disadari, masyarakat telah mengembangkan kebiasaan makan, mempelajari cara yang berhubungan dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak jenis pangan tertentu secara turun temurun (Suhardjo 1989). Kebiasaan makan yang diteliti menggunakan kuesioner meliputi frekuensi makan sehari. Tabel 14 menyajikan sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan. Tabel 14 Sebaran Contoh berdasarkan Kebiasaan Makan Kebiasaan Makan Frekuensi Makan
1 kali 2 kali 3 kali >3 kali Total
Sahid n % 0.0 0.0 22.0 32.4 42.0 61.8 4.0 5.9 68 100
UQI n % 3.0 3.4 21.0 24.1 62.0 71.3 1.0 1.1 87 100
Total n 3 43.0 104.0 5.0 155
% 1.9 27.7 67.1 3.2 100
Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan contoh memiliki keragaman kebiasaan makan yang hampir sama. Keseluruhan contoh (67.1%) memiliki frekuensi makan 3 kali per harinya dengan persentase sebesar 61.8% pada contoh Sahid dan 71.3% pada contoh UQI. Kondisi ini menunjukkan bahwa kebiasaan makan contoh umumnya baik dengan frekuensi makan sebanyak tiga kali per hari. Menurut Khomsan (2002) bahwa frekuensi makan yang baik adalah tiga kali per hari. Frekuensi makan satu atau dua kali per hari sulit secara kualitas dan kuantitas memenuhi kebutuhan gizi. Frekuensi makan
32
yang baik tersebut jika diimbangi dengan keberagaman pangan, makan akan kebutuhan gizi akan terpenuhi. Kebiasan Jajan Makanan jajanan dan kebiasaan jajan anak sekolah merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan. Makanan jajanan mampu memberikan kontribusi energi dan protein untuk anak-anak. Kebiasaan jajan yang baik tentunya dapat memberikan pengaruh yang positif bagi kesehatan anak dan sebaliknya (Andarwulan 2009). Kebiasaan jajan contoh di kedua pesantren sebanyak 46.5% memiliki frekuensi jajan sebanyak 2 kali per hari. Pada contoh Sahid dan UQI masing-masing sebesar 50.0% dan 43.7% yang memiliki frekuensi jajan sebanyak 2 kali per hari (Tabel 15). Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan jajan Kebiasaan Jajan
Frekuensi Jajan
1 kali 2 kali 3 kali >3 kali Total
Sahid n % 13.0 19.1 34.0 50.0 13.0 19.1 8.0 11.8 68 100
UQI n % 10.0 11.5 38.0 43.7 31.0 35.6 8.0 9.2 87 100
Total n 23.0 72.0 44.0 16.0 155
% 14.8 46.5 28.4 10.3 100
Makanan jajanan banyak sekali jenisnya dan sangat bervariasi dalam bentuk, keperluan dan harga. Jenis makanan atau minuman yang disukai siswasiswa adalah makanan yang mempunyai rasa manis, enak, dengan warna-warna menarik, dan bertekstur lembut (Nuraini 2007). Jenis jajanan yang paling sering dikonsumsi oleh contoh Sahid (79,1%) dan contoh UQI (96,4%) yaitu snack. Snack yang paling banyak dikonsumsi contoh Sahid adalah chiki-chikian. Snack yang paling banyak dikonsumsi contoh UQI adalah gorengan. Hal tersebut didukung dengan pernyataan menurut Nuraini (2007), yang menyatakan bahwa jenis makanan seperti cokelat, permen, jeli biskuit dan snack merupakan produk makanan favorit bagi sebagian besar siswa-siswa. Sebaran contoh berdasarkan jenis jajanan dapat dilihat pada Gambar 2.
33
Jenis jajanan Sahid
UQI 96,4%
79,1%
13,4%
7,5%
2,4%
Sepinggan
1,2%
Snack
Minuman
Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan jenis jajanan
Menurut Winarno (2004) pada umumnya makanan jajanan dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu makanan utama atau sepinggan contohnya nasi rames, nasi rawon, nasi pecel dan sebagainya. Kelompok yang kedua adalah snacks contohnya kue-kue, onde-onde, pisang goreng. Kelompok yang ketiga adalah golongan minuman, es teler, es buah, teh, kopi, dan kelompok yang keempat adalah buah-buahan segar seperti pepaya, melon, dan lain sebagainya. Uang jajan adalah uang yang dibelikan oleh contoh untuk membeli jajanan. Sebagian besar contoh Sahid (55.9%) dan contoh UQI (63.2%) membeli jajanan dengan uang jajan berkisar antara Rp 3.000-Rp 7.000/hari. Berikut disajikan data secara rinci sebaran uang jajan contoh Sahid dan UQI. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan uang jajan Uang jajan Rendah (
Sahid n % 5 7,4 38 55,9 25 36,8 68 100,0 Rp 6.925 ± Rp 3.727
UQI n % 23 26,4 55 63,2 9 10,3 87 100,0 Rp 2.575 ± Rp 2.354
Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan yang juga dipengaruhi oleh lingkungan baik masyarakat
34
maupun keluarga. Konsumsi pangan dapat dilihat dari aspek kuantitas dan kualitasnya. Aspek kuantitas berkaitan dengan jumlah zat gizi yang dianjurkan, sedangkan aspek kualitas berkaitan dengan keragaman dan jenis konsumsi pangan dan nilai mutu gizinya (Suhardjo 1989). Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Energi dibutuhkan oleh tubuh untuk memelihara fungsi dasar tubuh yang disebut metabolisme basal sebesar 60-70% dari kebutuhan energi total. Selain itu, energi juga diperlukan untuk fungsi lain seperti mencerna, mengolah, dan menyerap makanan dalam alat pencernaan (Soekirman 2000). Rata-rata konsumsi energi dan protein contoh di Pesantren Sahid adalah 1528 kkal dan 35.54 gram dan dan untuk contoh di Pesantren UQI adalah 1555 kkal dan 39.11 gram
(Tabel
17).
Rata-rata
konsumsi
makanan
asrama
di
Sahid
menyumbangkan energi dan protein yang lebih banyak dibandingkan rata-rata konsumsi makanan luar asrama sedangkan rata-rata konsumsi makanan asrama contoh di UQI menyumbangkan energi dan protein lebih sedikit dibandingkan rata-rata konsumsi makanan luar asrama. Hal tersebut karena contoh di UQI banyak yang tidak menyantap makanan yang disediakan asrama sebanyak 3 kali, dengan alasan bosan dengan menu yang disediakan oleh asrama sehingga contoh di UQI lebih memilih mengonsumsi makanan luar asrama yang lebih beragam jenis makanannya. Santri yang merasa bosan terhadap menu makanan asrama karena menu makanan kurang bervariasi. Tabel 17 Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan protein contoh Zat Gizi
Sahid
UQI
Energi (kkal/hari/orang) Protein (gram/hari/orang) Energi (kkal/hari/orang) Protein (gram/hari/orang)
Rata-rata konsumsi Makanan Makanan asrama luar asrama Total 1170
357
1528
27.29
8.24
35.54
764
792
1555
19.31
19.81
39.11
Tingkat Kecukupan 71.26 70.20 74.92 79.39
Makanan luar asrama yang menjadi sumber asupan energi dan protein pada kedua contoh tidak jauh berbeda, yaitu mie, bakso, batagor, roti, biskuit, kentang, berbagai jenis kue dan lain-lain. Hanya saja konsumsi makanan luar asrama pada contoh UQI lebih banyak dibandingkan dengan contoh Sahid.
35
Untuk rata-rata tingkat kecukupan zat gizi energi dan protein pada contoh UQI lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan tingkat kecukupan energi dan protein contoh Sahid. Hal ini dikarenakan pada contoh UQI lebih banyak mengonsumsi makanan dari luar berupa jajanan yang tinggi kalori. Menurut Khomsan (2002), makanan camilan umumnya kaya energi tetapi rendah gizi. Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Vitamin dan mineral Vitamin dan mineral termasuk zat gizi mikro. Vitamin dan mineral memilki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan remaja. Total rata-rata konsumsi vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C pada contoh Sahid berturut-turut adalah 344.09 RE, 28.92 mg, dan 36.73 mg. Pada contoh UQI berturut-turut adalah 120.65 RE (vitamin A), 14.46 mg (vitamin B 1), dan 13.29 mg (vitamin C). Tingkat kecukupan vitamin pada contoh Sahid lebih besar dibandingkan dengan tingkat kecukupan vitamin contoh UQI. Hal ini dikarenakan makanan asrama pada contoh Sahid lebih beragam (terdapat menu sayur setiap makan) sehingga sumbangan vitaminnya lebih besar. Sayuran dalam ilmu gizi banyak berperan terutama dalam memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral (Briawan, Dwiriani, Hapsari 1992). Rata-rata konsumsi vitamin dan tingkat kecukupan vitamin dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan vitamin contoh Zat gizi Sahid Vitamin A (RE) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) UQI Vitamin A (RE) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg)
Makanan asrama
Rata-rata konsumsi Makanan luar asrama
Total
Tingkat Kecukupan
323.49 0.69 22.24
20.60 28.23 14.49
344.09 28.92 36.73
57.35 2660.77 55,44
50.86 0.17 5.81
69.80 14.29 7.48
120.65 14.46 13.29
20.28 1315.27 19.52
Total rata-rata konsumsi untuk mineral contoh Sahid berturut-turut adalah 1018.35 mg (kalsium), 370.66 mg (fosfor), dan 9.03 mg (zat besi) dan pada contoh UQI berturut-turut adalah 734.49 (kalsium), 742.51 mg (fosfor), dan 13.09 mg (zat besi) (Tabel 19). Untuk rata-rata tingkat kecukupan fosfor dan zat besi, pada contoh UQI lebih besar dibandingkan dengan contoh Sahid kecuali untuk tingkat kecukupan kalsium yang lebih tinggi pada contoh Sahid dibandingkan contoh UQI. Hal ini dikarenakan pada contoh Sahid lebih banyak mengonsumsi jajanan berupa susu kemasan.
36
Tabel 19 Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan mineral contoh
Zat gizi Sahid Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) UQI Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg)
Makanan asrama
Rata-rata konsumsi Makanan luar asrama
Total
Tingkat Kecukupan
158.36 310.63 6.85
859.99 59.73 2.18
1018.35 370.66 9.03
101.84 37.04 35.53
118.91 182.21 6.29
615.58 560.30 6.79
734.49 742.51 13.09
74.73 78.88 50.72
Rata-rata konsumsi vitamin dan mineral dari makanan asrama pada contoh Sahid lebih tinggi dibandingkan makanan luar asrama kecuali untuk vitamin B1 dan kalsium. Beberapa sumber makanan luar asrama yang menyumbangkan vitamin B1 cukup besar adalah kue bolu dan donat dan sumber kalsium berasal dari susu kemasan. Kue bolu dan donat dalam komposisinya terkandung ragi, berdasarkan tabel DKBM (daftar komposisi bahan makanana) kandungan vitamin B1 dalam ragi adalah 6000 mg/100 gram BDD (berat yang dapat dimakan). Sementara rata-rata konsumsi vitamin dan mineral dari makanan asrama pada contoh UQI lebih rendah dibandingkan dengan makanan luar asrama, hal ini sejalan dengan rata-rata konsumsi energi dan protein pada contoh tersebut. Tingkat Kecukupan Energi Tingkat kecukupan energi ditentukan kaitannya dengan jumlah yang diperlukan untuk mendukung tingkat pertumbuhan dan mempertahankan berat badan yang diingankan. Departemen kesehatan (1996) mengklasifikasikan tingkat kecukupan energi dan protein menjadi 5 kelompok yaitu : 1) defisit tingkat berat (< 70% AKG), 2) defisit tingkat sedang (70%-79% AKG), 3) defisit tingkat ringan (80%-89% AKG), 4) normal (90%-119% AKG), dan 5) kelebihan (≥ 120% AKG). Sebagian besar contoh Sahid (55.9%) dan UQI (40.2%) memiliki tingkat kecukupan energi defisit tingkat berat. Banyaknya contoh yang memilki tingkat konsumsi energi defisit diduga karena tingkat ketersediaan energi dari makanan asrama hanya 67.5% untuk Pesantren Sahid dan 57.1% untuk Pesantren UQI. Tingkat ketersediaan energi dari makanan asrama di Pesantren Sahid dan UQI dapat dilihat pada Tabel 20.
37
Sumber energi utama berasal dari karbohidrat, jenis makanan sumber karbohidrat salah satunya adalah nasi. Berdasarkan hasil penelitian Adila (2012) bahwa daya terima terhadap bentuk, aroma, dan keempukan nasi pada contoh UQI dinilai kurang menarik, sedangkan pada contoh Sahid hanya bentuk nasi yang dinilai kurang menarik. Tabel 20 Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi contoh Energi (kkal) Rata-rata ketersediaan Rata-rata kecukupan Tingkat ketersediaan Rata-rata ketersediaan Rata-rata kecukupan Tingkat ketersediaan
Protein (g)
Kalsium Phosfor Besi (mg) (mg) (mg) Pesantren Sahid
Vit. A (RE)
Vit. B (mg)
Vit. C (mg)
1469
43.95
285.91
527.08
10.65
469.95
0.85
31.06
2176
51.56
1000.00
1000.00
25.47
600.00
1.09
67.50
67,5
85.2
28.6
52.7 41.8 Pesantren UQI
78.3
78.0
46.0
1204
31.01
180.29
287.31
9.94
94.90
0.34
14.13
2110
49.94
993.10
986.21
25.86
596.55
1.09
69.25
57,1
62.1
18.2
29.1
38.4
15.9
31.3
20.4
Menurut Nasoetion dan Riyadi (1995), konsumsi sesuatu zat gizi yang rendah atau yang kurang dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan konsekuensi berupa penyakit defisiensi, ataupun bila kekurangan hanya marginal dapat menimbulkan gangguan yang sifatnya lebiih ringan atau menurunnya kemampuan fungsi. Terdapat hanya 10.3% contoh Sahid dan 23.0% contoh UQI yang memiliki tingkat kecukupan energi normal serta masing-masing 1.5% dan 2.3% contoh memiliki tingkat kecukupan energi lebih (Tabel 21). Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi Tingkat Kecukupan Energi Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih Total
Sahid n 38 10 12 7 1 68
% 55.9 14.7 17.6 10.3 1.5 100.0
UQI n 35 20 10 20 2 87
% 40.2 23.0 11.5 23.0 2.3 100.0
Tingkat Kecukupan Protein Konsumsi protein yang rendah pada masa remaja akan menghambat pertumbuhan. Konsumsi energi yang rendah dapat menyebabkan inefesiensi penggunaan protein tubuh. Protein yang seharusnya digunakan untuk sintesis
38
jaringan baru atau perbaikan jaringan tubuh yang rusak akan terhambat fungsinya karena digunakan untuk menutupi kekurangan energi tubuh. Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein Tingkat Kecukupan Protein Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih Total
Sahid n 39 14 5 9 1 68
% 57.4 20.6 7.4 13.2 1.5 100.0
UQI n 31 21 11 16 8 87
% 35.6 24.1 12.6 18.4 9.2 100.0
Sebagian besar contoh Sahid (57.4%) dan UQI (35.6%) memiliki tingkat kecukupan protein defisit tingkat berat. Hanya 13.2% contoh Sahid dan 18,4% contoh UQI yang memiliki tingkat kecukupan protein kategori normal (Tabel 22). Banyaknya contoh yang memilki tingkat konsumsi protein defisit diduga karena contoh kurang mengonsumsi makanan sumber protein. Makanan sumber protein yaitu biji-bijian, kacang-kacangan, telur, daging, ikan, dan susu (Winarno 2004). Hal lain yang menyebabkan rendahnya konsumsi protein pada kedua contoh karena daya terima terhadap warna untuk menu protein hewani pada contoh Sahid dan menu nabati pada contoh UQI dinilai kurang menarik (Adila 2012). Tingkat Kecukupan Vitamin Vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit. Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dibedakan menjadi 2, yaitu cukup (tingkat kecukupan ≥ 77%) dan defisit (tingkat kecukupan <77%) (Gibson 2005). Tingkat kecukupan vitamin A sebagian besar contoh Sahid (83.8%) adalah defisit dan contoh UQI seluruhnya defisit (Tabel 23). Banyaknya contoh yang memilki tingkat konsumsi vitamin A defisit diduga karena ketersediaan makanan asrama Pesantren Sahid menyumbangkan kurang dari 80% dari kecukupan vitamin A dan pada Pesantren UQI tingkat ketersediaan vitamin A 15.9% (Tabel 20). Angka kecukupan vitamin A bagi remaja usia 13-18 tahun perempuan adalah 600 RE per hari (WNPG 2004). Vitamin A dapat diperoleh dari bahan pangan nabati maupun hewani. Beberapa sumber vitamin A antara lain hati, kuning telur, susu, minyak ikan dan mentega. Defisiensi vitamin A akan meningkatkan resiko morbiditas (angka kesakitan dan penyakit infeksi (Gibney et al. 2008). Berdasarkan hasil penelitian Masturoh (2012) bahwa sebagian besar contoh contoh Sahid (97.1%) dan contoh UQI (88.5%) memiliki status kesehatan yang tidak sehat (sakit). Gejala/jenis
39
penyakit yang paling banyak ditemukan pada sebagian besar contoh yaitu gejala atau jenis penyakit infeksi, untuk contoh Sahid sebesar 87.9% menderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), sedangkan untuk contoh UQI sebesar 84.4% menderita ISP (Infeksi Saluran Pencernaan). Observasi berbasis komunitas yang dilakukan oleh Sommer et al. 1980-an mengungkapkan bahwa anak-anak Indonesia yang menderita xeroptalmia ringan dengan atau tanpa penampakan kelainan gizi lain menghadapi kemungkinan terkena diare atau infeksi pernapasan yang besarnya dua hingga tiga kali lipat dibandingkan anak-anak yang tidak menderita xeroptalmia (Gibney et al. 2008). Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin Tingkat Kecukupan Vitamin Vitamin A Cukup Defisit Total Vitamin B1 Cukup Defisit Total Vitamin C Cukup Defisit Total
n
Sahid %
UQI n
%
11 57 68
16.2 83.8 100.0
0 87 87
0.0 100.0 100.0
37 31 68
54.4 45.6 100.0
39 48 87
44.8 55.2 100.0
8 60 68
11.8 88.2 100.0
0 87 87
0.0 100.0 100.0
Lebih dari separuh contoh Sahid memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 cukup (54.4%) sedangkan pada contoh UQI sebagian besar defisit (55.2%). Tingkat kecukupan vitamin C pada contoh Sahid sebagian besar adalah defisit yaitu sebesar 88.2% dan pada contoh UQI seluruhnya defisit. Hal ini diduga, karena contoh kurang mengonsumsi pangan sumber vitamin C. Tingkat Kecukupan Mineral Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu antara 1.5%-2% dari berat badan orang dewasa. Kalsium sangat berperan penting dalam pembentukan tulang dan gigi. Kalsium juga mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan (Almatsier 2009).
40
Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan mineral Sahid
Tingkat Kecukupan Mineral Kalsium Cukup Defisit Total Fosfor Cukup Defisit Total Zat besi Cukup Defisit Total
UQI
n
%
n
%
25 43 68
36.8 63.2 100.0
27 60 87
31.0 69.0 100.0
0 68 68
0.0 100.0 100.0
25 62 87
28.7 71.3 100.0
0 68 68
0.0 100.0 100.0
6 81 87
6.9 93.1 100.0
Tingkat kecukupan kalsium contoh Sahid adalah defisit (63.2%), sedangkan pada contoh UQI adalah defisit (69%). Hal ini diduga, contoh kurang mengonsumsi pangan sumber kalsium. Angka kecukupan kalsium untuk remaja usia 13-18 tahun perempuan adalah 1000 mg per hari (WNPG 2004). Pangan sumber kalsium utama adalah susu dan produk turunannya. Menurut Almatsier (2009), kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh. Tingkat ketersediaan mineral (kalsium, fosfor, dan zat besi) dari makanan asrama di Pesantren Sahid (28.6%, 52.7%, dan 41.8%) maupun di Pesantren UQI (18.2%, 29.1%, dan 38.4%) (Tabel 20) dapat diduga yang menyebabkan seluruh contoh Sahid dan contoh UQI memilki tingkat kecukupan fosfor dan zat besi defisit. Menurut Almatsier (2009), defisiensi besi umumnya terjadi pada golongan rentan seperti anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui serta pekerja berpenghasilan rendah. Kekurangan besi dapat menyebabkan anemia gizi besi, gangguan penyembuhan luka, terganggunya kekebalan tubuh, menurunnya kemampuan belajar, dan berkurangnya produktivitas kerja. Sumber zat besi yang baik adalah bahan pangan hewani seperti daging, ayam dan ikan. Sebagian besar tingkat konsumsi energi dan zat gizi di kedua contoh ada pada kategori defisit. Hal tersebut diduga karena tingkat ketersediaan masih di bawah 100%, selain itu berdasarkan penelitian Adila (2012) bahwa rata-rata kontribusi energi dan zat gizi dari menu makanan yang dikonsumsi terhadap angka
kecukupan
sehari
contoh
Sahid
sebagian
besar
masih
kecil
persentasenya. Kontribusi yang paling besar yaitu konsumsi vitamin B 1 yaitu 64% dari angka kecukupannya. Rata-rata kontribusi energi dan zat gizi contoh UQI
41
dari konsumsi menu makanan yang disediakan dalam penyelenggaraan makanan masih sangat kecil bahkan di bawah 50%. Rendahnya tingkat konsumsi energi dan zat gizi karena 41% contoh Sahid belum mengonsumsi semua atau satu porsi makanan yang disediakan asrama. Masih cukup banyak contoh UQI yang hanya mengonsumsi ½ bagian makanan (23%) dan ¾ bagian makanan (24%). Berdasarkan hasil pengamatan adanya beberapa contoh yag mengambil jumlah/porsi makanan lebih sedikit dibandingkan dengan yang disediakan dengan alasan ingin berdiet karena sangat mementingkan bentuk badannya. Body image adalah konsep mental diri seseorang yang berkaitan dengan tingkat pertumbuhan dan perubahan terhadap proporsi tubuh. Menurut Sediaoetama (2006) bahwa remaja putri sangat mementingkan bentuk badannya, sehingga banyak yang berdiet tanpa nasihat atau pengawasan seorang ahli kesehatan dan gizi. Status Gizi Menurut Riyadi (2001), status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran yang dikonsumsinya dalam jangka waktu cukup lama. Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Indeks BB/U menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status) sementara indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lalu (Supariasa 2002). Menurut Riyadi (2001) bahwa IMT menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan indikator indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U), secara umum status gizi sebagian besar contoh Sahid dan UQI adalah normal (69.1% dan 79.3%). Berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur, secara umum status gizi sebagian besar contoh Sahid dan UQI adalah normal (88.2% dan 75.9%). Sama halnya status gizi berdasarkan indikator berat badan menurut umur, secara umum status gizi sebagian besar contoh Sahid (Tabel 25).
dan UQI adalah gizi baik (91.2% dan 92.0%)
42
Tabel 25 Sebaran status gizi contoh berdasarkan IMT/U, TB/U, dan BB/U Status gizi sampel Indikator IMT/U
Indikator TB/U
Indikator BB/U
Sangat Kurus Kurus Normal Overweight Obesitas Total Sangat Pendek Pendek Normal Total Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Total
Sahid n 0 2 47 13 6 68 0 8 60 68 6 62 0 68
% 0,0 2,9 69,1 19,1 8,8 100,0 0,0 11,8 88,2 100,0 8,8 91,2 0,0 100,0
UQI n 1 0 69 13 4 87 5 16 66 87 7 80 0 87
% 1,1 0,0 79,3 14,9 4,6 100,0 5,7 18,4 75,9 100,0 8,0 92,0 0,0 100,0
Hubungan Antar Variabel Hubungan
antar
variabel
dimaksudkan
untuk
melihat
hubungan
pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi dan tingkat konsumsi dengan status gizi. Baik buruknya pengetahuan gizi akan mempengaruhi tingkat konsumsi santri putri. Pengetahhuan yang baik diharapkan dapat berdampak baik terhadap tingkat konsumsi santri putri. Tingkat konsumsi yang baik diharapkan akan berdampak baik terhadap status gizi. Berdasarkan hubungan tersebut bisa saja tidak berhubungan nyata karena contoh yang digunakan homogen. Namun, apabila dilihat berdasarkan hasil penelitian yang didapat, rendahnya konsumsi terhadap angka kecukupan contoh dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan gizi yang sedang. Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata (p>0.05) antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan energi dan protein. Menurut Fatimah (2002), periode remaja adalah periode perubahan yang sangat drastis baik fisik maupun psikologi, sehingga pengetahuan yang baik tidak selalu mencerminkan perilaku remaja tersebut dalam mengonsumsi makanan, sebab perilaku yang salah banyak ditemui bagi remaja putri seperti membatasi kenaikan berat badan dengan mengurangi konsumsi makanan yang telah disediakan oleh penyelenggara makanan.
43
Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Tingkat Kecukupan Vitamin dan Mineral Uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan vitamin C (p<0.05). Menurut Suhardjo (1989), pengetahuan gizi juga berpengaruh positif pada intik makanan, remajayang memiliki skor pengetahuan gizi, ternyata menunjukkan intik vitamin C yang cukup tinggi. Pada Hasil uji korelasi Spearman, hubungan antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan vitamin A, vitamin B 1, kalsium, fosfor, dan zat besi tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata (p>0,05). Hubungan antara Tingkat Kecukupan Energi dan Protein dengan Status Gizi Secara keseluruhan, uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi (IMT/U) contoh (p<0.05). Tetapi, tidak adanya hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi. Hubungan antara Tingkat Kecukupan (Vitamin dan Mineral) dengan Status Gizi Uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan kalsium dengan status gizi (IMT/U) contoh (p<0,05). Menurut Braun et al. (2007) intik kalsium yang tinggi pada masa remaja dapat mempengaruhi tingginya densitas mineral tulang pada saat dewasa. Tetapi, hasil uji korelasi Spearman antara tingkat kecukupan vitamin (A, B 1, dan C), fosfor dan zat besi dengan status gizi (IMT/U) contoh menunujukkan tidak adanya hubungan yang nyata. Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Pengetahuan
gizi
yang
baik
pada
seseorang
diharapkan
akan
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap keadaan gizi individu yang bersangkutan (Fatimah 2002). Menurut Riyadi (2005), secara tidak langsung pengetahuan tentang gizi berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Akan tetapi hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan gizi dengan status gizi (p>0.05).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pola penyelenggaraan makanan di Pesantren Sahid dan Pesantren UQI menurut Del Rosso (1999) menggunakan pola on-site meal preparation-local food dimana mempunyai kelebihan pola ini yaitu memerlukan tenaga kerja yang tidak terlalu besar, waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan sampai dengan disajikan cukup singkat, bahan baku yang digunakan berasal dari pangan lokal sehingga variasi menu sangat tergantung dengan ketersediaan bahan pangan tersebut. Adapun kelemahan pada pola ini adalah pengontrolan kualitas menu yang masih lemah dan tidak adanya ahli gizi. Selain itu, pembangunan dapur sekolah memerlukan investasi yang besar. Tingkat pengetahuan gizi contoh yang berasal dari Pesantren Sahid dan Ummul Quro Al-Islami sebagian besar (49%) dan (48%) termasuk dalam kategori sedang. Pertanyaan pengetahuan gizi mengenai aspek makanan sumber lemak dan dampak kekurangan vitamin C paling banyak contoh Sahid menjawab dengan benar. Pertanyaan mengenai aspek makanan sumber lemak dan pangan yang tergolong sumber hewani paling banyak contoh UQI menjawab dengan benar. Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi contoh dari Sahid dan UQI masih di bawah angka kecukupan yang dianjurkan. Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi contoh Sahid dari makanan asrama lebih besar dibandingkan dengan contoh UQI. Sebagian besar contoh baik dari Sahid maupun UQI memiliki kecukupan protein, vitamin A, B1 dan C, kalsium, fosfor dan zat besi, berada pada kategori defisit. Sebagian besar contoh Sahid dan UQI memilki status gizi normal pada indikator IMT/U dan TB/U dan status gizi baik pada indikator BB/U. Hasil uji variabel antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan gizi menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan vitamin C. Namun, tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan zat gizi lainnya pada contoh. Hasil uji variabel antara tingkat kecukupan gizi dengan status gizi menunjukkan adanya hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi. Serta, terdapat hubungan antara tingkat kecukupan kalsium dengan status gizi. Namun, tidak terdapat hubungan tingkat kecukupan lainnya dengan status gizi pada contoh.
45
Saran Saran yang dapat diberikan untuk memperbaiki penyelenggaraan makanan yaitu perlu dilakukannya perbaikan kualitas menu yang berpedoman pada gizi seimbang yang dapat dilakukan oleh pihak penyelenggara makanan pesantren. Oleh karena itu perlu adanya ahli gizi dalam penyelenggaraan makanan yang nantinya dapat membantu dalam pemilihan menu yang disesuaikan dengan kebutuhan santri, serta tersedianya fasilitas yang lebih memadai untuk sistem penyelenggaraan makanannya. Perlu diadakannya pendidikan gizi untuk para santri agar dapat memilih makanan sesuai dengan kebutuhannya. Orang tua santri dan guru pun sangat berperan dalam memberi masukan mengenai pemilihan makanan yang beragam, sehingga diperlukan keterlibatan guru dan orang tua santri untuk membantu pengawasan dalam memilih makanan yang sesuai dengan kebutuhan santri.
DAFTAR PUSTAKA Adila R. 2012. Penyelenggaraan makanan, daya terima menu makanan, dan kontribusinya terhadap kecukupan gizi santri putri di dua pondok pesantren modern di Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka. Andarwulan N, Madanijah S, Zulaikhah. 2009. Laporan Penelitian: Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Siswa Sekolah (PJAS) Nasional 2008. Bogor: Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center IPB dan Direktorat Surveilan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM RI. Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi Edisi 2. Jakarta: EGC. Braun et al. 2007. Racial Differences in skeletal retention in adolescent Girls With varied controlled calcium intakes. American Journal Clinical Nutrition 85: 1657-63. Briawan D, Dwiriani CM, Hapsari H. 1992. Laporan Akhir Penelitian: Konsumsi Sayuran di Dua Desa dengan Topografi yang Berbeda di Kabupaten Bogor. Bogor: Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi, Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor. [CDC] Center for Disease Control and Prevention. 2000. CDC growth charts. www.cdc.gov. [5 Agustus 2011]. Del Rosso JM. 1999. School Feeding Programs: Improving Effectiveness and Increasing The Benefit to Education. Oxford: University of Oxford. [Depag] Departemen Agama RI. 2003. Pola Pengembangan Pondok Pesantren. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, Proyek Peningkatan Pendidikan Luar Sekolah pada Pondok Pesantren. [Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Pengelolaan Makanan bagi Pekerja. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat. ______. 1996. Laporan Akhir Konsumsi Gizi. Jakarta: Depkes RI. ______. 2005. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Jakarta: Direktorat Kesehatan Keluarga. ______. 2007. Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Pos Kesehatan Pesantren. Jakarta: Depkes RI. Fatimah S. 2002. Status gizi dan perilaku hidup sehat santri putri di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Garrow JS, James WPT,Ralph A. 2000. Human Nutrition and Dietetics. Ed ke-10. London: Churchill Livingstone. Gibney MJ, Margetts BM, Kearney JM, Arab L. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Diterjemahkan olah Hartono. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Public Health Nutrition.
47
Gibson RS. 2005. Principle of Nutritional Assesment. New York: Oxford University Press. Gitosardjono SS. 2006. Pengelolaan dan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Modern Sahid dan Usaha Sejahtera Terpadu Padepokan Sahid Wisata Gunung Menyan. Bogor: Yayasan Kesejahteraan, Pendidikan dan Sosial Sahid Jaya. Habibah N. 2007. Modernisasi Pesantren. Jakarta: Departemen Agama RI, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama. Hardinsyah et al. 2002. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Bogor: Pusat Studi Kebijakan pangan dan Gizi, Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan, Badan Bimas Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian. Hardinsyah & Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hermina et al. 1996. Pola Konsumsi Makanan Santri di Lima Pesantren di Kabupaten Ciamis dan Jombang. Bogor: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Gizi. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Tentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. ________ . 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Maftukha E. 2006. Pengelolaan pesantren dalam perspektif manajemen modern (studi kasus di Pondok Pesantren Muhammadiyah Miftakhul ‘Ulum Pekajangan Pekalongan) [Skripsi]. Pekalongan: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pekalongan. Mahan LK, Stump SE. 2004. Krause’s : Food Nutrition and Diet Therapy. Ed ke11. USA: Saunders. Masturoh S. 2012. Hubungan tingkat konsumsi dan status kesehatan terhadap status gizi santri putrid di dua pondok pesantren modern di Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Moehyi S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bhratara. Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993.Metabolisme Zat Gizi. Jakarta: Sinar Harapan. Nasoetion A, Riyadi H. 1995. Gizi Terapan. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Nonteknik II. Notoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
48
Nuraini H. 2007. Memilih dan Membuat Jajanan Siswa yang Sehat dan Halal. Jakarta: Qultum Media. Prista et al. 2003. Anthropometric Indicators of Nutritional Status: Implications for Fitness, Activity, and Health in School-Age Children and Adolescents from Maputo, Mozambique. American Journal Clinical Nutrition 2003; 77: 9529. Puspitawati H. 2009. Kenakalan Pelajar dipengaruhi oleh Sistem Sekolah dan Keluarga. Bogor: IPB Press. Riyadi H. 2001. Diktat Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rosa R. 2011. Pengetahuan gizi dan keamanan pangan jajanan serta kebiasaan jajan siswa sekolah dasar di Depok dan Sukabumi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sediaoetama AD. 2008. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat. Soekirman.2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Spear BA. 2004. Nutrition in Adolescence. Di dalam Mahan L.K. dan S.E. Stump, editor. Krause’s: Food Nutrition and Diet Therapy. Ed ke-11. USA: Saunders. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. ________. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Syafiq et al. 2009.Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Syarief H et al. 2001. Laporan Akhir Studi Integrasi Muatan Pengetahuan Pangan dan Gizi dalam Pengembangan Kurikulum Sekolah Menengah.Bogor: Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Depdiknas, Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Ulfah M, Latifah M. 2007. Hubungan Pola Asuh Makan, Pengetahuan Gizi, Persepsi, dengan Kebiasaan Makan Sayuran Ibu Rumah Tangga di Perkotaan dan Pedesaan Bogor.Media Gizi dan Keluarga, 31 (1): 30-41 [WHO] World Health Organization. 2007. Growth reference 5-19 years. www.who.int. [25 Maret 2011]. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi.2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi.Jakarta: LIPI. Winarno FG. 2004. Keamanan Pangan Jilid 1. Bogor: Mbrio Press.
LAMPIRAN
50
Lampiran 1 Kategori pengukuran data penelitian No. 1. 2.
Variabel Proses Penyelenggaraan Makanan Karakteristik Responden a. Umur (Depkes 2005)
b. Uang saku 3.
1. 2. 3. 1. 2.
Remaja awal (10-13 tahun) Remaja tengah (14-16 tahun) Remaja akhir (17-19 tahun) < Rp 200.000/bulan Rp 200.000 – Rp. 499.999/bulan 3. ≥ Rp 500.000/bulan
Karakteristik Keluarga Responden a. Pendapatan orang tua
b. Pendidikan ayah dan ibu
c. Pekerjaan ayah dan ibu
4.
Kategori Pengukuran
1. < Rp. 2.000.000/bulan 2. Rp. 2.000.000 – Rp. 5.999.999/bulan 3. > Rp. 6.000.000/bulan 0. Tidak tamat SD 1. Tamat SD 2. Tamat SLTP/sederajat 3. Tamat SLTA/sederajat 4. Tamat diploma/akademi 5.Tamat sarjana strata 1 0. Tidak bekerja 1. PNS 2. Pegawai swasta 3. Bekerja di BUMN 4. TNI/Polri 5. Wiraswasta 6. Ibu rumah tangga 7. Petani 8. Pedagang 9. Buruh 10. Lainnya, sebutkan...
Asupan zat gizi 1. Defisit tingkat berat (<70% AKG) a. Energi dan protein (Depkes 1996)
5.
b. Vitamin dan mineral (Gibson 2005) Status Gizi a. Kategori IMT/U (WHO 2007)
6. 7.
Pengetahuan Gizi (Khomsan 2000) Kebiasaan Makan a. Frekuensi makan
2. Defisit tingkat sedang (70-79,9% AKG) 3. 4. 5. 1. 2.
Defisit tingkat ringan (80-89,9% AKG) Normal (90-119,9% AKG) Kelebihan (≥ 120% AKG) Defisit (< 77% AKG) Cukup (≥ 77% AKG)
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3.
Sangat kurus (<-3 SD) Kurus (-2 < SD ≤ 3) Normal (-2 ≤ SD ≤ +1) Gemuk (+1 < SD ≤ +2) Obesitas (> +2 SD) Baik (>80%) Sedang (60-80%) Kurang (<60%)
1. 1 kali 2. 2 kali 3. 3 kali
51
No.
Variabel
Kategori Pengukuran 4. < 3 kali
8.
Kebiasaan Jajan a. Frekuensi jajan
b. Jenis jajanan (Winarno 2004)
1. 2. 3. 4.
1 kali 2 kali 3 kali > 3 kali
1. Sepinggan 2. Snack 3. Minuman 4. Buah segar
Lampiran 2
Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi santri putri contoh di Pesantren Sahid dan Pesantren UQI
Zat Gizi Energi (kkal/orang) Protein (g/orang) Vitamin A (RE) Vitamin C (mg/orang) Vitamin B (mg/orang) Kalsium (mg/orang) Zat Besi (mg/orang) Fosfor (mg/orang)
Konsumsi 1528 35.53 344.09 36.73 28.92 118.35 9.03 370.36
Sahid Tingkat Kecukupan 71.26 70.20 57.35 55.44 2660.77 101.84 35.53 37.04
Umul Quro AI-Islami Tingkat Konsumsi Kecukupan 1555 74.92 39.11 79.39 120.65 20.28 13.29 19.52 14.46 1315.27 734.49 74.73 13.09 50.72 742.51 78.88
52
Lampiran 3 Tingkat ketersediaan makanan asrama Pesantren Sahid dan Pesantren UQI Energi (kkal)
Protein (g)
Kalsium (mg)
Phosfor (mg)
Besi (mg)
Vit. A (RE)
Vit. B (mg)
Vit. C (mg)
Ketersediaan hari ke-1
1593
62.37
Pesantren Sahid 943.33 963.38 15.89
277.61
1.97
25.70
Ketersediaan hari ke-2 Ketersediaan hari ke-3
1440 1298
26.86 37.97
145.97 275.97
307.37 614.67
7.12 13.54
780.39 620.76
0.28 1.34
56.73 14.01
Ketersediaan hari ke-4 Ketersediaan hari ke-5
1432 1404
40.48 49.42
99.67 206.20
455.43 475.58
8.77 10.08
361.62 604.03
0.80 0.27
13.22 30.38
Ketersediaan hari ke-6 Ketersediaan hari ke-7 Rata-rata ketersediaan Rata-rata kecukupan Tingkat ketersediaan
1480 1635 1469 2176 67.5
47.74 42.83 43.95 51.56 85.2
152.02 178.19 285.91 1000.00 28.6
433.36 439.76 527.08 1000.00 52.7
7.52 11.64 10.65 25.47 41.8
363.15 282.13 469.95 600.00 78.3
0.98 0.31 0.85 1.09 78.0
18.04 59.31 31.06 67.50 46.0
Pesantren Umul Quro A-IslamiI Ketersediaan hari ke-1 Ketersediaan hari ke-2
1116 1159
34.62 26.42
245.81 164.84
322.58 236.54
13.16 8.76
7.50 169.48
0.27 0.43
1.50 15.76
Ketersediaan hari ke-3 Ketersediaan hari ke-4
1225 1558
27.98 31.06
105.98 136.35
251.26 261.46
8.51 6.42
21.55 166.60
0.13 0.50
0.60 41.50
Ketersediaan hari ke-5 Ketersediaan hari ke-6 Ketersediaan hari ke-7 Rata-rata ketersediaan Rata-rata kecukupan Tingkat ketersediaan
1107 1119 1146 1204 2110 57.1
29.91 34.49 32.56 31.01 49.94 62.1
169.01 244.87 195.19 180.29 993.10 18.2
319.80 319.60 299.92 287.31 986.21 29.1
9.57 13.37 9.77 9.94 25.86 38.4
169.86 18.60 110.70 94.90 596.55 15.9
0.19 0.44 0.43 0.34 1.09 31.3
0.60 10.96 28.00 14.13 69.25 20.4
53
Lampiran 4 Menu makanan asrama Pesantren Sahid Hari Senin
Pagi Nasi goreng Telur ceplok Acar Kerupuk Sambal
Selasa
Lontong/nasi Labu siam kuah Tahu isi sayuran Kerupuk Sambal
Rabu
Nasi putih Rendang telur Bihun kecap Teh manis Kerupuk Sambal
Kamis
Nasi putih Ayam kecap Sayur bayam bening Kerupuk Sambal
Jumat
Nasi kuning Orek tempe manis Telur dadar Melon Kerupuk Sambal Nasi putih Tahu kecap Sop makaroni Kerupuk Sambal
Sabtu
Ahad
Nasi uduk Irisan telur dadar Bakwan jagung Sambal kacang Kerupuk Sambal
Siang Nasi putih Teri kacang Sayur asem Tempe goreng Pisang Kerupuk Sambal Nasi putih Semur telur pedas Sayur lodeh Semangka Kerupuk Sambal Nasi putih Lele goring Sayur bening Tahu bacem Susu Kerupuk Sambal Nasi putih Gado-gado Telur bulat Tempe mendoan Semangka Kerupuk Sambal Nasi putih Balado daging Sayur bayam jagung Kerupuk Sambal
Malam Nasi putih Ayam goreng Sayur sop Kerupuk Sambal
Nasi putih Ikan goreng kembung Tempe mendoan Sayur asem Kerupuk Sambal Nasi putih Rendang Balado kentang Sayur bening Buah Kerupuk Sambal
Nasi putih Ayam kentucky+saos Soto banjar Melon Kerupuk Sambal Nasi putih Peyek udang Tahu santan Perkedel Semangka Kerupuk Sambal
Nasi putih Balado udang kentang Sayur sop sosis Kerupuk Sambal Nasi putih Rollade Orek tempe Urap sayuran Melon Kerupuk Sambal Nasi putih Ayam bakar Oseng daun singkong Kerupuk Sambal
Nasi putih Bandeng bumbu Sayur tauge tahu Kerupuk Sambal
54
Lampiran 5 Menu makanan asrma Pesantren UQI Hari Senin Selasa
Rabu Kamis
Pagi Nasi Tahu tempe kecap Nasi Bihun goreng Nasi Bihun goreng Nasi Mi goreng
Jumat
Nasi Tempe kecap
Sabtu
Nasi Tahu tempe kecap Nasi Tempe kecap
Minggu
Siang Nasi Tahu tauge santan Nasi Tahu kecap Sop Nasi Opor ayam Nasi Ikan asin Sayur asem Nasi Telur rebus Kuah santan Nasi Tahu kol santan Nasi Ikan asin Sayur urap
Malam Nasi Tempe kacang panjang santan Nasi Tempe kecap Sop Nasi Tempe tauge santan Nasi Tahu kecap Sayur asem Nasi Tahu tauge santan Nasi Tahu tempe santan Nasi Tahu kecap Sayur urap
Lampiran 6 Hasil Uji Korelasi 1. Uji korelasi Speraman antara pegetahuan gizi dengan tingkat kecukupan energi (TKE) Correlations TKE Spearman's rho TKE
Correlation Coefficient
1.000
.023
.
.779
N
155
155
Correlation Coefficient
.023
1.000
Sig. (2-tailed)
.779
.
N
155
155
Sig. (2-tailed) PEGI
PEGI
2. Uji korelasi Speraman antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan protein (TKP) Correlations PEGI Spearman's rho PEGI
Correlation Coefficient
1.000
.037
.
.649
N
155
155
Correlation Coefficient
.037
1.000
Sig. (2-tailed)
.649
.
N
155
155
Sig. (2-tailed) TKP
TKP
55
3. Uji korelasi Spearman antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan kalsium (TKCA) Correlations PEGI Spearman's rho PEGI
Correlation Coefficient
1.000
.103
.
.204
N
155
155
Correlation Coefficient
.103
1.000
Sig. (2-tailed)
.204
.
N
155
155
Sig. (2-tailed) TKCA
TKCA
4. Uji korelasi Spearman antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan fosfor (TKF) Correlations PEGI Spearman's rho PEGI
Correlation Coefficient
1.000
-.058
.
.477
155
155
-.058
1.000
Sig. (2-tailed)
.477
.
N
155
155
Sig. (2-tailed) N TKF
TKF
Correlation Coefficient
5. Uji korelasi Spearman antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan zat besi (TKFE) Correlations PEGI Spearman's rho PEGI
Correlation Coefficient
1.000
-.087
.
.284
155
155
-.087
1.000
Sig. (2-tailed)
.284
.
N
155
155
Sig. (2-tailed) N TKFE
TKFE
Correlation Coefficient
56
6. Uji korelasi Spearman antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan vitamin A (TKVITA) Correlations PEGI Spearman's rho PEGI
Correlation Coefficient
TKVITA
1.000
-.059
.
.466
155
155
TKVITA Correlation Coefficient
-.059
1.000
Sig. (2-tailed)
.466
.
N
155
155
Sig. (2-tailed) N
7. Uji korelasi Spearman antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan vitamin B (TKVITB) Correlations PEGI Spearman's rho PEGI
Correlation Coefficient
TKVITB
1.000
-.018
.
.824
155
155
TKVITB Correlation Coefficient
-.018
1.000
Sig. (2-tailed)
.824
.
N
155
155
Sig. (2-tailed) N
8. Uji korelasi Spearman antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan vitamin C (TKVITC) Correlations PEGI
TKVITC
1.000
.171*
.
.034
155
155
TKVITC Correlation Coefficient
*
.171
1.000
Sig. (2-tailed)
.034
.
155
155
Spearman's rho PEGI
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
57
9. Uji korelasi Spearman antara TKE dengan status gizi Correlations SG Spearman's rho SG
Correlation Coefficient
TKE -.158
.
.050
155
155
*
-.158
1.000
.050
.
155
155
Sig. (2-tailed) N TKE
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
*
1.000
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
10. Uji korelasi Spearman antara TKP dengan status gizi Correlations SG Spearman's rho SG
Correlation Coefficient
TKP
1.000
-.146
.
.070
155
155
-.146
1.000
Sig. (2-tailed)
.070
.
N
155
155
Sig. (2-tailed) N TKP
Correlation Coefficient
11. Uji korelasi Spearman antara TKCA dengan status gizi Correlations SG Spearman's rho SG
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
TKCA
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
TKCA
1.000
-.183*
.
.023
155
155
*
-.183
1.000
.023
.
155
155
58
12. Uji korelasi Spearman antara TKF dengan status gizi Correlations SG Spearman's rho SG
Correlation Coefficient
TKF
1.000
-.084
.
.296
155
155
-.084
1.000
Sig. (2-tailed)
.296
.
N
155
155
Sig. (2-tailed) N TKF
Correlation Coefficient
13. Uji korelasi Spearman antara TKFE dengan status gizi Correlations SG Spearman's rho SG
Correlation Coefficient
TKFE
1.000
-.010
.
.903
155
155
-.010
1.000
Sig. (2-tailed)
.903
.
N
155
155
Sig. (2-tailed) N TKFE
Correlation Coefficient
14. Uji korelasi Spearman antara TKVITA dengan status gizi Correlations SG Spearman's rho SG
Correlation Coefficient
TKVITA
1.000
.037
.
.651
155
155
TKVITA Correlation Coefficient
.037
1.000
Sig. (2-tailed)
.651
.
N
155
155
Sig. (2-tailed) N
15. Uji korelasi Spearman antara TKVITB dengan status gizi Correlations SG Spearman's rho SG
Correlation Coefficient
TKVITB
1.000
.095
.
.241
155
155
TKVITB Correlation Coefficient
.095
1.000
Sig. (2-tailed)
.241
.
N
155
155
Sig. (2-tailed) N
59
16. Uji korelasi Spearman antara TKVITC dengan status gizi Correlations SG Spearman's rho SG
Correlation Coefficient
TKVITC
1.000
-.037
.
.648
155
155
TKVITC Correlation Coefficient
-.037
1.000
Sig. (2-tailed)
.648
.
N
155
155
Sig. (2-tailed) N
17. Uji korelasi Spearman antara pengetahuan gizi dengan status gizi Correlations SG Spearman's rho SG
Correlation Coefficient
1.000
-.137
.
.089
155
155
-.137
1.000
Sig. (2-tailed)
.089
.
N
155
155
Sig. (2-tailed) N PEGI
PEGI
Correlation Coefficient
60
Lampiran 7 Foto
Gambar 1 Penyajian Makanan Sahid
Gambar 2 Penyajian UQI
Gambar 3 Suasana Makan Sahid
Gambar 4 Suasana Makan UQI
Gambar 5 contoh Sahid
Gambar 6 Penjelasan Kuesioner UQI