HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERSEPSI TERHADAP PERILAKU MASYARAKAT SEKITAR DALAM PERMINTAAN HAK PENGELOLAAN KHDTK CIKAMPEK SEBAGAI KAWASAN WISATA
KARTIKA EDY KRESNA DWI PAYANA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERSEPSI TERHADAP PERILAKU MASYARAKAT SEKITAR DALAM PERMINTAAN HAK PENGELOLAAN KHDTK CIKAMPEK SEBAGAI KAWASAN WISATA
KARTIKA EDY KRESNA DWI PAYANA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
RINGKASAN KARTIKA EDY KRESNA DWI PAYANA. Hubungan Pengetahuan dan Persepsi Terhadap Perilaku Masyarakat Sekitar dalam Permintaan Hak Pengelolaan KHDTK Cikampek sebagai Kawasan Wisata. Dibimbing oleh EVA RACHMAWATI dan HARI KUSHARDANTO. Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Cikampek dengan fungsi pokok sebagai hutan penelitian telah lama dimanfaatkan sebagai kawasan wisata oleh masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar menginginkan kawasan hutan ini dapat dijadikan sebagai tempat wisata dan dalam pengelolaannya dapat melibatkan masyarakat sekitar. Penentuan bentuk keterlibatan masyarakat sekitar dalam pengelolaan wisata di KHDTK memerlukan berbagai pertimbangan antara lain tentang karakteristik masyarakat, perilaku permintaan hak pengelolaan wisataoleh masyarakat serta faktor-faktor yang memengaruhinya seperti persepsi dan pengetahuan masyarakat terhadap KHDTK Cikampek tersebut. Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak pengelola dalam melibatkan masyarakat pada pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012, di desa yang berbatasan langsung dengan KHDTK Cikampek yaitu Desa Sarimulya, Cikampek Timur, Cikampek Pusaka, dan Kamojing. Metode pengambilan data menggunakan metode observasi, penyebaran kuesioner, dan wawancara. Responden terbagi menjadi dua, yakni kelompok masyarakat yang meminta hak kelola wisata (29 orang) dan tidak meminta hak kelola wisata (70 orang). Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, analisis Chi Square (X2) dan Koefisien Kontingensi (C), dan Koefisien Korelasi Spearman (Rs). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan karakteristik demografi dan sosiografi antara masyarakat yang meminta dan tidak meminta hak pengelolaan wisata. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata secara umum memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai KHDTK Cikampek dibanding masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata. Selain itu, kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata secara umum memiliki persepsi yang lebih positif terhadap KHDTK Cikampek dibanding kelompok masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata. Diketahui pula bahwa kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata secara umum berperilaku cukup aktif dalam meminta hak pengelolaan wisata kepada pihak pengelola KHDTK Cikampek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan persepsi mengenai KHDTK Cikampek terhadap perilaku permintaan hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata memiliki pengetahuan dan persepsi yang baik mengenai KHDTK Cikampek, akan tetapi motivasi masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata masih dilatarbelakangi oleh motif ekonomi. Community-based tourism (wisata berbasis masyarakat) dapat diterapkan di KHDTK Cikampek sebagai solusi untuk mengakomodir keinginan masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan wisata di KHDTK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat sekitar belum memiliki kelembagaan yang terorganisasi dengan baik dan kemampuan untuk mengelola wisata. Maka dari itu,
diperlukan pendampingan dan bimbingan dari organisasi pemerintah atau stakholder lainnya yang berkompetensi untuk mengembangkan kelembagaan dan kapasitas masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan wisata. Kata kunci
:Pengetahuan, Persepsi, Perilaku, Masyarakat, KHDTK Cikampek
SUMMARY KARTIKA EDY KRESNA DWI PAYANA. Correlation of Knowledge and Perception to the Behavior of Tourism Management Rights Application in KHDTK Cikampek by Local Community. Under Supervision of EVA RACHMAWATI and HARI KUSHARDANTO. KHDTK Cikampek has main function as forest research and has long been used for tourism activities by the local community. The local communitiy wants this forest to be used as tourism area and hopes to have more involvement in the tourism management. To determine the form of involvement of local community in the tourism management requires some of considerations such as the assesment of knowledge and perceptions towards KHDTK Cikampek and the behavior of the management rights application itself. The outcome of this research can be used to determine form of involvement of the local community in tourism management in KHDTK Cikampek. This research was conducted in July 2012, at the village adjacent to KHDTK Cikampek such as Sarimulya, Cikampek Timur, Cikampek Pusaka, and Kamojing. The methods of data collection were observation, interview with questionaires, and interviews. The respondents were divided into two groups, (1) community requesting for tourism management rights (community A) and (2) not requesting the tourism management rights (community B). The analysis methods in this research were descriptive analysis, Chi Square Test (X2) and Contingency Coefficient (C), and Spearman Correlation Coefficient (Rs). The results showed that there are no differences in demographic and sosiographic character between the community A and community B. The community A generally has a higher knowledge about KHDTK Cikampek than the community B. In addition, the community A has a more positive perception towards KHDTK Cikampek than the community B. The community A in general behave active at intermediete level in tourism management rights application to the administrator. The results showed that there is no significant correlation between knowledge and perceptions about KHDTK Cikampek to the behavior of the torism management rights application. Although the community A generally has a good knowledge and perceptions about KHDTK Cikampek, it does not change the motivation of the tourism management rights application wich is influenced by economic motives. Community-based tourism (CBT) can be implemented in KHDTK Cikampek as a solution to accommodate the public's willingness to be involved in the tourism management in KHDTK Cikampek. The results showed that the local community does not have a well-organized institutions and capacity to manage the tourism activities. Thus, the necessary assistentship and guidance from government organizations or other competent stakeholder is required to develop the community organization and capacity to get involved in tourism management. Keywords : Knowledge, Perception, Behavior, Local Community, KHDTK Cikampek
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Persepsi Terhadap Perilaku Masyarakat Sekitar dalam Permintaan Hak Pengelolaan KHDTK Cikampek sebagai Kawasan Wisata” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
Kartika Edy Kresna Dwi Payana E34080022
Judul Skripsi :Hubungan Pengetahuan dan Persepsi Terhadap Perilaku Masyarakat Sekitar dalam Permintaan Hak Pengelolaan KHDTK Cikampek sebagai Kawasan Wisata Nama : Kartika Edy Kresna Dwi Payana NIM : E34080022
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Eva Rachmawati, S.Hut, M.Si NIP. 197703212005012003
Ir. Hari Kushardanto, M.Sc
Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus :
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Persepsi Terhadap Perilaku Masyarakat Sekitar dalam Permintaan Hak
Pengelolaan KHDTK Cikampek
sebagai Kawasan Wisata” di bawah bimbingan Ibu Eva Rachmawati, S.Hut, M.Si dan Bapak Ir. Hari Kushardanto, M.Sc. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2013 Penulis
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jember, Jawa Timur pada tanggal 22 Desember 1989 sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Handoyo dan Ibu Wahyuningsri. Penulis memulai pendidikannya di TK. Alhidayah III Jember pada tahun 1995, kemudian melanjutkan sekolah di SDN Gebang IV Jember pada tahun 1996, SMPN 7 Jember pada tahun 2002, dan SMAN 1 Jember pada tahun 2005. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa program Strata 1 (S1) Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai pengurus dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) dan anggota Kelompok Pemerhati (KP) Herpetofauna Himakova periode 2009-2011. Penulis telah melaksanakan praktik dan kegiatan lapangan antara lain Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Burangrang, Jawa Barat (2010) dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat (2011), ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah (2010), Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam SancangPapandayan (2010), Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2011), serta Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Laiwangi Wanggameti, Nusa Tenggara Timur (2012). Dalam usaha memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Persepsi Terhadap Perilaku Masyarakat Sekitar dalam Permintaan Hak Pengelolaan KHDTK Cikampek sebagai Kawasan Wisata” di bawah bimbingan Eva Rachmawati, S.Hut, M.Si dan Ir. Hari Kushardanto, M.Sc.
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Persepsi Terhadap Perilaku Masyarakat Sekitar dalam Permintaan Hak
Pengelolaan
KHDTK Cikampek sebagai Kawasan Wisata” dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyampaikan banyak terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Ibu Eva Rachmawati, S.Hut, M.Si dan Bapak Ir. Hari Kushardanto, M.Sc selaku pembimbing skripsi atas segala masukan, arahan, dan bimbingan bagi penulis. 2. Bapak Dr. Soni Trison, S.Hut, M.Si selaku penguji, Bapak Dr. Ir. Harnios Arief, M.Sc selaku ketua sidang komperehensif, dan Ibu Resti Meilani, S.Hut, M.Si selaku moderator seminar. 3. Khusus bagi kedua orang tua Bapak Handoyo dan Ibu Wahyuningsri, serta kakak Ayun Dayaningsri atas segala kasih sayang, doa, dan motivasinya. 4. Pimpinan dan staf Badan Litbang Kehutanan Bogor. 5. Dea Rizky Anugrah, SE, Meyladona Paramita, S.Hut, Mega Haditya, S.Hut, dan Mira Septina Jayasinga, S.Hut atas bantuan dalam pengambilan data penelitian. 6. Sari Narulita, S.Hut dan Fitriana Insani, S.Hut atas masukannya dalam penyempurnaan tulisan. 7. Sahabat PKL TN Laiwangi Wanggameti, Rifki Putra, S.Hut, Zainul Fuadi Akbar, S.Hut, Siti Nurika, S.Hut, Siti Rayhani, S.Hut, Intan Handayani, S.Hut, Agus Setiawan, S.Hut. 8. Keluarga besar Himakova dan KPH 45, Kamaludin Asyaebani, S.Hut, Rika Sri Wahyuni, S.Hut, Raden Tirtayasa, S.Hut, Faith Fitrian, S.Hut, Fatwa Nirza Susanti, S.Hut, Davidia Permata Y. S.Hut, Fiqh Hairunisa, S.Hut, Afnelasari, S.Hut, Rahmat Adiputera, S.Hut, atas kebersamaan, ilmu, dan pengalaman berharga selama penulis berorganisasi.
iv
9. Para sahabat Laboratorium RAE, Hany Kristiani, S.Hut, Ayu Wandarise, S.Hut, Nararya G. S.Hut dan sahabat Laboratorium Anling, M. Juan Ardha, S.Hut, Adis Hendriatna, S.Hut, Ardhianto Muhammad, S.Hut, Indra Purnama Bahri, S.Hut, Nugrahadi R. S.Hut, Putra Wibowo Malau, S.Hut, Felix Julian Aji, S.Hut, Rian Ristia W. S.Hut, Soraya Nurul I. S.Hut. 10. Keluarga besar EDELWEIS 45 atas kebersamaan dan solidaritas selama masa perkuliahan. 11. Keluarga besar “Gudangers” Harry Andhika, S.Hut, Delimy Okta Riski, S.Tp, Ulqi Muhammad Iqbal, S.Gz, Maria Ulfah, S.Hut dan Asep Zanuansyah, S.Hut atas kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................
i
DAFTAR ISI. .............................................................................................
v
DAFTAR TABEL .......................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
viii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ................................................................
1
1.2
Tujuan .............................................................................
3
1.3
Manfaat ............................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengetahuan ......................................................................
4
2.2
Persepsi .............................................................................
5
2.3
Perilaku.. ............................................................................
6
2.4
Hubungan Pengetahuan dan Persepsi dengan Perilaku ....
9
2.5
Wisata Berbasis Masyarakat ..............................................
9
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................
12
3.2
Alat dan Objek Penelitian .................................................
12
3.3
Operasional Variabel .........................................................
12
3.4
Metode Pengumpulan Data ............................................... 3.4.1 Data primer............................................................... 3.4.2 Data sekunder ...........................................................
13 13 14
3.5
Teknik Penarikan Responden............................................
14
3.6
Metode Analisis Data ........................................................
15
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1
Status dan Fungsi Kawasan ...............................................
18
4.2
Klimatologi .......................................................................
18
4.3
Topografi ...........................................................................
19
4.4
Vegetasi .............................................................................
19
vi
BAB V
4.5
Letak dan Luas Desa Sekitar KHDTK Cikampek ............
22
4.6
Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian .......................
23
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Karakteristik Responden Masyarakat Sekitar KHDTK Cikampek ........................................................................
24
5.2
Tingkat Pengetahuan Masyarakat Sekitar Terhadap KHDTK Cikampek ......................................................................... 29 5.2.1 Hubungan karakteristik kelompok masyarakat meminta hak kelola dengan tingkat pengetahuan ................... 33 5.2.2 Faktor yang memengaruhi tingkat pengetahuan 34 kelompok masyarakat meminta hak kelola..............
5.3
Tingkat Persepsi Masyarakat Sekitar terhadap KHDTK Cikampek .......................................................................... 35 5.3.1 Hubungan karakteristik kelompok masyarakat meminta hak kelola dengan tingkat persepsi .......................... 40 5.3.2 Faktor yang memengaruhi tingkat persepsi kelompok masyarakat meminta hak kelola............................... 41
5.4
Tingkat Perilaku Permintaan Hak Pengelolaan Wisata .... 5.4.1 Hubungan karakteristik masyarakat meminta hak kelola dengan tingkat perilaku permintaan hak pengelolaan wisata ................................................... 5.4.2 Faktor yang memengaruhi perilaku masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata .............................
43
46 48
5.5
Hubungan Pengetahuan dan Persepsi Terhadap Perilaku Masyarakat dalam Meminta Hak Pengelolaan Wisata...... 49 5.5.1 Hubungan pengetahuan terhadap perilaku meminta hak pengelolaan ............................................................. 49 5.5.2 Hubungan persepsi terhadap perilaku meminta hak pengelolaan .............................................................. 50
5.6
Rencana Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Sekitar KHDTK Cikampek dalam Mengelola Wisata ..................
51
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan .......................................................................
59
6.2
Saran..................................................................................
59
DAFTAR PUSTAKA..... ...................................................................................... 60
vii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1
Parameter data primer pada setiap variabel .........................................
13
2
Pengkategorian tingkat pengetahuan....................................................
15
3
Pengkategorian tingkat persepsi dan tingkat perilaku berdasarkan interval skor..........................................................................................
16
Data suhu, curah hujan, hari hujan dan kelembaban nisbi rata-rata di KHDTK Cikampek. .........................................................................
18
Jenis tanaman yang diintroduksi di KHDTK Cikampek.......................
19
6 Luas desa di sekitar Hutan Penelitian Cikampek ..................................
22
7 Keadaan penduduk di sekitar Hutan Penelitian Cikampek ...................
22
8 Komposisi mata pencaharian penduduk di sekitar Hutan Penelitian Cikampek ..............................................................................................
23
9
33
4 5
Hubungan karakteristik dengan tingkat pengetahuan ..........................
10 Persepsi masyarakat sekitar terhadap pentingnya keberadaan KHDTK Cikampek ............................................................................................
36
11 Persepsi masyarakat sekitar mengenai keuntungan adanya pengembangan wisata di KHDTK Cikampek .....................................
37
12 Hubungan karakteristik dengan tingkat persepsi ................................
40
13 Analisis crosstabulation tingkat persepsi terhadap tingkat pendapatan...........................................................................................
40
14 Analisis crosstabulation harapan terhadap tingkat persepsi ...............
42
15 Usaha untuk mendapat ijin mengelola wisata .....................................
43
16 Motif masyarakat meminta hak pengelolaan wisata ...........................
44
17 Keikutsertaan dalam kegiatan pelatihan mengenai wisata ..................
45
18 Hubungan karakteristik dengan tingkat perilaku ................................
46
19 Analisis crosstabulation jenis kelamin terhadap tingkat perilaku masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata ...........................
47
20 Analisis crosstabulation jenis oranisasi terhadap tingkat perilaku masyarakat dalam meminta hak kelola wisata .....................................
47
21 Korelasi tingkat pengetahuan terhadap tingkat perilaku ......................
49
22 Korelasi tingkat persepsi terhadap tingkat perilaku .............................
50
viii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Faktor yang memengaruhi persepsi .....................................................
6
2
Asal desa responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek..............
25
3
Jenis kelamin responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek .......
25
4
Kisaran umur responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek .......
26
5
Tingkat pendidikan akhir responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek .............................................................................................
27
6
Jenis pekerjaan responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek ....
28
7
Tingkat pendapatan responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek .............................................................................................
28
Jenis organisasi yang pernah diikuti responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek ..............................................................................
29
Pengetahuan masyarakat sekitar mengenai status KHDTK Cikampek .............................................................................................
30
10 Pengetahuan masyarakat sekitar mengenai fungsi pokok KHDTK Cikampek .............................................................................................
31
11 Pengetahuan masyarakat sekitar mengenai aturan di KHDTK Cikampek .............................................................................................
32
12 Pengetahuan masyarakat sekitar mengenai definisi kegiatan wisata ...
32
13 Tingkat pengetahuan masyarakat sekitar mengenai KHDTK Cikampek .............................................................................................
33
14 Persepsi masyarakat mengenai keberadaan khdtk cikampek ...............
35
15 Persepsi masyarakat mengenai pentingnya keberadaan KHDTK Cikampek .............................................................................................
37
16 Persepsi masyarakat mengenai keuntungan keberadaan wisata di KHDTK Cikampek ..............................................................................
38
17 Tingkat persepsi masyarakat sekitar terhadap KHDTK Cikampek .....
39
18 Tingkat perilaku masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata
46
8 9
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) merupakan suatu
kawasan hutan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk kepentingan umum seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta religi dan budaya atau tujuan kemanfaatan lainnya dengan catatan bahwa peruntukan itu tidak merubah fungsi pokok kawasan hutan tersebut (P3PPH 2010). Menteri Kehutanan telah menetapkan beberapa lokasi KHDTK sebagai hutan penelitian, dan untuk menjamin kepastian hukumnya pengelolaan KHDTK tersebut diarahkan kepada Badan Litbang Kehutanan. Salah satu contoh KHDTK untuk tujuan penelitian yaitu KHDTK Cikampek. KHDTK Cikampek ditunjuk dan digunakan sebagai Hutan Penelitian Cikampek berdasarakan SK. Menhut no. 35/Kpts-II/2003 dan SK. Menhut No. 306/Kpts-II/2003. Pengelolaan ini semula dilakukan oleh Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi Alam (P3H & KA), baru sejak tahun 2008 status pengelolaannya dialihkan kepada Pusat Litbang Kehutanan Tanaman (P3PPH 2010). KHDTK Cikampek secara administrasi dikelilingi oleh beberapa desa antara lain Desa Sarimulya, Cikampek Timur, Cikampek Pusaka, Kamojing yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Karawang, dan Desa Cinangka yang termasuk kedalam Kabupaten Purwakarta. Keberadaan masyarakat yang hidup di sekitar KHDTK Cikampek mengakibatkan timbulnya interaksi antara masyarakat dengan kawasan. Masyarakat sekitar KHDTK Cikampek telah cukup lama memanfaatkan kawasan ini sebagai tempat wisata, refreshing, dan menghirup udara segar. Bahkan sebagian masyarakat telah membangun lapak-lapak tempat berdagang di dalam kawasan. Masyarakat sekitar menyadari bahwa KHDTK Cikampek memiliki potensi sebagai kawasan wisata sehingga mereka menginginkan kawasan hutan ini dapat dijadikan sebagai tempat wisata dan dalam pengelolaannya dapat melibatkan masyarakat sekitar.
2
Pemanfaatan KHDTK Cikampek sebagai kawasan wisata pada dasarnya merupakan bentuk pemanfaatan dengan tujuan umum selain tujuan utamanya sebagai kawasan
hutan penelitian. Namun, pemanfaatan KHDTK Cikampek
sebagai kawasan wisata dapat mengubah fungsi pokok sebagai hutan penelitian bila tidak dikelola dengan baik. Pelibatan masyarakat sekitar dalam pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek memerlukan berbagai pertimbangan antara lain tentang karakteristik masyarakat, perilaku masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata dan faktor-faktor yang memengaruhinya seperti persepsi dan pengetahuan masyarakat terhadap KHDTK Cikampek tersebut. Perilaku masyarakat dalam permintaan hak pengelolaan kawasan sebagai kawasan wisata muncul atau direpresentasikan oleh adanya dorongan dan merupakan respon dari stimulus (Sudarma 2008). Hal ini didukung oleh Ferguson MJ dan Bargh JA (2004) yang menyatakan bahwa perilaku merupakan respon dari adanya bentuk-bentuk pengetahuan sosial dan direpresentasikan secara otomatis ketika persepsi muncul akibat respon dari pemahaman stimulus sosial. Pernyataan tersebut mengasumsikan bahwa pengetahuan dan persepsi manusia memiliki pengaruh terhadap representasi perilaku manusia. Sedangkan menurut Soekidjo Notoatmodjo dalam Sudarma (2008) menyatakan bahwa pengetahuan dan persepsi merupakan bentuk representasi dari perilaku tertutup (covert behavior) yang reaksinya tidak tampak. Pengetahuan dan persepsi masyarakat mengenai KHDTK Cikampek dapat menjadi salah satu faktor yang memengaruhi munculnya perilaku masyarakat dalam permintaan hak atas pengelolaan KHDTK Cikampek sebagai kawasan wisata. Pengetahuan, persepsi dan perilaku masyarakat menjadi penting untuk dikaji untuk mengetahui apakah tingkat pengetahuan dan persepsi masyarakat terhadap KHDTK Cikampek berpengaruh positif terhadap perilakunya atau sebaliknya, dan bahkan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku itu sendiri. Hal ini dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi pengelola KHDTK Cikampek dalam memberikan hak pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan khususnya dalam pengelolaan wisata. Maka dari itu penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan
3
1.2
Tujuan Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah: 1. Mengkaji karakteristik demografi dan sosiografi masyarakat sekitar KHDTK Cikampek 2. Mengkaji tingkat pengetahuan dan persepsi masyarakat sekitar terhadap KHDTK Cikampek 3. Mengkaji perilaku permintaan hak pengelolaan KHDTK Cikampek oleh masyarakat sekitar 4. Mengkaji hubungan pengetahuan dan persepsi terhadap perilaku masyarakat dalam permintaan hak pengelolaan KHDTK Cikampek sebagai kawasan wisata 5. Mengkaji rencana pengembangan pemberdayaan masyarakat dalam mengelola wisata di KHDTK Cikampek
1.3
Manfaat Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat berguna sebagai bahan
pertimbangan dan masukan kepada pengelola KHDTK Cikampek dalam pelibatan masyarakat sekitar pada pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengetahuan Pengetahuan, menurut Sunaryo (2002) merupakan hasil dari tahu yang
terjadi melalui proses sensori khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Ali (2011) menyatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh manusia bersumber dari pengalaman dan pikiran. Pengetahuan yang bersumber dari pengalaman meliputi semua hal yang dialami baik oleh panca indera, intuisi, ataupun kata hati. Pengetahuan yang berasal dari pikiran adalah pengetahuan yang diperoleh melalui proses penalaran. Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif, mencakup 6 tingkatan (Sunaryo 2002) yaitu: a. Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefiniikan, dan menyatakan. b. Memahami,
artinya
kemampuan
untuk
menjelaskan
dan
menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham mengenai sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan. c. Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukumhukum, rumus, metode dalam situasi nyata. d. Analisis, artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lian.
5
e. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri. 2.2
Persepsi Persepsi menurut Desiderato (1976) diacu dalam Rakhmat (2008) adalah
pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimulasi inderawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori. Persepsi menurut Riyanto S. et al. (2008) adalah proses dimana individu berhubungan dengan berbagai hal di luar dirinya lalu mencoba memberikan makna yang dikaitkan dengan kondisi dirinya dan dimana dia berada. Dengan kata lain, seseorang dapat mempersepsikan sesuatu karena dia memiliki berbagai kerangka
rujukan
yang
memungkinkannya
untuk
menginterpretasikan,
memahaminya, dan memberikan makna terhadap sesuatu tersebut. Proses persepsi terdiri dari tiga tahap, yakni stimulasi pancaindera, pengorganisasian stimulus, dan penafsiran. Pada kenyataannya hasil persepsi akan sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu faktor stimulus, individu yang mempersepsi, dan faktor situasi dimana proses persepsi tersebut berlangsung (Riyanto S. et al. 2008). Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi menurut Robbins (2002), dapat terletak pada: (a) orang yang mempersepsikan, (b) objek atau sasaran yang dipersepsikan, (c) konteks dimana persepsi itu dibuat. Interpretasi suatu objek atau sasaran oleh seorang individu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu yang melihat (Robbins 2002). Karakteristik pribadi yang memengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu, dan harapan (Robbins 2002).
6
Karakteristik sasaran yang diobservasi dapat memengaruhi apa yang dipersepsikan (Robbins 2002). Latar belakang sasaran dapat memengaruhi persepsi, seperti kecenderungan untuk mengelompokkan hal-hal yang berdekatan atau hal-hal yang mirip dalam suatu tempat (Robbins 2002). Waktu dimana suatu objek atau peristiwa dilihat, dapat memengaruhi pemahaman dalam persepsi seperti lokasi, cahaya, panas, atau faktor-faktor situasional lainnya (Robbins 2002).
Faktor Situasional: Waktu Keadaan lokasi Keadaan sosial
Faktor Individu: Sikap Motif Minat Pengalaman Harapan Kepentingan
Faktor Obyek / Target: Karakteristik Hal Baru Latar Belakang Kedekatan Kemiripan
persepsi
Gambar 1 Faktor yang memengaruhi persepsi (Robbins 2002). 2.3
Perilaku Perilaku (behavior) menurut Sumintarsih et al. (2000)
adalah setiap
respon atau reaksi dari individu termasuk gerakan badan, verbal, dan pengalaman yang bersifat subyektif. Perilaku manusia menurut berbagai psikolog, berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia dan dorongan itu merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Dorongan tersebut menimbulkan seseorang melakukan sebuah tindakan atau perilaku khusus yang mengarah pada tujuan (Sudarma 2008). Soekidjo Notoatmodjo (2003) diacu dalam Sudarma (2008) dengan memerhatikan bentuk respon terhadap stimulus, perilaku manusia dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu: (a) perilaku tertutup (covert behavior), ditunjukan
7
dalam bentuk perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran dan reaksi lainnya yang tidak tampak, kemudian (b) perilaku terbuka (overt behavior) yaitu dalam bentuk tindakan nyata. Faktor yang memengaruhi perilaku seseorang (Sunaryo 2002): 1. Faktor genetik atau faktor endogen Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari dalam diri individu (endogen), antara lain: a. Jenis ras, setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda satu dengan lainnya. b. Jenis kelamin, perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari. Pria berperilaku atas dasar pertimbangan rasioanl atau akal, sedangkan wanita atas dasar pertimbangan emosional atau perasaan. Perilaku pada pria disebut „maskulin‟, sedangkan perilaku wanita disebut „feminin’. c. Sifat fisik, bila diamati perilaku individu akan berbeda-beda karena sifat fisiknya, misalnya perilaku individu yang pendek dan gemuk berbeda dengan individu yang memiliki fisik tinggi kurus. d. Sifat
kepribadian.
Perilaku
individu
adalah
manifestasi
dari
kepribadian yang dimilikinya sebagai perpaduan antara faktor genetikdan faktor lingkungan. Perilaku individu tidak ada yang sama karena adanya perbedaan kepribadian yang dimiliki individu, yang dipengaruhi oleh aspek kehidupan, seperti pengalaman, usia, watak, tabiat, sistem norma, nilai, dan kepercayaan yang dianutnya. e. Bakat pembawaan. Bakat merupakan interaksi dari faktor genetik dan lingkungan
serta
tergantung
pada
adanya
kesempatan
untuk
perkembangan. f. Intelegensi. Perilaku individu sangat dipengaruhi oleh intelegensi dari individu tersebut. Oleh karena itu, terdapat istilah individu yang „intelegen‟, yaitu individu yang dalam mengambil keputusan dapat bertindak cepat, tepat, dan mudah. Sebaliknya bagi individu yang
8
memiliki intelegensi rendah dalam mengambil keputusan akan bertindak lambat. 2. Faktor eksogen atau faktor dari luar individu. a. Faktor lingkungan. Lingkungan di sini menyangkut segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik fisik, biologis maupun sosial. Ternyata lingkugan sangat berpengaruh terhadap perilaku individu karena lingkungan merupakan lahan untuk perkembangan perilaku. b. Pendidikan. Secara luas pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan individu sejak dalam ayunan hingga liang lahat, berupa interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal maupun informal. Kegiatan pendidikan formal maupun informal berfokus pada proses belajar mengajar, dengan tujuan agar terjadi perubahan perilaku, yaitu dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan dari tidak dapat menjadi dapat. c. Agama, merupakan tempat mencari makna hidup yang terakhir atau penghabisan. Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk ke dalam konstruksi kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam cara berpikir, bersikap, bereaksi, dan berperilaku individu. Penganut agama tertentu, akan menunujukkan perilaku berbeda dengan penganut agama lainnya. d. Sosial ekonomi. Salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah lingkungan sosial. Lingkungan sosial dapat menyangkut sosial budaya dan sosial ekonomi. Keluarga yang status ekonominya berkecukupan akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini berpengaruh terhadap perilaku individu yang ada dalam keluarga tersebut. Sebaliknya keluarga yang sosial ekonominya rendah, akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, keluarga tersebut akan memenuhinya dengan berbagai cara seperti berhutang, menggadaikan barang, dan lain-lain. e. Kebudayaan. Dalam arti sempit kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat-istiadat atau peradaban manusia. Hasil kebudayaan
9
manusia akan memengaruhi perilaku manusia itu sendiri. Contoh: individu dari kebudayaan suku bangsa yang terkenal dengan kehalusannya, akan berperilaku berbeda dengan individu dari kebudayaan suku bangsa yang dinilai keras. f. Faktor-faktor lain: 1) Persepsi,
merupakan
proses
diterimanya
rangsang
melalui
pancaindra, yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya. Melalui persepsi dapat diketahui perubahan perilaku seseorang. Setiap individu kadang memiliki persepsi yang berbeda walaupun mengamati objek yang sama. 2) Emosi. Perilaku individu dapat dipengaruhi emosi. Aspek psikologis yang memengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani. Perilaku individu yang sedang marah,kelihatan mukanya merah. 2.4
Hubungan Pengetahuan, Persepsi dan Perilaku Ferguson MJ dan Bargh JA (2004) menyatakan terdapat asumsi bahwa
respon perilaku tidak dapat direpresentasikan secara fisik dan dapat secara otomatis diaktifkan saat persepsi muncul. Terdapat teori yang menegaskan bahwa perilaku dan persepsi saling berhubungan erat dalam memori otak manusia. Perilaku merupakan respon dari adanya bentuk-bentuk pengetahuan sosial yang secara otomatis timbul akibat pemahaman terhadap stimulus sosial. Sedangkan persepsi itu sendiri merupakan respon dari pemahaman terhadap stimulus sosial yang akhirnya akan mengaktifkan memori dalam menyusun pengetahuan terkait. Ivancevich JM et al. (2007) menyatakan bahwa persepsi merujuk pada akuisisi akan pengetahuan tertentu mengenai stimulus pada suatu waktu tertentu. Hal tersebut muncul kapan pun stimulus mengaktifkan indera. Persepsi melibatkan kognisi (pengetahuan). Oleh karena itu, persepsi merupakan interpretasi objek, simbol, dan orang yang didasarkan pada pengalaman kita. Dengan kata lain, persepsi menangkap stimulus, mengorganisasikan stimulus, dan menerjemahkan atau menginterpretasikan stimulus yang terorganisasi untuk memengaruhi perilaku.
10
2.5
Wisata Berbasis Masyarakat Community-Based Tourism (CBT) merupakan sebuah produk wisata yang
didasari oleh partisipasi aktif dari masyarakat lokal. Partisipasi aktif yang dimaksud yaitu keterlibatan peran masyarakat sekitar dalam perencanaan dan pengambilan keputusan dalam pengelolaan wisata. Hal ini didasari oleh tiga alasan utama: masyarakat lokal merupakan bagian dari produk wisata itu sendiri, masyarakat lokal mudah mengalami perubahan, dan keterlibatan ini dapat membuka pikiran mereka (Tomas L.P. et al. 2011). Community-Based Tourism (CBT) dapat menjadi solusi untuk dampak negatif dari mass tourism dan dapat menjadi sebuah strategi bagi organisasi masyarakat lokal untuk mencapai kondisi kehidupan yang lebih baik (Tomas L.P. et al. (2011). Keterlibatan setiap stakeholder terkait seperti organisasi pemerintah, Non-Governmental Organisations (NGOs), institusi swasta dan organisasi masyarakat lokal merupakan kunci keberhasilan dari CBT (Tomas L.P. et al. 2011, FAO 2001). CBT yang efektif memiliki ciri sebagai berikut (Asker Sally et al. 2010): 1. Mendukung pengembangan ekonomi masyarakat lokal dengan membuka lapangan kerja baru 2. Menghargai dan mendorong partisipasi aktif masyarakat lokal secara adil 3. Kelestarian ekologi dan meminimalisir dampak kepada lingkungan 4. Peduli dan mempromosikan kekayaan budaya 5. Memberikan edukasi kepada pengunjung mengenai budaya dan alam 6. Penerapan pengelolaan yang baik 7. Memastikan kualitas dari kemampuan dan pengalaman setiap pihak yang terlibat Enabling condition pada CBT (Asker Sally et al. 2010): 1. Terdapat komunitas masyarakat lokal yang telah terorganisasi dengan baik dan kohesif 2. Partisipasi aktif dari komunitas lokal. 3. Kerjasama yang kuat antar stakeholder terkait dalam CBT 4. Tipe dan tingkat partisipasi komunitas lokal dalam CBT ditentukan oleh komunitas itu sendiri
11
5. Kegiatan wisata didukung oleh mekanisme pemasaran produk wisata yang baik 6. Perencanaan wisata yang baik dalam menyeimbangkan daya dukung lingkungan dan daya dukung masyarakat
12
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di desa yang berbatasan langsung dengan
KHDTK Cikampek yaitu Desa Sarimulya, Cikampek Timur, Cikampek Pusaka, dan Kamojing. Secara geografis letak KHDTK cikampek terletak 06o25‟00”06o25‟48” LS dan 107o27‟36”-107o27‟50” BT, kurang lebih 5 km sebelah selatan Kota Cikampek, berada di ketinggian 50 mdpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012. 3.2
Alat dan Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah masyarakat sekitar KHDTK Cikampek yang
berasal dari Desa Sarimulya, Cikampek Timur, Cikampek Pusaka, dan Kamojing. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain berupa alat tulis, kuesioner, software SPSS 1.7 dan recorder. 3.3
Operasional Variabel Operasional variabel bertujuan untuk mempermudah pengukuran dalam
penelitian. Variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik masyarakat, adalah karakteristik demografi masyarakat sekitar KHDTK Cikampek antara lain: umur, jenis kelamin, asal desa, tingkat pendidikan akhir, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan, serta karakteristik sosiografi yaitu keikutsertaan dalam organisasi. 2. Pengetahuan
masyarakat,
adalah
pengetahuan
mengenai
KHDTK
Cikampek antara lain pengetahuan mengenai KHDTK Cikampek, kegiatan wisata di dalam KHDTK Cikampek, dan upaya pelestarian KHDTK Cikampek. 3. Persepsi masyarakat, adalah pandangan, pendapat atau anggapan mengenai KHDTK Cikampek antara lain persepsi masyarakat sekitar terhadap keberadaan KHDTK Cikampek, kegiatan wisata di KHDTK Cikampek, dan persepsi terhadap upaya pelestarian KHDTK Cikampek.
13
4. Perilaku masyarakat, adalah bentuk tindakan yang telah dilakukan masyarakat yang berkaitan dengan permintaan pengelolaan KHDTK Cikampek sebagai kawasan wisata. Skala pengukuran yang digunakan pada variabel pengetahuan, persepsi, dan perilaku adalah skala ordinal. 3.4
Metode Pengumpulan Data Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan dan data sekunder adalah data pendukung yang didapatkan dari studi literatur. 3.4.1
Data primer Metode pengeumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain: 1. Observasi, dilakukan untuk mendapatkan data keadaan fisik lokasi penelitian, aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat sekitar di dalam KHDTK Cikampek. 2. Penggunaan kuisioner, digunakan untuk mendapatkan data pengetahuan, persepsi, dan perilaku permintaan hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek oleh masyarakat sekitar. 3. Wawancara, dilakukan kepada key person seperti ketua kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata, orang yang dipandang di dalam masyarakat dan pihak pengelola KHDTK Cikampek. Parameter data primer pada setiap variabel seperti tersaji pada Tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1 Parameter data primer pada setiap variabel No 1
Variabel Karakteristik masyarakat
Parameter Umur Jenis kelamin Asal desa Tingkat pendidikan Pekerjaan Pendapatan Organisasi yang pernah diikuti
Sumber data Wawancara, kuisioner
14
Tabel 1 Parameter data primer pada setiap variabel (lanjutan) No 2
Variabel Pengetahuan masyarakat
3
Persepsi masyarakat
4
Perilaku masyarakat
3.4.2
Parameter Pengetahuan masyarakat mengenai KHDTK Cikampek Pengetahuan masyarakat mengenai kegiatan wisata di KHDTK Cikampek Pengetahuan mengenai pelestarian KHDTK Cikampek Persepsi masyarakat mengenai KHDTK Cikampek Persepsi masyarakat terhadapkegiatan wisata di KHDTK Cikampek Persepsi mengenai pelestarian KHDTK Cikampek Upaya permintaan hak pengelolaan KHDTK Cikampek sebagai kawasan wisata Persiapan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan KHDTK Cikampek sebagai kawasan wisata
Sumber data Wawancara, kuisioner
Wawancara, kuisioner
Wawancara, kuisioner
Data sekunder Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data statistik
jumlah penduduk untuk menentukan jumlah sampel. Data ini didapat dari arsip Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor tahun 2010. 3.5
Teknik Penarikan Responden Responden terbagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok masyarakat
yang meminta hak dan tidak meminta hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek. Responden yang digunakan adalah masyarakat dalam kategori dewasa dengan jumlah populasi sebanyak 9.181 orang berdasarkan data statistik jumlah penduduk sekitar KHDTK Cikampek. Kategori dewasa merupakan kelompok umur produktif adalah pada usia 15-64 tahun (Tjiptoherijanto P. 2001, UU No. 20 Tahun 1999). Penggunaan kategori dewasa bertujuan untuk mempermudah dalam pengambilan data kuisioner. Jumlah responden dalam penelitian ini ditentukan dengan persamaan slovin: n n
1
e2 9 181
1 9 181 0,12
15
n 98,92 ≈ 99 orang Keterangan : N
: Jumlah total populasi (orang)
n
: Jumlah sampel (orang)
e
: Taraf signifikansi dengan selang kepercayaan 90% Survei pembagian jumlah sampel responden menjadi dua kelompok
masyarakat dilakukan setelah didapatkan jumlah sampel tersebut. Berdasarkan hasil survei didapatkan sebanyak 29 orang responden kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata. Sedangkan masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata sebanyak 70 orang responden yang ditentukan dengan metode purposive sampling berdasarkan kedekatan tempat tinggal dan memiliki interaksi dengan KHDTK Cikampek. 3.6
Metode Analisis Data Data yang dikumpulkan melalui jawaban responden atas pertanyaan
kuesioner ditabulasikan dalam SPSS 1.7 untuk menghasilkan data mentah (rawdata). Kemudian analisis data dilakukan dengan menggunakan tabulasi dan analisis deskriptif. Tabulasi yang berupa penyusunan data ke dalam satu perangkat kategori di dalam tabel, pada hakekatnya adalah suatu langkah awal dari suatu analisa deskriptif (Wignjosoebroto 1986). Metode analisis deskriptif bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Metode ini juga bertujuan menjawab pertanyaan yang menyangkut sesuatu pada saat berlangsungnya proses penelitian (Lestari 2004 diacu dalam Nugroho et al. 2008). Analisis deskriptif dilakukan dengan menyajikan data penelitian yang berupa tabel frekuensi, grafik, dan deskripsi data tentang karakteristik masyarakat, tingkat pengetahuan, tingkat persepsi masyarakat dan tingkat perilaku masyarakat sekitar dalam meminta hak pengelolaan wisata. Variabel pengetahuan dibagi menjadi empat kategori berdasarkan jumlah jawaban benar dari tujuh pertanyaan pada kuisioner. Empat kategori tersebut terdiri dari kategori sangat tinggi, tinggi, kurang, dan rendah. Pengkategorian tingkat pengetahuan seperti tersaji pada Tabel 2.
16
Tabel 2 Pengkategorian tingkat pengetahuan Jumlah Jawaban Benar 6–7 4–5 2–3 0–1
Kategori Sangat Tinggi Tinggi Kurang Rendah
Skoring (skor 1-5) dilakukan pada setiap pilihan jawaban kuisioner untuk variabel persepsi dan perilaku. Variabel persepsi dan perilaku masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek dibagi menjadi lima kategori yaitu kategori rendah, kurang, cukup, tinggi, dan sangat tinggi. Kategori tersebut digolongkan berdasarkan interval skor rata-rata dari total skor ketiga variabel tersebut (Tabel 3). Interval skor rata-rata dari ketiga variabel tersebut dapat dilihat dengan menggunakan rumus sebagai berikut: interval
skor tertinggi skor terendah 5 1 0,8 skor tertinggi 5
Tabel 3 Pengkategorian tingkat persepsi dan tingkat perilaku berdasarkan interval skor Interval Skor 4,2 – 5,0 3,4 - 4,1 2,6 - 3,3 1,8 - 2,5 1,0 - 1,7
Kategori Sangat Tinggi Tinggi Cukup Kurang Rendah
Analisis korelasi antara variabel karakteristik masyarakat terhadap variabel pengetahuan, persepsi, dan perilaku masyarakat menggunakan metode Chi-Square melalui software SPSS 1.7. Uji Chi-Square berguna untuk menguji hubungan atau pengaruh dua buah variabel nominal dan mengukur kuatnya hubungan antara variabel satu dengan variabel nominal lainnya. Rumus untuk koefisiens kontingensi (C) adalah: C √
Keterangan: C
= Koefisien kontingensi
X2
= Chi-Square
N
= Jumlah data
2
17
Makin besar nilai C berarti hubungan antara dua variabel makin erat. C berkisar antara 0 dan 1.00. Analisis korelasi antara variabel tingkat pengetahuan terhadap variabel tingkat perilaku dan hubungan variabel tingkat persepsi terhadap variabel tingkat perilaku menggunakan Koefisien Korelasi Spearman (rs). Rumus Koefisien Korelasi Spearman (rs), digunakan pada analisis korelasi sederhana untuk variabel ordinal dengan variabel ordinal (Hasan 2004). Koefisien Korelasi Spearman (r s) dirumuskan:
rs = 1-
6 d2 3
-d
Keterangan: rs= koefisien korelasi rank d = selisih rank antara X (Rx) dan Y(Ry) n = banyaknya pasangan rank catatan: X,Y
= variabel
Rx,Ry = rank Analisis korelasi antara variabel pengetahuan dan persepsi mengenai KHDTK Cikampek terhadap variabel tingkat perilaku masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek bertujuan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, yaitu : H0
:Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan/persepsi mengenai KHDTK Cikampek terhadap perilaku masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek
H1
:Terdapat
hubungan
yang
signifikan
antara
pengetahuan/persepsi
mengenai KHDTK Cikampek terhadap perilaku masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek
18
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1
Status dan Fungsi Kawasan KHDTK Cikampek ditunjuk dan digunakan sebagai Hutan Penelitian
Cikampek berdasarkan SK. Menhut no. 35/Kpts-II/2003 dan SK. Menhut No. 306/Kpts-II/2003 yang menyebutkan bahwa. KHDTK Cikampek memiliki tugas dan fungsi pokok sebagai penyedia ilmu pengetahuan dan teknologi bidang hutan tanaman dan dibangun dengan tujuan untuk dikembangkan sebagai show window dan sarana pelaksanaan penelitian hutan tanaman. 4.2
Klimatologi Data curah hujan KHDTK Cikampek selama 10 tahun (1990-1999)
menunjukkan curah hujan rata-rata 1796 mm/tahun dan tergolong ke dalam tipe iklim C. Curah hujan yang tinggi terjadi pada bula Desember, Januari sampai April, sedangkan curah hujan yang rendah terjadi pada bulan Mei sampai September. Data iklim di KHDTK Cikampek secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Data suhu, curah hujan, hari hujan dan kelembaban nisbi rata-rata di KHDTK Cikampek No
Bulan
Suhu Maks Rata-rata (o C)
Suhu Min Rata-rata (o C)
Suhu Rata-rata (o C)
Curah Hujan Rata-rata (mm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Januari Februari Maret April Mei Juni
29,4 29,49 30,8 31,14 31,3 30,71
23,8 23,87 23,8 24,05 21,35 23,86
25,6 25,82 26,1 26,63 27,01 26,34
461 284 205 177 81 45
18 12 15 11 7 6
84,4 84,3 29,5 79 77,4 78,5
Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
30,77 31,67 32,81 32,7
23,51 23,61 23,98 24,28
26,32 26,67 26,97 25,57
34 23 28 107
3 3 3 8
77,4 72,4 70,8 72,3
31,84
24,64
27,24
137
11
78,9
214
14
80,1
30,55 24,08 26,25 Sumber: Arsip Badan Litbang Kehutanan Bogor Tahun 2010
Hari hujan Rata-rata (hari)
Kelembaban Nisbi Ratarata (%)
19
4.3
Topografi Topografi Hutan Penelitian Cikampek secara umum adalah datar sampai
bergelombang ringan dengan kemiringan lereng rata-rata kurang dari 9%. Daerah bagian Selatan ke Utara agak landai, di sebelah Barat dan Timur dibatasi oleh lembah sempit, dan di sebelah Barat terdapat Sungai Cicunut. 4.4
Vegetasi Introduksi 61 jenis tanaman yang terdiri dari 3 jenis dari famili
Dipterocarpaceae dan 58 jenis dari famili non-Dipterocarpaceae di Hutan Penelitian Cikampek dilakukan sejak tahun 1937-2010. Dari 61 jenis tanaman yang diintroduksi, sebanyak 28 jenis merupakan jenis exotic (penyebaran alaminya di luar Indonesia) dan 33 jenis merupakan jenis asli Indonesia, untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jenis tanaman yang diintroduksi di KHDTK Cikampek No. A. 1
2 3 B. 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis Tanaman
Famili / Suku
Asal
Dipterocarpaceae Hopea odorata Roxb.
Dipterocarpaceae
Myanmar
Dipterocarpaceae
Kalimantan
Dipterocarpaceae
-
Mimosaceae
Papua
Mimosaceae
India
1957
Mimosaceae
Formosa
1963
Mimosaceae
Maluku
1939
Mimosaceae
-
Apocynaceae
Afrika
1939
Rubiaceae
Maluku
1958
Meliaceae
-
Meliaceae
Jawa
Guttiferae
Sulawesi
Merawan Shorea robusta Gaertn Meranti Shorea selanica BI Meranti Non- Dipterocarpaceae Acacia auriculiformis A.Cunn. Akasia Acacia catechu Willd. Katecuk Acacia confusa Merr Akasia Acacia mangium Wild Mangium Acacia oraria F.v.M Akasia Alstonia congensis Engl. Pulai kongo Anthocephalus cadamba Miq. Jabon Aponamixis grandifolia Walp Kongkih merah Azadirachta indica A.Juss. Mimba Calophyllum inophyllum L.
Tahun Tanam 1938,1954, 1970,1977 1958 -
1966, 1967, 1973
-
1953 1966,1979
20
Tabel 5 Jenis tanaman yang diintroduksi di KHDTK Cikampek (lanjutan) No. B. 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
23
24 25
26 27 28 29 30
31 32
33
Jenis Tanaman Non- Dipterocarpaceae Nyamplung Calophyllum solatri Burn Mengkakal Canarium schwaifurhii Engl. Kenari Casuarina equisetifolia J.R Cemara Cecropia peltata L. Saga Cedrella mexicana M. Roem Handarusa Ceiba sp Kapuk Chaklaphora excelsa *) Chukrasia tabularis A. Juss *) Coumarona odorata Aubl*) Dalbergia fusca Piere Sonokeling Delonix regia Rafin Flamboyan Diospyros celebica Bakh Kayu hitam Enterolobium cyclocarpum Griseb Sengon buto Eucalyptus alba Reinw. Ampupu Eucalyptus plathyphylla F.Muell Hoe Eucalyptus urophylla Ampupu Giganthocloa apus Kruz Bambu apus Gluta renghas L Rengas Gmelina arborea Roxb.*) Jati putih Hymenaea courbaril L.
Lokus Instia bijuga O.K Merbau Khaya anthotheca C.Dc
Kahaya Khaya grandifolia C.DC Kahaya
Famili / Suku
Asal
Tahun Tanam
Guttiferae
Sulawesi
1954
Burseraceae
Afrika
1937
Casuarinaceae
Sumatera
1953
Moraceae
Amerika
1972
Meliaceae
Amerika
1939
Bombacaceae
Jawa
1967
Meliaceae Papilionaceae Papilionaceae
India Afrika Vietnam
Fabaceae
-
Ebenaceae
Sulawesi
1940, 1950, 1977
Fabaceae
Amerika
1949,1973
Myrtaceae
Timor
1971
Myrtaceae
Timor
1984
Myrtaceae
-
Poaceae
Jawa
1963
Anacardiaceae
Jawa
1969
Verbenaceae
-
Caesalpiniaceae
Amerika
Caesalpiniaceae
-
Meliaceae
Afrika
1949, 1954, 1959, 1973, 1974, 1975, 1976, 1977
Meliaceae
Afrika
1949
1939 1939,1963 1941 -
-
1939, 1957, 1963, 1966, 1970, 1973, 1976, 1981, 1982, 1982
21
Tabel 5 Jenis tanaman yang diintroduksi di KHDTK Cikampek (lanjutan) No. B. 34 35 36 37 38 39
40 41 42 43
44 45
46 47
48
Jenis Tanaman Non- Dipterocarpaceae Khaya ivorensis C.Chevalis *) Kahaya Khaya senegalensis A.Juss. *) Kahaya Lagerstroemia loudoni Pierre Bungur Metrosideros sp. Lara/ kayu besi Ochroma bicolor Rowlee Balsa Paraserienthes falcataria Nielsen Sengon Parinarium corymbosum Miq Kayu batu Pericopsis mooniana Thw. Kayu kuku Pinus khasya Rowlee *) Pinus Pinus merkusii Jungh et de Vriese Tusam Piptadenia peregrina Benth Pterocarpus sp. Angsana Pterygota alata R.Br. Kasah Ricinodendron africanum Arg
51
Santalum album L Cendana Spathodea campanulata Beauv. Angsret Sterculia foetida L Kepuh Swietenia macrophylla King.
52
Mahoni daun besar Tectona grandis L.f
49 50
53 54 55 56 57 58
Jati Terminalia arjuna Warb Ketapang Terminalia caembachii Warb. Ketapang Terminalia kaernbacii Ketapang Trachylobium verrucosum Oliv Vitex coffasus Reinw. Bieti Zizyphus talanoi Merr
Famili / Suku
Asal
Meliaceae
Amerika
1956
Meliaceae
Afrika
1955
Lythraceae
Thailand
1975
Myrtaceae
-
1937
Bombaceae
-
-
Mimosaceae
Jawa
2008
Rutaceae
Jawa
1938
Papilionaceae
India
1956
Pinaceae
Siam
1940
Pinaceae
Sumatera
1939
Fabaceae Papilionaceae
Brazilia Jawa
1949 1938, 1964, 1966
Moraceae
India
1953, 1972
Euphorbiaceae
Afrika
1960, 1963, 1966, 1967, 1972 1983
Bignuniaceae
Afrika
1972, 1973
Sterculiaceae
Jawa
Meliaceae
Honduras
1958, 1959, 1999
Verbenaceae
Jawa, Malabar, Myanmar
1941, 1958, 1972, 1999
Combretaceae
India
1955
Combretacea
PNG
1955
Combretaceae
PNG
1954
Fabaceae Verbenaceae
Hawai Maluku
1939, 1966 1938, 1939
Rhamnaceae
Maluku
1963
Santalaceae
Tahun Tanam
1953
22
Tabel 5 Jenis tanaman yang diintroduksi di KHDTK Cikampek (lanjutan) No. B.
Jenis Tanaman Famili / Suku Non- Dipterocarpaceae Tombulilato 59 Ficus variagata Moraceae Nyawei (Gondang putih) Keterangan *) = jenis asing Sumber: Arsip Badan Litbang Kehutanan Bogor Tahun 2010
4.5
Asal
Tahun Tanam
Jawa
2009
Letak dan Luas Desa Sekitar KHDTK Cikampek Desa-desa di sekitar Hutan Penelitian Cikampek secara administratif
termasuk dalam dua wilayah kabupaten yakni Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta. Desa-desa tersebut adalah Sarimulya, Cikampek Timur, Cikampek Pusaka, Kamojing termasuk wilayah Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang, dan satu desa lainnya yang terletak disebelah selatan adalah Desa Cinangka yang termasuk ke dalam Kabupaten Purwakarta. Luas desa pada masing-masing desa di sekitar Hutan Penelitian Cikampek sebagaimana tertera pada Tabel 6. Tabel 6 Luas desa di sekitar Hutan Penelitian Cikampek No.
Kecamatan Desa 1 Karawang Kec. Cikampek; 1. Sarimulya 2. Cikampek Timur 3. Cikampek Pusaka 4. Kamojing 2 Purwakarta Kec. Cempaka; 1. Cinangka Jumlah Sumber: Arsip Badan Litbang Kehutanan Bogor Tahun 2010
4.6
Kabupaten
Luas (ha)
18.902 109,903 302,183 596,317 247,5 1.404,81
Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian Keadaan penduduk wilayah sekitar Hutan Penelitian Cikampek dapat
dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Keadaan penduduk di sekitar Hutan Penelitian Cikampek Jumlah Penduduk (jiwa) Tua Dewasa Anak 1 Sarimulya 1.913 4.011 4.412 2 Cikampek Timur 4.784 1.982 1.550 3 Cikampek Pusaka 830 1.446 1.162 4 Kamojing 720 1.742 777 5 Cinangka 807 1.675 1.014 Jumlah 9.054 10.856 8.915 Sumber: Arsip Badan Litbang Kehutanan Bogor Tahun 2010 No.
Desa
Total Kepadatan 10.336 8.316 3.438 3.239 3.496 28.825
Ratarata/km2 6.984 7.670 1.143 543 1.413 2.056
23
Penduduk di sekitar lokasi Hutan Penelitian Cikampek 40,14% berada pada usia dewasa, sedangkan 36,19% pada usia tua dan selebihnya 23,67% pada usia anak-anak. Dengan demikian 50% lebih merupakan penduduk yang berada pada usia kerja (produktif). Lahan usaha yang ada di desa-desa sekitar Hutan Penelitian Cikampek kurang dari 20%. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian kurang berkembang di daerah ini, terutama desa-desa yang berdekatan dengan kota, seperti Sarimulya dan Cikampek Timur. Secara terinci komposisi mata pencaharian penduduk disajikan pada Tabel 8. Tabel 8
Komposisi mata pencaharian penduduk di sekitar Hutan Penelitian Cikampek
Pedagang Buruh Jiwa % Jiwa % 1 Sarimulya 765 49.9 617 40.2 2 Cikampek Timur 2545 47.1 1381 25.6 3 Cikampek Pusaka 129 5.4 1279 53.8 4 Kamojing 121 24.0 94 18.7 5 Cinangka 97 13.2 350 47.5 Total 3657 34.7 3721 35.3 Sumber: Arsip Badan Litbang Kehutanan Bogor Tahun 2010 No.
Desa
Tani Jiwa % 22 1.4 270 5.0 913 38.4 100 19.8 252 34.2 1557 14.8
Karyawan Jiwa % 130 8,5 1206 22,3 55 2,3 189 37,5 38 5,2 1618 15,3
Sebagian besar penduduk di sekitar hutan penelitian menggantungkan hidupnya pada sektor industri dan perdagangan. Jumlah buruh dan pedagang mendominasi hampir 70% dari total profesi yang terdapat pada masyarakat sekitar KHDTK. Hal ini menunjukkan bahwa dengan profesi sebagai pedagang, terdapat kebutuhan masyarakat akan lahan untuk dijadikan areal berdagang. Salah satu cara untuk mendapatkannya adalah dengan menjadikan areal KHDTK Cikampek sebagai tempat berdagang.
24
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Karakteristik Responden Masyarakat Sekitar KHDTK Cikampek Masyarakat sekitar menyadari bahwa KHDTK Cikampek memiliki potensi
untuk dijadikan sebagai kawasan wisata. Pihak pengelola KHDTK Cikampek memiliki rencana untuk mengembangkan kawasan menjadi wisata wana-riset dan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan terkait rencana pemberdayaan masyarakat sekitar KHDTK Cikampek. Hal inilah yang mendorong munculnya sebuah kelompok masyarakat yang menginginkan untuk dapat mengelola kegiatan wisata di KHDTK Cikampek. Hasil survei menunjukkan bahwa kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata terdiri dari 29 orang yang seluruhnya berasal dari Desa Cikampek Timur. Sedangkan responden masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata dalam penelitian ini berjumlah 70 orang, berasal dari Desa Cikampek Timur dengan persentase sebesar 46,4%, Desa Sarimulya 23,2%, Desa Cikampek Pusaka 17,4%, Desa Kamojing 7,2%, dan sisanya berasal dari desa lainnya (Desa Cinangka dan Desa Cikampek Selatan) (Gambar 2). Hasil tersebut menunjukkan bahwa responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek sebagian besar berasal dari Desa Cikampek Timur. Hasil wawancara menunjukkan bahwa masyarakat sekitar yang memiliki interaksi paling intensif dengan KHDTK Cikampek adalah masyarakat Desa Cikampek Timur. Hal ini diduga karena Desa Cikampek Timur merupakan desa yang berbatasan paling dekat dengan KHDTK Cikampek sehingga masyarakat Desa Cikampek Timur memiliki akses yang mudah untuk berinteraksi dengan kawasan hutan. Colfer C.J.P. et al. (1999) menyatakan bahwa masyarakat yang tinggal di dekat hutan memiliki akses yang lebih mudah terhadap hutan (lebih mudah berinteraksi dengan hutan) sehingga memiliki dampak cukup penting terhadap hutan.
25
masyarakat tidak meminta hak kelola
lainnya
masyarakat meminta hak kelola
5.8% 0%
kamojing
0%
sarimulya
0%
cikampek pusaka
0%
7.2%
23.2% 17.4% 46.4%
cikampek timur
100%
Gambar 2 Asal desa responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek terdiri dari 85,7% laki-laki dan 14,3% perempuan. Sedangkan responden masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan terdiri dari 60,9% laki-laki dan 39,1% perempuan (Gambar 3). masyarakat tidak meminta hak kelola
perempuan
masyarakat meminta hak kelola
39.1% 14.3% 60.9%
laki-laki
85.7%
Gambar 3 Jenis kelamin responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata terdiri dari kisaran umur <20 tahun dengan persentase sebesar 6,9%, 21-30 tahun sebesar 34,5%, 31-40 tahun sebesar 34,5%, 41-50 tahun sebesar 13,8%, dan sisanya pada kisaran umur >50 tahun. Sedangkan responden masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata terdiri dari kisaran umur <20 tahun dengan persentase sebesar 11,4%, 21-30 tahun sebesar 17,1%, 31-40 tahun sebesar 27,1%, 41-50 tahun sebesar 24,3%, dan sisanya pada kisaran umur >50 tahun (Gambar 4).
26
masyarakat tidak meminta hak kelola
> 50 tahun
masyarakat meminta hak kelola
20,0%
10.3%
41-50 tahun
13.8%
24.3% 27.1%
31-40 tahun
34.5%
17.1%
21-30 tahun
34.5% < 20 tahun
6.9%
11.4%
Gambar 4 Kisaran umur responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek. Hasil survei menunjukkan bahwa keseluruhan masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata berada pada kisaran umur produktif. Di dalam analisis demografi,
kelompok
umur
produktif
adalah
pada
usia
15-64
tahun
(Tjiptoherijanto P. 2001, UU No. 20 Tahun 1999). Penduduk usia kerja terdiri dari angkatan kerja, yaitu penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan atau disebut penduduk yang aktif secara ekonomi (Economically Active Population). Keseluruhan masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata merupakan penduduk yang aktif secara ekonomi karena permintaan pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek sendiri merupakan salah satu upaya masyarakat untuk membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan. Kelompok masyarakat meminta hak pengelolaan wisata memiliki pendidikan akhir di tingkat SD dengan persentase sebesar 13,8%, SMP sebesar 51,7%, SMA sebesar 31,0%, dan sisanya memiliki pendidikan akhir sampai Perguruan Tinggi. Sedangkan responden mayarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata memiliki pendidikan akhir di tingkat SD dengan persentase sebesar 57,1%, SMP sebesar 21,4%, SMA sebesar 18,6%, Perguruan Tinggi/ Akademi sebesar 1,4% , dan sisanya tidak bersekolah (Gambar 5).
27
masyarakat tidak meminta hak kelola
PT/ Akademi
masyarakat meminta hak kelola
1.4% 3.4% 18.6%
SMA
31% 21.4%
SMP
51.7%
SD tidak bersekolah
13.8%
57.1%
1.4% 0%
Gambar 5 Tingkat pendidikan akhir responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek. Gambar 5 menunjukkan bahwa responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek memiliki tingkat pendidikan akhir yang masih rendah. Responden masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata yang memiliki pendidikan akhir pada tingkat SMP ke bawah mencapai 65,5%. Sedangkan responden masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata yang memiliki pendidikan akhir pada tingkat SMP ke bawah mencapai 80%. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata memiliki pekerjaan di bidang wiraswasta dengan persentase sebesar 58,6% , swasta sebesar 6,9%, PNS sebesar 3,4%, dan sisanya tidak memiliki pekerjaan. Sedangkan responden masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata memiliki pekerjaan di bidang wiraswasta dengan persentase sebesar 51,4% , swasta sebesar 11,4% , PNS sebesar 2,9% , dan sisanya tidak memiliki pekerjaan (Gambar 6). Pekerjaan masyarakat di bidang wiraswasta terdiri dari bidang transportasi dan perniagaan.
28
masyarakat tidak meminta hak kelola
masyarakat meminta hak kelola
34.3% 31.0%
tidak memiliki pekerjaan
51.4% wiraswasta swasta PNS
58.6%
11.4% 6.9% 2.9% 3.4%
Gambar 6 Jenis pekerjaan responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata memiliki tingkat pendapatan pada kisaran 1-3 juta/bulan dengan persentase sebesar 52,0%, <1 juta/bulan sebesar 12,0%, dan sisanya tidak memiliki pendapatan. Sedangkan responden masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata memiliki tingkat pendapatan pada kisaran > 3 juta/bulan dengan persentase sebesar 1,5%, 1-3 juta/bulan sebesar 37,3%, <1 juta/bulan sebesar 25,4%, dan sisanya tidak memiliki pendapatan (Gambar 7). masyarakat tidak meminta hak kelola
>3 juta/bulan
masyarakat meminta hak kelola
1.5% 0% 37.3%
1-3 juta/bulan <1 juta/bulan tidak ada
52,0% 12,0%
25.4% 35.8% 36,0%
Gambar 7 Tingkat pendapatan responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata sebagian besar tidak pernah mengikuti organisasi dengan persentase sebesar 75,9%, sedangkan 24,1% pernah mengikuti organisasi (Gambar 8). Organisasi yang diikuti oleh masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata antara lain organisasi karang taruna, pecinta alam, organisasi olah raga, dan Organisasi
29
Masyarakat atau LSM. Organisasi yang paling banyak diikuti oleh individu dalam kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata adalah organisasi karang taruna dengan persentase sebesar 10,3%. Responden masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata sebagian besar juga tidak pernah mengikuti organisasi dengan persentase sebesar 74,3%, sedangkan 25,7% pernah mengikuti organisasi (Gambar 8). Organisasi yang diikuti oleh masyarakat sekitar yang tidak meminta hak pengelolaan wisata antara lain paguyuban lingkungan, organisasi sekolah, organisasi olah raga, dan Organisasi Masyarakat atau LSM. masyarakat tidak meminta hak kelola
paguyuban lingkungan organisasi sekolah
4.3% 0% 0%
8.6%
tidak berorganisasi olahraga ormas/lsm karang taruna pecinta alam
masyarakat meminta hak kelola
5.7% 3.4% 7.1% 6.9% 0% 10.3% 0% 3.4%
74.3% 75.9%
Gambar 8 Jenis organisasi yang pernah diikuti responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya tidak terdapat perbedaan antara masyarakat yang meminta dan tidak meminta hak pengelolaan wisata berdasarkan karakteristik demografi dan sosiografinya. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa pada dasarnya baik kelompok masyarakat yang meminta maupun yang tidak meminta hak pengelolaan wisata sama-sama tidak memiliki latar belakang wisata baik di bidang pekerjaan maupun organisasi. 5.2
Tingkat Pengetahuan Masyarakat Sekitar Terhadap KHDTK Cikampek Pengetahuan menurut Sunaryo (2002) merupakan hasil dari tahu yang
terjadi melalui proses sensori khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan yang diuji dalam penelitian ini adalah pengetahuan masyarakat
30
sekitar terhadap KHDTK Cikampek antara lain pengetahuan mengenai KHDTK Cikampek, kegiatan wisata di dalam KHDTK Cikampek, dan upaya pelestarian KHDTK Cikampek. Istilah KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus) merupakan istilah yang masih asing di kalangan masyarakat sekitar KHDTK Cikampek. Hasil survei menunjukkan bahwa sebesar 58,59% responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek tidak tahu istilah KHDTK. Selama ini masyarakat lebih mengenal KHDTK Cikampek dengan sebutan “Kebon Kembang” yang merupakan istilah lama dari kawasan hutan tersebut sebelum status dan kepastian hukumnya ditetapkan oleh Kementrian Kehutanan. Kurangnya sosialisasi yang menjangkau masyarakat luas mengenai KHDTK Cikampek oleh pihak pengelola menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan ketidaktahuan sebagian besar masyarakat sekitar tentang KHDTK Cikampek. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata, sebesar 96,6% mengetahui bahwa status KHDTK Cikampek sebagai kawasan hutan penelitian. Sedangkan masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata, sebesar 54,3% tidak mengetahui bahwa status KHDTK Cikampek sebagai kawasan hutan penelitian (Gambar 9). masyarakat tidak meminta hak kelola
tidak tahu status kawasan
masyarakat meminta hak kelola
54.3% 3.4% 45.7%
tahu status kawasan
96,6%
Gambar 9 Pengetahuan masyarakat sekitar mengenai status KHDTK Cikampek. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata sebesar 75,9% mengetahui fungsi pokok kawasan sebagai wadah kegiatan penelitian dan uji coba. Sedangkan masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata sebesar 55,7% tidak mengetahui fungsi pokok kawasan sebagai wadah kegiatan penelitian dan uji coba (Gambar 10).
31
masyarakat tidak meminta hak kelola
masyarakat meminta hak kelola
55.7%
tidak tahu fungsi pokok kawasan
24.1% 44.3%
tahu fungsi pokok kawasan
75.9%
Gambar 10 Pengetahuan masyarakat sekitar mengenai fungsi pokok KHDTK Cikampek. Masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata mengetahui adanya aturan di KHDTK Cikampek bahwa masyarakat dilarang melakukan tindakan pembuangan sampah, pencurian kayu dan penyerobotan lahan, serta adanya perijinan untuk penelitian dengan persentase sebesar 75,9% dan sisanya tidak tahu adanya aturan di dalam KHDTK Cikampek (Gambar 11). Responden masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata mengetahui adanya aturan bahwa masyarakat dilarang melakukan tindakan pembuangan sampah, pencurian kayu dan penyerobotan lahan, serta adanya perijinan untuk penelitian dengan persentase sebesar 51,4% dan sisanya tidak tahu adanya aturan di KHDTK Cikampek (Gambar 11). Keberadaan KHDTK Cikampek yang senantiasa bersinggungan dengan aktifitas masyarakat mengakibatkan timbulnya permasalahan-permasalahan dalam bentuk
gangguan.
Berdasarkan
Rancangan
Teknik
Pengembangan
dan
Pemantapan KHDTK Cikampek 2009, bentuk-bentuk gangguan terhadap kawasan antara lain: pembuangan sampah, kawasan dijadikan tempat berdagang, pencurian kayu serta penyerobotan lahan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa masyarakat sekitar secara umum telah menyadari adanya gangguan tersebut dan perlunya aturan yang mengatur kegiatan masyarakat sekitar di dalam kawasan hutan.
32
masyarakat tidak meminta hak kelola
masyarakat meminta hak kelola
48,6%
tidak tahu aturan di KHDTK Cikampek
24,1% 51,4%
tahu aturan di KHDTK Cikampek 75,9%
Gambar 11 Pengetahuan masyarakat sekitar mengenai aturan di KHDTK Cikampek. Kelompok masyarakat yang meminta hak kelola wisata, sebesar 37,9% mengetahui definisi kegiatan wisata yaitu perjalanan ke suatu tempat untuk tujuan rekreasi atau mengunjungi obyek wisata, dan sisanya sebesar 62,1% tidak tahu definisi kegiatan wisata (Gambar 12). Sedangkan responden masyarakat yang tidak meminta hak kelola wisata, sebesar 22,9% mengetahui definisi kegiatan wisata yaitu perjalanan ke suatu tempat untuk tujuan rekreasi atau mengunjungi obyek wisata, dan sisanya sebesar 77,1% tidak tahu definisi kegiatan wisata (Gambar 12). masyarakat tidak meminta hak kelola
masyarakat meminta hak kelola 77,1%
tidak tahu definisi wisata
62,1% 22,9%
tahu definisi wisata
37,9%
Gambar 12 Pengetahuan masyarakat sekitar mengenai definisi kegiatan wisata. Kelompok masyarakat yang meminta hak kelola wisata memiliki tingkat pengetahuan mengenai KHDTK Cikampek pada kategori rendah sebesar 6,9%, kategori kurang 34,5%, kategori tinggi 17,2%, dan 41,4% pada kategori sangat tinggi. Sedangkan responden masyarakat yang tidak meminta hak kelola wisata memiliki tingkat pengetahuan pada kategori rendah sebesar 30,0%, kategori kurang 45,7%, kategori tinggi 20,0%, dan 4,3% pada kategori sangat tinggi.
33
Perbandingan tingkat pengetahuan responden masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata dengan kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata secara jelas dapat dilihat pada Gambar 13. masyarakat meminta hak kelola
masyarakat tidak meminta hak kelola
45.7% 41.4% 34.5% 30.0% 17.2%
20.0%
6.9%
4.3%
rendah
Gambar 13
kurang
tinggi
sangat tinggi
Tingkat pengetahuan masyarakat sekitar mengenai KHDTK Cikampek.
Gambar 13
menunjukkan bahwa
tingkat
pengetahuan kelompok
masyarakat yang tidak meminta hak kelola sebagian besar berada pada kategori kurang dengan persentase sebesar 45,7%, sedangkan tingkat pengetahuan kelompok masyarakat yang meminta hak kelola sebagian besar berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase sebesar 41,4%. Hasil tersebut menunujukkan bahwa secara umum kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai KHDTK Cikampek dibanding masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata. 5.2.1 Hubungan karakteristik kelompok masyarakat meminta hak kelola dengan tingkat pengetahuan Hasil analisis korelasi antara karakteristik kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata dengan tingkat pengetahuan terhadap KHDTK Cikampek menggunakan Chi-Square Tests dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 9 Hubungan karakteristik dengan tingkat pengetahuan Karakteristik masyarakat Jenis Kelamin Pengetahuan
asympsig
0,293
Umur 0,318
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Organisasi
0,661
0,647
0,380
0,742
34
Hasil analisis dengan menggunakan Chi-Square Tests menunjukkan bahwa nilai probabilitas (Asymp. Sig. (2-sided)) > 0,05 sehingga disimpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%, tidak ada hubungan antara karakteristik masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata dengan tingkat pengetahuannya terhadap KHDTK Cikampek. 5.2.2 Faktor yang memengaruhi masyarakat meminta hak kelola
tingkat
pengetahuan
kelompok
Faktor yang memengaruhi tingginya tingkat pengetahuan kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata adalah faktor pengalaman dan faktor belajar. Ali (2011) menyatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh manusia bersumber dari pengalaman dan pikiran. Pengetahuan yang bersumber dari pengalaman meliputi semua hal yang dialami baik oleh panca indera, intuisi, ataupun kata hati. Pengetahuan yang berasal dari pikiran adalah pengetahuan yang diperoleh melalui proses penalaran. Masyarakat yang meminta hak kelola wisata telah mempelajari informasi mengenai KHDTK Cikampek dari berbagai media informasi. Media informasi yang digunakan yaitu dengan menggunakan media internet dan media cetak seperti buku mengenai KHDTK Cikampek. Hasil wawancara dengan key person menunjukkan bahwa masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek sedikit banyak telah mempelajari mengenai KHDTK seperti status kawasan, fungsi kawasan dan pengelolaannya walaupun hanya sebatas pengetahuan umum saja. Sumber
pengetahuan
kelompok
masyarakat
yang
meminta
hak
pengelolaan wisata yang berasal dari pengalaman ditunjukkan dengan keikutsertaan mereka pada kegiatan-kegiatan yang diadakan pihak pengelola dalam wacana pengembangan kegiatan wisata di KHDTK Cikampek. Pengelola KHDTK Cikampek telah delapan kali melakukan kegiatan yang melibatkan kelompok masyarakat yang meminta hak kelola wisata terhitung sejak bulan Januari-Juli 2012. Kegiatan tersebut antara lain: sosialisasi, Focus Group Discussion (FGD), pelatihan wisata, rapat, dan kegiatan patroli gabungan. Sosialisasi tersebut mengenai KHDTK Cikampek dan informasi tentang contohcontoh pengembangan wisata alam dan ekowisata yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai KHDTK Cikampek dan
35
informasi mengenai contoh-contoh pengembangan wisata alam dan ekowisata. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata juga pernah dilibatkan oleh pihak pengelola KHDTK Cikampek dalam sebuah forum Focus Group Discussion (FGD) yang bertujuan untuk melihat sejauh mana kesiapan mereka untuk dilibatkan dalam pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek. 5.3
Tingkat Persepsi Masyarakat Sekitar Terhadap KHDTK Cikampek Persepsi adalah pemberian makna dalam menginterpretasikan sebuah
informasi yang ditangkap oleh seseorang terhadap sebuah objek. Persepsi menurut Desiderato (1976) diacu dalam Rakhmat (2008) adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi yang dikaji dalam penelitian ini adalah persepsi masyarakat terhadap KHDTK Cikampek antara lain persepsi masyarakat sekitar terhadap keberadaan KHDTK Cikampek, kegiatan wisata di KHDTK Cikampek, dan persepsi terhadap upaya pelestarian KHDTK Cikampek. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata berpersepsi bahwa keberadaan KHDTK Cikampek penting bagi masyarakat sekitar dengan persentase sebesar 96,4% dan sebesar 3,6% yang berpendapat netral (Gambar 14). Sementara responden masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata, berpersepsi bahwa keberadaan KHDTK Cikampek penting bagi masyarakat sekitar dengan persentase sebesar 92,8%, berpendapat netral sebesar 5,7%, dan sisanya berpersepsi bahwa keberadaan KHDTK Cikampek tidak penting bagi masyarakat (Gambar 14). masyarakat tidak meminta hak kelola
KHDTK Cikampek tidak penting bagi masyarakat netral
masyarakat meminta hak kelola
1.4% 0% 5.7% 3.6% 92.8%
KHDTK Cikampek penting bagi masyarakat
96.4%
Gambar 14 Persepsi masyarakat mengenai keberadaan KHDTK Cikampek.
36
Tabel 10 Persepsi masyarakat sekitar terhadap pentingnya keberadaan KHDTK Cikampek Kategori Jawaban
Frekuensi Jawaban masyarakat masyarakat tidak meminta meminta hak kelola hak kelola
Persentase masyarakat masyarakat tidak meminta meminta hak kelola hak kelola
Lahan mencari pendapatan Objek wisata bagi masyarakat Satu-satunya hutan yang masih ada Manfaat hutan dapat dirasakan masyarakat
1 9 7
16 10 4
3,4% 31,0% 24,1%
22,9% 14,3% 5,7%
12
40
41,4%
57,1%
Total
29
70
100%
100%
Masyarakat sekitar KHDTK Cikampek memiliki anggapan yang beragam terhadap alasan pentingnya keberadaan KHDTK Cikampek bagi mereka (Tabel 10). Masyarakat yang meminta maupun tidak meminta hak pengelolaan wisata, sebagian besar berpersepsi bahwa keberadaan KHDTK Cikampek penting karena manfaat hutan di KHDTK Cikampek dapat dirasakan oleh masyarakat. Manfaat yang dapat dirasakan masyarakat dengan adanya KHDTK Cikampek antara lain dapat menghasilkan udara yang sejuk, cadangan air yang selalu tersedia, penghalang angin kencang, dan hasil hutannya dapat dimanfaatkan oleh beberapa masyarakat sekitar seperti tanaman obat dan biji atau buah yang dapat dijual. Masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata sebesar 31,0% berpersepsi bahwa keberadaan KHDTK Cikampek penting karena merupakan salah satu objek wisata bagi masyarakat sekitar. Hasil wawancara menunjukkan bahwa masyarakat tertarik untuk mengunjungi KHDTK Cikampek sebagai kawasan wisata dengan sekedar menikmati pemandangan hijau dan udara yang sejuk (Gambar 15). Responden masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata sebesar 22,9% berpersepsi bahwa keberadaan KHDTK Cikampek penting karena merupakan lahan untuk mencari pendapatan (Gambar 15). KHDTK Cikampek sendiri sudah lama dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat berdagang. Meskipun jumlah pedagang di dalam kawasan sudah dibatasi, namun beberapa pedagang yang tidak memiliki ijin masih berdagang di dalam kawasan. Masyarakat sekitar juga tidak jarang memanfaatkan hasil hutan seperti biji-bijian atau buah-buahan untuk dijual.
37
masyarakat tidak meminta hak kelola
masyarakat meminta hak kelola 57.1%
manfaat hutan dapat dirasakan satu-satunya hutan yang masih utuh
41.4% 5.7% 24.1% 14.3%
objek wisata bagi masy lahan mencari pendapatan
31% 3.4%
22.9%
Gambar 15 Persepsi masyarakat mengenai pentingnya keberadaan KHDTK Cikampek. Responden masyarakat sekitar KHDTK Cikampek memiliki anggapan yang beragam mengenai keuntungan dijadikannya KHDTK Cikampek sebagai kawasan wisata. Persepsi masyarakat sekitar mengenai keuntungan adanya pengembangan wisata di KHDTK Cikampek dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 11 Persepsi masyarakat sekitar mengenai pengembangan wisata di KHDTK Cikampek Kategori Jawaban
keuntungan
Frekuensi Jawaban masyarakat masyarakat tidak meminta meminta hak kelola hak kelola
adanya
Persentase masyarakat masyarakat tidak meminta meminta hak kelola hak kelola
Meningkatkan pendapatan Merubah pandangan buruk terhadap kawasan Semakin menarik untuk dikunjungi Meningkatkan potensi kawasan Meningkatkan kesadaran melestarikan kawasan
10
44
34,5%
62,9%
4 10 5
4 10 3
13,8% 34,5% 17,2%
5,7% 14,3% 4,2%
0
9
0%
12,9%
Total
29
70
100%
100%
Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata sebagian besar berpersepsi bahwa bila KHDTK Cikampek dijadikan kawasan wisata akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan KHDTK Cikampek akan menjadi semakin menarik untuk dikunjungi, dengan persentase masing-masing sebesar 34,5% (Gambar 16). Sedangkan responden masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata sebesar 62,9% berpersepsi bahwa bila KHDTK Cikampek dijadikan kawasan wisata akan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar (Gambar 16).
38
Masyarakat sekitar beranggapan bahwa keberadaan kegiatan wisata di KHDTK Cikampek dapat meningkatkan jumlah pengunjung sehingga akan meningkatkan pendapatan masyarakat yang mencari penghasilan di dalam kawasan. Wisata juga akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar, seperti menjadi guide, penyedia fasilitas bagi pengunjung, berdagang, dan sebagainya. masyarakat tidak meminta hak kelola
meningkatkan kesadaran melestarikan kawasan meningkatkan potensi kawasan kawasan semakin menarik merubah pandangan buruk
masyarakat meminta hak kelola
12.9% 0% 4.3% 17.2% 14.3% 34.5% 5.7% 13.8%
meningkatkan pendapatan
34.5%
62.9%
Gambar 16 Persepsi masyarakat mengenai keuntungan keberadaan wisata di KHDTK Cikampek. Gambar 16 menunjukkan bahwa tidak ada responden masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata yang beranggapan bahwa keberadaan wisata di KHDTK Cikampek dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat sekitar untuk melestarikan kawasan. Sedangkan sebesar 12,9% responden masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata berpersepsi bahwa keberadaan wisata di KHDTK Cikampek dapat meningkatkan kesadaran masyarakat sekitar dalam melestarikan kawasan. Kegiatan wisata dapat diterapkan di KHDTK Cikampek bila tidak mengubah fungsi pokok kawasan, salah satunya adalah kegiatan wisata alam. Wisata alam dapat menjadi sebuah cara untuk memanfaatkan kawasan hutan secara lestari dengan tidak mengurangi potensi hutan tersebut. Wisata alam dihargai dan dikembangkan sebagai salah satu program usaha yang sekaligus bisa menjadi strategi konservasi dan dapat membuka alternatif ekonomi bagi masyarakat. Masyarakat dapat memanfaatkan keindahan alam yang masih utuh,
39
budaya, dan sejarah setempat tanpa merusak atau menjual isinya (WWF-Indonesia 2009). Tingkat
persepsi
mengenai
KHDTK
Cikampek
pada
kelompok
masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata tergolong pada kategori cukup sebesar 3,8%, kategori tinggi sebesar 34,6%, dan sisanya pada kategori sangat tinggi. Sedangkan tingkat persepsi responden masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata tergolong pada kategori cukup sebesar 24,2%, kategori tinggi sebesar 66,1%, dan sisanya pada kategori sangat tinggi. Perbandingan tingkat persepsi responden masyarakat yang tidak meminta hak kelola dengan kelompok masyarakat yang meminta hak kelola secara jelas dapat dilihat pada grafik berikut (Gambar 17): masyarakat meminta hak kelola
masyarakat tidak meminta hak kelola 66.1%
61.5%
34.6% 24.2%
9.7% 3.8% rendah
kurang
cukup
tinggi
sangat tinggi
Gambar 17 Tingkat persepsi masyarakat sekitar terhadap KHDTK Cikampek. Gambar 17 menunjukkan bahwa tingkat persepsi responden masyarakat yang tidak meminta hak kelola wisata sebagian besar berada pada kategori tinggi dengan persentase sebesar 66,1%. Sedangkan tingkat persepsi kelompok masyarakat yang meminta hak kelola wisata sebagian besar berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase sebesar 61,5%. Hal ini menunujukkan bahwa secara umum kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata memiliki persepsi yang lebih positif terhadap KHDTK Cikampek dibanding kelompok masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata. Masyarakat yang meminta maupun tidak meminta hak pengelolaan wisata pada dasarnya masih memandang kawasan hutan sebagai lahan untuk
40
mendapatkan penghasilan atau keuntungan finansial bagi masyarakat. Hal inilah yang menjadi salah satu permasalahan bagi pihak pengelola KHDTK Cikampek untuk mengubah persepsi masyarakat agar merujuk kepada pemikiran konservasi. Seseorang dapat mempersepsikan sesuatu karena telah memiliki berbagai kerangka
rujukan
yang
memungkinkannya
untuk
menginterpretasikan,
memahaminya, dan memberikan makna terhadap sesuatu tersebut (Riyanto et al. 2008). Persepsi masyarakat sekitar terhadap KHDTK Cikampek masih merujuk kepada sejarah kawasan bernama Kebon Kembang. Pada saat itu masyarakat terbiasa untuk mengambil hasil hutan berupa kayu dan non-kayu yang dimanfaatkan untuk keperluan pribadi ataupun dijual. Hal inilah yang menjadikan persepsi masyarakat sekitar masih berlatar belakang faktor ekonomi. 5.3.1
Hubungan karakteristik kelompok masyarakat meminta hak kelola dengan tingkat persepsi Hasil analisis korelasi antara karakteristik kelompok masyarakat yang
meminta hak pengelolaan wisata dengan tingkat persepsi terhadap KHDTK Cikampek menggunakan Chi-Square Tests dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 12 Hubungan karakteristik dengan tingkat persepsi Karakteristik masyarakat
Persepsi
asympsig
Jenis Kelamin
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Organisasi
0,768
0,140
0,801
0,465
0,042
0,852
Hasil analisis dengan menggunakan Chi-Square Tests menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan dengan tingkat persepsi kelompok masyarakat meminta hak pengelolaan wisata terhadap KHDTK Cikampek. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas (Asymp. Sig. (2sided)) antara persepsi>
41
Tabel 13 Analisis crosstabulation tingkat persepsi terhadap tingkat pendapatan Tingkat Persepsi
Rendah Pendapatan Tidak Ada <1 Juta 1-3 Juta >3juta Total
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
0 0 0 0 0
Kurang Cukup Tinggi 0 0 0 0 0
0 1 0 0 1
3 2 3 0 8
Sangat Tinggi 4 0 9 0 13
Total 7 3 12 0 22
Hasil crosstabulation analisis diketahui bahwa responden yang tidak memiliki pendapatan memiliki tingkat persepsi dengan kategori yang tinggi dan sangat tinggi. Responden yang memiliki pendapatan <1 juta/tahun memiliki tingkat persepsi dengan kategori yang cukup dan tinggi. Sedangkan responden yang memiliki pendapatan 1-3 juta/tahun memiliki tingkat persepsi dengan kategori tinggi dan sangat tinggi. Dari data tersebut dapat diasumsikan bahwa responden yang tidak memiliki pendapatan dan yang memiliki pendapatan 1-3 juta/tahun memiliki persepsi yang lebih positif terhadap KHDTK Cikampek dibanding responden yang memiliki pendapatan <1 juta/tahun. Responden yang tidak memiliki pendapatan lebih cenderung memandang KHDTK Cikampek sebagai potensi yang bisa dikembangkan dan menghasilkan keuntungan. Sehingga mereka berusaha untuk lebih mencari informasi untuk meningkatkan pengetahuan mengenai KHDTK Cikampek dan bagaimana mengembangkan potensi tersebut. 5.3.2 Faktor yang memengaruhi tingkat persepsi kelompok masyarakat meminta hak kelola Harapan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi persepsi kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata mengenai KHDTK Cikampek. Harapan merupakan faktor yang berasal dari individu yang mempersepsikan (Robbins 2002). Hasil survei menunjukkan bahwa harapan masyarakat yang meminta hak kelola wisata terhadap KHDTK Cikampek antara lain; KHDTK Cikampek dapat menjadi lahan untuk mencari pendapatan (17,9%), kegiatan wisata di KHDTK Cikampek semakin menarik (39,3%), KHDTK Cikampek tidak disalahgunakan untuk kegiatan yang tidak baik (17,9%), kondisi hutan semakin baik (7,1%), dan kawasan hutan di KHDTK Cikampek tetap utuh (17,9%).
42
Hasil analisis dengan menggunakan Chi-Square Tests menunjukkan bahwa nilai probabilitas (Asymp. Sig. (2-sided)) adalah 0,012 < 0,05 sehingga disimpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%, harapan terhadap KHDTK Cikampek memiliki hubungan yang signifikan terhadap tingkat persepsi kelompok masyarakat meminta hak pengelolaan wisata. Koefisien Korelasi Kontingensi (C) sebesar 0,662 memberikan arti bahwa antara harapan terhadap KHDTK Cikampek dengan tingkat persepsi terhadap KHDTK Cikampek terdapat hubungan yang tinggi atau kuat. Tabel 14 Analisis crosstabulation harapan terhadap tingkat persepsi Kategori Jawaban Harapan
Menjadi lahan mencari pendapatan Kegiatan wisata semakin menarik Tidak disalahgunakan untuk kegiatan yang tidak baik Kondisi hutan membaik Kawasan hutan tetap utuh Total
Tingkat Persepsi Kurang Cukup Tinggi
Rendah
Total
Jumlah
0
0
0
3
Sangat Tinggi 2
Jumlah
0
0
0
0
9
9
Jumlah
0
0
1
4
0
5
Jumlah
0
0
0
1
1
2
Jumlah
0
0
0
0
4
4
Jumlah
0
0
1
8
16
25
5
Hasil crosstabulation analisis menunjukkan bahwa responden yang memiliki harapan konservasi yaitu harapan untuk keutuhan kawasan hutan di KHDTK Cikampek memiliki tingkat persepsi pada kategori sangat tinggi (Tabel 14). Sedangkan responden yang memiliki harapan ekonomi yaitu harapan agar KHDTK Cikampek dapat dijadikan sebagai lahan untuk mencari pendapatan memiliki tingkat persepsi pada kategori tinggi dan sangat tinggi (Tabel 14). Hasil tersebut menunjukkan bahwa responden masyarakat yang memiliki harapan mengenai konservasi, memiliki persepsi yang lebih positif dibanding responden yang memiliki harapan yang berlatar belakang ekonomi. Salah satu faktor situasional yang memengaruhi persepsi seseorang adalah kondisi lokasi dimana persepsi terjadi (Robbins 2002). Masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata sebagian besar berpersepsi bahwa kondisi hutan di KHDTK Cikampek selama lima tahun terakhir semakin baik, dengan persentase
43
sebesar 53,6%. Hal ini memengaruhi persepsi masyarakat yang semakin positif terhadap KHDTK Cikampek. 5.4
Tingkat Perilaku Permintaan Hak Pengelolaan Wisata Perilaku (behavior) menurut Sumintarsih et al. (2000)
adalah setiap
respon atau reaksi dari individu termasuk gerakan badan, verbal dan pengalaman yang bersifat subyektif. Perilaku yang diuji dalam penelitian ini adalah bentuk kegiatan yang telah dilakukan oleh masyarakat sekitar dalam meminta hak pelibatan masyarakat dalam pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek serta dalam mempersiapkan diri untuk mengelola wisata tersebut. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata selama ini telah melakukan usaha-usaha untuk mendapatkan ijin mengelola wisata di KHDTK Cikampek kepada pihak pengelola Cikampek (Tabel 15). Tabel 15 Usaha untuk mendapat ijin mengelola wisata Kategori jawaban Menggalang dukungan masyarakat Mengajukan ke dinas pariwisata Mengajukan ke pemda Meminta ijin ke pengelola Mengajukan perencanaan wisata ke pengelola Total
Frekuensi
Persentase
Persentase Valid
3 6 1 6 13
10,3 20,7 3,4 20,7 44,8
10,3 20,7 3,4 20,7 44,8
29
100,0
100,0
Persentase Kumulatif 10,3 31,0 34,5 55,2 100,0
Usaha masyarakat untuk mendapatkan hak mengelola wisata di KHDTK Cikampek sebagian besar dengan melakukan pengajuan ijin ke pihak pengelola dengan persentase sebesar 65,5%. Cara yang mereka lakukan yakni dengan meminta ijin secara langsung dan mengajukan perencanaan wisata kepada pengelola KHDTK Cikampek. Meskipun pada kenyataannya, perencanaan kegiatan wisata yang diajukan oleh kelompok masyarakat meminta hak pengelolaan wisata tersebut, dinilai belum sesuai dengan status dan fungsi KHDTK Cikampek oleh pihak pengelola KHDTK Cikampek. Kelompok masyarakat meminta hak pengelolaan wisata juga mengajukan permintaan mengelola wisata ke Dinas Pariwisata setempat dengan persentase sebesar 20,7%. Kelompok masyarakat meminta hak pengelolaan wisata mengaku telah mendapatkan SK Dinas Pariwisata untuk dapat mengelola wisata di KHDTK Cikampek. Namun Pusat Litbang Kehutanan selaku pihak pengelola KHDTK
44
Cikampek tidak serta merta memberikan ijin mengelola wisata kepada kelompok masyarakat tersebut, karena diperlukan berbagai pertimbangan untuk melibatkan masyarakat yang tidak memiliki latar belakang profesionalisme dalam mengelola wisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku meminta hak mengelola wisata di KHDTK Cikampek oleh masyarakat tersebut dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan/motif ekonomi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudarma (2008) yang menyebutkan bahwa perilaku manusia berasal dari dorongan (motif) yang ada dalam diri manusia dan dorongan itu merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Winardi J. (2009) juga menyatakan bahwa motif-motif atau kebutuhan-kebutuhan merupakan alasan yang melandasi perilaku. Motif permintaan hak pengelolaan wisata secara jelas dapat dilihat pada Tabel 16: Tabel 16 Motif masyarakat meminta hak pengelolaan wisata Kategori Jawaban Mengurangi pengangguran Meningkatkan pendapatan Memanfaatkan kawasan tanpa merusak Masyarakat lebih peduli terhadap kawasan Terlibat di pengelolaan Total
Frekuensi Persentase 13 44,8 6 20,7 1 3,4 8 27,6 1 3,4 29 100,0
Persentase Persentase Valid Kumulatif 44,8 44,8 20,7 65,5 3,4 69,0 27,6 96,6 3,4 100,0 100,0
Masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata memiliki motif ekonomi dalam permintaan hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek yaitu motif
untuk
mengurangi
pengangguran
dan
meningkatkan
pendapatan
masyarakat, dengan persentase sebesar 65,5%. Masyarakat sekitar yang meminta hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek ingin mengambil keuntungan finansial dengan mengelola kegiatan wisata di KHDTK Cikampek. Berdasarkan hasil wawancara, kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata merasa memiliki pendapatan yang kurang dan beberapa dari mereka masih belum bekerja. Apabila mereka dapat mengelola wisata di KHDTK Cikampek maka akan mendatangkan pendapatan yang lebih baik dan terdapat lapangan pekerjaan baru bagi mereka dan juga masyarakat sekitar pada umumnya.
45
Masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata sebesar 31,0% memiliki motif konservasi untuk mengelola wisata di KHDTK Cikampek. Motivasi tersebut adalah untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kawasan apabila nantinya masyarakatlah yang dapat mengelola wisata dan dapat memanfaatkan kawasan dengan tanpa merusak/mengurangi sumberdaya yang ada di dalam KHDTK Cikampek. Sedangkan sisanya sebesar 3,4% masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata memiliki motivasi untuk ikut terlibat dalam kegiatan pengelolaan kawasan (motif partisipasi). Hasil wawancara menunjukkan bahwa masyarakat yang meminta hak kelola wisata berkeinginan besar untuk dapat mengelola wisata di KHDTK Cikampek. Hal ini ditunjukkan dari usaha-usaha yang telah dilakukan untuk mendapatkan hak mengelola wisata kepada pengelola KHDTK Cikampek. Namun besarnya usaha permintaan hak mengelola wisata tidak diimbangi dengan usaha untuk mempersiapkan diri dalam mengelola wisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok masyarakat tersebut tidak memiliki latar belakang dan kemampuan dalam mengelola wisata. Selain itu, tidak terlihat adanya usaha dari mereka untuk meningkatkan kemampuan diri dalam mengelola wisata seperti dengan mengikuti kegiatan pelatihan mengenai wisata. Keikutsertaan kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata dalam kegiatan pelatihan mengelola wisata dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Keikutsertaan dalam kegiatan pelatihan mengenai wisata Kategori Jawaban
Persentase
Persentase Valid
Persentase Kumulatif
26 1
89,7 3,4
89,7 3,4
89,7 93,1
Kadang-kadang
1
3,4
3,4
96,6
Sering
1
3,4
3,4
100,0
Sering sekali
0
0
0
100,0
29
100,0
100,0
Tidak pernah Hampir tidak pernah
Total
Frekuensi
Hasil tersebut menunjukkan bahwa 89,7% individu dalam kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata tidak pernah mengikuti kegiatan pelatihan untuk mempersiapkan diri dalam mengelola wisata di KHDTK Cikampek. Pusat Litbang Kehutanan sebagai pihak pengelola KHDTK Cikampek pernah memberikan sebuah pelatihan mengenai wisata kepada masyarakat sekitar
46
KHDTK Cikampek, namun pada pelaksanaannya, kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan sendiri tidak aktif dalam mengikutinya. Hal inilah yang menjadi hambatan bagi masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata untuk mendapatkan kepercayaan pihak pengelola untuk memberikan hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata memiliki tingkat perilaku pada kategori rendah sebesar 3,4%, kategori kurang sebesar 10,3%, kategori cukup sebesar 72,4%, dan sisanya pada kategori tinggi (Gambar 18). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata secara umum berperilaku cukup aktif dalam permintaan hak pengelolaan wisata kepada pihak pengelola KHDTK Cikampek. rendah
kurang
cukup 3,4%
tinggi
10,3%
13,8%
72,4%
Gambar 18 Tingkat perilaku masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata. 5.4.1 Hubungan karakteristik masyarakat meminta hak kelola dengan tingkat perilaku permintaan hak pengelolaan wisata Hasil analisis korelasi antara karakteristik kelompok masyarakat meminta hak pengelolaan wisata dengan tingkat perilaku permintaan hak pengelolaan wisata menggunakan Chi-Square Tests dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 18 Hubungan karakteristik dengan tingkat perilaku Karakteristik Masyarakat
Perilaku
asymp-sig
Jenis Kelamin
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Organisasi
0
0,207
0,937
0,63
0,089
0,005
Tabel 18 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat perilaku masyarakat dalam meminta hak
47
pengelolaan wisata. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas (Asymp. Sig. (2sided)) antara perilaku><jenis kelamin adalah 0 < 0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Koefisien Korelasi Kontingensi (C) sebesar 0,648 memberikan arti bahwa antara jenis kelamin dengan tingkat perilaku dalam meminta hak pengelolaan wisata terdapat hubungan yang cukup berarti. Tabel 18 juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis organisasi yang diikuti dengan tingkat perilaku masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas (Asymp. Sig. (2-sided)) antara perilaku><jenis organisasi adalah 0,005 < 0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Koefisien Korelasi Kontingensi (C) sebesar 0,701 memberikan arti bahwa antara jenis organisasi dengan perilaku permintaan hak pengelolaan wisata terdapat hubungan yang tinggi atau kuat. Tabel 19 Analisis crosstabulation jenis kelamin terhadap tingkat perilaku masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata Tingkat Perilaku Rendah
Kurang
Cukup
Tinggi
1 0 1
0 3 3
19 1 20
4 0 4
Jenis Kelamin
Laki-laki Jumlah Perempuan Jumlah Total Jumlah
Total
Sangat Tinggi 0 0 0
24 4 28
Hasil crosstabulation analisis menunjukkan bahwa responden perempuan memiliki tingkat perilaku pada kategori kurang dan cukup (Tabel 19). Sedangkan responden laki-laki memiliki tingkat perilaku sebagian besar pada kategori cukup dan kategori tinggi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya responden laki-laki memilki perilaku yang lebih aktif dalam meminta hak pengelolaan wisata dibanding responden perempuan. Tabel 20 Analisis crosstabulation jenis oranisasi terhadap tingkat perilaku masyarakat dalam meminta hak kelola wisata Tingkat Perilaku
Organisasi
Total
Pecinta Alam Karang Taruna Ormas/ Lsm Olahraga
Jumlah Jumlah
0 0
0 0
0 1
1 2
Sangat Total Tinggi 0 1 0 3
Jumlah Jumlah
0 0
0 1
1 0
1 0
0 0
2 1
Tidak Berorganisasi
Jumlah
1
2
19
0
0
22
Jumlah
1
3
21
4
0
29
Rendah
Kurang
Cukup
Tinggi
48
Hasil crosstabulation analisis menunjukkan bahwa responden yang mengikuti organisasi Karang Taruna, Pecinta Alam dan Organisasi Masyarakat atau LSM memiliki tingkat perilaku pada kategori tinggi (Tabel 20). Hal ini menunjukkan bahwa individu yang mengikuti organisasi memilki perilaku yang lebih aktif dalam meminta hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek. Organisasi merupakan salah satu bentuk wadah kelembagaan. Kelembagaan mencakup aturan main, etika, kode etik, sikap dan tingkah laku seseorang atau organisasi maupun suatu sistem (Setiowati 2007). Individu yang memiiki pengalaman dalam sebuah kelembagaan akan lebih memahami mengenai aturan main, etika dan perilaku dalam birokrasi suatu sistem. Hal ini ditunjukkan bahwa individu yang aktif dalam organisasi memiliki perilaku yang lebih aktif dalam meminta hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek. 5.4.2
Faktor yang memengaruhi perilaku masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata Sunaryo (2002) mengungkapkan bahwa perilaku manusia dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam diri individu (endogen) dan faktor dari luar individu (eksogen). Faktor endogen berupa faktor genetik berasal dari dalam diri individu seperti jenis kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat, dan intelegensi. Faktor eksogen dapat terdiri dari faktor lingkungan, pendidikan, sosial ekonomi, dan kebudayaan. Faktor endogen yang berpengaruh terhadap permintaan hak pengelolaan wisata adalah jenis kelamin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden lakilaki pada umumnya memiliki perilaku yang lebih aktif dalam meminta hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek. Kaum laki-laki memiliki peran yang lebih besar di dalam kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan tersebut, sehingga kaum laki-laki berperan lebih aktif dalam kegiatan permintaan hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek. Di dalam sebuah komunitas atau kelompok yang terdiri kaum laki-laki dan perempuan (mixed group), kaum lakilaki cenderung memiliki pengaruh yang lebih tinggi dari kaum perempuan (IFAD 2000). Faktor eksogen yang berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata adalah faktor lingkungan sosial. Responden masyarakat yang memiliki pengalaman dalam organisasi dipengaruhi juga dengan
49
lingkungan berorganisasi yang sarat akan aturan atau birokrasi. Sehingga responden yang memiliki pengalaman organisasi lebih memahami birokrasi dalam proses permintaan hak pengelolaan wisata kepada pihak pengelola KHDTK Cikampek. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian bahwa masyarakat yang memiliki pengalaman dalam organisasi memiliki perilaku yang lebih aktif dalam meminta hak pengelolaan wisata. 5.5
Hubungan Pengetahuan dan Persepsi terhadap Perilaku Masyarakat dalam Meminta Hak Pengelolaan Wisata
5.5.1 Hubungan pengetahuan terhadap perilaku meminta hak pengelolaan Hasil analisis korelasi antara variabel tingkat pengetahuan mengenai KHDTK Cikampek terhadap variabel tingkat perilaku dalam meminta hak pengelolaan wisata menggunakan Koefisien Korelasi Spearman (r s) dapat dilihat pada Tabel 21 sebagai berikut : Tabel 21 Korelasi tingkat pengetahuan terhadap tingkat perilaku Tingkat pengetahuan Spearman's rho
Hasil
Tingkat perilaku
analisis
Koefisien korelasi Sig. (2-tailed) N
menggunakan
Koefisien
0,168 0,385 29
Korelasi
Spearman
(r s)
menunjukkan bahwa nilai taraf signifikansi (Sig. (2-tailed)) adalah 0,385 > 0,05 sehingga disimpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%, H 0 diterima yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan mengenai KHDTK Cikampek terhadap perilaku masyarakat dalam meminta
hak
pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat mengenai KHDTK Cikampek tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat perilaku masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek. Melissa dan Bargh (2004) menyatakan bahwa perilaku merupakan respon dari adanya bentuk-bentuk pengetahuan sosial yang secara otomatis timbul akibat pemahaman terhadap stimulus sosial. Namun Melissa dan Bargh (2004) dalam jurnal ilmiahnya juga menyatakan bahwa “in contrast to the assumption that we always consciously decide how to behave, we might routinely be unaware of some or even many of the determinants of our behavior”. Pernyataan tersebut
50
menunjukkan bahwa meskipun kita selalu memahami apa yang akan kita lakukan, seringkali manusia berperilaku dengan mengabaikan segala sesuatu yang mendasari dan mempengaruhi perilaku itu sendiri, seperti pengetahuan. Pernyataan tersebut mengasumsikan bahwa perilaku bisa saja terjadi tanpa dipengaruhi oleh pengetahuannya terhadap perilaku itu sendiri. Dalam penelitian ini, perilaku masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata bukan merupakan respon dari pengetahuan, melainkan respon dari dorongan atau motif yang menimbulkan perilaku khusus yang mengarah pada tujuan (Sudarma 2008). Pengetahuan merupakan hasil dari proses berpikir dan proses belajar. Namun, Robbins (1996) menyatakan bahwa suatu perubahan proses berpikir seorang individu bukan merupakan pembelajaran bila tidak diiringi dengan perubahan perilaku. Robbins (1996) juga menyatakan bahwa perubahan perilaku yang relatif permanen terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Sehingga dapat diasumsikan bahwa perubahan perilaku tidak dipengaruhi oleh pengetahuan, melainkan pengalaman yang menjadi proses pembelajaran. 5.5.2 Hubungan persepsi terhadap perilaku meminta hak pengelolaan Hasil analisis korelasi antara variabel tingkat persepsi mengenai KHDTK Cikampek terhadap variabel tingkat perilaku dalam meminta hak pengelolaan wisata menggunakan Koefisien Korelasi Spearman (r s) dapat dilihat pada Tabel 22 sebagai berikut : Tabel 22 Korelasi tingkat persepsi terhadap tingkat perilaku Spearman's rho
Hasil
Tingkat perilaku
analisis
Tingkat persepsi 0,235 0,249 26
Koefisien korelasi Sig. (2-tailed) N
menggunakan
Koefisien
Korelasi
Spearman
(rs)
menunjukkan bahwa nilai taraf signifikansi (Sig. (2-tailed)) adalah 0,249 > 0,05 sehingga disimpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%, H 0 diterima yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi mengenai KHDTK Cikampek terhadap perilaku masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat persepsi masyarakat terhadap KHDTK Cikampek tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat perilakunya dalam meminta hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek.
51
Melissa dan Bargh (2004) menyatakan bahwa respon perilaku seseorang direpresentasikan saat persepsi muncul. Melissa dan Bargh (2004) juga menambahkan bahwa perilaku dan persepsi saling berhubungan erat dalam memori otak manusia. Robbins (1996) menyatakan bahwa perilaku seseorang didasarkan pada persepsi mengenai realitas, bukan mengenai realitas itu sendiri. Pernyataan-pernyataan tersebut mengasumsikan bahwa persepsi seseorang berpengaruh terhadap perilakunya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun kelompok masyarakat meminta hak pengelolaan wisata secara umum memiliki persepsi yang positif terhadap KHDTK Cikampek, namun tidak memengaruhi motivasi perilaku masyarakat dalam meminta hak pengelolaan wisata. Hal ini disebabkan karena perilaku masyarakat tersebut didominasi oleh motif yang didasari oleh faktor ekonomi. 5.6
Rencana Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Sekitar KHDTK Cikampek dalam Mengelola Wisata Perilaku permintaan hak pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek oleh
masyarakat sekitar didominasi oleh motif ekonomi yaitu untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar dan membuka lapangan kerja baru. Pemberdayaan masyarakat perlu mempertimbangkan aspek kesejahteraan masyarakat sekitar. Pihak pengelola KHDTK Cikampek sendiri, mengupayakan pengelolaan KHDTK Cikampek tetap mengakomodir peran masyarakat sekitar melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pelibatan masyarakat sekitar dalam pengelolaan wisata dapat menjadi sebuah solusi dalam rencana pemberdayaan masyarakat sekitar. Community-Based Tourism (CBT) merupakan konsep wisata yang menitikberatkan pada partisipasi aktif masyarakat lokal yang dapat diterapkan di KHDTK
Cikampek.
Pertimbangan
kondisi-kondisi
yang
memungkinkan
(Enabling Condition) diperlukan dalam menerapkan konsep CBT. Beberapa Enabling Condition yang perlu dijadikan pertimbangan pada penerapan konsep wisata di KHDTK Cikampek, antara lain (Asker Sally et al. 2010):
52
1. Terdapat komunitas masyarakat lokal yang telah terorganisasi dengan baik dan kohesif. Asker Sally et al. (2010) menyatakan bahwa untuk menilai apakah komunitas masyarakat lokal telah memiliki organisasi yang kohesif untuk dapat menjalankan CBT yang efektif, harus mempertimbangkan beberapa aspek sebagai berikut: 1) Memiliki infrastuktur yang layak seperti kantor kesekretariatan dan sumber daya manusia yang memadai. Saat ini kelompok masyarakat yang meminta hak kelola wisata belum memiliki infrastruktur yang jelas seperti belum memiliki homebase atau kantor kesekretariatan. Kelompok masyarakat ini juga belum memiliki keanggotaan yang tetap. Selama ini, keanggotaan kelompok masyarakat ini ditunjuk berdasarkan kekerabatan atau kedekatan dari anggota lain, dan bukan berdasarkan kompetensinya dalam berorganisasi. 2) Memiliki aturan main yang mengatur keanggotaannya dan tidak rentan terhadap perselisihan antar anggota. Saat ini kelompok masyarakat yang meminta hak kelola wisata belum memiliki aturan main yang pasti dalam mengatur keanggotaannya, seperti belum adanya AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga), peran dan tanggung jawab masing-masing anggota, dan landasan hukum yang jelas. Hasil wawancara menunjukkan bahwa kelompok masyarakat ini mengalami konflik dalam organisasi yang disebabkan adanya perselisihan antar anggota. Hail ini disebabkan oleh adanya perbedaan kepentingan atau tujuan dalam organisasi yang ditunjukkan dari adanya perbedaan motif dalam meminta hak pengelolaan wisata. Stoner J.A.F. (1992) menyatakan bahwa konflik dalam organisasi adalah perbedaan pendapat antara anggota atau kelompok organisasi yang disebabkan karena mempunyai status, tujuan, penilaian atau pandangan yang berbeda.
53
Di dalam, organisasi setiap anggota dapat berselisih untuk berupaya agar kepentingannya lebih unggul dari anggota lainnya. 3) Memiliki divisi-divisi yang terorganisasi dengan baik. Saat ini kelompok masyarakat yang meminta hak kelola wisata telah membentuk beberapa divisi organisasi dalam pengelolaan wisata, namun belum ada penempatan anggota pada setiap divisinya. Hal ini menyangkut belum adanya keanggotaan yang tetap dalam kelompok tersebut. 4) Memiliki aset dan sumber keuangan sendiri. Saat ini kelompok masyarakat yang meminta hak kelola wisata belum memiliki sumber keuangan yang memadai. Selama ini pengeluaran yang dilakukan komunitas ini bersumber dari iuran beberapa anggota aktif yang jumlah dan waktunya tidak pasti. Kelompok masyarakat ini juga belum memiliki aset organisasi seperti sarana prasarana yang menunjang kinerja komunitas tersebut. 5) Memiliki individu yang dapat memimpin kegiatan wisata dan didukung oleh komunitas tersebut. Saat ini kelompok masyarakat yang meminta hak kelola wisata sudah memiliki pemimpin yang ditunjuk dan didukung oleh komunitas tersebut. Dalam kepemimpinannya masih mudah diintervensi dari anggota lain terutama dalam pengambilan keputusan, seperti selalu mendapat desakan dari anggotanya untuk terus menuntut pihak pengelola untuk segera memberi ijin mengelola wisata kepada pihak pengelola. 6) Memiliki jaringan yang mengerti bagaimana bekerja dengan industri wisata, pemerintah dan partner lainnya. Saat ini kelompok masyarakat yang meminta hak kelola wisata belum memiliki jaringan dengan pihak profesional di bidang wisata, namun kelompok masyarakat ini telah bekerjasama dengan dinas pariwisata setempat.
54
Kelompok masyarakat yang meminta hak kelola wisata sebagai komunitas lokal masih belum dapat dikatakan sebagai sebuah lembaga yang terorganisasi secara kohesif berdasarkan kriteria diatas. Hal ini juga disebabkan karena sebesar 75,9% individu dalam kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata tidak aktif dalam organisasi sehingga tidak memiliki pengalaman dalam berorganisasi. Langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkan komunitas lokal yang terorganisasi dengan baik dan kohesif adalah peningkatan pemahaman masyarakat sekitar tentang kelembagaan dan pengembangan kelembagaan dari kelompok masyarakat tersebut. Pemahaman masyarakat sekitar tentang kelembagaan yang baik perlu ditingkatkan agar mereka dapat menilai sendiri sejauh mana kesiapan kelembagaan komunitas mereka untuk berpartisipasi dalam pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek. Pengembangan kelembagaan perlu difasilitasi oleh bimbingan pemerintah dan stakeholder terkait lainnya yang berkompetensi. Pihak pengelola KHDTK Cikampek telah melakukan pelatihan tentang kelembagaan melalui FGD (Focus Group Discussion) untuk melihat kesiapan kelembagaan kelompok masyarakat sekitar yang meminta hak pengelolaan wisata. Hasil FGD menunjukkan bahwa lembaga masyarakat tersebut belum siap dengan segala mekanisme dan sistem pengelolaan bila kegiatan wisata berjalan. 2. Partisipasi aktif dari komunitas lokal. Partisipasi aktif dari masyarakat lokal berdasarkan prinsip Community-Based Tourism (CBT) meliputi partisipasi dari tahap perencanaan hingga pengambilan keputusan dalam pengelolaan wisata (Tomas L.P. et al. 2011). CBT yang efektif memerlukan partisipasi aktif dari komunitas lokal dalam penilaian, perencanaan hingga implementasi program (Asker Sally et al. 2010). Partisipasi aktif masyarakat lokal membutuhkan proses yang lama sehingga diperlukan komitmen yang tinggi dari setiap stakeholder terkait (Asker Sally et al. 2010). Selama ini, masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata belum memiliki komitmen dalam menjalani proses
55
mempersiapkan diri untuk berpartisipasi dalam pengelolaan wisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata sebesar 89,7% tidak pernah mengikuti kegiatan pelatihan untuk mempersiapkan diri dalam mengelola wisata di KHDTK Cikampek. Selama ini, pihak pengelola KHDTK Cikampek telah melakukan bimbingan kepada masyarakat sekitar berupa kegiatan pelatihan mengenai wisata yang bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB). Namun, pada
pelaksanaannya,
kelompok
masyarakat
yang
meminta
hak
pengelolaan sendiri tidak aktif dalam mengikutinya. Hal ini disebabkan karena mereka berpersepsi bahwa kegiatan pelatihan bukan sebagai kewajiban mereka. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata masih belum memahami bagaimana peran dan tanggung jawab mereka dalam berpartisipasi aktif pada pengelolaan wisata. Masyarakat sekitar KHDTK Cikampek pada dasarnya tidak memiliki latar belakang pengalaman atau pekerjaan di bidang wisata sehingga belum memiliki kemampuan untuk terlibat dalam pengelolaan wisata, seperti dalam tahap perencanaan. Maka dari itu, untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam berpartisipasi dalam CBT diperlukan pendampingan dan bimbingan kepada masyarakat lokal dan peningkatan pemahaman masyarakat tentang peran dan tanggung jawab mereka dalam berparisipasi aktif pada pengelolaan wisata. Tomas L.P. et al. (2011) menyatakan bahwa pendampingan dan bimbingan dari organisasi pemerintah, Non-Governmental Organisations (NGOs), dan Universitas
dibutuhkan
dalam
tahap
perencanaan
program
dan
mengembangkan kegiatan wisata. Salah satu bentuk bimbingan yaitu dengan cara pengadaan pelatihan untuk masyarakat sekitar untuk meningkatkan kemampuan masyarakat sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam tahap perencanaan hingga implementasi wisata. 3. Kerjasama yang kuat antar stakeholder terkait dalam CBT. Keterlibatan
setiap
stakeholder
terkait
seperti
organisasi
pemerintah, Non-Governmental Organisations (NGOs), institusi swasta
56
dan organisasi masyarakat lokal merupakan kunci keberhasilan dari CBT (Tomas L.P. et al. 2011, FAO 2001). Setiap stakeholder tersebut harus saling mendukung dan berkolaborasi dengan baik (Tomas L.P. et al. 2011, FAO 2001, Asker Sally et al. 2010). Kelompok masyarakat yang meminta hak kelola wisata di KHDTK Cikampek sebagai organisasi lokal saat ini, telah mendapat dukungan dari Dinas Pemerintah Daerah dan Dinas Pariwisata setempat untuk dapat mengelola wisata di KHDTK Cikampek. Pihak pengelola KHDTK Cikampek juga telah melakukan koordinasi dengan berbagai stakholder terkait seperti Dinas Pemerintah Daerah, Dinas Pariwisata, dan IPB untuk membahas upaya pelibatan kelompok masyarakat yang meminta hak kelola wisata di KHDTK Cikampek. Kelompok masyarakat yang meminta hak kelola wisata pada dasarnya sudah melakukan kerjasama dengan stakeholder terkait, namun belum terdapat kejelasan peran pada setiap stakeholder. Maka dari itu, diperlukan identifikasi peran pada setiap stakeholder terkait. Kerjasama yang kuat antar stakeholder terkait juga dapat diwujudkan bila terbentuk koordinasi dan relasi yang baik antar stakeholder. 4. Tingkat partisipasi komunitas lokal dalam CBT ditentukan oleh komunitas itu sendiri. Tingkat partisipasi komunitas lokal dalam CBT ditentukan oleh komunitas itu sendiri agar mereka dapat menentukan kapasitas yang tepat dalam keterlibtannya tersebut (Asker Sally et al. 2010). Sastrayuda GS (2010) menambahkan bahwa tinggi rendahnya partisipasi yang diberikan akan berdasarkan pada tingkat keberdayaan yang dimiliki oleh masyarakat dan kemampuan pemahaman pada setiap level dalam proses kebijakan. Masyarakat di dalam pengelolaan berbasis masyarakat dapat terlibat di dalam tiga peran antara lain: peran pengambilan keputusan dalam kebijakan dan perencanaan, peran dalam pendanaan, dan peran dalam kontrol sosial (Sastrayuda GS 2010). Pada dasarnya tidak semua masyarakat memiliki kemampuan untuk berperan dalam perencanaan dan kebijakan pengelolaan wisata.
57
Hasil wawancara menunjukkan bahwa masyarakat sekitar KHDTK Cikampek hanya memiliki kemampuan sebagai pelaksana kegiatan wisata seperti dalam bidang keamanan, kebersihan, penyedia fasilitas pelayanan pengunjung, dan pemandu wisata. Maka dari itu, peran masyarakat dapat digali dari peran lain seperti partisipasi dalam pendanaan (swadaya masyarakat) ataupun peran kontrol sosial dalam pelestarian dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan wisata. Berdasarkan deklarasi Quebec tahun 2002 menyebutkan bahwa masyarakat dapat berperan dalam pendanaan swadaya, penyedia SDM dan sebagai daya tarik wisata itu sendiri melalui produk tradisional seperti budaya dan kerajinan. Langkah yang perlu dilakukan agar masyarakat lokal dapat berperan sesuai kapasitasnya
yaitu: menilai/menentukan kapasitas
masyarakat dan organisasinya dan eksplorasi berbagai model pengelolaan dan pola kemitraan yang sesuai. Bila masyarakat mengerti kapasitas dan kekuatan organisasi yang mereka miliki, maka masyarakat akan dapat menentukan sendiri sejauh mana partisipasi mereka di dalam CBT. Eksplorasi berbagai model pengelolaan dan pola kemitraan yang sesuai bertujuan untuk menemukan bentuk kolaborasi yang sesuai sehingga setiap stakeholder dapat berperan sesuai porsinya. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata pada dasarnya belum memiliki kelembagaan yang terorganisasi dengan baik dan kohesif dalam menghadapi mekanisme dan sistem pengelolaan wisata berbasis masyarakat. Meskipun pada dasarnya kelompok masyarakat yang meminta hak kelola wisata memiliki tingkat pengetahuan dan persepsi yang baik terhadap KHDTK Cikampek, namun masyarakat belum mengenal dan memahami industri wisata dan bagaimana berperan dalam pengelolaan wisata. Langkah prioritas yang perlu dilakukan untuk menerapkan rencana pemberdayaan masyarakat dalam mengelola wisata yaitu dengan pengembangan kemampuan masyarakat dan kelembagaannya untuk berpartisipasi dalam pengelolaan wisata dan peningkatan pemahaman masyarakat tentang pengelolaan wisata berbasis masyarakat. Pengembangan kemampuan dan kelembagaan masyarakat dapat difasilitasi melalui pendampingan dan bimbingan dari
58
organisasi pemerintah atau stakholder lainnya yang berkompetensi. Pemahaman masyarakat tentang pengelolaan wisata berbasis masyarakat yang perlu ditingkatkan seperti pemahaman tentang bagaimana berpartisipasi aktif dalam CBT, pemahaman kapasitas dalam berperan di CBT, tentang bagaimana membentuk kelembagaan yang baik untuk mengelolaa wisata, serta pemahaman masyarakat mengenai dampak adanya kegiatan wisata itu sendiri.
59
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan 1. Tidak terdapat perbedaan karakteristik demografi dan sosiografi antara masyarakat yang meminta dan tidak meminta hak pengelolaan wisata. 2. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai KHDTK Cikampek dibanding masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata. 3. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata memiliki persepsi yang lebih positif terhadap KHDTK Cikampek dibanding kelompok masyarakat yang tidak meminta hak pengelolaan wisata. 4. Kelompok masyarakat yang meminta hak pengelolaan wisata berperilaku cukup aktif dalam meminta hak pengelolaan wisata kepada pihak pengelola KHDTK Cikampek. 5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan persepsi mengenai KHDTK Cikampek terhadap perilaku
permintaan hak
pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek. 6. Community-based tourism (CBT) dapat diterapkan di KHDTK Cikampek sebagai solusi untuk mengakomodir keinginan masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek. 6.2
Saran 1. Diperlukan kajian penelitian mengenai kelembagaan organisasi lokal dan identifikasi stakeholder terkait yang mendukung rencana pelibatan masyarakat sekitar terutama dalam pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek. 2. Diperlukan penentuan mekanisme kolaborasi antar stakeholder terkait yang dapat diterapkan dalam pengelolaan wisata di KHDTK Cikampek.
60
DAFTAR PUSTAKA
Ali M. 2011. Memahami Riset Prilaku dan Sosial. Jakarta: CV. Pustaka Cendekia Utama. Asker S, Boronyak L, Carrad N, Paddon M. 2010. Effective Community Based Tourism: a Best Practice Manual. Sustainable Tourism Cooperative Research Center. Carol JPC, Prabhu R, Gunter M, McDougall C, et al. 1999. Siapa yang Perlu Dipertimbangkan? Menilai Kesejahteraan Manusia dalam Pengelolaan Hutan Lestari. Jakarta: Center for International Forestry Research (CIFOR). Desiderato O, Howieson DB, Jackson JH. 1976. Investigating Behavior; Principles of Psychology. New York : Harper & Row Publisher. Ferguson MJ, Bargh JA. 2004. How Social Perception Can Automatically Influence Behavior. TRENDS in Cognitive Sciences Vol.8 No.1 January 2004. Hasan I. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: PT Bumi Aksara Ivancevich JM, Konopaske R, Matteson MT. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Vol: 1.Edisi ketujuh. Diterjemahkan oleh: Gania G. Jakarta : Erlangga. Koentjaraningrat. 1986. Metode-Metode Peneliian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Indonesia. Nugroho BTA, Undaharta NKE, Siregar M. 2008. Interaksi Masyarakat Sekitar Hutan terhadap Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati di Kawasan Ekosistem Hutan Alami Bedugul-Pancasari, Bali. Biodiversitas Vol. 9 No. 3 hal:227-231. Lestari, SNW. 2004. Analisis Tingkat Kepuasan Pengunjung dan Implikasinya Terhadap Taman Bunga Nusantara Cipanas, Kabupaten Cianjur. [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Rakhmat J. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Robbins SP. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Jilid 1. diterjemahkan oleh: Handyana P. Jakarta: Prenhalindo Robbins SP. 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Edisi Kelima. Diterjemahkan oleh: Halida, Sartika D. Jakarta: Erlangga.
61
Sastrayuda GS. 2010. Konsep Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pariwisata (Community Based Tourism). [internet]. [diacu 2012 Juni 26]. Tersedia dari: http//:file.upi.edu Setiowati R. 2007. Kelembagaan dan Kebijakan di Indonesia. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol.1 No.2. Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3S Indonesia. Sudarma M. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika Sumintarsih, Herawati I, Murtala SA, Salamun. 2000. Pengetahuan, Sikap, Keyakinan, dan Perilaku di Kalangan Generasi Muda Berkenaan dengan Tatakrama di Kota Semarang, Jawa Tengah. Depdiknas Propinsi DIY. Sunaryo.2002. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta:EGC. Tjiptoherijanto P. 2001. Proyeksi Penduduk, Angkatan Kerja, Tenaga Kerja, dan Peran Serikat Pekerja dalam Peningkatan Kesejahteraan. Majalah Perencaan Pembangunan. Edisi 23 Th 2001. Tomás LP, Sandra SC, Pavón V. 2011. Community - Based Tourism in Developing Countries: A Case Study. Tourismos: An International Multidisciplinary Journal of Tourism. Vol. 6 No. 1 Spring 2011 pp: 69-84. Winardi J. 2009. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta : Kencana Prenada Perdana Group Wignjosoebroto, S.1986. Pengolahan dan Analisis Data, Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : PT Gramedia Indonesia. [Anonim] 2002. Québec Declaration on Ecotourism. [internet]. [diacu 2013 Januari 7]. Tersedia dari: http//: www.gdrc.org [Depnakertrans] Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 20 Tahun 1999 Tentang Pengesahan Konvensi Ilo No. 138 Mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Kerja. Jakarta: Depnakertrans [FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2001. Community-Based Tourism: a Case Study From Buhoma, Uganda [internet]. [diacu 2012 November 23]. Tersedia dari: http//:www.fao.org [IFAD] International Fund for Agricultural Development. 2000. Gender Perspective – Focus on Rural Poor. Via del Serafico, Italy : IFAD [P3PPH] Pusat Penelitian dan Pengembanagn Peningkatan Produktifitas Hutan. 2010. Mengenal KHDTK (Hutan Penelitian) Cikampek. Kampus Balitbang Kehutanan Bogor.
62
[WWF-Indonesia] World Wild Life Indonesia. 2009. Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat. [internet]. [diacu 2012 Juni 6]. Tersedia dari: http//:www.wwf.co.id