HUBUNGAN MOTIVASI DAN KOMPETENSI DENGAN PRESTASI KERJA KARYAWAN PERUSAHAAN KONTRAKTOR Oleh : Mardiaman Dosen Universitas MPU Tantular, Jakarta
Abstract There are various variable influencing the work achievement of the construction company employees. These variable are motivation and competence variable. Work achievement is known as dependent variable, then both motivation and competence as independent variable. There are correlation between dependent and independent variable. The objective of this paper to find the dominant factors of the independent variable influencing the dependent variable and to measure the value of the R square. Method used in this research is survey approach by distributing questioners to respondent. The number of respondent is 35 respondents. Respondents are employees who selected by random sampling from some construction company. From data analyses is obtained that the salary increasing factor from motivation variable and experience factor from competence variable as dominant factor. R square value is 90%.
PENDAHULUAN Memasuki era millenium ketiga, semakin terasa cepatnya perubahan yang terjadi dalam segala bidang kehidupan baik ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan lain sebagainya. Perubahan cepat di atas tentu membawa konsekuensi tertentu pada semua bidang kehidupan lainnya, termasuk dalam manajemen sumber daya manusia di setiap perusahaan termasuk industri konstruksi. Sumber daya pada industri konstruksi tidak hanya berperan sebagai objek yang harus selalu mendapat perhatian dan perlindungan, tetapi sumber daya pada aspek manusia juga sekaligus berperan sebagai subjek yang dapat menentukan maju mundurnya perusahaan. Untuk dapat merealisasikan fungsi tersebut diatas, tentunya Sumber daya manusia tersebut perlu diarahkan, dibina, dan dibimbing agar dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan tujuan organisasi. Masih banyak perusahaan konstruksi yang kurang menyadari bahwa sumber daya manusia merupakan sumber daya yang hidup dan unik sebagai pelaku dalam organisasi dimana berarti bahwa organisasi kurang memahami bahwa setiap karyawan yang mempunyai cara berfikir, memiliki keinginan, tingkah laku, tanggung jawab dan tingkat keterampilan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Kualitas karyawan merupakan hal yang sangat penting dalam pencapaian tujuan serta sasaran organisasi. Dalam rangka ini organisasi dapat melakukan ukuran untuk menentukan kemampuan kerja atas kinerjanya agar mendapat gambaran yang jelas mengenai
potensi pengembangan yang sebenarnya dari karyawan tersebut. Tercapainya tujuan organisasi sangat tergantung pada bagaimana karyawan dapat mengembangkan kemampuan atau kompetansi dalam bekerja. Melihat besarnya peranan karyawan dalam melaksanakan kegiatan organisasi maka wajarlah jika organisasi mencurahkan perhatiannya terhadap prestasi yang dicapai oleh karyawannya. Perubahan sistem kerja menuntut motivasi kerja tinggi dan kompetensi kerja untuk selalu meningkatkan efektifitas dalam layanan, sehingga kualitas kerja tetap terjaga. Hal tersebut dilakukan melalui peningkatan motivasi dan kompetensi kerja karyawan pada perusahaan konstruksi. Hal tersebut dilakukan melalui optimalisasi yang dirasakan sangat penting yang akan mempengaruhi kompetensi kerja dimaksud adalah faktor sumber daya manusia, karena posisi sumber daya manusia di perusahaan ini masih sangat dominan. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan motivasi kerja dan peningkatan kompetansi kerja yang memungkinkan tercapainya peningkatan prestasi dalam bekerja. Peningkatan motivasi kerja karyawan memerlukan dukungan baik dari pihak karyawan sendiri maupun dari organisasi dimana karyawan bekerja. Dalam peningkatan motivasi kerja, karyawan akan memberikan sumbangan pada peningkatan sumber daya manusia secara optimal dalam bekerja. Salah satu hal yang perlu dilakukan adalah melalui pemberian motivasi terhadap karyawan melalui kebijakan untuk memotivasi kerja karyawan
31 Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VI, Januari - Juni 2009
seperti kompensasi, kegiatan bimbingan, perbaikan komunikasi yang efektif, melengkapi kondisi sarana dan prasarana, dan kegiatan lain yang dapat memberikan motivasi kerja bagi karyawannya. Salah satu yang terkait dengan kompensasi merupakan faktor secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi kerja karyawan yang berdampak pada keinginan bekerja untuk pelayanan pada perusahaan. Semestinya pemberian motivasi kerja karyawan perlu mendapat perhatian khusus dari perusahaan konstruksi, agar motivasi para karyawan dapat dipertahankan dan kinerja karyawan diharapkan akan terus meningkat. Berkaitan dengan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan variabel prestasi kerja sebagai variabel terikat dengan variabel motivasi dan variabel kompetansi kerja karyawan sebagai variabel bebasa pada perusahaan konstruksi. TINJAUAN PUSTAKA Motivasi Kerja Sumber Daya Manusia merupakan salah satu aspek yang sangat penting pada perusahaan konstruksi, sehingga pengelolaannya perlu mendapat perhatian yang memadai. Prestasi kerja karyawan dalam bekerja merupakan salah satu syarat untuk menentukan keberhasilan pembinaan SDM di lingkungan kerja perusahaan konstruksi.. Pengelolaan SDM yang baik, dengan cara meningkatkan motivasi akan menghasilkan Usaha – Harapan Kinerja Harapan Hasil Kinerja Daya Tarik Hasil
motivasi
kinerja yang baik pula. Hal ini tidak hanya berdampak pada meningkatnya prestasi kerja karyawan, tetapi juga terhadap kinerja pengelolaan secara keseluruhan. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan kinerja manajemen adalah pemberian motivasi kerja. Salah satu model teori yang membahas masalah SDM adalah teori pengharapan atau Expectancy Theory dari Victor Vroom (Robbin 1996:215) menyatakan bahwa kekuatan suatu kecenderungan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik bagi keluaran tersebut bagi individu itu. Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya itu akan mengantarkannya pada suatu prestasi kerja yang baik, dan suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi.. Pada akhirnya ganjaran-ganjaran tersebut akan memuaskan tujuan- tujuan pribadi karyawan tersebut. Salah satu upaya mendorong ke arah peningkatan kinerja karyawan dalam arti peningkatan prestasi kerja dapat dipengaruhi oleh pemberian motivasi kerja. Hal tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1, dimana effort – performance expectancies, Performance outcome Expectancies, dan Attractiveness of outcomes yang merupakan variable kualitas kerja dengan motivasi dan kompetansi kerja mempunyai hubungan yang korelatif.
Kemampuan
Usaha
Kinerja
Hasil
Kepuasan
Sumber: Wayne. F. Cascio, dalam “Managing Human Resources, Productivity, Quality of Work life, Profits”. 1993:417)
Gambar 1. Hubungan Motivasi Kerja dan Kinerja Dengan Prestasi Kerja Motivasi sebagai suatu kekuatan yang mendorong adanya suatu upaya merupakan hasil dari tiga unsur, yaitu :
1. Upaya yang didorong oleh harapan kinerja (effort–performance expectancies) atau Ekspektasi yang merujuk pada keyakinan bahwa upaya kerja akan dapat
32 Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VI, Januari - Juni 2009
menghasilkan suatu tugas. Nilai ekspektasi berkisar dari 0 sampai dengan 1. dan keinginan untuk melaksanakan sesuatu akan muncul bila valensi (attractiveness of outcomes) dan instrumentalitas (performance outcome expectancies) bernilai tinggi. Selanjutnya upaya akan dilaksanakan bila ketiga hal tersebut tinggi pula. 2. Kinerja yang didorong oleh harapan mengenai hasil (performance outcome expectancies) atau instrumentalitas. Instrumentalis ini mengacu pada keyakinan subjektif sesorang mengenai hubungan antara melaksanakan suatu perilaku dan menerima motivasi. 3. Daya tarik dari hasil (attractiveness of outcomes). Konsep ini didasarkan pada suatu waktu harapan seseorang yang lebih suka pada hasil (outcome) tertentu dari pada hasil kerja karyawan. Kinerja seseorang akan memiliki prestasi kerja tinggi bila mana : a) Mengupayakan usahanya dengan sungguhsungguh b) Memiliki kemampuan yang memadai untuk melaksanakan tugas c) Memusatkan usahanya secara sempurna yang diperoleh atau dicapai melalui kejelasan peran sesuai dengan yang diisyaratkan dalam pelaksanaan tugas tersebut. Kepuasan kerja (satisfaction) merupakan fungsi dari kinerja (performance) dan imbalan (outcome, reward). S(f) = P + R Bagian terakhir dari model diatas adalah berkaitan dengan umpan balik (loof feed back) yang membuat model ini dinamis sepanjang waktu. Putaran umpan balik bergerak dari outcome reward ke effort – performance expectancies (ekspektansi), performance – outcome expectancies (instrumentalitas) dan attractiveness of outcomes (valensi). Pada putaran umpan balik ini, reward (kompensasi) yang diperoleh pada suatu waktu akan berpengaruh pada instrumentalitas putaran berikutnya. Jika kinerja yang tinggi tidak diikuti dengan kompensasi yang wajar (equitable) maka akan terjadi respon yang dapat menurunkan kinerja. Sebaliknya bila kompensasi memadai, maka secara positif akan diperkuat dan akan menaikan kinerja itu sendiri. Kompetensi Kerja Kompetensi mengacu kepada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Kompetensi menunjuk kepada performance dan
perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu dalam melaksanakan tugastugas di kantor. Dikatakan rasional karena kegiatan kerja mempunyai arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu organisasi. Performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya diamati, tetapi juga meliputi perihal yang tidak tampak. Kompetensi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pekerjaan, namun kompetensi tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh faktor latar belakang pendidikan, pengalaman dalam bekerja. Kompetensi dapat dinilai penting sebagai alat seleksi dalam penerimaan calon karyawan juga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam rangka pembinaan dan pengembangan karyawan. Profesionalisme karyawan mencerminkan tugas dan kewajiban karyawan yang harus dilakukan sehubungan dengan arti jabatan karyawan yang menuntut suatu kompotensi tertentu . Menurut Ace suryadi (1999), untuk mencapai taraf professional, seorang memerlukan waktu lama dan biaya mahal. Status profesional tidak diberikan oleh siapapun, tetapi harus dicapai dalam kelompok profesi bersangkutan. Awalnya, tentu harus dibina melalui penguatan landasan profesi, misalnya pembinaan tenaga kekaryawanan yang sesuai, pengembangan infrastuktur, pelatihan jabatan (in servise training) yang memadai, efisiensi dalam sistem perencanaan, serta pembinaan administrasi. Soediarto mengemukakan bahwa seorang profesional dituntut mampu menganalisis, mendiagnosis, dan memprognosis situasi pekerjaan. Seorang profesional perlu menguasai antara lain: a. Kedisiplinan dalam bekerja, b. Bahan atau alat yang digunakan untuk menunjang pekerjaan, c. Pengetahuan tentang karakteristik pekerjaannya, d. Pengetahuan tentang filsafat dan tujuan organisasi atau lembaga tempat kerja, e. Pengetahuan dan penguasaan metode kerja, f. Penguasaan terhadap prinsip-prinsip teknologi yang diterapkan dalam lingkungan kerja pada lembaga tersebut, g. Pengetahuan tentang keberhasilan pekerjaan dalam lembaga atau organisasi tempat ia bekerja, dan h. Mampu merencanakan, memimpin, guna kelancaran proses pelaksanaan tugas Tuntutan atas berbagai kemampuan ini mendorong karyawan untuk harus memperoleh informasi yang dapat memperkaya kemampuan agar tidak mengalami ketinggalan dalam
33 Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VI, Januari - Juni 2009
profesinya. Kemampuan karyawan berkaitan dengan kinerja yaitu karyawan yang bekerja kompeten. Karena itu kompetensi kinerja karyawan dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan karyawan dalam menjalankan tugas profesi. Dengan kata lain kompetensi adalah pemilikan penguasaan, ketrampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang. Bila seorang karyawan memiliki motivasi terhadap tugas profesi, berarti akan cenderung melaksanakan aktivitas profesinya dengan baik. Dan sebaliknya bila motivasi berkurang berarti kecenderungan untuk menurun setiap aktivitas yang berkaitan dengan tugas profesi. Prestasi Kerja Karyawan Ada beberapa teori yang berkaitan dengan efektivitas kepemimpinan suatu organisasi adalah tingkat keberhasilan pemimpin dalam mempengaruhi setiap karyawannya untuk melakukan aktivitas sehingga dapat mewujudkan tercapainya tujuan organisasi yaitu menciptakan stabilitas, integritas, voluntaritas, dan prestasi (achievement) atas sasaran administratif dan edukatif. McClelland menyimpulkan dari penelitiannya bahwa prestasi kerja adalah faktor penting yang menentukan tingkat pertumbuhan masyarakat. Ia menemukan tiga karakteristik umum dari orang yang memiliki prestasi kerja, yaitu: (1) kepiawaian menetapkan tujuan personal yang tinggi tetapi secara rasional dapat dicapai, (2) lebih komit terhadap kepuasan berprestasi secara personal dari dalam daripada iming-iming hadiah dari luar, dan (3) keinginan akan umpan balik dari pekerjaannya (McClelland http//westrek, 1999). Sebagai kesimpulan, yang dimaksud prestasi kerja dalam penelitian ini adalah keinginan yang kuat untuk mencapai keberhasilan dalam pekerjaan yang ditandai dengan upaya aktualisasi diri, kepedulian pada keunggulan dan pelaksanaan tugas yang optimal berdasarkan perhitungan yang rasional. Indikator dari aktualisasi diri adalah dedikasi, bertanggung jawab, independensi, percaya diri, dan kepuasan pribadi. Karakteristik prestasi kerja antara lain: peduli pada hasil yang unggul, menetapkan tujuan dengan pertimbangan rasional, kesediaan untuk berkompetisi, dan adanya tanggung jawab dan kehendak untuk mewujudkan aktualisasi diri. Sementara itu, konsep efektivitas memberi penekanan pada ketercapaian tugas yang maksimal melalui pelaksanaan perilaku yang optimal dengan menggunakan sumber daya
yang minimal. Hal ini mengindikasikan bahwa di antara kedua konsep tersebut terdapat irisan yang saling bertaut. Terkait dengan konsep kepemimpinan, banyak ahli yang menempatkan motivasi sebagai salah satu fungsi kepemimpinan yang sangat strategis. Fungsi motivasi tidak terbatas hanya memotivasi bawahan atau pengikutnya, melainkan juga memotivasi diri sendiri. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa orang yang memiliki motivasi yang tinggi memiliki peluang untuk berhasil dibandingkan dengan mereka yang memiliki prestasi kerja rendah. Menurut Dessler (1992), alasan perlunya dinilai prestasi atau kinerja yaitu : a. Menyediakan infomasi sebagai dasar pengambilan keputusan tentang promosi dan gaji. b. Menyediakan kesempatan bagi karyawan untuk bersama-sama meninjau perilaku karyawan berkaitan dengan pekerjaan. Penilaian prestasi kinerja yang dituangkan dalam angket meliputi penilaian terhadap kualitas kerja, kuantitas kerja, dan pengetahuan terhadap pekerjaan yang dilakukan. a. Kualitas kerja dapat dinilai dari segi ketelitian dalam menyelesaikan pekerjaan, kesesuaian hasil pekerjaan terhadap standar yang ditentukan beserta upaya kearah perbaikan metode kerja, kreatifitas/ inisiatif karyawan terhadap pekerjaan dan kerapian hasil pekerjaan. b. Kuantitas kerja dapat dinilai dari segi ketepatan waktu pengerjaannya (dibandingkan dengan standar), dan beberapa banyak pekerjaan yang dapat diselesaikan. c. Pengetahuan terhadap pekerjaan yang dinilai berdasarkan beberapa hal, antara lain terhadap prosedur kerja, pengetahuan teknis tentang cara kerja, kecepatan memahami jenis pekerjaan yang baru dan pemahaman tentang melakukan penilaian pekerjaan. Dengan demikian, diduga terdapat hubungan antara motivasi dan kompetensi kerja dengan prestasi kerja karyawan pada perusahaan konstruksi.
34 Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VI, Januari - Juni 2009
Tabel 1. Faktor Motivasi dan Kompetensi Kerja NO Keterangan Skala 1 2 3 4 5 I motivasi X1 Pembagian bonus X2 Kenaikan gaji X3 Promosi jabatan X4 Adanya harapan yang lebih baik II Kompetensi kerja X5 Pengalaman X6 Kedisiplinan dalam bekerja X7 Pengetahuan tentang karakteristik pekerjaan X8 Pengetahuan tentang filsafat dan tujuan organisasi X9 Pengetahuan dan penguasaan metode kerja X10 Pengetahuan tentang teknogi yang digunakan X11 Pengetahuan tentang keberhasilan X12 Kemampuan merencanakan X13 Kemampuan memimpin X14 Pengetahuan tentang bahan dan alat yang digunakan X15 Pendidikan Y Prestasi kerja
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode survey, dengan pendekatan analisis korelasional. Penelitian survey akan dilakukan kepada para karyawan pada perusahaan konstruksi. Selanjutnya dari jumlah karyawan pada perusahaan konstruksi tersebut diambil sebanyak 35 orang yang digunakan sebagai responden dalam penelitian ini. Dari 35 orang ini diambil secara proporsif sampling karena jumlah tersebut dianggap sudah mewakili populasi dalam penelitian . Pertanyaan mengenai hubungan variabel bebas motivasi, kompetensi dengan variabel terikat prestasi kerja ditanyakan kepada ke 35 responden. Variabel bebas motivasi terdiri
dari empat indikator dan kompetensi 11 indikator. Pertanyaan dijawab dengan memberikan persepsi dengan penilaian dengan memakai skala likert. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Sumber Motivasi dan Kompetensi Kerja Berhubungan Dengan Prestasi Kerja Karyawan Analisa korelasi pada penelitian ini dilakukan untuk mengukur kekuatan hubungan antara variabel terikat pada prestasi kerja karyawan dengan variabel bebas motivasi dan kompetensi kerja. Analisa korelasi dilakukan dengan metode korelasi Pearson. Dari hasil korelasi tersebut, dipilih variabel-variabel bebas yang berhubungan dengan variabel terikat dengan tingkat signifikan 0,05. (Tabel 2) Tabel 2. Nilai Korelasi Pearson “r” Terhadap Variabel Terikat No. Kode Variabel Bebas 1 X2 Kenaikan gaji 2 X5 pengalaman 3 X10 Pengetahuan tentang teknogi yang digunakan 4 X14 Pengetahuan tentang bahan dan alat yang digunakan Sumber : Hasil olahan data primer Sumber motivasi dan kompetensi kerja yang berhubungan dengan prestasi kerja karyawan Untuk mengetahui sumber kepemimpinan dan motivasi kerja yang paling berpengaruh terhadap kinerja karyawan dilakukan analisa regresi berganda dengan menyederhanakan jumlah variabel bebas yang mempunyai nilai r significant dengan 0,05 maka dilakukan analisa faktor dengan menggunakan metode Principal Component Analysis dan metode rotasi Varimax dengan kriteria dari Kaiser yaitu mengambil komponen yang mempunyai eigenvalues > 1. Dari analisis faktor variabel bebas terhadap kinerja karyawan, untuk eigenvalues >1 telah menghasilkan 2 komponen atau faktor Tabel 3. Tabel 3 Faktor Analisis Terhadap Variabel Faktor I
Variabel X2 X5 X10
II X14
Variabel Bebas Kenaikan gaji pengalaman Pengetahuan tentang teknogi yang digunakan Pengetahuan tentang bahan dan alat yang digunakan
Terikat Sumber : Hasil olahan data primer
35 Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VI, Januari - Juni 2009
Gambar 2. Grafik Hubungan Motivasi dan Kompetensi Dengan Prestasi Kerja
Tabel 4. Kombinasi 2 Faktor Terhadap Variabel Terikat NO F1 F2 R2 I X5 0.900 X2 X10 .830 II X14 0.898 Sumber: olahan hasil SPSS Keterangan : X2 : Kenaikan gaji X5 : Pengalaman X10 : Pengetahuan tentang teknogi yang digunakan X14 : Pengetahuan tentang bahan dan alat yang digunakan Jadi kombinasi dari variabel penentu yang mewakili masing-masing faktor dan merupakan variabel kombinasi terbaik tersebut dapat dirinci seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Variabel Penentu I
Variabel Penentu X2
II
X5
Faktor
Uraian Kenaikan gaji Pengala man
Karakteristik Variabel Motivasi Kompetensi kerja
Sumber hasil olahan SPSS Analisis Regresi Berganda Linier Analisis regresi berganda ini dilakukan terhadap kombinasi variabel penentu yang telah ditetapkan dan dihasilkan model regresi berganda secara linier. Y = 0.402+ 0.515X2 + 0.468 X5……………………………………….. (1) dimana : Y = Prestasi kerja X2 = Kenaikan gaji X5 = Pengalaman
Scatterplot
PRESTASI KERJA 8
5
PRESTASI KERJA
Dalam menentukan variabel-variabel penentu yang akan di pilih, dilakukan analisis variabel penentu dengan cara menganalisis berbagai kombinasi antara setiap variabel bebas yang potensial dari setiap faktor (F1, dan F2). Dari kombinasi 2 faktor tersebut dicari kombinasi yang memiliki nilai R2 paling tinggi dengan cara melakukan regresi terhadap kombinasi 2 faktor tadi. Adapun kombinasi 2 faktor dan nilai R2 tersebut dapat dirangkum seperti Tabel 4.
32
7
2 9
4.5
13 1 20
4
22
5 6 12
11
4
3.5
3
R Sq Linear = 0.9
3
15
-2
-1
0
1
MOTIVASI DAN KOMPETENSI
Coefficient of Determination Test atau R2 Test Dengan menggunakan metode Stepwise pada SPSS 10.00 dihasilkan urutan kombinasi variabel bebas penentu dalam memberikan kontribusi terhadap nilai Adjusted R2 untuk model regresi linier untuk Prestasi kerja karyawan. Urutan kombinasi variabel bebas penentu dari model regresi Prestasi kerja Karyawan menghasilkan nilai R2 seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Adjusted R2 Dari Model Regresi(Stepwise Method) Linier Model Adjusted R2 X2 0.830 X5 0.900 Sumber : Hasil olahan data primer Uji F (F – Test) Langkah selanjutnya melakukan uji F dengan tujuan untuk menguji bahwa seluruh koefisien variabel bebas Xi sama dengan nol atau seluruh variabel bebas Xi dari model regresi tidak mempengaruhi variabel Y atau sering disebut uji hipotesis nol. Uji hipotesis nol dilakukan terhadap sekelompok variabel bebas X yang berarti : H0 : 1 = 2 = 0 Ha : 1 2 0 Dimana 1, 2, 3, 4 adalah koefisien X1, X2, X3 . Nilai F dalam program SPSS versi 10.00 dapat dilihat dalam Tabel 7 untuk model regresi linier. Tabel 7. Nilai F
36 Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VI, Januari - Juni 2009
ANOVA(c) Mo del 1
2
Regress ion Residua l Total Regress ion Residua l Total
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
12.188
1
12.188
160.991
.000(a)
2.498
33
.076
14.686
34
13.221
2
6.610
144.380
.000(b)
1.465
32
.046
14.686
34
a Predictors: (Constant), x2 b Predictors: (Constant), x2, x5 c Dependent Variable: y Pada Tabel 7 model regresi linier nilai F akhir dapat dilihat pada model ketiga dimana variabel yang terseleksi adalah variabel X4, X8 dengan nilai F = 144.380 dan 0.05 (pada tabel dapat dilihat nilai Sig. = 0) yang berarti nilai F untuk model regresi linier telah memenuhi persyaratan sehingga berdasarkan kriteria pengujian hipotesis, dikatakan menolak hipotesis nol yang berarti menunjukkan bahwa koefisien dari variabel yaitu 1, 2 tidak sama dengan nol untuk 0.05. Dengan demikian, semakin meyakinkan bahwa model regresi berganda yang dihasilkan adalah sangat penting/berpengaruh (highly significant). Uji t ( t – test) Langkah selanjutnya melakukan t – test atau Student – t Distribution, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kepercayaan tiap variabel bebas dalam persamaan atau model regresi yang digunakan dalam memprediksikan nilai Y. Uji t dilakukan dengan cara uji hipotesis nol yaitu bahwa konstanta dan koefisien variabel Xi sama dengan nol yang berarti : H0 : 1 = 2 = 0 Ha : 1 2 0 Dimana 1, 2, 3, 4 adalah koefisien X1, X2, X 3. Nilai t dalam program SPSS versi 10.00 dapat dilihat dalam Tabel 8 untuk model regresi linier sebagai berikut Tabel 8 Nilai t (model regresi linier) Model 1 2
(Constant) x2 (Constant) x2 x5
a Dependent Variable: y Keterangan : X2 = Kenaikan gaji X5 = Pengalaman Pada Tabel 8 model regresi linier nilai t akhir dapat dilihat pada model kedua dimana variabel yang terseleksi adalah variabel X2 dan X5 dengan nilai t = 4.75 masing-masing mempunyai nilai 0.05 (pada tabel dapat dilihat nilai Sig.nya) dengan nilai t masingmasing mempunyai nilai 0.05 (pada tabel dapat dilihat nilai Sig. nya) berarti nilai t untuk model regresi linier telah memenuhi persyaratan sehingga berdasarkan kriteria pengujian hipotesis, dikatakan menolak hipotesis nol yang berarti menunjukkan bahwa koefisien dari variabel yaitu 1, 2 tidak sama dengan nol untuk 0.05. Dengan demikian, semakin meyakinkan bahwa model regresi berganda yang dihasilkan adalah sangat penting/berpengaruh (highly significant). Uji Autokorelasi (Durbin – Watson Test) Uji autokorelasi dilakukan untuk mengukur ada tidaknya autokorelasi antara variabel pada sampel yang berbeda. Adapun untuk mengukur ada tidaknya autokorelasi pada variabel dalam model yang diuji digunakan batasan secara umum (Santoso, 2000), yaitu : Angka Durbin Watson di bawah – 2 berarti ada autokorelasi positif Angka Durbin Watson di antara –2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi Angka Durbin Watson di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif Adapun nilai Durbin Watson berdasarkan program SPSS versi 10.00 baik untuk model regresi linier dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai Durbin Watson Model Regresi Linier
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Model 1
R
R Square
.911(a)
.830
.825
.275
2
.949(b)
.900
.894
.214
Model Summary(c)
t
Sig.
1.494 12.688 .169 5.529 4.750
.145 .000 .867 .000 .000
a Predictors: (Constant), x2 b Predictors: (Constant), x2, x5 c Dependent Variable: y Sumber : Tabel Model Summary model regresi linier program SPSS versi 10.00
37 Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VI, Januari - Juni 2009
D-W 2.320
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa nilai Durbin Watson untuk model regresi linier adalah 2.32, sesuai dengan batasan secara umum menurut Singgih Santoso dalam Buku Statistik Parametrik maka dapat disimpulkan bahwa dalam kedua model tersebut tidak terdapat autokorelasi. Berdasarkan uji R2, uji F, uji t dan uji d maka model yang dipilih adalah model regresi linier, karena dalam berbagai uji model tersebut model linier mempunyai nilai adjusted R2 lebih besar, serta memenuhi persyaratan uji model yang digunakan seperti tersebut diatas. Model regresi yang telah diperoleh yaitu model yang memperlihatkan hubungan kuantitatif antara variabel sumber motivasi berprestasi dan disiplin yang teridentifikasi dengan variabel terikat efektivitas kerja telah dinyatakan valid, berdasarkan uji model (R2, uji t, F, Durbin Watson) yang telah dilakukan. Model yang telah diperoleh akan digunakan untuk menguji hipotesis tersebut yaitu model hubungan motivasi dan kompetensi kerja yang teridentifikasi terhadap prestasi kerja karyawan merupakan model regresi berganda linier yang mempunyai satu variabel terikat dan 2 variabel bebas, sehingga dari model tersebut dinyatakan bahwa : Semakin tinggi kenaikan gaji yang ada pada perusahaan konstruksi menyebabkan peningkatan Prestasi kerja Karyawan Semakin tinggi pengalaman yang ada di Karyawan pada perusahaan konstruksi menyebabkan peningkatan prestrasi kerja karyawan Jadi dengan mengidentifikasi motivasi dan kompetensi di atas dengan baik akan meningkatkan prestasi kerja karyawan. Model regresi yang telah diperoleh dan ditetapkan melalui proses analisis, didapatkan nilai Adjusted R2 kurang dari 1 yaitu 0.90. Berarti bahwa masih ada 10% kemungkinan variabel lain yang berpengaruh belum teridentifikasi dalam analisis tersebut. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ada dua macam faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang yaitu faktor motivasi dari luar (entrinsic motivation) dan factor motivation dari dalam (intrinsic motivation). Untuk menentukan motivasi ada empat faktor yang digunakan dan untuk menentukan kompetensi kerja ada sebelas faktor yang digunakan dalam kaitannya dengan prestasi kerja karyawan. Dari uji korelasi terhadap ke limabelas faktor ada dua faktor yang berhubungan dengan
prestasi kerja karyawan. Setelah dilakukan uji statistik didapat koefisien determinasi 90% yang mencakup variabel motivation kerja dengan X2 = kenaikan gaji dan X5 = pengalaman, dengan persamaan regresi linier: Y = 0.402+ 0.515X2 + 0.468 X5 Koefisien determinasi 90% berarti ada 10% faktor lain lain yang tidak teridentifikasi. Setelah dilakukan uji statistik yaitu uji t, uji F dan uju DW maka penelitian ini valid. Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa makin tinggi kenaikan upah dan pengalaman maka prestasi kerja akan meningkat. Saran Penelitian ini dilakukan dengan sampel karyawan pada perusahaan konstruksi. Untuk menentukan apakah faktor kenaikan gaji dan pengalaman mempengaruhi prestasi kerja berlaku secara umum maka sebaiknya sampel diambil dari perusahaan lain. DAFTAR PUSTAKA Ace suryadi . Pendidikan, Investasi Sumber daya dan embangunan: Isu, Teori dan Aplikasi. Balai Pustaka. 1999. deCharms, R. (1968). Personal causation: The internal affective determinants of behavior. New York: Academic Press. Deci, E.L. (1975). Intrinsic motivation. New York: Plenum. Dessler. A Framework for Human Resource Management. Oleh Gary Dessler. Prentice –hall. Newyork. 1992. Dillon dan Goldstein. Dalam A user's guide to principal components by J. Edward Jackson. Jhon Willy and Sons. 1984. McClelland, D.C. (1961). The achieving society. Princeton, NJ: Van Nostrand Reinhold. Naoum. People and Organizational Management in Construction. Thomas Telford Ltd. 2001 Roberts, B.W. & Donahue, E.M. (1994). One personality, multiple selves: Integrating personality and social roles. Journal of Personality, 62:2, 199-218. Wayne. F. Cascio, dalam “Managing Human Resources, Productivity, Quality of Work life, Profits”. 1993:417)
38 Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VI, Januari - Juni 2009