Prosiding Pendidikan Dokter
ISSN: 2460-657X
Hubungan Karakteristik Neonatus Asfiksia dengan Angka Kematian Bayi di Ruang Perinatologi RSUD Indramayu Tahun 2013 Fika Yuliawati, Zulmansyah, Herry Garna Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung email:
[email protected]
Abstrak. Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea) sehingga organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Penelitian bertujuan mengetahui hubungan karakteristik neonatus asfiksia (BBLR, lahir dengan sectio caesaria (SC), pertumbuhan terhambat/intra uterine fetal growth(IUGR)) dengan kematian bayi di ruang perinatologi. Penelitian ini dilaksanakan diruang perinatologi RSUD Indramayu periode tahun 2013. Penelitian dilakukan selama periode Maret—Mei tahun 2015 menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dengan uji chi-kuadrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paling banyak penyebab kematian bayi di Ruang Perinatologi RSUD Indramayu langsung oleh asfiksia sebanyak 39 dari 229 semua kematian (17,0%). Kasus asfiksia yang meninggal yaitu BBLR 32 kasus (p=0,004), lahir SC 6 kasus (p=0,002), dan IUGR 1 kasus (p=1,00). Simpulan, terdapat hubungan neonatus asfiksia (BBLR dan lahir dengan SC) dengan kematian bayi di ruang perinatologi RSUD Indramayu, sedangkan pertumbuhan terhambat/IUGR tidak berhubungan. Kata kunci: Neonatus asfiksia, BBLR, IUGR, SC, kematian bayi Abstract. Asphyxia is a respiratory disorder resulting in reduced of oxygen level in blood (hypoxia) that is happen along with increasing of carbondioxide level (hypercapnia), so that the organs deprived of oxygen and death occurred. The study was aimed to analyze the neonates asphyxia’s characteristic (BBLR, born with sectio caesaria (SC), stunted growth/intra uterine fetal growth (IUGR)) relationship with the death of babies in perinatology room. The study was conducted in perinatology room at RSUD Indramayu period 2013. The study was conducted during the period March—May 2015 used analytical observational method with cross sectional approach using chi-squared method. The results showed that the most common cause of the death in perinatology room at RSUD Indramayu is asphyxia with 39 cases of 229 all death cases (17.0%). Based on the characteristics, there were 32 cases of BBLR (p=0.004), 6 cases of babies born with SC (p=0.002), and 1 case of IUGR (p=1.00). In conclusions, there are relationship of some asphyxia’s characteristics (BBLR and babies born with SC) and the death of babies in perinatology room at RSUD Indramayu but no for IUGR. Key words: Neonatal asphyxia, BBLR, IUGR, SC, the infant mortality
A.
Pendahuluan
Angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 2013 masih cukup tinggi yaitu 34 bayi meninggal dari 100.000 kelahiran disbanding dengan target nasional maksimal 32/100.000 kelahiran hidup, sedangkan jumlah kematian bayi di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 tercatat bayi yang meninggal mencapai 30/1000 kelahiran hidup. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu tahun 2013, jumlah kematian bayi di Kabupaten Indramayu merupakan kabupaten dengan jumlah kematian bayi nomor dua tertinggi di Jawa Barat dengan jumlah kematian bayi mencapai 355 bayi. Dari jumlah kematian bayi/neonatal di Kabupaten Indramayu, jumlah kematian bayi/neonatal yang paling banyak terjadi di RSUD Indramayu kurang lebih 80%. Sehingga hal ini merupakan permasalahan yang cukup serius dan cukup besar yang perlu segera ditangani.4 Penyebab kematian bayi menurut hasil pencatatan dan
708
Hubungan Karakteristik Neonatus Asfiksia dengan Angka Kematian Bayi di Ruang Perinatologi …… | 709
pelaporan kematian bayi di Kabupaten Indramayu tahun 2013 adalah 73 (23,10%) bayi disebabkan oleh asfiksia.1 Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian, organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Secara klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia.6 Faktor utama yang menyebabkan bayi lahir asfiksia, yaitu berat badan lahir rendah, bayi lahir dengan sectio caesaria (SC) dan pertumbuhan janin terhambat intra uterine fetal growth (IUGR), di samping itu ada faktor lain yang memengaruhi bayi lahir asfiksia, misalnya preeklamsi dan eklamsi pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta), partus lama, infeksi selama kehamilan, kehamilan lewat waktu, lilitan tali pusat, dan tali pusat pendek.2 Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan karakteristik neonatus asfiksia (berat badan lahir rendah/BBLR, lahir dengan SC, pertumbuhan terhambat/IUGR) dengan kematian bayi di ruang perinatologi RSUD Indramayu tahun 2013. B.
Metode
Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan observational analitik secara cross sectional yaitu mengkaji masalah pada waktu penelitian dan pengamatan variabel bebas dan variabel terikat dilakukan pada saat yang sama untuk mencari hubungan antara variabel bebas yaitu karakteristik neonatus asfiksia yakni BBLR (BB < 2.500 gram), kelahiran secara sectio caesaria (SC), dan pertumbuhan terhambat (IUGR) dan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kematian bayi.3 Subjek penelitian adalah bayi yang lahir di RSUD Indramayu periode tahun 2013 yang mengalami asfiksia berdasarkan data dari rekam medis. Seluruh perhitungan menggunakan fasilitas komputer program uji statistik analitik (SPSS 19.0). C.
Hasil
Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di Ruang Rekam Medis Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu pada periode Maret—Mei didapatkan 78 kasus asfiksia selama periode tahun 2013. Tabel 1 Karakteristik Neonatus Asfiksia di Ruang Perinatologi RSUD Indramayu Tahun 2013 Karakteristik Bayi % Bayi tidak Asfiksia Asfiksia Asfiksia (n=78) (n=1.380) BBLR 52 67 212
%
15
SC
25
32
1.168
85
IUGR
1
1
0
0
Keterangan: BBLR (berat badan lahir rendah), SC (sectio caesaria), IUGR (intra uterine fetal growth). Pendidikan Dokter, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015
710 |
Fika Yuliawati, et al.
Terdapat sebanyak 229 kematian bayi selama perawatan periode tahun 2013. Karakteristik penyebab seluruh kematian bayi selama periode 2013 terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 Penyebab Semua Kematian Bayi di Ruang Perinatologi RSUD Indramayu Tahun 2013 Karakteristik
Jumlah (n=229) 39 32
Persentase (%) 17,0 14,0
Asfiksia RDS ec sepsis prematur BBLR IUFD 26 11,4 RDS ec sepsis 19 8,3 RDS 19 8,3 BBLSR 14 6,1 Sepsis 12 5,2 Sindrom aspirasi 9 3.9 mekonium TTN 9 3.9 Prematur 9 3.9 BBLR 7 3,1 Pneumonia neonatorum 5 2,2 sepsis Neonatal pneumonia 3 1,31 GEA dehidrasi berat 3 1,31 VLBW 2 0,8 HMD 2 0,8 BBLR hiperbilirubin 2 0,8 Lain-lain 17 7,4 Jumlah 229 100 Keterangan: RD (respiratory distress), IUFD (intra uterine fetal death), RDS (respiratory distress syndrome), BBLSR (berat badan lahir sangat rendah), TTN (berat badan lahir sangat rendah), TTN (transient tachypnea), GEA (gastro enteritis acute), VLBW (very low birth weight), HMD (hyaline membran disease) Tabel 2 menjelaskan bahwa penyebab kematian bayi di Ruang Perinatologi RSUD Indramayu selain asfiksia yang terbanyak yaitu RDS ec sepsis prematur BBLR, IUFD, RDS ec sepsis, RDS, BBLSR, sepsis, dan lain-lain. Tujuh puluh delapan bayi asfiksia tersebut menjelaskan bahwa bayi asfiksia di Ruang Perinatologi RSUD Indramayu baik yang meninggal maupun tidak (hidup) memiliki jumlah yang sama yaitu sebanyak 39 kasus (50%).
Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan)
Hubungan Karakteristik Neonatus Asfiksia dengan Angka Kematian Bayi di Ruang Perinatologi …… | 711
Tabel 3 Hubungan Karakteristik Neonatus Asfiksia BBLR, SC, dan IUGR dengan Kematian Bayi di Ruang Perinatologi RSUD Indramayu Tahun 2013 Karakteristik Positif Asfiksia Hidup Meninggal BBLR 20 32 SC 19 6 IUGR 0 1 Keterangan: * dilakukan Uji Eksak Fisher
Negatif Hidup Meninggal 19 7 20 33 39 38
Nilai p 0,004 0,002 1,00*
Tabel 3 juga menjelaskan bahwa karakteristik BBLR dengan kematian bayi berdasarkan uji statistik chi-kuadrat diperoleh p=0,004 artinya neonatus asfiksia BBLR berhubungan dengan kejadian kematian bayi. Karakteristik SC dengan kematian bayi berdasarkan uji statistik chi-kuadrat diperoleh p=0,002 yaitu terdapat hubungan neonatus asfiksia SC dengan kejadian kematian bayi. IUGR dengan kematian bayi berdasarkan uji statistik chi-kuadrat tidak dapat dihitung karena ada dua sel yang tidak memenuhi nilai harapan maka dilakukan dengan Uji Eksak Fisher diperoleh nilai p=1,00, artinya tidak terdapat hubungan neonatus asfiksia IUGR dengan kejadian kematian bayi di Ruang Perinatologi RSUD Indramayu Tahun 2013. D.
Pembahasan
Terdapat hubungan neonatus asfiksia BBLR dengan kejadian kematian bayi di Ruang Perinatologi RSUD Indramayu tahun 2013. Bayi dengan BBLR berisiko kematian berhubungan dengan hipotermia. Bayi BBLR mempunyai jumlah lemak coklat yang kurang di dalam tubuhnya/kulit yang berfungsi sebagai isolator/selimut tubuh. Dengan demikian, tubuh mudah mengalami evaporasi yang mengakibatkan kehilangan panas sehingga bayi BBLR cenderung menjadi hipotermia. Bahaya hipotermia akan menghasilkan panas berlebih dengan cara melibatkan proses glikolisis sehingga glukosa akan dipecah terjadi hipoglikemia yang dapat mengakibatkan kejang dan merusak intensitas sel otak. Dengan pemecahan glukosa, oksigen yang digunakan akan lebih banyak, artinya kebutuhan oksigen meningkat yang dapat mengakibatkan hipoksia/hipoksemia. Hipoksemia akan mengakibatkan rangsangan proses metabolisme anaerob sehingga terjadi kegagalan multiorgan. Hal ini sesuai dengan penelitian Masni dan Sabalio4 bahwa bayi yang lahir dengan berat lahir < 2.500 gram berisiko 18,519 kali lebih besar untuk mengalami kematian pada usia neonatal daripada bayi yang lahir dengan berat lahir 2.500 gram atau lebih. Bayi asfiksia neonatorum (nilai APGAR <7) berisiko 42,314 kali lebih besar untuk mengalami kematian pada usia neonatal dibanding dengan bayi yang mempunya nilai APGAR lebih besar dari 7. Kejadian BBLR pada dasarnya terkait dengan berbagai faktor yang berkaitan secara langsung terhadap kesehatan ibu selama kehamilan yang berdampak pada gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan. Kelahiran bayi BBLR pada dasarnya merupakan dampak lanjut dari rendahnya pemenuhan kebutuhan nutrisi selama masa kehamilan yang normal. Berhubungan dengan itu penting sekali bagi tenaga kesehatan/penolong persalinan mengetahui faktor-faktor risiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan diperlukan tindakan resusitasi.5 Faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong)
Pendidikan Dokter, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015
712 |
Fika Yuliawati, et al.
tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi, oleh karena itu penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan. Berdasarkan uji statistik chi-kuadrat terdapat hubungan neonatus asfiksia SC dengan kejadian kematian bayi di Ruang Perinatologi RSUD Indramayu tahun 2013. Persalinan SC memengaruhi kondisi bayi yang dilahirkan di antaranya risiko gangguan pernapasan, gangguan otak, dan trauma bayi menjadi 3,5 kali lebih besar bila dibanding dengan persalinan normal bahkan berisiko kematian bayi. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun tindakan SC sangat aman, bukan berarti tidak memiliki risiko. Keadaan ini sesuai dengan pendapat ahli bahwa angka pengiriman ibu yang akan melahirkan ke unit perawatan intensif secara alami mencapai 5,2%, lebih rendah dibanding dengan melahirkan melalui bedah caesar yang mencapai 9,8%. Bayi yang lahir dengan SC saat lahir dinding dadanya tidak mendapat kompresi sehingga cairan amnion dimungkinkan masih menutupi jalan napas sehingga menjadi risiko terjadi gagal napas. Bayi yang lahir per vaginam dalam proses kelahirannya dada bayi tertekan oleh jalan lahir sehingga mendapat kompresi dan cairan amnion tidak menutupi jalan napas yang merangsang masuknya udara ke dalam paru-paru secara mekanis. Keadaan ini mengganggu paruparu pada bayi akibat kelahiran secara alami hanya 0,8% lebih rendah dibanding dengan melahirkan melalui SC yang mencapai 1,6%. Mungkin dampak SC inilah yang menyebabkan bayi asfiksia mengalami kematian. Kegagalan pernapasan/asfiksia pada bayi disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor persalinan yang meliputi partus lama dan partus dengan tindakan (SC).6 Dharmasetiawani7 mengemukakan bahwa faktor risiko asfiksia dapat terjadi secara antepartum dan intrapartum. Faktor risiko intrapartum adalah seksio darurat. Berdasarkan Uji statistik Eksak Fisher diperoleh nilai p=1,00 artinya tidak terdapat hubungan neonatus asfiksia IUGR dengan kejadian kematian bayi di Ruang Perinatologi RSUD Indramayu tahun 2013. Pertumbuhan janin terhambat (PJT) dapat terjadi kapanpun dalam kehamilan, PJT yang muncul sangat dini sering berhubungan dengan kelainan kromosom dan penyakit ibu. PJT yang muncul terlambat (>32 minggu) biasanya berhubungan dengan problem lain. Terjadinya IUGR dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu IUGR simetris dan IUGR asimetris. Pada IUGR simetris dijumpai tubuh janin secara keseluruhan berukuran kecil akibat penurunan potensi pertumbuhan proliferasi selular semua organ janin. IUGR simetris ditandai dengan berat badan, lingkar kepala, dan panjang badan berada di bawah persentil 10. IUGR asimetris terjadi karena janin kurang mendapat nutrisi dan energi sehingga sebagian besar energi digunakan langsung untuk mempertahankan pertumbuhan organ vital (otak dan jantung). Hal ini umumnya terjadi akibat insufiensi plasenta. IUGR asimetris mempunyai ukuran kepala normal, panjang badan normal, lingkar perut kecil, dan memiliki berat badan yang kurang dari persentil 10. Pada kasus PJT, pertumbuhan seluruh tubuh dan organ janin menjadi terbatas. Bila aliran darah ke plasenta tidak mencukupi maka janin akan menerima hanya sejumlah kecil oksigen, hal ini dapat berakibat denyut jantung janin menjadi abnormal dan janin berisiko tinggi mengalami kematian. Kematian bayi dapat terjadi yang tidak ada hubungannya dengan PJT disebabkan oleh faktor lain, di antaranya faktor ibu yang mengalami infeksi dan faktor berat badan lahir sangat rendah (BBLSR). Selain itu, walaupun bayi IUGR akan lahir dengan berat yang kurang daripada normal (kecil), perlu diketahui bahwa tidak semua bayi yang lahir kecil itu tidak normal (IUGR). IUGR merupakan hasil dari suatu kondisi ketika ada masalah atau abnormalitas yang mencegah sel dan jaringan untuk tumbuh atau menyebabkan ukuran sel menurun. Hal tersebut mungkin terjadi bila janin tidak
Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan)
Hubungan Karakteristik Neonatus Asfiksia dengan Angka Kematian Bayi di Ruang Perinatologi …… | 713
cukup mendapat nutrisi serta oksigen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan organ dan jaringan, atau disebabkan oleh infeksi. 8 E.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil simpulan yaitu terdapat hubungan neonatus asfiksia BBLR dan lahir SC dengan kematian bayi asfiksia di Ruang Perinatologi RSUD Indramayu tahun 2013, sedangkan pertumbuhan terhambat/IUGR tidak berhubungan. Penyebab kematian neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Indramayu yang terbanyak adalah asfiksia dan angka kematian bayi di RSUD Indramayu masih cukup tinggi. F.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih ditujukan kepada, Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung dan juga kepada Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu terutama poli anak ruang perinatologi yang banyak membantu penelitian ini. Daftar Pustaka Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu. Profil Kesehatan Kabupaten Indramayu. Indramayu: Dinas Kesehatan Indramayu; 2013. Khan PA, Azam M, Malik FA. Birth asphyxia risk factor. Profess J Med. 2004;2:416— 24. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta; 2005. Masni. Sabalio R. Faktor risiko kematian neonatal di kabupaten morowali propinsi sulawesi tengah [tesis]. Makasar: Universitas Hasanudin; 2012. World Health Organization. Basic newborn resuscitation; a practical guide. World Health Organization; Geneva: 1997 [diunduh 5 Februari 2007]. Tersedia dari: http://www.who.int/reproctivehealth/publications/MSM_98_1_introduction.en.html Bryce J, Boschi-Pinto C, Shibuya K, Black RE. WHO estimates of the causes of death in children. J Pediatr. 2005;365;1147—52. Dharmasetiawani N. Asfiksia dan resusitasi bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Edisi pertama. Jakarta: IDAI; 2008. hlm. 103—25. Lawn JE, Manandhar A, Haws RA, Darmstadt GL. Reducing one million child death from birth asphyxia a survey of health system gaps and priorities. Biomed Central. 2007:1186.
Pendidikan Dokter, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015