1|Jurnal Kebidanan Tahun 2013 Respatiningum,SST
Hubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Perkembangan Bayi Usia 6-12 bulan di Ruang Anggrek RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012 1
2
Respatiningrum , Mega Putri A Br.Nainggolan , Ria Pratidina Lestari
3
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi, penyebab utamanya yaitu kejadian Asfiksia Neonatorum. Asfiksia Neonatorum merupakan penyebab kematian bayi kedua tertinggi di Kepri. RSUD Kota Tanjungpinang merupakan Rumah Sakit Rujukan, yang angka kejadian Asfiksia Neonatorum dari Tahun 2011–2012 terjadi peningkatan, yaitu 41 kasus (2011) dan meningkat menjadi 47 (2012). Faktor yang mempengaruhi kualitas perkembangan anak yaitu:faktor persalinan dimana komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala , asfiksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak. (Kementrian Kesehatan RI, 2010). Jenis penelitian ini menggunakan metode survey (noneksperimen) dengan pendekatan cohort prospektif. Dimana penelitian dilaksanakan pada tanggal 13-18 Mei 2013 dan 3-14 Juni 2013 di RSUD Kota Tanjungpinang. Kelas kasus diambil secara Total Sampling sejumlah 32 sampel dan kelas kontrol diambil secara Simple Random Sampling sejumlah 32 sampel. Pengolahan data adalah univariat dan bivariat dengan program komputerisasi yaitu SPSS 20. Dari Hasil penelitian diketahui 32 responden dengan kejadian asfiksia neonatorum terdapat jumlah perkembangan yang sesuai sebanyak 3 bayi, meragukan sebanyak 10 bayi, dan penyimpangan sebanyak 19 bayi. Dan 32 responden tidak mengalami kejadian asfiksia neonatorum terdapat jumlah perkembangan yang sesuai sebanyak 27 bayi, meragukan sebanyak 4 bayi, dan penyimpangan sebanyak 1 bayi. Hasil Chi-Square nilai p=0,000 yang berarti p≤0,05. Menyatakan ada Hubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Perkembangan Bayi Usia 6-12 Bulan. Disarankan pada petugas kesehatan meningkatkan peran serta dalam penanganan dan pencegahan terjadinya resiko asfiksia neonatorum, agar menghasilkan generasi baru yang sehat dan cerdas. Kata Kunci
: Hubungan, Asfiksia Neonatorum, Perkembangan Bayi
The Relationship Of Neonatal Asphyxia To The Development Of Babies Aged 6-12 Months In Anggrek Room Of Tanjungpinang Hospital In 2012 1
2
Respatiningrum , Mega Putri A Br.Nainggolan , Ria Pratidina Lestari
3
Infant mortality rate is still high in Indonesia. Its main cause is neonatal asphyxia. Neonatal asphyxia is the second highest cause of infant mortality in Riau Islands. Tanjungpinang Local Hospital is a Referral Hospital, and the incidence of neonatal asphyxia in 2011-2012 increased to 41 cases (2011) and to 47 (2012). Factors affecting the quality of a child’s development are labor factors with the birth complications in baby such as head trauma and asphyxia that can cause damage to brain tissue (Ministry of Health, 2010). This study aimed to determine the relationship of neonatal Asphyxia with the development of babies aged 6-12 months in Anggrek Room of Tanjungpinang Local Hospital in 2012. This research used a survey method (non-experiment) with a prospective cohort approach. The research was conducted on 13-18 May and 3-14 June at Tanjungpinang Hospital. The case was taken with total sampling to 32 samples and the control was taken by simple random sampling to 32 samples. The data processing used univariate and bivariate with the computerized program of SPSS 20. Of the 32 respondents to the incidence of neonatal asphyxia, there were 3 babies with appropriate development, 10 babies with dubious development, and deviations that happened in 19 babies. Of the 32 respondents who did not experience the incidence of neonatal asphyxia, there were 27 babies with appropriate development, 4 babies with dubious development, and deviations that happened in 1 baby. The results of Chi-Square showed a p-value of 0.000, which means p ≤ 0.05. There was a relationship of neonatal asphyxia to the development of babies aged 6-12 Months. It is advised that health professionals should increase the participation in the treatment and prevention of the risk of neonatal asphyxia in order to produce a healthy and intelligent generation. Keywords
: Relationships, neonatal asphyxia, baby’s development
2|Jurnal Kebidanan Tahun 2013 Respatiningum,SST 1.
PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan maternal & neonatal merupakan salah satu unsur penentu status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode neonatal merupakan periode yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. (Safrina, 2011) Menurut World Health Organization (WHO) setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital. (Wiknjosastro, 2008). Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 angka kematian bayi sebesar 32 kematian/1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi ini sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal, setiap lima menit terdapat satu neonatus yang meninggal. Adapun penyebab langsung kematian bayi baru lahir 29% disebabkan berat bayi lahir rendah (BBLR), asfiksia 13 %, tetanus 10 %, masalah pemberian makan 10 %, infeksi 6,7 %, gangguan hematologik 5 %, dan lain-lain 27 %. (Yurnaldi, 2011) Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2010). Berdasarkan data Dinas kesehatan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2011 jumlah kelahiran yaitu 156.348 orang dengan jumlah kematian bayi karena asfiksia yaitu 23,91% (66 kematian bayi), sedangkan pada tahun 2012 jumlah kelahiran 142.285 orang dengan jumlah kematian bayi karena asfiksia yaitu 25,58% (66 kematian bayi). (Dinkes Provinsi Kepri, 2011) Menurut data Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang pada tahun 2011 jumlah kelahiran sebanyak 6596. Dengan jumlah kelahiran karena asfiksia pada bayi sebanyak 32 bayi, dengan jumlah angka kematian 6 per 1000 Kelahiran Hidup, sedangkan pada tahun 2012 jumlah kelahiran sebanyak 5885. Dengan jumlah kelahiran karena asfiksia pada bayi sebanyak 21 bayi, dengan jumlah angka kematian bayi yaitu sekitar 7 per 1000 Kelahiran Hidup (Dinkes Kota Tanjungpinang, 2012). Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik RSUD Kota Tanjungpinang, pada tahun 2011 jumlah kelahiran sebanyak 785 bayi, dengan jumlah kejadian asfiksia 41 bayi (5,23%) dan 4 bayi (0,51 % ) diantaranya meninggal. Pada tahun 2012 jumlah kelahiran sebanyak 745 bayi, dengan jumlah kejadian asfiksia 47 bayi (6,30 %) dan 7 bayi (0,94) diantaranya meninggal. Dari data 2 tahun terakhir presentase kejadian asfiksia tingkat kejadiannya meningkat dari tahun sebelumnya.
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Prawirohardjo, 2009). Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus diperkirakan kemungkinannya menderita cacat mental seperti epilepsy dan bodoh pada masa mendatang. (Mochtar, 1998) Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas perkembangan anak yaitu : Salah satunya faktor persalinan dimana komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala , asfiksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak. (Kementrian Kesehatan, 2010) Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang „‟Hubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Perkembangan Bayi Usia 6 - 12 bulan di Ruang Anggrek RSUD Kota Tanjungpinang tahun 2012”. A.
Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Adakah Hubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Perkembangan Bayi Usia 6-12 bulan” di Ruang Anggrek RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012”. B. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui Hubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Perkembangan Bayi Usia 6 - 12 bulan” di Ruang Anggrek RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012. Tujuan khusus pada penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Ruang Anggrek Kota Tanjungpinang Tahun 2012. 2) Untuk mengetahui Perkembangan bayi usia 6 12 bulan di RSUD Ruang Anggrek Kota Tanjungpinang Tahun 2012. 3) Untuk mengetahui Hubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Perkembangan Bayi Usia 6 - 12 Bulan di Ruang Anggrek Kota Tanjungpinang Tahun 2012. C. Manfaat Penelitian 1) Aspek Teoritis Menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca mengenai hubungan kejadian Asfiksia Neonatorum dengan perkembangan bayi usia 6 – 12 bulan. 2) Aspek Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi ibu hamil dan ibu yang mempunyai anak tentang kejadian asfiksia neonatorum sehingga ibu bersedia untuk selalu menjaga kehamilan, dan menjaga keadaan fisik maupun gizi ibu dalam kehamilannya, penelitian ini juga bisa diharapkan bagi tenaga kesehatan untuk memperbaiki dan meningkatkan kompetensi dalam
3|Jurnal Kebidanan Tahun 2013 Respatiningum,SST memberikan pelayanan tentang asfiksia neonatorum, khususnya dalam pelaksanaan manajemen asfiksia bayi baru lahir. Penelitian diharapkan bisa menjadi referensi dalam membuat penelitian yang lebih lanjut tentang hubungan kejadian asfiksia neonatorum dengan perkembangan bayi usia 6 – 12 bulan. Dan bisa menambah wawasan dan ilimu pengetahuan bagi mahasiswa lain dan para pembaca lainnya. D. Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan uraian di atas sesuai dengan kemampuan serta waktu yang tersedia, Penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada asfiksia neonatorum dengan perkembangan bayi usia 6 - 12 bulan di RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012. Karena bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus diperhatikan kemungkinannya akan menderita cacat mental seperti epilepsy dan bodoh pada masa mendatang. Penelitian ini telah terlaksana pada tanggal 13 -18 Mei dan 3-14 Juni tahun 2013. Penelitian ini menggunakan desain penelitian survey analitik dengan pendekatan cohort melalui catatan register bayi yang ada di ruang anggrek dan observasi menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Bayi 2.1.1 Pengertian Bayi Neonatus adalah bayi baru lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai 4000 gram. (Depkes RI, 2002). Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2.500-4000 gram, yang lahir melalui proses persalinan dan telah mampu hidup diluar kandungan. (Ilyas, 2011) 2.2.2 Karakteristik Bayi Baru Lahir (Normal) 1) Usia 36-42 minggu. 2) Berat badan lahir 2500-4000 gr. 3) Dapat bernafas dengan teratur dan normal. 4) Organ fisik lengkap dan dapat berfungsi dengan baik. 2.1.3Masa bayi baru lahir (Neonatal) dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : 1) Periode Partunate, dimana masa ini dimulai dari saat kelahiran sampai 15 dan 30 menit setelah kelahiran. 2) Periode Neonate, dimana masa ini dari pemotongan dan pengikatan tali pusar sampai sekitar akhir minggu kedua dari kehidiupan pascamatur. 2.1.4 Ciri-Ciri bayi neonatal, yaitu : 1) Masa bayi neonatal merupakan periode yang tersingkat dari semua periode perkembangan.
Masa ini hanya dimulai dari kelahiran sampai tali pusar lepas dari pusarnya 2)
Masa bayi neonatal merupakan masa terjadinya penyesuaian yang radikal. Masa dimana suatu peralihan dari lingkungan dalam ke lingkungan luar.
3)
Masa bayi neonatal merupakan masa terhentinya perkembangan. Ketika periode pranatal sedang berkembang tiba-tiba terhenti pada kelahiran.
4)
Masa bayi neonatal merupakan pendahuluan dari perkembangan selanjutnya. Perkembangan individu di masa depan akan tampak pada waktu dilahirkan .
5)
Masa bayi neonatal merupakan periode yang berbahaya. Masa ini berbahaya karena sulitnya menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru.
2.1.5 Bahaya pada bayi neonatal, yaitu : 1) Bahaya fisik, seperti lingkungan pranatal yang tidak baik, persalinan yang sulit dan ruwet, kelahiran kembar, postmatur, premature dan kematian bayi 2) Bahaya psikologis, seperti kepercayaan tradisional mengenai kelahiran, ketidak berdayaan, individualitas bayi, terhentinya perkembangan bayi, kurangnya rangsanangan,kemurungan orang tua baru, dan sikap yang kurang menyenangkan dari orang-orang yang berarti. 2.2 Konsep Dasar Asfiksia Bayi Baru Lahir 2.2.1 Pengertian Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengarui kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Wiknjosastro, 2008). Asfiksia neonatorum merupakan suatu kondisi dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Betz dan Sowden, 2002).Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, sampai asidosis (Hidayat, 2008). Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Depkes RI, 2009). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2010). Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,
4|Jurnal Kebidanan Tahun 2013 Respatiningum,SST sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2011). 2.2.2 Penyebab Terjadinya Asfiksia Bayi Baru Lahir 2.2.2.1 Penyebab terjadinya Asfiksia menurut (DepKes RI, 2009) 1) Faktor Ibu (1) Preeklamsia dan eklamsia. (2) Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau solutionplasenta). (3) Partus lama atau partus macet. (4) Demam selama persalinan. (5) Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV). (6) Kehamilan post matur. (7) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. (8) Gravida empat atau lebih. 2) Faktor Bayi (1) Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan). (2) Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksivakum, porsef). (3) Kelainan kongenital. (4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan). 3) Faktor Tali Pusat (1) Lilitan tali pusat. (2) Tali pusat pendek. (3) Simpul tali pusat. (4) Prolapsus tali pusat. 2.2.2.2 Penyebab terjadinya Asfiksia menurut (Proverawati, 2010) (1) Faktor Ibu Oksigenisasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anastesi, penyakit jantung, sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, dan tekanan darah ibu yang rendah akan menyebabkan asfiksia pada janin. Gangguan aliran darah uterus dapat menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan ke janin. Hal ini sering ditemukan pada: gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat. hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain. (2) Faktor Plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya: plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel, dan perdarahan plasenta. (3) Faktor Fetus Kompresi umbilikus dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan: tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, dan lain-lain. (4) Faktor Neonatus Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh karena pemakaian obat anastesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin, maupun karena trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intra kranial.Kelainan kongenital pada bayi, misalnyahernia diafrakmatika atresia atau stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain. (5) Faktor Persalinan Partus lama dan partus karena tindakan dapat berpengaruh terhadap gangguan paru-paru.
2.2.3Dampak Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir 2.2.3.1 Dampak Asfiksia menurut Kosim (2010) 1) Otak : Ensepalo hipoksis iskemik (EHI). 2) Ginjal : Gagal ginjal akut. 3) Jantung : Gagal jantung. 4) Saluran cerna : EKN= Entero kolitis Nekrotikans atau NEC= Nekrotizingentero. 2.2.3.2 Dampak Asfiksia menurut Sarwono Prawirohardjo (2009) Asfiksia berarti hipoksia yang progresif,penimbu nanCO2 dan asidosi. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. 2.2.3.3 Dampak Asfiksia menurut Safrina (2011) Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur. Asfiksia atau gagal nafas dapat menyebabkan suplai oksigen ke tubuh menjadi terhambat, jika terlalu lama membuat bayi menjadi koma, walaupun sadar dari koma bayi akan mengalami cacat otak. Kejadian asfiksia jika berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan perdarahan otak, kerusakan otak dan kemudian keterlambatan tumbuh kembang.Asfiksia juga dapat menimbulkan cacat seumur hidup seperti buta, tuli, cacat otak dan kematian. 2.2.4 Macam-macam Rangsangan terjadinya Respirasi menurut Novita (2011) 2.2.4.1 Chemical Stimuli Pada bayi baru lahir mengalami asfiksia sementara, akibatnya dari gangguan aliran darah pada plasenta selama kontraksi uterus dan disertai dengan tekanan tali pusat saat kelahiran. Kemoreseptor yang ada disertai carotic dirangsang dengan adanya penurunan kadar O2 dan penurunan pH,sehingga impuls
5|Jurnal Kebidanan Tahun 2013 Respatiningum,SST tersebut men-trigerd sistem di medula oblongata.
pusat
pernapasan
2.2.4.2 Sensory Stimuli Pada bayi lahir banyak sekali stimulus baru selama proses persalinan dan kelahiran, antara lain sentuhan, penglihatan, pendengaran, dan penciuman, dimana memberi kontribusi terhadap pencetus dari pernafasan. 2.2.4.3Thermal Stimuli Rasa dingin merupakan kekuatan utama terhadap pencetus pernafasan. Rasa dingin pada muka dan dada mengengantarkan impuls kemedula untuk men-trigger pernafasan.
2.2.4.4Mechanical Stimuli Selama melalui jalan lahir, kurang lebih 30% cairan pada paru-paru fetus terisi oleh udara dan alveoli berlahan-lahan mengeluarkan sampai 30 cc ke oropharing sebelum kelahiran. Terjadi recoil dada setelah melalui jalan lahir, pengeluaran cairan tersebut mempermudah udara masuk ke dalam paru-paru. 2.2.5 Klasifikasi Klinis Asfiksia 1) Asfiksia Livida, ciri-cirinya : warna kulit kebirubiruan, tonus otot masih baik, reaksi rangsangan positif, bunyi jantung reguler, prognosi lebih baik. 2) Asfiksia Pallida, ciri-cirinya : warna kulit pucat, tonus otot sudah kurang, tidak ada reaksi rangsangan, bunyi jantung irreguler, prognosis jelek (Sholihah, 2010). 2.2.6 Gejala dan Tanda Asfiksia 1) Bayi tidak bernafas atau bernafas megapmegap 2) Denyut jantung kurang dari 100 kali permenit 3) Warna kulit sianosis, (pucat atau kebiruan) 4) Tonus otot menurun 5) Kejang 6) Untuk diagnosis asfiksia tidak perlu menunggu nilai / Apgar Skor (Saifudin, 2001) 2.2.7 Patofisiologis Menurut Mochtar Rustam (1998) pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi di mulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua.Pada tingkat ini terjadi bradikardi atau penutunan TD.
Pada asfiksa terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi.Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang di sebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : 1) Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. 2) Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung. 3) Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darahparu sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. 2.2.8
Diagnosis Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksiajanin.Diagnosis anoksia/hipoksia j anin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga Hal yang perlu mendapat perhatian yaitu: 1) Denyut jantung janin: frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan permenit. Apabila frekuensi denyutan turun sampai di bawah 100 permenit di luar his dan lebih-lebih jika tidak teratur itu merupakan tanda bahaya. 2) Mekonium dalam air ketuban: adanya mekonium pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan oksigenasi dan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervusX, sehingga paristaltik usus meningkat dan sfingter ani membuka. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. 3) Pemeriksaan pH darah janin: adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya (Rukiyah, 2010) 2.2.9 Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan, tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien dan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu : 1) Penafasan 2) Denyut jantung 3) Warna kulit Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi.Apabila penilaian
6|Jurnal Kebidanan Tahun 2013 Respatiningum,SST pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).(Wiknjosastro, 2007). 2.2.10 Persiapan Alat Resusitasi Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu : 1) 2 helai kain / handuk. 2) Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi. 3) Alat penghisap lendir de lee atau bola karet. 4) Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal. 5) Kotak alat resusitasi. 6) Jam atau pencatat waktu. (Wiknjosastro, 2007). 2.2.11 PenatalaksanaanAwal Asfiksia Menurut Manuaba (2010) 1) Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan (hangatkan dengan menyelimuti seluruh tubuhnya terutama pada bagian kepala dengan handuk yang kering). 2) Bebaskan jalan nafas : atur posisi – isap lender 3) Bersihkan jalan napas bayi dengan hati-hati dan pastikan bahwa jalan napas bayi bebas dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru. Hal ini dapat di lakukan dengan : (1) Extensi kepala dan leher sedikit lebih rendah dari tubuh bayi. (2) Hisap lender dari mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafas bayi bersih dari cairan ketuban, mekonium / lendir dan darah menggunakan pengisapan lendir dee lee. 4) Rangsangan taktil Bisa mengeringkan tubuh bayi dan pengisapan lendir / cairan dari mulut dan hidung yang pada dasarnya merupakan tindakan rangsangan belum cukupuntuk menimbulkan pernafasan yang adekuat pada bayi baru lahir dengan penyulit, maka diperlukan rangsangan taktil tambahan.Selama melakukan rangsangan taktil, hendaknya jalan nafas sudah dipastikan bersih. Walaupun prosedur ini cukup sederhanatetapi perludilakukan dengan cara yang betul. Ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberi rangsangan taktil yaitu : (1) Menepuk atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi. Cara ini sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami defresi pernafasan yang ringan. (2) Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga merupakan
rangsangan taktil, tetapi rangsangan yang di timbulkan lebih ringan dari menepuk, menyentil atau menggosok. Prosedur ini tidak dilakukan pada bayi-bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat membantu untuk meningkatkan frekuensi dan jalannya pernafasan. 2.2.13 Prognosis Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus di pikirkan kemungkinannya menderita cacat mental seperti epilepsy dan bodoh pada masa mendatang (Mochtar,1998). 2.2.13 Komplikasi Adapun komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain : 1) Edema otak dan Perdarahan otak Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak. 2) Anuria atau Oliguria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang di sertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urin sedikit. 3)
4)
Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tidak efektif. Koma Apabila pada pasien asfiksia berat tidak segera di tangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.(subianto 2009)
2.3 Konsep Dasar Perkembangan 2.3.1 Pengertian Perkembangan Menurut (IDAI, 2002) Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur / fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi.
7|Jurnal Kebidanan Tahun 2013 Respatiningum,SST Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar,gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. (Kementrian Kesehatan RI, 2010) 2) 2.3.2 Ciri-ciriPerkembangan Anak Proses perkembangan anak mempunyai beberapa cirri-ciri yang saling berkaitan, Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut : 1)
2)
3)
4)
5)
Perkembangan menimbulkan perubahan. Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan.Setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Misalnya perkembangan intelegensia pada seorang anak akan menyertai pertumbuhan otak dan serabut saraf. Perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya. Setiap anak tidak akan melewati satu tahap perkembangan sebelum ia melewati tahapan selanjutnya. Sebagai contoh seorang anak tidak akan bias berjalan sebelum ia bisa berdiri. Seorang anak tidak akan bisa berdiri jika pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi berdiri anak terhambat. Karena itu perkembangan awal ini merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya. Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda. Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan fungsi organ dan perkembangan pada masing-masing anak. Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan. Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, memori, daya nalar, asosiasi dan lain-lain.Anak sehat, bertambah umur, bertambah berat dan tinggi badannya serta bertambah kepandaiannya. Perkembangan mempunyai pola yang tetap. Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang tetap, yaitu : (1) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian menuju kearah kaudal/anggota tubuh (pola sefalokaudal). (2) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerak kasar) lalu berkembangan ke bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan gerak halus (pola proksimodistal). (Kementrian kesehatan RI, 2010)
2.3.3 Prinsip Perkembangan Anak Proses perkembangan anak juga mempunyai prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut : 1) Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar. Kematangan merupakan proses intrinsik yang terjadi dengan sendirinya, sesuai dengan potensi
yang ada pada individu. Belajar merupakan perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha.Melalui belajar, anak memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang di wariskan dan potensi yang dimiliki anak. Pola perkembangan dapat diramalkan Terdapat persamaan pola perkembangan bagi semua anak. Dengan demikian perkembangan seorang anak dapat diramalkan. Perkembangan berlangsung dari tahapan umum ke tahapan spesifik, dan terjadi berkesinambungan. (Kementrian Kesehatan RI, 2010)
2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas Perkembangan Anak Pada umumnya anak memiliki pola perkembangan normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi Perkembangan Anak. Adapun factor-faktor tersebut antara lain : 1) Faktor Dalam (Internal) (1) Ras/etnik atau bangsa Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak memiliki factor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya. (2) Keluarga Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek, gemuk, atau kurus. (3) Umur Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja. (4) Jenis Kelamin Fungsi Reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat. (5)
Genetik Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada perkembangan anak seperti kerdil. (6) Kelainan Kromosom Kelainan Kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti pada sindroma Down‟s dan sindroma Turner‟s. 2)
Faktor Luar ( Eksternal) (1) Faktor Prenatal a) Gizi Nurisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan mempengaruhi pertumbuhan janin b) Mekanis Posisi Fetus yang abnormal bias menyebabkan kelainan congenital seperti club foot. c) Toksin/zat kimia
8|Jurnal Kebidanan Tahun 2013 Respatiningum,SST
(3)
(4)
Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin, Thalidomid dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis. d) Endokrin Diabetes militus dapat menyebabkan makrosemia, kardiomegali, hyperplasia adrenal. e) Radiasi Paparan radium dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota gerak, kelainan congenital mata,kelainan jantung. f) Infeksi Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo virus, Herpes simpleks)dapat menyebabkan kelainan pada janin : katarak, b isu tuli, mikrosefali, reterdasi mental dan kelainan jantung congenital. g) Kelainan Imunologi Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah antara janin, kemudian melalui plasenta masuk dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kern ikterus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan otak. h) Anoksia emrio Anoksia emrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta menyebabkan pertumbuhan terganggu. i) Psikologi ibu Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain. Faktor Persalinan Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak. Faktor Pascasalin a) Gizi Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat. b) Penyakit kronis / kelainan congenital Tuberkolosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan reterdasi pertumbuhan jasmani. c) Lingkungan Fisis dan Kimia Lingkungan sering disebut melieu adalah tempat anak tersebut hidup yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak (provider). Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, mercuri, rokok, dll) mempunyai dampak yang negative terhadap perkembangan anak.
d)
e)
f)
g)
h)
i)
2.3.5
1)
2)
3)
4)
Psikologis Hubungan anak dengan orang sekitanya. Seorang anak yang tidak dikehendaki oleh orangtuanya atau anak yang selalu merasa tertekan, akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Endokrin Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid akan menyebabkan anak mengalami hambatan perkembangan. Sosio-ekonomi Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, akan menghambat perkembangan anak. Lingkungan Pengasuhan Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat mempengaruhi perkembangan anak. Stimulasi Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak. Obat-obatan Pemakaian Kortikostiroid jangka lama akan menghambat perkembangan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf yang menyebabkan produksi hormon terhambat.(Kementrian Kesehatan RI, 2010)
Aspek-aspek Dipantau
Perkembangan
yang
Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagianbagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otototot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis dan sebagainya. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan
9|Jurnal Kebidanan Tahun 2013 Respatiningum,SST mainan selesai bermainan), berpisah dengan ibu/pengasuh anak. Bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya. (Kementrian Kesehatan RI, 2010) 2.3.6 Periode Perkembangan Anak 3) Perkembangan anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi sampai dewasa.Perkembangan anak terbagi dalam beberapa periode. Berdasarkan beberapa kepustakaan, maka periode perkembangan anak adalah sebagai berikut : 1)
Masa prenatal atau masa intra uterin (masa janin dalam kandungan) Masa ini dibagi menjadi 3 periode yaitu : (1) Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2 minggu. (2) Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu. Ovum yang telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu organisme, terjadi deferensiasi yang berlangsung dengan cepat, terbentuk system organ dalam tubuh. (3) Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir kehamilan. Masa ini terbagi dari 2 periode yaitu : a) Masa fetus dini yaitu sejak umur kehamilan 9 minggu sampai trimester ke 2 kehidupan intra uterin. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan pembentukan jasad manusia sempurna. Alat tubuh telah terbentuk serta mulai berfungsi. b) Masa fetus lanjut yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini pertumbuhan berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-fungsi. Terjadi transfer Imunoglobin G (Ig G) dari darah ibu melalui plasenta. Akumulasi asam lemak esensial seri Omega 3 (Docosa Hexamic Acid) dan Omega 6 (Arachidonic Acid) pada otak dan retina. Agar janin dalam kandungan berkembangan menjadi anak sehat, maka selama masa intra uterin, seorang ibu diharapkan : 1) Menjaga kesehatannya dengan baik 2) Selalu berada dalam lingkungan yang menyenangkan 3) Mendapat nutrisi yang sehat untuk janin yang di kandungannya 4) Memeriksa kesehatannya secara teratur kesarana kesehatan 5) Memberi stimulasi dini terhadap janin 6) Tidak mengalami kekurangan kasih sayang dari suami dan keluarganya 7) Menghindari stress baik fisik maupun psikis 8) Tidak bekerja berat yang dapat membahayakan kondisi kehamilannya 2) Masa bayi (infancy) umur 0-11 bulan Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu : (1) Masa neonatal, umur 0 sampai 28 hari.
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan, sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi organ-organ. Masa neonatal dibagi menjadi 2 periode yaitu : a) Masa neonatal dini, umur 0 – 7 hari b) Masa neonatal lanjut, umur 8 – 28 hari Masa post (pasca) neonatal, umur 29 hari sampai 11 bulan. Pada masa ini terjadi perkembangan yang sangat pesat dan proses pematangan berlangsung secara terus menerusterutama meningkatkan fungsi system saraf. Seorang bayi sangat bergantung pada orang tua dan keluarga sebagai unit pertama yang dikenalnya.Beruntunglah lah bayi yang mempunyai orang tua yang hidup rukun, bahagia dan memberikan yang terbaik untuk anaknya. Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat ASI ekslusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan pendamping ASI sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh yang sesuai. Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak terjalin, sehinggadalam masa ini, pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat besar.(Kementrian Kesehatan RI, 2010)
2.3.7 Tahapan Perkembangan Anak Menurut Umur 1) Umur 3-6 bulan (1) Berbalik dari telungkup ke telentang 0 (2) Mengangkat kepala setinggi 90 (3) Mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil (4) Menggenggam pensil (5) Meraih benda yang ada dalam jangkauannya (6) Memegang tangannya sendiri (7) Berusaha memperluas pandangan (8) Mengarahkan matanya pada bendabenda kecil (9) Mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau memekik (10)Tersenyum ketika melihat mainan/gambar yang menarik saat bermain sendiri. 2) Umur 6-9 bulan (1) Duduk (sikap tripoid - sendiri) (2) Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian berat badan (3) Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang (4) Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya (5) Memungut 2 benda masing-masing tangan memegang 1 benda pada saat yang bersamaan (6) Memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup (7) Bersuara tanpa arti. Mamama, bababa, dadada, tatata
Respatiningum,SST
10 | J u r n a l K e b i d a n a n T a h u n 2 0 1 3 (8) Mencari mainan /benda yang dijatuhkan (9)Bermain tepuk tangan/ciluk ba (10) Bergembira sengan melempar benda (11) Makan kue sendiri 3) Umur 9-12 bulan (1) Mengangkat badannya ke posisi berdiri (2) Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi (3) Dapat berjalan dengan di tuntun (4) Mengulurkan lengan/badan untuk meraih mainan yangdiinginkan (5) Menggenggem erat pensil (6) Memasukkan benda kemulut (7) Mengulang menirukan bunyi yang di dengar (8) Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti (9) Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa saja (10) Bereaksi terhadap suara yang perlahan atau bisikan (11) Senang diajak bermain “CILUK BA” (12) Mengenal anggota keluarga, takut pada orang yang belum dikenal. (Kementrian Kesehatan RI, 2012) 2.3.8 Gangguan Tumbuh Kembang Yang sering Ditemukan 1)Gangguan berbicara dan bahasa Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak.Karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem lainnya, sebab melibatkan kemampuan kognitif, motor, psikologis, emosi dan lingkungan sekitar anak. Kurangnya stimulasi akan dapat menyebabkan gangguan bicara dan berbahasa bahkan gangguan ini dapat menetap. 2) Cerebral Palsy Merupakan suatu kelainan gerakan atau postur tubuh yang tidak progresif, yang disebabkan oleh karena suatu kerusakan/gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum sesuai pertumbuhannya. 3) Sindrom Down Anak dengan sindrom down adalah individu yang dapat dikenal dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih.Perkembangannya lebih lambat dari anak yang normal. Beberapa faktor seperti kelainan jantung congenital, hipotonia yang berat, masalah biologis atau lingkungan lainnya dapat menyebabkan keterlambatan
4)
5)
6)
7)
perkembangan motorik dan keterampilan untuk menolong diri sendiri. Perawakan Pendek Short Stature atau perawakan pendek merupakan suatu terminology mengenai tinggi badan yang berada dibawah persentil 3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi tersebut.Penyebabnya dapat karena varisasi normal, gangguan gizi, kelainan kromosom, penyakit sistemik atau karena kelainan endokrin. Gangguan Autisme Merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang gejalanya muncul sebelum anak berumur 3 tahun.Pervasif berarti meliputi seluruh aspek perkembangan sehingga gangguan tersebut sangat luas dan berat, yang mempengaruhi anak secara mendalam.Gangguan perkembangan yang ditemukan pada autism mencakup bidang interaksi social, komunikasi dan perilaku. Reterdasi Mental Merupakan suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensia yang rendah (IQ<70) yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tututan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) Merupakan gangguan dimana anak mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian yang seringkali disertai dengan hiperaktivitas. (Kementrian Kesehatan RI, 2010)
2.3.9 Stimulasi Tumbuh Kembang Anak Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur 0-6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus-menerus pada setiap kesempatan.Stimulasi tumbuh kembang anak dilakukan oleh ibu dan ayah yang merupakan orang terdekat dengan anak, pengganti ibu/pengasuh anak, anggota keluarga laindan kelompok masyarakat dilingkungan rumah tangga masing-masing dan dalam kehidupan seharihari. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan gangguan yang menetap. Kemampuan dasar anak yang dirangsang dengan stimulasi terarah adalah kemampuan gerak kasar, kemampuan gerak halus, kemampuan bicara dan bahasa serta kemampuan sosialisasi dan kemandirian. (Kementrian Kesehatan RI, 2010) Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa perinsip dasar yang perlu diperhatikan, yaitu :
11 | J u r n a l K e b i d a n a n T a h u n 2 0 1 3 1)
Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih saying 2) Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena anak akan meniru tingkah laku orang-orang yang terdekat dengannya. 3) Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak 4) Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi, bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada hukuman. 5) Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak terhadap ke 4 aspek kemampuan dasr anak 6) Gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman dan ada disekitar anak 7) Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan 8) Anak selalu diberi pujian, bila perlu diberi hadiah atas keberhasilannya. Perkembangan kemampuan dasar anak mempunyai pola yang tetap dan berlangsung secara berurutan. Dengan demikian stimulasi yang diberikan kepada anak dalam rangka merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dibrikan oleh orang tua atau keluarga sesuai dengan pembagian kelompok umur stimulasi anak berikut ini : Tabel 1 Pembagian Kelompok Umur Stimulasi Anak No 1. 2.
Periode Tumbuh Kembang Masa prenatal, janin dalam kandungan Masa Bayi 0 – 12 bulan
3.
Masa Anak balita 12-60 bulan
4.
Masa Prasekolah 60-72 bulan
Kelompok Umur Stimulasi Masa Prenatal Umur 0-3 bulan Umur 3-6 bulan Umur 6-9 bulan Umur 9-12 bulan Umur 12-15 bulan Umur 15-18 bulan Umur 18-24 bulan Umur 24-36 bulan Umur 36-48 bulan Umur 48-60 bulan Umur 60-72 bulan
Pembagian stimulasi anak dapat di kelompokkan berdasarkan umur yaitu : 1) Stimulasi Pada Bayi Umur 3 – 6 bulan (1) Kemampuan Gerak Kasar a) Stimulasi perlu dilanjutkan (a) Berguling-guling (b) Menahan kepala tetap tegak b) Menyangga Berat Angkat badan bayi melalui bawah ketiaknya ke posisi
Respatiningum,SST
berdiri.Perlahan-lahan turunkan badan bayi hingga kedua kaki menyentuh meja, tempat tidur atau pangkuan anda.Coba agar bayi mau mengayunkan badannya dengan gerakan naik turun serta menyangga sebagian berat badannya dengan kedua kaki bayi. c) Mengembangkan control terhadap kepala Latih bicara agar otot-otot lehernya kuat.Letakkan bayi pada posisi telentang.Pegang kedua pergelangan tangan bayi, tarik bayi perlahan-lahan kearah anda.Hingga badan bayi terangkat ke posisi setengah duduk.Jika bayi belum dapat mengontrol kepalanya (kepala bayi tidak ikut terangkat), jangan lakukan latihan ini.Tunggu sampai otot-otot leher bayi lebih kuat. d) Duduk Bantu bayi agar bias duduk sendiri. Mula-mula bayi didudukkan dikursi dengan sandaran agar tidak jatuh kebelakang.Ketika bayi dalam posisi duduk, beri mainan kecil ditangannya. Jika bayi bias duduk tegak, dudukkan bayi dilantai yang beralaskan selimut, tanpa sandaran atau penyangga. (2) Kemampuan Gerak Halus a) Stimulasi yang perlu dilanjutkan (a) Melihat, meraih dan menendang mainan gantung (b) Memperhatikan benda bergerak (c) Melihat benda-benda kecil (d) Meraba dan merasakan berbagai bentuk permukaan b) Memegang benda dengan kuat Letakkan sebuah mainan kecilyang berbunyi atau berwarna cerah ditangan bayi.Setelah bayi menggengam mainan tersebut, tarik pelan-pelan untuk melatih bayi memegang benda dengan kuat. c) Memegang benda dengan kedua tangan Letakkan sebuah benda atau mainan ditangan bayi dan perhatikan apakah ia memindahkan benda tersebut ketangan lainnya. Usahakan agar tangan bayi kiri dan kanan, masingmasing memegang benda pada waktu yang sama. Mula-mula bayi dibantu, letakkan mainan disatu tangan dan kemudian usahakan agar bayi mau mengambil mainan lainnya dengan tangan yang paling sering digunakan. d) Makan sendiri
Respatiningum,SST
12 | J u r n a l K e b i d a n a n T a h u n 2 0 1 3 Beri kesempatan pada bayi untuk makan sendiri, mula-mula berikan biskuitnya sehingga bayi bisa belajar makan biskuit. e) Mengambil benda-benda kecil Letakkan benda-benda kecil seperti potongan-potongan biskuit dihadapan bayi.Ajari bayi mengambil benda-benda tersebut.Jika bayi telah mampu melakukan hal ini, jauhkan pil/obat dan benda kecil lainnya dari jangkauan bayi. (3) Kemampuan Bicara dan Bahasa a) Stimulasi yang perlu dilanjutkan (a) Berbicara (b) Meniru suara-suara (c) Mengenali berbagai suara-suara b) Mencari sumber suara Ajari bayi agar memalingkan mukanya kearah sumber suara.Mulamula muka bayi dipegang dan dipalingkan perlahan-lahan kearah sumber suara, atau bayi dibawa mendekati sumber suara. c) Menirukan kata-kata Ketika berbicara dengan bayi, ulangi beberapa kata berkali-kali dan usahakan agar bayi menirukannya. Yang paling mudah ditirukan oleh bayi adalah kata papa dan mama, walaupun ia belum mengerti artinya. (4) Kemampuan bersosialisasi dan kemandirian a) Stimulasi yang perlu dilanjutkan (a) Memberi rasa aman dan kasih sayang (b) Mengajak bayi tersenyum (c) Mengamati (d) Mengayun (e) Menina-bobokkan b) Bermain “Ciluk-ba” Pegang saputangan/kain atau Koran untuk menutupi wajah anda dari pandangan bayi.Singkirkan penutup tersebut dari hadapan bayi dan katakana “ciluk-ba” ketika bayi dapat melihat wajah anda kembali, lakukan hal ini berulang kali.Yang penting, usahakan bayi tidak dapat melihat wajah anda untuk beberapa saat dan tiba-tiba wajah anda muncul kembali dengan gembira dan berseri-seri. c) Melihat dirinya dari kaca Pada umur ini, bayi senang melihat dirinya dari cermin.Bawalah bayi melihat dirinya dicermin yang tidak mudah pecah. d) Berusaha meraih mainan Letakkan sebuah mainan sedikit diluar jangkauan bayi. Gerakgerakkan mainan itu didepan bayi sambil bicara kepadanya agar ia
berusaha mainan itu. 2)
untuk
mendapatkan
Stimulasi Pada Bayi Umur 6 – 9 bulan (1) Kemampuan Gerak Kasar a) Stimulasi yang perlu dilanjutkan (a) Menyangga berat (b) Mengembangkan kontrol terhadap kepala (c) Duduk b) Merangkak Letakkan sebuah mainan diluar jangkauan bayi, usahakan agar ia mau merangkak kearah mainan dengan menggunakan kedua tangan dan mulutnya. c) Menarik ke posisi berdiri Dudukkan bayi ditempat tidur, kemudian tarik bayi ke posisi berdiri. Selanjutnya, lakukan hal tersebut diatas meja,kursi atau tempat lainnya. d) Berjalan berpegangan Ketika bayi telah mampu berdiri, letakkan mainanyang disukainya di depan bayi dan jangan terlalu jauh. Buat agar bayi mau berjalan berpegangan pada ranjangnya atau perabot rumah tangga untuk mencapai mainan tersebut. e) Berjalan dengan bantuan Pegang kedua tangan bayi dan buat agar ia mau melangkah. (2) Kemampuan Gerak Halus a) Stimulasi yang perlu dilanjutkan (a) Memegang benda dengan kuat (b) Memegang benda dengan kedua tangannya (c) Mengambil benda-benda kecil b)
c)
d)
Memasukkan benda kedalam wadah Ajari bayi cara memasukkan mainan/benda kecil kedalam suatu wadah yang dibuat dari karton/kaleng/kardus/botol air mineral bekas. Setelah bayi memasukkan benda-benda tersebut kedalam wadah, ajari cara mengeluarkan benda tersebut dan memasukkannya lagi. Bermain “genderang” Ambil kaleng kosong bekas, bagian atasnya ditutup dengan plastik atau kertas tebal seperti “genderang” dengan sendok atau centong kayu hingga menimbulkan suara. Memegang alat tulis dan mencoretcoret Sediakan krayon atau pensil berwarna dan kertas bekas diatas meja. Dudukkan bayi dipangkuan anda, bantu bayi agar ia dapat
13 | J u r n a l K e b i d a n a n T a h u n 2 0 1 3 memegang krayon/pensil dan ajarkan bagaimana mencoret-coret kertas. e) Bermain mainan yang mengapung di air. Buat mainan dari karton bekas/kotak/gelas palstik tertutup yang mengapung di air.Biarkan bayi main dengan minan tersebut ketika mandi.Jangan biarkan bayi sendirian ketika mandi/main di air. f) Membuat bunyi-bunyian Tangan kanan dan kiri bayi masingmasing memegang main mainan yang tidak dapat pecah (kubus/balok kecil). Bantu agar bayi membuat bunyi-bunyian dengan cara memukul-mukul 2 benda tersebut. g) Menyembunyikan dan mencari mainan Sembunyikan mainan atau benda yang disukai bayi dengan cara ditutup selimut atau Koran. Tunjukkan ke bayi cara menemukan mainan tersebut yaitu dengan mengangkat kain atau Koran penutup mainan. Setelah bayi mengerti permainan ini, maka tutup mainan tersebut dengan selimut atau Koran dan biarkan ia mencari mainan itu sendiri. (3) Kemampuan Bicara dan Bahasa a) Stimulasi yang perlu dilanjutkan (a) Berbicara (b) Mengenali berbagai suara (c) Mencari sumber suara (d) Meniru kata-kata b) Menyebutkan nama gambar-gambar dibuku atau majalah Pilih gambar-gambar menarik yang berwarna-warni (msal : gambar binatang, kendaraan, meja, gelas, dan sebagainya). Sebut nama gambar yang anda tunjukkan kepada bayi. Lakukan stimulasi ini setiap hari dalam beberapa menit saja. c) Menunjukkan dan menyebutkan nama gambar-gambar Tempelkan berbagai macam guntingan gambar yang menarik dan berwarna-warni (misalnya : gambar binatang, mainan. Alat rumah tangga, bunga, buah, kendaraan dan sebagainya), pada sebuah buku tulis atau buku gambar. Ajak bayi melihat gambar-gambar tersebut, bantu ia menunjukkan gambar yang namanya anda sebutkan. Usahakan bayi mau mengulangi kata-kata anda.Lakukan stimulasi ini setiap hari dalam beberapa menit saja.
Respatiningum,SST
(4) Kemampuan Bersosialisasi dan kemandirian a) Sttimulasi yang perlu dilanjutkan (a) Memberi rasa aman dan kasih sayang (b) Mengajak bayi tersenyum (c) Mengayun (d) Menina-bobokkan (e) Bermain “ciluk-ba” (f) Melihat dikaca b) Permainan bersosialisasi Ajak bayi bermain dengan orang lain. Ketika ayah pergi, lambaikan tangan ke bayi sambil berkata “da…daag”.Bantu bayi dengan gerakan membalas membalaikan tangannya. Setelah ia mengerti permainan tersebut, coba agar bayi mau menggerakkan tangannya sendiri ketika mengucapkan katakata seperti diatas. 3) Stimulasi Pada Bayi Umur 9-12 bulan (1) Kemampuan Gerak Kasar a) Stimulasi yang perlu dilanjutkan (a) Merangkak (b) Berdiri (c) Berjalan sambil berpegangan (d) Berjalan dengan bantuan b) Bermain bola Ajak bayi bermain bola. Gelindingkan bola kearahnya dan usahakan agar ia menggelindingkan bola atau memukulnya kembali kearah anda. Bola besar akan lebih mudah untuk bermain pertama kali. Berangsurangsur bermain bola dengan berbagai ukuran, jangan gunakan bola yang terlalu kecil sehingga dapat ditelan dan menyebabkan tersedak.Jangan memakai balon. c) Membungkuk Jika bayi sudah bias berdiri, letakkan sebuah mainan dilantai. Ajak agar ia mau membungkuk dan mengambil mainan itu tanpa berpegangan. Mulamula mungkin bayi perlu dibantu. d) Berjalan sendiri Bantu bayi agar mau berjalan beberapa langkah tanpa berpegangan.Buat permainan seperti meminta bayi berjalan kepelukan anda untuk mendapatkan dekapan atau mainan yang disukainya.Beri pujian bila bayi mau berjalan beberapa langkah.Bila bayi belum siap berjalan, tunggu beberapa hari dan coba lagi.
14 | J u r n a l K e b i d a n a n T a h u n 2 0 1 3 e)
Naik tangga Tunjukkan kepada bayi cara naik tangga dengan merangkak, kemudian biarkan ia menuruni tangga dengan melangkahkan kakinya. Gunakan tangga yang rendah dan bayi jangan ditinggal sendiri. (2) Kemampuan Gerak Halus a) Stimulasi yang perlu dilanjutkan (a) Memasukkan benda kedalam wadah (b) Bermain dengan minan yang mengapung diair b) Menyusun balok atau kotak Ajari bayi menyusun beberapa balok atau kotak besar.Balok atau kotak dapat dibuat dari kartom atau potongan-potongan kayu bekas. c) Menggambar Letakkan krayon atau pensil berwarna dan kertas dimeja.Ajak bayi “menggambar” dengan krayon atau pensil berwarna. d) Bermain di dapur Biarkan bayi bermain didapur ketika anda sedang memasak. Pilih lokasi yang jauh dari kompor dan letakkan sebuah kotak tempat menyimpan mainan alat memasak dari plastik atau benda-benda yang ada didapur seperti gelas, mangkuk, sendok, tutup gelas dari plastik. 3) Kemampuan Bicara dan Bahasa a) Stimulasi yang perlu dilanjutkan (a) Berbicara (b) Menjawab pertanyaan (c) Menyebut nama gambar-gambar di buku atau majalah b) Menirukan kata-kata Setiap hari bicara kepada bayi. Sebutkan kata-kata yang telah diketahui artinya seperti : minum susu, mandi, tidur, kue, makan, kucing dan lain-lain. Buat agar bayi mau meniru kata-kata tersebut. Bila bayi mau mengatakannya, puji ia, kemudian sebutkan kata itu lagi dan buat agar ia mau mengulanginya. c) Berbicara dengan boneka Beli sebuah boneka atau buat boneka mainan dari sarung tangan atau kaos kaki yang digambari dengan pena menyerupai bentuk wajah. Berpura-pura bahwa boneka itu yang berbicara kepada bayi dan buat agar bayi mau berbicara kembali dengan boneka itu. d) Bersenandung dan bernyanyi Nyanyikan lagu dan bacakan syair anak kepada bayi sesering mungkin.
Respatiningum,SST
4) Kemampuan Bersosialisasi dan kemandirian a) Stimulasi yang perlu dilanjutkan (a) Memberi rasa aman dan kasih saying (b) Mengajak bayi tersenyum (c) Mengayun (d) Menina-bobokkan (e) Permainan “Ciluk-ba” (f) Permainan “bersosialisasi” b) Minum sendiri dari sebuah cangkir Bantu bayi memegang cangkir dan minum dari cangkir itu.Cangkir plastik tertutup dengan lubang mulut dapat dipakai untuk tahap awal, isi cangkir dengan air sedikit agar tidak tumpah. c) Makan bersama-sama Ajak bayi makan bersama-sama dengan anggota keluarga lainnya.Bayi duduk dekat dengan yang lainnya dan makan makanannya (makanan bayi umur 912 bulan berbeda dengan makanan keluarga). d) Menarik mainan yang letaknya agak jauh Ajari bayi untuk mengambil sendiri mainan yang diletaknya agak jauh dengan cara meraih, menarik ataupun mendorong bendanya supaya dekat dengan mainan tersebut. (Kementrian Kesehatan RI , 2010) 2.3.10 Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Deteksi dini tumbuh kembang anak adalah kegiatan atau pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak prasekolah. Dengan ditemukan secara dini penyim[angan atau masalah tumbuh kembang anak, maka intervensi akan lebih mudah dilakukan, tenaga kesehatan juga mempunyai “waktu” dalam membuat rencana tindakan atau intervensi yang tepat, terutama ketika harus melibatkan ibu atau keluarga. Bila penyimpangan terlambat diketahui, maka intervensinya akan lebih suli dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dikerjakan oleh tenaga kesehatan di tingkat puskesmas dan jaringannya, berupa : 1) Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui atau menemukan status gizi kurang atau buruk dan mikro atau makro sefali. 2) Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui gangguan perkembangan anak (keterlambatan), gangguan daya lihat, gangguan daya dengar. 3) Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui adanya masalah
Respatiningum,SST
15 | J u r n a l K e b i d a n a n T a h u n 2 0 1 3 mental emosional, dan gangguanpemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Jadwal dan jenis deteksi dini tumbuh kembang dapat berubah sewaktu-waktu jika pada : a) Kasus rujukan b) Ada kecurigaan anak empunyai penyimpangan tubuh c) Ada keluhan anak mempunyai masalah tumbuh kembang
c)
d)
1)
Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan Anak Deteksi dini perkembangan anak dilakukan disemua tingkat pelayanan. Adapun pelaksanaan dan alat yang digunakan adalah sebagai berikut : Tabel 2 Tingkat Pelayanan, Pelaksanaan, dan Alat yang digunakan e) Tingkat Pelayanan Keluarga, Masyarakat
Pelaksanaan -
Puskesmas
Keterangan : Buku KIA Anak KPSP Perkembangan TDL TDD BKB TPA Pusat PADU Dini Usia TK
-
Orang tua Kader kesehatan BKB, TPA Petugas pusat PADU terlatih Guru Tk terlatih Dokter Bidan Perawat
Alat yang di gunakan Buku KIA
-
KPSP TDL TDD
-
KPSP TDL TDD
: Buku Kesehatan Ibu dan : Kuesioner Pra Skrining : Tes Daya Lihat : Tes Daya Dengar : Bina Keluarga Balita : Tempat Penitipan Anak : Pusat Pendidikan Anak :Taman Kanak-kanak
(1) Skrining atau pemeriksaan perkembangan anak menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan(KPSP). a) Tujuan srining atau pemeriksaan perkembangan anak menggunakan KPSP adalah untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan b) Jadwal skrining atau pemeriksaan KPSP ruti adalah pada umur 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60,66 dan 72 bulan. Jika anak belum belum mencapai
f)
umur skrining tersebut, minta ibi dating kembali pada umur skrining yang terdekat untuk pemeriksaan rutin. Skrining atau pemeriksaan dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru TK dan petugas PADU terlatih. Alat atau instrument yang digunakan adalah : (a) Formulir KPSP menurut umur. Formulir ini berisi 9 – 10 pertanyaan tentang kemampuan perkembangan yang telah dicapai anak. Sasaran KPSP anak umur 0-72 bulan (b) Alat bantu pemeriksaan berupa : pensil, kertas, bola sebesar bola tenis, kerincingan, kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah, kismis, kacang tanah, potongana biskui kecil berukuran 0,5-1 cm. Cara menggunakan KPSP yaitu : (a) Pada waktu pemeriksaan atau skrining, anak harus dibawa (b) Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal, bulan dan tahun anak lahir. Bila umur anak lebih 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan. Contoh : bayi umur 3 bulan 16 hari, dibulatkan menjadi 4 bulan. Bila umur bayi 3 bulan 15 hari, dibulatkan menjadi 3 bulan. (c) Setelah menentukan umur anak, pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak. (d) KPSP terdiri ada 2 macam pertanyaan, yaitu : Pertanyaan yang dijawab oleh ibu atau pengasuh anak, contoh : “Dapatkah bayi makan kue sendiri?” Perintah kepada ibu atau pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP. Interpretasi hasil KPSP : (a) Hitung berapa jumlah jawaban Ya. Jawaban Ya, bila ibu atau pengasuh anak menjawab : anak bias atau pernah atau sering atau kadang-kadang melakukannya. Jawaban tidak, bila ibu atau pengasuh anak menjawab : anak belum pernah melakukan atau tidak pernah atau ibu atau pengasuh anak tidak tahu. (b) Jumlah jawaban „Ya‟ = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai dengan dengan tahap perkembangannya (S) (c) Jumlah jawaban „Ya‟ = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M)
Respatiningum,SST
16 | J u r n a l K e b i d a n a n T a h u n 2 0 1 3
g)
(d) Jumlah jawaban „Ya‟ = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P). Intervensi (a) Bila perkembangan anak sesuai (S), lakukan tindakan berikut : Beri pujian kepada ibu karena telah mengasuh anaknya dengan baik. Teruskan pola asuh anak sesuai dengan tahap perkembangan anak. Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering mungkin, sesuai dengan umur dan kesiapan anak. Ikutkan anak pada kegiatan penimbangan dan pelayanan kesehatan diposyandu secara teratur sebulan 1 kali dan setiap ada kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB). Lakukan pemeriksaan atau skrining rutin menggunakan KPSP setiap 3 bulan pada anak berumur kurang dari 24 bulan dan setiap 6 bulan pada anak umur 24 sampai 72 bulan. (b) Bila perkembangan anak meragukan (M), lakukan tindakan berikut : Beri petunjuk pada ibu agar melakukan stimulasi perkembanagan pada anak lebih sering lagi. Ajarkan ibu cara melakukan intervensi stimulasi perkembangan anak untuk mengatasi penyimpangan atau mengejar ketinggalannya. Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari kemungkinan adanya penyekit yang menyebabkan penyimpangan perkembangannya. Lakukan penilaian ulang KPSP 2 minggu kemudian dengan menggunakan daftar KPSP yang sesuai dengan umur anak. Jika hasil KPSP ulang jawaban „Ya‟ tetap 7 atau 8 maka kemungkinan ada penyimpangan (P). (c) Bila tahapan perkembangan terjadi penyimpanagn (P), lakukan tindakan berikut : Rujukan ke Rumah Sakit dengan menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan perkembangan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian). (Kementrian Kesehatan RI, 2010)
2.3.11 Intervensi Perkembangan Anak
Dini
Penyimpangan
Intervensi dini penyimpangan perkembangan adalah tindakan tertentu pada anak yang perkembangan kemampuannya menyimpang karena tidak sesuai dengan umurnya.Penyimpangan perkembangan bias terjadi pada salah satu atau lebih kemampuan anak yaitu : kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian anak. Tindakan intervensi dini tersebut berupa stimulasi perkembangan terarah yang dilakukan secara intensif dirumah selama 2 minggu, yang diikuti dengan evaluasi hasil intervensi stimulasi perkembangan. 1) Intervensi Perkembangan Intervensi perkembangan anak dilakukan atas indikasiyaitu : (1) Perkembangan anak meragukan (M) artinya kemampuan anak tidak sesuaidengan yang seharusnya dimiliki anak, yaitu bila pada umur skrining 3, 6, 9, 12, 15, 18 bulan dan seterusnya, pemeriksaan KPSP jawaban “Ya” = 7 atau 8. Lakukan intervensi sebagai berikut : a) Pilih kelompok umur stimulasi yang lebih muda dari umur anak. Misalnya : menurut KPSP, anak umur 12 bulan belum bias berdiri, maka dilihat kelompok umur stimulasi 9 – 12 bulan atau yang lebih muda (bukan kelompok umur stimulasi 12 – 15 bulan). Karena kemampuan brdiri merupakan gerak kasar, maka lihat kotak “Kemampuan Gerak Kasar” b) Ajari orang tua cara melakukan intervensi sesuai dengan masalah atau penyimpangan yang ditemukan pada anak tersebut. Misalnya, anak mempunyai penyimpangan gerak kasar, maka yang diintervensi adalah gerak kasarnya. Pada contoh diatas, anak harus dilatih berdiri. c) Beri petunjuk pada orang tua dan keluarga untuk mengintervensi anak sesering mungkin, penuh kesabaran, dan kasih saying, bervariasidan sambil bermain dengan anak agar ia tidak bosan. d) Intervensi pada anak dilakukan secara intensif setiap hari sekitar 3 – 4 jam, selama 2 minggu. Bila anak terlihat senang dan tidak bosan, waktu intervensi dapat ditambah. Bila anak menolak atau rewel, intervensi dihentikan dahulu, dilanjutkan apabila anak sudah dapat diintervensi lagi. e) Minta orang tua atau keluarga dating kembali atau control 2 minggu kemudian untuk dilakukan evaluasi hasil intervensi dan melihat apakah
Respatiningum,SST
17 | J u r n a l K e b i d a n a n T a h u n 2 0 1 3 ada kemajuan atau perkembangan atau tidak. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan KPSP yang sesuai dengan umur skrining yang terdekat. Berikut ini contoh tindakan intervensi perkembangan yang dilakukan pada beberapa anak dengan masalah perkembangan :
bulan
Tabel 3 Contoh tindakan intervensi perkembangan Umur
3 bulan
Hasil Pemeriksaan KPSP Bayi tidak membalas tersenyum (kemampuan sosialisasi dan kemandirian)
12 bulan
Belum bisa menyebut 2 suku kata yangs sama (kemampuan bicara dan bahasa)
21 bulan
Belum bias menumpuk 2 buah kubus (kemampuan gerak halus)
30 bulan
Belum bias menendang bola (Kemampuan gerak kasar)
36
Belum bias
kepada anak. “tolong bawakan kaos kaki merah”, atau “letakkan cangkirmu dimeja”. Kalau perlu tunjukkan kepada anak cara mengerjakan perintah tadi, gunakan kata-kata yang sederhana.
(2) Bila seorang anak memepunyai masalah atau penyimpangan perkembangan sedangkan umur anak saat itu bukan pada jadwal umur skrining, maka lakukan intervensi perkembangan sesuai dengan masalah yang ada sebagai berikut : a) Misalnya anak umur 19 bulan belum bisa menyebut ayah ibunya dengan panggilan seperti “papa” “mama” artinya ada penyimpangan kemampuan bahasa dan bicara. b) Sedangkan intervensi berupa stimulasi untuk kelompok umur yang lebih mudah pada contoh diatas stimulasi untuk kelompok umur 15-18 bulan, tetap diberikan c) Ajari orang tua cara melakukan intervensi perkembangan anak sebagaimana yang dianjurkan pada kotak stimulasi tersebut. d) Beri petunjuk pada orangtua dan keluarga untuk mengintervensi anak sesering mungkin, penuh kesabaran dan kasih saying, bervariasi dan sambil bermain dengan anak agar ia tidak bosan. e) Intervensi pada anak dilakukan secara intensif setiap hari sekitar 3-4 jam, selama 2 minggu. Bila anak terlihat senang dan tidak bosan waktu intervensi dapat ditambah. f) Minta orang tua atau keluarga dating kembali atau control 2 minggu kemudian untuk dilakukan evaluasi hasil intervensi dan melihat apakah ada kemajuan atau perkembangan atau tidak.
Tindakan Intervensi Perkembangan Pada setiap kegiatan bersama bayi, sesering mungkin mengajak bayi tersenyum dan bicara. Tunjukkan mimic wajah yang cerah. Sesering mungkin membelai, memeluk dan mencium bayi dengan gerakan lembut dan penuh kasih saying. Bicara pada anak dan ajak anak bicara sesering mungkin, setiap saat dan dimana saja. Tirukan dan jawab ocehan anak. Usahakan agar anak mau mengulang dan meniru mengucapkan kata-kata tersebut, gunakan kata-kata yang jelas dan sederhana seperti pa..pa, ma..ma, da..da, ta..ta, Ketika berbicara tatap mata anak usahakan agar mau menatap wajah. Sediakan kubus-kubus kecil ukuran 2,5-5 cm (dari plastik atau kayu). Ajak anak bermain dan ajari cara menepuk kedua buah kubus. Beri pujian jika anak mau menepuk kubus. Latih terus sambilbermain, mulamula 2 kubus, secara bertahap ditambah menjadi 4 atau lebih. Sediakan bola sebesar bola tenis. Ajak anak bermain, mula-mula perlihatkan cara menendang bola, selanjutnya minta anak menendang bola. Lakukan permainan sesering mungkin agar anak bias menendang bola. Mulai member perintah
mengerjakan perintah sederhana (kemampuan bicara da bahasa)
2)
Evaluasi Intervensi Perkembangan Setelah orang tua dan keluarga melakukan tindakan intervensi perkembangan secara intensif dirumah selama 2 minggu, maka anak perlu dievaluasi apakah ada kemajuan atau perkembangan atau tidak. (1) Apakah umur anak sesuai dengan jadwal umur skrining (umur 3, 6, 9, 12, 15, 18 bulan dan seterusnya), maka lakukan evaluasi hasil intervensi dengan
Respatiningum,SST
18 | J u r n a l K e b i d a n a n T a h u n 2 0 1 3
(2)
(3)
(4)
(5)
menggunakan formulir KPSP sesuai dengan umur anak. Apabila umur anak tidak sesuai dengan jadwal umur skrining (umur 3, 6, 9, 12, 15, 18 bulan dan seterusnya), maka lakukan evaluasi hasil intervensi dengan menggunakan formulir KPSP untuk umur yang lebih muda, paling dekat dengan umur anak, seperti contoh berikut ini : a) Bayi umur 6 bulan lewat 3 minggu, gunakan KPSP untuk umur 6 bulan b) Anak umur 17 bulan lewat 18 hari, gunakan KPSP untuk 15 bulan c) Anak umur 35 bulan lewat 20 hari, gunakan KPSP untuk umur 30 bulan Bila hasil evaluasi intervensi ada kemajuan artinya jawaban “Ya” 9 atau 10, artinya perkembangan anak sesuai dengan umur tersebut, lanjutkan dengan skrining perkembangan sesuai dengan umurnya sekarang. Misalnya : umur 17 bulan lewat 20 hari pilih KPSP umur 18 bulan , umur 35 bulan lewat 20 hari KPSP umur 36 bulan. Bila hasil evaluasi intervensi “Ya” tetap 7 atau 8, kerjakan langkah-langkah berikut : a) Teliti kembali apakah ada masalah dengan : (a) Intensitas intervensi perkembangan yang dilakukan dirumah, apakah sudah dilakukan secara intensif ? (b) Jenis kemampuan perkembangan anak yang diintervensi, apakah sudah dilakukan secara tepat dan benar ? (c) Cara memberikan intervensi, apakah sudah sesuai dengan petunjuk dan nasihat tenaga kesehata ? (d) Lakukan pemeriksaan fisik yang diteliti, apakah ada masalah gizi ?penyakit pada anak ? kelainan organ-organ terkait ? Bila ditemukan salah satu atau lebih masalah diatas ; a) Bila ada masalah gizi atau anak sakit, tangani kasus tersebut sesuai pedoman atau standar tatalaksana kasus yang ada ditingkat pelayanan dasar seperti Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), tatalaksana gizi buruk, dan sebagainya. b) Bila intervensi dilakukan tidak intensif, kurang tepat, atau tidak sesuai dengan petunjuk atau nasihat tenaga kesehatan, sekali lagi, ajari orang tua dan keluarga cara melakukan intervensi perkembangan yang intensif yang tepat dan benar. Bila perlu didampingi orang tua atau
keluarga ketika melakukan intervensi pada anaknya. (6) Kemudian lakukan evaluasi hasil intervensi yang ke-2 dengan cara yang sama, yaitu : a) Bila kemampuan perkembangan anak ada kemajuan, berilah pujian kepada orang tua dan anak. Anjurkan orang tua dan keluarga untuk terus melakukan intervensi dirumah dan control kembali pada jadwal umur skrining berikutnya. b) Bila kemampuan perkembangan tidak ada kemajuan berarti ada penyimpangan perkembangan anak (P), dan anak perlu segera dirujuk kerumah sakit yang memiliki tenaga dokter spesialis anak, spesialis mata, spesialis THT, kesehatan jiwa, rehabilitasi medik, psikolog, dan ahli terapi. (Kementrian Kesehatan RI, 2010)
2.3.12 Rujukan Dini Penyimpangan Perkembangan Anak Rujukan diperlukan jika masalh atau penyimpangan perkembangan anak tidak dapat ditangani meskipun sudah dilakukan tindakan intervensi dini. Rujukan penyimpangan Tumbuh kembang anak dilakukan secara berjenjang, sebagai berikut : 1)
2)
3)
Tingkat keluarga dan masyarakat Keluarga dan masyarakat (orang tua, anggota keluarga lainnya dan kader) dianjurkan untuk membawa anaknya ketenaga kesehatan di Puskesmas atau jaringan atau Rumah Sakit. Tingkat Puskesmas dan jaringannya a) Pada rujukan dini, bidan dan perawat di posyandu, polindes, pustu termasuk puskeling, melakukan tindakan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang sesuai standar pelayanan yang terdapat pada buku pedoman b) Bila kasus penyimpangan tersebut ternyata memerlukan penanganan lanjut, maka dilakukan rujukan ke tim medis di Puskesmas (dokter, bidan, perawat, nutrisionis, dan tenaga kesehatan terlatih lainnya). Tingkat Rumah Sakit rujukan Bila kasus penyimpangan tersebut tidak dapat ditangani ditingkat puskesmas atau memerlukan tindakan yang khusus maka perlu dirujuk ke Rumah Sakit Kabupaten (tingkat rujukan primer) yang mempunyai fasilitas klinik tumbuh kembang anak dengan dokter spesialis anak, ahli gizi serta laboratorium atau pemeriksaan penunjang diagnostik. Rumah Sakit Privinsi sebagai tempat rujukan
Respatiningum,SST
19 | J u r n a l K e b i d a n a n T a h u n 2 0 1 3 sekunder diharapkan memiliki klinik tumbuh kembang anak yang didukung oleh tim dokter spesialis anak, kesehatan jiwa, kesehatan mata, THT, rehabilitasimedik, ahli terapi, ahli gizi, dan psikolog.. (KementriN Kesehatan RI, 2012)
Dari uraian diatas, maka peneliti membuat kerangka konsep penelitian sebagai berikut : Variabel Independen
Variabel Dependen Perkembangan bayi usia 6 – 12 bulan
Kelahiran bayi dengan kejadian asfiksia neontorum
2.4 Kerangka Teori
Bagan 3 Kerangka Konsep Penelitian Faktor-faktor Internal :
3.2 Definisi Operasional
- Ras/etnik atau bangsa - Keluarga - Umur - Jenis Kelamin - Genetik - Kelainan Kromosom
Kualitas Perkembang an Anak
Faktor-fartor Eksternal : Faktor Prenatal
Definisi operasional sangat di butuhkan membatasi ruang lingkup atau pengertian variablevariabel diamati/diteliti. Definisi operasional ini juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variable-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrument (alat ukur). (Notoatmodjo, 2010) Tabel 4 Definisi Operasional N o 1
Faktor Persalinan
Variabel Dependen Perkemban gan Bayi usia 6 – 12 bulan
Faktor Pascasalin
Bagan 2 Faktor-faktor Kualitas Perkembangan Anak (Kementrian Kesehatan RI, 2010)
Definisi Operasiona l Perkemban gan bayi usia 6-12 bulan dinilai dari Motorik Halus, Motorik Kasar, Bahasa, dan Tingkah laku
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Sk ala
Observasi
lemb ar chec klis KPS P
- 3 = Ses uai
Or din al
„Ya‟ =9 atau 10 -
2 = Mer agu kan „Ya‟ = 78
-
1 = Pen yim pan gan „Ya‟ = 6 atau kura ng Hasil Ukur
Sk ala
- 0 = Asfi ksia
No mi nal
Keterangan : 1. 2.
Huruf yang di warna merah dan digaris miring adalah yang akan diteliti. Sedangkan yang tidak diwarnai dan tidak di daris miring tidak
N o
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010).
2.
Variabel Independe n Kelahiran bayi dengan kejadian asfiksia
Definisi Operasiona l Kejadian bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur
Cara Ukur
Alat Ukur
Mencat at dari register bayi
Peng umpu lan data dan lemb ar checl ist
=
1 Tida k Asfi ksia
Respatiningum,SST
20 | J u r n a l K e b i d a n a n T a h u n 2 0 1 3 3.2
Hipotesis
Hipotesis di dalam sebuah penelitian berarti jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan di buktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010). (Ha) : “Ada Hubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Perkembangan Bayi Usia 6 – 12 bulan di Ruang Anggrek RSUD Kota Tanjungpinang tahun 2012”
BAB IV METODELOGI PENELITIAN 4.1
Desain Penelitian Rencana penelitian yang di gunakan adalah penelitian survey (noneksperimen) yang paling baik dalam mengkaji hubungan antara faktor risiko dengan efek (penyakit) . Penelitian cohort adalah suatu penelitian yang digunakan untuk mempelajari dinamika kolerasi antara faktor risiko dengan efek melalui pendekatan longitudinal ke depan atau prospektif . Artinya, faktor risiko yang akan dipelajari diidentifikasi dulu, kemudian diikuti kedepan secara prospektif timbulnya efek, yaitu penyakit atau salah satu indikator status kesehatan. (Notoatmodjo, 2010) Berdasarkan uraian tersebut, maka faktor resiko dari penelitian ini adalah asfiksia sedangkan efek pada penelitian ini adalah perkembangan bayi usia 6-12 bulan. Melakukan pengukuran secara prospektif yaitu dengan melihat kedepan untuk mengetahui faktor resiko. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di RSUD Kota Tanjungpinang dengan pertimbangan bahwa RSUD Kota Tanjungpinang merupakan tempat pelayanan kesehatan yang biasa dijadikan sebagai rumah sakit rujukan. 4.2.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian telah terlaksana pada bulan Mei – Juni 2013. 4.3 Populasi dan sampel 4.3.1 Populasi Polulasi adalah keseluruhan objek yang di teliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi kasus dalam penelitian ini adalah bayi lahir hidup dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Kota Tanjungpinang tahun 2012 yang saat ini berusia 6-12 bulan yaitu berjumlah 40 bayi. Adapun populasi kontrol dalam penelitian ini adalah jumlah bayi baru lahir hidup yang tidak mengalami asfiksia yaitu berjumlah 698 bayi.
4.3.2
Sampel Sampel adalah sebagian yang di ambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. (Notoatmodjo, 2005) Pada penelitian ini terdapat 2 kelas sampel yaitu sampel kasus dan sampel control. Sampel kasus menggunakan Total sampling yaitu populasi dijadikan sampel sebanyak 40 bayi. Untuk sampel kelas kontrol, dilakukan dengan teknik pengambilan sampel secara acak sederhana (simple Random Sampling) yaitu dengan mengundi anggota populasi atau teknik undian menjadi 40 bayi. Dengan Karakteristik responden sebagai berikut : 1) Umur bayi usia 5 bulan 16 hari sampai usia 12 bulan 15 hari pada bulan juni 2013. 2) Orang tua atau pengasuh bersedia bayinya sebagai sampel penelitian. 3) Bayinya hidup. 4) Alamat tidak lengkap atau tidak jelas Dari 40 responden yang telah ditentukan sebelumnya peneliti hanya mendapatkan 32 responden dikarenakan 5 bayi mempunyai usia lebih dari 12 bulan 15 hari, dan 3 bayi diantaranya mempunyai alamat rumah yang tidak lengkap dan jelas. 4.4 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah berupa check list yang menggunakan data yang sudah ada pada Register Bayi di Ruang Anggrek RSUD Kota Tanjungpinang tahun 2012 dan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP).
4.5 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data Variabel Independen di peroleh dari melihat buku register dan rekam medik pasien di RSUD Kota Tanjungpinang tahun 2012 yakni dengan menggunakan metode pengumpulan data sekunder, dan Variabel Dependen diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan data primer. 4.6 Pengolahan dan Analisa Data 4.6.1 Pengolahan Data Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data dalam sebuah penelitian, maka dilakukan tahap pengelolahan data yang melalui beberapa tahap sebagai berikut : (Hidayat, 2007) 1)
Editing Editing adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul data. Tujuannya adalah mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada di daftar pertanyaan.
Respatiningum,SST
21 | J u r n a l K e b i d a n a n T a h u n 2 0 1 3 2)
3)
4)
Coding Coding adalah mengklasifikasikan jawaban dari para responden kedalam kategori.. Data Entry Data Entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah terkumpul dalam master tabel atau database komputer. Melakukan Teknik Analisis Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak di analisis.
Analisa Data Analisa data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analisa univariat dan analisa bivariat. Untuk mempermudah menganalisis data maka peneliti menggunakan program komputerisasi. 1) Analisa Univariat Analisa Univariat digunakan untuk mengetahui distribusi dan presentase dari setiap variable penelitian yaitu kelahiran bayi dengan kejadian asfiksia neonatorum terhadap perkembangan bayi usia 6 – 12 bulan.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian mengenai Hubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Perkembangan Bayi Usia 6 – 12 Bulan dengan menggunakan metode penelitian cohort (prospektif) yang dilakukan di RSUD Kota Tanjungpinang tahun 2012 diperoleh 40 kasus kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Data yang telah diperoleh kemudian dikumpul, diolah dan dianalisa. Dari hasil penelitian didapatkan sebagai berikut :
4.6.2
2) Analisa Bivariat Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variable yang di duga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010). Analisa bivariat dalam penelitian ini di gunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen yaitu kejadian asfiksi neonatorum dengan variabel dependen yaitu perkembangan bayi usia 6-12 bulan. Adapun uji hipotesis yang di gunakan adalah Chisquare Test. Dengan tingkat kepercayaan 95%. Untuk melihat kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas kemaknaan 0,05. Sehingga bila P≤0,05 maka hasil statistik bermakna atau signifikan antara variable independen dan variable dependen sehingga Ho ditolak yang mana artinya ada hubungan antara kejadian asfiksia neonatorum dengan perkembangan bayi usia 6-12 bulan di RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012. Dan jika nilai P>0,05 maka hasil tidak bermakna sehingga Ho gagal ditolak yang mana artinya tidak ada hubungan antara kejadian asfiksia neonatorum dengan perkembangan bayi usia 6-12 bulan di RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012. (Hasan, 2006).
5.1.1 Hasil Analisis Univariat Setelah data dientry dilakukan analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir di RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012. a. Gambaran Kejadian Asfiksia Neonatorum dan Yang Tidak mengalami Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012. Tabel 5 Distribusi Frekuensi Yang Mengalami Kejadian Asfiksia Neonatorum dan Yang Tidak Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012 No
Kasus
Frekuensi
1 2
Asfiksia Tidak Asfiksia Jumlah
32 32 64
Presentase % 50% 50% 100
Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa dari 64 responden terdapat kasus asfiksia pada bayi baru lahir sebanyak 32 bayi baru lahir (50%) dan kasus tidak asfiksia sebanyak 32 bayi baru lahir (50%). Gambaran Perkembangan Bayi Usia 6 – 12 bulan Yang Mengalami Asfiksia Neonatorum Di RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012 Tabel 6 Distribusi Frekuensi Perkembangan Bayi Usia 6 – 12 bulan Yang Mengalami Asfiksia Neonatorum dan Yang Tidak Mengalami Asfiksia Neonatorum Di RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012 b.
No
Perkembangan
Frekuensi
Distribusi
1
Sesuai
30
46,9%
2
Meragukan
14
21,9%
3
Penyimpangan
20
31,2%
Jumlah
64
100%
22 | J u r n a l K e b i d a n a n T a h u n 2 0 1 3 Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 64 responden terdapat kasus Perkembangan Bayi Usia 612 Bulan Yang Mengalami Asfiksia Neonatorum dan Yang Tidak mengalami Asfiksia Neonatorum. Dengan perkembangan Sesuai sebanyak 30 bayi (46,9%), Meragukan 14 bayi (21,9%), dan Penyimpangan 20 bayi (31,2%).
5.1.2 Hasil Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan secara komputerisasi dengan uji Chi-square. Uji Chi-square pada confident interval 95% dengan α = 0,05. Untuk melihat kemaknaan antara variable independen dan variable dependen dilihat pada nilai p yang diperoleh. Apabila nilai p ≤ 0,05 berarti terdapat hubungan yang signifikan antara variable independen dan variable dependen. Analisa bivariat dilakukan untuk melihat Hubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum Dengan Perkembangan Bayi Usia 6-12 Bulan di RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012, dengan hasil sebagai berikut : Tabel 7 Hubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Perkembangan Bayi Usia 6-12 Bulan di Ruang Anggrek RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012 Kejadian Asfiksia Neonatoru m Asfiksia
Perkembangan Bayi Usia 612 Bulan Penyimp Meragu Sesu Total angan kan ai F % F % F % F % 71 1 19 95 10 3 32 50 ,4 0
Tidak Asfiksia
1
5
4
28 ,6
27
Jumlah
20
10 0
14
10 0
30
2
X = 37,971
9 32 50 0 1 10 0 64 0 0 df = 2
P = 0,000 Tabel 7 diatas menunjukkan bahwa 32 bayi baru lahir dengan kejadian asfiksia neonatorum (kelompok kasus) dengan jumlah perkembangan bayi sesuai sebanyak 3 bayi (4,7%), meragukan sebanyak 10 bayi (15,6%), dan penyimpangan sebanyak 19 bayi (29,7%). Sedangkan bayi baru lahir tidak asfiksia neonatorum (kelompok kontrol) dengan jumlah perkembangan bayi sesuai sebanyak 27 bayi (42,2%), meragukan 4 bayi (6,2%)dan penyimpangan sebanyak 1 bayi (1,6%). Hasil uji Chi-Square pada penelitian ini yang dilakukan secara komputerisasi nilai p-value yang diperoleh adalah 0,000. Hal ini menunjukkan p-value ≤ 0,05 artinya Ho ditolak dan Ha diterima yang mana artinya ada hubungan yang bermakna yaitu Hubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Perkembangan Bayi Usia 6-12 Bulan di Ruang Anggrek RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012. 5.2 Pembahasan
Respatiningum,SST
Hasil penelitian ini disebutkan bahwa dari 32 kejadian Asfiksia Neonatorum (kelompok kasus) terdapat perkembangan bayi “sesuai” sebanyak 3 bayi (9.4%), “meragukan” sebanyak 10 bayi (31.2%), dan “penyimpangan” sebanyak 19 bayi (59.4%). Sedangkan bayi baru lahir tidak asfiksia neonatorum (kelompok kontrol) dengan jumlah perkembangan bayi sesuai sebanyak 27 bayi (84,4%), meragukan 4 bayi (12,5%)dan penyimpangan sebanyak 1 bayi (3,1%). Hasil uji Chi-Square pada penelitian ini yang dilakukan secara komputerisasi nilai p-value yang diperoleh adalah 0,000. Hal ini menunjukkan p-value ≤ 0,05 artinya Ho ditolak dan Ha diterima yang mana artinya ada hubungan yang bermakna yaitu Hubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Perkembangan Bayi Usia 6-12 Bulan di Ruang Anggrek RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012. Hal ini sejalan dengan Mochtar (1998). Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkan kemungkinannya menderita cacat mental seperti epilepsy dan bodoh pada masa mendatang. Sehinggga, hal ini mungkin dapat mengakibatkan perkembangan anak terhambat atau terjadi penyimpangan kepada anak tersebut. Peneliti berpendapat bahwa penelitian ini sesuai dengan pendapat Muchtar (1998), dimana berdasarkan hal yang telah diperoleh dapat dibuktikan bahwa bayi yang lahir karena kejadian asfiksia neonatorum ada hubungannya dengan perkembangan bayi pada masa mendatang. Manuaba (2010) berpendapat sama Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas perkembangan anak yaitu : Salah satunya faktor persalinan dimana komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak. (Kementrian Kesehatan RI, 2010) Berdasarkan pendapat para ahli, peneliti berasumsi bahwa bayi yang lahir karena asfiksia neonatorum dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak dan dapat menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan dan perkembangan pada masa mendatang. Hambatan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah karena alamat rumah pasien yang jauh dan cuaca yang tidak mendukung. Pada saat peneliti datang ke rumah pasien untuk melakukan penelitian dengan lembar kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP), bayi tersebut dalam keadaan yang baik dan tidak dalam keadaan baru bangun tidur, maka dari itu peneliti dengan mudah melakukan penelitian terhadap bayi tersebut. Peneliti menemukan sebanyak 3 bayi yang lahir karena asfiksia neonatorum mempunyai perkembangan yang sesuai, meragukan sebanyak 10 bayi, dan sebanyak 19 bayi mengalami penyimpangan.
Respatiningum,SST
23 | J u r n a l K e b i d a n a n T a h u n 2 0 1 3 Berbanding terbalik dengan bayi yang lahir tidak mengalami Asfiksia Neonatorum, mempunyai perkembangan sesuai sebanyak 27 bayi, meragukan sebanyak 4 bayi, dan penyimpangan sebanyak 1 bayi. Penyebab bayi yang mengalami penyimpangan walaupun tidak mengalami asfiksia neonatorum adalah karena bayi tersebut pernah mengalami kejang demam. Kejang demam dapat mengakibatkan lambatnya perkembangan otak bayi, hal inilah yang menyebabkan bayi mengalami penyimpangan.
6.2.4
6.2.5 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan maka dapat disimpulkan : 6.1.1 Distribusi frekuensi kejadian Asfiksia Neonatorum pada bayi baru lahir di Ruang Anggrek RSUD Kota Tanjungpinang tahun 2012, menunjukkan bahwa dari 64 responden bayi baru lahir di RSUD Kota Tanjungpinang tahun 2012, terdapat kasus Asfiksia Neonatorum sebanyak 32 bayi (50%) dan yang tidak Asfiksia Neonatorum sebanyak 32 bayi (50%). 6.1.2 Distribusi frekuensi perkembangan bayi usia 6-12 bulan di RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012 dari 64 responden bayi baru lahir, dimana perkembangan sesuai sebanyak 30 bayi (46,9%), meragukan sebanyak 14 bayi (21,9%), dan penyimpangan sebanyak 20 bayi (31,2%). 6.1.3 Terdapat hubungan antara Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Perkembangan Bayi Usia 6-12 Bulan di Ruang Anggrek RSUD Kota Tanjungpinang tahun 2012. Hasil p-value yang diperoleh adalah 0,000.
6.2 Saran 6.2.1 Bagi Pihak Institusi Pendidikan Diharapkan agar penelitian ini dapat menjadi bahan tambahan informasi ilmiah yang bermanfaat untuk pengembangan pengetahuan mengenai Hubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Perkembangan Bayi Usia 6-12 Bulan di Ruang Anggrek RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012. 6.2.2 Bagi Peneliti Lainnya Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan mutu pelayanan dalam penanganan Asfiksia Neonatorum serta menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian di tempat lain. 6.2.3 Bagi Responden Diharapkan dengan adanya penelitian ini Ibu dapat melakukan stimulasi pada bayinya yang mengalami penyimpangan, agar perkembangan bayi kedepannya lebih baik.
6.2.6
Bagi Bidan Kepada Bidan diharapkan untuk lebih meningkatkan pengetahuan tentang manajemen Asfiksia Neonatorum. Bidan yang telah mengikuti pelatihan sebaiknya menerapkan manajemen Asfiksia sehingga angka kesakitan dan kematian bayi karena Asfiksia dapat dikurangi. Disarankan kepada bidan yang belum mengikuti pelatihan untuk segera mengikuti pelatihan tentang manajemen Asfiksia Neonatorum. Bagi Ruang Anggrek RSUD Kota Tanjungpinang Diharapkan bagi tempat penelitian dapat menjadi bahan evaluasi tenaga kesehatan dan pertimbangan dalam melaksanakan asuhan kebidanan dalam penanganan serta dapat memberikan konseling tentang Asfiksia Neonatorum dalam mengurangi angka kematian bayi (AKB). Melalui hasil penelitian ini, dapat dijadikan sebagai penambahan pengetahuan dan peningkatan mutu pelayanan dan keterampilan bagi bidan dalam penanggulangan Asfiksia Neonatorum. Bagi IPTEK Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah kajian dalam penurunan angka kematian bayi (AKB), menjadikan bahan tambahan informasi ilmiah dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta memacu untuk penemuan teknik penanganan dan pencegahan pada bayi baru lahir yang beresiko terhadap kejadian asfiksia neonatorum.