perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA VASKULER PADA PASIEN PASCA STROKE DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
GLORIA KATRIN EVASARI G0009094
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta commit to user 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN VALIDASI
Skripsi dengan judul : Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Demensia Vaskuler Pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Gloria K Evasari, NIM : G0009094, Tahun : 2012
Telah disetujui untuk diuji di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari.................., Tanggal.................2012
Pembimbing Utama
Penguji Utama
Prof. Dr. Oemar Sri Hartanto, dr, Sp.S (K)
Agus Soedomo, dr, Sp.S (K)
NIP. 19470318 197610 1 001
NIP. 19490516 197603 1 002
Pembimbing Pendamping
Penguji Pendamping
Prof. Bhisma Murti MPH, dr, M.Sc, Ph.D
Arif Suryawan, dr, AIFM
NIP. 19551021 199412 1 001
NIP. 19580327 198601 1 001 Tim Skripsi
Muthmainah, dr, M.Kes NIP. 19660702 199802 2 001 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 14 Juni 2012
Gloria K Evasari NIM. G.0009094
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SKRIPSI
HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA VASKULER PADA PASIEN PASCA STROKE DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA
Gloria Katrin Evasari G0009094
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta commit to user 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Demensia Vaskuler pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Gloria Katrin Evasari, NIM : G0009094, Tahun : 2012 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada hari Kamis, Tanggal 14 Juni 2012
Pembimbing Utama Nama : Prof. Dr. Oemar Sri Hartanto, dr., Sp.S (K) NIP : 19470318 197610 1 001 (.................................) Pembimbing Pendamping Nama : Prof. Bhisma Murti MPH, dr, M.Sc, Ph.D NIP : 19551021 199412 1 001 (.................................) Penguji Utama Nama : Agus Soedomo, dr., Sp.S (K) NIP : 19490516 197603 1 002
(.................................)
Anggota Penguji Nama : Arif Suryawan, dr., AIFM NIP : 19580327 198601 1 001
(.................................)
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi
Muthmainah, dr., M.Kes NIP 19660702 199802 2 001
Dekan FK UNS
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM
NIP 19510601 197903 1 002 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 14 Juni 2012
Gloria Katrin Evasari NIM. G0009094
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA Segala puji, hormat dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan nikmatNya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Demensia Vaskuler pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr Moewardi Surakarta. Penelitian tugas karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat ucapan terima kasih yang dalam saya berikan kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. Oemar Sri Hartanto, dr., Sp. S (K) selaku Pembimbing Utama yang telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini. 3. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, MSC, PhD selaku Pembimbing Pendamping yang telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini. 4. Agus Soedomo, dr., Sp. S selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 5. Arif Suryawan, dr., AIFM selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 6. Annang Giri Moelyo, dr., Sp. A dan Muthmainah, dr., M.Kes selaku Tim Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini. 7. Yang tercinta kedua orang tua saya, Ayahanda Sahat Uluan Ritonga dan Ibunda Martha Inatura Panggabean yang senantiasa mendoakan tiada henti dan memberikan support dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini. 8. Kakak dan adik saya tersayang Deborah dan Mauritz yang senantiasa memberikan semangat dan doa hingga penelitian ini terselesaikan. 9. Partner terbaik saya selama mengerjakan penelitian ini, Maria Goretti Novianty yang senantiasa memberikan semangat dan bantuan selama penelitian. 10. Sahabat-sahabat terdekat, Cety, Amel, Nina, Marsha, Dini, Fadityo, Iqbal, Ami, Cilla, Icon, Bertus atas semangat yang tak henti-henti dan waktu yang selalu tersedia. 11. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan. Surakarta, Juni 2012 Gloria Katrin Evasari commitvito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PRAKATA ................................................................................................................ vi DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xi BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................................. 3 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4 BAB II. LANDASAN TEORI ................................................................................. 5 A. Tinjauan Pustaka ...................................... ........................................... 5 1. Stroke ...................................... ....................................................... 5 a. Definisi ............................................ ........................................... 5 b. Etiologi ................. .................................................................. … 5 c. Klasifikasi ................................................................................... 5 d. Gejala dan Manifestasi Klinis ......................................... ........... 6 e. Patofisiologi ........................................ ....................................... 7 f. Faktor Risiko ………………………………………… .............. 9 g. Diagnosis …………………………………………………… .... 10 2. Demensia ....................................................... ................................. 10 a. Definisi......................................................................................... 10 b. Etiologi dan Klasifikasi................................................................ 10 c. Epidemiologi................................................................................. 12 d. Gejala dan Manifestasi Klinis....................................................... 13 3. Mini Mental State Examination (MMSE) .................................. ..... 15 4. Aterosklerosis ................................................................................. 16 5. Demensia Vaskuler........................................................................... 17 a. Definisi.......................................................................................... 17 b. Klasifikasi..................................................................................... 18 c. Epidemiologi................................................................................ 18 d. Faktor Risiko................................................................................ 19 e. Patogenesis................................................................................... 19 f. Diagnosis...................................................................................... 22 g. Gambaran Klinik.......................................................................... 24 h. Pemeriksaan Penunjang................................................................ 25 i. Penatalaksanaan............................................................................ 26 6. Hubungan Jenis Kelamin dengan Demensia Pasca Stroke............... 27
commitviito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran ........................................................................... C. Hipotesis ............................................................................................. BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................................... A. Jenis Penelitian ................................................................................... B. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. C. Subjek Penelitian ................................................................................ D. Teknik Sampling .................................................................................. E. Instrumentasi Penelitian ...................................................................... F. Identifikasi Variabel ........................................................................... G. Definisi Operasional Variabel ........................................................... H. Rancangan Penelitian .......................................................................... I. Cara Kerja ........................................................................................... J. Teknik Analisis Data .......................................................................... BAB IV. HASIL PENELITIAN ................................................................................ A. Karakteristik Sampel Penelitian .......................................................... B. Analisis Bivariat ................................................................................. 1. Hubungan Demensia Pasca Stroke dengan Jenis Kelamin ….. ...... 2. Hubungan Demensia Pasca Stroke dengan Usia ........................... 3. Hubungan Demensia Pasca Stroke dengan Tingkat Pendidikan..... C. Analisis Regresi Logistik Ganda ........................................................ BAB V. PEMBAHASAN ........................................................................................ BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... A. Simpulan ............................................................................................. B. Saran ................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... LAMPIRAN
viiito user commit
30 31 32 32 32 32 33 33 33 33 35 35 37 38 38 39 40 41 42 42 45 48 49 49 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 30 Gambar 3.1 Jalannya Penelitian .............................................................................. 35 Gambar 4.1 Boxplot tentang Hubungan Jenis Kelamin dengan ………….............. 40 Demensia Vaskuler Pasca Stroke
commitxto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kontinu .................................... 38 Tabel 4.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kategorikal ............................... 38 Tabel 4.3 Analisis Bivariat Tentang Hubungan Demensia Vaskuler Pasca Stroke dengan Jenis Kelamin …………………………………………………... 40 Tabel 4.4 Analisis Bivariat Tentang Hubungan Demensia Vaskuler Pasca Stroke dengan Usia ................................................................................................ 41 Tabel 4.5 Analisis Bivariat Tentang Hubungan Demensia Vaskuler Pasca Stroke dengan Tingkat Pendidikan .................................................................... 42 Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Tentang Hubungan Jenis Kelamin dengan Demensia Vaskuler Pasca Stroke dengan Mengontrol Usia dan Tingkat Pendidikan .................................................................. 43
commitixto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Tim Skripsi FK UNS Lampiran 2. Lembar Informed Consent Lampiran 3. Kuesioner MMSE (Mini Mental State Examination) Lampiran 4. Data Mentah Hasil Penelitian Lampiran 5. Analisis Data menggunakan SPSS 17.0 for Windows Lampiran 6. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian
commitxito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Gloria Katrin Evasari, G0009094, 2012. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Demensia Vaskuler pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr Moewardi Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang: Stroke adalah salah satu penyakit vaskuler otak yang hingga saat ini menjadi penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia. Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit stroke dapat berupa kecacatan, baik fisik maupun disfungsi psikososial, di antaranya berupa gangguan fungsi kognitif. Salah satu gangguan fungsi kognitif yang disebabkan oleh stroke adalah demensia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sebanyak 40 subjek penelitian dipilih dengan metode fixed-exposure sampling dari pasien pasca stroke rawat jalan di Poli Saraf Dr. Moewardi Surakarta. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara langsung dan pengisian kuesioner oleh pasien. Data dianalisis menggunakan metode analisis regresi logistik ganda, dengan SPSS 17.00 for Windows. Hasil Penelitian: Pasien pasca stroke perempuan memiliki risiko untuk mengalami demensia 1/100 kali lebih rendah daripada laki-laki. (OR = 0.01; CI 95% 0.001 hingga 0.25; p = 0.004). Hasil penelitian ini telah mengontrol usia dan tingkat pendidikan. Simpulan Penelitian: Disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pasca stroke. Simpulan ini dibuat setelah mengontrol pengaruh variabel perancu, yaitu usia dan tingkat pendidikan. Kata Kunci: jenis kelamin, demensia vaskuler, stroke
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Gloria Katrin Evasari, G0009094, 2012. Relationship between Gender and Vascular Dementia Incident Among Post Stroke Patients at RSUD Dr Moewardi Surakarta. Mini Thesis. Faculty of Medicine, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Background: Stroke is a cerebrovascular disease which until now is rated third causing death in the world. Stroke can cause physical disability to psychosocial disfunction, such as cognitive decline. One of cognitive decline that caused by stroke is dementia. This study aimed to analyze the relationship between gender and vascular dementia incident among post stroke patients . Methods: This analytic study was observational with cross-sectional approach. A sample of 40 study subjects was selected by fixed-exposure sampling from outpatients with post-stroke visiting the Neurology Clinics, RSUD Dr. Moewardi Surakarta. The data were collected by interview using a set of questionnaire. The data was analyszed using multiple logistic regression model on SPSS version 17 for Windows. Results: Female patients had 1/100 times as many level of adherence to poststroke vascular dementia than male patients (OR = 0.01; 95%CI 0.001 to 0.25; p = 0.004). This estimate has controlled for the effects of confounding variables such as age and level of education. Conclusion: There is a statistically significant relationship between gender to vascular dementia on post-stroke patients. This conclusion is drawn after controlling for the effects of confounding factors such as age and level of education. Keywords: gender, vascular dementia, stroke
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Stroke didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) 1995 sebagai suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis,baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak. Stroke merupakan salah satu penyakit vaskuler otak yang hingga saat ini dikategorikan sebagai penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia, penyebab utama kecacatan pada orang dewasa, serta penyebab kedua terjadinya demensia. Prevalensi stroke di seluruh dunia berkisar pada angka 7,1 juta pada tahun 2000 dan jumlah ini akan terus meningkat seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju. Menurut data di negara berkembang seperti Indonesia, insidensi stroke yang terjadi adalah 234 per 100.000 penduduk (survei di Bogor oleh Misbach, 2001), sedangkan hasil riset kesehatan dasar Depkes RI tahun 2007, dilaporkan bahwa penyebab kematian utama untuk semua umur adalah stroke (15,4%). Jumlah kematian yang dilaporkan pada tahun 2003, menunjukkan bahwa penyakit stroke menempati urutan pertama (6,9%) dari 50 peringkat utama kematian di rumah sakit (RS) dan menempati urutan ke-13 (1,3%) penyebab rawat inap di RS seluruh Indonesia. Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit stroke dapat berupa kecacatan, baik fisik maupun disfungsi psikososial, diantaranya berupa gangguan fungsi kognitif. Hal ini akan memengaruhi kualitas hidup penderita pasca stroke. Gangguan kognitif dalam jangka panjang tanpa dilakukannya penanganan yang optimal akan meningkatkan insidensi demensia. Kejadian demensia vaskular (DVa) di negara-negara Eropa dan commit to user
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Amerika, menduduki urutan kedua terbanyak setelah demensia Alzheimer. DVa merupakan bentuk demensia yang dapat dicegah sehingga mempunyai peranan yang besar dalam menurunkan angka kejadian demensia dan perbaikan kualitas hidup usia lanjut penderita. Demensia pasca stroke (DPS) merupakan salah satu subtipe demensia vaskuler. DPS didefinisikan sebagai demensia yang timbul pada tiga bulan setelah serangan akut, baik stroke rekuren maupun stroke pada serangan pertama. Frekuensi DPS yang telah ditemukan lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, dan stroke meningkatkan risiko demensia 4 sampai 12 kali. Insidensi demensia pasca stroke bervariasi antara 23,5% sampai dengan 61% (Schmid et al, 1993). Tatemichi et al (1990) melaporkan prevalensi demensia pasca stroke di Jepang mencapai angka 26,3%. Pohjasvaara (1997) melaporkan prevalensi demensia pasca stroke di India sebesar 31,8%. Roman (2002) melaporkan prevalensi demensia pasca stroke di berbagai negara sebesar 21%-45%. Angka demensia vaskuler, khususnya demensia pasca stroke di Indonesia belum ada. Penelitian terakhir memperlihatkan, demensia terjadi rata-rata seperempat sampai sepertiga dari kasus stroke (Taternichi et al., 1992). Prevalensi Dva akan semakin meningkat dengan meningkatnya usia seseorang, dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Sebuah penelitian yang dilakukan di Lundby, Swedia menunjukkan risiko terjadinya DVa pada lakilaki besarnya 34,5% dan perempuan 19,4% (PERDOSSI, 2004). Sedangkan penelitian
yang
Concerted Action
dilakukan on
oleh
The
European
Community
Epidemiology
and
Prevention
of Dementia
mendapatkan prevalensi DVa berkisar dari 1,5/100 wanita usia 75-79 tahun di Inggris hingga 16,3/100 laki-laki usia di atas 80 tahun di Italia. Kaplan (1997) menyebutkan bahwa demensia vaskuler lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan, namun penelitian-penelitian lain yang ada tidak menyebutkan perbedaan kejadian demensia vaskuler pada lakilaki dan perempuan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diadakan commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penelitian mengenai apakah ada perbedaan kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke laki-laki dan perempuan di RSUD Dr. Moewardi. B. Perumusan Masalah Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan jangka pendek penelitian dengan judul “Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Demensia Vaskuler pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr. Moewardi” adalah untuk mendapatkan data dan bukti ilmiah mengenai hubungan jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler, terutama bagi pasien dengan stroke yang berobat di Rumah Sakit Dr. Moewardi, Surakarta. Data ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh dari jenis kelamin, serta faktor lainnya yang turut mempengaruhi kejadian demensia vaskuler pada pasien dalam kondisi pasca stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data lengkap dan menyeluruh dari hubungan jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pasien pasca stroke di Indonesia, sebab hingga saat ini, data mengenai prevalensi penderita demensia vaskuler pada pasien pasca stroke masih belum jelas, terutama di Indonesia sendiri. Selain itu, perlu dilakukan analisis mengenai adanya faktor – faktor yang berperan dalam kejadian
timbulnya
demensia
vaskuler,
sehingga
dapat
dilakukan
pencegahan dan peningkatan kualitas hidup pasien penderita demensia vaskuler pasca stroke.
commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik: a. Memberikan tambahan pengetahuan untuk menjelaskan apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke. b. Menemukan kejadian demensia pada penderita stroke laki-laki dan perempuan 2. Manfaat Aplikatif: Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada penderita pasca stroke sehingga dapat mencegah kejadian demensia, terutama demensia vaskuler.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Stroke a. Definisi Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan
kematian tanpa
diketemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler (Aliah et al., 1996).
b. Etiologi Penyebab utama stroke diurutkan dari yang paling penting, adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisma vaskuler. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes melitus atau penyakit vaskuler perifer (Lombardo, 1995).
c. Klasifikasi Banyak klasifikasi yang telah dibuat untuk memudahkan penggolongan penyakit pembuluh darah otak. Menurut modifikasi Marshall, stroke dapat diklasifikasikan menjadi : 1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya : a) Stroke iskemik atau non-hemoragik b) Transient Ischemic Attack (TIA) c) Trombosis serebri commit to user d) Emboli serebri
5
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Stroke hemoragik f)
Perdarahan intraserebral
g) Perdarahan subarachnoid 2) Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu : a) Transient Ischemic Attack (TIA) atau Serangan Iskemik Sepintas (SIS) b) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) atau Defisit Neurologis Iskemik Sepintas (DNIS) c) Stroke in Evolution/Progressive Stroke atau Stroke progresif d) Completed Stroke atau stroke komplit 3) Berdasarkan sistem pembuluh darah : a) Sistem karotis b) Sistem vertebro-basiler
d. Gejala dan manifestasi klinis Gejala neurologis yang timbul tergantung dari berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke dapat berupa: 1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak. 2) Gangguan sensibilitas pada satu atau beberapa anggota badan (gangguan sensorik). 3) Perubahan mendadak status mental (konvulsi, delirium, letargi, stupor, koma) 4) Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan memahami ucapan) 5) Disartria (berbicara “pelo” atau cadel) 6) Gangguan penglihatan (hemianopsia atau monookuler) atau diplopia. 7) Vertigo, mual, muntah dan nyeri kepala (Mansjoer et al., 2000). commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Patofisiolgi stroke Otak merupakan organ yang sangat peka terhadap keadaan iskemik. Meskipun berat otak hanya sekitar 2% dari total berat badan, otak menerima lebih dari 20% dari cardiac output untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya, oksigen dan glukosa. Kegagalan dalam memasok darah dalam jumlah yang mencukupi akan menyebabkan gangguan fungsi bagian otak yang terserang atau nekrosis, yang disebut sebagai stroke iskemik (Iskandar, 1999). Dalam keadaan fisiologis, jumlah darah yang mengalir ke otak atau yang disebut cerebral blood flow (CBF) adalah 50-55 ml per 100 gram otak per menit. Bila sel neuron terpapar pada tingkat CBF yang kurang, maka sel neuron tersebut tidak dapat berfungsi secara normal, namun masih mempunyai potensi untuk pulih sempurna. Ambang bagi gagalnya pompa membran terjadi bila CBF berkurang sampai sekitar 8 ml per 100 gram otak per menit. Pada tingkat ini, kematian sel dapat terjadi. Daerah di otak dengan tingkat CBF antar 8-18 ml per 100 gram otak per menit merupakan daerah yang dapat kembali normal atau dapat melanjutkan ke kematian neuronal. Daerah ini dinamai penumbra iskemik (Lumbantobing, 2004). Pada pusat daerah iskemik akan berkembang proses degenerasi yang bersifat irreversible, sel-sel saraf daerah iskemik tidak bisa tahan lama (Mardjoni, 2000). Infark otak, kematian neuron, glia dan vaskuler disebabkan oleh tidak adanya nutrien dan oksigen atau terganggunya metabolisme. Infark bisa disebabkan oleh iskemia sehingga terjadi hipoksia sekunder, terganggunya nutrisi seluler, dan kematian sel otak (Harsono, 1999). Stroke perdarahan atau stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya arteri serebralis yang kemudian menimbulkan perdarahan. Daerah distal dari tempat dinding arteri yang pecah tidak lagi mendapat suplai darah, sehingga wilayah tersebut menjadi iskemik commit to user dan kemudian menjadi infark. Gambaran patologik menunjukkan
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh darah otak, diikuti edema dalam jaringan otak di sekitar hematoma (Lionel, 2005). Terdapatnya darah di jaringan saraf dapat berakibat gangguan gangguan sel yang berat, bahkan sampai nekrosis sel saraf. Selain kerusakan jaringan saraf, pendarahan juga dapat mengakibatkan gangguan aliran darah di arteri yang terkena. Kerusakan dinding menyebabkan pembuluh darah berkontriksi dan aliran darah terhambat sehingga otak yang disuplainya mengalami iskemik (Iskandar, 1999). Selain daripada itu, perdarahan otak dapat juga disebabkan oleh : 1) Trauma 2) Non-trauma : a) Serebral angiopati b) Vaskular malformasi c) Arteripati yang lain d) Neoplasma e) Diskrasia darah : leukimia, sicke cell, kelainan platelet, kekurangan faktor pembekuan darah f)
Pengobatan : antikoagulan dan trombolotik agents
g) Penyalahgunaan obat : amphetamine, penggunaan kokain secara kronis h) Toksik : arsen (Suroto, 2004). Untuk
dapat
berfungsi
dengan
baik,
jaringan
otak
membutuhkan bahan makanan yang terus-menerus, oksigen dan glukosa digunakan untuk menghasilkan energi yang diperlukan guna memelihara jutaan sel otak dengan baik. Pada waktu stroke, aliran darah ke otak sangat terganggu sehingga terjadi iskemia yang berakibat kurangnya aliran glukosa, oksigen dan bahan makanan lainnya ke sel otak. Hal tersebut akan menghambat mitokondria dalam menghasilkan ATP sehingga tidak saja terjadi gangguan to userberbagai proses toksik. Hasil akhir fungsi seluler, tetapicommit juga aktivasi
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kerusakan serebral akibat iskemia adalah kematian sel neuron maupun berbagai sel lain dalam otak seperti sel glia, mikroglia, endotel, eritrosit dan leukosit (Suroto, 2002). Sel-sel saraf (neuron) berkurang jumlahnya sehingga sintesis berbagai neurotransmitter berkurang, akibatnya kecepatan hantar impuls, kemampuan transmisi impuls antar neuron dan transmisi impuls neuron-sel efektor menurun secara keseluruhan sehingga mengakibatkan terganggunya kemampuan sistem saraf untuk mengirimkan informasi sensorik, mengenal dan mengasosiasikan informasi, memprogram dan memberikan respon terhadap informasi sensorik (fungsi sensorik dan motorik) (Widjajakusumah, 1992).
f. Faktor risiko Faktor risiko stroke adalah faktor-fakto yang ada dalam seseorang yang dapat menyebabkan stroke (Harsono, 1999). Faktorfaktor tersebut dapat dikelompokkan dalam dua tipe utama yaitu yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Dengan perhatian khusus untuk mengontrol faktor-faktor yang bisa diubah maka pengaruh dari faktor-faktor yang tidak dapat diubah tersebut dapat dikurangi (Soeharto, 2001). Faktor risiko yang tidak dapat diubah diantaranya adalah : 1) Usia 2) Jenis kelamin 3) Ras 4) Riwayat keluarga 5) Serangan stroke atau TIA terdahulu Faktor risiko yang dapat diubah diantaranya adalah : 1) Hipertensi 2) Diabetes 3) Merokok commit tojantung) user 4) Fibralasi atrium (penyakit
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Hiperkolestrolemia 6) Aktifitas yang kurang dan obesitas 7) Alkohol 8) Penyakit arteri karotis atau arteri yang lain
g. Diagnosis stroke Diagnosis stroke berdasar atas : 1) Anamnesis 2) Pemeriksaan internus 3) Pemeriksaan neurordiologik 4) Pemeriksaan penunjang
2. Demensia a. Definisi Demensia adalah kumpulan gejala klinis yang disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya daya ingat jangka pendek (recent memory) dan gangguan global fungsi mental termasuk fungsi bahasa, mundurnya berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat (PERDOSSI).
b. Etiologi dan klasifikasi Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy
(Lewy
body
dementia),
penyakit
Pick,
demensia
frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang commit to user melalui evaluasi dan penatalaksanaan klinis berhubungan dengan
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat depresi. Kemungkinan penyebab demensia (Kaplan dan Sadock): 1) Demensia degeneratif a) Penyakit Alzheimer b) Demensia frontotemporal, misalnya pada penyakit Pick c) Demensia Lewi Body d) Ferokalsinosis serebral idiopatik e) Kelumpuhan supranuklear yang progresif 2) Trauma a) Demensia pugilistica b) Subdural Hematoma 3) Infeksi a) Penyakit Creudzfeldt-Jakob b) Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) c) Sifilis 4) Kelainan jantung, vaskuler dan anoksia: a) Infark serebri (infark tunggal maupun multipel atau infark lakunar) b) Penyakit
Binswanger
(subcortical
arteriosclerotic
encephalopathy) c) Insufisiensi hemodinamik (hipoperfusi atau hipoksia) 5) Kelainan Psikiatrik a) Pseudodemensia pada depresi b) Penurunan fungsi kognitif pada skizofrenia lanjut 6) Fisiologis Hidrosefalus tekanan normal 7) Demielinisasi Multipel Sklerosis commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) Kelainan Metabolik a) Defisiensi vitamin, misalnya B12 b) Endokrinopati, misalnya Hipotiroidisme c) Gangguan metabolisme kronik, misalnya uremia 9) Obat-obatan dan toksin a) Alkohol b) Logam berat c) Radiasi d) Karbon Monoksida 10) Tumor Tumor primer maupun metastase 11) Lain-lain a) Pennyakit Huntington b) Penyakit Wilson c) Leukodistrofi metakromatik d) Neuroakantositosis
c. Epidemiologi Prevalensi
demensia
semakin
meningkat
dengan
bertambahnya usia. Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen. Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’s diseases). Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler to user yang berusia antara 60 hingga paling sering ditemuicommit pada seseorang
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut. Untuk Indonesia belum ada data yang pasti mengenai prevalensi demensia, tetapi kalau melihat data bangsal saraf di Indonesia, stroke (CVD)
merupakan
kasus
terbanyak
(sekitar
50%),
maka
kemungkinan etiologi terbesar untuk demensia di Indonesia adalah vaskuler.
d. Gejala dan Manifestasi Klinis Manifestasi klinis demensia dapat meliputi gangguan pada aspek bahasa, memori, emosi, visuospasial dan kognisi. 1) Gangguan bahasa Menurut Critchley yang dikutip dari Sidarta gangguan bahasa yang terjadi pada demensia terutama tampak pada kemiskinan kosa kata. Pasien tidak dapat menyebutkan nama benda atau gambar yang ditunjukkan padanya (confrontation naming), tetapi lebih sulit lagi menyebutkan nama benda dalam satu kategori (category naming), misalnya disuruh menyebutkan nama buah atau hewan dalam satu kategori. Sering adanya diskrepansi antara penamaan konfontasi dan penamaan kategori dipakai untuk mencurigai adanya demensia dini. Misalnya orang dengan cepat dapat menyebutkan benda dalam satu kategori, ini didasarkan karena daya abstraksinya mulai menurun. 2) Gangguan memori Gangguan mengingat sering merupakan gejala yang pertama timbul pada demensia dini. Pada tahap awal, yang terganggu adalah memori barunya, yakni cepat lupa apa yang baru saja dikerjakan. Namun lambat laun memori lama juga dapat terganggu. Dalam klinik neurologi fungsi memori dibagi dalam tiga tingkatan bergantung pada lamanya rentang waktu antara commit stimulus dan recall, yaitu to : user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara stimulus dan recall hanya beberapa detik. Disini hanya dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat (attention). b) Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama yaitu bebrapa menit, jam, bulan, bahkan tahun. c) Memori lama (remote memory), rentang waktunya bertahuntahun, bahkan seumur hidup. 3) Gangguan emosi Gangguan ini sering timbul pada penderita stroke. Sekitar 15% pasien mengalami kesulitan kontrol terhadap ekspresi dari emosi. Tanda lain adalah menangis dengan tiba-tiba dan tidak dapat mengendalikan tawa. Efek langsung yang paling umum dari penyakit pada otak pada personality adalah emosi yang tumpul, disinhibition, kecemasan yang berkurang atau euforia ringan dan menurunnya sensitivitas sosial. Selain itu dapat juga terjadi kecemasan yang berlebihan, depresi dan hipersensitif. 4) Gangguan visuospasial Gangguan ini juga sering timbul pada demensia dini. Pasien banyak yang lupa waktu, tidak tahu kapan siang dan malam, lupa wajah teman dan sering tidak tahu tempat sehingga sering tersesat (disorientasi waktu, tempat dan orang). Secara obyektif gangguan visuospasial ini dapat ditentukan dengan meminta pasien mengkopi gambar atau menyusun balok-balok sesuai bentuk tertentu. 5) Gangguan kognisi Fungsi ini merupakan fungsi yang paling sering terganggu pada pasien demensia, terutama daya abstraksinya. Pasien selalu berpikir konkret sehingga sulit sekali dalam mengartikan suatu peribahasa. Selain itu, daya persamaannya (similarities) juga mengalami penurunan. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Mini Mental State Examination (MMSE) Mini Mental State Examination (MMSE) adalah metode pemeriksaan untuk menilai fungsi kognitif yang telah digunakan secara luas oleh para klinisi untuk praktek klinik maupun penelitian. Untuk menentukan kasus demensia secara cepat di sisi tempat tidur (a rapid bed side screening) seringkali digunakan Mini Mental State Examination (MMSE) (Soedomo, 2000). MMSE pertama kali diperkenalkan oleh Fostein (1975) dan telah banyak dipakai di dunia dan di Indonesia juga telah direkomendasikan oleh kelompok studi fungsi luhur PERDOSSI (Dahlan, 1999). Tes ini meliputi pemeriksaan orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, mengingat kembali (recall) serta bahasa. Pasien dinilai secara kuantitatif pada fungsi-fungsi tersebut, nilai sempurna adalah 30. Menurut Friedl et al. (1995) nilai MMSE dipengaruhi oleh faktor sosiodemografik, termasuk didalamnya adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan, yang kedua adalah faktor lingkungan dan faktor behaviour, yaitu beban kehidupan secara umum, stress fisik, kontak sosial, aktifitas fisik, merokok dan minum alkohol. Faktor- faktor yang memengaruhi nilai MMSE menurut Folstein et al. (1993) adalah umur dan tingkat pendidikan, sedangkan Schmand et al. (1995) menyatakan bahwa yang memengaruhi nilai MMSE hanya tingkat pendidikan saja. Skor MMSE berkisar antara 0-30. Orang normal menunjukkan skor 24-30. Secara keseluruhan jika skor kurang dari 24, maka dikatakan telah ada gejala demensia (Harsono, 2007). Terdapat beberapa perbedaan pendapat diantara para ahli dalam menentukan klasifikasi penilaian MMSE, Grut et al. (1993) dan Folstein et al. (1993) mendapatkan nilai normal MMSE adalah lebih besar atau sama dengan 27, sedangkan Wind (1994) mendapatkan nilai MMSE normal (27-30), curiga gangguan fungsi kognitif (22-26), pasti gangguan fungsi commit to user kognitif (<21).
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemeriksaan MMSE mudah dilakukan yaitu dengan memberi nilai untuk beberapa fungsi kognitif. Tes ini dapat dilakukan oleh dokter, perawat, atau orang awam dengan sedikit latihan dan membutuhkan waktu hanya sekitar 10 menit. Reliabilitasnya untuk pasien-pasien psikiatrik dan neurologik telah diuji oleh National Institute of Mental Health USA. Sensitivitasnya 87% dan spesifitasnya 82% untuk deteksi demensia (Tatemichi et al., 1997).
4. Aterosklerosis Aterosklerosis adalah suatu penyakit arteri berukuran besar dan sedang akibat terbentuknya lesi lemak yang disebut plak ateromatosa pada permukaan dalam dinding arteri. Yang menjadi cikal bakal aterosklerosis adalah kerusakan endotel vaskular. Secara histologis, aterosklerosis dibagi menjadi : a. Lesi awal (fatty streak) b. Lesi lanjut (fibrosis, plaque-aterosklerotik) c. Lesi
komplikata
(ulserasi,
perdarahan,
kalsifikasi)
yang
menyebabkan stroke, aneurisma, infark acute coronary syndrome. Pembentukan ateroma dimulai dengan pembentukan fatty streak. Proses tersebut diawali dengan adanya kerusakan endotel vaskular. Penyebab kerusakan pada endotel diakibatkan adanya faktorfaktor seperti hiperkolesterolemia kronis, adanya perubahan fungsional shear stress aliran darah pada endotel pembuluh darah, ataupun adanya disfungsi akibat toksin atau zat-zat lain. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan perubahan permeabilitas endotel, perubahan sel-sel endotel atau perubahan hubungan antara sel endotel dan jaringan ikat dibawahnya. Kerusakan endotel akan menyebabkan pelepasan faktor pertumbuhan yang akan merangsang masuknya monosit ke lapisan intima pembuluh darah. Monosit pada dinding pembuluh darah akan berubah menjadi makrofag yang akan mencerna dan mengoksidasi commit user foam cell (sel busa makrofag). kolesterol LDL, sehingga akan to terbentuk
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Foam cell ini kemudian bersatu pada pembuluh darah dan membentuk fatty streak yang dapat dilihat. Seiring berjalannya waktu, jaringan otot polos serta jaringan fibrosa di sekitarnya berproliferasi akibat adanya pelepasan Platelet Derived Growth Factor (PDGF) oleh makrofag, sehingga fatty streak menjadi lebih besar dan bersatu kemudian terbentuk plak yang makin lama makin besar. Selain itu, sel-sel otot polos tersebut yang kontraktif akan berproliferasi dan akan berubah menjadi lebih fibrotik. Makrofag, sel endotel, sel otot polos maupun limfosit T (terdapat pada stadium awal plak aterosklerosis) akan mengeluarkan sitokin yang memperkuat interaksi antara sel-sel tersebut. Adanya penimbunan kolesterol intra dan ekstraseluler disertai adanya fibrosis maka akan terbentuk plak fibrolipid. Pada inti dari plak tersebut, sel-sel lemak dan lainnya akan menjadi nekrosis dan terjadi kalsifikasi. Plak ini akan menginvasi dan menyebar kedalam tunika media dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah akan menebal dan terjadi penyempitan lumen. Arteri yang mengalami aterosklerosis kehilangan sebagian besar distensibilitasnya, dan karena daerah di dinding pembuluhnya berdegenerasi, pembuluh menjadi lebih mudah robek. Pada tempat penonjolan plak ke dalam aliran darah, permukaan plak yang kasar dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah, yang berakibat terbentuknya trombus atau embolus.
5. Demensia Vaskuler a. Definisi Demensia vaskuler merupakan suatu kelompok
kondisi
heterogen yang meliputi semua sindrom demensia akibat iskemik, anoksia atau hipoksia otak dengan penurunan fungsi kognisi mulai dari yang ringan sampai yang paling berat dan meliputi semua domain, tidak harus dengan gangguan memori yang menonjol to userpasca stroke adalah bagian dari (PERDOSSI, 2004).commit Demensia
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
demensia vaskuler, yaitu demensia yang timbul sebagai akibat langsung dari suatu serangan stroke, baik itu stroke perdarahan maupun stroke iskemik.
b. Klasifikasi Klasifikasi demensia vaskuler secara klinis menurut Kelompok Studi Fungsi Luhur PERDOSSI adalah : 1) Demensia pasca stroke : a) Demensia infark serebri b) Demensia perdarahan intraserebral 2) Demensia vaskuler subkortikal a) Lesi iskemik substansia alba b) Infark lakuner subkortikal c) Infark non lakuner subkortikal d) Demensia vaskuler tipe campuran (Demensia Alzheimer dan demensia vaskuler) PPDGJ III membagi demensia vaskuler sebagai berikut : 1) F01.0 Demensia vaskuler onset akut 2) F01.1 Demensia vaskuler multi-infark 3) F01.2 Demensia vaskuler subkortikal 4) F01.3 Demensia vaskuler campuran kortikal dan subkortikal 5) F01.4 Demensia vaskuler lainnya
c. Epidemiologi Sampai saat ini masih sulit untuk menggambarkan distribusi dan frekuensi demensia vaskuler. Ketidaksepakatan tentang kriteria diagnosis dan implementasi di lapangan masih merupakan masalah besar. Dua studi prevalensi demensia vaskuler melaporkan hasil yang berbeda, yaitu 13,6% (Censari et al., 1996) dan 31,8% (Pohjasvaara et al., 1997) dalam waktu 3 bulan setelah serangan commit user melaporkan angka prevalensi stroke. Bomstein et al. to (1996)
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
demensia vaskuler ialah 32% setelah 5 tahun serangan stroke. Angka prevalensi demensia vaskuler meningkat pada penderita stroke yang selamat dari kematian (Tatemichi et al., 1992 ; Censari et al., 1996 ; Pohjasvaara et al., 1997). Andersen et al. (1996) 25% dari penderitapenderita stroke yang diikuti selama setahun terjadi demensia vaskuler. Sejauh ini hanya ada dua penelitian population-based tentang insidensi demensia vaskuler pada penderita stroke (Kokmen et al., 1996 ; Kiyohara, 1999). Kokmen et al. (1996) melakukan penelitian dengan mengikuti penderita pasca stroke selama 25 tahun. Angka insidensi kumulatif demensia vaskuler meningkat dari 7% pada tahun pertama menjadi 48% pada 25 tahun kemudian. Kiyohara (1999) melaporkan age-adjusted total incidence (per 1000 personyears) demensia vaskuler adalah 12,2 untuk laki-laki dan 9,0 untuk perempuan.
d. Faktor Risiko Faktor risiko demensia vaskuler dapat dibagi dalam 2 kelompok,
yaitu
;
(1)
yang
ada
hubungannya
dengan
kardioserebrovaskuler dan (2) faktor-faktor lain (Gorelick et al., 1998).
e. Patogenesis Ada beberapa hal yang mendasari patogenesis terjadinya demensia vaskuler: 1) Infark multipel Demensia multi infark merupakan akibat dari infark multipel dan bilateral. Terdapat riwayat satu atau beberapa kali serangan
stroke
hemiparesis/hemiplegi,
dengan afasia,
gejala
fokal
hemianopsia.
seperti Computed
tomography imaging (CT Scan) otak menunjukkan hipodensitas commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bilateral disertai atrofi kortikal, kadang-kadang disertai dilatasi ventrikel. 2) Infark lakunar Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm, disebabkan kelainan pada small penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan sub kortikal akibat dari hipertensi. Pada sepertiga kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik. Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan sensorik, transient ischaemic attack, hemiparesis atau ataksia. Bila jumlah lakunar bertambah maka akan timbul sindrom demensia, sering disertai pseudobulbar palsy. Pada derajat yang berat terjadi lacunar state. CT Scan otak menunjukkan hipodensitas multipel dengan ukuran kecil, dapat juga tidak tampak pada CT Scan otak karena ukurannya yang kecil atau terletak di daerah batang otak. Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan pemeriksaan penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya lakunar terutama di daerah batang otak (pons). 3) Infark tunggal di daerah strategis Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik pada daerah kortikal atau sub kortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark girus angularis menimbulkan gejala afasia sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi spasial dan gangguan konstruksi. Infark daerah distribusi arteri serebri posterior menimbulkan gejala amnesia disertai agitasi, halusinasi visual, gangguan visual dan kebingungan. Infark daerah distribusi arteri serebri anterior menimbulkan abulia, afasia motorik dan apraksia. Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan kognitif dan tingkah laku yang disebabkan gangguan persepsi spasial. Infark pada daerah distribusi arteri paramedian thalamus menghasilkan thalamic dementia. commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Sindrom Binswanger Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukkan demensia progresif dengan riwayat stroke, hipertensi dan kadangkadang diabetes melitus. Sering disertai gejala pseudobulbar palsy, kelainan piramidal, gangguan berjalan (gait) dan inkontinensia. Faktor risikonya adalah small artery diseases (hipertensi, angiopati amiloid), kegagalan autoregulasi aliran darah di otak pada usia lanjut, hipoperfusi periventrikel karena kegagalan jantung, aritmia dan hipotensi. 5) Angiopati amiloid serebral Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventisia arteriola serebral. Insidensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Kadang-kadang terjadi demensia dengan onset mendadak. 6) Hipoperfusi Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti jantung, hipotensi berat, hipoperfusi dengan/tanpa gejala oklusi karotis, kegagalan autoregulasi arteri serebral, kegagalan fungsi pernafasan. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan lesi vaskular di otak yang multipel. 7) Perdarahan Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti hematoma subdural kronik, gejala sisa dari perdarahan sub arachnoid
dan
hematoma
serebral.
Hematoma
multipel
berhubungan dengan angiopati amiloid serebral idiopatik atau herediter. 8) Mekanisme lain Mekanisme lain dapat mengakibatkan demensia termasuk kelainan pembuluh darah inflamasi atau non inflamasi (poliartritis nodosa, limfomatoid granulomatosis, giant-cell arteritis, dan commit to user sebagainya).
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f. Diagnosis Diagnosis demensia vaskuler ditegakkan melalui dua tahap, pertama menegakkan diagnosis demensia, kedua mencari proses vaskuler yang mendasari. Sampai saat ini belum ada marka biologis yang baku untuk mendiagnosis suatu demensia vaskuler. Saat ini, alat yang digunakan untuk mendiagnosis demensia vaskuler adalah dengan menggunakan berbagai kriteria diagnosis. Kriteria diagnosis yang sering digunakan untuk mendiagnosis demensia vaskuler antara lain : 1) Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorders 4th edition (DSM-IV) (American Psychiatric Association, 1994) : a) Ada gangguan kognitif multipleks yang dicirikan oleh dua keadaan berikut : (1) Gangguan
memori
(gangguan
kemampuan
untuk
mempelajari hal yang baru atau menyebut kembali informasi yang baru saja diperoleh). (2) Satu atau lebih dari gangguan kognitif, yaitu : (a) Afasia (gangguan berbahasa) (b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk mengerjakan aktivitas motorik, sementara fungsi motorik normal) (c) Agnosia (tak dapat mengenal atau mengidentifikasi benda, sementara fungsi sensorik normal) (d) Gangguan
dalam
fungsi
eksekutif
(merancang,
mengelola, kemampuan berpikir abstrak dan membuat urutan). b) Gangguan
kognitif
pada
kriteria
A
masing-masing
menyebabkan gangguan fungsi sosial dan okupasional yang jelas. c) Tanda dan gejala neurologis fokal (refleks fisiologis commitpatologis to user positif, paralisis pseudobulbar, meningkat, refleks
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gangguan langkah, kelumpuhan anggota gerak) atau bukti pemeriksaan radiologis menunjukkan infark multiple di daerah korteks atau subkorteks. d) Tidak ada delirium 2) International Classification of Disease 10th revision : a) Distribusi yang tidak lazim dari gangguan kognitif satu dengan yang lain b) Terdapat bukti adanya gangguan fokal otak c) Terdapat bukti pernah mengalami gangguan serebrovaskuler sebelumnya 3) National Institue of Neurological Disorders and Stroke and Association Internationale pour la Recherche et l’Enseignement en Neurosciences (NINDS-AIREN) yang mempunyai 3 tingkat kepastian, yaitu probable, possible dan definite. a) Diagnosis probable (1)
Demensia
(2)
Penyakit serebrovaskuler (CVD), ditandai dengan adanya defisit neurologis fokal dan bukti pemeriksaan neuro imaging (CT-Scan atau MRI)
(3)
Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas yang dibuktikan dengan onset demensia dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke atau deteriorasi fungsi kognitif yang mendadak, fluktuatif dan bertahap.
b) Diagnosis possible (1)
Demensia dengan adanya defisit neurologis fokal tetapi tanpa didukung bukti pemeriksaan neuroimaging (CTScan atau MRI)
(2)
Demensia dengan adanya defisit neurologis fokal tetapi tanpa adanya hubungan yang jelas antara demensia dan stroke. commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(3)
Demensia dengan adanya defisit neurologis fokal tetapi dengan onset yang tidak jelas dan deteriorasi fungsi kognitifnya bervariasi.
c) Diagnosis pasti (definite) (1)
Adanya kriteria diagnosis probable
(2)
Otopsi memunjukkan adanya cedera otak iskemik dan tidak didapatkan penyebab lain demensia.
Dari ketiga kriteria diagnosis diatas, yang saat ini paling sering digunakan adalah kriteria NINDS-AIREN karena menggunakan pemeriksaan pencitraan otak sebagai salah satu bukti adanya gangguan serebrovaskuler. DSM-IV mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi spesifitasnya rendah. Untuk penelitian dianjurkan menggunakan kriteria NINDS-AIREN.
g. Gambaran Klinik Serangan
terjadinya
demensia
vaskuler
terjadi
secara
mendadak, dengan didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) atau stroke, risiko terjadinya DVa 9 kali pada tahun pertama setelah serangan dan semakin menurun menjadi 2 kali selama 25 tahun kemudian. Adanya riwayat dari faktor risiko serebrovaskuler harus disadari tentang kemungkinan terjadinya Dva. Gambaran klinik penderita DVa menunjukkan kombinasi dari gejala fokal neurologik, kelainan neuropsikologik dan gejala neuropsikiatrik. Gejala fokal neurologik dapat berupa gangguan motorik,
gangguan
sensorik
dan
hemianopsia.
Kelainan
neuropsikologik berupa gangguan memori disertai dua atau lebih kelainan kognitif lain seperti atensi, bahasa, visuospasial dan fungsi eksekutif. Gejala neuropsikiatrik sering terjadi pada DVa, dapat berupa perubahan kepribadian (paling sering), depresi, mood labil, commit to user delusion, apati, abulia, tidak adanya spontanitas. Depresi berat
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terjadi pada 25-50% pasien dan lebih dari 60% mengalami sindrom depresi dengan gejala paling sering yaitu kesedihan, ansietas, retardasi psikomotor atau keluhan somatik. Psikosis dengan ide-ide seperti waham terjadi pada kurang lebih 50%, termasuk pikiran curiga, sindrom Capgras. Waham paling sering terjadi pada lesi yang melibatkan struktur temporoparietal.
h. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendapatkan data yang dapat memberikan nilai tambah dalam pencegahan, diagnosis, terapi, prognosis dan rehabilitasi. 1) Pencitraan Dengan adanya fasilitas pemeriksaan CT-Scan otak dan MRI dapat dipastikan adanya perdarahan otak atau infark (tunggal dan multipel), besar serta lokasinya. Selain itu juga dapat disingkirkan kemungkinan gangguan struktur lain yang dapat memberikan gambaran lain yang mirip dengan DVa, misalnya neoplasma. 2) Laboratorium Digunakan untuk menentukan penyebab atau faktor risiko yang menyebabkan timbulnya stroke dan demensia. Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah (LED), kadar glukosa, glycosylated Hb, kolestrol, trigliserida, tes serologi untuk sifilis, HIV, fungsi tiroid, profil koagulasi, kadar asam urat, antibodi antikardiolipin dan lain sebagainya yang dianggap perlu. 3) Lain-lain Foto rontgen dada, EKG, ekokardigrafi, EEG, pemeriksaan Doppler, potensial cetusan atau angiografi.
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
i. Penatalaksanaan 1) Farmakologi Terapi
untuk
demensia
vaskuler
ditujukan
kepada
penyebabnya, mengendalikan faktor risiko (pencegahan sekunder) serta terapi untuk gejala neuropsikiatrik dengan memperhatikan interaksi obat. Pengaruh obat-obatan dalam membantu pemulihan fingsi
kognitif
pada
penderita
demensia
vaskuler
belum
menunjukkan hasil yang memuaskan, namun beberapa studi menunjukkan beberapa jenis obat yang dapat memperbaiki fungsi kognitif pada pasien demensia vaskuler. Pentoksifilin dilaporkan dapat meningkatkan fungsi kognitif dan intelektual pada penderita demensia vaskuler (Black et al., 1992 ; European Pentoxifylline Multi Infarct Dementia Study, 1996). Gingko Biloba dilaporkan pula dapat meningkatkan fungsi kognitif pada
demensia
vaskuler
bermakna
dibandingkan
plasebo
(Hopfenbuller, 1994 ; Kanowski et al., 1996 ; Pere et al., 1997). Moris dkk mengatakan bahwa penambahan vitamin E dosis kecil secara rutin dapat memperlambat penurunan fungsi kognitif. Untuk memperbaiki memori, ada beberapa obat yang bertujuan memperkuat fungsi asetilkolin di susunan saraf pusat. Obat dari golongan ini diharapkan dapat menstimulasi reseptor nikotinik untuk menambah pelepasan neurotransmitter seperti asetilkolin dan glutamat. Biasanya pemakaian obat ini dilakukan jangka panjang. Obat-obatan yang termasuk golongan cholinesterase inhibitors telah terbukti bermanfaat secara klinis untuk demensia, diantaranya : a) Reversible inhibitor : Donezepil, Galantamin b) Pseudoreversible inhibitor : Rivastigmin c) Irreversible inhibitor : Metrifonat Depresi, agitasi, ansietas, kebingungan, gangguan tidur dan gangguan perilaku seksual sering menyertai terjadinya demensia commit to user vaskuler. Oleh karena itu, penanganan hal-hal tersebut juga penting.
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seringkali
penderita
demensia
vaskuler
dengan
depresi
memperlihatkan gangguan fungsional yang lebih berat dibandingkan dengan yang tanpa depresi. 2) Non-Farmakologi (Cognitive Rehabilitation Therapy) Secara garis besar, CRT dapat dilakukan berdasarkan timbulnya gangguan sebagai berikut : a) Gejala utama Gangguan kognitif, gangguan fungsional dan gangguan sosial. b) Gejala tambahan Agitasi, agresif, depresi, psikosis, gangguan repetisi, gangguan tidur dan gangguan perilaku non-spesifik.
F. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Demensia Pasca Stroke Stroke telah dikenal sebagai gangguan fungsi otak yang disebabkan karena gangguan fungsi aliran darah ke otak yang timbul secara mendadak dalam beberapa detik atau secara cepat (dalam beberapa jam) (Laksmiasanti, 1999). Kurangnya suplai darah ke suatu area di otak disebut iskemik. Penyebab terjadinya demensia vaskuler, dalam hal ini demensia pasca stroke adalah adanya gangguan pada pembuluh darah otak yang disebabkan oleh berbagai metabolic etiology. Dikatakan patofisiologi yang paling berperan dalam metabolic etiology ini adalah kelebihan asam lemak bebas (free fatty acid), yang mana asam lemak bebas merupakan hasil dari proses lipolisis (Asdie, 2012). Gangguan yang terutama menyebabkan terjadinya demensia pasca stroke adalah aterosklerosis (Tampubolon, 2010). Dalam mekanisme aterosklerosis, kapiler dan arteriola jaringan otak akan mengalami penebalan dinding karena terjadi deposisi hyalin dan proliferasi tunika intima serta adanya plak aterosklerosis, sehingga menyebabkan penyempitan diameter lumen dan peningkatan resistensi pembuluhcommit darah.to user Adanya sumbatan dan hipoperfusi
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembuluh darah akan meyebabkan otak kekurangan nutrisi penting seperti
oksigen
dan
glukosa.
Berkurangnya
nutrisi
akan
mengakibatkan pengurangan ATP, glukosa dan gangguan asam basa sehingga menimbulkan edema dan kerusakan sampai kematian neuron dan sel glia. Perluasan kerusakan neuron dan glia mengakibatkan daerah yang diperdarahi pembuluh darah tersebut akan mengalami iskemik sampai infark (Ois et al., 2007; Dong et al., 2005). Iskemik ini akan menimbulkan kematian suatu daerah atau jaringan di otak apabila tidak ditangani dengan cepat. Kematian daripada area di otak inilah yang menyebabkan terjadinya demensia (Suroto, 2004). Stroke akan menimbulkan demensia apabila jaringan otak yang rusak meliputi 50-100 gram, dengan demikian disebut sebagai multiinfark demensia atau kita sebut demensia vaskular. Kondisi aterosklerosis cenderung lebih sedikit dijumpai pada wanita dibandingkan pria (Grundy, 1991). Hal ini dikarenakan adanya
estrogen
yang
memiliki
sifat
protektif
terhadap
aterosklerosis. Estrogen efektif dalam menurunkan kadar low-density lipoproteins
(LDLs)
dan
meningkatkan
kadar
high-density
lipoproteins (HDLs) dalam darah. Di sisi lain, testosteron menurunkan konsentrasi HDL dan meningkatkan LDL dalam darah sehingga
laki-laki
rentan
terhadap
penyakit
kardiovaskular.
Dikatakan pula bahwa hormon estrogen mempunyai fungsi dalam menghambat perkembangan awal aterosklerosis dengan mengurangi pembentukan sel busa makrofag (Sulistiyani, 1997). Terdapat beberapa teori yang menerangkan perbedaan metabolisme lemak pada laki-laki dan perempuan seperti tingginya kadar kolesterol HDL dan besarnya aktifitas lipoprotein lipase pada perempuan
(Jawaharlal,
mempengaruhi
lipolisis
2000).
Salah
satu
adalah
katekolamin
hormon (Asdie,
yang 2012).
Katekolamin mempunyai 2 reseptor, yaitu α2-adrenoreseptor yang to user menghambat lipolisiscommit dan β-adrenergic yang menstimulasi lipolisis.
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hormon estrogen dan testosteron mempengaruhi lipolisis melalui reseptor yang terdapat pada katekolamin. Estrogen menduduki α2adrenoreseptor. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa estrogen menghambat lipolisis. Penghambatan lipolisis ini menyebabakan kolestrol yang beredar di dalam darah berkurang, sehingga risiko aterosklerosis pun menurun. Berbeda dengan estrogen, testosteron menduduki reseptor β-adrenergic yang akan menstimulasi lipolisis, sehingga kolestrol yang bersirkulasi dalam darah pun meningkat. Pria lebih banyak menderita demensia vaskular karena berbagai faktor risiko penyebab stroke lebih banyak terdapat pada pria, seperti gaya hidup peminum alkohol dan merokok lebih banyak pada pria dibanding wanita, selain itu angka penderita penyakit jantung memang lebih banyak didapatkan pada pria dibanding wanita. Mekanisme yang mungkin menyebabkan meningkatnya aterosklerosis akibat rokok adalah injury endotel secara langsung akibat agen pada rokok (karbon monoksida dan nikotin) yang menyebabkan timbulnya bleb pada permukaan lumen, formasi mikrofili dan lepasnya sel endotel (endotel damage), perubahan trombosit, meningkatnya kadar fibrinogen dan C-reactive protein dan menginduksi sitokin proinflamasi (Jawaharlal, 2000; Maron, 2001). Namun, apabila di masa yang akan datang terjadi pergeseran di mana wanita lebih banyak merokok, minum alkohol, atau gaya hidup lain yang merupakan faktor risiko stroke, maka wanita pun akan menjadi lebih sering menderita demensia vaskular daripada pria.
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Estrogen
HDL ↑ , LDL ↓
Testosteron
Stimulasi α2-adrenoreseptor
Stimulasi β-adrenergic
Lipolisis
HDL ↓, LDL ↑
Lipolisis
Kolestrol darah ↓
Kolestrol darah ↑
Hiperkolestrolemia <<<
Hiperkolestrolemia >>>
Perubahan morfologi Aterosklerosis Trombus/Embolus Iskemia jaringan otak
arteriol otak Aneurisma
Perdarahan arteri (intraserebral/subarakhnoid)
Stroke iskemik
Demensia
Stroke hemoragik
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Keterangan : Aktivasi
commit to user
: Menghambat
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Hipotesis Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke. Pasien pasca stroke laki-laki memiliki risiko untuk mengalami demensia vaskuler lebih tinggi daripada perempuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Poliklinik Unit Penyakit Saraf Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Maret hingga Mei 2012.
C. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah pasien yang berada di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang pada rekam medis terdapat riwayat pernah menderita stroke minimal 3 bulan baik lakilaki maupun perempuan, usia 40-60 tahun dan bersedia menjadi subjek penelitian. Penelitian ini tidak membedakan pasien lama/ baru, maupun stroke primer dan sekunder. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah : 1. Mengalami tuli 2. Mengalami gangguan kesadaran 3. Mengalami kesulitan berbicara 4. Penderita buta huruf 5. Penderita demensia Alzheimer dan demensia campuran 6. Penderita cedera kepala 7. Penderita tumor otak 8. Penderita depresi berat commit to user
32
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik fixed exposure sampling yaitu berdasarkan status paparan subjek. Sampel diambil dari pasien pasca stroke yang datang ke poliklinik penyakit saraf RSUD Dr. Moewardi. Besar sampel pada penelitian ini adalah 15 – 20/variabel independen (Murti, 2010). Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel independen. Jadi, besar sampel yang digunakan adalah 2 x (15 – 20) = 30-40 orang.
E. Instrumentasi Penelitian Sumber data diperoleh dari responden secara langsung dengan wawancara terpimpin dan melalui rekam medis pasien sebagai data pelengkap. Instrumen untuk memperoleh data dengan menggunakan MMSE (Mini Mental State Examination), dan kartu identitas (KTP/SIM) responden.
F. Identifikasi Variabel 1. Variabel bebas : Jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) 2. Variabel terikat : Demensia vaskuler 3. Variabel perancu : a. Terkendali
: usia
b. Tak terkendali : faktor genetik, gaya hidup, hipertensi, DM, tingkat pendidikan, dislipidemia.
G. Definisi Operasional Variabel 1.
Demensia : Status klinis dengan terjadinya kemunduran intelektual, melibatkan deteorisasi pada memori satu atau lebih fungsi intelektual lain seperti bahasa, berpikir tempat dan orientasinya, pemecahan masalah, dan kemampuan berpikir abstrak. Cara ukur dan alat ukur demensia menggunakan wawancara serta kuesioner MMSE (Mini commit Hasil to userukur kuesioner MMSE demensia Mental State Examination).
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jika nilai kuesioner MMSE kurang dari 24 dan dianggap tidak demensia jika nilai kuesioner MMSE antara 24-30. Skala Variabel: Kontinu
2.
Jenis Kelamin : Kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis kelamin yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin dikaitkan pula dengan aspek gender, karena terjadi diferensiasi peran sosial yang dilekatkan pada masing-masing jenis kelamin ini, sehingga mengakibatkan perbedaan perilaku dan gaya hidup masing-masing individu yang berperan dalam faktor risiko stroke dalam penelitian ini. Cara ukur dan alat ukur variabel ini menggunakan observasi visual dan kartu identitas. Skala variabel : Kategorikal
3.
Usia : Jumlah tahun kehidupan yang telah dicapai, dihitung sejak tanggal lahirnya sampai saat dilakukan wawancara. Cara ukur dan alat ukur variabel ini menggunakan wawancara dan kartu identitas. Skala variabel : Kontinu
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
H. Rancangan Penelitian
Pasien Poli Saraf RSDM
Dipilih Dari Rekam Medis
Kriteria inklusi
Pasien Post Stroke
Pria
Kriteria Inklusi
Wanita
Wawancara
Wawancara
MMSE
MMSE
Demensia
Tidak Demensia
Demensia
Tidak Demensia
Analisis Data
Gambar 3.1 Jalannya penelitian
I. Cara Kerja Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat izin untuk pengambilan data di Poliklinik Penyakit Saraf RSUD Dr. Moewardi. Setelah mendapatkan izin, peneliti membuat lembar kuesioner untuk diisi dengan data-data pasien yang dibutuhkan. Setelah kuesioner selesai dibuat, barulah peneliti dapat melakukan penelitian. Pasien Poli Saraf di RSUD Dr. Moewardi dipilih berdasarkan rekam medisnya untuk mencari pasien post stroke. Selanjutnya, peneliti meminta persetujuan subjek untuk diikutsertakan sebagai sampel penelitian dengan cara mengisi lembar pengesahan. Jumlah pasien post stroke yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 30-40 orang (laki-laki dan perempuan) yang memenuhi to user kriteria inklusi. Kemudiancommit kelompok sampel dibagi menjadi dua kelompok
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yaitu kelompok laki-laki (Kelompok A) dan kelompok perempuan (Kelompok B). Kedua kelompok ini kemudian dilakukan pemeriksaan menggunakan MMSE. Anggota kelompok, baik kelompok A maupun B, dengan hasil MMSE 24-30 dimasukkan dalam kelompok yang tidak mengalami demensia. Kelompok A maupun Kelompok B yang memiliki hasil MMSE kurang dari 24 dimasukkan dalam kelompok yang mengalami demensia. Setelah data terkumpul, selanjutnya peneliti melakukan tabulasi data. Data yang telah ditabulasi, kemudian dianalisis menggunakan uji analisis regresi logistik ganda.
J. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan mengunakan metode analisis regresi logistik ganda. Secara matematis, model regresi logistik ganda ini diekspresikan dalam persamaan berikut :
ln
= a + b1 X1 + b2 X2
Keterangan : p
= probabilitas untuk mengalami demensia
1-p
= probabilitas untuk tidak mengalami demensia
b1, b2 = koefisien regresi variabel independen X1
= jenis kelamin ( 0 = Laki-laki ; 1 = Perempuan)
X2
= umur ( 0 = < 60 tahun ; 1 = ≥ 60 tahun) Kekuatan hubungan untuk variabel independen yang berskala biner atau dikotomi dapat dikonversikan menjadi OR (Odds Ratio) berdasarkan rumus : OR = exp (b)
Keterangan : OR = Odds Ratio paparan terhadap penyakit commit to user b = Koefisien regresi variabel independen
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
exp = Exponensial atau inverse dari ln Interpretasi Odds Ratio (OR) sebagai berikut : OR = 1, artinya variabel independen tidak berhubungan dengan variabel dependen. OR >1, artinya variabel independen meningkatkan kemungkinan variabel dependen. 1/~ < OR < 1, artinya variabel independen menurunkan kemungkinan variabel dependen. Contoh : OR1 = 0.50, artinya pasien stroke perempuan memiliki risiko untuk mengalami demensia vaskuler ½ kali lebih rendah daripada lakilaki. Contoh : OR2 = 1.50, artinya pasien stroke usia ≥ 60 tahun memiliki risiko untuk mengalami demensia vaskuler 1.5 kali lebih besar daripada usia < 60 tahun. (Murti, 1997)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
Penelitian mengenai Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Demensia Vaskular pada Pasien Pasca Stroke telah dilakukan di Poliklinik Unit Penyakit Saraf RSUD Dr. Moewardi pada bulan Maret hingga Mei 2012. Subjek penelitian berjumlah 40 orang yang terdiri dari 20 pasien laki-laki dan 20 pasien perempuan. Berikut disampaikan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.
A. Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan data tentang identitas sampel, dapat diketahui karakteristik sampel berdasarkan umur, jenis kelamin, skor MMSE, dan tingkat pendidikan seperti yang akan dipaparkan dalam Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kontinu Variabel
n
Mean
SD
Min
Umur (tahun) Skor MMSE
40 40
54.75 22.18
5.68 4.43
38 14
Maks 60 30
Tabel 4.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kategorikal Variabel Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Tingkat Pendidikan Dibawah SMA SMA keatas Total Umur <55 tahun ≥55 tahun Total
n
%
20 20 40
50.00 50.00 100.00
20 20 40
50.00 50.00 100.00
13 27 commit 40 to user
38
32.5 67.5 100.00
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Demensia Ya Tidak Total
21 19 40
52.50 47.50 100.00
Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 memperlihatkan karakteristik sampel 40 pasien pasca stroke yang diteliti. Dari segi umur, rata-rata pasien berumur sekitar 55 tahun dengan umur tertinggi adalah 60 tahun dan umur terendah adalah 38 tahun. Pasien dengan umur <55 tahun berjumlah 13 pasien (32.5%) dan umur ≥55 tahun berjumlah 27 pasien (67.5%). Pasien terdiri dari 20 pasien laki-laki dan 20 pasien perempuan. Dilihat dari skor MMSE, pasien memiliki rerata skor 22.18. Nilai skor MMSE tertinggi pada sampel sebesar 30, sedangkan yang terendah adalah 14. Dari data diatas didapatkan jumlah pasien demensia sebanyak 21 pasien (52.5%) dan tidak demensia sebanyak 19 pasien (47.5%). Dari segi tingkat pendidikan, pasien dengan tingkat pendidikan dibawah SMA berjumlah 20 pasien dan SMA keatas sebanyak 20 pasien.
B. Analisis Bivariat Pada tahap ini dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan dengan variabel bebas (jenis kelamin) terhadap variabel terikat (demensia pasca stroke) serta arah hubungannya. Analisis juga dilakukan terhadap faktor perancu yaitu usia (variabel bebas) dan tingkat pendidikan (variabel bebas). Adanya faktor perancu berpengaruh terhadap hasil analisis data yang didapat. Untuk mengendalikannya, dilakukan analisis regresi logistik. Uji statistik menggunakan Chi-square Test dengan Confidence Interval (CI) = 95%.
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Hubungan Demensia Pasca Stroke dengan Jenis Kelamin Tabel 4.3 Analisis Bivariat tentang Hubungan Demensia Pasca Stroke dengan Jenis Kelamin Demensia pasca stroke Variabel
Ya n (%)
Tidak n (%)
Total n (%)
OR
Pria
17 (85.00)
3 (15.00)
20 (100.00)
0.04
Wanita
4 (20.00)
16 (80.00)
20 (100.00)
p
Jenis Kelamin <0.001
Gambar 4.1 Perbandingan tentang Hubungan antara Jenis Kelamin dan Demensia Pasca Stroke Dari Tabel 4.3 didapatkan dari 20 pasien laki-laki, yang mengalami demensia pasca stroke sebanyak 17 pasien (85%) dan yang tidak mengalami demensia sebanyak 3 pasien (15%), dimana dari 20 pasien perempuan, yang mengalami demensia pasca stroke sebanyak 4 pasien (20%) dan yang tidak mengalami demensia sebanyak 16 pasien (80%). Gambar 4.1 menunjukkan commit user dengan demensia pasca stroke analisis bivariat terhadap hubungan jenistokelamin
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0.001). Pasien pasca stroke perempuan memiliki risiko untuk mengalami demensia 4/100 kali lebih rendah daripada laki-laki. (OR= 0.04), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel perancu.
2. Hubungan Demensia Pasca Stroke dengan Usia Tabel 4.4 Analisis Bivariat tentang Hubungan Usia dengan Demensia Pasca stroke Demensia pasca stroke Variabel
Ya n (%)
Tidak n (%)
Total n (%)
OR
p
<55thn
3 (23.10)
10 (76.90)
13 (100.00)
6.67
0.010
≥55thn
18 (66.67)
9 (33.33)
27 (100.00)
Usia
Dari Tabel 4.4 didapatkan kelompok pasien berusia <55 tahun yang berjumlah 13 orang mengalami demensia pasca stroke sebanyak 3 pasien (23.10%) dan yang tidak demensia sebanyak 10 pasien (76.90%). Kelompok pasien berusia ≥55 tahun berjumlah 27 orang, dimana pasien yang mengalami demensia pasca stroke sebanyak 18 pasien (66.67%) dan yang tidak mengalami demensia pasca stroke berjumlah 9 pasien (33.33%). Analisis bivariat terhadap hubungan usia dengan kejadian demensia pasca stroke menunjukan hubungan yang signifikan (p=0.010). Pasien pasca stroke usia ≥55 tahun memiliki risiko untuk mengalami demensia 6.67 kali lebih tinggi daripada pasien pasca stroke usia <55 tahun (OR= 6.67), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel perancu.
commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Demensia Pasca Stroke Tabel 4.5 Analisis Bivariat tentang Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Demensia Pasca Stroke. Demensia Pasca Stroke Variabel
Ya n(%)
Tidak n(%)
Total n(%)
OR
p
<SMA
16 (80.00)
4 (20.00)
20 (100.00)
0.083
<0.001
≥SMA
5 (25.00)
15 (75.00)
20 (100.00)
Pendidikan
Dari Tabel 4.5 didapatkan kelompok pasien dengan tingkat pendidikan dibawah SMA yang berjumlah 20 orang mengalami demensia pasca stroke sebanyak 16 pasien (80.00%) dan yang tidak demensia sebanyak 4 pasien (20.00%). Kelompok pasien dengan tingkat pendidikan SMA keatas berjumlah 20 orang, dimana pasien yang mengalami demensia pasca stroke sebanyak 5 pasien (25.00%) dan yang tidak mengalami demensia sebanyak 15 pasien (75.00%). Analisis bivariat terhadap hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian demensia pasca stroke menunjukan hubungan yang signifikan (p<0.001). Pasien pasca stroke dengan tingkat pendidikan SMA keatas memiliki risiko untuk mengalami demensia 0.083 kali lebih rendah daripada tingkat pendidikan dibawah SMA (OR= 0.083), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel perancu.
C. Analisis Regresi Logistik Ganda Setelah melakukan analisis bivariat terhadap jenis kelamin dan variabel perancu yaitu usia, didapatkan jenis kelamin dan usia secara signifikan berpengaruh terhadap kejadian demensia pada pasien pasca stroke. Analisis regresi logistik ganda dilakukan dengan memperhitungkan variabel jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan sehingga didapatkan hasil yang lebih valid karena telah mengontrol variabel-variabel perancu yang dapat mempengaruhi hubungan jenis kelamin dengan commit demensia to pasca user stroke.
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda tentang Hubungan Jenis Kelamin dengan Demensia Pasca Stroke dengan Mengontrol Usia dan Tingkat Pendidikan Pasien. CI 95% Variabel independen Jenis kelamin wanita Usia (≥ 55thn) Pendidikan (≥ SMA) N observasi -2 log likelihood Negerkerke R²
OR
0.01 28.97 0.03 40 20.30 77.9%
Nilai p Batas Bawah 0.001 1.36 0.002
Batas Atas 0.25 619.12 0.48
0.004 0.031 0.012
Interpretasi dari Tabel 4.6 menunjukkan hasil regresi logistik ganda bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dan risiko demensia. Pasien pasca stroke perempuan memiliki risiko untuk mengalami demensia 1/100 kali lebih rendah daripada laki-laki. (OR= 0.01; CI 95% 0.001 hingga 0.25; p=0.004). Kesimpulan ini telah mengendalikan pengaruh tingkat pendidikan dan usia pasien. Pasien dengan tingkat pendidikan SMA ke atas memiliki risiko untuk mengalami demensia 1/33 kali lebih rendah daripada tingkat pendidikan dibawah SMA. (OR=0.03; CI 95% 0.002 hingga 0.48; p=0.012). Pasien dengan usia 55 keatas memiliki risiko untuk mengalami demensia 29 kali lebih besar daripada usia kurang dari 55 tahun (OR= 28.97; CI 95% 1.36 hingga 619.12; p=0.031). Negerkerke R² = 77.9% mengandung arti bahwa variabel jenis kelamin, usia dan pendidikan sebagai variabel independen dalam model regresi logistik (Tabel 4.6) mampu menjelaskan terjadi demensia vaskuler pasca stroke sebesar 77.9%. Tabel 4.6 menghasilkan estimasi tentang pengaruh jenis kelamin terhadap demensia vaskuler pasca stroke setelah mengontrol variabel perancu usia dan tingkat pendidikan (adjusted estimate) dengan OR= 0.01, sedangkan tabel 4.3 menghasilkan estimasi tentang pengaruh jenis kelamin terhadap commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
demensia pasca stroke tanpa mengontrol variabel perancu (crude estimate) dengan OR= 0.04. Perbedaan estimasi tersebut menunjukkan bahwa umur dan pendidikan jika tidak dikontrol pengaruhnya akan menyebabkan bias sebesar = (0.04-0.01)/0.04 x 100% = 75% (lebih besar dari angka patokan yang berkisar 10-20%). Hasil analisis di atas memperlihatkan nilai -2 log likelihood sebesar 20.30 mengandung arti bahwa model regresi logistik yang melibatkan jenis kelamin, usia, dan pendidikan sebagai variabel independen cukup sesuai dengan data sampel yang diteliti (karena mendekati nol dan nilainya berada pada kisaran antara 0 sampai 100).
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta pada bulan Maret sampai Mei 2012 diperoleh data sebagaimana yang telah disajikan pada tabel-tabel di atas. Pada penelitian ini didapatkan distribusi subyek penelitian berdasarkan umur (Tabel 4.1) menunjukkan bahwa pasien stroke yang menjadi sampel ratarata berumur 55 tahun dengan umur terendah 38 tahun dan umur tertinggi 60 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya bahwa risiko stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dengan variasi terbanyak antara usia 50-60 tahun. Jumlah penderita stroke yang mengalami demensia sebanyak 21 orang (52.50%) dan yang tidak mengalami demensia sebanyak 19 orang (47.50%) dari total 40 responden. Hal ini sesuai dengan teori-teori sebelumnya yang mengatakan bahwa stroke meningkatkan risiko demensia vaskuler, namun dalam penelitian ini perbandingan pasien yang mengalami demensia pasca stroke dengan non-demensia tidak begitu besar. Hal ini mungkin dikarenakan sampel yang sedikit sehingga tidak terlihat perbandingan jumlah yang signifikan antara pasien yang mengalami demensia pasca stroke dengan yang tidak. Dengan analisis uji bivariat (Tabel 4.4) diperoleh bahwa demensia lebih sedikit terjadi pada kelompok usia <55 tahun yaitu sebanyak 3 orang (23.10%) dari total 13 orang dan paling banyak terjadi pada kelompok usia ≥55 tahun yaitu sebanyak 18 orang (66.67%) dari total 27 orang. Dapat dilihat bahwa persentase terjadinya demensia meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa demensia dapat terjadi pada usia berapa pun tergantung pada faktor penyebabnya, namun demikian angka risiko demensia meningkat pada golongan usia di atas 40 tahun dan dibawah usia 80 tahun (Ivan et al., 2004; Shprakh et al., 2010). Menurut Tampubolon (2010), gangguan yang terutama menyebabkan terjadinya demensia pasca stroke adalah commit to user mengalami aterosklerosis juga aterosklerosis. Semakin tua kecenderungan
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
semakin meningkat. Setelah usia 30 tahun, lesi aterosklerotik mulai tampak di sana-sini. Setelah usia 50 tahun, tampak ada kecenderungan arteri serebral yang kecil juga terkena proses aterosklerosis sehingga semakin banyak pembuluh darah yang tersumbat dan akan menyebabkan kurangnya pasokan darah ke daerah otak (Mardjono, 1997). Berdasarkan Tabel 4.5 didapatkan pasien yang mengalami demensia pasca stroke lebih banyak ditemukan pada pasien dengan tingkat pendidikan dibawah SMA, sedangkan pasien dengan tingkat pendidikan SMA keatas lebih sedikit mengalami demensia pasca stroke. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa penderita stroke dengan pendidikan lebih rendah atau setingkat sekolah dasar memiliki kecenderungan lebih banyak timbul demensia post stroke (Erkinjuntti et al., 2002; PERDOSSI, 2004; Shprakh et al., 2010). Studi lain juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang rendah merupakan salah satu faktor risiko terjadinya demensia (Lamsudin et al., 1997). Di samping itu, diagnosis demensia menggunakan MMSE juga dipengaruhi oleh nilai MMSE yang sangat bervariasi pada tingkat pendidikan. Suatu penelitian menganjurkan untuk menggunakan persentil bawah pada nilai MMSE yang telah disesuaikan berdasarkan umur dan tingkat pendidikan. Hal ini karena nilai MMSE sangat dipengaruhi oleh umur serta tingkat pendidikan (Folstein et al., 1993), sedangkan Schmand et al. (1995) menyatakan bahwa yang memengaruhi nilai MMSE hanya tingkat pendidikan saja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke. Pada Tabel 4.3 menunjukkan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia pasca stroke. Untuk semakin memperjelas hubungan dari hasil analisis data yang didapat maka dilakukan kontrol terhadap variabel perancu, yaitu usia dan tingkat pendidikan dengan analisi regresi logistik ganda. Tabel 4.6 merupakan hasil analisis regresi yang menunjukkan hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia pasca stroke (p=0.004) dengan Odd Ratio=0.001. Usia dan tingkat pendidikan pasien secara statistik mempengaruhi userdiperoleh ini akan menjadi lebih kejadian demensia pasca stroke.commit Hasil toyang
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
valid
karena
dalam
penelitian
variabel-variabel
perancu
yang
dapat
mempengaruhi variabel terikat telah dikontrol terlebih dahulu. Hasil dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah ada yang dilakukan di Lundby, Swedia yang menyatakan bahwa
menyatakan bahwa
risiko terjadinya demensia vaskuler pada laki-laki lebih tinggi, yaitu sebesar 34,5% dan perempuan 19,4% (PERDOSSI, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Ruitenberg et al. (2001) juga menyatakan bahwa insiden demensia vaskuler lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita di setiap kelompok umur. Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian demensia vaskuler dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang ada hubungannya dengan kardioserebrovaskuler dan faktor-faktor lain (Gorelick et al., 1998). Faktor yang ada hubungannya dengan kardioserebrovaskuler contohnya umur, jenis kelamin, ras dan etnis (Gorelick 1997 ; Skoog, 1998). Penyebab terjadinya demensia vaskuler, dalam hal ini demensia pasca stroke adalah adanya gangguan pada pembuluh darah otak yang disebabkan oleh berbagai metabolic etiology. Dikatakan patofisiologi yang paling berperan dalam metabolic etiology ini adalah kelebihan asam lemak bebas (free fatty acid), yang mana asam lemak bebas merupakan hasil dari proses lipolisis (Asdie, 2012). Terdapat beberapa teori yang menerangkan perbedaan metabolisme lemak pada laki-laki dan perempuan seperti tingginya kadar kolesterol HDL dan besarnya aktifitas lipoprotein lipase pada perempuan (Jawaharlal, 2000). Salah satu hormon yang mempengaruhi lipolisis adalah katekolamin (Asdie, 2012). Katekolamin mempunyai 2 reseptor, yaitu α2-adrenoreseptor yang menghambat lipolisis dan β-adrenergic yang menstimulasi lipolisis. Hormon estrogen dan testosteron mempengaruhi lipolisis melalui reseptor yang terdapat pada katekolamin. Estrogen menduduki α2-adrenoreseptor. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa estrogen menghambat lipolisis. Penghambatan lipolisis ini menyebabakan kolestrol yang beredar di dalam darah berkurang, sehingga risiko aterosklerosis pun menurun. Berbeda dengan estrogen, testosteron menduduki reseptor β-adrenergic yang akan menstimulasi lipolisis, sehingga kolestrol yang commit to Selain user itu, kondisi aterosklerosis juga bersirkulasi dalam darah pun meningkat.
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
cenderung lebih sedikit dijumpai pada wanita dibandingkan pria (Grundy, 1991). Hal ini dikarenakan adanya estrogen yang memiliki sifat protektif terhadap aterosklerosis. Pada penelitian ini masih terdapat variabel yang secara statistik memiliki presisi (ketelitian) yang rendah. Hal ini dikarenakan penelitian ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu : (1) jumlah sampel yang terlalu kecil, hal ini disebabkan karena keterbatasan waktu dalam penelitian, (2) hasil penelitian ini tidak turut menganalisis variabel perancu lainnya yang mungkin mempengaruhi hasil dari penelitian ini, seperti hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, obesitas, penyakit jantung, merokok, polisitemia, abnormalitas hemostasis, dan penyakit vaskuler perifer, sehingga tidak diketahui pengaruhnya terhadap kejadian demensia vaskuler pasca stroke, (3) mencari ada tidaknya demensia pasca stroke hanya menggunakan satu cara diagnosis yaitu dengan MMSE. Dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti, maka penelitian ini hanya mengendalikan sejumlah variabel yang dipilih sedemikian rupa, sehingga hasil penelitian dapat mempresentasikan keadaan yang sesungguhnya.
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke. Pasien pasca stroke perempuan memiliki risiko untuk mengalami demensia 1/100 kali lebih rendah daripada laki-laki. (OR= 0.01; CI 95% 0.001 hingga 0.25; p=0.004). Hasil penelitian ini telah mengontrol usia dan tingkat pendidikan dengan menggunakan analisis multivariat.
B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran-saran peneliti adalah sebagai berikut : 1. Perlu dilakukan penyuluhan pada pasien stroke dan juga keluarga pasien mengenai kemungkinan terjadinya demensia pasca stroke. 2. Jika telah terdiagnosis demensia vaskuler, maka faktor risiko yang berperan harus diidentifikasi dan ditanggulangi supaya mencegah bertambah buruknya demensia 3. Penatalaksanaan stroke perlu mempertimbangkan kemungkinan terjadinya demensia, oleh karena itu pasien harus mendapat terapi yang sesuai. Sebaiknya diberikan terapi farmakologis maupun non-farmakologis. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar sekaligus menganalisis variabel-variabel perancu yang lain sehingga semakin memperkuat simpulan dan memperkecil bias.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Poliklinik Saraf RSUD Dr.Moewardi Surakarta pada bulan Maret sampai Mei 2012 diperoleh data sebagaimana yang telah disajikan pada tabel-tabel di atas. Pada penelitian ini didapatkan distribusi subyek penelitian berdasarkan umur (Tabel 4.1) menunjukkan bahwa pasien stroke yang menjadi sampel ratarata berumur 55 tahun dengan umur terendah 38 tahun dan umur tertinggi 60 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya bahwa risiko stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dengan variasi terbanyak antara usia 50-60 tahun. Jumlah penderita stroke yang mengalami demensia sebanyak 21 orang (52.50%) dan yang tidak mengalami demensia sebanyak 19 orang (47.50%) dari total 40 responden. Hal ini sesuai dengan teori-teori sebelumnya yang mengatakan bahwa stroke meningkatkan risiko demensia vaskuler, namun dalam penelitian ini perbandingan pasien yang mengalami demensia pasca stroke dengan nondemensia tidak begitu besar. Hal ini mungkin dikarenakan sampel yang sedikit sehingga tidak terlihat perbandingan jumlah yang signifikan antara pasien yang mengalami demensia pasca stroke dengan yang tidak. Dengan analisis uji bivariat (Tabel 4.4) diperoleh bahwa demensia lebih sedikit terjadi pada kelompok usia <55 tahun yaitu sebanyak 3 orang (23.10%) dari total 13 orang dan paling banyak terjadi pada kelompok usia ≥55 tahun yaitu sebanyak 18 orang (66.67%) dari total 27 orang. Dapat dilihat bahwa persentase terjadinya demensia meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa demensia dapat terjadi pada usia berapa pun tergantung pada faktor penyebabnya, namun demikian angka risiko demensia meningkat pada golongan usia di atas 40 tahun dan dibawah usia 80 tahun (Ivan et al., 2004; Shprakh et al., 2010). Menurut Tampubolon (2010), gangguan yang terutama menyebabkan terjadinya demensia pasca stroke adalah aterosklerosis. commit to user Semakin tua kecenderungan mengalami aterosklerosis juga semakin meningkat.
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Setelah usia 30 tahun, lesi aterosklerotik mulai tampak di sana-sini. Setelah usia 50 tahun, tampak ada kecenderungan arteri serebral yang kecil juga terkena proses aterosklerosis sehingga semakin banyak pembuluh darah yang tersumbat dan akan menyebabkan kurangnya pasokan darah ke daerah otak (Mardjono, 1997). Berdasarkan Tabel 4.5 didapatkan pasien yang mengalami demensia pasca stroke lebih banyak ditemukan pada pasien dengan tingkat pendidikan dibawah SMA, sedangkan pasien dengan tingkat pendidikan SMA keatas lebih sedikit mengalami demensia pasca stroke. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa penderita stroke dengan pendidikan lebih rendah atau setingkat sekolah dasar memiliki kecenderungan lebih banyak timbul demensia post stroke (Erkinjuntti et al., 2002; PERDOSSI, 2004; Shprakh et al., 2010). Studi lain juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang rendah merupakan salah satu faktor risiko terjadinya demensia (Lamsudin et al., 1997). Di samping itu, diagnosis demensia menggunakan MMSE juga dipengaruhi oleh nilai MMSE yang sangat bervariasi pada tingkat pendidikan. Suatu penelitian menganjurkan untuk menggunakan persentil bawah pada nilai MMSE yang telah disesuaikan berdasarkan umur dan tingkat pendidikan. Hal ini karena nilai MMSE sangat dipengaruhi oleh umur serta tingkat pendidikan (Folstein et al., 1993), sedangkan Schmand et al. (1995) menyatakan bahwa yang memengaruhi nilai MMSE hanya tingkat pendidikan saja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke. Pada Tabel 4.3 menunjukkan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia pasca stroke. Untuk semakin memperjelas hubungan dari hasil analisis data yang didapat maka dilakukan kontrol terhadap variabel perancu, yaitu usia dan tingkat pendidikan dengan analisi regresi logistik ganda. Tabel 4.6 merupakan hasil analisis regresi yang menunjukkan hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia pasca stroke (p=0.004) dengan Odd Ratio=0.001. Usia dan tingkat pendidikan pasien secara statistik mempengaruhi kejadian demensia pasca stroke. Hasil yang diperoleh ini akan menjadi lebih valid karena dalam commit to user
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penelitian variabel-variabel perancu yang dapat mempengaruhi variabel terikat telah dikontrol terlebih dahulu. Hasil dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah ada yang dilakukan di Lundby, Swedia yang menyatakan bahwa menyatakan bahwa risiko terjadinya demensia vaskuler pada laki-laki lebih tinggi, yaitu sebesar 34,5% dan perempuan 19,4% (PERDOSSI, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Ruitenberg et al. (2001) juga menyatakan bahwa insiden demensia vaskuler lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita di setiap kelompok umur. Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian demensia vaskuler dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang ada hubungannya dengan kardioserebrovaskuler dan faktor-faktor lain (Gorelick
et
al.,
1998).
Faktor
yang
ada
hubungannya
dengan
kardioserebrovaskuler contohnya umur, jenis kelamin, ras dan etnis (Gorelick 1997 ; Skoog, 1998). Penyebab terjadinya demensia vaskuler, dalam hal ini demensia pasca stroke adalah adanya gangguan pada pembuluh darah otak yang disebabkan oleh berbagai metabolic etiology. Dikatakan patofisiologi yang paling berperan dalam metabolic etiology ini adalah kelebihan asam lemak bebas (free fatty acid), yang mana asam lemak bebas merupakan hasil dari proses lipolisis (Asdie, 2012). Terdapat beberapa teori yang menerangkan perbedaan metabolisme lemak pada laki-laki dan perempuan seperti tingginya kadar kolesterol HDL dan besarnya aktifitas lipoprotein lipase pada perempuan (Jawaharlal, 2000). Salah satu hormon yang mempengaruhi lipolisis adalah katekolamin (Asdie, 2012). Katekolamin mempunyai 2 reseptor, yaitu α2-adrenoreseptor yang menghambat lipolisis dan βadrenergic yang menstimulasi lipolisis. Hormon estrogen dan testosteron mempengaruhi lipolisis melalui reseptor yang terdapat pada katekolamin. Estrogen menduduki α2-adrenoreseptor. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa estrogen menghambat lipolisis. Penghambatan lipolisis ini menyebabakan kolestrol yang beredar di dalam darah berkurang, sehingga risiko aterosklerosis pun menurun. Berbeda dengan estrogen, testosteron menduduki reseptor βadrenergic yang akan menstimulasi lipolisis, sehingga kolestrol yang bersirkulasi commit user aterosklerosis juga cenderung dalam darah pun meningkat. Selain itu,tokondisi
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lebih sedikit dijumpai pada wanita dibandingkan pria (Grundy, 1991). Hal ini dikarenakan adanya estrogen yang memiliki sifat protektif terhadap aterosklerosis. Pada penelitian ini masih terdapat variabel yang secara statistik memiliki presisi (ketelitian) yang rendah. Hal ini dikarenakan penelitian ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu : (1) jumlah sampel yang terlalu kecil, hal ini disebabkan karena keterbatasan waktu dalam penelitian, (2) hasil penelitian ini tidak turut menganalisis variabel perancu lainnya yang mungkin mempengaruhi hasil dari penelitian ini, seperti hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, obesitas, penyakit jantung, merokok, polisitemia, abnormalitas hemostasis, dan penyakit vaskuler perifer, sehingga tidak diketahui pengaruhnya terhadap kejadian demensia vaskuler pasca stroke, (3) mencari ada tidaknya demensia pasca stroke hanya menggunakan satu cara diagnosis yaitu dengan MMSE. Dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti, maka penelitian ini hanya mengendalikan sejumlah variabel yang dipilih sedemikian rupa, sehingga hasil penelitian dapat mempresentasikan keadaan yang sesungguhnya.
commit to user
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke. Pasien pasca stroke perempuan memiliki risiko untuk mengalami demensia 1/100 kali lebih rendah daripada laki-laki. (OR= 0.01; CI 95% 0.001 hingga 0.25; p=0.004). Hasil penelitian ini telah mengontrol usia dan tingkat pendidikan dengan menggunakan analisis multivariat.
B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran-saran peneliti adalah sebagai berikut : 1.
Perlu dilakukan penyuluhan pada pasien stroke dan juga keluarga pasien mengenai kemungkinan terjadinya demensia pasca stroke.
2.
Jika telah terdiagnosis demensia vaskuler, maka faktor risiko yang berperan harus diidentifikasi dan ditanggulangi supaya mencegah bertambah buruknya demensia.
3.
Penatalaksanaan stroke perlu mempertimbangkan kemungkinan terjadinya demensia, oleh karena itu pasien harus mendapat terapi yang sesuai. Sebaiknya diberikan terapi farmakologis maupun non-farmakologis.
4.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar sekaligus menganalisis variabel-variabel perancu yang lain sehingga semakin memperkuat simpulan dan memperkecil bias.
commit to user
49