HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI PADA PASIEN PASCA STROKE UNTUK MENJALANI FISIOTERAPI DI RSUD WILAYAH KABUPATEN SEMARANG Aprilia Wahyu Fitria Setyaningrum *) Rosalina, Abdul Wakhid **) Mahasiswa Program Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran *) Dosen Program Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) ABSTRAK Fisioterapi memerlukan waktu yang lama atau tidak sebentar sehingga dukungan keluarga dibutuhkan untuk proses pelaksanaan fisioterapi karena pasien pasti akan sangat merasa bosan. Terkadang banyak pasien yang menghentikan pengobatan karena kurangnya motivasi dari diri sendiri dan dari keluarga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan motivasi pada pasien pasca stroke untuk menjalani fisioterapi di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Populasi adalah penderita pasca stroke di ruang fisioterapi RSUD Wilayah Kabupaten Semarang. Teknik sampling yang digunakan adalah quota sampling dengan jumlah sampel sebanyak 46 orang. Data dianalisis menggunakan menggunakan uji chi square. Hasil penelitian, menunjukan dukungan keluarga dalam kategori baik sebanyak 26 responden (56,5 %). Motivasi rendah didapatkan sebanyak 17 responden (37,0 %). Dari hasil uji statistik menggunakan uji chi square diketahui bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan motivasi pada pasien pasca stroke untuk menjalani fisioterapi di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang dengan nilai p value 0,003 (α : 0,05%). Kepada pihak rumah sakit, perlu meningkatkan pelayananan dengan memberikan motivasi dan dukungan-dukungan positif agar pasien lebih menerima keadaan dirinya dan termotivasi untuk lebih giat melakukan terapi dalam mencapai kesembuhan mereka. Kata kunci : dukungan keluarga, pasca stroke, fisioterapi, Kepustakaan : 23 kepustakaan (2001 -2014)
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Pada Pasien Pasca Stroke Untuk Menjalani Fisioterapi Di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang
1
ABSTRACT
Physiotherapy requires a long time or not for a moment so that family support is needed for the implementation of physiotherapy for patients would be very bored. Sometimes a lot of patients who discontinued treatment due to lack of motivation of self and family. The purpose of this study was to determine the relationship of the family with motivational support in post-stroke patients to undergo physiotherapy in hospitals Semarang regency. This type of research is descriptive correlation with cross sectional approach using a questionnaire as a data collection tool. The population is a post-stroke patient in hospital physiotherapy room Semarang regency. The sampling technique used was quota sampling with a sample size of 46 people. Data were analyzed using the chi square test. The results of the study, showed support for the family in good category were 26 respondents (56.5%). Low motivation gained as much as 17 respondents (37.0%). From the statistical test using chi square test is known that there is a relationship with the family support in patients with post-stroke motivation to undergo physiotherapy in hospitals Semarang regency with p value 0.003 (α : 0,05%). To the hospital, need to improve service by providing motivation and support positive support so that more patients accept his situation and motivated to be more active therapy in achieving their healing. Keywords References
: motivation, post stroke, physiotheraphy : 23 literatures (2001-2012)
PENDAHULUAN Stroke masih merupakan masalah medis yang menjadi penyebab kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat. Sebanyak 10% penderita stroke mengalami kelemahan yang memerlukan perawatan. Penyebab stroke adalah pecahnya (ruptur) pembuluh darah di otak dan / atau terjadinya trombosis dan emboli. Gumpalan darah akan masuk ke aliran darah sebagai akibat dari penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang cedera dan menutup/menyumbat arteri otak. Akibatnya fungsi otak berhenti dan terjadi penurunan fungsi otak (Batticaca, 2008). Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia (Yastroki, 2011).Jumlah penderita penyakitstroke di Indonesia tahun 2013
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0%), sedangkan berdasarkan diagnosis Nakes/gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 orang (12,1%). Berdasarkan diagnosis Nakes maupun diagnosis/gejala, Provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah penderita terbanyak yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4%) dan 533.895 orang (16,6%), sedangkan Provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang (3,6%) dan 2.955 orang (5,3%) (Riskesdas, 2013). Prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2012 adalah 0,07 lebih tinggi daritahun 2011 (0,03%). Prevalensi tertinggi tahun 2012 adalah Kabupaten Kudus sebesar1,84%. Sedangkan prevalensi non hemorargik pada tahun 2012 sebesar 0,07 lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Prevalensi tertinggi
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Pada Pasien Pasca Stroke Untuk Menjalani Fisioterapi Di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang
2
adalah Kota Salatiga sebesar 1,16% (Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012). Sedangkan prevalensi stroke di kabupaten semarang tahun 2014 yang paling tinggi di RSUD Ambarawa (Dinkes Kabupaten Semarang 2014). Masalah yang sering dialami oleh penderita stroke dan yang paling ditakuti adalah gangguan gerak. Penderita mengalami kesulitan saat berjalan karena mengalami gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi gerak (Irdawati, 2008). Gangguan gerak dapat terjadi karena kelemahan otot dan ketidak mampuan untuk bergerak pada pasien diakibatkan karena adanya kerusakan susunan saraf pada otak dan adanya kekakuan pada otot dan sendi yang dapat menimbulkan masalah pada kemandirian pasien pasca stroke.Salah satu modalitas terapi yang utama untuk membantu pemulihan pasien pasca stroke adalah program rehabilitasi. Program rehabilitasi yang hampir selalu dilakukan adalah terapi fisik fisioterapi (Pinzon dan Asanti, 2010). Terapi ini memerlukan waktu yang lama atau tidak sebentar, sehingga pasien pasti akan sangat merasa bosan. Terkadang banyak pasien yang menghentikan pengobatan karena kurangnya motivasi dari diri sendiri dan dari keluarga. Oleh sebab itu motivasi dari dalam diri pasien dan dari keluarga sangat diperlukan untuk pulih lebih cepat dan dapat melakukan kegiatan seperti sebelum terkena stroke (Arum, 2015). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ariyadi (2010) dalam penelitian ini sebanyak 20 orang responden dan 14 responden (70%) memiliki motivasi yang tinggi, 6 responden (30%) memiliki motivasi rendah.diketahui bahwa dari 20 responden yang mengikuti fisioterapi, sebanyak 12 orang atau 60.00% masuk dalam kategori tinggi, sebanyak 8 orang atau 40.00% masuk dalam kategori
rendah, Instrumen yang digunakan berupa angket dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Basuki dan Haryanto (2013), dalam judul studi deskriptif dukungan keluarga pada pasien stroke dalam menjalani rehabilitasi stroke di RSUD Bendan Pekalongan tahun 2013. Didapatkan hasil sebanyak 31 responden, 16 responden (51,6%) memilikidukungan keluarga kurang, sebanyak 15 responden (48,4%) memiliki dukungan keluarganya baik. Kesenjangan dalam masalah penelitian ini yaitu berdasarkan teori faktor yang mempengaruhi motivasi (Notoatmodjo, 2010) faktor internal meliputi faktor fisik, proses mental, herediter, keinginan diri sendiri, dan kematangan usia dan faktor eksternal meliputi faktor lingkungan, dukungan keluarga, fasilitas, dan media. Berdasarkan penelitian (Karlina,2012) menyebutkan bahwa meskipun hampir setiap keluarga dapat menyediakan kebutuhan anggotanya dalam bentuk uang, perawatan,atau bantuan dalam bentuk lainnya, bantuan langsung atau instrumental paling efektif ketika bantuan tersebut terlihat dengan tepatoleh individu. Berdasarkan hasil survai wawancara langsung terhadap 5 pasien pasca stroke yang menjalani fisioterapi di rumah sakit daerah kabupaten Semarang didapatkan 4 pasien (80%) mengatakan memiliki motivasi kuat untuk mengikuti latihan fisioterapi di rumah sakit karena ingin sembuh, dimana 3 pasien (75%) mendapat dukungan keluarga baik dengan menanyakan bagaimana dukungan keluarga sehingga dapat termotivasi untuk melakukan fisioterapi. 1 orang (25%) mendapat dukungan keluarga rendah pada dukungan instrumental karena suami dan anak bekerja. Sedangkan 1 orang (20%) mengatakan frustasi karena lamanya
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Pada Pasien Pasca Stroke Untuk Menjalani Fisioterapi Di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang
3
melakukan fisioterapi sampai berbulanbulan dan merasa selalu merepotkan suami dan anaknya yang sudah berkeluarga sehingga motivasi dari diri sendiri kurang. Dan mendapat dukungan keluarganya baik keluarga sudah memotivasi dengan baik dan benar. Hal tersebut menunjukan masih ada penderita pasca stroke yang mempunyai motivasi rendah untuk melakukan fisioterapi di RSUD Kabupaten Semarang meskipun memiliki dukungan keluarga baik. Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang, “Hubungan dukungan keluarga dengan motivasi pada pasien pasca stroke untuk menjalani fisioterapi di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang. METODE PENELITIAN Desain Peneitian Desain pada penelitian ini adalah deskriptif korelatif yaitu penelitian yang bertujuan mengrtahui ada tidaknya hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan motivasi pada pasien pasca stroke yang menjalani fisioterapi di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional. Pendekatan cross sectional yaitu peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel dukungan keluarga dan motivasi pasien pasca stroke pada saat tertentu, artinya setiap subyek hanya diobservasi satu kali dan pengukuran variabel dilakukan pada saat penelitian. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang fisioterapi RSUD Wilayah Kabupaten Semarang karena menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang 2014, RSUD Ambarawa dan RSUD Ungaran menempati pasien stroke terbanyak dari
seluruh Kabupaten Semarang. Penelitian dilakukan pada bulan januari tanggal 22 sampai 26 januari 2016 . Populasi dan Sampel Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah penderita stroke yang menjalani fisioterapi di ruang fisioterapi di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang yaitu di RSUD Ungaran dan RSUD Ambarawa dimana rata-rata perbulan dari 3 bulan terakhir juli, agustus, september di RSUD Ungaran adalah 24 orang sedangkan di RSUD Ambarawa 27 orang jadi totalnya adalah 51 orang. Sampel Sampel yang digunakan dalam pebelitian ini adalah pasien pasca stroke yang menjalani fisioterapi di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang. Teknik pengambilan sempel pada penelitian ini menggunakan kuota sampling. Kuota sampling adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah yang diinginkan terpenuhi. Besar sample yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 45,2 responden, dibulatkan menjadi 46 responden. Didapatkan sampel dari RSUD Ambarawa sebanyak 25 responden dan dari RSUD Ungaran sebanyak 21 responden. Analisa Univariat Dukungan keluarga Tabel 4.1 Distribusi frekuensi dukungan keluarga pada pasien pasca stroke untuk menjalani fisioterapi di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang Dukungan Persentase Frekuensi keluarga (%) Baik 26 56,5 Kurang 20 43,53 Total 46 100,0
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Pada Pasien Pasca Stroke Untuk Menjalani Fisioterapi Di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang
4
Dari Tabel 4.1 Distribusi frekuensi dukungan keluarga terhadap pasien pasca stroke di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai dukungan keluarga dalam kategori baik yaitu sebanyak 26 responden (56,5 %).
Motivasi Tabel 4.2 Distribusi frekuensi motivasi pasien pasca stroke untuk menjalani fisioterapi di RSUD Wiayah Kabupaten Semarang Motivasi Frekuensi Persentase (%) Tinggi 13 28,3 Sedang 16 34,6 Rendah 17 37,0 Total 46 100,0 Dari Tabel 4.2 distribusi frekuensi motivasi pasien pasien stroke di RSUD kabupaten Semarang diketahui bahwa paling banyak responden dengan motivasi rendah yaitu sebanyak 17 responden (37,0 %). Analisa Bivariat Tabel 4.3 Tabulasi silang hubungan dukungan keluarga dengan motivasi pada pasien pasca stroke untuk menjalani fisioterapi di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang. Dukungan keluarga Kurang Baik Total
Rendah n % 65,0 13 15,4 4 37,0 17
Motivasi Sedang n % 4 20,0 12 46,2 16 34,8
Tinggi n % 15,0 3 10 38,5 13 28,3
Total n % 20 100,0 26 100,0 46 100,0 =0,003 p value
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa, responden yang memiliki dukungan keluarga yang baik sebagian besar yaitu sebanyak 12 responden (46,2 %) mempunyai motivasi sedang dan responden yang mempunyai dukungan keluarga kurang sebagian besar mempunyai motivasi rendah dalam menjalani fisioterapi yaitu sebanyak 13
responden (65,0 %). Dari hasil uji statistik menggunakan Uji chi square didapatkan p value sebesar 0,003 < α (0,05). Hal tersebut menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan motivasi pada pasien pasca stroke untuk menjalani fisioterapi di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang. PEMBAHASAN Analisa Univariat Gambaran dukungan keluarga pada pasien pasca stroke untuk menjalani fisioterapi di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai dukungan keluarga dalam kategori baik yaitu sebanyak 26 responden (56,5 %). Hal tersebut menunjukan bahwa sebagian mempunyai dukungan keluarga dalam kategori baik yang terbagi kedalam beragam bentuk dukungan keluarga yang meliputi dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan emosional, dukungan penilaian. Bentuk dukungan instrumental dalam kategori baik (58,1 %) dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil jawaban responden terhadap kuesioner yang diberikan peneliti tentang dukungan keluarga dilihat dari aspek dukungan instrumental yaitu sebagian responden menyatakan bahwa keluarga selalu (69,6 %) membantu saya dalam mengatasi masalah perekonomian dengan memberikan bantuan dana, keluarga juga selalu (58,7 %) membawakan bekal makanan dan minuman saat saya menjalani fisioterapi dan keluarga selalu (50,0 %) menemani saya saat sedang menjalani fisioterapi. serta keluarga juga selalu (19,6 %) membantu saya melakukan aktivitas yang tidak bisa saya lakukan sebelum atau sesudah menjalani fisioterapi. Hal tersebut menunjukkan
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Pada Pasien Pasca Stroke Untuk Menjalani Fisioterapi Di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang
5
bahwa dukungan keluarga dilihat dari aspek dukungan instrumental yang diterima oleh responden dalam kategori baik. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dukungan keluarga dalam kategori baik (56,5 %) pada pasien pasca stroke yang menjalani fisioterapi dilihat dari berbagai bentuk dukungan keluarga yang diterima responden meliputi dukungan instrumental dalam kategori baik (58,1 %), dukungan informasional yang baik (42,9 %), dukungan emosional dalam kategori baik (38,1 %) dan dukungan penilaian dalam kategori baik (47,8 %). Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa dukungan informasional dalam kategori cukup (42,9 %) merupakan salah satu komponen yang mendukung dalam dukungan keluarga yang diberikan kepada responden. Menurut Arlija (2006), menyatakan bahwa dukungan informasional merupakan pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Bentuk dukungan ini melibatkan pemberiaan informasi, saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan mudah. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian responden menyatakan bahwa saya dan keluarga selalu (54,3 %) berdiskusi untuk mengatasi masalah / komplikasi yang timbul karena menjalani fisioterapi dan responden juga mengatakan bahwa keluarga selalu (17,4 %) mencari informasi tentang fisioterapi untuk membantu penyembuhan penyakit saya dan keluarga selalu (17,4 %) memberi penjelasan dampak jika saya tidak menjalani fisioterapi. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
dukungan emosional yang diterima oleh responden dalam kategori baik (38,1 %). Dukungan emosional merupakan dukungan keluarga yang paling penting yang seharusnya diberikan kepada anggota keluarganya karena merupakan hal penting dalam meningkatkan semangat pasien dan memberikan ketenangan (Anne & David, 2007). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa dukungan emosional merupakan dukungan yang mendukung dalam pemulihan pasien stroke yang menjalani fisioterapi yang ditunjukkan dengan sebagian responden yang menyatakan bahwa keluarga selalu (56,5 %) memberikan suasana aman dan nyaman saat dirumah.dan tidak melarang saya untuk tetap menjalin hubungan dengan lingkungan (54,3 %). Keluarga saya juga selalu (52,2 %) tidak membiarkan saya bersedih dalam menghadapi penyakit yang sedang saya derita dan selalu (47,8 %) memberikan nasehat untuk mengatasi efek samping yang timbul akibat menjalani fisioterapi. Menurut Arlija (2006), menyatakan bahwa keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga. Bentuk dukungan ini membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi dengan lingkungan dan keluarganya. Gambaran motivasi pasien pasca stroke untuk menjalani fisioterapi di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa paling banyak responden dengan motivasi rendah yaitu sebanyak 17 responden (37,0 %). Motivasi yang rendah pada sebagian besar responden tersebut dapat dilihat dari hasil jawaban kuesioner yang diberikan oleh peneliti yaitu sebagian besar respoden
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Pada Pasien Pasca Stroke Untuk Menjalani Fisioterapi Di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang
6
menyatakan bahwa mereka tidak berharap (52,2 %) bahwa kelemahan yang dialaminya akan segera pulih seperti semula dan tidak mau melakukan fisioterapi lagi apabila responden mengalami keluhan yang diakibatkan fisioterapi (50,0 %). Selain itu didapatkan data bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka melakukan fisioterapi tidak atas kemauan atau tekad dari dalam diri responden sendiri (50,0%) dan sebagian responden mengatakan bahwa mereka tidak merasa optimis (50,0 %) bahwa dengan fisioterapi ini maka akan bisa pulih kembali. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar mempunyai motivasi yang rendah terhadap program fisioterapi yang sedang dijalaninya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai motivasi yang rendah terhadap program fisioterapi yang sedang dijalaninya. Motivasi yang rendah tersebut menurut teori Vroom dalam robbins (2008) dapat dijabarkan kedalam motivasi valance (nilai), motivasi harapan (expectacy) dan motivasi pertautan (instrumentaly), dimana hal tersebut dapat dilihat dari hasil jawaban responden tentang motivasi mereka terhadap program fisioterapi yang sedang mereka jalani. Valence mengacu pada keinginan atau kemampuan untuk menarik atau menolak dan memiliki sesuatu tertentu pada lingkungan (Suparyanto, 2010). Sebagian besar responden memiliki memiliki motivasi negatif pada parameter valance, hal ini disebabkan karena kurangnya dorongan yang timbul dari diri penderita stroke sehingga memiliki motivasi yang negatif, disamping itu penderita stroke mengatakan bahwa penderita ingin sembuh, namun penderita bosan untuk melakukan fisioterapi serta responden mengatakan bahwa responden dapat sembuh, tetapi keadaan ini
membuat saya semakin stres dan malas untuk melakukan fisioterapi. Pada parameter instrumentally didapatkan bahwa sebagian besar repsonden memiliki motiasi negatif. Motivasi instrumentally yaitu bagaimana kemungkinan suatu hal yang potensial akan berimplikasi terhadap sesuatu yang bernilai lain, misalnya kinerja yang baik yang berimplikasi pada promosi. Instrumentality (Sarana) didasarkan pada hubungan yang dirasakan atau dua hasil (Suparyanto, 2010). Sebagian besar responden memiliki motivasi negatif pada parameter motivasi instrumentally, dimana hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan penderita stroke tetang program fisioterapi yang dapat meringankan keadaan. Pada parameter expectancy didapatkan bahwa sebagian besar repsonden memiliki motiasi negatif. Motivasi expectancy yaitu bagaimana kemungkinan seseorang menyakini bahwa apa yang telah diusahakan itu akan membawa kepada kinerja yang baik. Pace dan Faules dalam Sobur (2008), menyatakan berdasarkan teori harapan ini, motivasi dapat dijelaskan dengan mengkombinasikan ketiga elemen dasar tersebut. Orang akan termotifitasi bila ia percaya bahwa : 1) perilaku tertentu, 2) hasil tersebut mempunyai nilai positif baginya, dan 3) hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang. Jadi seseorang akan memilih, ketika ia melihat alternatif-alternatif, tingkat kinerja yang memiliki kekuatan motivasional tertinggi yang berkaitan dengannya (Suparyanto, 2010). Pada parameter expectancy sebagian besar responden memiliki motivasi negatif. Hal ini ditunjukkan bahwa sebagian besar penderita stroke mengatakan bahwa penderita tidak akan sembuh dengan melakukan rentang gerak, penderita merasa bosan untuk melakukan fisioterapi serta penderita stroke tidak
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Pada Pasien Pasca Stroke Untuk Menjalani Fisioterapi Di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang
7
pernah berharap untuk sembuh dengan melakukan fisioterapi. Motivasi penderita stroke yang negatif juga kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni, umur, pendidikan yang rendah, pekerjaan dan jenis kelamin. Berdasarkan umur penderita stroke didapatkan bahwa sebagian besar responden berumur 4665 tahun (73,3%). Usia sangat mempengaruhi motivasi seseorang, motivasi yang sudah berusia lanjut lebih sulit dari orang yang masih muda. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti kosa kata dan pengetahuan umum. Pada usia dewasa muda (20-30 tahun) merupakan periode pertumbuhan fungsi tubuh dalam tingkat yang optimal, dibarengi tingkat kematangan emosional, intelektual dan sosial, sedangkan dewasa pertengahan (41-50 tahun) secara umum merupakan puncak kejayaan sosial, kesejahteraan, sukses ekonomi dan stabilisasi, jadi usia sangat berpengaruh terhadap motivasi seseorang dalam berbagai kegiatan (Suparyanto, 2010). Analisa Bivariat Hubungan dukungan keluarga dengan motivasi pada pasien pasca stroke untuk menjalani fisioterapi di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang. Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa, responden yang memiliki dukungan keluarga yang baik sebagian besar yaitu sebanyak 12 responden (46,2 %) mempunyai motivasi sedang dan responden yang mempunyai dukungan keluarga kurang sebagian besar mempunyai motivasi rendah dalam menjalani fisioterapi yaitu sebanyak 13 responden (65,0 %). Hal ini menunjukkan bahwa dukungan keluarga dengan aspek-aspek
yang ada didalamnya dapat dijadikan sebagai prediktor untuk memprediksi strategi coping pada penderita stroke. Secara psikologis, apabila dukungan dari lingkungan keluarga penderita stroke mampu mengoptimalkan aspek emosional, penghargaan, informasi, dan instrumental berupa perhatian, nasehat, saran, pemberian pekerjaan, dsb, maka dukungan keluarga tersebut akan mampu meningkatkan strategi copingpada penderita stroke. Sehingga penderita merasa bahwa dirinya masih dibutuhkan, diperhatikan, dan merasa bahwa dirinya tidak berbeda dengan manusia yang lain. Dukungan dari lingkungan keluarga dapat meringankan rasa sakit pada penderita stroke sebagai bentuk pengobatan secara psikis bagi penderita (Rusmini, 2003). Dukungan ini sangat penting untuk membentuk ketenangan, kenyamanan, dan sebagai pembuktian keeksistensiannya sebagai manusia yang hidup bersama dalam lingkup keluarga. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden yang memiliki dukungan keluarga yang baik sebagian besar yaitu sebanyak 12 responden (46,2 %) mempunyai motivasi sedang. Motivasi sedang yang terjadi pada sebagian besar responden walaupun telah memiliki dukungan keluarga yang baik menurut asumsi peneliti dikarenakan selain dukungan keluarga masih banyak faktor yang dapat menimbulkan motivasi responden dalam menjalankan program fisioterapi. Berdasarkan umur penderita stroke didapatkan bahwa sebagian besar responden berumur 46-65 tahun. Usia sangat mempengaruhi motivasi seseorang, motivasi yang sudah berusia lanjut lebih sulit dari orang yang masih muda. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Pada Pasien Pasca Stroke Untuk Menjalani Fisioterapi Di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang
8
seperti kosa kata dan pengetahuan umum. Pada usia dewasa muda (20-30 tahun) merupakan periode pertumbuhan fungsi tubuh dalam tingkat yang optimal, dibarengi tingkat kematangan emosional, intelektual dan sosial, sedangkan dewasa pertengahan (41-50 tahun) secara umum merupakan puncak kejayaan sosial, kesejahteraan, sukses ekonomi dan stabilisasi, jadi usia sangat berpengaruh terhadap motivasi seseorang dalam berbagai kegiatan (Suparyanto, 2010). Sebagian besar penderita stroke berusia 46-65 tahun memiliki motivasi yang negatif untuk melakukan rentang gerak dirumah. Usia sangat berpengaruh terhadap motivasi penderita stroke, dimana semakin matang usia seharusnya semakin tinggi pula motivasi penderita stroke untuk melakukan rentang gerak di rumah. Namun perlu diketahui bahwa stroke pada usia lanjut sangat rentan terjadi dan sangat beresiko dan menimbulkan kecacatan menetap, disamping itu penderita stroke yang memiliki motivasi negatif untuk melakukan rentang gerak kemungkinan disebabkan karena kurangnya pengetahuan untuk melakukan fisioterapi atau penderita beranggapan bahwa di usianya yang semakin tua stroke tidak akan sembuh dengan melakukan rentang gerak. Dari hasil uji statistik menggunakan Uji chi square didapatkan p value sebesar 0,003 < α (0,05). Nilai p tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan motivasi pada pasien pasca stroke untuk menjalani fisioterapi di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang. Hasil penelitian ini menujukkan dukungan keluarga yang baik sebagian besar yaitu sebanyak 12 responden (46,2 %) mempunyai motivasi sedang yang dapat diartikan bahwa adanya interaksi atau hubungan yang diberikan pada penderita stroke dari lingkungan keluarga
penderita dalam bentuk pemberian saran, informasi, nasehat, perhatian, dan persetujuan. Dukungan keluarga tersebut mencakup dukungan dalam hal emosional, instrumental, penghargaan atau penilaian, maupun dukungan dalam bentuk informasi yang dibutuhkan subjek. Dukungan keluarga yang cukup bermanfaat untuk menurunkan kemungkinan sakit dan mempercepat kesembuhan baik secara fisik maupun secara psikologis (Ruwaida, 2002). Keterbatasan Penelitian Penelitian belum bisa mengendalikan semua faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi, ini tidak terlepas dari keterbatasan, dimana peneliti hanya meneliti tentang hubungan dukungan keluarga dengan motivasi pasien pasca stroke untuk menjalani fisioterapi. Sementara secara teori ada banyak faktor yang mempengaruhi motivasi yang menyebabkan bias dalam penelitian ini seperti lama pasien menderita stroke, sosial ekonomi, biaya melakukan fisioterapi menggunakan BPJS atau umum. PENUTUP Kesimpulan Dukungan keluarga terhadap pasien pasca stroke di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai dukungan keluarga dalam kategori baik yaitu sebanyak 26 responden (56,5 %). Paling banyak responden dengan motivasi rendah yaitu sebanyak 17 responden (37,0 %). Ada hubungan dukungan keluarga dengan motivasi pada pasien pasca stroke untuk menjalani fisioterapi di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang dengan p value 0,003 < α (0,05).
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Pada Pasien Pasca Stroke Untuk Menjalani Fisioterapi Di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang
9
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengingat keterbatasan peneliti dalam penelitian ini, maka ada beberapa saran yang akan disampaikan. 1. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menambah pengalaman dan pengetahuan peneliti khususnya mengenai hubungan dukungan keluarga dan motivasi untuk menjalani fisioterapi pada pasien pasca stroke. 2. Bagi Pihak Rumah Sakit Kepada pihak rumah sakit, karena masih ada pasien yang terhalang transportasi menuju rumah sakit. Sehingga pihak rumah sakit membuat mobile fisioterapi yang datang ke puskesmas daerah sehingga memudahkan pasien. Perlu meningkatkan pelayananan dengan jadwal terapi yang harus di batasi setiap hari supaya pasien tidak menggu lama untuk terapi, bisa juga dilakukan dua shift dalam sehari pagi dan siang. 3. Keluarga dan Responden Untuk keluarga yang merawat pasien yang menderita pasca stroke seharusnya memiliki kesabaran yang ekstra, keluarga harus selalu mendampingi pasien supaya pasien tidak merasa kesepian atau hidupnya tidak berarti. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan masukan dan perbandingan untuk melakukan penelitian selanjutnya dan sebaiknya memilih variabel dan subjek penelitian yang cocok agar tidak terlalu sulit ketika pengumpulan data dilapangan, selain itu juga harus memperhatikan perkembangan diluar penelitian ini, yang mungkin dapat mempengaruhi hasil penelitian. DAFTAR PUSTAKA Arum, Sheria Puspita. (2015). Stroke Kenali Cegah dan Obati. Yogyakarta: Notebook.
Basuki dan Haryanto. (2013). Studi Deskriptif Dukungan Keluarga Pada Pasien Stroke dalam Menjalani Rehabilitasi Stoke di RSUD Bendan Pekalongan. Dari http://www.digilib.stikesmuhpkj.ac.id diakses pada 7 Oktober 2015. Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika. Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. (2014). 10 Besar Penyakit di Rumah Sakit se Kabupaten Semarang 2014. Semarang: Dinkes Kabupaten Semarang. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2012). Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang: Dinkes Provinsi Jawa Tengah. Irdawati. (2008). Perbedaan pengaruh latihan gerak terhadap kekuatan otot pada pasien stroke nonhemoragik hemiparese kanan dibandingkan dengan hemiparese kiri. From : http://ejournal.undip.ac.id/ diakses pada 30 Oktober 2015 Karlina, D. (2012). Studi literaturHubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Pasien Stroke Dalam Memeriksakan rehabilitasi.Darihttp://dss.constucti velearning.info/ Notoatmodjo. (2010). Metode penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta -----------------. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta.. Pinzon Rizaldy dan Laksmi A. (2010). Awas Stroke! Pengertian, gejala, tindakan, perawatan, dan pencegahan. Yogyakarta: ANDI.
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Pada Pasien Pasca Stroke Untuk Menjalani Fisioterapi Di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang
10