Nanda Aulia Putri: Hubungan Derajat PPOK dan Kejadian Eksaserbasi Pada Penderita PPOK Dengan Komponen Sindrom Metabolik
Hubungan Derajat PPOK dan Kejadian Eksaserbasi pada Penderita PPOK dengan Komponen Sindrom Metabolik Nanda Aulia Putri, Oea Khairsyaf, Irvan Medison, Yessy S Sabri Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang
Abstrak
Latar belakang: Inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK adalah inflamasi paru dan inflamasi yang bersifat sistemik. Inflamasi sistemik juga terjadi pada penyakit kronik lain diantaranya adalah sindrom metabolik, penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, diabetes dan depresi. Sindrom metabolik adalah kumpulan beberapa komponen, yaitu obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi dan resistensi insulin. Pasien PPOK yang disertai komponen sindrom metabolik akan semakin memperberat kondisi pasien PPOK. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan derajat PPOK dan kejadian eksaserbasi pada pasien PPOK dengan komponen sindrom metabolik. Metode: Penelitian dilakukan pada 60 pasien PPOK stabil di RSUD M. Djamil pada bulan September 2014. Dilakukan pemeriksaan spirometri berdasarkan kriteria GOLD dan kriteria sindrom metabolik diukur menurut modifikasi kriteria NACEP-ATP III untuk orang Asia. Pasien diikuti selama tiga bulan untuk melihat kejadian eksaserbasi. Hasil: Pasien PPOK terbanyak pada derajat II (60%). Pada hubungan derajat PPOK dengan jumlah komponen sindrom metabolik, pasien PPOK derajat I,II,III dan IV paling banyak mempunyai satu komponen sindrom metabolik yaitu 3,3%,25%,15% dan 1,7%. Frekuensi jenis komponen sindrom metabolik terbanyak adalah hipertensi (43,8%). Pasien PPOK tanpa komponen dan satu komponen sindrom metabolik paling banyak ditemukan tidak ada kejadian eksaserbasi, Pasien PPOK dengan ≥3 komponen sindrom metabolik kejadian eksaserbasi terbanyak ditemukan >1 kali. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara derajat PPOK dengan jumlah komponen sindrom metabolik dan terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah komponen sindrom metabolik dengan kejadian eksaserbasi penderita PPOK. (J Respir Indo. 2016; 36: 33-40) Kata kunci: PPOK stabil, Derajat PPOK, komponen sindrom metabolik, eksaserbasi.
Degrees Relations & Event Exacerbations COPD Patients with Components of Metabolic Syndrome Abstract
Background: Inflammation that occurs in patients with COPD are lung inflammation and systemic inflammation. Systemic inflammation also occurs in other chronic diseases include metabolic syndrome, cardiovascular disease, osteoporosis, and ext.The metabolic syndrome is a collection of several components, in the form of central obesity, dyslipidemia, hypertension and insulin resistance. COPD patients accompanied by metabolic syndrome components will aggravate the condition of COPD patients. This study aimed to assess the degree of COPD and the incidence of exarcebations in COPD patients with metabolic syndrome components. Methods: The study was conducted in 60 patients stable COPD. Spirometry examinations conducted by GOLD criteria and the criteria for metabolic syndrome was measured according to a modification NACEP-ATP III criteria for Asians. Patients were followed for three months to see the events exarcebations. Results: The majority of COPD patients in stage II (60%). COPD patients with stage I, II, III and IV have most one components of metabolic syndrome is 3.3%, 25%, 15% and 1.7%.The frequency of most types of components metabolic syndrome is hypertension (43,8%). COPD patients without component and one component of metabolic syndrome most commonly found with no events exarcebations, while COPD patients with ≥3 components of the metabolic syndrome most comonly found with > 1 time exarcebations Conclusions: There was no relationship with the degrees of COPD with the number of metabolic syndrome components and there is a significant relationship between the number of metabolic syndrome components with the incidence of COPD patients exarcebations. (J Respir Indo. 2016; 36: 33-40) Keywords: Stable COPD, Degree of COPD, metabolic syndrome components, exarcebations.
Korespondensi: Nanda Aulia Putri Email:
[email protected]; Hp: 081398380554
J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016
33
Nanda Aulia Putri: Hubungan Derajat PPOK dan Kejadian Eksaserbasi pada Penderita PPOK dengan Komponen Sindrom Metabolik
PENDAHULUAN
penelitian, perbedaan desain penelitian ataupun
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) meru pakan suatu penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, sering kali disertai komorbid yang menambah beratnya derajat penyakit. PPOK ditandai dengan penurunan fungsi paru yang bersifat progresif karena inflamasi kronis saluran nafas terutama saluran nafas kecil dan alveoli.1,2 Pada PPOK selain terjadi inflamasi paru, juga terjadi inflamasi sistemik yang akan mempengaruhi berbagai organ tubuh. Inflamasi sistemik PPOK ditandai dengan meningkatnya marker inflamasi dalam sirkulasi darah. Beberapa penelitian mene mukan marker inflamasi sistemik meningkat pada keadaan PPOK stabil dan eksaserbasi.2-5 Infla masi sistemik dihubungkan dengan penyakit kronik lain seperti seperti sindrom metabolik, penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, diabetes dan depresi.1-5 Faktor resiko penyakit yang sama seperti merokok menyebabkan PPOK sering muncul bersama penyakit kronik lain (komorbid). Komorbiditas akan mem pengaruhi gejala, peningkatan frekuensi eksaserbasi, rawatan rumah sakit dan kematian pada penderita PPOK.6-8 Sindrom metabolik merupakan salah satu komorbid pada PPOK, berupa kum pulan beberapa komponen faktor risiko yang ber hubungan dengan terjadinya penyakit kardio vaskuler. Komponen sin drom metabolik yaitu obesitas sentral, dislipedemia, hipertensi
dan
resistensi
insulin.9-11 Terdapatnya
komponen sindrom metabolik pada individu menan dakan terdapatnya inflamasi sistemik yang terjadi pada individu tersebut.11,12 Inflamasi sistemik yang ditimbulkan oleh PPOK dan sindrom metabolik dapat muncul bersamaan dan memperberat kondisi penderita.6,7 Seperti kondisi komorbid lainnya, belum jelas apakah inflamasi paru memicu perburukan metabolik atau signal metabolik yang memicu respons inflamasi paru.8,9 Prevalensi PPOK dengan sindrom metabolik berkisar antara 20-50%.13 Perbedaan prevalensi sindrom metabolik dengan PPOK yang ditemukan disebabkan oleh perbedaan etnik dari populasi
34
kriteria diagnostik yang digunakan.12,13 Tingginya pravelensi PPOK dengan sindrom metabolik,
menunjukkan
bahwa
perlu
dilakukan
penapisan terhadap munculnya sindrom metabolik pada penderita PPOK.13 Mendeteksi dan mengatasi dengan baik komponen sindrom metabolik pada penderita PPOK berguna untuk mencegah meningkatnya fre kuensi eksaserbasi, frekuensi rawatan rumah sakit dan kematian pada penderita PPOK.1,12,13 Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti ter tarik untuk melakukan penelitian terhadap penderita PPOK untuk mengetahui adanya komponen sindrom metabolik serta pengaruhnya terhadap derajat PPOK (GOLD 2013) dan frekuensi eksaserbasi PPOK. METODE Penelitian ini menggunakan desain longitudinal yang dilakukan di RSUP M. Djamil Padang, BP4 Lubuk Alung dan labotorium Prodia Padang (untuk pengukuran trigliserida, HDL dan GDP). Penelitian ini dimulai September 2014 sampai tercapai jumlah sampel yang ditetapkan. Populasi terjangkau adalah pasien PPOK stabil yang kontrol ke poli paru RSUP M. Djamil Padang dan Poli Paru BP4 Lubuk Alung. Jumlah sampel adalah 60 pasien. Pasien penelitian bersedia dengan sukarela mengikuti seluruh program pene litian dengan menandatangani formulir informed consent. Subjek diambil dengan cara consecutive sampling. Pasien yang memenuhi kriteria dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan spirometri ulang untuk mendapatkan derajat PPOK. Pasien yang memenuhi semua kriteria penelitian diberi penjelasan tentang tujuan dan prosedur penelitian dan diminta kesediaannya untuk ikut dalam penelitian. Pasien yang bersedia diminta menandatangani lembar persetujuan. Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan memakai bronkodilator inhalasi sebanyak 6 isapan kemudian dilakukan pemeriksaan spirometri untuk mengetahui nilai dasar fungsi paru (VEP1, KVP, VEP1/KVP). Pengukuran antropometri dengan melakukan pengukuran berat badan, tinggi badan J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016
Nanda Aulia Putri: Hubungan Derajat PPOK dan Kejadian Eksaserbasi Pada Penderita PPOK Dengan Komponen Sindrom Metabolik
dan lingkar pinggang. Pengukuran lingkar pinggang
frekuensi eksaserbasi subjek penelittian dapat di
diukur dengan menggunakan inelastic tape di titik
lihat pada Tabel 1. Jenis kelamin terbanyak adalah
tengah antara iga terbawah dengan krista iliaka.
laki-laki yaitu 56 orang (93,3%). Usia rerata 62,8±
Pasien dalam posisi berdiri menghadap dinding dengan jarak kaki kanan dan kiri 25 cm, pemeriksa dalam posisi duduk di samping pasien. Pengukuran tekanan darah dilakukan setelah pasien duduk istirahat selama 5 menit. Tekanan darah diukur berdasarkan rekomendasi American Heart Association dengan mengukur di kedua lengan dan hasil pengukuran tertinggi yang diambil untuk
8,5. Pengukuran berat badan didapatkan rerata 51,33±9,2 kg, dengan rerata indeks massa tubuh (IMT) yaitu 20,58±3,4. Subjek yang tergolong kurus sebanyak 18 orang (30%), normal 27 orang (45%) dan berat badan lebih 15 (25%) orang. Subjek pada penelitian ini terbanyak adalah bekas perokok yaitu 83,3%. Terdapat 10% subjek penelitian yang
dianalisis dengan menggunakan tensimeter air raksa.
masih merokok dan 6,7% subjek yang tidak pernah
Pengukuran kadar trigliserida, kolesterol HDL dan
merokok. Subjek yang tidak pernah merokok adalah
gula darah puasa dilakukan setelah subjek penelitian
perempuan, dengan riwayat memasak menggunakan
berpuasa selama minimal 12 jam sebelum pengambilan
kayu bakar berkisar antara 15 sampai 20 tahun.
sampel darah. Kadar glukosa puasa, trigliserida dan HDL diukur dengan mengambil darah vena sebanyak
Tabel 1 Karakteristik Dasar Subjek Penelitian
3 cc, dimasukkan ke dalam tabung tanpa koagulan,
Karakteristik subjek
diamkan selama 30 menit sampai darah membeku,
Usia
62,8 + 8,6
tabung disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama
Laki-laki
56 (93,3)
Tinggi badan (cm)
158,4 + 7,7
Berat badan (kg)
51,3 + 9,2
IMT
20,6 + 3,4
15 menit, pisahkan 0,5 cc serum ke dalam cup sampel, tabung dimasukkan ke dalam alat chemical analyzer dengan sebelumnya memasukkan data pasien. Analisis yang dilakukan adalah analisis uni variat dan bivariat. Analisis univariat disajikan secara deskriptif bertujuan mendiskripsikan variabel-variabel dependen dan independen sehingga dapat mem bantu analisis bivariabel lebih mendalam. Analisis
rerata±SD, persentase
Berat badan kurang
18 (30)
Normal
27 (45)
Berat badan lebih
15 (25)
Riwayat merokok Perokok
6 (10)
Bekas Perokok
50 (83,3)
Bukan perokok
4 (6,7)
bivariat dengan menggunakan chi square untuk
Indeks Brinkman
data kategorik. Analisis statistik untuk data kategorik
Sedang
16 (26,7)
Berat
40 (66,7)
dengan uji chi square dengan alternatif uji Exact Fisher dan uji Kolmogorov Smirnov apabila syarat
Fungsi paru VEP/pred (%)
55,8 + 15,4
KVP/pred (%)
84,9 + 17,1
Kriteria kemaknaan yang digunakan adalah
VEP/KVP
48,9 + 10
nilai p, apabila p ≤ 0,05 artinya signifikan atau
Derajat PPOK
dari chi square tidak terpenuhi.
bermakna secara statistika. Data yang diperoleh dicatat dalam formulir khusus kemudian diolah. HASIL Karakteristik pasien Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 60 pasien dengan karakteristik, fungsi paru, derajat dan
J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016
Ringan/I
2 (3,3)
Sedang/II
36 (60)
Berat/III
21 (35)
Sangat berat/IV
1 (1,7)
Frekuensi eksaserbasi dalam 3 bulan Tidak ada eksaserbasi
30 (50)
Eksaserbasi 1kali
18 (30)
Eksaserbasi > 1 kali
12 (20)
35
Nanda Aulia Putri: Hubungan Derajat PPOK dan Kejadian Eksaserbasi pada Penderita PPOK dengan Komponen Sindrom Metabolik
Hubungan nilai rerata variabel komponen sindrom
Hubungan jumlah komponen sindrom metabolik
metabolik dengan derajat PPOK
dengan kejadian eksaserbasi
Pada uji statistik Anova one way pada setiap
Pada uji statistik ditemukan hubungan yang
rerata komponen sindrom metabolik dengan derajat
bermakna secara statistik antara jumlah komponen
PPOK didapatkan P value> 0,05, hal ini menunjukan
sindrom metabolik dengan frekuensi eksaserbasi
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara
penderita PPOK, diketahui nilai p sebesar 0,001
nilai rerata setiap komponen sindrom metabolik
(p<0,05) seperti yang terlihat pada Tabel 5.
dengan derajat PPOK pada Tabel 2. Frekuensi komponen sindrom metabolik sesuai derajat PPOK dapat dilihat pada Tabel 3.
Penyakit paru obstruktif kronik tidak hanya
Tabel 2. Hubungan Nilai Rerata Variabel Komponen Sindrom Metabolik dengan Derajat PPOK Variabel komponen sind metabol
PEMBAHASAN ber dampak pada kerusakan paru semata tapi juga menimbulkan kelainan di luar paru yang akan ber kontribusi terhadap makin beratnya penyakit seperti
Derajat PPOK
p value
disfungsi otot dan rangka, penyakit kardiovaskuler, depresi, osteoporosis, berkurangnya toleransi latihan
I
II
III
IV
Ling pinggang Cm TG,mg/dl
82 + 8,5
80+ 10,9
77,5+8,9
79
0,785
dan buruknya status kesehatan yang pada akhirnya be
85,5 +23,3 113,5 + 47,4 117,9 + 60,9 95
0,838
rhubungan dengan meningkatnya kematian pada pasien
HDL ,mg/dl GDPmg/dl Tekanan darah Sistolik Diatolik
56 + 5,7 90 + 9,9
58,3 + 15,4 86,7 + 27,1
53,4 + 14,7 85,5 + 23,3
84 78
0,206 0,986
130±14,1 85±7,1
139±19,1 85,5±7,7
141±13,7 88,1±7,5
140 0,862 90 0,627
PPOK. Sindrom metabolik merupakan kelompok faktor risiko yang memiliki predisposisi terjadi pada pasien dengan inflamasi sistemik dan penyakit kardiovaskuler. Sindrom metabolik merupakan determinan yang penting pada inflamasi sistemik.14
TG: trigliserida HDL: High density lipid GDP: Gula darah puasa
Pada penelitian ini 93,3% adalah laki-laki.
Frekuensi jenis komponen sindrom metabolik pada derajat PPOK
Secara epidemiologi, insiden PPOK lebih banyak ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan karena laki-laki lebih sering terpajan dengan zat atau partikel
Tabel 3. Frekuensi jenis komponen sindrom metabolik pada derajat PPOK
yang berbahaya seperti rokok dan polusi lingkungan
Komponen PPOK I PPOK II PPOK III PPOK Jumlah sindrom N(%) N (%) N(%) IV N(%) N(%) metabolik Ling. 1(1,3) 13(16,3) 3(3,8) 0 17(21,2) pinggang TG 0 7(8,8) 4(5) 0 11(13,8)
pada penelitian ini, dengan indeks brikman berat
HDL
0
2(2,5)
2 (2,5)
4(5)
lama maka risiko yang ditimbulkan akan lebih besar.
GDP Hipertensi Jumlah n (%)
0 1(1,3) 2(2,5)
8(10) 18(22,5) 48(60)
5(6,3) 0 15(18,8) 1(1,3) 29(36,3) 1(1,3)
13(16,3) 35 (43,8) 80 (100)
Rokok merupakan faktor risiko utama PPOK dan juga
0
Hubungan derajat PPOK dengan jumlah kom ponen sindrom metabolik Pada uji statistik di Tabel 4 tidak ditemukan
kerja.1,2 Bekas perokok ditemukan sebanyak 83,3% sebanyak 66,7%. Hubungan rokok dengan PPOK adalah hubungan dosis respons, semakin banyak batang rokok dihisap setiap hari dan dalam waktu lebih
merupakan faktor risiko untuk penyakit kronik lainnya seperti sindrom metabolik. Efek sistemik dari merokok menyebabkan
penderita
PPOK
penyakit kronik lainnya.
1,4,5
stimulasi
terhadap
sistem
sering
disertai
Rokok menyebabkan hemapoetik
dengan
melepaskan leukosit polinuklear, mencetuskan stress
hubungan yang bermakna secara statistik antara
oksidatif sistemik, mengaktivasi faktor kougulasi dan
jumlah komponen sindrom metabolik dengan derajat
menyebabkan disfungsi sistemik. Sehingga inflamasi
PPOK I,II,III dan IV (p >0,05).
yang disebabkan oleh rokok menjadi faktor pencetus
36
J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016
Nanda Aulia Putri: Hubungan Derajat PPOK dan Kejadian Eksaserbasi Pada Penderita PPOK Dengan Komponen Sindrom Metabolik
inflamasi pada sindrom metabolik.5-7 Penelitian
berkembang di mana penderita PPOK derajat I rendah
Park dkk15 mendapatkan bahwa merokok secara
atau tidak ditemukan. PPOK derajat IV ditemukan hanya
signifikan merupakan faktor risiko terjadi sindrom
satu orang pada penelitian ini, disebabkan penderita PPOK
metabolik, terdapat hubungan merokok dan bekas
yang dimasukan kedalam penelitian ini adalah penderita
perokok dengan penurunan fungsi paru dan sindrom
PPOK stabil yang dapat melakukan spirometri ulang
metabolik.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat komponen
Tabel 4. Hubungan Derajat PPOK dengan jumlah Komponen Sindrom Metabolik Komponen sindrom metabolik
I n(%)
Tanpa komponen 1 komponen 2 komponen 3≥ komponen Jumlah
0 2(3,3) 0 0 2 (3,3)
eksaserbasi yang disebabkannya. Kriteria Sindrom metabolik yang digunakan adalah modifikasi kriteria
Derajat PPOK II n III (%) n(%) 7(11,7) 15(25) 9 (15) 5 (8,3) 36 (60)
sindrom metabolik pada derajat PPOK dan kejadian
IV n(%)
4 (6,7) 9 (15) 4 (6,7) 4 (6,7) 21 (35)
0 1 (1,7) 0 0 1 (1,7)
Jumlah
P
NACEP-ATP III untuk orang Asia. Kriteria yang digunakan adalah sama dengan kriteria pada penelitian
11(18,3) 27(45) 13(21,7) 0,9 9 (15) 60(100)
Yunita dan Park di mana penelitian mereka juga dilakukan di Asia. Kriteria NACEP-ATP III lebih banyak digunakan dibandingkan kriteria yang lain karena lebih praktis untuk mendiagnosis sindrom metabolik. Pada pengukuran variabel lingkar pinggang
Tabel 5. Hubungan jumlah komponen sindrom metabolik dengan kejadian eksaserbasi penderita PPOK Komponen sindrom metabolik Tanpa komponen 1 komponen 2 komponen 3≥ komponen Jumlah
Eksaserbasi Tidak ada N(%) 8(13,3)
1 kali N(%) 3(5)
0
19(31,7) 3(5) 0
7(11,7) 6(10) 2(3,3)
30(50)
18(30)
>1 kali N(%)
Jumlah
P
didapatkan rerata lingkar pinggang pada PPOK derajat I dan derajat II lebih besar dibandingkan derajat III dan derajat IV, yaitu 82±8,5 dan 80±10,9. Pada beberapa penelitian PPOK dengan sindrom
11(18,3)
metabolik ataupun PPOK dengan obesitas dida
1(1,7) 4(6,7) 7(11,7)
0,001 27(45) 13(21,7) 9(15)
patkan ukuran lingkar pinggang lebih besar pada
12(20)
60(100)
PPOK derajat I dan II dibandingkan III dan IV,12,16 hal ini disebabkan pada derajat III dan IV keluhan klinis yang dirasakan lebih meningkat sehingga penderita
Pada penelitian ini berdasarkan kriteria GOLD
PPOK mengalami kehilangan berat badan akibat
2013 didapatkan derajat PPOK terbanyak adalah
penurunan asupan nutrisi dan peningkatan energi
PPOK derajat II 26 (60%) diikuti derajat III 21 (35%),
tubuh.7,8 Pada penilaian rerata gula darah puasa
derajat I 2 (3,3%) dan derajat IV 1 (1,7%). Penelitian ini
didapatkan perbedaan rerata tetapi secara statistik
hampir sama dengan penelitian Yunita dkk di mana
tidak bermakna, nilai rerata terbesar terdapat pada
PPOK dengan derajat terbanyak adalah derajat II yaitu
derajat I yaitu 90±9,9, diikuti derajat II 86,7±27,1,
58%, diikuti derajat III 34,9%, derajat IV 3% dan tidak
derajat III 85,5±23,3 dan derajat IV 78. Berbeda
terdapat pasien dengan derajat I.
Penelitian Watz
dengan penelitian Maninnho dkk, yang menunjukkan
dkk mendapatkan hasil PPOK derajat I 17%, derajat
pasien PPOK derajat III dan IV memiliki nilai gula puasa
II 28,5%, derajat III 21,5% dan derajat IV 18%. Park
lebih tinggi dibandingkan derajat lain. Maninnho dkk
dkk mendapatkan hasil yang berbeda di mana derajat
menyatakan hal ini berhubungan dengan penggunaan
PPOK terbanyak adalah derajat I 60%, derajat II 35%,
kortikosteroid yang banyak digunakan pada PPOK
derajat III 5% dan tidak ditemukan derajat IV.
Derajat
derajat III dan IV.17 Pemakaian kortikosteroid dapat
I dan IV ditemukan sedikit pada penelitian ini, hal ini
menye babkan intoleransi glukosa dan berhubungan
disebabkan pada derajat I PPOK gejala minimal dan
dengan peningkatan produksi glukosa hepatik dan ber
dirasakan penderita belum mengganggu sehingga
kurangnya pemakaian glukosa di perifer.18 Pada pene
penderita PPOK belum datang berobat, hal ini sama
litian ini mengabaikan penggunaan kortikosteroid oral
dengan penelitian yang didapat pada negara-negara
maupun inhalasi, meskipun demikian pasien PPOK
12
12
16
15
J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016
37
Nanda Aulia Putri: Hubungan Derajat PPOK dan Kejadian Eksaserbasi pada Penderita PPOK dengan Komponen Sindrom Metabolik
yang mendapatkan terapi oral kortikosteroid sangat
dan peningkatan kekakuan arteri. Selain itu merokok
rendah karena terapi PPOK sesuai GOLD 2013 tidak
juga merupakan faktor risiko yang menyebabkan
dianjurkan, sementara untuk kortikosteroid inhalasi
tingginya hipertensi esential.6-8.
mempunyai efek sistemik yang kecil
Terdapatnya kompenen sindrom metabolik pada
Penderita PPOK dengan sindrom metabolik
pasien PPOK dan hubungannya dengan kejadian
(≥3 komponen) ditemukan sebesar 9(15%). Pada
eksaserbasi dalam tiga bulan setelah pemeriksaan
penelitian Yunita dkk mendapatkan PPOK dengan
komponen sindrom metabolik diperlihatkan pada
sindrom metabolik 34,9%, Park dkk 27,7% , Watz
Tabel 5. Subjek tanpa komponen metabolik dan
dkk 46,5%,
dan Lam dkk s
satu komponen sindrom metabolik ditemukan lebih
20%. Pravalensi PPOK dengan sindrom metabolik
banyak tidak ada kejadian eksaserbasi yaitu 8
bervariasi antara 20-50%. Perbedaan pravalensi
(13,3%) dan 19 (31,7%). Pada subjek dengan dua
PPOK dengan sindrom metabolik yang ditemukan
komponen sindroma metabolik kejadian terbanyak
disebabkan oleh perbedaan etnik dari populasi
eksaserbasi satu kali dalam tiga bulan sebanyak 6
penelitian, perbedaan desain penelitian ataupun
(10%) dan eksaserbasi >1 kali pada 4 (6,7%). Pada
kriteria sindrom metabolik yang digunakan.
subjek dengan ≥ 3 komponen sindroma metabolik
12
16
Ghanassia 22,5%
15
19
14
6
PPOK dengan sindrom metabolik (≥3 komponen)
kejadian
eksaserbasi
terbanyak
ditemui
adalah
hanya terdapat pada derajat II 5(8,3%) dan derajat III
eksaserbasi >1 kali yaitu 7 (11,7%) dan eksaserbasi
4(6,7%). Sindrom metabolik ditemukan lebih banyak
satu kali 2(3,3%). Pada subjek dengan ≥ 3 komponen
pada derajat II kemungkinan dikarenakan jumlah sampel
sindroma metabolik tidak ditemukan subjek tanpa
paling banyak pada derajat II. Tidak ditemukan sindrom
kejadian eksaserbasi. Hubungan banyaknya komponen
metabolik pada derajat I dan IV hal ini disebabkan
sindrom metabolik pada PPOK dengan kejadian
sampel sedikit sehingga tidak dapat mewakili kejadian
eksaserbasi dalam waktu tiga bulan didapatkan hasil
sindrom metabolik pada derajat I dan IV.
analisis statistik bermakna p value sebesar 0,001 (p
Penelitian ini mendapatkan subjek dengan
<0,05). Persentase pasien dengan jumlah komponen
minimal satu komponen sindrom metabolik sebanyak
sindroma metabolik semakin banyak akan semakin
49(81,7%) dan subjek tanpa komponen sindrom
meningkatkan kejadian eksaserbasi.
metabolik 11(18,3%). Komponen sindrom metabolik
Terdapatnya PPOK dengan komponen sindrom
terbanyak adalah hipertensi 43,8%, diikuti lingkar
metabolik menyebabkan inflamasi sitemik meningkat,
pinggang 21,2%, gula darah puasa 16,3%, trigliserida
peningkatan inflamasi sistemik akan meningkatkan
13,8% dan HDL 5%. Hasil ini hampir sama dengan
frekuensi eksaserbasi.1 Terdapat penelitian yang meneliti
penelitian Yunita dkk yang mendapatkan minimal
hubungan PPOK dengan sindrom metabolik dengan
satu komponen sindrom metabolik 86% dengan
peningkatan marker inflamasi sistemik. Penelitian
komponen sindrom metabolik terbanyak adalah
Yunita dkk meneliti marker inflamasi fibrinogen pada
hipertensi 67,4%.
Penelitian Park dkk minimal
PPOK dengan sindrom metabolik, di mana dida
1 komponen 37% dengan komponen terbanyak
patkan PPOK dengan sindroma metabolik lebih tinggi
adalah hipertensi. Watz dkk menemukan hipertensi
kadar fibrinogen dibandingkan tanpa komponen
pada semua derajat PPOK ± 70%.
sindroma metabolik, tetapi perbedaan tersebut tidak
12
15
16
Hipertensi esential adalah komorbid yang
berbeda bermakna secara statistik (p=0,085). Pada
paling banyak ditemukan pada penderita PPOK,
penelitian ini melihat riwayat eksasebasi selama 1
dengan pravalensi 40-60%. Hipertensi merupakan
tahun sebelumnya dan didapatkan subjek dengan
faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskuler.
frekuensi eksaserbasi > 3 kali/tahun nilai fibrinogen
Hubungan PPOK dengan hipertensi berhubungan
lebih tinggi dibandingkan ≤3 kali/tahun dan bermakna
dengan proses penuaan, hilangnya jaringan konektif
secara statistik dengan p=0,004.12 Penelitian Watz dkk
38
J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016
Nanda Aulia Putri: Hubungan Derajat PPOK dan Kejadian Eksaserbasi Pada Penderita PPOK Dengan Komponen Sindrom Metabolik
meneliti marker inflamasi sistemik pada PPOK dengan
5. Senior RM, Atkinson JJ. Chronic Obstructive
sindrom metabolik dan mendapatkan peningkatan
Pulmonary Disease: Epidemiology, pathophysiology,
CRP dan IL-6 pada pasien tersebut. Tetapi penelitian
and Pathogenesis. In: Fishman AP, Elias JA, Fishman
ini tidak menilai kejadian eksaserbasi pada subjek
JA, Grippi MA, Senior RM, Pack AI, eds. Fishman’s
penelitian.
Pulmonary Diseases and Disorders. Fourth Edition
16
Keterbatasan dari penelitian ini adalah tidak
ed. New York: Mc Graw Hill Medical 2008:707-27.
meratanya jumlah penderita berdasarkan masing-
6. Arnaud C, Graziella B, Adrien D, Francois
masing derajat,di mana PPOK derajat I dan IV hanya
G.Comorbidities of COPD. Eur Res review.
ditemukan sedikit. Sedangkan kelebihan penelitian
2013;22:454-75.
ini merupakan penelitian yang pertama mengenai
7. Peter B, Chronic obstructive pulmonary disease;
PPOK dengan sindrom metabolik dan hubungannya
effects beyond the lung. Plus medicine. 2010;7:3.
dengan derajat keparahan PPOK serta kejadian
8. Yvonne N and Klaus F. Systemic manifestations
eksaserbasi di daerah Sumatra Barat.
of COPD. Chest. 2011;139:165-73. 9. Grundy S,Bryan B, James Jr, Sidney S. Definition
KESIMPULAN
of metabolic syndrome: Report of the National
Sebagian besar penderita PPOK memiliki
Heart,Lung,and Blood Institute/American Heart
minimal satu komponen sindrom metabolik, semetara
Association Conference on Scientific Issues
yang menderita sindrom metabolik (≥ 3 komponen)
Related to Definition. Circ American Heart
hanya sebagian kecil saja. Jumlah komponen sindrom
Association jurnal. 2003;109;433-8.
metabolik tidak berhubungan dengan derajat PPOK.
10. Soegondo S, Purnamasari D. Sindrom metabolik.
Jumlah komponen sindrom metabolik berhubungan
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3 edisi 5.
secara bermakna dengan kejadian eksaserbasi
Internal publishing. Jakarta. 2009;1871-2. 11. Halcox J, Quyyumi AA. Metabolic syndrome:
penderita PPOK
overview
1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global strategy for the diagnosis, and
prevention
of
chronic
obstructive pulmonary disease, revised 2013. 2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), Diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI. Jakarta. 2011. 3. Senior RM, Atkinson JJ. Chronic obstructive pulmonary
disease:
epidemiology,
patho
physiology, and pathogenesis. In: Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack AI, eds. Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders. Fourth Edition ed. New York: Mc Graw Hill Medical. 2008:p.707-27. 4. MacNee
W.
current
guidelines.
Hospital
Physicians. 2006:1;12.
DAFTAR PUSTAKA
management
and
Pathology,
pathogenesis
and
pathophysiology. In: ABC of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Ed. Currie GP. Blackwell; 2007:p.1202-4. J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016
12. Yunita A, Faisal Y, Wiwien H, Rochsismandoko. Kadar Fibrinogen dan Faktor-faktor Risiko Sindrom Metabolik pada Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Stabil. Jurnal Indonesia Medical Association. 2011;61:149-54. 13. Klaus FR, Jadwiga A. European raspiratory monography, clinical handbooks for respiratory profesional. ERS. 2013;3:59. 14. Lam KBH, Jordan R, Jiang C.Thomas G.Miler M.Airflow obstruction and metabolic syndrome: the Guangzhu Biobank cohort study. Europian respirology journal. 2010;35:317-23. 15. Park B, Park ms, Kim s, Kang y. Chronic obstructive pulmonary disease and metabolic syndrome; a nationwide survey in Korea. International Journal Tuberc Lung disease.2012;16:694-700. 16. Watz H, Waschki B, Kirsten A, Muller KC, Kretschamar G, Meyer T, et al. The metabolic
39
Nanda Aulia Putri: Hubungan Derajat PPOK dan Kejadian Eksaserbasi pada Penderita PPOK dengan Komponen Sindrom Metabolik
syndrome in patients with chronic bronchitis and
18. Man SF, Sin DD. Effect of corticosteroids on
COPD frequency and associated consequences
systemic inflammation in chronic obstructive
for systemic inflammation and physical inactivity.
pulmonary disease. Proc Am
Chest. 2009; 136:1039-46 17. Mannino DM, Reichert MM, Davis KJ. Lung function decline and outcomes in adult population.
19. Ghanassia E, Jaussent A. Pravalance syndrome metabolic in COPD patients. Rev Mal respirologi. 2006; 23:4.
Am J Respire Crit Care Med.2006;173;985-90.
40
J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016