M. Azzaky Bimandama dan Tri Umiana Soleha | HubunganSindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular
Hubungan Sindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular M. Azzaky Bimandama1, Tri Umiana Soleha2 Mahasiswa,Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 1
Abstrak Sindrom metabolik adalah kelompok abnormalitas metabolik pada seorang individu yang dihubungkan dengan risiko yang meningkat dari penyakit kardiovaskular. Prevalensi sindrom metabolik meningkat dengan cepat setiap tahunnya. Data epidemiologi menyebutkan prevalensi sindrom metabolik dunia adalah 20-25%. Penyebab dari sindrom metabolik belum diketahui secara pasti, tetapi faktor risiko terjadinya sindrom metabolik dikaitkan dengan faktor sosial ekonomi dan faktor psikologi. Saat ini ada tiga definisi yang biasanya digunakan untuk menjelaskan sindrom metabolik, yaitu definisi WHO, NCEP-ATP III, dan International Diabetes Federation (IDF). Ketiga definisi tersebut memiliki komponen utama yang sama dengan penentuan kriteria yang berbeda. Komponen utama itu meliputi disregulasi metabolisme glukosa, obesitas sentral, disregulasi lipid plasma, dan peningkatan tekanan darah. Hubungan antarkomponen ini terbentuk diakibatkan oleh adanya perubahan-perubahan metabolisme yang terjadi. Disregulasi metabolisme glukosa menyebabkan terganggunya metabolisme asam urat, dislipidemia, gangguan hemodinamik dan hemostatik, disfungsi endotel, dan gangguan sistem reproduksi. Obesitas akan mempengaruhi metabolisme lipid dan glukosa, pengaturan tekanan darah, pengaturan proses trombosis dan fibrinolisis, serta reaksi inflamasi. Komponen-komponen kelainan metabolisme ini dapat menimbulkan komplikasi berupa penyakit arteri koroner (Coronary Artery Disease/CAD). Akhir dari penyakit arteri koroner ini bisa berupa kematian dan bisa terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan. Kata kunci:CAD, metabolik, sindrom
The Relation of Metabolic Syndrome with Cardiovascular Disease Abstract Metabolic syndrome is a group of metabolic abnormality in an individu which is associated with increasing risk of cardiovascular disease. Prevalence of metabolic syndrome increases fast every year. Epidemiological data said that the world prevalence of metabolic syndrome is about 20-25%. The cause of metabolic syndrome is not absolutely known, but the risk factor of metabolic syndrome can be associated with social-economic factor and psychological factor. Nowadays there are three definitions that commonly used to describe metabolic syndrome, there are WHO definition, NCEP-ATP III, and International Diabetes Federation (IDF). The three definitions have same main component with different characteristic. The main component contain glucose metabolism disregulation, central obesity, plasma lipid disregulation, and hipertension. The correlation of each component is caused by the changes of metabolism. Glucose metabolism disregulation can cause abnormality in uric acid metabolism, dyslipidemia, abnormality in hemodynamic and hemostatic, endotel dysfunction, and abnormality in reproductive system. Obesity will affect metabolism of lipid and glucose, blood pressure regulation, trombosis and fibrinolisis regulation system, and inflammation reaction. This metabolic abnormality components can change to complication such as coronary artery disease (Coronary Artery Disease/CAD). The end of coronary artery disease is a death in male or female. Keywords: CAD, metabolic, syndrome Korespondensi: M. Azzaky Bimandama, alamat Jl. Dr. Samratulangi No. 34 Kel. Penengahan, Kec. Kedaton, Bandar Lampung, HP 081271592139, e-mail
[email protected]
Pendahuluan Sindrom Metabolik (SM) adalah kondisi dimana seseorang memiliki tekanan darah tinggi, obesitas sentral, dan dislipidemia, dengan atau tanpa hiperglikemik. Ketika kondisi-kondisi tersebut berada pada waktu yang sama pada satu orang, maka orang tersebut memiliki risiko yang tinggi terhadap penyakit makrovaskular.1Berbagai organisasi telah memberikan definisi yang berbeda, namun seluruh kelompok studi setuju bahwa obesitas, resistensi insulin, dislipidemia, dan hipertensi merupakan komponen utama SM.
Jadi, meskipun SM memiliki definisi yang berbeda, namun memiliki tujuan yang sama, yaitu mengenali sedini mungkin gejala gangguan metabolik sebelum seseorang jatuh ke dalam beberapa komplikasi.2 Prevalensi SM sangat bervariasi, disebabkan karena ketidakseragaman kriteria yang digunakan, perbedaan etnis atau ras, umur, dan jenis kelamin.3 Secara global, insiden SM meningkat dengan cepat. Data epidemiologi menyebutkan prevalensi SM dunia adalah 20-25%. Hasil penelitian Framingham Offspring Study menemukan Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |49
M. Azzaky Bimandama dan Tri Umiana Soleha | HubunganSindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular
bahwa pada responden berusia 26-82 tahun terdapat 29,4% pria dan 23,1% wanita menderita SM.4 Sedangkan penelitian di Perancis menemukan prevalensi SM sebesar 23% pada pria dan 21% pada wanita.18 Selama ini faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab SM terkait dengan obesitas, antara lain pola makan, kurang olahraga, kelainan metabolisme, mekanisme neuroendokrin, psikologi, obat-obatan, faktor sosial ekonomi dan gaya hidup serta faktor genetika.5Data Susenas 2004 menunjukkan penduduk umur 15 tahun ke atas 85% kurang beraktivitas fisik dan hanya 6% penduduk yang cukup beraktivitas fisik.6Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan prevalensi kurang aktivitas fisik sebesar 48,2% dan terdapat kecenderungan prevalensi kurang aktivitas fisik semakin tinggi dengan meningkatnya status ekonomi.7 Gangguan metabolik dan klinik yang ditemukan pada SM memberikan risiko yang lebih besar terhadap penyakit kardiovaskular dibandingkan risiko penyakit jantung koroner lainnya bila berdiri sendiri. Sangatlah beralasan jika berbagai aspek dari SM berperan penting menyebabkan gangguan kardiovaskular.8,9 Isi Etiologi SM belum dapat diketahui secara pasti. Suatu hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari SM adalah resistensi insulin.10 Menurut Tenebaum (dalam Angraeni, 2007)11, penyebab SM adalah: Pertama, gangguan fungsi sel β dan hipersekresi insulin untuk mengompensasi resistensi insulin. Hal ini memicu terjadinya komplikasi makrovaskular (misalnya komplikasi jantung); Kedua, kerusakan berat sel β menyebabkan penurunan progresif sekresi insulin, sehingga menimbulkan hiperglikemia. Hal ini menimbulkan komplikasi mikrovaskuler (misalnya nefropati diabetikum). Peningkatan faktor risiko metabolik selalu berhubungan dengan tingginya akumulasi jaringan adiposa abdominal, terutama jaringan lemak
Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |50
viseral.12Salah satu karakteristik obesitas abdominal atau lemak viseral adalah terjadinya pembesaran sel-sel lemak, sehingga sel-sel lemaktersebut akan menyekresi produkproduk metabolik, diantaranya sitokin proinflamasi, prokoagulan, peptida inflamasi, dan angiotensinogen. Produk-produk dari sel lemak dan peningkatan asam lemak bebas dalam plasma bertanggung jawab terhadap berbagai penyakit metabolik seperti diabetes, penyakit jantung, hiperlipidemia, gout, dan hipertensi.5 Obesitas merupakan komponen utama kejadian SM, namun mekanisme yang jelas belum diketahui secara pasti. Obesitas yang diikuti dengan meningkatnya metabolisme lemak akan menyebabkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) meningkat, baik di sirkulasi maupun di sel adiposa. Meningkatnya ROS di dalam sel adiposa dapat menyebabkan keseimbangan reaksi reduksi oksidasi (redoks) terganggu, sehingga enzim antioksidan menurun di dalam sirkulasi. Keadaan ini disebut dengan stres oksidatif. Meningkatnya stres oksidatif menyebabkan disregulasi jaringan adiposa dan merupakan awal patofisiologi terjadinya SM, hipertensi, dan aterosklerosis.13 Stres oksidatif sering dikaitkan dengan berbagai patofisiologi penyakit, antara lain diabetes melitus tipe II dan aterosklerosis. Pada pasien diabetes melitus tipe II, biasanya terjadi peningkatan stres oksidatif, terutama akibat hiperglikemia. Stres oksidatif dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya disfungsi endotel-angiopati diabetik, dan pusat dari semua angiopati diabetik adalah hiperglikemia yang menginduksi stres oksidatif melalui tiga jalur, yaitu; peningkatan jalur poliol, peningkatan autooksidasi glukosa, dan peningkatan protein glikosilat.14Patofisiologi SM masih menjadi kontroversi, namun hipotesis yang paling banyak diterima adalah resistensi insulin. Gambar 1 menunjukkan etiologi dan patofisiologi dari resistensi insulin dan SM.17
M. Azzaky Bimandama dan Tri Umiana Soleha | HubunganSindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular
Gambar 1. Etiologi-patofisiologi Resistensi Insulin dan Sindrom Metabolik
Hingga saat ini ada tiga definisi SM yang telah diajukan, yaitu definisi WHO, NCEP-ATP III dan International Diabetes Federation (IDF). Ketiga definisi tersebut memilik komponen utama yang sama dengan penentuan kriteria yang berbeda. Pada tahun 1988, Alberti dan Zimmet atas nama WHO menyampaikan definisi SM dengan komponen-komponennya, antara lain: (1) Gangguan pengaturan glukosa atau diabetes, (2) resistensi insulin, (3) Hipertensi, (4) Dislipidemia dengan trigliserida plasma >150 mg/dL dan kolesterol High Density Lipoprotein (HDL-C) <35 mg/dL untuk pria; <39 mg/dL untuk wanita, (5) Obesitas sentral (laki-laki: waist-to-hip ratio >0,90; wanita: waist-to-hip ratio >0,85) dan indeks massa tubuh (IMT) >30 kg/m2; dan (6) Mikroalbuminuria (Urea Albumin Excretion Rate >20 mg/min atau rasio albumin/kreatinin >30 mg/g). SM dapat terjadi apabila salah satu dari dua kriteria pertama dan dua dari empat kriteria terakhir terdapat pada individu tersebut. Jadi, kriteria WHO (1999) menekankan pada adanya toleransi glukosa terganggu atau diabetes melitus dan atau resistensi insulin yang disertai sedikitnya dua faktor risiko lain, yaitu hipertensi, dislipidemia, obesitas sentral, dan mikroalbuminuria.3,15 Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien SM adalah kriteria NCEP-ATP III, yaitu apabila seseorang memenuhi tiga dari lima kriteria yang disepakati, antara lain: lingkar perut pria >102 cm atau wanita >88 cm; hipertrigliseridemia (kadar serum trigliserida >150 mg/dL), kadar HDL-C <40 mg/dL untuk
17
pria dan <50 mg/dL untuk wanita; tekanan darah >130/85 mmHg; dan kadar glukosa darah puasa >110 mg/dL. Suatu kepastian fenomena klinis yang terjadi yaitu obesitas sentral menjadi indikator utama terjadinya SM sebagai dasar pertimbangan dikeluarkannya diagnosis terbaru oleh IDF tahun 2005.16 Menurut IDF, seseorang dikatakan menderita SM bila ada obesitas sentral (lingkar perut >90 cm untuk pria Asia dan lingkar perut >80 cm untuk wanita Asia) ditambah dua dari empat faktor berikut: (1) Trigliserida >150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau sedang dalam pengobatan untuk hipertrigliseridemia; (2) HDL-C: <40 mg/dL (1,03 mmol/L) pada pria dan <50 mg/dL (1,29 mmol/L) pada wanita atau sedang dalam pengobatan untuk peningkatan kadar HDL-C; (3) Tekanan darah: sistolik >130 mmHg atau diastolik >85 mmHg atau sedang dalam pengobatan hipertensi; (4) Gula Darah Puasa (GDP) >100 mg/dL (5,6 mmol/L), atau diabetes tipe II. Hingga saat ini masih ada kontroversi tentang penggunaan kriteria indikator SM yang terbaru tersebut.16 Belum ada kesepakatan kriteria SM secara internasional, sehingga ketiga definisi di atas merupakan yang paling sering digunakan. Tabel 1 menggambarkan perbedaan ketiga definisi tersebut.24 Kriteria diagnosis NCEP-ATP III menggunakan parameter yang lebih mudah untuk diperiksa dan diterapkan oleh para klinisi sehingga dapat dengan lebih mudah mendeteksi SM. Hal yang menjadi masalah dalam penerapan kriteria diagnosis NCEP-ATP III, adalah adanya perbedaan nilai normal Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |51
M. Azzaky Bimandama dan Tri Umiana Soleha | HubunganSindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular
lingkar pinggang antara berbagai jenis etnis. Oleh karena itu, pada tahun 2000, WHO mengusulkan lingkar pinggang untuk orang
Asia ≥90 cm pada pria dan wanita ≥80 cm sebagai batasan obesitas sentral.17
24
Tabel 1.KriteriaDiagnosis Sindrom Metabolik MenurutWHO,NCEP-ATP III, dan IDF UnsurSindromMetab WHO NCEP-ATP III IDF olik Hipertensi Dalampengobatanantihip Dalampengobatanantihip Dalampengobatanantihipert ertensiatau TD > 140/90 ertensiatau TD > 130/85 ensiatau TD > 130/85 mmHg mmHg mmHg Dislipidemia Plasma TG > 150 Plasma TG > 150 mg/dL, Plasma TG > 150 mg/dL HDLmg/dLdanatau HDL-C HDL-C C L < 40 mg/dL L < 35 mg/dL L < 40 mg/dL P < 50 P < 39 mg/dL P < 50 mg/dL mg/dLataudalampengobatan dislipidemia Obesitas IMT > 30 kg/m² Lingkarpinggang L > 102 Obesitassentral cm, P > 88 cm (lingkarperut) danataurasioperutAsia: L > 90 cm pinggul L > 0.90; P > 0.85 GangguanMetabolism eGlukosa
DM tipe 2, TGT atau GDPT
Lain-lain
Mikroalbuminuria> 20 µg/ menit (rasio albumin/kreatinin> 30) DM tipe 2 atau TGT dan 2 kriteria di atas. Jikatoleransiglukosa normal, diperlukan 3 kriteria.
KriteriaDiagnosa
Keterangan:
GD puasa> 110 mg/dL
Minimal 3 kriteria
P > 80 cm GD puasa> 100 mg/dLatau diagnosis DM tipe 2
ObesitasSentraldan 2 kriteria di atas
TD = TekananDarah; L = Laki-laki; P = Perempuan; TG = Trigliserida; HDL-C = Kolesterol HDL; IMT = IndeksMasaTubuh; DM = DiabetesMelitus; TGT = ToleransiGlukosaTerganggu; GD = GulaDarah; GDPT = GlukosaDarahPuasaTerganggu
Banyak studi prospektif menunjukkan bahwa SM akan meningkatkan risiko terhadap penyakit kardiovaskular. Hubungan ini terbentuk tampaknya diakibatkan oleh adanya perubahan-perubahan metabolisme yang terjadi. Obesitas (dalam hal ini obesitas sentral) akan mempengaruhi metabolisme lipid dan glukosa, pengaturan tekanan darah, pengaturan proses trombosis dan fibrinolisis, serta reaksi inflamasi. Berbagai kerusakan terjadi pada masing-masing sistem tersebut. Perlu disadari bahwa obesitas sentral sendiri tidak akan cukup untuk menimbulkan SM. Hal
Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |52
ini menunjukkan perlunya faktor lain, seperti pengaruh genetik dan aging.18Dapat juga diketahui bahwa obesitas sentral berperan sebagai faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya resistensi insulin oleh karena adanya lipotoksisitas, adipositokin, resistin, interleukin, TNF-α, penurunan leptin maupun adiponektin.19Gambar di bawah ini menunjukkan kelompok kelainan yang ditemukan pada SM serta pengaruhnya terhadap terbentuknya penyakit 9 kardiovarskular.
M. Azzaky Bimandama dan Tri Umiana Soleha | HubunganSindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular
Genetik
Insulin
Lingkungan
Hiperinsulinemia
IntoleransiG lukosa
Trigliserida
LDL Padat Kecil
Tekanan Darah
HDL – Kolesrol
Asam Urat
PAI – 1
CVD Gambar 2.HubunganSindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular
Penelitian San Antonio Heart Study (SAHS) menunjukkan adanya risiko peningkatan usia dan etnis untuk mortalitas kardiovaskular selama 12,7 tahun menurut baseline kehadiran SM tanpa diabetes dan diabetes tanpa SM. Risiko relatif kematian secara dramatis meningkat baik pada perempuan ataupun laki-laki. Dengan demikian, kehadiran SM dan diabetes dapat menghilangkan perlindungan kardiovaskular yang diamati pada perempuan versus laki-laki di studi epidemiologi.20 Kaitan diabetes dan SM terhadap mortalitas kardiovaskular dapat dilihat pada Tabel 2.20 Selain itu, Tabel 3 menjelaskan kelainan-kelainan terkait 21 resistensi insulin/hiperinsulinemia. Studi lain mengevaluasi prediksi prevalensi CAD berdasarkan komponen
9
individual dari SM di Survei Kesehatan Nasional dan Pemeriksaan Gizi ketiga (NHANES III) pada populasi usia ≥50 tahun.22 Regresi logistik multivariat menunjukkan kolesterol HDL yang rendah dan hipertensi dapat menjadi prediktor yang signifikan. Temuan ini dapat menjelaskan mengapa beberapa penelitian di Eropa bagian utara menunjukkan risiko yang lebih tinggi untuk risiko CAD terkait dengan SM dibandingkan penelitian serupa di populasi AS. Kebanyakan diagnosis di Eropa bagian utara memasukkan hipertensi sebagai faktor risiko, sedangkan di Amerika Serikat sebagian besar memiliki obesitas sebagai faktor risiko dan obesitas merupakan faktor risiko independenuntuk CAD dibandingkan dengan hipertensi.9
Tabel 2. Kematian Kardiovaskular pada Pasien dengan Sindrom Metabolik
No DM, No Met Syn No DM, Yes Met Syn Yes DM, No Met Syn Yes DM, Yes Met Syn
20
Hazard Ratio (95% CI) Women Men 1.00 1.00 1.96 (0.99, 3.88) 2.07 (0.72, 6.00) 2.34 (0.70, 7.82) 3.53 (0.75, 16.7) 3.09 (1.49, 6.43) 8.19 (3.51, 19.1)
CI = Confidence Interval. Adapted from Circulation
Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |53
M. Azzaky Bimandama dan Tri Umiana Soleha | HubunganSindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular
Tabel 3. Kelainan-kelainan terkait Resistensi Insulin/Hiperinsulinemia
21
JenisKelainan Adanyaintoleransiglukosa
Contoh Gangguanglukosapuasa, gangguantoleransiglukosa
Kelainanmetabolismeasamurat
↑ konsentrasiasamurat plasma, ↓ clearanceasamuratginjal
Dislipidemia
↑ trigliserida, ↓ HDL-C, ↓ LDL-perticle diameter, ↑ postpandriallipemia
Hemodinamik
↑ aktivitassistemsarafsimpatis, ↑ retensinatriumginjal, ↑ tekanandarah
Hemostatis
↑ plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), ↑ fibrinogen
Disfungsiendotel
↑ adhesiselmononuklear, ↑ konsentrasi plasma molekuladhesiseluler, ↑ konsentrasi plasma asymmetric dimethyl arginine, ↓ endothelial-dependent vasodilatation
Reproduksi
SindromPolikistikOvarium
Ringkasan Berdasarkan pembahasan di atas, dapat dilihat bagaimana prevalensi SM mencapai angka yang cukup fantastis, yaitu 20-25% di dunia. Pada pasien dengan SM akan terlihat bagaimana perubahan-perubahan metabolik dalam tubuhnya sehingga apabila pasien mengalami SM akan sangat rentan untuk mengidap suatu penyakit kardiovaskular. Oleh karena kerentanan ini, risiko kematian meningkat baik pada perempuan maupun lakilaki.
4.
Simpulan Sindrom Metabolik (SM) memiliki hubungan yang sangat erat dengan penyakit kardiovaskular. Apabila merujuk pada patofosiologi dan kriteria SM, terlihat berbagai sindrom yang akan muncul sebagai suatu penyakit dan berkomplikasi menjadi penyakit kardiovaskular.
8.
Daftar Pustaka 1. Jafar, Nurhaedar. Sindroma metabolik dan epidemiologi. Repository Universitas Hasanuddin Makassar. 2012; 2(1):71-78. 2. Grundy, SM, et al. Obesity, methabolic syndrome, and cardiovascular disease. The Journal of Clinical Endocrininology & Metabolism. 2004; 89(6):2595-600. 3. Jia, WP. KS Xiang, L. Chen, JX Lu, YM. Wu. Epidemiological study on obesity and its comorbidities in urban chinese older than 20 years of age in Shanghai China. Obesity Reviews. 2002; 3(3):157–65. Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |54
5.
6. 7.
9.
10.
11.
12.
13.
Adrianjah, H dan Adam, J. Sindroma metabolik: pengertian, epidemiologi, dan kriteria diagnosis. Informasi laboratorium Prodia No.4/2006. Widjaya A, et al. Obesitas dan sindrom metabolik. Forum Diagnosticum. 2004; 4:1-16. BPS. Laporan Hasil Susenas 2004; 2005. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2008. Eckle, RH, et al. The metabolic syndrome. Lancet. 2005; 365:1415-28. Ford ES. Prevalence of the metabolic syndrome defined by the International Diabetes Federation among adults in the US. Diabetes Care. 2005; 28(11):2745-9. Shahab, A. Sindrom metabolik: media informasi ilmu kesehatan dan kedokteran [internet]. 2007 [diakses tanggal 24 Oktober 2015]. Tersedia dari: http://alwia.com Angraeni, D. Mewaspadai adanya sindrom metabolik [internet]. 2007 [diakses tanggal 20 Oktober 2015]. Tersedia dari: http://labcito.co.id Tjokroprawiro, A. New approach in the treatment of T2DM and metabolic syndrome. The Indonesian Journal of Internal Medicine. 2006; 38(3):160-6. Furukawa S, Fujita T, Shimabukuro M. Increased oxidative stress in obesity and its impact on metabolic syndrome. J Clin Invest. 2004; 114(12):1752–61.
M. Azzaky Bimandama dan Tri Umiana Soleha | HubunganSindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular
14. Majalah Farmacia. Stres oksidatif, faktor penting penyulit vascular [internet]. 2007 [diakses tanggal 17 Oktober 2015]. Tersedia dari: http://www.combiphar.com/ahp 15. Marti A, Moreno-Aliaga MJ, Hebebrand J, Martinez JA. Alberti KGM, Zimmet PZ. Definition, diagnosis and classification of diabetes mellitus and its complication. Diabet Med. 1998; 15:539–53. 16. The IDF concencus worldwide definition of the metabolic syndrome; 2005 [diakses pada 24 Oktober 2015]. Tersedia dari: http://www.idf.org 17. Jafar, Nurhaedar.Sindrom metabolik [internet]. 2011 [diakses tanggal 30 Oktober 2015]. Tersedia dari: http://repository.unhas.ac.id/handle/123 456789/2681 18. Parlindungan, Faisal. Sindroma metabolik dan penyakit kardiovaskuler. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2007. 19. Kershaw EE, Jeffrey SF. Adipose tissue as an endocrine organ. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2004; 89(6):2548-2556
20. Lorenzo C, Okoloise M, Williams K, et al. The metabolic syndrome as predictor of type 2 diabetes; the San Antonio Heart Study. Diabetes Care. 2003; 26(11):31539. 21. Reaven, Gerald. Metabolic syndrome: pathophysiology and implications for management of cardiovascular disease[internet]. 2002 [diakses tanggal 27 Oktober 2015]; 106(3):286-288. Tersedia dari: http://circ.ahajournals.org 22. Crawford, D. Jeffery, RW et al. Obesity prevention and public health. New York: Oxford University Press; 2005. 23. Mannucci E, Manomi M, Bardiri G, et al. National Cholesterol Educational Program and International Diabetes Federation Diagnostic Criteria for Metabolic Syndrome in an Italian Cohort: Results from the FIBAR Study. J Endocrinol Invest. 2007; 30(11):925-30. 24. Siregar, M. Sindrom Metabolik [internet]. Medan: Repository Universitas Sumatera Utara; 2011 [diakses tanggal 24 Oktober 2015]. Tersedia dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123 456789/25508/4/Chapter%20II.pdf
Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |55