UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA PSIKOPATOLOGI PADA PENERBANG MILITER INDONESIA
TESIS
TARA ASEANA 1006824913
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN JIWA JAKARTA JANUARI 2015
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA PSIKOPATOLOGI PADA PENERBANG MILITER INDONESIA
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Kedokteran Jiwa
TARA ASEANA 1006824913
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN JIWA JAKARTA JANUARI 2015
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Tara Aseana
NPM
: 1006824913
Tanda tangan
:
Tanggal
: 16 Februari 2015
ii
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh: Nama : dr. Tara Aseana NPM : 1006824913 Program Studi : Ilmu Kedokteran Jiwa Judul Tesis : Hubungan Antara Stres Penerbang dan Gejala Psikopatologi pada Penerbang Militer Indonesia . Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Kedokteran Jiwa pada Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Ketua Penguji : DR. dr. Martina Wiwie, SpKJ (K)
(....................)
Pembimbing : dr. Natalia Widiasih, SpKJ(K)
(....................)
Pembimbing : Prof. Dr. dr. R. Irawati I.M, SpKJ(K), M.Epid
(....................)
Ditetapkan di
: Jakarta
Tanggal
: 16 Februari 2015
iii
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas segala berkat yang dilimpahkan, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Spesialis Kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. dr. A.A.A.A. Kusumawardhani, Sp.K.J. (K), sebagai Kepala Departemen Medik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2. Prof. Dr. dr. R. Irawati I.M., SpKJ (K), M.Epid, sebagai Pembimbing Akademik yang memberikan waktu, pengetahuan dan semangat serta memberi berbagai masukan dari awal perkuliahan sampai penyusunan tesis ini. 3. dr. Natalia Widiasih, Sp.K.J. (K), sebagai Pembimbing Penelitian yang memberikan banyak pengetahuan dan masukan serta semangat dalam penyusunan tesis ini. 4. dr. Natalia Widiasih, Sp.K.J. (K) dan dr. Heriani, Sp.K.J (K), sebagai Ketua Program Studi Departemen Medik Ilmu Kesehatan Jiwa. 5. DR. dr. Martina Wiwie, Sp.K.J. (K), sebagai ketua penguji yang memberi banyak masukan dalam proses perbaikan tesis ini, dr. Khamelia, Sp.K.J. (K), dan dr. Azhari Nurdin, Sp.K.J, yang juga memberi masukan serta saran dalam penyusunan tesis ini, serta staf pengajar, dan pegawai Departemen Psikiatri RSCM. 6. Letkol Kes dr Srimpi Indah, SpKJ Kepala Klinik Kesehatan Jiwa Lakespra Saryanto Jakarta, yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyusunan tesis ini. 7. dr. Indah Suci Widyahening, M.S., M.Sc., CM-FM, yang telah berbagi ilmu dalam melakukan penelitian kepada penerbang. 8. dr Aria Kekalih, M.T.I yang telah membagikan ilmunya dalam analisis statistik. iv
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
9. Seluruh partisipan penelitian di Poli Kesehatan Jiwa Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa Saryanto Jakarta yang telah bersedia mengikuti penelitian ini dan berbagi pengalamannya selama menjalani tugas sebagai penerbang. 10. Suamiku, Dimas dan kedua putriku, Mahes dan Bening, atas dukungan, doa, motivasi, dan pengorbanan kalian, serta seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan moril dan material dalam menjalankan proses pendidikan. 11. Sahabatku khususnya Wonders 2011 yang selalu memberi semangat dan membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini, serta teman-teman lain yang selalu memberi motivasi dalam menyelesaikan proses pendidikan.
Akhir kata, semoga Allah S.W.T berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat pengembangan bagi ilmu pengetahuan.
Jakarta, 16 Februari 2015
Penulis
v
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Tara Aseana
NPM
: 1006824913
Program Studi
: Ilmu Kesehatan Jiwa
Departemen
: Psikiatri
Fakultas
: Kedokteran
Jenis Karya
: Tesis
demi pengembangan Ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA PSIKOPATOLOGI PADA PENERBANG MILITER INDONESIA beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat : di Jakarta Pada tanggal : 16 Februari 2015 Yang menyatakan,
(Tara Aseana) vi
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : dr. Tara Aseana Program studi : PPDS I Ilmu Kedokteran Jiwa Judul : Hubungan antara stres penerbang dan gejala psikopatologi pada penerbang militer Indonesia Penerbang militer memiliki kemungkinan kecil mengalami gejala psikopatologi karena karakter mereka yang kuat dalam menghadapi stres. Penelitian dilakukan untuk melihat adanya psikopatologi pada penerbang militer Indonesia serta hubungannya dengan stres penerbang. Metode yang digunakan penelitian analitik dengan rancang potong lintang terhadap penerbang militer aktif Indonesi. Stres dinilai dengan kuesioner Sumber Stres Pilot Airline Modifikasi, gejala psikopatologi diukur dengan kuesioner Symptom Check List 90 (SCL 90). Subyek penelitian yang mengalami gejala psikopatologi sebesar 7.8%. Tidak ada hubungan antara stres penerbang dengan munculnya gejala psikopatologi pada subyek penelitian (p 0.083). Kata kunci: psikopatologi, stres, dan penerbang militer.
ABSTRACT
Name : dr. Tara Aseana Study program : PPDS I Ilmu Kedokteran Jiwa Title : Relationship of stress and psychopatology in Indonesian military aviator Military aviators are less likely to experience symptoms of psychopathology because of their character in the face of stress. This research aimed to find the presence of psychopatological symptoms in Indonesia military aviators and relationship with aviator stress. This research was an analytic study with a crosssectional design to active military aviators. Stress were evaluated using the Sumber Stres Pilot Airline Modifikasi questionnaire whereas psychopathological symptom was evaluated using the Symptom Check List 90 (SCL 90) tool. The prevalence of psychopathological symptoms were 7.8%. There were no significant relationships between levels of stress with the presence of psychopathological symptoms in the study participants (p=0.083). Key words: psychopathology, stress, and military aviator
vii
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS..........................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................
vi
ABSTRAK ......................................................................................................
vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL...........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
BAB 1
BAB 2
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................
3
1.4 Manfaat Penelitian .....................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan Penerbangan ..........................................................
5
2.1.1. Ketinggian........................................................................
5
2.1.2. Kecepatan dan Percepatan Penerbangan.............. ...........
7
2.2 Sumber Stres Penerbang ............................................................
8
2.2.1. Stresor Psikososial ...........................................................
8
2.2.2. Stresor Lingkungan Penerbangan ....................................
9
2.2.3. Stresor Individu ................................................................
10
2.2.4. Stresor Kognitif ................................................................
11
2.3 Stres Penerbang .........................................................................
11
2.3.1. Pengertian Stres ...............................................................
12
2.3.2. Macam-macam Stres .......................................................
14
viii
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
BAB 3
BAB 4
2.3.3. Patofisiologi Stres ...........................................................
15
2.3.4. Gejala-gejala Stres .................................................
16
2.3.5. Stres Penerbang .....................................................
16
2.4 Gejala Psikopatologi pada Penerbang .......................................
18
2.5 Stres dan Kinerja Penerbang......................................................
19
2.6 Kepribadian Penerbang..............................................................
20
2.7 Penerbang Militer Indonesia ......................................................
23
2.8 Kerangka Teori ..........................................................................
26
2.10 Kerangka Konsep ....................................................................
27
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian .........................................................................
28
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................
28
3.3 Populasi dan Cara Pengambilan Sampel Penelitian ....................
28
3.4 Kriteria Subjek Penelitian ..........................................................
28
3.5 Besar Sampel ...............................................................................
29
3.6 Perangkat Kerja dan Cara Pengumpulan Data ............................
29
3.6.1. Perangkat kerja / Instrumen ..............................................
29
3.6.2. Cara Pengumpulan Data ...................................................
30
3.6.3. Data Stres Penerbang ........................................................
30
3.6.4. Data Gejala Psikopatologi ................................................
31
3.7 Metode Pengumpulan data ..........................................................
32
3.8 Identifikasi Variabel ....................................................................
33
3.9 Kerangka Kerja ...........................................................................
35
3.10 Definisi Operasional..................................................................
36
3.11 Manajemen dan Analisis Data ..................................................
37
3.12 Masalah Etik..............................................................................
38
HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Deskriptif Hasil Penelitian .......................................
39
4.1.1 Karakteristik Subyek Penelitian .....................................
40
4.1.2 Gambaran Tingkat Stres Penerbang dan Gejala ix
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
Psikopatologi pada Subyek Penelitian ..........................
41
4.2 Hubungan Faktor Risiko dan Tingkat Stres Subyek Penelitian Terhadap Terjadinya Gejala Psikopatologi..............
44
4.3. Hubungan Aspek Sumber Stres Terhadap Terjadinya Gejala Psikopatologi Pada Subyek Penelitian ..........................
BAB 5
BAB 6
46
BAHASAN 5.1 Gejala Psikopatologi Subyek Penelitian ....................................
47
5.2 Stres Subyek Penelitian ..............................................................
48
5.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Psikopatologi
52
5.4. Keterbatasan Penelitian .............................................................
56
SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan .....................................................................................
57
6.2 Saran ...........................................................................................
57
DAFTAR PUSTAKA
x
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Sebaran Subyek Penelitian .........................................................
40
Tabel 4.2
Tingkat Stres dan Psikopatologi pada Subyek Penelitian ...........
41
Tabel 4.3
Sumber Stres Berdasarkan Kategori / Aspek ..............................
42
Tabel 4.4
Sepuluh Sumber Stres Terbanyak ..............................................
43
Tabel 4.5
Subskala Gejala pada Subyek Penelitian ....................................
43
Tabel 4.6
Hubungan Faktor Risiko dan Tingkat Stres Terhadap Terjadinya Gejala Psikopatologi ...................................................................
Tabel 4.7
44
Hubungan Aspek Sumber Stres Terhadap Terjadinya Gejala Psikopatologi ...........................................................................
xi
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
46
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model Stres .................................................................................
14
Gambar 2.2 Stres dan HPA Aksis ...................................................................
15
Gambar 2.3 Keamanan Terbang dengan Fase Penerbangan ..........................
17
Gambar 2.4 Hubungan Antara Stres dan Kinerja ..........................................
20
xii
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Lampiran I
: Lembar Informasi untuk Subjek Penelitian ............................
63
Lampiran II
: Lembar Persetujuan Subjek Penelitian ...................................
64
Lampiran III : Formulir Data Demografi .......................................................
62
Lampiran IV : Kuesioner Sumber Stres Pilot Airline Modifikasi .................
66
Lampiran V
70
: SCL-90 Questionnaire ...........................................................
xiii
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Impian orang untuk bisa terbang akhirnya terwujud dengan menciptakan pesawat terbang. Manusia dapat melakukan perjalanan antar pulau bahkan benua dengan waktu yang relatif singkat. Lingkungan penerbangan seperti ketinggian, akselerasi, kebisingan, komunikasi, getaran, dan motion sickness dapat mempengaruhi perubahan fisiologi dan psikologi tubuh. Lingkungan penerbangan tersebut merupakan lingkungan yang memiliki risiko tinggi dan memiliki potensi menjadi stresor. Stresor lingkungan penerbangan dapat memberikan efek yang negatif terhadap keselamatan terbang baik terhadap penerbangan sipil maupun militer. Efek negatif tersebut dapat berupa gejala masalah kesehatan jiwa yang dialami oleh seorang penerbang.1,2
Penelitian yang dilakukan oleh Otto J terhadap penerbang militer di United State yang sedang menjalankan tugas di Irak dan Afghanistan, menunjukkan bahwa penerbang United State Air Force (USAF) remotely piloted aircraft (RPA) yang mengalami gejala masalah kesehatan jiwa sebesar 8.2% (n=58) dan USAF manned aircraft (MA) mengalami masalah dengan kesehatan jiwa sebesar 6% (n=313). Rendahnya prevalensi penerbang USAF yang mengalami masalah kesehatan jiwa karena penerbang USAF memiliki kognitif yang tinggi, dapat melewati test fisik dan kesehatan, adanya pemeriksaan psikologi yang standar, dan pengecekan masalah hukum dan kebiasaannya, dan adanya program latihan penerbangan. dokter skadron mengevaluasi kemampuan seorang penerbang termasuk masalah emosi dan kebiasaannya.3
Seseorang untuk menjadi penerbang harus memiliki intelegensi yang tinggi, motivasi yang kuat untuk terbang, senang terbang, sehat fisik dan mental, emosi yang stabil, dan memiliki mekanisme adaptasi yang baik. Karakter tersebut harus dipertahankan selama karir terbangnya. Penelitian yang dilakukan terhadap siswa penerbang United State Air Force menunjukkan bahwa sebagian besar penerbang 1
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
2
militer memiliki memiliki karakter yang dominan, agresif, impulsif, dan playful. Meskipun demikian penerbang militer harus selalu dalam kondisi stabil dalam berbagai kondisi di kokpit dan bisa mengambil keputusan tepat saat menghadapi kesulitan selama menyelesaikan tugasnya. Karakter ini diperlukan bagi penerbang militer untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Tugas penerbang militer adalah latihan, misi kemanusiaan, dan misi operasional yang sangat ekstrim (menyerang dan bertempur).1,4,5,6,7
Meskipun penerbang memiliki karakter yang kuat, tidak ada satu orangpun yang kebal terhadap masalah kesehatan jiwa. Apabila seorang penerbang mengalami stres dan menunjukkan gejala psikopatologi, maka harus dievaluasi secara keseluruhan apakah penerbang tersebut layak terbang atau tidak. Gejala psikopatologi yang dialami oleh seorang penerbang dapat berhubungan dengan sumber stres baik dari lingkungan penerbangan itu sendiri, masalah di luar pekerjaan penerbang seperti masalah rumah tangga, kematian, hubungan kerja juga persepsi penerbang terhadap masalah yang dihadapinya. Selain sumber stres, gejala psikopatologi berhubungan dengan karakteristik seseorang, seperti kesehatan fisik, kesehatan mental, dan kebudayaan setempat. Kondisi individu seperti fisik (uang, pemeriksaan kesehatan), personal (ketrampilan yang dimiliki dan mekanisme adaptasi yang digunakan), serta sosial (dukungan sosial) juga berhubungan dengan terjadinya gejala psikopatologi pada seseorang. 1,4,8,9
Penelitian yang dilakukan Ahmadi pada tahun 2007 terhadap penerbang militer Angkatan Udara Iran 4,5% penerbang mengalami stres sangat ringan, 33,7% mengalami stres ringan, 48,3% penerbang mengalami stres sedang, 13,5% penerbang mengalami stres berat. Tidak ada penerbang mengalami stres sangat berat. Penyebab stres adalah stresor psikososial, organisasi, lingkungan penerbangan, dan karena tugas. Widyahening pada tahun 2007 menemukan hubungan antara stres yang tinggi dengan terjadinya gejala psikopatologi pada penerbang sipil di Indonesia. Penyebab terbanyak stres adalah hubungan interpersonal dalam tugas (40,3%), organisasi (28,4%), kondisi kerja (18,3%), aspek fisik lingkungan kerja (13,7%), dan pengembangan karir (1,8%).2,10 Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
3
Berdasarkan pembahasan diatas menunjukkan bahwa penerbang militer memiliki prevalensi yang kecil untuk terjadinya gejala psikopatologi. Hal ini menunjukkan bahwa penerbang militer tidak kebal terhadap gejala gangguan mental meskipun mereka memiliki karakter yang kuat. Namun demikian tidaklah mudah menemukan gejala gangguan mental pada penerbang militer karena adanya keengganan penerbang kehilangan surat ijin terbangnya apabila diketahui sedang memiliki masalah.1,7 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besaran terjadinya gejala psikopatologi pada penerbang militer di Indonesia serta ada atau tidaknya 1 hubungan dengan stres penerbang dan sumber yang dimiliki oleh seorang
penerbang (umur, pangkat, lama kerja, pendidikan, jam terbang, tipe pesawat, kualifikasi profesi, dan status perkawinan).
1.2. Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara stres penerbang dan gejala psikopatologi pada penerbang militer Indonesia?
1.3. Hipotesis Terdapat hubungan antara stres penerbang dan gejala psikopatologi pada penerbang militer Indonesia.
1.4. Tujuan 1.4.1. Tujuan Umum Menemukan gambaran gejala psikopatologi pada penerbang militer Indonesia.
1.4.2. Tujuan Khusus 1.4.2.1.
Menemukan gambaran gejala psikopatologi pada penerbang militer Indonesia.
1.4.2.2.
Menemukan gambaran stres pada penerbang militer Indonesia.
1.4.2.3.
Menemukan hubungan antara stres penerbang dan gejala psikopatologi pada penerbang militer Indonesia. Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
4
1.4.2.4.
Menemukan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya gejala
psikopatologi pada penerbang militer
Indonesia.
1.5. Manfaat 1.5.1 Bagi penerbang militer Dengan ditemukannya gejala psikopatologi pada penerbang militer, maka penerbang militer dapat mengetahui secara dini gejala-gejala psikiatri yang sedang dialaminya dan dapat segera melakukan konsultasi. 1.5.2 Bagi dokter skadron Dengan ditemukannya gejala psikopatologi pada penerbang militer maka diharapkan dokter skadron dapat memberikan tatalaksana terhadap gejala psikopatologi yang muncul. 1.5.2. Bagi instansi militer Dengan ditemukannya gejala psikopatologi pada penerbang militer maka diharapkan instansi militer dapat membuat kebijakan untuk mencegah dan mengatasi
penerbang yang mengalami gejala
psikopatologi. 1.5.3. Bagi pengembangan ilmu Dengan ditemukannya gejala psikopatologi pada penerbang militer maka dapat digunakan sebagai bahan dasar pengembangan ilmu bagi dokter yang bertugas di skadron.
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lingkungan Penerbangan Pada lingkungan penerbangan terdapat perbedaan ketinggian dan perbedaan atmosfer. Hal ini mengakibatkan tekanan udara turun, suhu semakin rendah, dan adanya risiko radiasi. Pada manuver penerbangan bisa menyebabkan gaya akselerasi dan perubahan sistem fisiologi organ tubuh. Lingkungan penerbangan sendiri bisa terjadi masalah pada kebisingan, komunikasi dan pembuangan sisa gas. Hal-hal tersebut dapat berpotensi menjadi stresor penerbangan. Stresor dapat menyebabkan stres yang mempengaruhi keamanan penerbangan.1,2,8,10,11
2.1.1. Ketinggian Bumi kita diselubungi oleh gas atau udara yang disebut atmosfir. Fungsi atmosfir kecuali sebagai sumber oksigen yang penting bagi kehidupan, juga merupakan lapisan yang melindungi bumi dari radiasi. Atmosfir memiliki tekanan, semakin tinggi udara, tekanan atmosfir semakin kurang karena jumlah udaranya juga berkurang. Ketinggian juga mempengaruhi suhu, semakin tinggi udara, suhu semakin menurun. Perubahan ketinggian dapat mempengaruhi efek yang merugikan bagi fisiologi tubuh manusia, yaitu hipoksia, dekompresi, perubahan suhu (dingin), dan meningkatnya radiasi dari sinar matahari. 1,11
2.1.1.1. Hipoksia Hipoksia adalah kondisi tubuh kekurangan oksigen. Pada penerbangan terjadi hipoksia kerena makin tinggi suatu ketinggian, jumlah udara semakin menipis dan tekanan atmosfir semakin berkurang. Kadang-kadang seseorang tidak menyadari akan adanya situasi hipoksia karena datangnya tidak diketahui dan pada awal serangan kadang tidak memberikan rasa sakit. Hipoksia dikenal sebagai kondisi yang sangat membahayakan selama penerbangan karena dapat mengakibatkan gagalnya pernafasan dan berkurangnya oksigen di paru-paru.1,11
5
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
6
Gejala yang muncul akibat hipoksia tiap orang berbeda-beda. Gejala awal hipoksia biasanya terjadi gangguan pada penglihatan (intensitas menerima cahaya berkurang, luas pandang menyempit), gangguan pada psikomotor (gangguan pergerakan mata dan tangan), dan gangguan fungsi kognitif (gangguan memori). Lebih lanjut gejala hipoksia bisa berkembang terjadi perubahan perilaku, kehilangan tilikan, kehilangan kemampuan mengambil keputusan, kehilangan kemampuan untuk kritis terhadap situasi, euforia, gangguan ingatan, gangguan koordinasi pergerakan, gangguan sensori, hiperventilasi, sakit kepala, bingung, paraesthesia
muka dan ekstremitas, pingsan, dan yang paling buruk adalah
kematian. Gejala yang biasanya diketahui pertama kali oleh penerbang adalah akral yang dingin.1,11
Apabila seseorang mengalami hipoksia, segera berikan oksigen 100%. Setelah mendapatkan oksigen, biasanya pernafasan akan semakin melambat 12-16 kali/menit. Kecuali pemberian oksigen 100%, apabila memungkinkan penerbang menurunkan pesawatnya pada ketinggian di bawah 10.000 kaki. Gejala hipoksia biasanya dapat segera hilang kecuali sakit kepala dan fatigue yang dapat bertahan lama.1,11
2.1.1.2. Dekompresi Dekompresi adalah suatu sekumpulan dampak akibat dari ketinggian yang mengakibatkan perbedaan tekanan udara yang menghasilkan trapped gas atau gas yang tidak dapat keluar. Meskipun secara umum diterima sebagai kondisi terperangkapnya gas dalam organ, ada terminologi lain yang menjelaskan kondisi ini, yaitu
“the bends” (sakit pada persendian), dysbarism, aeropathy, dan
aeroembolism. Dekompresi tidak segera terjadi pada saat seseorang terpapar ketinggian. Membutuhkan beberapa menit terjadinya dekompresi dengan waktu maksimal 20-60 menit. Dekompresi sifatnya individual pada tiap-tiap orang. 1,11
Dengan adanya perbedaan tekanan dalam tubuh dengan tekanan di luar tubuh, maka dapat mempengaruhi organ-organ tubuh yang memiliki rongga. Akibat trapped gas terjadi pembesaran lambung dan usus (perut tidak nyaman, sakit), Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
7
barotitis media (ear block), barosinusitis, barodontalgia (tooth pain), pulmonary embolism, pneumothorax (udara di pleural), dan pneumomediastinum (udara di mediastinum). Kecuali itu dekompresi bisa juga menyebabkan penguapan gas-gas yang seharusnya larut menjadi keluar yang menyebabkan nyeri sendi (bends), chokes (sakit pada dada bagian bawah, dyspneu, dan batuk kering), kulit gatal, nyeri, dan ruam-ruam merah, pada syaraf terjadi gangguan mental (gangguan memori, gangguan mengambil keputusan, afasia), kelelahan, perubahan perilaku, kehilangan kesadaran, vertigo, mual, dan muntah.1,11
2.1.1.3. Perubahan suhu Semakin tinggi suatu tempat maka suhu semakin rendah. Pada penerbangan modern, stres yang disebabkan suhu yang rendah dapat diminimalkan dengan adanya struktur pesawat yang modern, baju penerbang yang melindungi tubuhnya, dan perlengkapan survival. Namun demikian perlengkapan yang melindungi dari suhu rendah tersebut dapat mengakibatkan stres karena suhu, misalnya baju yang melindungi (misal pakaian anti G) dapat mempengaruhi kerja dan memberikan stres karena panas. Hal tersebut dapat mengakibatkan dehidrasi yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif, waktu bereaksi melambat, dan fisik yang lemah.1,11
2.1.1.4. Radiasi Pada penerbangan modern efek radiasi matahari dapat dihindari karena disain pesawat yang modern. Pada beberapa penelitian ditemukan kecil kemungkinan seorang penerbang mengalami suatu penyakit yang disebabkan radiasi matahari, misalnya kanker.1,11
2.1.2 Kecepatan dan Percepatan Penerbangan Kecepatan menggambarkan laju suatu pergerakan tanpa ada tujuannya. Percepatan menggambarkan laju dan arah tujuan. Hal ini dikarenakan adanya gaya gravitasi bumi. Jadi pada benda yang diam dan tiba-tiba bergerak, hal itu dikarenakan adanya percepatan yang bekerja pada benda tersebut dan terdapat gaya yang
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
8
berlawanan dengan arah percepatan pergerakan benda tersebut. Perubahan percepatan pada suatu benda disebut akselerasi. Macam-macam akselerasi:1,11,12
Akselerasi linear: akselerasi yang dihasilkan karena perubahan kecepatan, perubahan arah tidak berubah. Misalnya pada saat takeoff dan landing.
Akselerasi radial: akselerasi yang dihasilkan karena perubahan arah pergerakan tetapi kecepatan tetap. Misalnya pada banked turns dan loop manouvres.
Akselerasi angular: akselerasi yang dihasilkan karena perubahan arah dan kecepatan pergerakan. Misalnya pada roll dan spin.
Akibat adanya akselerasi muncul gaya yang berlawanan arah dengan pergerakan suatu benda, hal ini di sebut gaya G. Macam-macam gaya G:1,11.12
Gaya G lateral: arah gaya G yang memotong sumbu tubuh, bisa dari depan ke belakang atau sebaliknya dan dari samping ke samping. Secara umum efeknya kecil tapi mempengaruhi pergerakan kepala dan kerusakan pada leher.
Gaya G positif: arah gaya G dari kepala ke kaki. Apabila seseorang mengalami gaya G positif maka dapat terjadi, misalnya penambahan berat pada jaringan di kepala sampai dengan kaki sehingga terjadi kesulitan pergerakan dan tampak wajah seperti orang tua karena tertarik ke bawah.
Gaya G negatif: arah gaya G dari kaki ke kepala. Apabila seseorang mengalami gaya G negatif maka dapat terjadi, misalnya tekana kepala yang sangat besar (sakit kepala), udem pada mata (penglihatan kabur), peningkatan tekanan pembuluh darah.
2.2. Sumber Stres Penerbang Sumber stres atau yang biasa disebut stresor adalah suatu stimulus atau kejadian yang mengharuskan seseorang beradaptasi dengan beberapa jalan, baik secara emosi, fisiologi, atau perilaku. Stresor penerbang bisa berasal dari faktor psikososial, lingkungan penerbangan, dan kognitif. Sumber stres penting untuk diidentifikasi guna menentukan rencana tatalaksana yang efektif apabila muncul stres.12 Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
9
2.2.1. Stresor Psikososial Stresor psikososial merupakan kejadian-kejadian dalam hidup. Stresor ini bisa dipicu dari adaptasi atau perubahan gaya hidup seseorang, karir, dan atau interaksi dengan orang lain.12,13 2.2.1.1. Seseorang harus beradaptasi pada situasi yang baru, seperti gaya hidup, karir, dan hubungan dengan orang lain. Hal ini bisa menjadi stresor bagi seseorang.
2.2.1.2. Tanggung jawab kerja. Misalnya penerbang pernah mengalami kegagalan dalam mengoperasikan suatu instrumen atau gagal dalam komunikasi, dapat menyebabkan sumber stres.
2.2.1.3. Masalah keuangan. Penerbang yang memiliki permasalahan keuangan dapat menjadi stresor baginya.
2.2.1.4. Masalah keluarga. Keluarga bisa menjadi sumber kekuatan bagi penerbang tapi bisa juga sebagai stresor, terutama bila karena tugasnya seorang penerbang harus pergi jauh dari keluarganya. Perceraian dan masalah dalam hubungan keluarga juga dapat menjadi stresor.
2.2.2. Stresor Lingkungan Penerbangan Stresor lingkungan penerbangan adalah stresor akibat adanya perbedaan ketinggian, adanya kecepatan pesawat, dan pesawat itu sendiri. 1,11,12 2.2.2.1. Ketinggian. Perbedaan ketinggian mengakibatkan adanya perubahan tekanan atmosfir yang dapat mempengaruhi tubuh rentan terhadap hipoksia dan trapped gas.
2.2.2.2. Kecepatan. Kecepatan dapat mengakibatkan stres karena berhubungan dengan tingkat kewaspadaan dan konsentrasi yang panjang.
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
10
2.2.2.3. Temperatur panas atau dingin. Temperatur panas diakibatkan sinar matahari secara langsung melalui kanopi. Temperatur dingin karena perbedaan ketinggian atau cuaca.
2.2.2.4. Desain pesawat. Alat-alat yang menunjang penerbangan seperti lampu, instrumen, kursi, akses kontrol mempengaruhi kerja penerbang. Faktor lain pada pesawat yang berpengaruh adalah sistem ventilasi, vibrasi, visibilitas, dan tingkat kebisingan. Apabila alat-alat tersebut tidak memadai akan mengakibatkan stres bagi penerbang.
2.2.2.5. Karakteristik airframe. Misalnya pada pesawat dengan fixed wing lebih stabil dari pada rotary wing. Hal ini berpotensi menyebabkan stres pada penerbang.
2.2.2.6. Instrumen dan kondisi khusus (alam dan cuaca). Misalnya pada penerbangan
dengan
cuaca
buruk,
seorang
penerbang
sangat
meningkatkan kewaspadaan dalam membaca, mengikuti, dan memantau instrumen. Pada penerbangan malam, penerbang kehilangan visual biasa dan harus bergantung pada instrumen.
2.2.3. Stresor Individu Meskipun penerbang biasanya hidup dalam pengawasan untuk membatasi dirinya dari stresor, tapi penerbang tidak bisa lepas dari stresor karena kebiasaankebiasannya, seperti:11,12,13 2.2.3.1. Obat-obatan. Obat-obatan yang digunakan oleh penerbang untuk mengatasi sakitnya tanpa konsultasi dengan dokter. Penerbang sebaiknya berkonsultasi dulu dengan dokter skadron sebelum mengkonsumsi obat. Hal ini berhubungan denga efek samping, intoksikasi, alergi, dan interaksi obat. Misalnya pada antasida untuk mengatasi dyspepsia (pada ketinggian dapat menyebabkan keluarnya gas karbon dioksida sehingga perut akan terasa tidak nyaman), aspirin untuk mengatasi sakit dan
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
11
demam (dapat menyebabkan gangguan lambung dan suhu yang tidak teratur).
2.2.3.2. Kafein. Kafein terdapat di teh, kopi, coklat, dan obat-obatan. Kafein dapat mengatasi pusing, kelelahan, dan meningkatkan kewaspadaan, tetapi memiliki efek meningkatkan tekanan darah, mengganggu koordinasi tangan-mata dengan waktu, dan meningkatkan emosi yang mudah marah.
2.2.3.3. Kualitas tidur buruk. Hal ini bisa dikarenakan lingkungan tidur yang tidak nyaman atau adanya perbedaan waktu saat menjalankan tugas.
2.2.3.4. Alkohol. Apabila seseorang minum alkohol meskipun dalam jumlah kecil, bisa mempengaruhi persepsi, waktu bereaksi, kontrol terhadap impuls buruk, dan sulit mengambil keputusan. Alkohol juga mengurangi kemampuan sel otak menggunakan oksigen.
2.2.3.5. Rokok. Dalam jangka panjang rokok dapat merusak paru-paru dan dapat menyebabkan
sakit
jantung.
Efek
akut
dari
merokok
adalah
menghasilkan karbon monoksida yang dapat menyebabkan hipoksia.
2.2.3.6. Nutrisi seimbang. Penerbang harus mendapatkan nutrisi yang seimbang dan makan yang teratur. Bila terlambat makan akan menyebabkan kekurangan energi dan hipoglikemi.
2.2.4. Stresor Kognitif Stresor kognitif merupakan cara seseorang mempersepsikan suatu masalah. Seseorang bisa pesimis, obsesif,
dan rendah diri. Berikut adalah beberapa
pemikiran yang khas yang dijumpai pada penerbang yang dapat meningkatkan stres:11,12
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
12
2.2.4.1. Must and should. Adanya perasaan gagal apabila keadaan tidak sesuai dengan harapannya. Hal ini dapat membuat seseorang frustasi dan merasa tidak berfungsi.
2.2.4.2. Choice and no choice. Seseorang merasa gagal sehingga tidak memiliki pilihan yang lain dari penyelesaian masalahnya.
2.2.4.3. Gagal terhadap fokus here and now. Seseorang yang selalu mengingat secara berlebihan masa lalunya dan khawatir akan masa depannya, tetapi kurang fokus pada keadaan sekarang.
2.3. Stres Penerbang Mengenal stres di penerbangan sangat penting untuk menunjang keselamatan terbang. Akibatnya setiap awak pesawat harus mengetahui dan mengenal efek stres pada tubuhnya. Dengan mengenal efek stres pada tubuhnya, maka dikenal pula kebiasaan yang biasa digunakan untuk mengurangi stres. Stres disebabkan oleh stresor. Akibat stres dapat mempengaruhi kinerja seseorang.1
2.3.1. Pengertian Stres Stres menggambarkan keadaan yang mengganggu dan dapat mempengaruhi fungsi fisik maupun psikologi yang normal dari seseorang. Tahun 1920an Walter Canon mempelajari adanya hubungan stres dengan penyakit. Tahun 1950an Harold Wolff mengobservasi gangguan saluran perncernaan dengan status emosional. William Beaumont seorang flight surgeon, menemukan seorang pasiennya yang terluka akibat tembakan, terjadi fistula karena darah yang beredar di bekas luka dipengaruhi oleh emosinya. Hans Selye mengembangkan teori stres menjadi general adaptation syndrome. Berdasarkan teori tersebut, Hans Selye mengembangkan stres menjadi 3 tahap: 14,15
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
13
1.
Alarm reaction. Merupakan kejutan awal dengan resistensi rendah diikuti serangan balik, mekanisme adaptasi seseorang mulai aktif.
2.
Resistance. Adaptasi optimal, apabila mekanisme adaptasi berhasil, maka seseorang akan menjadi normal kembali.
3.
Exhaustion. Terjadi apabila mekanisme adaptasi gagal.
Banyak ahli tidak setuju dengan teori ini menurut mereka respon stres bukan seperti yang Selye perkirakan. Hal-hal yang mempengaruhi respon terhadap stres adalah perbedaan stresor, tiap individu yang memiliki karakter yang berbedabeda. Persepsi seseorang dalam menghadapi stresor juga mempengaruhi respon stres. Persepsi berhubungan dengan kognitif seseorang menghadapi suatu masalah. Stres bukan sesuatu yang sudah ada pada diri seseorang, melainkan suatu proses seseorang dalam interaksinya dengan orang lain dan berhubungan dengan lingkungan sosial dan budaya. Proses terjadinya stres dapat dijelaskan dengan menggunakan teori Lazarus seperti tercantum pada pada gambar 1. 9
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
14
STRESOR Tipe Lingkungan Psikologi Sosial Dimensi Intensitas Durasi Kompleksitas Prediksi
SUMBER KARAKTER INDIVIDU
Fisik Uang Pemeriksaan kesehatan
Fisik Kesehatan fisik Kerentanan
Personal Ketrampilan Mekanisme koping
Psikologis Kesehatan mental Temperamen Konsep diri
Sosial Dukungan Bantuan profesional
Kebudayaan Arti dari kebudayaan setempat Respon dari harapan
STRESS
Respon fisik
Respon perilaku
Respon emosi
Respon kognitif
Gambar 2.1. Model Stres Sumber: Nature, types, and sources of stress. http//www.onestopias.com/tutorials/psychology/stress/9
2.3.2. Macam-macam stres Stres tidak dapat dihindari. Selama ini pengertian stres sering bermakna negatif atau tidak menguntungkan bagi seseorang. Namun ada stres yang dapat memberikan keuntungan, membantu orang untuk tetap waspada, fokus pada tugasnya, dan lebih tertarik pada lingkungan di sekitarnya. Tipe stres :13,14 2.3.4.1. Eustress. Stres yang dapat membantu seseorang meningkatkan kinerja kerjanya sehingga bisa meningkat dari yang biasa dia kerjakan. 2.3.4.2. Distress. Stres yang dapat membuat seseorang menurun kinerja kerjanya yang menyebabkan dia kehilangan fokus terhadap pekerjaannya. Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
15
2.3.3. Patofisiologi stres Stres terjadi akibat adanya stresor. Pada saat seseorang menerima stresor, sinyal diterima oleh otak dalam sistem saraf otonom yang mengontrol involuntary body seperti pernafasan, detak jantung, dan tekanan darah. Sinyal tersebut mencetuskan pelepasan hormon terutama adrenalin dan noradrenalin (juga dikenal epinefrin dan norepinefrin) dari glandula adrenal. Akibatnya nafas bertambah cepat, detak jantung meningkat, dan tekanan darah meningkat, sel darah menjadi “stickier” (lebih adhesive) untuk mencegah perdarahan, lemak dan gula dilepaskan, dan otot menjadi tegang.14 Kecuali fisik, stres dapat mempengaruhi mental seseorang. Hal ini berhubungan dengan hypothalamic-pituaitary-adrenal axis (HPA axis). Pada respon stres yang normal, HPA aksis meningkatkan pelepasan corticotropin releasing factor (CRF), adrenocortictropin hormon (ACTH), dan glukokortikoid. Glukokortikoid memberikan dampak negative feedback terhadap pelepasan CRF sehingga HPA sistem kembali normal. Pada respon stres yang tidak normal, terjadi pelepasan CRF, ACTH, dan glukokortikoid. Peningkatan glukokortikoid yang menetap, bukan hanya merusak hipokampus tetapi juga mengganggu inhibisi HPA aksis sehingga mengakibatkan peningkatan HPA stres hormon yang menghasilkan gejala kecemasan atau depresi mayor.16
Gambar 2.2. Stress dan HPA aksis Sumber : Stahl S.M. Stahl essential psychoparmacology. Neuroxcientific basis and practical applications.16 Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
16
2.3.4. Gejala-gejala stres Apabila seseorang mengalami stres, akan memberikan gejala :13 2.3.3.1. Gejala fisik : ketegangan otot terutama leher dan pundak, sakit kepala, sakit perut, mual, muntah, diare atau konstipasi, lelah atau sulit tidur, detak jantung cepat, berkeringat banyak, kehilangan atau kelebihan berat badan, mengatupkan gigi, menggigit jari, perubahan pernafasan, keinginan seks berkurang. 2.3.3.2. Gejala emosi : frustrasi, kemarahan, depresi atau kecemasan, gugup, bosan, dan apatis. 2.3.3.3. Gejala perilaku : penyalahgunaan alkohol, obat atau zat lainnya, masalah perkawinan, pesta makan, dan perilaku melukai diri sendiri. 2.3.3.4. Gejala kognitif : mudah lupa, preokupasi dan kesulitan konsentrasi, raguragu, kehilangan produktivitas, khawatir yang berlebihan, kehilangan kreativitas, dan kehilangan selera humor. 2.3.5. Stres Penerbang Dalam mengoperasikan pesawat, seorang penerbang terlibat dalam suatu sistem yang rumit. Pada tahap persiapan terbang (pre-flight), penerbang harus melakukan perhitungan yang rumit (misalnya untuk perencanaan rute dan bahan bakar yang diperlukan) dan pengecekan kesiapan pesawat. Selama penerbangan, penerbang memiliki tugas utama (penerbangan, navigasi, dan komunikasi), memiliki perencanaan terhadap aktivitasnya, memberikan supervisi terhadap sistem, dan mengantisipasi tugas selanjutnya. Oleh karenanya penerbang harus memiliki kemampuan kognitif dan mental yang baik sehingga dapat mengemudikan pesawat, mengambil keputusan dalam waktu singkat dan tetap melakukan tugas perhitungan, pengawasan, dan komunikasi.8.10.11
Pada fase penerbangan, penerbang secara subyektif merasakan stres yang berbeda-beda. Cara mereka bereaksi terhadap suatu stres akan mempengaruhi keberhasilan terhadap keselamatan terbang. Dilakukan suatu pengamatan terhadap hubungan kecelakaan terbang dengan fase penerbangan, hasilnya kecelakaan sering terjadi selama fase approaches dan landing. Fase landing, fase akhir dari Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
17
penerbangan merupakan fase yang beban kerja dan kelelahannya adalah maksimal.13,17
Gambar 2.3. Keamanan terbang dengan fase penerbangan Sumber : Human Factors and Pilot Error. http://www.langleyflyingcshool.com/Pages%20Factor--Pilot%20Error.html17
Penelitian stres terhadap penerbang militer Angkatan Udara di Iran diteliti oleh Ahmadi pada tahun 2007 dengan menggunakan Aviation Stress dan Minnesota job Satisfaction Questionnaire (MSQ). Hasilnya terdapat 33,7% penerbang mengalami stres ringan, 48,3% mengalami stres sedang, 13,5% mengalami stres berat.
Penyebabnya
adalah
stresor
psikososial,
organisasi,
lingkungan
penerbangan, dan karena tugas. Terdapat hubungan antara tingkat stres yang dialami dengan kepuasan kerja. Pada penerbang yang mengalami stres yang berat memiliki kepuasan kerja yang rendah.2
Penelitian stres pada penerbang sipil di Indonesia dilakukan oleh Widyahening pada tahun 2007 dengan menggunakan kuesioner Sumber Stres Pilot Airline. Sebagian besar subyek berada pada kelompok stres sedang 47,7%, stres tinggi 37%, stres ringan 16%, stres sangat tinggi 4%. Penyebab terbanyak yang menimbulkan stres adalah hubungan interpersonal dalam tugas (40,3%), Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
18
organisasi (28,4%), kondisi kerja (18,3%), aspek fisik lingkungan kerja (13,7%), dan pengembangan karir (1,8%).10
2.4. Gejala Psikopatologi Pada Penerbang Gejala psikopatologi adalah gejala psikiatri yang dirasakan oleh seseorang. Gejala psikiatri bisa berupa gangguan psikiatri yang bersifat ringan, tetapi bisa berubah menjadi gangguan psikiatri yang berat. Gejala ini diantaranya gangguan depresi tanpa gejala psikotik, cemas, keluhan somatik, sulit konsentrasi dan membuat keputusan, mudah lupa, insomnia, lelah, mudah marah, dan merasa tidak berguna. Gejala psikiatri yang ringan ini bukan merupakan diagnosis psikiatri. Namun apabila seseorang mengalaminya, bisa memberikan tekanan psikologis yang berat dan dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan kualitas hidupnya.8,15
Dilakukan penelitian tentang munculnya gangguan psikiatri ringan pada penerbang sipil di Brazil. Penelitian ini menggunakan instrumen Self Report Questionnaire-20 (SRQ 20), dengan cutoff point 8. Hasilnya dari 807 penerbang yang dievaluasi, prevalensi penerbang yang mengalami gejala psikiatri 6,7%. Gejala psikiatri muncul berhubungan dengan beban kerja dan latihan fisik secara teratur. Penerbang yang selalu melakukan latihan fisik secara teratur memiliki risiko yang rendah mengalami gangguan psikiatri. Penerbang yang memiliki beban kerja berat memiliki risiko tinggi mengalami gangguan psikiatri. 8
Di Indonesia penelitian dilakukan terhadap penerbang sipil dengan menggunakan instrumen SCL 90 dengan cutt off 61. Penerbang yang dievalusi berjumlah 109, yang mengalami gejala psikiatri sebesar 43 orang (39,4%). Gejala yang paling banyak dialami adalah kecemasan. Gejala psikiatri berhubungan dengan stresor rumah tangga yang berhubungan dengan faktor privacy dan ketegangan rumah tangga. Penerbang yang memiliki privacy setiap hari berisiko kecil mengalami gejala psikiatri. Penerbang yang mempunyai ketegangan rumah tangga sedangberat memiliki risiko tinggi mengalami gejala psikiatri daripada penerbang yang mempunyai ketegangan rumah tangga rendah.10 Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
19
Penelitian di Inggris terhadap penerbang komersil dengan menggunakan kuesioner modifikasi versi Alkov, Borowsky, dan Gaynor. Penelitian dilakukan dengan mengetahui persepsi penerbang saat menghadapi stres pekerjaan. Hasilnya 16,2% dapat bercerita kepada orang lain saat menghadapi stres kerja karena mereka selalu atau hampir selalu kelelahan, 13,1% mengalami pengalaman yang berulang, 9,1% tidak bisa memusatkan perhatian, 8,4% khawatir dan 8,4% konsentrasi yang menurun.18
Di Amerika penelitian dilakukan terhadap fighter U.S. Air Force dari lima skadron. Empat skadron berada di daerah pertempuran, skadron yang ke lima jauh dari daerah pertempuran. Penelitian menggunakan Beck Depression Inventory (BDI), hasilnya dari 57 fighter, 86% mengalami insomnia, 86% mudah marah, 63% tidak puas, 61% kelelahan, 47% kesulitan bekerja, 38% pesimis, 38% perasaan bersalah, 35% kehilangan libido. Tidak ada perbedaan bermakna antara skadron pada daerah pertempuran dengan skadron yang jauh dari daerah pertempuran. Diperkirakan adanya penyangkalan terhadap gejala yang muncul atau adanya toleransi yang tinggi terhadap stres yang tinggi. Dengan latihan yang keras dan berat dapat melatih seseorang bertahan dari stres yang berat. 18
2.5. Stres Dan Kinerja Penerbang Lingkungan penerbangan merupakan lingkungan yang memiliki risiko tinggi dan berpotensi sebagai stresor. Stresor dapat membuat stres pada situasi penerbangan. Stres akan menghasilkan gejala psikiatri yang berpotensi memiliki efek negatif akan keselamatan terbang. Tidak semua stres menghasilkan efek yang negatif namun ada juga yang dapat meningkatkan kinerja kerja seseorang. Pada tingkatan stres paling rendah mekanisme tubuh tidak aktif sehingga perhatian dan kinerja juga pada titik paling bawah. Namun ketika stres semakin meningkat, seseorang akan semakin perhatian terhadap lingkungan sekitarnya dan bereaksi secara optimal. Pada peningkatan stres tertinggi, kinerja akan semakin menurun. Dengan manajemen stres yang digunakan secara teratur akan meningkatkan kinerja kita pada saat stres di titik paling atas (Nixon P, 1979).2,12,19 Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
20
Gambar 2.4. Hubungan antara stres dan kinerja Sumber : How does stress affect performances http://www.lesstress.net/stress-affect-performance.htm.19
Berdasarkan grafik di atas, menurut sudut pandang penerbang, saat-saat paling kritis saat penerbangan seperti saat take off dan landing, seorang penerbang akan berada pada kinerja kerja yang optimal. Selama penerbangan diharapkan seorang penerbang berada di bagian tengah atas kurva. Oleh karenanya penerbang diharapkan dapat mempertahankan stres yang dapat dikelolanya guna memberikan kinerja kerja yang optimal. Stres tersebut tidak sampai ke titik kelelahan tetapi juga tidak terlalu rendah sehingga seseorang tidak waspada dengan lingkungan sekitarnya.13
Pada penerbangan, hubungan antara stres dan kinerja kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:12 2.5.1. Kemampuan mental seseorang menghadapi situasi sulit Kemampuan seseorang menghadapi situasi yang sulit berhubungan dengan kemampuan kognitif seseorang seperti perhatian, konsentrasi, memori, problem solving, atau orientasi visual spatial. Hal tersebut akan mempengaruhi tingkat stres seseorang dan mempengaruhi kinerjanya.
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
21
2.5.2. Lingkungan Lingkungan dan kondisi saat situasi sulit ikut mempengaruhi terjadinya stres seseorang. Misalnya saat situasi buruk terjadi, dalam kondisi lingkungan yang tenang dan nyaman akan memudahkan seseorang mengambil keputusan daripada dalam lingkungan yang panas, tidak nyaman, dan bising.
2.5.3. Fisik seseorang Kesehatan fisik sangat mempengaruhi kinerja seorang penerbang.
2.5.4. Kondisi psikologis seseorang Kesehatan mental seseorang juga mempengaruhi munculnya stres dan kinerja. Seseorang dengan coping yang bagus, problem solving, dan kemampuan bersosialisasi dengan orang lain akan lebih baik dalam menghadapi stres.
2.6. Kepribadian Penerbang Kepribadian sangat mempengaruhi reaksi seseorang dalam menghadapi situasi yang berbeda-beda. Kepribadian penerbang sangat penting untuk mewujudkan kondisi penerbangan yang aman. Sebelum seseorang menjadi penerbang, dia harus melewati seleksi untuk menentukan kepribadian yang tepat. Pada saat sudah menjadi penerbang, diperlukan pemeriksaan kesehatan untuk melihat adaptasinya terhadap lingkungan penerbangan. Beberapa penelitian menunjukkan kepribadian yang tepat pada penerbang yaitu kepribadian yang bukan hanya satu tipe kepribadian.20
Beberapa penelitian dilakukan pada penerbang dengan populasi yang tidak homogen, ditemukan bahwa pada masa kecil penerbang sebagian besar memiliki hubungan yang dekat dengan ayahnya (positive male identification). Penerbang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, memperlihatkan keinginan yang besar akan perubahan dan kesuksesan. Mereka memiliki tingkat intelektual yang tinggi, emosi yang matur dan stabil, mudah beradaptasi, senang mengambil risiko, action Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
22
oriented, memiliki hubungan dekat dengan orang lain dengan ciri ada jarak emosi, bisa membedakan pekerjaan dengan masalah rumah, suka mengatur dan mengontrol.20,21
Retzlaff dan Gibertini (1987) menemukan tiga kategori tipe kepribadian diantara 350 siswa penerbang US Air Force. 6,20,21 2.6.1.Tipe pertama disebut wrong stuff, sebesar 21% dari sampel. Tipe ini menggambarkan penerbang yang sangat berhati-hati, sopan, kompulsif, dan mudah lelah. Mereka memiliki motivasi kerja paling rendah. Apabila penerbang militer memiliki kepribadian seperti ini, maka kinerja kerja akan muncul di tingkat yang paling minimal, mereka akan memilih hidup aman daripada keinginannya untuk terbang.
2.6.2.Tipe kedua disebut company man, sebesar 58% dari sampel. Penerbang yang memiliki kepribadian tipe ini, digambarkan sebagai seseorang yang memiliki kepribadian dominan, memiliki daya tahan tinggi, berprestasi, teratur, dan dapat berinteraksi dengan orang lain. Mereka sering berbagi kesulitan pekerjaan di kokpit dan sering mempertahankan citra positifnya dalam pekerjaan. Penerbang di tipe ini lebih stabil, profesional, kompeten di kokpit, dan menghargai persahabatan. Bila dapat memilih, penerbang di tipe ini lebih memilih jenis pesawat bukan tempur.
2.6.3.Tipe ke tiga disebut right stuff, sebesar 21% dari sampel. Tipe ini memberikan gambaran yang konsisten antara kepribadiannya dengan kepribadian yang stereotipik yang dimiliki penerbang militer. Memberikan gambaran agresif, impulsif, dominan, dan playful. Mereka muncul sebagai karakter yang arogan, dramatik, bersemangat, mudah bosan denga tugas rutin, dan impulsif. Impulsif pada penerbang adalah suatu sikap penerbang untuk melakukan suatu tindakan secara cepat tapi tepat dan mengatur pemikiran reflek pada suatu keputusan yang tepat. Penerbang terlatih untuk mengambil keputusan pada situasi yang penuh risiko. 22,23 Penerbang pada
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
23
tipe ini memiliki komitmen yang tinggi terhadap misi dan lebih terbuka dalam menghadapi risiko dalam penerbangan daripada tipe yang lain.
Kenyataannya pada penerbang militer yang berpengalaman ditemukan memiliki kepribadian dengan tipe yang tidak sama persis dengan masing-masing tipe diatas. Hal ini menunjukkan tidak adanya kepribadian yang stereotipik yang cocok untuk penerbangan. Jadi pemberian label right stuff atau wrong stuff tidak dapat membantu memprediksi keberhasilan atau kegagalan penerbangan. 20
Secara keseluruhan karakter penerbang militer adalah seseorang yang memiliki intelektual yang tinggi, memiliki dukungan yang besar dari orang tua, calculated risk taker, kompulsif (mengikuti cheklist, mengecek pesawat sebelum terbang), berfikir cepat dalam kondisi gawat, keinginan yang besar untuk mengontrol, independent (tapi sebagai team player), memiliki ego yang besar (health narcissism), percaya diri, tidak memiliki gangguan psikiatri di aksis I dan II, senang akan prestasi dan action oriented, menghindari introspeksi sehingga apabila mengalami stres akan act out, menekan emosi (isolasi afek, mudah berteman tetapi ada jarak interpersonal, dan menggunakan rational problem solving).20,24
Kepribadian dapat membantu seseorang bertindak apabila mengalami situasi tertentu. Meskipun kepribadian sifatnya menetap, kemampuan seseorang dalam menghadapi situasi tertentu bisa berubah setiap saat, terutama bila dilatih. Kemampuan tersebut dapat digunakan dalam situasi penuh tekanan dan berguna untuk mengurangi stres. Disini tampak bahwa manusia aktif berpartisipasi mengatasi stres, tidak hanya pasif.21,24
2.7. Penerbang Militer Indonesia Penerbang militer Indonesi bisa terdiri dari tiga angkatan yaitu Darat, Laut, dan Udara. Penerbang militer dari Angkatan Udara memiliki tugas menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diwujudkan dalam kegiatan operasi militer perang (operasi Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
24
pertahanan, penyerangan, dan dukungan udara) serta operasi militer selain perang mengamankan wilayah perbatasan, Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, membantu bencana alam dan pengungsian, dan lain-lain). Operasi militer ini dilaksanakan dengan menggunakan alat utama sistem pertahanan berupa pesawat terbang, dengan jenis pesawat tempur, pesawat latih, pesawat transportasi, pesawat intai, dan helikopter. Pesawat–pesawat ini terdapat di 17 Skadron Udara yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.25,26
Untuk menjadi seorang penerbang militer di Indonesia harus melalui beberapa test, diantaranya test kesehatan, psikologi, dan test terbang. Test terbang dilakukan selama 5 jam dengan menggunakan pesawat latih. Seorang calon penerbang dilihat ketrampilan terbang dan kemampuannya beradaptasi dengan ketinggian. Pendidikan dilaksanakan selama dua tahun di Sekolah Penerbangan Yogyakarta. Selama menjalani pendidikan maupun saat bertugas di kesatuan seorang penerbang militer di Indonesia hidup dalam lingkungan penuh dengan tekanan baik dalam penerbangan maupun di darat. Lingkungan penuh tekanan ini bertujuan untuk melatih seorang penerbang militer di Indonesia apabila mereka menghadapi situasi yang berat misalnya perang, mereka dapat mempertahankan ketrampilan terbangnya.
Selesai menjalankan pendidikannya, seorang penerbang militer di Indonesia ditugaskan ke masing-masing skadron sesuai dengan jenis pesawat yang mereka terbangkan. Pangkat awal mereka adalah Letnan Dua (Perwira Pertama). Usia penerbang militer di Indonesia aktif menerbangkan pesawat dalam rentang usia diantara 24-45 tahun. Di kesatuan masing-masing mereka memiliki dua tugas pokok
yaitu
sebagai
penerbang dan
memiliki
jabatan
sesuai
dengan
kepangkatannya. Sebagai penerbang diawali dengan kualifikasi transisi dan kualifikasi tertinggi adalah instruktur. Kualifikasi seorang penerbang dapat diusulkan naik apabila mereka telah terbang dengan jam terbang yang telah ditentukan dan penilaian samapta, medis, dan sikap (penilai adalah seorang penerbang dengan kualifikasi instruktur) yang baik. Apabila mereka telah berhasil
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
25
naik tingkat, kenaikan ini atas persetujuan instruktur, Komandan Skadron, Komandan Wing, Komandan Pangkalan Udara, dan Panglima Komando Operasi.
Jam terbang disesuaikan dengan kesiapan pesawat, kesiapan diri dari penerbang, dan misi yang dijalankan. Kesiapan pesawat adalah jumlah pesawat yang dimiliki dan pesawat yang siap diterbangkan pada suatu skadron. Hal ini membuat peningkatan jam terbang penerbang militer Angkata Udara berbeda-beda tiap skadron. Kesiapan diri dari penerbang dapat terhambat bila seorang penerbang mendapatkan perintah larangan terbang, sakit, dan tugas sekolah. Misi yang dijalankan adalah misi yang ditentukan oleh dinas.
Tugas pokok lainnya adalah bertugas sesuai dengan jabatan yang disesuaikan dengan pangkatnya. Jabatan ini semakin meningkat seiring dengan kenaikan pangkatnya.
Seorang
penerbang
yang
telah
menjadi
instruktur
akan
dipertimbangkan menjadi Komandan Skadron apabila dia masih aktif terbang. Setelah selesai menjalankan tugasnya sebagai Komandan Skadron seorang penerbang dipersiapkan menjadi staf.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang penerbang militer harus memiliki kesehatan fisik maupun jiwa yang optimal. Kesehatan penerbang militer selalu dipantau setiap tahunnya dengan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan di Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa (Lakespra) Saryanto Jakarta. Bagi penerbang yang dinyatakan layak terbang akan mendapatkan surat layak terbang, dan bagi penerbang yang memiliki masalah dengan kesehatannya akan diberikan surat grounded terbang hingga masalah kesehatannya teratasi. Tugas Lakespra lainnya adalah menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengembangan kesehatan di bidang penerbangan.27
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
26
2.8. KERANGKA TEORI
Sumber Stres penerbang: Lingkungan penerbangan Psikososial penerbang Individu
Karakter Individu Fisik Kesehatan fisik Psikologis Kesehatan mental Kebudayaan Kebudayaa setempat
Sumber Individu Fisik Umur Pendapatan Personal Ketrampilan Mekanisme koping Ciri kepribadian Kognitif Sosial Dukungan lingkungan
PENERBANG MILITER
Tingkat Stres
Tidak ada psikopatologi
PSIKOPATOLOGI
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
27
2.9. KERANGKA KONSEP Sumber Individu Fisik Umur Pangkat Lama kerja Pendidikan
Sumber Stres penerbang: Lingkungan penerbangan Aspek kondisi kerja Aspek fisik lingkungan kerja
Personal Jam terbang Tipe pesawat Kualifikasi profesi
Psikososial penerbang Aspek pengembangan karir Aspek organisasi Aspek interpersonal dalam tugas Individu
Karakter Individu Fisik Kesehatan fisik Psikologis Kesehatan mental Kebudayaan Kebudayaa setempat
Mekanisme adaptasi Ciri kepribadian Kognitif Sosial Status perkawinan
PENERBANG MILITER
Tingkat Stres
Ada psikopatologi
Tidak ada psikopatologi
Keterangan: : diteliti : tidak diteliti Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
28
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. DESAIN PENELITIAN Penelitian ini melihat hubungan stres penerbang (variabel bebas) dan psikopatologi (variabel tergantung) yang diukur pada satu waktu, maka penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan rancangan penelitian potong lintang.28
3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa (Lakespra) Saryanto pada bulan Agustus-Oktober 2013.
3.3. POPULASI DAN CARA PENGAMBILAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1. Populasi Populasi target adalah semua penerbang militer aktif. Populasi terjangkau adalah penerbang militer yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Lakespra Saryanto pada bulan Agustus-Oktober 2013. Sampel diambil dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian.
3.3.2. Cara Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling yaitu semua subyek yang sedang melaksanakan pemeriksaan kesehatan berkala pada bulan AgustusOktober 2013 di Lakespra Saryantoyang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dimasukkan ke dalam penelitian sampai jumlah yang diperlukan terpenuhi.
3.4. KRITERIA 3.4.1. Kriteria Inklusi
Semua penerbang militer aktif.
Menjalankan tugas sebagai minimal selama enam bulan dengan jenis pesawat yang sama. 28
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
29
3.4.2. Kriteria Eksklusi
Sedang sakit atau dirawat di rumah sakit.
3.5. BESAR SAMPEL Jumlah sampel minimal yang diperlukan untuk penelitian ini diperoleh berdasarkan rumus : N = (Zα)2 pq d2 N
= besar sampel
p
= proporsi atau prevalensi (Peneliti menggunakan prevalensi psikopatologi pada penerbang sipil di Indonesia pada penelitian sebelumnya yaitu 39,4%)
q
= 1-p
Zα
= 1,96
d
= batas kesalahan yang ditoleransi (ketepatan relatif yang diinginkan sebesar 10%)
Dari rumus tersebut maka besar sampel dapat dihitung sebagai berikut : N = (1,96)2x 39,4 x 60,6 (10)2 N = 91,72 (dibulatkan menjadi 92)
3.6. Perangkat Kerja Dan Cara Pengumpulan Data 3.6.1. Perangkat Kerja/Instrumen
Kuesioner Demografi
Sumber Stres Pilot Airline modifikasi
Symptom Check List 90 (SCL 90)
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
30
3.6.2. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data didapatkan dengan menggunakan tiga buah kuesioner, yaitu Kuesioner Demografi yang berisi mengenai berbagai faktor demografik individu yang dapat mempengaruhi timbulnya stres yang kemudian dapat menimbulkan psikopatologi, Kuesioner Sumber Stres Pilot Airline, dan Kuesioner Symptom Check List (SCL 90). Pengumpulan data dilakukan melalui dua tahap :
Tahap persiapan alat Tahapan ini dilakukan dengan cara mempersiapkan kuesioner yang sudah dilakukan pengukuran validasi dan realibilitas. Digunakan Kuesioner Sumber Stres Pilot Airline dan Kuesioner Symptom Check List (SCL90).
Tahap pengumpulan data Setelah kuesioner disiapkan kemudian dibagikan kepada responden.
3.6.3. Data Stres Penerbang Pengumpulan data mengenai stres penerbang dilakukan dengan menggunakan Kuesioner Sumber Stres Pilot Airline modifikasi oleh Widyahening (2007). Kuesioner ini terdiri dari 55 pertanyaan, sumber stres dikelompokkan menjadi lima aspek, yaitu:10
Aspek kondisi kerja. Sumber stres yang termasuk dalam aspek ini adalah pertanyaan no. 1-19.
Aspek fisik lingkungan kerja. Sumber stres yang termasuk dalam aspek ini adalah pertanyaan no. 20-27.
Aspek pengembangan karir. Sumber stres yang termasuk dalam aspek ini adalah pertanyaan no. 28-36.
Aspek organisasi. Sumber stres yang termasuk dalam aspek ini adalah pertanyaan no. 37-46.
Aspek interpersonal dalam tugas. Sumber stres yang termasuk dalam aspek ini adalah pertanyaan no. 47-55.
Validitas dan reliabilitas Kuesioner Sumber Stres Pilot Airline modifikaasi cukup baik dengan koefisien korelasi berkisar antara 0,4105-0,8536 dan nilai alfa untuk Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
31
tiap aspek berkisar antara 0,8842-0,9778. Reliabilitas dihitung dengan memperkirakan konsistensi internal dari item-item yang ada menggunakan tekhnik Alpha-Chronbach dengan nilai alfa 0,9399. Responden menjawab pertanyaan dengan skala 1-5 yang dipilih sesuai dengan penghayatannya. Berdasarkan nilai total, subyek penelitian diklasifikasikan menjadi stres tingkat rendah (nilai total kurang atau sama dengan 118), sedang (nilai total 119-152), tinggi (nilai total 153-190), atau sangat tinggi (nilai total 119 atau lebih).10
Kuesioner ini merupakan modifikasi dari Kuesioner Sumber Stres Pilot Airline yang dikembangkan oleh Thona (1998). Pada kuesioner yang dikembangkan oleh Thona terdiri dari 96 pertanyaan dengan pilihan jawaban 1-6. Untuk menentukan sumber stres yang paling tinggi dialami oleh subyek penelitian dilakukan dengan cara menentukan mean masing-masing aspek. Apabila nilainya diatas nilai mean atau sama, maka dianggap aspek tersebut merupakan sumber stres penerbang, namun bila nilainya dibawah nilai mean, maka aspek tersebut dianggap bukan sebagai sumber stres. 29
3.6.4. Data Gejala Psikopatologi Gejala psikopatologi diukur dengan menggunakan kuesioner Symptom Check List 90 (SCL 90) yang bersifat self rating questioner yang terdiri dari 90 pertanyaan dan terbagi dalam sembilan skala dimensi gejala dan satu gejala tambahan yaitu:32
Depresi. Pertanyaan yang termasuk dalam skala depresi adalah no 5, 14, 15, 20, 22, 26, 29, 30, 31, 32, 54, 71, dan 79.
Ansietas. Pertanyaan yang termasuk dalam skala ansietas adalah no 2,17, 23, 33, 39, 57, 72, 78, 80, dan 86.
Obsesif-kompulsif. Pertanyaan yang termasuk dalam skala obsesif kompulsif adalah no 3, 9, 10, 28, 38, 45, 46, 51, 55, dan 65.
Phobia. Pertanyaan yang termasuk dalam skala phobia adalah no 13, 25, 47, 50, 70, 75, dan 82.
Somatisasi. Pertanyaan yang termasuk dalam skala somatisasi adalah no 1, 4, 12, 27, 40, 42, 48, 49, 52, 53, 56, dan 58.
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
32
Sensitifitas interpersonal. Pertanyaan yang termasuk dalam skala sensitivitas interpersonal adalah no 6, 21, 34, 36, 37, 41, 61, 69, dan 73.
Hostilitas. Pertanyaan yang termasuk dalam skala hostilitas adalah no 11, 24, 63, 67, 74, dan 81.
Paranoid. Pertanyaan yang termasuk dalam skala paranoid adalah no 8, 18, 43, 68, 76, dan 83.
Psikotik. Pertanyaan yang termasuk dalam skala psikotik adalah no 7, 16, 35, 62, 77, 84, 85, 87, 88, dan 90.
Skala tambahan. Pertanyaan yang termasuk dalam skala tambahan adalah no 19, 44, 59, 60, 64, 66, dan 89.
Kuesioner ini memberikan penilaian terhadap berbagai dimensi gejala mental emosional secara kuantitatif. Responden menjawab pertanyaan ini dengan memberi nilai untuk setiap pertanyaan dengan skala 0-4 yang dipilih sesuai dengan gejala yang dialaminya dalam 1 bulan terakhir. Hasil uji validasi di Indonesia yang dilakukan oleh Herianto didapatkan Cut Off Score SCL-90 sebesar 61 (raw score) dengan sensitivitas dan spesifisitas yang berimbang yang mendekati 100% yaitu 82,92% dan 83% dengan nilai prediktif positif 80,00% dan prediksi negatif 84,69%. Uji reliabilitas menunjukkan hasil yang cukup baik dengan r total=0,67 dan tertinggi 0,94 pada skala depresi. 30
3.7. Metode Pengumpulan Data
Peneliti mengajukan lolos uji kaji etik pada Panitia Tetap Etik Penelitian Kedokteran/Kesehatan FKUI-RSCM.
Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian kepada Lakespra Saryanto Jakarta.
Peneliti melakukan uji Kuesioner Sumber Stres Pilot Airline dan instrumen SCL-90 sebelum melakukan penelitian.
Peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada responden yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Lakespra Saryanto Jakarta pada bulan Agustus-Oktober 2013.
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
33
Responden diminta mengisi Kuesioner Demografi, Kuesioner Sumber Stres Pilot Airline, dan kuesioner SCL-90.
Peneliti mengumpulkan Kuesioner Demografi, Kuesioner Sumber Stres Pilot Airline, dan kuesioner SCL-90 dan mengolahnya dengan menggunakan program SPSS.
3.8. IDENTIFIKASI VARIABEL 3.8.1. Variabel tergantung
Tabel 3.1 Variabel tergantung Variabel
Definisi
Psikopatologi
Skala
Gejala psikiatri yang Nominal
Keterangan 1. Ada
dirasakan seseorang akibat adanya stres
psikopatologi 2. Tidak ada psikopatologi
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
34
3.8.1. Variabel bebas
Tabel 3.2 Variabel bebas Variabel
Definisi
Skala Interval
Keterangan
Tingkat stres
Tingkatan suatu keadaan
1. Rendah
penerbang
yang mengganggu dan dapat
2. Sedang
mempengaruhi fungsi fisik
3. Tinggi
maupun psikologi yang
4. Sangat tinggi
normal dari seorang penerbang yang disebabkan karena stresor penerbangan Sumber stres
Stimulus atau kejadian yang
Nominal
1. Kondisi kerja
penerbang
mengharuskan seorang
2. Fisik
penerbang beradaptasi
lingkungan kerja
dengan beberapa jalan, baik
3. Pengembangan
secara emosi, fisiologi, atau
karir
perilaku. Sumber stres
4. Organisasi
berupa psikososial,
5. Interpersonal
lingkungan, fisiologi, dan
dalam tugas
kognitif.
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
35
3.9. KERANGKA KERJA
Persetujuan Etik
Persetujuan pelaksanaan penelitian dari Lakespra Saryanto
Populasi penerbang militer
Kriteria Inklusi: Penerbang militer aktif Menjalankan tugas minimal enam bulan Kriteria Eksklusi: Sedang sakit atau dirawat di rumah sakit
Informed consent
Sampel Kuesioner demografi, Kuesioner sumber stres pilot airlines modifikasi, dan SCL 90
Instrumen
Data demografi, stres dan psikopatologi Analisis data
Hasil Penelitian
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
36
3.10. Definisi Operasional Supaya tidak terjadi makna ganda, maka dibuatlah batasan-batasan. Yang termasuk didalam definisi operasional adalah: 3.10.1. Stresor Penerbang Stresor penerbang merupakan suatu stimulus atau kejadian yang mengharuskan seorang penerbang beradaptasi dengan beberapa jalan, baik secara emosi, fisiologi, atau perilaku. Stresor penerbangan bisa berupa psikososial, lingkungan, fisiologi, dan kognitif. 5 Stres penerbang diukur dengan menggunakan Kuesioner Sumber Stres Pilot Airlines modifikasi.10 3.10.2. Stres Penerbang Stres
penerbang
adalah
suatu
keadaan
yang
dapat
mengganggu
dan
mempengaruhi fungsi fisik dan psikologi yang normal seorang penerbang yang diakibatkan stresor penerbangan.14 Stres penerbang diukur dengan menggunakan Kuesioner Sumber Stres Pilot Airlines modifikasi.10 3.10.3. Gejala Psikopatologi Gejala psikopatologi adalah keluhan atau gejala klinis psikiatri yang dirasakan oleh seseorang, bersifat ringan namun bisa berubah menjadi gangguan psikiatri yang berat. Gejala ini diantaranya gangguan depresi tanpa gejala psikotik, cemas, keluhan somatik, sulit konsentrasi dan membuat keputusan, mudah lupa, insomnia, lelah, mudah marah, dan merasa tidak berguna. 8,12 Pengukuran gejala psikopatologi dengan menggunakan kuesioner SCL-90.30 3.10.4. Umur Umur ditentukan berdasarkan ulang tahun terakhir yang telah dilalui oleh responden saat menjawab kuesioner penelitian. Umur dikelompokkan menjadi kurang dari 30 tahun dan lebih dari 30 tahun. 3.10.6. Pendidikan Pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti responden. Terdiri atas dua jenjang yaitu akademi dan sarjana.
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
37
3.10.7. Lama Kerja Lama kerja dihitung berdasarkan tahun pertama kali bertugas sebagai penerbang militer. Terbagi atas empat kelompok, yaitu kurang dari 5 tahun, 5-10 tahun, 1020 tahun, dan lebih dari 20 tahun. 3.10.7. Jam Terbang Total Jam terbang total dihitung mulai dari responden bertugas sebagai penerbang militer hingga saat diperiksa. Terdiri atas lima kelompok dengan jumlah jam terbang kurang dari 1000 jam, 1001-2000 jam, 2001-3000 jam, 3001-4000 jam, dan lebih dari 4001 jam. 3.10.8. Status kualifikasi profesi Status kualifikasi profesi pada penerbang transport, intai, dan helikopter digolongkan menjadi dua yaitu kapten dan kopilot. Status kualifikasi pada penerbang tempur digolongkan menjadi tiga yaitu wing man dan element reader. Kualifikasi lainnya adalah transisi yaitu penerbang dalam proses adaptasi dan instruktur yaitu penerbang yang memiliki kualifikasi untuk melatih seorang penerbang. 3.10.9. Tipe Pesawat yang Dikemudikan Tipe pesawat yang dikemudikan adalah pesawat yang dikemudikan oleh responden selama enam bulan terakhir. Terdapat lima pesawat militer yang dimiliki :
Pesawat tempur
Pesawat transportasi
Pesawat intai
Pesawat latih
Helikopter
3.11. MANAJEMEN DAN ANALISIS DATA Langkah-langkah pada tahap analisis data adalah: a.
Pengumpulan lembar kuesioner demografi, sumber stres pilot airline, dan SCL 90 Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
38
b.
Editing yaitu pemisahan data yang relevan
c.
Coding yaitu memberikan kode-kode pada data yang merupakan jawaban dari responden
d.
Rekapitulasi
e.
Pengelompokan
f.
Tabulasi yaitu pengelompokan jawaban kuesioner dalam suatu tabulasi data
g.
Data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi
h.
Analisis data dengan uji statistik nonparametrik menggunakan program SPSS
3.12. MASALAH ETIK Responden diberi penjelasan tentang tujuan penelitian sebelum penelitian dilakukan. Semua data dan hal yang menyangkut pribadi responden akan dijaga kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk penelitian.
3.13. ORGANISASI PENELITI Peneliti
: dr. Tara Aseana
Pembimbing I (Penelitian)
: dr. Natalia W, Sp.KJ (K)
Pembimbing II (Akademik) : Prof. Dr. dr. R. Irawati I.M, Sp.KJ (K), M.Epid
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
39
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan potong lintang untuk menilai hubungan antara tingkat stres penerbang dan gejala psikopatologi pada penerbang militer. Penelitian ini telah dilakukan di Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa Jakarta selama empat bulan dari bulan Agustus - November 2013. Selama penelitian tersebut telah berhasil dikumpulkan 107 penerbang militer sebagai subyek penelitian terpilih, yang telah memenuhi kriteria inklusi sebanyak 103 penerbang. Berikut akan disajikan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan.
4.1.
Gambaran Deskriptif Hasil Penelitian
4.1.1 Karakteristik Subyek Penelitian Tabel 4.1 menggambarkan sebaran subyek penelitian menurut umur, pangkat, kualifikasi profesi, lama kerja, pendidikan terakhir, status perkawinan, jam terbang total, dan jenis pesawat. Subyek penelitian berusia antara 24-45 tahun dengan nilai rata-rata 30.57 tahun (SD ± 4.87). Umur subyek penelitian sebagian besar berusia diatas 30 tahun dengan jumlah 54 subyek (52.4%). Secara berurutan pangkat subyek penelitian yang terbanyak adalah Letnan Satu berjumlah 30 subyek penelitian (29.1%) disusul dengan pangkat Kapten berjumlah 26 subyek penelitian (25.2%). Lama kerja subyek penelitian memiliki rentang waktu hampir sama. Pendidikan formal terakhir yang diikuti oleh subyek penelitian sebagian besar adalah Diploma yaitu berjumlah 60 subyek penelitian (58.3%). Sebagian besar subyek penelitian sudah menikah sebesar 68.9% atau 71 subyek penelitian. Sebagian besar subyek penelitian memiliki jam terbang kurang dari 1000 jam yaitu 47 subyek penelitian (45.6%). Secara berurutan jenis pesawat yang diterbangkan adalah pesawat transportasi sebesar 36 subyek penelitian (35%) disusul oleh pesawat tempur berjumlah 35 subyek penelitian (34%). Sebagian besar subyek penelitian memiliki kualifikasi instruktur dengan jumlah 40 subyek penelitian (38.8%).
39
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
40
Tabel 4.1 Sebaran subyek penelitian menurut umur, pangkat, lama kerja, pendidikan terakhir, status perkawinan, jam terbang total, dan jenis pesawat, dan kualifikasi Karakteristik
Jumlah
Persentase
(n=103)
(%)
< 30 tahun
49
47.6
≥ 30 tahun
54
52.4*
Letnan Dua
17
16.5
Letnan Satu
30
29.1*
Kapten
26
25.2*
Mayor
20
19.4
Letnan Kolonel
10
9.7
<5 tahun
33
32
5 – 10 tahun
36
35
>10 tahun
34
33
D3
60
58.3*
Sarjana
43
41.7
Belum menikah
32
31.1
Menikah
71
68.9*
< 1000 jam
47
45.6*
1001-2000 jam
25
24.3
2001-3000 jam
19
18.4
3001-4000 jam
8
7.8
>4001 jam
4
3.9
Umur
Pangkat
Lama kerja
Pendidikan terakhir
Status perkawinan
Jam terbang total
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
41
Tipe pesawat Tempur
35
34.0*
Transportasi
36
35.0*
Intai
5
4.9
Helikopter
25
24.3
Latih
2
1.9
Instruktur
40
38.8*
Wingman
8
7.8
Kapten
13
12.6
Kopilot
23
22.3
Transisi
5
4.9
Element reader
14
13.6
Kualifikasi profesi
*Nilai tertinggi 4.1.2. Gambaran tingkat stres penerbang dan gejala psikopatologi pada subyek penelitian. Sebagian besar subyek penelitian berada pada tingkat stres sedang berjumlah 53 subyek (51.5%). Sebagian besar subyek penelitian tidak mengalami psikopatologi berjumlah 95 subyek (92.2%). Tabel 4.2 Tingkat stres penerbang dan psikopatologi pada subyek penelitian Tingkat stres dan Psikopatologi
Jumlah (n=103)
Persentase (%)
Tingkat stres Ringan
26
25.5
Sedang
53
51.5*
Tinggi
24
23.3
Sangat tinggi
0
0
Tidak ada psikopatologi
95
92.2*
Ada psikopatologi
8
7.8
Psikopatologi
*Nilai tertinggi Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
42
Kelima aspek yang terdapat dalam sumber stres yang dianggap oleh subyek penelitian sebagai kondisi yang paling sering mengakibatkan stres dinilai dengan mencari nilai mean masing-masing aspek. Masing-masing subyek penelitian dinilai jumlah total masing-masing aspek sumber stres, bila nilainya sesuai dengan nilai mean atau lebih maka aspek tersebut dianggap sebagai sumber stres, namun apabila kurang dari nilai mean maka dianggap bukan sumber stres. Dari kelima aspek besarannya hampir sama dengan jumlah 53 – 54 subyek penelitian (51.5% - 52.4%). Hal ini terlihat dalam tabel 4.3.
Tabel 4.3 Sumber stres berdasarkan kategori / aspeknya yang dianggap oleh subyek penelitian sebagai kondisi yang sering mengakibatkan stres Sumber Stres
Kondisi kerja
Fisik lingkungan kerja
Pengembangan karir
Organisasi
Mean
2.578
2.375
2.555
2.700
Interpersonal dalam
2.444
Jumlah
Persentase
(n=103)
(%)
Bukan
50
48.5
Ya
53
51.5
Bukan
50
48.5
Ya
53
51.5
Bukan
50
48.5
Ya
53
51.5
Bukan
50
48.5
Ya
53
51.5
Bukan
49
47.6
Ya
54
52.4
tugas
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
43
Sepuluh sumber stres yang dianggap oleh subyek penelitian sebagai kondisi yang paling sering mengakibatkan stres tercantum pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Sepuluh sumber stres terbanyak pada subyek penelitian No
Sumber Stres Penerbang
1.
Kesesuaian pendapatan (salary) dengan tanggung jawab dan risiko pekerjaan 2. Paket kesejahteraan kurang memuaskan. 3. Keadaan darurat (emergency) dalam penerbangan (cruising). 4. Pemeriksaan kesehatan (Medical examination). 5. Pelayanan dalam pemeliharaan dan perawatan pesawat secara tekhnis yang kurang baik. 6. Keadaan alat bantu kemudi yang kurang sempurna namun masih dapat berfungsi. 7. Uji ketrampilan untuk mempertahankan lisensi terbang (Proficiency check). 8. Kondisi pesawat yang kurang baik/prima sebelum terbang. 9. Fase tinggal landas (take-off phase). 10. Fase mendarat (landing phase)
Jumlah (subyek penelitian) 18 11 10 10 10 9 9 8 8 7
Subskala gejala psikopatologi yang banyak dialami subyek penelitian dengan hasil SCL-90 ≥61 tercantum pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. Subskala gejala psikopatologi pada subyek penelitian dengan hasil SCL-90 ≥ 61. No 1. 2. 3. 4
Subskala gejala psikopatologi Paranoid Skala tambahan Hostilitas Sensitivitas interpersonal
Frekuensi (n=8) 4 2 1 1
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
44
4.2. Hubungan Faktor Risiko dan Tingkat Stres Subyek Penelitian Terhadap Terjadinya Gejala Psikopatologi
Tabel 4.6 Hubungan faktor risiko dan tingkat stres subyek penelitian terhadap terjadinya gejala psikopatologi Faktor risiko
SCL 90 <61 n %
n
P
RPc (IK 95%)
≥61 %
Umur ≥30 th <30 th
49 46
90.7 93.9
5 3
9.3 6.1
0.718
Rujukan 0.639 (0.144-2.827)
Perwira Menengah† Perwira Pertama†
26 69
86.7 94.5
4 4
13.3 5.5
0.226
Rujukan 0.377 (0.088-1.618)
>10 th ≤ 10 th†
26 69
86.7 94.5
4 4
13.3 5.5
0.226
Rujukan 0.377 (0.088-1.618)
Sarjana Akademik
54 41
90.0 95.3
6 2
10.0 4.7
0.463
Rujukan 0.439 (0.084-2.288)
Belum menikah Menikah
32 63
100 86.4
0 8
0 11
0.055
Rujukan -
> 2000 jam† ≤ 2000 jam†
26 69
83.9 95.8
5 3
16.1 4.2
0.051
Rujukan 0.226 (0.050-1.014)
Rotary wing† Fix wing†
24 71
96.0 91.0
1 7
4.0 9.0
0.676
Rujukan 2.366 (0.277-20.228)
Instruktur Non instruktur†
36 59
90.0 93.7
4 4
10.0 6.3
0.708
Rujukan 0.610 (0.144-2.592)
Ringan –sedang† Tinggi
75 20
94.9 83.3
4 4
5.1 16.7
0.083
Rujukan 3.750 (0.861-16.327)
Pangkat
Lama kerja
Pendidikan
Status perkawinan
Jam terbang
Tipe pesawat
Kualifikasi
Tingkat stres †Digabung saat penghitungan
Hubungan antara pangkat dan terjadinya psikopatologi dianalisis dengan menggabungkan tingkatan pangkat. Penggabungan itu adalah Letnan Dua, Letnan Satu, dan Kapten digabung menjadi Perwira Pertama dan Mayor serta Letnan Kolonel digabung menjadi Perwira Menengah. Sebagian besar subyek penelitian yang berpangkat mayor mengalami psikopatologi dengan jumlah 4 subyek (20%). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pangkat dengan terjadinya Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
45
psikopatologi dengan nilai p=0.226 ( > 0.05) dan Ratio Prevalence (RP) 2.65 ( IK 95% 0.51-13.92).
Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan terjadinya psikopatologi dengan nilai p=0.345 (>0.05). Lama kerja dianalisis dengan menggabungkan lama kerja ≤ 5 tahun dengan 5-10 tahun menjadi ≤ 10 tahun. Lama kerja > 10 tahun mengalami psikopatologi paling banyak yaitu sebanyak 4 subyek (11.8%). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama kerja terhadap psikopatologi dengan nilai p=0.434 (>0.05). Pendidikan formal subyek penelitian tidak memberikan hubungan yang bermakna terhadap terjadinya psikopatologi dengan nilai p=0.463 (>0.05) RP 2.28 (IK 95% 0.38-17.30). Tidak ada hubungan yang bermakna antara status perkawinan dengan
munculnya
psikopatologi dengan nilai p = 0.055 (>0.05). Analisis jam terbang dilakukan dengan penggabungan jam terbang menjadi ≤ 2000 jam dan > 2000 jam. Sebagian besar subyek dengan jam terbang 2001-3000 jam mengalami psikopatologi dengan jumlah 4 subyek (21.1%). Tidak ada hubungan antara jam terbang dengan terjadinya psikopatologi dengan nilai p=0.051 (> 0.05) RP 4.42 (IK 95% 0.84-25.53).
Analisis tipe pesawat yang diterbangkan oleh subyek penelitian digabungkan menjadi fix wing ( pesawat tempur, transportasi, latih, dan intai) dan rotary wing (pesawat helikopter). Tipe pesawat tempur dan transportasi memiliki besaran yang sama untuk terjadinya psikopatologi yaitu 3 subyek (8.6%). Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis pesawat dan terjadinya psikopatologi dengan nilai p=0.675 (> 0.05) RP 2.37 (IK 95% 0.27-53.79).
Analisis kualifikasi subyek penelitian digabungkan menjadi instruktur dan non instruktur (kapten, wingman, kopilot, element reader, dan transisi). Tidak ada hubungan yang bermakna antara kualifikasi subyek penelitian dengan terjadinya psikopatologi dengan nilai p=0.436 (>0.05) RP 2.04 (IK 95% 0.36–12.35). Tingkat stres penerbang dibagi menjadi ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
46
Analisis tingkat stres penerbang digabung menjadi berat dan ringan sedang. Tidak ada hubungan antara tingkat stres penerbang dengan terjadinya psikopatologi dengan nilai p=0.083 (> 0.05) RP 3.75 (IK 95% 0.70-20.09).
4.3. Hubungan Sumber Stres Berdasarkan Aspek Terhadap Terjadinya Gejala Psikopatologi pada Subyek Penelitian Aspek sumber stres tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap terjadinya gejala psikopatologi pada subyek penelitian dengan hasil p masing-masing variabel lebih dari 0.05.
Tabel 4.7 Hubungan aspek sumber stres terhadap terjadinya gejala psikopatologi pada subyek penelitian Aspek sumber stres
SCL 90 <61 ≥61 n % n %
Nilai p
RPc (IK 95%)
Kondisi kerja Bukan Ya
49 46
98 86.8
1 7
3.9 13.2
0.061
Rujukan 7.457 (0.883-62.970)
Bukan Ya
48 47
96.0 88.7
2 6
4.0 11.3
0.271
Rujukan 3.064 (0.588-15.954)
Bukan Ya
49 46
98.0 86.8
1 7
2.0 13.2
0.061
Rujukan 7.457 (0.883-62.970)
Bukan Ya
50 45
100 84.9
0 8
0 15.1
0.006
Rujukan -
Bukan Ya
47 48
95.9 88.9
2 6
4.1 11.1
0.274
Rujukan 2.938 (0.564-15.297)
Fisik lingkungan kerja
Pengembangan karir
Organisasi
Interpersonal dalam tugas
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
47
BAB 5 BAHASAN
5.1. Gejala Psikopatologi Subyek Penelitian Pengukuran gejala psikopatologi dilakukan dengan menggunakan instrumen SCL90 dan didapatkan 7.8% subyek penelitian mengalami gejala psikopatologi. Penelitian Otto J membandingkan jumlah United State Air Force (USAF) remotely piloted aircraft (RPA) dengan USAF manned aircraft (MA) yang mendapatkan tugas di Irak dan Afghanistan yang mengalami masalah dengan kesehatan jiwa. Penelitian ini menunjukkan 8.2% (n=58) RPA dan 6% (n=313) MA mengalami masalah dengan kesehatan jiwa. 3 Penelitian yang dilakukan oleh Feijo (2012) terhadap penerbang sipil di Brasil menghasilkan prevalensi penerbang yang mengalami gejala psikopatologi sebesar 6.7%. Penelitian ini menggunakan kuesioner SRQ 20 untuk menilai psikopatologi dengan cutoff point 8.8 Penelitian yang dilakukan oleh Widyahening (2007) menghasilkan prevalensi penerbang sipil di Indonesia sebesar 39.4% yang mengalami gejala psikopatologi. Penelitian ini menggunakan instrumen SCL-90 dengan cutoff point 61.10
Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi gejala psikopatologi pada penerbang militer hampir sama dengan prevalensi penerbang USAF. Penelitian yang dilakukan oleh Otto J terhadap penerbang USAF menyatakan bahwa rendahnya prevalensi penerbang USAF yang mengalami masalah kesehatan jiwa karena penerbang USAF memiliki kognitif yang tinggi, dapat melewati test fisik dan kesehatan, adanya pemeriksaan psikologi yang standar, dan pengecekan masalah hukum dan kebiasaannya, dan adanya program latihan penerbangan. dokter skadron mengevaluasi kemampuan seorang penerbang termasuk masalah emosi dan kebiasaannya.3 Subyek penelitian melewati beberapa test sebelum menjadi penerbang militer, diantaranya test kesehatan, psikologi, dan test terbang. Selama menjalani tugas sebagai penerbang, subyek penelitian selalu dilatih ketrampilan terbangnya dan adanya pemeriksaan kesehatan secara rutin setahun sekali. Masalah kesehatan dan emosi dievaluasi oleh dokter skadron.
47
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
48
Prevalensi gejala psikopatologi penerbang militer di Indonesia lebih kecil dibandingkan prevalensi gejala psikopatologi penerbang sipil di Indonesia. Hal ini disebabkan karena karakter dari kedua populasi ini berbeda. Penerbang militer harus memiliki karakter kepribadian yang kuat saat menghadapi lingkungan yang penuh dengan tekanan. Hal ini terlihat saat awal dilakukan tes menjadi penerbang militer. Seorang calon penerbang dilihat ketrampilan terbang dan kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan ketinggian. Saat menjalankan tugas sebagai penerbang aktif, seorang penerbang hidup dalam lingkungan yang penuh tekanan baik dalam penerbangan maupun di darat dengan tujuan melatih penerbang selalu siap menghadapi situasi yang berat sehingga dia dapat mempertahankan ketrampilan terbangnya. Gejala psikopatologi yang muncul yang diakibatkan stres yang tinggi berhubungan dengan ciri kepribadian, mekanisme adaptasi, dan kognitif seseorang dalam menghadapi stresor, namun faktor tersebut tidak diteliti di penelitian ini.
Dari delapan subyek penelitian yang mengalami gejala psikopatologi, gejala psikopatologi terbanyak adalah paranoid. Cara seseorang menghadapi masalah dipengaruhi oleh karakternya. Penerbang militer selalu di latih agar selalu waspada terhadap adanya musuh yang akan membahayakan negara. Sikap selalu waspada ini menetap pada diri seorang penerbang militer. Meskipun gejala paranoid ini bukan suatu gangguan melainkan suatu gejala, namu perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut karena sudah memiliki risiko menjadi gangguan.20,21,22
5.2. Stres Subyek Penelitian Stres penerbang diukur dengan dua cara yaitu tingkat stres dan sumber stres. 5.2.1. Tingkat stres subyek penelitian Penerbang militer bekerja pada lingkungan yang memiliki potensi sebagai stresor. Stresor didapatkan bukan hanya dari lingkungan pekerjaan melainkan dari faktor psikososial. Stresor bisa menyebabkan stres pada seseorang tergantung kognitif, kepribadian, dan mekanisme adaptasi seseorang menghadapi stresor tersebut. Penerbang militer telah dilatih baik secara fisik maupun mental untuk menghadapi stresor yang dapat menimpa seorang penerbang. Tingkat stres penerbang diukur Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
49
dengan menggunakan kuesioner Sumber Stres Pilot Airline yang telah dimodifikasi.
Sebagian besar subyek penelitian mengalami stres sedang (51.5%) disusul dengan stres ringan (25.5%) lalu stres berat (23.3%). Tidak ada subyek penelitian yang mengalami stres sangat berat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi tahun 2007 terhadap penerbang militer Angkatan Udara Iran yang sebagian besar mengalami stres sedang sebesar 48.3% disusul dengan stres ringan 33.7%, stres sangat ringan 4.5%. Tidak ada penerbang yang mengalami stres sangat berat.2 Cambell dalam tulisannya mengatakan bahwa penerbang militer meskipun hidup dalam lingkungan yang tinggi tingkat stresnya namun tidak menyebabkan stres karena sebagian besar dari mereka menggunakan mekanisme adaptasi fokus pada penyelesaian masalah dan menekan emosinya saat menghadapi masalah. Dengan mekanisme adaptasi ini stresor berat yang dihadapi seorang penerbang militer bisa diatasinya sehingga tidak menyebabkan stres dan dapat mempertahankan kinerja kerjanya.31
5.2.2. Sumber stres subyek penelitian Jenis sumber yang dianggap paling menimbulkan stres bagi subyek penelitian dilakukan dengan cara melihat aspek yang dianggap paling menimbulkan stres oleh masing-masing subyek penelitian. Aspek kondisi kerja, fisik lingkungan kerja, pengembangan karir, organisasi dan interpersonal dalam tugas dianggap oleh subyek penelitian sebagai sumber stres dengan jumlah subyek penelitian yang hampir sama. Subyek penelitian terbanyak menganggap aspek interpersonal dalam tugas merupakan sumber stres dengan jumlah subyek penelitian 54 subyek penelitian (52.4%) dan aspek yang lain masing-masing sebanyak 53 subyek penelitian (51.5%).
Sumber stres yang dianggap oleh subyek penelitian sebagai kondisi yang sering mengakibatkan stres yang terbanyak adalah kesesuaian pendapatan dengan tanggung jawab dan risiko pekerjaan. Terdapat 18 subyek penelitian menganggap aspek ini bisa menyebabkan stres disusul dengan paket kesejahteraan kurang Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
50
memuaskan sebanyak 11 subyek. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi tahun 2007 terhadap penerbang militer Angkatan Udara Iran memperlihatkan bahwa sumber stres tertinggi pada penerbang Angkatan Udara Iran adalah stres kehidupan dan stres organisasi. Stres kehidupan seperti hubungan dengan istri, komunikasi dengan anak, hubungan dengan orang lain, manajemen keuangan keluarga, konflik keluarga dapat memberikan pengaruh untuk membuat stres yang berat dan memberikan dampak yang besar pada kepuasan kerja. 2
Sebagian besar subyek penelitian berusia di usia dewasa (30 tahun). Teori Erick Erickson tentang perkembangan psikososial usia ini berada pada tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini sesorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen hidup bersama dengan orang lain. Mereka yang berhasil pada tahap ini akan mengembangkan dan mempertahankan hubungan dengan komitmen tersebut.15 Hal ini yang dapat menjelaskan tentang kesesuaian pendapatan dengan tanggung jawab dan risiko pekerjaan dan paket kesejahteraan kurang memuaskan menempati stresor tertinggi yang dialami subyek penelitian. Sebagian besar dari subyek penelitian sudah menikah serta memiliki istri dan anak. Apabila pendapatan seorang penerbang dianggap tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarganya bisa menjadi potensi sebagai stresor bagi kehidupan profesionalnya sebagai penerbang. Penelitian yang dilakukan terhadap penerbang helikopter untuk mengawasi pantai di USA tahun 2000 menemukan bahwa masalah di rumah meningkatkan stres pekerjaan bagi penerbang. 32
Pemeriksaan kesehatan dan uji ketrampilan untuk mempertahankan lisensi terbang juga merupakan stresor yang tinggi bagi subyek penelitian. Setahun sekali penerbang militer menjalani pemeriksaan kesehatan di Lakespra Jakarta. Apabila ada hasil pemeriksaan yang tidak memungkinkan mereka untuk terbang maka akan dibuat surat perintah larangan terbang untuk sementara. Mereka harus berkonsultasi dengan dokter militer dan menjalani terapi hingga mereka dinyatakan layak untuk terbang. Waktu yang diperlukan untuk menjalani terapi oleh seorang penerbang tergantung pada masalah medis yang dialaminya. Misalnya pada saat seorang penerbang dilarang terbang karena masalah berat Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
51
badan yang berlebih, maka dia harus menjalai terapi untuk menurunkan berat badannya. Hal ini bisa membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan berat badan yang ditentukan. Apabila mereka tidak terbang maka pengembangan karirnya dapat terhambat. Pengembangan karir yang tidak jelas atau tertunda merupakan stresor bagi seorang penerbang.
Stresor lainnya adalah masalah kondisi dalam pekerjaan tersebut, diantaranya keadaan darurat dalam penerbangan, kondisi pesawat yang kurang baik/prima sebelum terbang, fase tinggal landas dan fase mendarat. Keadaan darurat penerbangan adalah keadaan yang memiliki potensi keberbahayaan. Kondisi pesawat yang kurang baik/prima sebelum terbang memiliki potensi
untuk
munculnya keadaan darurat. Kedua kondisi ini bisa memunculkan stres bagi seseorang. Fase tinggal landas dan fase mendarat merupakan salah satu stresor yang dapat membuat stres berat. Hal ini sesuai dengan suatu pengamatan terhadap hubungan kecelakaan terbang dengan fase penerbangan. Kecelakaan sering terjadi selama fase approaches dan landing. Fase landing merupakan fase yang beban kerja dan kelelahannya adalah maksimal dan disusul dengan fase tinggal landas.13,17
Masalah di organisasi yang dapat menyebabkan stres bagi penerbang adalah pelayanan dalam pemeliharaan dan perawatan pesawat secara tekhnis yang kurang baik. Perawatan dan pemeliharaan pesawat militer telah dicantumkan dalam buku petunjuk pemeliharaan. Pemeliharaan pesawat yang tercantum dalam buku dapat segera dilakukan, namun ada beberapa kasus yang tidak tercantum dalam buku petunjuk. Hal ini memerlukan waktu yang cukup bermakna untuk memperoleh solusinya. Permasalahan kesiapan operasi udara terutama satuan yang jauh dari pangkalan induk adalah menunggu bantuan dari pusat menjadikan kesiapan operasi udara lebih lama.33 Pada penelitian yang dilakukan oleh Fazzry yang menyatakan sering terjadi keterlambatan kesiapan pesawat di salah satu skadron di Indonesia setelah melaksanakan inspeksi secara periode, sehingga dapat mempengaruhi kesiapan jumlah pesawat tiap bulannya. 34
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
52
Kondisi fisik di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan stres adalah keadaan alat bantu kemudi yang kurang sempurna namun masih dapat berfungsi. Alat bantu kemudi yang kurang sempurna namun masih bisa berfungsi memiliki potensi untuk masuk dalam situasi emergency penerbangan. Hal ini menyebabkan tingkat stres meningkat.
5.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Psikopatologi 5.3.1. Stres penerbang Dari tinjauan pustaka telah dijelaskan bahwa seseorang yang mengalami stres tinggi memiliki risiko yang tinggi muncul gejala psikopatologi. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan stres yang tinggi dengan munculnya gejala psikopatologi pada subyek penelitian (p 0.083). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Otto terhadap penerbang USAF. Meskipun penelitian yang dilakukan Otto tidak meneliti hubungan antara stres yang tinggi dengan munculnya gejala psikopatologi, namun penelitian ini dilakukan kepada penerbang drones USAF yang bertugas di daerah konflik di Irak dan Afganistan. Subyek pada penelitian dilaporkan memiliki tingkat stres yang tinggi dan mengalami kejenuhan.3
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi penerbang USAF yang mengalami masalah dengan kesehatan jiwa rendah. Prevalensi yang rendah pada penerbang drones USAF dikarenakan subyek penelitian memiliki kognitif yang tinggi, dapat melewati test fisik dan kesehatan, adanya pemeriksaan psikologi yang standar, dan pengecekan masalah hukum dan kebiasaannya, dan adanya program latihan penerbangan. Dokter skadron mengevaluasi kemampuan seorang penerbang termasuk masalah emosi dan kebiasaannya.3
Penelitian yang dilakukan oleh Lollis terhadap penerbang dan navigator militer di USAF tahun 2009. Hasil penelitian ini adalah prevalensi penerbang dan navigator USAF yang mengalami gangguan depresi mayor sebesar 0.06%. Data didapatkan dari database dari The Air Force Researc Laboratory Institutional Review Board, Wright-Petterson Air Force Base. Didapatkan 17.781 data dengan 51 kasus Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
53
gangguan depresi mayor (8 kasus episode berulang dan 43 kasus episode tunggal). Semua kasus yang berulang mendapatkan diskualifikasi terbang dan kasus episode tunggal mendapatkan waiver terbang. Prevalensi ini lebih rendah daripada prevalensi gangguan depresi mayor dengan populasi umum (6.7%), populasi eksekutif (2.8%), dan populasi profesional (4.1%) di Amerika.35
Hal ini disebabkan karena adanya proses seleksi yang sangat selektif dan adanya program latihan yang selalu dilakukan oleh penerbang. Pada proses seleksi seorang penerbang harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi, menyukai petualangan, orientasi akan kesuksesan, berambisi, fokus pada tugas, bisa bekerja sendiri meskipun dalam pekerjaannya merupakan suatu tim, menghindari instrospeksi emosi, kognitif tinggi, menyukai aktifitas yang agresif, memiliki motivasi yang tinggi untuk terbang. Seorang bisa menjadi penerbang yang handal bila dia memiliki ketrampilan memimpin, bekomunikasi, kemampuan mengambil keputusan, berorganisasi dan merencanakan, menganalisis, empati, kedewasaan emosi, motivasi, dan energi.35
Subyek penelitian pada penelitian ini berdasarkan tinjauan pustaka adalah sekelompok orang yang sudah terbiasa hidup dalam lingkungan yang penuh tekanan baik di darat maupun di penerbangan. Lingkungan penuh tekanan ini bertujuan untuk melatih subyek penelitian terbiasa menghadapi situasi yang berat namun mereka dapat mempertahankan ketrampilan terbangnya. Subyek penelitian sebelum menjadi penerbang militer harus menjalani beberapa test diantaranya test kesehatan, psikologi, dan terbang. Jadi untuk menjadi seorang penerbang harus memiliki kognitif yang tinggi, dapat melewati test fisik dan kesehatan, dan dapat terbang dengan stresor yang tinggi. Mereka juga selalu melakukan program latihan terbang dan ada dokter skadron yang selalu mengevaluasi masalah kesehatan dan emosi seorang penerbang.
5.3.2. Umur, pangkat, lama kerja, dan kualifikasi profesi Umur, pangkat, dan kualifikasi profesi tidak memberikan hubungan terhadap munculnya psikopatologi. Penelitian ini menunjukkan sebagian besar subyek Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
54
penelitian yang berpangkat Mayor yang mengalami psikopatologi dengan jumlah 4 subyek (50%) disusul dengan Letnan Satu berjumlah 2 (25%) subyek dan Kapten 2 subyek (25%). Pada tahap pangkat Mayor ini subyek penelitian masih aktif terbang namun tidak semua subyek memiliki jabatan di skadron. Pada tahap ini subyek penelitian disiapkan untuk menjadi Komandan Skadron. Komandan Skadron dipilih satu dari tiap angkatan. Ada beberapa kognitif yang khas yang dapat dijumpai pada seorang penerbang, seperti must and should, choice and no choice, gagal fokus pada here and now, maka apabila kenyataan tidak sesuai dengan harapan maka seseorang berpotensi mengalami gejala psikopatologi. Penelitian ini tidak meneliti tentang kognitif penerbang sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Dari keempat mayor yang muncul gejala psikopatologi, keempatnya berusia lebih dari 30 tahun dan memiliki kualifikasi profesi instruktur. Dari hasil penelitian subyek penelitian berusia lebih dari 30 tahun sebagian besar mengalami gejala psikopatologi yaitu berjumlah 5 subyek penelitian (62.5%) dan sebagian besar memiliki kualifikasi instruktur sebanyak 4 subyek penelitian (50%) disusul dengan kapten berjumlah 2 subyek penelitian (25%) dan kopilot dan wingman berjumlah masing-masing 1 subyek penelitian (12.5%).
5.3.3. Pendidikan terakhir Pendidikan tidak berhubungan dengan munculnya gejala psikopatologi. Subyek penelitian mendapatkan pendidikan akademi yang sama yaitu Akademi Militer selama tiga tahun dan dilanjutkan dengan sekolah penerbangan selama dua tahun. Pendidikan formal lanjutan yang diikuti oleh subyek penelitian tidak berhubungan dengan pendidikan terbangnya.
5.3.4. Jam terbang total Penelitian yang dilakukan oleh Chappelle terhadap penerbang drones USAF menunjukkan penerbang yang memiliki jam terbang lebih dari 50 jam perminggu dan bekerja lebih dari 24 minggu memiliki risiko lebih tinggi mengalami post traumatic stress disorder.38 Penelitian yang dilakukan oleh Feijo terhadap Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
55
penerbang sipil di Brazil menemukan risiko munculnya gejala psikopatologi pada penerbang diakibatkan karena beban kerja yang tinggi dan olah raga yang tidak teratur. Beban kerja yang tinggi dinilai berdasarkan total jam terbang per bulan.8
Jam terbang pada penelitian ini adalah jam terbang total yang ditempuh subyek penelitian mulai saat menjalankan tugas terbang hingga saat dilakukan penelitian. Seperti yang telah dijelaskan di tinjauan pustaka bahwa jam terbang yang ditempuh oleh subyek penelitian berhubungan dengan kesiapan pesawat, kesiapan diri dari penerbang, dan misi yang dijalankan. Hal ini menyebabkan karakteristik jam terbang subyek penelitian ini berbeda-beda pada tiap skadron. Jam terbang maksimal seorang penerbang militer adalah 8 jam perhari. Apabila negara membutuhkan jam terbang lebih dari 8 jam perhari misalnya dalam rangka misi kemanusiaan saat bencana alam, maka akan diberlakukan double crew sehingga jam terbang tidak melebihi 8 jam perhari.
Pada penelitian ini tidak tergambar beban kerja subyek penelitian meningkat akibat jam terbang yang tinggi. Semakin tinggi jam terbang seorang penerbang semakin dia mengenal karakteristik pesawat yang diterbangkannya. Dia semakin tahu tindakan atau keputusan yang akan diambilnya dengan risiko yang akan dihadapinya. Hal ini dapat membuat seorang penerbang semakin berhati-hati terhadap tindakan dan keputusan yang akan diambilnya. Sikap semakin berhatihati pada penerbang bukan suatu gejala psikopatologi melainkan suatu sikap antisipasi penerbang terhadap situasi yang mungkin bisa terjadi.
5.3.5. Tipe pesawat Jenis pesawat tidak ada hubungannya dengan terjadinya gejala psikopatologi. Subyek penelitian dengan tipe pesawat tempur dan transportasi merupakan subyek penelitian yang banyak mengalami gejala psikopatologi, yaitu masing-masing sebesar 3 subyek penelitian disusul dengan intai dan helikopter yang masingmasing sebesar 1 subyek penelitian. Berdasarkan karakteristik pesawat, pesawat tempur dan transportasi merupakan pesawat yang lebih stabil daripada pesawat helikopter. Namun masing-masing pesawat memiliki tugas yang berbeda-beda. Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
56
Salah satu tugas pesawat tempur adalah mengawasi dan menyerang bila ada musuh yang membahayakan negara. Tugas ini membutuhkan keputusan yang tepat saat akan melakukan penyerangan. Tugas pesawat transportasi diantaranya adalah pengawasan wilayah negara Indonesia terhadap ancaman dari luar, bantuan kemanusiaan bila ada bencana, dan mendukung penerjunan pasukan.
5.4. Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari adanya beberapa keterbatasan pada penelitian ini, diantaranya:
Penelitian ini menggunakan metode potong lintang, sehingga hanya diketahui hubungan antara tingkat stres dan gejala psikopatologi tanpa mengetahui penyebabnya.
Hasil jumlah subyek penelitian yang mengalami psikopatologi jumlahnya sedikit (8 subyek penelitian) sehingga saat dilakukan analisis hasilnya tidak seimbang antara subyek penelitian yang tidak mengalami gejala psikopatologi dan yang mengalami gejala psikopatologi.
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa self report sehingga diperlukan kejujuran dari subyek peneliti.
Penelitian ini tidak meneliti faktor-faktor lain yang berhubungan dengan munculnya psikopatologi, diantaranya ciri kepribadian, mekanisme adaptasi, dan kognitif subyek penelitian.
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
57
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. SIMPULAN 6.1.1. Prevalensi gejala psikopatologi yang terjadi pada penerbang militer sebesar 7.8%. Prevalensi ini hampir sama dengan prevalensi gangguan mental pada USAF RPA sebesar 8.2% dan USAF MA sebesar 6%, namun lebih rendah daripada prevalensi gejala psikopatologi yang terjadi pada penerbang sipil di Indonesia yaitu sebesar 39.4%.
6.1.2. Sebagian besar penerbang militer mengalami stres sedang (51.5%) saat menghadapi stresor penerbangan. Jenis stresor yang dianggap paling menimbulkan stres adalah kesesuain pendapatan dengan tanggung jawab dan risiko pekerjaan dan disusul dengan paket kesejahteraan kurang memuaskan.
6.1.3. Stres penerbang tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan munculnya gejala psikopatologi pada penerbang militer. Hal ini terlihat pada analisis bivariat didapatkan hasil p=0.083 (>0.05).
6.1.3. Tidak ada faktor-faktor lain yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna terhadap munculnya gejala psikopatologi yang diperlihatkan dengan adanya nilai p dari semua faktor lebih dari 0.05.
6.2. SARAN 6.2.1. Terdapat 7.8% subyek penelitian (n=103) yang mengalami gejala psikopatologi. Gejala psikopatologi yang dialami oleh subyek penelitian perlu dilakukan tatalaksana yang tepat guna mencegah berkembangnya gejala psikopatologi menjadi gangguan psikopatologi.
6.2.2. Peran dokter skadron dalam mengawasi penerbang militer sangat besar, bukan hanya dari segi fisik namun juga mental dan emosi. Perlu dilakukan 57 Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
58
pelatihan kepada dokter skadron dalam mendeteksi dini terjadinya gejala psikopatologi pada penerbang militer. Kuesioner SCL 90 dapat digunakan dokter skadron sebagai skrining penerbang militer yang memiliki indikasi mengalami gejala psikopatologi. Bila ditemukan gejala psikopatologi pada penerbang dapat dilakukan tatalaksana oleh dokter skadron. Apabila kasus tersebut tidak bisa diatasi oleh dokter skadron maka dokter skadron dapat merujuk ke psikiater militer.
6.2.3. Subyek penelitian menjalani tes terlebih dahulu sebelum menjadi penerbang. Selama menjalani tugas sebagai penerbang dilakukan program latihan dan kesehatan fisik dan mental dimonitor oleh seorang skadron. Hal-hal tersebut dapat dipertahankan untuk menghasilkan seorang penerbang yang dapat bertahan terhadap stresor dan dapat mempertahankan ketrampilan terbangnya.
6.2.4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan munculnya gejala psikopatologi seperti faktor kepribadian, kognitif, dan mekanisme adaptasi yang digunakan oleh subyek penelitian. Penelitian ini menggunakan kuesioner self report yang memiliki banyak faktor bias, perlu dilakukakan wawancara terhadap subyek penelitian untuk mendukung hasil yang didapatkan.
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
59
DAFTAR PUSTAKA
1.
Davis J, Johson R, Stepanek J. Fundamentals of aerospace medicine. 4th edition. Lippincott Williams and Wilkins, 2006.
2.
Ahmadi K, Aliresa K. Stress and job satisfaction among Air Force military pilots. Journal of Science 3 (3) : 159 – 163. 2007.
3.
Otto J, Webber M. Mental health diagnose and counseling among pilots of remotely piloted aircraft in the United States Air Force. Medical Surveillance Monthly Report. Vol 20 No 3. March 2013
4.
Bor R, Hubbard T. Aviation mental health. Psychological implications for air transportation. Ashgate publishing limited. 2006.
5.
Grice R, Katz L. Personality profiles of US Army initial entry rotary wing students versus career aviators. Technical report 1208. United State Army Research Institute for the Behavioral and Social Sciences. September 2007.
6.
Grice R, Katz L. Personality profiles of experienced US Army aviators across mission platfors. Technical report 1185. United State Army Research Institute for the Behavioral and Sciences. September 2006.
7.
Paulding T, Chappele W, Patterson J. United States Air Force School of Aerospace Medicine. USAF Flight Surgeon Survey : Aircrew mental health refferals and satisfaction with local mental health providers response. USAF School of Aerospace Medicine. Aerospace Medicine Department Clinical sciences Division. 2008.
8.
Feijo D, Luiz R, Camara V. Common mental disorders among civil aviation pilots. Aviat Space Environ Med 2012 ; 83 : 509 - 13.
9.
Nature,
types,
and
sources
of
stress.
Di
unduh
di
http://www.onestopias.com/tutorials/psychology/stress pada hari Selasa, 13 November 2012 pk 11.00 WIB. 10.
Widyahening I. High level of work stressors increase the risk of mental emotional disturbances among airline pilots. Med J. Indones vol 16, No 2, April – June 2007; 16 : 117-21.
11.
Rainford D, Gradwel D. Ernsting’s aviation medicine. 4th edition. Hooder education. 2006. 58
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
60
12.
Aeromedical training for flight personnel. Field manual No 3 – 04.301 (1301). Headquarters Department of the Army Washington, DC. 29 September 2000.
13.
What
is
stress
and
how
stress
relate
to.
Diunduh
di
http://aviationknowledge.wikidot.com/aviation:stress pada hari Sabtu, 10 November 2012 pk 15.00 WIB 14.
Accumulated stress presents range of health risks. FSF Editorial Staff. Flight Safety Foundation Human Factors and Aviation Medicine vol 53 No 1. January – February 2006.
15.
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry. Behavioral sciences clinical psychiatry. 10th edition. Lippincott Williams and Wilkins. 2007.
16.
Stahl SM. Stahl essential psychoparmacology neuroscientific basis and practical applications. 3rd edition. Cambridge University Press. 2008.
17.
Human factors and pilot error. Langley Flying School. Student Reading Reference. Diunduh di www.langleyflyingschool.com/pages/Human Factor - Pilot Error.html pada hari Selasa, 13 November 2012 pk 11.00 WIB.
18.
Young J. The effect of life stress on pilot performance. National aeronautics and Space Administration. Ames Research Center Moffet Field, California. December 2008.
19.
How
does
stress
affect
performance?
Diunduh
di
http://www.lesstress.nett/stress-affect-performance.htm pada hari Sabtu, 10 November 2012 pk 16.30 WIB. 20.
Ganesh A, Joseph C. Personality studies in arcrew : An Overview. Review article. Ind. J. Aerospace Med 49 (1) : 54 – 62. 2005.
21.
Dillinger T. The Aviator personality. Flying Safety 56. June 2000.
22.
Causse M, Dehais F, Pator J. Executive functions and pilot characteristics predict flight simulator performance in general aviation pilots. The International journal of aviation psychology, 21(3), 115-123. 2011.
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
61
23.
Chapter 17. Aeronautical decision making. Diunduh hari Rabu, 30 Januari 2013 pk 15.00 di www.faa.gov/library/manuals/aviation/pilot_handbook/media/phak-chapter 17.pdf
24.
Kirschner J. The Stress coping skills of undergraduate collegiate aviators. Thesis. Purdue University. 4-12-2012.
25.
Tugas TNI Angkatan Udara. Diunduh dari http://tni-au-mil-id/content/tugas pada hari Minggu, 25 November 2012 pk 21.00 WIB.
26.
Hailuki
MA.
INILAH.COM.
Inilah
daftar
16
lengkap
Skuadron
Februari
2011.
Udara
TNI
Diunduh
AU. di
http://nasional.inilah.com/read/detail pada Minggu, 25 November 2012 pk 21.00 WIB. 27.
Penyempurnaan pokok-pokok organisasi dan prosedur Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa “Saryanto” (Lakespra Saryanto). Peraturan Kepala Staf Angkatan Udara Nomor: Perkasau/26/VIII/2007.
28.
Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ketiga. CV Sagung Seto. 2008.
29.
Thona LS. Sumber stres pilot airline. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia. Juli 1998.
30.
Herianto M. Penentuan T.Score standar normal instrumen psiko metrik SCL. 90 dan uji coba 1994. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Departemen Psikiatri. Jakarta. 1994.
31.
Campbell J, O’Connor P. Coping with stress in military aviation: A review of the research. Human Performance Enhacements in High-Risk Environments: Insight Developments and Future Directions from Military Research. pp 169-188. 2010.
32.
FSF editorial Staff. Accumulated stress presents range of health risks. Human Factor and Aviation Medicine. January 2006.
33.
Sumari A, Wuryandari A. Konsep desain dan implementasi sistem pemeliharaan alat utama sistem persenjataan udara berbasis kecerdasan. Angkasa Cendikia. Dinas Penerangan Angkatan Udara. Juli 2008.
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
62
34.
Fazzry B. Implementasi manajemen pemeliharaan untuk meningkatkan kesiapan pesawat C-212-200 di Skuadron Udara 4. Laporan Penelitian. Jurusan Teknik Mesin Universitas Gajayana Malang. 2009.
35.
Lollis B, Marsh R, Sowin T, Thompson W. Major Depressive Disorder in military aviators: A retrospective study of prevalence. Aviation, Space, and Environmental Medicine. Vol 80, no 8. August 2009.
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
63
Lampiran 1
PENGANTAR
Responden Yth. Saya adalah mahasiswa semester enam pada Program Spesialis Kesehatan Jiwa Universitas Indonesia yang saat ini sedang mengadakan penelitian ilmiah untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Spesialis Kesehatan Jiwa. Penelitian yang saya lakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat stres, sumber–sumber stres, dan gambaran psikopatologi pada penerbang TNIAU. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk pencegahan dan tatalaksana yang akan diberikan apabila penerbang mengalami psikopatologi akibat stresor. Untuk itu saya mohon kesediaan anda untuk meluangkan sedikit waktu anda untuk mengisi daftar pertanyaan yang telah saya lampirkan. Pemilihan anda sebagai salah seorang responden penelitian semata – mata karena faktor kebetulan dan walaupun pada daftar pertanyaan tercakup pula identitas pribadi, semua jawaban dijamin kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian ini saja. Kuesioner ini dilengkapi dengan petunjuk pengisian. Perlu anda ketahui tidak ada jawaban yang benar atau salah. Semua tergantung pada pengalaman dan penghayatan pribadi masing – masing. Oleh karena itu anda sangat diharapkan untuk memberikan jawaban sejujurnya dan bukan hasil diskusi atau bertanya pada orang lain. Akhirnya atas perhatian dan kerelaan anda meluangkan waktu untuk membantu, saya ucapkan banyak terimakasih yang sebesar – besarnya.
Jakarta,
Desember 2012
dr. Tara Aseana Peneliti
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
64
Lampiran 2
Lembaran Persetujuan Subyek Penelitian Judul Penelitian
: Hubungan psikopatologi dan stresor penerbangan pada penerbang TNI AU.
Nama Partisipan
: _____________________
Jenis kelamin
: _____________________
Tanggal lahir (usia)
: _____________________
1. Saya menegaskan bahwa saya telah membaca lembar informasi dan telah mendapat penjelasan mengenai penelitian diatas, dan saya telah mendapat kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. 2. Saya memahami bahwa tidak ada efek samping atau komplikasi yang timbul dalam penelitian ini. 3. Saya memahami bahwa partisipasi saya dalam penelitian ini bersifat sukarela dan saya bebas mengundurkan diri setiap waktu. 4. Saya setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini.
Jakarta,____________________ Partisipan
( ______________________ )
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
65
Lampiran 3
Formulir Data Demografi
Pada halaman ini terdapat beberapa pertanyaan yang merupakan data kontrol yang sangat penting artinya bagi penelitian ini karena akan berhubungan dengan pengolahan data. Anda diminta untuk menjawab sebagian besar pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda silang ( V ) dan beberapa pertanyaan dengan jawaban singkat, sesuai dengan keadaan diri anda yang sebenarnya. Mohon diteliti lagi jangan sampai ada pertanyaan yang tidak dijawab atau tidak diisi. Semua informasi akan kami jaga kerahasiaannya.
1.
Usia
:................................tahun
2.
Pangkat
:................................
3.
Kualifikasi
:................................
4.
Bertugas sebagai penerbang TNI AU sejak tahun :...........................
5.
Pendidikan terakhir
:
( ) D3
( ) Sarjana
Status perkawainan
:
( ) Belum menikah
( ) Menikah
( ) Duda meninggal
( ) Berpisah (belum cerai)
Jam terbang total
:
( ) < 1000 jam
( ) 1001 – 2000 jam
( ) 3001 – 4000 jam
( ) > 4001 jam
Tipe pesawat
:
( ) Pesawat tempur
( ) Pesawat transport
( ) Pesawat intai
( ) Helikopter
6.
7.
8.
( ) Duda cerai
( ) 2001 – 3000 jam
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
66
Lampiran 4
KUESIONER SUMBER STRES PILOT AIRLINE MODIFIKASI Sejumlah pernyataan di bawah ini menggambarkan keadaan yang mungkin anda hadapi sebegai penerbang. Anda diminta menggambarkan sejauh mana hal yang dikemukakan dalam pernyataan tersebut dianggap mengancam, merusak, atau membahayakan atau dengan kata lain dianggap dapat menyebabkan stres yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja (performance) anda sebagai penerbang. Jawaban tidak dinilai benar atau salah, semua jawaban tersebut benar apabila benar – benar sesuai dengan pengalaman serta penghayatan anda. Untuk itu pilihlah satu dari lima pilihan jawaban di bawah ini sesuai dengan skala yang tersedia dengan cara melingkari angka yang terdapat di sebelah kanan setiap pernyataan. 1
Bila kondisi yang diuraikan sangat jarang menimbulkan stres
2
Bila kondisi itu jarang menimbulkan stres
3
Bila kondisi itu kadang – kadang menimbulkan stres
4
Bila kondisi itu sering menimbulkan stres
5
Bila kondisi itu sering sekali menimbulkan stres
Contoh : Fase tinggal landas 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Keadaan darurat (emergency) dalam penerbangan (cruising). Keadaan abnormal dalam penerbangan (keadaan non teknis). Cuaca buruk di tempat tujuan yang mempersulit pendaratan (terpaksa melakukan instrumen approach). Kondisi pesawat yang kurang baik / prima sebelum terbang. Jumlah tinggal landas dan mendarat (take off dan landing) yang melebihi batas ketentuan (over limited). Kurang istirahat (baik di rumah maupun di penginapan). Pengambilan keputusan dalam keadaan darurat. Jam terbang yang melampaui batas ketentuan (Exceeding Flight Hours). Penerbangan dengan prakiraan cuaca yang buruk di tempat tujuan. Akurasi dan kondisi alat pendukung navigasi pesawat (yang minimum). Cuaca yang buruk dalam jalur penerbangan (Cruising) yang terpaksa harus dilalui. Penundaan jadwal terbang (delayed) akibat faktor – faktor di luar kontrol.
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2
4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5
1 2 3 4 5
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
3 3 3 3 3 3
67
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Terpaksa menuju bandara alternatif (terutama yang jauh). Sistem operasi di bandara yang kecil (sarana pendukung dan navigation aid yang kurang memadai). Lalu lintas udara yang padat (mendapat cruising – altitude lebih rendah dari optimum) / Air – Traffic Sequencing. Misi / dinas terbang yang terlalu panjang (lebih dari 8 hari). Fase mendarat (landing phase). Kondisi alam yang bergunung – gunung di sekitar tempat tujuan (obstacles terrain) yang tinggi. Fase tinggal landas (take – off phase). Jarak pandang yang minimal. Keadaan alat bantu kemudi yang kurang sempurna namun masih dapat berfungsi. Instrumen cockpit yang kurang terpasang dengan baik dan tepat pada tempatnya. Sistem sirkulasi pendingin udara (AC) dalam cockpit kurang terpelihara. Keadaan kursi pesawat yang kurang baik sehingga sering terasa kurang nyaman (armrest atau head rest yang kurang baik posisinya). Kebersihan dalam cockpit kurang terpelihara. Kebisingan radio dalam cockpit. Suhu yang ekstrim panas atau dingin di luar cockpit. Kesesuaian pendapatan (salary) dengan tanggung jawab dan risiko pekerjaan. Uji ketrampilan untuk mempertahankan lisensi terbang (Proficiency check). Jenjang karir di perusahaan tempat saya bekerja Kenaikan pangkat (Up grading seperti captaincy, dll). Pemeriksaan kesehatan (Medical examination) tiap 1 tahun. Sistem senioritas yang berlaku di tempat kerja. Perkembangan karir tidak sesuai dengan yang dicita-citakan. Peraturan tentang usia pensiun terbang. Mutasi ke jenis pesawat baru. Pelayanan dalam pemeliharaan dan perawatan pesawat secara tekhnis yang kurang baik Pengurus atau pejabat organisasi yang kurang profesional dalam bidangnya. Penerapan aturan kerja dari pimpinan yang tidak konsekuen dengan berbagai alasan. Peraturan – peraturan kerja yang sering menekan (peraturan day off schedule). Gaya manajemen tempat bekerja (tidak jelas / terbuka). Stabilitas perusahaan. Peraturan – peraturan kerja yang sering direvisi. Paket kesejahteraan pegawai kurang memuaskan. Fasilitas antar jemput yang kurang memadai Citra tempat kerja saya di mata masyarakat Rekan kerja yang sulit diajak bekerja sama sebagai saru tim / kurang
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 1 1 1
2 2 2 2
4 4 4 4
5 5 5 5
1 2 3 4 5 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 5 5
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
3 3 3 3
3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 5
68
48 49 50 51 52 53 54 55
kooperatif, mau menang sendiri. Pasangan kerja dalam kokpit yang ceroboh (over confidence). Pasangan kerja dalam kokpit yang kurang profesional (kurang menguasai teknis pesawat / rute penerbangan). Terbang dengan pasangan kerja yang emosional (membawa masalah pribadi dalam situasi kerja). Berbeda pendapat dengan petugas Air Traffic Controler Terbang dengan rekan kerja yang pernah punya masalah pribadi dengan saya (berselisih dengan saya). Terbang dengan rekan kerja / atasan yang kurang memberi kepercayaan dalam tugas. Berbeda pendapat dengan pihak manajemen perusahaan. Berbeda pendapat dengan sesama awak kokpit.
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
HARAP MENGISI SEMUA PERNYATAAN, JANGAN SAMPAI ADA NOMOR YANG TERLEWAT. SELAMAT MENGISI
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
69
Lampiran 5 No.
SCL-90 QUESTIONNAIRE NOMOR/ANGKA JAWABAN: 0 = tidak sama sekali 1 = sedikit 2 = cukup 3 = agak banyak 4 = banyak
NO
MASALAH
1
Sakit kepala
2
Anda merasa gugup dan berdebar-debar
3
Anda mempunyai pikiran yang tidak menyenangkan, berulang-ulang, dan sukar dihilangkan
4
Anda merasa mau pingsan atau pusing
5
Anda kehilangan gairah/ kesenangan seksual
6
Anda merasa ingin mengkritik orang lain
7
Anda merasa bahwa orang lain dapat mengkontrol pikiran anda
8
Perasaan ingin menyalahkan orang lain untuk sebagian besar kesulitan yang anda hadapi
9
Anda sukar mengingat sesuatu
10
Anda merasa khawatir melakukan kelalaian atau hal-hal yang kotor
11
Perasaan anda mudah terganggu atau tersinggung
12
Anda mengalami rasa sakit didaerah dada/ jantung
13
Anda merasa lemah atau menjadi lebih lamban
14
Anda ketakutan bila berada ditempat terbuka atau di jalan umum
15
Adanya pikiran untuk mengakhiri hidup
16
Anda mendengar suara-suara, sedangkan orang lain disekitar anda tidak mendengarnya
17
Gemetar
18
Anda beranggapan bahwa orang-orang lain sebagian besar tidak dapat dipercaya
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
banyak
Agak banyak
cukup
sedikit
Tidak sama sekali
Dalam 1 (satu) bulan terakhir ini saya merasa,
No 19
Nafsu makan anda menurun Anda mudah menangis
21
Anda merasa malu atau tidak tenang dengan pria/wanita lawan jenis anda
22
Anda mempunyait perasaan bahwa anda sedang dijebak
23
Anda mendadak merasa takut tanpa alasan
24
Temperamen anda mudah meledak yang tak dapat anda kontrol
25
Merasa takut keluar rumah sendirian
26
Perasaan menyalahkan diri sendiri
27
Rasa sakit di daerah pinggang bawah
28
Anda merasa terhalang untuk menyelesaikan sesuatu
29
Anda merasa kesepian
30
Perasaan anda diliputi kesedihan
31
Anda mempunyai kekhawatiran yang berlebihan terhadap sesuatu
32
Anda kehilangan minat terhadap sesuatu
33
Anda mudah ketakutan
34
Perasaan anda mudah terluka
35
Anda merasa pikiran-pikiran pribadi anda diketahui oleh orang lain
36
Anda merasa orang lin tidak memahami anda atau anda merasa mereka tidak simpatik
37
Perasaan bahwa orang lain tidak ramah atau tidak menyukai anda
38
Anda merasa sangat lambat dalam menyelesaikan sesuatu karena menghindari kesalahan Anda merasa debaran jantung anda kuat dan cepat
40
Rasa mual atau perasaan tak enak di perut
41
Perasaan rendah diri terhadap orang-orang lain
42
Anda merasa sakit-sakit pada otot
43
Perasaan bahwa orang lain memperhatikan atau membicarakan anda
44
Sukar tidur
45
Anda harus memeriksa berulang-ulang apa saja yang telah anda kerjakan
46
Sukar membuat keputusan
47
Anda merasa takut bepergian mengendarai bis, kereta api atau pesawat terbang
48
Kesukaran untuk bernafas dengan lega
49
Rasa panas dan dingin
50
Keharusan untuk menghindari tempat, benda atau kegiatan tertentu karena hal tersebut menakutkan
51
Pikiran anda terasa kosong
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
banyak
Agak banyak
cukup
MASALAH
20
39
sedikit
Tidak sama sekali
70
NO
MASALAH
52
Hilang rasa/ kebas atau kesemutan pada bagian-bagian tertentu tubuh anda
53
Seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokan
54
Perasaan bahwa tak ada harapan untuk masa depan
55
Anda sukar berkonsentrasi
56
Merasa lemah pada bagian tubuh tertentu
57
Merasa tegang atau terpaku/ bengong
58
Kaki dan tangan terasa berat
59
Pikiran-pikiran tentang kematian atau akan mati
60
Terlalu banyak makan
61
Perasaan tidak tenang bila orang memperhatikan atau membicarakan anda
62
Anda mempunyai pikiran-pikiran yang bukan milik anda sendiri
63
Adanya dorongan untuk memukul, melukai atau merugikan orang lain
64
Terbangun pada dini hari
65
Keharusan untuk mengulang-ulang tindakan yang sama, seperti menyentuh, menghitung atau mencuci
66
Gelisah atau merasa terganggu waktu tidur
67
Adanya dorongan untuk merusak atau menghancurkan barang-barang
68
Pikiran atau keyakinan bahwa orang lain tak mau bekerja sama
69
Perasaan malu terhadap diri sendiri di antara orang-orang
70
Perasaan tidak tenang berada di tengah orang banyak seperti saat berbelanja atau menonton film
71
Perasaan bahwa segala sesuatu perlu dicapai dengan perjuangan berat
72
Serangan-serangan panik atau teror (ketakutan hebat)
73
Perasaan tidak nyaman dalam soal makan
74
Sering terlibat dalam perdebatan/ adu argumentasi
75
Gugup bila ditinggal sendirian
76
Orang lain kurang menghargai apa yang telah anda capai
77
Merasa kesepian walaupun tidak sendirian
78
Perasaan amat gelisah sehingga tidak dapa duduk dengan tenang
79
Perasaan tidak berguna
80
Adanya perasaan bahwa sesuatu yang buruk akan menimpa anda
81
Berteriak atau membuang barang-barang
82
Merasa takut akan jatuh pingsan di tempat umum
83
Merasa bahwa orang-orang akan memanfaatkan anda
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
banyak
Agak banyak
cukup
sedikit
Tidak sama sekali
71
NO
MASALAH
84
Pikiran-pikiran tentang seks yang amat mengganggu
85
Pikiran bahwa anda pantas mendapat hukuman karena dosa-dosa anda
86
Anda mempunyai pikiran-pikiran atau imajinasi tentang sesuatu yang menakutkan
87
Pikiran bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam tubuh anda
88
Anda tidak pernah dekat dengan orang lain
89
Perasaan bersalah
90
Merasa ada yang tak beres dengan pikiran anda
TOTAL
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015
banyak
Agak banyak
cukup
sedikit
Tidak sama sekali
72