HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL CAPITAL DAN STRES KERJA PADA PILOT Krisma Adiwibawa, Dianti Endang Kusumawardhani Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI – Depok, 16424 E-mail:
[email protected]
Abstrak Pilot merupakan pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi. Sebagai orang yang memiliki tanggung jawab besar terhadap keselamatan penerbangan usaha untuk mengurangi stres pada pilot perlu dilakukan karena dapat mengganggu kinerja pilot. Psychological capital (PsyCap), yang terdiri dari self-efficacy, hope, resiliency, dan optimism ditemukan berhubungan negatif dengan stres kerja. Di sisi lain, ada dua jenis stres kerja, yaitu stres kerja akibat sumber stres yang menantang (challenge stressor) dan stres kerja akibat sumber stres yang menghambat (hindrance stressor) yang disebut stres kerja dua dimensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan arah hubungan antara PsyCap dan kedua dimensi dari stres kerja tersebut. Hasil penelitian ini mendapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara PsyCap dan kedua dimensi stres kerja. Meskipun demikian, komponen resiliency dari PsyCap ditemukan memiliki hubungan negatif yang signifikan pada dimensi challenge dan dimensi hindrance hindrance dari stres kerja. Kata Kunci: psychological capital,stres kerja,challenge stressor, hindrance stressor,pilot
THE RELATIONSHIP BETWEEN PILOTS’ PSYCHOLOGICAL CAPITAL AND JOB STRESS Abstract Pilot is a job with high stress level. As a personnel who has great responsibility towards aviation safety, effort to reduce pilots’ stress needs to be done because it can interfere with the pilots’ performance. Psychological capital (PsyCap), which consists of self-efficacy, hope, esiliency, and optimism was found negatively related to job stress. On the other hand, there are two types of job stress, stress caused by challenging stressors and stress caused hindrance stressors, which is called two-dimensional job stress. This study aimed to investigate the relationship and the direction of the relationship between PsyCap and two dimensions of the job stress. The results of this study showed that the relationship between PsyCap and both dimensions of job stress was nonsignificant. However, resiliency as one component of PsyCap was found to have a significant negative relationship with both dimension of job stress. Keywords: psychological capital, job stress, challenge stressor, hindrance stressor, pilot
Pendahuluan Pilot perannya menjadi sangat penting mengingat pilot bertanggung jawab atas keselamatan penumpang dalam pesawat yang dikemudikan, apalagi di masa sekarang di mana penumpang pesawat semakin bertambah. Menurut Ketua Asosiasi Penerbangan Nasional Indonesia (INACA), Arif Wibowo (Marboen, 2014) penumpang pesawat di Indonesia
Hubungan antara psychological capital ..., Krisma Adiwibawa, F PSIKOLOGI UI, 2014
meningkat dua kali lipat dalam periode 2008 hingga 2013, yaitu menjadi 74,2 juta jiwa pada jalur domestik dan 10,8 juta jiwa pada jalur internasional. Dengan semakin banyaknya orang yang menggunakan jasa penerbangan maka upaya meningkatkan keselamatan penerbangan sangat penting. Selain berperan besar dalam keselamatan penerbangan profesi pilot di sisi lain merupakan pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi. Menurut Susan Adams (2014) dalam artikelnya yang berjudul “The Most Stressful Jobs of 2014” dalam www.forbes.com, pilot menempati peringkat ke-empat sebagai pekerjaan yang memiliki tingkat stres tinggi. Ritonga menyatakan salah satu karakteristik pekerjaan pilot adalah memiliki tingkat stres tinggi (1987 dalam Thona, 1998). Mengutip Alan Roscoe (dalam Stokes & Kite, 1994, hal. 31) “Stress usually signifies something unpleasant and, when associated with flying, tends to imply danger.” Dengan mengalami stres performa pilot ketika bertugas bisa terganggu dan keselamatan pesawat beserta seluruh isinya akan terancam. Beberapa penelitian mengenai stres pada pilot sudah ada, meskipun begitu sejauh pengetahuan peneliti belum ada yang meneliti tentang kekuatan psikologis yang positif pada pilot sebagai sumber daya yang dapat melawan stres. Avey, Luthans, dan Jensen (2009) mengajukan konstruk Psychological Capital (selanjutnya disebut PsyCap) sebagai kekuatan psikologis individu yang dapat dikembangkan untuk melawan stres kerja. Satu
hal
dari
penelitian Avey, Luthans, dan Jensen (2009) yang dapat digali lebih lanjut adalah bagaimana hubungan PsyCap dengan tingkat stres kerja akibat sumber stres yang bersifat positif dan tingkat stres akibat sumber stres yang bersifat negatif, sebab dikenal dua jenis sumber stres, yaitu challenge stressor dan hindrance stressor (Cavanaugh dkk., 2000; Boswell, Buchanan & LePine, 2004) di mana keduanya menurut Cavanaugh dkk. (1998) merupakan dua dimensi dari stres kerja. Cavanaugh dkk. (2000, hal. 68) mendefinisikan challenge stressor sebagai “work-related demands or circumstances that, although potentially stressful, have associated potential gains for individiuals” dan hindrance stressor sebagai “work-related demands or circumstances that tend to constrain or interfere with an individual’s work achievement and that do not tend to be associated with potential gains for the individual.” Dari penelitian yang dilakukan Cavanaugh dkk., didapatkan bahwa dimensi challenge meliputi beban kerja yang tinggi (high workload), tekanan waktu (time pressure), lingkup kerja (job scope), tanggung jawab yang tinggi (high responsibility) sedangkan dimensi hindrance meliputi politik organisasi (organizational politics), penekanan peraturan dan birokrasi yang ketat (red tape), ambiguitas peran (role ambiguity), kekhawatiran tentang kestabilan pekerjaan (concern about job security).
Hubungan antara psychological capital ..., Krisma Adiwibawa, F PSIKOLOGI UI, 2014
Sejauh pengetahuan peneliti sampai saat ini belum ada penelitian yang menelaah kekuatan psikologis PsyCap pada pilot dan bagaimana hubungannya dengan tingkat stres dimensi challenge dan hindrance. Oleh karena itu penelitian ini ingin melihat bagaimana hubungan antara PsyCap dengan tingkat stres kerja dimensi challenge dan tingkat stres kerja dimensi hindrance pada pilot penerbangan sipil di Indonesia. Populasi pilot dipilih karena pekerjaan tersebut sangat berisiko terhadap keselamatan terutama jika pilot mengalami stres. Harapannya penelitian ini dapat memperluas khasanah pengetahuan psikologi penerbangan yang berkaitan dengan kondisi psikologis pilot terutama yang berkaitan dengan PsyCap sebagai kekuatan positif dan hubungannya dengan stres yang sangat rentan dialami pilot. Tinjauan Teoritis Psychological capital. Psychological capital yang selanjutnya disebut dengan PsyCap, didefinisikan oleh Luthans, Youssef, dan Avolio (2007, hal. 3) sebagai “individual’s positive psychological state of development and is characterized by: (1) having confidence (selfefficacy) to take on and put in the necessary effort to succeed at challenging tasks; (2) making a positive attribution (optimism) about succeeding now and in the future; (3) persevering toward goals and, when necessary, redirecting paths to goals (hope) in order to succeed; and (4) when beset by problems and adversity, sustaining and bouncing back and even beyond (resiliency) to attain success.”Dilihat dari definisi ini, PsyCap merupakan sebuah keadaan psikologis yang positif. Sesuai dengan penjelasan Youssef dkk., konsep PsyCap yang merupakan keadaan psikologis (psychological state) dan bukan predisposisi bawaan sehingga bersifat tidak rigid, tidak menetap dan fleksibel. Artinya PsyCap dapat dikembangkan melalui metode-metode tertentu. Hal ini menjadi keuntungan bagi praktisi karena artinya PsyCap dapat ditingkatkan.PsyCap terdiri dari empat komponen yaitu self-efficacy, optimism, hope dan resiliency. Individu memiliki keyakinan diri (self-efficacy) bahwa ia, dengan sumber daya yang ada pada dirinya dan lingkungannya, dapat mencapai sebuah tujuan tertentu. Keyakinan diri ini membuat kemampuan kognitif yang ia miliki dapat ia gunakan untuk membayangkan berbagai cara untuk bergerak mendekati tujuan (symbolizing, forethought), belajar dari mengamati orang lain (observation) dan pengalaman diri sendiri (self-reflection), dan menetapkan tujuan yang spesifik untuk dirinya sendiri dengan kemampuan regulasi diri (selfregulation).Jadi PsyCap merupakan keadaan psikologis yang positif dicirikan dengan adanya keyakinan diri bahwa ia dapat mencapai tujuannya melalui kemampuan kognitif yang ada padanya untuk melakukan aksi yang tepat, belajar dari orang lain, belajar dari pengalaman dan menetapkan tujuan; optimisme bahwa kejadian buruk tidak selalu terjadi pada diri
Hubungan antara psychological capital ..., Krisma Adiwibawa, F PSIKOLOGI UI, 2014
individu; pengharapan yaitu keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan disertai kemampuan untuk mengusahakan alternatif lain jika usaha yang dilakukannya belum berhasil dalam rangka mencapai tujuan tersebut; dan resiliensi yang merupakan daya bangkit dari kesulitan, kegagalan, dan bahkan kemajuan pada diri individu sehingga individu bahkan dapat menjadi lebih sukses daripada sebelumnya. Stres kerja. Beberapa ahli mendefinisikan stres kerja secara berbeda-beda. Stranks (2005) menuliskan definisi stres kerja oleh beberapa institusi dan ahli. Confederation of British Industry mengatakan bahwa stres adalah keadaan yang muncul ketika tekanan yang dialami individu melebihi persepsinya atas kemampuan untuk mengatasi tekanan tersebut. Menurut Trades Union Congress stres terjadi ketika tuntutan (demand) tidak sesuai dengan sumber daya (resources) yang dimiliki individu atau tidak memenuhi kebutuhan dan motivasi individu. Termasuk di dalamnya beban kerja yang terlalu besar dan pekerjaan yang membosankan bagi individu. Health and Safety Executives (1995, dalam Stranks, 2005) mendefinisikan stres kerja sebagai tekanan (pressure) atau tuntutan (demand) ekstrim yang diberikan pada individu melampaui kemampuannya untuk mengatasi tuntutan tersebut. Cox (1993 dalam Stranks, 2005) mengatakan stres adalah keadaan psikologis hasil dari persepsi individu bahwa ada ketidakseimbangan antara tuntutan kerja dan kemampuannya untuk mengatasinya. Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa stres kerja merupakan keadaan yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara tuntutan kerja yang dialami individu dan sumber daya yang di miliki individu untuk mengatasi tuntutan kerja tersebut. Tuntutan kerja yang terlalu besar melebihi sumber daya individu mengakibatkan stres. Idealnya tuntutan kerja dan sumber daya individu adalah seimbang. Challenge and hindrance stressor. Cavanaugh dkk. (2000) mendapatkan bahwa stres akibat sumber stres yang berbeda berhubungan berbeda pula dengan berbagai work outcome. Sumber-sumber stres dalam dimensi challenge meliputi high workload, time pressure, job scope, dan high responsibility. Sedangkan sumber-sumber stres dalam dimensi hindrance meliputi organizational politics, red tape, role ambiguity, dan concern about job security. Sumber-sumber stres dalam dimensi challenge selain menekan juga dapat memotivasi individu. Hal ini dapat dilihat dari definisi challenge stressor yaitu “work-related demands or circumstances that, although potentially stressful, have associated potential gains for individuals”. Di sisi lain sumber-sumber stres dalam dimensi hindrance menekan namun tidak memotivasi individu. Hindrance stressor didefinisikan sebagai “work-related demands
Hubungan antara psychological capital ..., Krisma Adiwibawa, F PSIKOLOGI UI, 2014
or circumstances that tend to constrain or interfere with an individual's work achievement and that do not tend to be associated with potential gains for the individual” (Cavanaugh dkk., 2000)”. Psychological capital dan stres kerja dua dimensi. Selye menjelaskan bahwa stres terbagi menjadi dua, yaitu eustress yang merupakan stres yang baik dan distress yang merupakan stres yang buruk. Conservation of resources theory lebih lanjut menjelaskan bahwa individu akan mempertahankan sumber daya yang ada pada dirinya sehingga ia akan mempertimbangkan seberapa banyak sumber daya yang harus dikorbankan dalam menghadapi tuntutan tertentu, selain itu individu akan mempertimbangkan juga apa imbalan yang bisa ia dapatkan dengan mengorbankan sumber daya yang ia miliki dalam memenuhi suatu tuntutan tertentu. Dalam konteks stres kerja, menurut teori ini stres terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara tuntutan kerja dan sumber daya yang dipersepsi individu ia miliki. Stres akibat challenge stressor ditinjau dari conservation of resources theory tidak terlalu mengancam dibandingkan stres akibat hindrance stressor. Hal ini disebabkan meskipun individu harus mengorbankan sumber daya tertentu individu merasa akan mendapatkan imbalan yang setimpal dari sumber daya yang dikorbankan. Sedangkan stres akibat hindrance stressor mengancam individu dan akan menimbulkan stres yang lebih besar karena individu harus mengorbankan sumber daya tertentu tanpa mendapat imbalan dari pengorbanan tersebut. Sumber daya yang dimaksud adalah obyek, karakteristik personal, kondisi atau energi yang bernilai bagi individu. PsyCap sebagai kekuatan psikologis yang positif dapat menjadi sumber daya karakteristik personal. Keyakinan diri, daya bangkit, semangat dan optimismenya tentu akan membantu dalam menghadapi tuntutan-tuntutan kerja. Dengan kata lain individu dengan PsyCap tinggi akan memiliki ketahanan lebih terhadap tuntutan-tuntutan kerja sehingga lebih kuat melawan stres. Jadi individu diprediksi akan semakin tidak merasakan stres jika memiliki keyakinan diri, daya bangkit, semangat dan optimisme. Oleh karena itu PsyCap diduga berhubungan negatif dengan kedua dimensi stres kerja tersebut. Hal ini dituangkan dalam hipotesis penelitian: H1: Terdapat korelasi yang signifikan antara skor PsyCap dan skor stres dimensi challenge pada pilot penerbangan sipil Indonesia. H2: Terdapat korelasi yang signifikan antara skor PsyCap dan skor stres dimensi hindrance pada pilot penerbangan sipil Indonesia.
Hubungan antara psychological capital ..., Krisma Adiwibawa, F PSIKOLOGI UI, 2014
Metode Penelitian Pengukuran PsyCap dan kedua dimensi stres kerja (challenge dan hindrance) dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada pilot penerbangan sipil yang sedang melakukan cek kesehatan di Balai Kesehatan Penerbangan, Kemayoran. Alat ukur untuk mengukur PsyCap yang digunakan adalah Indonesia General Psychological Capital Questionnaire (I-GPCQ) yang dikembangkan oleh Mangundjaya dan Jaya (2010) dan pengukuran stres kerja akibat challenge dan hindrance stressor menggunakan Challenge Stressor Measures dan Hindrance Stressor Measures yang dikembangkan oleh Cavanaugh et al. (2000). I-GPCQ memiliki empat subskala sesuai dengan empat komponen dari PsyCap, yaitu self-efficacy, hope, resiliency, dan optimism. Masing-masing subskala terdiri dari enam item sehingga keseluruhan berjumlah 24 item. I-GPCQ menggunakan skala Likert dengan rentang 1-6 dimana masing-masing angka merepresentasikan respons yang berbeda, yaitu satu mewakili respons ‘Sangat Tidak Setuju’, dua mewakili ‘Tidak Setuju’, tiga mewakili ‘Kurang Setuju’, empat mewakili ‘Agak/Sedikit Setuju’, lima mewakili ‘Setuju’, dan enam mewakili ‘Sangat Setuju’. Hasil uji coba pada alat ukur yang digunakan menunjukkan bahwa reliabilitas dari IGPCQ cukup baik, hal ini dilihat dari koefisien Cronbach-Alpha sebesar 0,829. Validitas dari I-GPCQ yang diukur dengan melihat internal consistency-nya juga menunjukkan validitas yang cukup baik. Hampir semua item memiliki koefisien validitas lebih dari 0,2 kecuali tiga item. Ketiga item dengan koefisien validitas yang kurang dari 0,2 tersebut direvisi untuk meningkatkan validitasnya. Challenge Stressor Measures dan Hindrance Stressor Measures masing-masing memiliki lima dan enam item. Kedua alat ukur digabungkan dan item-item-nya diacak sehingga menjadi satu pengukuran dengan jumlah item 11. Pengukuran ini menggunakan skala Likert dengan rentang 0-5 dimana nol mewakili respon “Tidak Menghasilkan Stres”, satu mewakili “Menghasilkan stres yang sangat rendah”, dua mewakili “Menghasilkan stres yang agak rendah”, tiga mewakili “Menghasilkan stres yang sedang”, dan empat mewakili “Menghasilkan stres yang agak tinggi”, lima mewakili “Menghasilkan stres yang sangat tinggi”. Dengan menanyakan langsung seberapa besar stres yang dialami responden terkait stressor tertentu alat ukur ini termasuk direct-measure of stress, berbeda dengan non-direct measure of stress yang menanyakan seberapa besar intensitas stressor yang diasumsikan menghasilkan stres.
Hubungan antara psychological capital ..., Krisma Adiwibawa, F PSIKOLOGI UI, 2014
Hasil uji coba pada alat ukur stres kerja menunjukkan bahwa koefisien reliabilitas Cronbach-Alpha pada dimensi challenge adalah 0,693 dan pada dimensi hindrance 0,668. Koefisien reliabilitas ini masih kurang untuk menyatakan sebuah alat ukur reliabel, meskipun demikian alat ukur ini tetap digunakan karena peneliti mempertimbangkan faktor kurangnya responden uji coba. Pengukuran reliabilitas pada responden pengambilan data dengan jumlah yang lebih banyak menunjukkan koefisien reliabilitas yang lebih dari 0,8 pada kedua dimensi. Validitas diukur secara internal-consistency dan content validity. Menurut internalconsistency terdapat satu item pada dimensi challenge dan satu item pada dimensi hindrance yang memiliki koefisien validitas kurang dari 0,2. Kedua item tersebut diperbaiki untuk meningkatkan validitasnya. Dilihat dari content validity, semua item dapat dikatakan memiliki validitas konten yang baik karena lebih dari setengah dari jumlah responden uji coba mengatakan setiap item dimensi challenge (dan setiap item dimensi hindrance) sesuai dengan definisi challenge stressor (dan sesuai dengan definisi hindrance stressor). Pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner di Balai Kesehatan Penerbangan, Kemayoran, Jakarta Pusat dari tanggal 11 Agustus 2014 hingga 15 Agustus 2014. Sesuai dengan saran dari salah satu dokter di Balai Kesehatan penyebaran kuesioner dilakukan dengan menitipkan kuesioner ke petugas administrasi. Hal ini selain mempercepat pembagian juga tidak mengganggu jalannya proses cek kesehatan disana karena peneliti tidak berlalu-lalang. Dalam periode lima hari tersebut terdapat dua hari dimana peneliti tidak hadir untuk memantau. Kuesioner yang dibagikan dalam bentuk hardcopy sejumlah 100 buah dan kembali 89 buah. Dari 89 kuesioner tersebut terdapat 82 kuesioner yang tidak lengkap pada bagian data diri responden dan terdapat 70 kuesioner yang diisi lengkap di setiap bagiannya. Selain menyebar dalam bentuk hardcopy, peneliti juga menyebarkan kuesioner secara online pada grup di ‘facebook’ yaitu ilmuterbang.com dengan menjelaskan kriteria responden yang dapat mengisi kuesioner tersebut. Hasilnya didapatkan 7 respon sehingga kuesioner yang benar-benar lengkap di setiap bagiannya berjumlah 77 kuesioner dan kuesioner yang hanya lengkap di bagian alat ukurnya (daa diri tidak lengkap) berjumlah 89 kuesioner. Kuesioner sejumlah 89 tersebut digunakan untuk menghitung korelasi antara variabel dan kuesioner sejumlah 77 digunakan dalam analisis yang melibatkan data diri responden.
Hubungan antara psychological capital ..., Krisma Adiwibawa, F PSIKOLOGI UI, 2014
Hasil Penelitian Hipotesis pertama menduga bahwa ada hubungan yang signifikan antara PsyCap dengan tingkat stres dimensi challenge. Namun hasil perhitungan statistik Spearman’s Rho menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut (rs = -.133, p> .05). Oleh karena nilai p lebih besar daripada 0,05 maka dapat disimpulkan belum ada bukti yang cukup untuk mengatakan adanya hubungan yang signifikan antara PsyCap dan tingkat stres dimensi challenge. Hipotesis kedua menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara PsyCap dengan tingkat stres dimensi hindrance. Hipotesis ini pun belum terbukti karena hasil penghitungan Spearman’s Rho menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan diantara keduanya (rs = -.065, p> .05). Nilai signifikasi tersebut menunjukkan bahwa belum ada bukti yang cukup untuk mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara PsyCap dan tingkat stres dimensi hindrance. Tabel 1 Korelasi Skor Total I-GPCQ dengan Skor Total CSM dan Skor Total HSM SD 8.98
1
1. Psychological Capital
Mean 103.38
2. Stres Kerja Dimensi Challenge
24.08
6.57
-.133
3. Stres Kerja Dimensi Hindrance
19.54
5.44
-.065
2
.724**
N = 89 * = signifikan pada p < .05 (two-tailed). ** = signifikan pada p < .01 (two-tailed)
Selain melihat hubungan antara PsyCap sebagai satu konstruk dengan tingkat stres di kedua dimensi, peneliti juga menguji hubungan masing-masing komponen PsyCap (selfefficacy, hope, resiliency, optimism) dengan kedua dimensi stres. Adapun hasil uji Spearman’s Rho menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara resiliency dengan tingkat stres dimensi challenge (rs = -.257, p< .01) maupun tingkat stres dimensi hindrance (rs = -.217, p< .05). Dari koefisien korelasi antara resiliency dan tingkat stres dimensi challenge didapatkan rs2 = .066 yang artinya sebesar 6,6 % dari total varians tingkat stres dimensi challenge dapat diatribusikan pada resiliency. Antara resiliency dan tingkat stres dimensi hindrance didapatkan nilai rs2 = .047 yang menunjukkan 4,7 % dari total varians tingkat stres dimensi hindrance dapat diatribusikan kepada resiliency. Selain itu hasil penghitungan
Hubungan antara psychological capital ..., Krisma Adiwibawa, F PSIKOLOGI UI, 2014
korelasi Spearman’s Rho menunjukkan korelasi antara self-efficacy dan kedua dimensi stres kerja tidak signifikan. Tabel 2 Korelasi Tiap Komponen PsyCap dengan Stres Kerja Dimensi Challenge dan Stres Kerja Dimensi Hindrance Mean 29.67 25.66 24.01 24.03
SD 3.36 2.29 2.94 2.60
1
2
3
.512** .494** .490**
.386** .603**
.422**
5. Stres Kerja Dimensi Challenge
24.08
6.57
-.157
.004
-.257*
-.037
6. Stres Kerja Dimensi Hindrance
19.54
5.44
-.044
-.021
-.217*
-.006
1. Self-Efficacy 2. Hope 3. Resiliency 4. Optimism
4
5
.724**
N = 89 * = signifikan pada p < .05 (two-tailed) ** = signifikan pada p < .01 (two-tailed)
Diskusi Hasil analisis utama mendapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara PsyCap dengan tingkat stres di kedua dimensi. Akan tetapi jika dilihat masing-masing komponennya, ditemukan hubungan yang signifikan antara resiliency dan tingkat stres kerja di kedua dimensi. Penjelasan mengenai temuan ini dapat ditemukan pada perbedaan resiliency dari efficacy, hope, optimism (Luthans, Vogelgesang, & Lester, 2006). Individu yang memiliki hope dikatakan memiliki agency dan pathway. Agency adalah semangat atau determinasi untuk mencapai tujuan sedangkan pathway adalah kemampuan untuk menyelaraskan usaha kepada tujuan bahkan di saat usaha-usaha yang dilakukan mengalami kegagalan. Dalam pengertian ini aspek pathway pada hope sejalan dengan resiliency karena keduanya mengandung sifat fleksibilitas. Individu dengan hope tidak berpaku pada satu usaha yang gagal namun dapat mencari cara lain untuk mencapai tujuan. Begitu pula individu yang resilien, ia tidak terus menerus berkutat dalam keterpurukan namun berusaha bangkit kembali dari kesulitan. Konsep hope mengisyaratkan individu berada dalam konteks menuju atau mencapai sebuah tujuan, ada atau tidaknya pengalaman sulit tidak menjadi syarat hope. Bedanya dalam konteks resiliensi individu bereaksi terhadap peristiwaperistiwa yang menggangu sehingga memicu proses resiliensi terjadi. Peristiwa yang
Hubungan antara psychological capital ..., Krisma Adiwibawa, F PSIKOLOGI UI, 2014
mengganggu ini dapat terjadi dalam keadaan individu sedang dalam usaha-usaha mencapai tujuan tertentu maupun dalam situasi hidup yang tanpa tekanan. Individu dengan optimism memiliki cara eksplanasi yang optimistik atas berbagai peristiwa yang terjadi dalam hidup. Atribusi kesuksesan akan diberikan pada internal dirinya sedangkan kegagalan diatribusikan pada faktor-faktor yang lebih eksternal. Individu yang optimis akan memandang masa depan sebagai sesuatu yang positif karena jika ia saat ini gagal maka di masa depan masih ada kemungkinan untuk sukses. Serupa dengan hope, optimism tidak mensyaratkan adanya pengalaman-pengalaman sulit untuk memicu respon gaya eksplanasi yang positif tersebut sedangkan resiliency hanya terjadi pada individu yang bangkit dari kesulitan Self-efficacy merupakan kekuatan psikologis yang dekat kaitannya dengan resiliency. Self-efficacy merupakan kemampuan individu untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada pada dirinya dalam usahanya menyelesaikan sebuah pekerjaan dengan baik. Dalam pengertian ini self-efficacy berada dalam proses resiliency namun resiliency lah yang menggerakan individu melewati dan bangkit dari keadaan-keadaan sulit. Perbedaan resiliency dengan tiga komponen lainnya secara umum adalah adanya peristiwa negatif, mengganggu, menekan, sulit, kegagalan yang menjadi ciri khas resiliency. Dalam penelitian ini variabel lainnya yang diukur adalah tingkat stres kerja dimana responden ditanya seberapa tinggi atau rendah stres yang dialami mereka akibat suatu tuntutan atau keadaan. Pertanyaan dalam pengukuran stres kerja ini lebih cocok dengan konteks resiliency karena individu diminta melaporkan stres yang ia rasakan ketika berada pada kondisi sulit dalam bentuk tuntutan kerja dan kondisi tertentu. Hal ini dapat menjelaskan mengapa pada penelitian ini hanya resiliency yang berhubungan signifikan dengan stres kerja di kedua dimensi. Hasil lain yang didapatkan adalah hubungan negatif antara resiliency dan tingkat stres kerja di kedua dimensi. Hal ini menunjukkan semakin tinggi resiliency responden maka semakin rendah tingkat stres kerja pada kedua dimensi yang dirasakan oleh responden. Temuan ini dapat dijelaskan melalui meta-analisis oleh Lepine, Podsakoff, dan Lepine (2005). Meta-analisis tersebut ingin mencari tahu apa yang menyebabkan tingkat stres dimensi challenge memiliki hubungan yang berbeda dengan tingkat stres dimensi hindrance dengan performa kerja. Temuan penelitian itu mendapatkan bahwa tingkat stres akibat challenge stressor berhubungan positif dengan motivasi dan ketegangan (strain). Di sisi lain, tingkat stres dimensi hindrance berhubungan negatif baik pada motivasi namun berhubungan positif
Hubungan antara psychological capital ..., Krisma Adiwibawa, F PSIKOLOGI UI, 2014
dengan ketegangan. Temuan lain dari penelitian ini adalah motivasi dan ketegangan terbukti menjadi mediasi antara tingkat stres kedua dimensi dengan performa kerja. Jadi terbukti bahwa tingkat stres dimensi challenge meningkatkan performa kerja karena meskipun menekan sumber-sumber stres dimensi challenge juga memotivasi. Sedangkan tingkat stres dimensi hindrance menurunkan performa kerja karena memberikan ketegangan tanpa memotivasi individu. Yang ingin digarisbawahi dari penelitian tersebut adalah bahwa challenge dan hindrance stressor memiliki aspek ketegangan dan motivasi. Dalam penelitian ini pengukuran tingkat stres kerja dilakukan dengan menanyakan responden seberapa tinggi stres yang dialaminya akibat dari tuntutan atau keadaan tertentu. Metode ini lebih menyoroti aspek ketegangan dari dimensi challenge maupun hindrance, maksudnya kata-kata ‘stres’ lebih merujuk kepada ketegangan daripada motivasi sehingga yang lebih terukur adalah aspek tegangannya daripada motivasinya. Oleh karena itu hubungan resiliency baik dengan tingkat stres dimensi challenge maupun tingkat stres dimensi hindrance adalah negatif. Selain itu temuan yang dapat dicermati dari hasil penelitian mendapatkan korelasi yang tidak signifikan antara komponen self-efficacy dengan kedua dimensi stres kerja. Idealnya self-efficacy berhubungan kuat dengan stres kerja karena self-efficacy merupakan konstruk psikologis yang mendasar yang seharusnya dimiliki oleh pilot. Terutama dalam sampel yang didapatkan pada penelitian ini dimana terdapat pilot-pilot yang memiliki pengalaman yang tinggi (lama bekerja lebih dari 10 tahun, jam terbang tinggi, dan sebagainya) seharusnya selfefficacy muncul menjadi salah satu variabel yang berhubungan dengan stres kerja. Keyakinan diri akan kemampuan mereka sangat dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas dalam pekerjaan seorang pilot dan jika pilot tersebut sudah berpengalaman tinggi seharusnya selfefficacy mereka pun tinggi. Penjelasan mengapa self-efficacy tidak muncul sebagai komponen yang berhubungan signifikan dengan stres kerja dapat dijelaskan dengan mengevaluasi alat ukur yang digunakan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur PsyCap dalam penelitian ini adalah I-GPCQ di mana item-item di dalamnya bernuansa pekerjaan karyawan di perusahaan pada umumnya yang melibatkan presentasi dan sebagainya. Hal ini diindikasikan tidak sesuai dengan karakteristik pekerjaan pilot yang tidak melakukan hal-hal tersebut. Oleh karena itu hasil pengukuran self-efficacy yang dilakukan menjadi kurang cocok dan hasilnya kurang menggambarkan self-efficacy pilot. Hal ini diduga dapat mempengaruhi hasil penelitian. Pada penelitian ini hubungan yang tidak signifikan antara PsyCap dengan kedua dimensi stres kerja memiliki kemungkinan disebabkan oleh alat ukur yang tidak spesifik pada pekerjaan pilot.
Hubungan antara psychological capital ..., Krisma Adiwibawa, F PSIKOLOGI UI, 2014
Kesimpulan dan Saran Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat stres kerja (baik akibat sumber stres yang bersifat challenge maupun hindrance) berhubungan negatif dengan resiliency. Dengan kata lain tingkat stres kerja diprediksi akan menurun seiring meningkatnya resiliency. Oleh karena itu implikasi praktisnya adalah dengan melakukan pelatihan atau metode pengembangan resiliency pada pilot penerbangan sipil Indonesia dengan harapan mengurangi tingkat stres kerja yang mereka rasakan. Seperti penelitian pada umumnya penelitian ini pun belum sempurna. Terdapat beberapa kekurangan yang terkait dengan sampel, alat ukur, dan metodologi. Ukuran sampel dalam penelitian ini adalah 89 pilot penerbangan sipil (77 untuk analisis tambahan). Sampel dengan jumlah 89 lebih dari cukup untuk memperkecil standard error dari data karena standard error akan berkurang drastis ketika jumlah data dalam sampel mendekati 30 (Gravetter & Wallnau, 2013). Meskipun demikian perlu diingat bahwa semakin besar ukuran sampel perbedaan antara sampel dan true population mean akan semakin kecil (Kumar, 1999). Seharusnya dengan jumlah sampel yang lebih banyak maka hasil analisis akan semakin menggambarkan populasi pilot. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indonesian General Psychological Capital Quesionnaire (I-GPCQ) yang dikembangkan oleh Mangundjaja dan Jaya (2010) untuk mengukur PsyCap dan Challenge Stressor Measures-Hindrance Stressor Measures yang disusun oleh Cavanaugh, Boswell, Roehling dan Boudreau (2000) untuk mengukur tingkat stres kerja dua dimensi. Ketiga alat ukur bersifat umum dan tidak spesifik hanya dapat diterapkan pada pekerjaan atau populasi tertentu. Terkait alat ukur tersebut peneliti menyarankan penelitian lanjutan untuk menggunakan alat ukur PsyCap maupun tingkat stres dua dimensi yang sudah disesuaikan dengan konteks pekerjaan atau populasi pilot penerbangan sipil. Melalui uji validitas I-GPCQ peneliti mendapatkan beberapa item yang skor validitasnya buruk. Peneliti menduga penyebabnya adalah kalimat pada item tersebut kurang sesuai dengan karakteristik pekerjaan pilot penerbangan sipil. Contohnya item nomor 15 I-GPCQ yang berbunyi “Di pekerjaan atau pada suatu kegiatan saya dapat bekerja sendiri dan mandiri”. Item tersebut dapat menjadi misleading karena pilot tidak bisa bekerja sendiri dan harus dalam tim (kapten dengan kopilot dan kru penerbangan lainnya). Melihat berbagai stresor yang unik pada pekerjaan seorang pilot penerbangan sipil dari Cooper dan Sloan (1985) seperti jadwal yang tidak teratur, kecemasan tentang training dan ujian profisiensi
Hubungan antara psychological capital ..., Krisma Adiwibawa, F PSIKOLOGI UI, 2014
terbang dan sebagainya, ada baiknya juga alat ukur stres kerja dua dimensi disesuaikan dengan karakteristik pekerjaan pilot tersebut. Pengukuran tingkat stres kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran langsung yang menanyakan langsung seberapa besar individu merasakan stres (Cavanaugh, Boswell, Roehling, dan Boudreau, 1998). Seperti penjelasan yang sudah dituliskan di bagian diskusi pengukuran seperti ini bisa jadi hanya menyoroti aspek ketegangan dari stresor-stresor yang dievaluasi. Oleh karena itu penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan untuk menggunakan pengukuran tidak langsung dimana individu diminta melaporkan tingkat intensitas tuntutan kerja yang diasumsikan menghasilkan stres kerja (“Seberapa besar pekerjaan Anda menuntut Anda untuk bekerja sangat cepat?”. Alternatif lain dapat dilakukan dengan mengukur tingkat ketegangan (strain) dan motivasi dari masing-masing stressor yang dievaluasi. Dengan demikian selain bisa mendapatkan tingkat stres pada masing-masing dimensi, dapat dilihat bagaimana stressor pada masing-masing dimensi menghasilkan tegangan dan motivasi. Kepustakaan Adams, S. (2014). The most stressful jobs of 2014. In Forbes. Retrieved May 6, 2014, from http://www.forbes.com/sites/susanadams/2014/01/07/the-most-stressful-jobs-of-2014/ Avey, J. B., Luthans, F., & Jensen, S. M. (2009). Psychological capital: A Positive resource for combating employee stress and turnover. Human resource management, 48(5), 677-693. doi:10.1002/hrm.20294 Boswell, W. R., Olson-Buchanan, J. B., & LePine, M. A. (2004). Relations between stress and work outcomes: The role of felt challenge, job control, and psychological strain. Journal of vocational behaviour, 64(1), 165-181. doi:10.1016/S0001-8791(03)000496 Cavanaugh, M. A., Boswell, W. R., Roehling, M. V., & Boudreau, J. W. (2000). An empirical examination of self-reported work stress among U.S. managers. Journal of applied psychology,85(1), 65-74. doi:10.1037//0021-9010.85.1.65 Cavanaugh, M. A., Boswell, W. R., Roehling, M. V. & Boudreau, J. W. (1998). “Challenge” and “hindrance” related stress among U.S. managers (CAHRS Working Paper #9813). Ithaca, NY: Cornell University, School of Industrial and Labor Relations, Center for Advanced Human Resource Studies. Gravetter, F. J., & Wallnau, L. B. (2013). Statistics for the behavioral science (9th ed.). Canada: Wadsworth, Cengage Learning.
Hubungan antara psychological capital ..., Krisma Adiwibawa, F PSIKOLOGI UI, 2014
Kumar, R. (1999). Research methodology: a step by step for beginners. Australia: Addison Weslye Longman. Lepine, J. A., Podsakoff, N. P., Lepine, M. A. (2005). A meta-analytic test of the challenge stressor-hindrance stressor framework: an explanation for inconsistent relationships among stressors and performance. The academy of management journal, 48(5), 764775. Luthans, F., Youssef, C. M., Avolio, B. J. (2007). Psychological capital: developing the human competitive edge. USA: Oxford University Press. Luthans, F., Vogelgesang, G. R., & Lester, P. B. (2006). Developing the psychological capital of
resiliency. Human
Resource
Development
Review,5(1),
25-44.
doi:
10.1177/1534484305285335 Marboen, A. P. (2014, Maret 5). Indonesia akan di peringkat kelima penerbangan dunia. In Antaranews.com.
Diunduh
April
19,
2014,
dari
http://www.antaranews.com/berita/422427/indonesia-akan-di-peringkat-kelimapenerbangan-dunia Stokes, A., Kite, K. (1994). Flight stress: Stress, fatigue, and performance in aviation. Great Britain: Cambridge University Press. Stranks, J. (2005). Stress at work: management and prevention. UK: Elsevier ButterworthHeinemann. Thona, Lovell Sahat. (1998). Sumber stres pilot airline. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi UI.
Hubungan antara psychological capital ..., Krisma Adiwibawa, F PSIKOLOGI UI, 2014