1
HUBUNGAN ANTARA SELF REGULATION LEARNING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA
OLEH NOVA RITA LABIRO 802010066
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Self regulation learning dengan Prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang negatif dan signifikan antara Self regulation learning dengan Prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Teknologi dan Informasi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiwa Fakultas Teknologi dan Informasi angkatan 2010 yang berjumlah 50 orang. Variabel Self regulation learning diukur dengan skala Motivated Strategies for Learning Questionnare (MSLQ) yang terdiri dari 46 item dan variabel Prokrastinasi Akademik menggunakan skala Prokrastinasi Tuckman yang terdiri dari 35 item. Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis Product Moment Pearson. Koesifien korelasi yang diperoleh sebesar -0,006 dengan signifikansi sebesar 0,484 (p > 0,05). Sehingga didapatkan kesimpulan dari penelitian menunjukan tidak adanya hubungan yang negatif dan signifikan antara Self regulation learning dengan Prokrastinasi akademik pada mahasiswa.
Kata Kunci : Self Regulation Learning, Prokrastinasi Akademik
Absctract The purpose of this research is to find the connection between self regulation learning and academic procrastination on undergraduate student. The hypothesis proposed in this research is that there is a negative connection and significant between self regulatedlearning and academic procrastination on undergraduate student. This research is conducted at Faculty of Information and Technology at SatyaWacana Christian University, Salatiga. The subjects of this research are 50 undergraduate students year of 2010. Self regulation learning is measured with motivated strategies for learning questionnare(MSLQ) scale, which is composed of 46 items and academic procrastination scale uses Tuckman procrastination scale which is composed of 35 items. Data analysis uses Product Moment Pearson technique. acquired correlation coefficient is -0,006 with significance of 0,0468(p > 0,05). The conclusion is that this research shows that there is no negative connection between self regulation learning and academic procrastination on undergraduatestudent.
Keywords :Self Regulation Learning, Academic Procrastination
2
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Jenjang pendidikan formal di Indonesia menetapkan seorang pelajar dapat disebut mahasiswa apabila ia telah melewati atau lulus dari jenjang pendidikan sebelumnya, yaitu Sekolah Dasar (SD 6 tahun), Sekolah Menengah Pertama (SMP 3 tahun), Sekolah Menengah Umum (SMU 3 tahun) yang kemudian melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Mahasiswa dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1990: 543) diartikan sebagai orang yang belajar di perguruan tinggi. Sedangkan menurut situs Wikipedia, mahasiswa adalah panggilan bagi orang yang sedang menjalani pendidikan tinggi di sebuah universitas atau perguruan tinggi. Fenomena umum yang terjadi pada pelajar saat ini adalah sebagian perilaku pelajar / mahasiswa yang banyak menghabiskan waktu hanya untuk urusan hiburan semata dibandingkan dengan urusan akademik. Hal ini terlihat dari kebiasaan suka begadang, jalan-jalan di mall atau plaza, menonton televisi hingga berjam-jam, kecanduan game online dan suka menunda waktu pekerjaan (Savitri, 2011). Ketika seorang pelajar tidak dapat memanfaatkan waktu dengan baik, sering mengulur waktu dengan melakukan kegiatan yang tidak bermanfaat sehingga waktu terbuang dengan siasia. Tugas terbelangkalai dan penyelesaian tugas tidak maksimal berpotensi mengakibatkan kegagalan atau terhambatnya seorang untuk meraih kesuksesan. Kegagalan atau kesuksesan individu sebenarnya bukan karena faktor inteligensi semata namun kebiasaan melakukan penundaan dalam terutama penyelesaian tugas akademik. Didalam khazanah psikologi terdapat suatu istilah prokrastinasi yang menunjukan suatu perilaku yang tidak disiplin dalam penggunaan waktu.
3
Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran “crastinus” yang berarti keputusan hari esok. Jika digabungkan menjadi “menangguhkan” atau “menunda sampai hari berikutnya” (Ghufron, 2010). Penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi memiliki karakteristik berbeda dengan tingkatan jenjang pendidikan di bawahnya. Dalam perguruan tinggi diterapkan sistem SKS
(Satuan Kredit Semester), hal ini menuntut mahasiswa harus dapat
mengatur dan merencanakan beban kuliah dan proses belajar setiap semester. Fenomena yang terjadi justru banyak mahasiswa Psikologi UKSW Salatiga yang mengaku sering menunda-nunda mengerjakan tugasnya sampai menjelang batas waktu pengumpulan. Dengan berbagai alasan, diantaranya sudah jenuh mengerjakan tugastugas yang dibebankan selama ini, atau dengan alasan bahwa mahasiswa pada semester akhir lebih banyak beban dan tanggung jawab selain memikirkan perkuliahan mereka juga dituntut untuk mulai mencari peluang di suatu lapangan pekerjaan dan bahkan mereka memang sedang menjalani kuliah sambil bekerja, kemudian ada juga yang menyatakan bahwa mereka terlalu sibuk dengan kegiatan yang diadakan oleh organisasi yang diikuti sehingga mereka sering menunda-nunda mengerjakan tugas kuliah. Prokrastinasi dapat terjadi pada setiap individu dengan berbagai statusnya, oleh karenaitu muncul penelitian yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir terkait dengan prokrastinasi. Saat ini prokrastinasi adalah masalah umum yang terjadi di dunia akademik dan sesuatu yang mengancam bagi pelakunya (Ferrari, Johnson, & McCown,1995). Prokrastinasi patut diwaspadai terlebih bila pada mahasiswa yang akan menyusun skripsi atau membuat tugas hariannya.
4
Prokrastinasi dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari, namun pada mahasiswa menunjukan frekuensi tertinggi dibandingkan prokrastinasi pada hal lainnya. Seorang mahasiswa memiliki berbagai kegiatan yang dilakukan, diantaranya ada mahasiswi yang bekerja sambil kuliah ataupun melaksanakan kegiatan lain di luar perkuliahan. Namun, selama menuntut ilmu di perguruan tinggi, sebagai mahasiswa tidak terlepas dari kewajiban mengerjakan tugas-tugas akademik. Beberapa tuntutan penyelesaian tersebut antara lain adalah membuat berbagai macam tugas akademik maupun ujian yang merupakan suatu bentuk evaluasi bagi mahasiswa yang dilaksanakan secara rutin, serta kegiatan non akademis lainnya.(http://www.academia.edu). Dalam (http://www.academia.edu) menyatakan bahwa beberapa literatur menjelaskan tentang aspek-aspek yang mempengaruhi terjadinya perilaku prokrastinasi, seperti kelelahan,self efficacy, kecemasan untuk takut gagal,rendahnya kontrol diri, motivasi yang rendah, dan lingkungan yang lenien. Dari aspek-aspek tersebut beberapa diantaranya berindikasi terjadi pada mahasiswa perguruan tinggi. Seperti lelah secara fisik dan psikis dikarenakan pemadatan jadwal kuliah yang berefek pada padatnya jam belajar, serta kecemasan untuk gagal karena tuntutan untuk berprestasi dari berbagai pihak seperti keluarga dan kontrol diri yang rendah karena lebih mementingkan sesuatu yang lebih menyenangkan bersama teman sebayanya dari pada mengerjakan tugas kuliahnya. (http://www.academia.edu). Hal ini didukung oleh wawancara yang dilakukan peneliti pada beberapa mahasiswa di fakultas Psikologi dan pada bulan juni dilakukan juga wawancara terhadap beberapa mahasiswa Fakultas Teknologi dan InformasiUKSW di kota Salatiga, di antaranya wawancara dengan beberapamahasiswa pada bulan Maret 2014, dan begitu juga hal yang sama diungkapkan oleh beberapa mahasiswa psikologilainnya.Mahasiswa tersebut menyatakan kelelahan akan jadwal
5
belajar yang ada membuat mahasiswa melakukan penundaan memulai mengerjakan tugas, mempelajari pelajaranserta tidak cukup waktu untuk mengevaluasi hasil kerja sebelummengumpulkan tugas. Selain itu, diperoleh informasi dari beberapa mahasiswa lainnya yangmenyatakan melakukan penundaan karena melakukan aktifitas lain selain aktifitaskuliah karena bosan dengan kegiatan belajar yang ada. Jika melihat hal tersebut, maka setiap individu memiliki kemampuan meregulasi diri dalam kehidupannya dan bertanggung jawab terhadap perilakunya untuk mencapai tujuan yang telah ditargetkan, yang dapat teraplikasikan dalam pembelajaran sehingga penundaan belajar akan berkurang. Shraw, Watkins, dan Olafson (2007) mendefinisikan prokrastinasi akademik sebagai "sengaja menunda atau menunda pekerjaan yang harus diselesaikan" (hal. 12). Penundaan sebenarnya adalah kebalikan dari motivasi - kurangnya niat atau kemauan untuk mengambil tindakan (Ryan & Deci, 2000). Penelitian menunjukkan bahwa penundaan merugikan mempengaruhi kemajuan akademis karena membatasi kualitas dan kuantitas karya siswa. Penundaan menyebabkan sejumlah hasil negatif, termasuk komitmen pada tujuan yang lebih rendah, jumlah yang lebih rendah dari waktu yang diberikan terhadap pekerjaan (Morford, 2008) dan penurunan prestasi kursus (Akinsola, Tella, & Tella, 2007. Menurut Alsa (Arjanggi & Suprihatin, 2010), teori belajar sosial kognitif sudah menjelaskankonsep ideal pembelajaran berdasar regulasi-diri dengan cakupan mekanisme pengembangan diri dan pemantauan diri atas pikiran, perasaan, dan perilaku dengantujuan untuk mencapai sasaran yang dapat membantu mengatur waktu danmengendalikan diri pada sistem pembelajarannya, yang dalam psikologi terwujud padaistilahself-regulated learning (SRL). Jika mahasiswa memiliki SRL tinggi, maka
6
mahasiswa memiliki kemampuan secara mandiri untuk melakukan pengaturan terhadap perencanaan kegiatan, pemonitoran dan mengevaluasi kegiatan yang dilakukannya, disertai motivasi yang kuat untuk mampu menampilkan serangkaian tindakan produktif dan efektif yang ditujukan untuk pencapaian target, Begitu pula sebaliknya, apabila prokrastinasi akademik tinggi dan SRL rendah, maka ketiga ciri yang dikemukakan oleh Ferrari dkk akan muncul. Menurut Santrock (2007) mahasiswa/siswa/pelajar yang memiliki SRL menunjukkan karakteristik mengatur tujuan belajar untuk mengembangkan ilmu dan meningkatkan motivasi, dapat mengendalikan emosi sehingga tidak mengganggu kegiatan pembelajaran, memantau secara periodik kemajauan target belajar, mengevaluasinya dan membuat adaptasi yang diperlukan sehingga menunjang dalam prestasi. Para peneliti juga menemukan terdapat korelasi positif dan cukup kuat antara SRL dengan prestasi akademik pada siswa ( Santrock, (2007). Serta SRL merupakan sebuah strategi yang sangat bagus untuk meningkatkan pembelajaran dan pemantauan akan prestasi yang diperolehnya. Penelitian Wolters (dalam Mastuti, dkk 2006: 17) menunjukan bahwa perilaku prokrastinasi akademik memiliki hubungan dengan aspek-aspek dalam self regulation learning. Ellis dan Knaus (dalam Rumiani, 2006) menemukan bahwa hampir 70 % mahasiswa dari kampus di Amerika melakukan prokrastinasi dalam makna luas. Penelitian lain di Amerika oleh Solomon dan Rothblum 1984 (dalam Rahmawati, 2010) dari 323 mahasiswa melalui self report data prokrastinasi mengindikasikan bahwa 46% selalu melakukan prokrastinasi pada tugas menulis makalah, pada tugas belajar untuk ujian ada 27,6%, dan 30,1% melakukan prokrastinasi untuk membaca tugas mingguan.
7
Perilaku menunda-nunda merupakan masalah yang umum di kalangan pelajar, khususnya mahasiswa perguruan tinggi. Hal ini menunjukan bahwa begitu banyak mahasiswa yang melakukan prokrastinasi, padahal mahasiswa adalah penerus bangsa yang diharapkan kelak dapat memajukan bangsa ini. Tuckman(2002b) mempelajari prokrastinasi pada mahasiswa yang terdaftar Kursus berbasis Web. Dalam penyusunan tugas, Tuckman membandingkan penundaan Tinggi, sedang, dan rendahnya self regulation pada mahasiswa yang belum bergelar. Ia menemukan bahwa semakin tinggi self-regulation, maka semakin sedikit penundaan yang dihasilkan. (Glenda C.Rakes, Karee E. Dunn, 2010). Adapun penelitian yang dilakukan oleh Habibah Nugraheni Lestarik, Salmah Lilik, dan Aditya mengenai hubungan self regulated learning dengan prokrastinasi penyusunan skripsi pada mahasiswa fakultas sastra dan seni rupa UNS, dimana hasilnya adalah positif, tingginya self regulated learning yang dimiliki seharusnya dapat menurunkan tingkat prokrastinasi penyusunan skripsi ternyata tidak menunjukan signifikansi yang nyata. Sementara itu hasil penelitian dalam negeri, Fitria Savira dan Yudi Suharsono (2013) menemukan bahwa 22 siswa (45,8%) memiliki self-regulated learning tinggi artinya individu memiliki perencanaan untuk mencapai tujuannya dan mengelola waktu belajar dengan baik, mengorganisasi dan mengode informasi secara strategis, mempertahankan motivasi, serta mengelola lingkungan guna mendukung aktivitas belajarnya. Sedangkan 26 siswa (54,2%) yang memiliki self-regulated learning rendah, yang menggambarkan bahwa siswa tidak memiliki perencanaan dan pengaturan waktu
8
dalam pembelajaran, tidak memiliki strategi pembelajaran, rendahnya motivasi, dan kurang memanfaatkan sumber-sumber yang ada. Menurut Ghufron (2004), dengan adanya Self Regulation diharapkan mahasiswa mampu menampilkan serangkaian tindakan yang ditunjukan untuk pencapaian target dengan
melakukan
perencanaan
terarah,
sehingga
prokrastinasi
dapat
lebih
diminimalisir. Jadi semakin tinggi tingkat Self Regulation maka semakin rendah tingkat prokrastinasi mahasiswa. Pada penelitian sebelumnya sendiri sudah ditemukan beberapa hasil penelitian yang berkorelasi negatif dimana saat self regulation tinggi, maka prokrastinasinya akan rendah, penelitian sejenis ini sendiri belum pernah dilakukan di Fakultas Teknologi dan InformasiUniversitas Kristen Satya Wacana, sehingga membuat peneliti tertarik untuk meneliti dan ingin melihat apakah hasilnya juga akan berkorelasi negatif atau sebaliknya. Dilihat dari keterkaitan yang ditemukan pada prokrastinasi akademik danSRLmunculdugaan peneliti akan adanya hubunganSRLdengan prokrastinasi yang berdasar padastudi literatur belum ditemukan yang melakukan penelitian tersebut terkait pada subyek mahasiswaFakultas Teknologi dan Informasi.Sehingga peneliti tertarik untuk mengangkat judul hubunganSelf Regulation Learningdengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Teknologi dan Informasi UKSW.
Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara self regulation learning dengan tingkat prokrastinasi akademik mahasiswa Fakultas Teknologi dan InformasiUniversitas Kristen Satya Wacana?
9
TINJAUAN PUSTAKA Prokrastinasi Akademik Definisi Prokrastinasi Akademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran “crastinus” yang berarti keputusan hari esok. Hal ini diperkuat oleh pendapat Brown dan Holzman (Rizvi, Prawitasari &Soetjipto, 1997). Seseorang mempunyai kecenderungan menunda-nunda atau tidak segera memulai suatu kerja ketika menghadapi suatu kerja atau menghadapi suatu tugas tanpa memandang alasan yang mendasarinya disebut sebagai seseorang yang melakukan prokrastinasi atau prokrastinator. Menurut Ferrari (dalam Meiriana Dian, 2010), menyimpulkan bahwa pengertian prokrastinasi dapat dipandang dari berbagai batasan tertentu, yaitu : (1)
Prokrastinasi hanya sebagai perilaku penundaan, bahwa setiap perbuatan untuk menunda dalam mengerjakan tugas disebut sebagai prokrastinasi, tanpa mempermasalahkan tujuan serta alasan penundaan yang dilakukan.
(2)
Prokrastinasi sebagai suatu kebiasaan atau pola perilaku yang dimiliki individu,yang mengarah kepada trait, penundaan yang dilakukan
sudah
merupakan respon tetap yang selalu dilakukan seseorang dalam menghadapi tugas, biasanya disertai oleh adanya keyakinan-keyakinan yang irrasional. (3) Prokrastinasi
sebagai
prokrastinasitidak
suatu
hanya
trait
sebuah
prokrastinasi merupakan suatu trait
kepribadian, perilaku
dalam
pengertian
pendundaansaja,
akan
ini tetapi
yang melibatkan komponen-komponen
10
perilaku maupun struktur mental lain yang saling terkait yang dapat diketahui secara langsung maupun tidak langsung (dalam Ghufron, 2010). Dalam beberapa pengertian prokrastinasi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa prokrastinasi adalah suatu penundaan akan suatu pekerjaan yang dilakukan secara sengaja, dengan melakukan aktivitas lain yang tidak diperlukan atau kegiatan berprioritas rendah. Sedangkan Akademik adalah mengenai (berhubungan dengan) akademi : soal-soal bersifat ilmiah, bersifat ilmu pengetahuan, bersifat teori (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Ciri-Ciri Prokrastinasi Akademik Prokrastinasi sebagai suatu perilaku penundaan mempunyai karakteristik. Menurut Burka & Yuen, (dalam Risalatuna, 2013) seorang prokrastinator memiliki karakteristik-karakteristik tertentu, yang disebut sebagai “kode prokrastinasi”. Kode prokrastinasi ini merupakan cara berpikir yang dimiliki oleh seorang prokrastinator, yang dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang tidak realistis sehingga menyebabkannya memperkuat prokrastinasi yang dilakukannya, meskipun mengakibatkan frustrasi. Kode-kode prokrastinasi tersebut adalah sebagai berikut: a. Kurang percaya diri Individu yang menunda biasanya berjuang dengan perasaannya yang kurang percaya diri dan kurang menghargai diri sendiri.Individu yang demikian ini kemungkinan ingin berada pada penampilan yang bagus sehingga menunda. Prokrastinator merasa tidak sanggup menghasilkan sesuatu dan terkadang menahan ide-ide yang dimilikinya karena takut tidak diterima orang lain.
11
b. Perfeksionis Prokrastinator merasa bahwa segala sesuatunya itu harus sempurna.Lebih baik menunda daripada bekerja keras dan mengambil resiko kemudian dinilai gagal. Prokrastinator akan menunggu sampai dirasa saat yang tepat bagi dirinya untuk bertindak agar dapat memperoleh hasil yang sempurna. c. Tingkah laku menghindari Prokrastinator menghindari tantangan. Segala sesuatu yang dilakukannya, bagi prokrastinator seharusnya terjadi dengan mudah dan tanpa usaha. Faktor Yang Mempengaruhi Prokrastinsi Akademik MenurutGhufron (2010)faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prokrastinasi akademik dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu : a. Faktor Internal Faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu mempengaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor itu meliputi kondisi fisik dan kondisi psikologis dari individu yaitu: 1) Kondisi fisik individu Faktor dari dalam diri individu yang turut mempengaruhi munculnya prokrastinasi akademik adalah keadaan fisik dan kondisi kesehatan individu misalnya fatigue. 2) Kondisi psikologis individu Menurut Millgran (dalam Ghufron, 2010), trait kepribadian individu yang turut mempengaruhi munculnya perilaku penundaan, misalnya trait kemampuan sosial yang tercermin dalam self regulation dan tingkat kecemasan dalam berhubungan sosial.
12
3) Kemandirian Ghufron (2003), Nugrasanti (2006), dan Akhmad (2008) mengatakan bahwa salah satu anteseden prokrastinasi adalah adanya sifat ketergantungan terhadap orang lain, membutuhkan dukungan serta sifat selalu membutuhkan bantuan dari orang lain. b. Faktor Eksternal Faktor-faktor yang terdapat di luar diri individu yang mempengaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor itu antara lain berupa pengasuhan orang tua dan lingkungan yang kondusif, yaitu lingkungan lenient. 1) Gaya pengasuhan orang tua: Hasil penelitian Ferrari dan Ollivete (dalam Ghufron, 2010) menemukan bahwa tingkat penghasuhan otoriter ayah menyebabkan munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi yang kronis pada subyek penelitian anak wanita, sedangkan tingkat pengasuhan otoriter ayah menghasilkan anak wanita yang bukan procrastinator. 2) Kondisi lingkungan: Kondisi lingkungan yang lenient prokrastinasi akademik lebih banyak dilakukan pada lingkungan yang rendah dalam pengawasan dari pada lingkungan yang penuh pengawasan. Mancini (1994) sependapat bahwa ada dua hal yang menjadi penyebab prokrastinasi, yaitu internal forces (tekanan dari dalam) dan external force (tekanan dari luar) : a) Internal forces (Tekanan dari dalam) Internal forces terdiri dari empat hal yaitu ketakutan akan problem (fear of change), ketakutan pada kegagalan (fear of failure), ketakutan akan tergesa-gesa
13
(addiction to running), dan kecenderungan untuk berbuat lebih (tendency to ovecommit). b) External forces (Tekanan dari luar) External forces juga terdiri dari empat hal yaitu tugas yang tidak nyaman (unpleasant tasks), tugas banyak (overwhelming tasks), aliran tugas yang tidak jelas (unclear tasks flow), dan tujuan yang tidak jelas (unclear goals). Aspek – Aspek Prokrastinasi Akademik Tuckman, (1991), membagi tiga aspek prokrastinasi, meliputi : 1. A general self-description of the tendency to deal with things / Kecenderungan dalammelakukan sesuatu, merupakan kecenderungan untuk membuang waktu secara sia-sia dalam menyelesaikan tugas yang perlu diprioritaskan demi melakukan halhal lain yang kurang penting. 2. A tendency to avoid unpleasantness and to have difficulty doing unpleasant things / Kecenderungan untuk menghindari ketidaknyamanan dan mengalami kesulitan dalam melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan yaitu kecenderungan untuk merasa keberatan mengerjakan hal-hal yang tidak disukai dalam tugas yang harus dikerjakannya tersebut atau jika memungkinkan akan menghindari hal-hal yang dianggap mendatangkan perasaan tidak menyenangkan. 3. A tendency to blame others for one’s own predicaments / Kecenderungan untuk menyalahkan orang lain akan keadaan yang tidak menyenangkan yang dialami yakni kecenderungan menyalahkan pihak lain atas penderitaan yang dialami diri sendiri dalam mengerjakan sesuatu yang ditunda.
14
Self Regulation Learning Definisi Self Regulation Learning Self regulation learning adalah suatu usaha yang mendalam dan memanfaatkan sumber daya dan jaringan yang ada,
memonitor dan meningkatkan proses yang
mendalam. Dengan kata lain, self regulation learning mengacu pada perencanaan dan memonitor proses kognitif dan afektif yang melibatkan keberhasilan menyelesaikan tugas-tugas akademik (Kerlin, B.A. 1992). Pintrict & Groot (1990) memberikan istilahself regulated learningdalam belajar dengan istilahSRL.Konsep self-regulation dikemukakan pertama kali oleh Bandura dalam latar teori belajar sosial. Menurut Zimmerman (2002), regulation dalam proses belajar bukanlah suatu kemampuan mental atau sebuah keterampilan dalam akademik, namunmengelola proses belajar Individusendiri melalui pengaturan dan pencapaian tujuandengan mengacu
pada metokognisi dan perilaku aktif dalam belajar
mandiri.Pembelajaran dengan pengaturan diri terdiri atas metakognisi, motivasi, dan tindakanterencana yang secara siklus diadaptasikan untuk mencapai tujuan pribadi (Zimmerman&
Pons,
1990).Selain
itu
motivasi
dalam
konteksSRLadalahself
motivationyang merupakan motivasi berasal dari diri sendiri terhadap kapasitasnya untuk belajar (Sunawan, 2005). Aspek perilakupun berkaitan dengan upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi, dan memanfaatkan maupun menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas belajar seperti mendengarkan pelajaran dari guru, mencatat, berkonsentrasi, dan lain-lainnya. Namun Thoresen dan Mahoney menjelaskan bahwa SRL dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu faktor pribadi ( person), perilaku, dan lingkungan (Zimmerman, 1990).
15
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan para ahli dapat disimpulkan bahwa self regulation learning mengacu pada kemampuan dari mahasiswa untuk memahami dan mengontrol belajarnya, dimana mahasiswa memerlukan untuk mengontrol belajarnya melalui keyakinan akan motivasi yang produktif dan menggunakan strategi belajar kognitif. Aspek-aspek Self Regulation learning Pintrich, Smith, Garcia
&Mc Keachie (dalam Artino, 2009) menjelaskan
strategi dalam Self Regulated Learning terbagi dalam aspek-aspek sebagai berikut: 1. Strategi Latihan Strategi latihan termasuk penamaan item dari daftar yang harus dipelajari. (Talbot, Garcia&Pintrich, dalam Artino 2009). 2. Strategi Elaborasi Strategi elaborasi membantu siswa menyimpan informasi dalam memori jangka panjang dengan membangun hubungan internal antara hal yang harus dipelajari (Pintrich et al, dalam Artino, 2009). 3. Strategi Pengorganisasian Pengorganisasian
digambarkan
sebagai
sebuah
upaya
aktif
yang
menghasilkan siswa yang terlibat dalam tugas.Strategi ini membantu siswa dalam memilih informasi yang sesuai dan juga membuat hubungan dengan informasi dalam pelajaran (Gracia & Pintrich, dalam Artino 2009). 4. Strategi Berpikir Kritis Strategi berpikir kritis mengacu pada sejauh mana siswa melaporkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya untuk situasi baru dalam rangka untuk
16
memecahkan masalah, mengambil keputusan, atau membuat evaluasi kritis sehubungan dengan standar-standar keunggulan (Pintrich et el, dalam Artino, 2009). 5. Strategi Pengaturan Diri Metakognitif Metakognisi mengacu pada pengetahuan, kesadaran dan kontrol serta pengaturan dari kognisi. (Pintrich et al, dalam Artino, 2009). 6. Strategi Manajemen Waktu dan Lingkungan Belajar Skala pertama dibawah sumber strategi manajemen adalah manajemen waktu dan lingkungan belajar.Manajemen waktu termasuk jadwal untuk belajar, rencana mingguan atau bulanan untuk tugas, tes dan ujian, dan secara efektif menggunakan waktu belajar untuk seting tujuan realistik (Artino, 2009). 7. Strategi Pengaturan Usaha Pengaturan usaha menekankan self management dan mencerminkan komitmen untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan seseorang meskipun mengalami kesulitan dan gangguan. (Pintrich et al, dalam Artino 2009). 8. Strategi Belajar Dengan Teman Belajar dengan teman mengacu pada dialog antar teman dan pertukaran intelektual, ide dan informasi yang dapat membantu siswa menjelaskan materi pelajaran dan menemukan informasi bahwa mereka tidak akan mampu melakukan sendiri (Garcia, Pintrich, dalam Artino, 2009). 9. Strategi Pencarian bantuan Pencarian bantuan mengacu pada proses dimana siswa meminta temantemannya dan guru untuk menjelaskan materi pelajaran yang membingungkan dan karenanya dapat mempercepat pencapaian (Pintrich et al, dalam Artino, 2009).
17
Komponen Self Regulated Learning Menurut Schunk (dalam Nono Hery, 2010) Self regulated learning memiliki tiga komponen yaitu : 1. Mengamati diri sendiri (self-observation), yaitu dengan sengaja memberikan perhatian yang spesifik dari aspek perilaku dirinya sendiri. 2. Penilaian dirinya sendiri (self-judgement), yaitu dengan membandingkan kemajuan sekarang dengan suatu tujuan secara standar. 3. Reaksi dari dirinya sendiri (self-reaction), yaitu dengan membuat respon evaluativ terhadap penilaian kinerja dirinya sendiri. Hubungan Antara Self Regulation Learning dengan Prokrastinasi Akademik Prokrastinasi merupakan salah satu masalah yang penting dalam bidang akademikProkrastinasi akademik adalah penundaan yang dilakukan secara berulangulang dalam tugas-tugas akademik, yang meliputi penundaanuntuk memulai maupun menyelesaikan tugas, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual dan melakukan tugas yang harus dikerjakan. Faktorfaktor yang menyebabkan prokrastinasi adalah takut gagal, tidak menyukai tugas, kesukaran mengambil keputusan. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan seseorang melakukan prokrastinasi adalah kurangnya strategi dan pengaturan diri dalam belajar atau biasa disebut juga dengan self regulation learning.Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa faktor yang dapat meningkatkan kecenderungan melakukan prokrastinasi yaitu adanya kesulitan dalam pengaturan diri / self-regulation. Lebih lanjut menurut Zimmerman (1990) menyatakan bahwa jika seseorang kehilangan strategi dalam self regulation atau dengan kata lain memiliki self regulated learning
18
yang rendah maka mengakibatkan proses belajar dan performa yang buruk, dalam hal ini siswa akan cenderung melakukan prokrastinasi akademik. Menurut Corno, Snow & Jackson (dalam Woolfolk, 2009), mahasiswa yang mempunyai self regulated learning yang baik tahu bagaimana cara melindungi dirinya sendiri dari gangguan yang dapat mengganggu proses belajar. Mereka tahu bagaimana cara mengatasi bila merasa cemas, mengantuk atau malas. Sehingga mahasiswa yang memiliki self regulated yang baik akan memiliki kecenderungan prokrastinasi rendah. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Hariri (2010) yang menyatakan bahwa self regulated learning efektif untuk menurunkan tingkat prokrastinasi akademik. Adanya hubungan antara prokrastinasi akademik dan self regulation juga disinyalir oleh Senecal, Koestner, & Vallerand (2001) yang menunjukkan adanya hubungan yang negatif signifikan, dimana dalam penelitiannya terdapat 25% self regulated learning rendahyang menyebabkan terjadinya prokrastinasi akademik. Artinya bahwa semakin tinggi self regulated learning mahasiswa maka semakin rendah perilaku prokrastinasi dan sebaliknya semakin tinggi prokrastinasi maka tingkat self regulated learningnya semakin rendah. Menurut Santrock (2007) mahasiswa/siswa/pelajar yang memiliki Self Regulation Learning menunjukkan karakteristik mengatur tujuan belajar untuk mengembangkan ilmudan meningkatkan motivasi, dapat mengendalikan emosi sehingga tidak mengganggu kegiatan pembelajaran, memantau secara periodik kemajuan target belajar, mengevaluasinya dan membuat adaptasi yang diperlukan sehingga menunjang dalam prestasi, sebaliknya mahasiswa yang memiliki prokrastinasi
19
tinggi cenderung suka menunda tugas-tugas yang diberikan kepadanya
sehingga
menyebabkan ia mengalami penurunan prestasi belajarnya karena pengaturan self regulated learningnya yang kurang baik.. Umumnya, siswa/mahasiswa yang berhasil adalah siswa/mahasiswa yang menggunakan strategi self regulated learning (self regulated learning tinggi) dan sebagian besar sukses di sekolah sedangkan yang lainnya adalah mahasiswa yang tidak menggunakan strategi belajar dengan baik sehingga menyebabkann mahasiswa tersebut mengalami penurunan prestasi belajar. Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa dengan Self Regulation Learning yang baik seorang mahasiswa/pelajar dapat mengatur waktunya dan mencapai prestasi akademik yang baik. Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil suatu hipotesis bahwa ada hubungan negatif dan signifikan antara self regulation learning dengan prokrastinasi akademik mahasiswa. Semakin tinggi self regulation learningmaka semakin rendah tingkat prokrastinasi akademiknya, sebaliknya semakin rendah tingkat self regulation learningnya maka semakin tinggi tingkat prokrastinasi akademiknya.
20
METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang digunakan yaitu : 1. Variabel Tergantung
: Prokrastinasi Akademik
2. Variabel Bebas
: Self Regulation Learning
Populasi Subjek Penelitian Populasi yang akan menjadi partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Teknologi dan Informasi angkatan 2010, Universitas Kristen Satya Wacana dikarenakan berdasarkan pengamatan dan wawancara singkat yang dilakukan oleh peneliti terdapat banyak perilaku yang menunjukan gejala prokrastinasi, terutama dalam masalah pengumpulan tugas kuliah dan keterlambatan dalam menghadiri kegiatan perkuliahan. Sementara yang diambil menjadi sampel adalah sebagian populasi yang dikenai langsung oleh suatu penelitian (Hadi, 2000), yaitu sejumlah mahasiswa Fakultas Teknologi
dan
Informasi
angkatan
2010
dengan
menggunakan
metode
PurposiveIncidental sampling yaitu metode pengambilan sampel dengan memilih siapa yang kebetulan ada/dijumpai. Sampel diambil berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh penulis berdasar kriteria tertentu, yaitu mahasiswa angkatan 2010 yang masih dalam proses belajar / kuliah. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk mendapatkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket untuk mendapatkan jenis data kuantitatif. Dalam
21
penelitian ini menggunakan skala psikologi denganmenggunakan instrumen jenis skala Likert .Dalam skala Likert terdapat pernyataan yangterdiri dari atas dua macam, yaitu pernyataan yang
favorable (mendukung ataumemihak pada objek sikap)
danunfavorable (tidak mendukung objek sikap). Adapunskala psikologi yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu 1. Instrumen pengambilan data yang digunakan peneliti adalah skala yang diadaptasi dari Tuckman Procrastination Scale yang dikembangkan oleh B.W. Tuckman (1991) untuk mengukur gambaran diri secara umum mengenai kecenderungan membuang waktu, menghindari tugas karena mengalami kesulitan ketika melakukan hal yang dianggap tidak menyenangkan (task avoidance), kecenderungan menyalahkan kejadian eksternal atau orang lain untuk setiap konsekuensi berikutnya dari pilihan prokrastinasi (blaming others). Tuckman Procrastination Scale yang telah diadaptasi oleh peneliti terdiri dari 35 item dengan 4 alternatif jawaban yaitu ( SS = Sangat Setuju, S = Setuju, TS = Tidak Setuju, dan STS = Sangat Tidak Setuju). Skor untuk pilihan jawaban A = 4, B = 3, C = 2, D = 1. Tanggapan untuk setiap item dari skala prokrastinasi tersebut dijumlahkan untuk membuat skor keseluruhan dari prokrastinasi. Sebelas item dari 35 item merupakan item-item unfavorable, yakni item 6, 8, 11, 13, 17, 25, 27, 29, 30, 33 dan 34. Skala Tuckman Procrastination Scale diadaptasi oleh peneliti dengan menerjemahkan kedalam bahasa Indonesia terlebih dahulu dan dilakukan penyesuaian dengan subyek yang akan diteliti pada penelitian ini.Penentuanpenentuan item valid menggunakan ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item pada skala pengukuran dapat dikatakan valid apabila ≥0,250. Pada
22
percobaan pertama didapatkan data valid sebanyak 21 item, setelah data gugur dihapus, pada percobaan kedua didapatkan data valid sebanyak 20item. Self Regulation Learning merupakan variabel laten yakni variabel yang tidak dapat diamati secara langsung, sehingga memerlukan sebuah instrumen dalam pengukurannya. Salah satu instrumen yang dapat mengukur Self Regulation Learning yaitu Motivated Strategies for Learning Questionnare (MSLQ) yang dikembangkan oleh Pintrich, Smith, Garcia
& Mc Keachie (dalam Artino, 2009). MSLQ
dikembangkan menggunakan pandangan sosial-kognitif dari motivasi dan self regulation learning. Dari kerangka teoritis tersebut, maka dikembangkanlah MSLQ yang terdiri dari 81 item dengan dua skala yakni Motivation Scale (Instrinsic & Extrinsic Goal Orientation, Task Value, Control of Learning Beliefs, Self Efficacy for Learning and Performance, Test Anxiety), dan Learning Strategies Scale (Rehearsal, Elaboration,
Organization,
Critical Thinking, Metacognitive Self
Regulation,
Time/Study Environmental Management, Effort Regulation, Peer Learning, Help Seeking). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala yang diadaptasi dari Motivation Strategies for Learning Questionnare (MSLQ). Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan bagian kedua dari MSLQ yaitu Learning Strategies Scale yang terdiri dari 46 item dan dengan dimensi sebagai berikut : Strategi latihan, Elaborasi, Pengorganisasian, Berpikir kritis, Pengaturan diri dan metakognitif, pengaturan waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman, dan pencarian bantuan. Peneliti mengadaptasi skala dengan menerjemahkan skala yang awalnya menggunakan bahasa Inggris kedalam bahasa Indonesia dan selanjutnya menyesuaikan skala dengan subjek dalam penelitian.
23
Pada
masing-masing
skala
tersebut
ada
pernyataan
favorable
dan
unfavorable.Pengukuran tersebut didasarkan pada skala Likert dengan pilihan jawaban dari angka 1 (tidak sepenuhnya benar) sampai angka 7 (Sangat Benar/Sesuai). Penentuan-penentuan item valid menggunakan ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item pada skala pengukuran dapat dikatakan valid apabila ≥0,250.Pada percobaan pertama didapatkan data valid sebanyak 35 item. HASIL Analisis Deskriptif a. Variabel Self Regulation Learning AnalisisDeskriptif Hasil Pengukuran Self Regulation Learning Tabel 1.1 Kategorisasi Pengukuran Skala Self Regulation Learning No 1 2 3
Interval Kategori 175≤ x<245 Tinggi 105 ≤x<175 Sedang 35 ≤ x<105 Rendah Jumlah
Mean 148,44
N 15 32 3 50
Presentase 30% 64% 6% 100%
SD = 34.302Min =75Max = 213
Berdasarkan statistik deskriptif yang diperoleh pada skala Self regulation learning,skor empirik nilai minimum75 dan skor empirik nilai maksimum213, dengan standar deviasi 34.302. Mean yang diperoleh adalah 148,44 yang termasuk dalam kategori sedang yaitu rentang 105 ≤x<175.
24
b. Variabel Prokrastinasi Akademik Analisis Deskriptif Hasil Pengukuran Skala Prokrastinasi Pada Mahasiswa Tabel 1.2 Kategorisasi Pengukuran Skala Prokrastinasi Akademik No 1 2 3
Interval Kategori 60 ≤ x < 80 Tinggi 40≤ x <60 Sedang 20 ≤ x < 40 Rendah Jumlah
Mean 49.88
N 7 34 9 50
Presentase 14% 68% 18% 100%
SD =9.178 Min = 31 Max = 66
Berdasarkan statistik deskriptif yang diperoleh pada skala Prokrastinasi Akademik, skor empirik nilaiminimum31 dan skor empiriknilai maksimum adalah 66. Mean yang diperoleh adalah 49, 88 yang termasuk dalam kategori sedang yaitu rentang 40≤ x <60. Uji Korelasi a. Uji Normalitas Berdasarkan hasil uji normalitas variabel Self Regulation Learning didapatkan koefisien Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 0,520dengan probabilitas (p) sebesar 0,950 > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang diuji berdistribusi normal. Sedangkan uji variabel Prokrastinasi Akademik didapatkan koefisien Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 0,768 dengan probabilitas (p) sebesar 0,598 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang diuji berdistribusi normal. Jadi, kedua variabel yaitu Self regulation learning dan Prokrastinasi Akademik keduanya berdistribusi normal.
25
b. Uji Linieritas Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,719 dengan signifikansi 0,778 (diatas 0,05) yang menunjukkan terdapat hubungan linear antara variabel Self Regulation Learning dengan Prokrastinasi Akademik.
c. Analisis Korelasi Tabel1.3 Hasil Uji Korelasi antara Self Regulation Learning dengan Prokrastinasi Pada Mahasiswa Correlations SRL Pearson Correlation SRL
PROKRASTINASTI Akademik 1
Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation
PROKRASTINASTI Akademik
Sig. (1-tailed) N
-.006 .484
50
50
-.006
1
.484 50
50
Pada tabel Correlations diperoleh harga koefisien korelasi antara Self Regulated Learningdengan Prokrastinasi Akademiksebesar -0,006 dengan signifikansi 0,484 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidakada hubungan antara Self Regulation Learningdengan Prokrastinasi Akademik. Sehingga hipotesis yang diajukan yaitu “Ada hubungan yang negatif dan signifikan antara Self Regulation Learningdengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa “ ditolak.
26
Pembahasan Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara Hubungan antara Self Regulation Learning dengan Prokrastinasi Akademik pada mahasiswa Fakultas Teknologi dan Informasi angkatan 2010 di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara Self Regulation Learning dengan Prokrastinasi Akademik pada subjek mahasiswa Fakultas Teknologi dan Informasi angkatan 2010 Universitas Kristen Satya Wacana di Salatiga. Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi, keduanya memiliki r sebesar -0,006dengan signifikansi sebesar 0,484 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara kedua variabel yaitu antara Self Regulation Learningdengan Prokrastinasi Akademik. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Fitrian Savira dan Yudi Suharsono (2013) terhadap variabel Self regulation Learning dengan Prokrastinasi Akademik pada siswa akselarasi. Didapatkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,73, dengan nilai probabilitas (p) sebesar 0,000 pada taraf 1% yang bermakna ada hubungan negatif dan sangat signifikan antara SRL dengan Prokrastinasi Akademik pada siswa akselarasi. Hasil penelitian tersebut seharusnya dapat dijadikan acuan bahwa ada korelasi antara Self regulation learning dengan tingkat Prokrastinasi.Namun pada kenyataannya hasil penelitian ini tidak menghasilkan hal yang serupa. Ditolaknya hipotesis dalam penelitian ini mungkin dikarenakan beberapa penyebab. Tidak adanya hubungan yang signifikan dapat pula dikarenakan mahasiswa memiliki respon yang sama terhadap kondisi lingkungan yang merupakan salah satu faktor penting penyebab prokrastinasi akademik. Salah satu faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik adalah kondisi lingkungan yang lenient. Menurut Millgram (M.N.Ghufron,
2003)
kondisi
lingkungan
yang
lenient
prokrastinasi
akan
27
mengakibatkan rata-rata mahasiswa pada lingkungan tersebut melakukan prokrastinasi. Di Fakultas Teknologi dan Informasi sendiri diakui beberapa mahasiswa lingkungan mereka adalah lingkungan yang lenient. Hal tersebut didukung oleh hasil wawancara terhadap beberapa subjek mahasiswa mengenai kecenderungan untuk menunda menyelesaikan tugas biasanya disebabkan oleh kurangnya kemampuan dalam mengatur waktu, kondisi yang ada disekitar lingkungan mahasiswa seperti keinginan mengerjakan tugas baru akan muncul jika teman-teman lainnya juga mulai sibuk mengerjakan tugas sehingga waktu yang masih tersisa digunakan untuk kegiatan lain yang lebih menyenangkan bagi mereka seperti bermain game. Beberapa mahasiswa/subjek yang masih aktif kuliah juga tengah menyusun skripsi mengatakan bahwa semakin banyak tuntutan terhadap tugas maka semakin lemah sikap mereka dalam memecahkan masalah yang berarti mereka dituntut untuk dapat menyelesaikan tugas mata kuliah dari dosen dengan deadline yang sudah ditentukan dan mengerjakan tugas yang lain secara bersamaan seperti tugas akhir/skripsi yang menyebabkan adanya kejenuhan sehingga ada salah satu prioritas tugas yang menjadi tertunda untuk dikerjakan. Berdasarkan hal itu, maka jika mahasiswa berada pada satu lingkungan belajar yang sama, tingkat prokrastinasinya akan menunjukkan hal yang sama pula. Adapun penyebab lainnya misalnya kondisi fisiologis siswa, iklim tempat tinggal mahasiswa, dan lain-lain. Mahasiswa memandang tugas akademik itu terlalu berat dan membosankan dan merasa cemas atau takut berlebihan sehingga timbul perasaan mudah menyerah. Seseorang memandang tugas sebagai sesuatu yang berat, tidak menyenangkan dan merasakan ketakutan berlebihan untuk gagal walaupun mahasiswa memiliki kemampuan yang dapat mendukung proses belajarnya.
28
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa Prokrastinasi akademik memiliki mean/rata-rata sebesar 49,88 yang berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa mahasiswa Fakultas Informasi dan Teknologi angkatan 2010 di Universitas Kristen Satya Wacana memiliki tingkat prokrastinasi
yang sedang. Sedangkan hasil
penelitian dari
Self
regulation
learningmahasiswa Fakultas Teknologi dan Informasi angkatan 2010 di Universitas Kristen Satya Wacana diperoleh rata-rata sebesar 148,44 yang berada pada kategori sedang yang berarti hampir sebagian besar dari mereka memiliki pengaturan belajar yang baik. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan SPSS, maka untuk uji Korelasi Pearson (Product Moment) dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara Self Regulation Learning dengan Prokrastinasi. Nilai signifikansi yang diperoleh (0,484) lebih besar dari 0,05. 2. Sebagian besar subjek dengan rata-rata 49,88 memiliki tingkat prokrastinasi akademik berada pada kategori sedang dan sebagian besar subjek dengan rata-rata 148,44 memiliki tingkat self regulation learning berada pada kategori sedang.
29
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah diketahui, maka penulis mengajukan saran kebeberapa pihak yaitu : 1.
Peneliti selanjutnya Untuk penelitian selanjutnya agar meneliti pengaruh variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi prokrastinasi, selain yang ada pada independent variabel penelitian ini, seperti modelling, self control dan tipe kepribadian.Untuk penelitian selanjutnya peneliti menyarankan untuk menggunakan sampel lain seperti pada siswa SMA, bahkan pada kalangan umum seperti karyawan.
2. Mahasiswa Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi para mahasiswa. Mahasiswa diharapkan untuk tetap mempertahankan Self regulation learningnya, karena Self regulation learningyang tinggi tidak akan menjadi jaminan untuk tidak melakukan prokrastinasi. Mahasiswa yang memiliki prokrastinasi sedang untuk segera mengurangi perilaku prokrastinasinya sehingga mahasiswa akan lebih produktif dan dapat memenuhi target hasil belajar diinginkan.
30
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2002). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi.Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fitria, S., & Yudi, S. (2013). Self Regulation Learning (SRL ) dengan Prokrastinasi Akademik Pada Siswa Akselarasi. Jurnal Ilmiah. Vol. 01, No.01, Januari 2013. Hal.65 Ghufron, M.N. (2003). Hubungan Kontrol Diri dan Persepsi Remaja Terhadap Penerapan Disiplin Orang Tua dengan Prokrastinasi Akademik. Jurnal Psikologi Tabularasa. Vol.2, no 1, 1-18 Glenda C.Rakes., & Karee E. Dunn. The University of Arkansas. (2010). The Impact of Online Graduate Students’ Motivation and Self- Regulation on Academic Procrastination. Journal Of Interactive Online Learning. Volume 9.no.1 Spring 2010 Hadi, S. (2000). Statistic Jilid 2. Jogjakarta: Penerbit Andi Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005 Kurnia, M. (2009). Hubungan antara Kemandirian dengan Kecenderungan Prokrastinasi Akademik Pada Remaja Akhir. Skripsi Sarjana pada Program Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Mayasari, M.D. (2010). Hubungan antara Persepsi Mahasiswa terhadap Metode Pengajaran Dosen dengan Kecenderungan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa
Fakultas
PsikologiUniversitas
HangTuah
Surabaya.
Insan
Media Psikologi, vol.12 no.2 Agustus 2010, Hal. 95 Prawitasari, J.E., & Rizvi., & Soetjipto, H.P. (1997). Pusat Kendali Efikasi Diri Sebagai Prediktor terhadap 3. 51-56
Prokrastinasi Akademik Mahasiswa. Psikologika Nomor
31
Saifullah. (2013). Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Santrock, W. J. (2007). Life span development: Perkembangan masa hidup (jilid 2). Jakarta: Erlangga Yoenanto, N.H. (2010). Hubungan antara Self reegulated Learning dengan Self Efficay pada Siswa Akselarasi Sekolah Menengah Pertama di Jawa Timur. Insan Media Psikologi. Vol.12 no.2 Agustus 2010. Hal.88 http://deean-ae8.blogspot.com/2009/07/tinjauan-ilmiah-kebiasaan-siswa-menunda.html http://www.academia.edu/4021862/1358-3065-1-PB# (http://mitrariset.blogspot.com/2008/11/prorastinasi-akademik.html) http://id.wikipedia.org/wiki/Mahasiswa http://risalatuna.blogspot.com/2013/01/prokrastinasi-akademik.html