HUBUNGAN ANTARA POLA KOMUNIKASI KELUARGA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI DESA LEYANGAN KECAMATAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG I Nengah Restu Adinegara*, Dewi Puspita, S. Kp., M.Sc.** * Mahasiswa Keperawatan ** Dosen Pembimbing Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran Progran Studi Ilmu Keperawatan e-mail :
[email protected] Abstrak Banyaknya stressor yang dialami lansia mengakibatkan lansia mengalami gejala depresi. Adanya keluarga di sekitar lansia seharusnya dapat memberi dukungan pertama pada lansia. Dukungan keluarga berupa komunikasi dapat menjadi sistem pendukung dalam menghadapi depresi. Penerapan pola komunikasi yang baik akan memberikan kontribusi baik antara keluarga dan lansia dalam menyelesaikan masalah serta lebih sulit mengalami depresi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lanjut usia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur. Desain penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yaitu 71 lanjut usia. Pengumpulan data menggunakan kuesioner berupa 13 pernyataan pola komunikasi keluarga dan 15 GDS. Analisa bivariat menggunakan uji Kendal Tau. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari 2014, disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan responden yang komunikasinya fungsional 64,8%, yang mengalami ringan-sedang 70,4%. Analisa korelasi antara kedua variabel tersebut yaitu 0,003 < 0,05, dengan nilai koefisien korelasi τ = -0,362 sehingga Ho ditolak. Yang berarti bahwa semakin fungsional pola komunikasi keluarga semakin rendah tingkat depresi pada lansia. Dengan hasil penelitian ini disarankan bagi keluarga untuk lebih berkomunikasi fungsional agar dapat mengurangi tingkat depresi pada lansia. Kata Kunci
: Pola Komunikasi Keluarga, Depresi, Lanjut usia masalah utama pada lansia dalam menyampaikan permasalahan yang dihadapi, koping lansia yang tidak efektif dan proses penyampaian yang tidak baik sering menimbulkan stress bagi lansia, stress yang berkepanjangan, ataupun konflik dengan keluarga atau anak, atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa merawatnya dan lain sebagainya. Kondisi-kondisi hidup seperti ini dapat memicu terjadinya depresi. Tidak
PENDAHULUAN Lanjut usia merupakan masa dimana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta adanya support system yang terpenuhi dalam keluarga. pada kenyataannya tidak semua lansia mendapatkan hal yang sama untuk mengecap kondisi hidup ini. Berbagai persoalan hidup yang dihadapi oleh lansia sepanjang hayatnya, gangguan pola komunikasi keluarga menjadi 1
(Notoatmojo, 2007). Populasi dalam penelitian ini berjumlah 279 dan purposive menggunakan tehnik sampling didapat 71 responden. Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel digunakan metode uji korelasi kendall tau, dengan nilai r untuk menyatakan hubungan lebih kecil atau sama dengan 0,05.
adanya media bagi lansia untuk mencurahkan segala perasaan dan kegundahannya merupakan kondisi yang akan mempertahankan depresinya, karena dia akan terus menekan segala bentuk perasaan negatifnya ke alam bawah sadar (Zainudin, 2002). Pola komunikasi keluarga merupakan karakteristik, pola interaksi sirkular yang bersinambung yang menghasilkan arti dari transaksi antara anggota keluarga (Peters, 1974 dalam Friedman 2010). Komunikasi tidak jelas diyakini sebagai penyebab utama fungsi keluarga yang buruk (Holman, dkk dalam Friedman 2010). Komunikasi yang jelas dan fungsional dalam keluarga merupakan sarana penting untuk mengembangkan makna diri (Padila, 2011). Curran (1983) dalam Friedman yang melakukan penelitian tentang keluarga sehat, menulis bahwa sifat pertama dari keluarga yang sehat adalah komunikasi yang jelas dan kemampuan untuk saling mendengarkan. Dari penjelasan Stanley, Mangoenprasojo dan Kaplen dapat disimpulkan bahwa lansia dengan dengan support system yang baik dalam hal ini adalah keluarga para lansia memiliki tingkat depresi yang lebih rendah daripada lansia yang tidak memiliki atau memiliki support system keluarga yang kurang, dimana di dukung oleh penelitian dan teori dari Satir (1967) dalam Friedman yang menyatakan adanya komunikasi fungsional atau disfungsional mempengaruhi keadaan dari suatu keluarga.
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Hasil penelitian hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang, pada 71 responden. Karakteristik Responden Tabel 1 Gambaran Jenis Kelamin Responden Jenis kelamin Frekuensi Presentase % Laki – laki 33 46,5% Perempuan 38 53,5% Jumlah 71 100% Tabel 2 Gambaran Usia Reponden Usia Frekuensi Presentase % 61-75 50 70,4% >75 21 29,6% Jumlah 71 100%
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, dan mayoritas responden berumur 61-75 tahun. Gambaran pola komunikasi keluarga Tabel 3 Distribusi Frekuensi Pola Komunikasi Keluarga Lansia Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
METODE Desain pada penelitian ini adalah deskriptif korelatif yaitu penelitian yang bertujuan mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Penelitian dilakukan dengan menggunakan cross sectional yaitu merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan sekali waktu dan pada saat yang bersamaan
Pola Komunikasi Frekuensi Presentase Keluarga % Disfungsional 25 35,2% Fungsional 46 64,8% Jumlah 71 100% Berdasarkan Tabel 3 diperoleh informasi jumlah responden yang menggunakan pola 2
hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lansia dengan nilai korelasi τ = 0,362 yang menunjukkan adanya korelasi negatif dengan kekuatan korelasi lemah antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia, yang berarti semakin fungsional komunikasi dalam keluarga lansia, semakin ringan tingkat depresi pada lansia.
komunikasi keluarga disfungsional sebanyak 25 responden (35,25) dan jumlah responden yang menggunakan pola komunikasi keluarga fungsional sebanyak 46 responden (64,8%). Gambaran depresi lansia Tabel 4 Distribusi Frekuesi Depresi Pada Lansia Di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang.
Depresi Ringan-sedang Berat Jumlah
Frekuensi Presentase % 50 70,4% 21 29,6% 71 100%
Berdasarkan Tabel 4 diperoleh informasi jumlah responden yang mengalami depresi ringan-sedang sebanyak 50 responden (70,4%) dan jumlah responden yang mengalami depresi berat sebanyak 50 responden (29,6%). Hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia Tabel 5 Hubungan Pola Komunikasi Keluarga Dengan Tingkat Depresi Lansia Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang Pola Komunikasi Keluarga Fungsional Disfungsional Jumlah
Tingkat Depresi Ringansedang F % 38 82,6 12 48 50 70,4
Total
τ
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan telah dihubungkan dengan teori-teori yang ada maka di dapatkan hasil pembahasan sebagai berikut. Gambaran pola komunikasi keluarga
pvalue
Berat f % F % 8 17,45 46 100 -0,326 0,003 52 25 100 13 21 29,6 71 100
Berdasarkan data Tabel 5 diperoleh informasi pola komunikasi keluarga disfungsional sebanyak 25 responden (100%), yang terdiri dari 13 responden (52%) mengalami depresi berat dan sebanyak 12 responden (48%) mengalami depresi ringan-sedang. Pola komunikasi fungsional sebanyak 46 responden (100%), yang terdiri dari 38 responden (82,6%) mengalami depresi ringan dan 8 responden (17,45%) mengalami depresi ringan-sedang.
p-value sebesar 0,003 < α (0,05) dimana H0 ditolak, ada 3
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa sebagian besar pola komunikasi keluarga pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang yaitu sebagian besar memiliki kategori fungsional yaitu sebanyak 46 lansia (64,8%), dan yang memiliki kategori disfungsional yaitu sebanyak 25 lansia (35,2%). Pada kuesioner pertanyaan nomor 1 memiliki prosentase jawaban positif paling banyak yakni 78,9%. Yaitu anggota keluarga para lansia senantiasa mendengar segala pernyataan lansia, baik positif ataupun negatif. Dengan selalu mendengarkan dengan seksama terdapat keselarasan komunikasi di antara anggota keluarga. Menurut Satir (1967) dalam Friedman keselerasan merupakan bangunan kunci dalam model komunikasi dan pertumbuhan. Satir (1967) dalam Friedman 2010 menekankan bahwa dalam interaksi yang sehat, anggota keluarga mengenal/mengakui perbedaan antara satu dengan yang lain.
didorong dalam satu tingkat tertentu yang saling menguntungkan bagi sistem keluarga dan tiap individu. Pernyataan dengan presentase pernyataan positif terendah yaitu pernyataan nomor 9 dengan 63,2%. Yaitu para lansia tidak ingin ditolak ketika berbicara, sehingga dalam hal ini lansia memiliki sifat selalu ingin disetujui dalam setiap pernyataannya. Hal ini akan berakibat tidak adanya suatu konflik verbal dalam keluarga dimana telah dijelaskan diatas konflik verbal banyak memiliki manfaat bahwa keluarga yang sehat tampak mampu “mengatasi konflik dan memetik manfaat yang positif, tetapi tidak terlalu banyak konflik yang dapat mengganggu hubungan keluarga (Vuchinich, 1981 dalam Friedman 2010). Dalam pernyataan tersebut disimpulkan bahwa adanya konflik verbal atau perbedaan pendapat dalam keluarga untuk mengatasi masalah diperlukan untuk memetik hal positif, dimana pengetahuan tentang individu dan keunikan dari tiap anggota didorong dalam satu tingkat tertentu yang saling menguntungkan bagi sistem keluarga dan tiap individu. Selain itu komunikasi fungsional memiliki prosentase lebih besar dari pola komunikasi keluarga disfungsional adalah karena para lansia hidup bersama keluarga, dalam keseharian para lansia mendapatkan lawan bicara yang sesuai, sehingga terjadi suatu komunikasi yang selaras. Menurut Friedman (2010) komunikasi pada keluarga yang sehat merupakan suatu proses yang sangat dinamis dan saling timbal balik. Pesan tidak hanya dikirim dan diterima. Sebagai contoh, setelah pengirim memulai suatu pesan, penerima pesan
Selanjutnya adalah pernyataan nomor 2 dengan prosentase pernyataan positif 78,2 %, dimana para lansia selalu memvalidasi apa yang dijelaskannya ketika lawan bicaranya kurang jelas menerima. Dengan selalu menjelaskan pernyataan pada penerima dengan jelas menyebabkan komunikasi berjalan dengan baik, sesuai dengan pernyataan diatas yakni tercipta suatu komunikasi yang selaras. Adanya keselarasan dalam komunikasi menjadikan komunikasi berjalan dengan baik, dengan keselarasan dalam berkomunikasi anggota mengenal/mengakui perbedaan antara satu dengan yang lain (Satir,1967 dalam Friedman 2010). Selanjutnya adalah pernyataan nomor 7 dimana presentasi pernyataan positifnya sebesar 75,7 %. Para lansia selalu memberi kesempatan pada anggota keluarga lain dalam mengemukakan pendapat ketika diadakan perbincangan bersama. Selalu berbicara terus tanpa membiarkan lawan bicara kesempatan untuk memberi perbandingan menyebabkan tidak terjadinya suatu konflik verbal. Konflik verbal merupakan bagian rutin dalam interaksi keluarga normal. Literatur tentang konflik keluarga menunjukkan bahwa keluarga yang sehat tampak mampu “mengatasi konflik dan memetik manfaat yang positif, tetapi tidak terlalu banyak konflik yang dapat mengganggu hubungan keluarga (Vuchinich, 1981 dalam Friedman 2010). Resolusi konflik merupakan tugas interaksi yang vital dalam suatu keluarga (Sabatelli & Chadwick, 2000 dalam Friedman 2010). Pengetahuan tentang individu dan keunikan dari tiap anggota 4
konflik (Gottman & Levenson, 1999 dalam Friedman 2010).
mungkin menampakkan ekspresi wajah yang akan, melalui umpan balik negatif, mengubah pesan pengirim sebelum ia selesai bicara. Akibatnya, pengirim dapat mengubah kata-kata dalam pesan tersebut pada saat sedang mengirimnya, sehingga penerima akan mempunyai kerangka acuan yang sama. Akan tetapi, sifat dinamis dari komunikasi fungsional membuat interaksi menjadi kompleks dan tidak dapat diramalkan. Pada kebanyakan responden yang diteliti sebagian besar bersuku jawa menurut salah satu aparat Desa Leyangan, dimana karakter budaya jawa ialah sopan santun yang sudah terkenal sejak lamanya. Dari segi jenis kelamin wanita memiliki komunikasi fungsional dengan prosentase lebih besar dengan jumlah 24 dari 46 responden yang berkomunikasi fungsional yakni 52,17% hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa perbedaan gender dapat mempengaruhi pola komunikasi dalam keluarga. Friedman (2010) dimana faktor yang mempengaruhi pola komunikasi keluarga adalah perbedaan gender dalam komunikasi. Wanita mencari kesempatan, sedangkan pria mencari keputusan yang tepat (steen & Schwartz, 1995 dalam Friedman 2010). Ketika wanita mendiskusikan suatu masalah, mereka ingin memahami, sementara pria ingin mendapatkan solusi. Ketika bekerja dalam menyelesaikan konflik, wanita cenderung berikap afiliatif dan kooperatif serta ingin membicarakan tentang ketidaksetujuan, sedangkan pria cenderung untuk mengasumsikan sikap yang lebih memaksakan, dan kompetitif, serta ingin menjauhkan diri mereka dari
Gambaran Tingkat Depresi Pada Lansia
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa sebanyak 50 lansia (70,4%) mengalami depresi ringan-sedang dan 21 lansia (29,6% ) mengalami depresi berat. Depresi adalah gangguan yang dapat memadamkan semangat hidup. Ini sering disadari atau dikenali pada lansia dan mempunyai potensi untuk menghancurkan kualitas hidup itu sendiri. Depresi menghilangkan kesenangan, kegembiraan, empati dan cinta. Akhirnya hal ini menghempakan orang tersebut ke dunia luar dan meninggalkannya sendiri dan terisolasi (Lubis, 2009). Dari perbandingan jumlah tersebut didapatkan informasi bahwa lansia yang tinggal dalam sebuah komunitas heterogen atau dalam keluarga memiliki kecenderungan memiliki tingkat depresi semakin rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Stenley et al.,(2004) dimana depresi menyerang 10-15% lansia 65 tahun keatas yang tinggal di keluarga dan angka depresi meningkat secara drastis pada lansia yang tinggal di institusi, dengan sekitar 50-70% penghuni perawatan jangka panjang. Presentase kuesioner depresi didapatkan kuesioner nomor 2 memiliki prosentase jawaban negatif paling banyak yaitu sebesar 67,6% dimana para lansia telah meninggalkan kegiatan kesenangannya di Desa. Dengan adanya kegiatan bagi lansia diharapkan terdapat dukungan sosial dan interaksi sosial bagi para lansia. Lansia yang memiliki interaksi sosial dan dukungan sosial yang kurang 5
keluarga hanya dengan berdiam diri dirumah. Sementara kuesioner dengan pernyataan negatif paling sedikit adalah kuesioner nomor 7 yaitu sebesar 39,43% dimana para lansia lebih senang pergi keluar daripada di dalam rumah. Para lansia ingin ada kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi stressor pada lansia tersebut. Sebagai contoh, ketika pengambilan data didapat lansia ada yang sedang membuat sapu lidi dari ranting pohon kelapa di halaman depan rumahnya. Ada sebuah upaya penanggulangan depresi dengan aleclectic holistic diantaranya pendekatan perilaku belajar. Dalam teori ini menjelaskan bahwa penghargaan atas diri yang kurang akibat dari kurangnya hadiah dan berlebihannya hukuman atas diri dapat diatas dengan pendekatan perilaku belajar. Caranya adalah dengan menggali aspek lingkungan yang merupakan sumber hadiah dan hukuman. Kemudian diajarkan keterampilan dan strategi untuk mengatasi, menghindari, atau mengurangi pengalaman yang menghukum. Yang dilakukan para lansia dengan mencari kesibukan diluar rumah merupakan salah satu keterampilan sosial dalam upaya penanggulangan depresi. Sehingga hal ini banyak dilakukan oleh para lansia di Desa Leyangan berdasarkan presentase jawaban yang telah diberikan. Dalam pengumpulan data sejumlah lansia yang diteliti semuanya merupakan masyarakat Desa Leyangan yang telah lama tinggal dileyangan bersama dengan keluarganya, dan ada juga yang kelompok pendatang. Adanya dukungan atau support keluarga memiliki peran penting dalam
cenderung mengalami tingkat depresi meningkat. Hal ini sependapat dengan Stuart dan Sundeen (1998) dalam Azizah (2011) yaitu ada 4 sumber utama stressor yang dapat mencetuskan gangguan alam perasaan (depresi) salah satunya adalah kehilangan keterikatan nyata atau dibayangkan, termasuk kehilangan cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga diri. Dapat dilihat bahwa dengan adanya keterikatan misal adanya program PKK di desa, Posyandu, dan berbagai macam kegiatan sebagainya akan dapat mengurangi stressor pada lansia. Selanjutnya yaitu kuesioner nomor 1 yaitu 66,19%, dimana lansia kurang bersyukur terhadap kehidupannya. Para lansia berpendapat sebenarnya ingin seperti yang lain, lebih dari keadaan sekarang. Diketahui bahwa keadaan demografi penduduk Desa Leyangan dari segi ekonomi kurang begitu merata, sehingga hal ini menyebabkan tidak sedikit lansia ingin hidup seperti kebanyakan orang dengan tingkat ekonomi lebih. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rini, J (2001) dalam Azizah (2011) salah satu faktor penyebab depresi adalah karena adanya perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan atau kekuasaan ketika pensiun. Meskipun tujuan ideal dari pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan, namun sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering dirasakan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Dari penjelasan ini adanya peran lansia dalam membangun ekonomi keluarga diharapkan oleh lansia, karena lansia tidak ingin membebani 6
pada lansia di Kelurahan Oro Oro Ombo Kecamatan Kartoharjo Madiun, dengan hasil ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kejadian depresi pada lansia. Karena keluarga merupakan support system pertama pada semua anggota di dalamnya. Dari karakteristik responden dilihat dari segi usia dimana usia 6175 tahun yang mengalami depresi berat sebanyak 15 lansia (30%) dari sejumlah 50 lansia dan usia 75 tahun keatas yang mengalami depresi berat sebanyak 6 lansia (28,5%) dari sejumlah 21 lansia. Hal ini membuktikan bahwa semakin meningkat umur lansia tingkat depresi yang dialami lansia cenderung ke arah lebih rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa semakin bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam menerima cobaan, hal ini didukung oleh teori aktivitas yang menyatakan bahwa hubungan antara sistem sosial dengan individu bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia pertengahan menuju usia tua (Cox, 1984 dalam Tamher dan Noorkasiani (2009). Teori ini menekankan bahwa kestabilan sistem kepribadian sebagai individu, bergerak ke arah usia tua.
tingkat depresi pada lansia. Sebuah penelitian telah dilakukan oleh Rian, dkk dengan “Judul Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi” di Kelurahan Campurejo Kediri hasil dari penelitian ini adalah semakin baik dukungan keluarga yang diterima lansia, maka semakin rendah tingkat depresi yang dialami lansia tersebut. Dimana penyebab dari lansia mengalami depresi adalah tidak adanya tempat bagi lansia untuk mencurahkan informasi, dimana keluarga yang merupakan sistem terdekat lansia seharusnya dapat menjadikan stressor lansia menjadi labih rendah. Selain itu adanya masyarakat pedesaan yang heterogen memberikan area dukungan sosial yang lebih pada lansia Desa Leyangan, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Meta dan Endang di Panti Wreda Wening Wardoyo dengan hasil dari penelitian ini adalah semakin baik dukungan keluarga yang diterima lansia, maka semakin rendah tingkat depresi yang dialami lansia tersebut. Hal ini disebabkan karena di panti para lansia tidak mendapat dukungan sosial yang heterogen. Dimana populasi lansia di panti adalah homogen. Dukungan sosial yang diperlukan lansia di panti adalah dukungan dari keluarga dan lingkungan masyarakat, karena nantinya akan tercipata hubungan yang sehat karena terdapat keberagaman. Selain itu adanya keluarga sebagai dukungan pertama yang membuat lansia mengalami depresi lebih ringan dengan lansia yang tinggal di rumah perawatan dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Didit yang meneliti tentang hubungan dukungan keluarga dan koping lansia dengan depresi
Dilihat dari karakteristik jenis kelamin dimana lansia yang mengalami depresi berat didominasi oleh lansia perempuan dimana 50% dari jumlah perempuan memiliki depresi berat. Hal ini sesuai dengan penelitian Fitri (2011) pada subyek lanjut usia di panti werda, proporsi lanjut usia wanita yang mengalami depresi lebih besar daripada proporsi lanjut usia laki-laki yang mengalami depresi. Banyaknya lanjut usia wanita yang mengalami depresi disebabkan oleh perbedaan hormonal, efek-efek dari melahirkan dan perbedaan stressor psikososial. 7
Noorkasiani, 2009). Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa dengan adanya komunikasi fungsional dalam keluarga, para lansia atau seluruh anggota keluarga dapat memenuhi fungsi-fungsi umum keluarga, misalnya fungsi perawatan keluarga. Adanya komunikasi yang fungsional dalam penyampaian keluhan dalam setiap anggota keluarga dapat mendorong anggota keluarga untuk saling berempati terhadap seluruh anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan dan meningkatkan status mental lansia (Maryam, dkk, 2008). Menurut Perry & Potter (2005) dalam Jurnal Ryan Priambodo, salah satu cara mengurangi gejala depresi adalah dengan meningkatkan kesehatan psikososial pada lansia. Salah satunya dengan menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri dan promosi terhadap kontrol diri melalui dukungan sosial terutama keluarga sebagai orang terdekat. Pola komunikasi fungsional dapat menjadi indikator terlaksananya fungsi keluarga untuk mengantisipasi tekanan dan masalah yang harus dihadapi lansia pada proses menua tersebut (Friedman, 2010), agar lansia tidak mengalami depresi berat. Selain itu jika dilihat dari interaksi dimana dalam prinsip komunikasi yaitu tidak mungkin untuk tidak berkomunikasi karena perilaku merupakan sebuah komunikasi, penjelasan ini mengarah pada interaksi dan dukungan dalam keluarga. Berdasarkan penelitian yang dilakuakan oleh Juliana dan Sukmawati (2008), dalam
Hubungan Antara Pola Komunikasi Keluarga Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia
Pada bagian ini disajikan hasil penelitian tentang hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kab. Semarang. Untuk menguji hubungan ini digunakan uji Kendall Tau dimana hasilnya disajikan berikut ini. Berdasarkan data Tabel 5 diperoleh informasi prosentase variabel tingkat depresi ringansedang (70,4%) dengan pola komunikasi fungsional (82,6%) lebih besar daripada prosentase variabel tingkat depresi berat (29,6%) dengan pola komunikasi disfungsional (17,4%). Dan berdasarkan data tabel 5.7 diperoleh informasi hasil uji statistik Kendal Tau didapatkan p-value 0,003<0,05 dengan angka nilai korelasi τ = 0,362 yang menunjukkan adanya korelasi negatif antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia dengan kekuatan korelasi lemah, yang berarti semakin fungsional komunikasi dalam keluarga lansia, semakin ringan tingkat depresi pada lansia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Friedman bahwa keluarga dengan interaksi yang fungsional, sehat dan ideal dapat memenuhi fungsi-fungsi umum dalam keluarga. Banyaknya persoalan hidup yang dihadapi oleh lansia pada proses menua dapat meningkatnya sensitivitas emosional seseorang, sering merasa tidak berguna, sering marah dan tidak sabaran, merasa kehilangan peran dalam keluarga, mudah tersinggung, dan merasa tidak berdaya (Tamher & 8
terdekat merupakan salah satu proses psikologis yang dapat menjaga perilaku sehat dalam diri seseorang (Gore dalam Gotlib dan Hammen 1992). Dukungan keluarga dapat berupa komunikasi, Watzlawick dkk (1967) dalam friedman (2010) dalam tulisan seminar mereka tentang komunikasi keluarga menyatakan prinsip-prinsip komunikasi yang menyatakan tidak mungkin untuk tidak berkomunikasi karena perilaku adalah sebuah komunikasi. Galvin dan Brommel dalam Friedman (2010) mendefinisikan komunikasi keluarga sebagai suatu simbolis, proses transaksional menciptakan dan membagi arti dalam keluarga. Seperti halnya setiap orang mempunyai gaya komunikasi yang berbeda, begitu pula setiap keluarga mempunyai gaya dan fungsional antara anggota keluarga merupakan alat yang penting untuk mempertahankan lingkungan yang kondusif yang diperlukan untuk mengembangkan perasaan berharga dan harga diri serta menginternalisasikannya. Sebaliknya, komunikasi tidak jelas diyakini sebagai penyebab utama fungsi keluarga yang buruk (Holman, dkk dalam Friedman 2010). Keluarga yang buruk tidak menghargai pendapat tiap anggota keluarganya, bersikap egosentris, sehingga berbagai macam stressor bermunculan menyebabkan anggota keluarga khususnya lansia banyak mendapat stressor pencetus munculnya gejala-gejala depresi. Friedman (2010) mengatakan bahwa dengan interaksi yang fungsional, sehat dan ideal dapat memenuhi fungsi-fungsi yang umum. Sehingga pada lansia adanya komunikasi yang baik dalam
penelitianya yang berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia di salah satu RW Kelurahan Pondok Cina Kecamatan Beji Kota Depok” di dapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada lansia. Lansia yang memperoleh dukungan keluarga tinggi, lebih tidak beresiko mengalami depresi 8,33 kali dibandingkan dengan lansia dengan dukungan keluarga sedang. Salah satu dukungan dalam keluarga seperti prinsip komunikasi adalah sebuah komunikasi, karena diketahui bahwa sebuah perilaku merupakan komunikasi. Adanya pola komunikasi fungsional dalam keluarga mengurangi stressor dalam keluarga. Lanjut usia senantiasa membutuhkan komunikasi dalam keluarga, karena adanya komunikasi mempunyai arti sebagai suatu interaksi. Pada lanjut usia banyak persoalan hidup yang dihadapi oleh lansia. Akibat dari proses menua sering terjadi masalah seperti krisis ekonomi karena lansia sudah tidak dapat bekerja secara optimal, tidak punya keluarga/sebatang kara, merasa kehilangan teman, tidak adanya teman sebaya yang bisa diajak biara, merasa tidak berguna, sering marah dan tidak sabaran, kurang mampu berpikir dan berbicara, merasa kehilangan peran dalam keluarga, mudah tersinggung dan merasa tidak berdaya. Kondisi seperti ini dapt memicu terjadinya depresi pada lansia (Tamher & Noorkasiani, 2009). Keluarga merupakan suatu dukungan sosial paling dekat pada setiap anggota di dalam keluarga. Kekuatan dukungan sosial dari relasi 9
keluarga menjadikan fungsi dan peran lansia dalam keluarga berjalan. Komunikasi itu sendiri merupakan suatu proses sosial yang mengakibatkan terjadinya hubungan antara manusia atau interaksi yang dapat menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta mengubah sikap dan tingkah laku tersebut. Komunikasi sangat penting bagi kedekatan keluarga, mengenal masalah memberi respon terhadap peran-peran non-verbal dan mengenai masalah pada tiap individu. Proses komunikasi yang baik diharapkan dapat membentuk suatu pola komunikasi yang baik dalam keluarga (Suryani, 2006).
SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa ada hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Diharapkan para keluarga dapat menerapkan komunikasi yang fungsional untuk menurunkan tingkat depresi yang dialami lansia. DAFTAR PUSTAKA
Amelia,
Meta. 2011. Hubungan antara dukungan social dengan tingkat depresi pada lanjut usia yang tinggal di panti Wreda Wening Wardoyo Jawa Tengah. Jurnal Psikologi Undip Vol. 9 (1), 65. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Damayanti,Didit.2007.http://eprints. undip.ac.id/16007/diakses 28 Februari 2014 Friedman,M.M., Bowden, R.V., Jones, G.E. (2010). Buku Ajar Keperawatan : Riset, Teori, & Praktik. Ed : 5. Jakarta:EGC Jonia. (2007) http://www.docstoc.com/do cs/32209475/ (dikutip 13 november 2013) Kaplan, H.I & Saddock, B.J (2007). Sinopsis Psikiatri Alih Bahasa. Jakarta : Binarupa Aksara Notoatmodjo, S. (2007). Pendiikan dan Prilaku Kesehatan. Jaskarta: Rineka Padila (2012). Buku Ajar: Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika Tamher & Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut
Dari hasil analisis yang digunakan untuk menguji korelasi antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang didapatkan hasil nilai p lebih kecil dari α yang berarti H0 ditolak yang artinya ada hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang, dengan nilai korelasi τ = 0,362 dimana nilai korelasi negatif yang berarti bahwa semakin fungsional pola komunikasi dalam keluarga lansia maka semakin rendah tingkat depresi pada lansia. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Friedman (2010), bahwa dalam keluarga dengan interaksi yang fungsional, sehat dan ideal dapat memenuhi fungsi-fungsi yang umum. Kegiatan yang dapat terjalin dengan dilakukannya pola komunikasi fungsional, memiliki kecenderungan untuk mengalami depresi ringan-sedang. Pola komunikasi fungsional dapat menjadi indikator terlaksananya fungsi keluarga untuk mengantisipasi tekanan dan masalah yang harus dihadapi lansia pada proses menua tersebut (Friedman, 2010), agar lansia tidak mengalami depresi berat. 10
Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Sehanto .2012.Hubungan Interaksi Sosial Dengan Tingkat Depresi Lansia Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. http://perpusnwu.web.id/ka ryailmiah/documents/3425. pdf
11