Hubungan Interaksi Sosial Dengan Tingkat Depresi Pada Lanjut Usia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang Sehanto*) Gipta Galih Wododo. S.Kp., M.Kep., Sp.KMB**), Ummi Aniroh. S.Kep.,Ns., M.Kes**) Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran *) Dosen PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK Dalam siklus kehidupan manusia terjadi pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun mental. Pada saat lanjut usia (lansia) perubahan fisik dan mental terjadi karena adanya proses degeneratif, sehingga sering terjadi keterbatasan dalam beraktifitas, mengingat dan berbicara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lanjut usia di Desa Leyangan Kecamatan UngaranTimur. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah lanjutusia yang tinggal di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang 187 orang, dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling didapat 66 lanjut usia. Alat pengukuran data berupa kuesioner untuk mengukur interaksi sosial dan skala depresi. Analisis statistik menggunakan Uji Kendal Tau. Status interaksi sosial didapatkan bahwa sebagian respoden termasuk kategori sedang sebesar 35 orang (53,0%). Adapun lansia yang mengalami depresi ringan sebesar 11 orang (16,7%), depresi sedang sebesar 36 orang (54,5%) dan depresi berat sebanyak 19 orang (28,8%). Hasil perhitungan statistik menunjukkan ada hubungan antara interaksi sosial dengan tingkat depresi (p value <0,05) yaitu 0,001< 0,05, sehingga Ho ditolak artinya terdapat hubung anantara interaksi sosial dengan tingkat depresi di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur. Hendaknya para lansia lebih meningkatkan Interaksi Sosial dengan sesama lansia yang tinggal di lingkungan sekitar masyarakat, keluarga maupun pihak terkait dalam mengurangi terjadinya depresi pada lansia. Kata Kunci
: Interaksisosial, Depresi, Lanjut usia
PENDAHULUAN Keperawatan gerontik merupakan suatu bentuk pelayanan keperawatan yang profesional dengan menggunakan ilmu dan kiat keperawatan gerontik, mencakup biopsikososial dan spiritual, dimana klien adalah orang yang telah berusia > 60
tahun, baik yang kondisinya sehat maupun sakit, yang bertujuan untuk memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai melalui ilmu dan tekhnik keperawatan gerontik (Maryam, dkk 2011). Menurut Eliopoulus (2005), sifat asuhan keperawatan gerontik adalah
independen (mandiri), interdependen (kolaborasi), humanistik, dan holistik. Peran dan fungsi perawat gerontik adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan secara langsung, sebagai pendidik bagi lansia, keluarga dan masyarakat. Perawat juga dapat menjadi motivator dan innovator dalam memberikan advokasi pada klien serta sebagai konselor. Dan cakupan dari ilmu keperawatan gerontik adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar lansia sebagai akibat dari proses penuaan. Lansia atau lanjut usia adalah orang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas yang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Suardiman, 2011). Lansia adalah kelanjutan dari usia dewasa yang merupakan suatu proses alami yang sudah ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa (Nugroho, 2000). Lanjut usia yang memiliki penyesuaian diri yang baik seperti dapat berinteraksi dengan tetangga dan masyarakat sekitar dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di daerah lanjut usia berada, maka timbal balik dari dukungan sosial itu sendiri juga akan baik dan apabila penyesuaian diri lanjut usia itu tidak baik dengan kurang berinteraksi dengan tetangga dan masyarakat sekitar maka dukungan sosial yang di dapatkan lanjut usia tidak baik juga. Penyesuaian diri sangat berhubungan erat terhadap dukungan sosial sehingga berpengaruh terhadap kehidupan lanjut usia baik kehidupan sekarang ataupun yang akan datang (Kapan dan Soddock, 2007). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang di tandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini sebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Penurunan kondisi fisik lanjut usia tersebut berpengaruh pada kondisi
psikisnya. Dengan berubahnya penampilan serta menurunya fungsi dan kemampuan panca indra maka banyak dari mereka gagal dalam menangkap isi pembicaraan orang lain,menyebabkan lanjut usia merasa rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi (Azizah, 2007) Umumnya setelah seseorang memasuki lansia maka ia akan mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan prilaku lansia menjadi makin lambat sehingga menyebabkan lansia menjadi menarik diri dari lingkungan sekitar. sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat lansia menjadi kurang cekatan Usia lanjut akan banyak mengalami perubahan pada fisik maupun mental khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinnya pada saat usia lanjut ini. Perubahan penampilan fisik sebagai bagian dari proses penuaan yang normal seperti menurunnya ketajaman panca indara, berkurangnya daya tahan tubuh merupakan ancaman bagi intergritas usia lanjut. Selain itu, lansia harus berhadapan dengan perubahan peran, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orangorang yang dicintai. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan usia lanjut (lansia) menjadi lebih rentan mengalami masalah mental (Soejono, Setiati & Wiwie, 2000). Kehidupan lanjut usia senantiasa membutuhkan komunikasi dan interaksi dengan orang lain. Interaksi sosial berpengaruh terhadap kehidupan kejiwaan lanjut usia. Kejiwaan yang sehat apabila hubungan dengan sesama tercipta dan berjalan dengan baik. Keadaan kejiwaan yang sehat dapat terpenuhi melalui hubungan yang memuaskan dengan sesama
(Sarwono,2002). Namun pada kenyataan ada lanjut usia yang kurang dapat menikmati atau kurang puas dengan hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan sosial yang tidak memuaskan dapat menimbulkan kesenjangan antara yang diinginkan dengan yang dicapai oleh lanjut usia. Dengan demikian lanjut usia akan mengalami perasaan yang kurang menyenangkan, kurang puas dengan hubungan interpersonal yang dilakukan bahkan dapat menimbulkan depresi pada lansia. Terkait dengan perubahan pada lansia, kemudian Hurlock (2008), mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang terutama lansia akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya terutama interaksi sosialnya di lingkungan masyarakatnya. bagaimana sikap yang di tunjukan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tegantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan yang diminati oleh para lansia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah perubahan peningkatan kesehatan, ekonomi atau pendapatan dan peran sosialnya di lingkungan masyarakat. Interaksi sosial memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan lansia. Kondisi kesepian dan terisolasi secara sosial akan mempengaruhi hubungan sosial, baik sesama lansia maupun dengan pengasuh. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, lansia senantiasa berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, saling beradaptasi, saling mempelajari, menilai dan saling melengkapi(Santrock,2007). Berkurangnya interaksi sosial usia lanjut dapat menyebabkan perasaan terisolir, perasaan tidak berguna sehingga usia lanjut menyendiri atau mengalami isolasi sosial dan menyatakan bahwa seseorang yang menginjak lanjut usia akan semakin meningkat perasaan isolasinya dan kondisi ini rentan terhadap
depresi (Kapan dan Soddock, 2007). Pada umumnya hubungan sosial yang dilakukan para lanjut usia adalah karena mereka mengacu pada teori pertukaran sosial. Dalam teori pertukaran sosial sumber kebahagian manusia umumnya berasal dari hubungan sosial. Hubungan ini mendatangkan kepuasan yang timbul dari perilaku orang lain. Pekerjaan yang dilakukan seorang diripun dapat menimbulkan kebahagiaan sepertihalnya membaca buku, membuat karya seni, dan sebagainya, karen pengalamanpengalaman tadi dapat dikomunikasikan dengan orang lain. Lanjut usia (lansia) yang memiliki penyesuaian diri yang baik seperti dapat berinteraksi dengan tetangga dan masyarakat sekitar dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di daerah lanjut usia berada, maka timbal balik dari dukungan sosial itu sendiri juga akan baik dan apabila penyesuaian diri lnjut usia itu tidak baik dengan kurang berinteraksi dengan tetangga dan masyarakat sekitar maka dukungan sosial yang didapatkan lanjut usia tidak baik juga. Penyesuaian diri sangat berhubungan erat terhadap dukungan sosial sehingga berpengaruh terhadap kehidupan lanjut usia baik dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang Sikap sosial pada lansia yang tidak menyenangkan, terlihat dari cara memperlakukan dan menganggap lansia tidak mampu serta tidak berdaya melakukan aktivitas sehari-hari. Tidak heran jika lansia mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan terhadap dirinya. Perlakuan yang tidak menyenangkan, lanjut usia cenderung menarik diri dari partisipasi sosial (Hurlock,2003). Depresi pada lansia terus menjadi masalah kesehatan mental yang serius meskipun pemahaman kita tentang penyebab depresi dan perkembangan pengobatan farmakologis dan psikoterapiotik sudah sedemikian maju. Gejala-gejala depresi ini sering
berhubungan dengan penyesuaian yang terhambat terhadap kehilangan dalam hidup dan stressor. Stressor pencetus seperti pensiun yang terpaksa, kematian pasangan, kemunduran kemampuan atau kekuatan fisik dan kemunduran kesehatan serta penyakit fisik, kedudukan sosial, keuangan, penghasialan dan rumah tinggal sehingga mempengaruhi rasa aman lansia dan menyebabkan depresi (Friedman, 1998). Gejala depresi yang muncul pada usia lanjut seringkali dianggap sebagai bagian dari pada proses menua. Tugas perkembangan psikososial lanjut usia adalah integritas versus keputusasaan dan isolasi. Menurut Notosoedirdjo dan Latipun (2005), pada fase ini tugas lansia untuk melihat perjalanan hidupnya. Jika pada fase sebelumnya berhasil, dapat menerima siklus dan lingkungan hidupnya, maka akan mencapai integritas. Sedangkan jika pengalaman dan perjalanan hidupnya tidak dapat diterima, maka akan terjadi keputusasaan. Pada stadium ini terjadi konflik antara intergritas, pemuasan hidup dan keputusasaan karena kehilangan dukungan sosial yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memelihara dan mempertahankan kepuasan hidup dan self-estyeemnya sehingga mudah terjadi depresi pada lansia (Stoudemire, 1994). Depresi pada lansia seringkali tidak terdeteksi, misdiaknostik, dan tidak ditangani dengan baik (Miller, 2004). Kesulitan untuk smengidentifikasi ini mungkin perbedaan pola gejala tiap kelompok umur dan jarang pasien yang mau mengakui bahwa dirinya sedang mengalami depresi. lansia rentan terhadap depresi karena disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah faktor biologis, fisis, psikologis, dan sosial. Perubahan pada sistem saraf pusat dan perubahan konsentrasi neurotransmitter dapat berperan terhadap terjadinya depresi pada lansia (Soejono, probosuseno & sari 2006, dalam Dudoyo).
Penyebab depresi pada lansia bervariasi. Pertama adalah faktor psikologis seperti penyesuaian terhadap hilangnya sumber penghasilan, hilangnya status sosial, kehilangan orang yang dicintai, dan perasaaan putus asa karena ketidakberdayaan. Kedua kerentanan faktor biologi terhadap depresi, hal ini terjadi karena disregulasi neurotransmiter otak, seperti rendahnya kadar serotonin, norepinefrin dan dopamin serta meningkatnya monoamin oksidase (MAO), dan lebih lanjut kadar katekolamin akan berkurang. Terakhir depresi pada lansia dihubungkan dengan penyakit fisik dan penggunaan obatobatan yang penting pada pengobatan penyakit fisik tersebut (Viora, 2000). Syamir (2000), dalam pengukuhanya sebagai guru besar tetap dalam bidang ilmu pskiatri pada fakultas kedokteran Universitas Sumatra Utara, mengatakan bahwa depresi pada orang usia lanjut yang di alami seringkali di sebabkan karena penyakit fisik, penuaan dan kurangnya perhatian dari pihak keluarga. Gangguan pada otak (penyakit kardiovaskular) sebagai salah satu penyebab timbulnya gangguan depresi. Selain itu, bisa juga karena faktor psikologis, berupa penyimpangan prilaku oleh karena cukup banyak lansia yang mengalami pristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau cukup berat (Wirakartakusuma,2004). Depresi pada lansia dipandang sebagai masalah yang cukup penting, karena adanya bukti bahwa depresi pada lansia akan membawa kepada ketidakmampuan atau disability baik dalam fungsi fisik maupun sosial (Hoedijono, 1999). Depresi menyebabkan ketidak mampuan dalam fungsi sosial yaitu akan meningkatkan isolasi sosial, morbiditas medik, masalah keluarga dan penderitaan pribadi. Selain rasa kesedihan, depresi juga menimbulkan gangguan fisik dan mental seperti kemampuan kerja, nafsu seks, nafsu makan dan bahkan kesulitan untuk
memahami informasi merupakan bagian dari depresi (Shreeve, 1992). Prevalensi depresi pada lansia tinggi sekali, sekitar 12-36 % yang menjalani rawat jalan mengalami depresi. Angka ini meningkat menjadi 30-50 % pada lansia dengan penyakit kronis dan perawatan lama yang mengalami depresi (Mangoenprasodjo, 2004). Menurut Kaplen et all (1997), kira-kira 25 %komunitas lanjut usia dan pasien rumah perawatan ditemukan adanya gejala depresi pada lansia. Depresi menyerang 10-15 % lansia 65 tahun keatas yang tinggal di keluarga dan angka depresi meningkat secara drastis pada lansia yang tinggal di institusi, dengan sekitar 50-75 % penghuni perawatan jangka panjang memiliki gejala depresi ringan sampai sedang (Stanley et al., 2004). Gangguan depresi sering di temui pada lansia. Prevalensi selama kehidupan, pada wanita 10%-25% dan pada laki-laki 5%-12% . sekitar 15% penderita depresi melakukan usaha bunuh diri. Walaupun depresi lebih sering pada wanita, kejadian bunuh diri lebih sering pada laki-laki, terutama laki-laki usia muda dan usia tua (Stuart, 2006). Prevalensi depresi pada pasien geriatrik yang di rawat di IRNA B di RS Dr. Cipto Manungkusumo sebesar 76,3%. Faktor resiko yang berperan terhadap terjadinya depresi tersebut adalah lama rawat, stressor psikososial, dan status perkawinan janda (Suzy, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan Sumardono (2005), meneliti tentang derajat depresi lanjut usia dipanti werda Kota Surakarta aspper demografi dan dukungan sosial menunjukan bahwa 78 lanjut usia yang di teliti terdapat 47,4% derajat depresi ringan, 42,3% derajat depresi sedang dan 10,3 % masuk katagori depresi berat. Setelah peneliti melakukan studi pendahuluan di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur, yang jumlah lansia sebanyak 187 0rang lansia, dengan wawancara pada 15 lansia di Desa
Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang di dapatkan bahwa 6 lansia dari 15 responden tidak melakukan interaksi dan rata-rata dari 6 orang dari 10 responden mengalami depresi, dimana 6 lansia tersebut jarang atau bahkan tidak mau melakukan kegiatan misalnya kegiatan penyuluhan, kegiatan kerohanian, olah raga dan lainlain dengan alasan , misalnya malas, capek, lemas, dan bahkan mengatakan tidak ada tenaga untuk mengikuti kegiatan yang di adakan. Dan berdasarkan wawancara peneliti dengan 6 oarang responden yang mengalami depresi bahwa penyebab dari deperesi yang dialaminya adalah karena kondisi fisik yang sangat menurun, dukungan keluarga yang kurang sehingga tidak memungkinkan lagi untuk berinteraksi dengan masyarakat sebagaimana yang sudah dijalani sebelumnya, selain itu menurut para reponden status sosial dimasyarakat sudah tidak berfungsi seperti sebelumnya sehingga membuat responden merasa minder bergabung dengan kelompok masyarakat yang lain. Berdasarkan fenomena dan data statistik diatas, penulis akan meneliti di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. METODE PENELITIAN Desain penelitian adalah rancangan penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menuntun peneliti untuk memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Arikunto, 2010). Desain pada penelitian ini adalah deskriptif korelatifyaitu penelitian yang bertujuan mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan cross sectional yaitu merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran
atau pengamatan sekali waktu dan pada saat yang bersamaan (Notoatmojo, 2007).
Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat depresi disajikan pada Tabel5.2 berikut ini.
HASIL PENELITIAN
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi pada Lansia di Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang, 2013
Sesuai tujuan penelitian, pada bab ini menyajikan hasil penelitian tentang hubungan interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kab. Semarang, dimana sebagai respondennya adalah para lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kab.Semarang, yaitu sejumlah 66 lansia. Hasil penelitian ini disajikan sebagai berikut.
Interaksi Sosial Depresi Ringan Depresi Sedang Depresi Berat Jumlah
Frekuensi 11 36 19
Persentase (%) 16,7 54,5 28,8
A. Analisis Univariat Pada penelitian ini, analisis univariat digunakan untuk memberikan gambaran interaksi sosial dan tingkat 66 100,0 depresi pada lansia di Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang. Berdasarkan Tabel 5.2 di atas, 1. Interaksi Sosial dapat diketahui bahwa sebagian besar Distribusi frekuensi lansia di Desa Leyangan Kec. Ungaran berdasarkan interaksi sosial disajikan Timur, Kab. Semarang mengalami pada Tabel5.1 berikut ini. depresi sedang, yaitu sejumlah 36 lansia (54,5%). Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Interaksi Sosial pada Lansia di Desa Leyangan Kec. B. Analisis Bivariat Padabagian ini disajikan hasil Ungaran Timur, Kab. penelitian tentang hubungan antara Semarang, 2013 interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Interaksi Frekuensi Persentase (%) Ungaran Timur Kab. Semarang. Untuk Sosial menguji hubungan ini digunakan uji Kurang 7 10,6 Kendall Tau dimana hasilnya disajikan Sedang 35 53,0 berikut ini. Baik 24 36,4 Tabel 5.3 Hubungan antara Interaksi Jumlah 66 100,0 Sosial dengan Tingkat Berdasarkan Tabel 5.1 di atas, Depresi pada Lansia di Desa dapat diketahui bahwa sebagian besar Leyangan Kec.Ungaran interaksi sosial pada lansia di Desa Timur Kab. Semarang, 2013 Leyangan Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang dalam kategori sedang, Tingkat Depresi Total Interaksi PRingan Sedang Berat τ yaitu sejumlah 35 lansia (53,0%). Sosial value Kurang Sedang Baik Jumlah
2. Tingkat Depresi
F % F % 1 14,3 1 14,3 5 2 5,7 22 62,9 11 8 33,3 13 54,2 3 11 16,7 36 60,0 19
f % 71.4 7 100 - 0,001 31.4 35 100 0,378 12.5 24 100 28.8 66 100
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa lansia dengan interaksi sosial kurang yang mengalami depresi berat sejumlah 71,4%, sedangkan lansia A. dengan interaksi sosial sedang yang mengalami depresi berat sejumlah 31,4%, dan lansia dengan interaksi sosial baik yang mengalami depresi berat sejumlah 12,5%. Sedangkan lansia dengan interaksi sosialnya kurang yang mengalami depresi sedang sejumlah 14,3 %, sedangkan lansia dengan interaksi sosial baik yang mengalami depresi sedang sejumlah 54,2 %. Begitu juga dengan lansia dengan interaksi sosial kurang yang mengalami depresi ringan sejumlah 14,3 %, sedangkan lansia interaksi sosial baik yang mengalami depresi ringan sejumlah 33,3 %. Ini menunjukkan bahwa semakin baik lansia dalam berinteraksi sosial maka semakin kecil kemungkinannya mengalami depresi berat, sedang maupun ringan. Berdasarkan uji Kendall Tau didapat nilai Kendall Tau diperoleh nilai korelasi τ = -0,378 dengan p-value0,001. Oleh karena p-value = 0,001< α (0,05), maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kab. Semarang. Nilai korelasi negatif di atas menunjukkan bahwa hubungan ini memiliki arah negatif, yang artinya semakin baik interaksi sosial pada lansia maka semakin ringan mengalami depresi.
PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan mengenai pembahasan hasil penelitian yang meliputi interaksi sosial dengan tingkat depresi dan hubungan antara interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Pada penelitian ini, analisis univariat digunakan untuk memberikan
gambaran interaksi sosial dan tingkat depresi pada lansia di Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang. Gambaran Interaksi Sosial Pada Lansia Berdasarkan Tabel 5.1, dapat diketahui bahwa sebagian besar interaksi sosial pada lansia di Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang dalam kategori sedang, yaitu sejumlah 35 lansia (53,0%). Berdasarkan hasil penelitian Indriani dan Indawati (2002) hampir seluruh lansia mempunyai hubungan/interaksi sosial dengan keluarga dan tetangganya dengan baik, hanya 2,6% yang mengaku hubungan dengan keluarganya tidak baik. Hal ini sesuai dengan keadaan lansia yang tinggal komunitas Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang bersama keluarga yang tetap melakukan sosialisasi/ interaksi satu sama lain. Hal ini didukung dengan banyaknya kegiatankegiatan yang diadakan oleh pihak kelurahan seperti kegiatan olah raga bersama, kerohanian dan ketrampilan. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat. Interaksi sosial adalah proses di mana orang-orang berkomunukasi dan saling mempengaruhi dalam tindakan dan pemikiran. Menurunnya derajat kesehatan dan kemampuan fisik akan menyebabkan lansia secara berlahan akan menarik diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar. Hal ini akan mengakibatkan interaksi sosial menurun (Hardywinoto & Soetiabudi, 2005) Interaksi sosial dengan keluarga dan lingkungan sekitar yang harmonis adalah dambaan setiap orang. Keadaan yang harmonis ini akan dapat dicapai apabila individu yang bersangkutan dapat menciptakannya sendiri atau mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara normatif, selaras dan seimbang (Kuntjoro, 2002). Demikian juga dengan lansia, interaksi sosial yang harmonis
sangat tergantung dengan usaha lansia tersebut dalam menyesuaikan diri dengan keadaannya dan keadaan lingkungannya. Menurut Hidayati (2007) bahwa interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu: (1) adanya komunikasi, (2) adanya kontak sosial. Perkembangan teknologi sekarang ini kontak sosial dapat dilakukan melalui, surat, telepon radio dan sebagainya. Berdasarkan penelitian yang dilakuakan oleh Juliana dan Sukmawati (2008), dalam penelitianya yang berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia di salah satu RW Kelurahan Pondok Cina Kecamatan Beji Kota Depok” di dapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada lansia. Lansia B. yang memperoleh dukungan keluarga tinggi, lebih tidak beresiko mengalami depresi 8,33 kali dibandingkan dengan lansia dengan dukungan keluarga sedang. Tipe kepribadian mempunyai hubungan yang signifikan dengan depresi, pada masa tua umumnya lansia mulai timbul gejolak, timbul perasaan khawatir kehilangan anak buah, teman, kelompok, jabatan, status dan kedudukan sehingga mereka cenderung takut menghadapi kenyataan dan cenderung mengalami depresi (Kuntjoro, 2002) Interaksi sosial memainkan peranan yang sangat penting pada kehidupan lanjut usia. Kemunduran fisik seperti fungsi pendengaransemakin menurun menyebabkan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran kurang jelas sehingga reaksi untuk marah terjadi.Pertengkaran akan terjadi jika lanjut usia merasa dirinya dihina bila ada seseorang yang memberikan informasi untuk mengubah penampilan berbusananya menjadi bersih, rapi dan wangi (Fransisca, 2011). Berkomunikasi adalah suatu proses yang setiap hari dilakukan. Komunikasi bukanlah suatu hal yang mudah.Sebagai contoh salah paham
merupakan hasil dari komunikasi yang tidak efektif.Interaksi sosial yang harmonis sangat tergantung dengan usaha lansia tersebut dalam menyesuaikan diri dengan keadaannya dan keadaan lingkungannya.Hal ini bila dihubungkan dengan teori bahwa masa lansia mengalami perubahan progresif yang bersifat irreversibel. Pada masa ini lansia mengalami perubahan yaitu berkurangnya peran, aktivitas, teman dan penghasilan.Penurunan fisik tidak dapat dihindari.Bila pola hidup yang dijalani cukup baik, kekuatan dan semangat untuk beraktifitas masih tetap dimiliki maka harga diri para lansia tetap terjaga (Hidayati, 2007). Gmbaran Tingkat Depresi pada lansia Berdasarkan Tabel5.2 , dapat diketahui bahwa sebagian besar lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur, Kab. Semarang mengalami depresi sedang, yaitu sejumlah 36 lansia (54,5%). Depresi adalah suatu kelainan alam perasaan berupa hilangnya minat atau kesenangandalam aktivitas-aktivitas yang biasa dan pada waktu yang lampau (Townsend,2003). Rentang respon emosi individu dapat berfluktuasi dalam rentang respon emosi dari adaptif sampai maladaptif.Respon depresi merupakan emosi yang mal adaptif (Keliat1996 dalam Azizah, 2011). Depresi adalah gangguan yang dapat memadamkan semangat hidup. Ini sering disadari atau dikenali pada lansia dan mempunyai potensi untuk menghancurkan kualitas hidup itu sendiri. Depresi menghilangkan kesenangan, kegembiraan, empati dan cinta. Akhirnya hal ini menghempakan orang tersebut kedunia luar dan meninggalkannya sendiri dan terisolasi (Lubis, 2009). Hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, sebagian besar lansia mengalami depresi sedang yaitu 36 lansia (54,5%) hal ini dapat dilihat dari hasil koesioner yang di kembangkan dari tanda
gejala depresi yaitu : berkurangnya gejala - gejala depresi pada lansia, adapun tanda dan gejala depresi antara lain yaitu : Berkurangnya minat, Kehilangan aktivitas, Perasaan kesepian dan bosan, Perasaan tidak berdaya, Kehilangan semangat, Kehilangan harapan. Semakin sedikit gejala depresi yang muncul pada lansia maka akan semakin baik atau mengalami depresi ringan, tapi jika gejala - gejala depresi tersebut muncul lebih dari dua gejala atau sampai empat tanda gejala yang muncul maka dikatakan depresi sedang, dan jika semua gejala-gejala depresi yang sudah disebutkan diatas maka akan semakin berat depresi yang dialami oleh lansia (Maslim 2001) Seorangusia lanjut yang mengalami depresi kebanyakan menyangkal adanyamood depresi. Terlihat adalah gejala hilangnya tenaga (loyo), hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur atau keluhan rasa sakit dan nyeri.Menurut Bandiyah (2009) gejala yang sering tampil adalah ansietas (kecemasan), preokupasi gejala fisik, perlambatan motorik, kelelahan, mencela diri sendiri, pikiran bunuh diri dan insomnia. Dalam penelitian Wulandari (2003) faktor yang sangat besar mempengaruhi untuk terjadinya depresi pada lansia yaitu faktor kurangnya percaya diri merupakan faktor terbesar (74,40%) sebagai penyebab timbulya depresi. Nugroho (2000) menyatakan bahwa adanya kemunduran membuat C. lanjut usia merasa dirinya tidak menarik lagi atau kelihatan kurang mampu dapat menyebabkan kecemasan-kecemasan yang akhirnya bisa menyebabkan depresi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2008), hal yang sangat mempengaruhi depresi pada usia lanjut adalah hilangnya status sosial lansia di masyarakat (56,10%) sehingga secara berlahan lansia akan menarik diri dari berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Hal yang demikian akan sangat cepat menyebabkan kejadian depresi pada lansia
Bagi lanjut usia yang memiliki harga diri rendah akan mengalami kurang percaya diri pada dirinya sendiri yang dapat berakibat menarik diri dari sosialisasi dengan lingkungannya dan akhirnya dapat berakibat dengan terjadinya depresi. Berdasarkan penelitian yang di lakukan Wulandari (2011), dengan judul “kejadian dan tingkat depresi pada lanjut usia di Panti Wreda”. Bahwa kejadian depresi pada subyek lanjut usia di anti Wreda meningkat berkebalikan dengan partisipasi sosial dan hubungan ini bermakna secara statistik, hasil ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa keterlibatan lansia dalam kegiatan sosial dapat menurunkan resiko depresi, hal yang sebaliknya berlaku pada lanjut usia yang memiliki resiko depresi ketika tidak melakukan interaksi sosial. Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar lansia mengalami depresi sedang yaitu lansia 36 orang 54,5% ini dilihat dari hasil koesioner sebagian besar lansia mengalami semua gejala - gejala depresi yaitu lansia mengalami perasaan tidak berdaya, berkurangnya minat, kehilangan aktivitas yang biasa dilakukan sehari hari oleh lansia seperti mandi, hilangnya nafsu makan, perasaan kesepian dan bosan, kehilangan semangat, kehilangan harapan. Hubungan interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia Padabagian ini disajikan hasil penelitian tentang hubungan antara interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kab. Semarang.Untuk menguji hubungan ini digunakan uji Kendall Tau dimana hasilnya disajikan berikut ini. Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa lansia dengan interaksi sosial kurang yang mengalami depresi berat sejumlah 71,4%, sedangkan lansia dengan interaksi sosial sedang yang
mengalami depresi berat sejumlah 31,4%, dan lansia dengan interaksi sosial baik yang mengalami depresi berat sejumlah 12,5%. Ini menunjukkan bahwa semakin baik lansia dalam berinteraksi sosial maka semakin kecil kemungkinannya mengalami depresi berat. Masalah psikologis yang paling banyak dialami oleh para lansia adalah kesepian. Beberapa penyebab kesepian antara lain (1) longgarnya kegiatan dalam mengasuh anak-anak karena anak-anak sudah dewasa dan bersekolah tinggi sehingga tidak memerlukan penanganan yang terlampau rumit (2) berkurangnya teman/ relasi akibat kurangnya aktivitas di luar rumah (3) kurangnya aktivitas sehingga waktu luang bertambah banyak (4) meninggalnya pasangan hidup (5) anak-anak meninggalkan rumah karena menempuh pendidikan yang lebih tinggi, anak-anak yang meninggalkan rumah untuk bekerja (6) anak-anak telah dewasa dan membentuk keluarga sendiri. Perubahan-perubahan yang mengarah pada kemunduran fisik dan psikis tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi ekonomi dan sosial mereka, sehingga akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan seharihari. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang D. sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat (Wirakartakusuma, 2004). Lanjutusia yang memiliki penyesuaian diri yang baik seperti dapat berinteraksi dengan tetangga dan masyarakat sekitar dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di daerah lanjut usia berada, maka timbal balik dari dukungan sosial itu sendiri juga akan baik dan apabila penyesuaian diri lanjut usia itu tidak baik dengan kurang berinteraksi dengan tetangga dan masyarakat sekitar
maka dukungan sosial yang didapatkan lanjut usia tidak baik juga. Penyesuaian diri sangat berhubungan erat terhadap dukungan sosial sehingga berpengaruh terhadap kehidupan lanjut usia baik dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang. Berkurangnya interaksi sosial usia lanjut dapat menyebabkan perasaan terisolir, perasaan tidak berguna sehingga usia lanjut menyendiri atau mengalami isolasi sosial, dan menyatakan bahwa seseorang yang menginjak lanjut usia akan semakin meningkat perasaan isolasinya dan kondisi ini rentan terhadap depresi (Kaplan dan Saddock, 2007). Berdasarkan uji Kendall Tau didapat nilai Kendall Tau diperoleh nilai korelasi τ = -0,378 dengan p-value0,001. Oleh karena p-value = 0,001 < α (0,05), maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Nilai korelasi negatif di atas menunjukkan bahwa hubungan ini memiliki arah negatif, yang artinya semakin baik interaksi sosial pada lansia maka semakin ringan mengalami depresi. Keterbatasan Penelitian Ada hambatan yang dihadapi peneliti yang dapat mempengaruhi hasil yaitu :Peneliti tidak meneliti faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya depresi pada lansia misalnya mekanisme koping, dukungan sosial keluarga dan penyakit yang di alami lansia tersebut. Selain itu peneliti juga terbatas dalam segi bahasa sehingga mempersulit peneliti dalam proses pengumpulan data sehingga menyebabkan peneliti memohon bantuan pada salah satu petugas kelurahan.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan antara interak sisosial dengan tingkat depresi pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Interaksi sosial yang ada di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang termasuk dalam kategori interaksi sosial sedang yaitu sejumlah 35 lansia (53,0%). 2. Sebagian besar lansia yang tinggal di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang mengalami depresi sedang yaitu sejumlah 35 orang (53,0%) 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan tingkat depresi yang tinggal di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Hubungan ini mempunyai arah positif dengan p-value < α yaitu 0,001< 0,05.
memotong pembicaraanya, memberi perhatian yang lebih pada lansia, empati, cinta, kejujuran dan perawatan. 3. Peneliti Lanjutan Dalam penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti lain diharapkan meneliti tentang faktor lain yang dapat mempengaruhi hubungan interaksi sosial dengan tingkat depresi seperti, dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada lansia dan untuk peneliti lain melakukan intervensi lebih lanjut kepada lansia yang mengalami depresi berat. 4. Bagi pelayanan kesehatan Dengan penelitian ini di harapkan petugas pelayanan kesehatan lebih memperhatikan keadaan lansia dan meningkatan pelayanan kesehatan dengan cara posyandu lansia lebih di tingkatkan kembali. DAFTAR PUSTAKA Amir, N. (2002). Diagnosis dan Penata Laksanaan Depresi Paska Struk. Graha Imu
B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah di kemukakandiatas, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Bagi Lansia para lansia lebih meningkatkan Interaksi Sosial dengan sesama lansia yang tinggal di lingkungan sekitar masyarakat, keluarga maupun pihak terkait dalam mengurangi terjadinya depresi, dengan cara berperan aktif dalam kegiatan yang di adakan oleh keluarga maupun lingkungan seperti pengajian, acara ibuk-ibuk PKK dan lain-lain. 2. Bagi Keluarga Lansia Meningkatkan peran keluarga sebagai pendukung dan pemantau aktif dalam berkomunikasi terhadap lansia guna memberikan dukungan moral pada lansia. Dengan cara memperhatikan lansia ketika sedang berbicara tanpa
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Azizah. ( Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III. Depkes RI. Azizah. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu. Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Devito, 2005. Mengenal Lanjut Usia dan Perawatannya. Jakarta Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Eliopolus. (2005). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : EGC
Notoatmodjo, S. (2007). Pendiikan dan Prilaku Kesehatan. Jaskarta: Rineka
Hastono, S.P. (2007). Basic Data Analysis for Health Research Training: Analisis Data Kesehatan. Jakarta : FKMUI. Hidayat, (2007). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif. Health Books Publishing: Surabaya Kaplan, H.I & Saddock, B.J (2007). Sinopsis Psikiatri Alih Bahasa. Jakarta : Binarupa Aksara Kaplan, H.I & Saddock, B.J, Grebb JA,Kusuma W,(Penerjemah), Wiguna MS (Editor). Kaplan dan . soddock synopsis, psikiatri ilmu pengetahuan prilaku psikiatri klinis edisi ketujuh jilid satu (terjemah). Jakarat: Bina rupa aksara;2006: halaman 777-834. Maryam, R. Siti, dkk. 2011. Mengenal Lanjut Usia dan Perawatannya. Jakarta Salemba Medika Martono Hadi. (2004). Buku Ajar Geriatrik : Penatalaksanaan Hipertensi Pada Usia Lanjut. Jakarta Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Ed. 2. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Edisi. 1. Jakarta : Salemba Medika.
Nugroho W. (2000). Keperawatan gerontik (Edisi 2). Jakarta : EGC Nugroho. W. (2002). Keperawatan Gerontik. Edisi 2. EGC. Jakarta Nursalam & Pariani. (2001). Statistika Induktif. Jakarta : Bumi Aksara Nursalam (2003). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Stuart, G.W (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC Sutart, G.W.& Laraia, Michele T. (1998). Stuart & sandeen and practice of psychiatry nursing. Sixth edition, Missori : Morby Sugiyono (2005). Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta Polit, D.F., & Beck, C.T. (2012). Nursing Research : Generating and Assesing Evidence for Nursing Practice, 9th edition. Philadelphia : Lippincott Willuiams & Wilkins. Wirakartakusuma (2004). Buku Ajar Geriatri. FKUI. Jakarta