RESUME JURNAL HUBUNGAN ANTARA INSOMNIA DAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DI KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA LATAR BELAKANG Penelitian sosiologis pada tahun 2002 mengungkapkan bahwa sebagian besar lansia mengaku bahwa mereka minder dan tidak pantas untuk aktif pada masyarakat. Konsekuensinya adalah mereka merasa kesepian dan depresi. Depresi adalah gangguan emosional yang bersifat tertekan, sedih, tidak bahagia, tidak berharga, tidak berarti, tidak mempunyai semangat dan pesimis terhadap hidup mereka. Depresi adalah suatu bentuk gangguan kejiwaan dalam alam perasaan. Berdasarkan DSM IV ( diagnosis and statistical manual of mental disorders IV), disebut sebagai depresi berat bila ditemukan 5 dari gejala-gejala ini: mood depresi hampir sepanjang hari, insomnia atau hipersomnia, hilang minat dan rasa senang secara nyata dalam aktivitas normal, berat badan menurun atau bertambah, agitasi atau retardasi psikomotor, kelelahan atau tidak punya tenaga, sulit konsentrasi, rasa tidak berguna atau rasa bersalah yang berlebihan, pikiran berulang tentang kematian, percobaan/ide bunuh diri dan gejala-gejala ini bukanlah akibat dari tindakan medis atau karena pengaruh zat kimia. Berdasarkan ICA 10 (International Classification of diseases 10), gangguan depresi ada 3 gejala utama yaitu: mood terdepresi, hilang minat dan semangat, hilang tenaga dan mudah lelah, disertai gejala lain yaitu: konsentrasi dan harga diri yang menurun, perasaan bersalah, pesimis memandang masa depan, ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri, pola tidur berubah, dan nafsu makan berkurang. Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik. Masyarakat awam belum begitu mengenal gangguan tidur sehingga jarang mencari pertolongan. Pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada orang yang meninggal karena tidak tidur adalah tidak benar. Beberapa gangguan tidur dapat mengancam jiwa baik secara langsung (misalnya insomnia yang bersifat keturunan dan fatal dan apnea tidur obstruktif) atau secara tidak langsung misalnya kecelakaan akibat gangguan tidur. Di Amerika Serikat, biaya kecelakaan yang berhubungan dengan gangguan tidur per tahun sekitar seratus juta dolar. Insomnia
merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67 %. Walaupun demikian, hanya satu dari delapan kasus yang menyatakan bahwa gangguan tidurnya telah didiagnosis oleh dokter.Lansia dengan depresi, stroke, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes, artritis, atau hipertensi sering melaporkan bahwa kualitas tidurnya buruk dan durasi tidurnya kurang bila dibandingkan dengan lansia yang sehat. Gangguan tidur dapat meningkatkan biaya penyakit secara keseluruhan. Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang signifikan. Ada beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia misalnya mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan memori, mood depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan kualitas hidup. Angka kematian, angka sakit jantung dan kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan dengan seseorang yang lama tidurnya antara 7-8 jam per hari. Berdasarkan dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi empat kelompok yaitu, gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan mental lain, gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang diinduksi oleh zat. Gangguan tidur-bangun dapat disebabkan oleh perubahan fisiologis misalnya pada proses penuaan normal. Riwayat tentang masalah tidur, higiene tidur saat ini, riwayat obat yang digunakan, laporan pasangan, catatan tidur, serta polisomnogram malam hari perlu dievaluasi pada lansia yang mengeluh gangguan tidur. Keluhan gangguan tidur yang sering diutarakan oleh lansia yaitu insomnia, gangguan ritme tidur,dan apnea tidur
RESUME JURNAL HUBUNGAN ANTARA INSOMNIA DAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DI KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA
A. Nama Peneliti Armi Kurnia Tarbiyati, Soewadi, Sumarni Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat: Di Kecamatan Mergangsan Yogyakarta pada tahun 2004 C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan antara adanya gangguan tidur dengan kejadian depresi pada lansia. D. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen dengan rancangan cross sectional. Data primer diambil melalui wawancara langsung dengan responden. Instrument penelitian berupa kuesioner data pribadi, SPMSQ dan KSPBJ Insomnia Rating Scale. SPMSQ (The Short Portable Mental Status Questionere) untuk skrining kemampuan kognitif lansia. SDG (Skala Depresi Geriatri) untuk mengukur depresi pada lansia. KSPBJ (Kelompok Studi Psikiatri Biologik Jakarta) Insomnia Rating Scale digunakan untuk mengetahui skor dari insomnia. Hubungan antara insomnia dengan depresi dianalisis dengan uji statistic Korelasi Pearson. E. Hasil Penelitian Subyek penelitian sebanyak 61 lansia di kecamatan Mergangsan. Kriteria responden yang diikutsertakan dalampenelitian ini ditentukan oleh nilai SPMSQ yang memuat 10 pertanyaan, bila responden menjawab salah > 4 maka tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Setelah lolos SPMSQ responden di wawancarai dengan menggunakan SDG, bila skor > 4 maka responden dinyatakan depresi. Responden dikatakan insomnia bila skor = 10.
Variabel berdasarkan usia yaitu 60-88 tahun, dengan usia rata-rata 71,3 tahun. Usia 60-69 tahun berjumlah 28 orang (45,9%), usia 70-79 tahun berjumlah 24 orang (39,3%) dan usia 80-90 tahun berjumlah 9 orang (14,7%). Pada kelompok usia 60-69 tahun yang mengalami depresi berjumlah 9 orang (14,7%), yang tidak depresi 19 orang (31,2%), yang mengalami insomnia 10 orang (16,4%) dan yang tidak insomnia 18 orang (29,5%). Pada kelompok usia 70-79 tahun yang mengalami depresi berjumlah 8 orang (13,1%), yang tidak depresi 16 orang (26,2%), yang mengalami insomnia 10 orang (16,4%) dan yang tidak insomnia 14 orang (22,9%). Pada usia 80-90 tahun 5 orang (8,2%) mengalami depresi, yang tidak depresi 4 orang (6,6%), yang mengalami insomnia 5 orang (8,2%) dan yang tidak insomnia 4 orang (6,6%). Dari 61 responden yang depresi dan tidak insomnia sebanyak 36 orang (59,1%). Responden yang depresi dan insomnia sebanyak 22 orang (36%). Responden yang tidak depresi dan insomnia sebanyak 3 orang (4,9%). Berdasarkan variabel jenis kelamin, dari 61 responden 19 orang (31,1%) adalah laki-laki dan 42 orang (68,9%) perempuan. Pada responden laki-laki 5 orang (8,2%) mengalami depresi, 14 orang (22,9%) tidak depresi, 5 orang (8,2%) mengalami insomnia dan 14 orang (22,9%) tidak insomnia. Pada responden perempuan 17 orang (27,9%) mengalami depresi, 25 orang (41%) tidak depresi, 5 orang (8,2%) mengalami insomnia dan 22 orang (22,9%) tidak insomnia. Berdasarkan status perkawinan, dari 61 responden 29 orang (47,5%) berstatus kawin dan 32 orang (52,5%) tidak kawin. Pada responden berstatus kawin, 11 orang (18%) mengalami depresi, 18 orang (29,5%) tidak depresi, 10 orang (16,4%) mengalami insomnia dan 19 orang (31,1%) tidak insomnia. Pada responden berstatus tidak kawin, 11 orang (18%) mengalami depresi, 21 orang (34,5%) tidak depresi, 15 orang (24,6%) mengalami insomnia dan 17 orang (27,9%) tidak insomnia. Dari data tersebut frekuensi depresi pada responden yang berstatus kawin dan yang tidak kawin adalh sama, yaitu 11 orang berarti tidak ada perbedaan bermakna antara terjadinya depresi pada lansia berstatus kawin dan yang tidak kawin.
Berdasarkan status pendidikan ada perbedaan yang cukup bermakna antara depresi pada lansia dengan status responden yang sekolah dan tidak sekolah.
F. Kesimpulan Depresi pada lansia di kecamatan Mergangsan Yogyakarta berjumlah 36,1% dan prevalensi insomnia sebesar 44,26%. Terdapat pengaruh antara terjadinya depresi pada lansia terhadap insomnia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Untuk status perkawinan tidak ada berpengaruh terhadap terjadinya depresi. G. Saran Penelitian a. Perlu perhatian dan penatalaksanaan khusus pada kasus insomnia dan depresi pada lansia dari keluarga maupun orang-orang terdekat karena hal tersebut bisa berdampak kurang baik pada kehidupan lansia sebagai individu maupun dalam kehidupan sosial. b. Perlu penatalaksanaan kesehatan lansia baik fisik dan mental yaitu dengan adanya Posyandu lansia yang bertujuan untuk memantau kesehatan para lansia di wilayah tersebut. c. Perlu perhatian dan penatalaksanaan kesehatan fisik dan mental lansia dari dinas kesehatan setempat. d. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menghasilkan kesimpulan yang lebih akurat sehingga lebih bermanfaat. H. Korelasi Antara Isi Jurnal dengan Realita Klinis 1. Hasil penelitian di jurnal ini Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap munculnya depresi adalah usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Sedangkan status perkawinan tidak berpengaruh pada kejadian depresi. 2. Kondisi riil di klinis atau lapangan Usia harapan hidup tertinggi dicapai oleh propinsi Daerah Yogyakarta. Factor psikososial lansia merupakan permasalahan yang sangat membebani kehidupannya dan akan berpengaruh terhadap gangguan fisik, mental dan social. Gangguan mental yang sering dijumpai pada lansia adalah insomnia,
cemas, depresi, dimensia dan delirium. Hal-hal yang dapat menyebabkan depresi adalah kekecewaan, perasaan terperangkap dalam situasi yang statis secara fisik maupun psikis, cemas gelisah. Depresi
pada
lansia
kadang-kadang
tidak
terdiagnosis
dan
tidak
mendapatkan penanggungan yang semestinya karena gejala-gejala yang muncul seringkali dianggap sebagai proses penuaan yang normal. Dalam masyarakat perempuan lebih besar mengalami depresi dibandingkan dengan laki-laki, ini disebabkan karena ada perempuan yang bekerja dan mengurus rumah tangga, maka peluang muncul masalah yang dihadapi lebih banyak sehingga dapat mengganggu pikiran dan dapat mencetuskan terjadinya depresi dan insomnia. I. Perbandingan Isi jurnal dengan Teori Lain atau Hasil Penelitian yang Sudah Ada Proses menua adalah suatu akumulasi secara progresif dari berbagai perubahan
patofisiologi
yang
terjadi
dengan
berlalunya
waktu
yang
meningkatkan kemungkinan diserang penyakit yang berdampak pada kelainan fisik, mental maupun keduanya (Soewoto, 2002). Gangguan depresi yang sering muncul pada lansia merupakan masalah psikososiogeriatri dan perlu mendapat perhatian khusus. Proses menjadi lansia akan membawa perubahan pola tidur. Gangguan yang sering dijumpai pada lansia adalah insomnia. Sepertiga dari populasi yang lebih tua dari 65 tahun mengalami insomnia. Penelitian oleh Suryo 2003 menyatakan bahwa dibandingkan dengan cemas dan nyeri maka kejadian depresi pada lansia dengan insomnia adalah yang terbanyak. Marchia menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat depresi semakin besar kemungkinan mengalami insomnia.
REFERENSI
1. Depkes RI. 2000. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III). Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI. 2. Marchira, C.R. 2004. Kontribusi Dukungan Sosial Terhadap Insomnia pada Lansia di Poli Geriatri RS dr. Sardjito Yogyakarta. FK UGM Yogyakarta. 3. Suryo, S. 2003. Depresi sebagai Faktor Resiko Insomnia pada Lansia di RS dr Sardjito Yogyakarta. FK UGM Yogyakarta.
ANALISA JURNAL
Judul Judul penelitian ini adalah Hubungan antara Insomnia dan Depresi Pada Lanjut Usia di Kecamatan Mergangsan Yogyakarta. Saran : Sebaiknya judul penelitian dicantumkan tahun penelitian agar pembaca dapat mengetahui waktu pelaksanaan penelitian dilakukan dengan membaca judul jurnal.
Pendahuluan Dalam jurnal ini dalam pendahuluan telah tercantum latar belakang masalah dan tujuan penelitian namun belum tercantum ruang lingkup serta manfaat dari penelitian. Latar belakang penelitian ini sudah mengarah pada masalah mengapa peneliti berfokus meneliti Hubungan antara Insomnia dan Depresi Pada Lanjut Usia di Kecamatan Mergangsan Yogyakarta. Saran: Sebaiknya dalam jurnal ini dicantumkan ruang lingkup
serta manfaat dari
penelitian sehingga pembaca bisa mengetahui arah serta manfaat dari penelitian ini.
Tinjauan Pustaka Dalam jurnal ini telah mencantumkan tinjauan pustaka.
Kerangka Konsep Dan Hipotesa Dalam penelitian ini tidak dicantumkan kerangka konsep dan hipotesa. Saran : Sebaiknya dalam jurnal ini diberikan gambaran kerangka konsep atau kerangka teori sehingga pembaca dapat dengan mudah membaca alur dari penelitian.
Gambaran kerangka konsep adalah :
Variabel bebas : Insomnia dan depresi
Variabel terikat : Lanjut usia
Variabel Pengganggu : - sosial budaya - fisik (penyakit fisik) - psikologis (social ekonomi, kesepian, kepribadian premorbid) Metode Penelitian Desain penelitian ini berupa non-eksperimental jenis cross sectional. Data primer diambil melalui wawancara langsung dengan responden. Instrumen penelitian berupa kuesioner data pribadi, SPMSQ digunakan untuk screning kemampuan kognitif lansia dan KSPBJ Insomnia Rating Scale yang digunakan untuk mengetahui score dari insomnia.
Penelitian Pendukung Dalam penelitian ini telah dicantumkan penelitian pendukung.
Hasil Cara penyajian hasil penelitian dilakukan bentuk tulisan dan tabel. Penulisan hasil dalam jurnal ini disajikan dalam bentuk tabel dan dijelaskan secara diskriptif dalam pembahasan sehingga pembaca dapat memahaminya.
Etika Penelitian Dalam jurnal ini belum mencantumkan etika penelitian . Saran : Sebaiknya etika penelitian dicantumkan etika penelitian agar lebih memperkuat penelitian ini.
Kesimpulan dan Saran Dalam penelitian ini sudah tercantum kesimpulan dan saran, sehingga pembaca mengetahui kesimpulan dari semua jurnal dan saran yang diberikan dapat dijadikan masukan bagi lansia, keluarga yang mempunyai lansia dan petugas kesehatan.
Aplikasi Di Lapangan Penanganan yang dapat diberikan kepada lansia dengan depresi bisa terbagi menjadi 2 macam: 1. Dari lansia itu sendiri (penanganan ini adalah yang paling penting karena berasal dari kemauan dan pengertian dari diri sendiri) Penanganan yang berasal dari lansia itu sendiri adalah menjalin hubungan sosial dan berpikiran positif. Segala sesuatu akan menjadi hal yang menyenangkan apabila kita melihat hal tersebut dengan pandangan yang positif karena sekaligus juga memberikan nilai positif bagi kepuasan kita sendiri. Lansia-lansia bisa membuat kontak sosial dengan mengadakan pertemuan-pertemuan atau aktivitas seperti kumpul-kumpul dengan orang lain sehingga dapat bertukar informasi dan membangkitkan semangat hidup. Dengan adanya acara-acara dan kumpulkumpul, dapat meningkatkan kualitas hidup baik fisik maupun psikis. 2. Dari keluarga dekat hingga keluarga yang jauh, tetangga, teman, dan masyarakat. Kontak sosial tidak hanya dapat dilakukan secara langsung tetapi dapat juga melalui sarana-sarana yang ada. Bisa dengan menulis surat, email, pesan melalui media elektronik dan media publikasi tertulis. Selain itu, lansia juga dapat mengisi waktu dengan melakukan aktifitas-aktifitas ringan seperti menyiram bunga, menonton TV, mendengarkan radio, olahraga untuk mengisi waktu dan mengatasi kebosanan mereka sehingga mereka dapat menjadi senang dengan melakukan hobi-hobi. Banyak orang yang takut akan pensiun karena terdapat perubahan-perubahan dari lingkungan, waktu, penghasilan, dan orang-orang di sekitarnya. Sebenarnya hal itu tidaklah perlu ditakuti tetapi malah harus dengan berani dalam menerima adaptasi baru. Hal itu sebaiknya dinilai dengan
pemikiran positif. Misalnya ketika pensiun, kita menganggap keadaan tersebut sebagai penggantian aktifitas sehari-hari dengan mengerjakan hal yang dulunya ingin sekali dikerjakan tetapi tertunda karena tidak sempat mengerjakannya sehingga perlu mencapai hal yang tertunda itu ketika kita sudah pensiun. Maka dengan begitu, depresi lansia dapatlah kita jauhkan. Pihak luar juga perlu mendukung para lansia. Dari sisi keluarga, bisa dengan menjenguk lansia dan meluangkan waktu untuk menemani dan menjalin hubungan dengan lansia sehingga lansia pun dapat senang dan tidak bosan. Bagi para lansia, peran keluarga sangatlah penting karena mereka adalah orang-orang yang memiliki ikatan batin yang kuat dengan lansia. Keluarga dapat menjadi pendukung bagi mereka. Juga bila kita dapat memberikan perawatan yang sangat baik kepada lansia-lansia di sekitar kita maka berikanlah yang terbaik untuk mereka.
Penanganan yang dapat diberikan pada lansia dengan insomnia yaitu : Lingkungan Suara gaduh, cahaya, dan temperatur dapat mengganggu tidur. Lansia sangat sensitif terhadap stimulus lingkungannya. Penggunaan tutup telinga dan tutup mata dapat mengurangi pengaruh buruk lingkungan. Temperatur dan alas tidur yang tidak nyaman juga dapat mengganggu tidur. Kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik di tempat tidur juga harus dihindari misalnya makan, menonton TV, dan memecahkan masalah-masalah serius. Faktor-faktor ini mesti dievaluasi ketika berhadapan dengan lansia yang mengalami gangguan tidur. Lansia mesti dianjurkan untuk menciptakan suasana yang nyaman untuk tidur. Diet dan Penggunaan obat Minum kopi, teh, dan soda, serta merokok sebelum tidur dapat mengganggu tidur. Alkohol dapat mempercepat onset tidur tetapi beberapa jam kemudian pasien kembali tidak bisa tidur. Obat-obat tidur atau obat-obat yang diresepkan untuk gangguan kondisi medik dapat kadang-kadang dapat mengganggu tidur. Pengaruhnya dapat terjadi secara berangsur-angsur setelah beberapa lama
menggunakan obat tersebut. Pasien dianjurkan untuk mengurangi atau mengubah jam-jam penggunaan obat atau diet yang dapat mempengaruhi tidur. Hal-hal Umum Edukasi tentang tidur malam perlu diberikan kepada lansia. Pasien dianjurkan untuk membuat kontak sosial dan aktivitas fisik secara teratur di siang hari. Pasien harus pula dibantu untuk menghilangkan kecemasannya. Membaca sampai mengantuk merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kecemasan yang mengganggu tidur
SARAN BAGI PETUGAS PANTI Petugas panti diharapkan dapat : Mendokumentasikan angka kejadian depresi dan insomnia pada lansia di panti sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat. Membina hubungan yang baik pada lansia dengan cara memberikan rasa aman dan nyaman serta manganjurkan interaksi yang dapat menambah makna dan tujuan hidup sehingga dapat memberikan keyakinan bahwa setiap permasalahan dapat diselesaikan. Meningkatkan perhatian pada penghuni panti , membantu klien depresi dengan cara mengidentifikasi hal-hal yang mereka rasakan dan memberikan arahan yang dapat memperkuat pemikiran bahwa mereka masih berarti Mendorong partisipasi klien dalam perawatan diri dan aktivitas lain serta meningkatkan konsep dirinya dengan memberikan kesempatan kepada klien untuk melakukan sesuatu (meskipun kecil) dan melakukannya dengan benar Mengefektifkan kegiatan di siang hari sehingga di malam hari dapat istiraha secara maksimal Mengkaji hal-hal yang dapat mengganggu tidur sehingga gangguan pola tidur dapat teratasi