HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA LEYANGAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG
ARTIKEL
OLEH: YUNIK SRI UTAMI 020112a031
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA LEYANGAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG Yunik Sri Utami*) Yuliaji Siswanto, S.KM,M.Kes (Epid)**) Sigit Ambar Widyawati, S.KM, M.Kes.,**) *Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo ** Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo ABSTRAK Diare merupakan masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang yang sering terjadi pada anak-anak dan balita. Kasus diare di Desa Leyangan merupakan kasus tertinggi dan terdapat kasus kematian pada balita. Faktor lingkungan yang berkaitan dengan perilaku yang menyebabkan tingginya kasus diare yang menyebabkan kematian pada balita. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara ketersediaan air bersih, sarana pembuangan tinja, tempat penampungan air limbah dengan kejadian diare pada balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Desain penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita di Desa Leyangan yang berjumlah 291 balita. Sampel yang diambil sebanyak 74 orang dengan menggunakan teknik sampel secara Random Sampling. Analisis dalam penelitian ini menggunakan uji Chi-Square (α=0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden ketersediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat (52,7%), tempat penampungan air limbah tidak memenuhi syarat (52,7%), sarana pembuangan tinja tidak sehat (45,9%), dan kejadian diare balita (67,6%). Hasil uji Chi-Square variabel yang menunjukan ada hubungan dengan Kejadian Diare adalah tempat penampungan air limbah (p=0,039), sarana pembuangan tinja (p=0,024) , sedangkan variabel yang menunjukan tidak ada hubungan dengan Kejadian Diare adalah ketersediaan air bersih (p=0,941). Diharapkan ibu berperan aktif dalam upaya pencegahan diare dengan memperhatikan pembuangan air limbah rumah tangga untuk mengurangi paparan faktor resiko serta mencegah terjadinya penyakit diare khususnya pada balita.
Kata Kunci
: Ketersediaan Air Bersih, Tempat Penampungan Air Limbah, Sarana Pembuangan Tinja, dan Diare Kepustakaan : 38 (1990 – 2013)
Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
ABSTRACT Diarrhea is a global health problem, especially in developing countries that often occurs in children and toddlers. Casa diarrhea in the Leyangan village the highest cases and there are case of death in children under five. Environmental factors releted to behavior leading to high cases of diarrhea. It caused the death in infant. The purpose of this study is to determine the relationship between the availability of clean water, excret disposal facilitary , wastewater shelter with the incidence of diarrhea in infants at Leyangan village East Ungaran Semarang Regency. This study design was a cross sectional approach. The population in this study were all toddlers at Leyangan village as many 291 toddlers. Samples taken as many as 74 people by using a sample by random sampling technique. The analysis in this study used Chi - Square test. The results show that the majority of respondents availability of clean water is not eligible (52.7%), wastewater shelters is not eligible (52.7%), unsanitary excret disposal facilities (45.9%), and the incidence of infant diarrhea (67.6%). The results of Chi - Square test with different variables shows there is correlation between the incidence of diarrhea and wastewater shelter (p=0.039), and excret disposal facility (p=0.024), while the variable that shows no correlation with the incidence of diarrhea is the availability of clean water (p=0.941). It is expected that mothers play an active role in the prevention of diarrhea by considering the disposal of waste water to reduce the exposure of risk factors and prevent the occurrence of diarrhea , especially in infants. Keywords Bibliographies
: Availability of Water, Wastewater Shelter, Excret Disposal Facility , and Diarrhea : 38 (1990 – 2013)
PENDAHULUAN Diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Diare sering terjadi pada anak-anak dan balita, frekuensi serta angka kematiannya tinggi. Di Indonesia, diare merupakan salah satu masalah utama kesehatan, prevalensi kejadian diare 16,7 % dari semua kejadian diare dan menjadi penyebab utama kematian balita 25,2%. Rata-rata, anak-anak usia di bawah 3 tahun pada negara berkembang mengalami tiga episode diare setiap tahun(Agtini, 2011). Angka kejadian diare pada balita masih relatif tinggi dan terus mengalami peningkatan, Kejadian diare pada balita juga menjadi penyebab kematian pada balita. Berdasarkan survei morbiditas yang dilakukan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011, proporsi terbesar penderita diare pada balita adalah kelompok umur 6-11 bulan yaitu sebesar
(21,65%), kelompok umur 12-59 bulan sebesar (25,2%). Sedangkan pada kelompok umur anak-anak 6-14 tahun sebesar 6,2% (Depkes RI, 2011). Penemuan penderita diare di Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 9,2%, sedangkan pada tahun 2013 sebesar 3,3% terjadi penurunan angka kejadian diare untuk seluruh kelompok umur. Tetapi untuk kejadian diare pada balita mengalami peningkatan sebesar 8,0% pada tahun 2007, pada tahun 2013 kejadian diare pada balita sebanyak 10,2%. Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya diare pada balita yaitu faktor sosiodemografi, faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Faktor sosiodemografi meliputi pendidikan yang merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan anak.
Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
Orang tua, khususnya ibu adalah faktor yang sangat penting dalam mewariskan status kesehatan bagi anak, dengan adanya pendidikan orang tua khususnya ibu dapat mengupayakan perilaku ibu untuk menyadari atau mengetahui bagaimana cara menjaga kesehatan dan mencegah halhal yang merugikan kesehatan mereka khususnya anak (Notoatmodjo,2003). Kebiasaan hidup bersih dan sehat seperti kebiasaan mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan anak mempunyai dampak positif dalam penurunan kejadian diare pada anak balita. Faktor lingkungan yang dominan menyebabkan diare yaitu ketersediaan air bersih, kondisi fisik jamban dan sarana pembuangan sampah, ketiga faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi. Lingkungan yang tidak bersih bisa menjadi pemicu munculnya bakteri-bakteri penyebab diare dalam tubuh. Sistem penyebaran diare dalam tubuh diantaranya melalui air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari pun bila memiliki kebersihan yang minim tanah dapat menyebabkan diare. Keluarga hendaknya mempunyai jamban yang baik untuk membuang tinja, balita yang sering membuang tinja sembarang tempat dapat meningkatkan resiko terserang diare karena penyebaran kuman, hendaknya jarak pembuangan tinja 10 meter dari sumber air. Pengelolaan sampah yang tidak benar juga meningkatkan resiko penyakit diare, apabila pembuangan sampah yang di buang di tempat yang tidak tertutup dan dapat dihinggapi lalat kemungkinan resiko penyakit diare lebih rentan (Soegijanto, 2002). Berdasarkan data dari Puskesmas Leyangan penderita diare pada tahun 2014 sebanyak 635 (5,87%) penderita diare, 291 (45,8%) diantaranya balita dan di temukan 1 kasus kematian balita yang disebabkan
karena diare. Pada tahun 2015 Jumlah kejadian diare sebanyak 722 (6,68%) dari 5 Desa, yaitu Desa Sidomulyo sebanyak 41 (5,8%) penderita, Desa Kalirejo sebanyak 128 (17,7%), Desa Gedanganak sebanyak 176 (24,3%), Desa Beji sebanyak 146 (20,2%), dan Desa Leyangan sebanyak 231 (32%). Desa Leyangan merupakan desa yang mempunyai persentase tertinggi terhadap kejadian diare dengan jumlah diare 231 (32%) penderita dan 138 (59,7%) diantaranya balita. Jumlah balita di Desa Leyangan sebanyak 276 balita (Puskesmas Leyangan,2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor lingkungan dengan kejadian diare pada balita di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. METODE PENELITIAN Metode penelitian menggunakan desain cross sectional. Penelitian dilakukan di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang . Populasi pada penelitian ini adalah seluruh balita di Desa Leyangan yang berjumlah 291 balita. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 74 balita. Tehnik pengambilan sampel menggunakan tehnik simple random sampling. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara terhadap ibu balita di Desa Leyangan dengan mengajukan pertanyaan mengenai ketersediaan air bersih, tempat pembuangan air limbah rumah tangga, kejadian diare. Sedangkan untuk kondisi fisik jamban dilakukan observasi langsung. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 24-28 Juli 2016. Analisa data yang dilakukan adalah univariat dan bivariat. Uji statistik dilakukan dengan uji chisquare.
Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Tabel 1. Distribusi Frekuensi Ketersediaan Air Bersih, Kondisi Fisik Jamban, Tempat Penampungan Air Limbah Rumah Tangga, dan Kejadian Diare Variabel Ketersediaan Air Bersih - Tidak memenuhi syarat - Memenuhi syarat Kondisi Fisik Jamban - Tidak Sehat - Sehat Tempat Penampungan Air Limbah - Tidak memenuhi syarat - Memenuhi syarat Kejadian Diare - Tidak Diare - Diare
f
%
39 35
52,7 47,3
34 40
45,9 54,1
39 35
52,7 47,3
24 50
32,4 67,6
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden dengan ketersediaan air bersih yang tidaak memenuhi syarat yaitu 39 responden
(52,7%), sedangkan responden dengan ketersediaan air bersih yang memenuhi syarat sebanyak 35 responden (47,3%). Distribusi frekuensi pada variabel kondisi fisik jamban, responden yang mempunyai kondisi fisik jamban yang sehat yaitu 40 responden (54,1%), sedangkan responden yang mempunyai kondisi fisik jamban tidak sehat yaitu sebanyak 34 responden (45,9%). Distribusi frekuensi pada variabel tempat penampungan air limbah, responden yang memiliki tempat penampungan air limbah yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 39 responden (52,7%), sedangkan responden yang memiliki tempat penampungan air llimbah yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 35 responden (47,3%). Sedangkan untuk variabel kejadian Diare, sebagian besar balita yang mengalami diare, yaitu sebanyak 50 balita (67,6%), sedangkan balita yang tidak mengalami diare sebanyak 24 balita (32,4%).
Tabel 2. Hubungan antara Ketersediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang Ketersediaan air bersih Tidak memenuhi syarat Memenuhi Syarat Total
f 27 23 50
Kejadian Diare Diare Tidak Diare % f % 69,2 12 30,8 65,7 67,6
12 24
Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa presentase responden yang mengalami diare dan memiliki ketersediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat lebih tinggi yaitu sebanyak 69,2% (27 responden) Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh
34,3 32,4
Total 39
f
% 100,0
35 74
100,0 100,0
p
0,941
nilai p = 0,941 (p >0,05), maka Ho diterima yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang.
Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
Tabel 3. Hubungan antara Kondisi Fisik Jamban dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang Kondisi fisik jamban Tidak Sehat Sehat Total
Diare f 27 23 50
Kejadian Diare Tidak Diare % f % 81,8 6 18,2 56,1 18 43,9 67,6 24 32,4
Total f 33 41 74
P
% 100,0 100,0 100,0
0,036
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,036 (p <0,05), maka Ho ditolak yang berarti bahwa ada hubungan antara kondisi fisik jamban dengan kejadian diare pada balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang.
Pada tabel 3, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang mengalami diare dan memiliki sarana pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 81,8% (27 responden).
Tabel 4. Hubungan antara Tempat Penampungan Air Limbah Rumah Tangga dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang Tempat Penampungan Diare Air Limbah f Tidak memenuhi 31 syarat Memenuhi syarat 19 Total 50
Kejadian Diare Tidak Diare % f % 79,5 8 20,5
Total f 39
P
% 100,0 0,039
54,3 67,6
Pada tabel 4, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang mengalami diare dan memiliki tempat penampungn air limbah rumah tangga yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 79,5% (31 responden). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,039 (p <0,05), maka Ho ditolak yang berarti bahwa ada hubungan antara tempat penampungan air limbah rumah tangga dengan kejadian diare pada balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. PEMBAHASAN Analisis Univariat 1. Ketersediaan Air Bersih di Desa Leyangan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian masyarakat di Desa Leyangan
16 24
45,7 35 100,0 32,4 74 100,0 memiliki ketersediaan air bersih yang dilihat dari kualitas fisik air bersih sebesar 39 responden (52,7%) tidak memenuhi syarat kesehatan. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan menggunakan lembar kuesioner yang menunjukkan bahwa masih terdapat kondisi fisik air yang tidak sehat seperti keruh, berwarna, berbau dan berasa yang digunakan untuk kebutuhan masyarakat terutama untuk kebutuhan memasak dan air minum. Sumber air untuk kebutuhan di Desa Leyagan ada tiga macam yaitu dengan menggunakan sumur, sungai, dan air PAM. Mayoritas masyarakat menggunakan sumber air yang berasal dari sumur, kondisi air sungai yang tergantung dengan cuaca jika hujan maka berpengaruh terhadap keadaan fisik air yang keruh. Ketersediaan air bersih yang mencukupi yang dillihat dari kondisi
Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
fisik air bersih terutama untuk kebutuhan air minum dan memasak merupakan salah satu komponen lingkungan yang mempunyai peranan cukup besar dalam kehidupan. Kebutuhan manusia akan air sangat komplek antara lain untuk minum, memasak, mencuci, mandi dan sebagainya. Diantara kebutuhankebutuhan tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk air minum (Depkes RI, 2007). 2. Kondisi Fisik Jamban di Desa Leyangan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kondisi fisik jamban di Desa Leyangan sebagian dari responden mempunyai kondisi fisik jamban sehat yaitu sebanyak 40 responden (54,9%) lebih tinggi daripada responden yang mempunyai kondisi fisik jamban tidak sehat yaitu sebanyak 34 responden (45,9%). Berdasarkan hasil wawancara didapatkan sebagian responden sudah memiliki kondisi fisik jamban yang sehat dikarenakan di Desa Leyangan mempunyai program perkumpulan rutin yang dilakukan oleh perangkat desa dengan melakukan penyuluhan tentang kesehatan jamban serta kepemilikan septic tank. Sehingga masyarakat yang belum mempunyai septic tank ataupun jarak sumber air kurang dari 10 meter diberikan pengarahan secara khusus untuk lebih memperhatikan kondisi jamban sehat dan septic tank yang memenuhi syarat Kondisi fisik jamban yang sehat dengan jenis jamban yang memenuhi syarat leher angsa ataupun jenis cemplung tetapi terdapat tutup sehingga tidak tersedia media bagi lalat untuk berkembang biak dan jarak septic tank dengan sumber air lebih dari 10 meter dapat mengurangi risiko kejadian diare terutama pada balita sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang tempat pembuangan
tinja yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003). 3. Tempat Penampungan Air Limbah di Desa Leyangan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat di Desa Leyangan mempunyai tempat penampungan air limbah rumah tangga yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 39 responden (52,7%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden belum memilliki kesadaran tentang tempat penampungan air limbah, sebagian masyarakat belum menganggap bahwa tempat penampungan air limbah rumah tangga salah satu hal penting dalam pencegahan diare. Dari hasil wawancara yang dilakukan sebagian responden sudah mempunyai saluran pembuangan air limbah tetapi kondisi saluran air limbah masih belum memenuhi syarat yaitu dengan keadaan terbuka, hal ini merupakan salah satu faktor risiko meningkatnya kejadiian diare terutama pada balita. Usaha untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk tersebut diperlukan kondisi, persyaratan dan upaya sehingga air limbah tersebut tidak mengkontaminasi sumber air minum, tidak mencemari permukaan tanah, tidak mencemari air mandi, air sungai, tidak dihinggapi serangga, tikus dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit dan vektor, tidak terbuka kena udara luar sehingga baunya tidak mengganggu. Tempat penampungan yang memenuhi syarat yaitu penampungan tertutup dan jarak dengan sumber air bersih ±10 meter, agar tidak mencemari tanah dan sumber air sehingga mengurangi resiko terjadinya penyakit (Depkes RI, 1999).
Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
4. Kejadian Diare di Desa Leyanngan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar dari balita menderita diare dengan presentase 67,6% (50 responden) dan balita yang tidak menderita diare yaitu 32,4% (24 responden). Diare paling sering menyerang anak-anak, terutama usia antara 6 bulan sampai 2 tahun. Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak yang lebih besar. Kejadian akut pada anak lakilaki hampir sama dengan anak perempuan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 insidensi diare di Indonesia menurut jenis kelamin hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan. Proporsi tersebar penderita diare di Desa Leyangan adalah kelompok umur balita sebesar 25,2% dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebesar 52,7%. Konsekuensi kesehatan yang timbul akibat diare yang terjadi pada balita ialah dehidrasi yang kemudian dapat mengakibatkan kemaatian pada balita jika tidak ditangani. Balita merupakan kelompok usia rentan terhadap diare yang dianggap kritis sekaligus masa keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembang berbagai organ tubuh (Atikah, 2010). Analisis Bivariat 1. Hubungan Antara Ketersediaan Air Bersih Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang Berdasarkan hasil analisis hubungan ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita di Desa Leyangan menunjukkan hasil bahwa kejadian diare sebagian dialami oleh responden yang memiliki ketersediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 69,2% (27 responden). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p =
0,941> α (0,05) atau dapat dikatakan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita di Desa Leyangan. Faktor yang mempengaruhi kejadian diare terdiri dari faktor langsung dan tidak langsung. Ketersediaan air bersih merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian diare secara tidak langsung. Hal ini dapat menjadi penyebab tidak adanya hubungan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian diare dalam penelitian ini karena ketersediaan air yang tidak memenuhi syarat tidak menjamin air yang di konsumsi oleh balita berkualitas buruk, hal ini terkait dengan bagaimana cara pengolahan air sebelum dikonsumsi. Untuk kualitas air sumur secara fisik di Desa Leyangan masih banyak yang tidak memenuhi syarat seperti air keruh, dan berwarna, kemudian jarak sumur dengan sumber pencemar kurang dari 10 meter sehingga kemungkinan untuk sumber air bersih terkontaminasi lebih besar tetapi dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan dengan responden untuk keperluan minum keluarga, itu terlebih dahulu memasak air minum sampai mendidih. Hal ini sesuai dengan teori Efendi (2009), Air minum yang sudah direbus sampai mendidih, akan membunuh mikroorganisme dalam air tersebut, sehingga air yang diminum tidak mengandung mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit. 2. Hubungan Antara Kondisi Fisik Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang Berdasarkan hasil analisis hubungan kondisi fisik jamban dengan kejadian diare pada balita di Desa Leyangan menunjukkan hasil kejadian
Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
diare sebagian besar dialami oleh balita yang mempunyai kondisi fisik jamban yang tidak sehat yaitu sebanyak 81,8% sedangkan balilta yang mengalami diare dengan kondisi jamban sehat yaitu sebanyak 56,1%. Berdasarkan analisis untuk mengetahui hubungan tempat pembuangan tinaj dengan kejadian diare didapat nilai p=0,036 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tempat pembuangan tinja dengan kejadian diare pada balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Pada penelitian ini jenis jamban terdiri dari jamban cemplung serta jamban leher angsa. Menurut hasil observasi kepada kondisi fisik jamban keluarga, sebagian besar responden tidak memperhatikan jarak antara sumber air bersih yang digunakan dengan septic tank. Menurut Depkes RI, 1999 syarat pembuangan tinja yang sehat yaitu septic tank tidak mencemari air tanah, jarak dengan sumber air ±10 meter, berbentuk leher angsa, jika bebrbentuk cemplung harus disertai dengan tutup. Pada saat observasi dilaksanakan kenyataannya masyarakat di Desa Leyangan masih ada masyarakat yang belum mempunyai jamban sehat sehingga kondisi tersebut dapat mempengaruhi untuk terjadinya diare. Kotoran manusia merupakan sumber kuman penyebab diare, apabila tempat yang digunakan keluarga untuk buang air besar tidak memenuhi syarat jamban sehat maka akan mempengaruhi peningkatan penyebaran sumber kuman penyebab diare, dan dapat mencemari makanan atau minuman yang di konsumsi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Zubir (2006) tentang faktor-faktor risiko kejadian diare akut pada anak 0-35 bulan (Batita) di Kabupaten Bantul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tempat pembuangan tinja
mempengaruhi terjadinya diare akut dengan nilai p<0,05, (OR) = 1,24. 3. Hubungan Antara Tempat Peampungan Air Limbah Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang Berdasarkan hasil analisis hubungan tempat penampungan air limbah rumah tangga dengan kejadian diare pada balita di Desa Leyangan menunjukkan hasil bahwa sebagian besar kejadian diare dialami oleh responden yang mempunyai tempat penampungan air limbah rumah tangga yang tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 79,5%. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan balita yang mengalami diare yang memiliki tempat penampungan air limbah rumah tangga yang memenuhi syarat yaitu sebesar 54,3%. Hasil analisis statistik diperoleh nilai p = 0,039 yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara tempat penampungan air limbah rumah tangga dengan kejadian diare pada balita di Desa Leyangan. Saluran pembuangan air limbah rumah tangga yang tidak tertutup atau tidak memenuhi syarat, sehingga menimbulkan bau dan menjadi sarang berkembangnya vector penyebab penyakit. Adapula masyarakat yang langsung membuang air limbah rumah tangga tanpa melalui saluran pembuangan yang memenuhi syarat kesehatan serta ada pula masyarakat yang membuang air hasil rumah tangga di pekarangan rumah yang biasa di gunakan untuk tempat bermain ankaanak sehingga air limbah tersebut mencemari tanah dan dapat menjadi media penyebab penyakit terutama diare (Sudarti, 2003) Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti (2010), mengenai hubungan sanitasi lingkungan yaitu kondisi tempat
Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
penampungan air limbah dengan kejadian diare pada anak balita didesa Toriyo bendosari kabupaten sukuharjo bahwa ada hubungan yang bermakna antasa sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada anak. Dengan Hasil analisa Chi square test diperoleh p= 0,007 (p< 0,05), artinya bahwa ada hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Karyono (2009) menunjukan bahwa ada hubungan antara faktor sanitasi lingkungan saluran pembuangan air limbah dengan kejadian diare dengan hasil analisis regresi logistic diperoleh bahwa nilai p untuk variabel sanitasi lingkungan sebesar 0,021 lebih kecil dari α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara faktor sanitasi lingkungan saluran pembuangan air limbah dengan kejadian diare pada balita. PENUTUP A. Kesimpulan Tidak Ada hubungan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita (p value = 0,941), Ada hubungan antara kondisi fisik jamban dengan kejadian diare pada balita (p value = 0,036), Ada hubungan antara tempat penampungan air limbah dengan kejadian diare pada balita (p value = 0,039). B. Saran Diharapkan masyarakat berperan aktif dalam upaya pencegahan diare dengan menggunakan pembuangan tinja yang memenuhi syarat kesehatan serta memperhatika saluran pembuangan air limbah rumah tangga yang tertutup serta melakukan perilaku hidup bersih dan sehat. DAFTAR PUSTAKA Agtini Destri, Magdarina. (2011). Morbiditas dan Mortalitas Diare pada Balita di Indonesia,
Tahun 2000-2007. 2011. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. Aminah,Siti. (2010), Hubungan sanitasi lingkungan dan faktor budaya dengan kejadian diare pada anak balita di desa toriyo kecamatan bendosari kabupaten sukoharjo. 24 september 2014 http://jurnal.unimus.ac.id/index. ph p/psn12012010/article/view/52 Depkes
R.I,
(1999). Kesehatan Lingkungan, Depkes RI. Jakarta.
Depkes
R.I,
(2007). Kesehatan Lingkungan, Depkes RI. Jakarta.
Effendi,
F & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktek Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba medika.
Karyono., Basirun., Cahyu S., Faktor faktor yang mempengaruhi kejadian pasien diare pada anak di RSUD majenang kabupaten cilacap. 2008. Selasa 20 januari 2015.https://www.scribd.com/do c/2 48745972/jurnal-diare-2 Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2014. Profil Kesehatan Jawa Tengah: Rakyat Sehat Kualitas Bangsa Meningkat. Jateng: Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Puskesmas Leyangan, Kecamatan Ungaran Timur. (2015). Data Kejadian Diare.
Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
Riskesdas (2013). Laporan RISKESDAS 2013 – Departemen Kesehatan Republik Indonesia (www.litbang.depkes.go.id/...rk d2 013/...pdf/ diakses tanggal 23 September 2015). Riskesdas. (2007). Laporan RISKESDAS 2007 – Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (www.litbang.depkes.go.id/...rk d2 013/...pdf/ diakses tanggal 23 September 2015). Soegijanto, S., 2002. Ilmu Penyajit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika. Suandi, IKG. (1998). Diit Pada anak Sakit Diare. Jakarta:EGC. Sudarti,2003.Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.Yogyakarta: Nuha Medika. Wibowo T, Soenarto S, Pramono D. Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Berita Kedokteran Masyarakat. 2003; 20(1): 41-8 Zubir, Juffrie M, Wibowo T. 2010. Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare pada Balita. Sains Kesehatan. Vol 19. No 3 Juli 2010. ISSN 1411-6197 : 319-332
Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Leyangan Ungaran Timur Kabupaten Semarang