HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT CACINGAN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK SEKOLAH DASAR (SD) DISEKOLAH DASAR AL MUSTOFA SURABAYA Oleh: PIPIT FESTI ABSTRAK Kejadian Penyakit cacing pada usia sekolah terjadi pada wilayah kumuh dan pada kelompok rawan gizi atau status gizi buruk. Bila status gizi buruk akan menyebabkan gangguan gizi, anemia, gangguan pertumbuhan dan tingkat kecerdasan anak menurun.Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara penyakit cacingan dengan staus gizi pada anak usia sekolah. Jenis penelitian merupakan penelitian korelasi . Populasi anak sekolah usia 6-7 pada kelas 1 sejumlah 40 0rang di SD AL Mustofa Surabaya.Teknik sampling adalah simple random sampling, sampel sejumlah 30 anak. Pengompulan data menggunakan lembar observasi dan uji laboratorium. Teknik analisis menggunalkan uji chi squere dengan ; 0,05.Hasil penelitian didapatkan status gizi baik 53,3 % pemeriksaan cacingan negative 56% , sebagaian tidak terkena cacingan 44 %.Hasil uji statistic didapatkan p=0,310 berarti tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian cacingan.Banyak faktor yang menjadi penyebab kejadian cacingan, salah satunya adalah perilaku hygiene individu. Diharapkan adanya peningkatan perilaku hygiene anak sekolah sehingga mencegah kejadian cacingan.
A. PENDAHULUAN
Gizi merupakan bagian terpenting dalam proses kehidupan dan proses tumbuh kembang anak. Sehingga pemenuhan kebutuhan gizi adekuat turut menentukan tumbuh kembang sebagai sumber daya manusia dimasa yang akan datang (Zaenal, 2007). Secara umum gizi sebagai bagian dari kesehatan untuk semua, mempunyai peran yang strategis dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia terutama dalam menciptakan generasi baru yang berkualitas maju, mandiri dan cerdas (Nestle, 2005). Kebutuhan gizi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak, mengingat
manfaat
gizi
dalam tubuh
dapat
membantu
proses pertumbuhan dan
perkembangan anak, serta mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat kurang gizi dalam tubuh (A. Aziz, H. 2007). Adapaun salah satu penyebab dari gangguan status gizi adalah penyakit cacingan. Bila status gizi buruk akan menyebabkan gangguan gizi, anemia, gangguan pertumbuhan dan tingkat kecerdasan anak menurun (Anam, W. 2008) Sekitar 40 hingga 60 persen penduduk Indonesia menderita cacingan dan data WHO menyebutkan lebih dari satu milliar penduduk dunia juga menderita cacingan. Sebagian besar penderita cacingan hidup di wilayah kumuh. Dan penderita di kalangan anak sekolah pun masih cukup tinggi. Menurut survei yang pernah dilakukan oleh Sub Direktorat Penanggulangan dan Pencegahan Diare, Cacingan, dan ISPL, Departemen Kesehatan Jakarta di suatu daerah terutama pada anak Sekolah Dasar (SD) menyebutkan sekitar 49,5 persen dari 3160 siswa di 13 SD ternyata menderita cacingan. Siswa perempuan memiliki prevalensi lebih tinggi yaitu 51,5 persen dibandingkan dengan siswa laki-laki yang hanya 48,5 persen (DepKes, 2006). Studi pendahuluan yang dilaksanakan di salah satu sekolah kota Surabaya, tepatnya di sekolah Al Mustofa Surabaya, pada bulan Januari 2009 pernah terjadi satu kasus penyakit cacingan. Yaitu dari 5 siswa yang diperiksa ada salah satu siswa yang positif terdapat telur cacing.
Sebelum anak terkena cacingan, terlebih dahulu telur cacing keluar dari perut manusia bersama feses. Jika limbah manusia itu dialirkan ke sungai atau got, maka setiap tetes air akan terkontaminasi telur cacing. Jika air yang telah tercemar dipakai oleh orang lain untuk menyirami tanaman atau aspal jalan, telur-telur itu naik ke darat. Begitu air mengering, mereka menempel pada butiran debu.. Telur
lainnya terbang ke tempat-tempat yang sering dipegang tangan manusia. Lewat interaksi sehari-hari, mereka bisa berpindah dari satu tangan ke tangan lain. Karena
menular lewat makanan, sehingga dapat menelan telur cacing dari
sayuran mentah yang dicuci kurang bersih, ketika menetas cacing tersebut akan tinggal di usus halus dan akan tinggal di perut anak tersebut. Setelah mencapai umur 2 - 3 bulan, cacing akan menjelma menjadi seekor cacing betina dewasa yang siap bertelur dan akan membuat siklus baru buat cacing-cacing generasi berikutnya (Nelson, 1994).
Setelah terinfeksi akan mengalami kekurangan hemoglobin (Hb) hingga 12 gr persen dan akan berdampak terhadap kemampuan darah membawa oksigen ke berbagai jaringan tubuh, termasuk ke otak. Akibatnya, penderita cacingan terserang penurunan daya tahan tubuh serta metabolisme jaringan otak. Bahkan dalam jangka panjang, penderita akan mengalami kelemahan fisik dan intelektualitas.
Jika
anak-anak
sudah
terinfeksi
cacing,
baisanya
akan
menunjukkan gejala keterlambatan fisik, mental dan seksual (I Wayan Widya, 2001). Menurut
Adi
Sasongko,
kunci
pemberantasan
cacingan
adalah
memperbaiki hygiene dan sanitasi lingkungan. Misanya, tidak menyiram jalanan dengan air got. Sebaiknya, bilas sayur mentah dengan air mengalir atau mencelupkannya beberapa detik ke dalam air mendidih. Juga tidak jajan di sembarang tempat, apalagi jajanan yang terbuka. Biasakan pula mencuci tangan sebelum makan, bukan hanya sesudah makan. Dengan begitu, rantai penularan cacingan bisa diputus. Sedangkan untuk meperbaiki status gizi diperlukan kesadaran orang tua untuk meningkatkan asupan gizi pada anak (Adi, S. 2008).
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Antara Penyakit Cacingan dengan Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar (SD) di Sekolah Al Mustofa Surabaya”. Tujuan Penelitian Tujuan Untuk mengetahui Hubungan Antara Penyakit Cacingan dengan Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar (SD) di Sekolah Al Mustofa Surabaya. Manfaat Penelitian Setelah mengetahui hubungan antara gizi dengan penyakit cacingan pada anak usia sekolah dasar, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait dalam penelitian ini, yaitu: -
Bagi Profesi Keperawatan Diharapkan penelitian ini memberikan masukan bagi profesi dalam
meningkatkan status gizi dan kewaspadaan angka penyakit cacingan pada anak usia sekolah dasar. -
Bagi Sekolah Dasar Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan Status Gizi bagi siswa
sekolah dasar.
B. KAJIAN PUSTAKA Konsep Penyakit Cacingan
Cacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing-cacing khusus (cacing gelang, cacing tambang, dan cacing cambuk) yang ditularkan melalui tanah. Tempat 'bersarang' cacing-cacing ini di dalam tubuh manusia pun berbeda, ada yang bersarang di usus halus, misalnya cacing gelang dan cacing tambang. Ada
juga yang bermukim di usus besar seperti cacing cambuk. Konsep Status Gizi
Gizi adalah makanan yang dikonsumsi mengandung zat-zat gizi yang seimbang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan (Dia, K.2000). Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara gizi buruk, kurang, sedang dan baik (Sunita Atmatsier, hl. 3 2001) Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
Status gizi pada anak mempunyai pengaruh penting terhadap kesehatan maupun tumbuh dan kembangnya, dibawah ini dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi: 1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hal penting bagi perubahan prilaku, karena prilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tiadak didasari pengetahuan (notoadmojo, 2002). Pengetahuan
merupakan
domain
yang
sangat
penting
sehingga
terbentuknya tindakan seseorang untuk mengkonsumsi gizi yang seimbang. 2.Tingkat pendidikan
Menurut Soewarno, 1992 : dikutip oleh uraian Nursalam dan Siti pariani, 2001. pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki mengenai gizi yang harus dikomsumsi pada setiap keadaan seseorang.
3.Tingkat ekonomi
Pendapatan akan mempengaruhi untuk memenuhi kebutuhan, terutama kebutuhan gizi tentang status gizinya. Sosioekonomi juga mempengaruhi jenis dan kualitas makanan, misalnya : Orang dengan status ekonomi rendah dan menengah kebawah tidak sanggup membeli makanan, buah dan sayuran yang mahal dan juga untuk mengkomsumsi ikan dan daging yang mahal dan bermutu ( Elly. N. 2001 ). 4.Budaya Banyak kepercayaan, kebiasaan dan istiadat yang berhubungan dengan soal makan dan makanan, setiap individu mempunyai cara sendiri dalam hal makanan yang dipilihnya. Demikian juga dalam makanan untuk anak, ada yang dianggap baik dan ada yang kurang baik (Hendrawan. N. 1997.24). Cara perhitungan status gizi
Ada 2 jenis baku acuan: lokal dan internasional dan terdapat beberapa baku acuan internasional : Harvard (Boston), WHO-NCHS, Tanner dan Kanada. Salah satunya adalah Harvard dan WHO-NCHS adalah yang paling umum digunakan di seluruh negara, distribusi data BB/U, TB/U dan BB/TB yang dipublikasikan WHO meliputi data anak umur 0-18 tahun. Data Reference (Baku Acuan) di Indonesia, sejak dekade 80-an Indonesia menggunakan 2 baku acuan internasional: Harvard dan WHO-NCHS. Data baku rujukan WHO-NCHS disajikan dalam 2 versi yaitu persentil dan Z-skor. Data Reference (Baku Acuan) Waterlow, dkk 1977 (dalam Gizi Indonesia Vol XV No.2 1990), penentuan status gizi anak: 1. Di negara yang populasinya relatif well nourished, distribusi TB/U dan BB/TB sebaiknya digunakan persentil
2. Di negara yang populasinya relatif undernourished, lebih baik digunakan Z-skor sebagai pengganti persen terhadap median baku rujukan. Tidak disarankan menggunakan indeks BB/U Rumus perhitungan Z-skor: Z-skor = Nilai Individu Subjek – Nilai Median Baku Rujukan Nilai Simpang Baku Rujukan
Berdasarkan Baku Harvard, status gizi dibagi menjadi 4: 1. Gizi lebih untuk overweight, termasuk kegemukan dan obesitas 2. Gizi baik untuk well nourished. 3. Gizi kurang untuk under weight, mencakup mild dan moderate PCM . 4. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmikkwashiorkor dan kwashiorkor Tabel 2.6 Status Gizi Berdasarkan Indeks Antropometri Status Gizi Gizi Baik Gizi Sedang Gizi Kurang Gizi Buruk
BB/U > 80% 71%-80% 61%-70%
Indeks TB/U > 90% 81-90% 71-80%
BB/TB > 90% 81-90% 71-80%
= 60%
= 70%
= 70%
C. METODE PENILITIAN
Desain Penelitian. Desain penelitian yang digunakan berdasarkan tujuan penelitian adalah korelasi yaitu rancangan ini mengkaji hubungan antara variable. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional.
Populasi, Sampel dan Sampling. Populasi. Populasi Penelitian ini populasinya adalah keseluruhan siswa Al Mustofa, yaitu berjumlah 40 anak. Sampel Sample adalah sebagian dari seluruh objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (nursalam, 2001). Dalam penelitian ini semua populasi diangkat menjadi sampel yaitu semua sebanyak 38 responden. Dari 38 anak yang menjadi responden, yang mengumpulkan feses hanya 30. Sehingga 30 anak tersebut dijadikan sampel. Kriteria sample: 1. Anak usia 6-7 tahun. 2. Siswa SD Al Mustofa. 3. Anak dalam keadaan sehat jasmani. 4. Anak bersedia dilakukan pemeriksaan Sampling. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah sampel random sampling, dimana untuk mencapai sampling ini, setiap elemen diseleksi secara acak (Nursalam, 2008). Dengan jumlah sampel 30 responden.
Identifikasi variabel merupakan bagian penelitian dengan cara menetukan variabel-variabel yang ada dalam penelitian seperti variable independen dan dependen. Variabel independen (variabel bebas) Adapun variable independent adalah penyakit cacingan. Variabel dependen Adapun variable dependent adalah status gizi. Pengumpulan Data dan Analisa Data Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian ini dengan menggunakan lembar pengukuran dan uji laboratorium
yang dilakukan langsung oleh peneliti kepada para
responden, yaitu pada anak yang berumur 6-7 tahun untuk memperoleh data tentang status gizi anak tersebut dan hasil dari pemeriksaan feses. a. Status gizi menerut NCHS Z-skor = Nilai Individu Subjek – Nilai Median Baku Rujukan Nilai Simpang Baku Rujukan Berdasarkan Baku Harvard, status gizi dibagi menjadi 4: 1. Gizi lebih untuk overweight, termasuk kegemukan dan obesitas 2. Gizi baik untuk well nourished. 3. Gizi kurang untuk under weight, mencakup mild dan moderate PCM . 4. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmikkwashiorkor dan kwashiorkor
Status Gizi Berdasarkan Indeks Antropometri Status Gizi Gizi Baik Gizi Sedang Gizi Kurang Gizi Buruk
BB/U > 80% 71%-80% 61%-70% = 60%
Indeks TB/U > 90% 81-90% 71-80% = 70%
BB/TB > 90% 81-90% 71-80% = 70%
b. Perikasaan feses Untuk menentukan diagnosis pasti infeksi cacing, diperlukan pemeriksaan laboratorik untuk menemukan parasit cacing baik yang dewasa, telur maupun stadium larvanya. Agar usaha tersebut berhasil memuaskan, maka selain kemampuan untuk mengenal morfologi cacing dengan benar, bahan-bahan untuk pemeriksaan hendaknya diupayakan tersedia dalam keadaan yang baik, dan parasit dapat diperoleh dalam keadaan utuh, tidak rusak dan dalam jumlah yang cukup sehingga mudah ditemukan dalam pemeriksaan (Soedarto, 1992).
Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data tentang adanya infeksi cacing adalah satu unit mikroskop. Prinsip Pemeriksaan Prinsip pemeriksaan sampel pada teknik ini berdasarkan perbandingan antara massa jenis parasit (telur cacing) dengan massa jenis reagen dimana massa jenis parasit (1.05 – 1.15) lebih ringan dibanding massa jenis reagen (1.18) sehingga telur cacing akan mengapung pada permukaan medium dan menempel pada kaca penutup. 1. Bahan pemeriksaan yang digunakan: Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah tinja dari siswa kelas satu
Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah Al Mustofa, Jalan Tambak Deres IV/8-10 Surabaya. 2. Reagen yang digunakan: ZnSO4 33% dan quades 3. Prosedur Pemeriksaan Pengumpulan sampel Pot penampung tinja dibagikan kepada siswa, kemudian diminta esok harinya. Tinja dikumpulkan di tempat yang bersih dan dapat ditutup rapat, tidak tercampur urin penderita, tetesan minyak, garam aluminium, magnesium atau barium serta bismuth (Soedarto, 1992). Tinja yang diperiksa sebaiknya berasal dari defikasi spontan, sewaktu dan masih segar (Sutedjo, 2008). 3.5.2
Analisa Data Analisis data menggunakan uji Chi-Square, uji Chi kuadrat atau X² dapat
digunakan untuk mengistimasi atau mengevaluasi frekuensi yang diselidiki atau menganalisis hasil observasi untuk mengetahui, apakah terdapat hubungan atau perbedaan yang signifikan pada penelitian tidak yang menggunakan data nomina Setalah
data dikumpulkan dan diperiksa maka akan dilakukan analisa data untuk menguji hipotesis penelitian yang akan dilakukan. Tempat dan Waktu. Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di sekolah dasar (SD) Al Mustofa Surabaya. Dan dilaksanakan pada mei s/d Juli 2009.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Data Umum Hasil penelitian meliputi data umum responden yaitu berdasarkan umur, tinggi badan, berat badan, postur tubuh, dan kebutuhan gizi. Sedangkan data khusus menampilkan identifikasi status gizi pada anak sekolah dasar (SD) usia 67 tahun, identifikasi adanya penyakit cacingan pada anak sekolah dasar (SD) usia 6-7 tahun, menganalisa hubungan antara status gizi dan penyakit cacingan pada anak sekolah dasar (SD) usia 6-7 tahun. 1 Tabel 1 No 1. 2.
Umur Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur di SD Al Mustofa Surabaya pada tanggal 17-18 Juli 2009. Umur 6 tahun 7 tahun Jumlah
Frekuensi 23 7 30
Prosentase 76,6% 23,3% 100%
Sumber: Data Primer. Berdasarkan tabel 4.1 Sebagian besar responden 23 anak (76,6%) berusia 6 tahun dan 7 anak (23,3%) berusia 7 tahun.
2.Jenis kelamin Tabel. 2 No 1. 2.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di SD Al Mustofa Surabaya pada tanggal 17-18 Juli 2009 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Frekuensi 17 13 30
Prosentase 56,6% 43,3% 100%
Sumber: Data Primer. Berdasarkan tabel 4.1 Sebagian besar responden 17 anak (56,6%) berjenis kelamin laki-laki dan 13 anak (43,3%) berjenis kelamin perempuan. Data khusus 1.
Status gizi Tabel 3.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan satus gizi menurut NCHS di SD Al Mustofa Surabaya pada tanggal 17-18 Juli 2009
No 1. 2. 3. 4.
Status Gizi Gizi Baik Gizi Sedang Gizi Kurang Gizi Buruk Jumlah Sumber: Data Primer
Frekuensi 16 9 4 1 30
Prosentase 53,3% 30% 13,3% 3,3% 100%
Berdasarkan tabel 4.3 Sebagian besar responden 16 anak (53,3%) berstatus gizi baik, 9 anak (30%) berstatus gizi sedang, 4 anak (13,3%) berstatus gizi kurang, dan 1 anak (3,3%) berstatus gizi buruk. 2. Penyakit cacingan Tabel 4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan hasil laboratorium dari pemeriksaan feses pada anak di SD Al Mustofa Surabaya pada tanggal 17-18 Juli 2009
No 1. 2.
Hasil Laboratorium Hasil Positif (+) Hasil Negatif (-) Jumlah Sumber: Data primer
Frekuensi 13 17 30
Prosentase 43,3% 56,6% 100%
Berdasarkan tabel 4.4 Sebagian besar responden 13 anak (43,3%) dengan hasil positif menderita penyakit cacingan, dan 17 anak (56,6%) dengan hasil negatif tidak menderita penyakit cacingan. 4.1.2.3 Hubungan Antara Satus Gizi dengan Penyakit Cacingan. Tabel 4.
No
1 2 3 4
Distribusi frekuensi responden hubungan antara status gizi dengan penyakit cacingan pada anak di SD Al Mustofa Surabaya pada tanggal 17-18 Juli 2009 Hasil Lab.
Satats Gizi Baik Sedang Kurang Buruk Jumlah Sumber: Data Primer
Positif (+)
Negative (-)
Jumlah
9 2 2 0 13
7 7 2 1 17
16 (53,3%) 9 (30%) 4 (13,3%) 1 (3,3%) 30
Berdasarkan tabel 4.5 Sebagian besar responden 16 anak yang bergizi baik (53,3%) dengan hasil positif menderita penyakit cacingan sebanyak 9 anak, dan hasil negatif tidak menderita penyakit cacingan 7 anak. Sedangkan responden yang bergizi buruk berjumlah 1 anak (3,3%) dengan hasil negatif tidak menderita penyakit cacingan 1 anak. Dan berdasarkan uji Chi-Square Tests didapatkan nilai p = 0,310 jika p >
(0,05), maka H 0 diterima sehingga tidak ada hubungan
antara status gizi dengan peyakit cacingan.
Pembahasan
Identifikasi Status Gizi Dari hasil penelitian mengenai identifikasi satus gizi pada anak sekolah dasar (usia 6-7 tahun) di wilayah kerja SD Al Mustofa Surabaya di dapatkan 16 anak (53,3%) bergizi baik, dan 1 anak (3,3%) bergizi buruk. Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar siswa di sekolah dasar Al Mustofa Surabaya berstatus gizi baik. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memproleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,pertumbuhan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat lebih esensial (Almatsier, 2002). Status gizi individu dipengaruhi dari pemenuhan gizi, penyakit infeksi pada anak, hygiene yang kurang, letak demografi/tempat tinggal dapat berdampak pada status gizi individu. Sehingga dapat menyebabkan status gizi buruk, sedangkan gizi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak, mengingat manfaat gizi dalam tubuh dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak, serta mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat kurang gizi dalam tubuh. Terpenuhinya kebutuhan gizi pada anak diharapkan anak dapat tumbuh dengan cepat sesuai dengan usia tumbuh dan dapat meningkatkan kualitas hidup serta mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas.
Identifikasi Penyakit Cacingan. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan 17 anak (56,6%) dengan hasil negatif (-) menderta penyakit cacingan, dan 13 anak (43,3%) dengan hasil positif (+) menderita penyakit cacingan. Hal ini membuktikan dari hasil laboratorium, bahwa sebagian besar siswa di sekolah dasar Al Mustrofa Surabaya yang menderita penyakit cacingan hanya sebagian kecil dari anak yang berumur 6-7 tahun. Apabila seorang siswa yang terinfeksi cacingan, seseorang akan menderita "5 L": lemah, letih, loyo, lalai, dan lemas. Bila hal ini menimpa anak, maka akan mengganggu pertumbuhannya. Kondisi "5 L" akan membuat anak mudah sakit. "Bila terus didiamkan, dalam jangka panjang anak bisa terserang berbagai penyakit yang diakibatkan kekurangan gizi, seperti hepatitis, rabun mata, dan berambut ijuk. Selain itu, kemampuan belajar anak juga akan menurun, karena daya tangkap anak cacingan lebih lemah daripada anak yang tidak cacingan," ujar Adi lagi. Sedangkan bila terjadi pada orang dewasa, maka orang itu terancam menderita anemia. Akibat lanjutannya, dalam kerangka lebih luas, akan menurunkan kualitas sumber daya manusia, karena produktivitas penderita cacingan pasti menurun (Yurica, 2005) Berdasarkan dari penelitian maka dapat disimpulkan bahwa, cacingan dapat mengakibatkan menurunya daya tahan tubuh terhadap penyakit dan terhambatnya tumbuh kembang anak karena cacing mengambil sari makanan yang penting bagi tubuh, misalny; protein, karbohidrat dan zat besi yang dapat menyebabkan anemia. bahkan penyakit cacingan dapat menyebabkan kebodohan pada anakanak.
4.2.3
Menaganalisa Hubungan Antara Status Gizi dengan Penyakit Cacingan. Setelah dilakukan uji statistik dengan Chi-Square Test dari hasil pengujian
p = 0,310 jika p >
(0,05), maka H 0 diterima sehingga tidak ada hubungan
antara status gizi dengan peyakit cacingan. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah konsumsi makanan dan status kesehatan, dimana keduanya tergantung pada : zat gizi dalam makanan; ada tidaknya program pemberian makanan di luar keluarga; daya beli keluarga; kebiasaan makan; pemeliharaan kesehatan; dan lingkungan fisik dan sosial” (I Dewa Nyoman S, 2001). Nelson (1988) mengatakan “anak-anak usia sekolah kerap kali mempunyai kebiasaan makan yang tidak teratur dan tidak pada tempatnya, terutama sekali pada waktu sarapan dan makan siang. Kebiasan makan yang tidak teratur mengakibatkan kecukupan gizi berkurang, dan imunitas tubuh rendah. Sehingga dapat dikatakan, bahwa selain penyakit cacingan, status gizi juga dipengaruhi dari faktor yang lain antara lain adalah hygiene yang kurang dan terutama intake makanan atau asupan gizi yang tidak seimbang dengan kebutuhan anak, penyakit infeksi pada anak, pengetahuan keluarga, letak demografi/tempat tinggal individu. Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa selain penyakit caingan, status gizi buruk juga di pengaruhi dari hygiene yang kurang dan terutama intake makanan atau asupan gizi yang tidak seimbang dengan kebutuhan anak.
E. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di sekolah Al Mustofa Surabaya, maka peniliti mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1
Siswa yang berada disekolah dasar Al Mustofa Surabaya, sebagian besar bergizi baik.
2
Siswa yang berada disekolah dasar Al Mustofa Surabaya, sebagian besar dengan hasil negatif cacingan.
3
Menganalisis hubungan antara status gizi dengan penyakit cacingan didapatkan nilai pengujian p = 0,310 jika p >
(0,05), maka H 0 diterima sehingga tidak ada hubungan
antara status gizi dengan peyakit cacingan.
Saran 1
Bagi sekolah dan guru Dengan melakukan pemeriksaan status gizi dan penyakit cacingan disekolah dasar Al
Mustofa diharapkan sekolah dan guru lebih menjaga kebersihan lingkungan sekolah dan meganjurkan kepada siswanya untuk selalu makan-makanan bergizi. 2
Bagi pendidikan institusi pendidikan ilmu keperawatan Sebagai pengembangan dalam keperawatan anak, keperwatan komunitas, dan analis
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA Brown, Harold W (1979). Dasar Parasitologi Klinis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gandasobrata, R. (2007). Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta. Hawi, A. (2005), Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah. Hidayat, A.(2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Salemba Medika. Jakarta. Hidayat, A(2007). Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Edisi ke – 2. Salemba Medika. Surabaya. Hidayat, A (2007), Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmia, Edisi 2, Salemba Medika, Jakarta. Hurlock, EB, (2004), Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Erlangga, Jakarta Nelson (1994). Ilmu Kesehatan Anak. Bagian ke – 2. EGC. Jakarta. Notoatmojo. S, (2002), Ilmu Metodelogi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta Pemrop, Jawa Timur (2003). Baku Antropometri WHO NCHS (Persen Terhadap Median). Akademi Gizi (AKZI). Surabaya. Staf pengajar, (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Buku ke – 1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Staf pengajar, (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Buku ke – 2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Staf pengajar, (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Buku ke – 3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.