HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP PEMILIK ANJING DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN RABIES DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ONGKAW KABUPATEN MINAHASA SELATAN THE RELATIONSHIP BETWEEN KNOWLEDGE AND ATTITUDES OF DOG OWNERS IN REBIES PREVENTION ACTION ONGKAU CLINIC WORK AREAS SOUTH OF MINAHASA REGENCY Fonie E. Moningka1, Nova H. Kapantow2, Ricky. Sondakh3 Bidang Minat Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado Abstract: Rabies is one of contagious disease that is still a problem around the world, including Indonesia. It is an acute infectious disease of the central nervous system caused by the rabies virus, and is transmitted through animal bites, mainly dogs, cats and monkeys. According to WHO (2013) rabies disease spread all over the world with an estimated 55,000 deaths per year and nearly all of them occur in developing countries. The highest amount was found in Asia by 31,000 people (56%) and in Africa 24,000 (44%). It is estimated that 30% -50% proportion of the reported deaths occurred in children under the age of 15 years. The knowledge of the rabies spread pattern could raise awareness of vigilance against the disease. Knowledge, attitude and behavior of people is the key to the successful eradication of rabies disease. The purpose of this research was to determine the relationship between knowledge and attitude of the owner of a dog with rabies precautions in the working area of Ongkaw local government clinic of South Minahasa regency. The results showed that as many as 67 (42.7%) dog owners have a good level of knowledge and as many as 124 (79%) dog owners have a positive attitude towards rabies prevention measures. The results of statistical analysis using Chi Square test showed that there is a significant relationship between the knowledge of the owner of the dog with rabies prevention measures (p = 0.000) and no significant relationship exists between the owner of the dog with the attitude of rabies prevention measures (p = 0.176). Keywords: knowledge, attitude, measures, rabies. Abstrak: Rabies merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di seluruh dunia termasuk Indonesia. Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yangdisebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan menular rabies terutama anjing, kucing dan kera. Menurut World Health Organization (2013) penyakit rabies tersebar di seluruh dunia dengan perkiraan 55.000 kematian per tahun dan hampir semuanya terjadi di Negara berkembang. Jumlah yang terbanyak dijumpai di Asia sebesar 31.000 jiwa (56%) dan di Afrika 24.000 jiwa (44%). Diperkirakan 30%-50% proporsi kematian yang dilaporkan terjadi pada anak-anak di bawah usia 15 tahun. Pengetahuan tentang pola penyebaran rabies dapat menumbuhkan kesadaran akan kewaspadaan terhadap penyakit tersebut. Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat adalah kunci keberhasilan pemberantasan penyakit rabies. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap pemilik anjing dengan tindakan pencegahan rabies di wilayah kerja puskesmas ongkaw kabupaten minahasa selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 67 (42,7%) pemilik anjing memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan sebanyak 124 (79%) pemilik anjing memiliki sikap positif terhadap tindakan pencegahan rabies. Hasil analisis statistic dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan pemilik anjing dengan tindakan pencegahan rabies (p= 0,000) dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap pemilik anjing dengan tindakan pencegahan rabies (p= 0,176). Kata kunci: pengetahuan, sikap, tindakan, rabies
PENDAHULUAN Rabies (penyakit anjing gila) merupakan penyakit zoonosis yang terpenting di Indonesia karena penyakit tersebut tersebar luas di 18 Propinsi, dengan jumlah kasus gigitan yang cukup tinggi setiap tahunnya (16.000 kasus gigitan), serta belum ditemukan obat/cara pengobatan untuk penderita rabies sehingga selalu diakhiri dengan kematian pada hampir semua penderita rabies baik manusia maupun pada hewan (Depkes, 2000a). Menurut Kemenkes (2011) berdasarkan data Diretorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan menyatakan bahwa kasus gigitan anjing terjadi peningkatan, yaitu pada tahun 2010 sebanyak 78.203 kasus dan tahun 2011 sebanyak 62.031 kasus. Hal ini dikarenakan adanya kejadian luar biasa yang terjadi di Bali. Rabies di Sulawesi Utara masih menjadi masalah kesehatan. Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara menyatakan bahwa kasus gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) tahun 2009 sebanyak 1.859 kasus, tahun 2011 sebanyak 2.582 kasus dan tahun 2012 sebanyak 4.000 kasus. Khusus di Kabupaten Minahasa Selatan, kasus kematian karena rabies (Lyssa) pada tahun 2010 sebanyak 3 orang, tahun 2011 sebanyak 6 orang dan tahun 2012 sebanyak 4 orang sedangkan di Kecamatan Siononsayang, laporan kasus penyakit rabies tahun 2011 yaitu sebanyak 10 kasus gigitan dan 4 kasus positif, kemudian tahun 2012 sebanyak 16 kasus gigitan yang positif serta 1 kasus kematian karena rabies, dan tahun 2013 yaitu sebanyak 56 kasus gigitan dan 6 kasus positif (Anonim, 2012c). Mengingat akan bahaya rabies terhadap kesehatan dan ketenteraman masyarakat karena dampak buruknya, selalu diakhiri kematian serta dapat mempengaruhi dampak perekonomian khususnya bagi pengembangan daerah-daerah pariwisata di Indonesia yang tertular rabies, maka usaha pengendalian penyakit berupa pencegahan dan pemberantasan perlu dilaksanakan seintensif mungkin, bahkan menuju pada program pembebasan (Depkes, 2000b).
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional analitik dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan yang masuk wilayah kerja Puskesmas Ongkaw dan dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan bulan Mei 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga (KK) yang ada di 13 desa di Kecamatan Siononsayang Kabupaten Minahasa Selatan yang memiliki hewan peliharaan anjing yang berjumlah 4.725 kepala keluarga. Sampel merupakan bagian dari populasi. Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus proporsi populasi yang terbatas yaitu sebagai berikut: NZ2 α/2 p (1 − p) 𝑛= N − 1 d2 + Z2 ∝/2 p (1 − p) Keterangan: d = penyimpangan terhadap populasi biasanya 0.05 Z2α/2 = standar deviasi normal, ditentukan 1.96 (derajat kepercayaan 95%) p = proporsi untuk sifat tertentu yang terjadi pada individu ditentukan 25% (0,25) N = besar populasi n = besarnya sampel Jumlah populasi (N) = 4.725 kepala keluarga yang memiliki hewan peliharaan anjing dan d=0,05 sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 143 kepala keluarga, yang kemudian ditambahkan 10% menjadi 157 kepala keluarga. Cara pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Data primer yaitu data yang diambil langsung dari sumbernya melalui kuesioner dan data sekunder yaitu data yang diambil oleh peneliti dari buku referensi, profil puskesmas, dinas kesehatan, kantor kecamatan dan lain sebagainya. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 19.00. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap pemilik anjing dengan tindakan pencegahan rabies, dilakukan pengujian statistik dengan uji Chi-Square pada tingkat kemaknaan 95% (α <0,05).
HASIL PENELITIAN Gambaran Tingkat Pengetahuan Tabel 1 memperlihatkan bahwa pengetahuan responden tentang rabies yaitu sebanyak 67 (42,7%) memiliki tingkat pengetahuan baik dan sebanyak 90 responden (57,3%) memiliki tingkat pengetahuan yang kurang baik. Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Rabies No
Kategori Pengetahuan
1. 2.
Baik (skor > 16 ) Kurang Baik (skor ≤ 16)
Jumlah n % 67 42,7 90 57,3 157
Total
100
Gambaran Sikap Responden Tabel 2 memperlihatkan bahwa sikap responden terhadap pencegahan rabies yaitu sebanyak 124 (79%) memiliki sikap positif dan sebanyak 33 responden (21%) memiliki sikap negatif. Tabel2. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Pencegahan Rabies No
Sikap Responden
1. Sikap Positif 2. Sikap Negatif Total
Jumlah n % 124 79,0 33 21 157 100
Gambaran Tindakan Responden Tabel 3 memperlihatkan bahwa tindakan responden terhadap pencegahan rabies yaitu sebanyak 83 (52,9%) memiliki tindakan pencegahan yang baik dan sebanyak 74responden (47,1%) memiliki tindakan pencegahan yang kurang baik. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Pencegahan Rabies No 1. 2. Total
Kategori Tindakan Responden Baik Kurang Baik
Jumlah n % 83 52,9 74 47,1 157 100
Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan Rabies Berdasarkan hasil uji pada tabel 4 menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik dengan tindakan pencegahan rabies yang baik sebanyak 54 orang (80,6%) dan tindakan pencegahan rabies yang kurang baik sebanyak 13 orang (19,4%), sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang
baik yang tindakan pencegahan rabiesnya baik sebanyak 29 orang (32,2%) dan yang tindakan pencegahan rabiesnya kurang baik sebanyak 61 orang (67,8%). Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tindakan pencegahan rabies (p=0,000). Tabel 4. Hubungan antara Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan Rabies Tindakan Responden Pengetahuan Responden
Kuran % g Baik 54 80,6 13 19,4 Baik 32,2 61 67,8 Kurang Baik 29 69 88 Total * Uji Chi Square; ** <0,05 = bermakna Baik
n
%
p*
67 90
100 100 100
0,000**
%
Hubungan Sikap dengan Tindakan Pencegahan Rabies Berdasarkan hasil uji pada tabel 5 menunjukkan bahwa responden yang memiliki sikap positif yang tindakan pencegahan rabiesnya baik sebanyak 65 orang (44,2%) dan tindakan pencegahan rabies yang kurang baik sebanyak 82 orang (55,8%), sedangkan responden yang memiliki sikap negatif yang tindakan pencegahan rabiesnya baik sebanyak 4 orang (40%) dan yang tindakan pencegahan rabiesnya kurang baik sebanyak 6 orang (60%). Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji fisher exact pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan tindakan pencegahan rabies (p=0,532). Tabel 4. Hubungan Sikap dengan Tindakan Pencegahan Rabies Tindakan Responden Sikap Responden Positif Negatif Total
Baik
%
69 14 69
55,6 42,4
* Uji Chi Square
Kuran g Baik 55 19 88
n
%
p*
124 33
100 100 100
0,532 (p >0,05)
% 44,4 57,6
PEMBAHASAN Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan Rabies Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendegaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2003b) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden pemilik anjing dengan tindakan pencegahan rabies diperoleh bahwa sebanyak 54 orang (80,6%) dan tindakan pencegahan rabies yang kurang baik sebanyak 13 orang (19,4%), sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang baik yang tindakan pencegahan rabiesnya baik sebanyak 29 orang (32,2%) dan yang tindakan pencegahan rabiesnya kurang baik sebanyak 61 orang (67,8%). Dari hasil uji bivariat hubungan pengetahuan pemilik anjing dengan tindakan pencegahan rabies diperoleh nilai p = 0.000 (p < 0.05). Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Putra (2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan masyarakat tentang rabies dengan perilaku pencegahan rabies. Demikian pula penelitian Wattimena dan Suharyo (2010) menyatakan ada hubungan antara pengetahuan tentang pemeliharaan anjing dengan kejadian rabies pada anjing. Penelitian oleh Hontong (2012) menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang rabies dengan tindakan pencegahan rabies. Menurut Notoatmodjo (2003a) menyatakan bahwa tindakan seseorang terhadap masalah kesehatan, dalam hal ini tindakan pencegahan rabies pada dasarnya akan dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang tentang masalah tersebut. Selanjutnya pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang yang dalam hal ini adalah tindakan responden dalam pencegahan rabies. Begitu pula dengan seseorang dipengaruhi dari konsekuensi tindakan yang dilakukan (akibat tertentu) dari rendah dan tingginya pengetahuan.
Hubungan Sikap dengan Tindakan Pencegahan Rabies Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka. Sikap merupakan rekasi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoadmodjo, 2007). Hasil analisis antara sikap responden pemilik anjing dengan tindakan pencegahan rabies diperoleh bahwa responden yang memiliki sikap positif yang tindakan pencegahan rabiesnya baik sebanyak 65 orang (44,2%) dan tindakan pencegahan rabies yang kurang baik sebanyak 82 orang (55,8%), sedangkan responden yang memiliki sikap negatif yang tindakan pencegahan rabiesnya baik sebanyak 4 orang (40%) dan yang tindakan pencegahan rabiesnya kurang baik sebanyak 6 orang (60%). Dari hasil uji bivariat hubungan sikap pemilik anjing dengan tindakan pencegahan rabies diperoleh nilai p = 0.176 (p > 0.05). Dari hasil uji statistik ternyata menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara sikap pemilik anjing dengan tindakan pencegahan rabies di Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Wattimena dan Suharyo (2010) menyatakan bahwa tidak adanya hubungan antara sikap dalam pemeliharaan anjing dengan kejadian rabies pada anjing. Secara teoritis disebabkan sikap responden yang baik tidak selalu nyata dalam perilaku yang baik yang dapat menghindarkan responden dari kejadian penyakit. Tapi dalam penelitian Hontong (2012) menyatakan ada hubungan antara sikap responden dengan tindakan pencegahan rabies. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan budaya atau suku. Sikap pemilik anjing yang sudah positif memerlukan tempat vaksinasi yang mudah dicapai dan budaya atau suku mempengaruhi perilaku pencegahan rabies
seperti memakaikan rantai dan penutup mulut (berangus), mengkandangkan hewan peliharaan dan membunuh hewan jika dibiarkan bebas diluar rumah (diliarkan). Hal ini menurut Notoatmojo (2007) menyatakan bahwa kepercayaan dan adat keyakinan sangat berpengaruh dalam membentuk suatu perilaku. Suku memberikan suatu nilai yang berbedabeda antara yang satu dengan yang lainnya, baik itu dari kebiasaannya, gaya hidup, pergaulan dan sebagainya (Putra J.S.2012) .Ini mengakibatkan perbedaan di dalam berperilaku antara suku yang satu dengan yang lainnya. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis terhadap 157 responden yang terdiri dari 13 desa yang ada di Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan tentang hubungan pengetahuan dan sikap pemilik anjing dengan tindakan pencegahan rabies, maka dapat dimbil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan uji bivariat diperoleh bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan pemilik anjing dengan tindakan pencegahan rabies. P = 0,000 (p < 0,05) 2. Berdasarkan uji bivariat diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap pemilik anjing dengan tindakan pencegahan rabies. P = 0,176 (p > 0,05) SARAN Adapun saran dalam penelitian ini, berdasarkan dari hasil penelitian, yaitu: 1. Bagi responden, agar dapat meningkatkan pengatahuan tentang rabies dan bahaya yang ditimbulkan akibat rabies serta melakukan tindakan pencegahan rabies seperti memberikan vaksin rabies secara berkala, melapor apabila digigit oleh hewan tarsangka rabies untuk mendapat vaksin anti rabies, segera melaporkan ke dinas peternakan apabila ada hewan dengan gejala rabies dan jangan lepaskan hewan peliharaan keluar pekarangan tanpa pengawasan. 2. Bagi instansi kesehatan, melakukan upaya promotif kepada masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat
melalui penyuluhan tentang rabies sehingga masyarakat dapat mengetahui dan dapat melakukan tindakan pencegahan. DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2012c. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2012. Depkes, R.I. 2000a. Petunjuk Perencanaan dan Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies di Indonesia. Direktorat Jenderal PPM & PPL. Jakarta. Depkes, R.I. 2000b. Petunjuk Pemberantasan Rabies di Indonesia. Direktorat Jenderal PPM & PPL. Jakarta. Kemenkes, R.I. 2011. Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka/Rabies. Subdit Pengendalian Zoonosis, Dit PPBB, Ditjen PP & PL. Jakarta. Putra, K.W.P. 2009. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat tentang Rabies dengan Perilaku Pencegahan Rabies di Desa Mekar Buana Kecamatan Abiensamal Kabupaten Bandung. Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Program Studi Keperawatan, Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’. Jakarta. Notoatmojo, S. 2003a. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Prinsip-Prinsip Dasar, Cetakan 2, Rineka Cipta. Jakarta. Hontong, O. 2012. Hubungan Pengetahuan dan Sikap masyarakat dengan Tindakan Pencegahan Rabies di Puskesmas Bengkol Kota Manado Tahun 2012.Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Manado. Wattimena dan Suharyo. 2010. Beberapa Faktor Risiko Kejadian Rabies Pada Anjing di Ambon. Jurnal Kesehatan Masyarakat, KESMAS 6(1)(2010) 24-29. Putra, J.S. 2012. Hubungan Pemeliharaan Anjing dengan Tingkat Rabies di Kabupaten Jembrana. Skripsi. Poltekkes Denpasar Jurusan Keperawatan. Bali. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. PT. Rineka Cipta. Jakarta. World Health Organization .2013. Rabies.Media Centre.