HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNGANOM KABUPATEN NGANJUK Anas Tamsuri Dosen Akademi Keperawatan Pamenang Pare Kediri
Leprae is a chronic communicable disease caused by Mycobacterium Leprae. The spreading of the disease is strongly related to the patient’s attitude. The knowledge of the patient may affect patients in their manner on prevent of the spreading of the disease. The objective of the research was to investigate the relationship between the knowledge and the attitude of the patients at working area of Public Health Centre of Tanjunganom, Nganjuk District. Research method was qualitative by cross-sectional design. It was conducted on May to July 2007 at working area of Public Health Centre of Tanjunganom, Nganjuk Distric, The subject of the study was all 44 patients. Data were gathered through questionnaire and they were analyzed by correlation test. The result of the study by spearman correlation with =0,05 returned the correlation coefficient 0,616 with significance level =0,000 which mean that there was a moderate correlation between the knowlede and the attitude of the patient of Leprae at working area of Public Health Centre of Tanjunganom, Nganjuk District. Based on the result of the study, it was suggested to the patient to improve their knowledge by seek information about their disease and to health care personals to actively inform the disease and the prevention behavior of the disease, especially to the patients and its relatives. Keywords :Knowledge, Attitude, Leprae
Kesehatan Jawa Timur pada tahun 2003, angka kesakitan penyakit kusta sebesar 1,39 per 10.000 penduduk, berada diurutan ketujuh (Nasional 0,080 per 10.000 penduduk). Namun jika dilihat dari jumlah penderita, Jawa Timur berada diurutan pertama diantara provinsi yang lain di Indonesia (Mulyadi, A, 2006). Angka Kejadian penderita kusta di Puskesmas Tanjung Anom pada tahun 2005 berjumlah 13 orang, tahun 2006 berjumlah 15 orang dan tahun 2007 berjumlah 16 orang. Berdasarkan kenyataan di lapangan penderita kusta lebih banyak laki-laki daripada perempuan dengan keadaan ekonomi menengah kebawah dengan pendidikan yang rendah. Penyakit kusta bila tidak diobati secara dini dan teratur akan meningkatkan angka prevalensi kusta di masyarakat sehingga target global secara menyeluruh tentang pencapaian program eliminasi kusta yang sudah ditetapkan melalui Resolusi WHO pada tahun 1994 akan semakin sulit untuk terwujud (Susanto,C.E, 2007). Namun pada saat datang ke Puskesmas umumnya penderita sudah dalam stadium lanjut sehingga sulit diatasi, hal ini menyebabkan sampai saat ini penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu
LATAR BELAKANG Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium Leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya (Depkes, 2002, h. 5). Penyakit kusta merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang menimbulkan dampak yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis, akan tetapi meluas sampai pada masalah sosial, ekonomi, dan budaya. Dampak penyakit tersebut sedemikian besarnya sehingga menimbulkan keresahan yang sangat mendalam, tidak hanya pada penderita itu sendiri tetapi juga pada keluarganya dan masyarakat sekitarnya (Fajar, 2002). Penderita kusta tersebar diseluruh dunia dan Indonesia merupakan negara ketiga terbanyak penderitanya setelah India dan Brasil dengan prevalensi 1,7 per 10.000 penduduk (Harahap, 2000, h. 260). Pada tahun 2005, pemerintah melaporkan jumlah kasus kusta baru sebanyak 19.696 kasus diseluruh Indonesia. Pada tahun 2006, tingkat kasus rata-rata (prevelance rate) di Indonesia adalah 1,03 per 10.000 penduduk (www.Media Indonesia.com). Berdasarkan laporan program kusta di Dinas
JURNAL AKP
8
No. 2, 1 Juli – 31 Desember 2010
diperhatikan oleh pihak yang terkait. Karena mengingat kompleknya masalah penyakit kusta, maka diperlukan program penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh dalam hal pemberantasan, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial ekonomi dan permasyarakatan dari bekas penderita. (Messwati,E.D, 2001). Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku pengobatan dan pencegahan adalah pengetahuan. Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa pengetehuan merupakan salah satu faktor predisposisi terbentuknya perilaku. Kejadian dan keparahan penyakit kusta dapat dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, ras, kebiasaan, adat budaya serta gaya hidup dari masyarakat itu sendiri. Berbagai faktor sosial budaya seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kondisi ekonomi, pengetahuan, kepercayaan, sikap, nilai dan kebiasaan dalam keluarga merupakan suatu hal yang dianggap sangat mempengaruhi pengobatan dini dan keteraturan berobat pada penderita kusta. Pengetahuan penderita tentang penyakit kusta akan mempengaruhi perilaku pengobatan penyakit. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003, h. 128) bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Overt Behavior). Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Pencegahan Penularan Penyakit Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita penyakit kusta di Puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk sejumlah 44 orang. Seluruh populasi pada penelitian ini digunakan sebagai sampel (teknik sampling jenuh/ total sampling). Pengumpulan data ini menggunakan alat / instrumen kuesioner berupa daftar pertanyaan dengan jawaban pilihan ganda. Kuesioner terdiri atas pertanyaan tentang identitas responden, pengetahuan tentang penyakit kusta dan perilaku pencegahan penyakit kusta. Instrumen pada penelitian ini diuji validitas dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan juga diuji reliabilitasnya dengan menggunakan teknik Alpha-Cronbach; dan dinyatakan telah valid dan reliabel.Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif dan menggunakan uji Korelasi. HASIL PENELITIAN a. Pengetahuan Penderita Tentang Penyakit Kusta di Puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk pada Tahun 2008 Gambaran pengetahuan penderita tentang penyakit kusta di Puskesmas Tanjunganom dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 1 Distribusi frekuensi gambaran pengetahuan penderita tentang penyakit kusta di puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk pada tahun 2008. No. 1. 2. 3.
TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku pencegahan penularan penyakit kusta di Wilayah Puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk.
Frek 6 16 22
Persentase 13,64 % 36,36 % 50,00 %
Jumlah
44
100%
Berdasarkan tabel di atas pengetahuan penderita tentang penyakit kusta dari 44 responden didapatkan 6 responden (13,64%) dengan pengetahuan cukup, 16 responden (36,36%) dengan pengetahuan kurang, 22 responden (50%) dengan pengetahuan tidak baik.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yaitu penelitian observasrional dimana pengamatan terhadap variabel dependen dan independen dilakukan satu kali dalam suatu waktu tertentu. Penelitian diselenggarakan pada bulan Mei – Juli 2008 di Wilayah Kerja PuskesmasTanjunganom Kecamatan Tanjunganom Kabupaten Nganjuk. Variabel penelitian ini adalah Variabel Independen yaitu tingkat pengetahuan dan Variabel dependen yaitu perilaku pencegahan penularan.
JURNAL AKP
Pengetahuan Cukup Kurang Tidak baik
b. Perilaku Pencegahan Penularan Penyakit Kusta pada Pasien di Puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk Perilaku pencegahan penularan penyakit kusta pada pasien di Puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk pada tahun 2007 adalah sebagaimana table berikut:
9
No. 2, 1 Juli – 31 Desember 2010
Tabel 2
No. 1. 2. 3.
Distribusi frekuensi Perilaku Pencegahan Penularan oleh penderita kusta di puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk pada tahun 2008 Perilaku Baik Cukup Kurang
Frekuensi 4 33 7
Persentase 9,09 % 75,00 % 15,91 %
Jumlah
44
100%
responden berperilaku baik. Dari kelompok responden dengan pengetahuan cukup didapatkan tidak ada responden dengan perilaku kurang, 3 responden dengan perilaku cukup dan 3 responden lainnya dengan perilaku pencegahan penularan dalam kategori baik. Pengujian normalitas data terhadap variabel pengetahuan dan variabel perilaku dilakukan dengan uji Kosmolgorov-Smirnov pada α=0,05. Hasil pengujian dengan software SPSS versi 13.0 didapatkan nilai signifikansi untuk pengetahuan sebesar 0,444 lebih besar dari 0,05 yang berarti data pengetahuan berdistribusi normal. Data perilaku menunjukkan nilai siginifikansi 0,006 lebih kecil dari 0,05 bermakna data perilaku memiliki distribusi tidak normal. Memperhatikan normalitas data selanjutnya dilakukan uji korelasi Spearman dengan α=0,05. Hasil pengujian dengan SPSS 14.0 didapatkan signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan perilaku pencegahan penularan penyakit Kusta. Koefisien korelasi sebesar 0, 616.
Berdasarkan tabel 4.2 diatas didapatkan dari 44 responden yang diteliti, 4 responden (9,09 %) berperilaku baik, 33 responden (75,00 %) berperilaku cukup dan 7 responden (15,91 %) berperilaku kurang baik. c. Hubungan antara Pengetahuan dan Perilaku Pencegahan Penularan Penyakit Kusta pada Pasien di Puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk pada Tahun 2007 Hubungan antara Pengetahuan dan Perilaku Pencegahan Penularan Penyakit Kusta pada Pasien di Puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk pada Tahun 2007 dapat digambarkan dalam tabulasi silang sebagai berikut: Tabel 3 Tabulasi silang Pengetahuan dan Perilaku Pencegahan Penularan oleh penderita kusta di puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk pada tahun 2007 Pengeta huan Perilaku Kurang Cukup Baik Jumlah
Tidak Baik
Kurang
Cukup
Jumlah
7 (15,4%) 15 (34,1 %) 0 (0,00 %) 22 (50,00%)
0 (0,00%) 15 (34,1 %) 1 (2,33 %) 16 (36,36%)
0 (0,00%) 3 (6,8 %) 3 (6,8 %) 6 (13,64%)
7 (15,4%) 33 (75,0 %) 4 (9,09 %) 44 (100 %)
PEMBAHASAN 1. Tingkat Pengetahuan Penderita Tentang Penyakit Kusta Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.1 didapatkan 6 responden (13,64%) berpengetahuan cukup, 16 responden (36,36 %) berpengetahuan kurang, 22 responden (50 %) berpengetahuan tidak baik tentang penyakit kusta. Menurut Notoatmodjo (2003, h. 121) pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan juga di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal (umur dan perilaku), dan faktor eksternal (pendidikan, lingkungan, dan informasi). Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula tingkat . pengetahuannya (Notoatmodjo (1996, h. 127). Dengan memberikan informasi – informasi tentang cara – cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit dan sebagainya akan
Dari tabel diatas diperoleh gambaran hubungan tingkat pengetahuan dan perilaku pencegahan adalah: dari kelompok dengan pengetahuan tidak baik terdapat 7 responden (15,4 %) beperilaku kurang dan 15 responden (34,1 %) berperilaku cukup. Sementara dari 16 responden yang berpengetahuan kurang didapatkan tidak ada yang berperilaku kurang, 15 responden berperilaku cukup serta terdapat 1
JURNAL AKP
10
No. 2, 1 Juli – 31 Desember 2010
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut (Notoatmodjo, 2003, h. 177). Menurut peneliti tingkat pengetahuan penderita kusta di Puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk dalam kategori tidak baik. Melihat fakta yang ada, bahwa sebagian besar responden mempunyai pendidikan yang relatif rendah (54,54%) yaitu SMP, dengan keadaan ekonomi menengah kebawah dan mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Situasi ini dapat merupakan faktor yang menyebabkan responden tidak memiliki akses yang cukup luas dengan masyarakat. Pengetahuan yang kurang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka meningkat pula ketaatannya dalam berobat sebaliknya pengetahuan yang kurang dapat mempengaruhi keteraturannya dalam berobat, selain itu juga dapat berpengaruh terhadap proses penularan yaitu dengan kontak langsung melalui saluran pernafasan dan kulit, serta komplikasinya (kecacatan). 2. Perilaku Pencegahan Penularan Penyakit Kusta Berdasarkan penelitian didapatkan dari 44 responden yang diteliti, 4 responden (9,09 %) berperilaku baik, 33 responden (75,00 %) berperilaku cukup dan 7 responden (15,91 %) berperilaku kurang baik. Hendric L. Bloom dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa perilaku merupakan salah satu determinan yang mempengaruhi derajad kesehatan. Perilaku adalah segala tindakan seseorang yang disengaja untuk tujuan tertentu. Perilaku dapat timbul akibat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi (predispocing factor) seperti pengetahuan, nilai dan kepercayaan serta sikap; faktor pemungkin (enabling factor) seperti ketersediaan dana dan fasilitas, waktu serta sarana; dan juga faktor pendorong (reinforcing factor) seperti dukungan dari keluarga dan petugas kesehatan.
Memperhatikan teori determinan perilaku kesehatan dari Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi, salah satunya adalah pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh oleh individu dapat membangun sikap dan persepsi sebagai dasar untuk bertindak. Pender dalam Tamsuri (2007) mengungkapkan bahwa perilaku untuk meningkatkan kesehatan dipengaruhi oleh persepsi individu tentang manfaat melakukan perilaku, persepsi tentang hambatan menjalankan perilaku serta dipengaruhi oleh komitmen untuk merencanakan dan melaksanakan tindakan. SIMPULAN 1. Pengetahuan penderita tentang penyakit kusta adalah 6 responden (13,64%) berpengetahuan cukup, 16 responden (36,36%) berpengetahuan kurang, 22 responden (50%) berpengetahuan tidak baik. 2. Perilaku pencegahan penularan dari 44 responden yang diteliti adalah: 4 responden (9,09 %) berperilaku baik, 33 responden (75,00 %) berperilaku cukup dan 7 responden (15,91 %) berperilaku kurang baik 3. Hasil uji statistik didapatkan hubungan antara pengetahuan dan perilaku pasien dalam upaya pencegahan penularan penyakit kusta adalah signifikan (p=0,000) dengan koefisien korelasi 0,616 (cukup kuat). SARAN Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran pengetahuan penderita tentang penyakit kusta di Puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut : 1. Bagi penderita kusta Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dengan cara aktif bertanya dan atau mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang kusta dan penularannya 2. Bagi tenaga kesehatan Pemberian informasi tentang penyakit kusta harus lebih dioptimalkan sehingga dapat menambah pengetahuan penderita kusta. Sebagai langkah awal untuk mengatasi penyakit dan penularannya. 3. Bagi peneliti selanjutnya Bagi calon peneliti yang berminat melanjutkan penelitian ini maka hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data penunjang.
3. Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Pencegahan Penularan Penyakit Kusta Hasil uji statistik didapatkan hubungan antara pengetahuan dan perilaku pasien dalam upaya pencegahan penularan penyakit kusta adalah signifikan (p=0,000) dengan koefisien korelasi 0,616 (cukup kuat).
JURNAL AKP
11
No. 2, 1 Juli – 31 Desember 2010
Susanto, C.E. (2007). Tingkat Kecacatan Penderita Kusta di Indonesia, www.google.co.id (download : 29 September 2007)
DAFTAR PUSTAKA
Tamsuri, Anas (2007) Konseling Keperawatan, Penerbit EGC, Jakarta
Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Depkes RI. (2002). Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan XV. Jakarta : Ditjen PPM dan PL Djuanda, A. (2006). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Ed. 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Fajar,
N.A. (2002). Penyakit Kusta, www.google.co.id. (download : 29 September 2007)
Harahap, M. (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates. Hiswani. (2001). Kusta Salah Satu Penyakit Menular di Indonesia. www.google.com (download : 30 September 2007) Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3. Jakarta : Media Aesculapius Messwati, E.d. (2006). Memberdayakan Eks Penderita. www.google.com (Download : 3 Otkober 2007). Mulyadi, A. (2006). Deteksi Mycobacterium Leprae. www.google.co.id (download : 30 September 2007) Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar, Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
JURNAL AKP
12
No. 2, 1 Juli – 31 Desember 2010
dalam