p = 0.01 and effective contribution knowledge of special need children to the competence of teachers in inclusive schools -0.231%. Teachers in SDIT Nidaul Hikmah Salatiga have a high level of competence with the empirical mean of 142,6304 higher than hypothetical mean of 120, also have a high level of emotional intelligence with the empirical mean of 94,0870 higher than the hypothetical mean of 75, while the level of knowledge about ABK was moderate with empirical mean of 11.8043 is only slightly higher than the hypothetical mean of 11,5. Competence of teachers in inclusive schools can be improved by improving the emotional intelligence and applicable knowledge of special need children that is the experience of teachers interact with children with special needs.
Keywords: emotional intelligence, knowledge of special need children, the competence of teachers in inclusive schools
1
2
Permendiknas nomor 70 tahun 2009
PENDAHULUAN
yaitu dengan memberikan kesemPendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang berkebutuhan
khusus
(tunanetra,
tunarungu, tunagrahita ringan, autisme, lambat belajar dan tunalaras), anak-anak berkecerdasan istimewa, anak-anak yang termarjinalkan karena kurang beruntung dan tidak mampu dari segi ekonomi maupun anak-
patan dan peluang kepada anak berkebutuhan
homogen sehingga mereka mampu belajar pada kelas regular, sedangkan anak-anak perlu
berkebutuhan
sebuah
desain
khusus
pendidikan
khusus yang dapat mengakomodir kebutuhannya
sehingga
potensi
mereka bisa dapat dikembangkan secara optimal.
reguler (Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas / kejuruan) terdekat. Inilah yang disebut dengan istilah Pendidikan
dikan anak berkebutuhan khusus ini kebijakan
penuntasan
Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang dijabarkan dalam UU Sisdiknas nomor 20 2003
(Mudjito,
Untuk program
melaksanakan
inklusif
ini
biasanya
seorang guru pendidikan khusus bekerja dengan guru pendidikan regular dari siswa yang ditunjuk, keduanya membantu memodifikasi tugas-tugas dan material tertulis dan untuk memberikan bantuan untuk kelas itu sendiri (Evertson & Emmer, 2009).
mengakomodasi kebutuhan pendi-
Tahun
Inklusif
Harizal & Elfidri, 2012).
Pemerintah Indonesia dalam
membuat
untuk
memperoleh pendidikan di sekolah
anak normal. Anak-anak yang normal cenderung punya kemampuan
khusus
tentang
Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 32 yang mengatur tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus. Implementasinya dijabarkan melalui
Pada realitanya pelaksanaan pendidikan inklusif di Indonesia belum berjalan optimal disebabkan oleh
beberapa
kendala
terutama
kompetensi guru yang masih kurang. Dalam
sebuah
penelitian
yang
dilakukan oleh Tarmansyah (2009) pada sebuah SD Negeri di Alai Padang menunjukkan bahwa guru di sekolah inklusif belum kompeten ditunjukkan dengan tidak memiliki
3
ketrampilan dalam menangani anak berkebutuhan
khusus,
Sebagai salah satu sekolah
belum
inklusif yang ada di Salatiga, SDIT
mencerminkan suasana guru yang
Nidaul Hikmahpun masih menemui
ramah,
menggunakan
banyak problema. Berdasarkan hasil
dan
belum
observasi dan wawancara dengan
mengasesmen
kepala sekolah dan beberapa guru
masih
kurikulum
regular
memahami
cara
kemampuan anak.
yang mengajar kelas regular dengan
Indriawati (2013) melakukan
anak ABK, ditemukan beberapa
penelitian pada Guru Pendamping
problema yang dihadapi oleh para
Khusus
guru
(GPK)
pada
pendidikan
diantaranya:
kurangnya
inklusif di SD Negeri se-Kecamatan
ketrampilan dan pengetahuan tentang
Junretno
Batu
kaitannya
anak berkebutuhan khusus, belum
dengan
implementasi
kebijakan
bisa melakukan assesmen, kurang
pemerintah
dalam
untuk
menempatkan
sabar
dalam
mengajar
anak
GPK di sekolah-sekolah inklusif, dan
berkebutuhan
hasilnya adalah dalam melaksanakan
menggunakan kurikulum regular.
khusus
dan
masih
tugas identifikasi, merancang dan
Gejala-gejala di atas menun-
memberikan program yang spesifik,
jukkan adanya persoalan dalam pe-
memodifikasi pengajaran pendidikan
ngajaran yang seharusnya dikuasai
inklusif
program
oleh guru yang dalam terminologi
pengajaran individual masih mene-
pendidikan disebut dengan kompe-
mui banyak problema. Diantara pro-
tensi guru.
dan
menyusun
blema-problema itu adalah kurang-
Tarmansyah (2009) menye-
nya kompetensi pedagogik, bias
butkan kompetensi guru di sekolah
pemahaman tentang konsepsi pendi-
inklusif adalah memahami visi, misi
dikan inklusif khususnya dalam me-
dan
rancang dan melaksanakan program
memahami dan terampil mengenali
kekhususan, keterbatasan dana ope-
karakteristik
rasional dan belum tersedianya alat
terampil
peraga dan buku pelajaran khusus
diagnosis
bagi ABK.
pendidikan dan pengajaran; mema-
tujuan
pendidikan
anak;
mampu
melaksanakan dan
inklusif;
evaluasi
dan
asesmen, bidang
hami, menguasai isi materi dan te-
4
rampil praktek mengajar; memahami
mencintai
dan terampil menyusun perencanaan
punya
dan
terhadap kondisi siswa.
pengelolaan
pembelajaran;
terampil dalam pengelolaan perilaku dan
interaksi
sosial
siswa
dan
anak-anak,
pemahaman
Secara
kesabaran, yang
implisit
baik
peneliti
menyimpulkan bahwa faktor-faktor
mampu mengadakan komunikasi dan
yang
kemitraan kolaborasi. Namun yang
setidaknya meliputi dua hal yaitu
pasti guru di sekolah inklusif harus
pemahaman
memiliki penguasaan akan fungsi
pemahaman terhadap konteks siswa.
mempengaruhi
kompetensi
terhadap
tugas
dan
dan tugas lebih dibandingkan dengan
Berdasarkan faktor-faktor di
guru pendidikan biasa dan ditambah
atas, peneliti tertarik untuk meneliti
dengan
dan
tentang hubungan pengetahuan ten-
tinggi.
tang anak berkebutuhan khusus dan
Sayangnya hal ini belum bisa di-
kecerdasan emosi dengan kompe-
realisasikan dalam pelaksanaan pen-
tensi mengajar guru di sekolah in-
didikan
klusif.
dedikasi,
keterpanggilan
kesadaran
hati
inklusif
yang
di
Indonesia
(Mudjito, Harizal & Elfindri, 2012). Faktor-faktor terpenting yang mempengaruhi kompetensi guru di sekolah inklusif menurut Zulfija, Indira & Elmira (2013) adalah pemahaman guru terhadap konteks siswa, mengenali kebutuhan anakanak
berkebutuhan
khusus
dan
bertanggung jawab pada pembentukan kualitas hasil belajar anakanak. Zulfija, Indira & Elmira (2013) juga merangkum dari banyak hasil penelitian, bahwa seorang guru yang mengajar anak-anak berkebutuhan khusus harus mempunyai empati, optimisme
mengajar
dan
tulus,
LANDASAN TEORI Tarmansyah (2009) menyebutkan kompetensi guru di sekolah inklusif adalah beragam kemampuan untuk memahami visi, misi dan tujuan
pendidikan
inklusif
dan
melaksanakan tugas sesuai dengan konteks
siswa.
Dalam
Pedoman
Umum Sekolah Inklusif (Dit. PPKLK, 2010), kompetensi guru inklusif selain harus punya empat kompetensi utama
guru
yaitu
kompetensi
pedagogis, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional, juga harus berorientasi pada tiga keutamaan utama yang
5
lain, yaitu: (1) kemampuan umum
didik pada umumnya (anak normal),
(general ability), (2) kemampuan
sedangkan kemampuan dasar (basic
dasar
(3)
ability) adalah kemampuan tambahan
kemampuan khusus (specific ability).
untuk guru reguler mendidik peserta
Kompetensi pedagogis merupa-
didik berkebutuhan khusus. Kemam-
kan kemampuan guru dalam me-
puan spesifik (specific ability) ke-
ngelola pembelajaran. Kompetensi
mampuan yang diperlukan oleh guru
kepribadian
berakhlak
pembimbing khusus (guru GPK)
mulia, arif dan bijaksana, mantap,
untuk mendidik peserta didik ber-
stabil, dewasa, jujur, mampu menjadi
kebutuhan
teladan
(spesialis).
(basic
ability),
dan
mencakup
bagi
peserta
didik
dan
masyarakat, secara objektif meng-
khusus
Adapun
jenis
faktor-faktor
tertentu
yang
evaluasi kinerja sendiri, dan me-
mempengaruhi tingkat kompetensi
ngembangkan diri secara mandiri dan
guru di sekolah inklusif adalah (1)
berkelanjutan. Sementara kompetensi
fleksibilitas kognitif, dan (2) keter-
sosial meliputi: berkomunikasi lisan,
bukaan psikologis. (Syah, 2010)..
tulisan, dan atau isyarat, menggu-
Kartini (2011) menyebutkan
nakan teknologi komunikasi dan
bahwa kompetensi guru profesional
informasi secara fungsional, bergaul
dipengaruhi oleh 8 faktor yaitu: (1)
secara
seluruh
Pelatihan yang diterima oleh guru,
masyarakat sekolah, bergaul secara
(2) Latar belakang pendidikan guru,
santun dengan mengindahkan norma
(3) Supervisi akademik, (4) Kepe-
serta sistem yang berlaku, dan
mimpinan kepala sekolah, (5) Moti-
mererapkan prinsip-prinsip persauda-
vasi guru, (6) Kompensasi yang
raan dan semangat kebersamaan.
diterima guru, (7) Etos kerja, dan (8)
Kompetensi profesional merupakan
Kemampuan memanfaatkan tekno-
kemampuan guru dalam menguasai
logi dan komunikasi. Kartini (2011)
pengetahuan bidang ilmu teknologi
menyebutkan
dan seni.
guru profesional dipengaruhi oleh 8
efektif
dengan
bahwa
kompetensi
Kemampuan umum (general
faktor yaitu: (1) Pelatihan yang
ability) adalah kemampuan yang
diterima oleh guru, (2) Latar bela-
diperlukan untuk mendidik peserta
kang pendidikan guru, (3) Supervisi
6
akademik, (4) Kepemimpinan kepala
sebagai kemampuan “mendengar-
sekolah, (5) Motivasi guru, (6) Kom-
kan” bisikan emosi dan menja-
pensasi yang diterima guru, (7) Etos
dikannya sebagai sumber informasi
kerja, dan (8) Kemampuan meman-
maha penting untuk memahami diri
faatkan teknologi dan komunikasi.
sendiri dan orang lain demi mencapai
Faktor-faktor yang mempen-
sebuah tujuan.
garuhi kompetensi guru di sekolah
Sementara
Salovey
(dalam
inklusif selain delapan faktor di atas
Goleman, 2000) memperluas ke-
juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
mampuan dari kecerdasan emosi
lain, diantaranya adalah (1) pemaha-
yang dikemukakan oleh Gardner
man guru terhadap konteks siswa, (2)
(1993) menjadi lima wilayah utama
pengenalan
yaitu: (1) mengenali emosi diri
kebutuhan
anak-anak
berkebutuhan khusus, (3) tanggung
(kesadaran
jawab pada pembentukan kualitas
emosi, (3) memotivasi diri sendiri,
hasil belajar anak-anak, (4) empati,
(4) mengenali emosi orang lain, dan
(5) optimisme mengajar, (6) tulus,
(5) membina hubungan.
(7) mencintai anak-anak, (8) kesakan
terhadap
kecerdasan
siswa
(Zulfija,
Indira & Elmira, 2013) Kecerdasan
(2)
mengelola
Goleman (2000) menyampai-
baran, (9) pemahaman yang baik kondisi
diri),
bahwa
yang
mempengaruhi
emosional
seseorang
terdiri dari faktor internal dan faktor menurut
eksternal. Faktor internal ini berupa
Salovey dan Mayer dalam Stein &
warisan genetik, yaitu struktur otak
Book (2002) adalah kemampuan
emosional yang terbentuk (neokor-
untuk mengenali perasaan, meraih
teks). Sedangkan faktor eksternal
dan membangkitkan perasaan untuk
adalah pendidikan, baik di lingku-
membantu
ngan rumah ataupun lingkungan se-
perasaan
emosi
pikiran, dan
memahami dan
kolah. Menurut Naghavi & Redzuan
secara
(2011) gender juga merupakan faktor
membantu
dari kecerdasan emosional. Semen-
perkembangan emosi dan intelektual.
tara Kafetsios (dalam Naghavi &
Agustian (2003) memberikan definisi
Redzuan, 2011) menyampaikan hasil
pada kecerdasan emosional (EQ)
penelitiannya
mengendalikan mendalam
maknanya, perasaan
sehingga
bahwa
attachment
7
(pelekatan, hubungan) antara orang
ABK sehingga guru bisa membe-
tua dan anak juga berpengaruh
rikan perlakuan dan pendidikan yang
kepada kecerdasan emosional. Lebih
tepat bagi ABK.
lanjut hasil penelitian ini adalah bahwa
usia
kelamin
dari pengetahuan adalah pengertian
berpengaruh pada kecerdasan emosi.
dan pemahaman. Pengertian merujuk
Partisipan yang lebih tua punya
pada pengetahuan individu terhadap
kecerdasan emosi yang lebih tinggi
suatu hal namun hal tersebut belum
dan wanita punya skor yang lebih
tentu mewakili atau mencerminkan
tinggi pada konsepsi emosi dan
keadaan yang sebenarnya. Sedang-
penyimpangan dari pada laki-laki.
kan pemahaman merujuk pada pe-
Kata
dan
jenis
Menurut Salam (1995), aspek
pengetahuan
(dalam
ngetahuan individu terhadap suatu
bahasa Yunani = episteme) berasal
hal dan hak tersebut sudah pasti men-
dari kata kerja epistamai yang berarti
cerminkan kondisi yang sebenarnya
mendudukkan, menempatkan atau
dari objek yang bersangkutan. Se-
meletakkan. Maka arti kata harfiah
dangkan
episteme adalah upaya intelektual
(2003) aspek dari pengetahuan ini
untuk menempatkan sesuatu pada
meliputi 6 tingkatan yaitu: (1) tahu
kedudukan yang paling tepat dan
(know). Tahu di sini berhubungan
sesuai (Sudarminta, 2002). Sedang-
dengan
kan
maateri yang telah dipelajari sebe-
menurut
(2013),
ilmu
pendapat
Skinner
pengetahuan
menurut
Notoadmojo
kemampuan
mengingat
pada
lumnya. (2) memahami (compre-
awalnya merupakan serangkaian pe-
hension). Memahami berhubungan
rilaku, ilmu pengetahuan merupakan
dengan kemampuan untuk meng-
suatu keinginan untuk menerima
interpretasi materi secara benar dan
fakta sekalipun berseberangan den-
mampu menjelaskan secara benar
gan keinginan. Berdasarkan pendapat
tentang objek yang diketahuinya. (3)
di atas, dapat disimpulkan bahwa pe-
aplikasi
ngetahuan guru tentang ABK berarti
kemampuan
pemahaman guru tentang karak-
materi
teristik berbagai macam ABK dan
dipunyai
bagaimana harus berinteraksi dengan
permasalahan yang ada. (4) Analisis
(application), untuk
atau
teori
untuk
merupakan
menggunakan yang
sudah
menyelesaikan
8
(analysis), yaitu kemampuan untuk
Sampel dalam penelitian ini
menguraikan materi-materi yang ada
berjumlah 46 guru yang terdiri dari
ke dalam bagian-bagian yang lebih
25 orang guru kelas, 5 orang guru
kecil, namun masih dalam suatu
pendamping khusus (GPK), 2 orang
kesatuan
organisasi
guru Bahasa Arab, 2 orang guru
tersebut dan masih ada korelasinya
olahraga, 4 orang guru Pendidikan
satu sama lain. (5) sintesis (synth-
Agama Islam (PAI), 8 orang guru
esis),
baca tulis Al-Qur’an (BTAQ).
di
struktur
yaitu
kemampuan
untuk
menyusun kembali teori yang ada
Teknik pengambilan sampel
kedalam bentuk yang baru. Dan (6)
dalam penelitian ini menggunakan
evaluasi (evaluation), yaitu kemam-
metode boring sampling, dimana
puan menilai suatu objek.
sampel
Menurut Sudarminta (2002), faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengetahuan adalah: (1) Pengalaman, (2) Ingatan, (3) Kesaksian, (4) Minat dan rasa ingin tahu, (5) Pikiran dan penalaran,
(6)
Bahasa,
dan
(7)
Kebutuhan hidup manusia
penelitian ini emosi
dan
ABK.
Adapun
bebas
diambil
mewakili
jumlah populasi. Boring sampling biasanya digunakan untuk populasi yang dianggap kecil atau kurang dari seratus (Noor,2012). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
menggunakan
sedangkan
instrumen
kuesioner, penelitian
dalam penelitian ini dengan meng-
METODE PENELITIAN Variabel
yang
gunakan skala dan tes pengetahuan. dalam
Skala yang digunakan dalam
adalah kecerdasan
penelitian ini adalah skala kecer-
pengetahuan
tentang
dasan emosi, tes pengetahuan tentang
tergan-
ABK, dan skala kompetensi guru di
tungnya adalah kompetensi guru di
sekolah inklusif. Skala kompetensi
sekolah inklusif.
guru di sekolah inklusi meliputi 6
Populasi
variabel
adalah
seluruh
aspek yaitu: (1) Kompetensi pedago-
subyek penelitian (Arikunto, 2010).
gis (2) Kompetensi profesional (3)
Populasi pada penelitian ini adalah
Kompetensi sosial (4) Kompetensi
seluruh guru yang mengajar di SDIT
kepribadian, (5) Kemampuan umum,
Nidaul Hikmah Salatiga.
dan (6) Kemampuan dasar. skala
9
kecerdasan emosi menggunakan ska-
ngetahuan tentang ABK yang disu-
la yang disusun oleh Astuti (2013)
sun berdasarkan aspek pengetahuan
dengan
yaitu pengertian dan pemahaman
penyesuaian
isi
sesuai
dengan kondisi guru di SDIT Nidaul Hikmah. Alat ukur kecerdasan emosi ini disusun berdasarkan aspek-aspek: kesadaran
diri,
pengaturan
diri,
motivasi, empati dan ketrampilan sosial. Pengetahuan
tentang
tentang ABK. Analisis
data
dilakukan
dengan bantuan program komputer Statistical
Packages
for
Social
Science (SPSS) Versi 17.0.
ABK
diukur dengan menggunakan tes peHASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil analisis data menggunakan SPSS Versi 17.0 dapat dirangkum pada Tabel 1. Tabel 1.Rangkuman Hasil Analisis Data. Analisis
Variabel
Nilai
Interpretasi
Hasil
Kompetensi guru
Koefisien R=0,661
Ada korelasi
Anareg
di sekolah inklusi
(p=0.000;p<0,01)
sangat signifikan
dengan kecerdasan
R2 =0,436 (43,6%)
emosi dan pengetahuan tentang ABK Kecerdasan emosi
Ada korelasi
dengan
Koofisien rx1y= 0,661
positif sangat
Kompetensi guru
(p=0,000; p<0,01)
signifikan
di sekolah inklusif
Pengetahuan tentang ABK
Tidak ada
dengan
Koofisien rx2y= -0,166
Kompetensi guru
(p=0,136; p<0,01)
di sekolah inklusi
korelasi
10
Analisis
Variabel
Nilai
Interpretasi
Sumbang
X1 dan Y
SE X1 = 43,831%
Sumbangan
an efektif
X2 dan Y
SE X2 = -0,231%
efektif total 43,6%
Kategoris X1
Rerata Empirik = 94,0870
asi
Rerata Hipotetik = 75 X2
Rerata Empirik = 11,8043
Kategori tinggi
Kategori sedang
Rerata Hipotetik = 11,5 Y
Rerata Empirik = 142,6304
Kategori tinggi
Rerata Hipotetik = 120
Hasil analisis data menya-
ngan kompetensi guru di sekolah
takan bahwa: 1) ada hubungan antara
inklusi.
kecerdasan emosi dan pengetahuan
tersebut menunjukkan bahwa hipo-
tentang ABK dengan kompetensi
tesis yang berbunyi “ada hubungan
guru di sekolah inklusif; 2) Ada hu-
antara kecerdasan emosi dan penge-
bungan positif yang sangat signifikan
tahuan tentang ABK dengan kompe-
antara kecerdasan emosi dengan
tensi guru di sekolah inklusif” di-
kompetensi guru di sekolah inklusi;
terima.
3) Tidak ada hubungan antara pengetahuan
tentang
ABK
dengan
kompetensi guru di sekolah inklusi;
Berdasarkan hasil analisis
Berdasarkan
hasil
analisis
korelasi antara kecerdasan emosi dan kompetensi guru di sekolah inklusi didapatkan hasil besarnya koefisien korelasi rx1y sebesar 0,661 dengan
PEMBAHASAN ber-
signifikansi p=0,000 (syarat p<0,01)
ganda dengan menggunakan program
yang ini berarti menunjukkan bahwa
SPSS 17 for Windows, diperoleh
ada hubungan positif yang sangat
nilai koefisien korelasi R = 0,661; F
signifikan antara kecerdasan emosi
regresi = 16,664; p = 0,000 (p <
dan kompetensi guru di sekolah
0,01). Berarti ada hubungan yang
inklusi.
Hasil
analisis
regresi
signifikan antara kecerdasan emosi dan pengetahuan tentang ABK de-
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yang
dilakukan
oleh
11
Wibowo, Ediati & Masykur (2013)
(1) kesadaran diri seorang guru, yaitu
yang
guru
kemampuan mengetahui emosi diri,
dengan kecerdasan emosional yang
(2) pengaturan diri, yaitu kemam-
baik akan berusaha meningkatkan
puan mengatur dan mengarahkan diri
kemampuan
melaksanakan
sendiri untuk mengambil tindakan
tugasnya sehingga mendorong guru
yang tepat, (3) motivasi yaitu ke-
untuk
mungkin
mampuan menuntun diri menuju
sesuai
sasaran, (4) empati, yaitu kemam-
dengan standar kompetensi yang
puan mengenali dan mengerti emosi
ditetapkan. Penelitian yang dilakukan
orang lain dan (5) ketrampilan sosial
di
yaitu
mengatakan
bahwa
dalam
semaksimal
melaksanakan
SMA
perannya
Negeri
menunjukkan
2
Ngawi
bahwa
ini
kecerdasan
kemampuan
dalam
berhu-
bungan dengan orang lain.
emosi menyumbang 28,1% pada ki-
Banyak faktor yang mempen-
nerja guru. Penelitian senada dilaku-
garuhi kecerdasan emosi seseorang,
kan oleh Ahmad (2012) di SMAN I
diantaranya adalah (1) Gender (2)
Sungguminasa
Gowa.
hubungan keluarga, (3) usia dan (4)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pendidikan atau pelatihan. Menurut
kecerdasan
menyumbang
Goleman (2000) faktor yang mem-
24,5% pada faktor pembentuk kom-
pengaruhi kecerdasan emosi sese-
petensi guru. Stein dan Book (2002)
orang terdiri dari faktor internal yaitu
menyatakan bahwa kecerdasan emosi
warisan genetik berupa struktur otak
mempunyai peran sekitar 15-25%
emosional yang terbentuk dan faktor
dalam kesuksesan kerja seseorang.
eksternal yaitu pendidikan baik yang
Kabupaten
emosi
Tugas guru yang sedemikian
didapatkan di lingkungan rumah
berat, terutama di sekolah inklusi
maupun lingkungan sekolah. Semen-
dimana
berkebutuhan
tara Naghavi & Redzuan (2011)
khusus belajar dalam kelas yang
menyatakan bahwa gender sangat
sama dengan anak dengan kebutuhan
berpengaruh pada kecerdasan emosi
normal
membutuhkan
seseorang. Perempuan memiliki ke-
yang
tinggi.
cerdasan emosi yang lebih tinggi
Menurut Salovey (dalam Goleman,
dibandingkan dengan laki-laki, tapi
2000) kecerdasan emosi ini meliputi
bagi
anak-anak
kecerdasan
tentulah emosi
laki-laki
kecerdasan
emosi
12
merupakan prediktor yang lebih kuat
di sekolah inklusi. Pengetahuan ten-
untuk kesuksesan. Kafetsios (dalam
tang ABK ini tidak berpengaruh pada
Naghavi dan Redzuan, 2011) me-
kompetensi guru karena pengetahuan
nyatakan bahwa attachment (peleka-
yang diungkap dalam skala pene-
tan) antara orang tua dan anak juga
litian ini adalah pengetahuan secara
berpengaruh pada kecerdasan emosi.
teoritis. Hasil penelitian juga meng-
Secure attachment mempunyai hu-
ungkap bahwa kompetensi guru di
bungan pada semua sub skala (ke-
SDIT tergolong tinggi meskipun
cuali konsepsi emosi) dan skor
pengetahuan tentang ABK tergolong
keseluruhan kecerdasan emosi. Dan
sedang.
rejecting
mempunyai
bahwa kelemahan penelitian terletak
hubungan positif dengan kemampuan
pada skala pengetahuan yang lebih
konsepsi emosi. Kafetsios (dalam
menekankan pada aspek pengetahuan
Naghavi & Redzuan, 2011) juga
secara teoritis, namun disisi yang lain
menyampaikan bahwa usia berpe-
justru kelemahan tersebut menjadi-
ngaruh pada kecerdasan emosi. Par-
kan penulis tahu bahwa pengetahuan
tisipan dengan usia yang lebih tua
tentang ABK yang lebih berpengaruh
mempunyai kecerdasan emosi yang
terhadap kompetensi adalah penge-
lebih tinggi daripada partisipan yang
tahuan yang bersifat aplikatif yaitu
lebih muda.
pengetahuan guru yang berkaitan
attachment
Hasil analisis korelasi antara
dengan
Pada satu sisi ditemukan
pengalamannya
langsung
variabel pengetahuan tentang ABK
dalam berinteraksi dan menangani
dengan kompetensi guru di sekolah
anak berkebutuhan khusus. Hal ini
inklusi menunjukkan koefisien rx2y
sesuai dengan pendapat Sudarminta
sebesar - 0,166 dengan signifikansi
(2002) bahwa pengetahuan tentang
p=0,136
Hal ini
peserta didik dipengaruhi oleh faktor
berarti bahwa tidak ada hubungan
pengalaman seorang guru dalam
antara pengetahuan tentang ABK
berinteraksi dengan peserta didik
dengan kompetensi guru di sekolah
tersebut dan minat serta rasa ingin
inklusif. Artinya pengetahuan ten-
tahu guru tersebut terhadap peserta
tang ABK ini tidak begitu ber-
didik.
(syarat
p<0,01).
pengaruh terhadap kompetensi guru
13
Dari
hasil
penghitungan
43,6% yang ditunjukkan dengan
didapatkan
koefisien determinan (R2) sebesar
hasil bahwa rerata empirik variabel
0,436 yang artinya bahwa ada 56,4%
kecerdasan emosi (94,0870) lebih
prediktor lain yang mempengaruhi
tinggi dari rerata hipotetik (75) yang
kompetensi guru di sekolah inklusi,
berarti bahwa guru yang menjadi
bisa berupa pelatihan yang diterima
responden penelitian ini memiliki
guru, latar belakang pendidikan,
kecerdasan emosi dengan kategori
supervisi akademik, kepemimpinan
tinggi. Variabel pengetahuan tentang
kepala
ABK mempunyai rerata empirik
kompensasi yang diterima guru, etos
11,8043, sedikit lebih tinggi dari
kerja
rerata hipotetik 11,5 yang artinya
faatkan teknologi dan komunikasi.
kategorisasi
bahwa
variabel,
responden
penelitian
tahuan yang bersifat teoritik memang tidak begitu dipahami responden karena tidak semua responden pernah mendapatkan pelatihan atau pendidikan tentang anak berkebutuhan khusus. Variabel kompetensi guru di inklusi
memiliki
empirik
142,6304
jauh
rerata di
atas
variabel hipotetik 120, yang ini artinya
bahwa
responden
atau
motivasi
kemampuan
guru,
meman-
ini
memiliki kategori sedang. Penge-
sekolah
sekolah,
dalam
penelitian ini memiliki kompetensi kategori tinggi.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumbangan efektif variabel kecerdasan emosi dan pengetahuan tentang ABK terhadap kompetensi guru di sekolah inklusi sebesar
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan
hasil
analisis
data dan pembahasan dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi dengan kompetensi guru di sekolah inklusif. Hal ini berarti bahwa kecerdasan emosi dapat dijadikan prediktor kompetensi guru di sekolah inklusif. Makin tinggi kecerdasan emosi guru, maka makin tinggi kompetensi guru di sekolah inklusif. Dengan demikian,
upaya
kecerdasan
peningkatan
emosi
dapat
meningkatkan kompetensi guru di sekolah inklusif.
14
2. Tidak
ada
hubungan
antara
bagi kompetensi guru di sekolah
pengetahuan tentang ABK dengan
inklusif. Kompetensi guru di seko-
kompetensi
sekolah
lah inklusif dapat ditingkatkan
inklusif. Hal ini berarti bahwa
dengan meningkatkan kecerdasan
pengetahuan tentang ABK tidak
emosi dan pengetahuan tentang
begitu
ABK yang bersifat aplikatif.
guru
di
berpengaruh
kompetensi
guru
terhadap sekolah
4. Subyek penelitian ini yaitu guru-
inklusif, namun yang menjadi
guru di Sekolah Dasar Islam Ter-
catatan dalam penelitian ini bahwa
padu (SDIT) Nidaul Hikmah Sa-
pengetahuan tentang ABK dalam
latiga memiliki tingkat kompe-
penelitian ini bersifat teoritis,
tensi guru di sekolah inklusif kate-
sehingga bisa disimpulkan bahwa
gori tinggi, kecerdasan emosi ka-
pengetahuan teoritis tentang ABK
tegori tinggi dan pengetahuan ten-
tidak begitu berpengaruh terhadap
tang ABK kategori sedang.
kompetensi
guru
di
di
sekolah
Hasil
penelitian
inklusif karena banyak guru yang
diharapkan
mempunyai pengetahuan teoritis
sumbangan pengetahuan bagi:
tentang anak berkebutuhan khusus
1. Sekolah Inklusif,
rendah
-
namun
mempunyai
mampu
ini
memberikan
Terutama bagi yayasan, kepala
kompetensi yang tinggi. Adapun
sekolah
pengetahuan yang lebih penting
berwenang
adalah
guru. Dalam proses perekrutan
yang
menyangkut
atau
pihak
dalam
yang
perekrutan
pengalaman dalam berinteraksi
guru
dengan ABK.
kecerdasan emosi untuk melihat
3. Ada
hubungan
signifikan
yang
antara
sangat
bisa
diadakan
tes
tingkat kecerdasan emosi guru,
kecerdasan
karena
terbukti
bahwa
emosi dan pengetahuan tentang
kecerdasan emosi berhubungan
ABK dengan kompetensi guru di
positif
sekolah inklusif. Hal ini berarti
dengan kompetensi guru.
kecerdasan
emosi
dan
-
dan
sangat
signifikan
Untuk meningkatkan kompetensi
pengetahuan tentang ABK secara
guru,
bersama-sama menjadi prediktor
mengadakan program pelatihan,
sekolah
inklusif
bisa
15
workshop, atau sharing yang
bagaimana
berinteraksi
dan
dapat meningkatkan kecerdasan
memberikan
pendidikan
yang
emosi guru dan pengetahuan
sesuai
tentang
pengetahuan guru tentang ABK
ABK
yang
bersifat
aplikatif. 2. Peneliti
ABK
karena
di sekolah ini masih tergolong yang
tentang
akan
hubungan
meneliti
sedang.
variabel
pengetahuan
Diharapkan aplikatif
pengetahuan tentang ABK dan
meningkat
kompetensi
guru juga akan meningkat.
guru
inklusif
di
sekolah
diharapkan
lebih
memfokuskan
penelitian
menyempurnakan
-
dan
Guru
maka
dengan yang
kompetensi
disarankan
mempertahankan
untuk kecerdasan
instrumen
emosinya yang sudah masuk
penelitian
pada
aspek
dalam kategori tinggi dengan
pengetahuan
yang
bersifat
selalu mengenali emosi diri dan
aplikatif, bukan yang bersifat
orang lain, mengelola emosi,
teoritis,
aspek
memotivasi diri sendiri serta
pengetahuan yang bersifat teoritis
membina hubungan yang baik
terbukti
dengan orang lain.
dengan
karena
tidak
berhubungan
kompetensi
guru
di
sekolah inklusif
Kepala
Sekolah
-
Guru
disarankan
dengan disarankan
kecerdasan
mengadakan program yang dapat
meningkatkan
meningkatkan pengetahuan guru
tentang ABK.
tentang
ABK
untuk
mempertahankan kompetensinya
3. SDIT Nidaul Hikmah -
untuk
mempertahankan emosinya
dan
pengetahuannya
terutama
Profesional. Power Books.
DAFTAR PUSTAKA Ambarjaya, B.S. (2012). Psikologi Pendidikan & Pengajaran Teori & Praktik. Yogyakarta: CAPS Asmani, J.M. (2009). 7 Kompetensi Guru Menyenangkan dan
Astuti,
Yogyakarta:
S.Y. (2013). Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Kompetensi Guru di Kecamatan Laweyan. Skripsi (Tidak diterbitkan).
16
Lebih Penting Daripada IQ . Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Azwar, S. (2012). Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Depdiknas. (2003). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus. (2010). Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Kemendiknas. Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus. (2013). Strategi Umum Pembudayaan Pendidikan Inklusif di Indonesia. Jakarta: Kemendiknas. Elisa, S.& Wrastari, A.T. (2013). “Sikap Guru Terhadap Pendidikan Inklusi ditinjau Dari Faktor Pembentuk Sikap”. Jurnal PSikologi Perkembangan dan Pendidikan. Vol. 2, No.1, Hal: 01-10 Emawati. (2008). Mengenal Lebih Jauh Sekolah Inklusi. Jurnal Pendidikan Pedagogik. Vol: 5, No.1, hal: 25-35. Evertson, C.M., Emmer, E.T. (2011). Manajemen Kelas Untuk Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Goleman, D. (2000). Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional, Mengapa EI
Goleman, D. (2000). Kecerdasan Emosional. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Handayani, I. M.. (2013). Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus. E-Journal SosiatriSosiologi. Vol.1, No. 1 Hal 1-9 Hude,
M. D. (2006). Emosi: Penjelajahan ReligioPsikologis tentang Emosi Manusia di Dalam AlQur’an. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Indriawati, P. (2013). Implementasi Kebijakan Tugas Guru Pembimbing Khusus pada Pendidikan Inklusif di SD Negeri se-Kecamatan Junrejo Batu. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan. Vol 1, No.1, Hal: 49-55. Kartini, T. (2011). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Profesional Guru di SMK Negeri I Losarang Kabupaten Indramayu. Tesis. FISIPUI.Tidak diterbitkan Mudjito, Harizal, Elfindri. (2013). Pendidikan Inklusif. Jakarta: Badouse Media Mulyasa, U. (2007). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya
17
Noor,
J. (2011). Metodologi Penelitian. Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group.
Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Parkay, F. W., Stanford, B. H. (2008). Menjadi Seorang Guru. Jakarta: PT Indeks Ratna, N. K. (2010). Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar Salam, B. (1995). Filsafat Ilmu. Jakarta: Bina Aksara. Skinner,
B.F. (2013). Ilmu Pengetahuan dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudarminta. (2002). Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Suhendro, H. (2009). Hubungan Iklim Organisasi Sekolah, Kecerdasan Emosional Guru, dan Pengetahuan Teknologi Informasi Dengan Profesionalisme Guru SMK Produktif. Jurnal Teknologi dan Kejuruan, Vol.32 (No.1), 37-50 Supratiknya, A. (2014). Pengukuran Psikologis. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.
Suyanto. & Mudjito. (2012). Masa Depan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Kemendiknas. Syah,
M. (2010). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tarmansyah. (2009). Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di SD Negeri 03 Alai Padang Utara Kota Padang (Studi Pelaksanaan Pendidikan di Sekolah Ujicoba Sistem Pendidikan Inklusif). Pedagogi: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan. Vol. IX, No.1 Usman, M.U. (2006). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya Wibowo, D.A., Ediati, A., Masykur, A.A. (2012). Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Kinerja Guru SMA Negeri 2 Ngawi. Skripsi (Tidak diterbitkan). Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Wojowasito, S. (2006). Kamus Umum Lengkap. Bandung: Penerbit Pengarang. Zulfija, M., Indira, O., Elmira, U. (2013). “The Professional Competence of Teachers in Inclusive Education”. Procedia: Social and Behavioral Sciences. 89,549 – 554, doi: 10.1016/j.sbspro.2013.08.89 2.