1
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN BAGIAN SERVICE DIRECT PT.TRAKINDO UTAMA BALIKPAPAN
SKRIPSI Diajukan Kepada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi
Oleh :
DIAN WORO SUSANTI 04320340
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
2
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN BAGIAN SERVICE DIRECT PT.TRAKINDO UTAMA BALIKPAPAN
Telah Disetujui Pada Tanggal
------------------------------------
Dosen Pembimbing Utama
(Rina Mulyati, S. Psi., M.Si)
3
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN BAGIAN SERVICE DIRECT PT. TRAKINDO UTAMA BALIKPAPAN
Dian Woro Susanti Rina Mulyati
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis apakah ada hubungan antara efikasi diri dengan intensi turnover pada karyawan bagian service direct di PT. X Balikpapan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara efikasi diri dengan intensi turnover pada karyawan bagian service direct. Semakin tinggi efikasi diri yang dimiliki, semakin rendah intensi turnover yang terjadi pada karyawan bagian service direct. Subyek dalam penelitian ini adalah karyawan bagian service direct di PT. X. Balikpapan Subjek penelitian berjumlah 60 responden. Skala yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu skala efikasi diri yang mengacu pada teori Bandura (1986) yang terdiri dari 58 aitem dengan koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0.065 sampai 0.806 serta koefisien alpha sebesar 0,971 dan skala intensi turnover yang mengacu pada theory of planned behavior dari Ajzen (1988) yang terdiri dari 9 aitem dengan koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0.210 sampai 0.389 dengan koefisien alpha sebesar 0.649. Sebaran data subyek untuk efikasi diri dan intensi turnover menunjukkan sebaran data normal (K-SZ = 0.760; p = 0.611) dan (KS - Z = 0.904; p = 0.387). Tetapi efikasi diri dan intensi turnover tidak menunjukkan sebaran data yang linier (F = 1,788 p = 0.200). Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik product moment dari spearman. Hasilnya menunjukkan bahwa efikasi diri tidak berkorelasi dengan intensi turnover pada karyawan bagian service direct dengan r = 0,103 dan p = 0,217 (p > 0,01). Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat efikasi diri yang dimiliki karyawan dengan intensi turnover yang terjadi di perusahaan. Kata kunci : efikasi diri, intensi turnover
4
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN BAGIAN SERVICE DIRECT PT. TRAKINDO UTAMA BALIKPAPAN
PENGANTAR
Bekerja adalah bagian hidup yang penting bagi setiap orang. Sebagai makhluk yang dikaruniai berbagai kelebihan, manusia memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan tidak selalu bergantung pada orang lain. Dalam perkembangan hidupnya mulai dari bayi, anak-anak, remaja, hingga dewasa, setiap orang nampaknya diproyeksikan untuk dapat hidup mandiri dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Maka dengan semakin pesatnya perkembangan dunia khususnya di bidang industri, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dewasa ini membawa manusia pada suatu masa dimana segala sesuatunya dipenuhi dengan persaingan. Persaingan ini terjadi di bidang kehidupan termasuk didalam perusahaan-perusahaan, dan arus ini tidak dapat di bendung lagi sehingga manajemen harus memantau perkembangan teknologi dengan cepat dan selalu memikirkan bagaimana cara yang harus di tempuh untuk menjadikan kemajuan bagi perusahaan yang dimiliki dan menghindari adanya ancaman-ancaman persaingan antara perusahaan lain (Mu’thi, 2000). Setiap waktu organisasi selalu dihadapkan dengan tuntutan untuk melaksanakan perubahan agar usahanya dapat berubah sesuai dengan tututan dari perubahan itu sendiri. Pelaksanaan perubahan tentunya diharapkan menuju kearah yang lebih baik. Robbins (1998) mengatakan bahwa tujuan perubahan ada dua yaitu untuk meningkatkan
5
kemampuan perusahaan dalam beradaptasi dengan perubahan yang terjadi didalam lingkungannya, dan untuk merubah tingkah laku dari pada karyawannya dalam organisasi. Karyawan dan organisasi memegang peranan penting dalam proses perubahan karena organisasi tidak dapat berjalan sendiri tanpa tenaga manusia. Cascio (1987) juga mengatakan bahwa sumber daya manusia di pandang sebagai aset perusahaan yang penting, karena manusia merupakan sumber daya yang dinamis dan selalu di butuhkan dalam setiap proses produksi barang maupun jasa. Manusia adalah sumber daya yang sangat penting dalam bidang industri dan organisasi oleh karena itu pengelolaan sumber daya mencangkup penyediaan tenaga kerja yang bermutu harus dapat mempertahankan
kualitas
perusahaan
dengan
tetap
dapat
mengendalikan
biaya
ketenagakerjaan. Pindah kerja (turnover) pada karyawan dari perusahaan satu ke perusahaan lain untuk mencari tempat kerja yang menurut mereka nyaman untuk bekerja merupaka salah satu penyebab dari kurangnya efikasi diri yang ada pada diri karyawan dan hal tersebut dapat saja terjadi setiap saat jika hal tersebut tidak diperhatikan oleh perusahaan. Perpindahan tenaga kerja yang paling banyak terjadi yaitu pada tenaga kerja professional, namun tidak jarang pula pindah kerja juga terjadi pada tenaga kerja muda yang potensial. Alasan utama mereka melakukan pindah kerja adalah mengharapkan jenjang karir yang jelas, suasanan kerja yang lebih baik dan imbalan jasa dengan segala fasilitas yang lebih baik dan menarik yang sesuai dengan bidang kerjanya. (Mobley, 1986). Turnover (berpindah kerja) biasanya merupakan salah satu pilihan terakhir bagi seorang karyawan apabila dia mendapati kondisi kerjanya sudah tidak lagi dengan apa yang
6
diharapkannya. Turnover bagi karyawan merupakan salah satu jalan keluar untuk mendapatkan keadaan yang lebih baik, namun bagi perusahaan hal ini dapat menjadi suatu kerugian tersendiri apalagi bila karyawan yang keluar tadi memiliki ketrampilan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Selain itu hal ini dapat menambah cost (biaya) untuk perekrutan dan penempatan kembali. Untuk itu perusahaan perlu menelaah lebih jauh tentang sebab-sebab seseorang karyawan mempunyai intensi keluar, sehingga turnover dapat ditekan seminimal mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatasi kendalakendala yang menyebabkan seorang karyawan mempunyai intensi keluar terutama yang disebabkan dari dalam perusahaan. Dengan demikian akan tercipta kepuasan baik dari segi karyawan maupun perusahaan. Filippo (1996) merincikan besarnya dan mahalnya biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan jika terjadinya turnover. Biaya tersebut meliputi biaya percobaan yaitu seperti waktu dan fasilitas yang digunakan dalam proses rekruitmen, wawancara, dan pemeriksaan penempatan, biaya training seperti membayar waktu untuk para supervisior, bagian training dan personalia, biaya untuk para karyawan baru yang cukup banyak dalam prosedur perekrutan selain itu juga hilangnya waktu produksi perusahaan pada saat menunggu adanya penempatan karyawan baru sehingga peralatan produksi menjadi tidak berfungsi sepenuhnya selama waktu percobaan dan masa training. Selain
itu juga
meningkatnya biaya tak terduga ketika ada karyawan yang masuk. Biaya ini akan menjadi semakin mahal jika ternyata karyawan yang melakukan turnover adalah karyawan yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk kemajuan perusahaan dan cukup potensial untuk dipertahankan didalam perusahaan
7
Dan penelitian yang dilakukan oleh Mowday, Porter dan Steers ,dalam Mueller (2003:hal 5), usia dan masa kerja karyawan dan masa kerja berkorelasi positif dengan komitmen . Semakin muda usia karyawan, kecenderungan komitmen yang dimiliki juga tidak terlalu tinggi, hal ini juga mengakibatkan keterikatan dengan organisasi juga rendah. Sehingga keterikatan terhadap organisasi yang tidak tinggi memudahkan terjadinya turnover. Masa kerja karyawan juga berpenagruh pada tingkat komitmen organisasi yang dimiliki karyawan. Data responden menunjukkan bahwa hampir sebagian besar responden, yakni 70% dari total responden memiliki masa kerja kurang dari satu tahun. Dengan demikian setiap perusahaan perlu mengingat bahwa dinamika perusahaan yang sebenarnya sangat bergantung pada sumber daya manusia yang ada dalam perusahaan dan itu semua didukung oleh perusahaan dan manajemen yang baik. Oleh karena itu sumber daya manusia merupakan penentu dari segala keberhasilan dalam perusahaan, maka perusahaan membutuhkan karyawan yang mampu berprestasi, bersemangat tinggi, dan mau bekerja sebaik mungkin. Pindah kerja (turnover) pada karyawan dari perusahaan satu ke perusahaan lain untuk mencari tempat kerja yang menurut mereka nyaman untuk bekerja merupaka salah satu penyebab dari kurangnya efikasi diri yang ada pada diri karyawan dan hal tersebut dapat saja terjadi setiap saat jika hal tersebut tidak diperhatikan oleh perusahaan. Perpindahan tenaga kerja yang paling banyak terjadi yaitu pada tenaga kerja professional, namun tidak jarang pula pindah kerja juga terjadi pada tenaga kerja muda yang potensial. Alasan utama mereka melakukan pindah kerja adalah
mengharapkan
jenjang karir yang jelas, suasanan kerja yang lebih baik dan imbalan jasa dengan segala
8
fasilitas yang lebih baik dan menarik yang sesuai dengan bidang kerjanya. (Mobley, 1986). Bandura (1994) lebih lanjut menjelaskan bahwa efikai diri yang kuat dapat meningkatkan prestasi dan kepribadian yang baik dalam berbagai hal. Individu yang memiliki efikasi diri tinggi, yang berarti ia yakin terhadap kemampuan diri untuk melaksanakan berbagai tugas dalam berbagai situasi, akan menganggap tugas-tugas yang sukar sebagai tantangan untuk diatasi dari pada sebagai ancaman yang harus dihindari. Pandangan seperti itu akan membantu perkembangan minat intrinsik dan memikat pada kegiatan-kegiatan yang lebih mendalam. Mereka menetapkan tujuan-tujuan yang menantang dan memelihara komitmen yang kuat terhadap tujuan tersebut, serta memotivasi diri untuk mencapainya dengan meningkatkan dan mempertahankan usaha-usaha mereka menghadapi kegagalan dan selain itu mereka juga akan dengan cepat memulihkan rasa efikasi dirinya setelah mengalami kegagalan atau kemunduran. Efikasi diri yang kuat yang dimiliki individu, akan menumbuhkan sikap yang lebih positif terhadap pekerjaan. Keyakinan individu bahwa ia mampu menyelesaiakn pekerjaan dengan baik dan mengatasi berbagai kesulitan yang muncul, akan mengarahkannya pada perasaan kontrol internal yang lebih besar pada pekerjaan yang dilakukannya. Kontrol internal yang kuat atas pekerjaan yang dilakukan dapat menstimulasi perasaan diri yang lebih bermakna, individu merasa lebih bertanggungjawab, lebih terlibat dan lebih menikmati pekerjaannya dalam melakukan aktivitas pekerjaannnya. Keadaan ini selanjutnya akan dapat menimbulkn rasa nyaman dan puas yang lebih besar dalam melakukan pekerjaannya.
9
Hasil temuan ini dikuatkan oleh Liden dkk (2000) mengenai hasil riset pada efikasi diri yang menunjukkan bahwa individu yang memiliki kepercayaan diri bahwa ia mampu melakukan pekerjaan dengan sukses akan merasa lebih bahagia dengan pekerjaannya dibandingkan dengan individu yang takut bahwa kemungkinan mereka gagal. Ketakutan akan kegagalan membuat individu mengalami perasaan ketidakberdayaan dan selanjutnya individu akan merasa kurang puas dengan pekerjaannya dibandingkan dengan individu yang percaya diri bahwa dirinya kompeten. Selain itu individu dengan efikasi diri tinggi berarti lebih terlibat, lebih bertanggungjawab, lebih menikmati dan lebih bahagia dengan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Keadaan ini merupakan cerminan perasaan puas yang dirasakannya terhadap pekerjaan. Bonnie dan Mark (1998) dalam penelitaiannya menunjukkan bahwa individu yang memiliki efikasi diri tinggi akan merasakan tingkat kepuasan kerja dan komitmen organisasi yang lebih tinggi. Penelitian Yeongkoo (2001) juga menunjukkan keterkaitan efikasi diri yang tinggi maka kepuasan kerja, loyalitas dan komitmen organisasi yang juga tinggi. Oleh karena itu dengan adanya hal-hal diatas sebaiknya para manajeman atau bagian yang menangani sumber daya manusia dalam suatu organisasi harus senantiasa dapat mengetahui seberapa besar tingkat efikasi diri yang di miliki oleh para karyawannya sehingga pihak perusahaan dapat mengantisipasi kemungkinan adanya niat karyawan untuk melakukan pindah kerja ke perusahaan lain
10
TINJAUAN PUSTAKA
1. Intensi Turnover Arti intensi adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara turnover adalah berhentinya seseorang karyawan dari tempat bekerja secara sukarela dapat didefinisikan bahwa intensi turnover adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaanya secra sukarela menurut pilihannya sendiri. (zeffone, 1994 : hal 24-25). Intensi merupakan fungsi dari 3 determinan dasar yaitu pertama sikap individu terhadap perilaku kedua adalah persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang bersangkutan dan yang ketiga adalah aspek kontrol perilaku yang di hayati. (Azwar, 1995. no 10-11). Ancok 1985 mendefinisikan intensi sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Niat untuk melakukan perilaku itu berkaitan erat dengan pengetahuan (belief) tentang suatu hal, sikap (attitude) terhadap hal tersebut dan perilaku itu sendiri sebagai wujud nyata dari niatnya Intensi merupakan suatu prediktor tunggal terbaik bagi perilaku yang akan dilakukan seseorang, maka intensi merupakan prediktor terbaik terhadap gejala atau perilaku turnover (Michaels dan Spector, 1982; Motowildo, 1983; Steel dan Ovalle, 1984). Jackofsky dan Peter (1983) memberikan batasan turnover sebagai perpindahan karyawan dari pekerjaannya yang sekarang. Cascio (1987) mendefinisikan turnover
11
sebagai berhentinya hubungan kerja secara permanen antara perusahaan dan pekerja, sedangkan Scott (1977) mendefinisikan gejala turnover sebagai perpindahan tenaga kerja dari dan kesebuah perusahaan. Beach (1980) mengunakan turnover sebagai berpindah atau berhentinya karyawan dari perusahaan yang mengupahnya dengan berbagai alasan. Mobley (1986) seorang pakar dalam masalah penelitian karyawan memberikan batasan turnover sebagai berhentinya individu dari anggota suatu organisasi dengan disertai pemberian imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan. Mengacu pada beberapa definisi yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa turnover adalah keluar atau berpindahnya karyawan dari perusahaan baik secara sukarela maupun terpaksa dan disertai pemberian imbalan. Selain itu Mobley dkk (1978) juga menyimpulkan bahwa intensi turnover merupakan tanda awal terjadinya turnover, karena terdapat hubungan yang signifikan antara intensi turnover dan turnover yang terjadi. Pada intensi turnover tercakup pengertian intensi untuk mencari pekerjaan di tempat lain. Penelitian Atkinson dan Lefferts (dalam Mobley dkk, 1978) menunjukkan adanya hubungan yang menyakinkan antara frekuensi berfikir untuk beralih pekerjaan dengan perilaku turnover. Ajzen (dalam Azwar,1995) dengan Theory of Planned Behavior menyatakan ada tiga determinan dari intensi turnover, yaitu: 1) Attitude toward to intention turnover Seberapa jauh individu melakukan evaluasi maupun penilaian mengenai perilaku untuk melakukan Turnover
12
2) Subjective Norm ( normatif subyektif) Persepsi individu terhadap tekanan dari lingkungan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan turnover. 3) Perceived behavioural control Menunjukkn seberapa mudah atau sulitnya melakukan tindakan yang dianggap sebagai cerminan pengalaman disamping halangan atau hambatan untuk melakukan turnover sebagai refleksi dari pengalaman masa lamapu yang memberikan antisipasi terhadap hal baru. Ajzen (dalam Brigham,1991) mengatakan bahwa pembentukan intensi dipengaruhi oleh faktor: 1. Sikap, yaitu keyakinan individu mengenai suatu perilaku dan evaluasi individu mengenai hasil dari perilaku itu. 2. Norma subjektif, yaitu keyakinan individu mengenai apakah individu harus berperilaku tertentu atau tidak berdasarkan pendapat orang-orang yang berarti bagi individu dan keinginannya untuk menuruti pendapat tersebut. 3. Kontrol perilaku, merupakan pengamatan individu terhadap hal-hal yang mengontrol dirinya untuk berperilaku atau tidak. Berisi penilaian mengenai halhal yang mendukung dan menghambat individu dalam berperilaku. Yang mendukung perilaku misalnya kemampuan individu untuk berperilaku dan adanya situasi yang mendukung munculnya perilaku, dan yang menghambat perilaku. Dukungan dan hambatan ini akan menjadi bahan pertimbangan saat individu berperilaku.
13
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi Fishbein dan Ajzen (1975) menyatakan bahwa Intensi dipengaruhi oleh empat elemen yang berbeda yaitu: 1) The behaviour (perilaku), yang menunjukkan jenis perilaku spesifik yang nantinya akan diwujudkan. Perilaku ini terbagi atas perilaku yang umum dan perilaku yang khusus. 2) The target (sasaran), yaitu sasaran kepada siapa perilaku diwujudkan 3) The situation (situasi), yaitu situasi bagaimana perilaku itu hendak diwujudkan 4) Time (waktu), menyangkut kapan dan berapa lama suatu perilaku akan diwujudkan Menurut Wahyudin (2002), Kekhususan intensi tersebut terdapat dalam empat dimensi pembatas, yaitu: a) Perilaku, yaitu perilaku khusus yang nantinya akan diwujudkan. Perilaku dapat dibagi menjadi dua macam, yatu perilaku yang general (umum) dan perilaku yang specific (khusus). Dalam hal ini, intensi termasuk dalam perilaku yang khusus. b) Tujuan target, yaitu siapa yang akan menjadi tujuan perilaku khusus tersebut. Komponen ini terdiri dari particular object (orang tertentu, misalnya si Fulan), a class of object (sekelompok orang tertentu, misalnya orang-orang yang mempunyai jabatan tertentu); dan any object (orang-orang pada umumnya). c) Situasi, yaitu dalam situasi yang bagaimana perilaku itu diwujudkan.
14
Dalam hal ini dapat diartikan sebagai tempat atau suasana, situasi. Misalnya: Si memet membantu topik membetulkan motor di garasi. d) Waktu, yaitu menyangkut kapan dan berapa lama suatu perilaku akan diwujudkan. Misalnya: Si memet membantu topik di garasi Minggu pagi. Dan selain faktor-faktor yang mempengaruhi intensi di atas ada juga
2. Pengertian Efikasi Diri Efikasi
diri
merupakan
penilaian
individu
terhadap
kemampuannya
mengorganisir dan melakukan sejumlah perilaku yang dibutuhkan untuk mencapai suatu hasil tertentu (Bandura, 1986). Keyakinan terhadap efikasi diri ini merupakan dasar bagi sebuah perilaku. Hal ini terjadi karena orang lebih mendasarkan tingkat motivasi, kondisi perasaan, dan perlakukannya pada keyakinan-keyakinan diri pada kemampuan sesungguhnya yang dimiliki. Jika orang yakin bahwa dia mampu menghasilkan suatu efek yang diinginkan dari sebuah perilaku maka ia akan melaksanakan perilaku tersebut. Sebaliknya jika seseorang tidak yakin ia mampu untuk melaksanakan sebuah perilaku, maka ia tidak akan melaksanakan perilaku tersebut. Wood dan Bandura (dalam Lee dan Ashforth, 1994) mendefinisikan efikasi diri sebagai suatu keyakinan terhadap kemampuan untuk mengerakkan motivasi, sumber-sumber kognitif dan perilaku yang dibutuhkan untuk mengatasi tuntutan situasional. Keyakinan terhadap efikasi diri akan berpengaruh terhadap pengaturan motivasi diri, proses berfikir kondisi perasaan dan perilaku. Keyakinan ini
15
mempengaruhi bentuk perilaku yang dipilih besarnya untuk dikerahkan seberapa lama mereka akan berusaha keras menghadapi rintangan dan kegagalan , daya tahan terhadap hambatan, dan bagaimana bentuk proses berfikir mereka menolong diri sendiri atau justru merugikan, seberapa besar stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi tuntutan lingkungan akan tingkat penyelesaian yang mereka lakukan (Bandura, 1997). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri adalah keyakinan yang dimiliki individu terhadap kemampuannya untuk mengorganisir dan melakukan sejumlah perilaku yang dibutuhkan untuk mencapai hasil tertentu. Perilaku ini bersifat subjektif karena menekankan keyakinan individu sebagai hasil persepsi terhadap kemampuan yang dimiliki dan tidak menekankan pada kemampuan yang sesungguhnya yang ia miliki. Penilaian efikasi diri yang bersifat spesifik karena hanya berkenan dengan kemampuan individu dalam melakukan tugas tertentu. Teori kognitif sosial memandang bahwa persepsi tentang efikasi diri berperan sebagai sebuah mekanisme kognitif yang menghasilkan individu mengendalikan reaksi terhadap tekanan. Apabila seseorang percaya bahwa ia tidak mampu menghadapi potensi tekanan dengan efektif maka ia tidak dapat mengendalikan lingkungan yang mengancam, ia akan menderita karena tertekan. Ia akan cenderung selalu memikirkan ketidak mampuannya dan melihat lingkungan sebagai panah ancaman dengan demikian individu membuat dirinya tertekan dan tidak dapat berfungsi secara normal (Beek. dkk dalam sudarmaji 1984). Selain itu berkaitan
16
dengan lingkungan pekerjaan, efikasi diri juga mempengaruhi perasaan tertekan akibat situasi yang menekan dari lingkungan kerja. Menurut Bandura (1986) dalam Tjondrowidjojo (1999), setidaknya ada lima aspek situasi yang menekan di lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi efikasi diri yang dimiliki seseorang, Aspek-aspek tersebut adalah: a. Tugas Situasi-situasi yang menuntut kemampuan individu dalam menjalankan tugastugas dalam pekerjaan memelihara target yang ditetapkan, mengatasi kegagalan dan mengahadapi situasi-situasi sulit lain berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. Jika seseorang mampu mengerjakan tugas dengan tingkat kesulitan yang tinggi maka dapat di katakan orang tersebut memiliki efikasi diri yang tinggi karena orang tersebut mampu dan yakin mengerjakan tugas sesuai dengan target yang telah ditentukan. b. Peran Meliputi situasi-situasi yang menuntut kemampuan individu dalam menjalankan tanggung jawab. Peran yang disandangnya, mengahadapi tuntutan peran, serta mengisi masalah yang timbul sebagai konsekuensi dari peran tersebut. c. Iklim organisasi Situasi yang menuntut kemampuan individu dalam menghadapi permasalahan dengan suasana kerja, peraturan kerja, waktu kerja, promosi dan sistem gaji.
17
d. Lingkungan sosial Suatu keadaan dalam menghadapi konflik, beda pendapat, kerjasama, serta masalah lain yang mungkin timbul, baik dalam hubungan dengan atasan maupun hubungan dengan rekan kerja. e. Lingkungan fisik Suatu keadaan dalam menghadapi masalah baik dengan kondisi fisik lingkungan kerja maupun peralatan kerja. Menurut Bandura (1986) efikasi diri ditimbulkan dan dipelajari melalui sumber informasi yaitu: a. Pencapaian Prestasi (Performance Accomplishment) Kegagalan tidak berpengaruh banyak jika individu telah memiliki perasaan efikasi diri yang kuat karena ia cenderung menganggap situasi akan strategi yang kurang tepat dan usaha yang kurang keras sebagai penyebab kegagalan. b. Pengalaman Orang Lain (Vicarious Experience) Faktor modeling menjadi alat efektif untuk memperkuat efikasi diri di samping pecapaian prestasi. Pencapaian prestasi orang lain yang dianggap mempunyai kesamaan kemampuan dengan individu dinilai menjadi kemampuan yang hampir semua dapat melakukan sesuatu dengan berhasil. Hal tersebut akan turut meningkatkan efikasi dirinya. Mereka menganggap bahwa mereka mampu untuk melaksanakan aktivitas yang sebanding, mereka meyakinkan diri bahwa apabila orang lain mampu melakukannya, maka mereka juga mempunyai
18
kemampuan untuk melakukannya juga. Sebaliknya jika individu melihat orang yang mempunyai kemampuan hampir sama
mengalami kegagalan dalam
melaksanakan tugas tertentu, maka hal tersebut akan menurunkan keyakinan individu terhadap kemampuannya dan akan melemahkan usahanya. Lebih besar asumsi kesamannya, maka kesuksesan atau kegagalan model akan semakin berpengaruh dari kegagalan. Keberhasilan orang lain tersebut bergantung pada beberapa hal yaitu karakteristik , model, kesamaan antar individu dengan model, tingkat kesulitan tugas, keadaan situasi dan keanekaragaman hasil yang mampu dicapai oleh model. c. Persuasi Verbal (Verbal Persuation) Merupakan informasi yang bersifat verbal yang dapat memperkuat keyakinan individu bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk mencapai hasil tertentu. Individu yang dipengaruhi secara verbal oleh orang lain bahwa mereka mampu untuk menguasai suatu tugas akan memobilisasi usaha yang besar untuk mencapai kesuksesan dan meningkatkan skill yang mereka miliki. Pengaruh persuasi
verbal akan semaki kuat jika individu yang dipersuasi
melihat adanya alasan untuk percaya bahwa dengan berperilaku tertentu ia dapat mencapai hasil yang diharapkan oleh karena itu informasi efikasi diri melalui persuasi verbal harus dalam batas-batas realitis agar individu dapat mencapai tujuan dan terhindar dari kegagalan.
19
d. Kondisi Fisik dan Perasaan (Physical and Emotional State) Sebagian penilaian individu terhadap kemampuannya didasarkan pada informasi yang diberitahukan melalui kondisi fisiologis dan emosional. Indikator yang diberitahukan melalui kondisi fisioliogis dan emosional. Indikator terhadap efikasi diri terutama relevan pada akibat yang melibatkan pencapaian fisik, fungsi kesehatan dan copying terhadap tekanan dalam aktivitas yang melibatkan kekuatan dan stamina. Orang dapat membaca kelelahan dan rasa sakit yang dialami sebagai indikator ketidak mampuan secara fisik dan individu sering membaca aktivitas fisiologis dalam kondisi yang tertekan sebagai tanda-tanda ketidak mampuan kondisi fisik selain itu perasaan individu juga mempunyai pengaruh terhadap penilaian efikasi diri dan mempunyai efek generalisasi yang luas pada berbagai fungsi, maka menurut Penebaker dan Lightner (dalam Bandura, 1997) ada empat cara utama untuk mengubah keyakinan terhadap efikasi diri yaitu dengan meningkatkan status fisik, mengurangi tingkat stres dan kecenderungan emosi negatif dan meluruskan kesalahan interpretasi terhadap kondisi fisik.
20
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode angket, yaitu dengan menyebarkan skala yang berisi pernyataan-pernyataan untuk diisi oleh subjek penelitian. Metode ini didasarkan pada pendapat Hadi (2002) bahwa subyek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya, apa yang dinyatakan subyek pada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya, serta interpretasi subyek tentang pertanyaan yang diajukkan adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu Skala Intensi Turnover dan Skala Efikasi Diri. Skala alat ukur yang digunakan untuk mengungkap intensi turnover didasarkan pada teori Ajzen (1988) dalam Theory of Planed Behavior yang menyebutkan tiga aspek intensi turnover, yaitu, Attitude toward to intention turnover, Subjective Norm, dan Perceived behavioral control .Jumlah aitem-aitem pada skala Intensi turnover adalah sebanyak 36 aitem (22 aitem favorable dan 14 aitem unfavorable) yang terdiri dari tiga aspek dengan masing-masing aspek terdiri dari 13 aitem pada aspek Attitude toward to intention turnover, 11 aspek pada aspek Subjective Norm, 12 aitem pada Perceived behavioral control. Skala ini disusun dengan menggunakan skala Likert, yaitu metode yang digunakan untuk mengukur sikap dengan menyatakan sesuai atau tidak sesuai terhadap subjek, objek atau peristiwa tertentu (Azwar, 2001). Skala alat ukur yang digunakan untuk mengungkap efikasi diri mengacu pada aspek-aspek efikasi diri yang telah disebutkan oleh Bandura (1986) sebelumnya yaitu:
21
aspek tugas dan aspek peran. Jumlah item yang terdapat pada skala efikasi diri adalah sebanyak 64 aitem, yang terdiri dari 2 aspek. Model skala yang digunakan sebagai pola dasar pengukuran skala efikasi diri adalah menggunakan skala Likert. Dalam penelitian yang akan dilakukan ini, analisis statistik yang dipakai adalah dengan Product Moment untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kompetensi interpersonal terhadap penyesuaian diri remaja, dengan menggunakan statistik SPSS 10.0 for Windows XP.
HASIL PENELITIAN Deskripsi statistik dari data penelitian yang menunjukkan gambaran umum tentang fungsi-fungsi dasar statistik kedua variabel penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1 Deskripsi Data Penelitian Secara Keseluruhan Variabel
Xmin
Hipotetik Xmax Mean
SD
Xmin
Xmax
Empirik Mean
SD
Intensi Turnover
9
36
22,5
4,5
15,00
30,00
20,9667
3,25175
Efikasi Diri
58
232
145
29
79,00
198,00
150,7833
24,65084
Setelah dilakukan pendeskripsian statistik data penelitian kemudian dilakukan pembuatan kateggorisasi pada setiap variabel. Untuk mengetahui keadaan subjek penelitian, dapat dilihat pada tabel berikut ini :
22
Tabel 2 Deskripsi Kategorisasi Intensi Turnover Pada Subyek Penelitian Skor Kategori Frekwensi Prosentase 0% 0 Sangat rendah X = 14,4 31,67% 19 Rendah 14,4 < X = 19,8 60% 36 Sedang 19,8 < X = 25,2 8,33% 5 Tinggi 25,2 < X = 30,6 0% 0 Sangat Tinggi X > 30,6
Kelompok subyek dikategorikan mempunyai intensitas efikasi diri rendah jika memiliki skor ( X = 92,8 ), rendah ( 92,8 < X = 127,6 ), sedang ( 127,6 < X = 162,4 ), tinggi ( 162,4 < X = 197,2 ), dan sangat tinggi ( X > 197,2 ). Tabel 3 Deskripsi Efikasi Diri Pada Subyek Penelitian Skor Kategori X = 92,8 Sangat rendah 92,8 < X = 127,6 Rendah 127,6 < X = 162,4 Sedang 162,4 < X = 197,2 Tinggi X > 197,2 Sangat Tinggi
Frekwensi 1 8 34 15 2
Prosentase 1,67% 13,33% 56,67% 25% 3,33%
Kelompok subyek dikategorikan mempunyai intensitas efikasi diri rendah jika memiliki skor ( X = 92,8 ), rendah ( 92,8 < X = 127,6 ), sedang ( 127,6 < X = 162,4 ), tinggi ( 162,4 < X = 197,2 ), dan sangat tinggi ( X > 197,2 ).
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka hipotesis yang telah diajukan ditolak, yaitu tidak ada hubungan negatif antara intensi turnover dengan efikasi diri yang dimiliki karyawan di tolak. Hasil analisis korelasi dengan menggunakan teknik
23
korelasi non-parametik dari spearman menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar 0,103 dengan p = 0,217 (p<0,01), dengan hasil tersebut dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan positif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan intensi turnover. Pada hasil penelitian, terdapat bahwa tingkat efikasi yang dimiliki oleh subjek memiliki skor sedang dan intensi turnover nya berada pada tingkat yang rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa ada faktor lain yang dapat mempengaruhi intensi turnover selain efikasi diri. Faktor yang mempengaruhi intensi turnover selain efikasi diri yaitu antara lain usia, lama kerja, tingkat pendidikan dan intelegensi, keikatan terhadap perusahaan, kepuasan kerja dan budaya perusahaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi intensi turnover adalah usia karyawan yang bekerja. Gilmer (1966) berpendapat bahwa tingkat turnover yang cenderung lebih tinggi pada karyawan yang berusia muda karena mereka masih memiliki keinginanan untuk mencoba-coba pekerjaan atau organisasi kerja serta ingin mendapatkan keyakinan diri lebih besar melalui cara coba-coba tersebut. Selain itu karyawan yang lebih muda mungkin mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk mendapatkan pekerjaan baru dan memiliki tanggung jawab terhadap kelurarga lebih kecil, sehingga dengan demikian lebih mempermudah mobilitas pekerjaan. Mungkin juga mereka mempunyai harapanharapan yang kurang tepat mengenai pekerjaan yang tidak terpenuhi pada pekerjaanpekerjaan mereka yang sebelumnya (Porter dan Steer; Wanous dan Mobley, 1986). Selain itu karyawan yang memiliki masa kerja yang cukup lama di suatu perusahaan juga akan merasa dirinya nyaman.
24
Selain itu faktor yang cukup mempengaruhi intensi turnover menurut prihastuti (1999) adalah lamanya karyawan bekerja yang artinya semakin lama masa kerja karyawan maka semakin rendah kecenderungan turnover, dan turnover lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja yang lebih singkat (Parson dkk, 1985). Karyawan yang memiliki intelegensi dan berpendidikan tinggi juga dapat mempengaruhi intensi turnover, seperti yang di katakan oleh Mowday dkk (1982) bahwa tingkat pendidikan berpengaruh pada dorongan untuk melakukan turnover, dan Maier (1971) membahas pengaruh intelegensi terhadap turnover. Dikatakan bahwa mereka yang mempunyai tingkat intelegensi tidak terlalu tinggi akan memandang tugastugas yang sulit sebagai tekanan dan sumber kecemasan. Ia mudah merasa gelisah akan tanggung jawab yang diberikan padanya dan merasa tidak nyaman. Sebaliknya mereka yang mempunyai tingkat intelegensi yang lebih tinggi akan merasa cepat bosan dengan pekerjaan-pekerjaan yang monoton. Mereka akan lebih berani keluar dan mencari pekerjaan baru dari pada mereka yang tingkat pendidikannya terbatas, karena kemampuan intelegensi yang terbatas pula (Handoyo, 1987). Faktor lain yang dapat mempengaruhi intensi turnover adalah keikatan terhadap perusahaan seperti penelitian yang dilakukan oleh Hom dkk (1979); Michaels dan Spector (1982); Arnold dan Fieldman (1982); Steel dan Ovalle (1984) menemukan bahwa keikatan terhadap perusahaan mempunyai korelasi yang negatif dan signifikan terhadap intensi turnover. Berarti semakin tinggi kaitan seseorang terhadap perusahaan akan semakin kecil ia mempunyai intensi untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan dan sebaliknya.
25
Selain itu kepuasan kerja juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi intensi turnover yang terbukti dari hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh Mowday (1981); Arnold dan Fieldman (1982) yang menunjukkan bahwa tingkat turnover dipengaruhi oleh kepuasan kerja seseorang. Mereka menemukan bahwa semakin tidak puas seseorang terhadap pekerjaannya akan semakin kuat dorongannya untuk melakukan turnover. Ketidak puasan yang menjadi penyebab turnover memiliki banyak aspek, diantaranya aspek-aspek itu adalah ketidakpuasan terhadap manajemen perusahaan, kondisi kerja, mutu pengawasan, penghargaan, gaji, promosi dan hubungan interpersonal. Robbins (1998) menyatakan bahwa budaya perusahaan yang kuat memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku karyawan dan secara langsung mempengaruhi turnover. Dalam budaya yang kuat , nilai-nilai utama sebuah organisasi atau perusahaan sesuatu di pegang teguh dan tertanam pada seluruh karyawannya, semakin banyak karyawan yang menerima nilai-nilai tersebut dan semakin besar komitmen terhadapnya maka semakin kuat budaya perusahaan itu. Berdasarkan faktor-faktor intensi turnover di atas yaitu usia, lama kerja, keikatan dengan perusahaan, kepuasan kerja dan budaya perusahaan, maka hal tersebut dapat menggambarkan sikap personal yang dimiliki subyek yaitu sikap yang menunjukkan bahwa subyek mampu menunjukkan seberapa besar keyakinan yang ada terhadap dirinya untuk melakukan tindakan yang akan dipilih dengan mengetahui konsekuensi yang akan terjadi baik itu positif maupun negatif, yang artinya subyek mengetahui konsekuensi yang akan ia terima jika ia memutuskan atau tidak memutuskan untuk
26
melakukan turnover. Dengan adanya sikap personal tersebut subyek juga di dukung dengan adanya sikap normatif yang artinya subyek yakin akan keputusannya untuk melakukan turnover dengan didukung oleh keadaan lingkungan sekitarnya, dimana lingkungan tempat subyek berada sangat mendukung untuk melakukan turnover. Dan pada aspek tingkat kesulitan disini lebih menunjukkan bahwa subyek merasa bahwa dirinya mampu atau tidak mampu melakukan suatu tindakan sesuai dengan kemampuan mereka dalam memandang sesuatu sebagai masalah, halangan bahkan tantangan dalam melakukan pekerjaannya. Pada akhirnya, tidak ada yang sempurna. Seperti hal nya penelitian ini, dimana masih banyak kelemahan-kelemahan yang ada dalam proses pelaksanaannya. Kelemahan-kelemahan penelitian ini yaitu penentuan subyek. dimana subyek penelitian sangat sulit sekali meluangkan waktunya untuk mengisi angket yang telah diberikan. Hal tersebut dikarenakan oleh pekerjaan subyek yang sangat padat dan tidak dapat ditinggal bahkan yang terjadi di lapangan terbukti bahwa pada jam istirahat, subyek lebih memilih untuk tetap bekerja untuk menyelesaikan pekerjaannnya di bandingkan untuk makan siang. Sehingga tidak ada waktu luang untuk mengisi angket yang ada, walaupun terisi banyak sekali angket yang tidak layak digunakan seperti banyak aitem yang terlewat untuk diisi, identitas subyek yang tidak lengkap dan banyak angket yang tidak dikembalikan karena terbawa pulang. Selain itu kelemahan yang ada pada penelitian ini adalah dalam penyusunan aitem-aitem pada skala penelitian, yaitu kurang mendalamnya pernyataan yang telah disajikan, sehingga maksud yang sebenarnya tidak dapat dipahami oleh subjek yang rata-rata pendidikannya hanya sampai pada tingkat
27
SMU saja sehingga pernyataan yang ada tidak dapat mewakili maksud dari pernyataan tersebut. Selain itu juga masa kerja subyek belum terlalu cukup lama untuk dapat dikatakan sebagai karyawan tetap sehingga niat mereka untuk keluar pun sangat kecil karena mereka mungkin saja masih dalam keadaan training atau bahkan masih dalam keadaan yang baru saja merasakan menjadi pekerja sehingga niat untuk mencari pekerjaan di tempat lain atau intensi turnover yang dimiliki pun rendah. Selain dari faktor subyek, ada pula faktor lain yang harus diperhatikan dalam penelitian ini yaitu dalam pembagian data. Dimana dalam pengambilan data tidak hanya dapat dilakukan dengan mengunakan skala, tetapi dapat juga dilakukan dengan mengadakan observasi, wawancara dan bahkan dapat juga dilakukan dengan melakukan eksperimen.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat intensi turnover pada subyek berada pada tingkat yang rendah dan efikasi diri berada pada tingkat yang sangat efektif.
2.
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara efikasi diri dengan intensi turnover pada karyawan bagian service direct.
28
3.
Perilaku intensi turnover lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor lain selain efikasi diri yaitu usia, lama kerja, tingkat pendidikan dan intelegensi, keikatan pada perusahaan, kepuasan kerja maupun budaya perusahaan.
2. Saran Dalam penelitian tentunya masih ada banyak kekurangan, sehingga penulis merasa perlu memberikan saran-saran yang dapat membangun yang ditujukan kepada beberapa pihak. Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, ada beberapa hal yang dapat disarankan, antara lain: 1. Bagi perusahaan Dihrapkan perusahaan dapat lebih memperhatikan kebutuhan-kebutukan karyawan, khususnya kebutuhan bagi karyawan yang ditugaskan di daerah kecil yaitu dengan cara: 1. Melengkapi fasilitas-fasilitas hiburan karyawan seperti adanya tempat untuk berolah raga baik itu lapangan futsal, lapangan bulu tangkis, lapangan tenis dan sebagainya. 2. Melengkapi kebutuhan hidup karyawan seperti tersedianya mini market yang dilengkapi dengan barang-barang kebutuhan karyawan baik kebutuhan pribadi maupun kebutuhan untuk bekerja. 3. Adanya fasilitas komunikasi dengan dunia luar secara gratis, seperti adanya jaringan internet yang dapat digunakan setiap saat dan adanya free home call yang dapat digunakan untuk menelpon keluarga, saudara, partner dan bahkan siapa saja yang ingin dihubungi yang berada di luar daerah remote area.
29
Dengan begitu karyawan pun dapat merasa bahwa kebutuhan mereka telah diperhatikan oleh perusahaan sehingga mereka merasa nyaman untuk tetap bekerja walau ditempatkan di daerah terpencil sehingga intensi turnover nya pun akan rendah. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk menggali lebih lanjut mengenai intensi turnover disarankan: 1. Memperluas tema dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dalam pembuatan alat ukur sebaiknya sebelum membuat aitem-aitem sebaiknya terlebih dahulu memperhatikan latar belakang subyek yang akan diteliti. Latar belakang itu antara lain seperti tingkat pendidikan subyek dan berapa lama subyek bekerja sehingga aitem-aitem nya dapat mudah dipahami dan mewakili maksud dari isi aitem tersebut. Selain itu juga dapat meneliti hubungan antara intensi turnover dengan di hubungkan dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi intensi turnover. 2. Menggunakan metode pengumpulan data yang lebih luas seperti wawancara dan observasi agar memperoleh data yang lebih mendalam sehingga dapat mengatasi kelemahan metode pengumpulan data dengan skala pada umumnya. Lebih cermat dalam memilih subyek, yang dikarenakan agar para subyek dapat benar-benar dalam kondisi yang siap untuk menjawab atau memberikan respon pada skala penelitian, sehingga tidak akan ada angket yang dibawa pulang dan bahkan sampai lupa untuk dikembalikan.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
Arnold, H. J. Dan Fieldman, D. C. 1982. A Multivariate Analysis Of The Determinants Of The Job Turnover. Journal of Aplied Psychology, Vol. 67, 350-360. Azwar, S. 1995. Sikap Manuasia Teori dan Pengukurannya. (Edisi Kedua). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bandura, A. 1997. Self Efficacy: The Exercise of Control. New York: Houghton Mifflin Company. Bandura, A. 1986. Social Cognitive Theory. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Bonnie. O. S. Dan Mark, M. A . 1998. Investigating Eqity Sensitivity as a Moderator of Relationship Between Self Efficacy and Workplace Attitude. Journal of Applied Psychology. 83 (5), 805-816 Cascio, W. F. 1998. Applied Psychology in Human Resources Management (5 th-Ed). USA: Prentice Hall International, Inc. Fishbein, M. Dan Ajzen, I. 1975. Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research. Phillipines: Addison-Wesley Publishing. Co. Flippo, E. B. 1966. Principles of Personnel Management. New York : McGraw-Hill Book Co, Inc. Hadi, S. 1993. Metodologi Research Vol. III. Yogyakarta: Andi Offset. Jackofsky, E. F. Dan Peters, R. M. 1983. Job Turnover Vs Company Turnover. Journal of Applied Psychology. Vol. 68, 490-499. Liden, C. R. dan Wayne, S. J. 2000. An examination of the Mediating Role of Psychological Empowerment on the relation Between The Job, Interpersonal Relationships, and Work Outcome. Journal of Applied Psychology. Vol. 85, No. 3, 407-416. Michaels, C. E. Dan Spector, P. E. 1982. Causes of Employee Turnover: A Test of The Mobley, Griffeth, Hand, and Meglino Model, Journal of Applied Psychology. Vol. 67. 350-360. Mobley, W. H. Griffeth, R. W. Hand. H. H. Dan Mwglino, B. M. 1979. Review and Conceptual Analysis of The Employee Turnover process. Psychological Bulletin, 86. 493-522.
32
. Mowday, R. T. Porter. L. W dan Steers. R. M. 1982. Employee-Organization Linkages: The Psychology of Commitment, Absenteeism and Turnover. London: Academic Press Inc. Mu’thi, F. 2000. Manajemen No. 137. Edisi Januari 2000. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo. Prihastuti. 1991. Hubungan Antara Komitmen Kerja, Usia, Masa Kerja, Status Perkawinan, dan Tingkat Gaji Dengan Intensi Turnover Pada Perawat di RS. Fatmawati Jakarta Selatan. Skripsi. Fakultas Psikologi UGM. Tidak diterbitkan. Robbins. S. P. 2001. Organizatonal Behavior. NewJersey: Prentice Hall International. Wood, J. M. 1998. Organizational Behavior: An-Asia Pasific Perspective. USA: John Wiley and Sori Yeongkoo. Y. 2001. The Role of Structure and Motivation For Workplace Empowerment: The Case of Korean Employees, Social Psychology Quarterly, 64 (2). 195-206. . .