HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI PROTEIN, STATUS GIZI DENGAN KESEGARAN JASMANI PADA ANGGOTA KLUB TENIS MEJA SATELIT DAN SALERO STAR KOTA TERNATE
Oleh M. SADLI UMASANGAJI NIM. 09254
Karya Tulis Ilmiah Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Mata Kuliah KTI-II Semester VI
JURUSAN GIZI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN R.I TERNATE
2012
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI PROTEIN, STATUS GIZI DENGAN KESEGARAN JASMANI PADA ANGGOTA KLUB TENIS MEJA SATELIT DAN SALERO STAR KOTA TERNATE
Oleh M. SADLI UMASANGAJI NIM. 09254
Karya Tulis Ilmiah Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Mata Kuliah KTI-II Semester VI
JURUSAN GIZI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN R.I TERNATE
2012
PENGESAHAN TIM PENGUJI
Karya Tulis Ilmiah dengan judul: Hubungan Antara Asupan Energi Protein, Status Gizi dengan Kesegaran Jasmani Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate, Telah dipertahankan di depan penguji KTI pada tanggal 02 Juli 2012
Tim Penguji:
Penguji – I (Ketua)
Ramli Muhammad, S.Pd, M.Kes NIP 196203141984031001
Penguji – II (Anggota)
Rugaya M Pandawa, S.Kp, M.Kep NIP: 197208221996032001
Penguji – III (Anggota)
Nofiandri, SKM NIP: 198411272008121002
Mengetahui, Ketua Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Ternate
Rugaya M Pandawa, S.Kp, M.Kep NIP: 197208221996032001
RINGKASAN M SADLI UMASANGAJI. Hubungan Antara Asupan Energi Protein, Status Gizi dengan Kesegaran Jasmani Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012. (Dibimbing oleh Ramli Muhammad dan Nofiandri). Untuk mendapatkan tingkat kesegaran jasmani yang tinggi selain latihan fisik (olahraga) juga dibutuhkan status gizi yang baik. Makin baik status gizi seseorang, bila diberikan latihan fisik (olahraga) yang teratur maka makin tinggi angka kesegaran jasmaninya. Gizi merupakan faktor luar (eksternal) yang dapat dikontrol dan dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi organ tubuh akan meningkat dengan nyata apabila diberikan gizi dan latihan fisik yang memadai. Makanan yang berperan tinggi akan berperan penting dalam pencapaian prestasi optimal, makin banyak ragam makanan yang dikonsumsi, makin terpenuhi gizi seseorang untuk mampu berprestasi tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan energi protein, status gizi dengan kesegaran jasmani pada anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate. Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan desain penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota klub yang masih aktif latihan tenis meja di Satelit dan Salero Star Kota Ternate. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 11 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan untuk asupan energi dari 11 responden, sebagian besar responden dengan asupan energi kurang sebanyak 7 orang (63.6%). Untuk asupan protein, sebagian besar responden dengan asupan protein kurang sebanyak 10 orang (90.9%). Untuk status gizi, sebagian besar responden dengan status gizi normal sebanyak 7 orang (63.6%). Untuk kesegaran jasmani, sebagian besar responden dengan kesegaran jasmani sedang sebanyak 7 orang (63.6%). Hasil analisis dengan menggunakan uji chi-square menunjukkan ada hubungan asupan energi dengan kesegaran jasmani, tidak ada hubungan asupan protein dengan kesegaran jasmani, dan tidak ada hubungan status gizi dengan kesegaran jasmani. Disimpulkan bahwa ada hubungan antara asupan energi dengan kesegaran jasmani, tidak ada hubungan antara asupan protein dengan kesegaran jasmani, dan tidak ada hubungan antara status gizi dengan kesegaran jasmani. Kata Kunci : Asupan Energi, Asupan Protein, Status Gizi, Kesegaran Jasmani Daftar Pustaka : 34 (2000-2012)
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Hubungan Antara Asupan Energi Protein, Status Gizi dengan Kesegaran Jasmani Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar DIII Gizi di Politeknik Kesehatan Kemenkes Ternate. Penulis menyadari dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini telah banyak bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada: 1.
Ibu Kartini M. Ali, S.Pd, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Ternate
2.
Pudir I, Pudir II dan Pudir III Politeknik Kesehatan Kemenkes Ternate
3.
Ibu Rugaya M Pandawa, S.Kp, M.Kep selaku Ketua Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Ternate sekaligus sebagai penguji yang telah memberikan masukan dan saran perbaikan dalam karya tulis ilmiah ini
4.
Ibu Nizmawaty Amra, S.SiT, M.Kes, selaku Sekretaris Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Ternate
5.
Bapak Ramli Muhammad, S.Pd, M.Kes sebagai pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini
6.
Bapak Nofiandri, SKM sebagai pembimbing II yang telah membimbing penulis, memberikan ide dan saran dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini
iv
7.
Semua staf Dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Ternate yang telah memberikan saran dan motivasi
8.
Buah pena dari orang tuaku yang memberi ketulusan dan kasih sejati Emilda Sabrin dan M. Kadri Umasangaji, SE serta saudara-saudaraku Satmal Umasangaji, Ibnu Chaldum Umasangaji, dan Nurul Inayah Umasangaji
9.
Pengurus Klub Tenis Meja Satelit Ternate, Pak Samsul, Om Benny, Om Hamka, Om Sabri, Om Iksan, Om Risal, Abanu dan semua anggota klub lainnya yang telah bersedia memberikan ijin, bersedia menjadi responden, bersedia dijadikan sebagai tempat penelitian dan membantu menyediakan fasilitas penelitian
10. Pengurus Klub Tenis Meja Salero Star Ternate, Om Bram, Ci Eda, Ipo, Nani, Pedu, Mei, Putri, Amat, Jamil dan semua anggota klub lainnya yang telah bersedia memberikan ijin, bersedia menjadi responden, bersedia dijadikan sebagai tempat penelitian dan membantu menyediakan fasilitas penelitian 11. Teman-teman Angkatan 2009 “Negeri Gizi, Voedsel”, K’ Ita, Aryati, Resky, Wati, Magfirsyah, Rosmini, Marhama, Herlin, Putri dan Yuliyana yang telah membantu, memberikan dukungan, semangat, serta masa-masa kuliah yang tak terlupakan indahnya 12. Semua pihak yang telah membantu dan belum disebutkan semoga mendapat balasan dari Allah SWT
v
Penulis menyadari karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhirnya dengan penuh harapan semoga karya tulis ilmiah ini memberikan manfaat. Ternate, Juli 2012
Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................
ii
RINGKASAN ......................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ........................................................................
iv
DAFTAR ISI ........................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
xi
DAFTAR SINGKATAN .....................................................................
xii
BAB I. PENDAHULUAN ...............................................................
1
A. Latar Belakang.....................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...............................................................
5
C. Tujuan Penelitian .................................................................
5
D. Manfaat Penelitian ...............................................................
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................
7
A. Tinjauan Umum Tentang Asupan Energi Protein ...............
7
B. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi ..................................
15
C. Tinjauan Umum Tentang Kesegaran Jasmani .....................
23
D. Tinjauan Umum Tentang Tenis Meja..................................
33
BAB III. Kerangka Konsep ..............................................................
39
A. Dasar Pemikiran ..................................................................
39
vii
B. Pola Pikir Variabel ..............................................................
40
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif .........................
41
D. Hipotesis ..............................................................................
43
E. Interpretasi ...........................................................................
43
BAB IV. METODE PENELITIAN ..................................................
44
A. Jenis dan Desain Penelitian .................................................
44
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ...............................................
44
C. Populasi dan Sampel............................................................
44
D. Pengumpulan Data...............................................................
45
E. Instrumen Penelitian ............................................................
46
F. Analisis dan Pengolahan Data .............................................
46
G. Penyajian Data .....................................................................
47
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................
48
A. Hasil .....................................................................................
48
B. Pembahasan .........................................................................
55
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................
69
A. Kesimpulan ..........................................................................
69
B. Saran ....................................................................................
69
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
71
viii
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1.
BMR untuk Laki-laki Berdasarkan Berat Badan .........................
9
2.
BMR untuk Perempuan Berdasarkan Berat Badan ......................
9
3.
Kebutuhan Energi Berdasarkan Aktivitas Olahraga ....................
10
4.
Faktor Aktivitas ...........................................................................
11
5.
Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia .............................
22
6.
Kategori Status Gizi Berdasarkan Z-Score IMT/U .......................
23
7.
Instrumen Penelitian .....................................................................
46
8.
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 ...........................................................................................
49
Distribusi Responden Berdasarkan Umur Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 .....
49
10. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Energi Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 ...........................................................................................
50
11. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Protein Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 ...........................................................................................
50
12. Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 ...........................................................................................
51
13. Distribusi Responden Berdasarkan Kesegaran Jasmani Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 ..................................................................................
51
14. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Asupan Energi dengan Kesegaran Jasmani Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 ...................................
52
9.
ix
15. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Asupan Protein dengan Kesegaran Jasmani Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 ...................................
53
16. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Status Gizi dengan Kesegaran Jasmani Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 ...................................
54
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
Master Tabel ......................................................................
75
2.
Kuesioner .........................................................................
76
3.
Cara Perhitungan Status Gizi ............................................
79
4.
Cara Perhitungan Kebutuhan Energi dan Protein .............
80
5.
Hasil Analisis Data ............................................................
82
6.
Tes Kesegaran Jasmani Indonesia .....................................
86
7.
Surat Izin Penelitian ..........................................................
95
8.
Surat Persetujuan Penelitian ..............................................
98
9.
Surat Pernyataan Selesai Penelitian ..................................
100
10.
Dokumentasi......................................................................
102
xi
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan
Arti dan Keterangan
BMR
Basal Metabolic Rate
BB
Berat Badan
IMT
Indeks Massa Tubuh
SD
Standar Deviasi
POPDA
Pekan Olahraga Pelajar Daerah
POPWIL
Pekan Olahraga Pelajar Wilayah
POPNAS
Pekan Olahraga Pelajar Nasional
PON
Pekan Olahraga Nasional
WHO
World Health Organization
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Makanan menentukan penampilan olahragawan dalam berbagai hal. Pada tingkat latihan dasar, gizi yang baik berperan penting dalam mempertahankan kesehatan optimal yang membuat olahragawan mampu berlatih dan berkompetisi dengan baik. Seorang olahragawan harus sehat, bebas dari rasa sakit dan bebas dari berbagai penyakit untuk bisa berlatih secara kontinyu dan teratur serta untuk mempertahankan kebugaran dengan jadwal latihan dan pertandingan yang ketat. Beberapa aspek gizi yang sering diperhitungkan adalah mengenai bagaimana mempertahankan berat badan yang ideal, konsumsi makanan berenergi tinggi, berlatih dan bertanding, makanan sesudah berlatih atau bertanding dan banyak hal lainnya (Depkes, 1992 dalam Hasan, 2008). Survei yang dilakukan pada berbagai kelompok olahragawan di Amerika Serikat menemukan adanya defisiensi zat gizi tertentu pada para olahragawan. Defisiensi zat gizi yang paling nyata pada berbagai laporan penelitian adalah defisiensi besi, seng, kalsium, protein dan beberapa vitamin B. Pada berbagai laporan ini, defisiensi zat gizi terjadi karena konsumsi energi yang sangat rendah terutama energi yang berasal dari karbohidrat (Nasoetion, 1994 dalam Hasan, 2008). Penelitian yang dilakukan Krisdiyanto (2004) di siswa kelas II putera SLTPN 2 Petarukan Kabupaten Pemalang tahun pelajaran 2003/2004 diketahui bahwa status gizi siswa termasuk kategori sedang dengan rata-rata skor BMI 17,42, 1
sedangkan tingkat kesegaran jasmani juga termasuk kategori sedang dengan ratarata skor kesegaran jasmani sebesar 14,52. Dengan demikian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan tingkat kesegaran jasmani siswa kelas II Putera SLTPN 2 Petarukan kabupaten Pemalang tahun pelajaran 2003/2004. Kontribusi yang diberikan oleh status gizi terhadap tingkat kesegaran jasmani siswa yaitu 34,25%. Menurut undang-undang tentang sistem keolahragaan nasional, keolahragaan nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa (Undang-Undang Tentang Sistem Keolahragaan Nasional, 2005). Masalah kesegaran jasmani sangat besar peranannya dalam memelihara kesehatan, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan prestasi olahragawan. Secara fisiologis kesegaran jasmani merupakan kesanggupan dan kemampuan dalam melakukan penyesuaian terhadap pembebanan fisik yang diberikan tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan (Lersten dkk, 1984 dalam Hasan, 2008). Hal ini mengandung pengertian bahwa, semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan fisik, sehingga masalah kemampuan fisik merupakan faktor dasar bagi setiap aktifitas manusia. Oleh karena itu untuk setiap aktifitas sehari-hari, manusia minimal harus mempunyai kemampuan fisik yang mampu mendukungnya dan tentu saja akan lebih baik apabila masih memiliki tenaga cadangan setelah melakukan aktifitas tersebut. 2
Olahragawan yang memiliki kesegaran jasmani yang baik akan mempunyai kemampuan fisik seperti kekuatan, daya tahan, kecepatan, daya tahan jantung, daya tahan otot dan daya tahan paru-paru (Pasau, 1989 dalam Hasan, 2008). Untuk mendapatkan tingkat kesegaran jasmani yang tinggi selain latihan fisik (olahraga) juga dibutuhkan status gizi yang baik. Makin baik status gizi seseorang, bila diberikan latihan fisik (olahraga) yang teratur maka makin tinggi angka kesegaran jasmaninya. Gizi merupakan faktor luar (eksternal) yang dapat dikontrol dan dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Para ahli telah membuktikan bahwa berbagai fungsi organ tubuh akan meningkat dengan nyata apabila diberikan gizi dan latihan fisik yang memadai. Makanan yang berperan tinggi akan berperan penting dalam pencapaian prestasi optimal, makin banyak ragam makanan yang dikonsumsi, makin terpenuhi gizi seseorang untuk mampu berprestasi tinggi (Depkes, 1990 dalam Krisdiyanto, 2004). Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas sumber daya menusia dan kualitas hidup. Oleh karena itu, program perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi pangan, agar terjadi perbaikan status gizi masyarakat. Peningkatan status gizi diarahkan pada peningkatan intelektualitas, produktivitas kerja, prestasi belajar, dan prestasi olahraga serta penurunan angka gizi salah (Hariadi, 2001 dalam Adrianto, 2010). Kesegaran jasmani sangat diperlukan oleh semua orang baik dari anak-anak sampai usia lanjut dan semua profesi tanpa terkecuali dengan kesegaram jasmani yang baik tubuh akan terhindar dari berbagai macam penyakit. Untuk dapat melaksanakan pekerjaannya, seseorang tidak hanya memerlukan makan yang 3
sehat dan bergizi dengan nilai kalori yang cukup sesuai dengan jenis pekerjaan mereka, tetapi juga membutuhkan kesegaran jasmani yang baik pula (Sugeng, 2003 dalam Adrianto, 2010). Kesegaran jasmani merupakan kemampuan untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sehari -hari dan adaptasi terhadap pembebanan fisik tanpa menimbulkan kelelahan berlebih dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang maupun pekerjaan yang mendadak serta bebas dari penyakit (Depkes, 1994 dalam Ulvie, 2011). Makin tinggi kemampuan fisik seseorang, makin mampu mengatasi beban kerja yang diberikan atau dengan kata lain kemampuan produktivitas orang tersebut makin tinggi (Depkes, 1987 dalam Ulvie, 2011). Tenis meja adalah olahraga yang cukup digemari di Kota Ternate. Ini terlihat dari kurang lebih terdapat empat klub tenis meja di Ternate, dari empat klub itu peneliti memilih dua klub sebagai tempat penelitian yaitu klub tenis meja Satelit Ternate karena klub ini adalah klub yang telah memiliki banyak prestasi yang telah diraih dan klub tenis meja Salero Star Ternate karena klub ini lebih banyak anggota klub yang usianya masih muda sehingga peneliti merasa lebih mempermudah peneliti dalam menyelesaikan penelitian. Hal inilah yang membuat peneliti ingin melakukan penelitian tentang ”Hubungan Antara Asupan Energi Protein, Status Gizi dengan Kesegaran Jasmani Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate”.
4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana hubungan asupan energi protein, status gizi dengan kesegaran jasmani pada anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate ?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ditulis diatas, maka: 1.
Tujuan Umum Untuk dapat mengetahui hubungan asupan energi protein, status gizi dengan
kesegaran jasmani pada anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate. 2.
Tujuan Khusus a.
Mengidentifikasi asupan energi pada anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate.
b.
Mengidentifikasi asupan protein pada anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate.
c.
Mengidentifikasi status gizi pada anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate.
d.
Mengidentifikasi kesegaran jasmani pada anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate.
e.
Mengetahui hubungan asupan energi dengan kesegaran jasmani pada anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate. 5
f.
Mengetahui hubungan asupan protein dengan kesegaran jasmani pada anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate.
g.
Mengetahui hubungan status gizi dengan kesegaran jasmani pada anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate.
D. Manfaat Penilitian 1.
Manfaat Bagi Peneliti Hasil penelitian ini merupakan pengalaman, pengetahuan dan wawasan baru
serta penerapan atas ilmu yang telah dipelajari. 2.
Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan dikembangkan
pada penelitian selanjutnya. 3.
Manfaat Bagi Klub dan Olahragawan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran dan sumber
informasi bagi anggota Klub Satelit dan Salero Star Kota Ternate dalam upaya peningkatan kesegaran jasmani.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Asupan Energi Protein Makanan untuk seorang atlet harus mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan untuk mengganti zat-zat gizi dalam tubuh yang berkurang akibat digunakannya zat gizi tersebut untuk aktivitas olahraga. Menu seorang atlet harus mengandung semua zat gizi yang diperlukan, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air (Poedyasmoro, dkk, 2008). 1.
Asupan Energi Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang
pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Kandungan karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energi (Almatsier, 2009). Energi diperlukan untuk kelangsungan proses-proses di dalam tubuh seperti proses peredaran dan sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, proses fisiologis lainnya, untuk bergerak atau melakukan pekerjaan fisik. Energi dalam tubuh dapat timbul karena adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan yang cukup dengan mengkonsumsi makanan yang cukup dan seimbang (Kartasapoetra, 2003 dalam Isdaryanti, 2007). Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO adalah konsumsi energi yang berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi 7
7
seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang, dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi (Almatsier, 2009). Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak, seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian. Setelah itu bahan makanan sumber karbohidrat, seperti padi-padian, umbi-umbian, dan gula murni. Semua makanan yang dibuat dari dan dengan bahan makanan tersebut merupakan sumber energi (Almatsier, 2009). Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif. Akhirnya, berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal) (Almatsier, 2009). Kelebihan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi akan diubah menjadi lemak tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau kegemukan. Kegemukan bisa disebabkan oleh kebanyakan makan, dalam hal karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi juga karena kurang bergerak. Kegemukan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh, merupakan risiko untuk menderita penyakit kronis, seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, penyakit kanker, dan dapat memperpendek harapan hidup (Almatsier, 2009).
8
a.
Perhitungan Energi Untuk Olahragawan Angka metabolisme basal (AMB) atau Basal Metabolic Rate (BMR) adalah kebutuhan energi minimal yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan proses tubuh yang vital (Poedyasmoro, dkk, 2008). Tabel 1. BMR untuk Laki-laki Berdasarkan Berat Badan
Berat Badan Usia 10-18 tahun Usia 18-30 tahun (kg) 55 1625 Kalori 1514 Kalori 60 1713 Kalori 1589 Kalori 65 1801 Kalori 1664 Kalori 70 1889 Kalori 1739 Kalori 75 1977 Kalori 1814 Kalori 80 2065 Kalori 1889 Kalori 85 2154 Kalori 1964 Kalori 90 2242 Kalori 2039 kalori (Sumber: Poedyasmoro, dkk, 2008)
Usia 30-60 tahun 1499 Kalori 1556 Kalori 1613 Kalori 1670 Kalori 1727 Kalori 1785 Kalori 1842 Kalori 1899 Kalori
Tabel 2. BMR untuk Perempuan Berdasarkan Berat Badan Berat Badan Usia 10-18 tahun Usia 18-30 tahun (kg) 40 1224 Kalori 1075 Kalori 45 1291 Kalori 1149 Kalori 50 1375 Kalori 1223 Kalori 55 1424 Kalori 1296 Kalori 60 1491 Kalori 1370 Kalori 65 1557 Kalori 1444 Kalori 70 1624 Kalori 1516 Kalori 75 1691 Kalori 1529 kalori (Sumber: Poedyasmoro, dkk, 2008)
Usia 30-60 tahun 1167 Kalori 1207 Kalori 1246 Kalori 1288 Kalori 1329 Kalori 1369 Kalori 1410 Kalori 1450 Kalori
9
b.
Kebutuhan Energi Berdasarkan Aktivitas Olahraga Tabel 3. Kebutuhan Energi Berdasarkan Aktivitas Olahraga Aktivitas Olahraga
Balap Sepeda a. 9 km/jam b. 15 km/jam c. Bertanding Bulu tangkis Bola basket Bola voli Dayung Golf Hockey Jalan kaki a. 10 menit/km b. 8 menit/km c. 5 menit/km Lari a. 5.5 menit/km b. 5 menit/km c. 4.5 menit/km d. 4 menit/km Renang a. Gaya bebas b. Gaya punggung c. Gaya dada Senam Senam aerobik a. Pemula b. Terampil Tenis lapangan a. Rekreasi b. Bertanding Tenis meja Tinju a. Latihan b. Bertanding Yudo (Sumber: Poedyasmoro, dkk, 2008)
50
Berat Badan (Kg) 60 70 80
90
3 5 8 5 7 2 5 4 4
4 6 10 6 8 3 6 5 5
4 7 12 7 10 4 7 6 6
5 8 19 7 11 4 8 7 7
6 9 15 9 12 5 9 8 8
5 6 10
6 7 12
7 8 15
8 10 17
9 11 19
10 10 11 13
12 12 13 15
14 15 15 18
15 17 18 21
17 19 20 23
8 9 8 3
10 10 10 4
11 12 11 5
12 13 13 5
14 15 15 6
5 7
6 8
7 9
8 10
9 12
4 9 3
4 10 4
5 12 5
5 14 5
6 15 6
11 7 10
13 8 12
15 10 14
18 11 15
20 12 17
10
c.
Kebutuhan Energi Untuk Pertumbuhan Untuk 10-14 Tahun Anak Laki-laki = 2 Kalori/Kg BB Untuk 15 Tahun Anak Perempuan = 1 Kalori/Kg BB Untuk 16-18 Tahun Anak Perempuan = 0.5 Kalori/Kg BB (Poedyasmoro, dkk, 2008)
d.
Faktor Aktivitas Fisik Tabel 4. Faktor Aktivitas Tingkat Aktivitas
Istrahat ditempat tidur Kerja sangat ringan Kerja ringan Kerja ringan sedang Kerja sedang Kerja berat Kerja berat sekali (Sumber: Poedyasmoro, dkk, 2008) f.
Faktor Akivitas (× BMR) Laki-laki Perempuan 1.2 1.2 1.4 1.4 1.5 1.5 1.7 1.6 1.8 1.7 2.1 1.8 2.3 2.0
Perhitungan Energi Untuk Olahragawan Langkah-langkah menghitung kebutuhan energi untuk olahragawan: 1) Tentukan status gizi. 2) Tentukan BMR 3) Tentukan
faktor
aktivitas
fisik,
hitung
kebutuhan
energi
berdasarkan aktivitas fisik
11
4) Tentukan kebutuhan energi dari aktivitas olahraga. Hitung kebutuhan energi ditambah aktivitas olahraga. 5) Tambahan energi bila olahragawan masih dalam usia pertumbuhan. 6) Hitung kebutuhan energi total dengan menjumlahkan hasil. 2.
Asupan Protein Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti utama atau yang
didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia Belanda, Gerardus Mulder (1802-1880), karena ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting dalam setiap organisme (Almatsier, 2009). Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan dan manusia. Oleh karena sel itu merupakan pembentukan tubuh kita, maka protein yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh (Poedjiadi, 2009). Protein adalah komponen dasar dan utama makanan yang diperlukan oleh semua makhluk sebagai bagian dari daging, jaringan kulit, otot, otak, sel, darah merah, rambut, dan organ tubuh lainnya yang dibangun dari protein. Protein mempunyai fungsi penting yaitu untuk pertumbuhan, memperbaiki sel tubuh yang rusak, bahan pembentuk plasma kelenjar, hormon dan enzim, cadangan energi, jika terjadi kekurangan, dan menjaga keseimbangan asam-basa darah (Sandjaja, dkk, 2009). Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta 12
kacang-kacangan lain (Almatsier, 2009). Kebutuhan protein umumnya adalah 1020% dari energi total (Almatsier, 2011). 3.
Metode Food Recall 24 Jam Hasil pengukuran asupan zat gizi merupakan indikator status gizi yang paling
umum digunakan. Cara ini secara rutin dilakukan dalam survei gizi nasional, penelitian epidemiologi, dan penelitian gizi perorangan. Memperkirakan asupan makanan dari seseorang tidak mudah untuk dilakukan (Almatsier, dkk, 2011). Tingkat asupan zat gizi, dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (Cynthia, 2012) Asupan Zat Gizi % Tingkat Asupan Gizi = × 100% Kebutuhan Zat Gizi
Dalam metode recall 24 jam, seorang ahli gizi terlatih menanyakan kepada responden yang mungkin merupakan subjek untuk mengingat secara rinci semua makanan dan minuman yang dikonsumsi selama 24 jam yang lalu atau pada hari yang lalu, termasuk cara memasak dan merek makanan bila dibeli dalam bentuk kemasan. Suplemen mineral dan vitamin juga dicatat, demikian pula produk makanan yang difortifikasi. Jumlah makanan biasanya diperkirakan dalam ukuran rumah tangga dan dicatat pada lembar data (Almatsier, dkk, 2011). Kelebihan metode recall 24 jam: a.
Mudah melaksanakan serta tidak terlalu membebani responden.
b.
Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara.
c.
Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden. 13
d.
Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.
e.
Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari (Supariasa, dkk, 2002).
Kekurangan metode recall 24 jam: a.
Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan recall satu hari.
b.
Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden. Oleh karena itu responden harus mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode ini tidak cocok dilakukan pada anak usia dibawah 7 tahun, orang tua di atas 70 tahun dan orang yang hilang ingatan atau orang pelupa.
c.
The Flat Slope Syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate).
d.
Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat.
e.
Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian.
14
f.
Untuk mendapat gambaran konsumsi makanan sehari-hari recall jangan dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada saat melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain.
Keberhasilan recall 24 jam ini bergantung pada daya ingat responden, kemampuan responden memperkirakan porsi atau berat makanan dan minuman yang dikonsumsi, tingkat motivasi responden, dan kegigihan pewawancara (Almatsier, dkk, 2011).
B. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi 1.
Definisi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme
dan
pengeluaran
zat-zat
yang
tidak
digunakan
untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan energi. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, dkk, 2002). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih (Almatsier, 2009). Menurut Gibson dalam Almatsier (2011) penilaian status gizi adalah upaya menginterpertasikan
semua
informasi
yang
diperoleh
melalui
penilaian
antropometri, konsumsi makanan, biokimia dan klinik.
15
2.
Cara Pengukuran Status Gizi Dalam penelitian cara penentuan status gizi yang digunakan adalah
antropometri. Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan dalam masyarakat adalah antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita menggunakan metode antropometri, sebagai cara untuk menilai status gizi. Disamping itu pula dalam kegiatan penapisan status gizi masyarakat selalu menggunakan metode tersebut (Supariasa, dkk, 2002). Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian ini bersifat sangat umum sekali. Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa, dkk, 2002). Menurut Jellife dalam Almatsier (2011), penilaian antropometri adalah pengukuran variasi dari dimensi fisik dan komposisi kasar tubuh manusia pada tingkat usia dan status gizi berbeda. Sedangkan menurut Lee dan Nieman dalam Almatsier (2011) antropometri adalah pengukuran besar tubuh, berat badan, dan proporsi. a.
Keunggulan Antropometri Keunggulan
antropometri
gizi
diuraikan
sebagai
berikut:
(Supariasa, dkk, 2002)
16
1) Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. 2) Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dapat melakukan pengukuran antropometri. Kader gizi (Posyandu) tidak perlu seorang ahli, tetapi dengan pelatihan singkat ia dapat melaksanakan kegiatannya secara rutin. 3) Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat. Memang ada alat antropometri yang mahal dan harus diimpor dari luar negeri, tetapi penggunaan alat itu hanya tertentu saja seperti Skin Fold Caliper untuk mengukur tebal lemak di bawah kulit. 4) Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan. 5) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau. 6) Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk, karena sudah ada ambang batas yang jelas. 7) Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya. 8) Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi.
17
b.
Kelemahan Antropometri Kelemahan antropometri diuraikan sebagai berikut: (Supariasa, dkk, 2002) 1) Tidak sensitif Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat. Selain itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zink dan Fe. 2) Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri. 3) Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi. 4) Kesalahan ini terjadi karena: a)
Pengukuran.
b)
Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan.
c)
Analisis dan asumsi yang keliru.
5) Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan: a)
Latihan petugas yang tidak cukup.
b)
Kesalahan alat atau alat tidak ditera.
c)
Kesulitan pengukuran.
18
c.
Jenis Parameter Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa, dkk, 2002). 1) Umur Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat (Supariasa, dkk, 2002). Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur digunakan adalah tahun umur penuh (Completed Year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (Completed Month) (Supariasa, dkk, 2002). Contoh: Tahun usia penuh (Completed Year) Umur : 7 tahun 2 bulan, dihitung 7 tahun 6 tahun 11 bulan, dihitung 6 tahun Contoh: Bulan Usia penuh (Completed Month) Umur : 4 bulan 5 hari, dihitung 4 bulan 3 bulan 27 hari, dihitung 3 bulan
19
2) Berat Badan Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat bayi lahir di bawah 2500 gram atau di bawah 2,5 kg. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Selain itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan (Supariasa, dkk, 2002). Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat, dan protein otot menurun. Pada orang yang edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi (Supariasa, dkk, 2002). 3) Tinggi Badan Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Tinggi badan merupakan kedua yang penting, karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac Stick), faktor umur dapat dikesampingkan. 20
Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan alat pengukur tinggi mikrotoa (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0.1 cm (Supariasa, dkk, 2002). d.
Indeks Massa Tubuh (IMT) Perbandingan (rasio) berat badan per tinggi badan sering digunakan untuk menilai status gizi orang dewasa, untuk mengetahui apakah status gizinya tergolong kurus, normal, atau gemuk. Perbandingan ini dinamakan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT adalah berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan kuadrat dalam meter (Almatsier, 2011). Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan ideal atau normal (Supariasa, dkk, 2002). Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut: (Supariasa, dkk, 2002) Berat Badan (kg) = Tinggi Badan2 (m) Dengan kategori ambang batas IMT untuk Indonesia sebagai berikut:
21
Tabel 5 Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia Kategori Sangat Kurus Kurus Normal Overweight Obesitas Ringan Obesitas Sedang Obesitas Berat (Sumber: IDF, 2005) e.
IMT <16.49 16.5-18.49 18.5-22.9 23.0-24.9 25.0-29.9 >30 >40
Z-Score Z-score merupakan indeks antropometri yang digunakan secara internasional untuk menentukan status gizi dan pertumbuhan, yang diekpresikan sebagai satuan standar deviasi (SD) populasi rujukan (Cynthia, 2012). Jika nilai individu Subjek < Nilai Median
Z-Score Indeks
Nilai Individu - Nilai Median = Median – (-1SD)
Jika nilai individu Subjek > Nilai Median
Z-Score Indeks
Nilai Individu - Nilai Median = (+1SD) – Median
Jika nilai individu Subjek = Nilai Median
Z-Score Indeks
Nilai Individu - Nilai Median = SD
22
Tabel 6 Kategori Status Gizi Berdasarkan Z-Score IMT/U Z-Score Kategoti Untuk IMT/U > +3 SD Sangat Gemuk (Obesitas) > +2 SD - ≤+3 SD Gemuk (Overweight) > +1 SD - ≤ +2 SD Risiko Gemuk ≤ +1 - ≥ -2 SD Normal < -2 SD - ≥ -3 SD Kurus < -3 SD Sangat Kurus (Sumber: Kemenkes RI dalam Almatsier, 2011)
C. Tinjauan Umum Tentang Kesegaran Jasmani 1.
Definisi Menurut Kamisno dalam Krisdiyanto (2004) kesegaran jasmani adalah
kesanggupan dan kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Kesegaran jasmani menurut Setiawan dalam Krisdiyanto (2004) adalah suatu aspek yaitu fisik dari kesegaran jasmani yang menyeluruh (total fitness) yang memberikan kesanggupan pada seseorang untuk menjalankan hidup yang produktif menyesuaikan diri dari tiaptiap pembebanan fisik (physical fitness) dengan baik. Kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk dapat melakukan tugas sehari-hari dengan mudah tanoa menimbulkan kelelahan yang berarti dan masih mempunyai sisa cadangan tenaga untuk menikmati waktu luang dan keperluan yang sifatnya mendadak. Dapat pula dipertegas bahwa kesegaran jasmani merupakan kemampuan melaksanakan tugas dengan baik walaupun dalam kesdaan sukar dimana orang yang keadaan kesegaran jasmaninya kurang tidak akan dapat melakukannya (Sadoso, 1998 dalam Krisdiyanto, 2004). 23
Menurut Depdikbud (1997) dalam Haryanto (2004), kesegaran jasmani pada hakekatnya berkenaan dengan kemampuan dan kesanggupan fisik seseorang untuk melaksanakan tugasnya sehari-hari secara efisien dan efektif dalam waktu yang relatif lama tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti, dan masih memiliki tenaga cadangan untuk melaksanakan aktifitas lainnya. 2.
Komponen-komponen Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani mencakup pengertian yang sangat luas dan kompleks.
Untuk itu agar dapat memahami konsep kesegaran jasmani yang baik, diperlukan pengetahuan tentang komponen-komponen kesegaran jasmani. Komponenkomponen kesegaran jasmani merupakan satu kesatuan dan memiliki keterkaitan yang erat antara satu dengan yang lain, dan masing-masing komponen memiliki ciri-ciri tersendiri serta emiliki fungsi pokok atau berpengaruh pada kesegaran jasmani seseorang. Agar seseorang dapat dikatakan tingkat kondisi fisiknya baik atau tingkat kesegaran jasmaninya baik, maka status setiap komponen kesegaran jasmani harus dalam kategori baik (Haryanto, 2004). Secara umum komponen atau unsur-unsur dari kesegaran jasmani itu adalah: daya tahan kardiovaskuler (cardiovasculer rendurance), daya tahan otot (muscle endurance), kekuatan otot (muscle strength), kelentukan (flexibility), komposisi tubuh (body composition), kecepatan gerak (speed of movement), kelincahan (agility), keseimbangan (balance), kecepatan reaksi (reaction time), koordinasi (coordination) (Depdikbud, 1996 dalam Haryanto, 2004). Untuk lebih jelasnya pengertian dari masing-masing komponen kesegaran jasmani adalah sebagai berikut: 24
a.
Daya Tahan Kardiovaskuler (Cardiovasculer Endurance) Daya tahan kardiovaskuler adalah kesanggupan sistem jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan kerja dalam mengambil oksigen dan menyalurkan ke jaringan yang aktif sehingga dapat dipergunakan pada proses metabolisme tubuh (Depdikbud, 1997 dalam Haryanto, 2004). Daya tahan kardiovaskuler adalah kemampuan seseorang dalam mempergunakan sistem jantung, pernapasan dan peredaran darahnya. Dengan demikian untuk membina kesegaran jasmani, kita harus memberi beban kepada sistem kardiorespiratori. Latihan yang kita lakukan harus memberi beban kepada sistem jantung, peredaran darah dan paru. Latihan semacam ini disebut latihan aerobik yaitu latihan yang menggunakan udara dan dilakukan dalam waktu yang cukup lama. Tujuan utama latihan aerobik adalah menggunakan oksigen sebanyak mungkin atau memperbanyak jumlah oksigen yang dapat diproses oleh tubuh (Sudarno, 1992 dalam Haryanto, 2004).
b.
Daya Tahan Otot (Muscle Endurance) Daya
tahan
otot
adalah
kemampuan
seseorang
dalam
mempergunakan suatu kelompok ototnya untuk berkontraksi terus menerus dalam waktu relatif cukup lama dengan beban tertentu (Sajoto, 1988 dalam Haryanto, 2004). Dengan demikian daya tahan otot berarti kemampuan atau kapasitas sekelompok otot untuk melakukan kontraksi yang beruntun 25
atau berulang-ulang terhadap suatu beban dalam jangka waktu tertentu. Jadi daya tahan otot merupakan kemampuan untuk mengatasi kelelahan otot dan berkurang secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur. Namun penurunan daya tahan otot tidak terjadi secepat menurunnya kekuatan otot (Haryanto, 2004). c.
Kekuatan Otot (Muscle Strength) Kekuatan otot adalah tenaga atau gaya atau tegangan yang dapat dihasilkan otot atau sekelompok otot pada suatu kontraksi maksimal (Depdikbud, 1997 dalam Haryanto, 2004). Kekuatan otot merupakan hal penting untuk setiap orang karena dapat mendukung dalam menyelesaikan tugas-tugas. Penurunan kekuatan otot tidak hanya menganggu keseimbangan tubuh dan aktivitas berjalan, tetapi juga berhubungan dengan peningkatan resiko terjatuh (Haryanto, 2004).
d.
Kelentukan (Flexibility) Kelentukan adalah keefektifan seseorang dalam penyesuaian dirinya, untuk melakukan segala aktivitas tubuh dengan penguluran seluas-luasnya,
terutama
otot-otot,
ligamen-ligamen
disekitar
persendian (Sajoto, 1988 dalam Haryanto, 2004). Jadi, kelentukan merupakan keleluasaan gerak tubuh pada persendian yang sangat dipengaruhi oleh elastisitas otot, tendon dan ligamen sekitar sendi dan sendi itu sendiri. Hubungan antara bentuk persendian umumnya tiap persendian mempunyai kemungkinan gerak tertentu sebagai akibat struktur anatominya. Gerak yang paling penting 26
dalam kehidupan sehari-hari adalah fleksi batang tubuh. Tetapi kelentukan yang baik pada tempat tersebut belum tentu ditempat lainpun demikian (Dangsina, 1984 dalam Haryanto, 2004). Dengan demikian kelentukan berarti bahwa tubuh dapat melakukan gerakan secara bebas. Tubuh yang baik harus memiliki kelentukan yang baik pula. Hal ini dapat dicapai dengan latihan jasmani terutama untuk penguluran dan kelentukan. Faktor yang mempengaruhi kelentukan adalah usia dan aktivitas fisik. Pada usia lanjut kelentukan tubuh atau elastisitas otot berkurang akibat kurang latihan (aktivitas fisik), sehingga alternatif yang terbaik untuk menghambat berkurangnya elastisitas otot secara drastis adalah dengan latihan atau aktivitas fisik yang teratur (Haryanto, 2004). e.
Komposisi Tubuh (Body Composition) Komposisi tubuh digambarkan dengan berat badan tanpa lemak dan berat lemak. Berat badan tanpa lemak terdiri atas massa otot (40-50%), tulang (16-18%) dan organ-organ tubuh (29-39%). Berat lemak dinyatakan dalam persentasenya terhadap berat badan total. Secara umum dapat dikatakan makin kecil persentase lemak, makin baik kinerja seseorang (Depdikbud, 1997 dalam Haryanto, 2004). Jadi, komposisi tubuh adalah susunan tubuh yang digambarkan sebagai dua komponen yaitu lemak tubuh dan masa tubuh tanpa lemak (Haryanto, 2004).
27
f.
Kecepatan Gerak (Speed of Movement) Kecepatan gerak adalah kemampuan untuk melaksanakan gerakgerak yang sama atau tidak sama secepat mungkin (Depdikbud, 1997 dalam Haryanto, 2004).
g.
Kelincahan (Agility) Kelincahan adalah kemampuan seseorang dalam merubah arah, dalam posisi-posisi di arena tertentu (Sajoto, 1988 dalam Haryanto, 2004). Kelincahan adalah kemampuan mengubah secara cepat arah tubuh/bagian tubuh tanpa gangguan pada keseimbangan (Depdikbud, 1997 dalam Haryanto, 2004). Jadi, kelincahan merupakan kemampuan dari seseorang untuk merubah posisi dan arah secepat mungkin sesuai dengan situasi yang dihadapi dan dikehendaki. Kelincahan tidak hanya diperlukan dalam situasi kerja dan kegiatan rekreasi. Seseorang yang mampu merubah suatu posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi yang baik, berarti kelincahannya baik, kesegaran jasmani yang baik tentunya juga didukung oleh kelincahannya yang baik pula. Kelincahan seseorang dipengaruhi oleh usia, tipe tubuh, jenis kelamin, berat badan dan kelelahan (Dangsina, 1984 dalam Haryanto, 2004).
h.
Keseimbangan (Balance) Keseimbangan adalah kemampuan seseorang mengendalikan organ-organ syaraf ototnya, selama melakukan gerak-gerak yang cepat 28
dengan perubahan letak titik-titik berat badan yang cepat pula, baik dalam keadaan statis maupun lebih-lebih dalam gerak dinamis (Sajoto, 1988 dalam Haryanto, 2004). Keseimbangan bergantung pada kemampuan integrasi
antara kerja indera penglihatan, kanalis
semisirkularis pada telinga dan reseptor pada otot. Diperlukan tidak hanya pada olahraga tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari (Dangsina, 1984 dalam Haryanto, 2004). Keseimbangan ini penting dalam kehidupan maupun berolahraga, unsur ini penting dimana tanpa keseimbangan orang tidak dapat melakukan aktivitas dengan baik. Dengan bertambahnya umur keseimbangan akan menurun sebagai akibat dari penurunan sruktur dan fungsi organ keseimbangan (Haryanto, 2004). i.
Kecepatan reaksi (Reaction Time) Kecepatan reaksi adalah waktu yang dibutuhkan untuk memberi jawaban gerak setelah menerima suatu rangsangan (Depdikbud, 1997 dalam Haryanto, 2004). Kecepatan reaksi adalah waktu tersingkat yang dibutuhkan untuk memberi jawaban kinetis setelah menerima suatu rangsangan. Hal ini berhubungan erat dengan waktu refleks, waktu gerakan dan waktu respon. Faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain adalah: usia, jenis kelamin, kesiapan, intensitas stimulus, latihan, diet, dan kelelahan (Dangsina, 1984 dalam Haryanto, 2004).
29
j.
Koordinasi (Coordination) Koordinasi adalah kemampuan seseorang dalam mengintegrasikan gerakan yang berbeda ke dalam suatu pola gerakan tunggal secara efektif (Sajoto, 1988 dalam Haryanto, 2004).
3.
Fungsi dan Manfaat Kesegaran Jasmani a.
Fungsi Kesegaran Jasmani Fungsi dari kesegaran jasmani adalah untuk mengembangkan kemampuan, kesanggupan daya kreasi dan daya tahan dari setiap manusia yang berguna untuk mempertinggi daya kerja. Jadi, daya kerja dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kesegaran jasmani, kesegaran jasmani dapat ditingkatkan dengan meningkatkan keseimbangan antara latihan-latihan yang dilakukan dengan reaksi-reaksi organ-organ tubuh (antara ergosistem primer dan sekunder) (Kamiso, 1991 dalam Haryanto, 2004).
b.
Manfaat Kesegaran Jasmani Latihan-latihan kesegaran jasmani yang dilakukan secara tepat dan benar akan memberikan manfaat bagi tubuh, yaitu: (Depdikbud, 1997 dalam Haryanto, 2004) 1) Memperkuat sendi-sendi dan ligamen. 2) Meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru (ketahanan kardiorespirasi). 3) Memperkuat otot tubuh. 4) Menurunkan tekanan darah. 30
5) Mengurangi lemak tubuh. 6) Memperbaiki bentuk tubuh. 7) Mengurangi kadar gula. 8) Mengurangi resiko terkena penyakit jantung koroner. 9) Memperlancar pertukaran gas. Selain mempunyai manfaat biologis seperti tersebut di atas, latihan kesegaran
jasmani
juga
mempunyai
manfaat
lainnya,
yaitu:
(Depdikbud, 1997 dalam Haryanto, 2004) 1) Secara psikologis adalah mengendurkan ketegangan mental, suasana hati tenang, nyaman dan rasa terhibur. 2) Secara sosial adalah persahabatan dengan orang lain meningkat dalam kualitas dan kuantitas serta menghargai lingkungan hidup dan alam sekitar. 3) Secara kultural adalah kebiasaan hidup sehat, teratur dan terencana, melestarikan nilai-nilai budaya yang berkaitan dengan jenis latihan kesegaran jasmani. 4.
Sasaran dan Tujuan Kesegaran Jasmani Sasaran dan tujuan kesegaran jasmani akan selalu tergantung dengan kepada
objek yang dituju. Sedangkan objek yang dituju adalah: (Kosasih, 1985 dalam Haryanto, 2004) a.
Golongan yang Dihubungkan dengan Pekerjaan 1) Kesegaran jasmani bagi olahragawan untuk meningkatkan prestasi para atlet. 31
2) Kesegaran jasmani bagi karyawan untuk meningkatkan hasil efisiensi dan produktifitas. 3) Kesegaran jasmani bagi para pelajar dan mahasiswa untuk mempertinggi kemampuan aktivitas gerak dan kemampuan belajar. b.
Golongan yang Dihubungkan dengan Keadaan 1) Kesegaran jasmani bagi penderita cacat dan rehabilitasi. 2) Kesegaran jasmani bagi ibu hamil untuk perkembangan bayi dalam kendungan dan untuk memperisapkan diri menghadapi kelahiran.
c.
Golongan yang Dihubungkan dengan Usia 1) Kesegaran jasmani bagi anak-anak menjamin perkembangan pertumbuhan. 2) Kesegaran jasmani bagi orang tua untuk mempertahankan kondisi fisik terhadap serangan suatu penyakit.
5.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesegaran Jasmani Tubuh manusia diciptakan untuk bergerak, segala bentuk dan fungsi tubuh
yang menunjang pergerakan tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan. Manusia sejak lahir telah diberikan sifat dasar masing-masing, dalam pertumbuhan dan perkembangannya akan dipengaruhioleh cara hidup dan lingkunganya. Salah satu cara hidup atau kebiaaan tersebut adalah pergerakan fisik (Krisdayanto, 2004). Sesuai dengan kegiatan manusia yang masing-masing beraneka ragam, maka kesegaran jasmani yang dimiliki oleh orang-orang juga beraneka ragam,
32
kesegaran jasmani berbeda-beda tergantung pada beberapa hal antara lain: (Krisdayanto, 2004) a. Jenis pekerjaannya b. Keadaan kesehatan c. Jenis kelamin d. Usia Penjelasan tersebut mengartikan kesegaran jasmani masing-masing orang memiliki tingkat kesegara jasmani yang berbeda-beda. Suatu tingkat kesegaran jasmani terdapat kebutuhan minimal yang diperlukan agar dalam suatu tingkat profesi tertentu dapat kemampuan untuk melaksanakan fungsi hidup lain diluar kerja sehari-hari. Olahraga dan latihan fisik yang teratur dapat menunjang hasil tetap dalam proses pertumbuhan dan perkembangan manusia, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial (Krisdayanto, 2004).
C. Tinjauan Umum Tentang Tenis Meja Tenis meja merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak penggemarnya, tidak terbatas pada tingkat usia remaja saja, tapi juga anak-anak dan orang tua, pria dan wanita cukup besar peminatnya (Danri, 2011). Tenis meja adalah suatu olahraga raket yang dimainkan oleh dua orang (untuk tunggal) atau dua pasangan (untuk ganda) yang berlawanan. Di Republik Rakyat Cina, nama resmi olahraga ini ialah bola ping pong. Permainan ini menggunakan raket yang terbuat dari papan kayu yang dilapisi karet yang biasa disebut bat, sebuah bola pingpong dan lapangan permainan yang berbentuk meja (Wikipedia, 2012). 33
1.
Tenis Meja dan Kesehatan Kelihatannya biasa, tapi tenis meja olahraga istimewa. Bisa sebagai terapi
tambahan, bisa pula memperbaiki kinerja kita dalam kehidupan sehari-hari. Pastinya tenis meja merupakan cabang olahraga yang cukup efektif dalam menghasilkan keringat (Arimurti, 2008). Menurut Arimurti (2008) dibandingkan dengan yang lainnya, tenis meja memiliki beberapa keunggulan. Cabang olahraga ini mempunyai peran sangat penting dalam bidang rehabilitasi. Ia merupakan terapi rekreasi yang tak ternilai harganya untuk penyandang cacat fisik seperti polio, paraplegia, hemiplegia, ampute (bagian badannya ada yang diamputasi), radang sendi, dan lain-lain. Bahkan, pun untuk penderita penyakit mental. Karena itu, dewasa ini di semua instansi perawatan penyakit mental negara-negara maju, tenis meja digunakan sebagai olahraga untuk terapi tambahan. Sebagai olahraga pendukung, permainan tenis meja bisa pula membantu memantapkan kondisi untuk olahraga lain. Belum disebut pula perannya yang sangat berarti untuk meredakan ketegangan atlet olahraga lain saat musim kompetisi seperti atlet catur dan bridge. Bahkan kalau Anda memiliki anggota keluarga yang sudah lanjut usia, tenis meja juga bagus untuk mereka. Semua itu, oleh karena tenis meja mempunyai pengaruh pemantapan kondisi (Arimurti, 2008). Tenis meja sangat baik untuk kesehatan anda, luar biasa untuk mengeluarkan keringat dan meningkatkan aktivitas jantung. Untuk level yang lebih tinggi, tenis meja adalah olahraga tercepat di dunia (Hartawan, 2011). 34
Secara fisologis saja, olahraga ini sudah memberi keuntungan kepada para pemainnya. Pada waktu melakukannya, segala penyimpangan masalah kesehatan dan tekanan kehidupan sehari-hari akan berkurang. Dari penelitian-penelitian tampak bahwa setelah berolahraga mereka menjadi lebih segar bugar (Arimurti, 2008). Sebagaimana dikatakan Arimurti (2008) jangan pula dikira, respon yang otomatis dan sangat cepat dalam permainan tenis meja tidak memberikan keuntungan dalam kehidupan sehari-hari. Seorang atlet tenis meja cenderung memiliki reaksi lebih cepat dalam keadaan gawat mendadak. Tenis meja juga mengasah mental kita agar tetap tajam. Semakin kita tua, pingpong semakin bagus untuk otak. Di lapangan pertandingan kita dipaksa berpikir kritis, merencanakan dan menerapkan strategi, yang akan membantu orang tua tetap berpikir aktif (Hartawan, 2011). Arimurti (2008) mengatakan sifat tenis meja sangat individualistik. Tenis meja juga merupakan cabang olahraga yang ekspresif dan temperamental. Cedera akut, subakut, dan kronis terutama terjadi pada lengan yang digunakan untuk main, dan tungkai atau kaki, meski yang terakhir ini lebih jarang. Kejang pada otot-otot bisa muncul karena kehilangan garam akibat keringat mengucur berlebihan, terlalu panas, penggunaan otot berlebihan, peregangan berlebihan, dan kelelahan berlebihan (over fatigue). Meski, kejang bisa pula disebabkan oleh makanan atau gangguan peredaran darah setempat pada bagian badan tertentu.
35
Cedera pada otot dan tendon timbul karena kerja otot yang keras. Misalnya pada waktu melakukan stroke tajam, chop, atau lop. Para atlet tenis meja sering mengalaminya pada gelang bahu, sekitar siku, lengan bawah, pergelangan tangan, atau pada tangan karena terus menerus memegang bat dengan kencang. Uniknya, meski saat pertandingan atlet tenis meja memerlukan kemampuan fisik luar biasa, pada permainan bukan pertandingan, siapapun baik pria maupun wanita dengan berbagai tingkatan usia dan kondisi fisik, tetap dapat menikmati olahraga ini. Tenis meja dibedakan atas tenis meja yang dipertandingkan (kompetitif) dan yang tidak dipertandingkan (non-kompetitif). Jelas saja, pada tenis meja non kompetitif
persyaratan
fisik
dan
fisiologis
jauh
berbeda
dari
yang
dipertandingkan. Persyaratan terpenting adalah keterampilan yang neuromuskuler (saraf otot) untuk memperoleh kondisi refleks dan konsentrasi yang baik. Kedua komponen tersebut boleh dikatakan merupakan persyaratan terpenting pada tenis meja non-pertandingan. Sebaliknya, pada tenis meja kompetitif atau yang dipertandingkan, kedua hal itu saja jauh dari cukup. Diperlukan kecepatan yang hebat, kekuatan memukul, dan endurance (daya tahan). Jadi selain tenaga, juga sangat dibutuhkan daya tahan otot, jantung dan pernapasan. Seorang atlet pingpong yang harus menjalani pertandingan juga harus mampu lari 5 km agar bisa meraih dan mengembalikan bola yang kecepatan maksimumnya bisa mencapai 125-140 km perjam. Memang benar, pencapaian refleks dan konsentrasi yang terkondisi merupakan persyaratan utama pada tenis
36
meja kompetitif. Namun, kelincahan kaki, kecepatan, antisipasi, koordinasi, dan taktik juga sangat penting. Kondisi refleks atau refleks yang dimiliki pemain bukan diperoleh secara genetis, karenanya pemain harus berlatih sejak awal. Apalagi kondisi refleks akan melemah dengan berjalannya waktu. Makin kurang baik kondisi refleksnya, makin cepat hilangnya. Ini menunjukkan, untuk memelihara atau meningkatkan kondisi refleks diperlukan program latihan yang konsisten dalam jangka waktu cukup lama. Umur paling baik untuk menjadi pemain tenis meja kompetitif pada pria adalah 18-30 tahun dan pada wanita 16-26 tahun. Barangkali perlu dicatat adanya sedikit perbedaan antara pria dan wanita dalam respons fisiologis. Persisnya, dalam mengembangkan keterampilan neuromuskuler untuk meningkatkan tenaga otot (terutama pada lengan yang digunakan untuk main), daya tahan otot (pada lengan yang digunakan untuk main dan kedua kaki), serta daya tahan jantung dan pernapasan. Ini terjadi lantaran wanita sedikit lebih lemah. Kebugaran fisik dan mental diperlukan dalam tenis meja kompetitif, pemeriksaan klinis terhadap atlet-atlet tenis meja harus betul-betul teliti. Selain pemeriksaan fisik lengkap, juga harus dilakukan evaluasi terhadap metode latihan, pengaturan makan, keadaan lingkungan, masalah usia, seks dan pekerjaan, serta pencegahan cedera. Karena merupakan olahraga indoor, maka perlu diberikan perhatian pada kondisi paru-paru. Artinya, secara periodik haruslah diadakan pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan dengan sinar rontgen. Juga karena permainan ini 37
biasanya menggunakan sinar lampu, pemeriksaan mata secara periodik pun sangat dianjurkan (Arimurti, 2008).
38
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Asupan makanan merupakan jumlah makanan yang dikonsumsi. Makanan terdapat berbagai zat-zat gizi termasuk energi dan protein. Asupan energi dan protein mempunyai peranan penting dalam memperbaiki dan mempertahankan status gizi yang baik. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi yang baik menandakan asupan energi dan protein yang baik juga. Status gizi yang baik akan dapat membantu kesegaran jasmani yang baik juga. Kesegaran jasmani adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sehari -hari dan adaptasi terhadap pembebanan fisik tanpa menimbulkan kelelahan berlebih dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang maupun pekerjaan yang mendadak serta bebas dari penyakit. Tingkat kesegaran jasmani yang tinggi selain latihan fisik (olahraga) juga dibutuhkan status gizi yang baik. Makin baik status gizi seseorang, bila diberikan latihan fisik (olahraga) yang teratur maka makin tinggi angka kesegaran jasmaninya. Makanan yang berperan tinggi akan berperan penting dalam pencapaian prestasi optimal, makin banyak ragam makanan yang dikonsumsi, makin terpenuhi gizi seseorang untuk mampu berprestasi tinggi. Makin tinggi kemampuan fisik seseorang, makin mampu mengatasi beban kerja yang diberikan atau dengan kata lain kemampuan produktivitas orang tersebut makin tinggi. 39 39
Begitu juga dengan seorang olahragawan apabila asupan makanan termasuk asupan energi dan protein baik serta terpenuhi dan status gizi baik juga akan terbentuk kesegaran jasmani yang tinggi dengan begitu olahragawan tersebut akan mempunyai kemampuan dalam meraih prestasi yang optimal. B. Pola Pikir Variabel yang Diteliti Berdasarkan dasar pemikiran diatas maka disusun alur pikir sebagai konsep variable yang diteliti, dapat digunakan secara sistematik sebagai berikut: Asupan Energi Kesegaran Jasmani
Asupan Protein
Status Gizi
Keterangan
: = Variabel Independen
= Variabel Dependen
Gambar 1
40
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif 1.
Asupan Energi Asupan energi dalam penelitian ini adalah jumlah energi yang dikonsumsi
dalam makanan dan minuman dalam sehari yang diteliti menggunakan metode food recall 3 × 24 jam. Kriteria Objektif :
2.
a.
Baik, jika asupan energi 90-110% dari standar kebutuhan
b.
Lebih, jika asupan energi > 110% dari standar kebutuhan
c.
Kurang, jika asupan energi < 90% dari standar kebutuhan
Asupan Protein Asupan protein dalam penelitian ini adalah jumlah protein yang dikonsumsi
dalam makanan dan minuman dalam sehari yang diteliti menggunakan metode food recall 3 × 24 jam. Kriteria Objektif :
3.
a.
Baik, jika asupan protein 90-110% dari standar kebutuhan
b.
Lebih, jika asupan protein > 110% dari standar kebutuhan
c.
Kurang, jika asupan protein < 90% dari standar kebutuhan
Status Gizi Status gizi dalam penelitian ini adalah keadaan tubuh yang dilakukan
pengukuran antropometri dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT) untuk dewasa (diatas 18 tahun) dan Z-Score untuk IMT/U untuk dibawah 18 tahun.
41
Kriteria Objektif : Untuk Dewasa (Diatas 18 Tahun): a.
Sangat kurus, jika IMT < 16.49
b.
Kurus, jika IMT 16.5-18.49
c.
Normal, jika IMT 18.5-22.9
d.
Overweight, jika IMT 23-24.9
e.
Obesitas ringan, jika IMT 25-29.9
f.
Obesitas sedang, jika IMT > 30
g.
Obesitas berat, jika IMT > 40
Untuk Dibawah 18 Tahun:
4.
a.
Sangat kurus, jika IMT/U > -3 SD
b.
Kurus, jika IMT/U < -2 SD - ≥ -3 SD
c.
Normal, jika IMT/U ≤ +1 SD - ≥ -2 SD
d.
Risiko gemuk, jika IMT/U > +1 SD - ≤ +2 SD
e.
Gemuk, jika IMT/U > +2 SD - ≤ +3 SD
f.
Obesitas, jika IMT/U > +3SD
Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani dalam penelitian ini adalah kesanggupan dan kemampuan
dalam melakukan tes kesegaran jasmani terstandar yang terdiri dari lari 60 meter, gantung angkat tubuh (tahan pull up) 60 detik, baring duduk (sit up) 60 detik, loncat tegak (vertical jump), lari 1200 meter. Kriteria Objektif : a.
Baik sekali, jika jumlah nilai 22-25 42
b.
Baik, jika jumlah nilai 18-21
c.
Sedang, jika jumlah nilai 14-17
d.
Kurang, jika jumlah nilai 10-13
e.
Kurang sekali, jika jumlah nilai 5-9
D. Hipotesis 1.
Terdapat hubungan antara asupan energi dengan kesegaran jasmani.
2.
Terdapat hubungan antara asupan protein dengan kesegaran jasmani.
3.
Terdapat hubungan antara status gizi dengan kesegaran jasmani.
43
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei yang merupakan suatu penelitian tanpa melakukan intervensi terhadap objek penelitian. Desain penelitian ini adalah potong lintang (cross sectional) dimana pada penelitian ini variabel bebas dan variabel terikat dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dilakukan pada 28 Mei – 10 Juni 2012. Penelitian ini dilakukan pada anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate.
C. Populasi dan Sampel 1.
Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota klub yang masih aktif
latihan di Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate. 2.
Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi.
Dimana dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability sampling dengan jenis teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel yang didasarkan pada pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 11 orang.
44
44
Kriteria Inklusi: Responden yang masih aktif latihan, bersedia mengikuti penelitian yang dilakukan, hadir saat penelitian dilakukan, dan mengikuti penelitian yang dilakukan sampai pengumpulan data selesai. Kriteria Eksklusi: Responden yang tidak bersedia mengikuti penelitian yang dilakukan, tidak hadir saat penelitian dilakukan, dan mengikuti penelitian yang dilakukan akan tetapi pengumpulan data tidak selesai.
D. Pengumpulan Data 1.
Data Primer Data primer diperoleh dari observasi untuk mengetahui asupan energi dan
protein yang dikumpulkan melalui kuesioner food recall 24 jam selama 3 hari. Status gizi yang diukur dengan indeks massa tubuh (IMT) untuk dewasa (diatas 18 tahun) dan Z-Score untuk IMT/U bagi umur dibawah 18 tahun dengan melakukan pengukuran langsung dengan menggunakan timbangan digital untuk berat badan dan microtoise untuk tinggi badan. Kesegaran jasmani diukur menggunakan prosedur tes kesegaran jasmani Indonesia (TKJI). 2.
Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Ternate
berupa profil Klub.
45
E. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dibawah ini.
Tabel 7 Instrumen Penelitian No 1.
Variabel Asupan Energi
Dimensi Asupan Makanan Khususnya Energi Asupan Protein Asupan Makanan Khususnya Protein Status Gizi a. Berat Badan b. Tinggi Badan
2 2.
3.
Kesegaran Jasmani
a. Lari 60 meter b. Gantung angkat tubuh (pull up) selama 60 detik c. Baring duduk (sit up) selama 60 detik d. Loncat tegak (vertical jump) e. Lari 1200 meter
Alat Kuesioner Recall 24 jam Alat Tulis Kuesioner Recall 24 jam Alat Tulis Timbangan Digital Microtoise Kuesioner Alat tulis Lapangan Stopwatch Palang tunggal untuk gantung siku Kertas untuk penanda saat loncat tegak Bedak Kuesioner Alat tulis
F. Pengolahan dan Analisis Data 1.
Pengolahan Data Setelah data dikumpulkan, dilakukan tahap-tahap pengolahan data yang
meliputi : a.
Editing, merupakan langkah untuk meneliti kelengkapan data setelah semua data telah diambil.
b.
Coding, merupakan langkah pemberian kode pada masing-masing jawaban untuk mempermudahkan pengolahan data.
46
c.
Processing, merupakan langkah untuk memasukan data yang diperoleh ke dalam program komputer yang diistilahkan dengan entri data.
d.
Cleaning, merupakan pengecekan kembali data dengan teliti kemudian dilakukan perbaikan atau koreksi setelah itu untuk dianalisis.
e.
Tabulasi, merupakan pengelompokkan data berdasarkan variabelvariabel yang diteliti.
2.
Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah program komputer
SPSS versi 17 kemudian dianalisis hubungan antara variabel (chi-square).
G. Penyajian Data Data yang telah dikumpulkan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dilengkapi dengan narasi sebagai penjelasan.
47
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 1.
Gambaran Umum Responden
a.
Satelit Satelit merupakan singkatan dari Sabar Tekun Lincah Tenang. Klub tenis
meja ini berlokasi di Kelurahan Kampung Makkasar Barat RT 003/RW 04 Lingkungan Ngidi Kompleks Al Munir Kecamatan Ternate Tengah. Satelit berdiri sejak 21 Mei 1962. Waktu latihan klub tenis meja ini adalah 3 kali dalam seminggu yaitu pada hari Rabu, Jumat, dan Minggu. Lama latihan setiap kali latihan adalah ± 2 jam. Jumlah anggota klub sejak berdiri hingga sekarang adalah ± 200 orang dan sekarang yang masih aktif latihan ± 16 orang. Dalam klub tenis meja ini terdapat ujian seleksi peringkat tiga kali setahun dan eksebisi (Try Out) dilaksanakan tiga kali setahun. Klub ini sudah berpartisipasi dalam berbagai kejuaraan seperti POPDA, POPWIL, POPNAS, Pra PON, PON, O2SN dan kejuaraan turnamen terbuka antar daerah. Klub tenis meja ini termasuk klub yang telah banyak memenangkan kejuaraan tenis meja diantaranya berbagai kejuaraan terbuka, dan kejuaraan daerah. b.
Salero Star Salero Star berlokasi di Kelurahan Salero belakang Kedaton Sultan Ternate
Kecamatan Ternate Utara. Klub tenis meja ini berdiri pada tahun 1999. Jumlah anggota klub sejak berdiri hingga sekarang adalah ± 23 orang dan yang masih aktif latihan sekarang adalah ± 21 orang. Jadwal latihan klub tenis meja ini adalah 48 48
setiap hari kecuali hari Kamis. Lama latihan setiap kali latihan adalah ± 2 jam. Jumlah pelatih di klub tenis meja ini ada 2 pelatih. Dalam klub tenis meja ini terdapat latihan fisik setiap hari minggu yaitu lari jarak jauh. Klub ini sudah berpartisipasi dalam berbagai kejuaraan seperti POPDA, POPWIL, POPNAS, Pra PON, PON, O2SN dan kejuaraan turnamen terbuka antar daerah. 2.
Karateristik Responden
a.
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 No 1 2
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total (Sumber : Data Primer, 2012)
n 8 3 11
% 72.7 27.3 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa dari 11 responden menunjukkan responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 8 orang (72.7%) dan responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 3 orang (27.3%). b.
Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 No 1 2 3
Umur (Tahun) 10-19 30-39 40-49 Total (Sumber: Data Primer, 2012)
n 7 2 2 11
% 63.6 18.2 18.2 100.0
49
Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa dari 11 responden menunjukkan sebagian besar responden dengan umur 10-19 tahun sebanyak 7 orang (63.6%) dan responden dengan umur 30-39 tahun dan 40-49 tahun masingmasing sebanyak 2 orang (18.2%). 3.
Variabel Penelitian
a.
Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Energi
Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Energi Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 No 1 2
Asupan Energi Baik Kurang Total (Sumber: Data Primer, 2012)
n 4 7 11
% 36.4 63.6 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa dari 11 responden menunjukkan sebagian besar responden dengan asupan energi kurang sebanyak 7 orang (63.6%), dan responden dengan asupan energi baik sebanyak 4 orang (36.4%). b.
Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Protein Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Protein Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 No 1 2
Asupan Protein Baik Kurang Total (Sumber: Data Primer, 2012)
n 1 10 11
% 9.1 90.9 100.0
50
Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa dari 11 responden menunjukkan sebagian besar responden dengan asupan protein kurang sebanyak 10 orang (90.9%), dan responden dengan asupan protein baik sebanyak 1 orang (9.1%). c.
Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 No 1 2 3
Status Gizi Normal Overweigth Obesitas Ringan Total (Sumber: Data Primer, 2012)
n 7 3 1 11
% 63.6 27.3 9.1 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa dari 11 responden menunjukkan sebagian besar responden dengan status gizi normal sebanyak 7 orang (63.6%), responden dengan status gizi overweight sebanyak 3 orang (27.3%) dan responden dengan status gizi obesitas ringan sebanyak 1 orang (9.1%). d.
Distribusi Responden Berdasarkan Kesegaran Jasmani Tabel 13. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Protein Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 No 1 2 3
Kesegaran Jasmani Sedang Kurang Kurang Sekali Total (Sumber: Data Primer, 2012)
n 7 3 1 11
% 63.6 27.3 9.1 100.0
51
Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa dari 11 responden menunjukkan sebagian besar responden dengan kesegaran jasmani sedang sebanyak 7 orang (63.6%), responden dengan kesegeran jasmani kurang sebanyak 3 orang (27.3%) dan responden dengan kesegaran jasmani kurang sekali sebanyak 1 orang (9.1%). 4.
Hubungan Antara Variabel Penelitian
a.
Asupan Energi dengan Kesegaran Jasmani
Tabel 14. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Asupan Energi dengan Kesegaran Jasmani Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 Kesegaran Jasmani Kurang Asupan Energi Sedang Kurang Sekali n % n % n % Baik 1 9.1 2 18.2 1 9.1 Kurang 6 54.5 1 9.1 0 0.0 Total 7 63.6 3 27.3 1 9.1 (Sumber: Data Primer, 2012)
Total n
%
4 7 11
36.4 63.6 100.0
X2 hitung
4.415
Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa dari 11 responden menunjukkan paling tertinggi adalah responden yang asupan energi kurang dengan kesegaran jasmani sedang sebanyak 6 orang (54.5%), responden yang asupan energi baik dengan kesegaran jasmani kurang sebanyak 2 orang (18.2%), dan responden yang asupan energi baik dengan kesegaran jasmani sedang, responden yang asupan energi baik dengan kesegaran jasmani kurang sekali, serta responden yang asupan energi kurang dengan kesegaran jasmani kurang masingmasing sebanyak 1 orang (9.1%).
52
Hasil pengujian dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh yaitu X2 hitung = 4.415 dengan df = 2, dan X20.05 tabel = 5.991. Ini menunjukkan X2 hitung (4.415) < X2 tabel (5.991) maka hasil analisis ini disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan antara asupan energi dengan kesegaran jasmani. b.
Asupan Protein dengan Kesegaran Jasmani
Tabel 15. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Asupan Protein dengan Kesegaran Jasmani Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 Kesegaran Jasmani Asupan Kurang Sedang Kurang Sekali Protein n % n % n % Baik 0 0.0 0 0.0 1 9.1 Kurang 7 63.6 3 27.3 0 0.0 Total 7 63.6 3 27.3 1 9.1 (Sumber: Data Primer, 2012)
Total n
%
1 10 11
9.1 90.9 100.0
X2 hitung
11.000
Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa dari 11 responden menunjukkan sebagian besar responden yang asupan protein kurang dengan kesegaran jasmani sedang sebanyak 7 orang (63.6%), responden yang asupan protein kurang dengan kesegaran jasmani kurang sebanyak 3 orang (27.3%), dan responden yang asupan protein baik dengan kesegaran jasmani kurang sekali sebanyak 1 orang (9.1%). Hasil pengujian dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh yaitu X2 hitung = 11.000 dengan df = 2, dan X20.05 tabel = 5.991. Ini menunjukkan X2 hitung (11.000) > X20.05 tabel (5.991) maka hasil
53
analisis ini disimpulkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada hubungan antara asupan protein dengan kesegaran jasmani. c.
Status Gizi dengan Kesegaran Jasmani
Tabel 16. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Status Gizi dengan Kesegaran Jasmani Pada Anggota Klub Tenis Meja Satelit dan Salero Star Kota Ternate Tahun 2012 Kesegaran Jasmani Kurang Status Gizi Sedang Kurang Sekali n % n % n % Normal 6 54.5 1 9.1 0 0.0 Overweight 1 9.1 2 18.2 0 0.0 Obesitas ringan 0 0.0 0 0.0 1 9.1 Total 7 63.6 3 27.3 1 9.1 (Sumber: Data Primer, 2012)
Total n
%
7 3 1 11
63.6 27.3 9.1 100.0
X2 hitung
14.018
Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa dari 11 responden menunjukkan sebagian besar responden yang status gizi normal dengan kesegaran jasmani sedang sebanyak 6 orang (54.5%), responden yang status gizi overweight dengan kesegeran jasmani kurang sebanyak 2 orang (18.2%), dan responden yang status gizi normal dengan kesegaran jasmani kurang, responden yang status gizi overweight dengan kesegaran jasmani sedang, serta responden yang status gizi obesitas ringan dengan kesegaran jasmani kurang sekali masing-masing sebanyak 1 orang (9.1%). Hasil pengujian dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh yaitu X2 hitung =14.108 dengan df = 4, dan X20.05 tabel = 9.488. Ini menunjukkan X2 hitung (14.108) > X20.05 tabel (9.488) maka hasil analisis ini disimpulkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada hubungan antara status gizi dengan kesegaran jasmani. 54
B. Pembahasan 1.
Variabel Penelitian
a.
Asupan Energi Energi berasal dari ketiga zat gizi makro berupa karbohidrat, lemak, dan
protein melalui proses metabolisme tubuh. Sumber energi utama adalah karbohidrat dan lemak, sedangkan protein terutama digunakan sebagai zat pembangun. Hanya bila konsumsi karbohidrat dan lemak kurang untuk memenuhi kebutuhan energi, digunakan protein (Almatsier, 2011). Kebutuhan energi olahragawan bervariasi tergantung ukuran badan, komposisi tubuh, usia, jenis kelamin, dan jenis olahraga yang dilakukan. Selain itu intensitas, lama melakukan olahraga serta efisiensi pergerakan tubuh juga mempengaruhi berapa banyak energi yang dibutuhkan selama berolahraga (Almatsier, 2011). Hasil penelitian yang dilakukan bahwa dari 11 responden menunjukkan sebagian besar responden dengan asupan energi kurang sebanyak 7 orang (63.6%), dan responden dengan asupan energi baik sebanyak 4 orang (36.4%). Berdasarkan wawancara dan pengamatan dalam penelitian ini asupan energi kurang sebagian besar terjadi pada responden yang berumur 10-19 tahun, ini karena kebutuhan sebagai olahragawan yang cukup tinggi dibandingkan dengan non olahragawan, sedangkan berdasarkan hasil recall umumnya makanan yang dikonsumsi belum beragam, dan kelihatan porsinya belum sesuai dengan kebutuhan mereka sebagai olahragawan. Mereka umumnya mengonsumsi
55
makanan dalam porsi sebagai non olahragawan. Sehingga tidak berimbang energi yang mereka peroleh dan menyebabkan asupan energi mereka kurang. Selain itu faktor yang melandasi terjadinya asupan energi kurang dalam penelitian ini adalah masih minimnya pengetahuan tentang gizi olahraga serta masih minimnya minat untuk melakukan pengaturan makanan sebagai olahragawan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Almatsier (2011) usia remaja memiliki kebiasaan makan yang dipengaruhi oleh lingkungan, teman sebaya, kehidupan sosial, dan kegiatan yang dilakukan di luar rumah. Berdasarkan pengamatan dan wawancara juga asupan energi baik dalam penelitian ini terdapat pada responden yang berumur 30-49 tahun. Ini karena responden yang berumur 30-49 tahun sudah memiliki pekerjaan dan ekonomi yang mapan sehingga terlihat dari hasil recall asupan makanan lebih beragam dan porsinya lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berumur 10-19 tahun. Ini yang menyebabkan asupan energi mereka masuk dalam kategori baik sebagai olahragawan. Hasil penelitian yang dilakukan Hasan (2008) pada Atlet Sepak Bola Pra Pubertas menunjukkan rata-rata asupan makanan khususnya asupan energi yang dikonsumsi oleh olahragawan sepakbola anak pra-pubertas menunjukkan rata-rata 1550 Kalori. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata asupan makanan khususnya asupan energi yang dikonsumsi oleh olahragawan sepakbola anak pra-pubertas sangat kurang. Berdasarkan standar RDA atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) di Indonesia untuk non-olahragawan yaitu (77.3%), menunjukkan bahwa persentase asupan makanan khususnya asupan energi yang dikonsumsi oleh olahragawan 56
masih sangat kurang dan berdasarkan RDA untuk olahragawan yaitu (55,1%) menunjukkan bahwa persentase asupan energi yang dikonsumsi oleh olahragawan sangat kurang sekali. Dalam penelitian tersebut rata-rata olahragawan sepakbola pra-pubertas ini tidak memperhatikan asupan makanannya karena tidak cukup pengetahuan tentang gizi dan pelatih kurang memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi oleh olahragawannya disebabkan karena banyak olahragawan dan pelatih yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang gizi dan berdasarkan pengamatan rata-rata pelatih lebih kepada cara dan teknik mengolah bola dan taktik bermain sepakbola. Menurut Purba (2006) kebutuhan energi merupakan hal yang diutamakan seorang olahragawan. Keseimbangan ini diperlukan untuk menjaga massa jaringan, status kekebalan tubuh dan fungsi reproduksi serta perfoma olahragawan secara optimum. Bagi seorang olahragawan, masalah kecukupan energi mendapat perhatian yang serius. Banyak kejadian bahwa secara teknik, strategi, dan kemampuan olahragawan bagus, tetapi karena masalah energi yang tidak diperhatikan menjelang pertandingan, maka akhirnya olahragawan tersebut tidak berprestasi. Hal ini disebabkan karena olahragawan tersebut pada saat pertandingan kehabisan energi/tenaga, loyo dan pada akhirnya kalah (Supariasa, 2004). b.
Asupan Protein Protein merupakan bahan pembentuk dasar struktur sel tubuh. Fungsi utama
protein adalah membentuk jaringan baru dan memperbaiki jaringan yang rusak. 57
Jadi protein diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan dalam masa pertumbuhan serta memelihara jaringan tubuh selama usia dewasa (Almatsier, dkk, 2011). Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dari 11 responden, sebagian besar responden dengan asupan protein kurang sebanyak 10 orang (90.9%), dan responden dengan asupan protein baik sebanyak 1 orang (9.1%). Hal ini sama seperti pada asupan energi, asupan protein kurang dikarenakan masih minimnya pengetahuan tentang gizi olahraga serta masih minimnya minat untuk melakukan pengaturan makanan sebagai olahragawan. Berdasarkan hasil recall yang diperoleh juga menunjukkan belum beragam dan porsi makannya masih kurang sebagai seorang olahragawan. Menurut Poedyasmoro (2008) menu olahragawan berdasarkan jumlah kebutuhan energi dan komposisi gizi penghasil energi yang seimbang. Menu makanan harus mengandung protein 10-15% dari total kebutuhan energi seorang olahragawan. Selaras dengan itu Supariasa (2004) juga mengatakan untuk olahragawan yang berlatih intensif dan lama atau dalam sedang pembesaran otot, membutuhkan protein lebih tinggi. Pernyataan yang sama juga diungkapkan Sharkley (2011) diet perfoma menyarankan 15% untuk konsumsi protein. Orang dewasa yang cukup aktif dapat bertahan dengan 10%, tapi yang sangat aktif atau berlatih, membutuhkan protein lebih.
58
c.
Status Gizi Penilaian status gizi perlu dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit-
penyakit erat kaitannya dengan asupan gizi. Semakin maju ilmu pengetahuan mengenai hubungan antara status gizi dan penyakit, semakin pesat perkembangan ilmu pengetahuan mengenai indikator yang digunakan dalam pengukuran tubuh manusia, semakin kuat pula keyakinan tentang perlunya dilakukan penilaian status gizi terhadap masyarakat secara teratur (Almatsier, dkk, 2011). Hasil dari penelitian yang dilakukan bahwa dari 11 responden menunjukkan sebagian besar responden dengan status gizi normal sebanyak 7 orang (63.6%), responden dengan status gizi overweight sebanyak 3 orang (27.3%) dan responden dengan status gizi obesitas ringan sebanyak 1 orang (9.1%). Menurut Purba (2006) olahragawan perlu menaikkan atau menurunkan berat badan sesuai dengan jenis olahraga yang diikutinya, keadaan ini akan berubahubah sesuai jadwal latihan dan pertandingan. Dengan menjaga berat badan akan mengurangi risiko kecelakaan dan kesakitan, secara umum juga mengurangi risiko penyakit kronis. Hoyt, et al (2011) juga mengatakan berat badan memiliki peran yang penting dalam mengondisikan banyak olahragawan. Ia juga mengatakan hampir semua cabang olahraga, peningkatan atau penurunan berat badan sering menjadi masalah serius bagi para olahragawan. Akan tetapi ia juga menuliskan bahwa peningkatan dan penurunan berat badan bukan sebuah faktor untuk meningkatkan kinerja bagi olahragawan tenis meja.
59
Dalam penelitian ini terdapat responden dengan status gizi overweight dan obesitas ringan ini dapat merujuk ke masalah kesehatan. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Almatsier, dkk (2011) obesitas merupakan terjadinya berbagai penyakit dan gangguan tubuh. Seseorang yang menderita obesitas berisiko tinggi mengalami penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kolesterol darah tinggi. Selain itu obesitas juga meningkatkan risiko terhadap penyakit osteoartritis, penyakit sendi tulang, berkurangnya kelenturan dan gangguan gerakan fisik. Obesitas juga memiliki hubungan dalam perkembangan diabetes mellitus II. d.
Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani merupakan kemampuan untuk melakukan kegiatan atau
pekerjaan sehari -hari dan adaptasi terhadap pembebanan fisik tanpa menimbulkan kelelahan berlebih dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang maupun pekerjaan yang mendadak serta bebas dari penyakit (Depkes dalam Ulvie, 2011). Hasil dalam penelitian ini bahwa dari 11 responden menunjukkan sebagian besar responden dengan kesegaran jasmani sedang sebanyak 7 orang (63.6%), responden dengan kesegeran jasmani kurang sebanyak 3 orang (27.3%) dan responden dengan kesegaran jasmani kurang sekali sebanyak 1 orang (9.1%). Responden dengan kesegaran jasmani kurang dan kurang sekali juga terjadi karena kurang keseriusan responden dalam melakukan tes kesegaran jasmani. Dalam penelitian ini juga sebagian besar kesegaran jasmani sedang terjadi pada responden yang berumur 10-19 tahun sedangkan kesegaran jasmani kurang dan kurang sekali terjadi pada responden berumur 30-49 tahun. 60
Ini menunjukkan kalau umur dan latihan menjadi faktor yang mempengaruhi kesegaran jasmani. Sejalan dengan itu Sharkley (2011) mengatakan efek usia terhadap kesegaran jasmani, mengalami penurunan 8 hingga 10% per dekade untuk individu yang tidak aktif, tanpa memperhitungkan tingkat kesegeran jasmani awal. Bagi yang memutuskan untuk tetap aktif dapat menghentikan setengah penurunan (4 hingga 5% per dekade) dan yang terlibat dalam latihan fitness dapat menghentikan setengahnya lagi (2,5% per dekade). Menurut Sharkley (2011) potensi untuk meningkatkan kesegaran jasmani dengan
latihan
memiliki
keterbatasan,
walaupun
kebanyakan
penelitian
mengkonfirmasikan potensi untuk meningkat 15 hingga 25% (lebih besar lagi dengan berkurangnya lemak tubuh), hanya remaja saja yang memiliki harapan untuk meningkatkan kesegaran jasmani hingga lebih dari 30%. Tenaga mencapai puncaknya pada awal umur 20-an dan menurun perlahan hingga umur 60 atau lebih. Bila tenaga digunakan, tenaga hampir tidak menurun sama sekali, bahkan hingga umur 60-an. Latihan disegala usia mempertahankan atau meningkatkan tenaga, khususnya bila makanan yang dikonsumsi memadai (Sharkley, 2011). 2.
Hubungan Antara Variabel Penelitian
a.
Asupan Energi dengan Kesegaran Jasmani Secara alami pertumbuhan fisik olahragawan akan sangat dipengaruhi oleh
asupan makanan yang diterima. Faktor gizi dapat mempengaruhi biomekanik, psikologi, dan fisiologi olahragawan untuk mendukung olahraga dan perfomanya. Peran utama makanan adalah mendukung tercapainya dan mempertahankan 61
kondisi badan yang telah diperoleh dari latihan, serta menyediakan tenaga yang diperlukan sewaktu melakukan latihan maupun pertandingan (Purba, dkk, 2006). Hasil dalam penelitian ini bahwa dari 11 responden menunjukkan paling tertinggi adalah responden yang asupan energi kurang dengan kesegaran jasmani sedang sebanyak 6 orang (54.5%), responden yang asupan energi baik dengan kesegaran jasmani kurang sebanyak 2 orang (18.2%), dan responden yang asupan energi baik dengan kesegaran jasmani sedang, responden yang asupan energi baik dengan kesegaran jasmani kurang sekali, serta responden yang asupan energi kurang dengan kesegaran jasmani kurang masing-masing sebanyak 1 orang (9.1%). Hasil pengujian dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh yaitu X2 hitung (4.415) < X2 tabel (5.991) maka hasil analisis ini disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan antara asupan energi dengan kesegaran jasmani. Sejalan dengan ini Sharkley (2011) mengatakan individu yang tidak bugar, cepat lelah dalam latihan dan kemampuannya untuk mengeluarkan kalori terbatas. Jika kebugaran meningkat, pengeluaran kalori bertambah dengan meningkatnya intensitas, durasi, dan frekuensi latihan dan karena keikutsertaan dalam aktivitas yang lebih berat. Individu yang bugar tidak begitu lelah. Dengan demikian, peningkatan kebugaran berkaitan dengan pengeluaran energi dan kontrol berat badan. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Mutahya (2008) pada atlet wushu menunjukkan hasil penelitian rata-rata tingkat konsumsi energi 85.63% termasuk 62
dalam kategori sedang. Berdasarkan penelitian Mutahya para atlet berusaha mempertahankan dan meningkatkan kesegaran jasmani dan prestasi dengan meningkatkan konsumsi makanan utamanya sumber energi. Menurut Sharkley (2008) latihan merupakan cara yang terbaik untuk memantapkan kesegaran jasmani dan daya tahan, tetapi ada hal lain yang dapat dilakukan seperti memilih makanan yang tepat. Makanan yang dimakan dapat mempengaruhi tingkat glikogen otot dan perfoma daya tahan. Penelitian yang dilakukan Christensen dan Hanse dalam Sharkley (2008) mengatakan peningkatan yang mengagumkan pada responden yang diberi makanan berenergi tinggi. Penelitian tersebut pada akhirnya tidak diperhatikan selama bertahun-tahun karena pelatih terus menekankan makanan berprotein tinggi pada atlet. Perfoma daya tahan yang terbaik selalu dicapai dengan makanan berenergi tinggi. Terkait dengan itu Depkes dalam Krisdiyanto (2004) mengatakan para ahli telah membuktikan bahwa berbagai fungsi organ tubuh akan meningkat dengan nyata apabila diberikan gizi dan latihan fisik yang memadai. Makanan yang berperan tinggi akan berperan penting dalam pencapaian prestasi optimal, makin banyak ragam makanan yang dikonsumsi, makin terpenuhi gizi seseorang untuk mampu berprestasi tinggi. Hasil analisis dalam penelitian ini yang mengatakan adanya hubungan antara asupan energi dengan kesegaran jasmani mendukung teori yang dikatakan Sharkley (2008) keseimbangan energi mengacu pada pemasukan energi yang diperoleh dari makanan dan pengeluaran energi yang digunakan dalam aktivitas
63
sehari-hari. Olahragawan yang mengonsumsi makanan berenergi tinggi baik untuk kebugaran, perfoma, dan kesehatan. b.
Asupan Protein dengan Kesegaran Jasmani Hasil penelitian yang dilakukan bahwa dari 11 responden menunjukkan
sebagian besar responden yang asupan protein kurang dengan kesegaran jasmani sedang sebanyak 7 orang (63.6%), responden yang asupan protein kurang dengan kesegaran jasmani kurang sebanyak 3 orang (27.3%), dan responden yang asupan protein baik dengan kesegaran jasmani kurang sekali sebanyak 1 orang (9.1%). Hasil pengujian dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh X2 hitung (11.000) > X2 tabel (5.991) maka hasil analisis ini disimpulkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada hubungan antara asupan protein dengan kesegaran jasmani. Responden yang sedikit juga mempengaruhi hasil penelitian ini. Selain itu, ini mengartikan ada faktor-faktor pendukung lain yang mempengaruhi kesegaran jasmani selain asupan protein seperti latihan, umur dan asupan energi yang tinggi. Sama seperti penjelasan pada kesegaran jasmani, menurut Sharkley (2008) latihan merupakan cara terbaik untuk memantapkan daya tahan dan kesegaran jasmani. Walaupun nutrisi sudah tentu penting bagi kesehatan dan kebugaran, tetapi satu-satunya cara untuk mencapai kebugaran adalah melalui latihan secara teratur, kebugaran tidak hanya akan memperoleh hanya dengan makan. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa bila hanya asupan protein tidak akan meningkatkan kesegaran jasmani bila tidak diimbangi dengan latihan dan asupan energi yang tinggi. 64
Astrand dalam Hoyt, et al (2011) mengatakan makanan-makanan berprotein tidak berperan langsung dalam produksi energi bagi para olahragawan yang sedang berolahraga. Energi mereka berasal dari glikogen (yang dihasilkan dari makanan yang mengandung karbohidrat). Persentase masing-masing bergantung pada tingkat aktivitas. Semakin berat olahraga tersebut, semakin tinggi persentase glikogen yang dibakar. Sharkley (2011) juga mengatakan makan berenergi tinggi baik untuk kebugaran, performa dan kesehatan. Penelitian yang dilakukan Kusumawati (2012) pada atlet senam Artistik dan Ritmik Sportif di Klub Senam Wimilia Kota Semarang menunjukkan tidak ada hubungan tingkat konsumsi protein dengan ketahanan fisik. Dengan rata-rata tingkat konsumsi protein atlet senam adalah 45,71 gr dengan kategori normal 65.22%, defisit tingkat sedang 17.39% dan 13.04% mengalami defisit tingkat ringan. Penelitian Astuti (2008) pada Taruna Akademi Kepolisian Semarang menunjukkan tidak ada hubungan antara asupan protein dengan kesamaptaan jasmani. Sejalan dengan itu penelitian Tabiyatun (2010) juga menunjukkan tidak ada hubungan tingkat konsumsi protein dengan kesegaran jasmani. Menurut Hoyt, et al (2011) kenyataannya penelitian-penelitian terakhir menunjukkan bahwa diet protein tinggi justru menimbulkan dampak negatif, protein biasanya dikaitkan dengan lemak (teutama protein hewani), dan transit protein yang lama di dalam saluran pencernaan merupakan masalah bagi olahragawan. Belum ada penelitian yang mendukung manfaat diet protein tinggi dalam membangun kekuatan otot-otot maupun ketahanan. Tidak ada bukti bahwa meningkatnya aktivitas olahraga membutuhkan diet protein tinggi. 65
Pengetahuan yang keliru seperti seorang olahragawan membutuhkan protein yang sangat tinggi masih berkembang. Kelebihan ini akan menyebabkan penumpukan lemak yang bersifat menghambat performa olahragawan. Protein terutama protein hewani juga berkaitan dengan berbagai penyakit kronis seperti osteoporosis, gangguan ginjal, serangan jantung, stroke, gangguan kognitif, dan kanker (Purba, dkk, 2006). Penelitian Kusumawati (2005) pada Atlet Sepakbola PS Semen Padang, menunjukkan tidak ada hubungan antara pola konsumsi protein dengan daya tahan jantung-paru. Daya tahan jantung-paru merupakan bagian dari kesegaran jasmani. Daya tahan kardiovaskuler adalah kesanggupan sistem jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan kerja dalam mengambil oksigen dan menyalurkan ke jaringan yang aktif sehingga dapat dipergunakan pada proses metabolisme tubuh (Depdikbud dalam Haryanto, 2004). Salah satu tes kesegaran jasmani bertujuan untuk untuk mengukur daya tahan jantung paru, peredaran darah dan pernafasan yaitu tes lari 1200 m untuk laki-laki dan 1000 m untuk perempuan. c.
Status Gizi dengan Kesegaran Jasmani Hasil penelitian yang dilakukan bahwa dari 11 responden
menunjukkan
sebagian besar responden yang status gizi normal dengan kesegaran jasmani sedang sebanyak 6 orang (54.5%), responden yang status gizi overweight dengan kesegeran jasmani kurang sebanyak 2 orang (18.2%), dan responden yang status gizi normal dengan kesegaran jasmani kurang, responden yang status gizi overweight dengan kesegaran jasmani sedang, serta responden yang status gizi 66
obesitas ringan dengan kesegaran jasmani kurang sekali masing-masing sebanyak 1 orang (9.1%). Hasil pengujian dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh X2 hitung (14.108) < X2 tabel (9.488) maka hasil analisis ini disimpulkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada hubungan antara status gizi dengan kesegaran jasmani. Responden yang sedikit juga mempengaruhi hasil penelitian ini. Selain itu, ini menunjukkan bahwa ada faktor-faktor lain yang lebih diutamakan dalam nilai kesegaran jasmani. Faktor-faktor itu diantaranya adalah latihan, umur dan aktivitas fisik. Status gizi normal tanpa melakukan latihan dalam langkah-langkah kesegaran jasmani bukan jaminan untuk mendapatkan nilai kesegaran jasmani yang baik. Latihan dengan rutin akan lebih menjamin memperoleh nilai kesegaran jasmani. Tapi pada dasarnya status gizi normal akan membantu bila telah dilakukan latihan yang rutin. Dalam penelitian ini terlihat beberapa responden dengan status gizi overweight dan obesitas ringan memperoleh kesegeran jasmani kurang dan kurang sekali sedangkan sebagian besar responden dengan status gizi normal memperoleh kesegaran jasmani sedang. Sejalan dengan itu Depkes dalam Krisdiyanto (2004) mengatakan untuk mendapatkan tingkat kesegaran jasmani yang tinggi selain latihan fisik (olahraga) juga dibutuhkan status gizi yang baik. Makin baik status gizi seseorang, bila diberikan latihan fisik (olahraga) yang teratur maka makin tinggi angka kesegaran jasmaninya.
67
Dalam penelitian ini juga menunjukkan responden rata-rata memiliki nilai yang baik pada tes baring duduk dibanding gantung angkat tubuh dengan alasan mereka lebih sering melakukan baring duduk dibanding gantung angkat tubuh. Faktor umur juga menjadi faktor yang menentukan nilai kesegaran jasmani. Dalam penelitian ini terdapat responden dengan status gizi normal dan umur 3039 tahun tetapi memiliki nilai kesegaran jasmani kurang. Sedangkan adapula responden dengan status gizi normal dan umur 10-19 tahun tetapi memiliki nilai kesegaran jasmani sedang. Penelitian yang dilakukan Kusumawati (2000) pada empat SD Kecamatan Karanganyar, Putri (2000) pada Atlit Bela Diri Putra di Pusat Pelatihan Atlit GOR Jati Diri Semarang dan Anggaraini (2011) pada Remaja Putri di SMAN 5 Surabaya menunjukkan tidak ada hubungan antara status gizi dengan kesegaran jasmani.
68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1.
Untuk asupan energi dari 11 responden, sebagian besar responden dengan asupan energi kurang sebanyak 7 orang (63.6%).
2.
Untuk asupan protein dari 11 responden, sebagian besar responden dengan asupan protein kurang sebanyak 10 orang (90.9%).
3.
Untuk status gizi dari 11 responden, sebagian besar responden dengan status gizi normal sebanyak 7 orang (63.6%).
4.
Untuk kesegaran jasmani dari 11 responden, sebagian besar responden dengan kesegaran jasmani sedang sebanyak 7 orang (63.6%).
5.
Ada hubungan antara asupan energi dengan kesegaran jasmani.
6.
Tidak ada hubungan antara asupan protein dengan kesegaran jasmani.
7.
Tidak ada hubungan antara status gizi dengan kesegaran jasmani.
B. Saran Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah: 1.
Untuk responden anggota klub tenis meja Satelit dan Salero Star sebaiknya perlu diperhatikan asupan makanannya khususnya asupan energi dan protein untuk disesuaikan dengan kebutuhan sebagai olahragawan dan perlu juga mengonsumsi makanan yang beragam, bergizi dan berimbang karena asupan gizi mempunyai peran penting 69
69
dalam memperbaiki, mempertahankan status gizi yang baik serta membentuk kondisi dan mental olahragawan. Selain itu dengan adanya latihan yang intensif dan asupan makanan yang memadai, olahragawan akan mempunyai kemampuan dalam meraih prestasi yang optimal. 2.
Untuk responden anggota klub tenis meja Satelit dan Salero Star sebaiknya perlu menambah informasi terkait gizi olahraga sehingga tertarik untuk melakukan pengaturan makanan sebagai seorang olahragawan yang dapat membantu meningkatkan prestasinya.
3.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait penelitian ini.
4.
Untuk peneliti lain yang berminat melanjutkan penelitian ini sebaiknya perlu memperhatikan fasilitas untuk pengujian tes kesegaran jasmani, dilakukan pembatasan pengelompokan umur, dilakukan penelitian dengan responden yang lebih banyak dan diperhatikan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kesegaran jasmani sehingga memperoleh hasil penelitian yang lebih maksimal.
5.
Perlunya
dilakukan
pembinaan
dalam
bidang
konsultasi
dan
penyuluhan terkait gizi olahraga khususnya tentang variabel penelitian ini (asupan energi, protein, status gizi, dan kesegaran jasmani) karena hal ini dapat membantu peningkatan prestasi olahragawan. Pembinaan ini penting dilakukan terutama bagi olahragawan yang berada dalam usia muda. Pembinaan ini juga akan membantu terjalin hubungan antara ahli gizi ataupun mahasiswa gizi dengan olahragawan.
70
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, Eko Haris, dkk, 2010. Hubungan Antara Tingkat Kesegaran Jasmani dan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja Pekerja Penyadap Karet di Unit Plantukan/ Blabak PT. Perkebunan Nusantara IX Boja Kabupaten Kendal. Jurnal. KEMAS - Volume 5 / No. 2 / Januari - Juni 2010.
Almatsier, Sunita, 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
, dkk, 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Anggraini, Risa, 2011. Hubungan Tingkat Konsumsi, Aktivitas Fisik dan Status Gizi Dengan Tingkat Kesegaran Jasmani Pada Remaja Putri di SMAN 5 Surabaya. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Ashadi, Kunjung, 2009. Tes Kesegaran Jasmani Indonesia. Universitas Negeri Semarang Fakultas Ilmu Olahraga Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga.
Astuti, Nia Budhi, 2008. Hubungan Antara Asupan Energi, Asupan Protein dan Status Gizi Dengan Nilai Kesamaptaan Jasmani Taruna Akademi Kepolisian Semarang. Skripsi. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Cynthia, Adisty, 2012. Asuhan Gizi Nutritional Care Process. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Hasan, Said, 2008. Kesegaran Jasmani Atlet Sepakbola Pra-Pubertas. Jurnal Iptek Olahraga, VOL.10, No.3, September 2008: 188-202.
Haryanto, 2004. Status Gizi dan Tingkat Kesegaran Jasmani Anak dari Keluarga Pra-Sejahtera pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri Se-Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes Tahun 2004/2005. Skripsi. Fakultas Ilmu Olahraga Universitas Negeri Semarang Tahun 2004. 71
71
Hoyt, Creig, et al. Food For Fitness: Atlete’s Diet Weight Question. Terjemahan dari Lala Herawati, 2011. Makanan Sehat Untuk Atlet. Penerbit Nuansa. Bandung.
Isdaryanti, Christien, 2007. Asupan Energi Protein, Status Gizi, dan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar Arjowinangun I Pacitan. Skripsi. Program Studi S-1 Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2007.
Kementerian Kesehatan RI Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No: 1995/MENKES/SK/XII/2010 Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
Krisdiyanto, 2004. Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kesegaran Jasmani Siswa Putera Kelas II SLTPN 2 Petarukan Kabupaten Pemalang Tahun Pelajaran 2003/2004. Skripsi. Fakultas Ilmu Olahraga Universitas Negeri Semarang Tahun 2004.
Kusumawati, dkk, 2005. Hubungan Antara Pola Konsumsi Protein dan Fe dengan Daya Tahan Jantung Para Atlet Sepakbola PS Semen Padang. Dalam Jurnal Gizi Klinik Indonesia Volume 2 No 1 Hal 8-12.
Kusumawati, Elly Puji, 2012. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Dengan Ketahanan Fisik Atlet Senam di Klub Senam Wimilia Kota Semarang. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Kusumawati, Sary, 2000. Hubungan Status Gizi dan Kadar Hemoglobin Dengan Kesegaran Jasmani Siswi SD (Studi Kasus di Empat SD Kecamatan Karanganyar). Skripsi. Universitas Diponegoro.
Muasyaroh, 2006. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Tingkat Kesegaran Jasmani Pada Siswa Putra Kelas 1 Sekolah Dasar di Desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan Tahun Ajaran 2005/2006. Universitas Negeri Semarang.
72
Mutahya, Dewi Yuliana, 2008. Hubungan Tingkat Konsumsi dan Status Gizi dengan Kesegaran Jasmani Atlet Wushu di Wisma Wushu Jawa Tengah Tahun 2008. Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Poedjiadi, Anna, 2009. Dasar-dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta.
Poedyasmoro, dkk, 2008. Buku Praktis Ahli Gizi Edisi ke-3. Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang.
Purba, dkk, 2006. Buku Seminar Nasional Gizi dan Olahraga. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Putri, Rona Sari Mahaji, 2000. Hubungan Status Gizi (IMT dan Hb) Dengan Kesegaran Jasmani Atlit Bela Diri Putra di Pusat Pelatihan Atlit GOR Jati Diri Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro.
Sandjaja, dkk, 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Kompas Penerbit Buku. Jakarta.
Sharkley, Brian, 2011. Fitness dan Health. Terjemahan dari Eri Desmarini. Kebugaran dan Kesehatan Cetakan ke-2. Rajawali Pers. Jakarta.
Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
_______________________, 2004. Pengaruh Gizi Terhadap Stamina. Dalam Jurnal Kesehatan Volume 2 No 2 Hal 83-89.
Tabiyatun, Tri, 2010. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Dengan Tingkat Kesegaran Jasmani Pemain Sepak Bola Usia 10 – 12 Tahun di Lembaga Pelatihan Sepak Bola (LPSB) Tugu Muda Kota Semarang. Universitas Muhammadiyah Semarang. 73
Ulvie, Yuliana Noor Setiwati, 2011. Tingkat Kesegaran Jasmani, Status Gizi dan Asupan Zat Gizi Makan Pagi pada Siswa SMP Negeri di Kota Yogyakarta. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia Volume 1. Edisi 1. Juli 2011. ISSN: 2088-6808.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional. 2005. Jakarta.
Sumber dari Internet: Arimurti, Ida, 2008. Istimewanya Tenis Meja. http://tenismejakita.wordpress.com/2008/06/20/istimewanya-tenis-meja/ diakses tanggal 17 Mei 2012.
Danri, 2011. Makalah Tenis http://dhanzrie.blogspot.com/2011/02/makalah-tenis-meja.html tanggal 17 Mei 2012.
Meja. diakses
Hartawan, 2011. 10 Alasan Mengapa Kita Bermain Tenis Meja. http://wanumb04.wordpress.com/tenis-meja-2/tenis-meja/ diakses tanggal 17 Mei 2012.
Wikipedia, 2012. Tenis Meja. http://id.wikipedia.org/wiki/Tenis_meja diakses tanggal 17 Mei 2012.
74
Lampiran 1 MASTER TABEL HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI PROTEIN, STATUS GIZI DENGAN KESEGARAN JASMANI PADA ANGGOTA KLUB TENIS MEJA SATELIT DAN SALERO STAR TERNATE No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
JK
U (tahun)
BB (kg)
TB (cm)
12 13 16 14 16 17 10 45 39 42 34
40.3 38.1 48.4 45.4 52.3 54.8 43.0 54.6 60.3 73.3 58.9
147.4 153.5 149.5 163.3 162.7 161.2 141.5 152 159.2 167 165.5
L P P L L L P L L L L
Nilai 0.44 -1.2 0.27 -0.98 0.33 -0.01 2.04 23.64 23.83 26.27 21.49
Status Gizi Kategori Normal Normal Normal Normal Normal Normal Overweigth Overweight Overweight Obesitas ringan Normal
Asupan Energi Hari I 1600.6 1530.2 1410.7 1546.4 2753.7 2708.1 1609.2 2501 1855.7 3226.6 1995.6
Asupan Hari II 1477.8 1876.2 890.36 2717.9 1598.1 932.75 1071 2495.4 2251.3 2844.7 3120.3
Hari III 2018 1844.9 1187.7 2695.8 1071.6 1567.6 1596.8 2559.3 1810.6 3376.7 2347.3
Lari 60 meter 4 3 3 4 3 4 2 2 4 2 2
Asupan Protein
Kebutuhan
Rata-rata
%
Kategori
2395.63 2275.11 2545.04 2655.23 2901.1 3032.68 2386.9 2627.6 2721.7 2939.3 2674.62
1698.8 1750.4 1162.9 2706.9 2175.9 2137.85 1603 2518.6 1972.5 3149.3 2487.7
71 77 46 102 75 70 67 96 72 107 93
Kurang Kurang Kurang Baik Kurang Kurang Kurang Baik Kurang Baik Baik
Gantung Angkat Tubh 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 3
Baring Duduk 4 5 5 4 4 4 5 4 1 2 2
Hari I 71.53 51.08 43.69 41.89 82.07 104.02 47.95 76.65 57.5 101.68 56.44
Asupan Hari II 54.81 50.91 23.59 87.82 57.13 31.44 32.5 79.38 57.36 87.77 108.32
Hari III 62.85 56.71 35.11 74.38 34.59 37.31 45.43 68.89 58.08 106.4 63.54
Kesegaran Jasmani Loncat Tegak Lari 1200/1000 meter 1 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 2 1 3 1
Kebutuhan
Rata-rata
%
Kategori
89.84 85.32 95.44 99.57 108.79 113.38 89.51 98.53 102.06 110.22 100.29
63.1 52.9 34.1 81.1 69.6 57.6 46.7 75.0 57.6 106.0 76.1
70 62 36 81 64 51 52 76 56 96 76
Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Baik Kurang
Total 14 16 15 15 14 16 14 13 12 9 11
Kategori Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Kurang Kurang Kurang Sekali Kurang
Lampiran 2 KUESIONER
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI PROTEIN, STATUS GIZI DENGAN KESEGARAN JASMANI PADA ANGGOTA KLUB TENIS MEJA SATELIT DAN SALERO STAR KOTA TERNATE
A. Identitas Responden No. Responden
:
Nama responden
:
Umur
:
Jenis kelamin
: 1. Laki-laki
tahun
2. Perempuan Berat Badan
:
kg
Tinggi Badan
:
cm
Status Gizi
:
B. Formulir Food Recall 24 Jam Waktu
Menu
Bahan Makanan
Berat URT
Pagi
Selingan
Siang
Selingan
Malam
Gram
C. Formulir Tes Kesegaran Jasmani
No
Jenis Tes
Nilai
Keterangan
……………….detik
….
…………………………
a) Siku tekuk
……………….detik
….
…...…………………….
b) Angkat Tubuh
………...……….kali
….
........................................
…………………kali
….
…………………………
- Loncatan III : ……… cm
………...………..cm
….
……………………….
Lari 1000/1200 meter
……..………..menit ….
………………………….
1
Lari 60 meter
2
Gantung :
3
Baring Duduk 60 detik
4
Loncat Tegak
Hasil
- Tinggi raihan : ……….cm - Loncatan I : ………….cm - Loncatan II : …………cm
5
……………….detik 6 7
Jumlah Nilai (tes 1 + tes 2 + tes 3 + tes 4 + tes 5) Klasifikasi Tingkat Kesegaran Jasmani
Lampiran 3 PERHITUNGAN STATUS GIZI Untuk Dewasa (Diatas 18 Tahun)
IMT
Berat Badan (kg) 54.6 54.6 = = = = 23.64 (Overweight) (Tinggi Badan (m))2 (1.52)2 2.31
Untuk Dibawah 18 tahun
IMT
Berat Badan (kg) 40.3 40.3 = = = = 18.57 (1.474)2 2.17 (Tinggi Badan (m))2
18.57 - 17.5 1.07 IMT/U = = = 0.44 (Normal) 19.9 - 17.5 2.4
Lampiran 4
CARA PERHITUNGAN KEBUTUHAN ENERGI DAN PROTEIN
Langkah-langkah menghitung kebutuhan energi dan protein untuk olahragawan: 1)
Tentukan BMR
2)
Tentukan SDA 10% dari BMR
3)
Tentukan faktor aktivitas fisik, hitung kebutuhan energi berdasarkan aktivitas fisik
4)
Tentukan kebutuhan energi dari aktivitas olahraga. Hitung kebutuhan energi ditambah aktivitas olahraga.
5)
Tambahan energi bila olahragawan masih dalam usia pertumbuhan.
6)
Hitung kebutuhan energi total dengan menjumlahkan hasil.
7)
Hitung kebutuhan protein (15%) dari total energi.
Contoh: U
= 12 tahun
BB
= 40.3 kg
TB
= 147.4 cm
1. BMR 40.3 = × 1625 = 1190.68 Kal 55 2. SDA = 10% × 1190.68 = 119.068 Kal
3. Aktivitas Fisik Ringan = 1.5
= 1.5 × (1190.68 + 119.068) = 1.5 × 1309.068 = 1963.602 Kal
4. Energi dari Aktivitas Olahraga Tenis Meja: = 6 × 120 × 3 = 2160 kal Lari 5.5 Menit/km = 1 × 30 × 10 = 300 Kal Total Energi Aktivitas Olahraga = 2160 + 300 = 2460/7 = 351.43 Kal
5. Tambahan Energi dalam Usia Pertumbuhan = 2 × 40.3 = 80.6
6. Total Energi = 1963.602 + 351.43 + 80.6 = 2395.63 Kal
7. Kebutuhan Protein Total Kalori × 15% 2395.63 × 15% = = = 89.84 gr 4 4
Lampiran 5 HASIL ANALISIS DATA 1. Variabel Penelitian Statistics Umur N
Valid
Asupan Energi
Jenis Kelamin Status Gizi
Asupan Protein
Kesegaran Jasmani
11
11
11
11
11
11
0
0
0
0
0
0
Missing
Umur Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
10-19
7
63.6
63.6
63.6
30-39
2
18.2
18.2
81.8
40-49
2
18.2
18.2
100.0
Total
11
100.0
100.0
Jenis Kelamin Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
Laki-laki
8
72.7
72.7
72.7
Perempuan
3
27.3
27.3
100.0
11
100.0
100.0
Total
Status Gizi Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Normal
7
63.6
63.6
Overweight
3
27.3
27.3
90.9
Obesitas ringan
1
9.1
9.1
100.0
11
100.0
100.0
Total
63.6
Asupan Energi Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Baik
4
36.4
36.4
36.4
Kurang
7
63.6
63.6
100.0
11
100.0
100.0
Total
Asupan Protein Frequency Valid
Baik
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
1
9.1
9.1
9.1
Kurang
10
90.9
90.9
100.0
Total
11
100.0
100.0
Kesegaran Jasmani Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
Sedang
7
63.6
63.6
Kurang
3
27.3
27.3
90.9
Kurang sekali
1
9.1
9.1
100.0
11
100.0
100.0
Total
63.6
2. Hubungan Antara Variabel Penelitian Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
Status Gizi * Kesegaran Jasmani
11
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Status Gizi * Kesegaran Jasmani Crosstabulation Kesegaran Jasmani Sedang Kurang Status Gizi
Kurang sekali
Total
Normal
6
1
0
7
Overweight
1
2
0
3
Obesitas ringan
0 7
0 3
1 1
1 11
Total Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2-sided)
df a
14.018 9.359 6.217 11
4 4 1
.007 .053 .013
Percent 11
100.0%
Case Processing Summary Cases Valid N Asupan Energi * Kesegaran Jasmani
Missing
Percent
N
11 100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 11
100.0%
Asupan Energi * Kesegaran Jasmani Crosstabulation Kesegaran Jasmani Sedang Asupan Energi
Kurang
Kurang sekali
Total
Baik
1
2
1
4
Kurang
6 7
1 3
0 1
7 11
Total
Chi-Square Tests Value
Asymp. Sig. (2sided)
df a
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
4.415 4.860 3.956 11
2 2 1
.110 .088 .047
Case Processing Summary Cases Valid N Asupan Protein * Kesegaran Jasmani
Missing
Percent 11
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 11
100.0%
Asupan Protein * Kesegaran Jasmani Crosstabulation Kesegaran Jasmani Sedang Asupan Protein Total
Kurang
Kurang sekali
Total
Baik
0
0
1
1
Kurang
7 7
3 3
0 1
10 11
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2sided)
df a
11.000 6.702 5.558 11
2 2 1
.004 .035 .018
Lampiran 6 TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI)
A. Rangkaian Tes Tes kesegaran jasmani Indonesia terdiri dari : 1.
2.
Untuk laki-laki terdiri dari : a.
Lari 60 meter
b.
Gantung angkat tubuh (pull up) selama 60 detik
c.
Baring duduk (sit up) selama 60 detik
d.
Loncat tegak (vertical jump)
e.
Lari 1200 meter
Untuk perempuan terdiri dari : a.
Lari 60 meter
b.
Gantung siku tekuk ( tahan pull up) selama 60 detik
c.
Baring duduk (sit up) selama 60 detik
d.
Loncat tegak (vertical jump)
e.
Lari 1000 meter
B. Kegunaan Tes Tes kesegaran jasmani Indonesia digunakan untuk mengukur dan menentukan tingkat kesegaran jasmani.
C. Petunjuk Pelaksanaan Tes 1.
Lari 60 Meter a.
Tujuan Tes ini bertujuan untuk mengukur kecepatan
b.
Alat dan Fasilitas 1) Lintasan lurus, rata, tidak licin, mempunyai lintasan lanjutan, berjarak 60 meter 2) Bendera start 3) Peluit
4) Tiang pancang 5) Stop watch 6) Serbuk kapur 7) Formulir TKJI 8) Alat tulis c.
Petugas Tes 1) Petugas pemberangkatan 2) Pengukur waktu merangkap pencatat hasil tes
d.
Pelaksanaan 1) Sikap permulaaan Peserta berdiri dibelakang garis start 2) Gerakan a) Pada aba-aba “SIAP” peserta mengambil sikap start berdiri, siap untuk lari b) Pada aba- aba “YA” peserta lari secepat mungkin menuju garis finish 3) Lari masih bisa diulang apabila peserta : a) Mencuri start b) Tidak melewati garis finish c) Terganggu oleh pelari lainnya d) Jatuh / terpeleset 4) Pengukuran waktu Pengukuran waktu dilakukan dari saat bendera start diangkat sampai pelari melintasi garis Finish 5) Pencatat hasil 1) Hasil yang dicatat adalah waktu yang dicapai oleh pelari untuk menempuh jarak 60 meter dalam satuan detik 2) Waktu dicatat satu angka dibelakang koma
2.
Tes Gantung Angkat Tubuh untuk Laki-laki, Tes Gantung Siku Tekuk untuk Perempuan a) Tujuan Tes ini bertujuan untuk mengukur kekuatan dan ketahanan otot lengan dan bahu b) Alat dan fasilitas 1) Lantai rata dan bersih 2) Palang tunggal yang dapat diatur ketinggiannya yang disesuaikan dengan ketinggian peserta. Pipa pegangan terbuat dari besi ukuran ¾ inchi 3) Stopwatch 4) Serbuk kapur atau magnesium karbonat 5) Alat tulis c) Petugas tes 1) Pengamat waktu 2) Penghitung gerakan merangkap pencatat hasil d) Pelaksanaan Tes Gantung Angkat Tubuh 60 detik (Untuk Laki-laki) 1) Sikap permulaan Peserta berdiri di bawah palang tunggal. Kedua tangan berpegangan pada palang tunggai selebar bahu. Pegangan telapak tangan menghadap ke arah letak kepala. 2) Gerakan (Untuk Laki-laki) a) Mengangkat tubuh dengan membengkokkan kedua lengan, sehingga dagu menyentuh atau berada di atas palang tunggal kemudian kembali ké sikap permulaan. Gerakan ini dihitung satu kali. b) Selama melakukan gerakan, mulai dan kepala sampai ujung kaki tetáp merupakan satu garis lurus. c) Gerakan ini dilakukan berulang-ulang, tanpa istirahat sebanyak mungkin selama 60 detik.
3) Angkatan dianggap gagal dan tidak dihitung apabila: a) Pada waktu mengangkat badan, peserta melakukan gerakan mengayun b) Pada waktu mengangkat badan, dagu tidak menyentuh palang tunggal c) Pada waktu kembali ke sikap permulaan kedua lengan tidak lurus e) Pencatatan Hasil 1) Yang dihitung adalah angkatan yang dilakukan dengan sempurna. 2) Yang dicatat adaiah jumlah (frekuensi) angkatan yang dapat dilakukan dengan sikap sempurna tanpa istirahat selama 60 detik. 3) Peserta yang tidak mampu melakukan Tes angkatan tubuh ini, walaupun teiah berusaha, diberi nilai nol (0). f)
Pelaksanaan Tes Gantung Siku Tekuk ( Untuk Perempuan) Palang tunggal dipasang dengan ketinggian sedikit di atas kepala peserta. 1) Sikap perrnulaan Peserta berdiri di bawah palang tunggal, kedua tangan berpegangan pada palang tunggal selebar bahu. Pegangan telapak tangan menghadap ke arah kepala. 2) Gerakan Dengan bantuan tolakan kedua kaki, peserta melompat ke atas sampai dengan mencapai sikap bergantung siku tekuk, dagu berada di atas palang tunggal. Sikap tersebut dipertahankan selama mungkin (dalam hitungan detik)
g) Pencatatan Hasil Hasil yang dicatat adalah waktu yang dicapai oleh peserta untuk mempertahankan sikap tersebut diatas, dalam satuan detik. Peserta yang tidak dapat melakukan sikap diatas maka dinyatakan gagal dan diberikan nilai nol (0).
3.
Tes Baring Duduk (Sit Up) Selama 60 detik a.
Tujuan Mengukur kekuatan dan ketahanan otot perut.
b.
Alat dan fasilitas 1) Lantai / lapangan yang rata dan bersih 2) Stopwatch 3) Alat tulis 4) Alas / tikar / matras dll
c.
Petugas tes 1) Pengamat waktu 2) Penghitung gerakan merangkap pencatat hasil
d.
Pelaksanaan 1) Sikap permulaan a) Berbaring telentang di lantai, kedua lutut ditekuk dengan sudut 90˚ dengan kedua jari-jarinya diletakkan di belakang kepala. b) Peserta lain menekan / memegang kedua pergelangan kaki agar kaki tidak terangkat. 2) Gerakan a) Gerakan aba-aba “YA” peserta bergerak mengambil sikap duduk sampai kedua sikunya menyentuh paha, kemudian kembali ke sikap awal. b) Lakukan gerakan ini berulang-ulang tanpa henti selama 60 detik.
e.
Pencatatan Hasil 1) Gerakan tes tidak dihitung apabila : -
Pegangan tangan terlepas sehingga kedua tangan tidak terjalin lagi
-
Kedua siku tidak sampai menyentuh paha
-
Menggunakan sikunya untuk membantu menolak tubuh
2) Hasil yang dihitung dan dicatat adalah gerakan tes yang dapat dilakukan dengan sempurna selama 60 detik 3) Peserta yang tidak mampu melakukan tes ini diberi nilai nol (0)
4.
Tes Loncat Tegak (Vertical Jump) a.
Tujuan Tes ini bertujuan untuk mengukur daya ledak / tenaga eksplosif
b.
Alat dan Fasilitas 1) Papan berskala centimeter, warna gelap, dipasang pada dinding yang rata atau tiang. 2) Serbuk kapur 3) Alat penghapus papan tulis 4) Alat tulis
c.
Petugas Tes Pengamat dan pencatat hasil
d.
Pelaksanaan Tes 1) Sikap permulaan a) Terlebih dulu ujung jari peserta diolesi dengan serbuk kapur / magnesium karbonat b) Peserta berdiri tegak dekat dinding, kaki rapat, papan skala berada pada sisi kanan / kiri badan peserta. Angkat tangan yang dekat dinding lurus ke atas, telapak tangan ditempelkan pada papan skala hingga meninggalkan bekas jari. 2) Gerakan a) Peserta mengambil awalan dengan sikap menekukkan lutut dan kedua lengan diayun ke belakang. Kemudian peserta meloncat setinggi mungkin sambil menepuk papan dengan tangan yang terdekat sehingga menimbulkan bekas. b) Lakukan tes ini sebanyak tiga (3) kali tanpa istirahat atau boleh diselingi peserta lain.
e.
Pencatatan Hasil 1) Selisih raihan loncatan dikurangi raihan tegak 2) Ketiga selisih hasil tes dicatat 3) Masukkan hasil selisih yang paling besar
5.
Tes Lari 1200 meter Untuk Laki-laki dan Tes Lari 1000 meter Untuk Perempuan a.
Tujuan Tes ini bertujuan untuk mengukur daya tahan jantung paru, peredaran darah dan pernafasan.
b.
Alat dan Fasilitas 1) Lintasan lari 2) Stopwatch 3) Bendera start 4) Peluit 5) Tiang pancang 6) Alat tulis
c.
Petugas Tes 1) Petugas pemberangkatan 2) Pengukur waktu 3) Pencatat hasil 4) Pengawas dan pembantu umum
d.
Pelaksanaan Tes 1) Sikap permulaan Peserta berdiri di belakang garis start 2) Gerakan a) Pada aba-aba “SIAP” peserta mengambil sikap berdiri, siap untuk lari b) Pada aba-aba “YA” peserta lari semaksimal mungkin menuju garis finish
e.
Pencatatan Hasil 1) Pengambilan waktu dilakukan mulai saat bendera start diangkat sampai peserta tepat. Melintasi garis finish 2) Hasil dicatat dalam satuan menit dan detik. Contoh : 3 menit 12 detik maka ditulis 3’ 12”
Tabel Nilai TKJI
Tabel Nilai TKJI Untuk Laki-laki Nilai 5 4 3 2 1
Lari 60 meter S.d – 7,2” 7.3” – 8,3” 8,4” – 9,6” 9,7” – 11,0” 11,1” dst
Gantung angkat tubuh 19 - Keatas 14 – 18 9 – 13 5–8 0-4
Baring duduk 41 - Keatas 30 – 40 21 – 29 10 – 20 0–9
Loncat tegak 73- Keatas 60 – 72 50 – 59 39 – 49 38 dst
Lari Nilai 1200 meter s.d – 3’14” 5 3’15” – 4’25” 4 4’26” – 5’12” 3 5’13” – 6’33” 2 6’34” dst 1
Tabel Nilai TKJI Untuk Perempuan Nilai 5 4 3 2 1
Lari 60 meter S.d – 8,4” 8,5” – 9,8” 9,9” – 11.4” 11,5” – 13,4” 13,5” dst
Gantung Siku Tekuk 41” - keatas 22” – 40” 10” – 21” 3” – 9” 0” – 2”
Baring duduk 28 Keatas 20 – 28 10 – 19 3–9 0–2
Loncat tegak 50 Keatas 39 – 49 31 – 38 23 – 30 22 dst
Lari Nilai 1000 meter S.d – 3’52” 5 3’53” – 4’56” 4 4’57” – 5’58” 3 5’59” – 7’23” 2 7’24” dst 1
Norma TKJI Hasil setiap butir tes yang telah dicapai oleh peserta dapat disebut sebagai hasil kasar. Mengapa disebut hasil kasar ? Hal ini disebabkan satuan ukuran yang digunakan untuk masing-masing butir tes berbeda, yang meliputi satuan waktu, ulangan gerak, dan ukuran tinggi. Untuk mendapatkan hasil akhir, maka perlu diganti dalam satuan yang sama yaitu NILAI. Setelah hasil kasar setiap tes diubah menjadi satuan nilai, maka dilanjutkan dengan menjumlahkan nilai-nilai dari kelima butir TKJI. Hasil penjumlahan tersebut digunakan untuk dasar penentuan klasifikasi kesegaran jasmani.
NORMA TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA No 1. 2. 3. 4. 5.
Jumlah nilai 22 – 25 18 – 21 14 – 17 10 – 13 5–9
Klasifikasi Kesegaran Jasmani Baik sekali ( BS ) Baik (B) Sedang (S) Kurang (K) Kurang sekali ( KS )
Lampiran 9 DOKUMENTASI
Pengambilan Data Asupan Makanan (Recall 24 Jam)
Pengambilan Data Antropometri
Pengambilan Data Tes Kesegaran Jasmani