HOTEL ASTON
Jember 126-29 Agustus 2013
SEMINAR NASIONAL PA
Disponsori Oleh:
Prosiding Seminar Nasional PATPI 2013
PENGARUH EKSTRAK SIRIH HIJAU (Piper betle Linn) TERHADAP MORFOLOGI BAKTERI PATOGENPANGAN Suliantari dan Betty Sri Laksmi Suryaatmadja Jenie Departemen IImu & Teknologi Pangan FATETA-IPB
Abstrak Pengaruh ekstrak etanol sirih hijau (Piper betle Linn) pada dosis 1 dan 2 MIG terhadap Escherichia coli, Salmonella Typhimurium, Pseudomonas aeruginosa, bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan Listeria monocytogenes dipelajari dengan mengamati perubahan morfologi bakteri · dengan menggunakan mikroskop elektron atau SEM dan mikroskop luoresen (E. coli dan B. cereus). Ekstrak sirih hijau pada dosis 1 dan 2 MIG menyebabkan adanya kerusakan atau kebocoran pada semu~ membran sel bakteri uji. Ekstrak sirih (Piper betle Linn) pada dosis 1 dan 2 MIG diaplikasikan pada bakteri Gram negatif yaitu Escherichia coli, Salmonella Typhimurium dan Pseudomonas aeruginosa serta Gram positif yaitu Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan Listeria monocytogenes. Dengan menggunakan SEM (scanning electrone microscope) pada perbesaran 20.000 kali diperoleh hasil bahwa perlakuan ekstrak sirih dengan dosis 1 MIG menyebabkan kerusakan pada semua sel bakteri uji dan kerusakan sel lebih parah terjadi pada perlakuan ekstrak sirih dosis . 2 MIG. Sel yang rusak akan tampak memanjang, mengalami pembengkakan, pengkerutan dan terbentuk lubang dan dengan pemberian zat wama jingga akridin, sel yang normal akan tampak berwarna hijau sedangkan sel yang rusak akan berwarna jingga.
Kata kunci: ekstrak sirih, anti mikroba, bakteri patogen, morfologi
PENDAHULUAN Tanaman dapat berfungsi sebagai bahari antimikroba karena adanya komponen aktif yang tergolong dalam fenolik, terpenoid, alkaloid, tanin , polipeptida dan sebagainya Masing masing komponen aktif selairi mempunyai aktivitas terhadap mikroba yang spesifik demikian juga mekanisme atau cara merusak tersebut yaitu dengan mengubah permeabilitas membran terhadap ion tertentu (Ultee et a/1999), merusak membran sel dan menghambat sintesis dinding se!. Ekstrak sirih mengandung berbagai komponen aktif yang diduga mempunyai aktivitas antimikroba , diantaranya adalah kavikol, fenol, eugenol, kariofilen, humulen, amorfen, naftalen, kopaen, germakren, dan silen. Hasil penelitian dari Harapini et al (1996) menduga senyawa yang berperan sebagai antimikroba dari tanaman sirih adalah fenolik. Senyawa fenol dapat bereaksi dengan komponen fosfolipid dari membran luar sel sehingga menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas membran dan perubahan morfologi. Komponen aktif dari oregano yaitu karvakrol ( 60 sampai 70 %) dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pada konsentrasi 1 mM, karvakrol dapat meningkatkan permeabilitas membran dari B. cereus dan kebocoran ion kalium yang selanjutnya diikuti dengan kematian sel ( Ultee et al 2002). Sel yang mengalami kerusakan membran akan menyebabkan terjadinya perubahan morfologi dan kemampuan menyerap zat warna da ri sel tersebut. Mendonca et al.' (1994) melaporkan terjadinya kerusakan membran sitoplasma dari sel S. enteridis dan E. coli akan menyebabkan sel tersebut mengalami perubahan bentuk dan ukuran . Keutuhan dari membran akan berpengaruh terhadap kemampuan menyerap zat warna karena fungsi dari membran sel adalah untuk melindungi sel terhadap masuknya zat-zat lain dari luar diantaranya zat warna (Bank 1987). Untuk melihat sel yang hidup dan mati dapat dilakukan dengan pemberian zat-zat warna diantaranya adalah dengan jingga akridin . Menurut Duffy et al (2001) dan Bunthof
52
Jember, 26-29 Agustus 2013
(2002), pewamaan dengan jingga akridin dapat digunakan untuk membedakan sel yang hidup dan yang mati. Sel yang hidup akan berwama hijau sedangkan sel mati dengan akridin akan berwama merah. Tujuan dari penelitian adalah mengetahui pengaruh dari pemberian ekstrak sirih pad a dosis MIC terhadap kerusakan sel bakteri uji diantaranya perubahan morfologi serta kemampuan bakteri dalam menyerap zat wama yang diamati dengan dengan SE M ( scanning electrone microscope) dan mikroskop fluoresen.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Kultur Bakteri Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih hijau yang diperoleh dari Yogyakarta. Bakteri uji yang digunakan adalah Bacilus cereus (FNCC 057), Staphylococcus aureu, (FNCC 047), Listeria monocytogenes (FNCC 0156), Pseudomonas aeruginosa (FNCC 063) dan Salmonella Typhimurium (FNCC 0734) yang diperoleh dari Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM; Escherichia coli (ATCC) yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Seafast (South East Asia Food and Agricultural Science and Technology) Center IPB. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah media untuk · pemeliharaan kultur (nutrien broth dan nutrien agar) serta bahan-bahan kimia untuk analisa. 1. Pembuatan Ekstrak Sirih . Daun sirih yang telah dikeringkan dan dihaluskan diekstraksi menggunakan etanol (1: 4) dengan cara dihomogenisasi dalam shaker selama 24 jam dengan kecepatan rotasi 150 rpm. Filtrat tersebut kemudian diuapkan dalam rotavapor pad a suhu 50 0 C dan kemudian dihilangkan sisa pelarutnya dengan gas nitrogen, selanjutnya ekstrak siap digunakan untuk analisis. 2. Pengamatan Kerusakan Sel dengan mikroskop f1uoresen (Bunthof, 2002) Pengamatan kerusakan sel dilakukan terhadap E. coli (Gram negatif ) dan B. cereus (Gram positif). Bakteri-bakteri tersebut dipergunakan terlebih dahulu ditumbuhkan dalam media nutrien broth (NB) selama 24 jam kemudian suspensi bakteri (umur 24 jam) dikontakkan dengan ekstrak sirih pad a dosis 1 dan 2 MIC dan diikubasikan dalam inkubator bergoyang (150 rpm) selama 24 jam ( suhu 37 0 C). Suspensi bakteri sebanyak 10 ml disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 20 menit sehingga diperoleh endapan sel bakteri. Selanjutnya ke dalam endapan terse but ditambahkan zat wama dengan jingga akridin 1 ml, didiamkan selama 2 menit kemudian dibilas dengan air steril sebanyak 2 kali. Selanjutnya air bilasan tersebut dibuang dan endapan sel bakteri tersebut yang siap untuk diamati dengan mikroskop fluoresen. Untuk pengamatan, sel bakteri tersebut dibuat preparat tipis diatas obyek gelas, dioia rkan kering lalu ditutup dengan gelas penutup dan selanjutnya diamati dengan mikroskop fluoresen. Pengamatan juga dilakukan terhadap sel bakteri tanpa pemberian ekstrak sirih. 3. Pengamatan Perubahan Morfologi Sel dengan SEM (Noor 2001; Jeol, 1995) Suspensi bakteri uji (umur 24 jam) dikontakkan dengan ekstrak sirih pada dosis 1 dan 2 MIC selama 24 jam. Selanjutnya suspensi bakteri tersebut disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 20 men it, cairan dibuang untuk mendapatkan masa sel bakteri (pelet), kemudian 'pelet dicuci dengan larutan buffer fosfat sebanyak 2 kali. Pelet tersebut kemudian difiksasi dengan larutan glutaraldehida 2.5 % ( dalam 0.1 M bufer sodium kakodilat pH 7.2) dan dibiarkan selama 90 menit. Selanjutnya dicuci kembali dengan 0.05 M buffer kakodilat pH 7.2, pencucian dilakukan sebanyak 2 kali dan pada masing-masing pencucian dibiarkan selama 20 menit. Tahap selanjutnya adalah difiksasi kembali dengan larutan osmium tetraoksida 1 % (dalam bufer kakodilat
53
Prosiding Seminar Nasional PATPI2013
0.05 % pH 7.2) selama 1-2 menit, dicuci dengan air bebas ion (akuabides). Pencucian diulang sebanyak 3 kali dan dari masing-masing pencucian tersebut pelet dibiarkan selama 2 menit. Selanjutnya, pelet dikeringkan dengan menggunakan etanol dengan konsentrasi bertahap ( 25, 50, 75 dan 100 %). Untuk masing-masing konsentrasi, perlakuan dengan etanol dibiarkan selama 10 menit dan diulang sebanyak 3 kali. Suspensi bakteri tersebut kemudian disaring dengan menggunakan membran filter (0.2jJ m), ditempelkan pada stub aluminium dan dilapisi dengan emas. Pelapisan dengan emas dilakukan secara vakum (6-7 Pa) selama 20 menit dan setelah dilapis emas maka preparat siap diamati dengan mikroskop elektron tipe Jeol JSM 5300 LV dengan pembesaran 20.000 kali.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Morfologi Sel Bakteri Dengan SEM. Kerusakan morfologi sel bakteri uji yang diamati dengan SEM (pembesaran 20.000 kali) semakin jelas baik terhadap bakteri Gram positif ( Gambar 1; Gambar 2 dan Gambar 4 ) maupun bakteri Gram negatif (Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar 8). 1.
Bakteri Gram positif Pada bakteri Gram positif (S. aureus; B. cereus dan L. monocytogenes) dengan perlakuan ekstrak sirih 1 MIC sel bakteri memanjang dan permukaan sel menjadi kasar (Gambar. 1 b, 2 b dan Gambar 4 b) sedangkan dengan perlakuan ekstrak sirih pada dosis 2 MIC pada permukaan sel bakteri gram positif terbentuk lubang (Gambar 1 c; 2 c dan 4 c). S. aureus dalam keadaan normal berbentuk bulat, bergerombol seperti anggur dengan permukaan yang licin seperti terlihat pada Gambar 1 a. Dengan adanya perlakuan pemberian ekstrak sirih 1 M/C , terjadi perubahan yaitu sel memanjang dan permukaan tidak rata (Gambar 1 b). Perlakuan dengan ekstrak sirih dosis 2 MIC, akan terbentuk lubang pada permukaan sel (Gambar 1 c).
~
Gambe r 1. M·orfo r·g i sa l
~
~
no rms!' (:9). e kE-tre k sinh 1 M1C {b) : e 'strs k MIC {e} 1P~,m9~~ (w.., 20 .0 DO X )
SSU1't? US :
~.!.cJtl2
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nychas (1995) dan Lorian dan Fernandes (1999) terhadap sel S. aureus. Menurut Nychas (1995), setelah kontak dengan senyawa fenolik selama 24 jam, permukaan sel S. aureus beruba~ menjadi kasar. Penambahan derivat dari pristinamisin terhadap S. aureus pada konsentrasi 0.5 MIC menyebabkan ukuran sel membesar dan ketebalan dinding sel berkurang (Lorian dan Fernandes , 1999).
54
Jember, 26-29 Agustus 2013
Dari penelitian yang dilakukan oleh Miller dan Shah (1999), pemberian komponen P yaitu salah satu komponen hasil isolasi dari teh hijau terhadap sel S. aureus akan menyebabkan perubahan morfologi sel bakteri. Dengan pemberian komponen P tersebut akan terjadinya perubahan morfologi sehingga bentuk sel bakteri berubah menjadi tidak beraturan bila dibandingkan dengan sel normal atau kontrol. Hasil serupa juga diperoleh oleh Nychas (1995), dengan perlakuan fenolik terhadap S. aureus maka morfologi sel tersebut juga mengalami perubahan. Seperti halnya S. aureus, B. cereus dalam keadaan normal berbentuk batang panjang seperti terlihat pad a Gambar 2 a. Perlakuan penambahan ekstrak sirih 1 MIG akan menyebabkan terjadinya perubahan morfologi dari B. cereus yaitu sel memanjang dan pada bagian permukaan dinding sel menipis (Gambar 2 b). Pemberian ekstrak sirih pada dosis yang lebih tinggi yaitu dosis 2 MIG menyebabkan terbentuknya lubang pada permukaan sel (Gambar 2C). Hasil ini juga didukung dengan menurunnya kemampuan menyerap warna dari B. cereus terhadap jingga akridin (Gambar 3 b dan Gambar 3 c). Dengan adanya penambahan ekstrak sirih, maka sel akan mengalami kerusakan dan dengan penambahan zat wama jingga akridin akan berwama merah. Pengaruh pemberian ekstrak sirih dosis 1 dan 2 MIC menghasilkan kerusakan pada sel bakteri uji. DeIigan penambahan jingga akridin terhadap sel bakteri yang tidak ditambah ekstrak sirih atau sel normal, sel bakteri tampak berwarna hijau (Gambar 3 a) sedangkan pada sel yang mendapat perlakuan ekstrak sirih sel tampak berwarna antara jingga sampai merah (Gambar 3 b dan 3 c). Pewarnaan dengan jingga akridin merupakan salah satu metode cepat untuk menghitung sel yang hidup dan mati yang berhubungan dengan aktivitas metabolisme (Duffy et al 2001). Dengan jingga akridin maka sel yang utuh atau sel yang tidak mengalami kerusakan tampak berwarna hijau sedangkan sel yang rusak akan berwarna merah ( Ranade et a/1961; Bank, 1987; Bunthof, 2002).
(a)
(b)
(c)
Gambar 2. Morfologi sel B. cereus : normal (a); ekstrak sirih 1 MIG (b) MIG (c). (Pembesaran 20.000 X)
ekstra~
sirih 2
55
Prosiding Seminar Nasional PATPI 2013
(a)
(b)
(c)
Gambar 3. Gambar sel B. cereus: normal berwarna hijau (a); (b) dan ekstrak siirih 2 MIG (c)
ekstrak sirih 1 MIG
Gambar 4. Morfologi sel L. monocytogenes : normal (a); ekstrak sirih 1 MIG (b), ekstrak sirih 2 MIG (c). (Pembesaran 20.000 x)
Sel L. monocytogenes (Gambar 4) dalam keadaan normal berbentuk · batang pendek seperti terlihat pad a Gambar 4 a. Dengan pemberian perlakuan ekstrak sirih maka akan terjadi perubahan morfologi dimana pada dosis 1 MIG, sel akan mengalami pemanjangan dan permukaannya tidak rata (Gambar 4 b). Pada dosis 2 MIG akan menyebabkan permukaan sel berlubang pada permukaan sel seperti terlihat pada Gambar 4 c. 2. Bakteri Gram negatif
Seperti halnya pengaruh ekstrak sirih terhadap sel bakteri Gram positif, ekstrak sirih juga menyebabkan perubahan morfologi sel-sel bakteri uji yang digunakan dari golongan Gram negatif yaitu S. Typhimurium, E. coli dan P. aeruginosa. Perlakuan ekstrak sirih pada dosis 1 MIG menyebabkan sel-sel bakteri uji memanjang (kecuali E. coli), menibentuk lekukan dan permukaan sel tidak rata seperti terlihat pada Gambar 5 b, 6 b dan 8 b. Pada dosis 1 MIG, sel S. Typhimurium sel memanjang dan permukaan tidak rata (Gambar 5 b). Pada dosis 2 MIG, sel mengecil, mengalami kebocoran dan pada permukaan selnya terbentuk lubang (Gambar 5 c).
56
Jember, 26-29 Agustus 2013
(b)
(a)
(c)
Gambar 5. Morfologi sel S. Typhimurium : normal (a); ekstrak sirih 1 MIC (b), ekstrak sirih 2 MIC (c). (pembesaran 20.000 X)
(a)
(b)
(c)
Gambar 6. Morfologi sel E. coli : normal (a); ekstrak sirih 1 MIC (b); ekstrak sirih 2 MIC (c). ( Pembesaran 20.000 x)
Terhadap E. coli, perlakuan ekstrak sirih pada dosis 1 MIC akan menyebabkan sel memendek dan mengalami pembengkakan (Gambar 6 b) dan pada dosis 2 MIC akan terbentuk lubang pada permukaan sel (Gambar 6 c). Penelitian dari Woo et al (2000), terjadinya kerusakan pada permukaan sel E. coli karena perlakuan panas akan menyebabkan permukaan sel tersebut tampak kasar dan terjadi pembengkakan. Seperti halnya dengan B. cereus, sel E. coli yang mengalami kerusakan dengan pemberian jingga akridin juga akan memberikan warna jingga - merah (Gambar 7 b dan Gambar 7 c). Pewarnaan berhubungan dengan permeabilitas membran yang berkorelasi dengan sel yang hidup. Permeabilitas dari membran sel merupakan pertahanan dari sel tersebut terhadap pemberian zat warna (Niven dan Mulholand, 1998). Hasil penelitian dari Kim et al ( 2007) terhadap bakteri E. coli dengan perlakuan silanol ternyata sel yang tidak mengalami kerusakan membran akan tampak berwarna hijau sedangkan pada sel yang rusak akan berwarna merah. Perlakuan ekstrak sirih terhadap P. aeruginosa pada dosis 1 MIC akan menyebabkan permukaan sel tidak rata serta terbentuk lekukan (Gambar 8 b). Pad a dosis 2 MIC, ekstrak sirih akan menyebabkan pada permukaan sel P. aeruginosa terbentuk lubang (Gambar 8 c).
57
·' Prosiding Seminar Nasianal PATPI 2013
(a)
(c)
(b)
Gambar 7. Gambar sel E. coli yang normal berwarna hijau (a); sel rusak berwama . hijau- jingga dosis 1MIC (b) dan sel yang rusak berwama jingga- merah dosis 2 MIG (c)
(a)
(b)
(c)
Gambar 8. Morfologi sel P. aeruginosa: normal (a); ekstrak sirih 1 MIG (b); ekstrak 2 MIG (c). ( Pembesaran 20.000 x)
sirih
KESIMPULAN Ekstrak etanol sirih hijau mempunyai aktivitas antibakteri yang berdampak terhadap terjadinya perubahan morfologi sel bakteri. Pada dosis lebih rendah (1 MIG), kerusakan sel bakteri uji dengan jingga akridin sel tampak berwarna hijau- jingga sedangkan pad a dosis yang lebih tinggi lagi (2 MIC), dengan jingga akridin sel berwama jingga-merah. Perubahan morfologi sel yang terjadi dapat dilihat dengan adanya perubahan permukaan sel menjadi kasar, tidak rata, terbentuk lekukan dan pada dosis 2 MIG sel mengalami kerusakan lebih lanjut yaitu terbentuknya lubang pad a permukaan se!.
DAFT AR PUST AKA Bank H.L. 1987. Assessment of islet Cell Viability Using Fluorescent dyes. 1: Diabetologia. 30 (10): 812- 816. hUp//www.ncbi.njh .gov/entrez/queryJcgi?itool-abstracJ-plus.11oktober 2006. Bennis Set al. 2004. Eugenol Induces Damage of Bacterial and Fungal envelope . Moroccan J. Bioi I: 33-39 .
58
Jember, 26-29 Agustus 2013
Brian A. L., L. B. Reller dan S. Mirrett. 1981. Comparison of Acridine Orange and Gram stains for Detection of Microorganisms in Cerebrospinal fluid and other Clinical Spesimens. J. of Clinical Microbiology. : 201-205. Bunthof C.J. 2002. Flow Cytometry, Fluorescent Probes and Flashing Bacteria. Thesis Wageningen University, Wageningen. The Netherlands. Duffy G., B. Kilbridie, J. Fitzmaurice, dan J.J. Sheridan. 2001. Routine Diagnosing Tesis For Food Borne Pathogens. National Food Center. Teagast, Dublin 15. Harapini M; A. Agusta dan R D. Rahayu (1996). Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri dari Dua Macam Sirih (daun kuning dan hijau). Prosiding Simposium Nasional I Tumbuhan Obat dan Aromatika. Bogor 10-12 Oktober 1995. Jeol. 1995. Specimen Preparation Methods for Scanning Electron Microscope. JEOL Application Note. Tokyo. Kim Y. M., S. Farrah dan R H. Baney. 2007. Membrane Damage of Bacteria by Silanols Treatment. Electronic Journal of Biotechnology. 10 (2) : 252-259. Lorian V dan F. Fernandes. 1999. Electron Microscopy Studies of the Bactericidal Effects of Quinupristin I Dalfopristin on Staphylococcus aureus. J of · Antimicrobial Chemotherapy 43: 845-848. Miller H dan S. Shah. 1999. Disorganization of Cell Division of Methicillin- resistant Staphylococcus aureus by a Component of Tea (Camelia sinensis) : a Study by Electron Microscopy. FEMS Microbiology letters 176 (1999): 463 -469. Niven G. W. dan F. Mulholland. 1998. Cell Membrane Integrity and Lysis in Lactococcus lactis: the detection of a population of permeable cell in post-logarithmic phase culture . J. of Applied Microbiology 84: 90·-98. Noor RR 2001 . Scanning Electrone Microscope . Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak. Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Ranade S. S.; V. G. Tatake dan K. S. Korgaonkar. 1961. Effect of Ultrasonic Radiation in Escherichia coli B using Fluorochrome Acridine Orange as a Vital Stain. Nature 189: 931-932. Ultee. A., E. P.W. Kets dan E. J. Smid. 1999. Mechanisms of Action Carvacrol on the Foodborne Pathogen Bacillus cereus. J. Applied and Environmental Microbiology 65 (10): 4606-4610. Ultee A., M. H. J. Bennik dan R Moezelaar. 2002. The Phenolic Hydroxyl Group of Carvacrol is Essential for Action against the foodborne Pathogen Bacillus cereus. J. Applied and Environmental Microbiology 68 (4): 1561-1568
59