Hirarki Pengaruh Pemberitaan Jokowi Pada Laporan Utama Majalah Tempo Edisi April-Juni 2014
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh : Nurfajria NIM 1110051100045
KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M
ABSTRAK Nurfajria (1110051100045) Hirarki Pengaruh Pemberitaan Jokowi Pada Laporan Utama Majalah Tempo Edisi April-Juni 2014 Pemilihan Presiden di tahun 2014 merupakan pemilihan kepala negara secara langsung kali ketiga dalam sejarah Indonesia. Banyak tokoh nasional yang mencalonkan diri sebagai calon presiden. Namun, akhirnya hanya ada dua pasang calon yang menjadi calon presiden dan wakilnya, masing-masing Prabowo SubiantoHatta Rajassa dan Joko Widodo-Yusuf Kalla. Mereka merupakan tokoh yang fenomenal. Semua media memberitakan kedua pasangan ini, majalah Tempo misalnya. Namun, pada April-Juni 2014, porsi pemberitaan Jokowi di laporan Utama majalah Tempo lebih banyak. Laporan utama majalah Tempo merupakan rubrik utama yang tercermin dalam cover majalah dan berita tersebut mendapatkan porsi lebih banyak. Berdasarkan konteks di atas, timbul pertanyaan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pemberitaan Jokowi pada laporan utama majalah Tempo edisi AprilJuni 2014? Teori yang digunakan untuk menganalisis rumusan masalah di atas, penulis menggunakan Theories of Influences on Media Content yang dikenalkan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese. Teori hirarki media ini menjelaskan bagaimana lima faktor pengaruh bisa memengaruhi sebuah pemberitaan di sebuah media. Lima faktor tersebut masing-masing level individual, level kerutinan media, level organisasi media, level ekstra media, dan level ideologi media. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Data yang telah diperoleh dari hasil wawancara dengan Jobpie Sugiharto (redaktur desk nasional) dan Anton Septian (reporter) majalah Tempo, penulis analisis dan sepadankan dengan teori hirarki pengaruh. Kesimpulannya adalah pemberitaan tentang Jokowi pada laporan utama majalah Tempo edisi April-Juni 2014 tidak lepas dari kelima faktor level hirarki pengaruh tersebut, baik dari internal maupun eksternal media. Faktor-faktor tersebut di antaranya berasal dari faktor individu, kerutinan media, organisasi media, ekstra media dan faktor ideologi. Namun, faktor level yang paling berpengaruh secara signifikan terdapat pada faktor individual yang dipengaruhi oleh reporter dari latar belakangnya dalam menentukan angle awal pemberitaan, faktor level kerutinan media yang representasikan pada rapat perencanan, faktor ekstra yang dipengaruhi oleh pangsa pasar dan faktor ideologi media Tempo yang mendukung demokrasi dan antistatusquo. Faktor organisasi tidak berpengaruh. Kebijakan redaksi majalah Tempo dalam memberitakan laporan utamanya mengacu pada rapat-rapat redaksi. Pada rubrik laporan utama majalah Tempo mengenai Jokowi edisi April-Juni 2014, kebijakan yang diambil yaitu mengacu pada apa yang terjadi di masyarakat (publik), melihat kebutuhan pasar akan berita yang sedang booming, dan berpedoman pada hasil rapat redaksi. Kata kunci: Faktor, Hirarki pengaruh, Memengaruhi, Pemberitaan, Jokowi i
KATA PENGANTAR
Saya bersaksi demi Dia yang meniupkan roh dalam setiap jiwa, demi Dia yang punya keabadian dan demi Dia yang bertahtakan kesucian, bahwa Engkaulah Tuhanku yang satu. Dengan segenap ketabahan jiwa yang tak sempurna, Engkau kuatkan pundi-pundi kelemahanku dalam mengarungi hidup ini. Rasa syukur yang tak akan cukup, saya panjatkan selalu keharibaanMu ya Allah. Semoga puja dan puji syukurku selalu sampai kepadaMu tanpa terhalang dosa. BersamaMu saya bersihkan hati, bulatkan tekad, luruskan niat dan sempurnakan iman untuk sebuah album kehidupan yang lebih terarah. BagiMu baginda pembawa lentera kehidupan, saya haturkan shalawat serta salam untuk kemuliaan dan keberanianmu. Engkaulah nabi akhir zaman, Muhammad Rasulullah. Dengan kesabaran dan ketangguhanmu saya bersaksi bahwa Engkaulah Rasul utusan Allah sebagai suri tauladan bagi seluruh umat mukmin yang mendambakan keridhoan dunia dan akhirat. Semoga dengan risalah kenabianmu saya lebih bisa menjadi seorang mukmin yang tak lekang oleh zaman. Terimakasih yang terdalam saya persembahkan pada semua pihak yang turut membantu kelancaran penelitian skripsi ini, baik langsung atau tidak langsung. Tanpa uluran bantuan dan dukungan dari kalian tersebut, sangat sulit rasanya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Oleh karenanya, peneliti menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar besarnya kepada:
ii
1. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. H. Arief Subhan, M.A., Wakil Dekan I Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Suparto, M.Ed, Wakil Dekan II Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Jumroni, M.Si, Wakil Dekan III Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. H. Sunandar Ibnu Noor, M.A. 2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Kholis Ridho, M.Si dan Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Drs. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. 3. Drs. Helmi Hidayat, MA., dosen pempimbing yang senantiasa selalu berbagi ilmu serta memberi pencerahan, dapat meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu menyempurnakan penyusunan skripsi ini. Tanpa beliau tidak mungkin penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan sempurna. 4. Pihak Tempo Arif Zulkifli sebagai Pemimpin Redaksi, Jobpie Sugiharto (Redaktur) dan Anton Septian (Wartawan) sebagai narasumber peneliti, Andry Setiawan (Bang Joey), Moniq dan Esti sebagai sekretaris redaksi majalah Tempo dan segenap karyawan majalah Tempo yang telah membantu kelancaran skripsi ini sebagai media yang diteliti. 5. Ayahanda tercinta Hasannudin yang senantiasa selalu menjadi panutan bagi penulis atas ketangguhan dan keberaniannya mengajarkan manis pahitnya kehidupan, juga ibunda terkasih Warniah yang tak lelah merajut doa, memberi dukungan tanpa akhir, dan senyum penuh ikhlas kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhirs. Hanya karena kalianlah penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
iii
6. Kakak-kakak dan adik-adik yang selalu memberikan kasihnya kapada penulis, aa Putra Hasanuddin, S.Pd.I. beserta istri dan anaknya Maemunah dan Faqih Az-Zufar Putra, aa Agung beserta istrinya Nida, Wahyu Musthofa dan Zahrotul Munawwaroh dan sepupu Dita Nona Lisa beserta suami dan anaknya Sugiono dan dede Ezar, terimakasih telah membantu meminjamkan jasanya. 7. Ahmad Ghazali yang menjadi kacamata dunia bagi penulis, terima kasih selalu hadir menemani dan meluangkan waktunya dengan ikhlas. Jangan pernah bosan menjadi penerang untuk jelajahi dunia bersama penulis. Keep smile. 8. Kakak-kakak senior yang berteman dengan baik dengan penulis, Bang Fahdi, Bang Adit, Bang Adul, Bang Amay, Kak Jali, Kak ajeng, Kak Ajib, Kak Japra, Kak Vija, Kak Momba, Kak Faqih, Kak Bejo terimakasih telah menjadi kakak-kakak senior yang hebat. 9. Teman-teman Jurnalistik angkatan 2010 Diyah, Stiffani, Cilay, Ika, Ami, Lala, Athifa, Damar, Dwiyan, Tyo, Annisa, Dini, Fiki H, Fauziah, Mae, Anas, Hetty, Welda, Tanti, Viky, Butet, Isye, Oji, Dede, Fajar, Qinoy, Farhan, Rijuan, Farid, Hakim, Imam, Yoga yang telah sama-sama berjuang selama di bangku perkuliahan. 10. Teman seperjuangan di DEMA Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Zikri, Tanto, Ijal, Eki, Chabibullah, Baba, Qipung, Bongkeng, Bimo, Damar, Pacil, Jeje, Gadis, Vivih, Maria, Indah, Alfa, Arum, Widya, Sonya, Rani, Zakia, yang sama-sama berproses di FDIKOM ini. 11. KKN ANJAS yang telah memberikan warna dalam pertemanan, Ijal, Zikri, Tanto, Bimo, Andika, Surya, Iqbal, Zizah, Indah, Alfa, Putri, Asri Wiwit, Uswah, Maria, Gega.
iv
12. Organisasi teristimewa Komunitas Mahasiswa Lintas Alam (KMLA) Garuda FDIKOM Yudi Jenggot, Sabir Laluhu, Fahdi Fahlevi, Aditya Rizal, Iyung, Unyil, Codet, Togar, Jali, Kuro, Bongkeng, Budi, Putri, Nunu, Sri, Mella, Helmi, Bastian, Mirob, Bitut, Biseng, Tarzan, Luwak, Layu, Cenges, Keris, Pangkat, Iwot, Jomah, Saut, Munye, Kudung, Boyan, Konung, Bontot, Suares, dan Cengo yang telah menjadi rumah kedua bagi penulis dalam suka maupun duka. Tetap “Terbang Tinggi Tak Lupa Bumi” kawan. 13. Bidadari Hutan yang bersedia berubah menjadi bidadari bercariel yang menjajaki keindahan dunia lewat indahnya puncak gunung, Wiwin, Tatoem, Emak ii, Tutuy, Idoy. 14. Kosan Matahari yang selalu memberi pelajaran dan pengalaman anak rantauan. Terimakasih Nunu dan Putri atas semua canda, tawa dan nangis kalian, ini akan selalu saya rindukan. Semoga selalu sukses kawan. Wal akhirah, terimakasih atas semua dukungan dan bantuan moril dan materil yang di dapat penulis dari berbagai pihak, penulis hanya bisa menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dengan imbalan yang berlipat ganda. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat untuk civitas akademika dan khususnya untuk penulis pribadi.
Jakarta, 13 April 2015
Nurfajria
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
viii
DAFTAR GRAFIK..........................................................................................
ix
DAFTAR BAGAN .........................................................................................
x
BAB I
PENDAHULUAN
................................................................
1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..................................................
8
D. Metodologi Penelitian ...............................................................
8
E. Tinjauan Pustaka .......................................................................
12
F. Sistematika Penulisan ...............................................................
13
A. Latar Belakang Masalah
BAB II
KAJIAN TEORI A. Teori Hirarki Pengaruh Media ........................................................
15
1. Level Pengaruh Individu Pekerja Media ................................
16
2. Level Pengaruh Kerutinan Media........................................
19
3. Level Pengaruh Organisasi Media.......................................
28
4. Level Pengaruh Luar Media .....................................................
32
5. Level Pengaruh Ideologi Media ..............................................
36
BAB III GAMBARAN UMUM MAJALAH TEMPO A. Sejarah dan Berkembangnya Majalah Tempo .............................
40
B. Visi Dan Misi Perusahaan Majalah Tempo ..................................
47
vi
C. Struktur Organisasi Majalah Tempo .............................................
48
D. Penghargaan Majalah Tempo .........................................................
49
E. Laporan Utama Majalah Tempo ....................................................
51
BAB IV TEMUAN DAN HASIL ANALISIS A. Analisis Hirarki Pada Pengaruh Pemberitaan Jokowi
BAB V
dalam Laporan Utama Majalah Tempo .............................
53
1. Level Pengaruh Individu Pekerja Media ................................
53
2. Level Pengaruh Kerutinan Media ...........................................
59
3. Level Pengaruh Organisasi Media ..........................................
74
4. Level Pengaruh Ekstra Media..............................................
79
5. Level Pengaruh Ideologi Media ..........................................
84
PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................
94
B. Saran ...................................................................................................
95
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar. 1 Media Rutin Sebagaimana Berkaitan Dengan Tiga Sumber Batasan ..........................................................................................
20
Gambar. 2 Struktur Organisasi Surat Kabar ...................................................
29
Gambar. 3 Hirarki Pengaruh di Media Massa..................................................
39
Gambar. 4 Struktur Organisasi Majalah Tempo...............................................
49
viii
DAFTAR GRAFIK
Grafik. 1 Grafik Kepemilikan Saham PT Tempo Inti Media ...........................
ix
46
DAFTAR BAGAN
Bagan. 1 Proses Rapat Redaksi dan Alur Pembuatan Berita di Majalah Tempo...............................................................................................................
x
63
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Presiden di tahun 2014 merupakan pemilihan kepala negara secara langsung yang kali ketiga dalam sejarah Indonesia. Banyak tokoh nasional yang mencalonkan diri sebagai calon presiden, seperti Aburizal Bakrie, Suryo Paloh, Wiranto, Hary Tanoe Sudibyo, Prabowo Subiyanto, Anis Matta, Joko Widodo dan lain sebagainya. Namun setelah melewati seleksi politik yang sangat ketat, hanya ada dua pasangan yang tersaring dan mencalonkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai calon presiden dan wakilnya. Pasangan pertama dengan nomor urut satu adalah Prabowo Subiyanto-Hatta Rajasa dan pasangan kedua dengan nomor urut dua yaitu Joko Widodo-Jusuf Kalla, kerap dipanggil Jokowi-JK. Dua pasang kandidat ini merupakan tokoh nasional yang banyak menyita perhatian publik. Hal ini ditandai dengan pemberitaan yang masif terhadap kedua pasang calon di berbagai media, mulai dari media cetak (surat kabar, majalah), elektronik (televisi, radio) hingga internet pun marak memberitakan mereka. Pemberitaan calon nomor urut satu, Prabowo-Hatta, lebih sering muncul di TVone, ANTV, Vivanews.com, GlobalTV, RCTI, MNC TV, Koran Sindo, Sindo TV dan Okezone.com. TV One adalah milik Aburizal Bakrie. Dia adalah pemilik Viva Group yang memiliki TV One, ANTV, dan juga Vivanews.com. Sedangkan MNC Group yang menaungi Global TV, RCTI, MNC TV, Sindo TV, Koran Sindo, Okezone.com, dan Trijaya FM dimiliki Hary Tanosoedibjo. Keduanya
1
2
adalah pemimpin dari Partai Golongan Karya (Golkar) dan Hati Nurani Rakyat (Hanura) yang berkoalisi bersama partai calon nomor urut satu, Prabowo-Hatta. Sementara itu, calon nomor dua, Jokowi-JK, lebih sering muncul di MetroTV. Pemilik media tersebut adalah Suryo Paloh. Dia adalah ketua partai Nasional Demokrasi (Nasdem) yang bergabung menjadi bagian koalisi dari partai calon urutan nomor dua, Jokowi-JK. Tidak dipungkiri bahwa hubungan antara pemilik media dengan para calon presiden sangat terlihat. Hubungan tersebut bisa dimaklumi karena pemilik media tersebut merupakan pemimpin partai yang bergabung menjadi bagian dari koalisi partai kedua pasang calon presiden. Kedua pasang calon yang terdaftar adalah calon presiden dan wakilnya yang terdiri dari gabungan partai-partai yang berkoalisi. Mereka menyatukan suara agar calon presiden bisa masuk kedalam “presidential threshold”. Keterlibatan media dengan para calon dapat dilihat dari data yang tercatat oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) selama masa kampanye berlangsung di berbagai media. Berdasarkan catatan KPI, pasangan Prabowo-Hatta banyak diwartawakan oleh TV One sebanyak 36.561 detik, MNC TV (5.116 detik), lalu berturut-turut RCTI, ANTV dan Global TV (4.714, 3.223 dan 2.690 detik). Sementara pasangan Jokowi-JK lebih banyak disiarkan oleh Metro TV (37.577 detik), SCTV (6.089 detik) dan Indosiar (3.354 detik). Untuk pemberitaan Jokowi-JK di Metro TV, terdapat 187 item, di antaranya 184 item positif dan tiga item lainnya negatif. Sementara pemberitaan Prabowo-Hatta di Metro TV berisi 90 item dimana sebanyak 86 item di antaranya positif dan empat item negatif. Sementara pemberitaan di TV One, pemberitaan Jokowi-JK ada 79 item, dengan
3
73 item positif dan enam item negatif. Sedangkan, dalam pemberitaan PrabowoHatta ada 157 item, di antaranya 153 item positif dan empat item bersifat netral.1 Dari banyak data yang dipaparkan, terlihat bahwa sosok para calon presiden 2014 memang fenomenal. Hampir semua media memberitakan PrabowoHatta dan Jokowi-JK, tak terkecuali majalah Tempo. Sebagai media mainstream, majalah Tempo juga turut hadir dalam menyajikan pemberitaan Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Namun peneliti melihat bahwa pemberitaan yang disajikan tidak berimbang. Pemberitaan tentang Jokowi di majalah Tempo mendapat porsi yang lebih banyak, bahkan sosok mantan walikota Solo itu pun sering dijadikan sebagai kover majalah di berbagai edisi. Dari April hingga Juni 2014, tercatat ada 14 edisi majalah Tempo, delapan edisi di antaranya berupa laporan utama yang mengangkat berita tentang kedua pasang calon presiden. Masing-masing berjudul Koalisi Hiruk-pikuk, Efek Puan Efek Jokowi, Wakil Sehidup Semati, Berburu Kursi Wapres, Duet Kepepet, Habis Transaksi Terbit Koalisi, Prahara Obor Rakyat, dan edisi khususnya Bowo, Joko, Hatta & Kalla. Judul-judul di atas merupakan laporan utama yang banyak memberitakan Jokowi. Hampir sebagian kover majalahnya pun menggunakan sosok Jokowi dalam edisi majalah tersebut. Sedangkan lima edisi laporan utama lainnya membahas judul lain, masing-masing berjudul Ada Apa Dengan TNI, Hutan Hilang Suap Terbilang, Robek Kocek Tamu Tuhan, Teror Pedofil di Sekolah, dan Akhir Perjalanan Hadi Poernomo. Laporan utama ini tidak mengangkat tentang Jokowi. 1
Kompas.com, ”Data KPI Pusat: Tak Ada Berita Negatif Prabowo-Hatta di TV One”, artikel ini di akses pada 14 Oktober 2014 pukul 16:32 WIB dari http://nasional.kompas.com/read/2014/06/04/0945271/Data.KPI.Pusat.Tak.Ada.Berita.Negatif. Prabowo-Hatta.di.TV.One
4
Sebagai media nasional yang memegang independensi, majalah Tempo harusnya berimbang dalam menyajikan berita, tidak memihak kepada siapapun. Hal ini juga menjadi ketertarikan peneliti untuk membahas majalah Tempo dalam memberitakan tentang Jokowi dalam edisinya. Ada apa dengan Tempo dalam menyajikan berita tentang Jokowi? Apakah ada keberpihakan? Atau hanya pengaruh dari faktor-faktor media lainnya?. Faktor-faktor yang memengaruhi media adalah
faktor internal dan
eksternal media. Pengaruh faktor-faktor ini disebut sebagai Teori Hirarki Pengaruh Media yang dikenalkan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese. Pandangan ini merupakan teori dalam kajian komunikasi massa yang menjelaskan faktor-faktor yang dapat memengaruhi konten media. Menurut Pamela dan Reese, faktor-faktor yang memengaruhi pemberitaan di media adalah pengaruh individual level (individual level), pengaruh kerutinan media (routine level), pengaruh organisasi level (organizational level), pengaruh ekstra media level (extra media level), dan pengaruh ideologi (ideology level).2 Dari kelima faktor pengaruh tersebut, faktor internal yang memengaruhi media biasanya berasal dari dalam media. Faktor individual level, datang dari pekerja media (reporter, wartawan), faktor kerutinan media muncul dari keseharian sebuah media dalam pengemasan sebuah berita, dan faktor organisasi level yang biasanya berkaitan dengan struktur organsasi di media (ownership) atau kepemilikan yang berpengaruh besar atas pemberitaan di media tersebut. Sedangkan faktor eksternal yang dapat memengaruhi sebuah pemberitaan di media biasanya berasal dari luar media. Faktor pengaruh ekstra media level 2
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message; Theories of Influences on Mass Media Content (New York: Longman Publisher, 1996), h. 64.
5
berasal dari pengiklan, penonton, kontrol pemerintah, pangsa pasar atau sumber berita dan faktor pengaruh ideologi level diakibatkan oleh cara pandang yang dipegang oleh sebuah media. Majalah Tempo juga tidak luput dari lima faktor pengaruh yang dijelaskan oleh Pamela dan Reese dalam meyajikan berita. Bagaimana faktor internal dan eksternal media memengaruhi pemberitaan tentang Jokowi di majalah Tempo dan seberapa besar keberpihakan media yang dapat memengaruhi pemberitaan Jokowi di majalah Tempo. Hal inilah yang menjadi menarik untuk diteliti. Tempo adalah media nasional yang belum diketahui keberpihakannya. Hal tersebut ditegaskan oleh Kun Waziz dalam bukunya Media Massa dan Konstruksi Realitas yang mengatakan bahwa tidak semua media sudah terlihat jelas ke arah politik mana media berlabuh, seperti kelompok Tempo dan Kompas yang masih menjadi bola liar. Secara formal sulit mendifinisikan kedekatan politik mereka. 3 Di sinilah ketertarikan peneliti untuk meneliti media Tempo sebagai media mainstream yang masih menjadi bola liar. Majalah Tempo adalah majalah berita yang terbit mingguan dan selama ini terlihat independen. Edisi pertama Tempo berhasil diterbitkan pada Maret 1971. Majalah ini bertahan cukup tangguh dalam menjalani masa kejayaannya. Media ini pada zaman Soeharto pernah dibredel.4 Laporan utama merupakan salah satu rubrik di majalah Tempo. Laporan utama ini membahas isu-isu besar yang akan dijadikan headline dan kover majalah pada edisi terbitan majalah Tempo. Kover yang dipakai oleh suatu media
3
Kun Wazis, Media Massa dan Konstruksi Realitas (Malang: Aditya Media Publishing, 2012) Cet. pertama, h. 24. 4 Fahcrul Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo : Konflik dan Pemberedelan, artikel ini diakses pada 30 April 2014 pukul 14.00 dari http://id.Wikipedia.org/majalahTempo.
6
cetak harus menarik karena isu besar yang disajikan media dengan kover atau headline yang biasa-biasa saja tidak akan memikat para pembaca. Ini adalah salah satu strategi media untuk memikat pembaca pada pandangan pertama. Hal ini juga disampaikan juga oleh Tom E. Rolnicki dalam bukunya Pengantar Dasar Jurnalisme bahwa selain kover, faktor yang sangat penting dalam sebuah media massa adalah headline atau judul utama. Headline atau judul utama menjadi penting sebab; pertama, ia menyebut atau meringkas fakta penting dari berita. Headline memudahkan pembaca mencari dan memilih berita di koran, majalah atau yearbook. Kedua, ia mengomunikasikan mood berita. Headline memberi pembaca semacam pemahaman nada berita. Berita utama atau feature berita akan menggunakan headline yang langsung dan informatif. Ketiga, peran headline dalam membantu pembaca menentukan pilihan untuk membaca berita yang dianggapnya lebih penting. Umumnya adalah bahwa semakin besar hurufnya, semakin penting beritanya.5 Dalam pembahasan di atas peneliti ingin melihat bagaimana pemberitaan tentang Jokowi bisa menjadi kover bahkan sebagian menjadi laporan utama di berberapa edisi majalah Tempo. Ketertarikan penulis dalam masalah ini adalah ingin mengetahui faktor apa yang paling memengaruhi pemberitaan tetang Jokowi di majalah Tempo pada April hingga Juni 2014 dan bagaimana kebijakan majalah Tempo dalam menentukan laporan utama. Dari latar belakang di atas, disusunlah skripsi ini dengan judul “Hirarki Pengaruh Pemberitaan Jokowi pada Laporan Utama Majalah Tempo Edisi April – Juni 2014”
5
Tom E. Rolnicki, dkk., Pengantar Dasar Jurnalisme: (Scholastic Journalism), h. 221.
7
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dibatasi pada hal-hal: a. Penelitian ini memfokuskan diri pada pengaruh hirarki yang berlangsung atas pemberitaan majalah Tempo. b. Pemberitaan yang diteliti adalah pemberitaan tentang Jokowi di majalah Tempo pada April hingga Juni 2014. 2. Rumusan masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor hirarki apa saja yang berpengaruh pada pemberitaan tentang Jokowi di majalah Tempo? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: a. Mengetahui faktor-faktor hirarki yang memengaruhi pemberitaan tentang Jokowi di majalah Tempo dan menangkap kebijakan redaksi majalah Tempo saat menentukan laporan utama khususnya di bulan April – Juni 2014. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat akademis: Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan pembaca terkait dengan pendekatan teori hirarki pengaruh bagi civitas akademika Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8
b. Manfaat Praktis: Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian serupa, memberi gambaran terhadap masyarakat mengenai pengaruh-pengaruh hirarki yang terjadi pada pemberitaan di sebuah media, dan mendorong khalayak bersikap kritis terhadap berita yang dimunculkan media massa.
D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Paradigma dalam buku filsafat Ilmu Komunikasi oleh Dani Vardiansyah dilihat sebagai cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang tak lain akan mempengaruhi dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku.6 Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruktivis yang memandang realitas sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi dari hasil konstruksi. Rancangan konstruktivis melihat realitas pemberitaan media sebagai aktivitas konstruksi sosial.7 Paradigma konstruktivis memandang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Paradigma ini lebih menekankan kepada empati, dan interaksi dialektis antara peneliti-responden untuk menkonstruk realitas yang diteliti melalui metodemetode kualitatif.8
6
Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Jakarta: PT Indeks, 2005), h. 27. 7 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004), cet. Ke-3 h. 204. 8 Rachmat Kriyantoro, Teknik Praktis Riset Kominukasi (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 52.
9
2. Metode Penelitian Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan model deskriptif. Hasil penelitian tertulis berisi kutipankutipan dari data untuk mengilustrasikan dan menyediakan bukti presentasi. Data tersebut mencakup transkip wawancara, catatan lapangan, fotografi, videotape, dokumen pribadi, memo dan rekaman-rekaman resmi lainnya.9 Tujuan dari pendekatan ini adalah menjelaskan fenomena yang sedalamdalamnya melalui pengumpulan data. Pendekatan kualitatif menurut Kirk dan Miller bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia, baik dalam kawasannnya maupun dalam peristilahannya.10 Bogdan dan Taylor dalam buku Metode Penelitian Kualitatif menjelaskan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati.11 Peneliti menganalisis menggunakan metode kualitatif ini dengan cara menjelaskan sedalam-dalamnya data dengan teori yang digunakan yaitu hirarki pengaruh media. Menurut Crasswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif adalah pertama, peneliti kualitatif lebih memerhatikan proses daripada hasil. Kedua, peneliti kualitatif lebih memerhatikan interpretasi. Ketiga, peneliti kualitatif merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dan analisis data
9
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), Cet. ke-3, h. 11. 10 Nurul Hidayat, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. ke 1, h. 7. 11 Lexy J. Moeleng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993), Cet. ke 10, h. 3.
10
serta peneliti kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakukan observasi di lapangan. Keempat, peneliti kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian, interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar.12 Dalam penerapannya, pendekatan kualitatif menggunakan metode pengumpulan data dan metode analisis yang bersifat nonkuantitatif, seperti penggunaan instrument wawancara dan pengamatan (observation).13 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan teknik anatara lain: a. Wawancara: Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode wawancara, suatu teknik yang dianggap tepat dalam mendapat informasi. Ini karena data yang didapatkan secara langsung diperoleh dari orang yang bersangkutan dan lebih akurat. Karena itu, peneliti melakukan wawancara bebas terpimpin (semi structured interview), yaitu wawancara dengan menggunakan interview guide atau pedoman wawancara yang dibuat berupa daftar pertanyaan.14 Wawancara dilakukan secara bebas, tetapi menggunakan pedoman wawancara yang baik dan benar agar pertanyaan lebih terarah. Data yang diperoleh bisa dengan cara tanya jawab secara lisan, ataupun melalui surat elektronik (email). Peneliti melakukan wawancara dengan Reporter majalah Tempo, Redaktur Pelaksana majalah Tempo. 12
Agus Salim, Teori dan Paradigma Sosial dari Guba dan Penerapannya, h. 303. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Gintanyali, 2004), h. 2. 14 Denzin, Norman K, Lincoln, Yonna S, Handbook of Qualitative Research, Dariyanto dkk (edisi terjemahan Indonesia.), (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2009). 13
11
b. Dokumentasi: Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.15 Data juga dapat diperoleh dari mengkaji atau menelaah dokumen yang dimiliki majalah Tempo pada bagian laporan utama yang diteliti baik tertulis, gambar atau foto, grafik dan lain sebagainya. Ada juga data yang bersumber dari buku, majalah, dan internet berupa artikel-artikel media massa yang ada relevansinya dengan materi penelitian untuk selanjutnya dijadikan bahan sebagai data untuk peneliti. 4. Informan Penelitian Peneliti menggunakan informan yang akurat untuk melakukan wawancara dengan pihak media terkait. Informan yang akurat dan tepat untuk menjadi data yaitu seorang reporter dari majalah Tempo yang ikut membertitakan mengenai Jokowi saat itu dan seorang redaktur pelaksana yang terlibat dalam pembuatan berita Jokowi tersebut pada April-Juni 2014. Peneliti menggunakan kedua informan tersebut agar data yang didapatkan akurat dan sesuai dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan wawancara pada kedua informas tersebut. 5. Teknik Analisis Data Langkah selanjutnya, peneliti menyusun data yang ada agar sistematis, lalu mengklasifikasi data itu untuk dianalisis sesuai masalah dan tujuan penelitian, kemudian menyajikan dalam bentuk laporan ilmiah. Dalam menganalisis, peneliti menggunakan teknik analisis data kualitatif deskriptif. Penulis menganalisis dan membandingkan data deskriptif yang telah 15
Husaini Usman, Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003) cet. ke-4 h. 73.
12
diperoleh, dan merelevansikannya dengan teori hirarki pengaruh yang dikenalkan oleh Pamela dan Reese. 6. Pedoman Penulisan Penulisan dalam penelitian ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, da Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negari Sayarif Haidayatullah Jakarta.
E. Tinjauan Pustaka Analisis ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku yang membahas tentang analisis hirarki pengaruh pada media massa, salah satunya adalah skripsi dengan judul “Hirarki Pengaruh Pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo” yang ditulis oleh Fahdi Fahlevi, mahasiswa Komunikasi dan Penyiaan Islam tahun 2013. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo selama sebulan. Sedangkan peneliti meneliti laporan utama di majalah Tempo terkait pemberitaan Jokowi selama tiga bulan terhitung mulai April hingga Juni 2014. Bedanya dengan peneliti sebelumnya yaitu Fahdi Fahlevi menggunakan observasi untuk teknik pengumpulan data dan objek yang dipilihnya yaitu isu mengenai kekerasan terhadap agama, sedangkan peneliti mengangkat isu tentang sosok tokoh baru yang sedang tenar dikalangan masyarakat. Sosok ini dianggap punya pengaruh besar terhadap rakyat Indonesia untuk menjadi kepala negara.
13
Penelitian lain juga dilakukan oleh saudari Halimatus Sa’diyah dengan skripsinya berjudul “Hirarki Pengaruh Dalam Proses Penyeleksian Berita Studi Pada Kebijakan Redaksi Liputan 6 SCTV”. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan kualitatif dengan perspektif fenomenologi, sementara jenis penelitian yang akan peneliti gunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis analisis deskripstif. Penelitian yang dilakukan oleh Halimatus Sa’diyah lebih kepada faktor apa yang memengaruhi proses penyeleksian berita yang terjadi di media elektronik yaitu pada program Liputan6, sedangkan peneliti lebih kepada faktorfaktor apa saja yang memberi pengarih pada pemberitaan Jokowi yang terjadi di media cetak yaitu pada laporan utama majalah Tempo edisi April-Juni 2014
F. Sistematika Penulisan Agar lebih mudah dalam memahami pembahasan dalam penelitian ini, peneliti membagi dalam lima bab, yaitu: BAB I
PENDAHULUAN membahas tentang Latar Belakang Masalah. Pembatasan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka serta Sitematika Penulisan.
BAB II
KAJIAN TEORI mengurai tentang kajian teori Hirarki Pengaruh yang dikenalkan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese dan Kebijakan Redaksional.
BAB III
GAMBARAN UMUM menjelaskan profil tentang sejarah berdirinya majalah Tempo, struktur organisasi majalah
14
Tempo, visi dan misi majalah Tempo, laporan utama majalah Tempo. BAB IV
TEMUAN DAN HASIL ANALISIS mengulas analisis data yang diperoleh dari Majalah Tempo terkait faktorfaktor apa saja yang memengaruhi majalah Tempo pada tiga bulan edisi mulai dari April – Juni 2014 pada pemberitaan tentang Jokowi.
BAB V
PENUTUP menyajikan kesimpulan dan saran.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Teori Hirarki Pengaruh Media Teori
Hirarki
Pengaruh
(Hierarchy
of
influence)
pertama
kali
diperkenalkan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese. Teori ini merupakan teori dalam kajian komunikasi massa yang menjelaskan faktor-faktor yang dapat memengaruhi konten media. Teori ini membahas tentang isi media merupakan suatu pemberitaan yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal media. Pamela dan Reese membaginya dalam lima level yaitu level individu (Individual level), level kerutinan media (Media routine level), level organisasi (Organization level), level ekstra media (Extra media level) dan level ideologi (Ideological level). Asumsi dari teori ini adalah bagaimana pesan media yang disampaikan kepada khalayak adalah hasil pengaruh dari kebijakan internal organisasi media dan pengaruh dari eksternal media itu sendiri. Pengaruh dari internal media sebenarnya berhubungan dengan kepentingan dari pemilik media, individu wartawan sebagai pencari berita, dan kerutinan media sehari-sehari. Pengaruh faktor eksternal media yang ikut menwarnai konten media adalah para pengiklan, pangsa pasar, kontrol pemerintah, dan faktor eksternal lainnya. Stephen D. Reese mengemukakan bahwa isi pesan media atau agenda setting merupakan hasil tekanan yang berasal dari dalam dan luar organisasi media.1 Dengan kata lain isi dari konten media adalah kombinasi dari program 1
Stephen D. Reese, Setting the media’s Agenda: A power balance perspektive (Beverly Hills: Sage, 1991), h. 324.
15
16
internal, keputusan manajerial dan editorial, serta pengaruh eksternal yang berasal dari sumber-sumber nonmedia, seperti individu-individu yang berpengaruh pada sosial, petinggi pemerintah, pemasang iklan dan pengaruh luar lainnya. Dalam teori ini akan terlihat seberapa berpengaruhnya sebuah berita pada tiap-tiap level yang dikenalkan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese. Walaupun faktor organisasi media dan faktor kepemilikan merupakan level yang paling kuat, namun level individu, level kerutinan media, dan level ekstra media tidak boleh mengesampingkan, karena satu sama lain dari kelima level tersebut ikut memengaruhi berita di media. Lebih lanjutnya peneliti akan membahas setiap level dalam teori hirarki pengaruh media yang dijelaskan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, yaitu: 1. Level Pengaruh Individu Pekerja Media Pengaruh ini biasa direpresentasikan kepada seorang jurnalis atau wartawan. Level individu ini juga biasa disebut sebagai pekerja media, karena mereka sendirilah yang terjun langsung mencari bahkan membuat berita. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa memengaruhi sebuah pemberitaan karena faktor latar belakangnya, seperti latar belakang pendidikan, karakteristik atau kompetensi si wartawan. Sebagai contoh wartawan yang ahli dibidang hukum jika mendapati meliput berita tentang olahraga, maka otomastis berita yang disajikan tidak mendalam. Akan berbeda dengan wartawan yang meliput sesuai dibidang ahlinya. Faktor individu dari seorang pekerja media sedikit banyaknya sangat memengaruhi pemberitaan di sebuah media. Hal tersebut bisa terjadi karena seorang jurnalis atau wartawan sebagai pencari berita dapat juga
17
mengkonstruk pemberitaan sebuah media. Seorang jurnalis adalah sosok dibalik berita, yang mengumpulkan dan membuat berita yang dapat dilihat dari segi personalnya. Salah satu faktor yang memengaruhi level individu dari teori hirarki pengaruh ini adalah faktor latar belakang dan karakteristik. Faktor latar belakang dan karakteristik dari pekerja media menurut Shoemaker dan Reese dibentuk oleh beberapa faktor, yaitu masalah gender atau jenis kelamin dari jurnalis, etnis, orientasi seksual dan faktor pendidikan dari sang jurnalis.2 Fokus peneliti saat ini adalah faktor latar belakang dan karakteristik seorang jurnalis dilihat dari segi pendidikannya. Banyak perdebatan mengenai kompetensi seorang jurnalis dilihat dari segi pendidikan. Hal ini dikarenakan tingkat intelektual atau disiplin ilmu yang diambil oleh seorang jurnalis pada masa pendidikannya di bangku perguruan tinggi sangat dapat memengaruhi pemberitaan sebuah media. Salah satu perdebatan yang terjadi ada di Amerika Serikat. Dalam hal tersebut membahas mengenai lebih kompeten mana seorang jurnalis dengan latar pendidikan secara professional daripada seorang jurnalis dengan latar belakang yang mengenyam pendidikan dari disiplin ilmu lainnya diluar ilmu jurnalistik. Tapi kini mayoritas pekerja media justru berasal dari disiplin ilmu yang lain, seperti sejarah, ilmu politik, dan disiplin ilmu lainnya. Ada beberapa kelebihan dan kekurangan antara seorang pekerja media yang mendapatkan ilmu jurnalistik dan disiplin ilmu lainnya. Kelebihan seorang pekerja media yang mendapat ilmu jurnalistik di bangku 2
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content (New York: Longman Publishers, 1996), h. 64.
18
perkuliahannya yaitu lebih unggul dalam teknik penulisan berita, baik dalam penulisan straight news, feature atau jenis berita lainnya. Sedangkan seorang pekerja media yang mendapat disiplin ilmu lain di luar dari ilmu jurnalistik, lebih unggul dalam materi atau bidang berita yang digelutinya. Faktor pendidikan dan karakteristik ini sangat memengaruhi individu seorang pekerja media kepada penulisan berita yang akan disajikan. Ilmu yang didapatkan oleh seorang jurnalis sangat memengaruhi hasil penulisan sebuah berita yang disajikan olehnya, karena ilmu yang didapat sebelumnya dapat menentukan kualitas sebuah pemberitaan. Dalam atau tidaknya sebuah pemberitaan juga ditentukan oleh latar belakang pendidikan dan karakteristik sang jurnalis. Faktor kedua yang dapat membentuk faktor individual level adalah faktor kepercayaan, nilai-nilai dan perilaku pada seorang jurnalis. Faktor ini juga dapat memengaruhi sebuah pemberitaan yang dibentuk oleh seorang jurnalis karena banyaknya pengalaman yang pernah dirasakan, nilai-nilai serta perilaku yang didapat secara tidak langsung sangat berefek pada pemberitaan yang dikonstruk oleh jurnalis. Aspek kepercayaan dan nilai-nilai dalam level individual ini memang tidak terlalu kuat untuk membentuk efek kepada seorang jurnalis dalam mengkonstruk berita, karena aspek yang lebih kuat dalam mengkonstruk jadinya berita adalah kekuatan aspek organisasi level dan rutinitas media. Walaupun aspek kepercayaan, nilai-nilai dan perilaku tidak bisa lebih berpegaruh kuat membentuk efek pada seorang jurnalis, tetapi sedikit banyaknya faktor tersebut dapat memengaruhi sebuah pemberitaan.
19
2. Level Pengaruh Kerutinan Media Level ini memelajari tentang efek pada pemberitaan dilihat dari sisi kerutinan media. Kerutinan media adalah kebiasaan sebuah media dalam pengemasan sebuah berita. Dapat diartikan juga sebagai sesuatu yang sudah terpola, sudah dipraktekan oleh pekerja media, dan terjadi secara berulangulang. Sebagai contoh, seorang jurnalis dalam menjalankan tugasnya menggukanan aturan-aturan baku yang telah ditetapkan oleh media ditempatnya bekerja, misalnya media yang menggunakan aturan penulisan dengan gaya bahasa yang frontal dalam membuat naskah berita, bagi produser tidak akan meloloskan naskah berita yang tidak memenuhi strandarisasi di media tersebut. Apa yang dilakukan oleh sang jurnalis dan gatekeeper tersebut sesungguhnya bukan kehendak mereka, melainkan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh media. Mereka hanya menyesuaikan diri dengan aturan yang berlaku di media massa tersebut. Hal inilah yang disebut dengan media routine yang memengaruhi konten media. Kerutinan media terbentuk oleh tiga unsur yang saling berkaitan yaitu sumber berita (suppliers), organisasi media (processor), dan audiens (consumers).3 Tiga unsur ini saling berhubungan, berkaitan dan membentuk kerutinan media yang membentuk pemberitaan pada sebuah media, seperti skema gambar dibawah ini:
3
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 109.
20
Gambar. 1 Media Rutin Sebagaimana Berkaitan Dengan Tiga Sumber
Proses Produksi dari Isi Media Media Organization Producer
Routine
s Sources Suppliers
Audience Consumers
(Sumber: Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, 1996)
Sumber berita atau supplier adalah sumber berita yang didapatkan oleh media untuk sebuah pemberitaan. Organisasi media bisa dikatakan redaksi sebuah media yang mengemas pemberitaan dan selanjutnya dikirim kepada audiens. Sumber berita yang terakhir adalah audiens atau consumer adalah konsumen sebuah berita di media yaitu bisa jadi pendengar, pembaca atau penonton. Untuk lebih jelas dalam pembahasan sumber berita, peneliti akan mejelaskan tentang ketiga sumber berita tersebut. Pertama, unsur audiens; unsur ini dapat berpengaruh pada level kerutinan media. Hal ini dikarenakan pemilihan sebuah berita yang dilakukan oleh media harus sesuai dengan kebutuhan pasar, yang pada akhirnya akan disampaikan pada audiens.
21
Ketergantungan media terhadap audiens yang akan menghasilkan keuntungan bagi media, turut menjadi penyebab kenapa media sangat memerhatikan unsur audiens dalam pemilihan berita. Media sangat memerhatikan unsur nilai berita yang akan disajikan sebuah media dimana media tersebut sangat tergantung pada audiens. Kedua, unsur organisasi media (supplier) yang bisa disebut juga sebagai pengolahan pemberitaan. Unsur organisasi media yang paling berpengaruh adalah editor media atau biasa disebut gatekeeper (penjaga gawang). Seorang editor pada setiap media adalah orang yang menentukan mana berita yang layak untuk diterbitkan mana yang tidak. Hasil pencarian berita oleh wartawan akan diputuskan oleh editor di meja redaksi. Sang editorlah yang menentukan berita mana yang layak untuk diterbitkan. Kebijakan dari editorlah yang menentukan kerutinan sebuah media dalam menentukan pemberitan. Jenis dari media juga ikut memengaruhi kerutinan sebuah media yang pada akhirnya juga berpengaruh pada isi dari media. Ketiga, unsur sumber berita. Sumber berita adalah berita atau informasi yang didapatkan oleh jurnalis dalam pencarian berita di lapangan. Sumber berita biasanya adalah lembaga pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, partai politik dan lain sebagainya. Lembaga-lembaga ini ikut memengaruhi pemberitaan sebuah media, karena terkadang lembaga yang menjadi sumber berita memberikan pesanan kepada wartawan agar berita yang keluar dari sebuah media tidak bertentangan dengan lembaganya. Disinilah terjadinya sebuah simbiosis mutualisme antara sumber berita dengan media yang mencari berita. Sebuah media mendapatkan bahan berita dengan mudah
22
sedangkan lembaga yang menjadi sumber berita mendapat pencitraan yang baik. Dalam teori hirarki pengaruh media yang dikenalkan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, level kerutinan media ini di dalamnya juga terdapat kebijakan redaksi yang mengatur segala kebijakan redaksional media massa. Untuk lebih lanjut mengetahui yang dimaksud kebijakan redaksional, peneliti menjelaskan pengertiannya sebagai berikut: a) Kebijakan Redaksional Penyampaian sebuah berita yang disajikan oleh seorang jurnalis ternyata sedikit banyaknya menyimpan subjektivitas. Seorang jurnalis mempunyai andil atas berita yang disajikannya, mulai dari mencari dan mengelola berita pun tidak luput dari campur tangan jurnalis. Hal inilah yang membuat terjadinya sebuah subjektifitas dari jurnalis terhadap sebuah berita. Bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah berita tidak akan dinilai lebih dalam makna yang terkandung di dalamnya. Bagi mereka berita yang disajikan merupakan informasi yang akurat dari media untuk masyarakat. Namun pandangan ini dinilai berbeda bagi para kalangan tertentu yang memahami ruang gerak media. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap pemberitaan yang disajikan, yaitu dalam setiap penulisan berita, penyampaian ideologi secara implisit atau latar belakang dari media tersebut. Oleh karena itu, diperlukan sebuah analisis tersendiri terhadap isi berita sehingga akan diketahui latar belakang seorang jurnalis dalam
23
menulis berita. Dalam hal ini tentunya sebuah media harus bersifat adil dan bijaksana dalam menaati peraturan pers yang berlaku. Media massa harus memiliki kebijakan yang arif, dan memiliki seorang redaktur yang mempunyai kebijakan redaksional yang bijaksana. Kebijakan redaksional bisa dimaknai sebagai pedoman yang menjadi dasar di bidang redaksional sesuai visi dan misi media massa yang bersangkutan. Kebijakan redaksional ini disamping berkaitan dengan substansi pemberitaan, juga meliputi tujuan mengapa berita tersebut disajikan. Biasanya kebijakan redaksional dipimpin oleh seorang pimpinan redaksi yang bertanggung jawab atas setiap pekerjaan yang berkaitan dengan pencarian dan pelaporan berita. Dalam pemahaman tentang kebijakan redaksional, peneliti akan merinci dari kalimat kebijakan dan redaksional, agar bisa lebih dipahami dan lebih dimengerti apa itu kebijakan redaksioanl dan bagaimana cara mengambil kebijakan dalam suatu media. b) Pengertian Kebijakan Dalam kamus bahasa Indonesia, kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan
suatu
pekerjaan
kepemimpinan
dan
cara
bertindak,
pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, dan maksud sebagai garis pedoman untuk menejemen dalam usaha untuk mencapai sasaran.4 Kebijakan biasanya merupakan suatu aturan atau pedoman untuk menentukan suatu tindakan dan tujuan, agar semuanya tercapai sesuai
4
Lukman Ali, et.al., Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 640.
24
dengan apa yang diinginkan, biasanya kebijakan diatur atau dibuat oleh seorang atasan atau pimpinan dalam suatu organisasi dalam mengambil suatu kepuasan. Kebijakan secara umum juga diartikan sebagai kearifan dalam mengelola sesuatu. Dalam ilmu-ilmu sosial, kebijakan diartikan sebagai dasar-dasar haluan untuk menentukan langkah-langkah atau tindakantindakan dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Proses pembuatan kebijakan melibatkan beberapa elemen yang ada, diantaranya yaitu, saluran-saluran komunikasi dalam proses penyampaian informasi mengenai isu-isu kebijakan, baik vertikal, horizontal maupun diagonal dan gerbang-gerbang kritis serta titik pusat keputusan dimana sifat-sifat isu berproses. Kecenderungan-kecenderungan kontinuasi dan dekontinuasi produk kebijakan yang menjadi isu utama, bahwa dalam merealisasikan kebijakan diperlukan seperangkat faktor atau stakeholders yang menjadi peran pengaruh sebagai perubahan. 5 c) Pengertian Redaksional Redaksional berasal dari kata redaksi yang bermakna suatu bagian penting dalam organisai media komunikasi massa, yang tugas pokoknya mengelola isi atau acara media massa elektronik atau cetak. Bagian redaksional merupakan bagian yang mengurus pemberitaan. Menurut Maskun Iskandar keredaksian dibagi menjadi empat jenjang: pertama, pemimpin redaksi yang bertanggung jawab pada kebijakan isi media. kedua, redaktur pelaksana yang dibebani tanggung 5
h. 72.
Sudirman Danim, Pengantar Studi Penelitian Kebijakan (Jakarta: Bumi Aksara, 2000),
25
jawab pelaksanaan keredaksian, sehari-hari, dan biasanya yang mengatur isi berita para wartawan atau reporter. Ketiga, editor atau redaktur yang bertugas menyunting naskah dan halaman. Keempat, wartawan atau reporter yang mencari dan yang membuat berita.6 Bagian redaksional ini dipimpin oleh seorang pemimpin redaksi yang bertanggung jawab atas setiap pekerjaan yang berkaitan dengan pencarian dan pelaporan berita. Secara umum redaksi mempunyai tugas dan
wewenang
untuk
pengadaan,
pengelolaan,
penampilan,
dan
penyusunan komposisi naskah sesuai dengan misi media tersebut. d) Pengertian Kebijakan Redaksional Kebijakan redaksioanal merupakan dasar pertimbangan suatu lembaga media massa untuk memberikan atau menyiarkan suatu berita. Kebijakan redaksional juga merupakan sikap redaksi suatu lembaga media massa, terutama media cetak terhadap masalah aktual yang sedang berkembang, yang biasanya dituangkan dalam tajuk rencana.7 Biasanya ada beberapa dasar pertimbangan untuk menyiarkan atau tidak disiarkannya suatu peristiwa. Dasar pertimbangan itu ada yang bersifat ideologis, politis dan bisnis. Pertimbangan ideologis suatu media biasanya ditentukan oleh latar belakang pendiri atau pemiliknya, baik itu latar belakang agama mapun nilai-nilai yang dihayati.8 Kebijakan mengatur segi-segi usaha agar perusahaan mencapai kemajuan dan keuntungan maksimal. Kebijakan redaksional lebih
6
Maskun Iskandar, Ensiklopedia Nasional Indonesia (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1990), h. 125. 7 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), h. 150. 8 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, h. 152.
26
memusatkan perhatian kepada bagaimana aspek-aspek dan misi ideal yang dijabarkan dalam peliputan dan penempatan berita, laporan, tulisan dan gambar yang sesuai dengan kepentingan dan selera khalayak yang relatif beragam. Agar memudahkan seluruh pengelola, maka pedoman pemakaian bahasa jurnaslitik ini lazimnya dituangkan dalam sebuah buku khusus intern sebagai rujukan resmi dalam peliputan, penulisan, pemuatan, penyiaran, atau penayangan berita, laporan, tulisan dan gambar pada media bersangkutan.9 Kebijakan redaksional juga bisa dimaknai sebagai serangkaian pedoman yang menjadi dasar di bidang redaksional sesuai visi dan misi media massa. Kebijakan redaksional juga memengaruhi terjadinya headline news pada sebuah pemberitaan. Sebuah berita utama dalam surat kabar harian dan majalah merupakan laporan utama di setiap edisinya. Dalam pandangan ini, berita utama tentu mempunyai nilai berita yang paling tinggi diantara sekian berita yang masuk ke meja redaksi. Maka dari itu kebijakan redaksional yang dibuat oleh sebuah media massa harus sesuai dengan hukum media massa yang berlaku di negara masing-masing dan teori pers yang dianut oleh negara tersebut, karena para penguasaha yang menguasai media massa harus bertanggung jawab kepada masyarakatnya atas berita yang disajikan. Dalam pemberitaan, terutama pemilihan headline media dituntut untuk bersikap adil, netral serta objektif. Pemilihan headline sangat berpengaruh pada khalayak pembacanya karena setiap media dalam 9
Haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis (Bandung: Simbioasa Rakatama Media, 2008), h. 23.
27
memandang suatu peristiwa mempunyai peluang berbeda dalam mengkonstruksikannya. Sehingga jika seorang jurnalis meliput terjadinya satu peristiwa yang sama, bisa berbeda dalam penyajiannya. Hal ini disesuaikan dengan sudut pandang yang dianut oleh media tersebut atau mungkin karena faktor ideologi dan kepentingan tertentu. Sehingga peristiwa satu bisa dianggap penting oleh media yang satu, tetapi tidak untuk media yang lain, tergantung pada kebijakan yang diambil oleh media yang bersangkutan. Kebijakan redaksi juga ditentukan oleh pemilik lembaga media massa yang bersangkutan. Setiap lembaga media massa ada pemiliknya dan dia memiliki berbagai kepentingan yang harus dijaga, seperti kepentingan bisnis, politik dan sosial. Kepentingan bisnis misalnya dia memiliki kegiatan bisnis di tempat lain; kepentingan politik misalnya dia menjadi pengurus partai politik atau anggota legislatif; dan kepentingan sosial misalnya dia menjadi pengurus organisasi masyarakat (ormas), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yayasan, dan sebagainya. Sebagai pusat pemberi informasi, media menyapaikan banyak berita kepada khalayaknya, ada berita yang mempunyai nilai tinggi, sedang hingga rendah. Dari banyak peristiwa yang disajikan, mungkin peristiwa yang mengandung nilai berita yang tinggi tidak boleh disiarkan karena bertentangan dengan kepentingan pemilik lembaga media massa yang bersangkutan, dan sebaliknya ada peristiwa yang tidak menarik dan tidak penting harus disiarkan karena sejalan atau mendukung kepentingan
28
pemilik lembaga media massa tersebut.10 Dalam hal inilah mengapa kebijakan redaksional dalam sebuah media harus diterapkan dengan baik dan bijaksana. 3. Level Pengaruh Organisasi Media Pada level ini peneliti akan membahas pengaruh organisasi pada sebuah media kepada sebuah pemberitaan, didalamnya juga akan dibahas seberapa kuat pengaruh level organisasi pada sebuah pemberitaan yang disajikan oleh media. Level ini berkaitan dengan struktur menejemen organisasi pada sebuah media, kebijakan sebuah media dan tujuan sebuah media. Berkaitan dengan level sebelumnya, pada teori hirarki pengaruh yaitu level individu dan level media rutin, level organisasi lebih berpengaruh dibanding kedua level sebelumnya.11 Bicara tentang level pengaruh organisasi, biasanya bicara tentang kepemilikan. Sebuah struktur menejemen media yang biasanya dijatuhkan pada owner, misalnya contoh media televisi tvOne yang notabennya dimiliki oleh Abu Rizal Bakri. Ia adalah penanam saham lebih banyak di media tersebut, secara tidak langsung dapat menguasai media. Berita-berita yang bersangkutan tentangnya harus berita yang positif dan menaikkan ratingnya, tidak ada berita negatif yang akan disajikan oleh media tentangnya. Hal demikian bisa terjadi karena pemegang kekuasaan tertingggi yang sekaligus ikut memengaruhi isi media adalah owner. Pengaruh dari kepemilikan media terhadap konten media ini menjadi perhatian penting dalam studi mengenai
10
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), h. 156. Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 140. 11
29
konten media.12 Hal ini bisa dilakukannya juga karena ia punya kuasa lebih di media. Demikian juga dikarenakan kebijakan terbesar dipegang oleh pemilik media melalui editor pada sebuah media. Jadi penentu kebijakan pada sebuah media dalam menentukan sebuah pemberitaan tetap dipegang oleh pemilik media, seperti alur struktur organisasi media yang digambarkan oleh skema di bawah ini:
Gambar. 2 Struktur Organisasi Surat Kabar Owner/ Publisher
Editor
Advertising
Editor
Editor
Editor
Reporter
Reporter
Photografer
Circulation
(Sumber: Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, 1996)
12
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 140-173.
30
Level pengaruh organisasi ini lebih besar memengaruhi dibandingkan dua level pengaruh sebelumnya dikarenakan berhubungan dengan suatu pengaruh yang lebih besar, lebih rumit dan struktur yang lebih besar. Kebijakan dari pemimpin sebuah organisai media lebih kuat dibanding level yang lebih rendah yang meliputi pekerja media dan rutinitas media.13 Berkaitan dengan struktur dan kebijakan sebuah organisasi dari sebuah media tentunya berkaitan dengan tujuan dari media tersebut. Tujuan dari sebuah media pada sistem kapitalis tentunya berkaitan dengan profit. Dalam hal ini seperti apa yang dikatakan oleh Shoemaker dan Reese bahwa nilai kepercayaan mendasar pada sistem ekonomi kapitalis adalah kepemilikan individu, pengejaran untuk yang berkaitan dengan kepentingan pengusaha dan pasar bebas. Tujuan dari profit ini selain untuk menggerakkan roda organisasi dan kelangsungan sebuah media, juga berkaitan dengan keuntungan yang akan didapat dari sebuah media. Faktor ekonomi yang memberikan keuntungan pada sebuah media, dalam hal ini contohnya seperti iklan. Iklan merupakan sumber utama untuk menghidupi media. Dari iklan juga media bisa melangsungkan hidupnya untuk terus terbit dan memproduksi berita. Selain kebijakan yang berkaitan dengan sponsor, terkadang pemilik sebuah media memiliki afiliasi politik atau pemimpin sebuah partai politik. Hal inilah yang memengaruhi pemberitaan sebuah media karena berkaitan dengan kepentingan politik pemilik media. Kemungkinan besar pemberitaan
13
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 140.
31
yang diberitakan tidak akan bertentangan dengan kebijakan politik sebuah organisasi yang berafiliasi dengan pemilik media. Dalam kebanyakan organisasi media, mereka memiliki tiga tingkatan umum. Garis depan karyawan, seperti penulis, wartawan, dan staf kreatif, mengumpulkan dan mengemas bahan baku. Tingkat menengah terdiri manajer, editor, produser, dan lain-lain yang mengkoordinasikan proses dan memediasikan komunikasi antara bagian bawah dan bagian atas organisasi. Tingkat atas eksekutif perusahaan dan berita membuat kebijakan organisasi, anggaran
yang ditetapkan, membuat
keputusan penting, melindungi
kepentingan komersial dan politik perusahaan, dan bila perlu mempertahankan karyawan organisasi dari tekanan luar.14 Jadi menurut Shoemaker dan Reese ada tiga tingkatan pada struktur sebuah media yaitu tingkatan pertama yang terdiri dari pekerja lapangan seperti penulis berita, reporter dan tim kreatif. Sedangkan tingkatan menengah terdiri dari manager, editor, produser dan lembaga yang berhubungan dengan tingkatan pertama dengan tingkatan ketiga. Dan level yang teratas adalah korporasi media yang membuat kebijakan dan keputusan pada sebuah media. Walau level ini tidak terlalu dikaji lebih dalam pada teori hirarki pengaruh media tetapi level organisasi pada teori ini memiliki banyak unsur yang harus dikritisi, seperti struktur organisasi media, kebijakan pada sebuah media dan metode dalam menentapkan kebijakan. Hal ini dikarenakan kebijakan perusahaan yang bersifat mengikat dan dapat memengaruhi konten dari sebuah media. Di satu sisi tujuan keuntungan untuk sebuah perusahaan 14
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 151.
32
turut memengaruhi konten dari sebuah media, di sisi lain sifatnya juga mengikat pada pekerja media yang mengharuskan mereka mencari pemberitaan yang menguntungkan. Titik fokus pada level organisasi ini adalah pada pemilik atau pemimpin media yang menentukan kebijakan sebuah media. 4. Level Pengaruh Luar Media Level keempat dari teori hirarki Pengaruh Media adalah level pengaruh dari luar organisasi media yang biasa disebut juga extra media level. Extra media level adalah pengaruh-pengaruh pada isi media yang berasal dari luar organisasi media itu sendiri. Pengaruh-pengaruh dari media itu berasal dari sumber berita, pengiklan dan penonton, kontrol dari pemerintah, pangsa pasar dan teknologi.15 a. Sumber Berita Sumber berita memiliki efek yang sangat besar pada konten sebuah media massa, karena seorang jurnalis tidak menyertakan pada laporan beritanya apa yang mereka tidak tahu.16 Hal ini disebabkan juga karena seorang jurnalis mendapatkan berita dari berbagai macam sumber, bisa dari sumber resmi pemerintah, laporan masyarakat, konferensi pers, dan lain sebagainya. Dalam setiap sumber inilah informasi yang didapat berbeda-beda, kemungkinan sumber berita yang didapat juga tidak akurat. Disinilah keahlian seorang jurnalis dituntut untuk bisa mensinkronisasikan informasi-informasi yang berbeda tersebut menjadi sebuah berita yang lengkap dan terpercaya.
15
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 175. 16 Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 178.
33
b. Pengiklan dan Penonton Unsur selanjutnya dari extra organisasi level adalah pengiklan dan audiens atau penonton. Unsur ini sangat berpengaruh dalam level ekstra media karena iklan dan pembaca adalah penentu kelangsungan sebuah media selain dari iklan. Kedua unsur inilah yang membiayai jalannya produksi dan sumber keuntungan dari sebuah media. Menurut J. H. Altschull yang dikutip oleh Shoemaker dan Reese: “Sebuah konten dari pers secara langsung berhubungan dengan kepentingan yang membiayai sebuah pers. Sebuah pers diibaratkan sebagai peniup terompet, dan suara dari terompet itu dikomposisikan oleh orang yang membiayai peniup terompet tersebut. Ini bukti secara substansial bahwa isi dari media secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh pengiklan dan pembaca”.17
Pengaruh pemasangan iklan juga terlihat pada isi media yang dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki pola-pola yang sama dengan pola konsumsi target konsumen.18 Dalam hal ini media mencoba menyesuaikan pola konsumen yang ingin dicapai oleh para pengiklan untuk mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Iklan yang dipasang juga menggunakan kekuatan modal dari pengiklan yang secara langsung ikut membiayai sebuah media, agar konten dari media tidak bertentangan dengan kepentingan citra dari produk yang diiklankan.
17
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 190. 18 Morissan, Teori Komunikasi Massa (Bogor: Galia Indonesia, 2010), h. 55.
34
c. Kontrol dari Pemerintah Dalam dunia penyiaran, ada istilah regulasi penyiaran yang ditetapkan oleh pemeritah untuk mengatur media di Indonesia. Aturanaturan tersebut harus dipatuhi oleh media, karena sedikit banyaknya aturan yang ditetapkan oleh pemerintah dapat memengaruhi konten media, misalnya tentang pelarangan menampilkan berita yang mengandung unsur kekerasan, pornografi, kriminalitas, sara dan lain sebagainya. Kontrol dari pemerintah biasanya berupa kebijakan peraturan perundang-undangan atau dari lembaga negara yang mengatur segala hal tentang penyiaran media seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Penguasa atau pemerintah memberikan pengaruh besar kepada isi pesan media. Kekuatan media dalam membentuk agenda publik sebagian tergantung pada hubungan media yang terjalin oleh elit-elit penguasa pusat. Jika media memiliki hubungan yang dekat dengan kelompok elit di pemerintahan, maka kelompok tersebut akan memengaruhi apa yang harus disampaikan oleh media.19 Biasanya kontrol dari pemerintah berlaku pada negara-negara yang tidak terlalu demokratis dalam penerapan pemerintahanya. Faktor ini dikarenakan negara yang lebih demokratis memberikan kebebasan kepada media dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, hal ini disebut sebagai kebebasan pers. Sedangkan negara-negara yang tidak demokratis, media biasanya masih ketat dalam pengawasan pemerintah.
19
Morissan, Teori Komunikasi Massa, h. 48.
35
Hal demikian diperkuat oleh Shomaker dan Reese yang mengatakan bahwa pada sebagian negara dimana media dimiliki oleh swasta, kontrol yang dilakukan oleh pemerintah antara lain melalui hukum, regulasi, lisensi dan pajak. Sedangkan pada negara yang medianya sebagian besar dimiliki oleh pemerintah, kontrol pemerintahnya melalui keuangan media itu sendiri.20 d. Pangsa Pasar Media Unsur keempat yang dapat memengaruhi isi dari pemberitaan sebuah media adalah pangsa pasar media. Media massa beroperasi secara primer pada pasar yang komersil, dimana media harus berkompetisi dengan media lainnya untuk mendapatkan perhatian dari pembaca dan pengiklan.21 Hal ini yang membuat media berlomba-lomba merebut dan menarik perhatian para audiens dan pengiklan untuk mendapatkan keuntungan dari iklan dan penonton lewat konten media tersebut. e. Teknologi Unsur terakhir yang membentuk efek dari luar organisasi media pada sebuah pemberitaan adalah teknologi. Teknologi yang digunakan oleh media juga dapat memengaruhi konten media. Kemajuan teknologi kini juga dapat memberikan pengaruh bagi
konten media. Teknologi
seperti komputer, televisi, radio, satelit dan lainnya dapat memudahkan sebuah media untuk memberi dan menyalurkan informasi secara cepat kepada masyarakat.
20
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content (New York: Longman Publisher, 1996), h. 199. 21 Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 209.
36
Terdapat empat alasan mengapa teknologi dapat memengaruhi sebuah media terutama media cetak. Pertama, komputer membantu editor dan penyunting berita untuk menyiapkan grafik informasi yang bisa memberikan pemberitaan yang lebih baik. Kedua, teknologi pada komputer dapat membuat kualitas foto yang lebih baik bagi media cetak. Ketiga, reporter menggunakan komputer untuk mengakses data dan menggunakan informasinya untuk menyiapkan berita yang lebih baik. Keempat, sebuah media cetak dapat membuat halaman dengan komputer, dan editor dapat memiliki kontrol yang lebih terhadap design dari halaman.22 Media harus memerhatikan isi berita yang disajikan agar tetap sejalan dengan faktor-faktor dari luar media. Hal tersebut harus dilakukan demi mempertahankan kelangsungan hidup media. Faktor-faktor dari luar media yang telah disebutkan diatas memiliki kekuatan yang tidak hanya bersifat profit namun juga politik yang pada akhirnya akan memengaruhi bagaimana seharusnya berita disajikan.
5. Level Pengaruh Ideologi Media Level terakhir dalam teori Hirarki Pengaruh Media adalah level ideologi. Level ini membahas ideologi yang diartikan sebagai kerangka berpikir tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Level ideologi ini berbeda dengan levellevel sebelumnya, jika level sebelumnya tampak lebih konkret, maka pada 22
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content (New York: Longman Publisher, 1996), h. 216.
37
level ini ideologi terlihat abstrak. Level ini berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas dalam sebuah media. Sebelum membahas level ideologi lebih dalam, peneliti akan menjabarkan terlebih dahulu arti kata dari ideologi. Secara epistimologi, ideologi berasal dari bahasa Greek, Yunani, terdiri atas kata idea dan logia. Idea berasal dar kata idein yang berarti melihat. Idea dalam Webster’s New Colligiate Dictionary berarti “something exiting in the mind as the result of the formulation of an opinion a plan or the like” (sesuatu yang ada di dalam pikiran sebagai hasil perumusan suatu pemikiran atau rencana). Sedangkan logis berasal dari kata logos yang berarti word. Kata ini berasal dari kata legein yang berarti to speak (berbicara). Selanjutnya kata logia berarti science (pengetahuan atau teori). Jadi ideologi menurut arti kata ialah pengucapan dari yang terlihat atau pengutaraan apa yang terumus di dalam pikiran sebagai hasil dari pemikiran.23 Sedangkan ideologi menurut pemikir Marxis klasik dan Raymond William, yaitu sebagai sistem artikulasi makna yang dikuasai oleh kelompok dominan yang dibuat ide palsu atau kesadaran palsu. Setiap media massa memiliki ideologi yang mereka pegang sebagai landasan pedoman dalam berpikir dan mengambil keputusan. Ideologi bukanlah sebuah sistem kepercayaan yang dianut oleh individu, namun ia merupakan fenomena level sosial. Pada level ini terlihat bagaimana media berfungsi sebagai penyalur dari sebuah kepentingan tertentu yang di monopoli oleh politikus media. Bagaimana media rutin, nilai-nilai, dan struktur
23
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 64.
38
organisasi bersatu untuk mempertahankan ideologi yang dominan yang dapat membentuk karakter sebuah media. Kata kunci dari teori ini adalah hegemoni. Konsep dari teori tentang hegemoni ini sendiri digagas oleh pemikir Marxis dari Italia yaitu Antonio Gramsci.24 Pengertian dari hegemoni adalah dominasi ideologi palsu atau cara pikir terhadap kondisi sebenarnya, ideologi tidak disebabkan oleh sistem ekonomi saja, tetapi ditanamkan secara mendalam pada semua kegiatan masyarakat. Jadi ideologi tidak dipaksakan oleh satu kelompok kepada yang lain, tetapi bersifat persuasif dan tidak sadar. 25 Jadi suatu kelompok atau masyarakat secara langsung tidak menyadari bahwa sebenarnya media telah mentransmisikan ide-ide kelompok dominan kepadanya. Pada level ini juga akan dibahas lebih luas mengenai bagaimana kekuatan-kekuatan yang bersifat abstrak seperti ide memengaruhi sebuah media terutama ide kelas yang berkuasa. Lebih jauh lagi tentang bagaimana ideologi kelas yang berkuasa memengaruhi sebuah pemberitaan bukan dengan kepentingan yang bersifat individu atau yang bersifat mikro tetapi kepentingan kelas yang berkuasa. Kelas yang berkuasa yang melaggar sistem kapitalis secara struktural melalui media.26
24
Listiyono Santoso, dkk., Epistemologi kiri (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), h. 71. Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss,Theories of Human Communication,9th ed. (Belmont: Thomson Wadsworth, 2005; reprint, Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h. 433. 26 Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, (New York: Longman Publisher, 1996), h. 224. 25
39
Dari semua penjelasan di atas, bisa dilihat dari bagan di bawah ini:
Gambar. 3 Hierarki Pengaruh di Media Massa
Individual level Media routines level Organization level Extra media level Ideological level
(Sumber: Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, 1996)
BAB III GAMBARAN UMUM MAJALAH TEMPO
A. Sejarah dan Berkembangnya Majalah Tempo PT Tempo Inti Media tergabung dalam satu korporasi Tempo Media Group yang bergerak di bidang industri penyedia jasa informasi, di dalamnya bernaung beberapa perusahaan, yaitu PT Tempo Inti Media Tbk., PT Temprint dan PT Tempo Inti Media Impresario. Majalah Tempo berada di bawah naungan PT Tempo Inti Media Tbk. PT Tempo Inti Media Tbk sudah berstatus perusahaan terbuka. Perusahaan ini tercatat di Bursa Efek Indonesia pada 8 Januari 2001. Meski masih tergolong pemain baru dalam bursa, sebagai sebuah perusahaan media, Tempo memiliki sejarah yang panjang. Berawal dari sekelompok anak muda yang berangan memiliki majalah sendiri, Goenawan Muhamad, Fikri Jufri, Christianto, Wibisono, dan Usmanah mendirikan majalah Tempo dibawah PT. Grafiti Pers sebagai penerbitnya. Mereka adalah mantan karyawan majalah Ekspres yang bekerjasama dengan para mantan karyawan majalah Djaja milik Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) yang dulu sempat macet terbit. Untuk merembukkan berdirinya majalah Tempo, para mantan karyawan majalah Ekspres dan Djaja itu juga bekerjasama dengan Yayasan Jaya Raya yang
40
41
dipimpin oleh Ir. Ciputra.1 Yayasan ini berada di bawah naungan pemerintah DKI. Dalam perwajahah, Tempo meniru Time. Sesuatu yang tak disebutkan pengelola Tempo bahwa mereka terpengaruh oleh majalah Amerika. Tempo dibagi ke dalam beberapa rubric seperti Nasional, Ekonomi, Film, Foto, Luar Negeri, Kota & Desa, Pokok & Tokoh. Bahkan kata “Tempo” berarti “Time” (waktu).2 Nama Tempo dipilih sebagai nama majalah mingguan yang diterbitkan pada 1971. Nama Tempo dipilih karena nama ini mudah diucap dan diingat, hal ini diutarakan oleh Goenawan Muhamad selaku Pemimpin Redaksi saat itu. Selain cocok dengan sifat medianya yang berkala mingguan, nama tersebut juga mungkin lebih dekat dengan nama majalah berita terbitan Amerika Serikat, Time.3 Majalah Time yang notabennya sudah terkenal diharapkan akan berkilau juga pada majalah Tempo. Ada empat alasan kenapa nama “Tempo” dipilih. Pertama, kata “Tempo” merupakan kata yang singkat dan bersahaja. Kata ini mudah diucapkan oleh semua orang Indonesia yang berasal dari berbagai macam jurusan dan golongan. Kedua, kata ini terdengar netral, tidak mengejutkan, dan tidak merangsang. Ketiga, kata ini bukan merupakan sebuah simbol ataupun dapat mewakili suatu golongan. Terakhir, makna sederhana dari kata “Tempo” adalah “ waktu”. Kesederhanaan makna ini jugalah yang membuat
1
http://korporat.Tempo.co/tentang/sejarah, artikel ini diakses pada 30 April 2014 pukul 14:00 WIB 2 Janet Steele, Wars Within: Pergulatan Tempo, Majalah Berita Sejak Zaman Orde Baru (Jakarta: Dian Rakyat, 2007), h. 60. 3 http://korporat.Tempo.co/, artikel ini diakses pada 30 April 2014 pukul 14:00 WIB
42
kata yang memiliki arti sama dipakai oleh beberapa penerbitan di negara lain sebagai nama majalah. 4 Tempo adalah majalah berita mingguan Indonesia yang fokus utamanya menyoroti pemberitaan hukum dan politik. Tempo juga merupakan majalah pertama yang tidak memiliki afiliasi dengan pemerintahan. Majalah Tempo juga belum diketahui keberpihakannya. Hal tersebut ditegaskan oleh Kun Wazis dalam bukunya Media Massa dan Konstruksi Realita yang menyatakan bahwa tidak semua media sudah terlihat jelas ke arah mana politik mana media berlabuh, contohnya Tempo yang masih menjadi bola liar.5 Majalah ini cukup independen dalam memberitakan peristiwa yang terjadi, tidak dipengaruhi oleh pihak lain, baik itu dari pribadi maupun lembaga. Edisi perdana majalah Tempo terbit pada 6 Maret 1971. Edisi pertama Tempo laku sekitar 10.000 eksemplar. Disusul edisi kedua yang laku sekitar 15.000 eksemplar. Oplah Majalah Tempo terus meningkat pesat hingga pada tahun ke-10, penjualan majalah Tempo mencapai sekitar 100.000 eksemplar.6 Majalah Tempo memiliki SIT tertanggal 31 Desember 1970, namun baru terbit perdana pada tanggal 6 Maret1971. Tiga tahun setelah Tempo lahir, keluarlah Keputusan Menteri Penerangan RI No. 061068 PEM 1/SK Dirjen PPGSIT 1974. Akibat perubahan peraturan pemerintah, SIT kemudian diubah
4
Sopian, Agus. dkk , Jurnalisme Sastrawi: Atologi Liputan Mendalam dan Memikat (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2009), h.95. 5 Kun Wazis, Media Massa dan Konstruksi Realitas (Malang: Aditya Media Publishing, 2012), Cet. I, h. 24. 6 Fahcrul Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo: Konflik dan Pemberedelan, artikel ini diakses pada 30 April 2014 pukul 14:00 WIB dari http://id.Wikipedia.org/majalah-Tempo.
43
dan diganti SIUPP dengan SK Menpen RI 025/SK/MENPEN/SIUPP/C.1/1985 tanggal 25 Desember 1985.7 Menurut Goenawan Muhammad sebelum ada Tempo, hanya ada dua jenis penulisan dalam koran dan majalah di Indonesia: berita yang lempeng (straight news) seperti koran, atau artikel, seperti “kolom”. Tempo lahir dengan menyajikan cara penulisan yang berbeda sama sekali, yang sekarang menjadi pola di penulisan jurnalistik di Indonesia (dan sering tidak pada tempatnya dipakai): bagaimana menyusun sebuah berita tentang sebuah kejadian sebagai sebuah cerita pendek.8 Hal demikianlah yang membuat Tempo tetap konsisten dalam penyajian penulisan berita dan menjadikan majalah ini tetap bertahan ditengah ketatnya persaingan industri informasi. Secara konseptual, Tempo merupakan majalah mingguan yang padat rubriknya (lebih dari 30 rubrik), dan selalu mengutamakan berita dari peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi, yang berarti selalu tepat, akurat, dan selalu baru. Tempo mencanagkan konsep peliputan berita yang sedapat mungkin dilakukan secara jujur dan tanpa a priori. Semua fakta diliput, baik yang disukai maupun tidak. “Penjelasan ide atau gagasan kepada pembaca berusaha dihindari sejauh mungkin oleh Tempo”. kata Evan selaku kepustakaan
majalah
Tempo.
Jika
mengetengahkan
persoalan
yang
menyangkut perbedaan pendapat antara dua pihak, keduanya diberi kesempatan yang sama untuk menampilkan opini atau fakta masing-masing dengan variasi yang cukup. Tempo merupakan majalah independen yang tidak dipengaruhi pihak lain, baik itu sebagai pribadi maupun lembaga. Majalah ini 7
Company Profile majalah Tempo Goenawan Muhammad, Seandainya Saya Wartawan Tempo: edisi revisi (Jakarta: Institut Tempo, 2007) h. ix. 8
44
juga merupakan forum yng memperjuangkan hak bicara seua orang atau lembaga-lembaga tanpa pengecualian.9 Di tahun 1994-1998, penerbitan majalah Tempo sempat terhenti selama empat tahun karena dibredel. Pemberedelan terjadi karena pada masa rezim Orde Baru media dikontrol penuh oleh pemerintah. Pemerintahan Soeharto pada waktu itu memiliki kekuasaan yang otoriter. Hal ini ditunjukkannya ketika majalah Tempo meliput kampanye partai Golkar di Lapangan Banteng, Jakarta, yang berakhir rusuh. Tempo dianggap terlalu tajam mengkritik rezim
Orde Baru dan kendaraan politiknya, Golkar. Saat itu tengah dilangsungkan kampanye dan prosesi Pemilihan Umum. Presiden Soeharto, yang notabenenya berasal dari partai Golkar, tidak suka dengan berita tersebut.
10
Majalah Tempo
dianggap telah melanggar kode etik pers. Ide pembredelan itu sendiri datang dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang saat itu dipimpin oleh Harmoko, wartawan harian Pos Kota.
Setelah terjadi pembredelan kali kedua, pada 1998 majalah Tempo kembali terbit dan bersinar. Bersama runtuhnya pemerintahan Soeharto pada 21 Mei 1998 dan naiknya B.J Habibie, saat itulah kejayaan majalah Tempo mulai bersinar kembali. Presiden B.J Habibie saat itu mencabut pembredelan Tempo dan mengizinkannya kembali terbit. Majalah Tempo kembali terbit pada 6 Oktober 1998 setelah pembredelan dicabut.11 Majalah Tempo terbit kembali setelah pembredelan kali kedua pada tahun 1998 dengan perubahan desain dan isi yang lebih dalam, tajam dan
9
Company Profile majalah Tempo Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo: Konflik dan Pemberedelan 11 Janeet Steele, Wars Within: Pergulatan Tempo sejak jaman Orde Baru (Jakarta: Dian Rakyat, 2007), h. xvi 10
45
akurat. Tempo mencoba menulis jujur, jelas, jernih, dan jenaka pun bisa, seperti yang dikatakan Goenawan Muhammad dalam bukunya Seandainya Saya Wartawan Tempo.12 Maka sejak 12 Oktober 1998, majalah Tempo memasuki babak baru. Tempo terbit kembali. Tempo kembali kehadapan pembaca setianya. Sampai saat dibredel, majalah ini telah 1.151 kali terbit. Satu eksemplar Tempo dari tiap nomor, bila disambung vertikal akan setinggi 316,5 meter atau 2,3 kali tinggi Monumen Nasional (Monas). Saat itu, pembaca lebih kurang sampai angka sejuta (satu majalah Tempo, menurut survey, dibaca oleh lima orang), punya 10 ribu agen dan pengecer, dari Meulaboh (Aceh) sampai Nabire (Irian Jaya).13 Menapaki tahun 2013, PT Tempo Inti Media Tbk, memasuki usia yang ke dua belas. Hal itu jika dihitung ketika pada tahun 2001, perseroan masuk ke bursa saham, menjadi perusahaan publik. Saat go public itu, sebanyak 725 juta lembar saham ditawarkan ke masyarakat. Dari aksi korporat tersebut, komposisi kepemilikan saham perusahaan yang sebelumnya bernama PT Arsa Raya Perdana - lalu menjadi PT TIM Tbk., sebagai berikut: PT Grafiti Pers memiliki 21,02%, PT Jaya Raya Utama (16,28%), Yayasan Jaya Raya (8,54%), Yayasan Tempo 21 Juni 1994 (25,01%), Yayasan Karyawan Tempo (12,09%) dan masyarakat (17,24%).14 Penerbit majalah Tempo kini bukan hanya PT Grafiti Pers, melainkan gabungan saham anatara Jaya Raya (30%), PT Grafiti Pers (20%), dan Yayasan Karyawan-Yayasan Alumni Tempo (50%). Selain menerbitkan 12
Goenawan Muhammad, Seandainya Saya Wartawan Tempo, h. x. Company Profile majalah Tempo 14 http://korporat.Tempo.co/, artikel ini diakses pada 30 April 2014 pukul 14:00 WIB 13
46
majalah, PT Arsa Raya Perdana, nama PT yang baru, tetap mengkover terbitan Tempo Interaktif (TI). Bahkan struktur lengkap di luar majalah, yakni adanya badan Pusat Data dan Analisis Tempo (PDAT). PDAT tersebut membawahkan empat devisi, yakni Dokumentasi, Perpustakaan, TI, dan Litbang Produksi (menerbitkan buku Apa & Siapa).15 Grafik 1. Grafik kepemilikan saham PT Tempo Inti Media
17,2% 24.8%
Yayasan Jaya Raya Yayasan 21 Juni 1994 PT Grafiti Pers
16,6%
Yayasan Karyawan Tempo 24,8%
Publik
16,6%
Sumber: Pusat Data dan Analisa TEMPO (PDAT)
Ibarat ulat, hasil pertapaannya adalah sutra; dan sutra dalam sejarah perkainan di Indonesia, merupakan bahan kain termahal, terkuat, enak dan paing banyak diminati. Dinamika sejarah merupakan ulat, Tempo itulah sutranya.16
15 16
Company Profile majalah Tempo Company Profile majalah Tempo
47
B. Visi dan Misi Perusahaan Majalah Tempo yang lahir sejak 1971 memiliki visi dan misi yang hingga sekarang terus menjadi acuan dalam setiap menggali dan mengungkap berita untuk disampaikan kepada masyarakat. Adapun visi dan misi tersebut adalah: 17 1. Visi Majalah Tempo Menjadi acuan dalam proses meningkatkan kebebasan rakyat untuk berpikir dan mengutarakan pendapat serta membangun suatu masyarakat yang menghargai kecerdasan dan perbedaan pendapat. 2. Misi Majalah Tempo Sejak berdiri majalah ini mempunyai misi sebagai berikut: a. Menyumbangkan kepada masyarakat suatu produk multimedia yang menampung dan menyalurkan secara adil suara yang berbeda-beda. b. Menjadi produk multimedia yang mandiri, bebas dari tekanan kekuasaan modal dan politik. c. Meningkatkan apresiasi terhadap ide-ide baru, bahasa, dan tampilan visual yang baik. d. Menjadi karya yang bermutu tinggi dan berpegang pada kode etik e. Menjadikan
tempat
kerja
yang
mencerminkan
Indonesia
yang beragam sesuai kemajuan jaman. f. Menjadikan sebuah proses kerja yang menghargai kemitraan dari semua sektor.
17
Company Profile majalah Tempo
48
g. Menjadi
lahan
yang
subur
bagi
kegiatan-kegiatan
untuk
memperkaya khasanah artistik dan intelektual. C. Struktur Organisasi Majalah Tempo Adapun struktur organisasi majalah Tempo sebagai berikut: 18 Direktur Utama
: Bambang Harymurti
Direktur
: Herry Hernawan. Toriq Hadad
Sekretariat Korporat
: Diah Purnomowati
Pemimpin Redaksi
: Arif Zulkifli
Wakil Pemimpin Redaksi
: Gendur Sudarsono
Redaktur Eksekutif
: Hermien Y. Kleden
Redaktur Pelaksana
: Budi Setyarso, Nugroho Dewanto, Bina Bektiati, Wahyu Dhyatmika, Tulus Widjanarko, Qaris Tadjudin, Purwanto Setiadi, Gilang Rahadian, UU Suhardi, Priatna.
18
http://korporat.Tempo.co/, artikel ini diakses pada 30 April 2014 pukul 14:00 WIB
49
Gambar. 4 Struktur Organisasi Majalah Tempo
Sumber: Pusat Data dan Analisa TEMPO (PDAT)
D. Penghargaan Majalah Tempo Dalam perjuangannya menyetak sejarah, majalah Tempo banyak mendapat penghargaan, di antaranya: 19 1. Mochtar Lubis Award 2011 Penghargaan
yang
diterima
diantaranya,
kategori
berita
pelayanan publik: Ahmad Taufik dan Tito Sianipar dalam artikel
19
14:00 WIB
http://korporat.Tempo.co/tentang/penghargaan, artikel ini di akses 30 April 2014 pukul
50
“Drainase Buruk, Banjir Makin Menjadi” dan kategori penulisan feature: Bagja Hidayat, artikel “Lukas Si Pemanggil Ikan”. 2. Apresiasi Jurnalis Jakarta (AJJ) 2011 Kategori Photo Story: Aditya Noviansyah dengan judul “Tidur di Jakarta”. Kategori Investigasi: Wahyu Dhyatmika dengan laporan “Asuransi Hampa Pahlawan Devisa”, laporan Utama Majalah Tempo, 5 September 2011. 3. Yap Thiam Hien Award Penghargaan ini diraih oleh Majalah Tempo di Penghujung 2012. Majalah Tempo dinilai memiliki komitmen lebih dalam isu penegakan keadilan dan hak asasi manusia di Indonesia. 4. Penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2012 Kategori jurnalistik investigasi: Mustafa Silalahi dan kawankawan dengan laporan “Tangan Godfather di Kampung Ambon”, laporan utama majalah Tempo, 8 Mei 2012. 5. International Print Media Award (IPMA) 2012 Majalah Tempo berhasil meraih dua penghargaan Gold di kategori The Best of News Politics and Bussines Local Magazine dalam perhelatan International Print Media Award (IPMA) 2012 untuk edisi 10-16 September 2012 dan edisi 14-20 Mei 2012. 6. GRANAT Award 2012 Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Nasional Anti Narkotika memberikan penghargaan Granat Award kepada Koran Tempo atas pemberitaan yang terus menerus dan konsisten memerangi kejahatan
51
nasional. 7. The Gwangju Prize for Human Right Special Award 2013 Komite penghargaan Hak Asasi Manusia Gwangju 2013 menganugerahan hadiah khusus untuk Majalah Tempo yang dinilai berani memberitakan korupsi dan ketidakadilan di Indonesia. 8. AFP Kate Webb Prize 2013 Wartawan Tempo Stefanus Teguh Edi Pranomo diganjar penghargaan AFP Kate Webb Prize. Penghargaan ini diberikan Agance France-Presse Foundation atas liputan jurnalistik Pranomo tentang konflik Suriah dan perdagangan narkoba di Jakarta. 9. WAN-IFRA 2013 World Association of Newspapers and News Publishers (WANIFRA) memberikan
penghargaan
sampul
majalah
terbaik
se-
Asia kepada Majalah Tempo dalam Asian Media Awards 2013 yang diumumkan di Bangalore, India. Penghargaan itu diberikan untuk dua sampul Majalah Tempo edisi laporan utama Sengkarut Jembatan Selat Sunda dan Investigasi Sindikat Manusia Perahu.
E. Laporan Utama Majalah Tempo Laporan utama merupakan salah satu rubrik dalam majalah Tempo. Laporan utama ini membahas isu-isu besar yang dijadikan headline dan kover majalah pada edisi terbitan majalah Tempo. Menurut Jobpie sebagai redaktur
52
di desk nasional, laporan utama adalah suatu laporan khusus yang mendapat porsi yang besar baik dalam jumlah kolom dan halamannya.20 Laporan utama biasanya tercermin dari kover majalah Tempo. Isi yang ada pada laporan utama biasanya tersirat dalam kover tersebut. Disitu biasanya media bermain dengan design kover dan headline untuk memikat pembaca dengan kesan pertama. Dalam sebuah media massa, kover atau headline itu merupakan hal yang sangat penting, seperti yang dikatakan Tom E. Rolnicki dalam bukunya Pengantar Dasar Jurnalisme bahwa sebuah kover atau headline bisa langsung memudahkan pembaca dalam memilih informasi.
21
Selain itu, kover dan headline sudah meringkas fakta penting dari sebuah berita. Kover dan headline juga membantu pembaca menentukan pilihan untuk melihat dan membaca berita yang dianggapnya lebih penting.
20
Wawancara pribadi dengan Jobpie Sugiharto sebagai redaktur pelaksana rubrik nasional majalah Tempo, pada Senin, 23 Februari 2015 pukul 12:30 WIB. 21 Tom E. Rolnicki, dkk., Pengantar Dasar Jurnalisme (Scholastic Journalism), h. 221.
BAB IV TEMUAN DAN HASIL ANALISIS
A. Analisis Hirarki Pengaruh pada Pemberitaan Jokowi dalam Laporan Utama Majalah Tempo Temuan data yang berkenaan dengan faktor-faktor pengaruh dalam pembuatan berita akan peneliti jelaskan guna menganalisis faktor apa saja yang memengaruhi produksi berita di majalah Tempo. Peneliti menggunakan teori yang dikenalkan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese untuk menganalisis faktor eksternal dan internal dalam pembuatan berita di majalah Tempo. Teori Hirarki Pengaruh (Hierarchy of influence) kali pertama diperkenalkan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese. Teori ini menjelaskan faktor-faktor yang dapat memengaruhi konten media1. Teori ini membahas tentang isi media, yang merupakan suatu pemberitaan yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal media. Pamela dan Reese membaginya dalam lima level, masing-masing level individu (individual level), level kerutinan media (media routine level), level organisasi media (organization level), level ekstra media (extra media level) dan level ideologi (ideological level). Berikut adalah pembahasan analisa tersebut: 1. Level Pengaruh Individu Pekerja Media Pengaruh ini biasa direpresentasikan kepada seorang jurnalis atau wartawan. Level individu juga biasa disebut sebagai pekerja media karena 1
Stephen D. Reese, Setting the media’s Agenda: A power balance perspective (Beverly Hills: Sage, 1991), h. 324.
53
54
mereka sendirilah yang terjun langsung mencari bahkan membuat berita. Faktor latar belakang individu, seperti latar belakang pendidikan, karakteristik atau kompetensi si wartawan bisa memengaruhi sebuah pemberitaan. Faktor individu dari seorang pekerja media sedikit banyaknya sangat memengaruhi pemberitaan di sebuah media. Hal tersebut bisa terjadi karena seorang jurnalis atau wartawan sebagai pencari berita dapat juga mengkonstruk pemberitaan sebuah media lewat latar belakang kehidupannya. Seorang jurnalis adalah sosok di balik berita, yang mengumpulkan dan membuat berita, yang dapat dilihat dari segi personalnya. Salah satu faktor yang memengaruhi level individu dari teori hirarki pengaruh ini adalah faktor latar belakang dan karakteristik. Fokus peneliti saat ini tertuju pada latar belakang dan karakteristik seorang jurnalis dilihat dari segi pendidikannya. Banyak perdebatan mengenai kompetensi seorang jurnalis dilihat dari segi pendidikan. Hal ini dikarenakan tingkat intelektualitas atau disiplin ilmu yang diambil oleh seorang jurnalis pada masa pendidikannya di bangku perguruan tinggi dapat memengaruhi pemberitaan sebuah media.2 Dalam konteks pemberitaan tentang Jokowi pada laporan utama Majalah Tempo pada April-Juni 2014, posisi seorang reporter memiliki andil besar sebagai individu yang langsung terjun ke lapangan untuk mencari berita. Dalam proses pembentukan sebuah pemberitaan di majalah Tempo, reporter dapat memberikan pengaruh lewat rapat kompartemen 2
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content (New York: Longman Publishers, 1996), h. 78.
55
dan rapat besar. Bahkan penentuan angle pun dapat ditentukan oleh reporter karena bagaimanapun seorang reporter harus memilah, tidak mungkin semua bahan dimasukkan untuk dijadikan berita. Berita yang layak naik juga harus sesuai angle yang sudah ditentukan. “Subjektivitas pasti ada, karena ketika kamu milih judul saja sudah subjektif, ketika kamu memilih angle kamu sudah subjektif gitu. Karena bagaimana pun kita harus memilah, enggak mungkin semua bahan dimasukkan kedalam tulisan begitu, dan harus berdasarkan angle. Dan angle itu tuh tunggal, itu dasar banget dalam jurnalistik. Angle itu tunggal, enggak ada dua angle dalam satu tulisan kalau ada dua angle dipisah. Nah ketika melilih angle bahkan kita pun sudah subjektif.”3 Menurut paparan yang dikemukakan oleh Anton Septian sebagai wartawan majalah Tempo yang langsung meliput dan membuat berita, individu pada pekerja media cukup memengaruhi dalam proses terjadinya berita. Bagaimana tidak, angle berita yang dipilih merupakan bagian dari subjektivitas si reporter. Pemilihan angle awal pun ditentukan oleh reporter itu sendiri. Secara tidak langsung, faktor individu punya pengaruh yang cukup besar dalam pembuatan berita di majalah Tempo. Selain dapat menentukan sendiri angle awalnya, reporter juga dapat menentukan judul awal sebuah berita. Menentukan angle awal dan judul berita itu biasanya dilakukan pada rapat awal, yaitu rapat perencanaan (rapat kompartemen). Rapat kompartemen adalah rapat perencanaan awal yang strategis untuk menentukan isu apa yang akan ditulis oleh setiap kompartemen. Setiap kompartemen yang ada di majalah Tempo hadir untuk mendiskusikannya. Majalah Tempo itu sendiri mempunyai berbagai kompartemen, yaitu kompartemen nasional, kompartemen ekonomi dan 3
Wawancara peneliti dengan Anton Septian, Reporter Majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
56
bisnis, kompartemen sains, dan kompartemen gaya hidup. Di rapat inilah angle awal dibuat, peran reporter pun sangat memengaruhi sebuah pemberitaan dalam menentukan angle awal, karena reporter mengusulkan angle awal yang diambil oleh majalah Tempo dalam pembuatan sebuah pemberitaan. Kalau dalam rapat kompartemen tadi wartawan sangat berpengaruh dalam penentuan angle awal pemberitaan di majalah Tempo, lain halnya dengan redaktur. Redaktur tidak terlalu memengaruhi penentuan awal karena dalam rapat kompartemen semua anggota bisa mengusulkan tidak bergantung kepada redaktur. Dalam rapat besar, semua elemen setiap divisi anggota redaksi majalah Tempo ikut hadir, mulai dari reporter, penulis, redaktur pelaksana, redaktur eksekutif, redaktur senior, pemimpin redaksi, redaktur bahasa dan redaktur foto. “Kalau di rapat besar itu semua kompartemen itu datang, mulai semua anggota redaksi Tempo dateng. Kompartemen nasional lengkap, mulai dari redpel sampai ke reporternya, redakturnya dan seterusnya. Disana juga ada pemred dan RE.”4 Pengaruh yang cukup besar dari seorang reporter dalam menentukan angle awal berpengaruh langsung kepada pemberitaan tentang Jokowi di majalah Tempo khususnya pada edisi April hingga Juni 2014. Fakta ini sejalan dengan penjelasan Shoemaker dan Reese bahwa faktor individual dapat memengaruhi pemberitaan karena adanya faktor kepercayaan, nilai-nilai dan perilaku dari seorang jurnalis. Faktor-faktor ini sangat memengaruhi sebuah pemberitaan yang dibentuk oleh seorang jurnalis, karena segala pengalaman dan nilai-nilai yang didapatkan secara 4
Wawancara peneliti dengan Anton Septian, Reporter Majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
57
tidak langsung dapat berefek pada pemberitaan yang dikonstruk oleh seorang jurnalis. Reporter sendiri dalam mencari berita turut dipengaruhi oleh faktor nilai yang dipercaya oleh reporter itu sendiri.5 “Saya di Tempo berapa tahun ya, delapan tahun. Dulu kuliah di Universitas Gajah Mada, S1 jurusan menejemen ekonomi. Ikut pers mahasiswa kemudian diluar itu juga saya bikin newsletter dulu zamannya kuliah. Saya juga suka nulis dan sebagainya deh. Ketertarikan di dunia jurnalistik itu memang sejak awal, kalau saya ya bukan dari sudah masuk Tempo baru tertarik. Karena banyak temen-temen saya yang baru belajar nulis atau belajar jurnalistik setelah sudah di Tempo”.6 Selain faktor latar belakang pendidikannya, kompetensi wartawan juga ikut memengaruhi pemberitaan di Tempo. Bahwa Anton Septian seorang wartawan yang meliput pemberitaan Jokowi pada waktu itu adalah seorang sarjana ekonomi, namun di balik gelar ada sebuah keahlian khusus yaitu pernah mengikuti pers kampus. Hal ini menandakan bahwa reporter yang tidak memiliki ilmu khusus dibidang jurnalistik juga bisa memberitakan berita politik karena dia mengetahui bagaimana dunia pers ketika masih dibangku perkuliahan. Anton Septian berpandangan bahwa pemberitaan Jokowi waktu itu adalah suatu fenomena yang dianggap lumrah karena Jokowi dianggap sebagai orang baru yang sama sekali tidak terlibat rezim sebelumnya. Dia semacam harapan bagi orang-orang atau masyarakat yang menginginkan pemimpin yang berbeda dari sebelumnya. “Jokowi? Itu bukan Cuma Tempo ya yang menulis, bahkan semua media. dan Jokowi jadi fenomena waktu itu, karena dia dianggap sebagai orang baru yang tidak atau tidak sama sekali terlibat 5
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 82. 6 Wawancara peneliti dengan Anton Septian, Reporter Majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
58
dalam rezim sebelumnya ya kan. Dia semacam harapan bagi orang-oranglah ya. Karena sosoknya yang dianggap bersih, inovatif, kemudian mampu meminpin dan berprestasi menjadi walikota Solo dan gubernur Jakarta. Jadi hal yang lumrah lah ya, saya pikir bukan cuma di Tempo ya semua media kan seperti itu pemberitaannya.”7 Pemikiran dan cara pandang yang dianut oleh Anton Septian sebagai reporter majalah Tempo kurang lebih sama seperti pandangan Tempo. Anton yang berpandangan bahwa nilai-nilai universal yang dianggap benarlah yang dijunjung tinggi olehnya. Ternyata hal ini sejalan dengan pandangan Tempo yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Menjunjung tinggi hak asasi manusia yang di anut oleh Anton dan majalah Tempo adalah salah satunya dari nilai-nilai universal. Demikian juga yang menjadi indokator bahwa reporter memberi pengaruh pada pemberitaan mengenai Jokowi saat itu karena pandangan yang dianut reporter sama dengan pandangan Tempo. Reporter
yang memberitakan berita tersebut tidak
terlalu
terpengaruh oleh latar belakang pendidikan, tetapi lebih terpengaruh oleh fakta yang ada di masyarakat. Hal ini menyatakan bahwa latar belakang pendidikan wartawan hanya sedikit memengaruhi dalam hal cara pandang pada sebuah pemberitaan. Dengan demikian faktor yang lebih dominan adalah bukan lain kewajiban sebagai wartawan media untuk memberitakan sebuah berita sesuai fakta jurnalis yang ada di lapangan. “Yaa kita menulis apa adanya, menulis faktanya. Fakta bahwa Jokowi fenomenal, kemudian dia berprestasi. Dia diincar oleh banyak saingan. Dan tidak menulis Prabowo misalnya dia tidak seperti yang didengung-dengungkan oleh tim suksesnya misalnya. 7
Wawancara peneliti dengan Anton Septian, Reporter Majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
59
bahwa dia juga punya masalalu yang kelam ya kita tulis juga itu. Kita nulis ya berdasarkan faktanya seperti itu.”8 Dalam mencari berita pada kasus pemberitaan Jokowi pada laporan utama majalah Tempo, wartawan mencari berdasarkan fakta dan menulis berdasarkan apa yang terjadi. Majalah Tempo juga menulis berdasarkan melihat keinginan dari masyarakat. Media melihat bahwa masyarakat menginginkan sosok baru dalam kepemimpinan. Oleh karena itu Tempo menaruh porsi lebih banyak dalam memberitakan tentang Jokowi. Dari hasil analisis peneliti di level individu, peneliti melihat bahwa reporter cukup besar memengaruhi sebuah pemberitaan di majalah Tempo. Namun besarnya pengaruh dari individu tetap dipengaruhi juga oleh faktor kerutinan media melalui redaksi yang di dalamnya terdapat rapat kompartemen dan rapat besar. Menurut Anton Septian, wartawan yang memberitakan kasus pemberitaan Jokowi saat itu, pengaruh yang diberikan dari level individu memang ada pada rapat perencanaan yang direpresentasikan sebagai pengaruh awal dari jadinya sebuah berita. 2. Level Pengaruh Kerutinan Media Level selanjutnya yang ikut memengaruhi pemberitaan sebuah media adalah faktor kerutinan media. Kerutinan media adalah kebiasaan sebuah media dalam pengemasan sebuah berita. Dapat diartikan juga sebagai sesuatu yang sudah terpola, sudah dipraktekan oleh pekerja media, dan terjadi secara berulang-ulang. Kerutinan media terbentuk oleh tiga
8
Wawancara peneliti dengan Anton Septian, reporter Majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
60
unsur yang saling berkaitan, yaitu sumber berita (suppliers), organisasi media (processor), dan audiens (consumers).9 Dari penelitian yang dilakukan peneliti dari kerutinan majalah Tempo terhadap pemberitaan tentang Jokowi, peneliti melihat bahwa faktor yang paling berpengaruh adalah pada faktor pengolahan pemberitaan media. Faktor pengolahan pemberitaan tersebut mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pemberitaan yang terjadi di majalah Tempo. Hal tersebut juga menjadi pedoman yang harus dipatuhi dan dilakukan oleh pekerja media di majalah Tempo, seperti wartawan, reporter, penulis dan para redaktur. Sebelum beranjak pada kerutinan media yang didalamnya terdapat kebijakan, peneliti akan menjelaskan terlebih dahulu bagaimana alur pembuatan berita yang ada di majalah Tempo. Berikut hasil wawancara dengan majalah Tempo.10 Majalah Tempo mempunyai kebiasaan pengemasan berita dalam meja redaksinya. Pengemasan berita yang dilakukan majalah Tempo dalam proses pembuatan berita terdapat dalam rapat redaksi, rapat-rapat tersebut diantaranya: a. Rapat Perencanaan Rapat perencanaan merupakan rapat awal yang dilakukan setiap hari Senin. Rapat perencanaan diadakan untuk menentukan sebuah tulisan yang akan menjadi berita. Rapat ini terdiri atas dua
9
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 109. 10 Wawancara peneliti dengan Anton Septian, Reporter majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
61
rapat, masing-masing rapat kompartemen dan rapat besar. Rapat kompartemen adalah rapat yang dihadiri oleh setiap kompartemen, yang di dalamnya membahas usulan-usulan bahan awal yang akan ditentukan. Rapat ini dilakukan pada pukul 09:00 dan dihadiri oleh setiap anggota kompartemen, mulai dari wartawan, redaktur sampai pemimpin redaksi. Sedangkan rapat besar adalah rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota divisi redaksi majalah Tempo, mulai dari reporter, redaktur, pemimpin redaksi, sampai ke Redaktur Eksekutif (RE) dari setiap kompartemennya. Rapat tersebut membahas lanjutan bahan awal yang telah disepakati di rapat kompartemen. Dengan kata lain, rapat ini memilih dan membanding-bandingkan bahan-bahan yang telah diusulkan di rapat kompartemen. Selain membahas lanjutan bahan awal, rapat ini juga membahas penentuan angle awal sebuah berita. b. Rapat Checking Rapat Checking adalah rapat untuk membahas dan mencek bahan-bahan yang telah dikumpulkan. Rapat tersebut hanya dihadiri oleh pemimpin redaksi dan redaktur pelaksana, karena wartawan dan anggota yang lainnya masih mencari bahan untuk di presentasikan. Rapat tersebut dilaksanakan pada Rabu. Senin sore hingga Selasa adalah waktunya mencari bahan. Pada Rabu bahan telah dikumpulkan. Fungsi rapat adalah untuk memfilter bahan berita pada tahap ketiga karena tahap pertama itu ada pada rapat kompartemen dan tahap kedua ada pada rapat besar. Pada rapat ini semua bahan akan dicek dan di banding-bandingkan lagi, mana bahan yang layak, kuat dan lemah
62
untuk dinaikan menjadi sebuah berita. Rabu sore adalah rapat opini. Rapat opini merupakan rapat final checking. Rapat tersebut dihadiri oleh jajaran dewan redaksi, hanya ada redaktur utama keatas. Jika rapat checking tadi hanya mengecek bahan-bahan yang diperoleh, di rapat opini akan disepakati semua finalnya, mulai dari tulisan atau desk mana yang bahannya layak naik untuk dijadikan berita, sampai dengan kesepakatan membuat cover story. c. Rapat kompartemen Rapat Kompartemen adalah rapat terakhir checking sekali lagi untuk setiap kompartemen sebagai final. Rapat ini dihadiri oleh anggota kompartemen. Semua kompartemen menyelidiki kembali bahan-bahan yang sudah dikumpulkan. Setelah bahan terkumpul, angle sudah ditentukan dan cover story telah disepakati, maka dibuatlah deadline. Dalam rapat tersebut wartawan yang ditugaskan untuk menulis dan segera mengeksekusi bahan tersebut hingga menjadi sebuah berita. d. Final Deadline Deadline atau batas akhir yang ditentukan majalah Tempo yaitu pada Jumat. Jumat merupakan batas akhir pengumpulan berita yang telah ditulis oleh setiap kompartemen, mulai Jumat pagi hingga sore. Setalah jadi, berita lalu masuk ke bagian pengeditan oleh redaktur pelaksana. Laporan utama dicek kembali oleh pemimpin redaksi. Berita yang sudah diedit oleh redaktur, diedit kembali oleh bagian bahasa. Pengeditan pada bagian bahasa fungsinya untuk membenarkan
63
bahasa yang digunakan dalam penulisan berita. Setelah itu masuk ke bagian design untuk pembuatan layout, kover dan semacamnya. Untuk pemberitaan
memudahkan yang
terjadi
pembaca di
dalam
majalah
memahami
Tempo,
peneliti
alur akan
menggambarkan proses alur pemberitaannya: Bagan. 1 Proses Rapat Redaksi dan Alur Pembuatan Berita di Majalah Tempo Rapat Perencanaan Rapat Kompartemen
Rapat Checking
Rapat Kompartemen
Rapat Opini
Finall Checking
Finall Deadline Penyuntingan tulisan dan cover story
Rapat Besar
Kebijakan redaksioanal merupakan dasar pertimbangan suatu lembaga media massa untuk memberikan atau menyiarkan suatu berita. Kebijakan redaksional juga merupakan sikap redaksi suatu lembaga media massa, terutama media cetak terhadap masalah aktual yang sedang berkembang, yang biasanya dituangkan dalam tajuk rencana.11 Kebijakan redaksional juga bisa dimaknai sebagai serangkaian pedoman yang menjadi dasar di bidang redaksional sesuai visi dan misi media massa. Kebijakan redaksional juga memengaruhi dipilihnya headline news pada sebuah pemberitaan. Sebuah berita utama dalam surat kabar harian dan majalah merupakan laporan utama di setiap edisinya. Dalam pandangan ini, berita utama tentu mempunyai nilai berita yang paling tinggi diantara sekian berita yang masuk ke meja redaksi. 11
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), h. 150.
64
Sebagai media yang independen, majalah Tempo mempunyai kebijakan yang cukup bijaksana. Kebijakan yang diterapkan oleh majalah Tempo merupakan acuan dan pedoman yang digunakan oleh para pekerja media di majalah Tempo. Kebijakan-kebijakan yang diambil pun tidak secara sepihak, dalam arti semua bisa diputuskan bersama melalui rapat. Dalam rapat redaksi, semua elemen boleh mengajukan usul dan menentukan pilihan berita. Dalam rapat tersebutlah terjadi sebuah kebijakan. Kebijakan yang diputuskan bersama dalam menentukan pemberitaan. Pemimpin redaksi atau kalangan atas di majalah Tempo tidak bisa memonopoli perencaan pemberitaan. “Ini bukan logika struktural di Tempo ini. Bahwa dia sebagai penanggungjawab ikut menghela rapat, iya. Tetapi dia tidak memonopoli harus begini harus begitu, tidak juga. Nah kalo kamu di kampus ikut pers kampus, barangkali bisa lebih mudah membayangkan. Bagaimana egaliternya pers kampus. Disini bukan sekolah negeri juga semuanya harus ngikutin, enggak begitu. Kita ada pembahasan disitu, ada perdebatan disitu. Kalaupun pimred itu punya tanggungjawab itu iya. Bahwa dia punya otoritas, iya. Namun kemudian tidak terserah kamu deh, saya ngikutin aja pak. Lo nyuruh gue nulis apa ya gue tulis, enggak begitu.”12
Dari penjelasan di atas, dalam majalah Tempo kebijakan tetap ada pada pemegang tanggung jawab sebagai pemimpin redaksi, namun, pihak yang menentukan berita tetap ada pada pekerja media sebagai wartawan. Merekalah yang mencari langsung terjun ke lapangan dan langsung membuat berita. Menurut Maskun Iskandar, keredaksian dibagi menjadi empat jenjang: pertama, pemimpin redaksi yang bertanggung jawab pada 12
Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
65
kebijakan isi media; kedua, redaktur pelaksana yang dibebani tanggung jawab pelaksanaan keredaksian, sehari-hari, dan biasanya mengatur isi berita para wartawan atau reporter; ketiga, editor atau redaktur yang bertugas menyunting naskah dan halaman; keempat, wartawan atau reporter yang mencari dan yang membuat berita.13 Laporan utama merupakan salah satu rubrik di majalah Tempo. Laporan utama ini membahas isu-isu besar yang dijadikan headline dan kover majalah pada edisi terbitan majalah Tempo. Menurut Jobpie, redaktur desk nasional, laporan utama adalah suatu laporan khusus yang mendapat porsi yang besar baik dalam jumlah kolom dan halamannya. “Laporan utama itu biasanya tecermin dari cover, gambar depan itu apa. Nah itu laporan utama adalah suatu laporan khusus, laporan eee yang Tempo menganggap itu mendapat porsi yang besar. Kalau koran itu headline gitu lah. Dan kemudian porsinya lebih banyak halamannya aah begitu. Ketimbang laporan panjang, itu mendapat porsi yang besar.”14
Dalam pemberitaan di majalah Tempo, objek yang menjadi kebijakan laporan utama itu ada pada rapat Checking. Rapat checking adalah rapat untuk membahas dan mencek bahan-bahan yang telah dikumpulkan. Rapat tersebut hanya dihadiri oleh pemimpin redaksi dan redaktur pelaksana karena wartawan dan anggota yang lainnya masih mencari bahan untuk di presentasikan. Rapat ini merupakan penentu berita mana saja yang akan dimuat dan berita mana yang akan menjadi laporan utama.
13
Maskun Iskandar, Ensiklopedia Nasional Indonesia (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1990), h. 125. 14 Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
66
“Checking itu kan menentukan, oh mana saja yang akan dimuat. Mana yang menjadi laput, laporan utama gitu kan. Berapa halaman totally nya. Judulnya akan seperti apa, itu hari rabu.”15
Kebijakan majalah Tempo mengenai pemberitaan tentang Jokowi pada laporan utama edisi April hingga Juni 2014 diambil melalui fakta yang terjadi di publik. Publik mengatakan bahwa mereka butuh sosok baru yang masih bersih belum ada konflik di masalalu. Karena ini majalah Tempo mengambil kebijakan sesuai keinginan publik (pangsa pasar). “Oh gini ceritanya, kan kita tahu bahwa 2014 itu tahunnya politik, tahunnya pemilu. Disitu ada dua pemilu. Pemilu itu sangat penting karena berita nasional. Itu menentukan siapa wakil kita lima tahun kedepan. Siapa presiden kita yang dipilih secara langsung. ya itu penting buat masyarakat, dan penting juga Tempo untuk menulis itu. Sehingga menunjukkan kepada masyarakat, ini loh yang terjadi seperti ini, ini loh calon kita. Bagaimana proses orang itu, siapa sih orang itu, track record orang itu, yang dukung siapa saja. Apakah yang mendukung baik-baik apakah tidak.”16 Setelah menyatakan dipilihnya berita dan cover story tentang Jokowi untuk mengakomodasi kenginan pasar, redaktur desk nasional ini juga menegaskan bahwa dipilihnya topik yang menjadi laporan utama ini juga diputuskan pada rapat perncanaan: Dalam hal ini juga diperkuat oleh pernyataan dari redaktur desk Nasional yang mengatakan bahwa berita yang layak menjadi laporan utama adalah berita yang sedang booming, berita yang sedang terjadi diluar dan berita yang mengacu pada hasil rapat. “Ya tentu rapat mengacu pada apa yang terjadi diluar. Karena pers kan tidak bisa hidup di ruang hampa, menulis sendiri terserah kamu, kan gak bisa. Kita kan mendengar dari masyarakat. Pers 15
Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 16 Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
67
adalah menerjemahkan dari telinga publik. Sehingga kita harus menangkap apa sih yang diresahkan publik atau disisi lain mungkin belum resah tapi kita tahu sesuatu lain yang mestinya mereka tahu, untuk eee mereka mengantisipasi sesuatu. Dan untuk itulah publik harus tahu. …kan kita melihat eee apakah pemasalahan sedang booming bukan hanya menarik tapi masalah ini masalah penting buat masyarakat pada pecan itu. Nah itu yang akan kita tampilkan dan itulah yang akan menjadi laput.”17 Menurut Warner J. Severin dan James W. Tankard, Jr. dalam bukunya Teori Komunikasi edisi kelima, mengatakan bahwa kadangkadang pembingkaian berita dihasilkan oleh trik-trik khusus yang diakses pada awal pemrosesan cerita. Perlengkapan ini meliputi headline, lead (paragraf awal berita), pull quote (kutipan yang diambil dari artikel dan dicetak dengan huruf besar), nut graph (paragraf kunci dalam artikel yang menceritakan isi artikel itu). Perlengkapan ini kadang sesuai dengan kategori advance organizer. Konsep andanve organizer berdasarkan pada gagasan bahwa informasi yang disimpan di kepala manusia diatur dalam sebuah hirarki, dengan informasi yang spesifik dikelompokkan di bawah prinsip-prinsip yang lebih luas.18 Ini menandakan bahwa pada proses pengolahan berita yang dilakukan media lebih berpengaruh secara dominan. Kebijakan yang dilakukan oleh majalah Tempo dalam laporan utama mengenai Jokowi merupakan kebijakan redaksi yang harus dipatuhi oleh para pekerja media. Sebuah kebijakan media pada pemberitaan Jokowi di laporan utama majalah Tempo merupakan fakta yang terjadi di lapangan, bukan kebijakan dari pemimpin redaksi atau jajarannya karena 17
Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 18 Warner J. Severin dan James W. Tankard, Jr, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa Ed. 5 Cet. ke4 (Jakarta: Kencana, 2009), h. 333.
68
pemimpin redaksi dan atasannya hanya menentukan keputusan berita mana yang layak naik atau tidak. Bahwa pemberitaan Jokowi di lapangan memang benar untuk mengakomodasi pangsa pasar, faktanya sekali lagi redaktur desk nasional berkata: “Yaa kita menulis apa adanya, menulis faktanya. Fakta bahwa Jokowi fenomenal, kemudian dia berprestasi ya kan. Dia diincar oleh banyak saingan gitu kan. Dan tidak menulis Prabowo misalnya dia tidak seperti yang didengung-dengungkan oleh tim suksesnya misalnya. Bahwa dia juga punya masalalu yang kelam ya kita tulis juga itu. nulis berdasarkan faktanya seperti itu.”19 Kebijakan yang dilakukan majalah Tempo saat itu memang menitikberatkan pada Jokowi. Hal ini dinyatakan langsung oleh redaktur desk nasional yang ikut membuat berita tersebut. “Ya Tempo berpihak, karena Tempo tidak hidup di ruang hampa. Kan Tempo itu orang Indonesia, dan saat itu adalah pemilihan Presiden Indonesia. Artinya Tempo sebagai ketua lembaga pers, juga berkepentingan, kalau Indonesia ini dipilih oleh orang yang baik. Tidak setuju tidak apa-apa. Waktu itu kan kita melihat dari track record keduanya, gitu. Tempo melihat bahwa Jokowi ini lebih bersih ketimbang Prabowo. Dan faktanya masyarakat memilih dia.”20 Fakta yang tersirat dalam pemberitaan majalah Tempo merupakan sikap yang dipilih oleh media independen seperti Tempo dalam mengambil kebijakan. Fakta di lapangan menjadi kebijakan organisasi majalah Tempo dalam menentukan kebijakan mengenai pemberitaan Jokowi pada April hingga Juni 2014. Menurut Denis McQuail dalam bukunya Teori Komunikasi Massa McQuail, secara luas disetujui bahwa media seharusnya bebas dari kontrol
19
Wawancara peneliti dengan Anton Septian, Reporter Majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 20 Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
69
pemerintah dan kepentingan penguasa lainnya. Sehinga, cukup bagi mereka untuk melaporkan dan mengungkapkan berita secara bebas dan mandiri dan memenuhi kebutuhan khalayak mereka. Kebebasan secara pokok terdiri atas tiadanya sensor atau pengesahan secara berlebihan, atau hukuman sesudah peristiwa publikasi yang tidak melanggar hukum. Masyarakat juga harus harus bebas dalam menerima media pilihan mereka sendiri.21 Kebebasan merupakan cara pandang yang dianggap sebagai prinsip dasar bagaimana media mengambil sikap. Sebagai media yang bebas dan bertanggung jawab, majalah Tempo seharusnya tidak mengambil sikap untuk lebih mendukung sosok Jokowi yang dianggap baru dalam dunia pemerintahan. Seperti yang dikatakan McQuail dalam persyaratan utama untuk kualitas informasi media massa adalah media seharusnya memberi informasi yang berimbang dan adil (tidak memihak).22 Menurut skema Westerstahl yang dikutip oleh McQuail, keadilan merupakan sikap netral yang harus diraih melalui kombinasi keseimbangan antara penafsiran, sudut pandang dan netralitas dalam penyajian. Oleh karena itu majalah Tempo dalam menyajikan informasi
seharusnya
lebih
bersikap netral
dan tidak memihak
sebagaimana fungsinya yang memberi informasi yang akurat, factual, jujur terhadap realitas dan dapat memisahkan antara fakta dan opini. Pengolahan pemberitaan dapat digambarkan pada rapat-rapat yang dilakukan di majalah Tempo. Rapat tersebut adalah rapat kompartemen,
21
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa McQuail (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), Edisi-6, h. 183 22 Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa McQuail (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), Edisi-6, h. 224.
70
rapat besar, rapat checking, dan rapat opini. Hasil yang telah disepakati dalam rapat menjadi pedoman dan acuan bagi para wartawan ketika menjalankan tugasnya di lapangan. Dalam menjalankan tugasnya, wartawan tidak bisa bertentangan dengan keputusan hasil rapat, karena rapat yang telah peneliti sebutkan di atas sebelumnya adalah hasil diskusi antara reporter sebagai pekerja media di lapangan dengan para redaktur sebagai pemegang kebijakan di meja redaksi. Sistem rapat di majalah Tempo cukup terbuka dan egaliter, yaitu melibatkan semua pihak redaksi dan dapat dapat memberi masukan tanpa memandang jabatan dari setiap individu di majalah Tempo. “Kamu sebagai pimred bisa ditolak dalam usulanmu, begitu. Tapi kalau diterima ya kamu bikin beritanya. Beritamu nanti diedit meskipun kamu pemred. Bahwa dia sebagai penanggungjawab ikut menghela rapat, iya. Tetapi dia tidak memonopoli harus begini harus begitu, tidak juga. Nah kalo kamu di kampus ikut pers kampus, barangkali bisa lebih mudah membayangkan. Bagaimana egaliternya pers kampus. Baik subtansi maupun kebahasaan. Di Tempo itu tidak yang reporter selalu salah dan redaktur selalu benar dalam usulan-usulan, enggak juga.”23 Dalam tugasnya di lapangan, reporter yang meliput tentang Jokowi saat itu ditugaskan mencari data dengan benar dan sesuai fakta yang terjadi. Kebijakan majalah Tempo dalam mencari berita pun tidak sembarangan, mereka melihat kebutuhan masyarakat akan informasi yang ter-update. Mereka melihat bahwa masyarakat lebih memilih sosok Jokowi yang baru, yang pro dengan masyarakat. Ini yang menjadi acuan Tempo untuk memberitakan tentang Jokowi di laporan utamanya. “Penulis menulis mengenai siapa sih calon yang akan naik? Nah kemudian Jokowi memang menjadi figur yang eee paling terkenal 23
Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
71
waktu itu. Memang kemudian masyarakat kan menghendaki orang yang mau bekerja. Orang yang tidak kena kasus dimasa lalu, tidak punya hutang dimasa lalu, orang yang mau bekerja, muda, itu semua yang orang liat. Kemudian tidak punya hutang partai.”24 Cara kerja majalah Tempo dalam memberitakan sesuai dengan fakta yang terjadi adalah untuk membentuk kredibilitas media itu sendiri. Bagaimana media mempunyai kebijakan yang diterapkan sesuai dengan acuan atau pedoman yang digunakan. Kredibilitas media bisa diakui langsung baik buruknya terhadap penilaian masyarakat. Di sinilah majalah Tempo harus menjaga dan mempertahankan kredibilitas yang telah dipandang baik oleh masyarakat. Sebagai sebuah majalah, cara kerja wartawan majalah Tempo pun berbeda dengan koran Tempo. Wartawan majalah Tempo dituntut untuk mencari data secara investigatif dan mendalam. Sedangkan wartawan koran yang lebih ditekankan pada pemberitaan dengan model straight news,
kebijakan
mereka
hanya
menekankan
pada
informasi.
Bagaimanapun majalah Tempo dalam pemberitannya menggunakan gaya in dept story yaitu menekankan pada kedalaman data dan fakta yang didapatkan. Namun walau beda penyajian berita pada majalah dan koran, cara kerja para pekerja Tempo di lapangan tetap sama dengan memegang acuan dan pedoman pada hasil rapat. “Kalau di majalah tidak bisa seperti straight news kan. Kalau straight news (koran) piramida terbalik kan, potong dari bawah. Kalau kepanjangan potong merem dari bawah, itu standarnya. Nulis straight news kan begitu. Kalau piramida terbalik potong bawahnya, karena semakin kebawah semakin tidak penting. Nah
24
Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
72
kalau di majalah itu strukturnya peluru gitu, gede kecil, gede lagi kecil lagi.”25 s
Para wartawan majalah Tempo yang dipengaruhi oleh rapat dalam mencari berita selama ini, juga dipengaruhi oleh visi misi majalah Tempo. Sebagai media yang independen, majalah Tempo mempunyai visi misi yang berpengaruh pada pemberitaan. “Tentu memengaruhi dong, itukan diturunkan dalam pemberitaan gitu. Ya bagaimana kita melihat suatu permasalahan kan tentu harus di analisa berdasarkan pisau. Pisaunya itu adalah dari acuan-acuan pemikiran Tempo dan berita yang layak untuk diterbitkan oleh Tempo. itu melihat bagaimana kepentingan publiknya, besar atau enggak. Makanya kan di dalam jurnalistik di media ada pemikiran antara menarik dan penting dan ada lagi yang dua-duanya. Penting itu artinya memengaruhi ya sedikitisedikit lebihnya begitu, termasuk pemilihan Presiden, pemilu. Menarik itu perhatian masyarakat, mungkin masalah skandal.”26 Selain faktor pengolahan, faktor sumber juga masuk dalam level pengaruh kerutinan media. Namun dalam konteks majalah Tempo secara umum dan pada pemberitaan majalah Tempo mengenai pemberitaan tentang Jokowi, faktor narasumber tidak terlalu berpengaruh. Narasumber tidak
terlalu
berpengaruh
karena
pemberitaan
majalah
Tempo
menggunakan narasumber yang akurat dan tidak mengintervensi pada pemberitaan majalah Tempo. Narasumber yang dipilih itu berdasarkan kebutuhan tulisan, bukan ditentukan di rapat, bahkan wartawan pun menentukannya sendiri. Tentang hal ini Anton Septian menegaskan: “Ya enggak, berdasarkan tulisannya bukan berdasarkan rapat atau enggak. Karena kan kamu mau nulis apa ya kamu harus tahu narasumber apa yang akan kamu hubungi atau kamu temui gitu. 25
Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 26 Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
73
Bukan kamu mau nulis ini ditentukan narasumbernya, ya enggak gitu kan, berdasarkan tulisanmu. Mencari sendiri, tapi biasanya orang lain ini kayanya orang ini tahu deh, coba kamu kontak dan lain sebagainya. Tapi initinya kalau narasumber tidak ditentukan di rapat. Tapi bedasarkan kebutuhan tulisanmu sendiri.”27 Faktor lain di kerutinan media pada hirarki ini selain pengolahan berita dan narasumber, yaitu pembaca. Pembaca yang dimaksud peneliti adalah masyarakat yang menjadi faktor kuat untuk menjadikan Jokowi lebih
unggul
pemberitaannya
dibanding calon
lainnya.
Hal
ini
dikemukakan langsung oleh redaktur desk nasional majalah Tempo, bahwa majalah Tempo melihat keinginan masyarakat akan sosok yang baru dan memang ketika itu menurut sejumlah survey menyatakan bahwa Jokowi lebih unggul. “Memang waktu itu sudah terlihat bahwa Jokowi lebih tenar ketimbang tokoh lain gitu. penulis menulis mengenai siapa sih calon yang akan naik? Nah kemudian Jokowi memang menjadi figur yang paling terkenal waktu itu. Tempo melihat bahwa Jokowi ini lebih bersih ketimbang Prabowo. Dan faktanya masyarakat memilih dia. Tapi jangan dibalik loh, Tempo menulis Jokowi kemudian masyarakat mendukung dia, enggak kan. Pertanyaannya, kalau Tempo enggak menulis, apakah Jokowi tidak terkenal? Apakah Tempo kalau tidak di Indonesia ini, Jokowi tidak terkenal? Kan gak juga gitu loh. Bahwa Tempo melihat di masyarakat, kok begitu banyak orang yang ke dia. Kita teliti dia itu siapa sih, gitu loh.”28 Faktor terbesar yang memberi pengaruh kepada pemberitaan mengenai Jokowi di laporan utama majalah Tempo sebenarnya lebih kepada faktor pengolahan pemberitaan dibanding dengan faktor lainnya. Faktor ini mengikat karena kebiasaan kerutinan media dalam mengemas sebuah berita membentuk para pekerja media patuh pada apa yang 27
Wawancara peneliti dengan Anton Septian, Reporter Majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 28 Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
74
diputuskan di rapat. Hal ini juga yang membuat kerutinan media menjadi faktor khusus dalam kebiasaan media pada pengemasan berita yang diolahnya menjadi sebuah berita di majalah Tempo. Pengaruh dari level kerutinan media berpengaruh secara dominan dibanding pengaruh lainnya seperti pengaruh individu, pengaruh organisasi media, pengaruh ekstra media dan pengaruh ideologi. Pengaruh kerutinan media yang direpresentasikan melalui rapat-rapat redaksi majalah Tempo berpengaruh secara dominan mulai dari pra, pencarian, dan jadinya berita. Namun dari semua itu faktor yang lebih memengaruhi dari pemberitaan tentang Jokowi pada laporan utama di majalah Tempo yaitu pada faktor pembaca dari kerutinan media yang digambarkan pada keinginan publik (pangsa pasar). 3. Level Pengaruh Organisasi Media Level pengaruh ketiga adalah pengaruh organisasi pada sebuah pemberitaan di media. Pada level ini peneliti akan membahas pengaruh organisasi pada sebuah media kepada sebuah pemberitaan, di dalamnya juga akan dibahas seberapa kuat pengaruh level organisasi pada sebuah pemberitaan yang disajikan oleh media. Berkaitan dengan level sebelumnya, pada teori hirarki pengaruh yaitu level individu dan level media rutin, menurut Pamela J. Shomaker dan Stephen D. Reese, level organisasi lebih berpengaruh dibanding kedua level sebelumnya. 29 Namun setelah peneliti analisis lebih jauh, faktor yang lebih berpengaruh pada sebuah pemberitaan di majalah Tempo adalah faktor kerutinan media 29
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 140.
75
seperti yang telah peneliti jelaskan di level kerutinan media karena persentase kepemilikan media di majalah Tempo sama rata, tidak terpusat pada satu pemilik. “Kalau temen-temen riset, Tempo itu satu apa namanya perusahaan media pertama yang pertama kali melakukan Initial Public Offering (IPO) ya, atau sahamnya yang dimiliki publik gitu misalnya. Jadi penawaran saham perdana ke publik gitu. Yang jelas tidak ada owner atau pihak yang dominan, kan ada Yayasan karyawan Tempo, kemudian juga ada Yayasan Jaya Raya, kemudian ada Yayasan 22 Juni, itu karyawan juga ex Tempo ada sebagiannya, terus disini mah enggak ada owner gitu, enggak ada owner individual sehingga kemudian ya kalau segi kepemilikan gitu ya mungkin di Indonesia satu-satunya media yang paling independen gitu, ya Tempo. Jadi pengaruh owner dalam pemberitaan di Tempo itu tidak berpengaruh sama sekali gitu.”30
Dari penjelasan Anton Septian di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa kepemilikan media yang tidak dikuasai oleh individu ini memungkinkan tidak adanya intervensi dan kepentingan individu yang memengaruhi kebijakan pemberitaan di majalah Tempo. Perusahaan terbuka (disingkat Tbk) adalah perusahaan yang tidak membatasi jumlah pemegang saham dan menawarkan sahamnya kepada masyarakat luas (tidak seperti perusahaan tertutup). Perusahaan terbuka umumnya memiliki saham yang terdaftar dan dijualbelikan di pasar saham.31 Perusahaan terbuka intinya adalah sebagian sahamnya sudah milik publik, berarti perusahaannya sudah siap go publik. Manajemennya sudah pasti bisa lebih transparan daripada yang tidak terbuka. Hal ini yang
30
Wawancara peneliti dengan Anton Septian, Reporter Majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 31 Artikel ini diakses dari http://kamusbisnis.com/arti/perusahaan-terbuka/ pada Kamis, 23 April 2015 pukul 10:00 WIB.
76
menjadi indikator bahwa level organiasi tidak memberi pengaruh pada pemberitaan Jokowi majalah Tempo saat April-Juni 2014. Dengan demikian majalah Tempo yang menjadi perusahaan terbuka (Tbk) yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan saham lebih banyak dimiliki oleh publik, menjadi kecil kwmunginan intervensi atau pengaruh yang ada dalam kepemilikan. “Jadi penting nanti dimasukkan di tulisan itu soal komposisi kepemilikan. Itu bisa diriset di internet. Kalau kuramg datanya bisa minta ke SDM atau bagian pusat tapi aku gak punya datanya ya. Atau bisa minta ke BEI, Bursa Efek Indonesia, karena kita kan perusahaan publik jadi harus terdaftar di BEI. Jadi bisa dilihat itu kompisisi kepemilikannya. Yang jelas tidak ada owner atau pihak yang dominan.”32 Pengaruh terhadap pemberitaan yang terjadi pada pemberitaan tentang Jokowi di majalah Tempo itu lebih bersifat usulan dan hasil diskusi dari rapat redaksi dibanding intervensi dari pemilik atau dewan direksi. Usulan dalam hal ini yaitu Tempo melihat pada keinginan publik akan berita yang sedang booming. Ketika itu sosok Jokowi yang baru dan terkenal dengan blusukannya memang menyita perhatian publik, sehingga majalah Tempo mengambil fakta bemberitaan yang terjadi di masyarakat dari pemberitaan Jokowi. Fakta bahwa Jokowi memang sosok yang fenomenal yang diinginkan publik. Pengaruh pada level organisasi yang lebih besar justru pada posisi redaktur pelaksana. Ini dikarenakan posisi redaktur pelaksana yang berkenaan dalam rapat direksi dan memiliki kewenangan untuk menugaskan reporter dalam mencari dan membuat sebuah pemberitaan, 32
Wawancara peneliti dengan Anton Septian, Reporter Majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
77
bahkan redaktur yang mengedit semua berita sebelum layak naik menjadi sebuah berita di majalah Tempo. Campur tangan pemilik atau perseorangan dalam hal ini owner terbilang nihil ataupun minim karena sifat media-nya yang Initial Public Offering atau saham milik publik. “Di semua level di Tempo itu tidak ada tulisan yang lolos tanpa editing, siapapun penulisnya. Bahkan redpel pun menulis atau mengedit meskipun sebagai editornya. Jadi di Tempo yang penting adalah tidak ada jurnalis di Tempo yang tulisannya tidak diedit. Pasti diedit siapapun itu.”33 “Kamu ngusulin itu ya kamu yang nulis itu gitu. Kecuali usulannya yang mentah dan ada usulan yang lebih baik baru redpel yang membagi. Penentuan siapa nulis apa tuh pertama berdasarkan usulan, kedua berdasarkan anggapan ooh nih kayanya anak ini punya kompetisi, jadi enggak berdasarkan hal yang istimewa. Saya pikir hal ini berlaku umum, dimanapun pasti yang dipertimbangkan kan kompetensinya dan kemampuannya.”34 Posisi redaktur yang langsung berkaitan dengan reporter dan rapat redaksi memberikan akses yang besar terhadap redaktur pelaksana untuk membentuk suatu pemberitaan. Kebijakan pada level organisasi majalah Tempo tercermin pada rapat redaksi yang direpresentasikan dalam rapat kompartemen dan rapat besar. Rapat kompartemen dan rapat besar inilah yang menggambarkan sirkulasi cara kerja organisasi media pada media Tempo. Pada konteks pemberitaan mengenai Jokowi saat itu di majalah Tempo, kebijakan yang diambil adalah untuk memberitakan secara jelas siapa calon presiden Indonesia lima tahun mendatang, bagaimana track record, dan siapa orang itu. Kemudian hanya ada dua calon yang yang menjadi calon Presiden yaitu Jokowi dan Prabowo. Tempo melihat bahwa 33
Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 34 Wawancara peneliti dengan Anton Septian, Reporter Majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
78
sosok Jokowi adalah sosok baru yang diinginkan publik dan Prabowo adalah sosok lama yang sudah diketahui semua rekam jejaknya oleh masyarakat. Majalah Tempo memandang ini adalah suatu wadah baru untuk memberitakan Jokowi. Menurut Jobpie, keberpihakan media memang diperlukan, karena media Tempo tidak hidup di ruang hampa. Kebijakan yang dilakukan majalah Tempo pada saat itu memang menitikberatkan pada Jokowi. Hal ini dinyatakan langsung oleh redaktur desk nasional yang ikut membuat berita tersebut. “Semua media itu berpihak. Keliru kalau orang ngomongnya tidak berpihak. Jadi tidak ada pers yang tidak berpihak. Jadi ini perdebatan masalah pemilu. Ya mahasiswa seperti kalian harus paham bedanya berpihak dan independen. Apa bedanya? Kalau independen itu adalah merdeka. Jadi orang menentukan pilihan itu tanpa dipengaruhi oleh pihak lain. Tidak ada sogokan, tidak ada apa-apa. Itu independen. Media itu independen seharusnya, soal keberpihakan itu adalah dia akan berada diposisi mana dalam memandang sesuatu. Tempo melihat bahwa Jokowi ini lebih bersih ketimbang Prabowo. Dan faktanya masyarakat memilih dia.”35 Fakta yang tersirat dalam pemberitaan majalah Tempo merupakan sikap yang dipilih oleh media independen seperti Tempo dalam mengambil kebijakan. Fakta di lapangan menjadi kebijakan organisasi majalah Tempo dalam menentukan kebijakan mengenai pemberitaan Jokowi pada April hingga Juni 2014. Bagi majalah Tempo keberpihakan merupakan hal yang wajar karena setiap media pasti memiliki sudut pandang dan sikapnya masingmasing. Independensi itu sendiri bergantung kepada kebebasan dan kemerdekaan setiap media dalam menentukan sikap tersebut.
35
Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
79
Pengaruh organisasi terhadap pemberitaan tentang Jokowi di majalah Tempo tidak terlalu berdampak signifikan karena kepemilikan majalah Tempo yang tidak berat pada satu pemilik. Dalam struktural majalah Tempo, dewan direksi dan redaktur pun hanya terlibat pada proses editing, bukan pada proses kebijakan yang diterapkan. Kebijakan memang tetap dipegang oleh pimpinan redaksi, namun dalam hal ini kebijakan dari pimpinan majalah Tempo tidak memengaruhi pada proses pembuatan berita. Mesikipun ideologi yang digunakan Tempo melekat pada Gunawan Mohammad sebagai salah satu pendiri Tempo, dengan perusahaan Tempo yang terbilang terbuka (tbk) ini, pada level organisasi hal tersebut tidak memberi pengaruh. Pengaruh kerutinan media dalam pengemasan sebuah pemberitaan lebih berpengaruh dibandingkan dengan pengaruh organisasi media. Dalam konteks ini, pemberitaan majalah Tempo mengenai Jokowi saat itu adalah pengaruh dari kerutinan media yang dipengaruhi juga oleh audiens atau publik. 4. Level Pengaruh Ekstra Media Level keempat dari Teori Hirarki Pengaruh Media adalah level pengaruh dari luar organisasi media yang biasa disebut juga extra media level. Level pengaruh dari luar media adalah pengaruh-pengaruh pada isi media yang berasal dari luar organisasi media itu sendiri. Pengaruhpengaruh dari media itu berasal dari sumber berita, pengiklan dan penonton, kontrol dari pemerintah, pangsa pasar dan teknologi.36 36
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 175.
80
Pada konteks pengaruh pemberitaan tentang Jokowi pada bulan April hingga Juni 2014, pengaruh dari luar organisasi media dapat berasal dari kontrol pemerintah, sumber berita, pembaca, iklan dan pangsa pasar. Pengaruh dari pemerintah dalam konteks pemberitaan Jokowi di majalah Tempo tidak ada. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya teguran atau peringatan dari pemerintah terhadap pemberitaan mengenai Jokowi di laporan utama majalah Tempo pada bulan April hingga Juni 2014. Pengaruh lain dari ekstra media level selanjutnya berasal dari sumber berita. Namun, dalam konteks majalah Tempo secara umum dan pada pemberitaan majalah Tempo mengenai pemberitaan tentang Jokowi, faktor narasumber tidak terlalu berpengaruh. Narasumber tidak terlalu berpengaruh
karena
pemberitaan
majalah
Tempo
menggunakan
narasumber yang akurat dan tidak mengintervensi pada pemberitaan majalah Tempo. Narasumber yang dipilih itu berdasarkan kebutuhan tulisan, bukan ditentukan di rapat. Bahkan wartawan pun menentukannya sendiri. Jadi pengaruh dari inidividulah yang lebih memengaruhi pemberitaan mengenai Jokowi, karena dia sendirilah yang mencari, menulis berita bahkan sampai untuk mencari narasumbernya. “Ya enggak, berdasarkan tulisannya bukan berdasarkan rapat atau enggak. Karena kan kamu mau nulis apa ya kamu harus tahu narasumber apa yang akan kamu hubungi atau kamu temui gitu. Bukan kamu mau nulis ini ditentukan narasumbernya ya enggak gitu kan, berdasarkan tulisanmu. Mencari sendiri, tapi biasanya orang lain ini kayanya orang ini tahu deh, coba kamu kontak dan lain sebagainya. Tapi initinya kalau narasumber tidak ditentukan di rapat. Tapi bedasarkan kebutuhan tulisanmu sendiri.”37
37
Wawancara peneliti dengan Anton Septian, Reporter Majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
81
Namun, menurut redaktur desk nasional, narasumber ikut memengaruhi dalam proses jadinya sebuah berita. Narasumber ikut memengaruhi dalam proses jadinya sebuah berita itu artinya perolehan bahan (narasumber) yang didapatkan oleh wartawan adalah salah satu pengaruh untuk terjadinya pemuatan pemberitaan di majalah Tempo. Informasi yang didapatkan dari narasumber menjadi penting dalam pengolahan berita pada tahap selanjutnya. Fakta di lapangan merupakan informasi yang memiliki pengaruh terhadap proses peulisan berita oleh wartawan. Sehingga di sinilah peran pentingnya narasumber dalam pemuatan berita. “Kan bisa dimuat dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang lagi butuh berita itu. Kita harusnya gridnya 10 tapi yang kita dapet cuma tujuh. Kita muat gak? Kita lihat kepentingannya, bahannya bagini-bagini cukuplah, meskipun tidak sesuai, okeh kita muat. Kalau ternyata orang mau menunggui seminggu, atau sehari dua hari, nanti kita lengkapi, bisa juga begitu. Jadi soal bahan, bukan narasumber memengaruhi, berbeda pertanyaannya. Tapi kan kita semua ada di lingkungan Tempo, pasti memengaruhi.”38
Unsur pengaruh lain yang memengaruhi pada pemberitaan majalah Tempo mengenai pemberitaan Jokowi adalah unsur pembaca. Pengaruh ini tidak terlalu berdampak signifikan pada pemberitaan Jokowi di majalah Tempo pada saat itu. Peneliti melihat bahwa tidak ada opini atau protes dari pembaca mengenai pemberitaan Jokowi di majalah Tempo pada bulan April hingga Juni 2014. Walaupun dari segi pembaca dapat memengaruhi pemberitaan di majalah Tempo, itu hanya sedikit dan itu hanya pada faktor perencanaan awal, namun tidak berdampak pada proses jadinya berita. 38
Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
82
Pembaca hanya memberikan tanggapan tetapi tidak dapat merubah konten pemberitaan pada majalah Tempo. “Ya Tempo berpihak, karena Tempo tidak hidup di ruang hampa. Kan Tempo itu orang Indonesia, dan saat itu adalah pemilihan Presiden Indonesia. Artinya Tempo sebagai ketua lembaga pers, juga berkepentingan, kalau Indonesia ini dipimpin oleh orang yang baik. Tidak setuju tidak apa-apa. Waktu itu kan kita melihat dari track record keduanya, gitu. Tempo melihat bahwa eee Jokowi ini lebih bersih ketimbang Prabowo. Dan faktanya masyarakat memilih dia. Tapi jangan dibalik loh, Tempo menulis Jokowi kemudian masyarakat mendukung dia, enggak kan.”39
Pengaruh lainnya dalam ekstra media terhadap pemberitaan mengenai Jokowi pada April hingga Juni 2014 adalah iklan. Namun iklan yang ada di majalah Tempo tidak memengaruhi sama sekali pada pegangkatan
pemberitaan
di
majalah
Tempo
mengenai
Jokowi.
Pemberitaan Jokowi di laporan utama pada majalah Tempo ketika itu tidak memiliki pengaruh sama sekali pada iklan, karena hal tersebut tidak memiliki kepentingan terhadap iklan yang ada di majalah Tempo. Salah satu faktor yang ikut memengaruhi konten pada pemberitaan Jokowi saat itu adalah pangsa pasar. Pangsa pasar merupakan acuan majalah Tempo dalam mencari berita. Mereka melihat keinginan publik (pangsa pasar) untuk mencari berita yang sedang dibutuhkan. Apa saja yang sedang dibutuhkan oleh pangsa pasar, itulah yang akan menjadi acuan majalah Tempo mencari berita, walaupun demikian bukan berarti menjadi panduan. Meskipun pangsa pasar memengaruhi pemberitaan ketika itu, majalah Tempo tetap memberitakan yang sebenarnya, sesuai
39
Wawancara peneliti dengan Anton Septian, Reporter Majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
83
fakta yang ada, tidak ada tekanan atau intervensi dari pangsa pasar itu sendiri. Kebijakan majalah ini hanya memberitakan fakta jurnalistik. Fakta jurnalistik adalah fakta yang sesungguhnya terbukti secara jurnalistik. Fakta tersebut terjadi pada pemberitaan tentang Jokowi yang dibutuhkan oleh publik (pangsa pasar). “Tempo hanya tunduk kepada fakta. Apakah fakta yang kita peroleh benar atau tidak. Dan kamu juga harus tahu bahwa jurnalistik itu fakta jurnalistik, bukan fakta hukum. Gitu loh. Tahu gak apa bedanya? Gak tau? Fakta jurnalistik itu adalah hal-hal yang terbukti secara jurnalistik. Jadi kamu jangan pernah baca berita itu dengan frame hukum. Kok Tempo mengatakan ini, kan belum terbukti, ya memang. Tapi kan kaidahnya kaidah jurnalistik, karena kita adalah media. Ini kadang masyarakat gak paham juga , bahwa fakta di media itu fakta jurnalistik. Kebenarannya pun kebenaran jurnalistik, bukan kebenaran hukum, bukan kebenaran kitab suci, gak ada, jurnalistik saja yang bisa berubah besoknya.”40
Pemberitaan tentang Jokowi yang diberitakan oleh majalah Tempo tidak mempunyai intervensi atau tekanan dari manapun. Majalah Tempo hanya tunduk pada fakta yang terjadi, tidak ada tekanan dari luar seperti partai politik, sumber berita, iklan, pangsa pasar, bahkan tekanan dari pemerintah. Walaupun ada pengaruh sedikit dari perolehan bahan (narasumber), pembaca dan pangsa pasar, mereka hanya bisa memberi tanggapan dan komentar tetapi tidak bisa mengubah konten yang ada pada majalah Tempo. Kebijakan konten media tetap berada pada rapat redaksi yang dilakukan majalah Tempo di kerutinan media.
40
Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
84
5. Level Pengaruh Ideologi Media Level terakhir dalam teori Hirarki Pengaruh Media adalah level ideologi. Level ini membahas ideologi yang diartikan sebagai kerangka berpikir tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Level ideologi ini berbeda dengan level-level sebelumnya. Jika pada level-level sebelumnya pengaruh tampak lebih konkret, pada level ini pengaruh ideologi terlihat abstrak. Level ini berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas dalam sebuah media.41 Sebelum beranjak menganalisis pada level ideologi, peneliti akan jelaskan terlebih dahulu bagaimana sejarah Tempo. Penjelasan mengenai sejarah Tempo dapat mengungkap ideologi yang dianut oleh majalah Tempo. Secara historis Majalah Tempo didirikan tahun 1971 pada masa awal pemerintahan Orde Baru. Pendiri majalah Tempo adalah aktivis “Generasi 66” yang ketika itu terdiri atas penyair dan para aktivis yang bergabung dengan mahasiswa. Majalah Tempo sendiri didirikan oleh mantan jurnalis muda antikomunisme dan antiotoritarianisme yang tergabung dalam Harian Kami, masing-masing Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri.42 Para pendiri Majalah Tempo seperti Goenawan Mohamad melawan gerakan komunis dan tirani politik melalui kesenian. Ideologi Goenawan dinilai sangat sosialis, yang saat itu dikembangkan oleh Partai Sosialis
41
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 222. 42 Janet Steele, Wars Within: Pergulatan Tempo, Majalah Berita Sejak Zaman Orde Baru, h. xvii.
85
Indonesia (PSI). Ketika itu Goenawan Mohammad dihubungkan dengan PSI karena dia tinggal di asrama PSI. Namun, menurut Arif Budiman sebagai teman karibnya, meskipun Goenawan tinggal di asrama tersebut, dia bukanlah PSI. 43 Ideologi Majalah Tempo sendiri sangat besar dipengaruhi oleh pemikiran sosok Pemimpin Redaksi Majalah Tempo saat itu, Goenawan Mohamad. Janet Steele menggambarkan dalam bukunya Wars Within bahwa “Wartawan Tempo kerap memanggilnya “GM” atau Mas Goen. Panggilan itu menggambarkan penghormatan sekaligus tingkat kedekatan. Gaya jurnalistik Tempo yang dipraktekkan sampai sekarang berasal dari Goenawan Mohamad. Bagi para wartawan maupun karyawan Majalah Tempo sosok Goenawan Mohamad dianggap sebagai guru”.44 Hal tersebut dapat menjadi indikator bahwa pandangan yang dianut Tempo adalah pandangan Goenawan Mohammad. Pada pemerintahan Soeharto, wartawan Tempo yang bekerja merasakan tekanan dari pemerintah, walaupun kebebasan pers telah didengung-dengungkan. Hal ini membuat para media tidak bisa melakukan kritik langsung kepada pemerintahan dan ruang gerak yang dibatasi. Meski berada dalam tekanan, wartawan Tempo bukan berarti tak punya kemampuan untuk menolak. Menurut pendiri Tempo Goenawan Muhammad, yang dikutip oleh Torriq Hadad pada buku Wars Within,
43
Janet Steele, Wars Within: Pergulatan Tempo, Majalah Berita Sejak Zaman Orde Baru, h. 26. 44 Janet Steele, Wars Within: Pergulatan Tempo, Majalah Berita Sejak Zaman Orde Baru, h. 8-9.
86
mereka sebagai wartawan Tempo boleh saja takut pada pemerintahan, namun tidak boleh menjadi takluk.45 Dengan menapak tilas ke belakang sejarah Tempo, majalah ini pernah
mengalami
pembredelan
pada
rezim
Presiden
Soeharto.
Pemerintahan Presiden Soeharto dinilai sebagai pemerintahan yang otoriter. Hal ini membuat majalah Tempo menjadi media independen dan menentang kekangan dari kebijakan-kebijakan pada rezim Soeharto. Melalui penelaahan sejarah di atas Majalah Tempo memiliki ideologi yang antikomunisme dan antistatus quo. Di masa orde baru dan status quo kepemimpinan Soeharto, Goenawan Mohamnad berusaha untuk melawan kekuatan otoriter yang dianggap menekan gerak-gerik media pada masa itu. Di sinilah dianggap pandangan Tempo menjadi acuan perlawanan yang berseberangan dengan pemerintahan Soeharto, sehingga menjadikan Tempo media yang memiliki ideologi anti-status quo. Komunis sebagai ideologi yang banyak dinilai bertentangan dengan asas pancasila menjadi konsen tersendiri bagi Goenawan Mohammad dan para pendiri Tempo saat itu. Dengan menjunjung tinggi asas ke-pancasilaan Tempo tidak terlibat dengan paham-paham komunis saat itu. Ternyata, setelah bertahun-tahun Tempo berkiprah di Indonesia, Ideologi ini masih tertanam kuat dibenak para awak muda majalah Tempo tersebut. Hal ini terungkap dari pernyataan Jobpie Sugiharto: “Jadi Tempo sepakat dengan pancasila. Tidak ingin membuat sejarah lain kecuali pancasila. Jadi dengan dasar itulah ya Tempo 45
Wars Within, Jeneet Steele, Pergulatan Tempo, Majalah Berita sejak zaman Orde Baru (Jakarta: Dian Rakyat, 2007), h. 86.
87
sepakat dengan kesetaraan-kesetaraan, demokrasi, anti korupsi dan sebagainya.”46
Kedua hal tersebut menggambarkan bahwa majalah Tempo menjunjung tinggi demokrasi. Demokrasi Indonesia menjadi identitas dasar Tempo dalam menentukan arah setiap pemberitaannya khususnya pemberitaan mengenai Jokowi pada April sampai Juni 2014. Secara etimologis “demokrasi” terdiri atas dua kata yang berasal dari bahasa Yunani, “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi “demos-cratein” atau “demos-cratos” (demokrasi) adalah kekuasaan atau kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam kepuasan rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.47 Demokrasi dalam definisi ini sejalan dengan pemikiran Tempo yang antikomunisme dan anti-status quo serta menjunjung tinggi nilai-nilai universal, antikorupsi, berjiwa demokratis, beradab dan lain-lain yang menjadi pedoman dan acuan majalah Tempo dalam bersikap dan membuat pemberitaan. Sebab itu, Tempo menempatkan diri sebagai clearing house of information. “Tempo adalah media yang menjujung nilai-nilai kebaikan universal (yang sebenarnya juga tercantum dalam konstitusi kita). Misalnya, menjunjung tinggi HAM, keadilan, kesetaraan, antikorupsi, kemerdekaan berpikir, berpendapat, dan berekspresi, dan lain-lain. Sebab itu, Tempo menempatkan diri sebagai clearing house of information. Tempo tidak begitu saja menelan mentah-mentah informasi yang berseliweran, melainkan menggali lebih dalam dan memverifikasi informasi tersebut sebelum 46
Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 47 A. Ubaidillah dkk., Pendidikan kewarganegaraan (Civic Education): Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000), h. 162.
88
menyajikannya kepada publik. Media yang menganut anti korupsi, HAM, kesetaraan, pro demokrasi dan menjunjung nilai-nilai universal.”48
Pada pemilihan Presiden tahun 2014 terjadi kontestasi antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo. Menurut hasil temuan peneliti, pada pemilihan tersebut Tempo mengambil sikap untuk mendukung Jokowi. Hal ini ditegaskan langsung oleh Jobpie: “Semua media itu berpihak. Keliru kalau orang ngomongnya tidak berpihak. Ya Tempo berpihak, karena Tempo tidak hidup di ruang hampa. Kan Tempo itu orang Indonesia, dan saat itu adalah pemilihan Presiden Indonesia. Artinya Tempo sebagai ketua lembaga pers, juga berkepentingan, kalau Indonesia ini dipimpin oleh orang yang baik. Tidak setuju tidak apa-apa. Waktu itu kan kita melihat dari track record keduanya, gitu. Tempo melihat bahwa eee Jokowi ini lebih bersih ketimbang Prabowo. Dan faktanya masyarakat memilih dia.”49
Majalah Tempo menganggap sosok Prabowo Subianto memiliki keterkaitan dengan Orde Baru dan tersangkut kasus pelanggaran HAM pada 1998. Prabowo Subianto dianggap terlibat dalam kerusuhan berdarah pada 14 Mei 1998. Jenderal Kopassus ini saat itu mencoba untuk menjadi presiden, akan tetapi masyarakat masih menilai sosok Prabowo sebagai elite politik lama. Hal tersebut bertentangan dengan pandangan majalah Tempo yang berpedoman pada hak asasi manusia, seperti yang diungkapkan Anton Septian: “Pada dasarnya ada nilai-nilai yang universal. Misalnya pedoman pembelaan hak asasi manusia, itu namanya universal. Terus anti korupsi, harus menemukan keadilan, kan universal juga. Kesetaraan baik gender maupun usia atau misalnya suku, agama 48
Wawancara peneliti dengan Anton Septian, Reporter Majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 49 Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
89
dan sebagainya. Sama seperti yang ada di konstitusi kita, dimana hak-hak minoritas dijamin oleh negara. Jadi hak-hak atau nilainilau universal yang dianggap baik itulah yang saya yakini dan Tempo yakini.”50 Tempo memandang Jokowi berbeda dengan Prabowo. Jokowi dianggap oleh Tempo dan masyarakat sebagai sosok baru perwujudan dari rakyat. Dilihat dari track record-nya sebagai walikota Solo dan kemudian menjadi gubernur DKI Jakarta. Opini masyarakat kian kuat ketika dia mencalonkan diri menjadi calon Presiden pada pemilu 2014. Dari sini peneliti melihat bahwa pandangan Tempo sesuai dengan nilai-nilai demokrasi yang menunjukkan peran dari rakyat untuk rakyat. Jokowi menunjukkan adanya kesamaan dan rasa dengan rakyat dan berasal dari rakyat. Dalam konteks penyusunan pemberitaan di sebuah media, pengaruh ideologi terhadap sebuah pemberitaan di media terjadi secara tidak langsung diserap oleh kerutinan media yang terjadi pada sebuah media. Namun, pengaruh yang terjadi di dalamnya tidak terjadi secara langsung seperti yang dikemukakan oleh Pamela J. Shoemaker dalam bukunya Mediating The Message.51 Ideologi dari majalah Tempo sedikit banyak memengaruhi semua elemen pekerja majalah Tempo untuk membentuk sebuah pemberitaan di media mereka. Karena ideologi adalah hal yang abstrak dan tak dapat digambarkan secara konkret, ideologi para pekerja media di majalah Tempo tertuang dalam tulisan dan pemikiran mereka dalam bentuk berita. 50
Wawancara peneliti dengan Anton Septian, Reporter Majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 51
90
Misalnya, pemberitaan tentang Jokowi di majalah Tempo pada April hingga Juni 2014 yang menyatakan bahwa Tempo mendukung demokrasi dalam pembuatan berita, seperti yang dikatakan Jobpie: Tempo ingin mewujudkan Indonesia yang beradab, yang maju, anti korupsi, berjiwa demokrasi. Itu sebenarnya yang diidamkan oleh Tempo. itu loh makanya Tempo memberitakan anti korupsi, jiwa demokrasi dalam arti kita ingin menyelesaikan persoalan misalnya kita menulis soal Jokowi, kita berusaha mengkritik partai tapi kita juga harus mengikuti kehendak masyarakat. Masyarakat pengennya Jokowi bukan Mega, ya kamu harus terima. Ya tapi terserah kamu sebagai pemilik partai pengusung presiden. Jadi Tempo lebih menyorot ke soal-soal itu.52
Pengaruh ideologi Tempo sebagai media cukup dominan. Hal ini tergambar dari pengakuan redaktur dan reporter Tempo yang mendukung demokratisasi. Reporter majalah Tempo yang meliput pada pemberitaan mengenai Jokowi di laporan utama memiliki pandangan yang kurang lebih sama dengan pandangan ideologi majalah Tempo, yaitu ideologi yang memandang bahwa nilai-nilai universallah yang bisa dianggap benar, contohnya hak-hak minoritas dijamin oleh negara. “Nilai-nilai universal dianggap relatif benar, tergangtung di masyarakat apa dan di negara apa berlakunya. Tapi pada dasarnya ada nilai-nilai yang universal. Misalnya, pedoman pembelaan hak asasi manusia, itu namanya universal. Terus anti korupsi, harus menemukan keadilan, kan universal juga. Kesetaraan baik gender maupun usia atau misalnya suku, agama dan sebagainya. Sama seperti yang ada di konstitusi kita, dimana hak-hak minoritas dijamin oleh negara. Jadi hak-hak atau nilainilau universal yang dianggap baik itulah yang saya yakini dan Tempo yakini.”53
52
Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 53 Wawancara peneliti dengan Anton Septian, Reporter Majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
91
Menurut hasil penelitian peneliti, ideologi yang dianut oleh media Tempo lebih kepada nila-nilai demokrasi. Hal ini sejalan dengan penggambaran latar belakang sejarah majalah Tempo yang telah peneliti jelaskan di atas. Hal itu juga yang membuat majalah Tempo lebih condong memberitakan Jokowi karena mereka melihat bagaimana masyarakat berdemokrasi memilih Presiden Indonesia untuk lima tahun mendatang. Seperti dikatakan Jobpie, redaktur majalah Tempo bagaimanapun ideologi yang dipegang oleh Tempo setidaknya memberi pengaruh pada pemberitaan di majalah Tempo karena pemberitaan yang ada di Tempo dipengaruhi oleh sedikit banyak hal dalam hal internal dan eksternal media, termasuk faktor ideologi. Hal ini juga yang menjadi pandangan ideologi majalah Tempo dalam memberitakan mengenai Jokowi pada laporan utama majalah Tempo ketimbang Prabowo. Tempo menyatakan bahwa Prabowo adalah sosok lama yang telah diketahui semua track record-nya oleh publik dan terlibat kasus dengan rezim sebelumnya, namun Jokowi adalah sosok baru yang mau bekerja keras, mau belajar, dan memang publik membutuhkan sosok yang baru dalam pemerintahan. “Tempo melihat bahwa Jokowi ini lebih bersih ketimbang Prabowo. Dan faktanya masyarakat memilih dia. Tempo ini melihat di masyarakat, kok begitu banyak orang yang ke dia. Kita teliti dia itu siapa sih, gitu loh. Dia itu siapa? Ketemu dengan dia ngobrol-ngobrol. Tempo melihat publik, bahwa publik memang sedang butuh tokoh yang baru. Karena musuhnya kan Prabowo. Jadi kita harus melihat bahwa dasarnya itu.”54
54
Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta
92
Pengaruh ideologi pada dasarnya bersifat abstrak, namun dapat berubah menjadi hal kongkret ketika sudah menjadi sebuah pemberitaan. Hal tersebut bisa terjadi ketika ditransimisikan melalui pekerja media yang dapat membentuk pemberitaan pada suatu media. Pengaruh ini juga berdampak terhadap pemberitaan mengenai Jokowi pada laporan utama majalah Tempo edisi April-Juni 2014. Agar memudahkan pembaca untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pemberitaan tentang Jokowi pada laporan utama majalah
Tempo
edisi
April-Juni
2014,
menggambarkannya melalui ilustrasi berikut:
berikut
ini
peneliti
93
Gambar. 5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemberitaan Jokowi pada Laporan Utama Majalah Tempo edisi April-Juni 2014
Faktor Individual
Faktor Faktor
Faktor Kerutinan
Faktor
Ekstra Media
Organisasi
Ket:
Memengaruhi Tidak Memengaruhi
Ideologi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah meneliti pemberitaan tentang Jokowi pada laporan utama majalah Tempo edisi April-Juni 2014, semua berita itu dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, baik dari internal maupun eksternal media. Faktor yang paling berpengaruh secara signifikan terdapat pada faktor individual, faktor kerutinan media, faktor ekstra dan faktor ideologi media. Faktor organisasi tidak terlalu berpengaruh. Faktor individual direpresentasikan pada reporter yang langsung terjun ke lapangan dalam mencari dan membuat berita. Pengaruh ini berasal dari latar belakang dan nilai-nilai yang dianut oleh reporter. Reporter tersebut mempunyai latar belakang sebagai aktivis pers kampus. Sedangkan pengaruh dari individu reporter ini sendiri lebih tunduk pada profesionalisme pekerja media dalam membuat berita Jokowi sesuai dengan fakta. Faktor kerutinan media adalah faktor yang memengaruhi secara dominan pada pemberitaan tentang Jokowi pada majalah Tempo edisi AprilJuni 2014. Faktor ini direpresentasikan pada rapat-rapat redaksi pengambil keputusan yang terjadi di majalah Tempo. Rapat-rapat tersebut bersifat mengikat untuk menjadi pedoman dan kebijakan bagi para pekerja media dalam menentukan sikap mencari berita tentang Jokowi saat itu. Faktor ektra media level berasal dari luar media. Hal ini direpresentasikan pada pangsa pasar. Majalah Tempo dalam memberitakan
94
95
Jokowi pada laporan utamanya selalu mengaitkannya dengan keinginan publik. Publik menginginkan sosok baru untuk pemimpin Indonesia. Nyatanya, memang benar, ketika itu Jokowi adalah sosok tokoh baru yang tenar di kalangan publik dan pangsa pasar membutuhkan demikian. Faktor ideologi yang digambarkan sebagai faktor kepemilikan media menjadi faktor yang cukup signifikan. Jika ditelisik ke belakang, ideologi Tempo dalam memberitkan Jokowi pada laporan utamanya terlihat jelas, bahwa Tempo mempunyai ideologi yang mendukung demokrasi dan antistatusquo. Jokowi adalah sosok baru yang tidak punya utang di masa lalu. Hal inilah mengapa majalah Tempo menaruh lebih banyak porsi pada pemberitaan Jokowi ketimbang Prabowo.
B. Saran Peneliti menyarankan kepada majalah Tempo agar selalau menjadi media yang independen dan tetap menjadi pencerah bagi pembaca berita. Demokrasi adalah ideologi sekaligus platform berpikir yang selama ini dinilai cocok untuk sebuah negara yang terkandung di dalamnya multikulturalisme (kebhinekaan). Untuk penelitian selanjutnya yang akan meneliti pengaruh internal dan eksternal media dengan hirarki pengaruh, hendaknya lebih mendalami baik teori yang digunakan maupun teknis penelitiannya tersebut, serta lebih beruntung untuk wawancara dengan dewan tertinggi di media yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Septian. Jurnalisme Sastrawati: Atologi Liputan Mendalam dan Memikat. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. 2009. Ali, Lukman. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1994. Birowo, Antonius. Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Gintanyali. 2004. Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo. 2004. Danim, Sudirman. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara. 2000. Denzim. Hanbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009. Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2012 Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset. 1989. Hidayat. Nurul. Metodologi Penelitian Dakwah dengan pendekatan Kualitatif. Jakarta: UIN Jakarta Press. 2006 Iskandar, Maskun. Ensiklopedia Nasional Indonesia. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka. 1990. Kriyantoro, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010. Little, Stephen W dan Foss, Karen A. Theories of Human Communication. Balmont: Thomson Wadsworth. 2005. Reprint, Jakarta: Salemba Humanika. 2009. McQuail, Denis. Teori Komunikasi Massa McQuail. Jakarta: Salemba Humanika, 2011. Mohammad, Goenawan. Seandainya Saya Wartawan Tempo. Jakarta: Institut Tempo. 2007. Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1993 Morissan. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Galia Indonesia. 2010. Reese, Stephen D. Setting the Media’s Agenda: A Power balance perspective. Beverly Hills: Sage. 1991.
Rolnicki, Tom. Pengantar Dasar Jurnalisme. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008. Santoso, Listiyono. Epistemologi kiri. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2010. Shoemaker, Pamela J. and Reese, Stephen D. Mediating The Message: Theories of Influences on Mass Media Content. New York: Longman Publisher. 1996. Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009. Steele, Janet. Wars Within: Pergulatan Tempo. Majalah Berita Sejak Zaman Orde Baru. Jakarta: Dian Rakyat. 2007. Sumadiria, Haris. Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis. Bandung: Simbiosa Rakatama. 2008. Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. Ciputat: Kalam Indonesia. 2005. Ubaidillah, A. Pendidikan Kewarganegaraan (civic education): Demokrasi. HAM & Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press. 2000. Usman, Husaini dan Akbar, Setiady. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2003. Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Indeks. 2005. Wazis, Kun. Media Massa dan Konstruksi Realitas. Malang: Aditya Media Publishing. 2012.
Referensi Pendukung: Company Profile Majalah Tempo http://id.Wikipedia.org/majalahtempo http://korporat.Tempo.co/ http://korporat.Tempo.co/tentang/penghargaan http://korporat.Tempo.co/tentang/sejarah http://nasional.kompas.com/read/2014/06/04/0945271/Data.KPI.Pusat.Tak.Ada.B erita.Negatif. Prabowo-Hatta.di.TV.One
MAJALAH BERITAMINGGUAN
Al.mii RMilil Ua|ilih: Koboyomn CenterBk*A11-A15
TEMPO
Wp. 021 7255624. Far. 021-725 5650 -021-725 5645
PT TEMPO INTI MEDIA Tbk
J1 Knbnywan Bant- MajosH. Jakarta 12240 Alimat Shtulnl: Gadung TEMPRINT Ll4
Jl.PalnwrahBarmHo.8 Jakarta 12210 Tek>. 021-5360408,Fax 021-5349569
E-W:SutiJatlOMmpoceld, hopAxawlampooo
SURAT KETERANGAN No. 055/RED.MBM/SK.-NAS/II/2015
Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahvva :
Nama
:
NURFAJRIA
Nomor Pokok :
1110051100045
Univcrsitas
:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah
Fakultas
:
Komunikasi dan Pcnyiaran Islam/Jurnalistik
Judul Skripsi :
Hirarki Pengaruh Pemberitaan pada Laporan Utama Majalah Tempo edisi April-Juni2014
Yang bersangkutan benar telab mclakukan kcgiatan wawancara di PT Tempo Inti Media Tbk berkaitan dengan skripsi tersebut di atas.
Demikian surat keterangan ini diberikan untuk digunakan sebagaimana mestinya. Jakarta^ Februari 2015
KELOMPOK TEMPO MEDIA TEMPO maja^beri!amlngguan«TBii^enp^a«on • KCfWJTBTOha*n.jmum«TEMro.rosto
Wawancara “Hirarki Pengaruh Pemberitaan Jokowi pada Laporan Utama Majalah Tempo Edisi April – Juni 2014” Nama NIM Narasumber Jabatan Hari/Tanggal Tempat
: Nurfajria : 1110051100045 : Jobpie Sugiharto : Redaktur Desk Nasional : Senin, 23 Februari 2015 : Kantor Redaksi Majalah & Koran Tempo Jln. Kebayoran Baru – Mayestik, Jakarta
1. Apa latar belakang pendidikan anda? Nama saya Jobpie Sugiharto, saya redaktur di kompartemen Nasional Tempo. saya S1 jurusan Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro, Semarang. 2. Bisa dijelaskan bagaimana sejarah dan berkembangnya Tempo bisa berdiri pertama kali pada tahun 1971? Kalau itu nanti kamu minta ke Pusat Data Analisis Tempo (PDAT) saja, atau kamu googling dan bisa dari sumber-sumber buku. Kamu mending memakai sumber resminya nanti kamu kutip disitu. 3. Bagaimana struktur redaksi majalah Tempo? Di Tempo struktur redaksinya dipimpin oleh seorang pemimpin redaksi tentu mereka mengambil keputusan oleh seorang redaktur eksekutif. Redaktur eksekutif lebih menangani masalah-masalah internal. Masalah pemuatan, perencanaan berita, dan sebagainya. Kemudian dibawahnya itu ada para redaktur pelaksana. Redaktur pelaksana ini membawahi kompartemen. Di kompartemen itu ada beberapa redaktur, kemudian dibawahnya ada terus sampai reporter. Kayak di koran, ada redaktur halaman. Kalau di majalah kompartemen. kalau di kompartemen itu misalnya di kompartemen nasional itu terdiri dari politik dan hokum. Politik disitu ada redaktur utama, ada staff redaksi, ada reporter.
4. Bagaimana kebijakan redaksi majalah Tempo secara umum? Sebagai kebijakan tentu di Tempo mempunyai beberapa acuan layak Tempo. nanti kamu bisa minta juga ke PDAT. Tentu sebagai media Tempo mempunyai idealisme. Tempo ingin mewujudkan Indonesia yang demokratis, anti korupsi, berpihak kepada masyarakat, 5. Apa visi misi majalah Tempo? Visi misi Tempo ada juga kamu cari disitu. Kalau ingin begitu-begitu nanti kamu melihat catatan resmi aja gitu nanti biar gak salah. 6. Apakah visi dan misi tersebut memengaruhi pada pemberitaan di majalah Tempo? Tentu memengaruhi dong, itukan diturunkan dalam pemberitaan gitu. Ya bagaimana kita melihat suatu permasalahan kan tentu harus di analisa berdasarkan pisau. Pisaunya itu adalah dari acuan-acuan pemikiran Tempo dan berita yang layak untuk diterbitkan oleh Tempo. itu melihat bagaimana kepentingan publiknya, besar atau enggak. Makanya kan di dalam jurnalistik di media ada pemikiran antara menarik dan penting dan ada lagi yang dua-duanya. Penting itu artinya memengaruhi ya sedikiti-sedikit lebihnya begitu, termasuk pemilihan Presiden, pemilu. Menarik itu perhatian masyarakat, mungkin masalah skandal. 7. Bagaimana alur dan pembuatan berita yang ada di Tempo? (Mulai dari pencarian berita, pemilihan berita, dan pembuatan berita)? Alur pemberitaan di Tempo itu kan jadi semua dimulai dari perencanaan, kaya orang bikin skripsi, ada bab I nya. Setelah itu diuji melaui rapat. Kamu mau nulis apa, nanti kamu diskusikan didalam situ. Anglenya apa, pokoknya apa, tentu jangkauannya. Kamu kan tidak bisa ujug-ujug menulis berita. Kaya misalnya ada cantolan apa gitu, sehingga tidak mengawang-ngawang ada kaitannya ke publik cepat memahaminya. Nanti di dalam rapat ada orang menggugat, orang member masukan, ada yang member bahan baru, jadi gitu. Nah nanti disitu kita rumuskan apa yang akan kita tulis. Setelah itu yasudah jalan saja dengan reportase, wawancara dan riset. Tiga hal itu, itu standar. Setelah itu nanti kan akan ditulis oleh reporter ataupun siapapun yang meliput, karena bukan hanya reporter saja yang meliput. Orang kaya saya pun kalau liputan saya juga nulis gitu. Nah setelah nulis nanti kan ada editing. Di semua level di Tempo itu tidak ada tulisan yang lolos tanpa editing, siapapun penulisnya. Bahkan redpel pun teah menulis, atau mengedit ataupun
editornya. Selain ada juga editor bahasa, yang di Tempo itu mengurusi masalah grafikal ya, bukan subtansi tapi gramatikal. Tapi bisa juga substanti dalam arti kesesuaian bahasa, ketidakjelasan tulisn didalamnya, ada disitu. Jadi di Tempo yang penting adalah tidak ada jurnalis di Tempo yang tulisannya tidak diedit. Pasti diedit siapapun itu. Bukan bahkan begitu, dalam kolom misal kita minta Rektor UIN menulis, sehebat apapun dia tetap harus ada editor di Tempo. Karena bagaimanapun yang akan tanggungjawab adalah Tempo. kalau isinya gak jelas, jelek gitu kan nanti orang melihat bahwa Tempo gak jelas nih, orang suruh nulis. Apa bener nih pak Rektor nih pak Rektor jelek amat tulisannya, tapi kenapa dilolosin oleh Tempo, kan itu yang jadi persoalan. Jadi gitu, kan istilah editing banyak, bukan hanya tulisan, bisa juga soal kuantitas. Kamu harus menulis slotnya satu halaman, kamu menulis banyak banget kan harus dipotong, harus disesuaikan. Kalau di majalah tidak bisa seperti straight news kan. Kalau straight news piramida terbalik kan, potong dari bawah. Kalau kepanjangan potong merem dari bawah, itu standarnya. Nulis straight news kan begitu. Kalau piramida terbalik potong bawahnya, karena semakin kebawah semakin tidak penting. Nah kalau di majalah itu strukturnya peluru gitu, gede kecil, gede lagi kecil lagi. Kamu juga harus membaca buku “andai saya wartawan Tempo”, ada bukunya kok. Nanti kamu baca, kamu bisa mengetahui bagaimana orangorang Tempo menulis berita. Jadi mengisahkan pemuatan proses berita di Tempo. Kalau proses pembuatan itu kan seperti orang memasak, misalnya kamu mrencanakan mau masak apa, sayur asem. Saya mau masak sayur asem ya, okeh. Tapi sayur asem macemmacem lho, ada yang polos, ada yang ada dagingnya, ada lagi yang bumbunya diuleg, ada yang bumbunya diiris. Yang diuleg itu pasti keruh, karena diuleg. Yang diiris pasti enggak, bening. Jadi gini lho kita sepakati, kita mau nulis apa, oh kita mau bikin sayur asem yang pake daging dengan bumbu diuleg. Kan itu, disepakati, okeh. Nah dari situ kan orang tau masaknya membutuhkan kacang panjang, ada ini ada itu macem-macem. Dicarilah itu sama reporter, dicarilah itu sama orang belanja untuk mencari. Setelah itu sebelum ditulis, checking dulu, kamu dapet gak setelah sehari dua hari?. Dapet tidak bahan-bahan sayur asem seperti yang kita rencanakan kemarin. Dapet, buka dong, buka. Ini kacang panjangnya, ini anunya dan lainnya. Kok dikit kacang panjangnya?. Nah kita kan mau masak untuk orang lima, misalnya gitu. Dagingnya kok kamu ngambil yang berlemak? Padahal kita kan harus memberikan hidangan yang sehat buat orang makan. Tempo memberikan hidangan yang sehat. Dan satu lagi, pasar kita itu bukan orang susah, pasarnya Tempo bukan orang susah, jadi jangan kamu kasih daging yang berlemak. Warung kita ini yag makan itu menengah keatas, jadi mereka peduli dengan kesehatan.
Jadi kamu harus memberikan daging yang bagus. Mereka mau beli kok, tenang aja. Okeh. Terus bagaimana kamu mendapatkan daging itu? Nyolong, apa beli. Jadi itu yang dibahas di Tempo. Bukan bagus atau enggak, tapi prosesnya bener atau enggak. Setelah okeh ya dimasak. Setelah dimasak ada yang ngetas, ada yang nyicipin, ada yang kurang garem dikit. Atau ini gak jadi nih kalau begitu. Jadi sayur asem tapi tidak seperti yang kita rencanakan. Dibahas lagi tuh, jadi kita bikin gak sayur asemnya, karena ini melenceng dari kesepakatan dan perencanaan kemarin kita bikin. Oh yudah deh karena pertimbangan ini itu-ini itu orang lagi butuh banget nih lagi nyari. Okeh kita adakan saja sayur asem dengan kondisi seadanya. Seadanya tuh bukan gak enak, tetep enak. Menurut orang lain gak enak, cuma ini gak sesuai dengan perencanaan kita. Atau lebih ekstrim lagi, gak jadi deh gak butuh-butuh amat. Lalu daripada tanggung-tanggung, oh dapet tapi dagingnya sedikit. Bau daging doang tuh, ntar orang makan berebutan daging tuh. Yudah deh kita tunda aja. Besok bisa tidak, besok? 8. Siapa yang paling berpengaruh dalam proses pembuatan berita di Tempo? apa jabatannya? Oh lain dong, gini-gini. Kamu mengacaukan itu. Tidak berpengaruh itu dalam rapat perencanaan. Kan setelah rapat perencanaan baru ditarik. Kamu sebagai pemred bisa ditolak dalam usulanmu, begitu. Tapi kalau diterima ya kamu bikin beritanya. Beritamu nanti diedit meskipun kamu pemred. Baik subtansi maupun kebahasaan, gitu. Jangan kamu pikir bahwa gini lho memang agak sulit karena logikanya berbeda. Ini bukan logika struktural di Tempo ini. Bahwa dia sebagai penanggungjawab ikut menghela rapat, iya. Tetapi dia tidak memonopoli harus begini harus begitu, tidak juga. Nah kalo kamu di kampus ikut pers kampus, barangkali bisa lebih mudah membayangkan. Bagaimana egaliternya pers kampus. Disini bukan sekolah negeri juga semuanya harus ngikutin, enggak begitu. Kita ada pembahasan disitu, ada perdebatan disitu. Kalaupun pemred itu punya tanggungjawab itu iya. Bahwa dia punya otoritas, iya. Namun kemudian tidak terserah kamu deh, saya ngikutin aja pak. Lo nyuruh gue nulis apa ya gue tulis, enggak juga begitu. Gitu lho.
9. Apakah wartawan ikut memengaruhi dalam proses pembuatan berita? Memengaruhi ya pasti, karena mereka diskusi. Kan orang usul diskusi. Kamu mau nulis tentang apa? Korupsi di UIN? Apa korupsinya? Seberapa besar ia memengaruhi
kehidupan di UIN? Apa efeknya buat mahasiswa, apakah efek lainnya. Bagaimana kasusnya, bisa ditangani polisi, kejaksaan, atau KPK. Siapa tersangkanya. Ya kamu memengaruhi karena kamu ikut diskusi disitu. Kan kita semua ada di lingkungan Tempo, pasti memengaruhi toh. Ada reporter yang tidak memengaruhi, berate tidak ada gunanya. Ngapain di Tempo kalau tidak memengaruhi. Nah di Tempo kan kita diskusi. Di Tempo tidak orang yang kemudian yang panggkatnya tinggi selalu bener. Itulah rapat gitu. Itulah yang membedakan Tempo dengan media lain. Makanya kalau kita ngomong dengan media lain seringnya gak paham. Dikira ngarang Tempo. karena sedikit memang media yang melakukan itu. Di Tempo itu tidak yang reporter selalu salah dan redaktur selalu benar dalam usulan-usulan, enggak juga. 10. Apakah kualitas perolehan bahan (narasumber) ikut memengaruhi pemuatan pemberitaan di Tempo? Ya iya seperti yang saya jelaskan tadi. Kalau jadinya bukan sayur asem gimana dong. Atau sayur asem yang tidak sesuai dengan kesepakatan. Kan bisa dimuat dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang lagi butuh berita itu. Kita harusnya gridnya 10 tapi yang kita dapet cuma tujuh. Kita muat gak? Kita lihat kepentingannya, bahannya baginibagini cukuplah, meskipun tidak sesuai, okeh kita muat. Kalau ternyata orang mau menunggui seminggu, atau sehari dua hari, nanti kita lengkapi, bisa juga begitu. Jadi soal bahan, bukan narasumber memengaruhi, berbeda pertanyaannya. Oh mengapa 11. Bagaimana Rutinitas media yang terjadi di Tempo setiap harinya (misal: editing, rapat redaksi, dan deadline)? Oh ya selalu begitu, makanya setiap senin rapat, ini lagi rapat ini. Ini rapat senin ini untuk senen biasanya kan rapat majalah ya, namun kan disitu di cek juga. Tempo.co mau nulis apa nih, isu apa hari ini. Orang Tempo mau main apa untuk pertunjukan besok. Nah di koran Tempo sudah rapat sendiri. Nanti sore menentukan headline apa gitu. Kalau deadline majalah kan macem-macem, ada file awal, file tengah, file akhir. Kalau nasional, ekonomi file akhir. File akhir itu deadlinenya jumat malam. Nah kalau file awal itu selasa rabu gitu. Nah itu berkaitan memang dengan kompartemennya, materinya. Misalnya dia kesehatan, gaya hidup, biasanya ke awal atau tengah itu. Jadi gak semua numpuk pada hari jumat, enggak itu. Kalau kamu misalnya di kompartemen seni, kamu hari rabu, gitu. Kerjamu rabu ketemu rabu lagi. Kalau misal nasional, deadline itu terakhir ya, bisa saja deadlinenya kamu rabu nulisnya selasa kan juga boleh, asal jangan kamis.
12. Apa yang menjadi indikator sebuah pemberitaan bisa naik untuk dijadikan sebagai laporan utama? Ya tentu rapat mengacu pada apa yang terjadi diluar. Karena pers kan tidak bisa hidup di ruang hampa, menulis sendiri terserah kamu, kan gak bisa. Kita kan mendengar dari masyarakat. Pers adalah menerjemahkan dari telinga publik. Sehingga kita harus menangkap apa sih yang diresahkan publik atau disisi lain mungkin belum resah tapi kita tahu sesuatu lain yang mestinya mereka tahu, untuk eee mereka mengantisipasi sesuatu. Dan untuk itulah publik harus tahu. Ya seperti korupsi, publik tidak tahu tapi Tempo sudah tahu, oh ada ini ada itu. Nah kan penentuan itu kan kita melihat eee apakah pemasalahan sedang booming bukan hanya menarik tapi masalah ini masalah penting buat masyarakat pada pecan itu. Nah itu yang akan kita tampilkan dan itulah yang akan menjadi laput. Apa misalnya, ya kita putuskan, diadu. Setiap kompartemen kan mengajukan laput, kamu nasional, kamu ekonomi mengajukan. Kan semua kompartemen punya hak mengajukan laput. Jangan dipikir cuma nasional saja, ya enggak gitu. Hukum boleh, seni boleh. Kan beberapa minggu lalu kita pernah pelaputkan kabar misalnya mengenai seni Adem yang menuliskan buku tentang Soekarno. Itu bukan dari nasional, itu dari temen-temen emmm seni. 13. Apa yang dimaksud dengan Laporan Utama dalam Majalah Tempo? Laporan utama itu biasanya tercermin dari cover, gambar depan itu apa. Nah itu laporan utama adalah suatu laporan khusus, laporan eee yang Tempo menganggap itu mendapat porsi yang besar. Kalau koran itu headline gitu lah. Misalnya kita mau nulis cover mengenai kriminalisasi KPK, ah sory yang paling gampang soal Badrodin Haiti yang hari ini muncul, yasudah. Dan kemudian porsinya lebih banyak halamannya aah begitu. Ketimbang laporan panjang, itu mendapat porsi yang besar.
14. Apa yang menjadi pembeda antara laporan utama dengan rubrik yang lain? Laput itu bukan dari banyaknya berita yang muncul, kita sepakati laporan utama kita apa. Kan tadi ada rapat perencanaan. Kan rapat perencanaan itu ada perencanaan, misalnya gini, nasional mau nulis apa, seni apa. Semua kompartemen ditanyain tuh rapat itu sekarang. Nah setelah itu kira-kira ngobrol lagi menariknya. Calon, namanya baru calon. Ooh soal ini soal umr okeh. Nanti hari rabu kita rapat packing. Yang kamu kemaren
omongin itu tuh ada gak bahannya. Packing itu kan menentukan, oh mana saja yang akan dimuat. Mana yang menjadi laput, laporan utama gitu kan. Berapa halaman totally nya. Judulnya akan seperti apa, itu hari rabu. Kamu pernah jadi wartawan kampus gak? Makanya saya dulu gak pernah pengen jadi wartawan. Makanya saya tidak mengambil skripsi tentang jurnalistik. 15. Kenapa waktu itu majalah Tempo laporan utamanya adalah Jokowi? Oh gini ceritanya, kan kita tahu bahwa 2014 itu tahunnya politik, tahunnya pemilu. Disitu ada dua pemilu. Pemilu itu sangat penting karena berita nasional. Itu menentukan siapa wakil kita lima tahun kedepan. Siapa presiden kita yang dipilih secara langsung. ya itu penting buat masyarakat, dan oenting juga Tempo untuk menulisa itu. Sehingga menunjukkan kepada masyarakat, ini loh yang terjadi seperti ini, ini loh calon kita. Bagaimana proses orang itu, siapa sih orang itu, track record orang itu, yang dukung siapa saja. Apakah yang mendukung baik-baik apakah tidak. April misalnya, April itu Jokowi baru ditunjuk oleh PDIP itu Maret. Ya kan? Kayanya mulai Maret deh, atau bulan sebelum-sebelumnya sudah mulai tuh. Lalu siapa sih calon yang akan berlaga dalam pilpres tuh siapa. Kan gitu. Eemm kalau pileg sih kita menulis tentang persiapan KPU, bagaimana partai-partai politik menyiapkan calegnya. Adakah penggunaan uang negara, bagaimana penentuan caleg. Bukan waktunya Jokowi, itu ketika pemilu, sehingga pemilu itu ada beberapa orang calon, kita gak harus Jokowi, ada Prabowo. Macem-macem banyak orang kayanya ada kandidat yang mau maju nih. Bagaimana, UUD kita mengatakan bahwa calon presiden dipilih oleh partai, apa gabungan partai? Iya kan, gitu siapa nih. Memang waktu itu sudah terlihat bahwa Jokowi lebih komcer ketimbang tokoh lain gitu. Tentu sehingga banyak orang mengkritisi, siapa sih dia, apakah kinerjanya bagus. Apakah track record yang baru sebentar itu bagus, siapa sih orang-orang disekitarnya, bagaimana pembahasan di PDI apakah ada penolakan, siapa yang menolak siapa yang enggak, alasannya apa, dia dengan tim siapa, gitu loh untuk mengetahui dia. Prabowo juga seperti itu. Prabowo gimana sih, timnya kaya apa, terus udah ngapain aja, bergeraknya ngapain, gitu itu yang terjadi sehingga kita menulis itu bukan soal Jokowi, penulis menulis mengenai siapa sih calon yang akan naik? Nah kemudian Jokowi memang menjadi figur yang eee paling terkenal waktu itu. Memang kemudian masyarakat kan menghendaki orang yang mau bekerja. Orang yang tidak kena kasus dimasa lalu, tidak punya hutang dimasa lalu, orang yang mau bekerja, muda, itu semua yang orang liat. Kemudian tidak punya hutang partai, kemudian partai yang selama ini
kita ketahui sebagai tempat orang berlindung orang melakukan kejahatan, dan standar orang melakukan kejahatan, bukan partainya jelek, tapi katanya orang-orang sebagian begitu. Nah ini gimana, dicalonkan tidak Megawati, siapa yang menginginkan Megawati menjadi capres, kenapa bukan Megawati, kenapa harus Megawati, kenapa harus Jokowi, kenapa bukan Jokowi, Prabowo juga begitu dan tokoh lain begitu. Jadi kita merekam persoalan pada waktu itu. 16. Apakah owner memengaruhi kebijakan redaksi? Tidak, karena ownernya Tempo itu banyak karena Tbk. Tidak memengaruhi, biasa saja. 17. Seberapa besar pengaruh pengaruh/tekanan dari pihak luar dalam setiap penulisan dan penentuan berita? (misalnya dari pemerintah, partai politik, pemasang iklan, pembaca, teknologi, kondisi ekonomi, dan sebagainya)? Enggak, gak ada. Tidak memengaruhi atau apa. Tempo hanya tunduk kepada fakta. Apakah fakta yang kita peroleh benar atau tidak. Dan kamu juga harus tahu bahwa jurnalistik itu fakta jurnalistik, bukan fakta hukum. Gitu loh. Tahu gak apa bedanya? Gak tau? Fakta jurnalistik itu adalah hal-hal yang terbukti secara jurnalistik. Jadi kamu jangan pernah baca berita itu dengan frame hukum. Kok Tempo mengatakan ini, kan belum terbukti, ya memang. Tapi kan kaidahnya kaidah jurnalistik, karena kita adalah media. misalnya kaidah jurnalistik, saya dating ke rumahmu, gak ada. Saya tulis, aku ke rumahmu, gak ngomong apa-apa, gak komen, saya tulis memang begitu. Saya tidak akan menulis kamu ngapain-ngapain kan enggak, memang faktanya begitu. Misal korupsi, ya kita tulis saja. Ini temannya ini, ini temannya ini, apa terbukti secara hukum? Kan tidak. Gitu looh. Dan itu antara kewenangan lembaga hukum. Misal dia melihat Tempo untuk acuan gitu. Ini kadang masyarakat gak paham juga , bahwa fakta di media itu fakta jurnalistik. Kebenarannya pun kebenaran jurnalistik, bukan kebenaran hukum, bukan kebenaran kitab suci, gak ada, jurnalistik saja yang bisa berubah besoknya. Kalau kamu sekarang saya wawancarain ngomongnya ke kiri ya tulis miring ke kiri. Kalau besok kamu ngomongnya ke kanan ya saya tulis kamu miring ke kanan. Tapi nanti saya tanyai kenapa kamu kemarin ngomongnya ke kiri kok sekarang ke kanan. Gitu looh. Jangan dilihat media itu haah media gak bagus. Dia gak nanya sama narasumbernya, dia ngomong apa sih. Apakah kamu ngomong temannya akan ditulis? Kan sering kamu berpikir, aku nganggep si A itu orang baik, tapi kok di media kok seolah jelek. Kamu harus bertanya, bagaimana proses dia mencari beritanya, bagaimana orang itu
diwawancarainnya. Jangan-jangan dia malas-malasan, dan sebagainya, jawabannya hanya iya iyaa begitu, komen udah udah apalagi terus?. Lalu besokannya karena tulisannya agak jelek, makanya dia perbaiki. Kan bisa saja berubah, tapi kamu harus tanya kenapa berubah. Jadi itu yang harus dipahamin.
18. Ada tidak keberpihakan Tempo terhadap pemberitaan Jokowi saat itu? Ya ada, semua media itu berpihak. Keliru kalau orang ngomongnya tidak berpihak. Kamu pernah baca berita tentang pembunuhan? Ya kamu berpihak gak? Berpihak dong, kepada siapa? Ya korban dong. Misal mahasiswi namanya ini ditemukan mati, sudah tiga hari dengan pakaian ini, kerudung ini, dengan pakaian yang tidak lengkap. Ternyata namanya mawar, umurnya sekian, dia asalnya dari sini sini. Loh berpihak kan? Untuk mengidentifikasi korban. Kasian loh korban, itu orang tuanya, itu satu. Dan identifikasi korban penting buat penyidik juga buat mencari siapa pelakunya. Kamu belum pernah masuk penjara kan? Jadi kamu gak punya catatan kriminal. Kalau ada sidik jari kamu di tubuh dia, dan tidak diketahui kalu itu dia, kan tidak diketahui kalau itu kamu. Kalau itu diketahui si mawar, ini sidik jari siapa? Coba kita kumpulin orang-orang sekitar mawar, mulai dari yang terdekat keluarga sampai yang terjauh, panggil semuanya. Laah ketahuan kamu pelakunya. Kalau kamu di berita kriminal, ada pembunuhan, yang paling penting itu tahu siapa orang itu, gitu loh. Saya pernah menulis tentang orang dimutilasi, yang penting itu adalah kenapa polisi atau petugas kesehatan itu selalu kalau ada mutilasi itu ingin ngumpulin itu, kan untuk mengetahui siapa sih korban. Makanya disitu ada deadman talking gitu. “Jenazah yang berbicara” dia yang mengungkap segalanya. Kemudian besoknya setelah diketahui namanya si mawar, tanya polisi, pak ini mahasiswi baik-baik, ini sudah dua minggu kamu gak bisa nangkep. Kemarin minta tambahan duit, untuk sekolah untuk ini, kasian tuh dia anak tunggal. Gimana rasanya tuh kalau anaknya bapak tuh. Polisis lelet. Besok lagi ooh sudah ditemukan, kita bedah siapa orang itu. Setelah itu kita tahu dia aktivis, kemudian kita tulis lagi. Dan kemudia kita mengamati, sidang pembunuhan mawar dimulai, persidangan umum. Wow pengacaranya trnyata pengacara hitam yang dulu sering ini ini, pengacara terdakwah itu ternyata pengacara hitam yang pernah disogok dan segala macem. Itu kan bentuk pengawasan masyarakat yang dilakukan oleh pers. Keberpihakan supaya mendapat keadilan si korban ini, dan keluarganya. Yang terpenting juga supaya tidak terjadi lagi kelak dikemudian hari. Jadi
tidak ada pers yang tidak berpihak. Jadi ini perdebatan masalah pemilu. Ya mahasiswa seperti kalian harus paham bedanya berpihak dan independen. Apa bedanya? Kalau independen itu adalah merdeka. Jadi orang menentukan pilihan itu tanpa dipengaruhi oleh pihak lain. Tidak ada sogokan, tidak ada apa-apa. Itu independen. Media itu independen seharusnya, soal keberpihakan itu adalah dia akan berada diposisi mana dalam memandang sesuatu. Bisa saja, independen berpihak, independen tidak perpihak. Bisa saja berpihak tidak independen, berpihak independen. Atau tidak berpihak tidak independen, tidak independen tidak berpihak, macem-macem. Jadi kita itu ternyata belum bisa memisahkan antara indpenden dan berpihak. Misalnya, dalam kasus pemilu, media yang indpenden mempunyai acuan sendiri untuk melihat mana calon yang bakal menang dan yang layak didukung oleh masyarakat luas. Tetapi dia independen menentukannya, bukan disogok oleh Jokowi atau disogok oleh Prabowo atau bukan karena diancam. Dia independen dengan pemikirannya sendiri. Prabowo paling okeh, dia punya dasar. Kamu tidak setuju gak apa-apa, tapi dia independen, dia berpihak. Gito loh. Itu loh beberapa yang dilakukan oleh media. ada Tempo, ada Jakarta Post, dan maem-macem. Ya Tempo berpihak, karena Tempo tidak hidup di ruang hampa. Kan Tempo itu orang Indonesia, dan saat itu adalah pemilihan Presiden Indonesia. Artinya Tempo sebagai ketua lembaga pers, juga berkepentingan, kalau Indonesia ini dipimpin oleh orang yang baik. Tidak setuju tidak apa-apa. Waktu itu kan kita melihat dari track record keduanya, gitu. Tempo melihat bahwa eee Jokowi ini lebih bersih ketimbang Prabowo. Dan faktanya masyarakat memilih dia. Tapi jangan dibalik loh, Tempo menulis Jokowi kemudian masyarakat mendukung dia, enggak kan. Pertanyaannya, kalau Tempo enggak menulis, apakah Jokowi tidak terkenal? Apakah Tempo kalau tidak di Indonesia ini, Jokowi tidak terkenal? Kan gak juga gitu loh. Bahwa Tempo melihat, Tempo ini melihat di masyarakat, kok begitu banyak orang yang ke dia. Kita teliti dia itu siapa sih, gitu loh. Dia itu siapa?. Ketemu dengan dia ngobrol-ngobrol. Memang kemudian di di eee ee masyarakat, wah Tempo berpihak kepada Jokowi. Tempo melihat bahwa, Tempo itu melihat ke publik. Bukan soal berpihak atau tidak berpihak. Tapi Tempo melihat publik, bahwa publik memang sedang butuh tokoh yang baru. Karena musuhnya kan Prabowo, gitu. Jadi kita harus melihat bahwa dasarnya itu. Masyarakat kan dihadapkan dengan dua pilihan. Dan dalam penulisan berita Tempo sangat berimbang anatara keduanya. Tapi kan kamu gak pernah nanya, apakah Prabowo itu open seopen Jokowi? Itu yang tidak pernah ditanyakan orang, termasuk kamu. Kamu kan juga lihat di media lainnya. Kalau media-media yang menurut Prabowo memihak ke Jokowi, gak ikut Prabowonya karena tidak diajak. Kamu
harus lihat itu, gitu loh. Kamu juga harus adil dalam melihat persoalan ini. Seperti yang saya bilang tadi, apakah kita mudah menemui sumber ini, apakah kita mudah menemukan sumber itu. Kita butuh banyak informasi, gitu loh. Jadi gitu, sehingga inilah yang terjadi. Jadi Tempo sebetulnya melhat kepada masyarakat bagaimana sih masyarakat. Kan ada polling, macem-macem kan, ada polling, ada survey dan macem-macem semua kan tahu. Kok orang menuju kesana, lalu didalamnya ada Tempo. kemudia kta menulis, fakta kan. Fakta kan kalau Jokowi itu memang dicalonkan di PDIP. Memang ada perdebatan, apakah Jokowi apakah Megawati. Apakah kalau Tempo menulis tidak ada perdebatan itu, begitu. Ya memang waktu itu PDI partai pemenang, jadi publik pun harus paham gitu. Kenapa kalau apa-apa UI ditulis? Kenapa UIN enggak? Kan begitu ka nada cemburucemburunya kan. Ya kan? Ya tapi kemudian kita harus sadar bahwa UIN tidak meluas, misalnya begitu. Kenapa PDIP menjadi penting? Nah sorotan publik memang ke PDIP karena dia partai pemenang. Setelah 10 tahun oposisi atau tidak menang. Dia akan punya banyak anggota DPR, siapa saja mereka, kita juga harus tahu. Dan dia memilih siapa calonnya, karena kemungkinan orang yang menjadi calonnya PDIP akan jadi presiden. Gitu loh. Jadi maksud saya, penelitian ini harus melihat konteks sosial dan politik waktu itu gitu loh, gak ujug-ujug. Gak kaya orang yang baru lahir langsung nanya mengenai sesuatu, gitu. Kan ada peristiwa terdahulu, kenapa media lain itu banyak mengambil Jokowi, termasuk Tempo. pertanyaan saya adalah ada gak media di tahun 2014 yang sedikit memberitakan Jokowi? Coba kamu survey. Soal Jokowi aja nih, ada gak yang sedikit. Saya sudah jawab. Tapi menurut pandangan saya, semua media tuh menulis dia. Dia menjadi media darling. Terus kenapa, orang pengen tahu siapa sih dia itu. Jadi kaya ada kembang kampus, kamu kan jga pernah lihat cowo ganteng di kampus. Kan kahirnya kamu nyari tahu kan, yang berpura-pura terbuka dan tertutup siapa sih cowo itu. Sama, sama saja masyarakat juga seperti itu. Jadi memang waktu itu Indonesia ada problem, ada sebuah kebutuhan, ada mensupply. Ada kemudia menkrucut jadi dua orang saja, Prabowo dan Jokowi. Media Jakarta post kan yang tajuknya menulis kami memang berpihak pada Jokowi. Waktu itu Tempo ditudh berpihak sampai sekarang, saya gak tahu itu siapa yang ngomong. Tertudu Tempo, wah Tempo terlalu Jokowi, jawaban saya ya kaya tadi itu. Memang fakta waktu itu Jokowi menjadi tokoh baru yang muncul. Kemudia ada kebutuhan msyarakat mencari presiden yang baru 2014. Kemudia dia muncul. Di PDIP ada perdebatan antara dia atau Megawati, akhirnya Maret 2014 diputuskan dia. Dan kemudian dari pihak lain banyak, ada siapa ada siapa, ada ini, ada itu macem-macem, akhirnya at the end Prabowo. Kan gitu, yak an. Tentu orang akan membicarakan siapa ini
siapa itu. Prabowo masalalunya gimana, Jokowi masalalunya apasih kok dia pedagang meubel, macem-macel bisa menjadi calon. Naah gimana sih dia setelah dua periode menjabat ebagai walikota Solo ka nada disitu. Nah kan orang mulai mulai mulai melihat dua orang calon itu kan. Kan fungsi media secara umum begitu. Bahwa kemudia Tempo mengatakan telah berpihak pada Jokowi, kan gak begitu. Yaa kemudian publik mempersepsikan begitu. Yaa kalau mau baca Jokowi baca Tempo saja, ya tapi Tempo melhat bahwa ini figur yang baru, begitu. Menurut berita kan tidak ada keseimbangan. Sini sekilo, situ sekilo, gak gitu kan. Kalau soal Prabowo kan Tempo harus mencari apa yang baru dari Prabowo. Semua orang sudah tahu, daripada baca Tempo mendingan googling gitu kan. Prabowo kamu tahu kan anaknya siapa, sekolah dimana, dan kemudia kawin dengan anaknya Soeharto, dia ngapain saja pada 98, kan sudah ada semua. Apakah Tempo harus menulis lagi, sesuatu orang yang sudah tahu. Gitu looh, kemudian Tempo sibuk mencari apa yang baru. Ya kan misalnya timnya siapa, siapa yang mendukung pendanaannya. Nah sementara Jokowi itu orang baru, sehingga semua media itu ingin mencari tentang dia sebanyak-banyaknya. Maksud saya ini dua tokoh startnya beda gitu loh. Sehingga tidak bisa dipandang aman-aman, tidak bisa dipandang begitu gitu loh. Keberimbangan berita di per situ berimbang juga, bukan hanya 55;56, bukan begitu. Apakah kita harus paksakan menulis dalam 10 halaman mengenai seseorang ini yang sebenarnya bisa saja ditulis dua halaman. Coba kamu riset ke media-media lain. Ada gak media lain yang sedikit nulis soal Jokowi. Kalau menurut saya, kenapa? Ya karena dia orang baru. Jagad politik kita itu baru. Jokowi itu orang baru di politik kita. Nasional loh, lokal juga cuma Solo. Jadi maksud saya kamu harus menambahkan mengenai sosok Jokowi sebagai tokoh Nasional yang baru. Itu harus ada gitu, supaya orang tuh paham gitu. Kalau enggak, kan banyak artis yang dipelintir kan gitu, karena gak tahu kontek. Kenapa terjadi seperti itu pada Jokowi, kamu harus menjelaskan itu. Jelaskan itu, di dalam paparanmu di kamu dalam pengantar atau dimana kamu harus bisa menjelaskan bahwa Jokowi. Nasional tahu Jokowi tuh dari apa, esemka misalnya, nah dari situ tuh orang tahu dia pernah meraih walikota terbaik, bla blaa sebelumnya tapi kan pada gak tahu. Bahwa gini gini, nah kemudian gini dia main di Nasional, main di Jakarta. Jakarta itu kan Indonesia, kalau kamu jadi gubernur Jakarta udah mirip-mirip presiden itu. Lain sama gubernur Riau, gubernur Jawa Tengah, lain itu. Jadi kamu harus menulis itu bagaimana munculnya Jokowi ini dari awal. Supaya kamu tidak terjebak kepada hal-hal yang apa namanya eee tidak terjangkau. Kalau kamu bisa menggambarkan, ooh begini
loh, oh waktu itu konteksnya kaya begini nih. Nah kemudian kamu baru bisa menceritakan media.
19. Bagaimana pandangan anda sendiri terhadap fenomena Jokowi saat itu? Saya melihat Jokowi sebagai orang yang tentu punya kelemahan karena dia orang baru di bidang politik. Orang baru di bidang politik itu belum banyak temen, kan gitu. Belum paham betul dpd politik. Dia mungkin sudah di Solo dan Jakarta. saya melihat dia orang yang mau belajar disamping kelemahannya, tapi secara politik dia adalah orang yang kalau kamu bertemu dia gak akan takut, gak akan menganggap dia orang yang apa eee tokoh. Kita itu kan eee secara politik dan sosial kan begitu, pilihan orang kan gitu milih orang yang sama kaya dia. Disitu makanya kan kalau kamu buka survey-survey siapa profil pemilih Jokowi, itu orang-orag menengah kebawah. Siapa pemilihnya prabowo, naah bagitu. Jadi Jokowi itu orang yang mau bekerja, sederhana. Sederhana itu artinya tidak pakai jam, gak kerren gitu nyantai, basa aja gitu. Orang yang mau bekerja, orang yang mau mendengarkan. Orang suka sama dia, karena dia berbeda dengan para politikus-politikus kebanyakan.
20. Ideologi apa yang dianut oleh Tempo? Ideologi Tempo seperti yang saya jelasin tadi. Tempo ingin mewujudkan Indonesia yang beradab, yang maju, anti korupsi, berjiwa demokrasi. Itu loh sebenarnya yang diidamkan oleh Tempo. itu loh makanya Tempo memberitakan anti korupsi, jiwa demokrasi, dalam arti kita ingin menyelesaikan persoalan misalnya kita menulis soal Jokowi, kita berusaha mengkritik partai tapi kita juga harus mengikuti kehendak masyarakat dong. Oh masyarakat pengennya Jokowi bukan Mega, ya kamu harus terima. Ya tapi terserah kamu sebagai pemilik partai pengusung presiden. Gitu-gituu. Jadi Tempo lebih menyorot ke soal-soal itu, Tempo juga pernah menulis eee mengenai tajuk itu dulu mengenai pancasila. Jadi Tempo eee sepakat dengan pancasila. Tidak ingin membuat sejarah lain kecuali pancasila. Jadi dengan dasar itulah ya Tempo sepakat dengan kesetaraan-kesetaraan, demokrasi, anti korupsi dan sebagainya.
21. Apakah ideologi yang dianut Tempo memengaruhi kebijakan redaksi? Tentu dong, pasti memengaruhi. Semua gitu, semua lembaga pasti begitu. Ideologi dalam arti apa sih idealita nya masyarakat Indonesia itu seperti apa.
Narasumber,
Jobpie Sugiharto Redaktur TEMPO
Wawancara “Hirarki Pengaruh Pemberitaan Jokowi pada Laporan Utama Majalah Tempo Edisi April – Juni 2014” Nama NIM Narasumber Jabatan Hari/Tanggal Tempat
: Nurfajria : 1110051100045 : Anton Septian : Wartawan : Kamis, 5 Maret 2015 : Kantor Redaksi Majalah & Koran Tempo Jln. Kebayoran Baru – Mayestik, Jakarta
1. Apa latar belakang pendidikan anda? Saya di Tempo eee berapa tahun ya, delapan tahun. Dulu kuliah di Universitas Gajah Mada, S1 jurusan menejemen ekonomi. Ikut pers mahasiswa kemudian eee apa namanya diluar itu juga saya bikin newsletter dulu zamannya kuliah. Saya juga suka nulis dan sebagainya deh. Ketertarikan di dunia jurnalistik itu memang sejak awal, kalau saya ya bukan dari sudah masuk Tempo baru tertarik. Karena banyak temen-temen saya tuh yang baru belajar nulis atau belajar jurnalistik setelah sudah di Tempo. Karena setiap orang kan harus menjadi wartawan politik bukan wartawan ekonomi. Ada juga intinya tuh yang jadi wartawan gaya hidup, dan wartawan sebagainya. 2. Apa latar belakang organisasi anda? Apakah anda termasuk dalam keanggotaan organisasi masyarakat (ormas) tertentu? Ada di pers kampus dan organisasi lainnya. Dan gak ikut ormas-ormasan gitu,Cuma ikut pers kampus zaman-zamannya kuliah, gitu. 3. Saat anda mendaftar menjadi jurnalis di Tempo apa saja persyarakat khusus yang harus dipenuhi? Enggak ada, eee kalau misalnya aku lupa lagi cuma waktu itu lowongan terbuka tuh, bisa dilihat kualifikasinya apa saja tuh. Kaya misalnya usia maksimal 26 tahun yak an, terus juga eee ipk minimal 2,8, terus soal jurusan diutamakan aktif di pers kampus, atau minimal ngerti bahasa asing, udah gitu-gitu aja. Enggak ada, gak ada yang khusus. Paling yang agak khususnya yang diutamakan pernah ikut pers kampus. Tapi bukan berati yang enggak aktif gak diterima, bukatinya temen-temen saya tuh yang ikut pers Cuma beberapa doing, jadi kebanyakannya tuh bener-bener sama sekali baru. Itu yang diutamakannya, tapi itu bukan satu-satunya syarat karena kaya tes psikologi juga
menentukan kan, eee apa sykotes ya terus kemudian hasil wawancara dan tes kesehatan juga menentukan. 4. Apakah latar belakang pendidikan sangat ditekankan? Cuma S1 sama apa namanya eee ipk minimal 2,8, gitu aja sih. Kan lain-lainnya disaring di psikotes juga ya. Itu juga kan sangat menentukan, misalnya yang daftar ada 2000 ka, pada saat sesi pertama itu langsung ada psikotes tahap satu, psikotes tahap dua. Jadi eee kalau nanti kerja itu ada tahapan beberapa psikotes itu. Ada yang apa namanya, eee modelnya tuh psikotes semua nanti eee hasil finalnya dikasih tahu. Kemudian menunjukkannya lulus atau enggak. Tapi kalau di Tempo itu enggak, jadi ada tahapan psikotes yang satu tahapan itu penyaringan gitu. Misalnya dari 2000 eee pendaftar ya, kemudia berkurang jadi 1500 gitu, tahap kedua berkurang jadi 1000, terus saja begitu. Sampai terus tersisa eee beberapa puluh kandidat untuk tes wawancara. Tes wawancara tahap kedua ya, karena dalam rangkaian psikotes itu ada wawancara tahap pertama. Tidak ada yang istimewa kan ya, sama seperti pada umumnya. 5. Bagaimana ideologi anda sendiri sebagai jurnalis? Ya kalau ideologi yang dimaksud ini besar seperti marxisme atau kapitalism ya ini seperti yang diajarkan kehidupan sehari-hari kita. Dimana kita harus eee apa namanya eee membela nilai-nilai yang dianggep benar ya gitu. Dimana nilai-nilai itu dianggap relatif benar tergangtung di masyarakat apa dan di negara apa berlakunya. Tapi pada dasarnya ada nilai-nilai yang universal. Kaya misalnya, eee apa namanya pedoman pembelaan hak asasi manusia, itu namanya universal. Terus eee anti korupsi, harus apa namanya eee menemukan keadilan, kan universal juga. Eee kesetaraan baik gender maupun usia atau misalnya suku, agama dan sebagainya. Sama seperti yang ada di konstitusi kita, dimana hak-hak minoritas dijamin oleh negara. Jadi hak-hak atau nilai-nilau universal yang dianggap baik itulah yang saya yakini dan Tempo yakini kan gitu. Jadi tidak ada istilah Tempo kirii, tidak ada juga. Kalau temen-temen lihat disini tuh kebanyakannya yaitu temen yang ngerokok itu sedikit gitu. Jadi eee misalnya kalau lagi bulan puasa eee awet puasanya, terus kemudian eee banyak yang istri-istrinya itu yang jilbab-jilbab syar’i gitu soaltnya rajin-rajin gitu, tapi kalau misalnya sudah berhubungan dengan masyarakat ya nilai-nilai yang di masyarakat yang diutamakannya bukan hukum positif yang diutamakannya.
6. Bagaimana anda ketika mencari berita di lapangan? Apakah sudah ditentukan dalam rapat redaksi, anda mencari beritanya sesuai situasi atau ada pesanan dari owner atau atasan? Eee untuk yang terakhir dulu ya, kalau temen-temen riset, Tempo itu satu eee apa namanya perusahaan media pertama yang pertama kali melakukan IPO ya, Inisial Pubrik Offering atau sahamnya yang dimiliki pubrik gitu misalnya. Kita media itu baru IPO baru tahun berapa ya eee 2011/2012 an, kita itu 2001 sudah IPO gitu. Inisial Publik Offering (IPO) jadi kita apa namanya eee penawaran saham perdana ke publik gitu. Jadi penting nanti dimasukkan di tulisan itu soal komposisi kepemilikan. Itu bisa diriset diinternet juga bisa. Kalau kuramg datanya bisa minta ke eee SDM atau bagian pusat tapi aku gak punya datanya ya. Atau bisa minta ke BEI, Bursa Efek Indonesia, karena kita kan perusahaan pubrik jadi harus terdaftar di BEI itu. Jadi bisa dilihat itu kompisisi kepemilikannya itu. Yang jelas eee tidak ada owner atau pihak yang dominan dalam eee disitu ada apa namanya Yayasan karyawan Tempo, kemudian juga ada Yayasan Jaya Raya, kemudian ada Yayasan 22 Juni, itu karyawan juga ex Tempo ada sebagiannya, terus disini mah enggak ada owner gitu, enggak ada owner individual sehingga kemudian ya kalau segi kepemilikan gitu ya mungkin di Indonesia satu-satunya media yang paling independen gitu, ya Tempo. kamu lihat Kompas pemiliknya Jacob Oetama, MNC pemiliknya Hary Tanoe, dan lain sebagainya, Detik, Transtv dimiliki Chairul Tanjung dan sebagainya. Media yang dilepas sahamnya ke publik paling Cuma berapa persen gitu, kalau kita kan yang dilepas banyak gitu kan. Bahkan karyawan pun memiliki saham gitu. Jadi pengaruh owner dalam pemberitaan di Tempo itu tidak berpengaruh sama sekali gitu. Ya eggak ada kan, pake logika aja gitu. Nah coba lihat di media lain itu dari sisi kepemilikan. Tapi diluar itu misi kita itu segala pemberitaan itu harus melalui rapat redaksi. Tidak bisa ada berita tiba-tiba nyelonong secara pemimpin redaksi mau nulis apa, enggak bisa. Pemimpin redaksi pun harus mengusulkan usulannya dalam sebuah rapat yang harus disetujui oleh forum rapat ya. Jadi di majalah Tempo itu ada yang disebut rapat perencanaan yak an, nah itu dimulai hari senin. Jadi ketika kita mau nulis sesuatu, itu harus direncanakan dan itu ditemtukan pada rapat hari senin. Nah rapat perencanaan hari Senin itu ada dua, rapat kompartemen ya kan, yang biasanya dilakukan jam Sembilan, kedua rapat besar, rapat gabungan amtar kompartemen. Nah jadi pada rapat kompartemen itu setiap kompartemen misal desk nasional ya desk politik, nanti ditanya sama si redpel redaktur pelaksana, apa usulanmu untuk tulisan ini, apa usulanmu, apa usulanmu, nanti
dijaring, kalau misalnya enggak menari ya enggak ditulis. Ketika misalnya menarik, ditaya argumennya apa, kalau kita gak bisa jawab ya dicoret juga gitu. Itu ditingkatan rapat kompartemen. Artinya filter pertama ada di rapat kompartemen, yak an. Nah setelah eee terumuskan, misalnya desk nasional itu dalam sepekan di majalah menulis sekitar empat atau lima item ya artinya ada empat atau lima tulisan ya yang perlu dibikin. Nah nanti dibawa ke rapat perencanaan besar itu. Itu di challance lagi oleh kompartemen lain. Kita sepakati desk nasional ingin menulis misalnya tentang Jokowi dengan angel ini ini, nah di rapat kompartemen tadi itu termasuk dirumuskan angel nya. Desk exbis mau nulis gini gini gini, yak an, dan lain sebagainya disana di challance itu. Maksudnya belum tentu yang disetujiu di rapat kompartemen itu kemudian jadi disetujui oleh rapat besar gitu ya. Enggak otomasti gitu ya, karena di challance gitu ya. Misalnya bisa juga kan, anggota desk kompartemen lain punya informasi yang valid yang lebih eee apa namanya eee lebih komprehensip. Sehingga kemudian sebenarnya informasi yang dimiliki oleh desk kita ini kurang gitu, sehingga usulan yang diterimanya ya gini, jadi saling challence gitu. Nah dalam rapat besar juga kita eee menyerap dari usulan kompartemen lain, tibatiba eeh ada loh ini isu nasional sebenarnya yang belum ada di usulan kalian, usulannya kira-kira begitu, gitu. Ooh ini layak nih, kita serap usulan tersebut untuk dibuat tulisan. Nah pemred atau siapapun ya eee kalau ingin membuat usulan atau ingin apa namanya eee memberi usulan ya di rapat perencanaan itu jadi diluar forum itu enggak bisa tiba-tiba nyelonong ada tulisan yang diluar rapat perencanaan, semua harus melalui rapat perencanaan, ya kan. Setelah melalui rapat perencanaan kemudian eee waktu itu belum ditentukan cover story nya apa kan, kan perolehan bahannya masih mentah semua kan. Nah eee kita rapat lagi pada hari Rabu, jadi hari selasa itu dan senin sore sudah mulai gerak, selasa sudah janji-janjian gitu, selasa ketemu-ketemu orang, yak an, nanti ada rapat Rabu yang disebut rapat checking, rapat ngecek bahan. Nah hasil Senin Selasa itu apa gitu, bener enggak yang kearen dipresentasikan kuat bahannya. Kalau enggak mentah lagi tuh. Ada lagi apa namanya eee
filtering tahap ketiga ya, tadikan tahap pertama
kompartemen, rapat besar yang ketiga rapat checking ini. Nanti disana challence lagi, yak an. Kalau misalnya bahannya ternyata enggak sekuat yang diperkirakan, ya tetep ditulis mungkin enggak tapi mungkin ada usulan baru, pada initinya ditentukan oleh rapat. Ooh ternyata usulan ekonomi nih yang lebih menraik untuk jadi cover story yang jadi laporan utama nya yak an. Atau mungkin desk iptek atau gaya hidup atau apa, nanti di challence disana. Mana yang lebih eee layak untuk jadi cover stories, seperti itu. Nah itu untuk penentuan eee cover story, tapi itu bukan satu-satunya ya. Nah pada Rabu sore juga, ada
yang disebut rapat opini. Di rapat opini itu biasanya ditentukan eee finally ya mana tulisan atau desk mana yang jadi cover story, kalau di rapat checking tadi cuma semacam usulan, ini ini gitu karena cuma ngecak bahan doing kan. Nah pada rapat opini ini, oh iya peserta rapatnya ya, kalau rapat kompartemen itu peserta rapatnya anggota kompartemen ya, misalnya saya, redaktur-redaktur lain terus ada bawahan saya reporter sampai redpel. Nah kalau di rapat besar itu semua kompartemen itu, mulai eee semua anggota redaksi Tempo dateng. Kompartemen nasional lengkap, mulai dari redpel sampai ke reporternya, redakturnya dan seterusnya. Disana juga ada pemred dan RA. Nah pada rapat checking juga demikian, yang datang pas rapat checking cuman pemred sama redpel. Kenapa memang karena penulis, redaktur atau reporter itu masih nyari bahan di lapangan. Kalau misalnya ikut lagi rapat, waktunya habis buat rapat gitu. Sementara pencarian bahannyaenggak sempet. Jadi si redpel sebelum rapat checking itu nanya ke anak buahnya, bahan-bahan apa nih yang kita bwa ke rapat checking. Apa progress dari pengejarannya, paling gitu-gitu doang. Ooh ini mas, gini-gini biasanya redpel yang menyampaikan di rapat checking itu. Nah sudah, satu hal kalau di rapat opini yang datang itu redpel ke atas ya, redaktur utama ke atas. Kan di Tempo itu ada redaktur utama, ada redpel, ada eee nanti kamu cari majalah yang baru nanti ada sususannya tuh ada pemred, pemimpin redaksi, ada redaktur eksekutif, di bawah redaktur eksekutif ada redaktur lapangan, kalau di setiap kompartemen itu ada redaktur utama, di bawah redaktur utama itu ada redaktur, kemudia ada staff redaksi, reporter dan sebagainya. Jadi dilihat nanti biar enggak salah itu susunannya. Nah sudah ditentukan kovernya apa, apa yang akan ditulis pada rapat waktu itu, pada hari Kamisnya, Kamis sore biasanya kita rapat checking sekali lagi, ini terakhir nih. Perolehan bahan apa yak an, tapi itu pesertanya cuma kompartemen aja. Misalnya kompartemen nasional rapat checkingnya Kamis sore, etnisnya lain-lain, kalau yang lainnya ya lain lagi. Kalau itu sudah penentuannya bukan di rapat besar tapi di rapat kompartemen. Setiap anggota kompartemen yang disuruh nulis, itu ditanya perolehan bahannya apa, penulisannya seperti apa, jadi nanti anggota kompartemen enggak bingung gitu mulainya tulisan. Nah penentuan siapa yang nulis ya kan atau yang enggak nulis itu ditentukan pada saat itu rapat usulan kompartemen yang Senin itu. Karena usulan itu eee penentuan itu siapa yang nulis apa, ditentukan usulannya. Kalau si A yang ngusulinnya itu, ya dia yang nulis itu gitu. Kamu ngusulin itu ya kamu yang nulis itu gitu. Kecuali usulannya yang mentah dan ada usulan yang lebih baik baru redpel yang membagi. Ooh kayanya kamu yang nulis ini yang cocok nih, karena kamu dulu lama di ngepos di KPK misalnya karena ini isinya tentang KPK. Kalau ini isinya tentang polisi,
tapi dulu kamu ngeposnya di Polisi kan ada tuh yang eee apa namanya ngepos disana. Ooh ini tentang Ahok misalnya, ooh ini anak metro nih dulunya aah, anak metro itu anak metropolitan ya desk metropolitan. Dulu pas masih reporter desknya itu di balai kota misalnya kan dia lebih tahu kan banyak kenal orang disana, misalnya gitu. Penentuan siapa nulis apa tuh pertama berdasarkan usulan, kedua berdasarkan anggapan ooh nih kayanya anak ini punya kompetisi, jadi enggak berdasarkan hal yang istimewa. Saya piker hal ini berlaku umum, dimanapun pasti yang dipertimbangkan kan kompetensinya dan kemampuannya. Sebelum berlanjut ke yang lain, eee apa namanya, biar enggak bingung jadi, reporter atau anggota redaksi itu biasanya awalnya itu dulu ditempatkan di Tempo news room atau di koran Tempo. Ada beberapa jenjang karir di Tempo. Pertama masuk Tempo itu biasanya ya calon reporter ya kan, biasanya selama satu tahu, terus habis satu tahun kemudia jadi reporter, ya kan. Nah reporter terus satu sampai dua tahun itu di kita ada m1, m1 itu singkatan dari magang 1, itu kaya jenjang pendidikan saja. Nah nanti setelah m1 terus mereka kan harus pinter menulis nih, ya kan. Ujian bisa menulis ini yan di majalah, karena dia harus bisa menulis panjang. Biasanya m1 itu masih di koran, eee dulu sih ada m1 koran, ada m1 majalah, tapi sekarang lebih relatif ke harian ya. Cuman gambaran eee kira-kira begitu, suruh nulis dulu di koran baru belajar nulis di majalah, gitu. Nanti setelah di majalah itu dia reporter majalah tapi disebutnya m1 majalah karena magang. Itu Cuma sekedar istilah eee apa namanya jenjang pendidikan saja gitu, dalam arti hal pendidikan kewartawanan di iternal kita. Nah nanti ada setelah lulus m1 disebut SR, Staff Redaksi. Nah penempatan SR apaorkah masih di majalah atau di koran ya tergantung bos-bosnya penilaian. Ooh ini anak berbakatnya di koran biasanya setelah lulus di majalah ya. Biasanya setelah dianggap bisa menulis nanti di nilai gitu. Di eee red voa ini anak cocoknya di koran, ya berate di koran. Ooh ini anaknya cocoknya passionnya di majalah ya berate di majalah. nag gitu-gitu saja jadi tidak ada yang istimewa juga. Kenapa sesorang harus di koran, harus di majalah. Ya anggota redksi majalah ya apa namanya inputnya itu atau apa namanya eee jenjangnya itu ya lewat yang tadi itu. Kembali ke yang tadi, setelah rapat checking terakhir dan ditentukan apa namanya eee bahkan sampai ke rapat dan seterusnya. Kita harus menyelesaikan bahan itu Jumat sore. Deadlinenya Jumar sore. Jadi setelah rapat checking Kamis sore ada yang langsung ngebut, biasanya lembur bisa sampai Kamis malem biasanya bisa sampai nginep disini di kantor sering pada nginep. Atau yang jago nulis atau bahannya sudah ditangan semua ya tinggal pulang itulah. Nanti ngerjainnya Jumat pagi, kan dikumpulinnya pagi sampai sore. Baru redpel ngedit ya kan, kemudian eee kalau laporan utama dicek lagi oleh
pemred. Kemudian eee masuk ke redaktur bahasa untuk ngecek bahasa dan sebagainya. Baru kemudian masuk ke design untuk layout dan sebagainya. Jadi proses apa namanya, bagaimana usulan jenjangnya begitu. Jadi tidak ada tulisan yang tiba-tiba masuk. Bahkan kolom pun, orang ngirim, itu redaktur kolom tidak bisa tiba-tiba muat. Redaktur kolompun dia harus mengclearkan dulu, nanya nih ada orang yang mau nulis ini layak enggak nulis, nah gitu. Mulainya itu semua, tapi enggak di dalam rapat, biasanya di dalam bilik nah gitu. 7. Untuk mencari narasumber, apakah anda mencari sendiri atau sudah di tentukan di rapat redaksi? Ya enggak, berdasarkan tulisannya bukan berdasarkan rapat atau enggak. Karena kan kamu mau nulis apa ya kamu harus tahu narasumber apa yang akan kamu hubungi atau kamu temui gitu. Bukan kamu mau nulis ini ditentukan narasumbernya ya enggak gitu kan, berdasarkan tulisanmu. Mencari sendiri, tapi biasanya orang lain ini kayanya orang ini tahu deh, coba kamu kontak dan lain sebagainya. Tapi initinya kalau narasumber tidak ditentukan di rapat. Tapi bedasarkan kebutuhan tulisanmu sendiri. Karena bahkan kita itu disuruh diajak nulis TOR sebelum menulis. Kalau dalam hal ini tuh misalya mau nulis apa, angelnya apa, atau bahan awalnya apa, persoalannya apa, baru eee narasumber yang akan dihubungin siapa saja. Itu kan sudah harus eee final karena itu akan jadi deadline tulisan kita, begitu.
8. Bagaimana proses rapat redaksi di Tempo untuk menaikkan sebuah berita di majalah Tempo? (dari rapat awal hingga akhir jadinya berita) Ya itu seperti yang aku ceritakan itu. Itu sudah semua itu. 9. Bagaimana pandangan anda terhadap pemberitaan dan fenomena Jokowi saat itu? Jokowi? Itu bukan Cuma Tempo ya yang menulis, bahkan semua media. dan Jokowi jadi fenomena waktu itu, karena dia dianggap sebagai orang baru yang tidak atau tidak sama sekali terlibat dalam rezim sebelumnya ya kan. Dia eee apa namanya semacam harapan bagi orang-oranglah ya. Karena sosoknya yang dianggap bersih, inovatif, kemudian mampu meminpin dan berprestasi menajadi walikota Solo dan gubernur Jakarta. Jadi hal yang lumrah lah ya, saya pikir bukan cuma di Tempo ya semua media kan seperti itu pemberitaannya.
10. Berpengaruh tidak pandangan anda dengan cara kerja yang nantinya akan menjadi berita yang anda buat? Subjektivitas pasti ada kan, karena ketika kamu milih judul saja sudah subjektif, ketika kamu memilih angel kamu sudah subjektif gitu. Karena bagaimana pun kita harus memilah, enggak mungkin semua bahan dimasukkan kedalam tulisan begitu, dan haru berdasarkan angel. Dan angel itu tuh tunggal, itu dasar banget dalam jurnalistik. Angel itu tunggal, enggak ada dua angel dalam satu tulisan kalau ada dua angel dipisah. Nah ketika melilih angel bahkan kita pun sudah subjektif. Itu framing, tapi tetep dalam koridor bahwa ia kita menullis hal tersebut berdasarkan kaidah-kaidah jurnalistik yng didasarkan pada nilai-nilai universal tadi. Jadi eee ridak boleh kita menulis itu dengan kebencian. Jadi prisnsipnya nilai-nilai moral tadi yang harus kita pegang, begitu. 11. Menurut anda, kenapa waktu itu Tempo mengangkat berita Jokowi untuk dijadikan laporan utama diberbagai edisi (April-Juni 2014)? Yaa terutama itu tidak istimewa juga ya. Karena berdasarkan sejumlah survey dia kandidat terkuat. Coba kamu cek surveynya bahwa Jokowi paling tinggi. Jadi wajar seseorang atau siapapun memberitakan hal itu. Yang kedua, diantara kedua kandidat ya kan, dia dianggap tidak memiliki kaitan dengan rezim sebelumnya. Dianggap bersi, berprestasi, kemudian bukan orang partai dalam arti bukan pengurus parta ya. Dia kn di PDIP ya cuma naggota aja gitu. Ya jadi eee dianggap bebas kepentingan dan seterusnya. Jadi hal-hal yang biasa menurutku lah ya, seperti Obama ketika 2008 kan seperti itu. Dia dianggap orang baru, kemudian dia dianggap apa namanya eee sebagai eee waktu itu Amerika lagi eee ekonomi kan, terus kekalahan perang di Irak dan Afganistan itu kan kemudian masyarakatnya merindukan sosok yang sangat beda dengan rezim sebelumnya. Seperti itu, jadi tidak ada yang istimewa lah ya. 12. Bagaimana kebijakan redaksi Tempo saat memberitakan Jokowi pada April – Juni 2014? Yaa kita menulis apa adanya, menulis faktanya. Fakta bahwa eee Jokowi fenomenal, kemudian dia berprestasi ya kan. Dia diincar oleh banyak saingan gitu kan. Dan tidak menulis Prabowo misalnya dia tidak seperti yang didengung-dengungkan oleh tim suksesnya misalnya. Eee bahwa dia juga punya masalalu yang kelam ya kita tulis juga itu. Lis berdasarkan faktanya seperti itu.
13. Apa yang akan disampaikan majalah Tempo kepada pembaca tentang pemberitaan Jokowi saat itu? Ya kebetulian kita nulis sekali lagi faktanya. Sekali lagi bahkan fakta-fakta yang tersembunyi dari pemberitaan doang. Jangan lupa tulisan majalah itu bukan tulisan eee hardnews atau straight news atau breaking news itu yang bisa kita dapatkan dalam beritaberita online gitu. Tapi kalau di majalah, kalau yang ke lapangan ituaporan temen-temen reporter redaktur itu di kantor. Kemudian mengarahkan atau mengkoordinasi liputan dan menjahit laporan temen-temen yang dilapangan. Jadi beda jobdesknya apa antara yang di koran dan yang di majalah, gitu. 14. Tempo berafiliasi tidak dengan partai atau organisasi tertentu? Tidak ada, kita tidak memihak Jokowi, tapi kita memihak moralnya. Seperti sudah dijelaskan, Tempo itu perusahaan publik dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Soal komposisi kepemilikan saham, bisa dimintakan datanya ke Bursa Efek Indonesia atau Fajria bisa riset di internet dengan mencari laporan keuangan tahunan. Sebagai perusahaan publik, Tempo pasti tidak berafiliasi dengan partai atau organisasi tertentu. 15. Menurut anda, apa ideologi Tempo? Seperti dijelaskan sebelumnya juga, Tempo adalah media yang menjujung nilai-nilai kebaikan universal (yang sebenarnya juga tercantum dalam konstitusi kita). Misalnya, menjunjung tinggi HAM, keadilan, kesetaraan, antikorupsi, kemerdekaan berpikir, berpendapat, dan berekspresi, dan lain-lain. Sebab itu, Tempo menempatkan diri sebagai clearing house of information. Tempo tidak begitu saja menelan mentah-mentah informasi yang berseliweran, melainkan menggali lebih dalam dan memverifikasi informasi tersebut sebelum menyajikannya kepada publik. Media yang menganut anti korupsi, HAM, kesetaraan, pro demokrasi dan menjunjung nilai-nilai universal.
Narasumber,
Anton Septian Wartawan
PEMETAAN HASIL WAWANCARA
No.
Kategori
Dimensi Kategori a. Latar Belakang Pendidikan
Temuan a. Redaktur: S1 jurusan Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro, Semarang. Wartawan: S1 jurusan menejemen ekonomi, Universitas Gajah Mada.
1.
Level Pengaruh Individual
b. Wartawan: Pernah mengikut pers mahasiswa, kemudian di luar juga b. Karakteristik dan kompetensi wartawan
pernah membuat newsletter ketika zamannya kuliah. Wartawan ini menyukai dunia jurnalis. Ketertarikannya di dunia jurnalistik memang sejak awal, bukan setelah masuk Tempo baru tertarik.
a. Sumber berita (supplier)
a. Narasumber yang digunakan majalah Tempo dalam membuat berita dicari berdasarkan kebutuhan tulisan bukan ditentukan pada rapat. Namun dengan demikian, narasumber yang dicari tetap ditentukan oleh
2.
Level Pengaruh Kerutinan Media
wartawan sendiri sebagai pencari berita di lapangan dan narasumber yang dibutuhkan adalah berdasarkan berita yang disepakati dalam rapat. Narasumber juga memengaruhi pemberitaan yang terjadi di majalah Tempo, sebab bagaimanapun berita yang dinaikkan majalah ini narasumber yang digunakan berpengaruh pada koten berita.
No.
Kategori
Dimensi Kategori b. Organisasi media (processor)
Temuan b. Proses Rapat Redaksi dan Alur Pembuatan Berita di Majalah Tempo: 1. Rapat Perencanaan Rapat perencanaan merupakan rapat awal yang dilakukan setiap hari Senin. Rapat perencanaan diadakan untuk menentukan sebuah tulisan yang akan menjadi berita. Rapat ini terdiri atas dua rapat, masingmasing rapat kompartemen dan rapat besar. Rapat kompartemen adalah rapat yang dihadiri oleh setiap kompartemen, yang di dalamnya membahas usulan-usulan bahan awal yang akan ditentukan. Rapat ini
2.
Level Pengaruh Kerutinan Media
dilakukan pada pukul 09:00 dan dihadiri oleh setiap anggota kompartemen, mulai dari wartawan, redaktur sampai pemimpin redaksi. Sedangkan rapat besar adalah rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota divisi redaksi majalah Tempo, mulai dari reporter, redaktur, pemimpin redaksi,
sampai
ke
Redaktur
Eksekutif
(RE)
dari
setiap
kompartemennya. Rapat tersebut membahas lanjutan bahan awal yang telah disepakati di rapat kompartemen. Dengan kata lain, rapat ini memilih
dan
membanding-bandingkan
diusulkan di rapat kompartemen.
bahan-bahan
yang
telah
No.
Kategori
Dimensi Kategori
Temuan 2. Rapat Checking Rapat Checking adalah rapat untuk membahas dan mencek bahan-bahan yang telah dikumpulkan. Rapat tersebut hanya dihadiri oleh pemimpin redaksi dan redaktur pelaksana, karena wartawan dan anggota yang lainnya masih mencari bahan untuk di presentasikan. Rapat tersebut dilaksanakan pada Rabu. Senin sore hingga Selasa adalah waktunya mencari bahan. Pada Rabu bahan telah dikumpulkan. Fungsi rapat adalah untuk memfilter bahan berita pada tahap ketiga karena tahap pertama itu ada pada rapat kompartemen dan tahap kedua ada pada rapat
2.
Level Pengaruh Kerutinan Media
Organisasi Media (Processor)
besar. Pada rapat ini semua bahan akan dicek
dan
di banding-
bandingkan lagi, mana bahan yang layak, kuat dan lemah untuk dinaikan menjadi sebuah berita.
Rabu sore adalah rapat opini. Rapat opini
merupakan rapat final checking. Rapat tersebut dihadiri oleh jajaran dewan redaksi, hanya ada redaktur utama keatas. Jika rapat checking tadi hanya mengecek bahan-bahan yang diperoleh, di rapat opini akan disepakati semua finalnya, mulai dari tulisan atau desk mana yang bahannya layak naik untuk dijadikan berita, sampai dengan kesepakatan membuat cover story.
No.
Kategori
Dimensi Kategori
Temuan 3. Rapat kompartemen Rapat Kompartemen adalah rapat terakhir checking sekali lagi untuk setiap kompartemen sebagai final. Rapat ini dihadiri oleh anggota kompartemen. Semua kompartemen menyelidiki kembali bahan-bahan yang sudah dikumpulkan. Setelah bahan terkumpul, angle sudah ditentukan dan cover story telah disepakati, maka dibuatlah deadline. Dalam rapat tersebut wartawan yang ditugaskan
untuk menulis dan
segera mengeksekusi bahan tersebut hingga menjadi sebuah berita. 2.
Level Pengaruh Kerutinan Media
Organisasi Media (Processor)
4. Final Deadline Deadline atau batas akhir yang ditentukan majalah Tempo yaitu pada Jumat. Jumat merupakan batas akhir pengumpulan berita yang telah ditulis oleh setiap kompartemen, mulai Jumat pagi hingga sore. Setalah jadi, berita lalu masuk ke bagian pengeditan oleh redaktur pelaksana. Laporan utama dicek kembali oleh pemimpin redaksi. Berita yang sudah diedit oleh redaktur, diedit kembali oleh bagian bahasa. Pengeditan pada bagian bahasa fungsinya untuk membenarkan bahasa yang digunakan dalam penulisan berita. Setelah itu masuk ke bagian design untuk pembuatan layout, kover.
No.
Kategori
Dimensi Kategori
Temuan
c. Audiens (consumer)
c. Tempo melihat pada keinginan publik dalam memberitakan tentang Jokowi pada April-Juni 2014. Publik menginginkan sosok baru dalam pemerintahan Indonesia. Sosok Jokowi yang dianggap baru bisa memperbaiki Indonesia. Dengan latar belakang yang menunjukkan bahwa ia lahir dari rakyat dan untuk rakyat dan dikenal dengan
2.
blusukannya, publik menggap ia adalah sosok dari perwujudan rakyat.
Level Pengaruh Keriutinan Media
Menurut sejumlah survey, sosok Jokowi juga menjadi tranding topic dikalangan masyarakat. Sosoknya unggul menjadi orang nomor satu yang dipilih publik. Oleh karena itu majalah Tempo lebih banyak memberitakan Jokowi dari pada Prabowo sebagai calon lawan. Secara tidak langsung audiens juga memberi pengaruh pada pemberiaan Jokowi saat itu. a. Pekerja lapangan
a. Pekerja lapangan direpresentasikan pada wartawan. Pekerja media yang melaksanakan tugasnya mencari dan membuat berita, punya pengaruh besar pada pemberitaan yang terjadi di media. Hal ini tidak bisa
3.
Level Pengaruh Organisasi Media
dipisahkan dari pengaruh individu sebagai reporter yang langsung terjun ke lapangan. Ini juga masuk dalam pengaruh individu b. Menejer, edior dan produser
b. Sebagai pemimpin redaksi punya tanggungjawab itu iya. Bahwa dia punya otoritas, iya. Bahwa dia sebagai penanggungjawab ikut menghela
No.
Kategori
Dimensi Kategori
Temuan rapat, iya. Tetapi dia tidak bisa memonopoli harus begini harus begitu, tidak bisa sesuai keinginan pribadinya. Hal ini yang menjadi indikator bahwa atasan tidak mempunyai kewenangan pribadi dalam menghela rapat. Semua usulan dan keputusan disepakatai oleh peserta rapat.
c. Koorporasi Media 3.
c. Tempo itu satu perusahaan media pertama yang pertama kali melakukan Initial Public Offering (IPO) atau sahamnya yang dimiliki publik. Jadi
Level Pengaruh Organisasi Media
penawaran saham perdana ke publik. Tidak ada owner atau pihak yang dominan dalam kepemilikan perusahaan. Tidak ada owner individual dalam kepemilikan saham di majalah Tempo, sehingga mungkin di Indonesia satu-satunya media yang paling independen itu adalah Tempo. Jadi pengaruh owner dalam pemberitaan di Tempo itu tidak berpengaruh sama sekali. a. Kontrol pemerintah
a. Pengaruh dari pemerintah dalam konteks pemberitaan Jokowi di majalah Tempo tidak ada. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya teguran atau peringatan dari pemerintah terhadap pemberitaan mengenai Jokowi
4.
Level Pengaruh Ekstra Media
di laporan utama majalah Tempo April-Juni 2014. Hal ini juga yang menjadi indikator bahwa campur tangan dari pemerintah atas pemberitaan Jokowi terbilang nihil, tidak ada inetervensi atau semacamnya.
No.
Kategori
Dimensi Kategori b. Narasumber
Temuan b. Narasumber ikut memengaruhi dalam proses jadinya sebuah berita itu artinya
perolehan
bahan
(narasumber)
yang
didapatkan
oleh
wartawan adalah salah satu pengaruh untuk terjadinya pemuatan pemberitaan di majalah Tempo. c. Pembaca
c. Pengaruh ini tidak terlalu berdampak signifikan pada pemberitaan Jokowi di majalah Tempo pada saat itu. Peneliti melihat bahwa tidak ada opini atau protes dari pembaca mengenai pemberitaan Jokowi di majalah Tempo pada bulan April hingga Juni 2014. Walaupun dari segi pembaca dapat memengaruhi pemberitaan di majalah Tempo, itu hanya
4.
Level Pengaruh Ekstra Media
sedikit dan itu hanya pada faktor perencanaan awal, namun tidak berdampak pada proses jadinya berita. Pembaca hanya memberikan tanggapan tetapi tidak dapat merubah konten pemberitaan pada majalah Tempo. d. Iklan
d. Iklan yang ada di majalah Tempo tidak memengaruhi sama sekali pada pegangkatan pemberitaan di majalah Tempo mengenai Jokowi Pemberitaan Jokowi di laporan utama pada majalah Tempo ketika itu tidak memiliki pengaruh sama sekali pada iklan, karena hal tersebut tidak memiliki kepentingan terhadap iklan yang ada di Tempo.
No.
Kategori
Dimensi Kategori e. Pangsa Pasar
Temuan e. Salah satu faktor yang ikut memengaruhi konten pada pemberitaan Jokowi saat itu adalah pangsa pasar. Pangsa pasar merupakan acuan majalah Tempo dalam mencari berita. Mereka melihat keinginan publik (pangsa pasar) untuk mencari berita yang sedang dibutuhkan. Apa saja yang sedang dibutuhkan oleh pangsa pasar, itulah yang akan menjadi acuan majalah Tempo mencari berita, walaupun demikian bukan berarti
4.
Level Pengaruh Ekstra Media
menjadi panduan. Meskipun pangsa pasar memengaruhi pemberitaan ketika itu, majalah Tempo tetap memberitakan yang sebenarnya, sesuai fakta yang ada, tidak ada tekanan atau intervensi dari pangsa pasar itu sendiri. Kebijakan majalah ini hanya memberitakan fakta jurnalistik. Fakta jurnalistik adalah fakta yang sesungguhnya terbukti secara jurnalistik. Fakta tersebut terjadi pada pemberitaan tentang Jokowi yang dibutuhkan oleh publik. Ideologi Majalah Tempo sendiri sangat besar dipengaruhi oleh pemikiran sosok Pemimpin Redaksi Majalah Tempo saat itu, Goenawan
5.
Level Pengaruh Ideologi Media
Mohamad. Bagi para wartawan maupun karyawan Majalah Tempo sosok Goenawan Mohamad dianggap sebagai guru. Hal tersebut dapat menjadi indikator bahwa pandangan yang dianut Tempo adalah pandangan Goenawan Mohammad.
No.
Kategori
Dimensi Kategori
Temuan Di masa orde baru dan status quo kepemimpinan Soeharto, Goenawan Mohamnad berusaha untuk melawan kekuatan otoriter yang dianggap menekan gerak-gerik media pada masa itu. Di sinilah dianggap pandangan Tempo menjadi acuan perlawanan yang berseberangan dengan pemerintahan Soeharto, sehingga menjadikan Tempo media yang memiliki ideologi anti-status quo.
5.
Level Pengaruh Ideologi Media
Ideologi dari majalah Tempo sedikit banyak memengaruhi semua elemen pekerja majalah Tempo untuk membentuk sebuah pemberitaan di media mereka. Karena ideologi adalah hal yang abstrak dan tak dapat digambarkan secara konkret, ideologi para pekerja media di majalah Tempo tertuang dalam tulisan dan pemikiran mereka dalam bentuk berita. Misalnya pada pemberitaan tentang Jokowi di majalah Tempo pada April-Juni 2014 yang mengatakan bahwa mereka mendukung demokrasi.