perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN MUKA MAJALAH TEMPO (Studi Analisis Isi Perbedaan Halaman Muka Sebagai Representasi Tajuk Utama Majalah Tempo Edisi Tahun 1993/1994 dengan Tahun 2009/2010)
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Oleh : Lukman Nusa D 0206066 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN MUKA MAJALAH TEMPO (Studi Analisis Isi Perbedaan Halaman Muka Sebagai Representasi Tajuk Utama Majalah Tempo Edisi Tahun 1993/1994 dengan Tahun 2009/2010)
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Oleh : Lukman Nusa D 0206066 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 11 Januari 2011 Pembimbing
Drs. Hamid Arifin, M.Si NIP. 196005171988031002
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diuji dan disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hari
:
Tanggal
:
Panitia Penguji :
Ketua
: Drs. Nuryanto, M.Si.
(................................)
NIP. 194908311978021001 Sekretaris
: Tanti Hermawati, S.Sos., M.Si
(................................)
NIP. 196902071995122001 Anggota
: Drs. Hamid Arifin, M.Si NIP. 196005171988031002
Mengetahui, Dekan
Drs. H. Supriyadi SN, SU NIP. 19601009 198601 commit to user 1 001
iii
(................................)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN MOTTO
It always seems impossible until its done. (Nelson Rolihlahla Mandela)
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk Cinta yang Selalu Menyala, Bapak Pawito dan Ibu Mutoyinah. Inilah langkah awal dari pencapaianku. .
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah tak henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Halaman Muka Majalah Tempo (Studi Analisis Isi Perbedaan Halaman Muka Sebagai Representasi Tajuk Utama Majalah Tempo Edisi Tahun 1993/1994 dengan Tahun 2009/2010) dengan segala kurang dan lebihnya. Pemilihan tema penilitian ini berangkat dari minat penulis akan kajian komunikasi massa pada sebuah media yang dalam penelitian ini adalah media cetak. Komunikasi massa pada sebuah media sendiri tidak luput dari pengaruh kebijakan atau sistem politik yang dianut pada sebuah pemerintahan. Sistem politik inilah yang nantinya, sampai tingkat tertentu berpengaruh pada segi penerbitaan sebuah media begitupun sebaliknya. Kajian semacam ini kemudian penulis implementasikan untuk meneliti kecenderungan pemuatan isu-isu pada halaman muka majalah Tempo pada dua periode dengan pemerintahan yang memiliki perbedaan karakteristik sistem politik. Bertolak dari pandangan di atas, peneliti melakukan penelitian ini dimana laporannya disusun dalam bentuk skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNS Solo. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan pertolongan dari berbagai pihak. Dengan segenap keikhlasan dan kerendahan hati, penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan commit to user karunianya-Nya, sehingga berbagai kemudahan ditemui penulis dalam pengerjaan vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Drs. H. Supriyadi, SN, SU, Dekan FISIP UNS yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta Ibu Dra. Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D, Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS yang juga telah memberikan ijin penyusunan skripsi sekaligus tak hentinya memberi motivasi ketika bertemu diruang jurusan. Selanjutnya, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drs. H. Dwi Tiyanto, S.U pembimbing akademik penulis, atas kesabarannya dalam membimbing penulis selama masa perkuliahan dan motivasinya agar penulis segera menyelesaikan skripsi. Terkhusus, penulis menyampaikan banyak ucapan terima kasih kepada Bapak Bapak Drs. Hamid Arifin, M.Si, sekretaris jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS sekaligus pembimbing skripsi penulis atas keikhlasan dan kesabarannya membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini, memberikan berbagai wejangan dan ilmu yang sebelumnya tidak penulis pahami. Tidak lupa terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Budi Aryanto (Mas Budi) yang bersedia direpotkan oleh segala keperluan administrasi yang diperlukan terkait penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua tercinta, Bapak Pawito dan Ibu Mutoyinah, atas semua doa ditengah kesibukannya dan memberi motivasi dan dukungan kepada penulis untuk sesegera mungkin menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya kepada dua adik saya yang terkasih, Duryatin Amal dan Arifah Qudsiyah yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis. Kepada teman-teman yang telah berbaik hati ikut membantu commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kelancaran proses penelitian ini, Rian “Erpatrek” Erpatriatmoko, Sidiq “Crownxz” Setyawan, Nikki Fardhani, dan Imas “Ndut” Ayu Prafitri penulis sampaikan ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya. Juga para sahabat ”11 Anak Markas” R. Fajri Susetyo, Wahyu, M. Yogi Saputro, Meggy Girbaldi, Ican “Cani” Zulmedia,
Barlian
“Jes_Ngamuk_DbD”
Anung
P,
Kukuh
“KU2H_K2”
Apriyanto, Rendra “Ghost_Buster” Vidian P, yang selalu sudi menyisihkan waktunya untuk sharing ataupun sekedar refreshing dari segala kepenatan. Untuk, 12 AM Adv serta teman-teman seperjuangan Komunikasi FISIP angkatan 2006, terima kasih atas kebersamaan selama masa perkuliahan dan dukungannya selama pengerjaan skripsi. Tidak lupa penulis haturkan terima kasih untuk Hira “Bebek Bawel” Puspita Putri, untuk ambisi besarnya, yang mungkin lebih besar dari penulis sendiri, agar penulis sesegera mungkin lulus. Terakhir, kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik lahir maupun batin dari persiapan penelitian hingga terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih banyak. Tiada gading yang tak retak, mungkin itulah cerminan dari skripsi ini. Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan karya sederhana ini. Terima kasih dan semoga bermanfaat. Amin. Surakarta, 2 Januari 2011
Penulis commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ---------------------------------------------------------------- i HALAMAN PERSETUJUAN ---------------------------------------------------- ii HALAMAN PENGESAHAN ----------------------------------------------------- iii HALAMAN MOTTO -------------------------------------------------------------- iv HALAMAN PERSEMBAHAN -------------------------------------------------- v KATA PENGANTAR -------------------------------------------------------------- vi DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------- ix DAFTAR GAMBAR ---------------------------------------------------------------- xi DAFTAR TABEL ------------------------------------------------------------------- xii ABSTRAK ---------------------------------------------------------------------------- xiii BAB I . PENDAHULUAN A. Latar Belakang ------------------------------------------------------B. Rumusan Masalah --------------------------------------------------C. Tujuan Penelitian ---------------------------------------------------D. Manfaat Penelitian --------------------------------------------------E. Landasan Teoritis 1. Komunikasi -----------------------------------------------------2. Komunikasi Massa ---------------------------------------------3. Jurnalistik Sebagai Bentuk Komunikasi Massa -------------4. Media Cetak dan Majalah --------------------------------------5. Kebebasan Pers --------------------------------------------------6. Halaman Muka ---------------------------------------------------F. Definisi Konseptual ------------------------------------------------G. Definisi Operasional ------------------------------------------------H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian ---------------------------------------------------2. Objek Penelitian -------------------------------------------------3. Teknik Pengumpulan Data -------------------------------------4. Populasi dan Sample --------------------------------------------5. Kerangka Berpikir -----------------------------------------------6. Unit Analisis -----------------------------------------------------7. Analisis Data -----------------------------------------------------commit to user
ix
1 6 6 7 7 12 19 22 24 27 33 34 40 45 46 47 50 51 52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Reliabilitas dan Validitas --------------------------------------- 52 BAB II . DESKRIPSI LOKASI A. Sejarah Majalah Tempo -------------------------------------------- 56 B. Pembreidelan Tempo ------------------------------------------------ 59 C. Kembalinya Tempo -------------------------------------------------- 61 D. Visi dan Misi --------------------------------------------------------- 63 E. Karakteristik Majalah Tempo -------------------------------------- 65 F. Struktur Organisasi -------------------------------------------------- 66 G. Ideologi Tempo ------------------------------------------------------ 69
BAB III . PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Kategori Tema Halaman Muka ------------------------------------- 85 B. Kategori Individu yang Diangkat pada Halaman Muka ------------------------------------------------------------------- 95 C. Kategori Pengemasan Halaman Muka ----------------------------- 99 BAB IV . PENUTUP A. Kesimpulan ------------------------------------------------------------ 103 B. Keterbatasan dalam Penelitian -------------------------------------- 104 C. Saran ------------------------------------------------------------------- 105 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Model Teori Laswell (Muhamad Mufid, 2007: 7) ----------------- 11 Gambar 2. Model komunikasi Shannon dan Weaver (John Fiske, 1990: 13) ------------------------------------------------- 12 Gambar 3. Matrik Penelitian (Schillinger dan Porter, 1999: 125-149) ------- 50
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Kategori Halaman Muka dan Ilustrasi yang Digunakan Tempo Periode I (No. 9 Tahun XXIII – 1 Mei 1993 – No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994). Sample 50% (24 Edisi) ----------------------------------------------------------------- 74 Tabel 2. Tabel Kategori Halaman Muka dan Ilustrasi yang Digunakan Tempo Periode II (Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010). Sampel 50% (24 Edisi) ------------------------------------------------- 78 Tabel 3. Frekuensi Kategori-Kategori Halaman Muka Majalah Tempo Periode I dan Periode II ---------------------------------------- 87 Tabel 4. Frekuensi Isu Korupsi Majalah Tempo Periode I dan Periode II ------------------------------------------------------------- 89 Tabel 5. Frekuensi Isu Politik Majalah Tempo ---------------------------------- 92 Tabel 6. Frekuensi Kemunculan Seorang Individu di Halaman Muka Majalah Tempo Periode I dan Periode II ----------------------- 96 Tabel 7. Frekuensi Teknik Pengemasan Halaman Muka Periode I dan Periode II ------------------------------------------------------------- 101 Tabel 8. Kategori Halaman Muka dan Ilustrasi yang Digunakan Tempo Periode I (No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 – No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994) berdasarkan pengkoding 2--------------------------------------------------------- Lampiran Tabel 9. Kategori Halaman Muka dan Ilustrasi yang Digunakan Tempo Periode II (Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010) berdasarkan Pengkoding 2 -------------------------------------------------------- Lampiran Tabel 10. Frekuensi Kategori-Kategori Halaman Muka Majalah Tempo Periode I dan Periode II Menurut Pengkoding 2 ------------------------------------------------------- Lampiran Tabel 11. Frekuensi Isu Korupsi Majalah Tempo Periode I dan Periode II Menurut Pengkoding 2 -------------------------------- Lampiran Tabel 12. Frekuensi Isu Politik Majalah Tempo Periode I dan Periode II Menurut Pengkoding 2 -------------------------------- Lampiran Tabel 13. Frekuensi Kemunculan Tokoh di Halaman Muka Majalah Tempo Menurut Pengkoding 2 ------------------------- Lampiran Tabel 14. Frekuensi Teknik Pengemasan Halaman Muka Majalah Tempo Periode I dan Periode II Menurut Pengkoding 2 -------------------------------------------------------- Lampiran Tabel 15. Proposisi dan Kuadrat Proposisi Kategori Tema Halaman Muka Majalah Tempo ---------------------------------- Lampiran Tabel 16. Proposisi dan Kuadrat Proposisi Isu-Isu Korupsi Pada Halaman Muka Majalah Tempo ---------------------------- Lampiran Tabel 17. Proposisi dan Kuadrat Proposisi Isu-Isu Politik Pada Halaman Muka Majalah Tempo ---------------------------- Lampiran Tabel 19. Proposisi dan Kuadrat Kategori Tokoh Pada Halaman Muka Majalah Tempo ----------------------------------- Lampiran Tabel 20. Proposisi dan Kuadrat Kategori commit toPengemasan user Halaman Muka Majalah Tempo ----------------------------------- Lampiran xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK LUKMAN NUSA, D0206066, HALAMAN MUKA MAJALAH TEMPO (Studi Analisis Isi Perbedaan Halaman Muka Sebagai Representasi Tajuk Utama Majalah Tempo Edisi Tahun 1993/1994 dengan Tahun 2009/2010), Skripsi, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta, 2011. Halaman muka sebuah majalah adalah bagian yang paling menonjol. Sebuah halaman muka menentukan pandangan pertama yang nantinya juga akan mempengaruhi minat baca dari khalayak. Bagi media cetak yang sadar akan arti pentingya, halaman muka didesain sedemikian rupa hingga menjadi sebuah desain sederhana namun kompetitif dan menarik sekaligus mencerminkan filosofi dari media tersebut. Selanjutnya, sebuah teori pendekatan lingkungan menyatakan bahwa sampai pada tingkat tertentu, sistem politik berpengaruh pada komunikasi begitupun sebaliknya. Teori semacam ini menjelaskan bahwa dengan kebijakankebijakan yang dilahirkan pada sebuah sistem politik, hingga tingkat tertentu berpengaruh pada pemberitaan sebuah media. Berdasarkan uraian tersebut, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana kecenderungan pemberitaan majalah berita nasional Tempo yang dapat dilihat dari bagian halaman mukanya pada dua periode yang memiliki karakteristik sistem politik yang berseberangan di Indonesia. Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode analisis isi karena fokus penelitian terletak pada kecenderungan pemberitaan majalah Tempo yang dicerminkan pada bagian halaman muka dengan skala frekuensi. Sedangkan pengumpulan data menggunakan metode observasi dan dokumentasi. Teknik random sampling digunakan untuk memilih 48 dari 96 halaman muka majalah tempo edisi tahun 1993/1994 dan 2009/2010, sementara validitas data diuji melalui teknik dua pengkoding dan analisa data menggunakan data frekuensi dan prosentasi intensitas. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa memang terdapat perbedaan yang signifikan pada pemberitaan majalah Tempo pada periode I tahun 1993/1994 dan periode II tahun 2009/2010. Pemberitaan tentang isu-isu yang bersangkutan dengan oknum-oknum pemerintahan pada periode II lebih banyak jika dibandingkan pada periode I. Penelitian ini juga menemukan bahwa pada periode II ditemukan beberapa edisi yang mengangkat presiden sebagai model dalam halaman muka sedangkan pada periode I tidak ditemukan sama sekali halaman muka semacam ini. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan teknik ilustrasi pada pengemasan halaman muka pada periode II lebih banyak jika dibandingkan pada periode I. Kenyataan semacam ini memperlihatkan adanya peningkatan kebebasan pers dan kebebasan menyatakan pendapat pada periode II. Hal ini berangkat dari sebuah pernyataan bahwa pemuatan ilustrasi atau karikatur mensyaratkan adanya kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan pers pada commit to user sebuah sistem politik.
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT LUKMAN NUSA, D0206066, TEMPO MAGAZINE COVERS (Content Analysis About the Differences of Tempo Magazine Covers as The Representations of Tajuk Utama at 1993/1994 and 2009/2010), Paper, Communication Science Majors, Social and Political Science Faculty, Surakarta Sebelas Maret University (FISIP UNS), 2011. A magazine’s cover is the most prominent part. The magazine covers determine the people’s first impression futhermore will influence the reader’s interest to read. For the press media who realize the importances, the covers will be designed as a simple but competitive and interesting design which representating the media’s philosophy. Futhermore, the theory of Environment states that until specific level, political system influences communication vise versa. This theory describes that the governement policy which is born in a political system, until a specific level, influences the news release. Base from the states, the problem of this research is the preference of Tempo the national news magazine’s news release which can be seen from its covers at two periods which has different political system’s characteristic in Indonesia. To find the answer, the researcher use the content analysis metode because the research focus on the preference of Tempo’s news release which is representated on its covers with frequency scale. While the observation and documentation metode is used for the data gathering. Random sampling technique is used for selecting 48 from 96 Tempo magazine covers at 1993/1994 and 2009/2010 while the data validation is tested with two coders technique and the data analysis was using frequency data and intencity persentage. The research found that there are significant diferences on Tempo’s news release between the first period at 1993/1994 and the second period at 2009/2010. News release about government issues at the second periode is larger than the first periode. This research found that there a some edition which represent the president on the cover at the second period but none was found at the first period too. From the result of the research describe that the frequency of using ilustration technique for Tempo magazine covers at the second period is larger than at the first period. The fact described that there were raising power of the pers freedom and the freedom of speech at the second period. This fact is base from the state that ilustration or caricature technique usage requires the freedom of speech and the press freedom on its political system.
commit to user
xiv
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam sebuah majalah, tidak ada yang lebih penting dari pada halaman muka (Nelson, 1979: 162). Halaman muka sebuah majalah mengandung elemen sangat penting karena menjadi bagian yang nantinya akan dilihat pertama kali oleh khalayak. Bagian ini didesain sedemikian rupa sehingga mampu memberikan kesan menarik ketika pembaca melihatnya untuk pertama kali. John Morris, dalam bukunya Magazine Editing menyebutkan tentang arti pentingnya desain dalam sebuah majalah sebagai berikut. “Publishing is never a purely verbal matter: printing words always involves design issues, even if it is only selections of a typeface. Magazine design takes that process and extends it through the incorporation of photographic and illustrative material”. (Penerbitan bukan hanya tentang hal-hal bersifat verbal saja: dunia percetakan selalu berhubungan dengan desain, bahkan ketika hanya dalam menyeleksi tipe muka. Desain majalah mengambil proses tersebut dan mengembangkannya melalui penggabungan antara fotografi dan bahan ilustrasi). (John Morris, 1996:147)
Dari pendapat John Morrris sebagaimana dikutipkan di atas dapatlah disimpulkan bahwa sebuah majalah membutuhkan desain, termasuk desain halaman muka, yang dapat membuatnya lebih mampu menarik perhatian khalayak. Halaman muka, dalam kaitan ini, menjadi suatu hal yang sangat penting dalam hal first impression kepada pembacanya. commit to user
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada majalah berita, halaman muka menjadi sangat penting karena merepresentasikan prioritas pemberitaan. Sebuah halaman muka haruslah sederhana, kompetitif dan menarik. Halaman muka hendaknya berkaitan pada artikel
utama
dari
edisi
tersebut.
Konsistensi
dari
desain
sehingga
merepresentasikan filosofi dari majalah itu sendiri menjadi hal yang penting sehingga majalah tersebut dapat dengan mudah dikenali oleh pembaca. (Click & Baird, 1983: 204) Banyak majalah berita di Indonesia, salah satunya yang dapat dikatakan terkemuka adalah Tempo. Majalah Tempo adalah majalah berita mingguan Indonesia yang umumnya meliput berita dan politik. Halaman muka majalah Tempo menjadi sebuah topik yang menarik untuk dikaji karena untuk beberapa kali, halaman muka majalah ini menimbulkan kontroversi. Pada masa Orde Baru tahun 1982 misalnya, Surat Izin Terbit (SIT) TEMPO pernah dibekukan oleh keputusan Menteri Penerangan Ali Moertopo karena melanggar kode etik pers yang bebas dan bertanggung jawab. Banyak orang percaya, alasan utamanya karena TEMPO memberitakan kampanye partai Golkar, di lapangan Banteng, Jakarta, yang berakhir dengan kerusuhan. (www.kopigrafika.com) Selanjutnya, pada tahun 1994 pemerintah melakukan pembreidelan juga pada majalah tersebut. Alasan pembreidelan tidak pernah jelas. Tetapi banyak yang meyakini bahwa pemberitaan mengenai impor kapal perang (bekas) dari Jerman. Pemberitaan mengenai kasus ini dianggap sebagai sebuah ancaman terhadap stabilitas negara. (www.kopigrafika.com) commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada era Reformasi, TEMPO tak surut mengundang kontroversi, ulasan artikelnya mengenai ada Tomy di Tenabang, Kasus Akbar Tanjung, hingga gambar sampul Majalah TEMPO, yang memuat lukisan "Perjamuan Terakhir" karya Leonardo Da Vinci, yang sangat sakral bagi agama Nasrani, di pelesetkan dengan
gambar
Soeharto
di
meja
makan
bersama
enam
anaknya.
(www.kopigrafika.com). Gambar tersebut dimuat pada halaman muka majalah Tempo edisi 4-10 Februari 2008, beberapa hari setelah wafatnya mantan presiden Soeharto. Kontroversi baru-baru ini yaitu pada edisi 28 Juni – 4 Juli 2010 yang berjudul Rekening Gendut Perwira Polisi adalah sebuah contoh halaman muka majalah Tempo yang menimbulkan pro dan kontra. Desain halaman muka yang menggambarkan seorang perwira tinggi Polisi dengan tiga celengan berbentuk babi yang terikat pada salah satu tangan sang perwira menyebabkan Tempo edisi ini menjadi sulit untuk didapatkan. Disinyalir keadaan ini disebabkan majalah Tempo edisi Rekening Gendut Perwira Polisi diborong oleh beberapa pihak tertentu. Lebih lanjut, dalam masa edisi ini diterbitkan, pemerintah dan masyarakat sedang menggalakkan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi sementara berkembang dugaan terdapat beberapa perwira tinggi Polisi yang terlibat dalam tindak pidana korupsi. Tapi itulah, Tempo dengan segala kehebohan yang sering dimunculkannya, suka atau tidak, telah menciptakan warna tersendiri bagi perkembangan dan kedewasaan politik bagi perjalanan negara dan bangsa ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
Terutama karena kontroversi-kontroversi yang sering ditimbulkan oleh majalah berita mingguan Tempo inilah maka penting untuk meneliti bagaimana majalah Tempo memilih dan menyajikan persoalan-persoalan penting dalam halaman muka. Penelitian ini dilakukan dengan mengamati dua periode terbitan majalah Tempo yaitu: periode I No. 12 Tahun XXIII – 22 Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010. Pemilihan kedua periode tersebut lebih disebabkan oleh adanya perbedaan pemerintahan yang berkuasa pada masanya. Masa Orde Baru yang berkuasa pada periode pertama cenderung lebih mempunyai tekanan terhadap kebebasan pers. Selanjutnya, Pawito dalam desertasinya Mass Media and Democracy: a study of the roles of the mass media in the Indonesian transition period 19971999, menjelaskan tentang kondisi media massa pada periode orde baru. The Period of New Order lasted form 1967 to 1998. Basically, in this period, similiar to that in the period of Demokrasi Terpimpin, Indonesian mass media were put under government control. In the periode of Demokrasi Terpimpin, the mass media served as the arms of the government to promote the government policies e.g. Demokrasi Terpimpin, Manipol Usdek, and Nasakom in an atmosphere called politik adalah panglima (politics is the chief consideration). Likewise, in the period of New Order the Indonesian mass media served as an agent of the government to promote government policies, primarily national development programs, in an atmosphere called pembangunan adalah panglima (development is the chief of cansideration). Thus during both periods, the governemnt enforced its control over the media in order to prepetuate the regime. Similiar to that in the period of Demokrasi Terpimpin, Departemen Penerangan also played a remarkable role in controlling the media in the period of New Order. (Periode Orde Baru berlangsung tahun 1967-1998. Secara umum, periode ini hampir mirip dengan periode Demokrasi Terpimpin, media massa di Indonesia berada dalam kontrol to user Demokrasi Terpimpin, media pemerintah. Padacommit saat periode
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
massa dijadikan sebagai alat pemerintah untuk mempromosikan kebijakan pemerintah. Demokrasi Terpimpin, Manipol Usdek, dan Nasakom terdapat dalam sebuah atmosfer yang disebut politik adalah panglima. Demikian juga pada periode Orde Baru, media massa di Indonesia digunakan sebagai agen pemerintah untuk mempromosikan kebijakan pemerintah, secara umum untuk mempromosikan program pembangunan nasional dalam sebuah atmosfer yang disebut sebagai Pembangunan adalah panglima. Pada kedua periode pemerintah memaksakan kontrolnya kepada media untuk melanggengkan rezim. Sama halnya pada saat periode Demokrasi Terpimpin, Departemen Penerangan juga mempunyai peranan yang penting untuk mengontrol media). (Pawito, 2002: 98)
Dari pendapat Pawito di atas dapatlah kiranya penulis simpulkan bahwa pemerintahan orde baru pada periode I memiliki sistem politik yang tidak jauh berbeda
dengan
pemerintahan
masa
orde
lama
dimana
pemerintahan
membenarkan adanya intervensi terhadap media. Pada periode I dimana pemerintah memiliki atmosfer sistem politik pembangunan sebagai panglima dapat memaksakan kontrolnya kepada media untuk membuat abadi rezim tersebut. Sebaliknya, pada periode II dimana pemerintahan kabinet Indonesia Bersatu berkuasa. Pada periode tersebut, reformasi baru saja terjadi sehingga euforia kebebasan pers benar-benar terasa didalamnya. Selanjutnya, pemilihan dalam penggunaan ilustrasi untuk halaman muka yang biasanya sangat terkait dengan berita utama atau tajuk utama edisi bersangkutan notabene merupakan keputusan media secara instutusional (melalui para editor). Keputusan ini sudah tentu dibuat oleh para editor setelah mencermati dan mempertimbangkan persoalan atau perkembangan situasi politik dan sosial yang ada di masyarakat. commit to user Pemilihan penggunaan ilustrasi yang kental dengan unsur subjektifitas, dari pada
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
fotografi dalam penyusunan desain halaman muka majalah Tempo juga setidaknya menjadi penguat alasan mengapa topik ini menarik untuk diteliti.
B. Rumusan Masalah Berangkat dari permasalahan diatas, dapatlah dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Tema-tema apa saja
yang menjadi sorotan majalah Tempo
sebagaimana yang ditampilkan di halaman muka pada periode I No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010. 2. Siapa yang paling banyak muncul di halaman muka majalah Tempo pada periode I dan Periode II. 3. Bagaimana perbedaan cara majalah Tempo dalam mengemas sebuah isu yang kemudian diangkat menjadi halaman muka pada periode I dan periode II.
C. Tujuan penelitian Penelitian ini pada intinya berkenaan dengan halaman muka majalah berita Tempo khususnya pada dua periode penerbitan yaitu periode I No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010. Adapun tujuan pokok dari penelitian ini adalah: Untuk melihat secara lebih intensif tentang commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tampilan halaman muka majalah tempo terutama dalam aspek tema dari pesan yang menjadi sorotan majalah Tempo untuk diangkat dalam halaman muka di kedua periode sebagaimana dikemukakan di atas serta kemungkinan perbedaan yang ada di antara kedua periode tersebut (dilihat dari frekuensi kemunculan). Adapun tujuan kedua adalah membandingkan tokoh yang paling sering diangkat dalam halaman muka majalah Tempo pada kedua periode. Selanjutnya, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan cara pengemasan sebuah halaman muka pada masing-masing periode (dilihat frekuensi dari penggunaan ilustrasi/karikatur dan fotografi).
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam dunia penelitian komunikasi karena dalam dunia tersebut masih jarang ditemukan penelitian
mengenai
halaman
muka
sebuah
majalah.
Disamping
itu,
pembandingan antara dua periode yang dipilih, setidaknya dapat menjadi sebuah tolak ukur perkembangan pers di Indonesia.
E. Landasan Teoritis Teori merupakan landasan bagi seorang peneliti dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian ini, landasan teori dimulai dengan teori mengenai komunikasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
1. Komunikasi Dalam buku “Komunikasi dan Regulasi Penyiaran”, Mufid mengutip pengertian komunikasi dari Weekly (1967), secara etimologi (bahasa) kata “komunikasi” berasal dari Bahasa Inggris “communication” yang mempunyai akar kata dari bahasa Latin “comunicare.” Kata “comunicare” sendiri memiliki tiga kemungkinan arti: 1. “to make common” atau membuat sesuatu menjadi umum. 2. “cum + munus” berarti saling memberi sebagai hadiah. 3. “cum + munire” yaitu membangun pertahanan bersama. (Muhamad Mufid, 2007 :1)
Sedangkan secara epistemologis (istilah), dalam buku “Komunikasi dan Regulasi Penyiaran”, Mufid mengutip dari beberapa tokoh komunikasi, diantaranya adalah Ruben (1992), R loose (1999) dan DeVito (1986). Definisidefinisi itu adalah: 1. “Communication means that information is passed from one place to another” (komunikasi adalah informasi yang disampaikan dari satu tempat ke tempat lain). 2. “Communication...include (s) all the procedures by which one mind may effect another.” (Komunikasi...meliputi semua prosedur di mana pikiran seseorang mempengaruhi orang lain). 3. “The transmission of information, ideas, emotion, skills, etc. By the use of symbol – word, pictures, figures, graph, etc.” (pemindahan informasi, ide, emosi, keterampilan, dan lain-lain dengan menggunakan simbol – seperti kata, gambar, figur dan grafik). 4. “The imparting, conveying or exchange of ideas, knowledge, or information whether by speech, writing or signs.” (memberi, meyakinkan atau bertukar ide, pengetahuan atau informasi baik melalui ucapan, tulisan atau tanda). commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Komunikasi adalah proses pertukaran informasi yang biasanya melalui sistem simbol yang berlaku secara umum. 6. Komunikasi adalah, “proses atau tindakan menyampaikan pesan (message) dari pengirim (sender) ke penerima (receiver), melalui suatu medium (channel) yang biasanya mengalami gangguan (noise). Dalam definisi ini, komunikasi haruslah bersifat intentional (disengaja) serta membawa perubahan. (Muhamad Mufid, 2007 :1-2)
Astrid dalam bukunya “Komunikasi Sosial di Indonesia”, menyinggung tentang pengertian Komunikasi. Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti atau makna. Arti ini perlu dipahami bersama oleh pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan komunikasi. Suatu situasi komunikasi serasi adalah yang diharapkan oleh komunikator dan komunikan. Komunikasi serasi hanya dapat dicapai apabila pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan komunikasi memberi arti dan makna yang sama kepada lambanglambang yang dipergunakan karena itu dikatakan bahwa pemberi arti kepada lambang merupakan landasan pokok untuk suatu komunikasi yang serasi, terutama karena manusia hidup dalam masyarakatnya melalui komunikasi. (Phil Astrid S Susanto, 1980: 4)
Secara garis besar, baik Mufid maupun Astrid sama-sama mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah proses yang kemudian menghasilkan sebuah produk pesan. Dalam proses tersebut sebuah pesan dikemas sedemikian rupa hingga terdapat keselarasan antara komunikator dan komunikannya. Proses keselarasan itu tentu saja tidak luput dari hambatan ataupun gangguan. Melalui hambatan dan gangguan inilah nantinya sebuah pesan diterima oleh komunikan yang selanjutnya menghasilkan berbagai feed back.
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selanjutnya, Mufid juga merumuskan beberapa unsur yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi anatomi komunikasi. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut: 1. Komunikasi melibatkan hubungan seseorang dengan orang lain atau hubungan seseorang dengan lingkungannya, baik dalam rangka pengaturan atau koordinasi. 2. Proses, yakni aktivitas yang nonstatis, bersifat terus menerus. Ketika kita bercakap-cakap dengan seseorang misalnya, kita tentu tidak diam saja. Di dalamnya kita membuat perencanaan, mengatur nada, menciptakan pesan baru, menginterpretasikan pesan, merespons atau mengubah posisi tubuh agar terjadi kesesuaian dengan lawan bicara. 3. Pesan, yaitu tanda (signal) atau kombinasi tanda yang berfungsi sebagai stimulus (pemicu) bagi penerima tanda. Pesan dapat berupa tanda atau simbol. Sebagian dari tanda dapat bersifat universal, yakni dipahami oleh sebagian besar manusia diseluruh dunia, seperti senyum sebagai tanda senang, atau asap sebagai tanda adanya api. Tanda lebih bersifat universal daripada simbol. Ini dikarenakan simbol terbentuk karena adanya kesepakatan, seperti simbol negara. Karena terbentuk melalui kesepakatan, maka simbol tidak bersifat alami dan tidak pula universal. 4. Saluran (channel), adalah wahana di mana tanda dikirim. Channel bisa bersifat visual (dapat dilihat) atau aural (dapat didengar). 5. Gangguan
(noise),
segala
sesuatu
yang
dapat
membuat
pesan
menyimpang, atau segala sesuatu yang dapat mengganggu diterimanya commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pesan. Gangguan (noise) bisa bersifat fisik, psikis (kejiwaan) atau semantis (salah paham). 6. Perubahan, yakni komunikasi menghasilkan perubahan pada pengetahuan, sikap atau tindakan orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi. (Muhamad Mufid, 2007: 3-4)
Selanjutnya, pada tahun 1948 Laswell memperkenalkan pola komunikasi yang mengatakan bahwa komunikasi meliputi “who says what to whom in what channel with what effect”, atau “siapa berkata apa kepada siapa dengan menggunakan saluran apa serta menimbulkan pengaruh apa”.
Model Komunikasi Lasswell
Who
What
Channel
Whom
Effect
(Pembicara)
(pesan)
(medium)
(audience/ pendengar)
(pengaruh)
Gambar 1: Model Teori Laswell (Muhamad Mufid, 2007: 7)
Teori Laswell, walaupun masih berfokuskan pada komunikasi verbal satu arah, namun teori tersebut dipandang lebih maju dari teori yang telah ada. Di samping berhasil lepas dari pengaruh komunikasi propaganda yang ketika itu sangat mendominasi wacana komunikasi, Laswell juga mendefinisikan medium pesan dalam arti yang lebih luas yakni media massa. (Muhamad Mufid, 2007: 7-8) commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lebih lanjut, Laswell juga menyebutkan beberapa fungsi dari komunikasi: 1. The surveillance of the environment. (Pengawasan terhadap lingkungan) 2. The correlation of the parts of society in responding to the environment.(Penghubung
bagian-bagian
dari
masyarakat
kepada
lingkungan) 3. The transmission of the social herritage from one generation to the next. (Menurunkan warisan sosial dari satu generasi kepada generasi setelahnya). (Onong U. Effendy, 1994: 13)
Fungsi “surveillance” yang dimaksudkan oleh Laswell disini merupakan kegiatan mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian dalam suatu lingkungan, dapat dikatakan sebagai penggarapan berita. Fungsi kedua yaitu “correlation” adalah semua kegiatan yang mencakup berbagai interpretasi terhadap informasi pada lingkungannya. Fungsi terakhir, “transmission of culture" yang menyatakan sebuah komunikasi dapat digunakan sebagai sebuah media untuk memberikan warisan saosial dan budaya dari generasi tua kepada generasi yang lebih muda.
2. Komunikasi Massa Karya Shannon dan Weaver, Mathematical Theory of Communication (1949;Weaver,1949b), diterima secara luas sebagai salah satu benih yang keluar dari studi komunikasi yang telah tumbuh. Teori ini merupakan suatu contoh yang commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gamblang dari mahzab proses, yang melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. (John Fiske, 1990: 13)
Sumber informasi
Transmite
Receive
Pesan
Tujuan
Sinyal yang sinyal
diterima
Sumber gangguan
Gambar 2: Model komunikasi Shannon dan Weaver (John Fiske, 1990: 13)
Dari gambar 2 dapat kita simpulkan bahwa Shannon dan Weaver mengidentifikasi tiga level masalah dalam studi komunikasi. Hal itu adalah: •
Level A (masalah teknis)
merupakan
sebuah
permasalahan
yang
berjibaku dengan cara bagaimana simbol-simbol komunikasi dapat ditransmisikan secara akurat. •
Level B (masalah semantik) adalah
masalah
mengenai
bagaimana
simbol-simbol yang ditranmisikan secara persis menyampaikan makna yang diharapkan. •
Level C (masalah keefektifan) yang merupakan permasalahan terakhir yang bergumul dengan semua permasalahan bagaimana makna yang diterima secara efektif mempengaruhi tingkah laku dengan cara yang diharapkan. (John Fiske, 1990: 46)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
Masalah teknis di level A adalah yang paling sederhana untuk dipahami dan ini adalah salah satu masalah yang semual dikembangkan model tersebut untuk dijelaskan. Masalah semantik sekali lagi mudah untuk diidentifikasikan, namun jauh lebih sulit untuk dipecahkan, dan mulai dari makna kata hingga makna bahwa sebuah gambar film warta berita sebuah negara mungkin memiliki makna bagi seorang warga negara lain. Shannon dan Weaver memandang bahwa makna terkandung dalam pesan: maka memperbaiki encoding akan meningkatkan akurasi semantik. Namun, terdapat juga faktor-faktor budaya yang bekerja disini yang modelnya tidak menentukan: makna setidaknya sama banyaknya di dalam budaya sebagaimana di dalam pesan Masalah keefektifan sekilas mungkin tampak untuk menyatakan secara tidak langsung bahwa Shannon dan Weaver memandang komunikasi sebagai manipulasi dan propaganda: bahwa A telah berkomunikasi secara efektif dengan B jika merespons dengan cara yang A harapkan. Mereka menempatkan diri mereka sendiri terbuka terhadap kritik ini, dan hampir tidak menangkisnya, dengan mengklaim bahwa respons estetik atau emosional terhadap suatu karya seni adalah suatu efek komunikasi Selanjutnya, sebagaimana yang sudah disinggung diatas, Laswell memberi kita model lain yang menegaskan bahwa untuk memahami proses komunikasi massa kita perlu mempelajari setiap tahapan dalam modelnya:Who, Says what, In which channel, To whom, With what effect. Ini merupakan versi verbal model yang berasal dari Shannon dan Weaver. Model ini melihat komunikasi sebagai tranmisi pesan. Model ini mengungkapkan isu “efek” dan bukannya “makna.” commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Efek” secara tak langsung menunjukkan adanya perubahan yang bisa diukur dan diamati pada penerima
yang disebabkan oleh unsur-unsur yang bisa
diidentifikasikan dalam prosesnya. Perubahan pada salah satu unsur tersebut akan merubah efek. (John Fiske, 1990: 46) Dari beberapa pendapat tentang komunikasi massa, pendapat Bitner (1980) merupakan definisi tentang komunikasi massa yang paling sederhana. “Mass communication is message communicated through a mass medium to a large number of people”.(Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang). (Ardianto dan Erdinaya, 2007:3)
Komunikasi massa merupakan komunikasi yang harus menggunakan media massa (Ardianto dan Erdinaya, 2007:3). Televisi, radio, surat kabar, film, buku, pita merupakan bentuk dari komunikasi massa (Effendy, 1990:20). Definisi dari Bitner yang dikutip oleh Ardianto dan Erdinaya merupakan sebuah definisi komunikasi massa yang memprioritaskan pada channel dan jumlah komunikan pada sebuah proses komunikasi massa. Adapun Effendy (1990) memperjelas berbagai channel yang dapat digunakan oleh sebuah proses komunikasi massa untuk mentransmisikan sebuah pesan. McQuail dalam bukunya Teori Komunikasi Massa, menjelaskan bahwa komunikasi massa hanya merupakan salah satu proses komunikasi yang berlangsung pada peringkat masyarakat luas, yang identifikasinya ditentukan oleh ciri khas institusionalnya (gabungan antara tujuan, organisasi, dan kegiatan yang sebenarnya). (McQuail,1996:7) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
Masih menurut McQuail, ciri-ciri utama komunikasi massa adalah sumber komunikasi massa bukanlah satu orang, melainkan satu organisasi formal, dan “sang pengirim”-nya seringkali merupakan komunikator profesional. Pesannya tidak unik dan beranekaragam, serta dapat diperkirakan. Di samping itu, seringkali pesan tersebut ”diproses”, distandarisasi, dan selalu diperbanyak. Pesan itu juga merupakan suatu produk dan komoditi yang memiliki nilai tukar, serta acuan simbolik yang mengandung nilai “kegunaan.” Hubungan antara pengirim dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali bersifat interaktif. Hubungan tersebut juga bersifat impersonal, bahkan mungkin sekali bersifat non-moral dan kalkulatif dalam artian bahwa sang pengirim tidak bertanggung jawab atas konsekuensi yang terjadi pada para individu dan pesan yang diperjualbelikan dengan uang atau ditukar dengan perhatian tertentu. Charles Wright, seorang ahli komunikasi mencoba merumuskan mengenai ciri-ciri komunikasi massa: 1. Diarahkan kepada khalayak yang relatif besar, heterogen dan anonim 2. Pesan disampaikan secara terbuka, seringkali dapat mencapai kebanyakan khalayak secara serentak, bersifat sekilas 3. Komunikator cenderung berada atau bergerak dalam organisansi yang kompleks yang melibatkan biaya besar. (Mursito BM,1999:18)
Nurudin (2007), dalam bukunya Komunikasi Massa, merumuskan dalam tujuh ciri sebuah komunikasi yang dapat disebut sebagai komunikasi massa. a. Komunikator dalam Komunikasi Massa Melembaga commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Komunikator dalam komunikasi massa bukan satu orang, melainkan kumpulan orang-orang. Artinya, gabungan antar berbagai macam unsur dan berkerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Lembaga disini menyerupai sebuah sistem. Dalam komunikasi massa, komunikator adalah lembaga media massa itu sendiri. b. Komunikan dalam Komunikasi Massa Bersifat Heterogen Audience sebuah media massa memiliki keragaman umur, jenis kelamin dan status sosial ekonomi. Karakter komunikan atau audience menurut Herber Blumer adalah: - Audience dalam komunikasi massa bersifat heterogen, berasal dari berbagai kelompok dalam masyarakat. - Berisi individu-individu yang tidak saling kenal dan tidak saling berinteraksi secara langsung. - Tidak memiliki kepemimpinan atau organisasi sosial. c. Pesannya Bersifat Umum Pesan yang disampaikan dalam komunikasi massa bersifat umum dan ditujukan untuk khalayak yang jamak, bukan pada orang atau golongan tertentu. d. Komunikasi Berlangsung Satu Arah Dalam bentuk komunikasi ini, komunikan tidak bisa langsung memberi tanggapan terhadap pesan yang disampaikan komunikator. e. Komunikasi massa Menimbulkan Keserempakan commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam komunikasi massa penyampaian pesan dilakukan secara serempak atau hampir bersamaan, walaupun pada audience media cetak komunikan belum tentu menerima pesan secara bersamaan. f. Komunikasi Massa Mengandalkan Peralatan Teknis Media massa sebagai sarana utama dalam penyampaian pesan kepada khalayak sangat membutuhkan sebagai peralatan teknis seperti komputer, mesin cetak, kamera dan lain-lain. g. Komunikasi Massa Dikontrol oleh Gatekeeper Gatekeeper berfungsi untuk memilih informasi yang layak disebarkan dan menyederhanakan penyampaiannya agar mudah dipahami oleh khalayak. (Nurudin,2007:54-55)
Komunikasi massa menurut Mursito BM dalam bukunya Memahami Institusi Media, menjelaskan bahwa kata “komunikasi massa” diadopsi dari istilah bahasa inggris “mass communication” atau komunikasi media massa (mass media communication), yang berarti komunikasi dengan menggunakan media massa atau “mass mediated”, komunikator tak dapat bertatap langsung dengan khalayak. Misalnya; penyiar radio atau televisi yang sedang siaran, tidak dapat menatap audiens dalam perbincangannya, sedangkan istilah “mass media” atau “media massa” adalah dari “media of mass communication” – media yang digunakan dalam komunikasi massa. Istilah lain yang paling banyak digunakan adalah pers. (Mursito BM, 2006:2) commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, untuk meneliti perbandingan halaman muka majalah Tempo periode I dan Periode II dibutuhkan pengetahuan mengenai sistem politik yang digunakan pada masing-masing periode. Pengetahuan mengenai sistem politik yang mempengaruhi komunikasi dalam hal ini media massa demikian juga sebaliknya disebuat sebagai pendekatan lingkungan. Dalam bukunya, Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye Pemiilihan, Pawito menjelaskan bahwa pendekatan lingkungan bertolak dari asumsi bahwa antara sistem politik dan komunikasi terdapat hubungan timbalbalik: sistem politik mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya komunikasi mempengaruhi sistem politik. Bertolak dari asumsi ini, maka mencermati lingkungan, terutama lingkungan sosial-politik, pada saat komunikasi berlangusng menjadi sangat penting. Lingkungan sosial-politik secara sederhana dapat dipahami sebagai kondisi sosial-politik yang secara umum dirasakan luas oleh masyarakat berkaitan dengan kinerja sistem politik. (Pawito, 2009: 35) Dapat ditarik kesimpulan dari pernyataannya, Pawito menyadari bahwa pendekatan lingkungan ini mengasumsikan bahwa lingkungan sosial-politik, sampai tingkat tertentu, berpengaruh terhadap komunikasi. Dengan kata lain, perubahan yang terjadi dalam sistem politik cenderung diikuti oleh perubahan kondisi komunikasi politik termasuk kondisi media. Perubahan ini nantinya akan dapat dilihat dari perbandingan halaman muka majalah Tempo periode I dan periode II yang notabene memiliki karakteristik pengaruh sistem politik terhadap media massa yang berbeda. commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Jurnalistik Sebagai Bentuk Komunikasi Massa Jurnalistik atau jurnalisme berasal dari kata Journal, artinya sebuah catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti surat kabar. Journal berasal dari kata latin diurnalis, artinya harian atau tiap hari. Dari kata itulah lahir kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik (kusumaningrat, 2006:15). Jurnalistik juga dapat diartikan sebagi sebuah kegiatan mencari dan mengolah fakta realitas empirik, kemudian dilaporkan kepada khalayak melalui media massa. Laporan tentang realitas empirik di media massa ini disebut berita. (Mursito, 1999:25) Menurut Kovach dan Rosentiel, tujuan utama dari Jurnalisme adalah memberikan informasi yang dibutuhkan oleh khalayak sehingga mereka dapat hidup merdeka dan mengatur diri sendiri. Untuk dapat memenuhi tujuan utamanya, jurnalisme harus memenuhi prinsip-prinsip jurnalisme yang disebut dengan sembilan elemen jurnalisme. Sembilan elemen jurnalisme itu adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kewajiban pertama jurnalisme adalah kebenaran Loyalitas pertama jurnalisme kepada warga Intisari jurnalisme adalah disiplin dalam verifikasi Para praktisinya harus menjaga independensi terhadap sumber berita Jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan Jurnalisme harus menyediakan forum publik untuk kritik, maupun dukungan warga Jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting menarik dan relevan Jurnalisme harus menjaga agar berita berita komprehensif dan proposional Para praktisinya harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka. (Bill Kovach & Tom Rosentiel, 2001:6)
commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari uraian sembilan elemen jurnalistik yang di sebutkan Bill Kovach dan Tom Rosentiel diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa realisasi dari elemen-elemen jurnalistik tersebut dibutuhkan dukungan baik dari sisi internal maupun eksternal dari sebuah media. Pada sisi internal dibutuhkan kesadaran diri dari awak media maupun sang pemiliknya untuk menjunjung tinggi apa yang dinamakan independensi jurnalistik. Sedangkan pada sisi eksternal, mensyaratkan pemerintahan dengan berbagai kebijakannya yang pro dengan kebebasan pers dan kebebasan menyatakan pendapat. Sejarah Jurnalistik dimulai ketika tiga ribu tahun yang lalu, Firaun di Mesir, Amenhotep III, mengirimkan ratusan pesan kepada para perwiranya di provinsi-provinsi untuk memberitahukan apa yang terjadi di ibukota. Di Roma 2000 tahun yang lalu Acta Diurna (“tindakan-tindakan harian”) – tindakantindakan senat, peraturan-peraturan pemerintah, berita kelahiran dan kematian ditempelkan ditempat-tempat umum. Selama abad pertengahan di Eropa, siaran berita yang ditulis tangan merupakan media informasi yang penting bagi usahawan. Keperluan untuk mengetahui apa yang terjadi merupakan kunci lahirnya jurnalisme selama berabad-abad. Tetapi, jurnalisme itu sendiri baru benar-benar dimulai ketika huruf-huruf lepas untuk percetakan mulai digunakan di Eropa pada sekitar tahun 1440. Dengan mesin cetak, lembaran-lembaran berita dan pamfletpamflet dapat dicetak dengan kecepatan yang lebih tinggi, dalam jumlah yang lebih banyak, dan dengan ongkos yang lebih rendah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
Surat kabar pertama yang terbit di Eropa secara teratur dimulai di Jerman pada tahun 1609: Aviso di Wolfenbuttel dan Relation di Strasbourg. Tak lama kemudian, suratkabar-suratkabar lainnya muncul di Belanda (1618), Perancis (1620), Inggris (1620), dan Italia (1636). Suratkabar-suratkabar pada abad ke-17 ini bertiras sekitar 100 sampai 200 eksemplar sekali terbit, meskipun Frankfurter Journal pada tahun 1680 sudah memiliki tiras 1500 sekali terbit. Pada tahun 1650, suratkabar pertama yang terbit sebagai harian adalah Einkommende Zeitung di Leipzig, Jerman. Pada tahun 1702 menyusul Daily Courant di London yang menjadi harian pertama di Inggris yang berhasil diterbitkan. Ketika lebih banyak penduduk mendapatkan penghasilan yang lebih besar dan lebih banyak di antara mereka yang belajar membaca, maka semakin besarlah permintaan akan suratkabar. Bersamaan dengan itu, terjadi penemuan mesin-mesin yang lebih baik dalam mempercepat produksi koran dan memperkecil ongkos. Pada tahun 1833, di New York City, Benjamin H. Day, menerbitkan untuk pertama kalinya apa yang disebut penny newspaper (suratkabar murah yang harganya satu penny). Ia memuat berita-berita pendek yang ditulis dengan hidup, termasuk peliputan secara rinci tentang berita-berita kepolisian untuk pertama kalinya. Berita-berita human interest dengan ongkos murah ini menyebabkan bertambahnya secara cepat sirkulasi suratkabar tersebut. Kini di Amerika Serikat beredar 60.000.000 eksemplar harian setiap harinya. Jurnalisme kini telah tumbuh jauh melampaui suratkabar pada awal kelahirannya. Majalah mulai berkembang sekitar dua abad lalu. Pada tahun 1920 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
radio komersial dan majalah-majalah berita muncul ke atas panggung. Televisi komersial mengalami boom setelah Perang Dunia II. Selanjutnya, dalam penelitian ini, Tempo sebagai salah satu media cetak yang cukup terkemuka di Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyaknya media massa atau media of mass communication. Hal ini sejalan dengan definisi perusahaan pers yang terdapat dalam Undang-Undang No.40/1999 tentang pers, pasal 1 ayat 2. Perusahan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronika, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
Dari undang-undang tesebut dapat kita simpulkan bahwa wujud dari media seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang itu adalah perusahaan penerbitan yang bergerak di bidang media cetak, meliputi perusahaan penerbitan surat kabar, majalah, tabloid dan buku. Sedang media elektronika meliputi media radio dan media televisi.
4. Media Cetak dan Majalah Perkembangan media cetak tidak bisa lepas dari perkembangan penggunaan kertas sebagai bahan untuk merekam tulisan. Hal demikian sudah dimulai di dunia Islam sepanjang abad ke-18 dengan kertas kulit (meski sebenarnya kertas sudah muncul di Cina). Lama kelamaan, sistem pemakaian di atas kertas tersebar ke umat kristen Eropa, khususnya ketika tentara Moors commit to user menduduki Spanyol. Tulisan yang awal mulanya dimonopoli oleh kalangan
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
pendeta, elit politik, ilmuwan dan ahli lain mulai bergeser. Masyarakat umum yang memiliki kemampuan untuk menulis dan membaca mulai merasakan manfaatnya. (Nurudin,2007:54-55) Sejarah media modern bermula dari buku cetak. Meskipun pada awalnya upaya percetakan buku hanyalah merupakan upaya penggunaan alat teknik untuk memproduksi teks yang sama atau hampir sama, yang telah disalin dalam jumlah yang besar, namun upaya itu tentu saja masih dapat disebut semacam revolusi. Lambat laun perkembangan buku cetak mengalami perkembangan dalam segi isi semakin bersifat sekular dan praktis. Kemudian semakin banyak pula karya populer, khususnya dalam bentuk brosur dan pamflet politik dan agama yang ditulis dalam bahasa daerah, yang ikut berperan dalam proses transformasi abad pertengahan. Jadi, pada masa terjadinya revolusi buku pun ikut memainkan peran yang tidak dapat dipisahkan dari proses revolusi itu sendiri. (McQuail,1996:9) Surat kabar komersial abad ketujuh belas tidak lahir dari satu sumber, tetapi dari gabungan kerja sama antara pihak percetakan dengan pihak penerbit. Ragam surat kabar resmi (seperti yang diterbitkan oleh Raja atau pemerintah) memang memiliki beberapa ciri khas yang sama dengan surat kabar komersial, tetapi juga berfungsi sebagai terompet penguasa dan alat pemerintah. Surat kabar komersial merupakan ragam yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan institusi surat kabar. Surat kabar memiliki inovasi yang lebih tinggi daripada buku cetak – penemuan (invensi) bentuk karya tulis, sosial dan budaya yang baru – meskipun pada masa itu pandangan yang muncul tidak demikian adanya. Kekhususan surat commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kabar, jika dibandingkan dengan sarana komunikasi budaya lainnya, terletak pada individualisme,
orientasi
pada
kenyataan,
kegunaan,
sekularitas,
dan
kecocokannya dengan tuntutan kebutuhan kelas sosial baru, yakni kebutuhan para usahawan kota dan orang profesional. Kualitas kabaruannya bukan terletak pada unsur teknologi atau cara distribusinya, melainkan pada fungsinya yang tepat bagi kelas sosial tertentu yang berada dalam iklim kehidupan yang berubah dan suasana yang secara sosial dan politis lebih bersifat permisif. (McQuail,1996:10) Majalah merupakan jenis media massa yang paling unik diantara media lainnya. Rhenald Kasali (1992:112-113) berpendapat bahwa media cetak memiliki kekuatan dibanding dengan media
cetak lainnya, yakni kemampuannya
menjangkau segmentasi pasar tertentu yang terspesialisasi sehingga majalah memiliki komunitas sendiri. Majalah juga memilki sifat long life span, dimana usia edar majalah lebih panjang dari seluruh media yang ada dan pada umunya majalah juga dapat disimpan hingga bertahun-tahun sebagai referensi. Majalah seperti media cetak lainnya, pada dasarnya merupakan alat komunikasi massa yang tugasnya menyampaikan pesan dari sumber, dalam hal ini redaksi kepada pembacanya dengan menggunakan lambang-lambang yang dicetak. Lambang-lambang ini dapat berwujud huruf-huruf cetak maupun gambar. Tetapi yang menjadi permasalahan disini adalah bagaimana mengemas lambanglambang ini menjadi menarik bagi khalayak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
5. Kebebasan Pers Shoemaker (1996) dalam bukunya Mediating The Message berpendapat tentang pemerintahan dalam sebuah negara sedikit banyak memiliki pengaruh terhadap pers dalam negaranya. There is little doubt that governments of all countries exert control over the mass media. In countries where the media are largely privately owned, controls are exerted through laws, regulations, licenses, and taxes. In countries where the media are primarily government-owned, government control is exerted through media financing. A study by the Freedom House shows that although 107 government adopted democratic reforms in 1993, “the personal freedom of nearly a billion citizens decreased.” (Terdapat keraguan yang kecil bahwa pemerintahan pada semua negara menggunakan kontrol terhadap media massa. Pada negara-negara dimana media dimiliki oleh swasta, kontrol dari pemerintahan ditekankan melalui hukum, regulasi-regulasi, surat-surat ijin dan pajak. Pada negara-negara dimana media dimiliki oleh pemerintahan, kontrol dari pemerintah digunakan melalui finansial media. sebuah penelitian oleh Freedom House memperlihatkan meskipun 107 pemerintah menganut reformasi demokrasi pada tahun 1993, kebebasan individu pada jutaan rakyat berkurang). (Pamela J Shoemaker, 1996: 199)
Dari kutipan diatas dapat dilihat bahwa masih terdapat banyak pengekangan oleh pemerintah terhadap kebebasan pers sebuah media melalui berbagai modus. Selanjutnya, meskipun sudah terdapat kebebasan pers dalam sebuah negara, kejahatan terhadap kebebasan pers seringkali masih ditemukan. Hal ini sejalan dengan fakta mengejutkan yang ditemukan Sussman yang dilansir oleh Shoemaker. Dalam buku tersebut, Sussman menjelaskan tentang penemuan 1060 kasus mengenai kekerasan dalam kebebasan pers dalam 101 negara. Kekerasan-kekerasan pada kebebasan pers tersebut dapat berupa penahanan terhadap wartawan hingga pembunuhan. commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kebebasan pers pada pemerintahan Amerika Serikat sendiri secara resmi berlaku ketika dideklarasikannya Amandemen Kebebasan. Congress shall make no law respecting an establishment of religion, or prohibiting the free exercise thereof; or abridging the freedom of speech, or of the press;or the right of the people peacebly to assemble, and to petition the Government for a redress of grievances. (Dewan Perwakilan Rakyat tidak diperbolehkan membuat undang-undang menghargai sebuah pembangunan dari agama, atau melarang kebebasan penggunaannya; atau penyingkatan terhadap kebebasan bicara, atau terhadap pers; atau hak manusia untuk membentuk dan atau memohon pemerintah untuk sebuah keluhan).
Sebuah kebebasan pers telah lama dijunjung pada masyarakat Amerika Serikat dengan adanya amandemen kebebasan tersebut. Di Indonesia sendiri, walaupun pada saat kabinet indonesia bersatu berkuasa ditemukan adanya euforia kebebasan pers akan tetapi pengekangan kebebasan pers masih terjadi pada masa orde baru berkuasa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kontrol media oleh pemerintah. Pemerintah menggunakan media untuk mempromosikan kebijakankebijakan pemerintah dan program-program pemerintahan. Pawito, dalam desertasinya yang berjudul Mass Media and Democracy: A study of the Roles of The Mass Media In The Indonesian Transition Period 1997-1998, merumuskan setidaknya ditemukan 4 modus kontrol pemerintah terhadap media. 1. The government used licensing and other legal codes. Hal ini dapat dilihat pada tahun 1966, semua media penerbit, harus mempunyai Surat Ijin terbit (SIT). Pada tahun 1982 dan 1987, undangundang ini direvisi dengan mengganti SIT menjadi SIUPP (Surat Ijin Usaha Penerbitan Press).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
2. Government control over the mass media often occured in less formal terms. In this respect, various patterns developed. For example, a patronclient relationship between government officers and newspeople (media owners, editors, and reporters) was established. Dalam kasus ini, pada beberapa kesempatan, pemerintah memberikan wartawan sejumlah uang (lebih dikenal sebagai uang amplop atau uang bensin 3. Budaya telepon was another prominent mechanism of government control over the mass media. Dalam hal ini, pemerintah melakukan panggilan telepon terhadap wartawan, sebagai contoh bagaimana menulis isu-isu tertentu, dan memerintahkan mereka untuk tidak menuliskan aspek-aspek tertentu. Wartawan diharuskan untuk tidak memberitakan mengenai isu-isu negatif, seperti konflik elit politik, korupsi pemerintah, dan kekerasan yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Pelanggaran terhadapnya akan dikenakan sangsi pembreidelan. 4. Another mechanism of government control over the mass media was exercised by means of media ownersip. Keluarga atau kroni dari pemerintahan secara legal masuk kedalam industri media dengan mempuyai kepemilikan terhadap media tersebut. Sebagai contoh Harmoko (menteri penerangan), mengontrol Pos Kota Group, Siti Hardiyanti (putri tertua Soeharto) mengontrol Wanita Indonesia. (Pawito, 2002: 99-102). commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berbagai modus yang disebutkan oleh Pawito tersebut merupakan bentuk dari intervensi pemerintah terhadap pemberitaan media. Pemberitaan media pada saat itu menjadi tidak idependen dan selalu dipaksa untuk pro dengan kebijakan pemerintah. Berbagai pemberitaan yang bersifat negatif, disortir sedemikian rupa hingga image pemerintahan yang sempurna tanpa cela selalu dilihat oleh masyarakat.
6. Halaman Muka John Morris mendiskripsikan hubungan halaman muka dengan majalah itu sendiri dalam bukunya Magazine Editing: A magazine’s cover is its most prominent and useful selling tool. Many otherwise excellent publications are damaged by their editors’s apparent in ability to arrive at suitable cover style. On the other hand good covers alone will not, in the long term, save an inadequate magazine. Finding a suitable cover style and sticking with it is made no easier by the undoubted fact that your covers are something upon which everyone will have an opinion, from the person who comes in to mend the photocopier to your managing director. Most of the opinions have regrettably little to do with reality. (Halaman muka majalah adalah bagian yang paling menonjol dan alat penjualan yang paling berguna. Banyak penerbit bagus dihancurkan oleh ketidakmampuan editor dalam menemukan gaya cover yang cocok bagi majalahnya. Disisi lain, untuk waktu yang lama halaman muka saja tidak akan menyelamatkan sebuah majalah. Tidak mudah menemukan sebuah gaya halaman muka yang cocok dan tetap menggunakannya. Hal ini disebabkan oleh fakta yang tidak dapat dibantah bahwa halaman muka adalah sebuah bagian dimana khalayak akan berpendapat terhadap majalah tersebut, dari oknum yang bertanggungjawab pada bagian fotocopy hingga managing director. Banyak dari opini-opini tersebut sedikit menyayangkan terhadap ralitas). (John Morris,1996:166)
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Morris berpendapat akan arti penting sebuah halaman muka bagi kelangsungan hidup sebuah majalah. Bagi majalah yang sadar akan arti pentingnya, sebuah halaman muka akan dikemas sedemikian rupa hingga cocok dengan gaya dari majlaah tersebut. Gaya yang khas inilah yang nantinya akan mempengaruhi minat beli khalayak yang menjadi tulang punggung kehidupan dari mejalah tersebut. Selanjunya, hasil penelitian Comag, Market research into Magazine Covers pada tahun 1990 mengenai halaman muka yang mampu mempengaruhi pembeli menemukan bahwa setidaknya terdapat beberapa fakta tentang halaman muka agar mampu menarik perhatian pembaca. 1. The cover picture must be clear and not crowded. (Gambar halaman muka haruslah jelas dan tidak ramai) 2. Men expect the cover picture to have something to do with the content, but woman don’t. (Pria menginginkan gambar pada halaman muka memiliki hubungan dengan isi yang terkandung dalam
sebuah
majalah,
sedangkan
wanita
memiliki
kecenderungan berbeda) 3. The cover subject should fill the frame and preferably be in the middle. (Subjek dari halaman muka hendaklah memenuhi frame dan disukai bila berada di tengah) 4. Models must ‘reflect the right image for the title’ and ‘their body language is vital’. (Model harus merefleksikan gambar commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang tepat untuk judulnya, dan bahasa tubuh menjadi sangat penting) 5. Bright colours are preferalbe to dingy ones, but really there should only be three, preferably black, white and red. (Warna yang cerah lebih disukai jika dibandingkan dengan warna yang suram, tetapi sebenarnya terdapat tiga yang disukai, hitam, putih dan merah) 6. People don’t like gifts obscuring the cover, but they will buy magazines that do this because they want the gifts. (Khalayak tidak menyukai jika hadiah mengaburkan halaman muka, akan tetapi mereka akan membeli majalahnya karena mereka menginginkan hadiah itu). (Comag, 1990)
Dari hasil penelitian Comag tersebut diatas, sekiranya dapat disimpulkan bahwa halaman muka memang membutuhkan perhatian khusus sehingga dapat menjalankan fungsi-fungsinya. Halaman muka majalah Tempo sendiri, sejauh pengamatan penulis pernah menggunakan fotografi dan ilustrasi dalam pengemasan halaman mukanya. Fotografi sendiri menurut Fred S. Parish dalam bukunya Photojurnalism: An Introduction mendiskripsikan: Photography from the Greek pbos, meaning “light” and “graphein”, meaning “writing”... Photography stops time and allow people to see what they did not witness in person. George Santayana made the point in a 1912 speech to The Harvard Camera Club: photography is...helpfull to every intelligent man because it enables him to see much that from his station in space and time, is naturally invisible. (Fotografi commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “light” dan “graphein” yang berarti tulisan... Fotografi menghentikan waktu dan memungkinkan orang untuk melihat apa yang tidak mereka lihat secara pribadi. George Santayana membuat pernyataan pada pidatonya tahun 1912 kepada The Harvard Camera Club: fotografi...sangat membantu setiap orang-orang rajin karena ini memungkinkan dia untuk melihat banyak yang biasanya tidak dapat ia lihat baik secara ruang dan waktu).(Fred S. Parrish, 2002: 2)
Secara garis besar, kutipan diatas mendiskripsikan fotografi sebagai sesuatu yang dapat memberikan penglihatan kepada seseorang yang tidak dapat menyaksikan kejadiannya secara langsung. Fotografi sendiri merupakan sebuah gambaran realitas dari kejadian yang sudah terjadi. Selanjutnya, halaman muka majalah Tempo yang menggunakan gaya ilustrasi karikatur memang mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi khalayak. Dalam bukunya Magazine Editing, John Morris menyebutkan pendapatnya mengenai gaya ilustrasi yang digunakan dalam desain sebuah majalah. Illustration can provide a welcome change of pace and mood. The problem is that illustration is not neutral: however hard or combative the artist might try to make them, illustration invariably have a more ‘subjective’ air than photographs. They label a piece as a feature, as something driven more by opinion and analysis than by hard reportage. They create a slight distancing effect, making things seem slighly unreal. But they have their uses. (Ilustrasi dapat memberikan sebuah awal perubahan pada langkah dan suasana hati. Yang menjadi masalah adalah ilustrasi tidaklah netral: seberapapun sulit sang ilustrator dalam membuatnya, ilustrasi memiliki lebih banyak hal subjektif jika dibandingkan dengan fotografi. Ilustrasi dianggap sebagai sebuah feature, sebagai sesuatu yang lebih dikendalikan oleh opini dan analisis daripada oleh reportasi. Ilustrasi sedikitnya menimbulkan sebuah efek tidak ramah, membuat beberapa hal terlihat sedikit tidak nyata. Akan tetapi ilustrasi memiliki kegunaan tersendiri). (John Morris,1996:160) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
Secara singkat, John Morris ingin mengatakan bahwa ilustrasi yang digunakan dalam desain sebuah majalah dapat menimbulkan sebuah suasana tersendiri dimana fotografi tidak dapat memberikannya. Meskipun begitu, penggunaan ilustrasi dalam desain sebuah majalah tidak dapat dipungkiri lagi juga memiliki sisi negatif. Subjektifitas yang terlalu kental merupakan sisi negatif yang dimilikinya. Hal ini disebabkan ilustrasi didasari oleh sebuah opini dari ilustratornya. Terlepas dari sisi negatifnya, sebuah ilustrasi mempunyai kegunaan tersendiri jika digunakan dalam desain sebuah majalah. Masih dalam buku yang sama, John Morris berpendapat mengenai hal tersebut: They are helpful where the real thing simply cannot be photographed, either for practical reasons (no photographer was available, the situation was too dangerous, it was a physical impossibility) or for the legal reasons (it’s a court case, or you don’t want to identify an individual for some reason). They are also very good for emotional and abstract subjects, where the illustrator finds an image that goes to the heart of the matter in a way no photograph could. They are ideal in instructional material where photography simply wouldn’t be clear enough. (Ilustrasi sangat membantu ketika suatu hal yang nyata tidak bisa dijadikan foto, baik karena alasan prakteknya (tidak ada fotografer, situasi terlalu berbahaya, atau sesuatu yang secara fisik tidak dapat dilakukan) ataupun karena alasan-alasan resmi (peristiwa tersebut adalah kasus pengadilan, atau anda tidak ingin mengekspose seseorang karena alasan tertentu). Ilustrasi juga sangat bagus untuk subjeksubjek yang bersifat emosi dan abstrak, dimana sang ilustrator menemukan sebuah gambar yang sangat mengena ketika dalam beberapa hal fotografi tidak dapat melakukannya. Ilustrasi sangat ideal untuk materi instruksi ketika fotografi tidak dapat melakukannya dengan jelas.) (John Morris,1996:160-161)
Dari pendapatnya tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa sebuah ilustrasi dalam desain majalah sangat membantu ketika realitas tidak dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
34 digilib.uns.ac.id
disajikan dalam fotografi. Selain itu juga, sebuah ilustrasi juga sangat bagus untuk subyek yang bersifat emosi dan abstrak dimana seorang ilustrator mampu menemukan sebuah gambar yang mampu menyentuh perasaan dimana sebuah fotografi tidak dapat melakukannya. Selanjutnya, perbedaan jumlah frekuensi penggunaan ilustrasi pada halaman muka majalah Tempo periode I dan periode II juga menjadi sesuatu yang menarik untuk diteliti. Pawito, dalam bukunya Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye, menyatakan bahwa ilustrasi/karikatur pada umumnya dipahami sebagai karya grafis berupa gambar-gambar yang disertai tulisan di media cetak dengan unsur-unsur pesan bersifat paduan antara humoris, satiris, dan seringkali distorsif. Dengan demikian, karikatur dapat dipretensikan sebagai bentuk penyampaian aspirasi atau tuntutan-tuntutan. Karikatur dapat dibuat dan dipublikasikan untuk mengkritik, menyerang, atau mungkin memprovokasi pihak lain. Kebebasan menyatakan pendapat atau kebebasan pers merupakan prasyarat untuk adanya penyebarluasan pesan-pesan dalam bentuk karikatur. Seringkali kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan pers menjadi krusial. Pada umumnya diyakini bahwa kebebasan tidak bersifat mutlak, tetapi ada nilai-nilai etika yang membatasi. (Pawito, 2009: 111-112) Ilustrasi yang berupa karikatur diciptakan dengan melihat proses menangkap realitas yang ada dalam masyarakat. Realitas tersebut distrukturkan dan dikonversikan ke dalam tanda-tanda pesan (terutama gambar dan tulisan) untuk ditunjukkan kepada khalayak. Karikatur merepresentasikan pikiran, imajinasi, aspirasi, atau tuntutan tertentu yang teramplifikasi oleh media massa commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang memuatnya. Dengan demikian, sampai tingkat tertentu karikatur di dalam identitas yang lebih rendah menjadi alat atau media perlawanan. Seperti yang dikemukakan oleh Yusuf Maulana (KOMPAS, 8 April 2006: 14), karikatur menjadi media perlawanan terutama bagi pihak yang tertindas; sedangkan bagi pihak kekuatan dominan, karikatur dibuat sebagai “pembalasan untuk ‘menertibkan’ pihak tertindas”. (Pawito, 2009: 112-113)
F. Definisi konseptual Definisi konseptual adalah definisi yang menjelaskan konsep dengan kata/istilah/sinonimnya yang dianggap sudah dipahami pembaca. Definisi ini tampak seperti definisi pada kamus sehingga orang menyebutnya sebagi definisi kamus (Soehartyono, 1998: 29). Berikut adalah definisi konseptual dalam penelitian ini: 1. Pers dalam penelitian ini adalah istilah pers dalam arti sempit, yakni semua media cetak. Dikhususkan dalam penelitian ini adalah majalah. Majalah dalam penelitian ini adalah majalah Tempo. Majalah Tempo adalah majalah berita mingguan Indonesia yang umumnya meliput berita dan politik. Edisi pertama Tempo diterbitkan pada Maret 1971. Selanjutnya, majalah sebagai sebuah media cetak memiliki bagian paling penting yang disebut dengan halaman muka. Halaman muka sendiri adalah halaman pertama yang merepresentasikan isu yang dianggap paling penting oleh sebuah majalah. Isu-isu commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam penelitian ini kemudian dikelompokkan berdasarkan temanya. Perangkat pembagian tema-tema tersebut terdiri dari 18 kategori. 1) Seni dan Hiburan, 2) Anak-anak, 3)Korupsi dan skandal, 4) Krisis, 5) Ekonomi, 6) Pendidikan, 7)Energi, 8) Kesehatan, 9) Sejarah, 10) Human Interest, 11) Internasional, 12) Politik, 13) Agama, 14) Ilmu Pengetahuan, 15) Spesial Interest, 16) Sport, 17) Teknologi, 18) Terorisme. (Scott, 2008: 6-7) 2. Individu atau tokoh yang dimuat dalam halaman muka adalah individu dalam masyarakat yang mempunyai isu-isu menarik sehingga membuat sebuah media mengangkatnya pada bagian halaman muka. 3. Pengemasan halaman muka adalah bagaimana cara sebuah media membuat bagian halaman muka menjadi menarik sehingga menimbulkan minat baca pada khalayak.
G. Definisi Operasional Definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur variabel (Singarimbun dan Effendi, 1991: 216). Berikut adalah definisi operasional dari penelitian ini: 1. Definisi operasional pertama dalam penelitian ini adalah tema dari dalam majalah Tempo itu sendiri. Kategori tema dalam penelitian ini mengkutip dari 18 kategori penelitian Professor Scott dalam jurnalnya yang berjudul commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
The Face of Time: Interpreting a Glance at The Wolrd’s Newsmagazine dengan beberapa penyederhanaan hingga menjadi 11 kategori, sebagai berikut: a. Corruption/scandals included articles about political and economic corruption and scandals (korupsi/skandal, termasuk didalamnya artikel-artikel mengenai Politik dan Korupsi bersifat Ekonomi dan skandal). b. Crisis Included articles about any sudden tragedy that affected many people. (Krisis, termasuk didalamnya artikel-artikel mengenai perubahan tiba-tiba yang mempengaruhi banyak orang). c. Economy included articles covering employment, personal finance, economic
health
industries,
and
(racessions/upswings), other
economic
natures.
globalitation,
specific
(Ekonomi,
termasuk
didalamnya artikel-artikel mengenai tenaga kerja, keuangan pribadi, kesehatan ekonomi, globalisasi, industrisi spesifik dan gejolak ekonomi lainnya). d. Education included articles about the state of or practices of school, school performance, and higher education issues. (Pendidikan termasuk didalamnya artikel-artikel mengenai keadaan praktek dari sekolah, penyelenggaraan sekolah, dan isu-isu pendidikan yang lebih tinggi).
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. History included articles reflecting past events or people. (Sejarah, termasuk didalamnya artikel-artikel yang merefleksikan kejadiankejadian atau orang-orang pada masa lalu). f. Human interest included articles about specific people (living within the last 50 years). (Human interest, termasuk didalamnya artikelartikel mengenai orang spesifik (hidup dalam jangka waktu 50 tahun terakhir)). g. International included articles in which the primary focus was an event occuring beyond borders, such as the war of iraq, conflicts between other states, the Olympics, and events occuring in other states. (Internasional, termasuk didalamnya artikel-artikel yang secara garis besar fokus pada kejadian diluar perbatasan, seperti perang di Irak, konflik diantara negara-negara, Olimpiade, dan kejadian-kejadian yang terjadi di negara-negara lain). h. Politics
included
articles
about
politics:
politicians/congress,
presidents, presidential administrations, election/candidates, political parties and the Supreme Court. (Politik, termasuk didalamnya artikelartikel tentang politik-politik: Politikus/anggota dewan, Presiden, pemerintahan, pemilihan umum/kandidat-kandidat, partai politik dan Pengadilan Tinggi). i. Special interest was a catch-all category for the wide spectrum of news events that did not neatly fit into any other16 categories: topics range from the alleged Y2k crisis, controversial issues such as abortion and commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
television cencorship, immigration/border security, Elian Gonzales fiasco, and other unusual events. (Minat spesial yang menangkap semua kategori dari spektrum berita kejadian yang luas dimana tidak pas jika dimasukkan dalam 16 kategori lainnya: jarak topik dari krisis Y2k, isu kontroversial seperti aborsi dan sensor televisi, Elian Gonzales fiasco, dan kejadian-kejadian tidak biasa lainnya). j. Sports was a rare category and only included articles about specific sporting achievements such as the Red Sox victory at the 2004 World Series. Articles about the Olympics were coded Internatioanl and feature in specific athletes were coded Human Interest. (Olah raga adalah kategori langka dan hanya termasuk didalamnya artikel-artikel mengenai prestasi-prestasi olah raga seperti kemenangan The Red Sox pada World Series 2004. Artikel-artikel tentang Olimpiade dikode kedalam Internasional dan feature pada olah raga yang spesifik dimasukkan dalam kategori Human Interest). k. Terrorism included all articles about terrorists, terrorist activity, acts of terrorism (9/11 was exception and coded crisis), and anti-terrorism efforts that did appear to have a more natural fit within Politics or international. (Terorisme, termasuk didalamnya semua artikel-artikel tentang teroris, aktivitas teroris, tindakan terorisme (9/11 merupakan pengecualian dan dimasukkan kedalam kategori krisis), dan usaha anti terorisme yang muncul memiliki kecocokan alami diantara Politik atau internasional).(Scott, 2008: 6-7) commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Kategori kedua adalah mengenai orang atau individu yang muncul dalam halaman muka majalah Tempo. Terlepas dari isu-isu yang melibatkan individu tersebut, kategori ini nantinya bermaksud untuk menggali lebih dalam sehingga memahami prioritas majalah Tempo dalam mengangkat seorang individu pada periode I dan periode II. Prioritas inilah yang nantinya akan memberi gambaran mengenai fenomena-fenomena yang berasal dari exterrnal maupun internal dalam pemberitaan majalah Tempo.
3. Kategori ketiga adalah mengenai pengemasan halaman muka majalah Tempo.
Dalam
perkembangannya,
sebuah
halaman
muka
dapat
menggunakan fotografi maupun ilustrasi dalam hal pengemasannya. a. Fotografi menurut Fred S Parrish adalah sesuatu yang dapat memberikan menyaksikan
penglihatan kejadiannya
kepada secara
seseorang langsung.
yang
tidak
Fotografi
dapat sendiri
merupakan sebuah gambaran realitas dari kejadian yang sudah terjadi. (Fred S. Parrish, 2002: 2) b. Ilustrasi dalam penelitian ini adalah karikatur dan kartun pada halaman muka majalah Tempo adalah karya grafis berupa gambar-gambar yang disertai tulisan di media cetak dengan unsur-unsur pesan bersifat paduan antara humoris, satiris, dan seringkali distorsif. Dengan demikian, bentuk ilustrasi tersebut dapat dipretensikan sebagai bentuk penyampaian aspirasi atau tuntutan-tuntutan. Karikatur dapat dibuat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
dan dipublikasikan untuk mengkritik, menyerang, atau mungkin memprovokasi pihak lain. (Pawito, 2009: 111)
H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif-kuantitatif. Sebagaimana yang dikatakan oleh Krippendroff (1993:15) penelitian deskriptifnkuantitatif biasanya bertujuan terutama untuk memberikan gambaran mengenai suatu gejala sosial dengan mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa. Bertolak dari pandangan demikian maka penelitian ini bermaksud untuk menyajikan gambaran tentang halaman muka majalah Tempo selama edisi sebagaimana sudah dikemukakan sebelumnya dengan bertumpu pada data kuantitatif. Penelitian ini, sesuai dengan maksud penelitian, dilakukan dengan menggunakan metode analisis isi. Analisis isi sebagai suatu metode ilmiah yang lazim digunakan dalam studi komunikasi merupakan sebuah metode penelitian yang mengamati kode-kode dari sebuah pesan untuk mendapatkan keterangan dari isi pesan. Keterangan-keterangan ini nantinya akan digunakan untuk memahami keseluruhan dari isi pesan yang terkandung didalamnya. Fred N. Kerlinger berpendapat bahwa analisis isi adalah suatu metode untuk mengamati dan mengukur isi komunikasi. “Tidak seperti mengamati secara langsung perilaku orang atau meminta orang untuk menjawab skala-skala, atau mewawancarai orang, sang peneliti mengambil komunikasi-komunikasi yang commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
telah dihasilkan oleh orang dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang komunikasi-komunikasi itu.” (Don Michael Flourney(Ed.),1989:12) Menurut Guido H. Stempel III, seorang redaktur kawakan dari Journalism Qyterly, mempunyai pendapatnya sendiri mengenai analisis isi “Content analysis is a formal system for doing something that we all do informally rather fraquently, drawing conclusions from observations of content.”(Analisis isi adalah sistem formal untuk melakukan sesuatu yang dilakukan oleh kita semua secara informal tetapi tidak sering-sering, menarik kesimpulankesimpulan dari pengamatan-pengamatan isi).(Guido H.Stempel III,1981:119)
Sementara Bernald Berelson menyatakan bahwa analisis isi telah sering dipakai untuk mengkaji pesan-pesan media. Oleh karena metode ini adalah suatu cara untuk menuji isi secara kuantitatif, keyakinan-keyakinan dan kepentingakepentingan para editor dan penerbit-penerbit, kecenderungan para pembaca (berdasarkan asumsi bahwa bahan-bahan yang diterbitkan secara berhasil bagi sesuatu golongan tertentu , mencerminkan secara akurat kecenderungan golongan yang bersangkutan), dan pola-pola kebudayaan dari bangsa-bangsa seutuhnya, bahkan, telah dipelajari dengan menggunakan teknik penelitian ini. (Don Michael Flourney(Ed.),1989:12-13) Kerlinger menyatakan bahwa analisis isi ini sering dipakai untuk menetapkan tekanan relatif atau frekuensi dari berbagai gejala komunikasi propaganda, kecenderungan-kecenderungan, gaya-gaya, perubahan-perubahan dalam isi, dan keterbacaan. (Don Michael Flourney(Ed.),1989:13) Masih menurut Bernald Berelson, terdapat beberapa asumsi yang menjadi dasar dari analisis isi:
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
-
-
Bahwa kesimpulan-kesimpulan tentang hubungan antara maksud dan isi serta antara isi dan efek dapat ditarik secara sah dan hubungan sebenarnya diterapkan Bahwa pengkajian isi nyata adalah sangat berarti. Kategorikategori dapat dibuatkan pada isi yang sesuai dengan arti yang dimaksud oleh komunikator dan dimengerti oleh para pembaca. Bahwa uraian isi komunikasi secara kuantitatif adalah sangat berarti. Asumsinya mengandung arti bahwa frekuensi kejadian dari berbagai sifat isi itu sendiri merupakan faktor penting dalam proses komunikasi, dalam keadaan-kedaan tertentu. (Don Michael Flourney(Ed.),1989:13)
Berelson ingin menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan ketika menggunakan analisis isi sebagai metode penelitian. Pembuatan kategori yang dapat dicerna dan dimengerti baik oleh komunikator dan komunikan adalah hal yang paling penting. Adapun hal penting selanjutnya adalah mengenai pengambilan kesimpulan yang didapat setelah menguraikan isi dari media yang berupa skala frekuensi. Selanjutnya,
Dennis
McQuaill,
mengungkapkan
kritiknya
bahwa
pendekatan analisis isi yang didefinisikan Berelson adalah pendekatan tradisional yang dipraktikkan pada awal abad ke-20 lalu. Pendekatan analisis isi bercirikan sebagai berikut. 1. Memiliki populasi dan sampling. 2. Membangun kerangka teori yang relevan dengan tujuan penelitian. 3. Memilki unit analisis. 4. Mencari kesesuaian antara isi dengan kerangka kategori dengan menghitung unit yang diteliti dan membuat presentase frekuensi. 5. Mengungkapkan hasil temuan berdasarkan frekuensi. (Antoni, 2004: 96)
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari ciri-ciri diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam analisis isi, validitas metode dan hasil-hasilnya sangat tergantung dari kategori-kategorinya. Oleh sebab itu, penelitian secara luas dilakukan untuk menetapkan kategori-kategori yang layak bagi analisis isi berita dan tajuk rencana yang memungkinkan pengkodingan scara akurat di satu pihak dan kemungkinan perbandingan hasilhasilnya dilain pihak. Stempel dalam bukunya mengenai metode-metode penelitian dalam komunikasi massa mencatat beberapa hal penting tentang pengkategorian dalam analisis isi: There are real advantages to using category system that has been used in other studies. First you will know that it is a workable system, you will get some notion of the kinds of results that are likely. Validity and reliability will be lesser concerns. Yet, granting all this, you still may find that you need to create your own set of categories. The decision to create your own categories instead of using an existing set should be based primarily on the conclusion that no existing system will enable you to meet the objectives of your study. (Sungguh banyak manfaatnya menggunakan sistem penggolongan yang pernah dipakai dalam studi-studi lainnya. Pertama, anda akan tahu bahwa sistem penggolongan demikian sudah terbukti dapat dipakai. Dengan mengamati hasil-hasil studi lainnya yang pernah memakai sistem yang bersangkutan, anda akan memperoleh beberapa pengertian tentang berbagai hasil yang mungkin diperoleh. Masalah validitas dan reliabilitas dengan sendirinya akan berkurang). (Guido H.Stempel III,1981:122-123)
Dari catatan Stempel, dapatlah kiranya kita simpulkan bahwa banyak manfaat menggunakan sistem penggolongan yang pernah dipakai dalam studistudi lainnya. Namun demikian, beberapa perubahan dalam kategori-kategori tersebut dianggap perlu untuk mencapai sasaran studi ini. Stempel menjelaskan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
bahwa setidaknya terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan ketika membentuk kategori dalam analisis isi. As you set out create a set of categories, you should keep three things in mind: Categories must be pertinent to the objectives of your study, Categories should be functional, The system of categories must be manageable. (Ketika kita membuat seperangkat kategori, kita perlu memperhatikan tiga hal: Kategori-kategori tersebut harus langsung berhubungan dengan sasaran, kategorikategori tersebut hendaklah bersifat fungsional dan sistem kategori-kategori tersebut harus dapat dikendalikan). (Guido H.Stempel III,1981:123)
Prasyarat adanya kategori yang fungsional dan dapat dikendalikan menjadi titik berat dari pernyataan Guido diatas. Untuk mendapatkan berbagai kategori yang fungsional dan dapat dikendalikan penyederhanaan dari sistem kategori penelitian terdahulu mutlak dibutuhkan. Diantara studi-studi yang dirasa baik untuk penelitian ini adalah studi yang dilakukan Oleh Professor Scott. Perangkat pembagiannya terdiri dari 18 kategori. 1) Seni dan Hiburan, 2) Anak-anak, 3)Korupsi dan skandal, 4) Krisis, 5) Ekonomi, 6) Pendidikan, 7) Energi, 8) Kesehatan, 9) Sejarah, 10) Human Interest, 11) Internasional, 12) Politik, 13) Agama, 14) Ilmu Pengetahuan, 15) Spesial Interest, 16) Sport, 17) Teknologi, 18) Terorisme. (Scott, 2008: 6-7). Dari hasil dokumentasi penulis dalam penelitian ini, kategori yang digunakan oleh Scott harus mengalami penyederhanaan sehingga kategorikategori tersebut dapat menjadi kategori yang fungsional dan dapat dikendalikan. Kategori tema Scott yang berjumlah 18 kemudian disederhanakan menjadi 11 kategori yaitu: Korupsi, Krisis, Ekonomi, Pendidikan, Human Interest, commit Olah to user Internasional, Politik, Spesial Interest, Raga, Terorisme, dan Kesehatan.
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
Data yang berhasil dikumpulkan kemudian penulis analisis dengan menggunakan teknik statistik deskriptif terutama modus mean dari hasil sajian distribusi frekuensi berdasarkan kategori-kategori sebagaimana baru saja dikemukakan.
2. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah halaman muka dari dua periode majalah Tempo yang dimulai dari periode I No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010. Perbedaan kerakteristik pemerintahan yang berkuasa pada dua periode tersebut setidaknya menjadi alasan pertama pemilihan edisi-edisi tersebut. Periode pertama yang notabene masih dalam masa Orde Baru, terbit dalam masa yang terdapat pengekangan kebebasan pers oleh pemerintah. Hal ini bertolak belakang dengan periode edisi kedua dimana terjadi euforia kebebasan pers yang disebabkan oleh adanya reformasi. Selanjutnya, adapun alasan pengambilan periode II yang terdiri dari 48 edisi ini berangkat dari pemikiran bahwa edisi ini terbit setelah masa pesta demokrasi (pemilihan umum) sehingga dapat dianggap merupakan representasi dari kondisi normal masyarakat. Lebih lanjut, kontroversi yang masih hangat mengenai halaman muka Tempo edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010 yang berjudul Rekening gendut perwira Polisi menjadi sebuah alasan yang patut utuk dijadikan bahan pertimbangan pengambilan objek penelitian. Selanjutnya, pemilihan dalam penggunaan ilustrasi, yang notabene kental dengan unsur subjektifitas dari ilustratornya, dari pada fotografi dalam penyusunan desain halaman muka majalah commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tempo juga setidaknya menjadi penguat alasan mengapa topik ini menarik untuk diteliti. Selanjutnya, dokumentasi dari halaman muka majalah Tempo ini tidak dapat dipisahkan dengan adanya observasi terhadap tajuk utama dari edisi yang bersangkutan untuk dapat mengidentifikasi halaman muka tersebut.
3. Teknik Pengumpulan Data Scott dalam jurnalnya tentang cover majalah Time dari tahun 1998-2008. Melakukan penelitiannya dengan tiga tahap: designing a code sheet, collecting/analyzing covers, and interpreting the information. Berangkat dari tiga tahapan tersebut, penelitian tentang halaman muka majalah Tempo akan dilakukan dengan beberapa penyesuaian. a. Dokumentasi: usaha mengumpulkan data Halaman Muka yang selalu berhubungan dengan liputan utamanya di Majalah Tempo pada dua periode yaitu periode I No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010. Metode ini dilakukan untuk mendapatkan data dari: 1.
Dokumen halaman muka setiap edisi majalah Tempo dari edisi No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan Edisi 3824/3-9 Agustus 2009
hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli
2010.yang notabene selalu berubah tiap minggunya. Halaman muka ini nantinya akan menunjukkan bagaimana majalah Tempo memilih dan menyajikan persoalan-persoalan penting. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.
48 digilib.uns.ac.id
Dokumen liputan utama dari tiap edisi, mulai dari No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010.. Dalam bagian liputan utama inilah penjelasan mengenai halaman muka didapatkan.
Bagian dokumentasi ini dilakukan dengan jalan membuat daftar kode yang terorganisir menjadi empat kolom: nomor edisi, topik halaman muka, ilustrasi yang digunakan, dan keterangan (didapat dari data keterangan mengenai topik yang diangkat dari liputan utama.
b. Kategori Metode yang digunakan adalah observasi sistemik, yaitu dengan adanya pemilahan jenis-jenis persoalan yang diangkat majalah Tempo sebagai Halaman Muka. Pemilahan ini dilakukan dengan melakukan pengkategorian yang telah ditentukan.
4. Populasi dan Sampel Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya dapat diduga. Pada penelitian ini, populasinya adalah halaman muka majalah Tempo dalam dua periode. Periode I No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994 edisi-edisi ini dianggap sebagai representasi dari sebuah produk komunikasi massa yang mengalami pengekangan pada kebebasan commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
persnya. Periode ini berakhir dengan pembreidelan majalah Tempo pada bulan Juni 1994. periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010, edisi-edisi ini dianggap sebagai edisi terbaru dari majalah Tempo yang terbit setelah pesta demokrasi (pemilihan umum) sehingga merepresentasikan kondisi normal dari masyarakat. Kondisi normal dari masyarakat inilah yang secara tidak langsung akan mempengaruhi pemberitaan majalah Tempo. Periode kedua ini diakhiri dengan kontroversi pada edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010 yang berjudul Rekening Gendut Perwira Polisi dimana menyebabkan Tempo edisi ini ditarik dari peredaran. Hal-hal inilah setidaknya yang menjadi alasan pengambilan populasi dalam penelitian ini. Adapun mengenai jumlah sampel yang diambil Arikunto berpendapat bahwa kebanyakan peneliti beranggapan semakin banyak sampel, atau semakin besar prosentase sampel dari populasi, hasil penelitian akan semakin baik. Anggapan ini benar, tetapi tidak selalu demikian (Arikunto, 1987: 108) Selanjutnya, Kripendorff mengutip pendapat Stempel (1952) mengenai jumlah sampel dalam bukunya Content Analysis. Stempel (1952) compared samples of 6, 12, 18, 24, and 48 issues of a newspaper with the issues of an entire year and found, using the average proportion of subject matter as a measure, that increaseing the sample size beyond 12 did not produce significantly more accurate results. (Stempel membandingkan sampel berjumlah 6, 12, 18, 24 dan 48 isu dalam surat kabar dengan isu-isu dalam satu tahun dan menemukan, menggunakan proporsi rata-rata sebagai ukuran dimana menambah ukuran sampel diatas 12 tidak menambah hasil yang lebih akurat). (Krippendorff, 1989: 69)
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berangkat dari pernyataan di atas maka peneliti memutuskan mengambil sampel sebesar 50% dari jumlah populasi, sehingga kalau dirinci akan menjadi seperti berikut: a. Populasi majalah Tempo periode I adalah 48 edisi. Besar sampelnya adalah 50% dari 48 edisi sehingga didapat hasil sebanyak 24 edisi. b. Populasi majalah Tempo periode II adalah 48 edisi. Besar sampelnya adalah 50% dari 48 edisi sehingga didapat hasil sebanyak 24 edisi.
Dalam pengambilan anggota sampel pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik random sampling yakni secara acak mengambil sampel dari populasi yang ada. To determine which unit is then to be included in the sample, the plan may call for the use of dice, a roulette wheel, a random number table, or of any other device that assigns equal probabilities to each unit. Untuk menentukan unit kedalam sebuah sampel, dapat menggunakan dadu, roda roulet, angka random ataupun alat-alat lain yang menyediakan kemungkinan yang sama pada tiap unit. (Krippendorff, 1989: 66)
5. Kerangka Berpikir Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Elisabeth Schillinger dan Catherine Porter yang berjudul Glasnot and The Transformation of Moscow News juga membandingkan penerbitan surat kabar tersebut pada dua commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masa yang memiliki karakteristik pemerintahan yang sangat berbeda, yaitu tahun 1982 dan tahun 1989 di Uni Soviet. Masa diantara kedua tahun tersebut terjadi perubahan bernama Glasnot yang menyebabkan semacam krisis sama halnya dengan yang terjadi di Indonesia ketika reformasi dikibarkan. Masa sebelum Glasnot merupakan sebuah masa yang totalitarian (dikuasai oleh kelompok atau partai politik tertentu) dan masa setelahnya merupakan sebuah masa Democratia yang kental akan sifat demokratis. (Schillinger dan Porter, 1999: 125-149). Fenomena yang ditelili pada jurnal Schillinger dan Porter adalah sebuah penelitian tentang fenomena komunikasi yang terjadi pada dua masa pemerintahan yang memiliki karakteristik sistem politik berbeda. Secara lebih sederhana dapat dibuat sebuah matrik desain penelitian seperti dibawah ini. Matrik Penelitian A
A
X
X
W1
W2 Perbedaan Isi Pesan
Keterangan: A : Media X : Isi Pesan W1: Periode 1 W2: eriode II Gambar 3: Matrik Penelitian (Schillinger dan Porter, 1999: 125-149) commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fenomena semacam ini mempunyai kemiripan dengan apa yang terjadi di Indonesia, dan bahkan mungkin Indonesia terinspirasi oleh karenanya. Perbedaannya mungkin hanya terdapat pada sifat otoritarian (dikuasai oleh individu tertentu) yang kental pada masa sebelum reformasi menggantikan totalitarian yang terjadi di Uni Soviet pada masa itu. Berangkat dari penelitian yang dilakukan oleh jurnal Schillinger dan Porter tersebut, penelitian mengenai halaman muka majalah Tempo ini memilih dua periode yang memiliki karakteristik sistem politik yang berbeda pula. Masa periode I merupakan periode yang dikuasai pemerintahan orde baru sedangkan pada masa periode II, merupakan masa dimana pemerintahan telah mengalami sebuah proses perubahan menyeluruh disegala bidang atau yang sering disebut sebagai reformasi.
6. Unit Analisis Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai objek penelitian. Unit analisis merupakan bagian terpenting dalam analisis isi. Unit analisis dari penelitian ini adalah frekuensi, yang dimaksud frekuensi disini adalah intensitas sebuah persoalan menjadi sorotan utama majalah Tempo. Pemilahan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana majalah Tempo memilih dan menyajikan persoalan-persoalan penting.
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode analisis isi. Kemudian data yang telah dikoding, diproses untuk mendapatkan frekuensi, prosentasi dan tabulasi. Kemudian dilakukan interpretasi atas data dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
P=
F x 100% N
Dimana: P = angka prosentase F = frekuensi yang sedang dicari prosentasenya N = Number of cases (jumlah frekuensi atau banyak sumber informasi)
8. Reliabilitas dan Validitas Untuk mengetahui dan menjamin keakuratan serta validitas dari data yang telah dikoding dan diinterpretasikan, digunakan rumus reliabilitas. Uji reliabilitas penelitian ini menggunakan rumus Holsti (Holsti, 1963 : 49-50):
R=
2 (C1,2) C1+C2
.
Dimana: R
= koefisien reliabilitas
C1,2
= jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua orang pengkoding
C1 + C2
= jumlah pernyataan yang diberikan kode oleh pengkoding commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
Selanjutnya, untuk membuktikan valid tidaknya perhitungan penelitian terhadap populasi penelitian, peneliti menggunakan sampel penelitian yang dikerjakan orang lain (pengkoding I: Lukman Nusa dan pengkoding II: Rian Erpatriatmoko) dimana keduanya adalah sama-sama mahasiswa komunikasi angkatan 2006 yang juga mengetahui tentang pengkodingan. Dari hasil pengkodingan I kemudian dilakukan uji reliabilitas terhadap pengkodingan sampel yang dilakukan pengkoding II. Uji reliabilitas dalam statistik digunakan untuk mengetahui kesalahan dalam pengukuran. Tujuan digunakannya pengkoding I dan pengkoding II adalah untuk memperoleh kesepakatan atau tujuan bersama sehingga diharapkan input reliabilitasnya tinggi. Tentang patokan tingkat persetujuan bersama dikatakan Lasswell sebagai pemberi angka yang menunjukkan kesamaan sebanyak 70% sampai 80% antara atau di antara pelaksana koding atau analisis adalah dapat diterima sebagai kendala yang dapat memadai (Fluorney, 1989: 33). Karena rumus reliability tidak memperhitungkan tingkat persetujuan antar pengkoding (interkoder) akibat peluangnya yang terjadi, maka selanjutnya digunakan rumus Scott:
Pi= Persetujuan yang nyata –Persetujuan yang diharapkan 1- Persetujuan yang diharapkan Dimana: Pi adalah Probability of Index (persetujuan intercoder) % persetujuan yang nyata = nilai R to user tiap prosentase kategori % persetujuan yang diharapkan = commit jumlah kuadrat
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II DESKRIPSI LOKASI
Majalah merupakan jenis media massa yang paling unik diantara media lainnya. Rhenald Kasali (1992:112-113) berpendapat bahwa media cetak memiliki kekuatan dibanding dengan media lainnya, yakni kemampuannya menjangkau segmentasi pasar tertentu yang terspesialisasi sehingga majalah memiliki komunitas sendiri. Majalah juga memilki sifat long life span, dimana usia edar majalah lebih panjang dari seluruh media yang ada dan pada umunya majalah juga dapat disimpan hingga bertahun-tahun sebagai referensi Selanjutnya Kurniawan Junaedhi (1996: xiii) memberikan tiga batasan definisi majalah. Batasan pertama adalah media cetak yang terbit secara berkala, tetapi bukan yang terbit setiap hari, kedua media cetak itu bersampul, setidaknya punya wajah, dan dirancang secara khusus, dan yang terakhir media cetak itu dijilid atau setidaknya memiliki sejumlah halaman tertentu. Majalah seperti media cetak lainnya, pada dasarnya merupakan alat komunikasi massa yang tugasnya menyampaikan pesan dari sumber, dalam hal ini redaksi kepada pembacanya dengan menggunakan lambang-lambang yang dicetak. Lambang-lambang ini dapat berwujud huruf-huruf cetak maupun gambar. Tetapi yang menjadi permasalahan disini adalah bagaimana mengemas lambanglambang ini menjadi menarik bagi khalayak. Dalam bab ini akan dijelaskan halhal terkait majalah Tempo. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
A. Sejarah Majalah Tempo Tempo dilahirkan dari sebuah gagasan yang muncul dari para wartawan muda, pasca kejatuhan Presiden Soekarno, yaitu Goenawan Mohamad, wartawan sekaligus penyair. Lalu, Fikri Jufri, seorang mahasiswa, yang bekerja di harian Pedoman. (www.kopigrafika.com) Ia mencetuskan ide untuk membuat majalah mingguan berita model Time dan Newsweek (yang beredar di Amerika). Setelah melalui serentetan perundingan yang melelahkan, disepakati menerbikan majalah jenis baru itu, berupa majalah mingguan bergambar bernama Ekspres. Goenawan ditunjuk sebagai pemimpin Redaksi, dan Fikri Jufri sebagai wakilnya (Junaedhie, 1996 : 135-136). Gagasan yang awalnya hanya sebuah impian itu mulai terealisasi setelah Goenawan dan kawan-kawan, menerbitkan majalah Ekspres yang dibiayai B.M Diah, pemilik harian Merdeka yang pernah jadi duta besar Indonesia. (www.kopigrafika.com) Pada bulan April 1969, nomor perdana majalah itu beredar. Tebalnya 34 halaman dicetak 20 ribu eksemplar. Kecuali gambar sampul, isi halaman dalamnya dicetak hitam putih. Ekspres menggunakan Surat Ijin Terbit (SIT) No. 0933/SK/Dir PP/SIT/1970 dan Surat Ijin Cetak (SIC) No. Kep. 040/PC/IV/1970. Rubrik-rubrik yang ditampilkan adalah Laporan Utama, Agama, Ekonomi, Film, Hiburan, Hukum dan Kriminalitas, Ilustrasi, Internasional, Kota dan Desa, Olah Raga, Pendidikan, Pers, Pokok dan Tokoh, Seni dan Ilmu, dan lain-lain. Dengan demikian, seperti gambaram Goenawan sebelumnya, pola redaksional maupun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
tata muka majalah ini memang menghampiri pola Time atau Newsweek (Junaedhie, 1996: 136). Baru enam bulan berjalan, pada bulan Oktober, Goenawan dan Fikri Jufri diberhentikan oleh pemilik modal dari Ekspres. Alasannya karena ada konflik internal dan perbedaan pendapat mengenai kepengurusan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Beberapa wartawan lain yang solider juga ikut keluar. Berita eksodusnya Goenawan dan kawan-kawan dari Ekspres menjadi berita yang ramai. Kabar itu sampai juga ke telinga Ir. Ciputra, Ketua Yayasan Jaya Raya, penerbit Majalah Djaja yang kemudian mengundang Goenawan ke kantornya. Disitu Ciputra membeberkan rancananya men-swasta-kan Djaja sekaligus menjaga kemungkinan untuk menggabungnya dengan majalah baru yang direncanakannya berdasarkan konsep Goenawan (Junaedhie, 1996: 137) Pertemuan Ciputra dengan Goenawan Mohamad tidak terlepas dari peran serta Harjoko Trisnadi dari majalah Djaja yang bertindak sebagai penghubung diantara keduanya. Disamping Harjoko terdapat nama Bur Rasuanto yang sebelumnya bekerja di harian Indonesia Raya, ikut terlibat dalam usaha penerbitan majalah baru tersebut. Untuk masalah perijinan penerbitan majalah baru, Bur harus menmendapatkan ijin dari pemerintah dan PWI. Bertolak belakang dari perijinan dari pemerintah yang dengan mudah didapatkan perijinannya, Bur mengalami kesulitan mengantongi perijinan dari PWI Jakarta yang pada saat itu diketuai oleh Marzuki Arifin. (www.kopigrafika.com) Mendengar nama Goenawan, Arifin langsung menolak. Tapi Bur tak kehilangan akal. Ada pernyataan tertulis bahwa surat rekomendasi ternyata sah commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jika ditandatangani oleh salah satu jajaran ketua PWI. Kepada seorang temannya yang berasal dari Medan, dan kebetulan menjadi salah satu wakil ketua PWI Jaya, Bur dengan mudah memperoleh izin tersebut. Setelah semua beres, akhirnya disepakati membentuk majalah baru yang diberi nama Tempo. Dengan demikian, Tempo merupakan gabungan dari orang-orang majalah Djaja dengan mantan personel Ekspres. (www.kopigrafika.com) Majalah baru ini dimodali Yayasan Jaya Raya sebesar Rp 20 Juta. Orang yayasan yang ditugaskan mengelola Tempo adalah Eric Samola, waktu itu pejabat bagian humas PT Pembangunan Jaya. Goenawan Mohamad sebagai ketua dewan redaksi, Bur Rasuanto sebagai wakil ketua, dan Usamah sebagai redaktur pelaksana. Christianto Wibisono, Fikri Jufri, Toeti Kakiailatu, Harjoko Trisnadi, Lukman Setiawan, Syu'bah Asa, Zen Umar Purba, Putu Wijaya, dan Isma Sawitri duduk sebagai anggota dewan redaksi. (www.kopigrafika.com) Akhir Desember 1970, dengan rekomendasi Menlu Adam Malik, menpen Budiardjo mengeluarkan SIT Tempo. Menyusul 12 Januari 1971, keluar SIC-nya. Pada Januari 1971 nomer perkenalan Tempo terbit dengan 18 halaman dan dibagikan gratis. Dalam perwajahan, Tempo meniru Time, sesuatu yang tidak disebutkan pengelola Tempo bahwa mereka terpengaruh oleh majalah Amerika. Bahkan kata Tempo dan Time berarti waktu, dan penggunaan kata waktu yang dengan segala variasinya lazim digunakan oleh banyak penerbitan. Persamaan Tempo dan Time, terutama ketika Tempo menggunakan “bingkai merah” yang telah menjadi trademark Time, membuat Time menggugat Tempo pada tahun 1973 (Steele, 2007: 60).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
Majalah Tempo Edisi 1 yang terbit setebal 52 halaman itu dijual Rp. 80 per eksemplar. Diluar dugaan, majalah yang dicetak 10 ribu eksemplar oleh PT Dian Rakyat itu langsung ludes di pasaran. Dalam edisi 27 Maret 1977 Tempo berhasil mengungkapkan utang Pertamina sebesar 10 Milyar Dollar US. Prestasi ini mendapat pujian dari surat kabar The Asian Street Journal, edisi 25 Mei 1977. Menurut koran itu Tempo memiliki penciuman berita yang tajam (Junaedhie, 1996 : 141).
B. Pembreidelan Tempo Perjalanan Tempo di tubuhnya sendiri bukannya tanpa badai. Terhitung 12 April 1982, SIT Tempo dibekukan oleh Menteri Penerangan berdasarkan SK Menpen No. 76/Kep/Menpen/1982. Hal itu dikarenakan Departemen Penerangan menilai pemberitaan Tempo pada Edisi 27 Maret 1982 (perihal pengacauan di Lapangan Banteng), 3 April 1982 (perihal insiden kampanye di Solo dan Jogja), dan 10 April 1982 (perihal pemogokan di UI) secara sengaja atau tidak telah melanggar konsensus bersama antara pemerintah dan pers nasional. Atas dukungan dari berbagai pihak, semisal Persatuan Advokad Indonesia, Wakil Presiden Adam Malik, dan Persatuan Wartawan Indonesia, pada tanggal 29 Mei 1982, menpen Ali Murtopo menyatakan SIT Tempo dicairkan. Pada tanggal 9 Juni 1982 Tempo beredar kembali di kalangan pembacanya (Junaedhie, 1996 : 143). Permasalahan internalpun menjadi sebuah batu kerikil yang harus dilewati Tempo. Kebijakan perusahaan, antara pendiri Tempo, Goenawan Mohamad dan commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bur Rasuanto memunculkan terjadinya ekspansi besar-besaran para wartawan Tempo, di tahun 90-an. Bur mendirikan Majalah berita mingguan Editor, dan 40 wartawan ikut Bur. Kedua majalah tersebut bersaing sengit meraih hati masyarakat dengan berita-beritanya yang seringkali menghebohkan dan membuat merah telinga para pengambil kebijakan negeri.(www.kopigrafika.com) Tak ayal, sampailah pada sebuah momentum yang tepat bagi pemerintah orde baru untuk menutup keduanya, saat munculnya pemberitaan mengenai pembelian Kapal eks Jerman Timur. Keduanya pun di breidel di tahun 1994. Kondisi pembreidelan, ibarat titik balik yang ikut menyurutkan kejayaan percetakan Temprint, saat sang induk dikubur pemerintah. Percetakan Temprint dilanda kelesuan luar biasa. Benar-benar mengandalkan ongkos-ongkos cetak. Hal yang sama dialami para wartawan Tempo. Tak semuanya mampu bertahan dalam kondisi yang berat tersebut. Sebagian besar wartawan Tempo memilih membentuk majalah baru. Setiawan, Mahtoem, Harjoko Trisnadi, Herry Komar, Basri mendirikan majalah Gatra yang dibiayai oleh Bob Hasan, seorang pengusaha
besar
dan
salah
seorang
kepercayaan
Soeharto.
(www.kopigrafika.com) Bukan hanya itu, Gatra pun mendapatkan kucuran modal untuk memiliki percetakan sendiri yang diberi nama PT Enka Parahyangan. Hal ini
juga,
menarik minat bagi banyak karyawan percetakan PT Temprint, untuk ekspansi besar-besaran pindah ke PT Enka Parahyangan, setelah pembreidelan majalah Tempo. (www.kopigrafika.com) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
Pada tanggal 7 September 1994 Goenawan Mohamad dan 43 wartawan eks-Tempo mempertanyakan legalitas Menteri Penerangan Harmoko membreidel SIUPP. Tempo menggugat Departemen Penerangan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, karena keputusan Menteri mencabut izin terbit Tempo melanggar Undang-Undang Pokok Pers. Inilah untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, sebuah media yang dibreidel menggugat Departemen Penerangan (Steele, 2007: 236). Pada 3 Mei 1995, hal yang mengejutkan pemerhati media terjadi, Pengadilan Negeri Jakarta memenangkan gugatan Goenawan Mohamad ekskaryawan Tempo. Departemen Penerangan mengajukan banding ke Mahkamah Agung (MA). Namun, pada 13 Juni 1996 MA mementahkan semua, dan Tempo tetap dibredel. Kalangan pers Indonesia menyadari politik bermain dalam mempengaruhi putusan hukum tersebut (Steele, 2007: 238).
C. Kembalinya Tempo Penderitaan Tempo karena dibreidel, berakhir seiring kejatuhan Soeharto. Setelah presiden BJ. Habibie membuka perizinan bagi pers lebih demokratis, pasca reformasi digaungkan. Tapi, ternyata, untuk menerbitkan kembali majalah Tempo, bukan perkara mudah. Tak semua setuju dengan rencana wartawan senior Tempo, tersebut, dan tak semua berminat. Mengingat PT Grafiti Pers, penerbit majalah Tempo, sejak 1996 sudah menerbitkan majalah D&R. Mingguan itu digarap oleh gabungan awak Tempo lama dan wartawan muda. Lalu, banyak para wartawan-wartawan hebat Tempo yang telah bekerja di tempat lain. kebanyakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
dari mereka berada di Gatra, Majalah Forum, dan Tabloid Kontan. Di tempat baru, mereka menduduki posisi-posisi strategis. (www.kopigrafika.com) Mengetahui kemungkinan Tempo yang bisa terbit kembali, pada detikdetik terakhir pengurusan penerbitannya, Goenawan Mohamad bertemu dengan Yunus Yosfiah, Menteri penerangan pada saat itu, dan secara resmi menyatakan bahwa Tempo bisa terbit kembali. Maka, rapat demi rapat pun digelar. Satu rapat yang banyak dikenang adalah pertemuan alumni di Utan Kayu 68 H, Jakarta Timur. Dari sanalah dicari kesepakatan apakah akan menerbitkan kembali Tempo atau tidak. (Tempo, no 3735/20-26 Oktober 2008, hal 6-7) Zulkifli Lubis, mantan Direktur Keuangan SDM-Umum dan sekarang menjabat sebagai Komisaris Tempo, menerangkan bahwa walaupun akhirnya disepakati bahwa Tempo akan terbit kembali, terdapat dua kubu yang sama kuat dalam pertemuan Utan Kayu pada saat itu. Kelompok pertama ingin majalah Tempo kembali. Alasan mereka, ada cita-cita yang harus diteruskan. Banyak kelompok masyarakat yang protes, marah, dan berdemo ketika majalah ini dibreidel. Yang tidak setuju juga mempunyai alasan yang bagus. Mereka takut nama majalah ini tidak akan sebagus sebelum dibreidel – bila terbit lagi. Nama Tempo sudah harus, sudah menjadi legenda, tak perlu dihidupkan lagi. (Tempo, no 3735/20-26 Oktober 2008, hal 7) Keputusan pertemuan Utan Kayu dengan radikal mengubah ritme hidup sebuah ruko pucat berlantai empat, dengan cat sudah mengelupas, di Jalan Proklamasi 72, Jakarta Pusat. Bangunan itu akan menjadi kantor majalah Tempo baru. Ruang-ruang masih separuh kosong, tapi seluruh gedung seperti dipenuhi commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
aliran darah baru untuk merealisasikan penerbitan Tempo pada Selasa, 6 Oktober 1998. (Tempo, no 3735/20-26 Oktober 2008, hal 7) Maka tibalah hari itu, 6 Oktober 1998. Tempo terbit kembali dengan laporan utama “Pemerkosaan, Cerita dan Fakta”. Majalah ini tampil dengan desain halaman muka yang simbolis, mata yang menitikkan air. Kerja keras redaksi yang sudah dimulai sejak tanggal 4 September 1998 dengan mengumpulkan bahan ternyata berbuah hasil yang memuaskan. Edisi perdana yang dicetak 180 ribu eksemplar itu langsung ludes. (Tempo, no 3735/20-26 Oktober 2008, hal 16) Sejak pertama kali terbit kembali satu dasawarsa silam, jurnalisme Tempo adalah jurnalisme investigasi. Menyajikan kabar di balik warta, dengan mengintip dan membongkar apa yang selama ini disembunyikan dari mata publik, sejak awal sudah ditakdirkan menjadi nilai lebih media ini. Takdir semacam inilah yang membuat penerbitan majalah ini penuh dengan kontroversi. Tapi itulah Tempo dengan segala kehebohan yang muncul, suka atau tidak, telah menciptakan warna tersendiri bagi perkembangan dan kedewasaan politik bagi perjalanan negara ini
D. Visi dan Misi I.
Visi Visi dari Tempo adalah menjadi acuan dalam meningkatkan kebebasan rakyat untuk berpikir dan mengutarakan pendapat serta membangun suatu masyarakat yang menghargai kecerdasan dan perbedaan pendapat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
II.
64 digilib.uns.ac.id
Misi Visi tersebut diterjemahkan dalam beberapa misi sebagai berikut: a. Menyumbangkan kepada masyarakat suatu produk multimedia yang menampung dan menyalurkan secara adil suara yang berbeda-beda, Sebuah produk multimedia yang mandiri, bebas dari tekanan kekuasaan modal dan politik. b. Meningkatkan apresiasi terhadap ide-ide baru, bahasa, dan tampilan visual yang secara baik dan terus menerus. c. Menciptakan karya yang bermutu tinggi dan berpegang pada kode etik. d. Menjadikan tempat kerja mencerminkan Indonesia yang beragam sesuai kemajuan jaman. e. Menerapkan suatu proses kerja yang menghargai kemitraan dari semua sektor. f. Menjadi lahan subur bagi kegiatan-kegiatan untuk memperkaya khasanah artistik dan intelektual. (Litbang Tempo)
E. Karakteristik Majalah Tempo a. Reguler Majalah Tempo terbit setiap hari senin. Jumlah halaman majalah ini berubah-ubah tiap waktu, rata-rata lebih dari 110 halaman pada periode I dan mengalami peningkatan menjadi lebih dari 130 halaman pada periode II. Secara Isi didalamnya terbagi menjadi tiga bagian besar yaitu commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rubrik berita, rubrik non berita, dan iklan. Rubrik-rubrik Tempo bervariasi, tercatat tetap setiap minggunya pada periode II adalah rubrik Prelude (Album, Etalase, Inovasi, Kartun,), Indonesiana (artikel yang berisi tentang kejadian-kejadian yang terjadi di tengah masyarakat), buku (resensi buku terbaru, pengarang, dsb), ekonomi (kebijakan dan peristiwa ekonomi yang terjadi di masyarakat). Hukum (kasus hukum, kriminalitas, dan hal-hal yang menyangkut Undang-Undang), Kesehatan (berisi tentang informasi seputar kesehatan yang menyangkut obat-obatan dan penyakit), Ilmu dan Teknologi (artikel yang mengulas tentang inovasi dan perkembangan di bidang IPTEK), Opini (Opini, Bahasa, Kolom), Lingkungan (berita mengenai lingkungan hidup, alam, dsb), Musik ( artikel
mengenai
perkembangan
musik
dan
teknologi
serta
perkembangannya), Olahraga (mengupas kejuaraan, pelatihan, dsb) Etalase (memaparkan inovasi baru dalam IPTEK dan kesehatan), Inovasi (artikel yang berisi tentang penemuan baru disegala bidang) dan Tokoh (Obituari, Wawancara, Pokok & Tokoh).
b. Edisi Khusus Selain edisi reguler Tempo juga sering mengeluarkan edisi khusus. Pengerjaan edisi khusus tempo ditangani oleh tim khusus yang sengaja dibentuk untuk menyelesaikan edisi ini. Isinya hampir sama dengan Tempo edisi reguler, yang membedakan adalah adanya liputan khusus yang menghadirkan sisi lain dan mengupas lebih dalam tentang suatu isu. commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Edisi khusus Tempo mayoritas diterbitkan untuk memperingati momenmomen tertentu, atau mengangkat tokoh tertentu yang berjasa.
F. Struktur Organisasi Objek dalam penelitian ini adalah dua periode majalah Tempo yang dimulai dari periode I Edisi 14/23 5 Juni 1993 hingga 17/24 25 Juni 1994 dan periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3922/26 Juli-1 Agustus 2010. Saat edisi itu terbit, susunan organisasi majalah tersebut adalah sebagai berikut: a. Periode I (Edisi 14/23 5 Juni 1993- 17/24 25 Juni 1994) Pemimpin Umum:Eric Samola. Pemimpin Perusahaan: Harjoko Trisnadi. Pemimpin Redaksi: Goenawan Mohamad. Wakil Pemimpin Redaksi: Fikri Jufri Redaktur Eksekutif: Herry Komar. Redaktur Senior: Goenawan Mohamad, Kami Ilyas, Yusril Djalinus Redaktur Pelaksana Kompartemen: A. Margana, Bambang Bujono, Isma Sawitri, Putu Setia, Zakaria M. Passe. Sidang Redaksi:
Agus Basri, Aries Margono, Budiman S. Hartoyo, Budi
Kusumah, Bunga Surawijaya, Didi Primbadi, Diah Purnomowati, Ed Zoelverdi, Farida Senjaya, Gatot Triyanto, Julizar Kasiri, Max Wangkar, Mohamad Cholid, Putut Tri Husodo, Rudy Novrianto, R. Ahmed Kurnia Soeriawidjaja, Widi Yarmanto, Yopie Hidayat.
commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Redaktur Pelaksana Liputan: Amran Nasution (Koordinator), Syahril Chili (Wakil), Achijar Abbas Ibrahim (Asisten). Biro Jakarta: Toriq Hadad (Kepala), Andy Reza Rohadian, Ardian T. Gesturi, Bambang Aji, Bambang H. Sujatmoko, Bina Bektiati, Dwi Setyo Irawanto, G. Sugrahetty Dyan K, Indrawan, Iwan Qodar Himawan, Ivan Haris Prikurnia, Leila S. Chudori, Linda Djalil, Liston P. Siregar, Nunik Iswardhani, Prioyono B. Sumobogo, Siti nurbaiti, Sri Indrayati, Sri Pudyastuti, Sru Wahyuni, Taufik T. Alwie, Wahyu Muryadi. Biro Medan: Bersihar Lubis (Kepala), Affan Bey Hutasuhut, Fachrul Rasyid, Irwan E. Siregar, Mulhlizardy Muktar, Sarluhut Napitipulu. Biro Bandung: Happy Sulistiyadi (Kepala), Ahmad Taufik, Ida Farida. Biro Yogyakarta:
Rustam Bambang
Harimurti (Kepala), bandelan Amarudin, Heddy Lugito, Kastoyo Ramelan, R. Fadjri. Biro Surabaya: Moebanoe Moera Sumadjaja (Kepala), Jalil Hakim, Kelik M. Nugorho, Zed Abidien. Palembang: Hasan Syukur. Washington: Bambang Harymurti, P. Nasution. Tokyo: Seiichi Okawa. Bangkok: Yuli Ismartono. Kuala Lumpur: Ekram Hussein Attamimi, Cairo: A. Dja’far Bushiri, Vancouver: Toeti Kakiailatu. Fotografi: Riset: Anizar M. Jasmine, Didik Budiarto, Mahanizar, Rudi P. Singgih, Sri Widodo. Fotografer: Donny Metri, Hidayat S. Gautama, Rini PWI, Robin Ong, Rully Kesuma. Sekretariat Redaksi: Rudy Novrianto (Kepala) Redaktur Bahasa: Slamet Djabarudi, Sapto Nugroho, commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengarah Rancang Grafis: Edi Rustiadi Murad. Desain Visual Konsultan: S. Prinka, Desainer: Jesse Tanzil, Malela, Y. Joko Sulistyo, Visualizer: Mulyawan, Sustantho. Produksi Pracetak: Alex Korompis (Kepala Bagian), Lusi Rustam, Sukarmo Dokumentasi dan Riset: Nico J. Tampi (Kepala Bagian). Staff: Ramli Amin, Sri Mulungsih, Sutrisno. Alamat : Gedung Tempo, Jl. H. R. Rasuna Said kav. C- 17, Kuninagan, Jakarta12940, Tlp 021-5201022, Kotakpos: 4223/JKT 10001
b. Periode II (Edisi 3824/3-9 Agustus 2009- Edisi 3922/26 Juli-1 Agustus 2010) Pemimpin Redaksi: Wahyu Muryadi. Redaktur Eksekutif: Gendur Sudarsono. Pj. Redaktur Eksekutif: Arif Zulkifli Redaktur Senior: Bambang Harymurti, Diah Purnomowati, Edi Rustiadi M, Fikri Jufri, Goenawan Mohamad, Leila S. Chudori, Putu Setia, S. Malela Mahargasarie, Toriq Hadad. Redaktur Utama: Bina Bektiati, Budi Styarso, Hermien Y. Kleden, Idrus F.Shahab, L. R. Baskoro, Mardiyah Chamim, M. Taufiqurahman, Nugroho Dewanto, Purwanto Setiadi, Seno Joko Suyono. Redaktur: Ahmad Taufik, Anne L. Handayani, Bagja Hidayat, Irfan Budiman, Kurniawan, Padjar Iswara, Purwani Diyah Prabandari, Setri Yasra, Wahyu Dhyatmika, Yandhrie Arvian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
Staff Redaksi: Adek Media, Anton Aprianto, Budi Riza, Dwijo U. Maksum, Muchamad Nafi, Nunuy Nurhayati, Ramidi, retno Sulistiyowati, Rini Kustiani, Rr Ariyani, Sapto Pradityo, Sunudyantoro, Yandi M. Rofiyandi. Reporter: Cheta Nilawaty, Erwin Dariyanto, Feri Firmansyah, Gunanto, Harun Mahbud, Nieke Idrieta, Ninin P. Damayanti, Oktamandjaya, Rudy Prasetyo, Suryani Ika Sari, Sutarto, Stefanus Teguh Edi Pramono, Yophiandi, Yuliawati. Desain Visual: Gilang Rahadian (Kepala), Eko Punto Pambudi, Hendry Prakasa, Kendra H. Paramita, Kiagus Auliansyah, Aji Yuliarto. Tata Letak: Agus Darmawan Setiadi, Tri Watno Widodo. Fotografer: Bismo Agung (Koordinator), Aryus P. Soekarno, Dimas Aryo. Redaktur Bahasa:uu Suhardi (Kepala), Dewi Kartika Teguh W, Sapto Nugroho Dokumentasi dan Riset: Priatna, Ade Subrata. Alamat : Gedung Tempo, Jl. Proklamasi, No. 72 Jakarta 10320, Tlp 021-3916160 Faks. 021-3921947 (Redaksi), Email:
[email protected]
G. Ideologi Tempo Bukan hal baru jika tulisan di Tempo mengundang banyak kontroversi. Tempo yang bergerak di ranah Jurnalistik memilki definisi tersendiri tentang bagaimana mereka memposisikan dirinya terhadap suatu permasalahan. Berikut adalah Definisi Tempo yang di kutip Omi Intan Naomi dari Pariwara Tempo 1988: “Mengapa Tempo Menulis Ini dan Tak Menulis Itu? Tempo tidak mungkin menghidangkan setiap masalah tanpa memberi latar belakang. Tempo mencoba seobyektif mungkin. commit to userdengan masalah yang ditulis dan Tempo selalu mengambil jarak
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
juga melihat kasus yang berkaitan dengan kejadian-kejadian lain. Tiap masalah harus dilihat dari berbagai segi. Untuk menyajikan sebuah berita, Tempo terlebih dahulu mengumpulkan informasi dari pelbagai pihak. Fakta-fakta itu dirapikan, kemudian dihidangkan kepada pembaca. Tempo jarang memberikan kesimpulan final, kami sadar, bahwa pembaca cukup arif dan kebenaran bukan merupakan monopoli penulis berita. Sebagai sebuah mingguan, tidak semua berita yang terbetik dapat anda baca di Tempo. Tempo harus menyaring, memilih yang penting. Kriteria seleksi yang utama adalah kehangatan berita, kemudian relevansinya dengan pembaca Tempo. Juga, apakah peristiwanya cukup besar. Tempo tidak mewakili suatu golongan, apalagi memperjuangkan golongan. Prinsip itulah yang merupakan beleid berita Tempo yang dengan sendirinya mewarnai penampilan rubrik-rubrik Tempo. Tempo Enak Dibaca dan Perlu” (Omi Intan Naomi, 1996: 122)
Dari paragraf tersebut mengisyaratkan bahwa Tempo tidak memihak satu golongan. Sedangkan mengenai ideologi yang diusung Tempo, Redaktur Utama Majalah Tempo Arif Zulkifli mengatakan: ”Kalau secara umum bisa saya jawab Tempo itu mengusung kebebasan, karena Tempo hidup dan bernafas di alam yang membutuhkan kebebasan, saya kira itu jelas sekali. Sehingga Tempo akan sangat kritis terhadap elemen-elemen yang berusaha memberangus kebebasan. Misalnya apa sih yang memberangus kebebasan, misal pelarangan Ahmadiyah, Tempo akan di depan untuk mengatakan tidak, Ahmadiyah adalah salah satu entitas dari bangsa ini yang butuh ruang juga, kita tidak bisa mengklain dia sesat sehingga harus diberangus, prinsip-prinsip Tempo selalu begitu. Pemberedelan kami juga tidak suka.”
Satu hal yang sudah didengar berkali-kali oleh reporter adalah sikap Tempo terhadap amplop. Pendiri Tempo, Goenawan Mohamad, sering bergurau, “Jika ingin kaya raya, jangan menjadi wartawan.” Meski itu hanya gurauan, wartawan Tempo sudah tahu, mereka tak akan memiliki mobil Jaguar atau rumah commit to usermenang lotre, atau kawin dengan mewah (kecuali jika mereka ketiban warisan,
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
orang kaya). Sejak awal pula, ketika para wartawan senior harus mengajar para calon reporter yang masih muda, hijau, bergelora, dan matanya berbinar seperti ingin menaklukkan duniaitu, kalimat pertama yang diucapkan para redaktur – dengan galak – adalah “Tempo mengharamkan amplop!” (Tempo, no 3735/20-26 Oktober 2008, hal 22) Dari kutipan diatas, dapat kita tarik kesimpulan dengan jelas bahwa pekerjaan media yang identik dengan pengaruhnya terhadap masyarakat tidak dapat dihindari lagi penuh dengan intervensi dari luar. Dengan mengharamkan budaya Amplop ini, Tempo bermaksud untuk mencegah adanya “tainted news” atau berita yang sudah ternoda. Untuk menunjukkan keseriusan perang terhadap Amplop, sejak tahun 1980-an, Tempo sudah membuat sistem pengembalian amplop dengan menyediakan formulir pengembalian amplop dan bingkisan. Tak ketinggalan pula aspek cover both side, subjektivitas dan obyektivitas yang dijunjung oleh Tempo. Wartawan Tempo memang dituntut cover both sides, tapi dalam hal objektivitas Tempo menganut prinsip “ritual strategis objektivitas”. Prinsip itu mengacu pada misi Tempo yakni “menegakkan keadilan”, sehingga walaupun angle berita yang dipilih dan narasumber yang dipilih adalah berdasarkan subjektivitas namun itu adalah ritual demi terciptanya keadilan yang objektif. Sejak terbit satu dasawarsa silam, jurnalisme Tempo adalah jurnalisme investigasi. Menyajikan kabar di balik warta, dengan mengintip dan membongkar apa yang selama ini disembunyikan dari mata publik, sejak awal sudah ditahbiskan menjadi nilai lebih dari media ini. Pada tiap edisi, mantra di ruang commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
redaksi adalah “lebih dalam, lebih baru, lebih penting”. Inilah cap dagang yang diniatkan menjadi pembeda Tempo dengan media lain di Indonesia. (Tempo, no 3735/20-26 Oktober 2008, hal 48) Berangkat dati kutipan diatas, bukan menjadi sesuatu yang kebetulan jika kemudian laporan utama Tempo edisi pertama setelah pembreidelan mengangkat isu pemerkosaan perempuan Tiong Hoa pada kerusuhan yang membakar Jakarta pada Mei 1998. Sebuah topik yang sangat kontroversial pada masa itu karena banyak orang bertanya-tanya tentang kebenaran terjadi pemerkosaan massal pada hari-hari menjelang kejatuhan Soeharto itu. Belum lagi ditambah dengan edisi kedua Tempo pasca pembreidelan. Laporan utama pada edisi ini mengangkat topik skandal pembelian 39 kapal bekas Jerman Timur. Pengangkatan isu ini sebagai liputan utama menjadi sesuatu yang kontroversial bagi Tempo sendiri karena sebagai mana kita tahu, empat tahun sebelumnya Tempo di breidel oleh pemerintah karena mengangkat topik tersebut.
commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
Seperti yang sudah disinggung pada Bab I sebelumnya, penelitian ini menggunakan teknik sampling yang digunakan oleh Guido H Stempel III. Seperti yang dikutip oleh Kripendorf dalam bukunya “Content Analysis”, Stempel melakukan
sebuah
penelitian
tentang
isu-isu
dalam
surat
kabar
dan
membandingkan sampel berjumlah 6, 12, 24, dan 48. Hasil perbandingan tersebut menyatakan bahwa menggunakan sampel lebih dari 12 tidak akan menambah keakuratannya. (Krippendorff, 1989: 69). Selanjutnya, Arikunto juga berpendapat bahwa tidak selamanya semakin banyak sampel akan mempengaruhi kualitas dari hasil penelitian. (Arikunto, 1987: 108). Berangkat dari dua pendapat tersebut, maka penelitian ini menggunakan random sampling sebesar 50% dari keseluruhan populasi. Teknik random sampling itu sendiri menurut Kripendorf adalah dengan menggunakan dadu, roda roulet, angka random atapun alat-alat lain yang menyediakan kemungkinan yang sama pada tiap unit analisis. Khusus pada bab ini, penulis bermaksud menyajikan data dari hasil dokumentasi ke dalam bentuk tabel untuk mengukur perbedaan kecenderungan liputan pada majalah Tempo pada saat Orde baru dan pasca Reformasi, hasil penelitian ini akan disajikan berdasarkan frekuensi dan volume masing-masing kategori yang telah ditentukan peneliti sebelumnya. Sebelumnya, penulis terlebih user dahulu melakukan uji reliabilitascommit antar topengkoding
terhadap berbagai aspek
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kategori dalam penelitian ini. Berikut ini adalah tabel halaman muka Tempo periode I No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010 berdasarkan urutan kemunculan pada angka random untuk mengetahui kategori dan bagaimana Tempo mengemas halaman mukanya.
Tabel 1. Tabel Kategori Halaman Muka dan Ilustrasi yang Digunakan Tempo Periode I (No. 9 Tahun XXIII – 1 Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994). Sample 50% (24 Edisi) No.
47
No edisi dan Judul
No. 16 Tahun Olah Raga XXIV – 18 Juni 1994 Hari-Hari Gol
19
Ilustrasi yang Dipergunakan
Tema Halaman Muka
No. 39 Tahun Internasio XXIII – 27 nal November 1993
Fotografi - Menggambarkan seorang pemain sepak bola yang berposisi sebagai penjaga gawang yang sedang jatuh dengan posisi kepala terlebih dahulu. Bola nampak melayang diatas pemain tersebut. Ilustrasi - Diilustrasikan seekor naga yang membawa bendera bertuliskan “Mari Kembali ke Cina”
Mari Kembali ke Cina 21
No. 42 Tahun Human XXIII – 18 Interest Desember 1993 Berebut Nama Bung Karno
48
No. 17 Tahun Special XXIV – 25 Interest Juni 1994
Fotografi - Halaman muka Tempo pada edisi ini menggunakan siluet foto dari Presiden RI yang pertama, Soekarno.
Ilustrasi - Mengilustrasikan mata seorang wanita dengan bibir to user yang digambarkan commit tertutup oleh frame film. Frame
Keterangan
perpustakaan.uns.ac.id
18
Film Seks & Sensor Kita
film tersebut bergambar sebuah bibir yang menjadi bagian dari wajah wanita tersebut
No. 38 Tahun Pendidika XXIII 20 n November 1993
Fotografi Foto dari demonstran yang menuntut pembubaran SDSB. Para demonstran itu menggunakan kain bertuliskan “SDSB anak haram Kapitalisme”
Hari-hari Akhir SDSB 27
No. 48 Tahun Human XXIII – 29 Interest Januari 1994 Ria Terlibat Narkotika?
30
No. 51 Tahun KorupsiXXIII – 19 Korupsi Februari 1994 ekonomi Ini Dia Eddy Tansil
9
75 digilib.uns.ac.id
Fotografi - Menggunakan foto Ria Irawan yang sedang berpose. Ria terlihat sedang duduk dan tangan kiri memegang kepala. Fotografi - Halaman muka Tempo kali ini berisi empat foto setengah badan Eddy Tansil. Keempat foto tersebut membagi rata satu halaman muka dari Tempo edisi kali ini.
No. 20 Tahun Korupsi – Fotografi - Mengilustrasikan gambar setengah badan dari XXIII – 17 Korupsi Pradjogo Pangestu. Politik Juli 1993 Prajogo Dituding
46
No. 15 Tahun Korupsi – Fotografi - Halaman muka Tempo kali ini didesain XXIV – 11 Korupsi sedimikian rupa hingga terbagi Politik Juni 1994 menjadi dua. Sisi kiri adalah Habibie dan sebuah foto kapal perang yang Kapal Itu tengah berlayar dilautan. Sisi sebelah kanan merupakan foto Habibie yang tengah berbicara.
7
No. 18 Tahun Ekonomi XXIII – 3 Juli 1993 Cekal Bagi Penunggak
Ilustrasi - Menggambarkan sebuah alat pres yang sedang menekan (mengepres) beberapa lembaran uang rupiah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
76 digilib.uns.ac.id
Kredit 13
No. 24 Tahun Terorisme XXIII – 14 Agustus 1993 Perlawanan Islam Militan
Fotografi - Menggambarkan foto dari dua pejuang Islam Militan yang sedang diborgol. Keduanya nampak sedang diarak oleh Polisi dan berteriak mengacungkan sebuah buku yang dicurigai sebagai AlQuran.
45
No. 14 Tahun Politik – Fotografi - Foto setengah badan BJ Habibie yang sedang XXIV – 4 Juni Politikus mengacungkan tangan kirinya 1994 keatas. Habibie digambarkan Mencoba tengah berbicara dengan Menggoyang ekspresi semangat. Habibie
17
No. 37 Tahun Spesial XXIII – 13 Interest November 1993 Lika-Liku Dagang Wanita
Ilustrasi - Mengilustrasikan gambar kotak kayu yang bergambar sosok seroang wanita. Kotak kayu tersebut bertuliskan “ekspor” dibagian kanan atasnya.
34
No.3 Tahun Politik – Ilustrasi - Mengilustrasikan XXIV – 19 Pengadila sosok wanita yang bernama Marsinah. Foto Marsinah n Tinggi Maret 1994 diambil setengah badan dengan Marsinah: gambar timbangan Peradilan yang dibelakangnya. Gambar Sesat? timbangan itu terlihat sobek dibagian tengahnya.
44
No. 13 Tahun Kesehatan XXIV – 28 Mei 1994 Para Penderita AIDS Bicara
Fotografi - Halaman muka edisi kali ini didesain sedemikian rupa hingga tulisan AIDS pada judul berisi fotofoto penderita AIDS. Penderita-penderita AIDS yang digambarkan pada tulisan itu terdiri dari anak kecil, seorang pria yang busung lapar hingga punggung seorang wanita yang commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
setengah telanjang. 37
No. 6 Tahun Korupsi – Ilustrasi - Melukiskan sebuah palu yang kemungkinan palu di XXIV – 9 Korupsi Meja Hijau. Palu tersebut Politik April 1994 digambarkan diselimuti oleh Heboh Kasus lembaran uang kertas. Surabaya
43
No. 12 Tahun Terorisme XXIV – 21 Mei 1994 Perang Melawan Bandit
Ilustrasi - Mengilustrasikan sebuah tangan yang bergerak membentuk sebuah pistol. Jari telunjuk dilukiskan sebagai laras senapan yang mengeluarkan cairan bewarna merah.
25
No 46 Tahun Politik - Ilustrasi - Menggambarkan dua XXIII – 15 pemerinta buah tangan yang mengepal mengacung keatas. Kedua han Januari 1994 tangan tersebut nampak saling Hukuman terikat dan memakai jas (dua Buat tangan tersebut dianalogikan Demonstran sebagai kepala dan baju tersebut dianalogikan sebagai badan).
1
No. 12 tahun Human XXIII – 22 Interest Mei 1993 Willem Willem
15
Oh,
No. 26 Tahun Internasio XXIII 28 nal Agustus 1993 Politik Cina Sesudah Deng
35
Fotografi - Menggunakan foto setengah badan dari William Soeryadjaya. Sosok tua William difoto ketika menengadah keatas dengan tangan kirinya memegang kaca mata. Ilustrasi - Mengilustrasikan kaisar cina Denk Xiaoping yang menggenakan baju kekaisarannya.
No.4 Tahun Korupsi – Ilustrasi - Digambarkan Mar’ie Muhammad yang memegang XXIV – 26 Korupsi logo BAPINDO. Tangan kiri Politik Maret 1994 memegang logo tersebut dan Mar’ie tangan kanan mengambil satu commit to user Menggebrak
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bagian dari logo tersebut. 31
No. 52 Tahun Korupsi – Fotografi - Halaman muka Tempo edisi kali ini berupa XXIII – 26 Korupsi foto setengah badan dari Februari 1994 Ekonomi Sudomo dan Eddy Tansil. Kisah Bobolnya BAPINDO
8
No. 19 tahun Internasio XXIII – 10 nal Juli 1993 Beranikah Saddam Membalas
28
No. 49 Tahun Human XXIII – 5 Interest Februari 1994
Fotografi - Mengilustrasikan wajah Saddam Hussein yang berada ditengah crosshair sebauh senapan. Crosshair itu nampak tepat membidik wajah Saddam. Fotografi - Halaman muka kali ini menggunakan foto full face dari Ria Irawan.
Ria Menjawab (Wawancaraa Khusus dengan Ria Irawan) Sumber: Dokumentasi
Tabel 2. Tabel Kategori Halaman Muka dan Ilustrasi yang Digunakan Tempo Periode II (Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010). Sampel 50% (24 Edisi) No
2
37
No edisi dan Judul
Tema Halaman Muka
Terorisme 3825/10-16 Agustus 2009 Tamat?
Ilustrasi yang Dipergunakan
Ilustrasi - Gambar lusuh gembong teroris, Noordin M Top, nampak tersobek-sobek menjadi empat bagian. Korupsi – Ilustrasi - Menggambarkan 3907/12-18 sebuah tangan kanan yang korupsi April 2010 memegang topi Polisi dan Aksi Mafia politik commit to user tangan kiri memegang tikus di Trunojoyo
Keterangan
perpustakaan.uns.ac.id
10
3833/5-11 Oktober 2009 Padang 30 September
23
3846/4-10 Januari 2010 Heboh Yayasan ‘Satu Juta Dolar’
34
3904/22-28 Maret 2010 Angkatan Baru Penebar Teror
13
No.3836/26 oktober-1 November 2009 Ribetnya Menyusun Kabinet
3
3826/17-23 Agustus 2009 9 Daerah Bintang
79 digilib.uns.ac.id
bagian ekornya. Tangan kiri tersebut berusaha memasukkan atau mengeluarkan tikus beserta sebuah dokumen berisi foto-foto perwira polisi dan uang kedalam topi Polisi tersebut. Krisis Fotografi - Sebuah foto yang menggambarkan bangunan yang rusak oleh gempa dan sedang dikrumuni orang-orang yang menjadi relawan utnuk menyelamatkan korban bencana. Politik - Ilustrasi - Menggambarkan Presiden Menteri Djoko Suyanto yang sedang mempersilakan tamu untuk menyaksikan SBY yang sedang menyanyi diatas panggun layaknya seorang “anak band”. Didepan Djoko terdapat guci dan toples yang biasa digunakan untuk memasukkan sumbangan. Terorisme Ilustrasi - Menggambarkan pasukan teroris yang dipersenjatai lengkap dengan menggunakan topeng dikepala mereka. Sebuah tangan nampak sedang menempelkan barcode pada jidat pasukan itu. Politik – Ilustrasi - Menggambarkan presiden kesibukan SBY. Digambarkan SBY duduk di kursi yang mewah sedang sibuk menghitung sesuatu pada suatu alat berbentuk seperti kalkulator. Alat tersebut mengeluarkan gulungan kertas yang banyak hingga menyebabkan SBY terbelit kertas-kertas itu. Ekonomi Ilustrasi - Melukiskan berbagai Edisi kegiatan masyarakat didaerah khusus Hari Kemerdeka pedesaan commit to user an
perpustakaan.uns.ac.id
28
1
33
17
80 digilib.uns.ac.id
Korupsi – Ilustrasi - Melukiskan Antasari Azhar yang sedang terduduk Korupsi memasang wajah serius. Politik Dihadapannya nampak seseorang mengacungkan palu dengan tali tiang gantungan terikat padanya. Politik – Ilustrasi - Menggambarkan 3824/3-9 Agustus 2009 Pemerinta pertarungan gladiator jaman han Romawi kuno. Gladiator Ancangdisebelah kiri yang berukuran Ancang lebih kecil memakai baju Cicak vs pelindung berbentuk Cicak dan Buaya beratribut KPK, sedangkan lawannya yang lebih besar memakai baju pelindung berbentuk Buaya dengan atribut POLRI. Keduanya tengah bertarung disaksikan oleh tikus-tikus berpakaian putih.s Terorisme Ilustrasi - Menggambarkan 3903/15-21 seseorang (kemungkinan Maret 2010 polisi) yang sedang Dulmatin mengidentifikasikan kemiripan Tewas: foto “hardfile” Dulmatin Matikah (dipegang ditangan kiri) Terror dengan “softfile”-nya yang ditampilkan pada monitor komputer. Pada bagian kanan atas layar monitor komputer terdapat topi Polisi yang tergantung. Segelas minuman dengan gambar mata yang langsung melihat kearah pemegang foto Dulmatin diletakkan didepan layar monitor tersebut. Politik - Ilustrasi - Menggambarkan 3840/23-29 Presiden presiden SBY yang sedang November berpikir (nampak dari kerutan 2009 wajah dan tangan kiri yang Kenapa memegang dagu) dengan Begitu Sulit memegang palu di tangan kanannya bertuliskan “bebas”. commit to user SBY duduk di depan sebuah 3851/8-14 Februari 2010 Apakah Antasari Membunuh
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
27
Korupsi – 3850/1-7 Korupsi Februari Politik 2010 Pansus Century: Siapa Jadi Korban
24
Korupsi – 3847/11-17 Januari 2010 Korupsi Cara Asyik Ekonomi Menikmati Penjara
25
Korupsi – 3848/18-24 Januari 2010 Korupsi Adu Kuat politik dengan Anggodo
39
3909/26 April-2 Mei 2010 Kasus Cek Pelawat BI: Lupa-Lupa Ingat... 3910/3-9 Mei 2010 Siap Tembak Jendral
40
12
Korupsi – Korupsi Ekonomi
meja yang berisi dokumen dan foto Bibit-Chandra Ilustrasi - Digambarkan Sri Mulyani dan Boediono yang sedang duduk dihadapan sebuah Mahkamah. Nampak keduanya duduk bersebelahan dan saling memandang dengan pandangan memelas. Dihadapan mereka sebuah mahkamah sedang seru memperdebatkan sesuatu. Ilustrasi - Menggambarkan Artalyta ‘Ayin’ Suryani yang berdandan layaknya “lady of justice”. Tangan kanannya memegang pedang yang patah sedang tangan kirinya memegang timbangan yang berisi palu disisi kanan dan onggokan uang disisi kirinya Ilustrasi - Dilukiskan Anggodo Widjojo yang ditarik keatas dengan kasar oleh sebuah tangan dari kumpulan brigade tameng polisi. Kasarnya tarikan itu menyebabkan sepatu sebelah kanan yang ia genakan terlepas. Ilustrasi - Menggambarkan Nunun Nurbaetie yang memasang ekspresi lupa ketia disodorkan foto-foto tokoh yang kemungkinan menjadi pelawat BI
Korupsi – Ilustrasi - Menggambarkan Susno Duadji yang sedang korupsi mendodongkan pistol. Politik Anehnya laras pistol tersebut malah mengarah ke Susno sendiri. Politik – Ilustrasi - Digambarkan siluet Edisi 3835/19-25 Oktober 2009 Pemerinta wajah menteri-menteri untuk Khusus kabinet 2009-2014 Menteri Kabinet:Hara han commit to user Pilihan pan dan
perpustakaan.uns.ac.id
36
35
9
43
46
Kenyataan 3906/5-11 April 2010 Perang Bintang Siapa Menang 3905/29 Maret-4 April 2010 Markus Di Markas Polisi
82 digilib.uns.ac.id
Korupsi – Ilustrasi - Digambarkan Susno Duadji dan dua jendral korupsi berbintang yang saling politik menuding satu sama lain.
Korupsi – Ilustrasi - Menggambarkan Susno Duadji yang sedang Korupsi menarik baju seorang perwira politik tinggi polisi hingga nampak onggokan uang diperutnya. Digambarkan uang yang berada pada perut periwra tinggi polisi tersebut sangat banyak dan terdapat empat ekor tikus didalamnya. Politik - Ilustrasi - Menggambarkan 3832/28 SBY yang sedang September-4 Presiden mengacungkan mainanOktober 2009 mainannya. Ditangan kanan KPK Di SBY mengacungkan Logic Ujung Cube yang bergambar KPK Tanduk dan cicak. Di tangan kanannya, SBY mengacungkan mainanmainan kecil berbentuk kepala orang yang terpasang dijarijarinya. Belakangan kepalakepala tersebut disinyalir sebagai anggota Tim Lima, komisi anti korupsi yang dibentuk sendiri oleh SBY. Special Ilustrasi - Dilukiskan seorang 3913/24-30 Interest petugas lelang yang sedang Mei 2010 berdiri didepan meja lelang Harta Karun bosan menunggu. Tangan Siapa Mau kanannya menopang dagu tuanya dan tangan kiri lemas memegang palu. Sebuah guci yang nampak tua terletak di meja disamping petugas lelang itu. Nampak juga sarng lebah yang menghias kedua objek tersebut. 3916/14-20 Olah raga commit Ilustrasi to user- Menggambarkan Juni 2010 seorang suporter bola dari
Non-
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
Goool...
Afrika Selatan yang dengan antusiasnya berteriak. Korupsi – Ilustrasi - Menggambarkan 29 3852/15-21 Boedi Sampoerna yang berada korupsi Februari dalam gulungan uang ratusan ekonomi 2010 dolar. Gulungan tersebut diikat Lanjutan oleh tali merah dengan Kasus berandol kain berlogo Century Century: Bank. Empat lembar uang Melacak ratusan dolar nampak Aliran Duit beterbangan dibelakang Boedi. Boedi Sampoerna Korupsi – Ilustrasi - Menggambarkan Sri 41 3911/10-16 Mulyani yang sedang terbang korupsi Mei 2010 menggunakan balon udara. Sri Mulyani politik Dibawahnya tergambar SBY Terbang dan Bakrie yang sdang Siapa Senang bersalaman. SBY berada dalam sebuah benteng berkontur garuda yang memiliki bendera RI dan Century Bank berkibar didalamnya. Sumber: Dokumentasi
Telah disinggung sebelumnya bahwa menjadi sesuatu yang tidak dapat dipungkiri, sebuah halaman muka menjadi hal penting dalam suatu majalah. Ketika berhadapan dengan konsumen, halaman muka menjadi first impression yang menentukan apakah majalah ini cukup berharga untuk dibeli. Tempo sendiri, sebagai sebuah majalah berita nasional sadar akan arti pentingnya halaman muka. Kesadaran akan posisi halaman yang sangat crucial ini, ditunjukkan dari desain halaman muka Tempo pada tiap edisinya. Desain halaman muka Tempo selalu menarik, menggelitik, unik dan bahkan sering kali kontroversial. Keunikan desain halaman muka dari majalah Tempo yang berupa ilustrasi bisa jadi sudah dimulai ketika majalah tersebut pertama kali terbit pasca commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
84 digilib.uns.ac.id
pembreidelan masa Orde Baru yaitu tahun 1994-1998. Tempo edisi 6 Oktober 1998 mengangkat sebuah desain halaman muka yang melukiskan sebuah mata yang menitikkan air mata. Dengan judul “Pemerkosaan: Cerita dan Fakta”, Tempo edisi ini membedah isu tentang pemerkosaan dalam kerusuhan besarbesaran yang melanda Jakarta dan beberapa kota lain pada Mei 1998. Perempuan etnis Tionghoa dikabarkan menjadi korban ditengah kerusuhan itu. Desain halaman muka yang simbolis ini merupakan buah karya dari Malela Mahargasarie, redaktur kreatif Tempo pada saat itu. Gebrakan fenomenal ini diakui Malela berasal dari mimpinya. “Saya bermimpi jalanan Jakarta penuh dengan mata, mata dan mata.” (Tempo, no 3735/20-26 Oktober 2008, hal 16). Selanjutnya, seperti yang sudah disinggung pada bab I sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk melihat secara lebih intensif tentang tampilan halaman muka majalah tempo terutama dalam aspek tema dari pesan yang menjadi sorotan majalah Tempo untuk diangkat dalam halaman muka sehingga tidak tertutup kemungkinan dapat melihat perbedaan yang ada dikedua periode tersebut (dilihat dari frekuensi kemunculan). Lebih lanjut, pada tiap halaman muka majalah Tempo terkadang ditemukan seorang atau lebih tokoh dari berbagai bidang yang diangkat sebagai halaman muka majalah ini. Terlepas dari baik buruk isu yang melibatkan tokoh tersebut, penelitian ini juga bermaksud mencari tahu siapa yang paling sering mendapat perhatian Tempo dari periode I dan periode II. Aspek inilah yang nantinya akan menjadi tujuan kedua penelitian ini. Yang terakhir adalah mengenai cara pengemasan halaman muka majalah Tempo. Menurut hasil observasi penulis, pada kedua periode tersebut setidaknya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
ditemukan dua macam teknik pengemasan halaman muka yaitu dengan menggunakan fotografi dan ilustrasi. Fotografi sendiri merupakan media dokumentasi yang mencoba memberikan informasi secara akurat kepada khalayak sedangkan ilustrasi dalam hal ini karikatur dengan segala keunikannya mampu memberikan warna tersendiri bagi halaman muka majalah berita ini. Aspek ketiga inilah yang nantinya akan menjadi tujuan ketiga dari penelitian ini (melihat frekuensi dari penggunaan ilustrasi/karikatur dan fotografi)
A. Kategori Tema Halaman Muka Telah disinggung sebelumnya bahwa Dennis McQuaill, mengungkapkan kritiknya bahwa pendekatan analisis isi yang didefinisikan Berelson adalah pendekatan tradisional yang dipraktikkan pada awal abad ke-20 lalu. Pendekatan analisis isi bercirikan sebagai berikut. 1. Memiliki populasi dan sampling. 2. Membangun kerangka teori yang relevan dengan tujuan penelitian. 3. Memilki unit analisis. 4. Mencari kesesuaian antara isi dengan kerangka kategori dengan menghitung unit yang diteliti dan membuat prosentase frekuensi. 5. Mengungkapkan hasil temuan berdasarkan frekuensi. (Antoni, 2004: 96)
Dari kutipan diatas dapat kita simpulkan bahwa penggunaan kategori dalam studi analisis isi menjadi sesuatu yang sangat penting. Berangkat dari kenyataan tersebut, penelitian ini menggunakan 19 kategori yang digunakan oleh Scott pada jurnal The Face of Time: Interpreting a Glance at The World’s commit2) to Anak-anak, user Newsmagazine. 1) Seni dan Hiburan, 3)Korupsi, 4) Krisis, 5)
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ekonomi, 6) Pendidikan, 7)Energi, 8) Kesehatan, 9) Kesehatan, 10) Sejarah, 11) Human Interest, 12) Internasional, 13) Politik, 14) Agama, 15) Ilmu Pengetahuan, 16) Spesial Interest, 17) Sport, 18) Teknologi, 19) Terorisme. (Scott, 2008: 6-7). Bertolak dari kategori tersebut diatas, untuk melakukan penelitian halaman muka majalah Tempo di Indonesia dibutuhkan penyederhanaan. Dari 19 kategori yang dikemukakan Scott tersebut diambil 11 kategori yaitu Korupsi, Krisis, Ekonomi, Pendidikan, Human Interest, Internasional, Politik, Spesial Interest, Olah Raga, Terorisme, dan Kesehatan. Penyederhanaan ini dilakukan karena perbedaan karakter dari populasi penelitian Scott yang menggunakan halaman muka majalah Time sebagai objek penelitiannya. Berikut adalah tabel frekuensi kategori-kategori yang diangkat Tempo sebagai halaman muka pada periode I dan II. Dari
tabel
3,
cukuplah
jelas
kiranya
bahwa
Tempo
memang
menitikberatkan pemberitaannya mengenai isu-isu politik, korupsi. Hal ini ditunjukkan dari dua periode tersebut yang berjumlah total 48 edisi, isu korupsi berjumlah 17 isu dengan rincian pada periode I terdapat 6 kali kemunculan atau 25% dari keseluruhan edisi yang diterbitkan pada tahun itu. Periode II terjadi peningkatan yang hampir dua kali lipatnya menjadi 45,83% dari total satu tahun edisi atau 11 kali kemunculan.
commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3. Frekuensi Kategori-Kategori Halaman Muka Majalah Tempo Periode I dan Periode II No.
Kategori
Periode I
Periode II
F
P (%)
F
P (%)
1
Korupsi
6
25
11
45,83
2
Krisis
0
0
1
4,17
3
Ekonomi
1
4,17
1
4,17
4
Pendidikan
1
4,17
0
0
5
Human Interest
4
16,67
0
0
6
Internasional
3
12,5
0
0
7
Politik
3
12,5
6
25
8
Spesial Interest
2
8,33
1
4,17
9
Olah Raga
1
4,17
1
4,17
10
Terorisme
2
8,33
3
12,5
11
Kesehatan
1
4,17
0
0
24
100
24
100
Jumlah Sumber: Tabel 1 dan 2
Selanjutnya dari tabel 3 dapat juga kita cermati bahwa peringkat kedua dipegang oleh kategori politik yang mendapat jatah 9 kali kemunculan dengan rincian pada periode I sebanyak 12,5% atau 3 kali kemunculan dan pada periode II sebesar 25% atau 6 kali kemunculan diambil untuk kategori ini. Peningkatan yang hampir dua kali lipat semacam ini memiliki kemiripan dengan kategori korupsi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
88 digilib.uns.ac.id
Terorisme setidaknya juga menjadi isu yang diminati oleh majalah Tempo. Hal ini diperlihatkan dengan jumlah 5 kali pemunculan isu terorisme dengan perincian mengambil 8,33% atau 2 kali kemunculan pada periode I dan 12,5 % atau 3 kali kemunculan pada periode II dari total keseluruhan halaman muka majalah Tempo. Fenomena peningkatan sebesar dua kali lipatnya seperti kategori-kategori sebelumnya tidak terjadi pada kategori human interest. Walaupun pada periode II isu human interest seperti menghilang, akan tetapi pada periode I isu tersebut cukup mengambil banyak porsi dari keseluruhan halaman muka majalah Tempo yaitu sebesar 16,67% atau 4 kali kemunculan dari total satu tahun edisi. Berangkat dari data yang menunjukkan fakta semacam ini, bukan menjadi sesuatu yang salah ketika peningkatan yang hampir dua kali lipatnya ini mungkin menimbulkan berbagai pertanyaan. Selanjutnya, perlu menjadi sebuah catatan ketika masuk ke dalam analisis kategori korupsi dan kategori politik karena keduanya memang bersinggungan. Kategori isu korupsi sendiri dibagi menjadi 2 sub kategori yaitu korupsi ekonomi dan korupsi politik. Korupsi ekonomi adalah korupsi yang melibatkan oknum sipil atau non-pemerintahan sedangkan sub bab korupsi politik merupakan sub bab yang berisi tentang isu-isu korupsi yang melibatkan oknum pemerintahan. Sebagai contoh pada kasus yang diusung pada edisi 3905/29 Maret-4 April 2010 berjudul “Markus Di Markas Polisi”. Isu yang diangkat menjadi halaman muka semacam ini memang dimasukkan kedalam kategori korupsi akan tetapi masuk kedalam sub kategori korupsi politik karena melibatkan Kepolisian yang notabene merupakan commitbelakang to user dengan isu yang diangkat pada administrasi presiden. Hal ini bertolak
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tempo edisi 3909/26 April-2 Mei 2010 berjudul “Kasus Cek Pelawat BI: LupaLupa Ingat...”, isu yang menitik beratkan pada kesaksian Nunun Nurbaeti sebagai saksi warga negara sipil semacam ini memang dikategorikan kedalam korupsi akan tetapi masuk kedalam kategori korupsi ekonomi.
Tabel 4. Frekuensi Isu Korupsi Majalah Tempo Periode I dan Periode II No.
Kategori
Periode I
Periode II
F
P (%)
F
P (%)
1
Korupsi Politik
4
66,67
8
72,72
2
Korupsi Ekonomi
2
33,33
3
27,27
6
100
11
100
Jumlah Sumber: Tabel 3
Dengan pemberian sub kategori semacam ini, perbedaan terlihat jelas pada masing-masing periode. Kategori korupsi memang masih menjadi isu yang paling favorit untuk diangkat dari masa ke masa akan tetapi perlu menjadi suatu catatan tersendiri bahwa pada periode I pengulasan isu korupsi yang berjumlah 6 terbagi kedalam 2 kemunculan sub kategori korupsi ekonomi dan 4 kemunculan korupsi politik. Hal ini berbeda jika kita melihat kedepan pada masa periode II dimana pengulasan isu korupsi yang berjumlah 11 kemunculan tersebut dibagi menjadi 8 kali kemunculan isu korupsi politik dan 3 kali kemunculan isu korupsi ekonomi. Korupsi Politik yang melibatkan pemerintahan menjadi isu yang paling digemari untuk diangkat. Peningkatan jelas terlihat pada tabel 4. Peningkatan dari 66,67% commit to user ke 72,72% pada korupsi sub kategori korupsi politik sedangkan terjadi penurunan
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada sub kategori korupsi ekonomi merupakan pratanda adanya sebuah fenomena, terlepas dari kemungkinan dari sisi intern ataupun extern yang terjadi pada tubuh Tempo. Bukan hanya kategori korupsi saja yang memiliki sub kategori, kategori Politik sendiri dalam temuan Scott pada jurnal The Face of Time: Interpreting a Glance at The World’s Newsmagazine dibagi menjadi beberapa sub kategori. Sub kategori itu antara lain Politikus/anggota dewan, Presiden, Pemerintahan, pemilihan umum/kandidat-kandidat, partai politik dan Pengadilan Tinggi. (Scott, 2008: 6). Sub kategori semacam dalam perkembangan penelitian ini sendiri juga mengalami
penyederhanaan
menjadi
Politikus/anggota
dewan,
Presiden,
Pemerintahan, dan Pengadilan Tinggi ini akan dapat mengindikasikan majalah Tempo memang menitikberatkan pemberitaannya pada isu-isu Politik. Sebagai contoh kategori politik dengan sub kategori politikus adalah Tempo edisi No. 14 Tahun XXIV – 4 Juni 1994 yang berjudul Mencoba Menggoyang Habibie. Isu yang melibatkan B.J. Habibie dengan keterlibatannya pada pembelian kapal perang bekas Jerman Timur ini memang dimasukkan kedalam sub kategori politikus karena isu tersebut melihat B.J Habibie sebagai salah satu politikus besar di Indonesia. Selanjutnya adalah kategori politik dengan sub kategori presiden dengan contoh halaman muka majalah Tempo edisi No.3836/26 oktober-1 November 2009 dengan judul Ribetnya Menyusun Kabinet. Alasan pemasukan dalam sub kategori ini cukup jelas karena halaman muka edisi ini bercerita tentang kesibukan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden Republik Indonesia commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ketika Tempo edisi tersebut diterbitkan dimana diilustrasikan sedang duduk di kursi mewah sibuk menghitung sesuatu pada suatu alat berbentuk seperti kalkulator. Alat tersebut mengeluarkan gulungan kertas yang banyak hingga menyebabkan Susilo Bambang Yudhoyono terbelit kertas-kertas tersebut. Sub kategori Pengadilan tinggi dapat kita temukan pada halaman muka majalah Tempo edisi No.3 Tahun XXIV – 19 Maret 1994 dengan judul Marsinah: Peradilan yang Sesat?. Halaman muka ini mengilustrasikan sosok wanita yang bernama Marsinah. Foto Marsinah diambil setengah badan dengan gambar timbangan dibelakangnya. Gambar timbangan itu terlihat sobek dibagian tengahnya. Halaman muka ini dimasukkan dalam sub kategori pengadilan tinggi karena bercerita tentang carut marutnya pengadilan tinggi yang mengurus kasus Marsinah. Untuk contoh kategori politik dengan sub kategori pemerintahan dapat kita lihat pada Tempo edisi khusus menteri pilihan No. 3835/19-25 Oktober 2009 dengan judul Kabinet:Harapan dan Kenyataan. Halaman muka majalah Tempo edisi ini menggambarkan siluet wajah menteri-menteri untuk kabinet 2009-2014. Menteri-menteri yang notabene merupakan oknum pemerintahan Indonesia membuat isu semacam ini dimasukkan kedalam sub kategori pemerintahan. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel 3 yang bercerita tentang frekuensi isu politik yang diangkat oleh majalah Tempo pada halaman muka.
commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 5. Frekuensi Isu Politik Majalah Tempo Periode I dan Periode II No.
Kategori
Periode I
Periode II
F
P (%)
F
P (%)
1
Politikus
1
33,33
0
0
2
Pengadilan Tinggi
1
33,33
0
0
3
Pemerintahan
1
33,33
3
50
4
Presiden
0
0
3
50
3
100
6
100
Jumlah Sumber: Tabel 3
Perbedaan yang signifikan telihat dalam pengangkatan isu seputar pemerintahan dan Presiden. Perbedaan tersebut nampak pada periode I yang semula isu pemerintahan hanya mengambil 33,33% dan 0 % untuk isu tentang Presiden sedangkan pada periode II, isu seputar pemerintahan dan presiden samasama menjadi 50%. Sejumlah pertanyaan lagi mungkin akan timbul ketika melihat data semacam ini. Mengapa terjadi peningkatan sebesar dua kali lipat pada pemuatan isu yang bersinggungan dengan sub kategori korupsi politik dari periode I ke periode II. Mengapa isu yang menyangkut pemerintahan meningkat dari 33,33% menjadi 50%. Lalu mengapa pada periode I tidak ada sama sekali pengangkatan isu yang berkaitan dengan presiden sedangkan pada periode II muncul 3 kali pengangkatan yang mengambil 50% dari isu-isu politik. Jawaban mungkin dapat kita cari pada teori pendekatan lingkungan yang menyatakan bahwa antara sistem politik dan komunikasi terdapat hubungan commit to user timbal-balik: sistem politik mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya
perpustakaan.uns.ac.id
93 digilib.uns.ac.id
komunikasi mempengaruhi sistem politik. (Pawito, 2009: 35). Hal ini dapat dibenarkan ketika kita melihat bahwa Presiden dan pemerintah yang berkuasa pada periode I dan periode II memiliki perbedaan karakteristik sistem politik yang dianut. Sebagaimana yang kita tahu, periode I yaitu tahun 1993 hingga 1994 media massa dikontrol oleh pemerintah dengan menggunakan empat macam modus. Modus pertama adalah dengan menggunakan SIT (Surat Ijin Terbit) yang kemudian diubah menjadi SIUPP (Surat Ijin Usaha Penerbitan Press). Modus pertama ini memungkinkan pemerintah untuk mencabut surat ijin tersebut sehingga media yang bersangkutan akan mendapat larangan terbit. Beberapa kali Tempo terkena kasus pencabutan surat ijin semacam ini. Sebagai contoh setelah penerbitan Tempo edisi No. 15 Tahun XXIV – 11 Juni 1994 dengan judul Habibie dan Kapal Itu, Tempo harus membayar mahal dengan pencabutan SIUPP sehingga larangan terbit-pun tak ayal didapatkannya. Modus kedua adalah dengan uang amplop. Modus semacam ini memang masih terjadi hingga saat ini. Dengan menggunakan uang amplop, pihak bersangkutan bermaksud untuk mengendalikan pemberitaan mengenai dirinya. Modus ketiga adalah dengan budaya telepon. Dalam modus ketiga ini pemerintah melakukan panggilan telepon terhadap wartawan, sebagai contoh bagaimana menulis isu-isu tertentu, dan memerintahkan mereka untuk tidak menuliskan aspek-aspek tertentu. Wartawan diharuskan untuk tidak memberitakan mengenai isu-isu negatif, seperti konflik elit politik, korupsi pemerintah, dan kekerasan yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Pelanggaran terhadapnya akan dikenakan sangsi pembreidelan. Modus terakhir adalah dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
94 digilib.uns.ac.id
memasukkan keluarga atau kroni dari pemerintahan kedalam industri media secara legal. Keempat modus pengontrolan media ini menjadi tidak efektif lagi ketika digunakan pada tahun-tahun setelah reformasi digalakan. Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 merupakan tolak ukur dari kebebasan pers di Indonesia. Pengontrolan terhadap media oleh pemerintah berkurang sangat drastis. Periode II yang notabene merupakan masa dimana reformasi telah satu dekade digalakan memungkinkan adanya penjaminan kebebasan pers pada setiap media massa. Kembali ke data tabel 2 dimana terjadi peningkatan sebanyak dua kali lipat dari isu seputar korupsi dan politik. Pertanyaan mengapa fenomena ini terjadi mungkin dapat terjawab dengan adanya teori pendekatan lingkungan yang menyatakan sistem politik yang berbeda, berpengaruh juga pada komunikasi media massa. Kenyataan semacam ini juga pernah ditemukan pada jurnal Shillinger dan Proter yang berjudul Glasnot and The Transformation of Moscow News. Jurnal tersebut merupakan penelitian yang membandingkan penerbitan surat kabar Moscow News pada dua masa yang memiliki karakteristik pemerintahan yang sangat berbeda, yaitu tahun 1982 dan tahun 1989 di Uni Soviet. Masa diantara kedua tahun tersebut terjadi perubahan bernama Glasnot yang menyebabkan semacam krisis sama halnya dengan yang terjadi di Indonesia ketika reformasi dikibarkan. Masa sebelum Glasnot merupakan sebuah masa yang totalitarian (dikuasai oleh kelompok atau partai politik tertentu) dan masa setelahnya merupakan sebuah masa Democratia yang kental akan sifat demokratis. (Schillinger dan Porter, 1999: 125-149) commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kategori Individu yang Diangkat pada Halaman Muka Berangkat dari data sebelumnya yang menyatakan bahwa terjadi perubahan peliputan pada isu yang menyangkut Presiden dari yang semula tidak ada liputan pada periode I menjadi tiga kali peliputan pada periode II, dapatlah kita berasumsi bahwa memang sistem politik pada periode I dan periode II berseberangan mengenai kebijakan pada media massa kemudian selanjutnya sedikit banyak berpengaruh pada pemberitaan. Hal ini juga diperkuat dengan adanya perbedaan yang terlihat pada peliputan isu yang bersinggungan dengan pemerintah dan kasus-kasus korupsi yang terjadi didalamnya. Kategori ini ingin memberi gambaran lebih jelas mengenai prioritas majalah Tempo dalam mengupas isu-isu yang melibatkan berbagai tokoh. Sebagai contoh adalah Tempo edisi No. 48 Tahun XXIII – 29 Januari 1994 dengan judul Ria Terlibat Narkotika?. Halaman muka majalah Tempo pada edisi ini menggunakan foto Ria Irawan yang sedang berpose. Ria terlihat sedang duduk dan tangan kiri memegang kepala. Tempo edisi ini jelas mengupas tentang keterlibatan Ria Irawan dalam kasus narkotika. Terlepas dari isu yang melibatkannya, Ria Irawan dimasukkan kedalam kategori individu yang dijadikan majalah Tempo untuk menghias bagian halmaan muka. Untuk melihat lebih jelas mengenai perbedaan peliputan tersebut, dapat kita lihat dari tabel frekuensi kemunculan beberapa tokoh pada halaman muka majalah Tempo pada periode I dan Periode II berikut ini.
commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 6. Frekuensi Kemunculan Seorang Individu di Halaman Muka Majalah Tempo Periode I Tokoh
F
Soekarno Ria Irawan Eddy Tansil Pradjogo Pangestu B. J. Habibie Marsinah William Soeryadjaya Denk Xiaoping Mar’ie Muhammad Saddam Hussein
1 2 2 1 2 1 1 1 1 1
P (%) 7,69 15,38 15,38 7,69 15,38 7,69 7,69 7,69 7,69 7,69
Jumlah Sumber: Tabel 1 dan 2
13
100
Periode II Tokoh Noerdin M. Top Djoko Suyanto Susilo B. Yudhoyono Antasari Azhar Dulmatin Sri Mulyani Boediono Artalyta Suryani Anggodo Widjojo Susno Duadji Boedi Sampoerna Nunun Nurbaeti Aburizal Bakrie Jumlah
F 1 1 5 1 1 2 1 1 1 3 1 1 1 20
P (%) 5 5 25 5 5 10 5 5 5 15 5 5 5 100
Suatu fakta dapat kita lihat pada tabel 4 dimana pada periode I tidak terdapat tokoh yang memiliki frekuensi tinggi sehingga membuatnya termuat dalam halaman muka beberapa edisi majalah Tempo. Dalam periode I memang terdapat tiga tokoh yang memang agak menonjol jika dibandingkan yang lain, tokoh-tokoh itu antara lain, Ria Irawan dengan keterlibatannya pada kasus narkotika, kemudian terdapat Eddy Tansil yang pada periode I menjadi isu kontroversial dengan korupsinya, dan yang terakhir B.J. Habibie yang dalam masa periode I heboh dengan kasus pembelian kapal perang bekas Jerman Timur. Ketiganya sama-sama mengambil porsi 15,38% dari total edisi majalah Tempo periode I. Adapun tokoh-tokoh lainnya seperti Soekarno, Pradjogo Pangestu, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
97 digilib.uns.ac.id
Marsinah, William Soeryadjaya, Denk Xiaoping, Mar’ie Muhammad, Saddam Hussein sama-sama mendapat porsi 7,69% Berbeda dengan periode I, pada periode II lebih terlihat prioritas majalah Tempo dalam hal pemuatan seorang tokoh pada halaman mukanya. Susilo Bambang Yudhoyono, presiden RI, pada periode ini memang banyak disorot. Isu – isu yang melibatkan presiden tersebut antara lain isu pemilihan menteri-menteri untuk kabinetnya, isu yang menyangkut KPK dengan kasus Bibit-Chandra, dan kasus Century yang melibatkan Sri Mulyani dan Bakrie, jumlah kelima isu yang melibatkan presiden tersebut mengambil porsi 25% dari total edisi majalah Tempo pada periode II. Selanjutnya, Susno Duadji yang heboh dengan kasus menguak makelar kasus ditubuh Kapolri menjadi prioritas kedua dalam pemuatannya menjadi halaman muka pada majalah Tempo. Hal ini dapat dilihat dari tiga kali sehingga berjumlah 15% kemunculan pada edisi-edisi majalah Tempo. Sri Mulyani, mantan menteri keuangan RI setidaknya menjadi peringkat ketiga dalam frekuensi kemunculannya pada halaman muka majalah Tempo yaitu 10%. Pada periode ini memang Sri Mulyani sedang terkait dengan kasus talangan dana Bank Century. Adapun tokoh-tokoh lainnya seperti Noerdin M. Top, Djoko Suyanto, Antasari Azhar, Dulmatin, Boediono, Artalyta Suryani, Anggodo Widjojo, Boedi Sampoerna, Nunun Nurbaeti, dan Aburizal Bakrie sama-sama mendapatkan porsi 5%. Tabel 4 juga bercerita bahwa terdapat perbedaan besar dalam hal pengangkatan isu seputar presiden dan pemerintahan. Hal ini dapat kita lihat pada kemunculan isu yang menyangkut tokoh dalam pemerintahan pada masa periode I commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
98 digilib.uns.ac.id
hanya seputar B.J. Habibie dan Mar’ie Muhamad. Pemunculan isu menyangkut B.J. Habibie mengenai pembelian kapal bekas Jerman Timur, walaupun hanya berjumlah satu kali pengangkatan sudah cukup membuat majalah Tempo sedikit merenggang asa. Pasalnya menurut sejarah, majalah Tempo mengalami pembreidelan setelahnya. Hal ini bertolak belakang dengan periode II dimana isu-isu seputar pemerintahan mengalami banyak peliputan oleh majalah Tempo. Isu-isu tersebut diantaranya adalah isu yang melibatkan Antasari Azhar, Sri Mulyani, Boediono, Susno Duadji, Aburizal Bakrie dan bahkan Susilo bambang Yudhoyono. Jumlah oknum pemerintahan yang menjadi bahan peliputan nampaknya sudah cukup menjadi bukti bahwa lingkungan sosial politik pada sebuah masa memang sangat berpengaruh pada komunikasi dalam hal ini media massa. Hal ini diperkuat dengan adanya temuan bahwa pada periode II, peliputan isu seputar Susilo Bambang Yudhoyono, yang notabene menjabat sebagai presiden pada masa periode II, menjadi yang terbanyak diantara tokoh-tokoh lainnya. Sangat berseberangan ketika kita melihat kebelakang pada masa periode I ketika mantan presiden Soeharto menjabat sebagai presiden dimana tidak ditemukan adanya peliputan oleh majalah Tempo mengenai isu yang melibatkan dirinya. Fakta bahwa pada periode I minim pemberitaan mengenai tokoh-tokoh yang merupakan oknum pemerintahan, memungkinkan adanya sebuah kebijakan pemerintah terhadap pemberitaan media. Hal-hal semacam ini, semakin memperkuat dugaan bahwa memmang pada masa Orde Baru empat macam modus pemerintah dalam mengendalikan media memang benar adanya. Moduscommit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
modus semacam inilah yang nantinya akan meminimalisir pemberitaan media terhadap oknum pemerintahan yang bersangkutan. Modus-modus ini jugalah yang akan mengontrol kebebasan pers di Indonesia. Sekiranya dapat disimpulkan disini bahwa kembali teori pendekatan lingkungan yang menyatakan bahwa di antara sistem politik dan komunikasi terdapat hubungan timbal-balik: sistem politik mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya komunikasi mempengaruhi sistem politik, menjadi sebuah alasan yang dirasa tepat ketika melihat fenomena semacam ini.
C. Kategori Pengemasan Halaman Muka Majalah Tempo Sebagaimana acap kali disingung sebelumnya, cara pengemasan sebuah media massa, lebih khusus media cetak dalam hal ini majalah Tempo menjadi sesuatu yang sangat penting untuk menarik minat baca masyarakat. Majalah berita mingguan Tempo, memang tercatat sering bereksperimen dalam hal pengemasan bagian halaman mukanya. Sejauh pengamatan penulis, terdapat dua jenis teknik pengemasan halaman muka yang digunakan majalah Tempo, yaitu menggunakan teknik fotografi dan ilustrasi. Perlu
menjadi
sebuah
catatan
tersendiri
bahwa
fotografi
yang
dimaksudkan disini adalah sesuatu yang dapat memberikan penglihatan kepada seseorang yang tidak dapat menyaksikan kejadiannya secara langsung. Fotografi sendiri merupakan sebuah gambaran realitas dari kejadian yang sudah terjadi. Jadi fotografi disini adalah sesuatu gambar yang real, yang langsung dapat menceritakan sebuah kejadian kepada pembaca. Selanjutnya, ilustrasi yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
100 digilib.uns.ac.id
dimaksudkan disini adalah ilustrasi yang bersifat karikatur dan kartun. Gambargambar ilustrasi yang seringkali digunakan Tempo adalah gambar-gambar yang disertai tulisan di media cetak dengan unsur-unsur pesan bersifat paduan antara humoris, satiris, dan seringkali distorsif. Karikatur dan kartun yang digunakan pada halaman muka majalah Tempo dapat dibuat dan dipublikasikan untuk mengkritik, menyerang, atau mungkin memprovokasi pihak lain. Tabel dibawah ini adalah frekuensi penggunaan teknik fotografi dan ilustrasi pada halaman muka majalah Tempo. Kategori ini ingin menguak fakta tentang penggunaan dua teknik pengemasan halaman muka yang sajauh ini pernah digunakan oleh majalah berita Tempo. Sebagai contoh Tempo edisi No. 15 Tahun XXIV, 11 Juni 1994 dengan judul Habibie dan Kapal Itu. Halaman muka Tempo kali ini didesain sedemikian rupa hingga terbagi menjadi dua. Sisi kiri adalah sebuah foto kapal perang yang tengah berlayar dilautan. Sisi sebelah kanan merupakan foto Habibie yang tengah berbicara. Halaman muka edisi ini dimasukkan kedalam kategori fotografi karena pengemasan gambar Habibie dan kapal perang menggunakan teknik fotografi. Perbedaan dapat kita lihat pada Tempo edisi No.3905/29 Maret-4 April 2010 dengan judul Markus Di Markas Polisi. Halaman muka Tempo edisi ini menggambarkan Susno Duadji yang sedang menarik baju seorang perwira tinggi polisi hingga nampak onggokan uang diperutnya. Digambarkan uang yang berada pada perut periwra tinggi polisi tersebut sangat banyak dan terdapat empat ekor tikus didalamnya. Teknik ilustrasi jelas-jelas digunakan dalam pengemasan halaman muka edisi ini karena tidak mungkin ada kejadian perut seorang perwira commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
polisi berisi onggokan uang. Teknik ilustrasi semacam ini disebut dengan karikatur karena terdapat kritik yang bernuansa humor dan satiris didalamnya. Selanjutnya dibawah ini adalah tabel yang bermaksud untuk menggambarkan mengenai frekuensi majalah Tempo dalam menggunakan teknik ilustrasi dan fotografi dalam mengemas bagian halaman muka.
Tabel 7. Frekuensi Teknik Pengemasan Halaman Muka Majalah Tempo Periode I dan Periode II Teknik Pengemasan
Periode I F P (%) 14 58,33 10 41,67 24 100
Fotografi Ilustrasi Jumlah Sumber: Tabel 1 dan 2
Periode II F P (%) 1 4,17 23 95,83 24 100
Bukan menjadi sesuatu kebetulan ketika kita melihat bahwa pada periode I, majalah Tempo masih lebih banyak menggunakan teknik fotografi jika dibandingkan dengan teknik ilustrasi dalam mengemas halaman muka. Pada periode I, teknik fotografi mendapatkan porsi 58,33% sedangkan ilustrasi 41,67%. Sebuah perbandingan yang tidak terlalu signifikan akan tetapi syarat dengan berbagai fakta menggelitik didalamnya. Selanjutnya, perbedaan semakin tampak pada periode II. Penggunaan teknik ilustrasi meningkat pesat menjadi 95,83% dari keseluruhan edisi majalah Tempo pada periode tersebut. Teknik fotografi sendiri hanya mendapat porsi 4,17%, sebuah porsi yang sangat kecil jika kita melihat kebelakang pada periode I. Fenomena semacam ini adalah sebuah perubahan drastis yang terjadi pada majalah Tempo itu sendiri.
commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Peningkatan jumlah penggunaan teknik ilustrasi pada periode II merupakan sebuah fenomena yang dapat terjawab juga dengan teori pendekatan lingkungan dimana sistem politik dan komunikasi terdapat hubungan timbalbalik: sistem politik mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya komunikasi mempengaruhi sistem politik. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa pada masa periode II adalah masa setelah reformasi bergulir. Reformasi tersebut mendorong adanya perubahan yang signifikan pada aspek kebebasan pers sehingga muncul euforia kebebasan pers pada masa periode II. Cukuplah jelas kiranya bahwa peningkatan dalam hal penggunaan ilustrasi pada halaman muka majalah Tempo ini mengindikasikan adanya kebebasan pers yang lebih tinggi pada periode II jika dibandingkan dengan periode I. Hal ini sejalan dengan pernyataan Pawito pada bukunya Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye Pemilihan bahwa penyebaran pesan berbentuk ilustrasi pada media massa membutuhkan kebebasan menyatakan pendapat atau kebebasan pers. (Pawito, 2009: 111-112) Itulah tadi ulasan analisis data dari penelitian ini. Temuan-temuan tersebut diatas menggambarkan bahwa suatu sistem politik memang, sampai tingkat tertentu, berpengaruh pada komunikasi dalam hal ini adalah media cetak dan lebih khusus lagi majalah Tempo. Sebuah teori pendekatan lingkungan rupanya dapat menjawab fenomena yang terjadi pada majalah Tempo pada periode I dan periode II. Bab selanjutnya adalah kesimpulan mengenai berbagai temuan pada analisis data pada bab ini. commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Dari serangkaian analisis data pada bab sebelumnya, sekiranya dapat disimpulkan bahwa memang terdapat perbedaan pada pemberitaan majalah Tempo pada periode I dan periode II. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat dari perincian sebagai berikut: a. Pemberitaan mengenai isu-isu korupsi dan politik berjumlah lebih sedikit pada periode I jika dibandingkan pada periode II. Pada masa periode II, majalah Tempo lebih banyak memberitakan berbagai isu-isu melibatkan oknum-oknum pemerintahan yang terlibat dalam berbagai konflik. Hal ini diperkuat dengan adanya beberapa pemuatan isu-isu yang bersangkutan langsung dengan presiden yang memerintah pada masa periode II. Hal ini berseberangan dengan fakta yang ditemukan pada masa periode I dimana sama sekali tidak ditemukan adanya pemberitaan tentang presiden pada halaman muka majalah Tempo pada masa itu. b. Tokoh-tokoh yang dimuat pada periode I dan periode II juga memiliki perbedaan karakteristik. Pada periode I lebih banyak terlihat tokoh sipil yang
terlibat
dalam
permasalahan-permasalahan
pelik
sehingga
mendorong Tempo memprioritaskan pemberitaan terhadapnya. Hal ini commit user periode II dimana lebih banyak berbeda dengan data temuan padatoTempo
perpustakaan.uns.ac.id
104 digilib.uns.ac.id
ditemukan tokoh pemerintahan maupun presiden sendiri dalam halaman muka majalah Tempo. Pada periode I hanya ditemukan B.J. Habibie dan Mar’ie Muhammad sebagai oknum pemerintahan yang masuk dalam halaman muka majalah Tempo. Jumlah ini berbanding terbalik dengan jumlah tokoh pemerintahan yang keluar pada halaman muka majalah Tempo seperti Susno Duadji, Sri Mulyani, Boediono, hingga Aburizal Bakrie. Selanjutnya, pada Halaman Muka majalah Tempo periode I, tidak ditemukan Soeharto yang dikala itu menjabat sebagai presiden Republik Indonesia. Berbeda halnya dengan periode I, pada periode II ditemukan beberapa halaman muka edisi majalah Tempo yang memuat Susilo Bambang Yudhoyono yang pada periode II menjabat sebagai presiden. c. Selanjutnya juga ditemukan perbedaan yang signifikan dari frekuensi pemakaian teknik pengemasan pada halaman muka majalah Tempo. Pada periode I pemakaian teknik fotografi lebih banyak jika dibandingkan pada periode II yang dipenuhi dengan pemakaian teknik ilustrasi. Dengan temuan semacam ini, peneliti ingin mengkonfirmasi kebenaran teori lingkungan, sebuah teori yang menyatakan bahwa antara sistem politik dan komunikasi terdapat hubungan timbal-balik: sistem politik mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya komunikasi mempengaruhi sistem politik. Sistem politik yang dianut pemerintahan pada masa periode I merupakan sebuah sistem politik yang selalu berusaha memiliki kontrol terhadap pemberitaan media. Media dikontrol sedemikian rupa sehingga dapat tetap menjaga image baik pemerintah commit to user terhadap masyarakat. Hal ini bertolak belakang dengan pemerintahan yang
perpustakaan.uns.ac.id
105 digilib.uns.ac.id
memimpin pada masa periode II. Pada masa periode II, telah terjadi reformasi yang merombak total sistem politik yang dianut pemerintah sehingga berpengaruh pula terhadap kondisi komunikasi politik termasuk kondisi media. sistem politik pada masa periode II memungkinkan adanya euforia kebebasan pers yang memungkinkan sebuah media untuk mengekspresikannya kedalam bentuk peliputan isu-isu yang bahkan menyudutkan pemerintahan pada masa itu sendiri. Selain ditunjukkan dengan adanya pemberitaan yang meningkat pada kategori isu-isu menyangkut pemerintahan dan presiden, euforia kebebasan pers ini juga ditunjukkan dengan besarnya frekuensi penggunaan ilustrasi atau karikatur yang bersifat humoris, satiris dan distorsif pada halaman muka majalah Tempo. Penggunaan teknik semacam ini pada sebuah media, sebagaimana yang sudah disinggung sebelumnya, mensyaratkan adanya kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan pers.
B. Keterbatasan dalam Penelitian Sebagai makhluk yang tidak dapat terlepas dari kesalahan dan hambatan, peneliti menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini adalah: 1. Jumlah sampel penelitian yang dirasa terlalu sedikit mungkin menjadi keterbatasan tersendiri dalam penelitian ini. Pengambilan keseluruhan populasi sebagai sampel pada masa sebelum reformasi dan masa commit to user setelah reformasi masih memungkinkan adanya penemuan sebuah
perpustakaan.uns.ac.id
106 digilib.uns.ac.id
fakta baru jika dibandingkan bila hanya mengambil masa satu tahun penerbitan majalah Tempo sebelum dan sesudah reformasi seperti yang digunakan dalam penelitian ini. 2. Adanya pengambilan sampel sebesar 50% dari satu tahun sebelum dan sesudah reformasi menyebabkan penyederhanaan dalam penggunaan kategori Scott. Penyederhanaan semacam ini mungkin tidak akan diperlukan apabila mengambil keseluruhan populasi sebagai sampel penelitian. 3. Kurangnya komunikasi antar pengkoding, setidaknya juga bisa menjadi keterbatasan dalam penelitian ini. Beruntung pada saat-saat terakhir penyelesaian hasil realibilitas dan validitas penelitian, keterbatasan semacam ini dapat diminimalisir dengan peningkatan intensitas pertemuan antar pengkoding.
C. Saran Pada bagian akhir dari penelitian ini, peneliti juga bermaksud ingin memberikan beberapa saran agar pencapaian hasil yang lebih baik bukan menjadi sesuatu yang tidak mungkin pada generasi-generasi mendatang. Adapun saransaran peneliti adalah sebagai berikut: 1. Variasi tema yang diangkat pada halaman muka majalah Tempo pada masa kemasa, diharapkan memberikan commit to user dorongan terhadap peneliti lain
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk melakukan penelitian serupa terhadap kebebasan pers yang didapat
oleh
media-media
lainnya.
Dikarenakan
pengekangan
kebebasan pers memiliki hasil yang berbeda pada masa dan media yang berbeda. 2. Metode analisis isi memang dirasa cocok untuk meneliti prioritas pemberitaan majalah Tempo dari waktu ke waktu akan tetapi tema semacam ini juga akan menjadi lebih mendalam dan mengena bila dilanjutkan dengan studi framming dan semiotik. Penggunaan framming ditujukan untuk mengetahui secara lebih dalam mengenai ideologi pemilik media dan awak media yang notabene berbeda dari waktu ke waktu. Adapun studi semiotik dapat digunakan untuk menemukan berbagai pesan konotatif yang sering ditemukan pada ilustrasi halaman muka majalah Tempo.
commit to user