CITRA ABURIZAL BAKRIE TERKAIT PEMILU PRESIDEN 2014 (Analisis Framing Laporan Utama “SIASAT ABURIZAL” di Majalah TEMPO Edisi 25 November-1 Desember 2013) IPAK AYU HIDAYATULLAH NURCAYA 100904038 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Citra Aburizal Bakrie Terkait Pemilu Presiden 2014 (Analisis Framing Laporan Utama “SIASAT ABURIZAL” di Majalah Tempo Edisi 25 November-1 Desember 2013).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Majalah TEMPO memaknai, memahami dan mengkontruksi citra Aburizal Bakrie.Penelitian ini akan memusatkan pada penelitian kualitatif dengan perangkat metode analisis isi kualitatif menggunakan analisis framing sebagai pisau analisis. Analisis teks citra Aburizal Bakrie terkait pemilihan presiden 2014 akan dilakukan dengan analisis framing yang merujuk pada konsep Gamson dan Modegliani. Dalam konsep ini, frame dipandang sebagai cara bercerita (story line) yang tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna dari peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana. Teori yang digunakan adalah media massa dan kontruksi sosial, berita, bahasa dan kontruksi realitas faktorfaktor yang membentuk isi media, citra, penelitian kualitatif dan analisis framing.Dari penelitian ini, Majalah Tempo menggambarkan citra Aburizal Bakrie sebagai sosok yang tidak layak maju menjadi calon presiden Republik Indonesia.Selain permasalahan elektabilitas Ketua Umum Partai Golkar ini beragam permasalahan internal partai juga mengiringi niatnya untuk menjadi calon presiden. Kata Kunci
: Citra Aburizal Bakrie, Analisis Framing, Tempo
PENDAHULUAN Konteks Masalah Tahun 2014 pilpres akan kembali digelar pada bulan Juli. Flyer dan spanduk nama-nama bakal calon presiden telah tersebar diseluruh penjuru negeri. Tak terkecuali media massa yang yang kian memberitakan sosok-sosok calon presiden yang siap bertarung menggantikan kepemimpinan SBY dua periode ini.Meski KPU belum resmi mengumumkan nama yang sah, beberapa telah mengikrarkan diri sebagai calon presiden dan wakilnya. Salah satunya adalah Ketua Umum Partai Golkar yakni Aburizal Bakrie yang telah disahkan menjadi Calon Presiden dari hasil Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Juni 2012 lalu. Tidak hanya mengikrarkan sebagai calon pilpres beberapa strategi untuk menjulang elektabilitas pun dilakukan. Antara lain adalah membentuk Tim ARB yang bertugas menentukan kemana saja Aburizal pergi, termasuk setting pertemuan dan jumlah pesertanya. Tim ARB dipimpin oleh Rizal Malarangeng dan Fuad Hasan Mansyur. Lalu, siapa sebenarnya sosok Aburizal yang tengah berjuang keras menduduki kursi nomor satu di Indonesia tersebut?. Namanya tentu tidak akan
1
kita jauhkan dari kasus Lumpur Lapindo yang terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur pada 2006 silam. Juga kasus mafia pajak Gayus Tambunan yang mengaku mendapat suap dari PT Bumi Resource Tbk untuk memanipulasi pajak perusahaan ini. Aburizal Bakrie adalah salah satu pengusaha ternama di Indonesia yang awalnya mewarisi usaha ayahnya Achmad Bakrie yakni PT Bakrie Brothers. Ia lahir di Jakarta 15 November 1946. Kemudian Aburizal tumbuh sebagai remaja Ibu Kota ketika usaha ayahnya berkembang pesat.Ia berhasil meraih gelar Insinyur dari Institut Teknologi Bandung. Sepeninggal Achmad Bakrie (1988). Aburizal melanjutkan tongkat kepemimpinan PT Bakrie Brothers bersama ketiga adiknya.Pada pertengahan 1997, krisis melanda dunia finansial Asia, mulai dari Thailand, dan kemudian menyebar ke semua jurusan, termasuk Indonesia. Periode sulit itu berlangsung selama kurang lebih tiga tahun.Pada pertengahan 2001.Bersama adik-adiknya, Aburizal memutuskan untuk merambah bisnis baru, yaitu bisnis energi, khususnya batubara, sebuah bisnis yang waktu itu belum banyak dilirik. Tanpa modal, dengan hanya berbekal kepercayaan, penciuman, serta jaringan perkawanan, Ia mulai mengakuisi beberapa perusahaan batubara. Keberuntungan rupanya datang bergandengan, dan dengan sukses di bidang energi, Ia dan adik-adiknya merambah ke berbagai bidang lainnya secara cukup agresif, seperti properti, perkebunan, dan infrastruktur. Itulah periode kebangkitan kembali yang cukup mengesankan.Ia berhasil membangun lagi sebuah kelompok usaha yang lebih besar daripada sebelumnya, pada terbitan tahun 2008, Majalah Forbes menempatkannya dalam posisi nomor satu pada daftar orang terkaya di Indonesia. Sukses ini menghidupkan lagi keinginannya untuk aktif dalam dunia filantropi dan kegiatan sosial. Selain itu, Ia juga membantu berdirinya Freedom Institute, mendirikan Yayasan Bakrie Untuk Negeri, serta Universitas Bakrie yang memberikan beasiswa penuh bagi banyak pelajar dari berbagai daerah. Pada tingkat internasional, Ia membiayai pembentukan Bakrie Chair for Southest Asian Studies of Peace and Democracy di lembaga dunia ternama, Carnegie, Amerika Serikat, serta mendirikan lembaga yang sama di Nanyang Technological University, Singapura. Di tengah proses kebangkitan kembali bisnis keluarganya, hidup dan karier Ia berubah. Ia beralih, meninggalkan dunia usaha dan masuk dalam dunia pemerintahan. Ia menyerahkan kepemimpinan usaha kepada kalangan profesional. Pada Oktober 2004, Ia dilantik sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dalam kabinet pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Setelah lebih setahun sebagai Menko Perekonomian, Ia beralih tugas menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra).Posisinya digantikan oleh Prof Boediono, yang kemudian menjadi Wakil Presiden dalam pemerintahan SBY berikutnya.Menjelang berakhirnya masa bakti kabinet pertama Presiden SBY pada Oktober 2004, ARB memutuskan untuk terjun langsung dalam dunia politik kepartaian. Bersaing cukup ketat dengan Surya Paloh, ia terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar, menggantikan Jusuf Kalla, dalam Munas (Musyawarah Nasional) di Pekanbaru, Riau. Jalan hidupnya berubah lagi:
2
dari pengusaha nasional, menteri koordinator, kini pimpinan tertinggi partai tertua dan salah satu partai terbesar di Indonesia. Aburizal ditetapkan sebagai kandidat presiden dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) ke-3 Partai Golkar, Juni 2012. (http//ARB2014.com) Akhir November tahun lalu, Majalah TEMPO secara khusus menerbitkan sebuah pemberitaan sebagi laporan utama mengenai sosok Aburizal Bakrie (ARB) dalam perannya sebagai calon presiden 2014 ini. Sajian liputan mendalam dengan gaya narasi khas TEMPO membeberkan beragam fakta tentang sosok ARB sebagai calon presiden. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti citra Aburizal Bakrie terkait pemilu presiden 2014 di Majalah TEMPO. Fokus Masalah “Bagaimana Majalah TEMPO mengkontruksi citra Aburizal Bakrie jelang Pemilihan Umum Preisden 2014 ini?” Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana Majalah TEMPO memaknai, memahami dan mengkontruksi citra Aburizal Bakrie. 2. Untuk melihat perspektif yang ditampilkan Majalah TEMPO dalam memberitakan citra Aburizal Bakrie. 3. Untuk melihat ideologi yang memengaruhi Majalah TEMPO dalam menampilkan berita citra Aburizal Bakrie sebagai calon presiden Republik Indonesia. KAJIAN PUSTAKA Rumusan tentang perangkat framing juga diberikan oleh McCauley dan Frederick (dinyatakan pula oleh William A Gamson dan Andre Modegliani).Rumusan ini didasarkan pada pendekatan konstruksionis yang melihat representatif yang mengandung kontruksi makna tertentu.Rumusan tentang perangkat framing juga diberikan oleh McCauley dan frederick (dinyatakan pula oleh William A. Gamson dan Andre Modigliani). Rumusan ini didasarkan pada pendekatan konstruksionis yang melihat representasi media; berita dan artikel, terdiri atas package interpretatif yang mengandung konstruksi makna tertentu.Di dalam package ini terdapat dua struktur, yaitu core frame dan condensing symbols.Struktur pertama merupakan pusat organisasi elemen-elemen ide yang membantu komunikator untuk menunjukkan substansi isu yang sedang dibicarakan.Sedangkan struktur yang kedua mengandung dua sub-struktur, yaitu framing devices dan reasoning devices. Seperti dijelaskan Gamson, framing devices terdiri atas: methapor, exemplars, catchphrase, depiction, dan visual image. Sedangkan reasoning devices terdiri atas: root (analisis kausal), consequencies (efek-efek spesifik), dan appeals to principle (klaim-klaim moral). Struktur framing devices (perangkat pembingkai) yang mencakup metaphors (metafora), exemplars (contoh terkait), catchphrases (frase yang menarik), depictions (penggambaran suatu isu yang bersifat konotatif), dan visual images (gambar, grafik, citra yang mendukung
3
bingkai) menekankan aspek bagaimana „‟melihat‟‟ suatu isu. Struktur reasoning devices (perangkat penalaran) menekankan aspek pembenaran terhadap cara „‟melihat‟‟ isu, yakni roots (analisis kausal), appeals to principle (klaim moral), dan consequences (konsekuensi yang didapat dari bingkai). Secara literal, metaphors dipahami sebagai cara memindah makna dengan merelasikan dua fakta melalui analogi, atau memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana. Henry Guntur Tarigan menilai metafora sebagai sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua gagasan: yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi objek; dan satu lagi merupakan pembanding terhadap kenyataan tadi; dan kita menggantikan yang belakangan itu menjadi terdahulu tadi (Tarigan, 1990:15). John Fiske (Imawan, 2000:66) menilai metafora sebagai common sense, pengalaman hidup keseharian yang di-taken for granted masyarakat. Common sense terlihat alamiah (kenyataannya diproduksi secara arbitrer) dan perlahanlahan menjadi kekuatan ideologis kelas dominan dalam memperluas dan mempertahankan ide untuk seluruh kelas.Metafora berperan ganda; pertama sebagai perangkat diskursif, dan ekspresi piranti mental; kedua, berasosiasi dengan asumsi atau penilaian, serta memaksa teks membuat sense tertentu.Exemplars mengemas fakta tertentu secara mendalam agar satu sisi memiliki bobot makna lebih untuk dijadikan rujukan/pelajaran.Posisinya menjadi pelengkap bingkai inti dalam kesatuan berita untuk membenarkan perspektif.Catchphrases, istilah, bentukan kata, atau frase khas cerminan fakta yang merujuk pemikiran atau semangat tertentu.Dalam teks berita, catchphrases mewujud dalam bentuk jargon, slogan, atau semboyan. Depictions, penggambaran fakta dengan memakai kata, istilah, kalimat konotatif agar khalayak terarah ke citra tertentu.Asumsinya, pemakaian kata khusus diniatkan untuk membangkitkan prasangka, menyesatkan pikiran dan tindakan, serta efektif sebagai bentuk aksi politik.Depictions dapat berbentuk stigmatisasi, eufemisme, serta akronimisasi.Visual images, pemakaian foto, diagram, grafis, tabel, kartun, dan sejenisnya untuk mengekspresikan kesan, misalnya perhatian atau penolakan, dibesarkan-dikecilkan, ditebalkan atau dimiringkan, serta pemakaian warna.Visual image bersifat sangat natural, sangat mewakili realitas yang membuat erat muatan ideologi pesan dengan khalayak.Roots (analisis kausal), pemberatan isu dengan menghubungkan suatu objek atau lebih yang dianggap menjadi sebab timbulnya atau terjadinya hal yang lain. Tujuannya, membenarkan penyimpulan fakta berdasarkan hubungan sebabakibat yang digambarkan atau dibeberkan. Appeal to Principle, pemikiran, prinsip, klaim moral sebagai argumentasi pembenar membangun berita, berupa pepatah, cerita rakyat, mitos, doktrin, ajaran, dan sejenisnya. Appeal to principle yang apriori, dogmatis, simplistik, dan monokausal (nonlogis) bertujuan membuat khalayak tak berdaya menyanggah argumentasi. Fokusnya, memanipulasi emosi agar mengarah ke sifat, waktu, tempat, cara tertentu, serta membuatnya tertutup/keras dari bentuk penalaran lain. Dan pada akhirnya akan didapat konsekuensi dari teks berita, yang terangkum dalam consequences.
4
METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian Penelitian ini memusatkan pada penelitian kualitatif.Secara metodologis, paradigma konstruktivisme bersifat hermeneutical dan dialectical.Variabel dan sifat personal dari konstruksisosial menyebabkan konstruksi individual hanya diperoleh melaluiinteraksi antara peneliti dan responden.Analisis framing dapat menggunakan pendekatan paradigm konstruktivisme yang melihat representasi media baik berita maupun artikel yang terdiri atas package-package interpretif yang mengandungkonstruksi makna tertentu.Dalam pandangan konstruktivis, mediadipandang sebagai wujud dari pertarungan ideologi antara kelompokkelompok yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini, media bukan saranayang netral yang menampilkan kekuatan dari kelompok dalam masyarakatsecara apa adanya, tetapi kelompok dan ideologi yang dominan itulah yangakan tampil dalam pemberitaan. Analisis teks citra Aburizal Bakrie terkait pemilihan presiden 2014 akan dilakukan dengan analisis framing yang merujuk pada konsep Gamson dan Modegliani. Dalam konsep ini, frame dipandang sebagai cara bercerita (story line) yang tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna dari peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana. Laporan utama Majalah Tempo edisi 25 November-1 Desember 2013 yang berjudul “Siasat Aburizal” mengupas dalam tentang wacana Aburizal sebagai calon presiden 2014. Ada tiga teks dengan alur narasi yang Tempo sajikan, selebihnya satu teks dialog dengan Aburizal dan ada tiga berbagai opini yang mendukung laporan utama tersebut. Mula-mula teks dipilih untuk melihat coreframe atau elemen inti berita. Selanjutnya peneliti akan melihat framing devices atau perangkat framing,dengan menganalisis methapors, catchphrases, exemplar, depiction, dan visual image.serta reasoning devices atau perangkat penalaran dengan menganalisis roots, appeals to principle, dan consequences. Selanjutnya hasil analisis teks akan dideskripsikan dengan merujuk pada bingkai yang dibawanya untuk mengetahui seperti apa citra Aburizal dikonstrusi. HASIL dan PEMBAHASAN Hasil Penelitian dan Pembahasan Ada empat naskah yang peneliti teliti di sini. Secara kodifikasi dapat dijabarkan pada teks pertama Metaphors: tidak ditemukan. Exemplars: Menurut Wakil Ketua Umum Golkar Sharif Cicip Sutardjo, Aburizal belum begitu kuat pengaruhnya di media online dan televisi. Menteri Kelautan dan Perikanan ini mengakui iklan ARB di TV Onedan ANTV cukup bagus, ”Tapi penonton televisi lain lebih banyak.” Catcpharases: Ia kalah jauh dibanding Gubernur Jakarta Joko Widodo dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto. Elektabilitas Aburizal juga kalah jauh dibandingkan dengan tingkat keterpilihan Partai Golkar yang ia pimpin sejak 2009. Depiction: Sementara waktu pemilihan presiden semakin dekat, aneka lembaga survey yang relative independen menyimpulkan tingkat kepopulerannya masih satu digit. Visual Image: Foto
5
Aburizal yang tengah berpidato meresmikan posko pemenangan ARB wilayah Sulawesi Selatan. Foto ini menekankan berbagai upaya telah dilakukan untuk menaikkan citra Aburizal sebagai calon presiden. Roots: Elektabilitas bukan layaknya sebuah saham perusahan yang dapat dibeli dengan mudah asal ada uang. Masyarakat akan menilai seseorang dari figur dan latar belakang kehidupannya. Faktanya elektabilitas Aburizal masih rendah, meski berbagai upaya telah dilakukan. Beragam citra baik yang telah Ia iklankan melalui media miliknya pun tak kunjung membawa angin segar baginya. Begitu pula hasil survei lembaga yang sengaja ia sewa. Appeals to Principles: Dengan elektabilitas yang baik maka akan mempermudah Aburizal menjadi calon presiden dan memenangkan pemilu presiden nantinya. Consequences:.Aburizal tidak layak maju menjadi calon presiden karena tidak memiliki elektabilitas yang rendah. Teks kedua, Metaphors: Ia menilai Aburizal memimpin Golkar seperti mengelola perusahaan. “Orientasinya pada hasil, tak peduli proses,” kata Yorrys.Ia mencontohkan, banyak keputusan strategis yang tidak dibahas dalam rapat pleno. Exemplars: Kondisi semakin panas ketika Aburizal ditetapkan sebagai calon presiden pada Rapat Pimpinan Nasional II di Hotel Mercure, Ancol, Juli 2012. Keputusan penetapan calon presiden dinilai Yorrys terburu-buru, sementara konsolidasi partai tak sepenuh struktur pemenangan hingga ke tingkat provinsi dan daerah pemilihan.Catcpharases: Meski telah dilobi, pidato Akbar tetap keras mengkritik atau menyindir. Ia mengingatkan soal elektabilitas Ical yang tak berbanding lurus dengan safari yang dilakukannya. Depiction: IskandarMandji wakil sekretaris jenderal pada era Ketua Umum Jusuf Kalla, menilai pidato Akbar yang keras itu menggambarkan kekisruhan situasi dalam partai. Selama ini, kata dia, kritik Kalla dan Akbar dianggap sebagi perlawanan atas pencalonan Ical.Visual Image: Selain soal pencalonan, gesekan di tubuh Golkar bersumber pada model kepemimpinan Aburizal. Struktur kepengurusan partai yang gemuk-hampir 400 orang-membutuhkan waktu lama untuk konsolidasi. Roots: Kondisi internal partai sendiri yang pecah dan tidak satu suara dalam mengajukan Pimpinan partainya untuk menjadi calon presiden berakibat buruk bagi upaya Aburizal untuk meyakinkan masyarakat. Appeals to Principles: Menurut Akbar, mesin partai belum berjalan baik. Buktinya, kerja pengurus pada saat pemilihan kepala daerah tidak berjalan. Sejumlah daerah yang selama ini disebut sebagi kantong suara Golkar, seperti Jawa Timur, Sumatera, Maluku Utara, dan Banten, kata ketua umum 1999-2004 itu, tak digarap maksimal. Consequences:. Bagaimana akan memimpin sebuah negara jika memimpin satu partai saja tidak berhasil. Teks ke tiga, Metaphors: Pengamat ekonomi Lin Che Wei pernah menyebutkan Bakrie punya nyawa Sembilan karena bisnisnya tetap eksis kendati dihajar badai kanan-kiri. Exemplars: Menurut pengamat pasar modal Yanuar Rizky, jurus bertahan Bakrie dalam bisnis adalah pandai mengelola persepsi. Catcpharases: Dalam dunia bisnis, ada teori kuno yang dicucuh ahli ekonomi inggris, Joseph Schumpeter: berani optimis, dan memanfaatkan duit orang lain. Depiction: Nathaniel Rothschild, baron Inggris, mebenamkan Rp 10 triliun
6
kepada PT Bumi Resources pada 2010 justru ketika keluarga Bakrie diterpa Isu penggelapan pajak dan lumpur Lapindo. Dengan uang sebanyak itu, Rothschild pun hanya menjadi pemilik saham minoritas. Kerjasama mereka tak lama.Rothschild memutuskan hengkang lewat drama saling pecat eksekutif perusahaan itu tahun 2012.”Begitulah kalau sesama petarung jalanan bertemu,” kata Yanuar.Visual Image: Pada halaman 45 ditampilkan sebuah bagan dengan gambar desain kepala Aburizal Bakrie yang diikuti butiran-butiran keterangan semua perusahaan yang sedang dia kelola. Peranting Bisnis. Tahun ini Aburizal Bakrie terlempar dari kelompok 40 besar orang paling kaya di Indonesia versi majalah Forbes. Tapi perusahaannya kian rimbun, dari bisnis jalan, tol, keuangan, perkebunan, batu bara hingga industri makanan. Ini hanya yang sudah mencatatkan diri di bursa per 30 Juni 2013.Kemudian, foto keluarga korban memperingati tujuh tahun semburan Lumpur Lapindo di tanggul Desa Siring, Sidoarjo, 29 Mei lalu.Foto ini menekankan bahwa permasalahan akibat perusahaan Bakrie belum sepenuhnya selesai. Masyarakat mungkin bisa memaafkan dengan adanya ganti rugi yang diberikan Bakrie, tapi masyarakat tidak akan pernah melupakan. Roots: Jauh sebelum masuk dalam dunia perpolitikan Aburizal Bakrie karena berbagai usaha besarnya yang hampir tersebar di seluruh Indonesia. Dalam usaha bisnis mungkin Bakrie terbilang cemerlang namum tidak dibidang politik.Appeals to Principles: Pada Mei 2006, di ladang pengeboran PT Lapindo Brantas yang sahamnya dimiliki salah satu perusahaan Bakrie, menyembur lumpur tak henti-henti. Sebagian Sidoarjo tenggelam.Penduduk menuntut ganti rugi kepada Bakrie.Consequences: Citra buruk Aburizal Bakrie justru dari suksesnya ia menjalankan berbagai usaha yang membuatnya pernah menjadi kelompok orang terkaya bahkan di kancah dunia. Ke empat, Metaphors: Ingat Hillary Clinton dalam konvensi Partai Demokrat di Amerika Serikat 2008? Sebelum lowa, pemilihan tinggal sebulan, dia unggul 23 persen atas Obama.Kenyataannya, Obama kemudian unggul.Exemplars: Kalau Jokowi punya kendaraan, dia amat populer. Masalahnya, apakah Ibu Mega akan memberikannya kepada Jokowi? Belum tahu kita.Catcpharases: ARB enggak seperti itu. Sekali maju, pantang surut.Depiction: Tidak perlu dikhawatirkan tentang media darling 2009 yang menjadi media darling Jusuf Kalla. Tapi dalam pemilu, SBY menang 61%, jadi tidak usah khawatir. Visual Image: Foto Megawati dan Jokowi yang menekankan keduanya merupakan lawan politik Aburizal Bakrie. Roots: Meski elektabilitas dan berbagai persoalan menghambat jalan mulusnya untuk menjadi calon presiden. Aburizal tetap bertekad keras mencalonkan diri nanti.Appeals to Principles: Aburizal tidak mempersoalkan segala masalah yang menghambatnya untuk maju menjadi calon presiden. Berbagai cara telah dia tempuh, dan selalu berfikir rasional adalah kuncinya. Consequences:. Aburizal tetap akan mencalonkan diri menjadi calon presiden. Dibuka dengan permasalahan Akbar di atas selanjutnya Tempo menjabarkan berbagai masalah yang ada dalam tubuh Partai Golkar.Untuk hasil keputusan rapat terbesar saja Partai Golkar ternyata tidak mencapai satu suara. Hal ini ternyata dilatar belakangi dengan banyak anggota partai yang selama ini tidak
7
sepakat dengan gaya kepemimpinan Aburizal dalam mengelola Partai Golkar. Aburizal banyak membuat perubahan pada sistem Partai Golkar dari sebelumya.Meski jelas terbagi menjadi dua kubu, kubu pro Aburizal tetap menyanggah bahwa partainya mengalami perpecahan.Alasan perbedaan pendapat memang sering terjadi menjadi tameng untuk menjawabi seputar pertanyaan yang diajukan tentang Golkar. Selanjutnya teks ketiga yang berjudul Nyarwa Sembilan Petarung Jalanan mengupas tuntas tentang sosok Aburizal sebagai pengusaha sukses dan tersohor di Negeri ini. Tempo dengan detail menjabarkan perusahaan apa saja yang menjadi milik Aburizal serta permasalahan-permasalahan yang turut membawa namanya menuai berbagai permasalahan. Terakhir teks keempat yang berjudul Aburizal Bakrie: Lawan Terberat Saya adalah Megawati merupakan teks terakhir penutup laporan utama edisi ini. Ditampilkan dengan gaya khas dialog Tempo dengan meningalkan gaya narasi seperti pada teks-teks sebelumnya. Segala jawaban Aburizal Bakrie atas pertanyaan seputar elektabilitas serta lawan-lawan yang mungkin dihadapinya nanti dijawab dengan lugas oleh Ketua Umum Partai Golkar ini. Belakangan entah mungkin sebagai salah satu strategi membentuk citra atau agenda kampanye, Tempo mengatakan Aburizal tidak seperti dahulu ketika menjadi menteri perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu yang susah ditemui wartawan. Kini Ia lebih murah hati untuk menjawab segala pertanyaan yang diajukan wartawan kepadanya. Laporan Utama ini didukung dengan dua opini dari Todung Mulya Lubis yang mejabarkan tentang keadaan korupsi di Indonesia dan yang kedua AAGN Ari Dwipayana yang mengupas keadaan Aburizal yang memang tidak akan menemukan jalan lurus dalam tujuannya mencalonkan diri sebagi Presiden 20142019. Selain itu ada satu bagan sejarah perjalanan Aburizal Bakrie dari mulai pembangunan bisnisnya hingga karir dipolitiknya juga hasil-hasil lembaga survey tentang elektabilitasnya. Secara keseluruhan bahkan jelas dalam opini Redaksi Tempo juga telah menyatakan bahwa Aburizal Bakrie seorang pengusaha besar di negeri ini adalah bukan sosok yang layak menjadi calon presiden dan memimpin negeri ini. Akan banyak kepentingan usahanya yang dikhawatirkan akan diletakkan di atas kepentingan masyarakat secara umum. Kontruksi atas ketidak setujuan Tempo atas pencalonan Aburizal Bakrie sebagai calon presiden digambarkan dengan runut dan dalam kaidah etika jurnalistik yang baik. Keberimbangan disetiap pembahasan issue juga menjadi poin yang disajikan Tempo dengan baik. Menurut McLuhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita. Dengan media massa kita memperoleh informasi benda, orang atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Realitas yang ditampilkan media adalah realitas yang sudah diseleksi – realitas tangan-kedua (second hand reality) televisi memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan dan mengesampingkan tokoh yang lain. Surat kabar – melalui proses yang disebut “gatekeeping” menyeleksi berita. Payahnya, karena kita tidak dapat dan tidak sempat mengecek peristiwaperistiwa yang disajikan media, kita cenderung memperoleh informasi itu semata-
8
mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa. Jadi, akhirnya, kita membentuk citra tentang lingkungan sosial kita berdasarkan realitas kedua yang ditampilkan media massa. SIMPULAN dan SARAN Simpulan Berdasarkan hasil temuan data yang telah disajikan dalam bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis yang dilakukan terhadap naskah berita Laporan Utama Majalah Tempo edisi 25 November-1 Desember 2013 terkait citra Aburizal Bakrie membuahkan sebuah sikap redaksional Majalah Tempo bahwa sosok Aburizal Bakrie tidak layak menjadi Presiden di Indonesia. Aburizal yang sukses menjalankan berbagai bidang usaha dinilai akan membawa banyak kepentingan-kepentingan „sendiri‟ jika kelak memimpin negeri ini. Pun, banyak faktor internal dan eksternal yang nyatanya tidak mendukung niat ikhlasnya menjadi Presiden Republik Indonesia. Kemudian Majalah Tempo mengkontruksi mantan Menteri Perekonomian dan Kesejahteraan Masyarakat pada Kabinet Indonesia Bersatu serta Ketua Umum Partai Golkar periode sekarang bukanlah sosok yang sukses dibidang politik. Bahkan kegagalan memimpin partainya sendiri sudah menjadi rahasia umum diberbagai media.Akibatnya elektabilitas kian tak dapat diselamati. Terakhir, meski berani mengambil sebuah sikap keredaksionalan sendiri, Majalah Tempo tetap memperhatikan kode etik jurnalistik. Keberimbangan ditunjukkan pada Laporan Utama versi dialog langsung dengan Aburizal. Di sini pertanyaan dan jawaban dituliskan secara langsung tanpa narasi. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti mengajukan saran, bahwa tidak ada wartawan yang objektif.Dalam pemilihan sudut pandang, pemilihan narasumber, wartawan tetap melibatkan subjektivitasnya. Setiap naskah berita yang tampil di halaman media massa tidak lepas dari sebuah konstruksi yang dilakukan oleh wartawan. Untuk itu, peneliti menyarankan agar khalayak memiliki kesadaran akan hal ini dan bisa mencermati sebuah naskah berita sebelum membuat pemahaman tertentu atas informasi yang didapat dari media massa. Dan yang paling penting bagi setiap wartawan adalah menuliskan berita dengan memenuhi prinsip sembilan elemen jurnalisme. DAFTAR PUSTAKA\ Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Kumala Erdinaya. (2004). Komuniikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Barret, Boyd. (1995). The Analysis of Media Occupations and Profesionals in Boyd Barret, Oliver, and Chris Newbold, Eds. Approaches to Media: A reader. New York. Bungin, Burhan. (2006). Sosiologi Komunikasi:Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi. Tangerang: Karisma Publishing Group Entman, Robert M. (1993). Framing: Toward Classification of a Fractured Paradigm, dalam Journal of Communication, Vol. 43 No. 4/1993. Eriyanto.(2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:
9
LKiS. Eriyanto.(2002). Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LKiS. Gamson, William A, and Andre Modegliani.(1989). “Media Discourse and Public Opinion on Nuclear Power: A Constructionist Approach.” American Journal of Sociology 95, no. 1: 1-37. Guba, Egon G. (1990). The Alternative Paradigm Dialog. Newbury Park: Sage Publication. Pan, Zhondang and Gerald M. Kosicki, “Framing Analysis: An Approach to News Discourse” dalam Political Communication vol 10/1991. Rakhmat, Jalaluddin. (2004). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Shoemaker dan Reese.(1996).Mediating the Message: Theories of Influences on Mass Media Content. USA:Longman. Sobur, Alex. (2001). Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sumber lain : http://ARB2014.com (Diakses pada 10 Februari 2014)
10