Himpunan Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Jombang
Simulacra Sekumpulan Puisi HMPBahtra Indonesia 2011
Penerbit
Bahtramedia Press HMP Bahtra Indonesia STKIP PGRI Jombang 2011
Simulacra Sekumpulan Puisi HMPBahtra Indonesia 2011
HMP Bahtra Indonesia STKIP PGRI Jombang Hak Cipta © 2011 oleh HMP Bahtra Indonesia STKIP PGRI Jombang
Cetakan Pertama, Desember 2011
Desain Sampul Mufira Pemeriksa Aksara MF Rahmatullah Diedie Diandra Tata Letak Muh. Firdaus Ra.
Penerbit
Bahtramedia Press www.hmpbahtraindonesa.blogspot.com Kantor HMP Bahtra Indonesia Jalan Pattimura III/20, Jombang, 61418
Diterbitkan melalui
ii
Simulacra (Sebuah Pengantar) Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan mengkonsentrasikan bentuk fisik dan batinnya. (Herman J. Waluyo, 1987: 26)
Puisi merupakan medium pembebasan diri terhadap hal-hal yang mengekang batin dan pikiran demi tercapainya aufcklarung dan moral message (pesan moral). Sebagai medium alternatif seseorang, puisi seringkali menjadi luapan dan curahan perasaan yang baik, entah itu cinta-kasih, penyesalan, kekecewaan, putus asa, kesedihan, keterdukaan, kebahagiaan, bahkan rindu kepada Tuhan, sehingga terjadi pemampatan atas segala realitas yang dialami dalam kurun waktu tertentu. Atas dasar itulah, maka muncul berbagai jenis dan genre puisi. Ada puisi elegi, puisi ode, puisi prosaik, puisi romantik, puisi pamflet, puisi naratif, hingga puisi mbeling. Semua adalah sah sebagai puisi. Apapun bentuknya. Sebab yang melatari itu semua sebagai puisi adalah esensi kepuitikannya. Nilai inilah yang patut digarisbawahi sebagai simulacra, citraan yang tampak mengambang di permukaan namun sekaligus amat imajinatif. Tak terkecuali puisi-puisi yag terangkum dalam kumpulan puisi HMP Bahtra Indonesia 2011 yang berjudul Simulacra. Pengalaman batin dan pikiran yang diendapkan dalam kurun waktu tertentu membuahkan sebuah karya tulis sebagai representasi sikap tersebut.
Dedengkot (hal. 1) karya Tedi Subohastowo, merupakan sikap penulis terhadap bobroknya moril pemimpin bangsa sehingga kesengsaraan dan ketidaksejahteraan melingkupi rakyat negeri ini tanpa kunjung usai. Puisi yang sama juga diungkapkan M. iii
Qowiyuddin Shofi dalam puisi Murka Tuan Istana (hal. 17) dan Bringin (hal. 18) dan Rangga Prayogo dalam Karma (hal. 12). Mereka mencela para elite politik yang hanya memenuhi syahwat kekuasaan sempit yang berjangka pendek dan mengecam praktik politik yang menindas. Taentu saja, penggunaan metafora dan diksi yang canggih mereka sematkan untuk pemenuhan aspek estetik puisi tersebut. Ada lagi puisi dengan tema penyesalan dan kerinduan pada Tuhan. Seperti dalam puisi Renungku (hal. 4) dan Pasir (hal. 5) karya Subekti yang menceritakan pengalaman hidupnya sebagai pendosa yang kemudian menyadari ketimpangannya dan kembali pada Tuhannya. Sedangkan Mamek Priganivono Budi H dalam Penyesalan Sekelompok Pecandu (hal. 6) lebih banyak mengungkap pertobatan seorang pengguna narkoba. Ada juga puisi-puisi diafan yang lebih banyak menggunakan bahasa-bahasa anomali sehingga kekuatan puitiknya kurang dan hanya menggelapkan pembaca dalam penafsirannya. Sebut saja Ketika Peluit Sangkakala Ditiup dan Biografi Manusia (Wayan Subandriyo, hal 20), Sajak Diam-diam (Jaya Indarto, hal. 31), dan Hitam Putih (Diah Indaryani, hal 35). Walaupun demikian, tak memungkiri puisi-puisi yang bersifat “anggur dan rembulan” (mengutip istilah W.S Rendra), sebab masih banyak yang menganggap puisi sebagai tumpahan perasaan menggelora, berkasih-kasih, kesetiakawanan, dan mengutamakan keestetisan penyampaian jiwa. Hal itu tampak dalam puisi-puisi Mardiansyah Triraharjo, Nur Tika Muslimah, Siti Farikha Nuzula, dan Diah Indaryani. Bukanlah sesuatu yang tabu, karena tingkatan inteligensia manusia itu berbeda-beda dan pengalaman empirik yang sering dialami adalah tentang cinta-kasih, maka domain puisi yang dibuat pun akan merefleksikan diri penulis tersebut. Sebab, puisi (atau karya sastra pada umumnya) tidak hadir dan tercipta dalam keadaan kekosongan budaya (A. Teuuw, 1981: 11). Akan tetapi, lahir, tumbuh, berkembang, dan mati oleh kebudayaan itu sendiri.
iv
Kebudayaan yang bagaimana dan seperti apa, adalah elaborasi tiap individu darimana mereka berasal. Pada akhirnya, esensi dari seluruh proses kreatif dan permasalahan tersebut adalah untuk menyadarkan dan meyakinkan semua pihak bahwa puisi tidak hanya sebagai pelengkap hidup dan kehidupan, namun menjadi hidup dan kehidupan itu sendiri, yang berasal dari kontemplasi manusia sehingga tercapailah apa yang disebut katharsis (wujud penyucian manusia) dari hal-hal yang munafik dan meyilaukan diri terhadap dunia. Salam, Penerbit
v
Daftar Isi Simulacra: Sebuah Pengantar ∞iii Dedengkot ∞2 (Tedi Subohastowo)
Sidomulyo ∞4 (Tedi Subohastowo)
Renungku ∞5 (Subekti)
Pasir ∞6 (Subekti)
Penyesalan Sekelompok Pecandu ∞7 (Mamek Priganivono Budi H.)
Sebutir Sapa untuk Kawan Kecilku ∞9 (Mardiansyah Triraharjo)
Sebait Doa ∞10 (Mardiansyah Triraharjo)
Sajak Diri ∞11 (Mardiansyah Triraharjo)
Peluru-peluru Jalan ∞12 (Rangga Prayogo)
Karma ∞13 (Rangga Prayogo)
Pensilku ∞14 (Rangga Prayogo)
Kalut Kabut ∞15 (Moch. Achiriyah Maliq)
Sajak Resah untuk Sahabat ∞16 (Moch. Achiriyah Maliq)
KASUR (Kajian Sastra untuk Raimu) ∞17 (Moch. Achiriyah Maliq)
Murka Tuan Istana ∞18 (M. Qowiyuddin Shofi)
vi
Bringin ∞19 (M. Qowiyuddin Shofi)
Sajak Si Tua ∞20 (M. Qowiyuddin Shofi)
Ketika Peluit Sangkakala Ditiup ∞21 (Wayan Subandriyo)
Sunyi Bagiku ∞22 (Wayan Subandriyo)
Biografi Manusia ∞23 (Wayan Subandriyo)
Eclipse ∞24 (Arisyntya Hidayah)
Bocah ∞25 (Nur Tika Muslimah)
Lima Huruf ∞26 (Nur Tika Muslimah)
Ranah Rasaku ∞27 (Siti Farikha Nuzula)
Bosan ∞28 (Siti Farikha Nuzula)
Zig-Zag Semua Zig-Zag ∞29 (Siti Farikha Nuzula)
Cahaya Jiwa ∞30 (Nur Afiva)
Tergusur Sepi ∞31 (Ammaul Fiqlia)
Sesuatu yang Ada dalam Akal ∞32 (Tutus Suhartiningsih)
Malam Dingin ∞33 (Tutus Suhartiningsih)
Masa Depan ∞34 (M. Yusuf Efendi)
Sajak Diam-diam ∞35 (Jaya Indarto)
vii
Kuncup Mawar ∞36 (Bendi Agung Priyono)
Dunia Fana ∞37 (M. Roland Heru S.)
Malam Nishfu Sya’ban ∞38 (M. Roland Heru S.)
Kelak ∞39 (M. Roland Heru S.)
Hidup ∞40 (Joko Purwanto)
Sangka? ∞41 (Joko Purwanto)
Malam ∞42 (Joko Purwanto)
Ibu… ∞43 (Joko Purwanto)
Ibu ∞44 (Endah Wahyuningsih)
Hitam Putih ∞46 (Diah Indaryani)
Kerinduan ∞47 (Diah Indaryani)
Buat Raffi Arsyad ∞48 (Muh. Firdaus Rahmatullah)
Dalam Ruang Pustaka ∞49 (Muh. Firdaus Rahmatullah)
Hijmat ∞52 (Muh. Firdaus Rahmatullah)
Tanajul Tarki ∞53 (Muh. Firdaus Rahmatullah)
Para Penyantun Puisi ∞55 Senarai HMP Bahtra Indonesia ∞62
∞§∞ viii