HILANG Catherine Louisa Pirkis
2017
Hilang Diterjemahkan dari Missing karangan Catherine Louisa Pirkis terbit tahun 1894 (Hak cipta dalam Domain Publik) Penerjemah Penyunting Penyelaras akhir Penata sampul
: Ilunga d’Uzak : Kalima Insani : Bared Lukaku : Bait El Fatih
Diterbitkan dalam bentuk e-Book oleh: RELIFT MEDIA Jl. Amil Sukron No. 47 Kec. Cibadak Kab. Sukabumi Jawa Barat 43351 SMS : 0853 1179 4533 Surel :
[email protected] Situs : reliftmedia.com Pertama kali dipublikasikan pada: Februari 2017 Revisi terakhir: Copyright © 2017 CV. RELIFT Hak kekayaan intelektual atas terjemahan dalam buku ini adalah milik penerbit. Dilarang mengutip dan/atau memperbanyak seluruh atau sebagian isi buku ini dalam bentuk dan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.
Buku ini adalah karya fiksi. Semua nama, karakter, bisnis, organisasi, tempat, peristiwa, dan kejadian hanyalah imajinasi penulis. Segala kemiripan dengan seseorang, hidup atau mati, peristiwa, atau lokasi kejadian hanyalah kebetulan belaka.
Ebook ini adalah wujud kesungguhan kami dalam proyek penerjemahan sastra klasik asing. Kami menyebutnya RELIFT: Mengangkat Kembali, dari masa lalu untuk masa kini hingga masa depan. Pembaca dapat turut mendukung kami dengan mengklik iklan sponsor di situs dan blog kami.
“NAH, Nona Brooke, kalau ini tidak juga mengilhamimu, entah apa lagi,” kata Bpk. Dyer. Memungut selebaran yang tergeletak di meja tulisnya, dia membaca keras-keras sebagai berikut: Imbalan lima ratus pound.—Hilang, sejak Senin 20 September, Irené, puteri tunggal Richard Golding, dari Langford Hall, Langford Cross, Leicestershire. Usia 18, tinggi 5,7 kaki; rambut dan mata gelap, corak kulit zaitun, muka kecil; saat pergi dari rumah mengenakan baju jalanjalan biru gelap dari kain kepar, dengan topi jerami pelaut warna putih berhias pita krem. Memakai perhiasan; bros emas polos, gelang tali kulit penahan arloji kecil, dan di jari tengah kiri terpasang cincin marquise yang terdiri dari satu berlian besar, dikelilingi dua belas batu delima. Terakhir kali terlihat sekitar pukul sepuluh pagi tanggal 20, meninggalkan Langford Hall Park menuju jalan raya ke Langford Cross. Imbalan di atas akan dibayarkan kepada siapapun yang informasinya berujung pada kepulangan nona muda itu ke rumah; atau porsi imbalan, berdasarkan nilai
informasi
yang
diterima.
Semua
komunikasi
dialamatkan ke Kepala Inspektur, Pos Polisi, Langford Cross. “Terakhir kali terlihat pada 20 September!” seru Loveday, begitu Bpk. Dyer selesai membaca. “Itu sepuluh hari lalu! Kau mau bilang imbalan belum merangsang energi kepolisian setempat 5
dan mendorong mereka melacak gadis hilang itu?” “Itu sudah merangsang energi mereka, sudah pasti, sebab koran-koran setempat dijejali laporan bagaimana seluruh desa sekitar Langford telah diobrak-abrik. Setiap sungai, jauh dan dekat, sudah dikeruk; setiap hutan dijelajahi; setiap petugas di setiap stasiun kereta dalam radius bermil-mil sudah hampir gila oleh interogasi silang terus-menerus. Tapi semua sia-sia. Kasus itu masih misteri besar. Gadis itu, seperti kata selebaran ini, terlihat meninggalkan Park menuju jalan raya oleh seorang anak kecil yang kebetulan lewat, tapi kemudian dia lenyap seolah ditelan bumi.” “Apa keluarganya sendiri tidak bisa mengusulkan motif potensial atas kepergiannya dari rumah setiba-tiba itu?” “Tampaknya
tidak.
Mereka
sama
sekali
tidak
bisa
menyandangkan alasan apapun pada tingkahnya yang di luar kebiasaan. Pagi ini aku terima surat dari Inspektur Ramsay. Dia minta aku membujukmu supaya mengambil kasus ini. Tn. Golding takkan keberatan jika kau menginap di Hall dan menyelidiki perkara ini secara menyeluruh. Ramsay bilang, mungkin saja mereka terlalu fokus pada pencarian di luar rumah, padahal medan penyelidikan menjanjikan boleh jadi ada di dalam.” “Harusnya mereka sudah terpikir akan hal itu,” tukas Loveday tajam. “Kuharap kau tolak kasus itu. Begitulah si inspektur desa tulen! Dia akan pegang sendiri sebuah kasus selama ada peluang berhasil; lalu, begitu tak ada harapan, dia serahkan itu padamu hanya untuk meredakan kegagalannya dengan kegagalanmu.” 6
“Ya-a,” sahut Bpk. Dyer pelan. “Kukira begitu. Tapi tetap saja, bisnis mengendur belakangan ini—sementara pengeluaran besar sekali—kalau menurutmu ada sedikit peluang—” “Setelah sepuluh hari!” potong Nona Brooke, “setelah rumah itu kembali tenteram dengan rutinitas sehari-hari, dan keterangan setiap orang sudah terputus dan gersang, dan segala jenis tetekbengek sudah terubah atau tercoreng! Kasus kejahatan tidak beda dari demam; itu harus ditangani dalam 24 jam.” “Ya, aku tahu,” kata Bpk. Dyer dongkol, “tapi tetap, seperti kubilang, bisnis mengendur—” “Oh, well, kalau aku harus pergi, aku akan pergi, dan itu ada akhirnya,” kata Loveday pasrah. “Aku cuma bilang, akan lebih baik bagi reputasi kantor kita seandainya kau tolak perkara sia-sia seperti itu. Coba ceritakan sedikit tentang Tn. Richard Golding ini, siapa dan apa pekerjaannya.” Bpk. Dyer kembali tenang. “Dia orang yang sangat kaya,” jawabnya, “seorang saudagar Australia; datang ke Inggris kira-kira dua belas tahun lalu, dan menetap di Langford Hall. Namun sebelumnya dia pernah tinggal di Italia selama enam atau tujuh tahun. Dalam perjalanan pulang dari Australia dia singgah di Italia, sebagaimana banyak orang Australia lain, kemudian jatuh cinta pada seorang gadis jelita, yang dia jumpai di Naples, dan dinikahinya, dan darinya mendapat anak ini, Irené, yang sekarang membuat heboh.” “Apakah isteri Italia ini masih hidup?” “Tidak, meninggal persis sebelum Tn. Golding datang ke 7
Inggris. Dia belum menikah lagi, tapi kudengar akan menikah dalam waktu dekat. Wanita yang hendak dijadikan Ny. Golding kedua adalah Ny. Greenhow, seorang janda, yang setahun belakangan bertindak sebagai penjaga puterinya dan pengurus rumahtangga.” “Mungkin Nona Irené tidak terlalu senang dengan ide memiliki ibu tiri.” “Faktanya begitu. Dengar-dengar, dia dan calon ibu tirinya tidak akur. Nona Irené berwatak tergesa-gesa dan angkuh, sedang Ny. Greenhow tak cukup mampu menahan perangainya sendiri terhadap anak itu. Dia akan meninggalkan Hall bulan ini untuk bersiap-siap menjelang pernikahan. Namun, raibnya nona muda itu tentu saja membuat banyak urusan terhenti.” “Apa Nona Golding pergi dengan membawa uang, kau tahu?” “Ah, tak ada yang yakin soal itu. Tn. Golding memberinya uang saku yang royal dan tidak minta laporan. Kadang dompetnya penuh di akhir kwartal, kadang kosong sebelum cek kwartalannya diuangkan per minggu. Aku khawatir kau harus bekerja tanpa informasi akurat tentang poin paling penting ini.” “Dia punya kekasih, tentunya?” “Ya. Meski lekas marah, tampaknya dia gadis muda yang manis dan menarik, dengan darah setengah Australia setengah Italia, dan memalingkan kepala semua pria di lingkungannya. Namun, hanya dua yang mendapat sedikit perkenan di matanya— Lord Guilleroy, yang menguasai nyaris semua tanah dalam radius bermil-mil dari Langford, dan pemuda bernama Gordon Cleeve, 8
putera tunggal Sir Gordon Cleeve, seorang baronet kaya-raya. Gadis itu sepertinya main mata dengan mereka berdua. Lalu tibatiba, untuk suatu alasan, dia memberi pengertian kepada Tn. Cleeve bahwa dia tidak suka dengan perhatiannya, dan memberi dorongan tegas kepada Lord Guilleroy. Gordon Cleeve tidak duduk-duduk saja di bawah perlakuan ini. Dia mengancam akan menembak pertama-tama saingannya, terus dirinya, terus Nona Golding. Akhirnya, dia tidak menembak satupun dari tiga makhluk ini, tapi memulai perjalanan tiga tahun keliling dunia.” “Mengancam menembak Nona Golding, memulai perjalanan keliling dunia,” ringkas Loveday. “Kau tahu tanggal kepergiannya dari Langford?” “Ya, tanggal 19, sehari sebelum Nona Golding menghilang. Tapi Ramsay sudah melacaknya sampai ke Brindisi, memastikan dia pergi naik Buckingham, menuju Alexandria, dan sudah mematahkan teori bahwa dia terkait dengan skandal ini. Jadi kuanjurkan kau tidak mencari petunjuk di wilayah itu.” “Aku tidak optimis mendapat petunjuk di wilayah manapun,” kata Loveday, bangkit untuk pergi. Dia tidak merasa dalam mood terbaik, dan agak sebal menerima sebuah kasus yang dipaksakan padanya di bawah kondisi tak menguntungkan seperti itu. Kata-kata terakhirnya kepada Bpk. Dyer menjadi kata-kata pertamanya kepada Inspektur Ramsay saat ditemui oleh sang inspektur di Langford Cross Station menjelang petang. Ramsay adalah pria Skotlandia semampai dengan tulang menonjol, 9
berambut pirang pasir, dan bicara lambat. “Harapan-harapan kami berpusat padamu; kami percaya kau takkan mengecewakan,” katanya, sebagai salam penyambutan. Penggunaan bilangan jamak membuat Loveday menoleh ke arah pria jangkung rupawan, ekspresi muka apa adanya, yang berdiri di samping inspektur. “Aku Lord Guilleroy,” kata pria ini, maju ke depan. “Mau diantar ke Langford Hall? Kereta kudaku sedang menunggu di luar.” “Terima kasih, tunggu sebentar,” jawab Loveday, kembali berpaling pada Ramsay. “Nah,” menegurnya, “apa kau ingin memberitahuku sesuatu selain fakta-fakta yang sudah kau sampaikan kepada Tn. Dyer?” “Tida-ak,” jawab inspektur, pelan dan padat. “Aku tak mau membiaskan pikiranmu ke arah tertentu dengan teoriku sendiri.” (“Buang-buang waktu mencoba itu,” batin Loveday.) “Satusatunya fakta tambahan yang harus kusebutkan adalah fakta yang akan kau lihat sendiri begitu tiba di Hall, yaitu bahwa Tn. Golding bertahan dengan susah-payah—bahkan di ambang keputusasaan. Dia belum tidur setengah jam pun sejak puterinya minggat—hal serius untuk pria seusia itu.” Loveday terkesan oleh Lord Guilleroy. Dia memberinya gambaran pria berakal kuat dan bertenaga besar. Pembicaraannya ditandai oleh kehati-hatian. Tapi meski dia menyembunyikan perasaannya, tidak sulit untuk dipahami dari beberapa kata yang terucap bahwa jika nanti pencarian Nona Golding ternyata tidak 10
berhasil, seluruh hidupnya akan hancur. Dia tidak seperti Inspektur Ramsay yang tidak mau membiaskan pikiran Loveday dengan teorinya sendiri. “Andai aku punya teori, kau pasti sudah dengar dalam sekejap,” katanya, sambil memecut kuda dan melaju cepat sepanjang jalan pedesaan, “tapi kuakui saat ini pikiranku kosong tentang urusan ini. Aku punya selusin teori, dan sudah kubuang satu demi satu. Aku sudah curiga pada setiap orang, Cleeve, ayahnya sendiri (Tuhan ampuni aku!), calon ibu tirinya, para pembantu di rumahnya, dan, satu persatu, fakta membebaskan mereka semua dari tuduhan. Ini membuat bingung—ini membuat gila! Dan yang paling membuat gila adalah duduk di sini bersama orang-orang yang berpangku tangan, padahal aku rela menjelajahi bumi dari ujung ke ujung demi menemukannya!” Pedesaan sekitar Langford Hall, seperti kebanyakan distrik perburuan di Leicestershire, sangat datar, seperti habis dilindas stum raksasa. Hall itu sendiri bangunan Gotik mengesankan, terbuat dari batu kelabu kasar. Ia terlihat sangat kelabu dan suram di tengah pemandangan musim gugur saat Loveday masuk lewat gerbang taman dan menyita pandangan pertamanya di antara pepohonan elm hampir tak berdaun yang mengapit jalan taman. Angin kencang ekuinoksial tiba awal tahun ini, dan hujan lebat membantu pekerjaannya merusak dan menghancurkan. Padang hijau taman hampir mirip dengan rawa, dan sungai ikan trout yang melintasinya secara siku-siku tampak meluap ke tepian. Langit dipenuhi arak-arakan awan; penerbangan burung gagak, berputar 11
rendah dan mengepakkan sayap hitam, disertai gaokan sedih, melengkapi suramnya suasana. “Ini gambaran pengiring,” renung Loveday, “untuk nestapa yang merajalela di dalam rumah dengan tak diketahuinya—bahkan tak dapat ditebak—nasib sang puteri tunggal.” Saat dia turun di pintu Hall, seekor anjing Newfoundland indah datang meloncat. Lord Guilleroy mengelusnya dengan tulus. “Ini anjing miliknya,” jelasnya. “Kami sudah coba agar dia melacak majikannya, tapi sia-sia—anjing jenis ini tidak punya penciuman anjing pelacak.” Dia minta izin untuk tidak masuk ke rumah bersama Loveday. “Tempat itu seperti kubah—katakombe; aku tak tahan,” katanya. “Tidak, aku akan bawa pulang kudaku,” ini diucapkan kepada pria yang berdiri menunggu. “Katakan pada Tn. Golding, aku pasti datang besok pagi.” Loveday dipersilakan masuk ke perpustakaan, di mana Tn. Golding sedang menanti untuk menyambutnya. Dalam keadaan tersebut, penyamaran nama dan profesinya dianggap tak perlu, dan dia dipermaklumkan sebagai Nona Brooke dari Lynch Court. Tn. Golding menyapanya hangat. Satu lirikan sudah cukup meyakinkan
Loveday
bahwa
Inspektur
tidak
berlebihan
menerangkan kondisi ayah yang sedang kehilangan ini. Wajahnya lesu dan kurus cekung; kepalanya tertunduk; suaranya tegang dan lemah. Dia nampak tak sanggup bicara tentang apapun kecuali satu topik yang menjejali kepalanya. “Kami gantungkan keyakinan padamu, Nona Brooke,” 12
ucapnya, “kau harapan terakhir kami. Nah, katakan kau tidak berputus asa untuk bisa mengakhiri ketegangan ini dengan cara apapun. Satu atau dua hari tambahan akan memasukkanku ke dalam peti mati!” “Barangkali Nona Brooke ingin minum teh, dan istirahat sebentar, usai perjalanan panjangnya, sebelum mulai bicara?” kata seorang wanita, yang saat itu masuk ruangan dan maju ke arahnya. Loveday cuma bisa menebak bahwa dia adalah Ny. Greenhow, karena Tn. Golding terlalu khusyuk hingga tidak berupaya memperkenalkan. Ny. Greenhow adalah wanita mungil langsing, dengan rambut halus dan mata hijau kelabu. Suaranya mengesankan dengkuran; matanya mengesankan goresan. “Suku kucing!” pikir Loveday, “cakar beludru dan kuku tersembunyi—harus dibilang antitesis sempurna untuk seseorang dengan perangai Nona Golding.” Tn. Golding kembali ke subjek yang ada dalam batinnya. “Kau sudah dapat foto puteriku, aku yakin,” katanya, “tapi ini kurasa jauh lebih mirip.” Dia menunjukkan sebuah potret dalam warna pastel yang bergantung di atas meja tulis. Itu adalah potret gadis rupawan bermata besar usia 18, dengan ekspresi sangat manis di sekitar mulutnya. Ny. Greenhow lagi-lagi menyelang. “Kukira, kalau kau tak keberatan dengan ucapanku ini,” ujarnya, “Nona Broke akan sedikit tersesat jika kau giring untuk berpikir bahwa itu sangat mirip dengan René. Betapapun aku sayang gadis itu,” dia berpaling 13
kepada Loveday, “harus kuakui kita jarang atau tak pernah melihatnya memasang ekspresi wajah semanis itu.” Tn. Golding bermuka masam, dan mengganti subjek dengan tajam. “Katakan, Nona Brooke,” pungkasnya, “apa kesan pertamamu saat
fakta-fakta
kasus
ini
disampaikan?
Kudengar
kesan
pertamamu secara umum sempurna.” Loveday menangkis pertanyaan ini. “Saat ini aku tidak yakin sudah dapat semua faktanya,” jawabnya. “Ada satu atau dua pertanyaan yang ingin kuajukan— maaf jika terasa kurang relevan dengan masalah ini. Pertama dan utama, aku ingin tahu apakah terjadi perpisahan formal antara puterimu dan Tn. Gordon Cleeve?” “Kukira tidak. Hubungan mereka tiba-tiba dingin, dan pemuda itu pergi tanpa berjabat tangan denganku.” “Aku khawatir telah terjadi keretakan parah antara keluarga Cleeve dan dirimu gara-gara perlakuan René terhadap Gordon yang di luar batas,” kata Ny. Greenhow. “Tak ada perlakuan di luar batas,” kata Tn. Golding, kini hampir marah. “Puteriku dan Tn. Cleeve berteman baik—tidak lebih, kujamin itu—sampai suatu hari René melihatnya memukul salah satu anjing setter-nya sendiri dengan kejam, dan sesudah itu dia tidak mengacuhkannya—tidak mau berurusan dengannya.” “Maddalena cerita pada Inspektur Ramsey,” kata Ny. Greenhow, masih manis, “bahwa di malam sebelum Gordon Cleeve meninggalkan Langford, René dapat surat darinya—” 14
“Yang dia lempar ke dalam api tanpa dibuka,” Tn. Golding menuntaskan. “Siapa Maddalena?” selang Loveday. “Pelayan puteriku. Kubawa dia dari Naples dua belas tahun silam sebagai perawat, dan seiring René tumbuh dewasa, cukup wajar dia menjadi pelayan René. Dia baik dan setia; bibinya adalah perawat ibunda René.” “Bisakah Maddalena diminta menyertaiku selama aku di rumah ini?” tanya Loveday, menoleh kepada Ny. Greenhow. “Tentu, kalau kau mau. Tapi kuperingatkan, dia sedang tidak ramah, dan kemungkinan besar akan rongseng dan tak kooperatif,” jawab sang nyonya. “Itu tidak betul,” cela Tn. Golding, “hanya saja saat ini dia agak lain. Semua pembantu diperiksa silang terlalu ketat oleh polisi tentang perkara yang tidak mereka ketahui, dan Ramsay bersikeras terhadap Lena sampai gadis itu merasa dihina. Dia jadi cemberut, dan tak mau membuka bibirnya.” “Dia harus ditangani secara bijak. Kuduga hatinya remuk ketika Nona Golding tak kunjung kembali dari jalan-jalan pagi?” Sebuah jawaban dicegah oleh masuknya seorang pembantu lelaki dengan telegram di tangan. Tn. Golding membukanya, dan dengan suara gemetar membaca keras-keras sebagai berikut: Seseorang yang memenuhi deskripsi puterimu terlihat kemarin di Champs Elysées, tapi menghilang sebelum 15
sempat ditahan. Kami sedang memantau kedatangan di Folkestone dan Dover. Telegram ini dari Paris, dan dari M. Dulau, kepolisian Paris. Gejolak Tn. Golding sungguh memilukan. “Astaga! Mungkinkah?” pekiknya, memegang dahi seolah kelenger. “Aku akan segera ke Dover—tidak, Paris, kurasa.” Dia berdiri tertatih, menengok sekeliling dengan linglung dan bingung. Mungkin saja dia menyebut-nyebut pergi ke bulan atau bintang utara. “Maaf,” kata Loveday, “Inspektur Ramsay adalah orang yang tepat untuk mengurus telegram itu. Sebaiknya segera dikirim kepadanya.” Tn. Golding merosot lagi ke kursi, gemetar dari kepala sampai kaki. “Kukira kau benar,” katanya redam. “Aku bisa jatuh sakit dan kehilangan peluang.” Lalu dia berpaling sekali lagi kepada lelaki tadi, yang sedang menunggu perintah, dan dimintanya mengambil kuda tercepat di istal dan segera berkuda membawa telegram kepada Inspektur. “Dan,” imbuhnya, “dalam perjalanan pulang mampirlah di Castle, temui Lord Guilleroy, dan kabari dia.” Dia memalingkan wajah memelas ke arah Loveday. “Ini kabar baik—kau anggap ini kabar baik, bukan?” tanyanya mengiba. “Tidak cukup terlalu mengandalkan itu, kan?” kata Ny. Greenhow. “Kau tahu, sudah ada begitu banyak peringatan palsu— 16
kalau aku boleh pakai istilah demikian.” Berikutnya kepada Loveday, “Tiga kali, pekan lalu, kami dapat telegram dari berbagai wilayah desa yang menyebut René pernah terlihat—sekarang di sini, sekarang di sana, kupikir pasti ada banyak gadis mirip dengannya yang keliling dunia.” “Pakaian ada kaitannya dengan itu, tak salah lagi,” timpal Loveday, “pakaiannya tidak terlalu khas. Tapi tetap kita harus berharap yang terbaik. Mungkin saat ini nona dalam perjalanan pulang, membawa penjelasan utuh atas perilaku luar biasanya. Nah, kalau boleh, aku mau ke kamarku. Dan bisakah perintahkan Maddalena agar mengikutiku ke sana secepat mungkin?” Dalam kesunyian kamarnya, pikiran Loveday sangat sibuk saat dia merosot ke kursi malas di samping perapian. Kasus yang tadinya dia curahi perhatian dengan setengah hati mulai menghadirkan beberapa seluk-beluk menarik. Dia memikirkan para pemeran drama kecil yang diharap tidak berakhir dalam tragedi. Ayah yang remuk hati; calon ibu tiri, dengan daya tarik seperti kucing; pelayan setia; kekasih berwatak kejam; kekasih penuh semangat bermuka jujur; masing-masing mendapat hadiah perhatian secara bergilir. “Pria itu bisa diandalkan dalam keadaan darurat,” gumamnya, merenungi Lord Guilleroy sedikit lebih lama daripada yang lain. “Harus dibilang otaknya encer dan—” Ketukan di pintu menghentikan lamunanya. Sebagai tanggapan terhadap “masuklah”, pintu pun terbuka dan Lena si pelayan melangkah masuk. 17
Dia wanita jangkung berusia 30-an dengan mata hitam dan kulit gelap, berpakaian gaun bahan hitam rapi. Dua belas tahun kehidupan rumahtangga Inggris sudah lumayan mengubah tandatanda dzahir kebangsaannya; sebilah belati emas yang menjaga segulung rambut tebal di tempatnya, dan cincin cameo besar gaya Romawi di jari tengah kanan, cuma dua ini yang membedakan penampilannya dari pelayan nyonya Inggris lazim. Mungkin biasanya dia memasang ekspresi senyum dan ramah. Namun saat ini wajahnya dibayangi pandangan cemberut, yang berkata sejelas kata-kata: “Aku di sini berlawanan dengan kehendakku, dan bermaksud memberimu pelayanan paling enggan.” Loveday merasa dia harus dikuasai secepatnya. “Kau pelayan Nona Golding, ya?” katanya dengan nada tajam singkat. “Ya, nyonya.” Ini dengan nada rongseng lambat. “Baiklah, lepaskan tali kopor itu dan buka tas riasku. Aku senang kau akan menyertaiku selama aku di sini. Kurasa kau belum pernah bertindak sebagai pelayan untuk detektif wanita?” “Tak pernah, nyonya.” Ini dengan nada lebih rongseng lagi. “Ah, ini akan jadi pengalaman baru bagimu, dan kuharap juga menguntungkan. Katakan, apa kau sedang menabung untuk menikah?” Lena, sedang berlutut melepas tali kopor, tersentak dan mendongak. “Bagaimana nyonya tahu?” tanyanya. Loveday menunjuk cincin cameo di jari tengahnya. “Aku cuma 18
menebak kemungkinan seperti itu,” jawabnya. “Well, nah, Lena, aku akan buat penawaran. Aku akan memberimu lima puluh pound —lima puluh, ingat, dalam emas Inggris—kalau kau bersedia mencari informasi tertentu yang kubutuhkan dalam tugasku di sini.” Raut cemberut di wajah Lena semakin dalam. “Aku pelayan rumah ini,” balasnya, membungkuk lebih rendah di atas kopor, “aku tidak menjual rahasia-rahasianya sekalipun demi emas Inggris.” “Tapi bukan rahasia rumah majikanmu yang mau kubeli— bukan, bukan rahasia siapapun. Aku cuma mau kau mencari informasi tertentu yang bisa dengan mudah kuperoleh andai aku berada di TKP lebih awal. Dan informasi yang kuinginkan tidak berkaitan dengan siapapun di dalam rumah ini, tapi seseorang di luar—Tn. Gordon Cleeve.” Raut cemberut di wajah Lena memberi ruang bagi raut lega tak terucap. “Tn. Gordon Cleeve!” ulangnya. “Oh-h, seharga lima puluh pound, aku akan berusaha membawakan banyak informasi tentangnya untuk nyonya; aku kenal sebagian pembantu di rumah Sir Gordon. Aku juga kenal ibu dari pelayan pria Tn. Cleeve yang berangkat dengannya dalam perjalanan keliling dunia.” “Bagus. Jadi, kalau begitu, ini kesepakatan. Nah, Lena, katakan sejujurnya, apakah kau senang dengan Tn. Cleeve ini?” “Aku! Ah, amit-amit, nyonya! Aku tak pernah menyukainya; aku biasa bilang pada Nona René saat membawakan bunga dan 19
surat dari Tn. Cleeve: ‘Jangan berurusan dengannya, dia kejam— berhati jahat.’” “Ah, ya; aku baca semua itu di wajahmu saat kusebut namanya. Nah, pertama-tama dan paling utama yang kuminta darimu adalah mencaritahu bagaimana anak muda ini menghabiskan hari terakhirnya di Langford. Aku ingin kau bawakan laporan kegiatannya—seteliti mungkin—pada tanggal 18 bulan ini.” “Aku akan berbuat yang terbaik, nyonya.” “Bagus. Nah, ada satu hal lain. Apa kau akan kaget jika kuberitahu bahwa pemuda itu tidak berlayar di atas Buckingham dari Brindisi sebagaimana sangkaan umum?” “Nyonya! Inspektur Ramsay bilang dia sudah pastikan Tn. Cleeve naik Buckingham di Brindisi!” “Ah, naik adalah satu hal; berlayar adalah hal lain! Nah, Lena, dengar baik-baik apa yang akan kukatakan. Setiap hari aku menunggu informasi paling penting mengenai gerak-gerik orang ini, dan aku ingin seseorang berangkat sewaktu-waktu ke Paris, mungkin,
atau
mungkin
Florence
atau
Naples,
untuk
memverifikasi informasi itu: maukah kau lakukan ini untukku? Tentu saja akan kubekali kau dengan uang dan rincian perjalanan.” Gelora senang melintas di wajah Lena. “Ya, nyonya,” jawabnya, “kalau kau bisa mendapat izin dari tuanku.” “Akan kuusahakan.” Dia merenung sebentar, kemudian mengamati wajah Lena sebentar dan cermat sambil bertanya, “Aku menduga penampilan Nona Golding mirip dengan ibunya—aku 20
tidak melihat keserupaan antara potret dirinya dan ayahnya.” Kerongsengan dan kesombongan Lena sudah lenyap sama sekali. Begitu berkaitan dengan anak asuhnya, sekali lagi dia menjadi wanita Italia antusias berhati hangat. Dia fasih dalam mendeskripsikan Nona René, kecantikannya, kebiasaannya yang menarik, yang dia telusuri sampai ke darah Italia yang mengalir dalam nadinya. Dan dia menceritakan anekdot demi anekdot masa bahagia mereka ketika tinggal di antara danau dan pegunungan tanah asalnya. Kamar semakin gelap, sementara dia bergunjing dengan cepat. Tak lama kemudian bunyi lonceng pertanda ganti pakaian untuk makan malam bergerincing ke seantero rumah. “Nyalakan lilin sekarang,” kata Loveday, bangkit dari kursi di samping perapian, “turunkan keré dan tutup pemandangan musim gugur suram itu. Aku jadi menggigil!” Wajar saja demikian. Awan-awan hitam telah menunaikan ancaman mereka, dan kini hujan menerpa kaca jendela dengan deras. Sebatang pohon ara, persis di luar jendela, berkeriut dan berkeretuk sedih membalas angin yang datang bersiul di sudut rumah. Di antara pepohonan elm yang bergoyang hampir tanpa daun, Loveday bisa melihat sepintas sungai kelabu ikan trout yang berkelok-kelok, kini meluap ke perbatasannya dan mengancam membanjiri tepiannya. Makan malam waktu itu serasi dengan kesuraman yang menaungi rumah, di dalam maupun di luar; kendati telegram dari Paris terasa memasukkan secercah asa, Tn. Golding jelas takut 21
menaruh banyak kepercayaan padanya. “Seperti kata Ny. Greenhow, ‘kami sudah mengalami begitu banyak kekecewaan,’” ungkapnya sedih, sambil mengambil tempat di meja. “Begitu banyak petunjuk palsu—bau palsu bermunculan. Ramsay sudah langsung berkomunikasi dengan kepolisian di Boulogne dan Calais, juga di Dover dan Folkestone. Kita cuma bisa berdoa semoga ada sesuatu!” “Dan Lord Guilleroy,” sela Ny. Greenhow dengan suara lunak mendengkurnya, “sudah buru-buru ke Paris. Anak muda itu punya energi begitu besar, dan berpikir bisa melakukan tugas polisi lebih baik daripada mereka sendiri.” “Tidak adil mengatakannya seperti itu, Clare,” potong Tn. Golding jengkel, “dia sedang bekerja segenap hati dengan kepolisian, dan dia berpikir sebaiknya ada orang yang mewakiliku di Paris, kalau-kalau muncul keadaan darurat. Dia juga ingin menanyai Dulau perihal kemunculan dan keraiban puteriku secara tiba-tiba di jalanan Paris. Guilleroy,” di sini dia menoleh kepada Loveday, “terikat penuh khidmat dengan puteriku, dan—ah, Dryad, ada apa, pak tua? Tenang, tenang! Jangan menggeram dan mendengking sengsara begitu.” Dia berhenti untuk mengalamatkan kata-kata ini kepada si anjing Newfoundland, yang sebelumnya terentang nyaman di atas permadani di depan perapian, tapi kini tiba-tiba berdiri dengan telinga tegak, dan menggeram panjang, yang berakhir dengan semacam dengkingan. “Mungkin seekor rubah sedang melintasi jendela,” kata Ny. 22
Greenhow, mendera si anjing dengan saputangan renda. Tapi Dryad tidak semudah itu ditundukkan. Dengan hidung ke lantai, kini dia mengendus-endus gelisah gorden berat yang setengah menutupi jendela Prancis panjang. “Ada yang mengganggunya. Kenapa tidak biarkan dia pergi ke taman?” kata Loveday. Lantas Tn. Golding, diawali kalimat “Hei, Dryad, pergi temukan!”, membuka jendela dan membiarkan anjing itu pergi menuju kegelapan berangin. Makan malam berlangsung singkat. Tidak sulit untuk membaca bahwa hanya berkat kemauan kuatlah Tn. Golding bertahan di meja makan, dan bahkan berpura-pura makan. Di akhir makan malam Loveday meminta tempat sunyi untuk menulis beberapa surat bisnis, dan dia diantar ke perpustakaan oleh Tn. Golding. “Kurasa kau akan temukan semua keperluanmu di sini,” katanya, agak mendesah, seraya meletakkan sebuah kursi untuknya di meja tulis seorang wanita. “Ini tempat kesukaan René, dan ini bunga-bunga terakhir yang dia kumpulkan—mati, semua mati, tapi aku tak mau sentuh mereka!” Tiba-tiba dia terputus, menurunkan vas bunga aster mati yang dipegangnya, lalu keluar dari ruangan, membiarkan Loveday memakai pena, tinta, kertas, dan kertas hisap milik René. Loveday segera asyik dengan surat bisnisnya. Waktu berlalu dengan cepat, dan saat jam di rak perapian membunyikan pukul sepuluh dia berpikir sudah waktunya pergi tidur. Ada sesuatu selain dentaman jam yang hampir bersamaan 23
tertangkap oleh telinganya—dengkingan dan goresan anjing di salah satu jendela. Jendela-jendela ini, seperti di ruang makan, terbuka sebagai pintu menuju beranda di luar. Namun mereka dipasangi daun jendela rapat-rapat, dan Loveday harus memanggil seorang pembantu dengan bel agar membukakan pengunci paten. Begitu jendela dibuka, Dryad menghambur masuk, dipenuhi lumpur, dan setiap bulunya meneteskan air. “Pasti habis dari sungai,” kata bujang lelaki, mencoba menahan si anjing dan menggiringnya keluar ruangan. “Tahan!
Tunggu
sebentar!”
pekik
Loveday.
Matanya
menangkap sesuatu bergantung terkoyak di antara gigi-gigi si anjing. Dia membungkuk, menepuk dan menenangkannya, dan berusaha melepas koyakan itu. Setelah diperiksa lebih cermat, ternyata itu beberapa sobekan kain kepar biru gelap. “Apa kau sudah hampir selesai menulis suratmu, Nona Brooke?” tanya Tn. Golding, saat itu masuk ruangan. Sebagai jawaban, Loveday mengangkat koyakan kain kepar biru. Wajah Tn. Golding jadi pucat kelabu; dia tak butuh penjelasan. Koyakan itu dan anjing basah kuyup seolah menceritakan kisah mereka sendiri. “Astaga!” pekiknya, “kenapa tak kuikuti anjing itu keluar! Harus segera dilakukan penggeledahan. Cari orang, lentera, tali, tangga—anjing, juga, akan berguna.” Energi dahsyat menguasainya. “Temukan, Dryad, temukan!” teriaknya kepada si anjing, kemudian, tanpa topi dan dengan sepatu tipis, dia menyerbu kegelapan bersama Dryad di 24
belakangnya. Dalam kurang dari lima menit, seluruh pembantu, dengan lentera, tali, dan tangga yang cukup panjang untuk menjembatani sungai, sudah mengikutinya. Angin telah reda, hujan telah berhenti, dan bulan separuh nan lembab sedang berjuang menerobos awanawan tipis. Loveday dan Ny. Greenhow berdiri di bawah beranda, memperhatikan kaum pria menghilang ke arah sungai trout, ke mana Dryad memimpin jalan. Dari waktu ke waktu teriakan menghampiri mereka, menembus heningnya malam, “Lewat sini!” “Bukan, di sini!” disertai gonggongan tajam Dryad dan kilasan lentera senter di kejauhan. Baru setengah jam kemudian salah satu dari orang-orang itu berlari balik ke rumah dengan muka pucat serius dan kisah sedih. Dia butuh sesuatu yang bisa berfungsi sebagai usungan, katanya dalam nada lemah—sekat ék dua lipat akan memadai—dan tolong, ke ruang mana “ini” akan dibawa?— Pada malam berikutnya Bpk. Dyer mendapat kabar tertulis panjang dari Nona Brooke, yang isinya sebagai berikut: Langford Hall Ini untuk melengkapi telegramku satu jam lalu, yang mengabarkan penemuan jasad Nona Golding di sungai pekarangan milik ayahnya. Tn. Golding sendiri sudah mengidentifikasi jasad tersebut, dan kini ambruk total. Saat ini agak diragukan apakah dia akan dalam kondisi bugar untuk memberi kesaksian di pemeriksaan resmi, yang akan digelar besok. Dandanan Nona Golding sama seperti saat 25
meninggalkan rumah, kecuali satu hal mencolok—cincin marquise sudah lenyap dari jari tengah kirinya, dan justru memakai cincin pernikahan emas polos. Ini keadaan luar biasa, dan menimbulkan ide aneh dalam pikiranku. Aku menulis terburu-buru, dan hanya bisa memberimu poinpoin paling penting dalam kasus ganjil ini. Si pelayan, Lena, seorang wanita pendiam dan penyendiri, tunduk pada nafsu kesedihan saat jasad nona dibawa masuk dan diletakkan di tempat tidurnya sendiri. Namun dia bersikeras ingin mengerjakan semua tugas pedih terakhir untuk mendiang, walau masih berduka, dan kini dengan gembira kusampaikan, dia lebih tenang dan bisa sedikit bercakap-cakap denganku. Aku membuatnya terus di sisiku, karena aku agak cemas dan ingin
sekali
mengawasinya sekarang ini. Aku sudah kirim telegram ke Lord Guilleroy, memintanya berbaik hati untuk tetap di Paris dan menunggu arahan dariku, yang mungkin perlu dilaksanakan sewaktu-waktu—terlepas dari kabar buruk yang akan sampai padanya. Mudah-mudahan aku dapat kabar lanjutan untukmu tak lama lagi. Bpk. Dyer menyisihkan surat tersebut sambil mendengkur tak puas. “Well,” katanya bicara sendiri, “sepertinya dia berharap aku mampu memahami apa yang tersirat, tapi aku tak yakin bisa mencerna itu semua. Dia akan sedikit melebar sekarang ini; 26
mungkin sebaiknya kuberi dia petunjuk.” Maka dia buru-buru menulis beberapa baris singkat sebagai berikut: Sepertinya kau sedang fokus mencaritahu pergerakan Nona Golding saat minggat dari rumah. Menurutku, lebih baik itu dilakukan di Paris daripada di Langford Hall. Cincin di jarinya mengisyaratkan dia pernah menjalani kebaktian pernikahan di suatu tempat, dan pada saat terlihat di Paris satu atau dua hari lalu, kemungkinan upacaranya berlangsung di sana. Kepolisian Paris bisa memberimu “ya atau tidak” tentang hal ini dalam 24 jam. Adapun pelayan itu, Lena, kurasa kau terlalu menitikberatkan pengetahuannya soal gerak-gerik sang majikan. Andai dia terikat kerahasiaan melalui janji imbalan, tentu dia akan mengungkap semua yang diketahuinya, karena kini janji seperti itu sia-sia—tak ada yang akan didapat dengan menjaga rahasia mendiang. Surat ini berpapasan dengan telegram dari Loveday yang berbunyi: Pemeriksaan berakhir. Putusan, “Dinyatakan tenggelam, tapi tak ada bukti bagaimana mendiang masuk ke air.” Pemakaman berlangsung besok; Tn. Golding mengigau karena demam otak.
27
Esoknya Tn. Dyer menerima surat kedua dari Loveday. Begini isinya: Pemakaman selesai; Tn. Golding semakin parah, aku sudah utus Lena ke Paris, kubilang aku butuh jasanya di sana untuk menindaklanjuti petunjuk berkenaan dengan Tn. Gordon Cleeve, dan menjanjikannya imbalan yang setimpal dengan caranya menunaikan perintahku. Aku juga sudah tulis surat untuk Lord Guilleroy, memberitahukan jenis bantuan yang kuperlukan darinya. Jika pria ini sesuai perkiraanku, dia akan lebih berguna dibanding gabungan seluruh polisi Paris. Aku akan jawab suratmu secara rinci dalam satu atau dua hari. Lingkungan di sini masih gempar, segala macam laporan liar bertebaran. Ramsay dan Dulau pernah menelusuri seorang wanita, berpakaian kain kepar biru gelap, dan cocok dengan deskripsi Nona Golding dalam aspek lain, dari Gare du Midi Paris hingga kedatangannya di Langford Cross, dan dari situ, kasihan, dia pasti berjalan menembus hujan lebat sampai ke Hall. Namun aku tidak yakin informasi ini menuntun kami selangkah menuju solusi misteri raibnya gadis tersebut. Ramsay
agak
mengkritik
apa
yang
disebutnya
“penanganan santai” kasus ini olehku. Ny. Greenhow, wanita mungil berotak kosong tapi berhati keras, cenderung menurut saja, dan lebih dari sekali melempar isyarat bahwa keberadaanku di rumah ini tak usah 28
diperpanjang. Karena hampir tak ada keperluan lagi untuk tetap berada di Hall, aku bilang padanya bahwa hari ini aku akan mengambil tempat tinggal di Roebuck Inn (hotel berdasarkan pengakuan), di Langford Cross. Aku yakin dia senang dengan apa yang dianggapnya akhir kasus. Nona Golding yang sombong tapi cantik pasti memerintahnya dan rumahtangga secara umum dengan tangan besi, dan wanita mungil ini, aku yakin, andai dia berani, tentu sudah memesan api unggun dan pesta gembira di hari pemakaman kemarin. Well, aku tidak terlalu bersimpati padanya, dan sedang menyiapkan sebuah goncangan tak terduga untuk urat syarafnya yang tidak terlalu peka. Kegelisahan utamaku saat ini adalah Tn. Golding, yang masih tak sadarkan diri. Aku sudah minta dokter mengirimiku dua laporan setiap hari tentang kondisinya, yang kutakutkan sangat serius. Boleh jadi ada sedikit keraguan tentang ini. Putusan dokter di hari Loveday meninggalkan Langford Hall menuju “The Roebuck” adalah: “Sama sekali tak ada harapan.” Laporan yang dibawa kepadanya keesokan pagi adalah “Kondisi belum berubah.” Akan tetapi pada hari ketiga, laporannya menjadi “Sedikit kemajuan.” Lalu menyusul laporan menggembirakan “Kemajuan terjaga” dan “Keluar dari krisis”, diikuti oleh laporan paling menggembirakan: “Sedang stabil menuju pemulihan.” “Penyakit Tn. Golding-lah yang menahanku di sini begitu 29
lama,” kata Loveday kepada Inspektur Ramsay, seolah-olah sebagai permintaan maaf atas keberadaannya terus-menerus di TKP. “Namun, kurasa ada kesempatan untuk pergi sekarang. Ke Paris? Oh, astaga, bukan. Aku sudah kirim telegram kepada Bpk. Dyer untuk menungguku lusa. Kalau kau mau mendatangiku di sini, atau menemuiku di Langford Cross Station, akan kuberi laporan penuh tentang semua yang sudah kulakukan sejak mengambil kasus ini. Sekarang aku akan ke Hall untuk memastikan jam berapa pantasnya besok aku mengucapkan selamat tinggal kepada Tn. Golding.” Ramsay tak mampu menggali apapun dari Nona Brooke lebih dari ini. Kecaman terbukanya terhadap “penanganan santai” telah membuat Nona Brooke bersemangat, dan dia memutuskan Ramsay dan kolega harus diberi pelajaran bahwa Lync Court punya cara khusus dalam bekerja, dan bisa bertahan dengan yang terbaik. Dalam perjalanan ke Hall, Loveday mampir di kantor pos, dan di sana sebuah surat bercap pos London diserahkan padanya. Ini langsung dia buka dan baca, dan kemudian dibalas lewat telegram. Balasannya menjadi teka-teki bagi kepala kantor pos desa, sebab Loveday, setelah sedikit bertanya tentang pengetahuan bahasabahasa Eropanya, memilih Jerman sebagai media komunikasi. Tapi alamat “kepada Lord Guilleroy, di Charing Cross Hotel” terbaca cukup jelas. Di Hall, Loveday mendapati Ny. Greenhow dalam mood penuh semangat. Tn. Golding, ungkap Ny. Greenhow dengan luapan ramah, akan turun sebentar besok, dan nyonya sedang berusaha 30
sekuat
tenaga
untuk
menyingkirkan
apapun
yang
dapat
membangkitkan ingatan pahit. “Aku sudah pindahkan kecapi milik René ke gudang, potretnya sudah diturunkan dari dinding perpustakaan,” katanya, dengan nada mendengkur seperti biasa, “dan meja tulisnya sudah didorong ke ruang dudukku. René malang! Andai saja dia diajari cara mengatur perangai bandelnya, nasibnya mungkin lebih bahagia. Nasib apa itu, kurasa kita takkan pernah tahu.” Sebagai tanggapan, Loveday hanya meminta laporan pendapat dokter tentang kondisi Tn. Golding. Ny. Greenhow menyeka mata dengan saputangan sambil menjawab bahwa Dokter Godwin berpendapat kekuatan tubuhnya lumayan membaik, tapi kondisi mentalnya serius. Otaknya seperti setengah lumpuh, mungkin indikasi dari pelemahan jaringan tisu. Loveday mengungkapkan keinginan untuk bertemu dokter ini —untuk mengatur waktu perpisahannya besok dengan kunjungan harian Dr. Godwin. Bahkan, dia ingin bicara empat mata dengannya sebelum menemui Tn. Golding. Terhadap semua ini Ny. Greenhow tidak keberatan. Para detektif wanita, pikirnya, adalah ras tersendiri, dan punya cara aneh dalam bekerja; tapi, syukurlah, dia akan segera melihat yang terakhir! ***** Cuaca musim gugur berbadai kini telah memberi tempat untuk 31
pesona singkat sinar mentari musim panas yang terlambat. Pada hari terakhir kunjungannya ke Langford, Nona Brooke memandang Hall dan sekitarnya dengan lebih cerah daripada di hari kedatangannya. Sungai strout telah surut ke ukuran alaminya, dan terlihat seperti corengan perak leleh—bukan banjir kelabu keruh— di bawah cahaya matahari yang bermain petak umpet antara dahandahan pohon elm gundul. Bahkan para gagak tua bergaok-gaok dengan nada rendah gembira seraya berputar-putar di rumah tua itu; dan Dryad sendiri, yang sekali lagi datang meloncat untuk menyambutnya, terdengar tidak terlalu sedih dalam gonggongan ributnya. “Anjing itu mengganggu—betul-betul sudah dimanjakan. Aku harus merantainya,” kata Ny. Greenhow, sambil memimpin jalan ke sebuah ruangan di mana Dr. Godwin duduk menunggu Loveday. Dia memperkenalkan mereka satu sama lain. “Haruskah aku tetap di sini, atau kalian ingin bicara berdua?” tanyanya. Dan karena Loveday menjawab tegas “Berdua”, wanita mungil ini tak punya pilihan selain mohon diri, sekali lagi heran oleh tingkah aneh para detektif wanita. Setengah jam kemudian, si dokter, pria kecil gesit yang tampak pintar, memimpin ke dalam perpustakaan di mana Tn. Golding duduk. Loveday syok sekali melihat perubahan yang ditimbulkan penyakit itu dalam beberapa hari. Kursinya didekatkan ke jendela, dan sinar mentari musim gugur membanjiri ruangan, memberi keringanan pilu pada tubuh susut dan wajah pucatnya, kini menua 32
sekitar dua belas tahun. Matanya terpejam, kepalanya tertunduk rendah di dada, dan dia tidak mendongak saat pintu dibuka. “Kau boleh pergi,” kata Dr. Godwin kepada perawat, yang bangkit sewaktu mereka masuk. Tinggal Loveday dan dokter bertiga bersama pasien. Loveday mendekat pelan-pelan. “Aku akan kembali ke kota malam ini, dan kemari untuk mengucapkan selamat tinggal,” katanya, mengulurkan tangan. Tn. Golding membuka mata, menatap samar tangannya. “Mengucapkan selamat tinggal!” ulangnya dengan nada melamun. “Aku Nona Brooke,” jelas Loveday. “Aku datang dari London untuk menyelidiki keadaan aneh terkait raibnya puterimu.” “Raibnya puteriku!” Dia terkesiap dan mulai bergetar keras. Dokter memegang nadi pasiennya. “Aku sudah lakukan penyelidikan di bawah kondisi tak menguntungkan,”
sambung
Loveday
tenang,
“dan,
untuk
sementara, tidak banyak hasil. Tapi beberapa hari lalu aku terima informasi penting dari Lord Guilleroy, dan hari ini aku sudah bertemu dan berkomunikasi dengannya. Bahkan, kereta kudanyalah yang membawaku ke rumahmu siang ini.” “Lord Guilleroy!” ulang Tn. Golding pelan-pelan. Suaranya mengandung nada lebih alami; ingatan terasa menggema di dalamnya, walau mungkin ingatan pahit. “Ya. Dia bilang akan keliling taman sampai aku menemui dan mempersiapkanmu terhadap kedatangannya. Ah! Itu dia di jalan taman.” 33
Dia menarik gorden yang setengah menutupi jendela terbuka. Jendela ini berpemandangan jalan taman, dengan pohon-pohon elm melingkupi, yang menuntun dari gerbang pondok ke rumah. Di jalan tersebut dua orang sedang melangkah santai; salah satu dari mereka tak salah lagi adalah Lord Guilleroy, dan satu lagi adalah gadis jangkung anggun dalam pakaian berkabung. Mulanya penglihatan Tn. Golding mengikuti mata Loveday dengan sorot hampa tanpa ekspresi. Lalu, sedikit demi sedikit, sorotan itu berubah jadi pandangan kecerdasan dan pengakuan. Wajahnya memucat, kemudian gelombang warna menyapunya. “Lord Guilleroy, ya,” katanya, megap-megap dan berjuang menghirup nafas. “Tapi—tapi siapa itu yang berjalan dengannya? Katakan padaku, katakan cepat, demi kasih Tuhan!” Dia mencoba berdiri, tapi tungkai-tungkainya mengandaskan. Dokter menuangkan ramuan penyegar, dan ditaruh ke bibirnya. “Tolong minum ini,” katanya. “Sekarang beritahu dia cepat,” bisiknya kepada Loveday. “Nona muda itu,” lanjutnya kalem, “adalah puterimu René. Dia naik kereta kuda bersamaku dan Lord Guilleroy dari Langford Cross. Haruskah kuminta dia masuk dan menemuimu? Dia hanya menunggu izin dari Dr. Godwin untuk itu.” Namun, Dr. Godwin tidak sempat mengabulkan atau menolak izin tersebut. René—dengan muka lebih sayu dan lebih manis daripada sosok yang tergesa-gesa meninggalkan rumah dan ayah— kini berdiri di bawah “setengah matahari, setengah naungan” beranda, dan telah menangkap kata-kata terakhir Loveday. 34
Dia buru-buru melewatinya dan masuk ke dalam ruangan. “Ayah, ayah!” katanya, sambil berlutut di samping kursi, “akhirnya aku kembali! Tidakkah ayah bahagia melihatku?” ***** “Aku berani bilang ini semua terasa misterius bagimu,” kata Loveday kepada Inspektur Ramsay saat mereka mondar-mandir di peron Langford Cross Station, menanti kedatangan kereta London, “tapi, kuyakinkan padamu, itu dapat dijelaskan dengan sangat mudah dan sederhana— Atas siapa pemeriksaan kemarin diadakan, dan siapa yang dikubur sepekan lalu, katamu? Oh, dialah isteri Tn. Golding, Irené, puteri Count Mascagni, dari Alguida, Italia Selatan, yang diyakini telah meninggal oleh semua orang. Riwayatnyalah yang memegang kunci seluruh kasus dari awal sampai akhir. Aku akan mulai dari awal, dan menceritakan kisahnya semirip mungkin dengan yang kudengar. Terus-terang aku hendak membuka rahasia padamu sejak jauh-jauh hari, dan memberitahumu secara bertahap bagaimana situasi berjalan, andai saja kau tidak menyakitiku dengan kritikmu terhadap cara kerjaku.” “Aku minta maaf,” potong Ramsay dengan nada mengutuk. “Oh, tolong jangan bilang begitu. Biar kuingat, sampai mana barusan? Ah, aku harus mundur sembilan belas atau dua puluh tahun dalam hidup Tn. Golding agar kau mengerti. Keterangan yang kudapat dari Bpk. Dyer, dan yang kau berikan padanya, mengenai awal kehidupan Tn. Golding begitu sedikit. Jadi saat tiba 35
di Hall aku langsung bekerja untuk melengkapinya; ini kuusahakan dalam obrolan sebelum makan malam dengan Lena, pelayan Nona Golding. Melalui dirinya aku jadi tahu Irené Mascagni adalah tipikal wanita Italia setengah berpendidikan, penuh semangat, cantik, liar, dan bahwa awal kehidupan rumahtangga Tn. Golding tidak bahagia. Irené tak punya ibu, dan sangat dimanjakan sejak bayi oleh perawatnya, bibi Lena. Alhasil dia tidak mau ada tentangan sekecil apapun terhadap tingkah dan kemauannya. Dia juga wanita genit; penggemar adalah kebutuhan mutlak baginya. Keluhan dari Tn. Golding sia-sia; itu dijawab oleh Irené dengan meminta perlindungan sang ayah dari apa yang disebutnya kekejaman suami. Konsekuensinya, cekcok serius terjadi antara Count
Mascagni
dan Tn.
Golding.
Ketika Tn.
Golding
mengumumkan niat untuk meruntuhkan rumah Italianya dan membeli perkebunan di Inggris, Irené, ditemani Antonia si perawat, meninggalkan suami dan puteri kecil dan pulang ke rumah ayahnya, bersumpah takkan terbujuk oleh apapun untuk meninggalkan Italia tercinta. Di tengah kemelut ini, Tn. Golding tiba-tiba terpaksa melakukan perjalanan ke Australia guna menyelesaikan urusan bisnis yang rumit. Dalam perjalanan ini dia membawa serta gadis kecilnya, René, dan perawatnya—kini pelayannya, Lena. Kunjungan ke Australia memakan waktu sekitar enam bulan. Selama masa itu tak ada komunikasi antara dia dan isterinya atau mertuanya. Namun, dia bertekad untuk sekali lagi membujuk Irené agar kembali ke rumah dan tugasnya; dan dengan tujuan ini dia pergi ke Naples, sepulangnya ke Eropa, lalu menulis 36
surat untuknya dari sana, memintanya menunjuk hari pertemuan. Sebagai balasan untuk surat ini dia mendapat kunjungan dari Antonia, yang, sambil berduka hebat, memberitahukan bahwa Irené terkena demam selama kepergiannya, dan telah wafat, kini terkubur di kubah keluarga di Alguida. Kesedihan Tn. Golding akibat kabar tersebut diredakan oleh kenangan hidup berumahtangga yang tak beruntung. Dia tak mencoba berkomunikasi dengan Count Mascagni, langsung bertolak ke Inggris, dan mendirikan tempat tinggal di Langford Hall. Semua ini, kecuali nama ayah Irené dan perkebunannya, diceritakan oleh Lena, yang, boleh kusinggung sepintas, sangat menekankan kemiripan luar biasa antara Nona Golding dan ibunya. Dia, katanya, adalah padanan persis ibunya di usia itu.” “Aku kagum bagaimana kau berusaha mendapatkan sesuatu dari si Lena itu,” kata Ramsay. “Dia sangat pendiam terhadapku.” “Maaf jika aku bilang itu karena dia tidak ditangani dengan bijaksana. Dalam kondisi demikian, aku tak pernah terpikir untuk mengajukan satu pertanyaan langsung kepadanya, meski aku yakin, seperti halnya dirimu, dia satu-satunya orang yang mungkin dipercayai sang majikan. Saking terilhami oleh ide ini, aku sampai merasa pasti bahwa, jika dia bisa dikirim keluar rumah untuk suatu dalih, kita akan temukan jejak Nona Golding cepat atau lambat dengan membuntuti gerak-geriknya. Demi meraih tujuan ini, aku berpura-pura mencurigai Tn. Gordon Cleeve, dan menjanjikannya imbalan jika membawa kabar tentang tindak-tanduknya. Ini melapangkan jalan untuk melepasnya ke Italia. Itu juga paling 37
berdampak
positif,
yakni
menenangkan
pikirannya
dan
meyakinkannya bahwa aku percaya dia tak bersalah. Dengan hilangnya kekhawatiran, kudapati dia tak lagi rongseng, tapi komunikatif sampai taraf tertentu.” “Maaf memotong, sudikah kau memberitahuku, apa yang, pertama-tama, membangkitkan kecurigaanmu terhadap identitas orang ‘yang dinyatakan tenggelam’ oleh juri koroner?” “Tingkah Lena saat jasad itu dibawa ke dalam rumah. Tapi harus kukatakan, dasar kecurigaan terhadap kemungkinan masih hidupnya Ny. Golding timbul ketika aku duduk menulis di meja tulis milik Nona Golding, dan mendapati kata-kata ‘Mia Madre’ tertulis di sana-sini pada kertas hisapnya. Tapi apa, gumamku, yang mungkin mengarahkan pikirannya kepada sang ibu dan rumah Italianya dahulu, setelah melewati tahun-tahun ini? Cincin pernikahan pada jasad wanita itu, dirangkai dengan pernyataan Lena soal kemiripan menakjubkan antara Nona Golding dan ibunya, serta seruan Tn. Golding usai mengidentifikasi mayat bahwa puterinya telah ‘menua dua belas tahun’, semakin memperkuat kecurigaan ini. Namun, tingkah Lena sendirilah yang mengubah semua itu jadi kepastian tegas. Kuamati dia setelah mayat dibawa ke dalam rumah. Semula kesedihannya menggebugebu dan sengit, dan tanpa sengaja—dalam bahasa Italia—dia berseru bahwa seorang wanita seharusnya patah hati karena kekasihnya, bukan ibunya. Lalu dia ikut masuk ke ruangan di mana mayat tergeletak—masuk sambil menangis, keluar dengan mata kering, dan dengan gaya sangat metodis dia mulai mengerjakan 38
tugas pedih terakhir untuk mendiang.” “Ah, ya. Aku mengerti. Tolong teruskan.” “Di hari pemakaman, kalau kau ingat, aku mengutus Lena ke Paris. Sebelumnya aku sudah tulis surat kepada Lord Guilleroy, memberi isyarat tentang kecurigaanku, memintanya tetap di Paris, dan melaksanakan arahan apapun yang mungkin kuberikan. Setelah mengutus Lena, aku kembali menulis kepadanya, memberitahukan kapan Lena akan tiba, di mana dia akan menginap, dan meminta agar dia terus dipantau, dan gerakgeriknya dibuntuti selangkah demi selangkah. Dari Paris, kukirim Lena ke Naples, menyuruhnya menunggu perintah lebih lanjut di sana, dan tanpa dia ketahui, kereta yang membawanya ke sana juga ditumpangi oleh Lord Guilleroy. Naples adalah satu-satunya tempat yang dia sebutkan padaku dalam gunjingan tentang hidupnya di Italia. Tapi aku merasa yakin, berdasarkan beberapa komentar sepintas yang dia ucapkan tanpa sengaja, bahwa rumah pertama Irené Mascagni, serta rumah kekasihnya sendiri, dekat dengan kota itu. Wajar saja aku menduga-duga bahwa jika dia terus dibuat menunggu perintah, dia akan mencuri kesempatan untuk berkunjung ke teman-teman dan kerabatnya, dan juga majikannya, andai betul berada di lingkungan itu sebagaimana perkiraanku. Hasilnya membuktikan dugaanku benar.” “Dan Lord Guilleroy, dengan membuntuti gerak-geriknya, mendapatinya dan Nona Golding bersama-sama?” “Ya. Kukira Lord Guilleroy pantas dapat pujian setinggi langit atas caranya memainkan andil dalam kasus berbelit-belit ini. Tak 39
ada detektif terlatih yang bisa berbuat lebih baik. Dia menelusuri Lena pulang ke Alguida, dusun kecil berjarak lima belas mil dari Naples, dan mendapatinya sedang berbincang dengan Nona Golding, yang berdiri di gerbang kastil kakeknya dalam setelan Neapolitan milik ibunya. Nona Golding senang dijemput, kira-kira begitu, oleh salah satu teman Inggris ayahnya, sebab dia mulai gelisah dan susah dengan posisinya. Ibunya telah wafat; kakeknya, pria bertabiat kasar, melarangnya pergi dari kastil, karena ingin ditemani oleh handai-taulan di usia rentanya. Dalam benaknya juga ada ketakutan wajar untuk menyampaikan kisahnya kepada sang ayah, dan kekhawatiran kalau-kalau ayahnya tak sudi memaafkan peran yang dia mainkan. Tak ada yang lebih menguntungkan daripada kedatangan Lord Guilleroy. Nona Golding memberinya kepercayaan penuh. Mulai dari situ cerita ini bukan lagi milikku dan menjadi milik Lord Guilleroy sebagaimana dituturkan kepadanya oleh Nona Golding.” “Yakni separuh lain yang Lena ceritakan padamu?” “Ya. Bermula dari masa dua belas tahun silam, ketika Ny Golding disangka telah wafat oleh suami dan anaknya. Padahal, alih-alih wafat, setelah sebulan tinggal di rumah pedesaan milik ayahnya yang sepi, dia bergabung dengan rombongan aktor yang sedang melintasi Alguida. Kecantikan menjaminnya masuk ke dalam kelompok; dan dalam hidup baru tersebut kesombongan dan kegenitannya menemukan pelampiasan. Si perawat tua dan setia turut menyertai dalam karir barunya. Kelompok drama itu berada di Naples ketika Tn. Golding tiba di sana, dan kedua wanita, yang 40
tak ingin memasuki rutinitas jemu kehidupan rumahtangga Inggris, mengarang dusta demi mempertahankan kebebasan mereka. Kemungkinan besar Count Mascagni tak tahu-menahu pergerakan puterinya di periode karirnya ini. Mungkin, setelah beberapa lama, dia percaya puterinya sudah meninggal, sebab sudah sebelas tahun berlalu tanpa ada komunikasi darinya.” “Sebelas tahun! Apa dia bermain drama sepanjang waktu itu?” “Belum
bisa
kupastikan—bahkan
aku
belum
terlalu
menyelidiki poin ini, lantaran kurang atau tidak penting terhadap kasus. Menurut pendapat kami, karirnya menjadi penting setelah dia kembali ke rumah ayahnya, kira-kira setahun lalu. Dia pulang pada suatu hari, ditemani Antonia, jelas-jelas tidak sehat dan sangat melarat. Sang ayah menerimanya kembali dengan syarat. Dia telah mendatangkan aib baginya dan nama kunonya, katanya; dia disangka mati oleh teman-temannya, maka dia harus tetap mati —dia tak boleh pergi ke mana-mana, dia tak boleh bertemu siapasiapa.” “Ah, cerita menyedihkan! Dan, kuduga, setelah beberapa waktu pikiran wanita malang itu melayang kepada suami dan puteri kecilnya?” “Ya. Antonia menulis kepada Lena bahwa sang ibu ingin sekali melihat anaknya, dan memohon agar memberitahu René bahwa ibunya masih hidup—seorang ibu yang diperlakukan kejam oleh suami dan ayah—dan memintanya datang dengan segala resiko, agar dia dapat mendekapnya sebelum bayang-bayang maut mengepung. Bagian ini kudengar dari mulut René sendiri saat kami 41
pergi bersama-sama ke Hall. Gadis itu bilang, saat membaca surat tersebut seluruh darahnya teraduk-aduk. Dia disergap hasrat membara seketika itu juga untuk mencium sang ibu dan memperbaiki kesalahannya. Sejenak dia benci ayahnya, dia merasa harus langsung menghadapinya dan mencela kekejamannya. Pikiran kedua mengusulkan jalan lain. Ayahnya akan melarangnya bergaul dengan sang ibu. Dia punya banyak uang, kenapa tidak langsung pergi saja ke Italia, dan mendiktekan syarat dari bibir ibunya kepada ayahnya jika harus pulang ke rumah Inggris? Maka dirancanglah perjalanan, dan Lena dijanjikan sepasang anting berlian cantik jika menjaga rahasia sampai diberi izin untuk bicara. Bahkan tas tangan tak dibawa, karena takut menimbulkan perhatian di rumah; kain kepar biru biasa dan topi pelaut— dilengkapi kudung tebal—dipilih sebagai setelan bepergian. Hari pasar di Langford, dengan stasiun kereta yang sesak, dipilih untuk hari keberangkatan, dan nona itu berjalan dua mil dari rumah ayahnya ke stasiun dengan enteng dan santai, seolah tidak memikirkan hal serius selain jalan-jalan pagi.” “Begitu dia sampai di London semua jadi mulus, sudah pasti?” “Ya. Lena, tak diragukan lagi, memberinya semua rincian penting menyangkut perjalanannya. Ketika tiba di Kastil Mascagni, dia langsung tunduk pada pengaruh ibunya. Meski sang ibu tidak sehat, René melukiskannya padaku sebagai wanita paling mempesona yang pernah dia jumpai. Kuduga kemiripan di antara keduanya sangat luar biasa, sebab kata René, setelah dia tinggal beberapa hari di rumah itu dan ibunya sedikit pulih, para pembantu 42
mengaku hanya bisa membedakan mereka berdua melalui pakaian. Di hari keempat pasca kedatangan Nona Golding ke Kastil, ibunya menyampaikan rencana yang langsung dia setujui, karena cemas terhadap kesehatannya bila tidak dituruti. Intinya adalah, alih-alih mengusahakan negosiasi dengan Tn. Golding lewat pengacara atau surat, dia sendiri akan pergi menemuinya di rumah pedesaan, mengandalkan kemurahannya, meminta maaf, dan memohon agar diterima ke dalam hatinya sekali lagi.” “Tapi kenapa Nona René tidak menyertai ibunya dalam perjalanan ini?” “René adalah kekuatan cadangan. Jika sang ayah menolak permintaan ibunya, giliran dia akan menolak pulang ke rumah, dan terus tinggal bersama ibu dan kakeknya di Alguida. Gadis tersebut tampaknya menyimpan perasaan pahit terhadap ayahnya waktu itu —perasaan yang barangkali dikuatkan oleh bayangan ibu tiri yang bakal dihadirkan oleh sang ayah untuknya.” “Well, biar bagaimanapun, sejauh yang kupahami, ibunda Nona René sendiri tidak punya banyak hal untuk dibanggakan—itu masuk akal. Malah, menurutku mereka berdua bertindak lebih seperti sepasang gadis sekolahan. Apa yang membuat Ny. Golding berdandan dengan pakaian puterinya?” “Itu, aku yakin, urusan kenyamanan semata. Ny. Golding tak punya uang, dan ayahnya tidak terlalu kaya, dan simpanan yang sedikit itu ditahan dengan ketat. Dia, untuk suatu alasan, pulang ke rumah nyaris tanpa bekal pakaian; setelan milik René cocok untuk bepergian, dan kecil kemungkinannya menarik perhatian. Mereka 43
rupanya tidak terpikir akan tawaran imbalan untuk kabar keberadaan René. Jadi, saat menunggu kereta di Paris, Ny. Golding tidak segan menampakkan diri di jalanan Paris. Tak perlu kuterangkan panjang-lebar perjalanannya ke Langford. Kau sudah tahu. Wanita malang itu, tidak menjumpai kendaraan di stasiun desa, berjalan di tengah hujan menuju Hall sampai basah kuyup. Di pintu Hall, mungkin, keberaniannya tiba-tiba kandas. Alih-alih membunyikan bel masuk, dia merayap ke sebuah jendela untuk mengintip kehidupan rumahtangga di dalam. Intipan fatal. Dia lihat suaminya dan wanita yang hendak dinikahinya duduk bersama di meja. Dia melirik keanggunan rumah, beserta tradisionalitas kaku rumahtangga Inggris. Gelombang kenangan barangkali menghadirkan episode-episode karirnya yang sama sekali tidak selaras dengan gambaran rumah ini. Dia merasa misinya tidak mungkin dilaksanakan; sifat tergesa-gesa lamanya datang menyergap; dia menghambur pergi dalam gelap, berputar ke arah yang salah, mungkin—siapa tahu—?” “Ah, ya, dan sungai menunggunya di sana, dan dia berpikir untuk mengakhiri semua itu. Jiwa yang malang!” “Atau mungkin,” kata Loveday berbelas kasih, “suatu cerita manis tentang kesucian dan kemartiran yang pernah dia dengar di masa kecil melayang samar ke dalam kepalanya sewaktu berjalan menembus kegelapan, dan dia berpikir untuk berbuat yang terbaik demi menebus kesalahan kepada orang yang telah dia lukai, dengan tidak menghalangi kebahagiaannya. Nah keretaku datang! Ah, ya, itu cerita sedih, sedih!” 44
“Ya, untuk sementara ini keadaan sedikit suram bagi keluarga di Hall, kuakui,” kata Ramsay, sambil menutup pintu kompartemen untuk Loveday, “tapi mereka akan membuka lembaran baru tak lama lagi. Akan ada dua pernikahan di rumah itu sebelum akhir tahun, aku yakin.” “Tidak,” kata Loveday, seraya memposisikan diri dengan nyaman di pojok, “Ny. Greenhow sudah menampakkan warna aslinya di masa sulit ini, dan dari apa yang kudengar, kecil peluangnya menjadi Ny. Golding kedua. Lord Guilleroy dan si minggat René adalah satu-satunya pasangan yang akan diberi ucapan selamat sebagai pengantin.”
45