KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA DENGAN AKTA DI BAWAH TANGAN (THE POWER OF LAW FIDUCIARY AGREEMENT WITH THE DEED UNDER THE HAND) Legal Strength of Fiducial Guarantee Contract with a Subrosa Offical Document Hikmawati, Nurhayati Abbas dan Nurfaidah Said
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pelaksanaan eksekusi terhadap objek perjanjian jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan, dan kendala-kendala yang dihadapai dalam pelaksanaan eksekusi terhadap objek perjanjian jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan tersebut dan cara mengatasinya. Penelitian dilakukan pada perusahaan pembiayan konsumen yaitu PT Oto Multiartha Cabang Kendari, Pengadilan Negeri Kendari, Kantor Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Sulawesi Tenggara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris dan dianalisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan, sebelum jaminan dieksekusi harus melewati beberapa tahapan,yaitu musyawarah mufakat dan jalur pengadilan. Namun, yang terjadi pihak kreditor tidak melalui jalur pengadilan, tetapi mengeksekusi langsung dengan meminta bantuan debt collector. Lemahnya kekuatan eksekusi membuat kreditor menempuh jalan yang tidak sesuai dengan hokum. Kendala dalam pelaksanaan eksekusi tersebut meliputi factor internal, yaitu Namun apabila hal tersebut tidak berhasil juga maka PT Oto Multiartha melakukan tindakan yaitu menarik barang jaminan tersebut dengan kekuatan sendiri tanpa melaui putusan pengadilan. Hal ini telah diatur dalam perjanjian penjaminannya. yaitu internal, yaitu penarikan barang jaminan oleh kreditor, pelaksanaannya sulit karena debitor tidak mau menyerahkan barang jaminannya dengan sukarela, sementara faktor eksternal dimana pihak debitor mengadakan perlawanan terhadap tindakan sepihak oleh kreditor. Cara mengatasinya yaitu pelaksanaan eksekusi dilakukan dengan mengajukan gugatan kepengadilan dan menunggu sampai adanya putusan pengadilan. Kata Kunci : Akta di bawah tangan dan Eksekusi
1
ABSTRACT This research aims at investigating: 1) a sentencial implementation method on an object of the fiducial guarantee contract with the subrosa official document, 2) obstacies encountered in the sentencial implementation on the object of the fiducial guarantee contract with the subrosa official document and the methods of solving them.The research was carried out at a consumer financing company,i.e.PT.Oto Multiartha Kendari Branch, Kendari Court of First Intance, the Office of Law Ministry and Human Rights, South-East Sulawesi Province. The research used an empirical juridical approach and the data were analysed qualitatively to obtain a clarity concerning the problems discussed. From the result of the research, it is found out that the sentencial implementation on the object of the fudicial guarantee contract with the subrosa official document, before the guarantee is executed, must pass two stages,i.e.through an agreeing discussion and a court of law. The creditors’ side do not go through the court of law, however, they directly carry out the sentence by asking the help of the debt collectors. The weakness of the sentences on the subrosa official document and the difficulty of the sentencial implementation make the creditors pass through the illegal method. The obstacies in the sentencial implementation include the internal factors such as: the withdrawal of the guarantee goods by the creditors, its implementation is difficult because the debitors do not want to yield the guarantee goods willingly. Then the external factors in which the debitors make resistance on one side action of the creditors. The methods to solve the problems are the sentencial implementation is carried out by submitting the accusation to the court of law, and waiting until the presence of the decision from the court of law Key word : deed under the hand of executio PENDAHULUAN. Dalam penjelasan umum UndangUndang Nomoe 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan FIdusia selanjutnya disebut UUJF, bahwa dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, maka para pelaku pembangunan baik dari pemerintah maupun masyarakat, baik perorangan maupun badan hukum memerlukan dana yang besar. Sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut disalurkan dan diperoleh melalui lembaga perbankan dan lembaga kekuangan non bank dengan cara pinjam meminjam dalam bentuk kredit. Untuk mencapai pembangunan dibidang ekonomi sebagaimana tersebut, disamping peran pemerintah peran swasta senantiasa turut membantu. Salah satu peran
swasta dalam bidang ekonomi yani dengan melalui lembaga pembiayaan konsumen. Lembaga pembiayaan konsumen dalam melakukan kegiatan berupa pemberian kredit atau pinjaman kepada setiap kegiatan usaha maupun perorangan harus melakukan tindakan pengamanan yaitu berupa jaminan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. Salah satu bentuk lembaga hak jaminan yang banyak digunaka dewasa ini adalah hak jaminan fidusia yang diatur dalam UUJF. Namun sampai saat ini masi terjadi pada lembaga pembiayaan konsumen dalam melakukan perjanjian fidusia belum melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam UUJF tersebut. Lembaga pembiayaan konsumentersebut dalam melakukan 2
perjanjian penjaminan benda bergerak yang memenuhi perinsip fidusia, akan tetapi tidak memenuhi standar yuridis untuk disebut sebagai jaminan fidusia, karena di dalam Pasal 37 ayat (3) mengatur jika dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini tidak dilakukan penyesuaian, maka perjanjian jaminan fidusia tersebut bukan merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana dimaksud dalam undangundang ini. Ini berarti bahwa apabila bentuk perjanjian tidak sesuai dengan UUJF, maka perjanjian jaminan tersebut bukan merupakan jaminan atas benda bergerak. Akan tetapi yang terjadi pada lembaga pembiayaan konsumen dalam melakukan perjanjian mencantumkan katakata dijaminkan secara fidusia, namun perjanjiannya dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan sebagaimana yang dilakukan oleh PT Olympindo Multi Finance dalam melakukan perjanjian pembiayaan konsumen dengan penyerahan hak milik secara fidusia. Di dalam perjanjiannya secara tegas diatur bahwa kedua belah pihak setuju untuk membuat perjanjian pembiayaan konsumen dengan penyerahan hak milik secara fidusia. Selanjutnya terdapat klausul yang menyatakan bahwa apabila pihak kedua tidak melunasi pinjamannya, atau tidak memenuhi kewajibannya kepada atau terhadap pihak pertama, pihak kedua berkewajiban dan dengan kesadaran sendiri untuk dapat menyerahkan kembali kendaraan yang dipinjam atau dipakai oleh pihak kedua tanpa menunggu tindakan-tindakan yang akan dilakukan oleh pihak pertama dengan atau tanpa melalui pengadilan terlebih dahulu, pihak pertama berhak dan dengan ini diberi kuasa dengan hak subtitusi oleh pihak kedua untuk mengambil, menarik dan menguasai kembali secara langsung barang yang pinjam pakai oleh pihak kedua. menjalankan dan menjual di muka umum atau secara di bawah tangan dan atau perantaraan pihak lain dengan harga pasar yang layak. Berdasakan klausul-klausul tersebut, maka PT Olympindo berhak untuk
melakukan eksekusi secara langsung dengan kekuasaannya sendiri tanpa putusan pengadilan sebagaimana yang selama ini dilakukan terhadap debitornya yang cidera janji. Sedangkan menurut UUJF bahwa yang dapat melakukan eksekusi secara langsung hanyalah bentuk perjanjian yang mempunyai kekuatan eksekutorial. Sehubungan dengan hal tersebut, menurut penulis bahwa ada kecenderungan pihak kreditor melakukan tindakan sepihak kepada debitor yang cidera janji khususnya dalam melaksanakan eksekusi. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris, yang digunakan untuk menganalisa pelaksanaan eksekusi terhadap objek perjanjian jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan, yang dikaitkan dengan realitas yang ada dalam masyarakat. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan kejelasan atas masalah yang diteliti. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kendari dengan sasaran pada perusahaan lembaga pembiayaan. Konsumen Hal ini dipilih dengan pertimbangan bahwa masih adanya lembaga pembiayaan konsumen yang membuat perjanjian jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan yang melakukan eksekusi secara langsung tanpa putusan pengadilan/ grosse akta. C. Populasi dan sampel a. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan pembiayaan konsumen yang ada Kota Kendari.
3
Sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah PT Oto Multiartha Cabang Kendari dengan responden sebagai berikut: a.
b. c.
d. e.
Branch Manager PT Oto Multiartha 1 (satu) orang dan bagian pengarsipan 1(satu) orang. Hakim Pengadilan Negeri Kendari sebanyak 1 (satu) orang. Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Tenggara (Kepala Bidang Pelayanan Hukum 1(satu) orang. Dealer 1 0rang. Nasabah debitor pada PT Oto Multiartha sebanyak 15 (lima belas ) orang.
D. Jenis dan Sumber Data. Adapun jenis dan sumber data yang digunakan sebagai dasar untuk menunjang hasil penelitian adalah : 1. Data Primer . Data primer adalah data yang secara langsung diperoleh dari sumbernya, melalui wawancara dengan sumber informasi terpilih. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari responden melalui wawancara yaitu dengan nasabah dari lembaga pembiayaan konsumen tempat penelitian dilaksanakan. 2.
Data Sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumbernya, tetapi melalui dokumen-dokumen atau catatan tertulis. Data sekunder dalam penelitian ini terbagi atas a. Data hukum primer merupakan bahan hukum yang paling utama digunakan sebagai dasar dalam penyusunan tesis ini yaitu Undanh-Undang Nomor
42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum berupa literaturliteratur yang berkaitan langsung dengan masalah yang akan diteliti. E. Teknik Pengumpulan Data. 1. Wawancara dan Kuesioner a) Wawancara dilakukan terhadap informan yang telah ditentukan untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas dan mendalam tentang pelaksanaan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan. Dengan informan dari pihak yang berkompeten pada perusahaan pembiayaan, yaitu dengan pimpinan pada perusahaan yang menjadi objek penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Eksekusi Terhadap Objek jaminan Fidusia Dengan Akta Di Bawah Tangan. Eksekusi dapat dilakukan secara langsung ataupun berdasarkan putusan pengadilan. Kreditor dapat melakukan eksekusi secara langsung berdasarkan perjanjian yang ada Namun perjanjian yang dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan tidak mempunyi kekuatan eksekutorial., sehingga tidak dapat melakukan eksekusi secara langsung. Dari hasil wawancara (tanggal 10 juli 2010) dengan Kepala Bidang Pelayanan Hukum pada Kantor MENHUM HAM Provinsi Sulawesi Tenggara Agustinus Tangkemanda menyatakan bahwa penerima jaminan fidusia yang aktanya dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan yang melakukan eksekusi secara langsung tidak dibenarkan dan merupakan tindakan ilegal. Tindakan sepihak yang 4
dilakukan oleh kreditor tersebut tentu tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam konstruksi hukum positif yaitu UUJF. Hasil penelitian penulis pada PT. Oto Multiartha Cabang Kendari, terbukti bahwa PT. Oto Multiartha Cabang Kendari melakukan perjanjian pembiayaan konsumen yang memakai pengikatan secara fidusia dalam bentuk akta di bawah tangan, hal ini dilakukan dengan alasan bahwa : a. Proses pembebanannya sederhana, murah dan cepat. b. Objek jaminannya adalah benda bergerak dan yang diserahkan kepada kreditor hanyalah hak kepemilikannya saja sedangkan barangnya secara fisik tetap dikuasai oleh debitor. c. Hal tersebut dilakukan atas kesepakatan para pihak. Efi Luthi Kamajaya (Branch Manager) PT Oto Multiarta Cabang Kendari (wawancara tanggal 20 juli 2010). Perjanjian yang dibuat oleh lembaga pembiayaan konsumen dengan debitornya tersebut dibuat dengan akta di bawah tangan dan bentuknya baku. Dalam perjanjian tersebut terdapat klausul yang mengatur hakhak debitor maupun hak-hak kreditor. Walaupun dalam perjanjian akta di bawah tangan tersebut dimana kewajiban debitor tentu lebih banyak dan merupakan hak dari kreditor, hal ini dapat dilihat dari perjanjian yang dibuat oleh lembaga pembiayaan konsumen yaitu PT. Oto Multiartha dengan debitornya. Dalam perjanjiannya ada klausul yang mengatur bahwa: 1. Kreditor berhak untuk menuntut pengembalian, menarik atau mengambil kembali, barang dari debitor dan / atau pihak lain atau langsung mengambil dari tempat dimana barang berada tanpa melalui suatu putusan atau penetapan
pengadilan dan juga tanpa melalui juru sita pengadilan. 2. Kreditor berhak untuk menjual barang tersebut kepada pihak manapun sesuai dengan harga yang dipandang baik, oleh kreditor. Sehubungan denga klausul tersebut, maka PT Otto Multiartha tidak perlu lagi mengajukan gugatan kepada debitornya melalui pengadilan negeri untuk dapat mengeksekusi barang jaminan barang jaminan karena hal tersebut diatur Pasal 12 ayat (3) dalam perjanjian penjaminannya. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Ahmad Ali ( 1990: 85) bahwa: Perjanjian kredit / perjanjian pembiayaan isinya mengatur mengenai hak dan kewajiban kreditor dan debitor. Masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang wajib ditaati. Kreditor mempunyai hak untuk memperoleh pelunasan piutangnya sedangkan debitor mempunyai kewajiban untuk membayar hutangnya. Antara hak dan kewajiban mempunyai hubungan yang amat erat. Hak senantiasa mencerminkan kewajiban. Sebaliknya kewajiban juga mencerminkan hak. Kreditor memiliki hak tagih kepada debitor. Sedangkan debitor mempunyai kewajiban untuk membayar hutang kepada kreditor. Hubungan yang menimbulkan hak dan kewajiban ini disebut Vinculum Yuris. Dalam perjanjian pembiayaan dengan penyerahan hak milik secara fidusia dimana perjanjian tersebut berisikan lebih banyak menyangkut kewajiban dari pihak debitor dan sebaliknya merupakan hak dari kreditor, hal ini dapat dimaklumi karena mengingat akta tesebut bersifat baku dan dibuat oleh pihak kreditor 5
dalam bentuk akta di bawah tangan. Salah satu ketentuan yang tertuang dalam akta di bawah tangan yang dibuat secara sepihak atau dalam bentuk baku yang dibuat oleh pihak kreditor bahwa apabila debitor tidak melunasi hutangnya atau menunda kewajibannya kepada kreditor, maka kreditor berhak atau diberi kuasa dengan hak subtitusi oleh debitor untuk mengambil dimanapun dan tempat siapapun objek jaminan itu berada, kemudian dijual dimuka umum atau secara di bawah tangan atau dengan perantaraan pihak lain dengan harga yang layak dan dengan syarat dan ketentuan yang dianggap baik oleh kreditor. Penarikan barang jaminan oleh kreditor, maka debitor secara sukarela melepaskan haknya untuk membayar jumlah angsuran yang telah lewat waktu dan kreditor secara mutlak berhak untuk melaksanakan penjualan atas objek jaminan tersebut. Adapun hak debitor yang diatur dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b dalam perjanjian adalah debitor berhak untuk mendapatkan sisa hasil penjualan setelah dilunasi semua jumlah hutang dan biaya lain yang merupakan kewajiban debitor. Namun hak tersebut menurut pengakuan responden tidak ada yang pernah menerima sisa hasil penjualan yang dimaksud dalam pasal tersebut. Sedang hak-hak kreditor dan kewajiban kreditor yang diatur dalam Pasal 12 ayat (3) tersebut adalah: a.Menyatakan seluruh jumlah hutang yang belum dibayarkan menjadi jatuh tempo. b. Menuntut pengembalian, menarik atau mengambil kembali barang dari debitor. c. Berhak untuk menjual barang jaminan kepada pihak manapun sesuai dengan harga yang dipandang baik. Kreditor berkewajiban membayarkan uang hasil penjualan pada semua biaya yang
dikeluarkan selama penjualan dan pajak lainnya, mempergunakan sisa uang hasil penjualan itu untuk melunasi semua utang dan kewajiban debitor lainny eksekusi dapat dilaksanakan oleh kreditor dengan syarat apabila debitor cidera janji. Cidera janji bisa berupa debitor lalai melaksanakan kewajibannya, atau tidak memenuhi janji sesuai dengan yang diperjanjikan. Sebagaimana yang dilakukan oleh 15 (lima belas) nasabah debitornya yang cedera janji tersebut. Akibat dari cidera janji yang dilakukan oleh nasabah debitor tersebut dapat dikenakan sanksi yaitu barang yang menjadi objek jaminan akan dieksekusi oleh kreditor Bentuk-bentuk cidera janji (wanprestasi) dari pihak debitor sebagaimana diatur dalam Pasal 11 perjanjian pembiayaan PT Oto Multiartha dengan nasabah debitor adalah: a. Debitor tidak membayar angsuran, denda dan / atau biaya-biaya lain atas suatu jumlah uang yang telah jatuh tempo sesuai perjanjian yang dalam hal lewatnya waktu saja telah memberi bukti yang cukup bahwa debitor telah melalaikan kewajibannya menurut perjanjian ini, sehingga peringatan dengan juru sita atau surat-surat lain serupa itu tidak diperlukan lagi. b. Barang dijual atau disewakan, dipindah tangankan, dialihkan, dijaminkan kepada pihak ketiga tanpa mendapat persetujuan tertulis terlebih dahulu dari kreditor. c. Apabila suatu pernyataan, surat keterangan atau dokumen-dokumen yang diberikan oleh pihak kedua (debitor) sehubungan dengan perjanjian ini ternyata tidak benar/palsu. d. Debitor dan atau pemilik jaminan tidak melaksanakan kewajibannya atau lalai untuk memenuhi syaratsyarat dan ketentuan dalam perjanjian. 6
Sehubungan dengan Pasal 11 perjanjian tersebut umumnya yang tidak dilaksanakan oleh ke 15 (lima belas) nasabah tersebut adalah Pasal 11 huruf a yaitu debitor tidak membayar ansuran, denda dan atau biaya-biaya lain atas suatu jumlah uang yang telah jatu tempo. Berdasarkan hasil penelitian dari ke15 nasabah tersebut terdapat beberapa alasan sehingga terjadi cidera janji adalah sebagai beriktu: 1
Mobil yang merupakan alat untuk mencari nafkah yang dijadikan jaminan dalam keadaan rusak. 2. Pemiliknya sakit dan membutuhkan biaya pengobatan. 3. Biaya hidup naik Berdasarkan hasil penelitian penulis bahwa pelaksanaan eksekusi yang dilakukan oleh PT Oto Multiartha apabila terjadi cidera janji yaitu sebelum eksekusi dilakukan, harus melalu tahapan yaitu melakukan musyawarah mufakat dan melalui pengadilan. Namun yang terjadi adalah apabila tidak ada kata sepakat, maka pihak kreditor berusaha melakukan pendekatan secara kekeluargaan (persuasif) terhadap nasabah debitor. Pendekatan ini dilakukan agar sedapat mungkin diperoleh penyelesaian kredit macet secara damai tanpa melalui pengadilan. Dalam hal kreditor melakukan pendekatan persuasif dengan cara diberikan perpanjangan waktu pembiayaan kepada debitor. Apabila upaya yang telah dilakukan tersebut belum juga memperoleh kesepakatan, maka PT.Oto Multiartha, melakukan tindakan yaitu menarik barang jaminannya secara paksa. Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah barang ditarik pihak debitor tidak juga melunasi utangnya, maka tindakan selanjutnya yaitu menjual barang
jaminan tersebut secara umum atau dapat juga dilakukan dengan cara dijual di bawah tangan atau dengan memilih cara yang menguntungkan kedua belah pihak. atau tanpa melalui putusan pengadilan. B. Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia Dengan Akta di Bawah Tangan 1. Kendala internal yaitu penarikan barang jaminan. Penarikan barang jaminan tidaklan mudah karena tidak semua debitor mau menyerahkan barang jaminannya secara sukarela. Sehingga debitor memerlukan pendekatan secara kekeluargaan agar pelasanaan eksekusi dapat dilakukan secara damai tanpa melalui pengadilan. Apabila hal tersebut tidak berhasil, maka kreditor melakukan tindakan yaitu menarik barang jaminan secara paksa melalui debt collector. Debt collector ini biasanya berasal dari perusahaan –pembiayaan sendiri dan atau menyewa pihak lain sepeerti pihak kepolisian. Alasannya bahwa susahnya mengeksekusi barang jaminan menjadi factor utama pengadaan debt collector. 2. Kendala Eksternal yaitu adanya campur tangan pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud adalah pihak lain yang tidak ada keterkaitan dengan perjanjian. Nasabah debitor dapat melakukan perlawanan dengan menyewa pihak ketiga untuk membatalkan pelaksanaan eksekusi. Dalam mengatasi hal tersebut secara hukum dapat menempuh proses hukum secara formal yaitu mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan secara perdatadan menunggu sampai adanya putusan pengadilan.
7
KESIMPULAN 1. Perjanjian yang dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial, namun mengikat para pihak yang melakukan perjanjian. Di dalam perjanjian pembiayaan konsumen tersebut, para pihak sepakat untuk mengakhiri perjanjiannya dengan tidak melibatkan pengadilan, sehingga apabila terjadi cidera janji, maka kreditor dapat melakukan eksekusi secara langsung tanpa melalui putusan pengadilan. 2. Penarikan barang jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan tidaklah mudah, karena tidak semua debitor menyerahkan barang jaminan dengan sukarela sehingga dibutuhkan pendekatan secara kekeluargaan agar pihak debitor dapat menyerahkan barang jaminan tersebut tanpa merasa ada paksaan. . B Saran
mufakat, namun apabila tidak memperoleh kata mufakat sebaiknya diselesaikan melalui jalur hukum. DAFTAR PUSTAKA Nurfaidah Said . 2010, Hukum Jaminan Fidusia Kajian Yuridis dan Filosofis Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentanh Jaminan Fidusia, Kretakupa Print Makassar. Sri Soedewi Masjhun Sofwan. 1980 Hukum Jaminan Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan., Liberti Yogyakarta.
1.Untuk mewujudkan kepastian hukum dalam pelaksanaan perjanjian jaminan fidusia, diharapkan pada pemerintah kiranya dapat melakukan langkahlangkah yang lebih efektif terhadap pelaksanaan undangundang jaminan fidusia kepada masyarakat. Sehingga pelaksanaan perjanjian jaminan fidusia dapat dilakukan sesuai dengan mekamisme yang ditetapkan dalam undang- undang jaminan fidusia dalam rangka memberikan perlindungan dan rasa keadilan bagi para pihak yang melakukan perjanjian. 2, Sebaiknya penyelesian masalah dalam perjanjian yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan konsumen diprioritaskan secara damai melalui musyawarah 8