PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BUAH MENGKUDU DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT KARKAS AYAM BROILER (The Effect of Noni Fruit Powder in the Ration on the Carcass of the Broiler) Nurhayati, Nelwida, dan Marsadayanti Fakultas Peternakan Universitas Jambi, Jambi
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung buah mengkudu (TBM) dalam ransum terhadap bobot karkas ayam broiler yang mengkonsumsi ransum komersil. Seratus ekor ayam broiler jantan umur satu hari telah digunakan dalam penelitian ini. Ayam dibagi menjadi lima kelompok perlakuan; R0 (kontrol, ransum komersil tanpa TBM), R1 (ransum mengandung 2,5 % TBM), R2 (ransum mengandung 5 % TBM), R3 (ransum mengandung 7,5 % TBM) dan R4 (ransum mengandung 10 % TBM). Setiap perlakuan terdiri dari 4 ulangan. Ayam ditempatkan dalam kandang koloni yang masing masing terdiri dari 5 ekor ayam. Ransum dan air minum tersedia terus menerus. Parameter yang diukur adalah konsumsi ransum, bobot potong, bobot karkas mutlak dan relatif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa walaupun tidak terdapat pengaruh yang nyata pada konsumsi ransum, bobot potong dan bobot karkas akibat penggunaan TBM dalam ransum, akan tetapi terlihat kecenderungan adanya penurunan bobot potong, bobot mutlak karkas dan bobot relatif karkas dengan penggunaan TBM dalam ransum lebih dari 5 %. Bobot potong dan bobot karkas terbaik dicapai pada perlakuan R2. Oleh karena itu disimpulkan bahwa walaupun tepung buah mengkudu dapat digunakan dalam ransum ayam broiler sampai taraf 10 persen, sebaiknya digunakan dalam ransum hanya sampai taraf 5 persen jika TBM tidak diberi perlakuan pendahuluan. Kata kunci : tepung buah mengkudu, karkas, ayam broiler ABSTRACT The study was conducted to determine the effect of noni fruit powder (NFP) in the ration on the carcass weight of male broiler chickens fed commercial feed. A hundred day old male broiler chickens were used in this experiment. Chickens were divided into five treatment groups; R0 (control, chickens fed commercial feed without offering NFP), R1 (the ration contained 2.5 % of NFP), R2 (the ration contained 5 % of NFP), R3 (the ration contained 7.5 % of NFP) and R4 (the ration contained 10 % of NFP). Each treatment group was replicated 4 times. Chickens were housed in the colony cages where 5 chickens each. The ration and drinking water were offered ad libitum. Parameters measured were feed intake, slaughter weight, carcass weight and carcass percentage. The results showed that there was not significant difference between control group and treatment groups of chickens fed ration containing NFP. However, there was a tendency that feed intake, slaughter weight, carcass weight and carcass percentage decreased when the level of NFP was higher than 5 % in the ration. Best slaughter and carcass weight were reached on the group R2. It is suggested that even the Noni fruit powder could be mixed up to 10 percent in the broiler ration, it is better to use only 5 percent when there is no pre-treatment at the Noni fruit powder. Keywords: noni fruit powder, carcass, broiler
96
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (2) June 2005
PENDAHULUAN Mengkudu atau Noni (Morinda citrifolia) merupakan tumbuhan asli Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat yaitu pada umur 1,5 – 2 tahun sudah dapat menghasilkan buah pertama. Buahnya terus berproduksi sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Data yang aktual tentang budidaya tanaman ini belum ada karena tanaman ini lebih dikenal sebagai tanaman pekarangan dan digunakan hanya untuk kebutuhan pengobatan keluarga. Banyaknya penggunaan mengkudu sebagai tanaman obat dikarenakan adanya dugaan bahwa mengkudu mengandung sejumlah zat aktif yang secara sinergi menghasilkan efek yang baik bagi kesehatan tubuh seperti anti stress (Li et al., 2001), anti bakteri (Leach et al., 1988) dan anti kanker (Furusawa, 2003; Johnson et al., 2003). Bangun dan Sarwono (2002) melaporkan bahwa zat anti bakteri yang terkandung didalam buah mengkudu antara lain antrakuinon, acubin dan alizarin. Zat zat ini dapat digunakan untuk mengatasi masalah pencernaan seperti radang saluran pencernaan. Selain mengandung zat aktif tersebut, buah mengkudu juga mengandung zat zat nutrisi dan energi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein, xeronin dan precursor xeronin (proxeronin). Proxeronin akan diubah menjadi xeronin didalam usus oleh enzim proxeronase dan zat zat lain. Selanjutnya xeronin akan diserap oleh sel sel tubuh guna mengaktifkan protein protein yang tidak aktif, mengatur struktur dan bentuk sel yang tidak aktif. Oleh karena itu buah mengkudu dapat digunakan sebagai pakan ternak. Hasil analisis laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi (2004) ditemukan bahwa tepung buah mengkudu mengandung 87,10 % bahan kering, 9,02 % protein kasar dan 4382 kkal/kg energi gross. Akan tetapi serat kasar yang dikandungnya juga cukup tinggi yaitu 24,99 %. Serat kasar yang tinggi dalam ransum akan mempengaruhi konsumsi ransum dan proses pencernaan didalam tubuh unggas. Unggas tidak dapat mencerna serat kasar secara sempurna karena unggas tidak mampu mensekresi enzim yang dapat menghidrolisis serat kasar (selulase). Akibatnya akan terjadi penurunan konsumsi dan penurunan pertumbuhan. Oleh karena itu, penggunaan tepung
buah mengkudu dalam ransum harus dibatasi sehingga tidak pemberiannya kepada ternak tidak mengakibatkan efek yang negatif bagi ternak. Berdasarkan hal tersebut, telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung buah mengkudu dalam ransum terhadap karkas ayam pedaging jantan yang mengkonsumsi ransum komersil. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran seberapa banyak tepung buah mengkudu dapat digunakan dalam ransum dan berapa persen sebaiknya digunakan sebagai campuran pakan tanpa mengakibatkan pengaruh yang negatif pada ayam. MATERI DAN METODE Percobaan penelitian ini dilaksanakan selama empat minggu menggunakan seratus ekor ayam pedaging jantan strain Platinum MB 202 umur satu hari yang diproduksi oleh PT. Multi Breeder Adhirama Indonesia (Grup PT Jafpa Comfeed Indonesia) Bandar Lampung. Ayam dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan ransum dan ditempatkan kedalam 20 kandang koloni. Setiap unit kandang berisi 5 ekor ayam. Kandang koloni yang digunakan berukuran 100 x 50 x 50 cm sebanyak 20 unit. Kandang terbuat dari kawat ram yang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum dan lampu pijar sebagai alat pemanas dan alat penerangan. Keseluruhan kandang koloni ditempatkan dalam kandang utama berukuran 8 x 8 meter. Ransum yang digunakan dalam penelitian ini berupa ransum komersil yang berbentuk tepung dan tepung buah mengkudu. Buah mengkudu yang sudah berwarna putih kekuning kuningan (matang) diambil langsung dari pohonnya, dipotong kecil kecil untuk mempercepat pengeringan, dijemur dibawah sinar matahri langsung dan kemudian digiling halus menjadi tepung. Kandungan zat makanan dalam ransum komersil dan tepung buah mengkudu hasil analisis Laboratorium Makanan Ternak dan Laboratorium Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi tertera dalam Tabel 1. Kandungan zat makanan dalam ransum perlakuan tertera dalam Tabel 2.
The Effect of Noni Fruit Powder in Ration on the Carcass of the Broiler (Nurhayati et al.)
97
Tabel 1. Kandungan Zat Makanan dalam Ransum Komersil, Tepung Buah Mengkudu dan Ransum Perlakuan (%) Zat Makanan Ransum Komersil Tepung Buah Mengkudu Bahan Kering 88,57 87,10 Protein Kasar 20,88 9,02 Lemak Kasar 4,79 2,65 Serat Kasar 5,39 24,99 GE (kkal/kg) 3943,00 4382,46 ME (kkal/kg) 2858,68 3117,28 GE : energi gross. ME : energi metabolis dihitung dengan rumus = 0,725 x GE (NRC, 1994).
Ransum perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri 5 macam ransum perlakuan : R0 = 100 % ransum komersil tanpa mengandung tepung buah mengkudu, kontrol. R1 = 97,5 % ransum komersil + 2,5 % tepung buah mengkudu, R2 = 95 % ransum komersil + 5 % tepung buah mengkudu, R3 = 92,5 % ransum komersil + 7,5 % tepung buah mengkudu, dan R4 = 90 % ransum komersil + 10 % tepung buah mengkudu. Selama penelitian, ransum dan air minum disediakan ad libitum. Penimbangan ransum yang diberikan dan sisa ransum dilakukan sekali seminggu. Setelah empat minggu pemeliharaan, 4 ekor ayam dari setiap perlakuan diambil secara acak untuk dipotong. Sebelum dipotong ayam dipuasakan selama 12 jam kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot potong. Pemotongan dilakukan pada pangkal leher (os atlas) sehingga saluran pernafasan dan pembuluh darah terpotong sehingga darah dapat keluar dengan sempurna. Bobot karkas diperoleh setelah saluran pencernaan, empedu dan jeroan kecuali ginjal dan paru paru dikeluarkan. Kaki dipotong pada batas
metatarsus. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum, bobot potong, bobot mutlak dan relatif karkas. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) sesuai dengan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Apabila terdapat pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1980). HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan konsumsi ransum, bobot potong dan bobot karkas pada ayam pedaging jantan akibat pemberian tepung buah mengkudu dalam ransum dijelaskan pada Tabel 3. Konsumsi Ransum Secara statistik terlihat bahwa penggunaan tepung buah mengkudu dalam ransum sampai taraf 10 % tidak nyata (P>0,05) mempengaruhi konsumsi ransum. Hal ini memperlihatkan bahwa tidak terjadi perubahan rasa, warna dan bau pada ransum sehingga palatabilitas ransum tidak terpengaruh dengan adanya tepung buah mengkudu didalamnya dan selera makan ayam tidak terganggu. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (2002) bahwa besarnya
Tabel 2. Kandungan Zat Makanan dalam Ransum Perlakuan (%) Zat Makanan Bahan Kering Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar GE (kkal/kg) ME (kkal/kg)
R0 88,57 20,88 4,79 5,39 3943,00 2858,68
R1 88,54 20,59 4,74 5,89 3953,99 2866,63
Perlakuan R2 88,50 20,29 4,68 6,38 3964,97 2874,60
R3 88,46 19,99 4,63 6,87 3979,96 2882,58
R4 88,42 19,69 4,58 7,36 3986,95 2890,53
GE : energi gross. ME : energi metabolis dihitung dengan rumus = 0,725 x GE (NRC, 1994).
98
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (2) June 2005
konsumsi ransum menunjukkan besarnya palatabilitas ransum tersebut. Walaupun secara statistik konsumsi ransum belum berpengaruh, tetapi secara kuantitatif terlihat adanya peningkatan konsumsi ransum sampai taraf penggunaan 7,5 % dan kemudian terlihat penurunan konsumsi ransum dengan semakin meningkatnya level penggunaan tepung buah mengkudu dalam ransum. Peningkatan konsumsi ransum sampai perlakuan R3 diduga karena zat zat makanan yang terkandung dalam ransum perlakuan R0 – R3 masih dalam kisaran kebutuhan ternak sesuai dengan anjuran NRC (1994). Sedangkan kecenderungan penurunan konsumsi saat penggunaan tepung buah mengkudu melebihi 7,5 % diduga karena semakin meningkatnya energi yang terkandung dalam ransum dengan meningkatnya penggunaan tepung buah
ataupun kehijau hijauan jika mengkudu sudah semakin matang. Bobot Potong Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa penggunaan tepung buah mengkudu sampai taraf 10 % dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot potong ayam pedaging. Hal ini sejalan dengan konsumsi ransum yang juga berpengaruh tidak nyata. Sebagaimana diketahui bahwa bobot potong erat kaitannya dengan konsumsi ransum. Semakin tinggi konsumsi ransum maka zat makanan yang masuk kedalam tubuh juga akan semakin tinggi sehingga pertumbuhan ternak akan semakin baik yang pada akhirnya akan meningkatkan bobot potong yang dihasilkan. Begitu pula sebaliknya jika ransum yang dikonsumsi sedikit. Sesuai dengan
Tabel 3. Rataan Konsumsi Ransum, Bobot Potong dan Bobot Karkas Ayam selama Penelitian Perlakuan Parameter R0 R1 R2 R3 R4 Konsumsi Ransum (g/ekor/hari) 68,43 68,71 68,70 69,07 65,99 Bobot Potong (g/ekor) 1306,85 1297,88 1320,78 1267,35 1265,08 Bobot mutlak karkas (g/ekor) 919,65 919,78 935,83 891,35 866,03 Bobot relative karkas (%) 70,36 70,85 70,85 70,24 68,51
mengkudu. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Wahju (1997) bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah kandungan energi ransum. Konsumsi akan meningkat bila kandungan energinya rendah begitu pula sebaliknya konsumsi akan menurun bila energi dalam ransum meningkat. Selain itu kandungan serat kasar yang juga meningkat mengakibatkan ayam cepat merasa kenyang sehingga terjadi penurunan konsumsi ransum karena serat kasar bersifat “bulky”. Serat kasar yang tinggi juga menyebabkan energi yang dibutuhkan untuk mencernanya menjadi lebih banyak. Hal lain yang diduga juga menyebabkan penurunan ransum yang dikonsumsi adalah masih terdapatnya senyawa polifenol dalam tepung buah mengkudu. Menurut Mursito (2002) bahwa didalam daun dan buah mengkudu terkandung senyawa polifenol. Kadar polifenol akan semakin berkurang dengan semakin matangnya buah mengkudu. Ini ditandai dengan rasa sepatnya yang semakin berkurang dan warna buahnya yang tidak lagi hijau
Pr > F 0,3772 0,8290 0,5726 0,2918
pernyataan Sheehy (1983) bahwa pada masa pertumbuhan terjadi pembentukan jaringan dan sel sel bar yang membutuhkan protein dalam jumlah tinggi dengan kualitas yang mencukupi. Selanjutnya dinyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan tergantung pada kualitas dan kuantitas makanan karena kekurangan zat makanan akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan daging untuk mempertahankan kerangka yang normal. Hal senada dinyatakan oleh Wahju (1997) bahwa kecepatan bertumbuh seekor ternak tergantung kepada sifat genetik, pemeliharaan, temperatur lingkungan, sistem perkandangan dan pengendalian penyakit, serta jumlah dan kualitas makanan yang diberikan. Tillman et al. (1991) bahwa pertumbuhan ternak sangat dipengaruhi oleh ransum yang dikonsumsinya. Pada Tabel 2 terlihat bahwa adanya peningkatan bobot potong sampai perlakuan R2, kemudian saat level penggunaan ditingkatkan terlihat kecenderungan penurunan bobot potong walaupun masih dalam taraf tidak nyata. Hal ini masih sejalan
The Effect of Noni Fruit Powder in Ration on the Carcass of the Broiler (Nurhayati et al.)
99
dengan konsumsi ransum. Pada saat serat kasar yang ada dalam ransum melebihi kebutuhan ternak maka ternak akan membutuhkan lebih banyak energi untuk mencernanya sehingga energi yang dapat digunakan untuk mencerna protein dan zat makanan lainnya menjadi berkurang. Hal ini mengakibatkan protein tercerna yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk membentuk dan memperbaiki jaringan urat daging menjadi berkurang. Akibatnya bobot potong yang dihasilkan juga menjadi lebih rendah. Selain itu diduga dengan meningkatnya penggunaan tepung buah mengkudu meningkat pula kandungan serat kasar yang mengakibatkan senyawa proxeronin, precursor xeronin tidak dapat diserap secara sempurna oleh sel sel tubuh sehingga peranannya dalam pengaktifan protein dan pengaturan struktur dan bentuk sel yang tidak aktif tidak optimal. Bobot Karkas Analisis ragam memperlihatkan bahwa penggunaan tepung mengkudu dalam ransum tidak nyata (P>0.05) mempengaruhi bobot karkas baik mutlak maupun relatif. Hal ini sejalan dengan konsumsi ransum dan bobot potong yang juga berpengaruh tidak nyata dengan semakin meningkatnya penggunaan tepung buah mengkudu. Sejalan dengan yang dilaporkan Guntoro (1984) dan Resnawati (1988) bahwa produksi karkas erat kaitannya dengan bobot hidup atau bobot potong, semakin bertambah bobot hidup maka produksi karkas juga akan meningkat. Penggunaan tepung buah mengkudu sampai 10 % dalam ransum belum mempengaruhi pertumbuhan ayam dalam membentuk jaringan tubuh. Hal ini terlihat dari bobot relatif karkas yang dihasilkan yaitu berkisar 68 – 70 %. Sesuai dengan pernyataan Murtidjo (1995) bahwa karkas ayam pedaging yang terdiri dari bagian dada, punggung, leher, sayap, pangkal paha dan paha yang secara keseluruhan jumlahnya mencapai 60 – 70 % dari bobot hidup. Walaupun secara statistik penggunaan tepung buah mengkudu sampai 10 % dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap bobot karkas yang dihasilkan, secara kuantitatif terlihat bahwa penggunaan tepung buah mengkudu lebih dari 5 % akan menurunkan bobot karkas baik mutlak maupun
100
relatif. Hal ini diduga erat kaitannya dengan kandungan serat kasar yang meningkat sedangkan kandungan proteinnya menurun. Kanisius (1993) menyatakan bahwa pertumbuhan jaringan tubuh yang kemudian membentuk karkas dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti bangsa, umur, jenis kelamin dan kualitas ransum yang disediakan. Maynard (1979) menyatakan bahwa protein merupakan bahan dasar penyusun dari semua jaringan dalam tubuh ternak. Buah mengkudu yang ditepungkan melalui proses penjemuran dibawah sinar matahari langsung diduga juga dapat menurunkan kadar xeronin, senyawa yang dapat memodifikasi struktur molekul protein dan berguna untuk mengaktifkan fungsi protein. Jus buah mengkudu mengandung protein 11,6 % (Wina et al., 2002), tepung buah mengkudu mengandung protein 9,02 % (Hasil analisis laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi, 2004). KESIMPULAN Tepung buah mengkudu dapat digunakan dalam ransum ayam broiler sampai taraf 10 persen tanpa mempengaruhi karkas ayam pedaging. Hasil penelitian memperlihatkan tepung buah mengkudu sebaiknya digunakan dalam ransum hanya sampai taraf 5 persen jika tidak diberi perlakuan pendahuluan. DAFTAR PUSTAKA Bangun, A.P. dan B. Sarwono. 2002. Khasiat dan Manfaat Mengkudu. AgroMedia Pustaka, Jakarta. Furusawa, E. 2003. Anti-cancer activity of Noni fruit juice against tumors in mice. Proceedings of the 2002 Hawai’I Noni Conference. University of Hawaii at Manoa, College of Tropical Agriculture and Human Resources : 23 – 24. Johnson, A., S.T. Hemscheidt and W.K. Csiszar. 2003. Cytotoxicity of water and ethanol extracts of Morinda citrifolia (L) against normal epithelial and breast cancer cell lines. Proceedings of the 2002 Hawai’I Noni Conference. University of Hawaii at Manoa, College of Tropical Agriculture and Human
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (2) June 2005
Resources : 22. Leach, A.J., D.N. Leach and G.J. Leach. 1988. Antibacterial activity of some medicinal plants of Papua New Guinea. Sci. New Guinea 14 : 1 – 7. Li, Y-F., L. Yuan, Y-K. Xu, M. Yang, Y-M. Zhao, and Z-P. Luo. 2001. Antistress effect of oligosaccharides extracted from Morinda officinalis in mice and rats. Acta Pharmacol. Sin. 22 (12) : 1084 – 1088. Mursito, B. 2002. Ramuan Tradisional untuk Penyakit Malaria. Penebar Swadaya, Jakarta. National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th Rev. ed. National Academy of Science, Washington, D.C. Rasyaf, M. 2002. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta. Sheehy, E.J. 1983. Animal Nutrition. McMillan Co., London.
Prosedur Statistik. Suatu Pendekatan Biometrik. Alih Bahasa: Sumantri, B. Gramedia, Jakarta. Tillman, A.D., S. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekodjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wang, M.Y., B.J. West, C.J. Jensen, D. Nawicki, C. Su, A.K. Palu, and G. Anderson. 2002. Morinda citrifolia (Noni) : A literature review and research advances in Noni research. Acta Pharmacol. Sin. 23 (12): 1127 – 1141. Wina, E., S. Muetzel, E. Hoffman, H.P.S. Makkar, and K. Becker. 2002. Inclusion of several Indonesian medicinal plants in in vitro rumen fermentation and their effects on microbial population structure and fermentation products. Deutscher Tropentag October 2002, Witzenhausen, Germany.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1980. Prinsip dan
The Effect of Noni Fruit Powder in Ration on the Carcass of the Broiler (Nurhayati et al.)
101