HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DENGAN KASUS BALITA GIZI BURUK PADA KELUARGA PETANI KARET DI WILAYAH BINAAN WAHANA VISI INDONESIA AREA DEVELOPMENT PROGRAM KABUPATEN NIAS TAHUN 2013 1
Henrika Hetti Gulo1, Evawany2, Jumirah3 Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara 2,3 Staf Pengajar Gizi Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155 Email:
[email protected] ABSTRACT
Nutrition have important part in human life cycle. The low Index Of Human Development in Indonesia is influenced by the nutrition status and public health. It can be seen from the high infant mortality rates, and children under five, and also maternal mortality. This research aims to know the relations between characteristics family with sever malnutrition case of children under five at rubber farmer family in the region's of Wahana Visi Indonesia Area Development Program in Nias in 2013. This research is observational by using case control design. Populations are all children under five, which sever malnutrition and those who not malnutrition in three distric in Kabupaten Nias which is the region’s of WVI ADP NIAS. Data analysis by using chi-square to find Odds Ratio (OR). The result that there is a meaningful relation between mother’s knowledge with children under five malnutrition cases (p=0,003;OR=9,100), family income with children under five malnutrition (p=0,000;OR=0,037). Variable of mother education and children’s amount in family do not show any meaningful relation with children under five malnutrition cases. WVI ADP Nias and the health center is expected, especially in Kabupaten Nias to improve health education, counseling about land use in order to maintain the availability of food and provide health counseling, especially to mothers of malnourished children on the importance of keeping nutrition for children stay healthy as well as its effects and consequences when children are not getting enough nutrition. Keyword : Mother characteristic, family economy social level, children under five nutritional status. PENDAHULUAN Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk. Hal ini terlihat dari masih tingginya angka
kematian bayi, balita serta angka kematian ibu. Gizi kurang juga sangat berdampak pada tingkat kecerdasan anak. Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek dan mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan anak balita. Anak dengan kecerdasan rendah ini dikhawatirkan akan menjadi beban pada masa akan datang. Selain itu gizi juga memiliki hubungan erat dengan kematian anak di bawah 5 tahun. Berdasarkan data yang dilansir dalam Jurnal Lancet tahun 2013, sebanyak 44,7% kematian bayi dan balita disebabkan karena berat bayi lahir rendah (BBLR), kegagalan pemberian ASI, anak balita stunting (pendek), kurus (gizi kurang dan gizi buruk), dan kekurangan vitamin A, mineral dan zink (Kemenkes RI, 2014). Untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas banyak faktor yang harus diperhatikan antara lain faktor gizi, kesehatan, pendidikan, informasi, teknologi dan jasa pelayanan lainnya. Dari sekian banyak faktor tersebut unsur gizi memegang peranan penting. Kekurangan gizi hingga gizi buruk akan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang mengakibatkan seseorang sulit menerima pendidikan apalagi menguasai informasi dan teknologi. Beragam masalah yang dijumpai diberbagai negara berkembang, yaitu kurang energi protein, kurang vitamin A, kurang yodium, anemia gizi besi dan gizi lebih (Almatsier, 2002). Masalah gizi ini merupakan kombinasi dari berbagai faktor, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan kurangnya asupan makan, baik secara kuantitas (jumlah konsumsi makanan kurang dari yang dibutuhkan tubuh), maupun secara kualitas (kurangnya asupan makanan bergizi, yaitu makanan yang
mengandung sekelompok zat yang esensial bagi kehidupan dan kesehatan). Secara tidak langsung dipengaruhi oleh rendahnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, pola asuh yang kurang memadai. Sebagai pokok masalah di masyarakat adalah rendahnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, serta tingkat pendapatan masyarakat (Depkes, 2005). Faktor yang mempengaruhi memburuknya keadaan gizi pada anak balita, yaitu pelayanan kesehatan yang tidak memadai, penyakit infeksi, pola asuh, konsumsi makanan yang kurang yang pada akhirnya dapat berdampak pada kematian. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang. Kesemuanya itu berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, dan juga pekerjaan ibu (Adisasmito, 2007). Faktor yang mempengaruhi memburuknya keadaan gizi pada anak balita, yaitu pelayanan kesehatan yang tidak memadai, penyakit infeksi, pola asuh, konsumsi makanan yang kurang yang pada akhirnya dapat berdampak pada kematian. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang. Kesemuanya itu berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang
pengasuhan anak yang baik, dan juga pekerjaan ibu (Adisasmito, 2007). Dari berbagai hasil penelitian diperoleh bahwa yang mempengaruhi status gizi anak adalah faktor sosial ekonomi keluarga yang berdampak pada pola makan dan kecukupan gizi, faktor lingkungan (sosial budaya) yang mendukung pentingnya kesehatan anak dan pendidikan. Pendidikan yang baik berdampak pada pola konsumsi makan anak dalam pemilihan makanan, selain itu masyarakat masih mengkonsumsi menu makanan kurang seimbang dan beranekaragam. Di samping itu, asumsi masyarakat salah dalam penyediaan makanan sehari-hari, dimana dengan terpenuhinya makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah sudahlah baik, tanpa memperhatikan kuantitas dan kualitas makanan tersebut apakah sudah memenuhi kebutuhan perorangan atau anggota keluarga. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 terdapat 17,9% balita kekurangan gizi. Sedangkan tahun 2013 prevalensi balita kekurangan gizi meningkat menjadi 19,6%. Untuk Provinsi Sumatera Utara memiliki prevalensi berat badan kurang di atas angka prevalensi nasional yaitu 21,3%, dimana gizi buruk 7,8% dan gizi kurang 13,5%. Dengan angka sebesar 21,3% prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Sumatera Utara masih termasuk dalam kategori tinggi. Pada Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2012, dari 1.141.496 balita yang ditimbang, terdapat 42.190 (3,70%) balita yang menderita gizi kurang dan yang menderita gizi buruk ada sebanyak 1.208 (0,11%).
Data dari Profil Kesehatan Kabupaten Nias Tahun 2011 terdapat persentase balita gizi buruk di Kabupaten Nias tahun 2011 sebanyak 31 (0,36%) dan balita gizi kurang sebanyak 23,09% dari 13.260 balita. Berdasarkan data baseline hasil survei Wahana Visi Indonesia Area Development Program Nias tahun 2013 pada keluarga petani karet di tiga Kecamatan yang merupakan wilayah binaan WVI ADP Nias Kabupaten Nias dari 165 anak balita yang diteliti, jika dilihat dari indeks berat badan menurut umur (BB/U) ditemukan sebanyak 49 anak balita yang mengalami kekurangan gizi (yang tergolong dalam BB kurang 31 orang/18,8% dan anak balita yang tergolong dalam BB sangat kurang berjumlah 18 orang/10,9%). Dengan angka sebesar 29,7% prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten Nias masih termasuk dalam kategori tinggi (standar WHO : 5-9% rendah, 10-19% medium, 20-39% tinggi, >40% sangat tinggi). Perumusan pada masalah ini adalah untuk mengetahui hubungan hubungan karakteristik keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah binaan WVI ADP di Kabupaten Nias tahun 2013. Tujuan Khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013.
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013. Mengetahui hubungan jumlah anak dalam keluarga dengan status gizi anak balita di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013. Mengetahui tingkat pendapatan keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013. Manfaat Penelitian ini adalah untuk menambah wawasan penulis tentang hubungan karakteristik ibu dan tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet. Sebagai bahan masukan terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan balita gizi buruk di wilayah kerja binaan WVI ADP Nias di Kabupaten Nias. Sebagai bahan informasi bagi WVI ADP Nias di Kabupaten Nias tentang
kasus balita gizi buruk pada keluarga petani. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan bersifat analitik observational dengan menggunakan desain kasus kontrol. Penelitian dilakukan di Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias. Penelitian dilakukan dari bulan Agustus sampai dengan Oktober 2014. Populasi penelitian adalah seluruh balita yang menderita gizi buruk dan yang tidak menderita gizi buruk di Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias. Besar sampel sama dengan populasi (Total Sampling). Data univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisis dengan uji Chi-square.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Anak Balita Yang Menjadi Sampel Kasus Dan Kontrol Tabel 1. Distribusi Anak Balita Berdasarkan Jenis Kelami No.
Jenis Kelamin
1.
Laki-Laki
2.
Perempuan Total
Tabel 1. menunjukkan bahwa anak balita dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada jenis kelamin laki-laki. Penduduk dengan jenis kelamin perempuan
Kasus n 7 11 18
% 38,9 61,1 100,0
Kontrol n 7 11 18
% 38,9 61,1 100,0
yakni sebanyak 11 orang (61,1%) sedangkan penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 7 orang (38,9%).
Tabel 2. Distribusi Anak Balita Berdasarkan Kelompok Umur No. 1. 2. 3. 4.
Umur Responden 12-23 bulan 24-35 bulan 36-47 bulan 48-59 bulan Total
Kasus
Kontrol
N 4 3 7 4 18
% 22,2 16,7 38,9 22,2 100,0
Tabel 2. menunjukkan bahwa prevalensi balita gizi buruk lebih banyak berada pada kelompok umur
N 5 5 5 3 18
% 27,8 27,8 27,8 16,7 100,0
36-47 bulan (38,9%), dibandingkan dengan kelompok umur lainnya.
Tabel 3. Distribusi Anak Balita Berdasarkan Kelompok Umur Ibu Balita No. 1. 2. 3.
Umur Responden 21-31 tahun 32-42 tahun 43-53 tahun Total
Kasus n 10 6 2 18
Kontrol % 55,6 33,3 11,1 100,0
Tabel 3. menunjukkan bahwa kelompok umur ibu yang memiliki prevalensi balita gizi buruk lebih banyak berada pada umur 21-31 tahun (55,6%) jika dibandingkan dengan kelompok umur rentang 32 hingga 53 tahun. Demikian juga halnya dengan kelompok umur ibu yang menjadi
n 12 5 1 18
% 66,7 27,8 5,6 100,0
sampel kontrol lebih banyak berada pada umur 21-31 tahun. Umur ibu paling rendah yang memiliki prevalensi balita gizi buruk adalah 21 tahun dan umur paling tinggi adalah 52 tahun. Sedangkan umur ibu yang memiliki balita normal paling rendah adalah 21 tahun dan paling tinggi 43 tahun.
Tabel 4. Distribusi Anak Balita Berdasarkan Pendidikan Ibu Kasus No. 1. 2. 3. 4.
Kontrol
Pendidikan Ibu Tidak Sekolah/Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Total
Tabel 4. menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu balita gizi buruk lebih
n 1 15 0 2 18
% 5,6 83,3 0 11,1 100,0
n 4 10 4 0 18
rendah dibandingkan pendidikan ibu balita
% 22,2 55,6 22,2 0 100,0
tingkat normal.
Prevalensi terbesar tingkat pendidikan ibu balita gizi buruk adalah Tamat SD (83,3%), demikian halnya dengan prevalensi terbesar
tingkat pendidikan ibu yang memiliki balita normal adalah tamat SD (55,6%).
Tabel 5. Distribusi Anak Balita Berdasarkan Pengetahuan Ibu No. 1. 2.
Pengetahuan Gizi Ibu Kurang Baik Baik Total
Tabel 5. menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu balita gizi buruk lebih rendah dibandingkan tingkat pengetahuan ibu balita normal. Pada balita gizi buruk, jumlah ibu yang
Kasus
Kontrol
n 14 4
% 77,8 22,2
n 5 13
% 27,8 72,2
18
100,0
18
100,0
memiliki pengetahuan yang kurang baik sebanyak 77,8% sedangkan pada kelompok balita normal jumlah ibu yang memiliki pengetahuan yang kurang baik hanya 27,8%.
Tabel 6. Distribusi Anak Balita Berdasarkan Jumlah Anak Dalam Keluarga No. 1. 2.
Jumlah Anak Cukup Banyak Total
Tabel 6. menunjukkan bahwa jumlah anak dalam keluarga yang memiliki anak lebih dari 2 lebih banyak pada keluarga yang memiliki balita gizi buruk yaitu sebanyak 66,7% sedangkan pada kelompok balita
Kasus n 6 12 18
Kontrol % 33,3 66,7 100,0
n 7 11 18
% 38,9 61,1 100,0
normal yang memiliki anak lebih dari 2 sebanyak 61,1%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah anak dalam keluarga tidak terjadi perbedaan yang jauh antara balita gizi buruk dengan balita normal.
Tabel 7. Distribusi Anak Balita Berdasarkan Pendapatan Keluarga No. 1. 2.
Pendapatan Keluarga Rendah Tinggi Total
Kasus n 17 1 18
% 94,4 5,6 100,0
Kontrol n % 7 38,9 11 61,1 18 100,0
Tabel 7. menunjukkan bahwa pendapatan keluarga balita gizi buruk mayoritas berada rendah (94,4%)
sedangkan pendapatan keluarga pada balita normal sebesar (38,9%) yang berada pada pendapatan rendah.
Tabel 8. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kasus Balita Gizi Buruk
No. 1. 2.
Kasus
Pendidikan Ibu Baik Rendah
Total
Kontrol
n 2
% 11,1
n 4
% 22,2
16
88,9
14
77,8
18
100,0
18
100,0
Berdasarkan tabel di atas tentang pendidikan ibu balita yang terpilih sebagai sampel menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu balita gizi buruk dan balita normal mayoritas rendah (tidak sekolah/tamat SD). Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kasus balita gizi buruk dengan p-value 0,371
X2/ (p -value)
0,800/ (0,371)
OR/ (CI 95%)
0,438/ (0,0692,762)
sehingga tingkat pendidikan ibu tidak berhubungan dengan kasus balita gizi buruk. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2013) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi buruk pada anak balita.
Tabel 9. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kasus Balita Gizi Buruk Kasus No. 1. 2.
Kontrol
Pengetahuan Ibu Baik Kurang Total
n 4 14
% 22,2 77,8
n 13 5
% 72,2 27,8
18
100,0
18
100,0
Berdasarkan tabel di atas tentang pengetahuan ibu balita yang terpilih sebagai sampel menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu balita gizi buruk lebih rendah bila dibandingkan dengan tingkat pengetahuan ibu balita normal. Pada balita gizi buruk, jumlah ibu yang memiliki pengetahuan yang kurang baik
X2/ (p -value) 9,028/ (0,003)
OR/ (CI 95%) 9,100/ (1,99841,445)
sebanyak (77,8%) sedangkan pada kelompok balita normal jumlah ibu yang memiliki pengetahuan yang kurang baik hanya (27,8%). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kasus balita gizi buruk dengan p-value 0,003 dan nilai OR sebesar 9,100. Hal ini berarti bahwa
balita yang mengalami gizi buruk
berisiko 9 kali lebih besar berasal
memiliki pengetahuan yang kurang baik dibandingkan balita yang berasal dari ibu yang memiliki pengetahuan yang baik.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fadhillah (2011) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi balita.
Tabel 10. Hubungan Jumlah Anak Dalam Keluarga dengan Kasus Balita Gizi Buruk No.
1. 2.
Jumlah Anak
Cukup Banyak Total
Kasus
Kontrol
n 6 12
% 33,3 66,7
n 7 11
% 38,9 61,1
18
100,0
18
100,0
Berdasarkan tabel di atas tentang jumlah anak dalam keluarga balita yang terpilih sebagai sampel menunjukkan bahwa jumlah anak dalam keluarga balita gizi buruk dengan balita normal mayoritas banyak (>2 anak). Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah anak dalam keluarga dengan kejadian balita gizi
X2/ (p -value) 0,120/ (0,729)
OR/ (CI 95%) 0,786/ (0,2013,071)
buruk dengan p-value 0,729 sehingga jumlah anak dalam keluarga tidak berhubungan dengan kasus balita gizi buruk. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ucu) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah anak dalam keluarga dengan kasus gizi buruk pada balita.
Tabel 11. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kasus Balita Gizi Buruk No. Pendapatan Keluarga
Kasus
Kontrol
1.
Tinggi
n 1
% 5,6
n 11
% 61,1
2.
Rendah
17
94,4
7
38,9
18
100,0
18
100,0
Total
Berdasarkan tabel di atas tentang pendapatan keluarga balita yang terpilih sebagai sampel menunjukkan bahwa pendapatan keluarga balita
X2/ (p -value) 12,500/ (0,000)
OR/ (CI 95%) 0,037/ (0,004-0,348)
gizi buruk mayoritas rendah (94,4%) sedangkan pendapatan keluarga balita normal hanya (38,9%) yang berada rendah. Dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan kasus gizi buruk dengan p-value 0,000 dan nilai OR sebesar 0,037. Hal ini berati bahwa kasus balita gizi buruk berisiko lebih besar berasal dari keluarga dengan pendapatan rendah (< Rp 1.750.000) dibandingkan dengan balita yang KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN 1. Tingkat pendidikan ibu tidak berhubungan dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah binaan WVI ADP Nias Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias karena seseorang dengan pendidikan rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibanding dengan orang yang berpendidikan yang lebih tinggi karena sekalipun berpendidikan rendah, kalau orang tersebut rajin mendengarkan atau melihat informasi mengenai gizi bukan mustahil pengetian tentang gizinya akan lebih baik. 2. Pengetahuan ibu berhubungan dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah binaan WVI ADP Nias Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias. Balita yang mengalami gizi buruk berisiko 9 kali lebih besar berasal dari ibu yang memiliki pengetahuan yang kurang baik dibandingkan balita yang berasal dari ibu yang memiliki pengetahuan yang baik (OR = 9,100).
berasal dari keluarga dengan pendapatan tinggi (≥ Rp 1.750.000). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh hartati (2013) yang menunjukkan bahwa balita dengan status gizi tidak normal berasal dari keluarga dengan pendapatan yang rendah.
3. Jumlah anak dalam keluarga tidak berhubungan dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah binaan WVI ADP Nias kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias. Hal ini disebabkan karena jumlah anak dalam keluarga yang terpilih sebagai sampel menunjukkan bahwa kebanyakan balita baik yang mengalami gizi buruk maupun balita normal memiliki jumlah anak lebih dari dua orang. Tidak ada perbedaan yang signifikan tentang jumlah anak dalam keluarga antara balita yang mengalami gizi (66,7%) dengan balita normal (61,1%). 4. Pendapatan keluarga berhubungan dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah binaan WVI ADP Nias Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias. Balita yang mengalami gizi buruk lebih banyak berasal dari keluarga dengan pendapatan dibawah UMP yaitu sebanyak (94,4%) dengan OR = 0,037.
SARAN Bagi pihak WVI ADP Nias dan pihak Puskesmas khususnya di Kabupaten Nias agar lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan, penyuluhan tentang pemanfaatan lahan agar mempertahankan ketersediaan pangan di setiap rumah
tangga, dan memberikan konseling kesehatan terutama kepada ibu yang memiliki balita gizi buruk mengenai pentingnya menjaga gizi anak agar anak tetap sehat serta akibat yang terjadi bila anak tidak mendapatkan gizi yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta : Rajagrafindo Persada. Almatsier, Sunita, Susirah Soetardjo, Moesijanti Soekatri. 2002. Prinsip Dasar Imu Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Depkes RI. 2005. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005- 2009. Jakarta. Depkes RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta. Fadhillah. 2011. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita Di Pemukiman Lubuk Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar tahun 2011. Hartati. 2013. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Pada Balita Di Puskesmas Perembeu Kecamatan Kawai XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013. Kemenkes RI. 2014. Menkes Optimis Gizi Buruk Teratasi tahun 2015. Jakarta. Ucu Suhendri. 2009. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Balita Di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang.
Wulandari dan Wikarnati. Hubungan karakteristik Ibu Dan Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Kasus Gizi Buruk Pada Balita Di Kelurahan Tandang Kecamatan Tembalang. Skripsi.