Pengaruh manipulasi genetika (Ribu Surbakti)
PENGARUH MANIPULASI GENETIKA DENGAN METODE SAMBUNG PUCUK (GRAFTING) ANTARA UBI KAYU RACUN DENGAN UBI KAYU BIASA (MANIHOT UTILISIMA) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KARBOHIDRAT DAN PRODUKSI UMBI YANG DIHASILKAN. Ribu Surbakti Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155
Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang manipulasi genetika dengan metode sambung pucuk (grafting) antara ubi racun dengan ubi kayu biasa. Persentasi keberhasilan pembentukan hibrida dapat mencapai 86 %. Dari tanaman hibrida yang diperoleh diteliti kandungan karbohidrat serta peningkatan produk yang dihasilkan, dari hasil penelitian yang dilakukan ternyata kandungan karbohidrat meningkat sebesar 10 % serta produk umbi yang dihasilkan dapat mencapai tiga kali lipat dibanding produk umbi pada ubi kayu biasa, sedangkan umur tanaman lebih sedikit bertambah dari 8-9 bulan menjadi 12-14 bulan. Kata Kunci : Genetika, Karbohidrat
PENDAHULUAN Beadle dan Tatum (1941) mengatakan bahwa tanaman dapat dimanipulasi secara genetika untuk meningkatkan zat gizi yang dibutuhkan oleh manusia. Berkat kemajuan ilmu dan teknologi serta ditunjang oleh peralatan laboratorium yang telah modern Inhizuka (1985) melaporkan bahwa melalui revolusi hijau hasil panen padi dapat ditingkatkan dari 2 ton/Ha menjadi 4 ton/Ha. Kemajuan yang pesat ini dapat dicapai disebabkan adanya kombinasi beberapa faktor berikut ini. 1. Veritan baru yang dikembangkan melalui pemuliaan tanaman (teknik rekombinasi DNA) yang dilakukan secara sistematis dan ilmiah.
2. Perbaikan teknik pembudidayaan tanaman. 3. Pemupukan dengan zat kimia terutama pupuk nitrogen. 4. Fungsida, insektisida dan hibridasi. 5. Perbaikan kualitas tanah. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa jalur biosintesis yang nantinya memberikan hasil akhir berlangsung dibawah pengendalian genetika nyatalah bahwa hasil akhir tersebut termasuk zat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan manusia. Jalur biosintesis untuk menghasilkan β karoten pada tomat merupakan contoh klasik (Potter dan Kincolin 1950). Thomas (1972) dan Steven (1973) dalam symposium holtikultura telah menyampaikan bahwa pengaruh genetika sangat besar terhadap mutu dan kwalitas 15
Jurnal Sains Kimia Vol.8, No.1, 2004: 15-18
zat gizi yang terdapat di dalam bahan pangan. Fotosintesis terjadi pada daun. Makin banyak sinar yang diserap daun, maka makin cepat pula laju fotosintesis, berarti makin banyak pula karbohidrat yang dibentuk. Ubi kayu racun mempunyai luas permukaan daun yang jauh lebih luas disbanding dengan daun ubi kayu biasa. Disamping bentuk daun yang lebar, juga mempunyai batang yang kokoh dan lebih besar. Umur panen ubi kayu racun berkisar 4-5 tahun. Total umbi perpokok dapat mencapai 30-50 kg, tetapi kandungan asam sianida (HCN) relative besar sehingga disebut dengan ubi kayu racun. Jenis ubi ini tidak dibudi dayakan Ubi kayu biasa (memikat ubilisinma) mempunyai bentuk daun relative kecil, demikian juga batangnya. Total umbi yang dihasilkan relative sedikit berkisar 35 kg/pokok. Umur pendek sekitar 8-9 bulan. Pembentukan hibrida antara ubi kayu racun dengan ubi kayu biasa dengan metode teknik rekombinasi DNA atau dengan metode fusi protoplas sulit dilakukan mengingat sifat-sifat DNA yang sangat genetic serta peralatan laboratorium yang masih sangat terbatas. Untuk mencapai tujuan di atas maka dicari suatu metode sederhana untuk dapat memanipulasi genetika anatar kedua jenis tanaman di atas, yaitu dengan metode sambung pucuk (grafting) dengan batang atas bersumber dari batang ubi kayu racun dan batang bawah berasal dari ubi kayu biasa. BAHAN DAN METODA • Tanam 150 batang ubi biasa dengan jarak tanam 1 meter pada bedenganbedengan yang telah disediakan. 100 batang dilakukan penyambungan sedangkan 50 batang selebihnya digunakan sebagai blanko. • Sebanyak 100 batang bawah yang disebut dengan pohon pangkal atau 16
pokok tunggul dari ubi kayu biasa yang ditanam dengan jarak tanam satu meter pada satu bedengan. • Setelah berumur 45 hari tanaman yang tumbuh pada pokok pangkal ini dibuang, dengan cara mengguntingnya, terkecuali satu yaitu yang paling subur (gemuk). • Potong pucuk tanaman ini sehingga tersisa 10 cm dari pangkal atau 15 cm dari permukaan tanah. • Belah batang ini secara memanjang dari atas ke bawah sehingga diperoleh hasil belahan sepanjang 2-3 cm. • Sediakan 100 pucuk ubi kayu racun yang panjangnya 5-8 cm dan diameternya dipilih yang sama atau sedikit lebih kecil dari diameter batang bawah. • Semua daun yang ada pada batang atas ini dipotong sehingga tinggal hanya pucuknya saja. • Iris memanjang pangkal batang atas ini sehingga berbentuk runcing (disesuaikan pada belahan batang bawah). • Sambungkan batang atas ini pada belahan batang bawah lalu diikat dengan tali plastik. Bungkus hasil sambungan ini dengan plastik asoi yang transparan untuk menjaga dari pengaruh luar agar sambungan cepat menyatu. • Setelah dua minggu plastik asoi dibuka tetapi tali pengikat sambungan dibiarkan beberapa hari lagi. • Setelah sambungan berumur 20 hari tali plastik pengikat sambungan dibuka, karena penyatuan batang bawah dengan batang atas sudah cukup kuat. • Semua tunas-tunas liar yang tumbuh disekitar sambungan dibuang dengan cara mengguntingnya, agar tetap satu saja yang tumbuh. • Untuk menjaga agar nantinya batang tidak tumbang maka dibuat penopang dari bambu untuk setiap batang. Dari 100 batang yang disambungkan, yang jadi hanya 86 batang.
Pengaruh manipulasi genetika (Ribu Surbakti)
• Setelah berumur 6 bulan diamatai perlakuan kimia khusus kandungan karbohidrat yang terbentuk pada umbi. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pembukaan sungkup ada 16 pokok sambungannya tidak jadi (mati), ini diduga karena mungkin sewaktu dilakukan penyambungan pertemuan batang atas dan batang bawah kurang rapat sehingga distribusi zat-zat nutrient ke batang atas tidak mencukupi. Kemungkinan kedua terjadi kontaminasi/tidak steril atau suci hama mengakibatkan batang atas juga mati. Pada sambungan yang jadi, pada ketiak daun disekitar sambungan tumbuh tunas-tunas liar yang subur dan gemuk. Bila tunas-tunas ini tidak digunting, lama kelamaan batang atas akan semakin kerdil lalu mati. Ini diduga batang bawah menolak kehadiran batang atas sehingga berusaha mendominasi pertumbuhan batang atas. Ini terlihat pada 6 pokok yang tidak dilakukan pemangkasan atau pemotongan tunas-tunas liar setelah batang berumur 3 bulan, tunas-tunas baru tidak tumbuh lagi sehingga yang tumbuh keatas tunggal yaitu ubi kayu racun. Karena perkembangan batang atas tidak seimbang dengan batang bawah dimana batang atas jauh lebih besar dibanding batang bawah maka setiap pokok dibuat ajir atau penopang dari bambu. Peningkatan jumlah (kuantitas) serta kadar karbohidrat (kualitas) umbi yang dihasilkan di antara keduanya terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Ini berarti bahwa kecepatan biosintesa karbohidrat pada ubi kayu sambung pucuk lebih banyak dibandingkan ubi kayu biasa sesuai dengan perbedaan luas daun. Pada ubi kayu biasa umur rata-rata masa panen antara 9 s/d 12 bulan setelah 12 bulan buah sudah mulai membusuk sedangkan
pada ubi kayu sambung pucuk terjadi perubahan kenaikan umur yaitu berkisar antara 12 s/d 14 bulan. Setelah berumur 14 bulan maka buah sudah mulai membusuk. Terjadinya peningkatan umur mungkin disebabkan sifat yang dibawa oleh ubi kayu racun yang lebih dominan. Hal ini berbeda dengan tanaan jeruk dimana terjadi percepatan masa produksi. Berat rata-rata umbi pada ubi kayu biasa mencapai rata-rata 3 – 4 kg/batang, sedangkan produksi ubi kayu sambung pucuk rata-rata 8 –10 kg/batang atau terjadi peningkatan produksi sebesar 2 – 2,5 kali lipat. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa pada ubi kayu biasa setelah berumur 7 bulan kecepatan bosintesa karbohidrat naik secara menonjol sampai dengan bulan ke 10 tetapi setelah bulan yang ke 11 sampai dengan 12 biosintesa karbohidrat relatif konstan, sedangkan pada ubi kayu sambung pucuk kenaikan biosintesa karbohidrat menonjol pada bulan ke 10, 11 dan 12 pada bulan ke 13 relatif konstan dan setelah bulan ke 14 karbohidrat akan menurun. Hal ini sesuia dengan rekasi fotosintesa. cahaya 6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + O2
matahari Makin luas permukaan daun makin banyak cahaya yang diserap maka makin banyak pula terjadinya reaksi fotosintesa.
17
Jurnal Sains Kimia Vol.8, No.1, 2004: 15-18
dihasilkan dengan perlakuan adalah berwarna coklat muda. 5. Berat rata-rata antara ubi biasa dengan Blanko berat rata-rata ubi sambung pucuk 12 hampir mendekati 2,5 x lipat. B1 10 6. Umur ubi kayu biasa 9 – 12 bulan 8 6 mencapai berat maksimum sedangkan 4 B2 umur ubi kayu sambung pucuk 2 0 mencapai maksimum (12 – 14) bulan, 7 8 9 10 11 12 13 14 setelah mencapai umur tersebut B3 Um ur (bulan) kandungan karbohidrat menurun dan umbi sudah mulai menunjukkan tandaGrafik 2. Kadar karbohidrat total antara ubi kayu biasa dan ubi tanda membusuk. kayu sambung pucuk untuk umur 7 sampai 14 bulan per 100 gram
Berat (kg)
Grafik 1. Berat total um bi per pohon pada um ur 7 bulan sam pai dengan 14 bulan dalam satuanl kg
bahan Kadar Karbohidrat (gram)
Blanko
DAFTAR PUSTAKA
50 40
KH1
30 20
KH2
10 0 7
8
9
10
11
12
13
14
KH3
Umur (bulan)
80
Blanko
60 S1
40 20
S2
13
11
9
7
5
0 3
(cm2)
Luas permukaan daun
Grafik 3. Perbedaan luas permukaan daun antara ubi biasa dan ubi pucuk sambung perbulannya
S3
Umur (bulan)
KESIMPULAN 1. Bahwa persentase keberhasilan penyambungan tanaman adalah 93 %. 2. Kadar karbohidrat pada ubi kayu tanpa perlakuan sambung pucuk adalah 30,40 gr sampai 32 gr/100 gr bahan. 3. Kadar glukosa hasil sambung pucuk adalah 35 gr sampai 35,40 gr/100 gr bahan, ini berarti terjadi kenaikan kadar glukosa. 4. Warna kulit umbi yang dihasilkan dari ubi kayu biasa adalah berwana coklat tua sedangkan warna kulit umbi yang 18
Azhari Sumeru. 1995., “Hortikultura Aspek Budidaya”, penerbit Universitas Indonesia, UI – Press, Jakarta. Direktorat Gizi Depkes RI, 1972., “Komposisi Bahan Makanan”, di dalam Ciptadi, Penerbit Bharata, Jakarta, 1976. Frank Salisbury. 1995., “Fisilogi Tumbuhan”, Penerbit ITB Bandung. Halliwell Bary. 1981., “Chloroplast Metabolism”, Clarendon Press, Oxford, New York. Haris, R. S. 1989., “Evolusi Gizi Pada Bahan Pangan”, edisi kedua, ITB Bandung. Harjadi, S. S, 1974., “Pembiakan Vegetatif”, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hasyim Hasmawi, “Bercocok Tanam UmbiUmbian”, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan. Karta Sapoetra, A. G, 1994., “Teknologi Penanganan Pasa Panen”, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Lehninger, A. L, 1994., “Dasar-Dasar Biokimia”, alih bahasa Maggy Thenawijaya. Jilid I. Jakarta,. Neffi Indra, 1996., “Peningkatan Kapabilitas Peralatan Pembuatan Kerupuk Opak Untuk Industri Kecil”, Balai Industri Medan. Roehring, K. L. 1984., “Carbohydrat Biochemistry and Metabolism”, Avi Publishing Company. Weport. Sitompul, S. M. 1995., “Analisis Pertumbuhan Tanaman”, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Slamet Sudarmadji. 1984., “Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan Dan Pertanian”, Liberty. Yogyakarta. Sulaiman, A. Halim. 1994., “Dasar-Dasar Biokimia”, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Pengaruh manipulasi genetika (Ribu Surbakti) Komano Tohru, Wirahadikusumah M, Surbakti Ribu. 1996., “Seminar Rekayasa Genetika”, Institut Teknologi Bandung. Widarto, L, 1996., “Perbanyakan Tanaman”, Penerbit Kanisus. Yogyakarta. Winarno, F. G, 1996., “Enzim Pangan”, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wirahadikusumah, Muhammad, “Biokimia Metabolisme Energi Karbohidrat Dan Lipid”, ITB Bandung, 1985. Wiriano Harry, “Penelitian Dan Pengembangan Penggunaan Tepung Untuk Industri Pangan”, Balai Industri Medan, 1990.
19