FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS PANYABUNGANJAE KABUPATENMANDAILING NATAL TAHUN 2014 Lenni Marlina1,Sorimuda Sarumpaet2,Rasmaliah2 1
Mahasiswi Departemen Epiemiologi FKM USU 2 Dosen Departemen Epidemiologi FKM USU Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155 Email:
[email protected]
ABSTRACT Acute Respiratory Infection (ARI) is acute infection on upper and lower part of respiratory tract caused by virus,fungus and bacteria. Based on data of World Health Organization (WHO) in 2005 the proportion of neonate mortality caused by the respiratory infection is 19 – 25 %. The objective of this research is to study factor related to incidence of ARI on baby or neonate at the area Health Center of Panyabungan Jae Mandailing Natal Regency in 2014. This research is observational study using cross sectional approach. The sample of this research is purposive sampling for 100 person. The data was analyzed by descrivtive study and tested by Chi Square test with 95% CL. The result of research indicates that proportion of patien with ARI is 61 %, the higher on the rage of age group ≥ 12 - < 36 month old ( 58), female for 52 %, a good nutrition status for 94 %, status with exclusive breast milk 39 %, status of complete immunization for 71 %. The result of statistic analysis indicates that is a significant correlation between immunization status (p=0,001, RP;1,819; 95% CL 1,393-2,734),, ventilation (p=0,003, RP;1,633 95% CL 1,256-2,123), occupation density (p<0,001, RP; 2,124; 95% CL 1,4613,087), burnt anti-mosquito (p<0,001, RP; 1,976; 95% CL 1,545-2,529), and smoking(p<0,001,RP; 2,339; 95%CL 1,743-3,138) with incident of ARI. It is suggested to the health staff to increase the knowledge of society about the importance of immunization and of health house. Keywords: ARI, Immunization status, Ventilation, Occupation density, BurntAntimusquito, Smoker
Pendahuluan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. ISPA akan menyerang host apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Bayi di bawah lima tahun adalah kelompok
yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit.1 Berdasarkan Data World Health Organization (WHO) tahun 2005 menyatakan bahwa proporsi kematian balita karena saluran pernafasan di dunia adalah 19-26%. Pada tahun 2007 diperkirakan terdapat 1,8 juta kematian
akibat pneumonia atau sekitar 20% dari total 9 juta kematian pada anak.2 MenurutWHO memperkirakan insidensi ISPA di negara berkembang 0,29% (151 juta jiwa) dan negara industri 0,05% (5 juta jiwa).3 Secara global, tingkat kematian balita mengalami penurunan sebesar 41% dari tingkat estimasi 87 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 51 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2011.Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menempati urutan pertama penyakit yang diderita pada kelompok bayi dan balita di Indonesia.4 Menurut data Riskesdas tahun 2013,Period Prevalence ISPA tertinggi di lima provinsi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Pada Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA.Period prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25,0%) tidak jauh berbeda dengan 2007 (25,5%).5 Data profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2012, menunjukkan bahwa cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita masih rendah, dari 148.431 perkiraan kasus balita yang menderita pneumonia yang ditemukan dan ditangani hanya 17.433 balita atau 11,74%.8 Sementara proporsi pneumonia terhadap ISPA pada balita di Kabupaten Mandailing Natal sebesar 0,81%.6 Berdasarkan laporan bulanan P2 ISPA Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2013 menyatakan bahwa proporsi penderita ISPA pada anak balita adalah 56,02%. Penyakit ISPA juga merupakan urutan pertama dari sepuluh penyakit terbesar yang ada di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal.7 Perumusan masalah dalampenelitian ini adalahbelum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas
Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. Tujuan penelitian ini adalahUntuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan menggunakan desain crossectional.Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal dari bulan Maret sampai Desember 2014.Sampel penelitian ini adalah sebagian anak balita yang tinggal di Desa Pidoli Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal.Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.Atas pertimbangan waktu, biaya, dan tenaga peneliti, maka diambillah desa Pidoli Lombang.Pemilihan desa ini didasarkan karena kejadian ISPA pada anak balita tinggi berdasarkan laporan P2 ISPA di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Kabupaten Mandailing Natal. Variabel depanden dalam penelitian ini adalah kejadiaan ISPA pada balita dan variabel independen adalah faktor anak balita (umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir, status ASI eksklusif, status imunisasi); faktor ibu (pendidikan, pekerjaan); faktor lingkungan rumah (ventilasi rumah, kepadatan hunian ruang tidur, pemakaian obat nyamuk, bahan bakar untuk memasak, keberadaan perokok). Data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.Data primer diperoleh secara langsung dari responden yaitu ibu anak balita secara langsung dan hasil pengamatan melalui observasi dan pengukuran, sedangkan data sekunder diperoleh dari Profil Puskesmas Panyabungan Jae tahun 2014.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) Hasil Penelitian dan Pembahasan Analisis Univariat Proporsi prevalens kejadian ISPApada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 adalah 61 orang (61%), dan yang tidak ISPA adalah 39 orang (39%). Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012, menunjukkan bahwa proporsi ISPA pada anak balita di Indonesia sebesar 5 %.50 Distribusi proporsi responden berdasarkan faktoranak balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1.Distribusi Proporsi Berdasarkan Faktor Balita (Umur, Jenis Kelamain, Status Gizi, Status ASI eksklusif, Status Imunisasi di Wilayah KerjaPuskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014 Karakteristik f % Umur (Bulan) ≥ 12 - < 36 >36 - ≤ 60 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Status Gizi Tidak Baik Baik Status ASI eksklusif Tidak Ya Status Imunisasi Tidak Lengkap Lengkap
58 42
58 42
52 48
52 48
6 94
6 94
61 39
61 39
29 71
29 71
Pada tabel 1dapat diketahui bahwa proporsi anak balita di Wilayah Puskesmas
Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 berdasarkan umur, paling banyak ditemukan pada golongan umur ≥ 12 - < 36 bulan yaitu 58 orang (58%), kemudian pada golongan umur > 36 - ≤ 60 bulan yaitu 42 orang (42%). Proporsi anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 berdasarkan jenis kelamin, lebih banyak ditemukan pada laki-laki yaitu 52 orang (52%), sedangkan pada laki-laki yaitu 38 orang (38%). Proporsi anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 berdasarkan status gizi, paling banyak status gizi baik yaitu 94 orang (94%), kemudian status gizi tidak baik yaitu 6 orang (6%). Proporsi anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 berdasarkan status ASI eksklusif, paling banyak tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu 61 orang (61%), kemudian mendapatkan ASI eksklusif yaitu 39 orang (39%). Proporsi anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 berdasarkan status imunisasi, paling banyak imunisasi lengkap yaitu 71 orang (71%), kemudian tidak lengkap yaitu 29 orang (29%). Distribusi proporsi responden berdasarkan faktor ibudi wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2.Distribusi Proporsi Berdasarkan Faktor Ibu (Pendidikan dan Pekerjaan) di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014 Karakteristik f % Pendidikan Rendah 34 34 Tinggi 66 66
Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja
27 73
27 73
lebih banyak ditemukan pendidikan tinggiyaitu 66 orang (66%), sedangkan yang rendah yaitu 34 orang (34%). Proporsi berdasarkan pekerjaan ibu di Wilayah Kerjapuskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, berdasarkan pekerjaan ibu, lebih banyak ditemukan tidak bekerja yaitu 73 orang (73%), sedangkan yang bekerja yaitu 27 orang (27%). Distribusi proporsi respondenberdasarkan faktor lingkungan rumah di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3.Distribusi Proporsi Berdasarkan Faktor Lingkungan Rumah (ventilasi, kepadatan hunian ruang tidur, pemakaian anti nyamuk bakar, bahan bakar untukmasak, keberadaan perokok)di Wilayah Kerja Pada tabel 3dapat diketahui bahwa proporsi berdasarkan ventilasi rumah di Wilayah Kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, lebih banyak ditemukan ventilasi baikyaitu 77 orang (77%), sedangkan yang tidak baikyaitu 23 orang (23%). Proporsi berdasarkan kepadatan hunian di wilayah kerja puskesmas ditemukan tidak menggunakan anti nyamuk bakar yaitu 74 orang (74%), sedangkan yang menggunakan anti nyamuk bakaryaitu 26 orang (26%). Proporsi berdasarkan bahan bakar untuk masak di puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, lebih banyak ditemukan menggunakan gas/elpiji yaitu 90 orang
Pada tabel 2 dapat diketahui bahwa proporsi berdasarkan pendidikan di Wilayah Kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014 Karakteristik f % Ventilasi Rumah Baik Tidak Baik Kepadatan Hunian Padat Tidak Padat Pemakaian Anti Nyamuk Bakar Ya Tidak Bahan Bakar Untuk Masak Kayu bakar/minyak tanah Gas/elpiji Keberadaan Perokok Ada Tidak Ada
77 23
77 23
51 49
51 49
26 74
26 74
10 90
10 90
35 65
35 65
Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, lebih banyak ditemukan hunian padat yaitu 51 orang (51%), sedangkan yang tidak padatyaitu 49 orang (49%). Proporsi berdasarkan pemakaian anti nyamuk bakar di wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, lebih banyak (90%), sedangkan yang menggunakan kayu bakar/minyak tanahyaitu 10 orang (10%). Proporsi berdasarkan keberadaan perokok di wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, lebih banyak ditemukan tidak ada perokok yaitu 65 orang (65%), sedangkan yang ada perokok yaitu 35 orang (35%)
Analisis Bivariat Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA Tabel 4.Hubungan Status Imunisasidengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di WilayahKerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014 ISPA Tidak ISPA Jumlah Status RP X2 P Imunisasi f (95% CI) % f % f % Tidak 26 89,7 3 10,3 29 100 1,819 14,098 0,001 Lengkap (1,393-2,734) Lengkap 35 49,3 36 50,7 71 100 Padatabel2dapat dilihat bahwaproporsi ISPA tertinggi pada statusimunisasi tidak lengkap yaitu 89,7%, dan yang terendah pada imunisasi lengkap yaitu 49,3% Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square(α = 0,05) diperoleh nilai p< 0,001 (p< 0,05) dengan tingkat kepercayaan 95%,hal ini berarti ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan ISPA pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. Diperoleh RP sebesar 1,819 dengan 95% CL (1,3932,374).Artinya status imunisasi merupakan faktor resiko timbulnya penyakit ISPA.Imunisasi berguna untuk memberikan kekebalan untuk melindungi anak dari serangan penyakit menular. Imunisasi yang paling efektif mencegah penyakit ISPA
yaituimunisasi campak dan DPT. Balita yang terserang campak akan mendapatkan kekebalan alami terhadap pneumonia. Kematian karena ISPA sebagian besar berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi misal difteri, pertusis dan campak. Imunisasi lengkap berguna untuk mengurangi mortalitas ISPA , sehingga balita yang mempunyai status imunisasi lengkap jika terkena ISPA maka diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi berat.8 Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Gulo di Kabupaten Nias tahun 2008 dengan desain cross sectional didapatkan bahwa adea hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita, dengan nilai p=0,007 (p<0,05).9
Hubungan Ventilasidengan Kejadian ISPA Tabel 3.Hubungan Ventilasi dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di WilayahKerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014 ISPA Tidak ISPA Jumlah RP Ventilasi X2 P (95% CI) f % f % f % TiTidak Baik 20 87,0 3 13,0 23 100 1,633 8,459 0,003 BBaik 41 53,2 36 46,8 77 100 (1,256-2,123) 0,05) diperoleh nilai p = 0,003 (p< 0,05) Pada tabel 3dapat dilihat bahwa dengan tingkat kepercayaan 95%, hal ini proporsi ISPA tertinggi pada ventilasi yang berarti ada hubungan yang bermakna antara tidak baik yaitu 87%, dan yang terendah ventilasi dengan ISPA pada anak balita di pada ventilasi baik yaitu 53,2%. Sedangkan wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae proporsi tidak ISPA tertinggi pada Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. ventilasi baik yaitu 46,8% dan terendah Diperoleh RP sebesar 1,633 dengan 95% pada ventilasi tidak baik yaitu 13%. CI (1,256-2,123). Artinya ventilasi Berdasarkan hasil analisis statistik merupakan faktor resiko timbulnya dengan menggunakan uji chi square(α = penyakit ISPA pada anak balita di Wilayah
kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah yang berarti kadar karbon dioksida yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Sirkulasi udara dalam rumah akan baik dan mendapatkan suhu yang optimum harus mempunyai ventilasi minimal 10 % dari luas lantai.10 Berdasarkan hasil penelitian Sulistyowati di Kabupaten Trenggalek
tahun 2010 didapatkan bahwa proporsi anak balita penderita pneumonia yang memiliki ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 57,8%. Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian pneumonia dengan ventilasi (p = 0,042). Nilai OR 1,9 (95% CI: 1,0-3,4), artinya anak balita kemungkinan menderita pneumonia 1,9 kali pada balita yang memiliki ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan.11
Hubungan Kepadatan Hunian Ruang Tidur dengan Kejadian ISPA Tabel 4. Hubungan Kepadatan Hunian Ruang Tidur dengan ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014. ISPA Tidak ISPA Jumlah Kepadatan RP X2 P Hunian (95% CI) f % f % f % Padat 42 82,4 9 17,6 51 100 19,948 0,001 2,124 Tidak Padat 19 38,8 30 61,2 49 100 (1,461-3,087) Pada tabel 4dapat dilihat bahwa proporsi ISPA tertinggi pada hunian ruang tidur yang padat yaitu 82,4%, dan yang terendah pada hunian ruang tidur tidak padat yaitu 38,8%. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square(α = 0,05) diperoleh nilai p< 0,001 (p< 0,05) dengan tingkat kepercayaan 95%,hal ini berarti ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian ruang tidurdengan ISPA pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. Diperoleh RP sebesar 2,124 dengan 95% CI (1,461-3,087). Artinya kepadatan hunian ruang tidur merupakan faktor resiko timbulnya penyakit ISPA
Berdasarkan KepMenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang kesehatan perumahan menetapkan bahwa luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.Bangunan yang sempit dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akanmempunyai dampak kurangnya oksigen didalam ruangan sehingga daya tahan penghuninya menurun, kemudian cepat timbulnya penyakit saluran 12 pernafasan seperti ISPA . Hal ini sejalan dengan penelitian Taisir tahun 2005 yang menunjukkan ada hubungan antara status kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA di Kelurahan Lhok Bengkuang tahun 2005 ( p=0,004 ).13
Hubungan Pemakaian Anti Nyamuk Bakardengan Kejadian ISPA Tabel 5. Hubungan Pemakaian Anti Nyamuk Bakardengan ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014. Tidak Pemakaian ISPA Jumlah RP ISPA Anti X2 P (95% CI) Nyamuk f % f % f % Ya 25 96,2 1 3,8 26 100 18,251 1,976 0,001 Tidak 36 48,6 38 51,4 74 100 (1,545-2,529) Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa proporsi ISPA tertinggi yang memakai anti nyamuk bakar yaitu 96,2%, dan yang terendah tidak memakai anti nyamuk bakar yaitu 48,6%. Sedangkan proporsi tidak ISPA tertinggi yang tidak memakai anti nyamuk bakar yaitu 51,4% dan terendah yang memakai anti nyamuk bakar yaitu 3,8%. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square(α = 0,05) diperoleh nilai p< 0,001 (p< 0,05) dengan tingkat kepercayaan 95%, hal ini berarti ada hubungan yang bermakna antara pemakaian anti nyamuk bakar dengan ISPA pada anak balita di wilayah kerja
puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. Diperoleh RP sebesar 2,124 dengan 95% CI (1,461-3,087). Artinya pemakaian anti nyamuk merupakan faktor resiko timbulnya penyakit ISPA .Hal ini kemungkinan karena sebagian besar dari penduduk di kabupaten Mandailing Natal menggunakan jenis anti nyamuk bakar pada malam hari. Hal ini sejalan dengan penelitian Vinna Mairuhu tahun 2011 yang menunjukkan ada hubungan antara penggunaan obat nyamuk dengan kejadian ISPA pada Pulau Barrang Lompo.14
Hubungan Keberadaan Perokokdengan Kejadian ISPA Tabel 6. Hubungan Keberadaan Perokok dengan ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014. ISPA Tidak ISPA Jumlah Keberadaa RP X2 P Perokok (95% CI) f % f % f % Ada 34 97,1 1 2,9 35 100 2,339 29,567 0,001 Tidak Ada 27 41,5 38 58,5 65 100 (1,743-3,138) anak balita di wilayah kerja puskesmas Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing proporsi ISPA tertinggi yang ada perokok Natal tahun 2014. yaitu 97,1%, dan yang terendah tidak ada Diperoleh RP sebesar 2,124 dengan perokok yaitu 41,5%. Sedangkan proporsi 95% CI (1,461-3,087). Artinya keberadaan tidak ISPA tertinggi yang tidak ada perokok merupakan factor resiko timbulnya perokok yaitu 58,5% dan terendah yang ada penyakit ISPA pada anak balita di wilayah perokok yaitu 2,9%. kerja Puskesmas Panyabungan Jae Berdasarkan hasil analisis statistik Kabupaten Mandailing Natal. dengan menggunakan uji chi square(α = Anak yang orang tuanya merokok 0,05) diperoleh nilai p< 0,001 (p< 0,05) akan mudah menderita penyakit gangguan dengan tingkat kepercayaan 95%,hal ini pernapasan. Sebagian besar sering (45,7%) berarti ada hubungan yang bermakna antara merokok di dalam rumah sehingga keberadaan perokok dengan ISPA pada penghuni rumah terutama balita terpapar
asap rokok. Hal ini disebabkan karena anggota keluarga biasanya merokok dalam rumah pada saat bersantai bersama keluarga, misalnya sambil nonton TV atau setelah selesai makan dengan anggota keluarga lainnya.15 Hal ini sejalan dengan penelitian Karlinda dan Warni tahun 2012 di Bengkulu, ada hubungan yangt bermakna antara keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada balita.16 Kesimpulan dan Saran Kesimpulan a. ProporsiISPApada anak balita di puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014 sebesar 61%. b. Proporsi berdasarkan faktor balita di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014tertinggi pada umur ≥12 - ≤ 35bulan yaitu 58orang (58%), jenis kelamin laki-laki 52%, Status gizi baik 94%, Status tidak ASIEkslusif 61%, dan Status Imunisasi lengkap 71%. c. Proporsi berdasarkan faktor ibu di puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014tertinggi pada pendidikan yang tinggi yaitu 66% dan yang bekerja sebanyak 73%. d. Proporsi berdasarkan faktor lingkungan di puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014tertinggi adalah dengan ventilasi baik yaitu 77%, padat hunian tidur yaitu 51%, memakai anti nyamuk bakar 74%, menggunakan gas/elpiji untuk memasak 90%, dan keberadaaan perokok di rumah 65%. e. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur, jenis kelamin, status gizi, ASI Ekslusif, pendidikan ibu, pekarjaan ibu, dan menggunakan gas/elpiji untuk memasak dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak balita di wilayah kerja Puskesms Panyabungan Jae KabupatenMandailing Natal tahun 2014
f. Terdapat hubungan yang bermakna antara Status imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak balita di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. g. Terdapat hubungan yang bermakna antara Ventilasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak balita di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. h. Terdapat hubungan yang bermakna antara Kepadatan hunian dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak balita di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. i. Terdapat hubungan yang bermakna antara pemakaian anti nyamuk bakar dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak balita di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. j. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara bahan bakar untuk masak dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak balita di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Nataldan tahun 2014. k. Terdapat hubungan yang bermakna antara keberadaan perokok dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak balita di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. Saran a. Diharapkan kepada petugas kesehatan untuk usaha peningkatan derajat kesehatan dengan pencegahan primer seperti ; Melakukan penyuluhan dengan tujuan untuk merubah sikap dan prilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor resiko ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan
seimbang pada, serta penyuluhan kesehatan lingkungan rumah dan penyuluhan bahaya rokok. Meningkatkan Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi di dalam maupun di luar rumah b. Diharapkan kepada masyarakat agar memperhatikan kesehatan lingkungan rumah terutama yang berhubungan dengan kualitas udara dalam rumah, dengan memperhatikan pemakaian obat anti nyamuk yang tepat serta tidak merokok di dalam rumah. Daftar Pustaka 1. Depkes RI, 2004, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta. 2. Depkes RI, 2007, Profil Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan tahun 2006. 3. Probowo, Sony, 2012, Penyakit yang Paling Umum pada Anak, Majalah Kesehatan, (Online)http://majalahkesehatan.com/pe nyakit-yang-paling-umum-pada-anakbag-1/ Diakses 27 Agustus 2014. 4. WHO, 2012, Under - Five Mortality, (Online) http://www.who.int/gho/child_ health/mortality/mortality_under_five_t ext/en/index.html Diakses 27 Agustus 2014. 5. Depkes RI, 2007, Riskesdas 2007, Jakarta: Depkes RI (Online) http://www.ppid. depkes.go.id/index.php?option=com_do cman&task=doc_download&gid=53&It emid=87 Diakses 27 Agustus 2014. 6. Kementerian Kesehatan RI, Pneumonia Balita, Buletin Jendela Epidemiologi,Volume 3 September 2010. 7. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013, Riset Kesehatan Dasar, Jakarta. 8. Achmadi, Umar Fahmi.Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2008.
9.
Gulo, R. R,Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada Balita di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli Kabupaten Nias Tahun 2008,Skripsi FKM USU Medan, 2009. 10. Mukono, J. H,Pencemaran Udara dan Pengaruhnya TerhadapGangguan Saluran Pernafasan, Airlangga University Press, Surabaya, 1997 11. Sulistyowati, R, 2010, Hubungan Antara Rumah Tangga Sehat dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Kabupaten Trenggalek,Tesis MagisterKedokteran Universitas Sebelas Maret,Surakarta. 12. KepMenkes RI No. 829/Menkes/SK/VIII/1999,Peraturan Rumah Sehat, Jakarta. 13. Taisir,Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA pada Balita, di Kelurahan Lhok Bengkuang Kecamatan Tapak Tuan Aceh Selatan Tahun 2005,Skripsi FKM USU, Medan, 2005. 14. Mairuhu,V. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Pulau Barrang Lompo Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar. Universitas Hasanuddin Makassar, 2012. 15. Nastiti N, Bambang Supriyatno, dkk. Buku Ajar Respirologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2008. 16. Karlinda, Tri dan Warni Susilawati. Hubungan Keberadaan Anggota Keluarga Yang Merokok Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2010. Jurnal Akademi Kesehatan Sapta Bakti Bengkulu, 2012.