KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN OBAT DI HUTAN KEMASYARAKATAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN UNIT XIV TOBA SAMOSIR (Diversity of Medicinal Plants in Community Forest at Toba Samosir Forest Management Unit) Julita Dewi Pratidini Limbong1*, Rahmawaty1 dan Yunus Afifuddin1 Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Jl. Tridharma Ujung No.1 Kampus USU Medan 20155 (Penulis Korespondensi, Email:
[email protected])
1Program
Abstract Medicinal plant is one of non-timber forest products whose parts can be used for medicine. This study analyzed the diversity of medicinal plants species in Community Forest (Hutan Kemasyarakatan) at Toba Samosir Forest Management Unit (KPH Unit XIV Toba Samosir). This study was conducted in February to May 2015 in Ajibata Sub-District, Toba Samosir District. Surveys (systematic random sampling with random start method) were conducted within the Community Forest. Senduduk buluh (Clidemia hirta) was the most abundant species which were found (12.09%) followed by putri malu (Mimosa pudica) (0.08%) and jahe (Zingiber officinale) (0.07%) of the total of medicinal plants in Community Forest. Species diversity in the community forest could be classified as high. therefore, the preservation of medicinal plant species in this community forests need to be maintained and enhanced for the benefit of community. Keywords: Community forest, Forest Management Unit, medicinal plant , Toba Samosir
PENDAHULUAN Tumbuhan obat merupakan salah satu produk hasil hutan bukan kayu yang disediakan alam yang dipercayai dan diketahui masyarakat berkhasiat sebagai obat, namun tumbuhan obat ini sering diabaikan karena dianggap tidak memiliki nilai ekonomi karena hanya berupa semak atau rerumputan dan tidak semua masyarakat mengetahui khasiat tumbuhan obat tersebut. Beberapa tumbuhan obat juga memiliki nilai ekonomi yang dimanfaatkan masyarakat guna peningkatan kesejahteraannya. Menurut Badan Pusat Statistik (2011), tumbuhan obat termasuk ekspor produk potensial di Indonesia. Penelitian ini dilakukan di Hutan Kemasyarakatan yang didalamnya ada tujuh desa. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan tertentu. Pertimbangannya adalah unsur keterjangkauan lokasi penelitian oleh peneliti, baik dilihat dari segi tenaga, dana maupun dari segi efisiensi waktu dan berdasarkan informasi yang didapat dari KPHL, lokasi tersebut memiliki keanekaragaman jenis yang cukup banyak. Dengan adanya penelitian potensi tumbuhan obat, diharapkan dapat memberikan informasi inventarisasi potensi jenis tumbuhan obat guna peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kekayaan alam yang ada di sekitar mereka. Potensi ini dapat memberikan manfaat dan keuntungan yang sangat besar bagi masyarakat
jika manfaat dan potensi keragaman tersebut dapat diketahui serta eksplorasinya dapat dioptimalkan (Balai Penelitian Tanaman, 2007). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan obat di Hutan Kemasyarakatan (HKm) Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Unit XIV Toba Samosir. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Hutan Kemasyarakatan KPHL Model Unit XIV Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir’ Luas Hutan Kemasyarakatan adalah 610 Ha. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Mei 2015. Pelaksanaan penelitian yang diawali dengan survei pendahuluan dilanjutkan dengan pengolahan data dan analisis data primer dan sekunder yang diperoleh dari lapangan. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : parang, pita meteran, kamera digital, kalkulator, tali rafia, sarung tangan, dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah Peta Administrasi KPHL Tobasa, tally sheet, buku identifikasi tanaman obat, kantung plastik, label identifikasi, dan alat tulis. Pelaksanaan Penelitian 1. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini ada dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari lapangan dan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait. 2. Pembuatan Plot pada Areal Sebaran Metode yang digunakan untuk pengambilan contoh pada semua bentuk unit contoh ini ialah systematic random sampling with random start. Penentuan petak ukur yang pertama dilakukan secara random (acak), kemudian penentuan titik pusat berikutnya dengan sistematik dengan jarak antar unit contoh sebesar 50 meter. Bentuk dari plot yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Plot Pengambilan Sampel Unit contoh lingkaran yang digunakan memiliki jari-jari 17.68 meter (Siswanto, 2005). Inventarisasi tumbuhan obat dilakukan di Hkm dengan intensitas sampling 2,5%. Departemen Kehutanan (2007) menyatakan bahwa semua bentuk metode inventarisasi sistematik dengan intensitas sampling yang lebih tinggi dari 0,5% yang telah dan sedang dilaksanakan dapat diterima. 3. Pengambilan Data dan Identifikasi Jenis Langkah pertama dilakukan dengan pengambilan dokumentasi terhadap semua tumbuhan obat yang ditemui di lokasi. Selanjutnya data penampakan fisik dicatat secara detail dan tempat ditemukannya jenis tumbuhan obat. Bila memungkinkan objek diidentifikasi di lapangan dan jika tidak objek diambil bagian yang memungkinkan seperti daun atau bagian tanaman lain agar diidentifikasi menggunakan buku identifikasi maupun masyarakat setempat. Metode identifikasi jenis diawali dengan pengamatan langsung di lapangan. Tumbuhan obat diidentifikasi dengan menggunakan nama lokal supaya memudahkan identifikasi selanjutnya. Proses identifikasi jenis tumbuhan obat dari lapangan sampai pengklasifikasian adalah sebagai berikut: a. Identifikasi jenis dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan. b. Menanyakan identitas tumbuhan kepada masyarakat sekitar.
c.
Mencocokkan gambar-gambar hasil dokumentasi maupun jenis yang di herbariumkan dengan website yang menyediakan deskripsi tumbuhan yang ditemukan. d. Setiap jenis yang ditemukan dicocokkan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya. e. Hasil identifikasi dimasukkan kedalam tabel seperti nama latin, bagian yang digunakan dan manfaat tumbuhan obat 4. Analisis Data Data vegetasi yang terkumpul dianalisis untuk mengetahui kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi dan frekuensi relatif serta Indeks Nilai Penting (INP) dengan menggunakan rumus Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) dalam Utomo (2012) sebagai berikut: a. Kerapatan suatu jenis (K) ∑ individu suatu jenis K = Luas petak contoh (ha) b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR) K Suatu jenis KR = x 100% ∑ K Seluruh jenis c. Frekuensi suatu jenis (F) ∑ Sub − petak ditemukan suatu jenis F= ∑ Seluruh sub − petak d. Frekuensi relative suatu jenis (FR) F Suatu jenis FR = x 100% ∑ F Seluruh jenis e. Indeks Nilai Penting (INP) INP digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas (Kusmana, 1995). INP = KR + FR + DR (untuk tingkat tiang dan pohon) INP = KR + FR (untuk tingkat semai dan pancang) f. Indeks Shannon-Wiener Keanekaragaman jenis suatu kawasan hutan dapat digambarkan dengan Indeks Shannon (Ludwig and Reynold, 1988 dalam Utomo, 2012) : H’ = -∑ (pi) Ln (pi) Keterangan: H’ = Indeks Keragaman Jenis pi = ni/N ni = Nilai Penting Jenis ke-i N = Jumlah Nilai Penting Semua Jenis Menurut Abdiyani (2008), semakin besar niali H’ menunjukkan semakin tinggi keanekaragaman jenis. Besarnya nilai keanekaragaman jenis Shannon didefinisikan sebagai berikut :
a. H’ < 1 menunjukkan keanekaragaman jenis yang rendah pada suatu kawasan. b. 1 ≤ H’ ≤ 3 menunjukkan keanekaragaman jenis yang sedang pada suatu kawasan. c. H’> 3 menunjukkan keanekaragaman jenis yang tinggi pada suatu kawasan. HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Tumbuhan Obat Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh 40 jenis tumbuhan obat yang tersebar di Hutan Kemasyarakatan, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir. Data jenis tumbuhan obat dapat dilihat pada Tabel 3. Penelitian Marbun (2014) mengenai tumbuhan obat di Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara ditemukan 43 jenis tumbuhan obat. Apabila dibandingkan dengan jenis – jenis tumbuhan obat yang diperoleh di kawasan Hutan kemasyarakatan, Kecamatan Ajibata, terdapat 14 jenis tumbuhan obat yang sama, yaitu bandotan (Ageratum conyzoides L), bangun-bangun (Coleus amboinicus), kantong semar (Nephentes sp.), kunyit (Curcuma domestica), nenas (Ananas comocus), rias (Etlingera elatior), talas (Colacasia esculenta), tempuh wiyang (Emilia sonchifolia), rimbang (Solanum ferrogium), pirdot (Saurauia bracteosa), senduduk (Melastoma malabathricum), senduduk buluh (Clidemia hirta), sungkit (Curculigo sp), pulutan (Urena lobata). Penelitian Harahap (2007) mengenai pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) ditemukan 47 jenis tumbuhan obat. Apabila dibandingkan dengan jenis-jenis tumbuhan yang diperoleh di HKm, Kecamatan Ajibata, terdapat 5 jenis tumbuhan obat yang sama yaitu kantong semar (Nephentes sp.), kunyit (Curcuma domestica), talas (Colacasia esculenta), senduduk (Melastoma malabathricum), senduduk buluh (Clidemia hirta). Kesamaan jenis tumbuhan obat yang ditemukan di Hutan Kemasyarakatan, Kecamatan Ajibata dan kedua lokasi penelitian tersebut disebabkan karena jenis tersebut tersebar di beberapa daerah yang memiliki kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Menurut Iskandar (2009), faktor- faktor yang berpengaruh terhadap persebaran flora adalah iklim, tanah, dan biotik (pengaruh tumbuhan lain dan hewan). Komposisi tumbuhan obat yang paling banyak dijumpai sebanyak 3483 dan jenis paling banyak ditemukan adalah senduduk buluh (Clidemia hirta) sebanyak 421 individu yang
ditemukan di lapangan yaitu tumbuh menyebar. Jenis yang paling sedikit ditemukan adalah temulawak sebanyak 5 individu. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat Berdasarkan hasil inventarisasi, diperoleh kerapatan (K) tumbuhan obat di Hutan Kemasyarakatan, Kecamatan Ajibata yang tertinggi ialah senduduk buluh (Clidemia hirta) dengan nilai 27,52 dan terendah adalah temulawak dengan kerapatan 0,327 dan kerapatan relatif masing masing sebesar 12,09 dan 0,144 . Jenis tumbuhan yang sering ditemui (frekuensi) tertinggi ada pada tumbuhan senduduk buluh 0,203 dan terendah ialah kantong semar dengan nilai 0,007. Frekuensi relatif pada masing-masing jenis tersebut bernilai 7,809 dan 0,252. Sedangkan untuk nilai Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan obat di hutan kemasyarakatan yang tertinggi ialah Clidemia hirta dengan INP 19,89 dan terendah Nephentes sp. dengan INP 0,510. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh bahwa keanekaragaman jenis tumbuhan obat di HKm tergolong tinggi yaitu 3,2. Tingginya nilai keanekaragaman tersebut dikarenakan banyaknya jenis tumbuhan obat di HKm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Abdiyani (2008) yakni H’ > 3 menunjukkan keanekaragaman jenis yang tinggi pada suatu kawasan. Semakin tinggi nilai keanekaragaman suatu kawasan menunjukkan semakin stabil komunitas di kawasan tersebut. Stabilitas komunitas yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponenkomponennya.
Tabel 3. Jenis Tumbuhan Obat di Hutan Kemasyarakatan, Kecamatan Ajibata No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Jenis Akar wangi Andaliman Bandotan Bangun-bangun Bawang batak Buncis Bunga paet-paet Cepen-cepen Widelia tribolata Dulpak Jahe Jeruk nipis Kacinduduk Kantong semar Kunyit Lamtama Lancing Lenga-lenga Nenas Pandan hutan Pegaga Piper adancum Pirdot Pisang Pultak-pultak Pulutan Putri malu Rias Rimbang Sabi kabang Senduduk Senduduk buluh Serai Sibagore Singkut Sirih Talas Tempuh wiyang Temulawak Terong belanda Total
Jumlah Plot 28 6 21 4 12 8 15 5 4 23 29 4 7 1 4 3 7 13 3 5 15 2 2 2 2 12 14 22 10 18 12 31 3 17 14 2 3 8 2 4 397
Jumlah Individu 165 22 92 17 60 117 215 53 18 149 240 10 109 9 9 20 45 191 5 15 102 5 12 7 7 52 276 173 152 114 230 421 27 103 163 11 14 38 5 10 3483
Pengetahuan Tumbuhan Obat Hasil wawancara dan kuisioner dengan masyarakat dapat diketahui bahwa masyarakat tersebut mengetahui jenis tumbuhan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit secara umum. Pengetahuan masyarakat tentang jenis tumbuhan obat yang digunakan diperoleh secara turun temurun, dimana tumbuhan obat tersebut dapat dicari di dalam kawasan hutan maupun di kebun atau pekarangan. Namun, untuk memperoleh tumbuhan obat dari hutan agak sulit, dimana jarak yang ditempuh untuk mencapai hutan cukup jauh. Tetapi menurut masyarakat di sekitar hutan kemasyarakatan, potensi tumbuhan obat di hutan cukup besar. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tumbuhan obat dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar hutan kemasyarakatan untuk pengobatan dan pemeliharan kesehatan.
K 10,78 1,43 6,01 1,11 3,92 7,64 14,05 3,46 1,17 9,74 15,69 0,65 7,12 0,58 0,58 1,30 2,94 12,4 0,32 0,98 6,66 0,32 0,78 0,45 0,45 3,39 18,04 11,31 9,93 7,45 15,03 27,52 1,76 6,73 10,65 0,72 0,91 2,48 0,32 0,65 227,6
KR
F
4,73 0,63 2,64 0,48 1,72 3,35 6,17 1,52 0,51 4,27 6,89 0,28 3,13 0,25 0,25 0,57 1,29 5,48 0,14 0,43 2,93 0,14 0,34 0,20 0,20 1,49 7,92 4,96 4,36 3,27 6,60 12,09 0,77 2,95 4,68 0,31 0,40 1,09 0,14 0,28 100
0,18 0,04 0,13 0,02 0,07 0,05 0,09 0,03 0,02 0,15 0,19 0,02 0,04 0,01 0,02 0,02 0,04 0,08 0,02 0,03 0,09 0,01 0,01 0,01 0,01 0,07 0,09 0,14 0,06 0,11 0,07 0,20 0,02 0,11 0,09 0,01 0,02 0,05 0,01 0,02 2,59
FR 7,05 1,51 5,29 1,01 3,02 2,01 3,77 1,25 1,09 5,79 7,30 1,09 1,76 0,25 1,09 0,75 1,76 3,27 0,75 1,25 3,77 0,50 0,50 0,50 0,50 3,02 3,52 5,54 2,51 4,53 3,02 7,81 0,75 4,28 3,52 0,50 0,75 2,01 0,50 1,09 100
INP 11,79 2,14 7,93 1,49 4,74 5,37 9,95 2,78 1,52 10,07 14,19 1,29 4,89 0,51 1,26 1,33 3,05 8,75 0,89 1,69 6,70 0,64 0,84 0,70 0,70 4,51 11,45 10,51 6,88 7,80 9,62 19,89 1,53 7,23 8,20 0,81 1,15 3,10 0,64 1,29 200
H'
3,29
Masyarakat merasa bahwa penggunaan tumbuhan dari hutan cukup mudah dan tidak perlu biaya mahal. Namun, masyarakat juga tidak terlepas dengan obat-obatan dari medis yang penggunaannya lebih praktis. Jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, tidak semua jenis tumbuhan obat yang diinventarisasi di Hutan Kemasyarakatan dimanfaatkan oleh masyarakat. Namun, hal ini berbanding terbalik dengan masyarakat di daerah Karo yang memanfaatkan hampir semua jenis tumbuhan yang diinventarisasi. Hal ini didapat dari hasil survei dengan masyarakat di daerah Karo. Dari ke-40 jenis tumbuhan obat tersebut, hanya 20 jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat dan 20 jenis tumbuhan tidak dimanfaatkan. Jenis tumbuhan obat tersebut tidak dimanfaatkan karena masyarakat kurang mengetahui khasiat dari ke-20 tumbuhan obat tersebut. Penggunaan tumbuhan obat
sebagai pengobatan ada beberapa cara yaitu dikonsumsi secara langsung dan secara tidak langsung dengan perlakuan tertentu sebelum digunakan. Dari hasil wawancara jenis yang sering digunakan sebagai obat ialah jenis kunyit dan jahe. Tabel 4. Jenis Tumbuhan Obat yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Nama No Lokal Nama Ilmiah Kegunaan penambah BangunColeus 1 asi dan obat bangun amboinicus sakit perut Bunga Eupatorium obat maag 2 Paet perfoliatum dan luka Zingiber 3 Jahe obat batuk officinale Citrus 4 Jeruk nipis obat batuk aurantifolia Kantong 5 Nephentes sp obat maag semar Curcuma obat asam 6 Kunyit domestica lambung Ananas obat sakit 7 Nenas comocus kepala Saurauia 8 Pirdot obat rematik bracteosa Musa 9 Pisang obat terkilir paradisiaca 10 Pulutan Urena lobata obat campak Mimosa obat radang 11 Putri malu pudica kulit Curcuma asma, ginjal, 12 Temulawak xanthorrhiza hepatitis Solanum obat asam 13 Rimbang ferrogium urat Melastoma obat angin 14 Senduduk malabathricum duduk Senduduk obat sakit 15 Clidemia hirta buluh perut Sida 16 Sibagure obat demam rhombifolia Andropogon obat 17 Serai nardus antiradang 18 Singkut Curculigo sp obat campak 19 Sirih Piper betle obat sakit gigi Colacasia 20 Talas obat diabetes esculenta Bagian Tumbuhan Obat yang Digunakan Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di sekitar hutan kemasyarakatan, bagian tumbuhan yang dimanfaatkan antara lain daun, akar, batang, umbi, buah, bunga, dan pucuk. Bagian tersebut ada yang dapat langsung digunakan sebagai obat dan ada pula yang harus melalui proses pengolahan. Proporsi
penggunaan tumbuhan yang digunakan untuk dijadikan sebagai obat dapat dilihat pada Gambar 2. Akar
5% 8%
Buah
8% 12%
Daun Seluruhbagian
25%
Daun+Buah/Bunga/Tandan 42%
Rimpang
Gambar 2. Proporsi Bagian Tumbuhan yang Digunakan Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan adalah daun yaitu sebesar 42,5% dan bagian yang paling sedikit adalah bagian akar sebesar 5%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harbourne (1987) dalam Sari (2012), menyatakan bahwa daun paling banyak digunakan karena pada daun banyak terakumulasi senyawa metabolit sekunder yang paling penting sebagai bahan obat berupa tanin, alkaloid, minyak atsiri, dan senyawa organik lainnya yang tersimpan di dalam vakuola maupun jaringan tumbuhan pada daun seperti trikoma. Dari segi keutuhan dan eksistensinya jumlah daun lebih banyak dibanding bagian organ lainnya sehingga apabila diambil dalam jumlah tertentu tidak terlalu berpengaruh terhadap tumbuhan tersebut. Daun juga merupakan bahan yang mudah diracik dan diolah untuk dijadikan sebagai bahan obat dari segi efesiesi dan kepraktisannya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ditemukan 3.483 individu tumbuhan obat yang diklasifikasikan menjadi 40 jenis tumbuhan obat di Hutan Kemasyarakatan KPHL Toba Samosir. 2. Keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan kemasyarakatan dikategorikan tinggi. DAFTAR PUSTAKA Abdiyani, S. 2008. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Berkhasiat Obat di Dataran Tinggi Dieng. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 5 (1) 79-92 Badan Pusat Statistik, RI. 2011. Produksi Tanaman Obat-obatan di Indonesia tahun 2008-2012. Jakarta Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2007. Laporan Tahunan 2006.
Bogor: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 51 hlm. Harahap, F. R. 2007. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), Skripsi. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan kedua Bandung : Penerbit ITB, Hal 70; 147-148; 243-235. Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada Press. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2007. Tanaman Obat. Jakarta. Jakarta. http://www.dephut.go.id [01 April 2015]. Siswanto, Bambang. Pengaruh Bentuk dan Ukuran Plot serta Intensitas Penarikan Contoh terhadap Kesalahan Dugaan Dalam Inventarisasi Hutan Tanaman. Jurnal Mitra Hutan Tanaman Vol. III No.3 (163-168). Bogor. Utomo, B. 2012. Analisis Vegetasi Hutan Pegunungan: Panduan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan. Universitas Sumatera Utara. Medan.